Stabilisasi Nilai Tukar : Suatu Pendekatan Non-Konvensional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Stabilisasi Nilai Tukar : Suatu Pendekatan Non-Konvensional"

Transkripsi

1 Konferensi Pers : Tempat : Café Bebek Bali Senayan, 29 Agustus 2005 Stabilisasi Nilai Tukar : Suatu Pendekatan Non-Konvensional Iman Sugema, Nur Azam Achsani, Reza Y. Siregar, Hermanto Siregar, Rina Oktaviani 1. Pendahuluan Nilai tukar rupiah terhadap dolar telah melampaui ambang psikologis Rp 10 ribu per dolar Amerika Serikat. Angka 10 ribu bukanlah hal yang baru kali ini terjadi. Akan tetapi kali ini angka tersebut tercapai berbarengan dengan krisis energi, krisis anggaran, dan krisis kepercayaan. Pemerintah seakan tidak memiliki daya menghadapi kesulitan yang datang begitu bertubi-tubi. Ada yang mengusulkan agar dilakukan reshufle kabinet. Ada pula yang menumpahkan amarah dengan cara berdemo. Itu semua mencerminkan kekecewaan dan ketidakberdayaan. Masyarakat menjadi bertanya-tanya mengapa semua ini harus terjadi. Bisakah pemerintah melindungi kami? Dalam brief kali ini, Inter-CAFE membahas tentang pentingnya langkah-langkah kebijakan yang tidak konvensional. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kebijakan moneter yang konvensional dirasa tidak cukup efektif dalam menahan laju depresiasi yang semakin lebar. Diperlukan kreatifitas yang tinggi untuk mengendalikan situasi dan mencegah terjadinya kepanikan diantara pelaku pasar. Ada tiga langkah yang kami usulkan, yakni: Melakukan pengetatan likuiditas untuk mengurangi dana-dana likuid di sektor perbankan. Langkah ini bisa dicapai dengan penerapan GWM tambahan yang dikaitkan dengan kondisi likuiditas perbankan. Bank-bank yang memiliki likuiditas yang lebih besar (LDR kecil) harus dikenakan penalti secara progresif dalam bentuk GWM yang lebih tinggi. Bank-bank yang sudah mencapai LDR yang optimum tidak diwajibkan menyerahkan GWM tambahan. Perlu diambil langkah administratif untuk memperlambat arus modal keluar, terutama yang bersifat spekulatif. Langkah ini meliputi inspeksi mendadak (sidak), audit dan verifikasi transaksi, kewajiban pelaporan transaksi dengan volume Page 1

2 tertentu, menambah volume administrasi (paper work), dan kewajiban untuk meminta izin jika transaksi melebihi limit transaksi tertentu. Pembatasan transaksi mungkin harus dilakukan terutama untuk berbagai jenis transaksi yang dicurigai tidak memiliki underlying atau bersifat spekulatif. Batas maximum transaksi mungkin harus diturunkan menjadi hanya 500 ribu dolar saja. Selain itu, bilamana terjadi depresiasi yang berlebihan dalam satu hari (misalkan 3 persen), penghentian transaksi sementara mungkin harus dilakukan. Penghentian ini dapat dilakukan secara terbatas yaitu terhadap pihak-pihak yang paling aktif melakukan transaksi. Namun demikian, langkah-langkah konvensional masih harus dilakukan yang bertujuan sebagai langkah smooth-pasting. Harus dijaga persepsi bahwa suku bunga tetap fleksibel, atau dapat dinaikan. Demikian juga, BI harus tetap terlihat melakukan intervensi untuk memasok valas dalam jumlah yang cukup. Jadi yang dilakukan adalah perubahan orientasi kebijakan konvensional dari sebagai satu-satunya kebijakan menjadi syarat perlu. Syarat kecukupannya adalah tiga langkah non-konvensional. Selain itu, untuk memperbaiki kredibilitas diperlakukan langkah-langkah perbaikan yang mengarah pada good governance di tubuh BI dan Kabinet Indonesia Bersatu. Perumusan kebijakan dan komunikasi kebijakan harus lebih diefektifkan. Harus ada kesan bahwa BI dan Kabinet dapat menguasai keadaan. 2. Kebijakan moneter konvensional tidak cukup Minggu-minggu terakhir ini kita dibuat cemas setelah nilai tukar rupiah menembus batas kritis Rp ,- per US dollar. Sebenarnya angka bukanlah hal yang baru, karena angka tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya (lihat Gambar 1). Pada masa-masa krisis tahun , nilai rupiah bahkan pernah menembus diatas Rp ,- per US dollar. Akan tetapi, justru karena sudah pernah terjadi krisis itulah, maka kita terbayang akan terjadi krisis lanjutan sebagaimana yang pernah terjadi tahun lalu. Oleh karena itu, kredibilitas dan kebijakan yang diambil oleh policy makers (dalam hal ini Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter serta pemerintah Indonesia) akan sangat crucial dan berpengaruh. Sejak Januari 2004, mata uang rupiah cenderung bergerak terpisah dibandingkan mata uang dunia lainnya. Gambar 2 menunjukkan pergerakan mata uang Rp, SGD, EUR, JPY, TBH dan KRW. Jika kita amati dengan seksama, terlihat jelas bahwa mata uang rupiah terpencil dari mata uang lainnya dan melemah secara konsisten. Sebaliknya KRW merupakan pencilan pada sisi lainnya, dan mengalami pekguatan secara konsisten. Sementara itu, mata uang lainnya (SGD, TBH, JPY maupun EUR) bergerak mengikuti pola pergerakan yang sama. Lebih dari itu, ternyata pelemahan Rp tidak hanya terhadap USD, Page 2

3 tetapi juga terhadap dua mata uang terbesar dunia lainnya EUR dan JPY dengan pola pelemahan yang sama. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pelemahan nilai rupiah bukanlah semata-mata karena tekanan dari luar, tetapi lebih ditentukan oleh factor internal. Bahkan diyakini ada something wrong dari fundamental ekonomi dalam negeri, sehingga Rp bergerak di luar pola pergerakan mata uang dunia. Tekanan terhadap rupiah sendiri (yang diindikasikan oleh tingginya exchange market pressure EMP) dimulai sejak Juni 2004 dan menjadi sangat kuat dalam 6 bulan terakhir ini (lihat Gambar EMP). Dari penelusuran lebih jauh didapati bahwa EMP meningkat sejalan dengan kebijakan The Fed menaikkan suku bunga pada Juni 2004, dan sejak saat itu The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali. Dalam kurun waktu Juni 2004 Maret 2005, The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 7 kali. Sebaliknya, Bank Indonesia sama sekali tidak menaikkan suku bunga dalam negeri, sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri menjadi semakin menipis. Kondisi demikian membuat investasi dalam bentuk rupiah menjadi tidak atraktif dan investor cenderung memindahkan dananya ke luar negeri dengan melepaskan rupiah. BI selaku pemegang otoritas moneter sangat terlambat dalam mengambil kebijakan dan baru menaikkan suku bunga dalam negeri pada bulan Maret-April 2005 pada saat tekanan terhadap rupiah sudah sangat besar. Alih-alih menyesuaikan suku bunga dengan perubahan di luar negeri, BI justru sangat rajin melakukan operasi pasar yang tentunya menguras cadangan devisa. Data terkini menunjukkan bahwa cadangan devisa menurun dari 37 Milyar US Dollar pada Oktober 2004 menjadi hanya 33 Milyar Dollar pada Juni Tekanan terhadap rupiah sempat melemah yang diikuti dengan penguatan nilai tukar rupiah pada kurun waktu Oktober-November 2004 seiring dengan terpilihnya SBY- JK sebagai presiden dan wakil presiden, yang mencerminkan tingginya kepercayaan serta ekspektasi pasar terhadap perubahan kepemimpinan di tanah air. Akan tetapi karena kurang konkretnya arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat fundamental ekonomi, maka kepercayaan pasar kembali melemah yang diikuti oleh kembali jatuhnya nilai tukar rupiah. Pelemahan nilai tukar rupiah sendiri secara teori seharusnya akan diikuti dengan peningkatan ekspor karena barang-barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih murah. Akan tetapi kondisi demikian tidak terjadi di Indonesia. Nilai ekspor kita memang ada peningkatan, akan tetapi nilai impor pun juga meningkat, sehingga net ekspor tidak mengalami peningkatan. Hal ini bisa terjadi karena tingginya komponen impor dalam barang-barang ekspor Indonesia. Alih-alih meningkatkan net ekspor, penurunan nilai rupiah justru membebani anggaran karena tingginya hutang luar negeri Indonesia. Page 3

4 Dari pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan moneter konvensional yang diambil oleh Bank Indonesia, baik melalui suku bunga maupun reserve, telah terbukti tidak efektif untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. 3. Langkah-langkah non-konvensional Sebagaimana diungkapkan di atas, terdapat indikasi yang kuat bahwa kebijakan moneter yang diambil selama ini tidak mampu menahan laju depresiasi. Kebijakan yang diambil terlalu konvensional. Masalahnya adalah depresiasi rupiah terjadi bersamaan dengan memuncaknya keraguan terhadap kemampuan tim ekonomi pemerintah dalam mengatasi berbagai permasalahan yang datang bertubi-tubi. Krisis nilai tukar hanyalah symptom dari lemahnya fundamental ekonomi dan ketidakberdayaan tim ekonomi. Dengan demikian, kebijakan yang disandarkan pada lankah konvensional harus diperkuat dengan langkah-langkah non-konvesional. Langkah ini diperlukan untuk mencegah terlalu drastisnya penyesuaian dalam suku bunga dan cadangan devisa. Peningkatan suku bunga yang tajam dapat berpengaruh secara negatif terhadap sektor ril, perbankan dan kesehatan fiskal pemerintah. Penurunan cadangan devisa yang terlalu drastis akan mengakibatkan penurunan confidence dalam melakukan stabilisasi. Ada tiga langkah yang harus diambil yakni penyerapan likuiditas, langkah administratif dan pembatasan transaksi. Berikut adalah uraian singkat mengenai ketiga hal tersebut. Penyerapan Likuiditas Kelebihan likuiditas merupakan pangkal dari lemahnya pengendalian dari nilai tukar. Likuiditas adalah aset finansial yang sementara menganggur sehingga dapat digunakan untuk kepentingan apapun termasuk untuk memfasilitasi transaksi valuta asing. Aset likuid dalam rupiah dapat setiap saat dikonversi menjadi aset dalam valuta asing. Dengan atau tanpa spekulasi, kelebihan likuiditas dapat menyebabkan terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah. Untuk menyerap likuiditas biasanya BI menggunakan SBI sebagai instrumen. Agar pembelian SBI meningkat, maka suku bunga SBI harus mengalami kenaikan. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan biaya operasi pasar sehingga menciptakan defisit otoritas moneter. Lebih jauh lagi, karena sebagian besar suku bunga obligasi pemerintah bersifat floating rate dan terkait dengan suku bunga SBI maka pembayaran bunga obligasi menjadi meningkat. Sebagai konsekuensinya defisit fiskal menjadi meningkat. Berdasarkan perhitungan Siregar dan Chowdury (2005) setiap peningkatan suku bunga sebesar satu persen, defisit fiskal akan membengkak sebesar 0,15 persen dari PDB. Dalam kasus Page 4

5 dimana kredibilitas otoritas fiskal sangat rendah, kenaikan suku bunga akan tidak credible. Karena itu, kenaikan suku bunga walaupun bisa menyerap likuiditas justru dapat mengakibatkan persepsi negatif terhadap kemampuan pemerintah dalam menangani konsekuensi negatif yang ditimbulkannya. Karena itu, kenaikan suku bunga hanya bisa credible jika hal tersebut masih dalam ambang fiskal yang aman. Kenaikan suku bunga tidak bisa dilakukan secara drastis. Karena itu penyerapan likuiditas harus dilakukan melalui non-interest bearing instrument. Salah satu alternatifnya adalah meningkatkan giro wajib minimum (GWM). Penggunaan GWM dapat menghindarkan terjadinya kenaikan suku bunga SBI dan obligasi pemerintah. Pembengkakan defisit otoritas moneter dan otoritas fiskal dapat dihindari. Akan tetapi, peningkatan GWM dapat menyebabkan hilangnya potensi pendapatan yang seharusnya diterima oleh perbankan dari penempatan di SBI. GWM juga akan meningkatkan cost of fund (COF) sehingga pada gilarannya akan menurunkan net interest margin. Untuk menghindari itu bank dapat menurunkan suku bunga tabungan maupun meningkatkan suku bunga kredit. Harap dicatat bahwa pengaruh GWM terhadap cost of fund tidaklah signifikan. Setiap peningkatan GWM sebesar satu persen hanya akan meningkatkan COF sebesar kurang lebih 0,07 persen saja. Jadi, dampaknya terhadap suku bunga bank akan sangat marjinal. Agar mengurangi dampak buruk terhadap keungan bank, GWM dapat dirancang menjadi suatu sistem insentif. Bank-bank yang telah melakukan fungsi intermediasi dengan baik, dan karenanya tidak memiliki likuiditas yang berlebihan sebaiknya tidak dikenai GWM tambahan. Tarif GWM bila dikenakan secara progresif terhadap tingkat likuiditas justru dapat mendorong bank untuk melakukan ekspansi kredit. Tarif GWM tambahan sebaiknya merupakan fungsi kebalikan dari LDR. Langkah administratif Salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah panic selling dimana para pelaku pasar mencoba melepas aset dalam rupiah dan kemudian mengkorvesikannya ke dalam aset dalam valuta asing. Dengan cara ini, mereka berharap dapat menghindari kerugian lebih besar akibat adanya risiko terjadinya depresiasi lebih lanjut. Karena itu tekanan terhadap rupiah semakin besar sehingga justru memicu semakin besarnya laju depresiasi. Dalam situasi seperti ini, terjadi self fulfilling prophecy: karena pelaku pasar memperkirakan akan terjadi depresiasi yang cukup besar, maka untuk menghindari itu mereka melakukan cut loss dan karena langkah ini dilakukan secara bersama-sama maka justru perkiraan tersebut menjadi kenyataan. Besarnya EMP selama enam bulan terakhir menunjukan hal tersebut. Besarnya tekanan pasar telah mengakibatkan sulitnya pengendalian nilai tukar. Page 5

6 Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah yang dapat menghambat pelaku pasar melakukan konversi aset. Langkah administratif pada prinsipnya adalah untuk memperlambat proses konversi, walaupun tidak bisa menghilangkan terjadinya konversi. Peluang konversi masih harus dijaga agar tidak terlalu menghambat arus masuk modal jangka panjang. Selain itu, perlu ditegaskan kepada publik bahwa langkah administratif ini hanya diberlakukan secara sementara sampai keadaan menjadi normal kembali. Langkah administratif tersebut adalah sebagai berikut. Scrutiny atau inspeksi mendadak. Inspeksi mendadak dapat dilakukan terhadap bank-bank ditengarai melakukan transaksi valas secara besar-besaran dan menyimpang dari kebiasaannya atau ireguler. Inspektur dari BI sebaiknya mendatangi dealing room dari bank yang bersangkutan untuk meneliti setiap transaksi yang dilakukan. Cara ini akan dapat memisahkan secara jeli antara transaksi yang memiliki dan tidak memiliki underlying. Audit dan verifikasi transaksi. Inspeksi mendadak kalau dirasa tidak cukup dapat ditindaklanjuti dengan audit dan verifikasi setiap transaksi yang mencurigakan. Dengan verifikasi ini, terutama untuk transaksi yang besar, laju permintaan valas akan tersumbat oleh proses administrasi. Kewajiban pelaporan rencana transaksi sehari sebelumnya. Bank-bank yang menjadi perantara transasksi dapat dikenakan wajib lapor sehari sebelumnya untuk kategori transaksi dalam jumlah besar atau transaksi tersebut ditengarai tidak mempunyai underlying. Dengan cara ini, BI dapat memperkirakan kebutuhan penyediaan valas pada hari berikutnya sehingga memiliki waktu untuk melakukan langkah-langkah stabilisasi dan mengawasi bank yang melakukan transaksi besar. Pelaporan dari bank harus dalam bentuk tertulis yang mespesifikasi jumlah dan jenis valas, dan pemesan. Kewajiban meminta izin. Untuk transaksi besar, mungkin harus dikenakan peraturan permintaan izin melakukan transaksi. BI akan menganalisa apakah transaksi tersebut sesuai dengan kebutuhan atau memiliki underlying (misalkan untuk membayar impor). Jika BI yakin bahwa transaksi tersebut tidak terkait dengan spekulasi dan pencucian uang, sebaiknya transaksi tersebut tidak dihambat. Pembatasan transaksi Pembatasan transaksi mungkin harus dilakukan terutama untuk membatasi ruang gerak pelaku transaksi yang dicurigai tidak memiliki underlying atau bersifat spekulatif. Pembatasan transaksi meliputi tiga hal: limit transaksi, pengaturan waktu transaksi, dan penghentian sementara. Limit transaksi valuta asing. Batas maximum transaksi mungkin harus diturunkan menjadi hanya 100 ribu dolar saja. Pembatasan ini bila dilakukan bersamaan dengan langkah administratif akan meningkatkan volume paper work yang harus dilakukan Page 6

7 oleh pegawai bank. Pada gilirannya hal ini akan memperlambat laju permintaan valuta asing. Pengaturan waktu transaksi. Agar BI dapat mengatur strategi intervensi secara lebih leluasa, perlu adanya pengaturan waktu transaksi. Transaksi besar sebaiknya hanya dibatasi dalam sesi tengah hari saja. Transaksi kecil bisa dilakukan sepanjang hari. Dengan cara ini, BI bisa menyesuaikan ritme intervensi berdasarkan tekanan pasar pada setiap sesi. Penghentian sementara (suspend). Bilamana terjadi depresiasi yang berlebihan dalam satu hari (misalkan 3 persen), penghentian transaksi sementara mungkin harus dilakukan. Cara seperti ini pernah secara efektif dilaksanakan oleh bank sentral Filipina pada krisis Penghentian transaksi akan mengurangi tekanan terhadap rupiah dan memberi kesempatan pada pelaku pasar dan otoritas moneter untuk mengevaluasi mengapa tekanan permintaan mendadak begitu besar. Penghentian ini dapat juga dilakukan secara terbatas yaitu terhadap pihak-pihak yang paling aktif melakukan transaksi. 4. ASEAN currency sebagai alternatif jangka panjang Ide mata uang bersama ASEAN telah banyak dilontarkan --salah satunya oleh mantan PM Mahathir Mohamad-- menyusul terjadinya krisis keuangan yang menyebabkan krisis ekonomi berkepanjangan sejak Juli Sebagaimana telah kita ketahui bersama, mata uang negara-negara ASEAN --juga Korea Selatan dan Hongkong-- mengalami goncangan hebat menyusul diberlakukannya kurs mata uang mengambang terhadap Bath Thailand mulai 2 Juli 1997, yang menyeret negara-negara tersebut ke dalam krisis ekonomi sampai saat ini. Tulisan ini secara singkat akan mencoba mengulas tentang kemungkinan pembentukan mata uang bersama ASEAN beserta hal-hal yang terkait dengannya. Apa itu Mata Uang Bersama? Secara umum dunia mengenal dua (kutub) sistem mata uang, yaitu sistem mata uang mengambang (floating exchange rates) dan sistem mata uang tetap (fixed exchange rates), beserta varian-variannya. Sistem floating exchange rates membiarkan nilai kurs mata uang bergerak berdasarkan keinginan pasar. Di dalam sistem seperti ini, ada kecenderungan nilai mata uang akan bergerak bebas (volatile) yang seringkali berada di luar koridor fundamental ekonomi negara yang bersangkutan (lihat misalnya Rose, 1994). Disamping itu, sistem ini cenderung menjadi sumber terjadinya goncangan ekonomi (shocks), dan bukan menjadi instrumen untuk menghilangkan goncangan. Tidak heran jika sistem ini sering dituding rawan Page 7

8 terhadap serangan para spekulan valas, khususnya jika diterapkan pada negara-negara yang masuk ke dalam kategori small-open economy sebagaimana negara-negara ASEAN. Sebaliknya dalam sistem fixed exchange rates nilai kurs mata uang dipatok pada ukuran tertentu. Sistem ini setidaknya memiliki tiga varian, yaitu : 1) Currency board system (CBS), yang mematok kurs mata uang terhadap valuta asing tertentu --misalnya terhadap dollar Amerika (USD)-- dengan nilai yang tetap. Argentina merupakan contoh negara yang menerapkan system ini dan mengalami kegagalan dengan ditandai oleh krisis ekonomi berkepanjangan serta krisis politik di penghujung tahun ) Dollarization, yaitu menggunakan mata uang negara lain sebagai pengganti mata uang lokal sebagaimana dilakukan oleh beberapa negara bekas Yugoslavia (yang menggunakan mata uang Deutschmark) atau juga Kosovo dan Montenegro yang menggunakan Euro. 3) Kesatuan Moneter, yaitu pembentukan mata uang bersama oleh sekelompok negara sebagaimana Euro bagi negara-negara EU. Jadi mata uang bersama (selanjutnya MUB) tidak lain adalah salah satu varian dari penggunaan sistem mata uang tetap atau fixed exchange rates. Penggunaan MUB memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah terjaminnya stabilitas ekonomi makro serta pertumbuhan ekonomi, sebagaimana dikemukakan oleh Romano Prodi pada upacara peluncuran Euro 1 Januari 2002 lalu. Mata uang adalah ibarat bahasa dalam ekonomi. Penggunaan bahasa yang sama akan mempermudah proses komunikasi. Penggunaan MUB secara teoritis akan mening-katkan volume perdagangan dan investasi sesama negara anggota, karena adanya penurunan biaya transaksi (transaction cost) serta hilangnya fluktuasi (volatility) nilai tukar diantara sesama anggota. Hilangnya fluktuasi nilai tukar juga akan mengurangi tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang pada gilirannya akan meningkatkan investasi serta pertumbuhan ekonomi secara umum (lihat misalnya Barro (2001) dan Kenen and Rodrick (1986)). Namun demikian sistem ini juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah hilangnya identitas nasional serta berkurangnya kebebasan masing-masing anggota dalam menerapkan kebijakan moneternya. Dengan diberlakukannya MUB, maka mata uang masing-masing anggota tidak lagi berlaku sebagaimana dialami oleh Deutschmark, Gulden, Franc, Lira serta mata uang eropa lainnya. Disamping itu sistem ini juga mensyaratkan penerapan kebijakan moneter secara bersama-sama, yang berarti menghilangkan kebebasan masing-masing anggota. Page 8

9 Prospek Mata Uang Bersama ASEAN Sisi positif penggunaan MUB sebagaimana diuraikan di atas akan bisa dicapai jika beberapa prasyarat sebagaimana diungkapkan oleh Masson dan Taylor (1993) berikut terpenuhi, yaitu: 1. Tingginya mobilitas factor produksi (tenaga kerja dan kapital). Dalam kondisi mobilitas factor produksi yang tinggi, maka pergeseran fungsi permintaan dalam satu negara tidak akan banyak berpengaruh ke kurs mata uang. Negara-negara dengan penciri demikian layak (cocok) menerapkan mata uang bersama. 2. Tingginya fleksibilitas upah dan harga (wage/price flexibility) di dalam masing-masing negara (anggota). Fleksibilitas upah dan harga dalam hal ini bisa dipandang sebagai cerminan dari fleksibilitas nilai tukar. 3. Tingginya keterbukaan dan ketergantungan ekonomi sesama negara anggota. Penurunan biaya transaksi hanya akan terjadi jika volume perdagangan diantara sesama negara anggota cukup tinggi. Dengan demikian keterbukaan dan saling ketergantungan merupakan faktor yang sangat krusial. 4. Tingginya diversifikasi indusitri dan portfolio. Derajad diversifikasi industri dan portfolio --yang biasanya bisa dilihat dari struktur produksi suatu negara-- akan menjadi faktor kunci dalam meredan guncangan ekonomi. Semakin tinggi derajad diversifikasi suatu negara atau kawasan, makan daya tahan terhadap guncangan juga akan semakin kuat. Dari keempat prasyarat diatas, setidaknya negara-negara ASEAN memiliki beberapa point positif yang bisa dikemukakan. Pertama, beberapa studi mencatat tingginya tingkat mobilitas kapital dan tenaga kerja jika dibandingkan dengan EU pada saat perjanjian Maastricht (lihat misalnya Moon, Rhee dan Yoon (2000)). Kedua, volume perdagangan sesama negara anggota ASEAN juga cukup tinggi (sekitar 25% dari total perdagangan), meskipun masih lebih kecil dari EU (40%) (lihat Bayoumi dan Mauro, 1999). Faktor-faktor positif merupakan daya dorong bagi terbentuknya MUB bagi negara-negara ASEAN. Disamping sisi positif tersebut, masih banyak pula sisi negatif yang bisa menghambat proses terbentuknya mata uang bersama ASEAN, diantaranya (i) tingginya kesenjangan ekonomi sesama anggota ASEAN, (ii) masih lemahnya sektor keuangan dan perbankan di banyak negara anggota, (iii) serta kurangnya political precondition bagi terbentuknya suatu mata uang bersama. Tingginya kesenjangan antar anggota ASEAN setidaknya bisa dilihat dari pendapatan perkapita masing-masing anggota. Singapura sebagai negara yang paling maju, memiliki pendapatan per kapita sekitar 40 kali lipat dibanding Indonesia serta 250 kali lipat Page 9

10 dibandingkan Myanmar. Dilihat dari kesiapan sektor keuangan dan perbankan, barangkali hanya Singapura yang paling siap. Berkaca dari kasus Euro sebagaimana tercermin dalam perjanjian Maastricht, negara-negara EU disyaratkan agar mencapai kekonvergenan dalam prosentase utang terhadap PDB, prosentase defisit terhadap PDB, tingkat inflasi serta suku bunga jangka panjang. Jika dilihat dari indikator-indikator tersebut, keragaman diantara negara-negara ASEAN masih cukup besar. Sebagai contoh misalnya, rasio hutang terhadap PDB untuk Indonesia sekitar 90%, Philippine sekitar 70%, sedangkan Malaysia dan Thailand berkisar antara 30-35% (lihat Sabhasri dan Manakit (2001)). Laju inflasi serta tingkat suku bunga juga cukup beragam, khususnya pasca Krisis Asia Juli Suku bunga perbankan di Indonesia dan Philippine berada pada tingkat sekitar 15%, sementara Malaysia dan Thailand sekitar 3-3,5 %. Tingkat suku bunga di Saingapura dan Brunei lebih rendah lagi, sekitar 1,3 1,7% per tahun. Laju inflasi di Indonesia pada tahun 1998, 1999 dan 2000 masing-masing sebesar 57,6%, 20,5% dan 3,8%. Pada saat yang sama laju inflasi di Malaysia dan Philippine berkisar sekitar 5 6%. Laju di Singapura dan Thailand bahkan hanya berkisar 1%. Berkaca pada banyaknya persoalan yang ada saat ini, nampaknya harapan bagi terbentuknya mata uang bersama ASEAN belum akan terwujud dalam waktu dekat. Meskipun demikian, gagasan pembentukan mata uang bersama sangat layak dikemukakan.disamping terpenuhinya prasyarat sebagaimana dikemukakan oleh Masson dan Taylor (1993), kecenderungan global memang mendorong kerjasama regional yang lebih erat agar bisa bersaing dengan kawasan lainnya. Untuk itu, diperlukan kajian-kajian khusus serta diskusi-diskusi yang lebih mendalam dalam bidang-bidang yang terkait. Jika EU memerlukan waktu lebih dari 30 tahun untuk merealisasikan Euro, mampukah ASEAN merealisasikan mata uang bersama dalam kurun waktu yang sama, atau bahkan lebih cepat? Hal ini tentunya menjadi PR bagi pemimpin-pemimpin ASEAN. 5. Penutup Berdasarkan analisis di atas bisa kita simpulkan bahwa kebijakan moneter yang selama ini diterapkan untuk mengatasi gejolak nilai tukar tidaklah efektif. Intervensi valas dan peningkatan suku bunga tidak berhasil mengatasi keadaan. Hal ini diperparah oleh kenyataan bahwa kita menghadapi krisis kepercayaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah non-konvensional terutama dengan tujuan untuk memperlambat dan menghambat tekanan rupiah, mengurangi panik, dan meningkatkan efektifitas instrumen konvensional. Langkah-langkah tersebut meliputi: (1) penyerapan likuiditas, (2) langkah administratif dan (3) pembatasan transaksi. Page 10

11 Karena masalah depresiasi sangat terkait dengan kondisi fundamental dan kredibilitas pemerintah, maka harus ada perbaikan-perbaikan yang bersifat jangka panjang. Perbaikan terutama meliputi good governance di lingkungan kabinet dan BI, perbaikan iklim investasi dan pengembangan ekspor. Selain itu, di masa yang akan datang, mungkin ASEAN currency bisa menjadi alternatif. Page 11

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1997-2 1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1997-1999

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan adanya permintaan yang timbul karena adanya kepentingan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas saat ini telah meningkatkan interaksi antara Negara berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE 2014-2015 A. Analisis Fundamental Nilai Tukar Rupiah 1. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi yaitu hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi internasional pada saat ini semakin berkembang pesat sehingga setiap negara di dunia mempunyai hubungan yang kuat dan transparan. Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi perdagangan saat ini, kemajuan suatu negara tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan negara tersebut melakukan ekspor barang dan jasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pembangunan nasional bahwa sasaran pokok kebijaksanaa moneter adalah pemantapan stabilitas ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau harga mata uang domestik

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin berkembangnya globalisasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya bagi para pelaku ekonomi. Dewasa ini pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yg melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke hampir seluruh dunia dan hampir di seluruh sektor. Krisis keuangan global menyebabkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/8/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/PBI/2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Uang merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Bagi seorang ekonom, uang adalah persediaan aset yang dapat dengan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara berusaha memenuhi kebutuhannya baik barang dan jasa, atinya akan ada kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kebijakan moneter dapat menyebabkan konsekuensi serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perjalanan perbankan yang diawali dari kemelut moneter sejak. pertengahan tahun 1997 lalu telah mengakibatkan terjadinya perubahan

I. PENDAHULUAN. Perjalanan perbankan yang diawali dari kemelut moneter sejak. pertengahan tahun 1997 lalu telah mengakibatkan terjadinya perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan perbankan yang diawali dari kemelut moneter sejak pertengahan tahun 1997 lalu telah mengakibatkan terjadinya perubahan fundamental pada peta perbankan nasional.

Lebih terperinci

PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN DOW JONES

PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN DOW JONES PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN DOW JONES INDUSTRIAL AVERAGE TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan utama yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini tertulis dalam UU No. 3 tahun

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1983-1997 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1983-2 1997 2. Arah Kebijakan 1983-1997 5 3. Langkah-Langkah Strategis 1983-1997

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediately institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian. Sebagai lembaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN MAKROEKONOMI INDONESIA. Asia Tenggara, yang pemicunya adalah krisis ekonomi di Thailand.

V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN MAKROEKONOMI INDONESIA. Asia Tenggara, yang pemicunya adalah krisis ekonomi di Thailand. 74 V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Awal Krisis Asia Krisis yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari krisis yang terjadi di Asia Tenggara, yang pemicunya adalah krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut

Lebih terperinci

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE SISTEM MONETER INTERNASIONAL Oleh : Dr. Chairul Anam, SE PENGERTIAN KURS VALAS VALUTA ASING (FOREX) Valas atau Forex (Foreign Currency) adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki pertengahan tahun 2015, dianggap sebagai periode yang cukup kelam bagi sebagian pelaku pasar yang merasakan dampaknya secara langsung terhadap lesunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi. Pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pasar modal di Indonesia, ada beberapa kelompok saham yang paling banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan perekonomian dunia. Hal ini terjadi setelah dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

2016, No /17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Ban

2016, No /17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Ban No.94, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Lindung Nilai. Transaksi Swap. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5881) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat BABI PENDAHULU~ 1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat transaksi penggerak perekonomian. Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berkembangnya proses globalisasi, dimana seperti tidak adanya batas antar negara di dunia serta nampaknya setiap negara menjadi terintegrasi, maka kegiatan atau

Lebih terperinci

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah:

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah: -1- PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 21/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci