MENELISIK PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM MUSRENBANG: PAPER KAJIAN KEBIJAKAN-KEBIJAKAN TERKAIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENELISIK PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM MUSRENBANG: PAPER KAJIAN KEBIJAKAN-KEBIJAKAN TERKAIT"

Transkripsi

1

2 MENELISIK PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM MUSRENBANG: PAPER KAJIAN TERHADAP KEBIJAKAN-KEBIJAKAN TERKAIT Disusun oleh: Kalyanamitra Jakarta, Desember 2011

3 KATA PENGANTAR Partisipasi Perempuan dalam Musrenbang merupakan isu yang sudah diwacanakan oleh teman-teman di gerakan perempuan sejak beberapa tahun lalu. Tujuannya tdak lain dan tidak bukan yakni memastikan partisipasi dan suara perempuan masuk dalam rencana pembangunan baik dari tingkat lokal hingga tingkat nasional. Oleh karena, kita menyadari bahwa partisipasi dan suara kelompok perempuan masih sangat terbatas karena berbagai hal. Persoalan budaya, politik, kebijakan dan kesempatan adalah beberapa hal yang menjadikan mengapa partisipasi perempuan sangat rendah dalam perencanaan pembangunan. Raishing Her Voice merupakan salah satu program Oxfam GB di 17 negara di dunia untruk mendorong perempuan agar bisa terlibat secara aktif ikut serta berpartisipasi dalam perencanaan dan proses pembangunan. Publikasi mengenai Tinjauan Kebijakan dalam Musrenbang ini merupakan salah satu bentuk kerjasama antara Program RHV-Oxfam GB dengan Kalyanamitra, untuk melihat sejauh mana kebijakan Pemerintah dalam mendorong partisipasi perempuan dalam Musrenbang. Semoga terbitan ini dapat memberikan gambaran jelas mengenai Kebijakan Pemerintah dalam Musrenbang. Akhir kata, semoga kontribusi kecil ini dapat bermanfaat bagi kemajuan perempuan di Indonesia. Program Raising Hervoice-Oxfam GB Indonesia Novia Purnamasari Lutri Huriyani Lince Yembise Irmia Fitriyah

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar. 3 Bab I Pendahuluan Pengantar Pokok Masalah Tujuan Kajian.. 10 Bab II Tinjauan Dokumen Tinjauan Regulasi tentang Musrenbang Hasil-Hasil Kajian tentang Musrenbang Posisi Musrenbang dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. 22 Bab III Pembahasan Kekuatan dan Kelemahan Musrenbang Opsi-Opsi Usulan Perbaikan Tatakelola Musrenbang Nilai Strategis Musrenbang Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Rekomendasi Daftar Pustaka Ucapan Terima Kasih.. 35 Profil Raising Her Voice (RHV) 36

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengantar Reformasi 1998 telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Sebelum reformasi, sistem pemerintahan yang dianut adalah terpusat atau sentralisasi. Kemudian setelah reformasi Indonesia menganut sistem desentralisasi. Desentralisasi diatur melalui UU No. 22 tahun 1999, yang kemudian diperbarui menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desain desentralisasi Indonesia yang ditetapkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 mengabungkan tujuan-tujuan politik dan ekonomi. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi ialah mewujudkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek rentang antara penyedia layanan publik dan masyarakat lokal. Tujuan politik desentralisasi adalah demokratisasi pemerintah daerah melalui pertanggungjawaban langsung kepala daerah kepada konstituen mereka di daerah. Sejalan dengan tuntutan demokratisasi sejak tahun 2004, pemilihan kepala daerah serta anggota DPRD dilakukan secara langsung. Desentralisasi menimbulkan komplikasi dalam pelaksanaannya, antara lain timbulnya perbedaan tafsiran mengenai kewenangan pusat dan daerah terhadap bidang kewenangan dan tanggungjawab. Misalnya dalam UUD 1945 (amandemen) dan UU No. 32 Tahun 2004, kedudukan provinsi tidak ditetapkan secara jelas padahal keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintahan pusat untuk menjalankan fungsi koordinasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi pemerintahan dan layanan umum oleh pemerintahan daerah. Provinsi di dalam sistem pemerintahan daerah yang berlaku tidak memiliki kewenangan yang jelas atas kabupaten/kota. Sebaliknya, pemerintahan kabupaten/kota dapat berhubungan langsung dengan Pemerintah Pusat. Akibatnya, daerah otonom merasa tidak perlu bertanggung-jawab pada provinsi dan kenyataan ini melemahkan fungsi koordinasi dan pengawasan oleh gubenur. Persoalan ini diperburuk dengan tidak adanya kewenangan keuangan provinsi atas kabupaten/kota. Struktur pemerintahan Indonesia yang berlaku setelah amandemen UUD 1945 adalah berikut:

6 Desentralisasi sebagai transformasi politik menuju otonomi daerah adalah salah satu upaya mencapai tata kelola yang baik (good governance). Desentralisasi mendekatkan pusat kekuasaan ke konstituen langsung. Menurut Masyarakat Transparansi Indonesa (MTI), kunci utama memahami tata kelola yang baik ialah pemahaman terhadap prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak atas prinsip-prinsip itu diperoleh tolok ukur kinerja suatu pemerintahan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi antara lain: Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat memiliki suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah, yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kepastian bepartisipasi secara konstruktif. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak

7 yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Berorientas pada konsensus: tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingankepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintahan, sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan atas apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu, mereka harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar perspektif tersebut. Dari prinsip tersebut, ada tiga prinsip utama yang penting yakni: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga prinsip itu merupakan perwujudan sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Namun ketiga prinsip itu sering diabaikan, terutama terkait dengan partisipasi, khususnya partisipasi kaum perempuan yang masih tertinggal. Budaya patriarki yang masih kuat menjadikan perempuan dinomorduakan bahkan tak dianggap sama sekali. Partisipasi perempuan menjadi hal yang penting, karena dengan demikian, perempuan dapat menyampaikan aspirasinya. Untuk mendekatkan pembangunan ke masyarakat dan konsekuensi desentralisasi ialah perubahan dalam desain perencanaan pembangunan. Sebelum menganut sistem desentralisasi, penentuan pembangunan pemerintah berpegang pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang ditetapkan dengan TAP MPR. Setelah lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan diperbarui dengan UU No. 32 Tahun 2004, maka pembangunan berpegang pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Undang-Undang. Rencana Pembangunan Jangka Panjang disusun sebagai jabaran tujuan dibentuknya pemerintahan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional. RPJP merupakan dokumen perencanaan yang lebih visioner dan memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi keleluasaan yang cukup bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan rencana tahunannya. RPJPN saat ini ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Sementara itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Visi, misi dan program kerja presiden dan wakil presiden terpilih periode dijabarkan dalam RPJMN Uraian itu tidak terlepas dari koridor yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

8 Dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) harus berpegang pada RPJPN. Terkait dengan desentralisasi, maka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) harus mengacu pada RPJPN, dan RPJMD harus mengacu pada RPJMN. RJMN/RPJMD tersebut dituangkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah/Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya. Salah satu mandat penyusunan RKP/RKPD ialah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang diatur melalui UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Musrenbang merupakan forum menjaring aspirasi masyarakat yang diselenggarakan secara berjenjang dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Musrenbang menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah/Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP/RKPD) yang berfungsi sebagai dokumen rencana pembangunan tahunan. Proses Musrenbang yang menganut pendekatan bottom-up harus melibatkan partisipasi masyarakat dari semua golongan, laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, Musrenbang akan menghasilkan rancangan pembangunan yang sesuai kehendak dan kebutuhan masyarakat, terutama perempuan. Selama ini, pelaksanaan Musrenbang di tingkat pusat maupun daerah, belum mengakomodir dan memperhatikan kebutuhan perempuan. Keterlibatan perempuan dalam Musrenbang hanya formalitas tanpa pernah diberi kesempatan bersuara atau didengar suaranya. Partisipasi sebagai good governance bukan hanya soal kehadiran, melainkan bagaimana hakhak dan tindakan warga masyarakat menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan komunitasnya maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, adanya ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk dalam arena pemerintah, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta aktif mengelola barang-barang publik. Yang terakhir, yakni kendali warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintahan. Desentralisasi membawa tantangan baru bagi perempuan Indonesia. Tantangan-tantangan itu, salah satunya, yakni keterwakilan perempuan dalam pembuatan keputusan yang umumnya masih terbatas. Desentralisasi membuka kesempatan bagi perempuan dalam memainkan peran yang lebih besar, namun secara tidak langsung, mengurangi partisipasi perempuan di pemerintahan. Jumlah perempuan yang menduduki pangkat tertinggi di jajaran pegawai negeri masin kecil, terutama di pemerintahan daerah. Gambaran keterwakilan perempuan di lembaga eksekutif dapat dilihat dalam data-data berikut ini: dari Kepala Desa berjenis kelamin laki-laki, artinya hanya ada atau 3,91% perempuan yang berhasil menjadi Kepala desa 1 - Sementara untuk Bupati dan Walikota, data menunjukkan bahwa hanya terdapat 10 atau 2,27 perempuan yang menjadi Bupati/Walikota, dari 440 orang diseluruh Indonesia 2 - Sedangkan untuk Wakil Bupati/Walikota, hanya terdapat 12 atau 2,72% dari 440 Wakil Bupati dan walikota yang terdata 3 - Untuk Jabatan Gubenur, terdapat 1 atau 3,03% perempuan dari 33 propinsi (dari propinsi Banten) 4 1 Katalog BPS: , Perempuan dan Laki-Laki Indonesia Sumber: Kementerian dalam Negeri RI, Sumber: Kementerian Dalam Negeri RI, 2010

9 - Demikian juga untuk jabatan Wakil Gubenur, hanya terdapat 1 atau 3,03% perempuan dari 33 propinsi (dari Jawa Tengah) 5 Sementara berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Nasional. Jumlah PNS laki-laki dan perempuan tidak terpaut jauh, namun pada golongan yang paling tinggi, jumlah perempuan menyusut hingga tinggal 0,51%. Berikut ini adalah table jumlah pegawai Negeri Sipil dirinci menurut Golongan Ruang dan Jenis Kelamin Keadaan Juni : No. Gol/Ruang Laki-Laki Persen Perempuan Persen Jumlah Persen 1. I/a 28, , , I/b 3, , I/c 53, , , I/d 20, , , Jumlah Gol. I 106, , , II/a 360, , , II/b 126, , , II/c 146, , , II/D 104, , , Jumlah Gol. II 737, , ,339, III/a 352, , , III/b 285, , , III/c 217, , , III/d 279, , , Jumlah Gol. III 1,135, , ,133, IV/a 346, , , IV/b 47, , , IV/c 11, , , IV/d 3, , IV/e 1, , Jumlah Gol. IV 410, , , Total 2,389, ,990, ,380, Selain itu juga keterwakilan perempuan di lembaga legislative masih sangat rendah, Terutama di DPRD Tingkat Kabupaten/Kota. Bahkan di di Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Jaya hanya 0% yang artinya semua anggota DPRD di kabupaten ini diduduki oleh laki-laki. Sementara disebagian besar kabupaten/kota di Indonesia berkisar antara 0-20%. Padahal lembaga legislatif sangat berperan dalam pengambilan keputusan ketika proses penganggaran. Oleh karenanya, ketika keputusan di sektor publik diturunkan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, maka tingkat partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan menjadi berkurang. Di beberapa wilayah, desentralisasi diikuti dengan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Perspektif gender yang minim di kalangan pejabat pemerintahan dan lembaga-lembaga pembuat keputusan lainnya di daerah, memunculkan kebijakan-kebijakan yang buta gender, walaupun kebanyakan kebijakan itu awalnya dimaksudkan memberikan perlindungan bagi perempuan. Hingga pertengahan 2011, Komnas Perempuan mencatat ada 207 Perda Diskriminatif. Tetapi pembatalan Perda yang dilakukan 4 Sumber: Kementerian Dalam Negeri RI, Sumber: Kementerian Dalam Negeri RI, Sumber: Biro Kepegawaian Nasional, 2010

10 Menteri Dalam Negeri tidak termasuk Perda-Perda yang diskriminatif terhadap perempuan, karena indikator keadilan gender belum dituangkan Pokok Masalah Banyak persoalan yang dihadapi perempuan, khususnya kalangan perempuan akar rumput, baik dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan sosial budaya. Realitas yang ada masih menunjukkan kesenjangan bagi perempuan dalam bidang-bidang tersebut sebagai hak dasar warga. Juga masih rendah partisipasi perempuan dalam segala bidang. Masalah tersebut berakar pada kuatnya nilai patriarkhal yang ada di Indonesia. Kondisi demikian harusnya disikapi secara baik oleh pemerintah. Persoalan di masyarakat seyogyanya direspon dengan program-program yang tepat sesuai kebutuhan mereka, terutama kaum perempuan, kelompok miskin dan kalangan terpinggirkan. Hal itu dapat terjadi bila kelompok perempuan dilibatkan dalam rencana pembangunan mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Dengan pembangunan demian, maka diharapkan ada perubahan struktur dan terukur. Agar perubahan struktur dapat dilakukan secara terukur, maka diperlukan perencanaan. Namun, sudahkah rencana yang dilakukan membawa perubahan struktur? Perencanaan bertujuan memastikan perubahan struktur terjadi. Selain itu, memastikan dengan memperkecil munculnya ketidak-pastian. Perencanaan, dalam arti luas, sebagai upaya manusia meminimalkan ketidak-pastian dan memfungsikan kemampuan melihat jauh ke depan. Kebijakan yang mengatur rencana pembangunan biasa dikenal dengan istilah Musrenbang. Namun kebijakan itu tidak otomatis membuka ruang partisipasi bagi perempuan, karena tak dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah. Dalam Musrenbang di berbagai tingkatan, keterlibatan perempuan sangat rendah dan biasanya perwakilan masyarakat yang terlibat didominasi laki-laki. Sebagian besar perempuan tak memperoleh informasi dan kesempatan terlibat dalam Musrenbang. Akibatnya, kepentingan perempuan tidak ada dalam rencana pembangunan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Peran mereka juga masih minim dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, implementasi, menikmati hasil pembangunan, hingga evaluasi pembangunan. Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan jauh dari kepentingan strategis dan kebutuhan praktis perempuan. Bappenas dan Kemendagri pernah mengeluarkan Surat Edaran Bersama yang secara tegas mengatur partisipasi perempuan dalam Musrenbang, yakni Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang Tahun Namun, kebijakan ini kurang kuat status hukumnya. Setelah munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, maka itulah alasan dikeluarkannya kebijakan sehingga otomatis SEB tidak berlaku Tujuan Kajian Dengan melihat pokok masalah itu, maka kajian ini ingin meninjau kebijakan-kebijakan yang ada terkait partisipasi perempuan dalam Musrenbang. Dapatkah kebijakan tersebut menjadi peluang untuk mengadvokasi perempuan dalam Musrenbang atau bahkan menjadi hambatan bagi mereka? Apakah kebijakan itu sudah memadai? Kalau memang memadai, apa yang

11 menyebabkan partisipasi perempuan masih sangat rendah bahkan tidak ada sama sekali dalam Musrenbang? Kajian ini pun hendak melihat manfaat strategis Musrenbang, mengingat banyak kalangan pesimis, bahwa Musrenbang benar-benar dapat menyerap aspirasi masyarakat, khususnya kalangan perempuan. Tentu saja melihat kondisi yang ada, bahwa selama ini hasil pembangunan hanya dirasakan manfaatnya oleh kalangan tertentu. Musrenbang dianggap formalitas dan peserta yang hadir elitis semata, tak mewakili kelompok kecil. Harusnya Musrenbang menjadi jembatan bagi masyarakat untuk menyampaikan kebutuhan pembangunan di daerahnya sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh mereka. Yang terjadi saat ini di banyak wilayah, Musrenbang tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat. Musrenbang menjadi ajang bagi-bagi proyek oleh penguasa dan kalangan tertentu. Akhirnya, masyarakat yang dirugikan. Di lain pihak, masihkah masyarakat dapat berharap dari Musrenbang untuk menyampaikan aspirasinya? Jika selama ini hasil pembangunan tidak sesuai dengan apa yang menjadi aspirasi masyarakat, lantas di manakah terjadi keterputusan penyerapan aspirasi melalui Musrenbang? Kajian ini akhirnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi tentang tata kelola Musrenbang seperti apa yang harus dilakukan agar kepentingan semua golongan, khususnya perempuan dan kelompok terpinggirkan dapat diakomodir dalam proses-proses pembangunan. Dengan demikian, hasil pembangunan dapat dirasakan oleh semua golongan untuk kesejahteraan semua rakyat Indonesia. Mengingat Musrenbang merupakan forum strategis untuk mempertemukan masyarakat sipil dan pihak pemerintah. Dalam forum ini, harusnya terjadi proses-proses negosiasi untuk menghasilkan keputusan bersama dalam merencanakan pembangunan. Proses yang harus dijalankan agar apa yang menjadi aspirasi masyarakat dapat terwujud dalam program pembangunan.

12 BAB II TINJAUAN DOKUMEN 2.1. Tinjauan Regulasi tentang Musrenbang Pelaksanaan Musrenbang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Terkait dengan partisipasi perempuan dalam Musrenbang, berbagai kebijakan ditingkat nasional yang mengaturnya yakni: 1. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 6. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. 7. Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. 8. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 9. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2009 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah. 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun 2007 Perencanaan Pembangunan Desa. 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK 02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan (Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian/Lembaga (RKA-KL) dan Pengesahan Pelaksanaan DIPA TA Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran KementerianLembaga. 16. Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang Tahun Beberapa aturan hukum atau kesepakatan internasional yang menjamin otonomi perempuan dalam proses pengambilan keputusan: UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW); International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994; Beijing Platform for Action (BPFA) tahun 1995; MDGs tahun 2000.

13 Partisipasi perempuan merupakan hak asasi manusia dijamin dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1) yang berbunyi: Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjujung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya. Berarti UUD telah menjamin persamaan hak dan kewajiban tiap warga negara termasuk laki-laki dan perempuan. Amanat itu diperkuat dengan Pasal 28d ayat (3) yang berbunyi: "Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dan Pasal 28i ayat 2 yang berbunyi: Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui UU No. 7 Tahun CEDAW memiliki tiga prinsip utama yakni: prinsip persamaan, prinsip non diskriminasi dan prinsip kewajiban Negara. Prinsip persamaan menuju persamaan substantif hak laki-laki dan perempuan. Prinsip non diskriminasi terutama diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pemenuhan kebebasankebebasan dasar dan hak asasi manusia. Prinsip kewajiban negara bahwa negara peserta adalah aktor utama yang memiliki tanggungjawab untuk memastikan terwujudnya persamaan hak lelaki dan perempuan dalam menikmati semua hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik. Selain CEDAW, ada kebijakan ataupun kesepakatan internasional lainnya untuk mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, yakni Internasional Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 yang dilangsungkan di Kairo tahun 1994, diikuti 179 negara termasuk Indonesia, merupakan komitmen negara Indonesia dalam pembangunan yang berwawasan kependudukan. Selain itu, Beijing Platform for Action (BFPA) tahun 1995 yang mempunyai arti penting karena memuat dokumen strategis pemberdayaan dan kemajuan perempuan, penegakan hak asasi manusia dan pembangunan yang mendorong perempuan untuk mengorganisir diri, bertindak dan mencari alternatif-alternatif. Kesepatan internasional lainnya ialah Millenium Development Goals (MDGS) tahun Tujuan ke-3 MDGs yakni mendorong tercapainya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan indikator pencapaian 12, yakni proporsi perempuan yang duduk dalam lembaga parlemen nasional meningkat. Keempat kebijakan internasional itu melekat satu dan lainnya serta harus menjadi dasar hukum dalam lahirnya suatu kebijakan. Melalui Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan, Presiden mengintruksikan kepada Menteri; Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; Panglima Tentara Nasional Indonesia; Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Jaksa Agung Republik Indonesia; Gubenur; Bupati/Walikota, untuk: 1. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berpespektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. 2. Memperhatikan secara sungguh-sungguh Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan Nasional sebagaimana terlampir dalam Instruksi Presiden ini sebagai acuan dalam melaksanakan pengarusutamaan gender Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender di Indonesia terutama dalam penyelenggaraan permerintahan, mendorong dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun

14 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarustamaan Gender di Daerah, seperti disebutkan dalam bagian menimbang : Bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah masih terdapat ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, sehingga diperlukan strategi pengintergrasian gender melalui perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah. Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang diatur dalam peraturan itu: Pasal 4 ayat 1: Pemerintah daerah berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Pasal 4 ayat 2: Penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan bersperspektif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender. Intruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 dan Permendagri No. 15 tahun 2008 merupakan kebijakan nasional yang secara jelas dan tegas mengatur soal kesetaraan gender dalam pembangunan. Kebijakan lain yang tegas mengatur dan mensyaratkan partisipasi perempuan dalam Musrenbang adalah Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang Tahun Surat edaran tersebut lahir dalam rangka menunggu terbitnya peraturan pemerintah tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2006 yang mengatur tentang tata-cara penyusunan dokumen perencanaan dan penyelenggaraan Musrenbang mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional. Surat edaran tersebut sudah tidak berlaku seiring dengan terlah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dalam Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri tersebut, ada 8 poin yang secara tegas mengatur partisipasi perempuan dalam Musrenbang yakni: Romawi I, huruf C, poin 1a: Daftar prioritas masalah pada satuan wilayah di bawah Desa/Kelurahan (Dusun atau Lingkungan) dan kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok tani, kelompok nelayan, perempuan, pemuda dan kelompok lainnnya sesuai dengan kondisi setempat. Romawi I, huruf D, poin 1b: Masyarakat di tingkat dusun/rukun Warga (RW) dan kelompok-kelompok masyarakat (misalnya kelompok tani, kelompok nelayan, perempuan, pemuda dan lain-lain) melakukan musyawarah. Keluaran dari musyawarah dusun/ RW/kelompok adalah.

15 Romawi I, huruf D, poin 2j: Pemilihan dan Penetapan perwakilan masyarakat/delegasi Desa/Kelurahan (1-5 orang) untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan. Delegasi ini harus menyertakan perwakilan perempuan. Penjelasan dari kebijakan ini adalah daftar nama Tim Delegasi kelurahan/desa yang akan mengikuti Musrenbang kecamatan (3 orang atau 5 orang, bila 3 orang, minimal 1 orang perempuan, bila 5 orang minimal 2 orang perempuan. Romawi I, huruf F: Peserta Musrenbang Desa/Kelurahan adalah perwakilan komponen masyarakat (individu atau kelompok) yang berada di desa/kelurahan, seperti: ketua RT/RW; kepala dusun, tokoh agama, ketua adat, wakil kelompok perempuan, wakil kelompok pemuda, organisasi masyarakat, pengusaha, kelompok tani/nelayan, komite sekolah dan lainlain. Romawi I, huruf H, poin 2: Bersama-sama Tim Fasilitator Desa memfasilitasi dan memantau pelaksanaan musyawarah dusun/rw, kelompok-kelompok masyarakat yang kurang mampu, kelompok perempuan dan lain-lain. Romawi II, huruf D, poin 2K: Pemilihan dan Penetapan daftar nama delegasi kecamatan (3-5 orang) untuk mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten/ Kota. komposisi delegasi tersebut harus terdapat perwakilan perempuan. Romawi II, huruf D, poin 2i: Menetapkan delegasi masyarakat dari Forum SKPD yang berasal dari organisasi kelompok-kelompok masyarakat skala Kabupaten/Kota untuk mengikuti Musrenbang Tahunan Kabupaten/Kota (1-3 orang untuk setiap Forum SKPD). Dalam komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan perempuan. Romawi VI, huruf D, poin 2h: Menetapkan daftar nama delegasi masyarakat dari Forum SKPD yang berasal dari organisasi kelompok-kelompok masyarakat skala provinsi untuk mengikuti Musrenbang Provinsi (1 3 orang untuk setiap Forum SKPD). Dalam komposisi delegasi tersebut, terdapat perwakilan perempuan. Kebijakan lain yang tegas mensyaratkan keterwakilan perempuan dalam Musrenbang adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Pasal 1 ayat 6: Pemangku kepentingan adalah pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan manfaat atau dampak dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah antara lain unsur DPRD provinsi dan kabupaten/kota, TNI, POLRI, Kejaksaan, akademisi, LSM/Ormas, tokoh masyarakat provinsi dan kabupaten/kota/desa, pengusaha/investor, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pemerintahan desa, dan kelurahan serta keterwakilan perempuan dan kelompok masyarakat rentan termajinalkan.

16 Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa di mana Pasal 10 Ayat 2k berbunyi penetapan daftar nama 3-5 orang (masyarakat yang komposisinya ada perwakilan perempuan) delegasi dari peserta musrenbang desa untuk menghadiri musrenbang Kecamatan menegaskan pentingnya partisipasi perempuan dalam Musrenbang. Pasal ini menjelaskan daftar nama Tim Delegasi kelurahan/desa yang akan mengikuti Musrenbang kecamatan (3 orang atau 5 orang, bila 3 orang, minimal 1 orang perempuan, bila 5 orang minimal 2 orang perempuan). Kebijakan lainnya tidak secara tegas mengatur partisipasi perempuan dalam Musrenbang, bahkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tidak memasukan pentingnya keterwakilan perempuan. Yang dimasukkan hanya partisipasi masyarakat sementara yang dimaksud dengan masyarakat sesuai dengan yang termuat dalam penjelasan Pasal 2 ayat 4d adalah: Yang dimaksud dengan "masyarakat" adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, penerima manfaat maupun penanggung resiko. Dan yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat: Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Dalam kehidupan masyarakat kini, dalam ranah sosial dan budaya, posisi perempuan belum sepenuhnya dalam posisi dan situasi setara. Kuatnya budaya patriarkhal yang mendominasi membuat posisi kaum perempuan senantiasa tersubordinasi. Berbagai posisi kunci dalam ranah politik masih dominan dipegang kaum lelaki. Masyarakat patriarkis berprasangka bahwa perempuan cenderung berkapasitas rendah, kurang kompeten, dan tidak bermutu, hanya karena berkelamin perempuan. Dengan standar ganda, perempuan yang akan menduduki jabatan publik maupun berpartisipasi dalam ruang-ruang publik, seperti Musrenbang, selalu dipertanyakan kualitasnya. Hal itu tidak pernah atau jarang dipertanyakan kepada lelaki, apakah mereka mempunyai kompetensi dan kapasitas yang baik? Untuk itu, dibutuhkan kebijakan yang tegas agar implementasinya juga jelas. Kebijakan yang dibuat harus bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama atau dapat membuat kebijakan yang memberi keistimewaan pada kelompok tertentu. Hal itu karena sebagian besar pengambil keputusan belum memiliki perspektif gender. Pasal-pasal yang tidak tegas dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dapat menjadi peluang untuk mengadvokasi perempuan dalam Musrenbang, pasal-pasal tersebut adalah berikut: Pasal 2 ayat 4d: Sistem perencanaan pembangunan Nasional bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Pasal 5 ayat 3:

17 RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 6 ayat 2: Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta. memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pernerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 7: Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 11 ayat 1: Musrenbang diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJP dan diikuti oleh unsurunsur penyelenggara Negara dengan mengikutsertakan masyarakat. Pasal 16 ayat 2: Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat. Dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, banyak pasal yang berpotensi menghambat partisipasi perempuan dalam Musrenbang. Sebagian besar pasal tersebut adalah adanya rancangan awal yang sudah disiapkan oleh Menteri untuk RPJP dan RPJM maupun oleh Bappeda untuk RPJMD. Dengan adanya rancangan awal yang sudah disiapkan pihak yang berwenang, maka hal tersebut dalam implementasinya di lapangan di beberapa daerah, menjadi ajang sosialisasi program yang sudah direncanakan tanpa ada masukan dari masyarakat, sehingga musrenbang hanya formalitas. Pasal yang ada dalam UU No. 25 tahun 2004, misalnya: Pasal 10 ayat 1: Menteri menyiapkan rancangan RPJP Nasional. Pasal 10 ayat 2: Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah. Pasal 14 ayat 1: Menteri menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal. Pasal 14 ayat 2: Kepala Bappeda menyiapkan rencangan awal RPJM daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah.

18 Pasal 16: Rancangan RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) dan rancangan RPJM daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menegah. Walaupun rancangan awal dijadikan bahan bagi Musrenbang, sering masyarakat tidak menyampaikan apa yg menjadi aspirasinya, karena pihak pemerintah telah mempunyai rancangan, sehingga hanya untuk membahas rancangan yang ada. Dengan adanya draf awal dari Kementerian/Lembaga, musrenbang menjadi tidak berarti karena yang terjadi hanya melakukan pemaparan, tidak menyerap aspirasi dari bawah. Sementara itu, Pasal 22 ayat 2 Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP dan RKPD diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan walaupun dalam penjelasannya dikatakan unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat dan pemuka agama, serta kalangan dunia usaha, tetapi perempuan tidak disebutkan dengan tegas, serta keterlibatan masyarakat tidak dikatakan dengan jelas dalam pasal tersebut. Demikian halnya dalam pelaksanaan pembangunan tetap tidak ada keterlibatan masyarakat yang diatur dalam undang-undang. Hal ini menjadikan partisipasi perempuan dalam tahap pelaksanaan dan evaluasi pembangunan menjadi sangat kecil, bahkan tidak ada, seperti yang diatur dalam Pasal 28 ayat 1: Pengendalian pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Senanda dengan itu, dalam proses evaluasi pun masyarakat tidak dilibatkan, seperti tertuang dalam Pasal 29: Pimpinan Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Kementerian/Lembaga periode sebelumnya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, juga tidak ada pasal yang secara tegas menyebutkan keterwakilan perempuan. Tetapi beberapa pasal dapat digunakan sebagai peluang advokasi partisipasi perempuan dalam Musrenbang, pasal-pasal tersebut adalah: Pasal 13 ayat 2: Musrenbang dilaksanakan oleh Bappeda dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan. Pasal 17 ayat 1: Rancangan RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta prakiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif, baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun sumber-sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 18 ayat 1: Musrenbang RKPD merupakan wahana partisipasi masyarakat di daerah. Pasal 27 ayat 3:

19 Rancangan Renja-SKPD memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 17, ayat 5: Penetapan program prioritas berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan pencapaian keadilan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Pasal 27, ayat 1: Rancangan Renja-SKPD disusun dengan mengacu pada rancangan awal RKPD, Renstra-SKPD, hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan periode sebelumnya, masalah yang dihadapi, dan usulan program serta kegiatan yang berasal dari masyarakat. Pasal 35, Ayat 1: Masalah pembangunan daerah dirumuskan dengan mengutamakan tingkat keterdesakan dan kebutuhan masyarakat. Pasal 36, ayat 1c: Program prioritas urusan wajib dan urusan pilihan yang mengacu pada standar pelayanan minimal sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan masyarakat. Pasal 38 ayat 2: Forum konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh masyarakat dan para pemangku kepentingan. Pasal 49: Gubernur, bupati/walikota berkewajiban memberikan informasi mengenai hasil evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah kepada masyarakat. Pasal 52 ayat 1: Masyarakat dapat melaporkan program dan kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Beberapa pasal yang mengatur rancangan awal RPJMN/RPJMD tak hanya dalam UU No. 25 tahun 2004, tetapi juga dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun Berikut adalah pasalpasal yang ada itu: Pasal 5 ayat 1: Bappeda menyusun rancangan awal PRJPD. Pasal 11 ayat 1: Bappeda menyusun rancangan awal RPJMD. Pasal 12 ayat 1: Kepala SKPD menyusun Rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan rancangan awal RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). Pasal 12 ayat 2: Bappeda menyempurnakan rancangan awal RPJMD menjadi rancangan RPJMD dengan menggunakan Renstra-SKPD sebagai masukan.

20 Pasal 13 ayat 1: Musrenbang dilaksanakan untuk membahas rancangan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3). Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana pembangunan daerah, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang partisipasi perempuan dalam Musrenbang, selebihnya tidak tegas mengaturnya. Namun pasal-pasal itu dapat digunakan sebagai peluang advokasi partisipasi perempuan dalam Musrenbang, antara lain: Pasal 8 huruf d: Pendekatan partisipatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dengan mempertimbangkan: keterwakilan seluruh segmen masyarakat, termasuk kelompok masyarakat rentan termarjinalkan dan pengarusutamaan gender. Pasal 99 ayat 2: Rencana kerja, pendanaan dan prakiraan majusebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif, yang bersumber dari APBD maupun sumber-sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 100 ayat 4: Sumber-sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat Pasal 99 ayat (2), yaitu kebijakan, program dan kegiatan pemerintah daerah yang didanai APBD dalam pencapaian sasarannya, melibatkan peran serta masyarakat baik dalam bentuk dana, material maupun sumber daya manusia dan teknologi. Pasal 139 huruf e: Rancangan Renja SKPD provinsi dan kabupaten/kota disusun: berdasarkan usulan program serta kegiatan yang berasal dari masyarakat. Pasal 140 ayat 5: Usulan program serta kegiatan yang berasal dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 huruf e, menjadi acuan perumusan kegiatan dalam rancangan Renja SKPD mengakomodir usulan masyarakat yang selaras dengan program prioritas yang tercantum dalam rancangan awal RKPD. Pasal 142 ayat 1e: Perumusan rancangan Renja SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf a, untuk provinsi mencakup: penelaahan usulan masyarakat Pasal 142 ayat 2h: Perumusan rancangan Renja SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf a, untuk kabupaten/kota mencakup: penelaahan usulan masyarakat. Bbeberapa pasal mensyaratkan agar program perioritas pembangunan daerah beorientasi kepada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, seperti: Pasal 100 ayat 2:

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 15 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD), RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA UTARA

GUBERNUR SUMATERA UTARA GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG MUSYAWARAH PEMBANGUNAN BERMITRA MASYARAKAT

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA MATARAM 2016 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 idoel Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah private (RKPD) 1/1/2016 Kota Mataram WALIKOTA MATARAM PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH NOMOR 36 KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.1312, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RPJP Daerah dan RPJM Daerah serta Perubahan RPJP

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan arah pembangunan yang ingin dicapai daerah dalam kurun waktu masa bakti Kepala Daerah terpilih yang disusun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional B A B I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Agar peran pemerintah bersama masyarakat semakin efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lingga Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lingga Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Pemerintah berkewajiban untuk menyusun perencanaan pembangunan,

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 P e m e r i n t a h K a b u p a t e n B i m a [ J. S o e k a r n o - H a t t a R a b a - B i m a ] Tentang [Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah] [ T

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2016 2021 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 TIM PENYUSUN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2014

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 1 TAHUN 2012 SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 1 TAHUN 2012 SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 1 TAHUN 2012 SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II ASAS DAN TUJUAN

BAB II ASAS DAN TUJUAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 4 TAHUN 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-Undang

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN TATA CARA KOORDINASI PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH ANTAR KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci