PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG PERAWATAN INTENSIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG PERAWATAN INTENSIF"

Transkripsi

1 PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG PERAWATAN INTENSIF DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2012

2 DAFTAR ISI BAB - I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Maksud Dan Tujuan Sasaran Pengertian 2 BAB - II Persyaratan Teknis Bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit 2.1 Persyaratan Arsitektur Persyaratan Struktur Bangunan 9 BAB - III Persyaratan Teknis Prasarana Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit 3.1 Umum Prasarana Instalasi Mekanikal Instalasi Elektrikal Instalasi Proteksi Kebakaran 18 BAB - IV Penutup 20 Lampiran 21 Kepustakaan 27 1 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

3 BAB - I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan, dimana pasal 1 poin 7 mendefinisikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilaukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang merupakan tugas pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Selanjutnya undang-undang No. 44 tahun 2009 pasal 7 menyebutkan bahwa rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan. Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam. Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis Maksud dan Tujuan Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini, dimaksudkan sebagai upaya menetapkan acuan atau referensi teknis fasilitas fisik agar RS memiliki fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan dan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan Ruang Perawatan Intensif yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan pelayanan dan dapat digunakan oleh pasien dan, pengelola serta tidak berakibat buruk bagi keduanya Sasaran 2 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

4 Pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi pengelola, pelaksana dan konsultan perencana rumah sakit dalam membuat perencanaan Ruang Perawatan Intensif sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama Pengertian 1. Sarana/bangunan Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus. 2. Prasarana Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan 3. Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU) Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan belum stabil sesudah operasi berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan secara intensif pemantauan ketat atau tindakan segera. 4. Bangunan instalasi. Gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan. 3 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

5 BAB - II PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT 2.1. Persyaratan Arsitektur Kebutuhan Ruang Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari : 1. Ruang administrasi. Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran dan rekam medik internal pasien di Ruang Perawatan Intensif. Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Perawatan Intensif dengan dilengkapi loket atau Counter, meja kerja, lemari berkas/arsip dan telepon/interkom. 2. Ruang untuk tempat tidur pasien. Gambar 2.A.1b Ruang Rawat Pasien ICU (1) Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam keadaan yang sangat membutuhkan pemantauan khusus dan terus-menerus. (2) Ruang pasien harus dirancang untuk menunjang semua fungsi perawatan yang penting. (3) Luas lantai yang digunakan untuk setiap tempat tidur pasien dapat mengakomodasi kebutuhan ruang dari semua peralatan dan petugas yang berhubungan dengan pasien untuk kebutuhan perawatan. (4) Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12 m 2-16 m 2 per tempat tidur. 4 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

6 (5) Tombol alarm harus ada pada setiap bedside di dalam ruang rawat pasien. Sistem alarm sebaiknya terhubung secara otomatis ke pusat telekomunikasi rumah sakit, pos sentral perawat, ruang pertemuan ICU, ruang istirahat petugas ICU, dan setiap ruang panggil. Perletakan alarm ini harus dapat terlihat. (6) Pencahayaan alami harus optimal. (7) Sebaiknya memaksimalkan jumlah jendela sebagai sarana visual untuk menguatkan orientasi pada siang dan malam hari. Jendela sebaiknya tahan lama, tidak menyimpan debu dan mudah dibersihkan dan harus dibersihkan secara rutin. (8) Daerah rawat pasien harus teduh, dan tidak silau, harus mudah dibersihkan, tahan api, bersih debu dan kuman, dan dapat digunakan sebagai peredam suara dan dapat mengontrol tingkat pencahayaan. (9) Rasio kebutuhan tempat tidur di Ruang Perawatan Intensif dipengaruhi oleh : (a) (b) 3. Ruang isolasi pasien. Jumlah total tempat tidur pasien di rumah sakit. Jumlah kasus yang memerlukan pelayanan perawatan intensif. Untuk rumah sakit, diasumsikan jumlah tempat tidur pasien di Ruang Perawatan Intensif berkisar + 2 % dari total tempat tidur pasien. (1) Ruang yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan intensif dan memiliki batasan fisik modular per pasien, dinding serta bukaan pintu dan jendela dengan ruangan ICU lain. (2) Ruang yang diperuntukkan bagi pasien menderita penyakit yang menular, pasien yang rentan terkena penularan dari orang lain, pasien menderita penyakit yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes) dan untuk pasien menderita penyakit yang mengeluarkan suara dalam ruangan. (3) Pintu dan partisi pada ruang isolasi terbuat dari kaca minimal setinggi 100 cm dari permukaan lantai agar pasien terlihat dari pos perawat. (4) Ruang Perawatan Intensif dengan modul kamar individual/ kamar isolasi luas lantainya 16 m 2-20 m 2 per kamar. Gambar 2.A.1c Ruang Perawatan Intensif - Isolasi 4. Pos sentral perawat/ ruang stasi perawat (;Nurse central station) (1) Pos sentral perawat adalah tempat untuk memonitor perkembangan pasien ICU selama 24 jam sehingga apabila terjadi keadaan darurat pada pasien segera diketahui dan dapat diambil tindakan seperlunya terhadap pasien. 5 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

7 (2) Letak pos perawat harus dapat menjangkau seluruh pasien (3) Pos stasiun perawat sebaiknya memberikan ruangan yang nyaman dan berukuran cukup untuk mengakomodasi seluruh fungsi yang penting. (4) Pos stasiun perawat harus mempunyai pencahayaan cukup, dan dilengkapi jam dinding. (5) Kepala perawat sebaiknya mempunyai ruang kerja tersendiri. Pos perawat (Nurse Station) dilengkapi dengan lemari penyimpanan barang habis pakai dan obat. 5. Ruang dokter jaga (1) Ruang kerja dan istirahat Dokter dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan toilet (2) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm. 6. Ruang istirahat petugas. (1) Ruang istirahat petugas medik dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan toilet. (2) Ruang istirahat petugas medik harus berada dekat dengan ruang rawat pasien ICU. (3) Ruang ini sebaiknya memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan lingkungan yang santai. (4) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm. 7. Pantri. Daerah untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk petugas, dilengkapi meja untuk menyiapkan makanan, freezer, bak cuci dengan kran air dingin dan air panas, microwave dan atau kompor, dan lemari pendingin. 8. Ruang penyimpanan alat medik. (1) Ruang penyimpanan alat medik berfungsi sebagai penyimpanan peralatan medik yang setiap saat diperlukan dan belum digunakan. (2) Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang sudah disterilisasi. (3) Alat-alat yang disimpan dalam ruangan ini antara lain respirator/ventilator, alat/mesin hemodialisa (HD), mobile X-ray, monitor pasien, syringe pump, infusion pump, defibrillator dan lain-lain. (4) Ruang sebaiknya cukup besar untuk memudahkan akses, lokasinya mudah untuk mengeluarkan peralatan. (5) Kotak kontak pembumian listrik sebaiknya tersedia di dalam ruang dengan kapasitas yang cukup untuk membuang arus batere dari peralatan yang menggunakan batere. 9. Ruang utilitas bersih. (1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling berhubungan. (2) Lantai sebaiknya ditutup dengan bahan tanpa sambungan untuk memudahkan pembersihan. (3) Ruang utilitas bersih sebaiknya digunakan untuk menyimpan obat-obatan, semua barang-barang yang bersih dan steril, dan boleh juga digunakan untuk menyimpan linen bersih. (4) Rak dan lemari untuk penyimpanan harus diletakkan cukup tinggi dari lantai untuk memudahkan akses pembersihan lantai yang ada di bawah rak dan lemari tersebut. (5) Tempat/kabinet/lemari penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan yang diperlukan, termasuk untuk barang-barang steril. 10. Ruang utilitas kotor 6 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

8 (1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling berhubungan. (2) Ruang utilitas kotor harus menghadap ke luar/berada di luar ruang rawat pasien ICU ke arah koridor kotor. (3) Ruang utilitas kotor tempat membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. (4) Ruang ini temperaturnya harus terkontrol, dan pasokan udara dari ruang utilitas kotor harus dibuang ke luar. (5) Ruang utilitas kotor harus dilengkapi dengan spoelhoek dan slang pembilas serta pembuangan air limbahnya disalurkan instalasi pengolahan air limbah RS. (6) Spoelhoek adalah fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoelhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal). (7) Pada ruang Spoolhoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci wadah kotoran pasien. Ruang spoolhoek ini harus menghadap keluar/berada di luar ruang rawat pasien ICU ke arah koridor kotor. (8) Saluran air kotor/limbah dari Spoolhoek dihubungkan ke tangki septik khusus atau jaringan IPAL. (9) Kontainer tertutup yang terpisah harus disediakan untuk linen kotor dan limbah padat. (10) Kontainer khusus sebaiknya disediakan untuk buangan jarum suntik dan barangbarang tajam lainnya. 11. Ruang Kepala Ruangan ICU. Ruang kerja dan isitirahat Kepala perawat dilengkapi sofa, meja dan kursi kerja. 12. Parkir troli. Tempat untuk parkir trolley selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau selama tidak diperlukan. 13. Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas (pisah pria wanita) (termasuk di dalamnya Loker). (1) Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari ruang rawat pasien, yang diperuntukkan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung. (2) Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk petugas harus disediakan, lengkap dengan sabun antiseptik (;general prequotion). (3) Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus disediakan, karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari sekali. 14. Ruang tunggu keluarga pasien (berada di luar wilayah ICU). (1) Tempat keluarga atau pengantar pasien menunggu. Tempat ini perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah sesuai dengan aktivitas pelayanan pasien yang dilaksanakan di Ruang Perawatan Intensif. Disarankan untuk menyediakan pesawat televisi dan fasilitas telepon umum. (2) Letak ruang tunggu pengunjung dekat dengan Ruang Perawatan Intensif dan di luar ruang rawat pasien. (3) Akses pengunjung sebaiknya di kontrol dari ruang resepsionis. (4) Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk keluarga pasien adalah 1 tempat tidur pasien ICU berbanding 1 2 tempat duduk. 7 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

9 (5) Dilengkapi dengan fasilitas toilet pengunjung (6) Disarankan menyediakan ruang konsultasi untuk keluarga. 15. Koridor untuk kebutuhan pelayanan. (1) Koridor disarankan mempunyai lebar minimal 2,4 m. (2) Pintu masuk ke Ruang Perawatan Intensif, ke daerah rawat pasien dan pintu-pintu yang dilalui tempat tidur pasien dan alat medik harus lebarnya minimum 36 inci (1,2 m), yang terdiri dari 2 daun pintu (dimensi 80 cm dan 40 cm) untuk memudahkan pergerakan tanpa hambatan. (3) Lantai harus kuat sehingga dapat menahan beban peralatan yang berat. 16. Janitor/ Ruang Cleaning Service. Ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk keperluan kebersihan ruangan, tetapi bukan peralatan medik. 17. Toilet petugas medik. Toilet petugas medik terdiri dari closet yang dilengkapi hand shower dan wastafel/ lavatory. 18. Ruang penyimpanan silinder gas medik. (1) Ruang yang digunakan untuk menyimpan tabung-tabung gas medis cadangan yang digunakan di Ruang Perawatan Intensif. (2) Penyimpanan silinder gas medik ini berlaku bagi RS yang tidak memiliki central gas. O2, vacuum dan compress air (udara tekan medik). 19. Toilet pengunjung/penunggu pasien. Toilet pengunjung/penunggu pasien terdiri dari closet dan wastafel/ lavatory. 20. Ruang diskusi medis (terutama bagi RS A dan B). (1) Ruang diskusi ditempatkan di ICU atau dekat dengan ICU untuk digunakan sebagai tempat kegiatan pendidikan dan diskusi medis. (2) Ruangan ini dilengkapi dengan telepon atau sistem komunikasi internal dan sistem alarm yang tersambung langsung ke ICU. (3) Ruang diskusi dilengkapi dengan tempat/ lemari untuk menyimpan buku-buku kedokteran/ medik dan perawatan, VCR, dan peralatan belajar. 8 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

10 Hubungan Antar Ruang. Hubungan antar ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif, ditunjukkan pada gambar sebagai berikut : Perawat 1. Loker Dokter Laundri/ CSSD Instalasi Gawat Darurat 2. Ruang Perawat 3. Ruang Dokter 6. Ruang Alat Medik 7. Gudang Bersih Instalasi Bedah Instalasi Rawat Inap 4. Daerah rawat Pasien Instalasi ICU 5. Sentral Monitoring/Nurse Station 8. Gudang Kotor 9. Ruang Tunggu Pengantar Instalasi Rawat Inap Ruang Jenazah Gambar 2.A.2 - Hubungan antar ruang dalam bangunan a. Alur Petugas (Dokter/Perawat/Staf) : (1) Ganti pakaian di ruang ganti (Loker). (2) Masuk daerah rawat pasien (3) Keluar melalui alur yang sama. b. Alur Pasien : Ruang Perawatan Intensif (1) Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah. (2) Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju : (a) (b) (c) c. Alur Alat/Material : ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat. ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia. (1) Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke ruang utilitas kotor. (2) Sampah/limbah padat medis dikirim ke Incinerator. Sampah/limbah padat non medis domestik dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) rumah sakit. (3) Linen kotor dikirim ke ruang cuci/ laundry dan kemudian dikirim ke CSSD (Central Sterilized Support Departement). (4) Instrumen/peralatan bekas pakai dari ruang rawat dibersihkan dan disterilkan di Instalasi CSSD. (5) Instrumen/linen/bahan perbekalan yang telah steril disimpan di ruang utilitas bersih. 9 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

11 Komponen dan Bahan Bangunan. Sebagai bagian dari Rumah Sakit, beberapa komponen sarana yang ada di Ruang Perawatan Intensif memerlukan beberapa persyaratan, antara lain : 1. Komponen penutup lantai. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut : (1) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu. (2) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan. (3) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata. (4) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan pelayanan. (5) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7 0, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah). (6) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint). (7) Disarankan menggunakan bahan vinil khusus yang dipakai untuk lantai Ruang Rawat Pasien ICU. 2. Komponen dinding. Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut : (1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur. (2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu. (3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. (4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan. 3. Komponen langit-langit. Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut : (1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak berjamur. (2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu. (3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan Persyaratan Struktur Bangunan Umum (1) Setiap sarana Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus (intensif). (2) Fungsi sarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas. 10 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

12 Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Perawatan Intensif. (1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. (2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin. (3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif, baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rancangan sesuai dengan zona gempanya. (4) Struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang Perawatan Intensif menyelamatkan diri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. 11 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

13 BAB - III PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT 3.1. Umum. (1) Setiap prasarana Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit merupakan pekerjaan instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai tempat perawatan pasien. (2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam Ruang Perawatan Intensif bangunan rumah sakit menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit. 3.2 Prasarana Prasarana yang dibutuhkan pada Ruang Perawatan Intensif bangunan rumah sakit, meliputi : (1) Instalasi Mekanikal; (2) Instalasi Elektrikal; (3) Instalasi proteksi kebakaran. 3.3 Instalasi Mekanikal. Instalasi mekanikal pada bangunan Ruang Perawatan Intensif rumah sakit meliputi : (1) Instalasi air bersih dan sanitasi. (2) Instalasi gas medik, vakum medik. (3) Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara (VAC). (4) Kebisingan dan getaran Instalasi Air bersih, Sanitasi dan pembuangan kotoran dan sampah. Setiap bangunan Ruang Perawatan Intensif rumah sakit harus dilengkapi dengan : (1) Instalasi air bersih, (2) Instalasi sanitasi; dan (3) pembuangan kotoran dan sampah Instalasi air bersih. (1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. (2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Perencanaan sistem distribusi air bersih pada bangunan Ruang Perawatan Intensif harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan. 12 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

14 Instalasi Sanitasi. (1) Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. (2) Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan. (3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau air limbah yang berasal dari buangan ruang perawatan intensif dan dibuang melalui slope sink atau service sink, diproses terlebih dahulu sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. (4) Air kotor berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi pengolahan air limbah Pembuangan kotoran dan sampah. (1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya. (2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan Ruang Perawatan Intensif. (3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya. (4) Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk wadah kontainer, ditutup rapat, dan di bakar di tempat pembakaran (incinerator) Ketentuan dan Standar. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, instalasi air bersih dan instalasi sanitasi pada Ruang Perawatan Intensif mengikuti SNI atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau standar teknis lain yang berlaku Instalasi Gas Madik, Vakum Medik, (1) Instalasi gas medik dan vakum medik, meliputi : (a) Gas Oksigen; (b) Udara tekan medis dan udara tekan instrumen; (c) Vakum bedah medik dan vakum medik. (2) Dalam sentral gas medik, Oksigen, udara tekan medik dan udara tekan instrumen disalurkan dengan pemipaan ke Ruang Perawatan Intensif. (3) Ketentuan mengenai sistem gas medik dan vakum medik di rumah sakit mengikuti Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik di Rumah Sakit yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,, Tahun Sistem Ventilasi (1) Ventilasi di Ruang Perawatan Intensif harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol. (2) Pertukaran udara di ruang perawatan intensif minimal enam kali per jam. (3) Udara disaring dengan menggunakan medium filter. (4) Tekanan dalam setiap Ruang Perawatan Intensif harus lebih besar dari ruang-ruang yang bersebelahannya (tekanan positip). 13 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

15 (5) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai. (6) Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan positip dalam ruangan dipertahankan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,, Tahun 2011 dan atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku Sistem pengkondisian udara. (1) Temperatur dengan kemampuan rentan variabel dari 20 0 C sampai 30 0 C (2) kelembaban relatif udara minimum 30% dan maksimum 60%. (3) tekanan udara harus dijaga positif yang berhubungan dengan ruang disebelahnya; (4) effisiensi filter harus sesuai dengan tabel 1. Tabel 1 Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum. Jumlah minimum Tujuan Area dudukan filter. Ruang operasi Orthopedic. 3 Ruang operasi transplantasi tulang belakang. Ruang operasi transplantasi Organ Ruang operasi prosedur umum. Ruang melahirkan. Ruang anak. 2 Unit Perawatan Intensif. Ruang Perawatan Pasien. Ruang Tindakan. Diagnostik dan area terkait. Laboratorium. 1 Penyimpanan Sterile. Area Persiapan Makanan. Laundri. 1 Area Administrasi. Penyimpanan besar Area Kotor. a Didasarkan pada ASHRAE Standard b Didasarkan pada tes DOP. c HEPA filter pada outlet. Filter Efficiencies, % Dudukan filter No. 1 a No. 2 a No. 3 b c Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

16 Fungsi Ruang Tabel Hubungan Tekanan dan Ventilasi secara umum dari area tertentu di rumah sakit Hubungan tekanan terhadap area bersebelahan Pertukaran udara dari luar per jam minimum a Total pertukaran udara per jam minimum b Seluruh udara di buang langsung ke luar bangunan Resirkulasi udara di dalam unit ruangan PERAWATAN INTENSIF Perawatan intensif P 2 6 Pilihan Tidak Isolasi protektif g P 2 15 Ya Pilihan h Isolasi Infeksius g ± 2 6 Ya Tidak Isolasi ruang antara ± 2 10 Ya Tidak 15 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

17 3.3.5 Kebisingan Getaran. (1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit (2) Indeks kebisingan maksimum pada Ruang Perawatan Intensif adalah 45 dba. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan ruang rawat intensif mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. (1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. 3.4 Instalasi Elektrikal. Instalasi Elektrikal pada bangunan Ruang Perawatan Intensif rumah sakit, meliputi : (1) Sistem proteksi petir; (2) Sistem kelistrikan; (3) Sistem pencahayaan; dan (4) Sistem komunikasi Sistem Proteksi Petir. (1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir. (2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI , Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku Sistem Kelistrikan Sumber daya listrik. Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit, termasuk katagori sistem kelistrikan esensial 3, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal. 16 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

18 Jaringan Terminal. (1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel. (2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut. (3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis. (1) Kotak kontak (stop kontak) (a) (b) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya. Kotak kontak listrik harus dipasang +1,2 m di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan. (2) Sakelar Pembumian. Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI , Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku. Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien Peringatan. Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas. Bahaya ini dapat dicegah dengan : (1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk ruang perawatan intensif. Peralatan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih. (2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan. (3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar Ketentuan dan Standar. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit mengikuti: Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi elektrikal serta proteksi untuk keselamatan terkait instalasi elektrikal di rumah sakit mengikuti Permenkes No. 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit,, 2011 dan atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. 17 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

19 3.4.3 Sistem pencahayaan Pencahayaan Umum. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman. Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang. Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit. Pencahayaan ruangan dapat menggunakan lampu fluorescent, penggunaan lampulampu recessed disarankan karena tidak mengumpulkan debu. Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan. Tabel-2 Tingkat pencahayaan rata-rata, renderasi dan temperatur warna yang direkomendasikan. Temperatur warna Kelomp Cool Tingkat Warm Dayli ok white Fungsi ruangan pencahaya white ght rendera 3300 K an (lux) <3300 >530 si warna ~ 5300 K 0 K K Ruang rawat pasien atau 2 X Ruang istirahat X Dokter dan perawat Ruang ganti pakaian Ruang administrasi atau 2 X X Ruang Sterilisasi atau 2 X Gudang atau 2 X X Pantri X Toilet atau 2 X X Ruang pertemuan atau 2 X X Ruang tunggu X X Spoelhok atau 2 X Tabel-3 Daya listrik maksimum untuk pencahayaan Lokasi Daya pencahayaan maksimum (W/m 2 ) (termasuk rugi-rugi balast) Daerah rawat pasien 15 Daerah penunjang Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

20 (i) (j) (k) Penggunaan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Disarankan menggunakan lampu fluoresent dan lampu pelepas gas lainnya. Pemilihan armature/fixture yang mempunyai karakteristik distribusi pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang mengganggu. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. 3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran. Bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran, meliputi : (1) Sistem Proteksi Pasif; dan (2) Sistem Proteksi Aktif Sistem Proteksi Pasif, Umum. (1) Proteksi pasif meliputi elemen konstruksi bangunan, seperti : (a) (b) proteksi struktur bangunan yang dinyatakan dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA); dan kompartemenisasi yang membatasi kebakaran dan asap. (2) Proteksi pasif terutama untuk menahan dan membatasi penjalaran api, asap dan panas, dengan demikian akan memberikan lingkungan yang aman untuk evakuasi dan penyelamatan. (3) Ketentuan kompartemen api dengan periode tingkat ketahanan api (TKA), untuk memastikan bahwa kebakaran tidak akan menjalar ke kompartemen lain di dalam periode tertentu, artinya membolehkan penghuni untuk meninggalkan bangunan yang terbakar. Pada sisi lain tingkat ketahanan api terhadap struktur bangunan akan memastikan bahwa struktur stabil jika terpapar ke api, dan penghuni serta regu pemadam kebakaran tidak terpapar ke risiko akibat keruntuhan struktur bangunan. (4) Sistem pengendalian asap pada suatu kompartemen akan memaksa asap mengalir ke luar bangunan baik secara alamiah atau mekanis. (5) Sistem presurisasi udara diterapkan pada tangga eksit untuk menahan asap tidak masuk ke jalur utama penyelamatan, dan juga memberikan waktu lebih banyak untuk penghuni meninggalkan bangunan Proteksi pasif pada komplek Ruang Perawatan Intensif. (1) Pada kompleks Ruang Perawatan Intensif, banyak terdapat peralatan-peralatan medik, yang tidak diinginkan untuk disiram air pada saat terjadinya kebakaran. (2) Sesuai ketentuan yang berlaku, sistem springkler otomatik, boleh tidak digunakan, asalkan seluruh dinding, lantai, langit-langit dan bukaan-bukaan (pintu, jendela dan sebagainya) menggunakan bahan/material yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api minimal 2 (dua) jam. 19 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

21 (3) Apabila kompleks Ruang Perawatan Intensif berada menyatu dengan ruang lain di dalam bangunan, maka kompleks Ruang Perawatan Intensif harus dianggap sebagai satu kompartemen, sehingga segala ketentuan yang menyangkut tingkat ketahanan api strukturnya harus dipenuhi Ketentuan dan Standar. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi pasif pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit mengikuti: (1) SNI , atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, Sistem Proteksi Aktif Proteksi kebakaran aktif di kompleks Ruang Perawatan Intensif. (1) Di seluruh komplek Ruang Perawatan Intensif yang merupakan satu kompartemen, harus dilengkapi dengan detektor asap pada seluruh ruangannya. (2) Bilamana terjadi kebakaran di Ruang Perawatan Intensif, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen. Hal ini untuk mencegah terjadinya ledakan. (3) Bilamana terjadi kebakaran, semua pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya, semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara melakukan pemadaman kebakaran, mereka harus mengetahui secara tepat tata letak kotak alarm kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran yang disediakan untuk itu. (4) Alat pemadam kebakaran jenis APAR dengan isi gas netral yang ramah lingkungan di gunakan untuk pemadaman api bila terjadi kebakaran Ketentuan dan Standar. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi aktif pada bangunan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sistem Proteksi Kebakaran Aktif, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,, 2012 dan ketentuan lainnya : (1) SNI , atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan. (2) SNI , atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. (3) SNI , atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. (4) SNI , atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 20 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

22 BAB - IV PENUTUP (1) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Perawatan Intensif ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit. (2) Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Perawatan Intensif pada bangunan rumah sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah. (3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait lainnya. 21 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

23 LAMPIRAN 1 CONTOH MODEL DENAH RUANG ICU 22 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

24 23 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

25 24 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

26 LAMPIRAN 2 Matriks Kebutuhan Ruang, Fungsi, Besaran Ruang dan Peralatan No. Nama Ruangan Fungsi 1 2 Daerah rawat Pasien ICU. (a) Ruang untuk tempat tidur pasien (b) Ruang isolasi pasien Pos Sentral Perawat/ stasi perawat/ nurse station. 3 R. Dokter Jaga Dalam Bangunan ICU Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam keadaan yang membutuhkan pemantauan khusus dan terus menerus. Kamar yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan intensif yang memiliki batas fisik modular per pasien, dinding serta bukaan pintu dan jendela dengan ruangan lainnya. Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, asuhan dan pelayanan keperawatan selama 24 jam (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dpt mengawasi pasiennya secara efektif. Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian : 1. Ruang kerja. 2. Ruang istirahat/ kamar jaga. Besaran Ruang / Luas (+) m2 /tt m2 /tt 8-16 m2 (dengan memperhatikan sirkulasi tempat tidur pasien didepannya) Kebutuhan Alat Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri dari : Ventilator sederhana; 1 set alat resusitasi; alat/sistem pemberian oksigen (nasal canule; simple face mask; nonrebreathing face mask); 1 set laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya; berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor; berbagai ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup laring dan alat bantu jalan nafas lainnya; berbagai ukuran introduser untuk pipa endotrakeal dan bougies; syringe untuk mengembangkan balon endotrakeal dan klem; forsep magill; beberapa ukuran plester/pita perekat medik; gunting; suction yang setara dengan Ruang Perawatan Intensif; tournique untuk pemasangan akses vena; peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena dan berbagai macam cairan infus yang sesuai; pompa infus dan pompa syringe; alat pemantauan untuk tekanan darah non-invasive, elektrokardiografi reader, oksimeter nadi, kapnografi, temperatur; alat kateterisasi vena sentral dan manometernya, defebrilator monovasik; tempat tidur khusus ICU; bedside monitor; peralatan drainase thoraks, peralatan portable untuk transportasi; lampu tindakan; unit/alat foto rontgen mobile. Peralatan ICU di RS Kelas B terdiri dari : Peralatan seperti di RS kelas C ditambah dengan sebagai berikut : Elektrokardiograf monitor; defibrilator bivasik; sterilisator; anastesi apparatus; oxygen tent; sphigmomanometer; central gas; central suction; suction thorax; mobile X-Ray unit; heart rate monitor; respiration monitor, blood pressure monitor; temperatur monitor; haemodialisis unit; blood gas analyzer; Electrolite analyzer. Kursi, meja, lemari obat, lemari barang habis pakai m2 Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel, dilengkapi toilet 4 Ruang Istirahat Petugas Ruang istirahat petugas medik. 2.5 m2/ petugas Sofa, lemari, meja/kursi 5 Pantri Daerah untuk menyiapkan Sesuai Meja untuk menyiapkan makanan, 25 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

27 6 Ruang penyimpanan alat medik 7 Ruang utilitas bersih 8 Ruang utilitas kotor 9 Ruang Kepala ICU 10 Ruang Administrasi makanan dan minuman untuk petugas. Ruang penyimpanan alat medik yang setiap saat diperlukan. Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang sudah disterilisasi. untuk menyimpan obat-obatan, semua barang-barang yang bersih dan steril, dan boleh juga digunakan untuk menyimpan linen bersih, juga untuk menyimpan instrumen dan bahan perbekalan yang diperlukan, termasuk untuk barang-barang steril. Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal). Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran dan rekam medik internal pasien di instalasi ICU. Ruang ini berada pada bagian depan instalasi ICU dengan dilengkapi loket atau Counter. kebutuhan 9-25 m2 Sesuai kebutuhan 6-16 m2 freezer, bak cuci dengan kran air dingin dan air panas, microwave dan atau kompor, dan lemari pendingin. Respirator/ventilator, alat HD, Mobile X- Ray, dan lain lain. Lemari/kabinet/ rak Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink) 6-12 m2 Sofa, lemari, meja/kursi Min. 2 m2/ petugas Meja kerja, lemari berkas/arsip dan telepon/interkom. 11 Parkir Troli Tempat parkir troli sementara. 2-6 m2 troli Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki 12 sebelum masuk daerah rawat 4-16 m2/ Ruang ganti pakaian pasien dan sebaliknya setelah ruang ganti Lemari loker, kontainer untuk baju (termasuk didalamnya keluar dari daerah rawat pasien, (sesuai pelindung bekas pakai Loker) yang diperuntukan bagi staf kebutuhan) medis maupun non medis dan pengunjung, dipisah antara pria dan wanita 13 Ruang Diskusi Medis Ruang tunggu keluarga pasien. Area cuci tangan/desinfeksi keluarga pasien Janitor/ Ruang cleaning service Toilet (petugas, pengunjung) R. Penyimpanan Silinder Gas Medik Ruang tempat diskusi medis, pendidikan dan pembahasan kasus multi disiplin. Tempat keluarga/ pengantar pasien menunggu. Tempat melaksanakan general prequotion. Ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk keperluan kebersihan ruangan, tetapi bukan peralatan medik. KM/WC R. Tempat menyimpan tabungtabung gas medis cadangan. Min. 1.5 m2/ org (misal. Kapasitas 10 org maka butuh luas 15m2) Min. 5 m2/ pasien Lemari/Rak penyimpanan bahan-bahan bacaan medik dan perawatan, VCR, dan peralatan belajar, meja, kursi, komputer, LCD, dll Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila RS mampu), 3 m2 Wastafel, cairan desinfeksi, tissue, dll. 4-6 m2 KM/WC pria/wanita luas 2 m 2 3m m2 Gas Medis 26 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

28 LAMPIRAN 7 CONTOH RUANG PERAWATAN INTENSIF DAN PERALATANNYA Gambar L5A Peralatan di ruang rawat pasien ICU, menggunakan ceiling pendant Gambar L5B Peralatan di ruang rawat pasien ICU menggunakan bedhead Gambar L5C Contoh Model Peralatan di ruang ICU Neonatal menggunakan bedhead Gambar L1 Contoh Model Ruang Rawat Pasien ICU dengan ceiling pendant 27 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

29 DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/XII/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. 5. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders. 6. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE. 7. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE. 8. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG RAWAT INAP

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG RAWAT INAP PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG RAWAT INAP DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2012 DAFTAR ISI BAB -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang perlu penanganan dengan segera dan pemantauan intensif. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang perlu penanganan dengan segera dan pemantauan intensif. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensive Care Unit Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit gawat yang

Lebih terperinci

RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT

RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT PEDOMAN TEKNIS RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN - RI DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN 2 0 1 2 SAMBUTAN DIREKTUR

Lebih terperinci

Tabel 1 Lampiran 1 Standar Unit Bedah Sentral Rumah Sakit Tipe C (Depkes, 2007)

Tabel 1 Lampiran 1 Standar Unit Bedah Sentral Rumah Sakit Tipe C (Depkes, 2007) LAMPIRAN Tabel 1 Lampiran 1 Standar Unit Bedah Sentral Rumah Sakit Tipe C (Depkes, 2007) No. Nama Ruangan Fungsi 1 R. Administrasi dan Pendaftaran Ruang untuk menyelenggarakan Kegiatan administrasi khususnya

Lebih terperinci

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yan

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1197, 2016 KEMENKES. Rumah Sakit. Bangunan dan Prsarana. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation) dalamnya, yang di sebut dengan Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation) dalamnya, yang di sebut dengan Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation) Fasilitas kesehatan sekarang ini berada dalam tahap penghunian dan pemanfaatan, karena itu dibutuhkan evaluasi terhadap segala

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. A. Gambar Denah Tataletak Ruang Operasi

LAMPIRAN. A. Gambar Denah Tataletak Ruang Operasi LAMPIRAN A. Gambar Denah Tataletak Ruang Operasi 134 134 B. Kuisoner Pengguna Internal ASPEK PROSES NO PERNYATAAN YA TIDAK 1. Terdapat ruang pendaftaran melakukan pendataan pasien bedah dan penandatanggan

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan implementasi standar MFK di rumah sakit mitra benchmark (best practice EBD) cukup baik, bisa menggambarkan apa yang disyaratkan dalam peraturan dan

Lebih terperinci

Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK

Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK (Berdasarkan KepMenkes RI no. 1204/KEPMENKES/SK/X/2004) 1. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit No Apek yang Dinilai Sudah 1. Pagar atau batas

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu. Kamar Operasi 1 A. PENGERTIAN Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril). B.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG GAWAT DARURAT

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG GAWAT DARURAT PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG GAWAT DARURAT DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2012 DAFTAR ISI BAB

Lebih terperinci

BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1 Dasar Pendekatan Gedung paviliun garuda RSUP Dr. Kariadi kota Semarang akan berfungsi secara optimal jika mempunyai kriteria umum yang

Lebih terperinci

Pedoman Teknis. Bangunan Rumah Sakit. Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD)

Pedoman Teknis. Bangunan Rumah Sakit. Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD) Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Kata Pengantar Bangunan

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR DIAGRAM DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR DIAGRAM DAFTAR LAMPIRAN v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN UCAPAN TERIMA KASIH... i ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR DIAGRAM... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 6.1 Perencanaan 6.1.1 Program Ruang A. Berdasarkan Kelompok Ruang Pada gedung paviliun II garuda RSUP Dr. Kariadi, ruang-ruang dibuat sesuai No. dengan

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Telah dilakukan penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif yaitu observasi dan pengujian dengan alat bantu yang dilakukan oleh peneliti.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

EVALUASI DESAIN TATA RUANG UNIT HD RS MUHAMMADIYAH WONOSOOBO

EVALUASI DESAIN TATA RUANG UNIT HD RS MUHAMMADIYAH WONOSOOBO EVALUASI DESAIN TATA RUANG UNIT HD RS MUHAMMADIYAH WONOSOOBO Pada bab ini akan membahas mengenai analisis dan pembahasan dari perancangan tata ruang dalam Unit Hemodialisa RS Muhammadiyah dengan Kajian

Lebih terperinci

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115 BAB I PENDAHULUAN Laporan perancangan ini sebagai tindak lanjut dari Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur dan menjadi satu rangkaian dengan perancangan fisik Rumah sakit Islam Madinah

Lebih terperinci

3/17/2015 STANDAR PELAYANAN DI PUSKESMAS DESAIN KAMAR OPERASI

3/17/2015 STANDAR PELAYANAN DI PUSKESMAS DESAIN KAMAR OPERASI STANDAR PELAYANAN DI PUSKESMAS DESAIN KAMAR OPERASI 1 MASALAH KUALITAS/ MUTU PELAYANAN KESEHATAN SAAT INI 2 PENILAIAN KUALITAS/ MUTU PELAYANAN KESEHATAN 3 MUTU Tingkat kesempurnaan SUATU BARANG yang sesuai

Lebih terperinci

Kamar Operasi. Dewi Feri, ST., MKes

Kamar Operasi. Dewi Feri, ST., MKes Kamar Operasi Dewi Feri, ST., MKes Pendahuluan Kamar Operasi adalah salah satu fasilitas yang ada di rumah sakit dan termasuk sebagai fasilitas yang mempunyai banyak persyaratan. Fasilitas ini dipergunakan

Lebih terperinci

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. Cadasari Kab. Pandeglang Banten DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN MAGANG

BAB III PELAKSANAAN MAGANG BAB III PELAKSANAAN MAGANG 3.1 Pengenalan Lingkungan Kerja Penulis memulai praktek pelaksanaan kerja atau magang pada Kantor Pusat Perum BULOG selama satu bulan yang dimulai dari tanggal 01 sampai dengan

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kebakaran merupakan hal yang sangat tidak diinginkan, tidak mengenal waktu, tempat atau siapapun yang menjadi korbannya. Masalah kebakaran di sana-sini masih banyak terjadi.

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar No. 1939, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAR. Usaha. Hotel. Standar. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA MOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN BANGUNAN, PRASARANA & PERALATAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN BANGUNAN, PRASARANA & PERALATAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT KEBIJAKAN BANGUNAN, PRASARANA & PERALATAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT PADA ACARA SEMINAR PERAN HOSPITAL ENGINEERING DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DIREKTUR JENDRAL PENDIDIKAN TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perkembangan suatu rumah sakit. Penampilan fisik termasuk bangunan,

BAB I PENDAHULUAN. bagi perkembangan suatu rumah sakit. Penampilan fisik termasuk bangunan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penampilan fisik suatu rumah sakit merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan suatu rumah sakit. Penampilan fisik termasuk bangunan, penataan ruang, insfrakstruktur

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004. Lembar Observasi Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun 2012 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama Bekerja : Observasi ini merupakan jawaban tentang persyaratan Hygiene Petgugas Kesehatan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH JL. BRIGJEND. SUDIARTO NO. 347 SEMARANG 2014 PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban HOUSEKEEPING Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban Penerapan housekeeping yang baik dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman. Housekeeping

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMENEP DINAS KESEHATAN PUSKESMAS MONCEK KECAMATAN LENTENG SUMENEP 0 DAFTAR ISI BAB I MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN... A DEFINISI... 2 B RUANG

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proyek instalasi Listrik Rumah Sakit Royal Sanur ini mulai dikerjakan pada tanggal sampai saat ini. Semua pekerjaan termasuk penyusunan skripsi

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki BAB V KONSEP 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pencapaian Pejalan Kaki Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki Sisi timur dan selatan tapak terdapat jalan utama dan sekunder, untuk memudahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG PEMERINTAH KABUPATEN BERAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SAMBALIUNG JL.Mangkubumi II Rt. VII Sambaliung DAFTAR ISI 0 BAB I MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN... A DEFINISI...

Lebih terperinci

No Pengguna Kegiatan Nama Ruang Persyaratan Standard Kapasitas Unit Luas Satuan (m 2 ) Luas Total (m 2 ) Sumber

No Pengguna Kegiatan Nama Ruang Persyaratan Standard Kapasitas Unit Luas Satuan (m 2 ) Luas Total (m 2 ) Sumber No Pengguna Kegiatan Nama Ruang Persyaratan Standard Kapasitas Unit Luas Satuan (m 2 ) Luas Total (m 2 ) Sumber Keterangan Instalasi Rawat Jalan 1 Pasien, pengunjung Menunggu saat melakukan pendaftaran

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Pedoman alur sirkulasi untuk pasien, petugas dan barang-barang steril dan kotor

BAB VII PENUTUP. Pedoman alur sirkulasi untuk pasien, petugas dan barang-barang steril dan kotor BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang Evaluasi Pasca Huni (EPH) ruang operasi RSUD Padang Panjang, didapatkan kesimpulan: 1. Aspek Fungsional, a. Studi dokumentasi master

Lebih terperinci

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN Area Renovasi : Tanggal pemantauan : KELAS III N O KEGIATAN YA TIDAK NA KETERANGAN 1 Mengisolasi sistem HVAC di area kerja untuk mencegah kontaminasi

Lebih terperinci

KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI

KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI Langkah Pertama : Identifikasi Tipe Aktifitas Proyek Konstruksi (Tipe A-D) Tipe Aktifitas inspeksi dan non-invasif. A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG. sirkulasi/flow, sirkulasi dibuat berdasarkan tingkat kenyamanan sbb :

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG. sirkulasi/flow, sirkulasi dibuat berdasarkan tingkat kenyamanan sbb : BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG 4.1. Program Ruang Besaran ruang dan kapasitas di dalam dan luar GOR Basket di kampus Undip Semarang diperoleh dari studi

Lebih terperinci

ORGANISASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT

ORGANISASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT ORGANISASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT IKE RAHMADANI 25010113120094 RIDA PERTIWI 25010113120095 ELVIA RAISSA VANIA 25010113120096 DIYAH PUTRI P. S. 25010113120097 HILLARI DITA REGI 25010113120098 ANGGRIANI SEPTIANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/2010 tentang perizinan rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah Di Sidoarjo dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin menurun.

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

KRITERIA MUTLAK DAN KRITERIA TIDAK MUTLAK VILA BINTANG NO ASPEK NO UNSUR NO SUB UNSUR

KRITERIA MUTLAK DAN KRITERIA TIDAK MUTLAK VILA BINTANG NO ASPEK NO UNSUR NO SUB UNSUR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA VILA KRITERIA MUTLAK DAN KRITERIA TIDAK MUTLAK VILA BINTANG A. KRITERIA MUTLAK VILA

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP. Langkah-langkah untuk menerapkan Konsep Green Hospital, yaitu :

BAB IV KONSEP. Langkah-langkah untuk menerapkan Konsep Green Hospital, yaitu : BAB IV KONSEP IV.1. Konsep Dasar Green Hospital merupakan rumah sakit yang berwawasan lingkungan dan jawaban atas tuntutan kebutuhan pelayanan dari pelanggan rumah sakit yang telah bergeser ke arah pelayanan

Lebih terperinci

PUSAT DATA (DATA CENTER) standar ini bertujuan untuk mengatur penyelenggaraan pusat data (data center) di Kementerian.

PUSAT DATA (DATA CENTER) standar ini bertujuan untuk mengatur penyelenggaraan pusat data (data center) di Kementerian. LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana 126 Lampiran 1 CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT A. Komando dan Kontrol 1. Mengaktifkan kelompok komando insiden rumah sakit. 2. Menentukan pusat komando rumah sakit. 3. Menunjuk penanggungjawab manajemen

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Student Housing Student housing atau asrama mahasiswa didefinisikan sebagai suatu fasilitas tempat penginapan yang ditunjukan untuk anggota suatu kelompok, umumnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUD.R.Syamsudin, SH dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Pada saat ini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu yang mempelajari kombinasi teori dan praktek yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 30 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA KELOLA HIJAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan Rumah sakit Sulianti Saroso ini menggunakan tema Arsitektur sirkulasi. Hal ini ditekankan pada : 1. Pemisahan akses dari dan ke instalasi

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan V.1.1. Luas Total Perancangan Total luas bangunan adalah 6400 m 2 Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN 5.1 Program Dasar Perencanaan Program dasar perencanaan Tempat Istirahat KM 166 di Jalan Tol Cipoko-Palimanan

Lebih terperinci

STANDAR USAHA VILA NON BINTANG NO ASPEK NO UNSUR NO SUB UNSUR. I PRODUK 1. Bangunan 1. Bangunan Vila memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan.

STANDAR USAHA VILA NON BINTANG NO ASPEK NO UNSUR NO SUB UNSUR. I PRODUK 1. Bangunan 1. Bangunan Vila memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan. LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA VILA STANDAR USAHA VILA NON BINTANG I PRODUK 1. Bangunan 1. Bangunan Vila memenuhi

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN A. Konsep Dasar Penyakit merupakan salah satu penyebab stres, jika penyakit itu terus-menerus menempel pada tubuh seseorang, dengan kata lain penyakit itu sulit

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2018 TENTANG SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION. PERATURAN BANGUNAN NASIONAL NATIONAL BUILDING REGULATION. UNDANG-UNDANG NO 28 TAHUN 2002 BANGUNAN GEDUNG.. KEPUTUSAN MENTERI PU NO 441/KPTS/1998 PERSYARATAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarana dan Prasarana Ruang Operasi 1. Pengertian Sarana Sarana merupakan semua bangunan gedung serta bangunan lainnya yang digunakan baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH) DOKUMEN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP MATRIKS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PUSKESMAS KEBONDALEM 1. Kualitas Udara dan debu Sumber Aktivitas lalul lintas kendaraan diluar dan area parkir berpotensi

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. Konsep Makro Konsep makro merupakan konsep dasar perancangan bangunan secara makro yang bertujuan untuk menentukan garis besar hotel bandara yang akan dirancang. Konsep makro

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Program Dasar Perencanaan 6.1.1. Program Ruang Jenis ruang dan kebutuhan luasan ruang kelompok utama Pusat Informasi Budaya Baduy dapat dilihat pada tabel

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Kebutuhan Luas Ruangan Gedung Asrama Putri Ruang Standart Sumber Kapasitas Jumlah Luas (m 2 ) Unit 2 orang 12,25 m 2 / kmr Asumsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 07/MEN/ IV/2005 TENTANG STANDAR TEMPAT PENAMPUNGAN CALON TENAGA

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

128 Universitas Indonesia

128 Universitas Indonesia BAB 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap audit keselamatan kebakaran di gedung PT. X Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. LATAR BELAKANG... 1 1.2. TUJUAN DAN SASARAN...

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1. Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun bersubsidi kriteria utama yang diterapkan adalah : Dapat mencapai kenyamanan di dalam ruang bangunan yang berada pada iklim

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN JATISAMPURNA - BEKASI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN JATISAMPURNA - BEKASI TUGAS AKHIR PERANCANGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN JATISAMPURNA - BEKASI Diajukan sebagai syarat untuk meraih Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Nama : RUHENDAR NIM : PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

[RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KOTA SEMARANG]

[RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KOTA SEMARANG] BAB VI KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 6.1. Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan Rumah Sakit Ibu dan Anak Kota Semarang sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB IV DATA PROYEK Deskripsi Umum Proyek

BAB IV DATA PROYEK Deskripsi Umum Proyek BAB IV DATA PROYEK 4.1. Deskripsi Umum Proyek Nama Peroyek : Perancangan Interior Pada Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ibu dan Anak Medical Care di Jakarta. Sifat Proyek : Fiktif

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

RUANG OPERASI RUMAH SAKIT PEDOMAN TEKNIS RUANG OPERASI RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN - RI DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANAKESEHATAN 2 0 1 2 KATA PENGANTAR Ruang Operasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA 5.1 Program Dasar Perencanaan 5.1.1 Program a. Kelompok Kegiatan Utama Terminal Antarmoda Tabel 5.1 Program Kegiatan Utama Fasilitas Utama Terminal

Lebih terperinci

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku)

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku) G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku) Kementerian Kesehatan RI 2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS A PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan minimal

Lebih terperinci