Landreform sebagai Wujud Politik Hukum: Antara Harapan dan Kenyataan di Indonesia M. Darin Arif Mu allifin *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Landreform sebagai Wujud Politik Hukum: Antara Harapan dan Kenyataan di Indonesia M. Darin Arif Mu allifin *"

Transkripsi

1 Abstrak Landreform sebagai Wujud Politik Hukum: Antara Harapan dan Kenyataan di Indonesia M. Darin Arif Mu allifin * Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya adalah petani yang tidak didukung dengan kepemilikan lahan yang cukup. Demi mewujudkan keadilan sosial, secara politik hukum, dibuat kebijakan landreform, sebagaimana diatur dalam pasal 7,10, 17 UUPA. Asas landreform berintikan tanah untuk petani, pembatasan jumlah minimum dan maksimum luas tanah, dan larangan memiliki tanah secara absente. Terdapat empat faktor penting sebagai prasyarat agar landreform dapat dilaksanakan, yaitu kesadaran dan kemauan politik, organisasi petani yang kuat, ketersediaan data yang lengkap serta dukungan anggaran yang memadai. Kata kunci: landreform, politik hukum, keadilan sosial A. Pendahuluan Negara dibentuk untuk kepentingan umum dan hukum adalah sarana utama untuk mewujudkan tujuan itu. Hukum tidak mempunyai pilihan lain kecuali, di samping menjadi kepentingan umum, juga melindungi kepentingan individu agar keadilan dapat terlaksana. Hukum itu sendiri tidak lepas dari norma keadilan, karena hukum adalah pengejawantahan dari prinsip-prinsip keadilan. 1 Keadilan, disamping sikap keadilan, merupakan kaedah dasar. Dengan demikian kaedah keadilan mengandung kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang dalam pembagian yang baik dan yang buruk dalam pemberian bantuan, tugas-tugas dan fungsi sosial, dengan mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan mereka. 2 Lebih lanjut, dalam melakukan pilihan yang tepat dari tiga prinsip keadilan (keadilan atas dasar hak, keadilan atas dasar jasa, dan keadilan atas dasar kebutuhan), menurut Suryawasita lebih cenderung untuk memberikan tempat kepada keadilan atas dasar kebutuhan, mengingat secara keseluruhan lebih banyak masyarakat yang bernasib kurang menguntungkan. 3 Kepentingan umum yang menjadikan dasar utama pembentukan negara dan tujuan hukum adalah kepentingan masyarakat sebagai keselarasan yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain menyangkut perlindungan hukum individu sebagai warga negara dan menyangkut pengadaan serta pemeliharaan sarana publik, serta pelayanan kepada publik. 4 UUD RI 1945 menunjukkan secara eksplisit pembentukan negara sebagai perwujudan kepentingan umum (Alinea 4). Penjabaran lebih lanjut dalam pasal 33 ayat (3). UUD RI 1945 dijelaskan Bumi, air dan kekayaan alam yang terkkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitu pentingnya tanah, bukan saja menjadi tempat pijak kehidupan manusia, bahkan kelangsungan kehidupan manusia sangat bergantung pada segala rupa sumber daya yang terkandung di dalamnya, secara Politik Hukum dilahirkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria atau (UUPA), sebagai implementasi pasal 33 ayat (3) UUD RI Mengingat Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya adalah petani, yang tidak didukung dengan kepemilikan lahan yang cukup, maka demi mewujudkan keadilan berdasarkan kebutuhan, dibuat kebijakan landreform sebagai wujud politik hukum

2 374 sebagaimana diatur dalam pasal 7, 10, 17 UUPA. Politik Hukum, penetapan kembali hukum pertanahan, tidak dapat dilakukan tanpa mengadakan reorientasi terhadap tujuannya yang sumbernya tidak lain ialah Pancasila dan UUD RI Salah satu asas terpenting yang menjadi misi UUPA adalah Asas Landreform, yang berintikan tanah untuk petani; pembatasan jumlah minimum dan maksimum luas tanah; larangan memiliki tanah secara absente. 5 Perwujudan dari Asas Landreform tersebut dikeluarkanlah UU No. 56/PRP/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Latar belakang dikeluarkannya UU tersebut adalah kondisi pemilikan dan penguasaan tanah saat itu yang parah. Terbukti sekitar 60% petani adalah tunakisma (tak bertanah) yaitu golongan buruh tani, golongan yang mengerjakan tanah orang lain sebagai penyewa/penyakap dalam hubungan perjanjian bagi hasil. 6 Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu pelaksanaan Landreform di Indonesia, kendala-kendala pelaksanaan Landreform di Indonesia, dan solusi serta implikasi pelaksanaan Landreform di Indonesia. B. Pelaksanaan Landreform di Indonesia 1. Pengertian Landrefrom Menurut Dorren Warriner, sebagaimana dikutip oleh Arie Sukanti Hutagalung, 7 begitu pula Supriadi, 8 mengatakan bahwa pada dasarnya Landreform memerlukan program redistribusi tanah untuk keuntungan pihak yang mengerjakan tanah dan pembatasan dalam hak-hak individu atas sumber-sumber tanah. Jadi, Landreform lebih merupakan sebuah alat perubahan sosial dalam perkembangan ekonomi, selain merupakan meanifestasi dari tujuan politik, kebebasan dan kemerdekaan suatu bangsa. Boedi Harsono berpendapat, bahwa pengertian Landreform meliputi perombakan, pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah dalam arti yang sempit. 9 Dalam arti ini, landreform merupakan serangkaian tindakan di dalam rangka Agrarian Reform. Agrarian reform diartikan sebagai landerform dalam arti luas meliputi 5 program, yaitu: 1. Pembaharuan Hukum Agraria 2. Penghapusan hak-hak asing dan konsepsi-konsepsi kolonial atas tanah. 3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur. 4. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubunganhubungan hukum yang bersangkutan dan pengusahaan tanah (Landreform dalam arti sempit). 5. Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu secara berencana sesuai dengan daya kesanggupan dan kemampuannya. 10 Sedangkan menurut Josef Johanes Blitanagy dikatakan bahwa: Landreform adalah perubahan dasar tanah atau perombakan struktur pertanahan. 11 Dengan kata lain Landreform ialah perombakan struktur pertanahan lama dan pembangunan struktur pertanahan baru. Berdasarkan pandangan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa Landreform merupakan bagian dari Agrarian Reform, yang diharapkan dapat menjadi suatu alat penting untuk meningkatkan hasil pertanian yang dihasilkan tanah tersebut dengan asumsi bahwa tanah adalah satu-satunya faktor produksi. 2. Pelaksanaan Landreform di Berbagai Negara Sebagai bahan perbandingan dapat dilihat pelaksanaan Landreform di negaranegara Kapitalis, negara-negara Komunis dan di negara Indonesia.

3 375 a. Di negara kapitalis pelaksanaan Landreform bersifat mengatur hubungan antara tuan tanah dengan pekerja atau penggarap tanah. Membiarkan adanya tuan-tuan tanah yang menguasai bidang tanah luas, dan petani-petani penggarap tetap menjadi petani yang tidak mempunyai tanah. Landreform hanya sekedar untuk mengatur hubungan kerja sama antara tuan tanah dan petani penggarap. Kedudukan tuan tanah tidak dirobah, tanah-tanah milik tuan tanah tidak diambil oleh pemerintah. b. Di negara komunis, pelaksanaan Landreform ditujukan kepada satu persamaan pendapatan, persamaan penghasilan antara seluruh rakyat dengan menghilangkan hak milik perseorangan atas tanah. Jadi di negara komunis landreform dilaksanakan dengan menghilangkan tuan-tuan tanah, hak milik perseorangan dihilangkan, semua tanah adalah milik negara. c. Di negara Indonesia, pelaksanaan landreform, ialah dengan mengakui adanya hak milik dan hak-hak lain atas tanah, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun Dengan membatasi pemilikan dan penguasaan hak atas tanah serta mencegah adanya unsur-unsur yang bersifat pemerasan di bidang penguasaan dan pengusahaan tanah Tujuan Pelaksanaan Landreform di Indonesia Pelaksanaan Landreform di Indonesia mempunyai tujuan sebagaimana pendapat, antara lain: 1. Presiden Soekarno, dalam pidatonya menyambut Landreform mengatakan, bahwa: Melaksanakan Landreform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia tanpa Landreform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi Menteri Agraria Sodjarwo, di dalam pidatonya tanggal 12 September 1960, yang mengatarkan RUU. Pokok Agraria di muka Sidang Pleno DPR-GR antara lain menyatakan bahwa: Perjuangan perombakan hukum agraria kolonial dan penyusunan hukum agraria nasional berjalin erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkeraman, pengaruh dan sisa-sisa penjajahan; khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari kekangankekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan kaum modal asing. Itulah sebabnya maka Landreform di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan Revolusi Nasional Indonesia. Selanjutnya dikatakan, bahwa tujuan Landreform di Indonesia ialah: a. untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial; b. untuk melaksanakan prinsip: tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan alat pemerasan; c. untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, yang berfungsi sosial. Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap privaat bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun temurun, tetapi berfungsi sosial; d. untuk mengakhiri sistem tuan-tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga. Sebagai kepala keluarga dapat seorang laki-laki maupun wanita. Dengan

4 376 demikian mengikis pula sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan yang ekonomis lemah; e. untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotongroyong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, dibarengi dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani. Menurut Menteri Sadjarwo, Landreform akan dibarengi dengan pembukaan tanah-tanah baru dan disynchronisir dengan perkembangan industri serta transmigrasi Menurut pendapat Soetiknjo, ada tujuan yang langsung maupun tidak langsung dari program Landreform, yaitu: a) langsung: memeratakan hak atas tanah kepada sebanyak mungkin petani dengan cara membagikan kembali tanah luas milik tuan tanah kepada orang yang tidak menggarap tanah itu sendiri; b) tidak langsung: untuk meniadakan keresahan sosial yang ada di daerah pertanian yang disebabkan oleh penguasa tanah untuk segolongan kecil manusia yang tidak menggarap sendiri tanahnya. Dari beberapa pendapat mengenai tujuan pelaksanaan Landreform di Indonesia, dapat dikualifikasikan menjadi: 1. Tujuan Sosial Ekonomis a. Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik serta memberi fungsi sosial daripada hak milik. b. Memperbaiki produksi nasional khususnya sektor pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat dengan penggunaan teknologi pertanian modern. 2. Tujuan Sosial Politik a. Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan yang luas atas tanah. b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian yang adil atas hasilnya. Ini berarti setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan kemajuan serta melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang lain. 3. Tujuan Sosial Psikologis a. Meningkatkan kegairahan kerja para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai pemilikan tanah. b. Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dan penggarapnya. c. Meningkatkan kepercayaan dan harga diri rakyat tani sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. 15 Jelas kiranya, bahwa tujuan Landreform yang diselenggarakan di Indonesia adalah untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. 4. Landasan Hukum Kebijakan Landreform Menurut I Nyoman Budi Djaya (1989) landasan hukum sebagai basis yuridik, kegiatan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a. Landasan Ideal: Pancasila b. Landasan Konstitusional: Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 c. Landasan Operasional: 1. TAP MPR No. IX Tahun 2001 pasal 5 butir (b), yaitu : Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (Landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat...

5 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Pasal-pasal di dalam Undang-undang Pokok Agraria khususnya dalam Pasal 7, 10, 13 dan 17 merupakan ketentuan yang secara khusus mengatur tentang pelaksanaan Landreform di Indonesia dengan rincian sebagai berikut. a. Pasal 7, pemilikan tanah yang melampaui batas dilarang. b. Pasal 10 Ayat (1), subjek hak atas tanah (hak tunggal badan hukum) wajib untuk mengerjakan sendiri lahan secara aktif. c. Pasal 13 Ayat (2), pemerintah mencegah usaha agraria yang bersifat monopolistik oleh pihak swasta. d. Pasal 17, mengingat Pasal 7 untuk mencapai tujuan Pasal 2 Ayat (3) UUPA diatur luas minimal dan maksimal lahan yang diatur Pasal 16. Penentuan luas maksimal dan minimal diatur dengan undangundang. Tanah kelebihan batas maksimal diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi dan didistribusikan kepada petani tuna kisma yang memerlukan. Tercapainya batas maksimal ditetapkan dengan undangundang secara bertahap. Konklusi yang dapat diambil adalah bahwa yang diatur dalam undang-undang No.5 Tahun 1960 (UUPA) merupakan suatu ketentuan yang sifatnya pokok atau dasar saja, sehingga masih diperlukan adanya peraturan perundang-undangan organik sebagai pelaksananya. 3. Peraturan Perundang-undangan Organik Landreform Sebagai ketentuan pokok, maka ketentuan di dalam Undang-undang Pokok Agraria yang mengatur Landreform memerlukan pengaturan peraturan perundang-undangan organik sebagai pelaksanaan lebih lanjut undang-undang itu. Sekalipun demikian, ketentuan organik ini apabila di dalam implementasinya secara empirik terdapat pertentangan, maka diperlukan kehadiran asas/prinsip/beginsel untuk menyelesaikannya. Paparan ini akan lebih dahulu membahas tentang apa saja yang termasuk di dalam peraturan perundang-undangan organik ketentuan Landreform dalam Undangundang No. 5 tahun 1960 sebagai berikut. 1. Undang-undang No.56/PRP/1960 (LN.1960 No.174) Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1961 ditingkatkan menjadi undang-undang. 2. Peraturan Pemerintah No.224/1961 (LN No.280) Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. 3. Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1977 (LN No.5) Pemilikan Tanah Pertanian Secara Absenti oleh Pensiunan Pegawai Negeri Sipil. 4. Keputusan Presiden No.55 Tahun 1980 Organisasi dan Tata Cara Penyelenggaraan Landreform. 5. Keputusan Menteri Agraria No.978/KA/1960 Penegasan Luas Tanah Pertanian. 6. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 1973 Larangan Pemilikan Tanah Pertanian Yang Melampaui Batas. 7. PMDN No. 15 Tahun 1974 tentang Pedoman Tindak Lanjut Pelaksanaan Landreform. 8. PMDA No. 20 Tahun 1963 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Gadai. 9. UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian. 10. Instruksi Presiden No. 13 Tahun 1980 tentang Pedoman

6 378 Pelaksanaan UU No. 2 Tahun UU No. 7 Tahun 1970 tentang Penghapusan Pengadilan Landreform. 5. Obyek Landreform Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-undang No.56/PRP/ 1960, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961 (TLN 2322) tentang Pelaksanaan Pembagjan Tanah dan Pembenan Ganti Kerugian yang kemudian diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1964 (TLN 112). Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961, tanah-tanah yang terkena objek Landreform yang akan diredistribusikan adalah, sebagai berikut. a. Tanah kelebihan batas maksimal sebagaimana dimaksud oleh Undangundang No.56/PRP/1960 serta tanahtanah yang jatuh kepada negara, karena subjek haknya melanggar ketentuan Landreform. b. Tanah-tanah yang diambil oleh negara (pemerintah), karena pemiliknya berdomisili di luar kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 3 Ayat (5) peraturan pemerintah tersebut. c. Tanah Swapraja dan tanah negara Eks Swapraja yang beralih kepada negara, sebagaimana dimaksud Diktum Keempat huruf A Undang-undang No.5 Tahun d. Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria. 6. Program Landreform Program Landreform sangat ditentukan oleh kondisi suatu negara sebab Landreform merupakan sasaran atau target yang harus diwujudkan oleh pemerintah suatu negara. Oleh karena itu, suatu negara yang telah beralih negara agraris menuju negara industri, berarti pemertintahnya mampu mewujudkan tujuan Landreform tersebut. Menurut Supriadi 16 dan Soegijanto Padmo, 17 Program Landreform di Indonesia meliputi: 1. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah. 2. Larangan pemilikan tanah secara absentee atau guntai 3. Redistribusi tanah-tanah yang selisihnya dari batas maksimum, tanah-tanah yang terkena larangan absentee, tanah-tanah bekas swapraja dan tanah-tanah negara. 4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan. 5. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian menjadi bagianbagian yang terlampau kecil. 7. Hasil Pelaksanaan Landreform Seberapa besar hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan Landreform di Indonesia? Kiranya tidak mudah menjawab pertanyaan ini dengan memuaskan, mengingat tidak mudahnya memperoleh data yang akurat mengenai pelaksanaan semua program tersebut. Oleh sebab itu pula sebenarnya tidaklah mudah untuk menilai apakah Landreform di Indonesia selama ini sudah berhasil ataukah belum. Dalam Pembukaan Sidang I Panitia Pertimbangan Landreform Pusat, Mei 1982, Menteri Dalam Negeri menjelaskan, bahwa sejak 15 tahun kurang terdengar kegiatan panitia Landreform dan karenanya timbul kesan, seolah-olah Landreform di Indonesia tidak diperlukan lagi. Suatu anggapan yang tidak benar. Diakuinya bahwa sejak pemberontakan G 30 S/PKI memang terasa adanya perasaan takut dan lain-lain dari masyarakat dan aparat pemerintah untuk mengucapkan kata landreform apalagi melaksanakannya, karena kata landreform itu

7 379 diidentikkan dengan komunis. Padahal landreform adalah kebijakan pertanahan yang dilaksanakan di hampir semua negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 18 Mengenai hasil pelaksanaan Landreform di Indonesia, Arie Sukanti Hutagalung menyebutkan, bahwa tidak ada data yang akurat mengenai pendaftaran tanah (land cadastre), pemilikan tanah secara minimum dan maksimum, jumlah orang yang tidak mempunyai tanah, buruh tani, dan sebagainya. Juga dikatakannya tidak ada yang tersedia mengenai tanah yang didistribusikan yang dapat dipakai untuk Jenis Tanah Tahap I (1963/1964) (Jawa & Nusa Tenggara) mengetahui sejauh mana program redistribusi tanah mempengaruhi baik kesejahteraan sosial maupun peningkatan produksi pertanian. Bahkan atas tabel-tabel mengenai tanah yang didistribusikan, Arie Sukanti Hutagalung mengomentarinya sebagai memperlihatkan perbedaan data yang ada yang merupakan kelemahan mekanisme landreform. Meskipun demikian, dari tabel-tabel yang telah dikutipnya, kiranya dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan landreform dan masalah yang dihadapi termaksud. DAFTAR LUAS TANAH YANG DIREDISTRIBUSI Tahap II (1965) (terutama Sumatra) Data Maret 1974 Data Maret 1977 Ha KK Ha KK Ha KK Ha KK Tanah kelebihan Tanah absentee Tanah swapraja Tanah negara Jumlah Modifikasi dari 4 buah tabel yang dimuat/dikutip Arie Sukanti Hutagalung: Program Redistribusi Tanah di Indonesia, 1985, hlm, Selain redistribusi tanah, hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan Landreform adalah: a. Penertiban administrasi Landreform. b. Penyelesaian pembayaran ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan dan guntai (Absente). c. Penyelesaian litimidasi tanah-tanah partikelir dan tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw. d. Penyelesaian sengketa Landreform. e. Pembinaan petani Landreform. f. Adanya perubahan sikap mental petani yang semula tidak menjadi pemilik tanah. 19 Sementara itu, pada tataran pelaksanaan Landreform di tingkat nasional (pusat) menurut laporan Forum Keadilan, bahwa data sampai bulan Juni 1998 menunjukkan dari hektar tanah objek Landreform, baru didistribusikan hektar (56,4%). Jumlah penerima tanah redistribusi tanah adalah keluarga petani. Setelah UUPA, nyatanya baru separuh dari tanah objek Landreform tersebut. 20 Data ini sedikit berbeda dengan yang dikeluarkan oleh BPN (Kepala BPN, 2001), dimana dari total obyek tanah Landreform ha, pada kurun waktu telah diredistribusikan tanah seluas ha (52%) kepada petani penerima. Selain itu, untuk tanah absentee dan tanah kelebihan maksimum telah dilakukan ganti rugi oleh pemerintah seluas ha

8 380 kepada orang bekas pemilik, dengan nilai ganti rugi lebih dari Rp. 88 trilyun. Khusus selama era pemerintahan Orde Baru, untuk menghindari kerawanan sosial politik yang besar, maka Landreform diimptementasikan dengan bentuk yang sangat berbeda. Peningkatan akses petani kepada tanah dilakukan melalui kebijakan berupa penyeimbangan sebaran penduduk dengan luas tanah, dengan cara memindahkan penduduk ke daerah-daerah yang tanahnya luas melalui transmigrasi. Program ini kemudian dibarengi dengan program pengembangan PIR (Perkebunan Inti Rakyat). Luas tanah yang diberikan kepada transmigran dan petani plasma mengikuti ketentuan batas minimum penguasaan yaitu 2 ha lahan garapan per keluarga. 21 Bertitik tolak dari ketentuan dalam Pasal 7 UUPA di atas, maka secara substansi tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini disinyalir oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang Pembaruan Hukum Agraria bahwa: Jika ditelesuri, dari berbagai kebijakan pemerintah, penguasaan lahan dalam jumlah besar agaknya bermula pada tahun 1980-an. Sebagian besar penguasaan tanah tidak hanya berada di tangan perusahaan HPH (Hak Pengelolaan Hutan), tetapi juga perusahaan-perusahaan yang mendapat konsesi pertambangan atau kontrak karya pertambangan. Selain itu, perusahaanperusahaan besar yang berbisnis di bidang perkebunan atau agrobisnis juga menguasai lahan yang tidak sedikit. Selain penguasaan tanah yang melampui batas akibat dari pemberian pembukaan lahan untuk keperluan perkebunan, pertambangan dan lapangan golf, maka Danto, Gunawan Wiradi dan Dianto Bachtiar mencatat bahwa sampai pada tahun 1998, sedikitnya 660 unit produksi HPH atau Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) menguasai lahan seluas 48,3 juta hektar hutan. Kalau dirata-rata maka setiap perusahaan menguasai 72,6 hektar. Dalam hal ini terdapat 12 konglomerat yang menguasai 16,7 juta hektar, sebagai perbandingan Perum Perhutani perusahaan milik negara hanya menguasai 3 juta hektar. 22 Dari uraian tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan kebijakan landreform di Indonesia belum memenuhi harapan, sebagaimana amanah UUPA. C. Kendala-Kendala Pelaksanaan Landreform Pelaksanaan landreform di Indonesia, mengalami perubahan seiring dengan terjadinya perubahan peta politik di Indonesia. Pada tahun yang diwarnai oleh kekerasan politik menjadi mimpi buruk dan puncak pergolakan politik yang bermuara dengan tumbangnya rezim Orde Lama dengan korban manusia yang luar biasa. Kejadian ini menjadi trauma dan untuk selanjutnya trauma ini direproduksi terus-menerus bagi keutuhan rezim baru. Memang diakui bahwa kebanyakan perjuangan landreform telah dibarengi dengan kekerasan dan ketidakstabilan politik. 23 Lebih jauh Noer Fauzi mengatakan bahwa puncak dari ketidakmampuan kebijakan mengakomodasikan pelbagai kepentingan dengan perumusan ideologi yang beragam adalah terputusnya pelaksanaan Landreform. Alhasil pelaksanaan Landreform menemui kegagalan, karena dinamika faktor-faktor berikut: (i) Kelambanan praktik-praktik pemerintah melaksanakan hak menguasai negara; (ii) Tuntutan (organisasi) massa petani yang ingin mendistribusikan tanah secara segera sehingga menimbulkan aksi sepihak; (iii) Unsur-unsur anti-landreform melakukan pelbagai mobilisasi kekuatan landing dan siasat mengelak bahkan meninggalkan Landreform; (iv) Terlibatnya kekerasan antara unsur pro-landreform dengan unsur anti-landreform yang merupakan pelebaran dari konflik kekerasan pada tingkat elite politik yang bekerja di tubuh rezim. 24

9 381 Dalam Laporannya, Menteri Agraria Sadjarwo mengemukakan hambatanhambatan pokok pelaksanaan landreform: a. Adanya administrasi tanah yang tidak sempurna, mengakibatkan sukarnya mengetahui secara tepat luas tanah yang akan dibagikan dalam landreform. Kelemahan administrasi ini sering membuka peluang bagi penyelewenganpenyelewengan. b. Masih ada orang-orang yang belum menyadari penting dan perlunya landreform bagi penyelesaian revolusi. Kadang-kadang terjadi tindakan-tindakan merintangi landreform dengan berbagai dalih. c. Sebagian anggota panitia tidak menaruh perhatian sepenuhnya terhadap pelaksanaan landreform, karena kesibukan tugas atau kepentingan dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan ada tanah yang dibebaskan/dikeluarkan dari daftar tanpa alasan yang benar, sehingga menimbulkan salah alamat dan sebagainya. d. Organisasi-organisasi Massa petani yang diharapkan memberi dukungan dan kontrol di sejumlah daerah belum diberi perarian dalam kepanitiaan landreform. e. Adanya tekanan-tekanan psikologi dan ekonomis dari tuan-tuan tanah kepada para petani di sejumlah daerah, membuat para petani belum merupakan kekuatan sosial untuk memperlancar pelaksanaan landreform. f. Dalam penetapan prioritas panitia sering menghadapi kesukaran-kesukaran karena penggarap yang tidak tetap perubahan administrasi pemerintahan sehingga tanah itu menjadi absentee (guntai). Hal ini sering menimbulkan konflik antar petani atau antar golongan. 25 Menurut Mansur Fakih ada beberapa tantangan untuk melaksanakan reformasi agraria pada era globalisasi saat ini 26. Pertama, gagasan reformasi agraria dengan prasyarat Landreform yang lebih memihak pada kepentingan untuk mensejahterakan rakyat pada dasarnya bertentangan dengan agenda globalisasi yang lebih mengabdi pada kepentingan perusahaan transnasional raksasa (TNCs) dan pemilik modal raksasa, yang justru menjadi pendorong globalisasi. Kampanye besar-besaran terhadap gagasan globalisasi melalui media global sangat bertentangan dengan gagasan reformasi agraria, terutama gagasan landreform. Tantangan kedua, bagi gagasan landreform adalah karena ia juga bertabrakan dengan gagasan modernisasi dan pembangunan yang dewasa ini memenangkan wacana mengenai persoalan kemiskinan, yang dalam bentuk nyatanya bernama Revolusi Hijau. Kebijakan pembangunan pertanian ini sangat membuat frustasi bagi mereka yang ingin memahami dan memerangi proses pemiskinan melalui solusi yang secara srruktural lebih mendasar. Masalah kemiskinan di pedesaan dan keamanan pangan oleh kaum modernis direspon dengan pendekatan prakstis melalui proyek sempit pembangunan pedesaan, tanpa kaitan analisis politik ekonomi antara terbelakangnya suatu desa dan kaitannya dengan sistem politik pada tingkat yang lebih makro, yakni tingkat nasional maupun global. Padahal kalau dilihat lebih kritis, apakah Revolusi Hijau merupakan jalan keluar, atau justru sebagai bagian dari masalah. Karena ternyata Revolusi Hijau sebagai salah satu bentuk implementasi dari model pernbangunan pertanian memiliki kaitan yang erat dengan marginalisasi terhadap petani kecil. Dengan kata lain Revolusi Hijau yang merupakan proses yang menciptakan ketergantungan dan keterbelakangan ekonomi teknologi, budaya, pengetahuan, gender maupun politik secara sistemik berkaitan dengan pemiskinan petani. Karena sesungguhnya Revolusi Hijau bukan sekedar program teknik pertanian belaka, melainkan suatu strategi perubahan dan penyingkiran kebudayaan pertanian lokal. Selama empat puluh abad pengetahuan masyarakat dalam bertani

10 382 untuk pertama kalinya menghadapi penggusuran. Menurut kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Government Organization (NGO) khususnya yang bergerak memberikan advokasi masyarakat petani Gurem, petani tunakisma. Kalangan ini mencermati kegagalan pelaksanaan Landreform lebih diakibatkan oleh persoalan politik pada era Orde Lama yang ditandai dengan: a. kuatnya kekacauan politik, padahal Landreform dijadikan komoditas politik dan menjadi arena pertarungan berbagai kelompok kepentingan politik yaitu : komunis dan kapitalis, dan b. lemahnya kemampuan/kapasitas ilmu dan korupnya administrasi pemerintahan pelaksana Landreform. Pemerintah Orde Lama menggunakan program Landreform sebagai alat menjawab masalah ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah serta memajukan kemakmuran dan keadilan petani miskin. 27 Berbeda halnya dengan pemerintah Orde Baru sama sekali ngesampingkan program Landreform dan bukan sebagai jawaban atas persoalan ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah yang semakin meluas. Hal demikian merupakan konsekuensi diterapkannya Pembangunanisme yang menjadi pilihan pemerintah justru memperkuat masalah ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di pedesaan maupun perkotaan yang pada gilirannya menambah jumlah angka kemiskinan. Menurut Arie Sukanti Hutagalung, 28 paling tidak ada dua penyebab kegagalan pelaksanaan program Landreform di Indonesia yaitu faktor yuridik dan non yuridik. Secara yuridik, adanya kesulitan menentukan tanah yang harus diredistribusikan setelah melihat kenyataan sangat terbatasnya penguasaan dan pemilikan tanah di pulau Jawa dan Bali. Bagaimana mungkin luas tanah yang kurang dari 2 hektar harus dibagi-bagi. Di samping itu, adanya ketentuan pengecualian dari tanah yang terkena objek Landreform seperti para pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang pada kenyataannya sebagian besar menguasai lahan pertanian dalam skala sekian ratus bahkan ribu hektar. Pengecualian terjadi pula atas tanah jabatan atau tanah bengkok dan tanah-tanah Adat sebagai hak yang diakui oleh Pasal 5 Undang-undang No.5 Tahun 1960 dan Penjelasannya angka III/1 yang tidak memberikan suatu gambaran secara konkret dan faktual bagaimana Hukum Adat sekarang harus ditentukan. Fakta demikian, membawa pada suatu kesimpulan bahwa hakikatnya dari perangkat hukum yang ada memberikan pemaknaan yang berlainan sehingga dalam tataran empirik menimbulkan kemacetan dalam pelaksanaannya. Demikian pula, banyaknya pengecualian yang diberikan oleh perangkat hukum akan membawa akibat pada inkonsistensi dalam implementasi di lapang. Kondisi tersebut sama dengan pendapat AP-Parlindungan, 29 pendapat Achmadi Sodiki, 30 Maria S. Sumardjono 31 maupun pendapat Soediono MP. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi yang dikutip Soedjarwo Soemihardjo. 32 Fakta non yuridik yang perlu ditinjau pula adalah bahwa untuk efektifitas suatu peraturan perundang-undangan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh sikap berbagai kelompok sosial terhadap pelaksanaan undang-undang Landreform sendiri. 33 Kurang baiknya administrasi di bidang pertanahan, sehingga data tentang hak-hak atas tanah, luas tanah usaha tani kurang akurat, akibatnya program redistribusi tanah mengalami hambatan, kinerja menjadi lamban, maraknya biaya siluman, penyalahgunaan informasi tentang pertanahan merupakan bentuk-bentuk hambatan tersebut. (Lihat Hutagalung, 1985:93). 34 Menurut Syahyuti, kendala-kendala pelaksanaan Landreform di Indonesia adalah: 1. Lemahnya Keinginan Elite Pilitik dan Kapasitas Pemerintah Lokal.

11 Ketiadaan Organisasi Masyarakat Tani yang Kuat dan Terintegrasi. 3. Miskinnya Ketersediaan Data Pertanahan dan Keagrariaan. 4. Ketersediaan dan Alokasi Anggaran yang Kecil. D. Solusi dan Implikasi Pelaksanaan Landreform Landreform sebagai sarana Roforma Agraria secara umum mensyaratkan dua hal pokok, dalam posisi ibarat dua sisi mata uang, yaitu Komitmen Politik Pemerintah yang kuat di satu sisi, dan tersedianya modal sosial (sosial capacity) misalnya berkembangnya civil society yang memadai. Menurut Abdurrahman (2004), di pundak para politikuslah masalah besar Landreform terletak. Hanya mereka yang mampu melakukannya, atau sebaliknya pada mereka jugalah yang memastikan apakah Landreform dapat dilaksanakan atau tidak sama sekali. Kunci pelaksanaan Landreform bukanlah pada perencana, pakar, ataupun Undang-Undang, meskipun dalam tataran wacana semua pihak boleh dan memang sebaiknya ikut terlibat. Hal ini sama dengan pendapat AP. Parlindungan (1989) bahwa pelaksanaan Landreform yang terpenting menurutnya adalah penjabaran lebih dari kehendak politik (Political Will). Menurut Mansour Fakih, 35 meminjam analisis Schuler (1994) tentang bagaimana menciptakan strategi untuk memperjuangkan perubahan kebijakan dan hukum. Ia mengingatkan bahwa hukum ataupun undang-undang pada dasarnya memiliki tiga dimensi yang secara dialektika saling berkaitan. Pertama, aspek isi dari hukum tersebut (content of the law). UUPA 1960 masih mempunyai persoalan isi yang perlu dikaji kembali untuk kemudian direvisi dan diperbaiki. Misalnya saja yang menyangkut soal batas maksimum dan batas minimum yang lebih sesuai, serta kriteria skala prioritas mengenai siapa yang berhak menerima distribusi tanah. Untuk itu diperlukan studi mengenai pemilikan dan penguasaan tanah yang akurat, dengan pemetaan tanah yang melibatkan petani miskin sendiri. Revisi terhadap UUPA 1960 ini selain mencoba memperbaiki isi Uundang-Undang tersebut, juga merupakan usaha advokasi untuk menegaskan kembali bahwa UUPA 1960 masih berlaku, konstitusional, namun telah dilupakan. Aspek yang kedua setelah merevisi isi UUPA 1960 adalah menyangkut structure of the law atau administrative of the law, yakni aparat penyelenggara undang-undang. Aspek yang ketiga dan yang terberat adalah menyangkut persoalan culture of the law atau budaya hukum. Seperti banyak kasus menunjukkan bahwa tidak serta merta diberlakukannya suatu undang-undang, benar-benar disadari manfaat, kepentingan dan efektivitasnya oleh masyarakat yang sesungguhnya memerlukan undang-undang tersebut. Banyak petani miskin dan buruh tani penggarap dewasa ini bahkan tidak mendengar dan tidak memahami apa yang disebut landreform. Pada era reformasi ini, Politik Hukum sebagai wujud political will dari pemerintah dalam rangka Reforma Agraria mulai tampak, dimana MPR telah mendukung dengan mengeluarkan Tap MPR No.IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, dimana dalam pasal 5 butir (B) berisi politik hukum, yaitu Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (Landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat. Setain itu, Presiden memerintahkan kepada BPN melalui Keppres No. 34 tahun 2003 untuk: (1) Menyusun RUU untuk menyempurnakan UUPA dan RUU tentang Hak Alas Tanah, (2) Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan untuk menunjang landrefrom dan pemberian hak atas tanah, dan (3) Penyerahan sembilan jenis kewenangan pertanahan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.

12 384 Menurut Soediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, ada harapan besar program SBY tentang Reforma Agraria yang dicanangkan dalam pidato kampanye beliau (April 2004) akan dapat dilaksanakan dalam periode ini. 36 Setelah lama ditunggu-tunggu, satu dari sekian banyak janji kampanye Presiden SBY, akhirnya mulai digulirkan, yakni membagi-bagikan tanah pada rakyat miskin atau sering disebut dengan istilah Landreform. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengungkapkan hal itu kepada wartawan seusai mengikuti Rapat Terbatas tentang Reformasi Agraria di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/5). Joyo Winoto menjelaskan, ada tiga kriteria tanah yang dibagikan kepada penduduk miskin. Pertama, tanah-tanah yang menurut undang-undang bisa diredistribusikan, termasuk tanah-tanah hasil Landreform sebelumnya, seluas 1,1 juta ha. Kedua adalah tanah-tanah yang berasal dari hutan produksi konversi seluas 8,5 juta ha. Ketiga adalah tanah yang sedang diidentifikasi Departemen Kehutanan dan BPN. Dalam tulisannya di sebuah harian terbitan ibukota, Rabu (23/5), Joyo Winoto menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan reforma agraria adalah melakukan penataan atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah (P4T) atau sumbersumber agraria menuju suatu struktur yang berkeadilan dan langsung mengatasi persoalannya. Menyangkut lahan-lahan yang akan dibagikan, Joyo Winoto menjelaskan lebih rinci, bahwa presiden SBY mengalokasikan 8,5 juta ha tanah yang berasal dari kawasan hutan, dan 1,1 juta ha yang berasal dari berbagai sumber lainnya, termasuk diantaranya tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee yang telah ditetapkan berdasarkan UU tetapi masih belum diredistribusikan, tanah-tanah negara yang haknya telah berakhir, tanah-tanah yang pemanfaatan dan penggunaannya tidak sesuai dengan surat keputusan pemberian haknya, tanah-tanah yang secara fisik dan secara hukum terlantar, dan jenis-jenis tanah lainnya yang telah diatur UU. Namun demikian, menurut Joyo Winoto, program Landreform ini belum serta merta dilaksanakan, karena saat ini jajaran BPN di seluruh Indonesia masih sedang mempersiapkan desain tahapan dan perkembangan implementasi dari reformasi agraria tersebut. Menurutnya, PP itu akan mengatur mekanisme reformasi agraria, yang dalam waktu dekat akan dikeluarkan. E. Penutup Program Landreform sebagai wujud Politik Hukum Pemerintah Indonesia guna memenuhi amanat Konstitusi, masih tetap diperlukan untuk penataan ulang sistem dan hubungan keagrarian yang lebih adil. Meskipun dalam pelaksanaannya belum menunjukkan hasil yang diharapkan mulai masa Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Refomasi. Terdapat empat faktor penting sebagai prasyarat agar landreform dapat dilaksanakan yaitu: Kesadaran dan kemauan politik, organisasi petani yang kuat, ketersediaan data yang lengkap serta dukungan anggaran yang memadai. Sebagai saran dan rekomendasi, salah satu peluang yang lebih realistis adalah melaksanakan program Landreform secara terbatas, yaitu untuk wilayah-wilayah yang tekanan penduduk dan konflik pertanahannya masih ringan, terutama di luar Jawa. Ide ini dapat menjadi satu point yang menarik, karena dengan segala permasalahan yang dihadapi ini, berpikir untuk melakukan reforma agraria secara serentak dan menyeluruh dapat dikatakan hampir mustahil. Landreform terbatas di sebagian wilayah banyak diterapkan negaranegara lain, misalnya di India dan Jepang. Agar diperoleh hasil yang optimal, maka program Landreform harus dilaksanakan dengan kesiapan unsur-unsur pembaruan agraria yang lain. Redistribusi

13 385 lahan di satu wilayah hanya akan meningkatkan kesejahteraan, jika disiapkan unsur-unsur lain seperti infrastruktur, bentuk-bentuk usaha yang akan dikembangkan oleh masyarakat, dukungan permodalan untuk usahatani, serta teknologi dan pasar. Pelaksanaan Landreform yang terlepas dari konteks pembaruan agraria hanya akan menghasilkan anarkhi, konflik, penelantaran tanah dan maraknya jual beli lahan yang bisa saja akan memperparah ketimpangan. Karena itu, jika satu wilayah akan menjalankan Landreform maka seluruh pihak harus mendukung dan siap dengan kebijakan dan peranannya masing-masing. Daftar Pustaka Blitanagy, Josef Johanes, Hukum Agraria Nasional Suatu Pembaharuan Sejarah dan Sistim Politik Hukum Pertanahan di Indonesia, Ende Flores: Nusa Indah, Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri, Bunga Rampai Landreform di Indonesia, Fakih, Mansour, Reformasi Agraria Perubahan Politik Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fauzi, Noer, Penghancuran Populisme dan Pembangunan Kapitalisme: Dinamika Politik Agraria Indonesia Pasca Kolonial, dalam Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan (ed.), Jakarta: Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia, Hardiyanto, Andik, Agenda Reformasi di Indonesia Sekarang, Bandung: Konsorsium Pembaruan Agraria Bekerja sama dengan INPI-Pact, Bandung, Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan, Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, Hutagalung, Arie Sukanti, Program Redistribusi Tanah di Indonesia Suatu Sarana ke Arah Pemecahan Masalah Penguasaan Tanah dan Pemilikan Tanah, Jakarta: Rajawali Press, Komisi Landreform dan Peardilan Agraria Konsorsium Pembaruan Agraria, t.t. Kuswahyono, Imam, Tunggul Anshari S, Bunga Rampai Politik dan Hukum Agraria di Indonesia, Malang: IKIP Malang dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Mertokusumo, Sudikno, Sudjito, Landreform, t.k.: Universitas Terbuka, Notohamidjojo, Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Gunung Mulia, Padmo, Soegijanto, Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten , t.k.: Media Pressindo Bekerja sama dengan Konsursium Pembaruan Agraria (KPA), Parlindungan, AP., Politik dan Hukum Agrarian Zaman Orde Baru Prisma, No. 4 Tahun XVIII, Jakarta: LP3ES, Ruchiyat, Eddy, Pelaksanaan Landreform dan Jual Gadai Tanah Berdasarkan Undang- Undang No.56 (Prp) Tahun 1960, Bandung: Armico, Sodiki, Achmad, Hukum Tanah: Aspek Bidang-Bidang Kajian yang Perlu Diteliti dan Dikembangkan Perguruan Tinggi, Makalah, Disajikan dalam Forum Komunikasi Bidang Hukum Dirjen Dikti, Bandungan Semarang, tanggal November Soeromihardjo, Soedjarwo, Mengkritisi Undang-Undang Pokok Agraria Meretas Jalan menuju Penataan Kembali Politik Agraria Nasional, Jakarta: Cerdas Pustaka Publiser, 2009.

14 386 Sumarjono, Maria S. W., Reformasi Hukum Pertanahan dalam Arena Hukum, Majalah Triwulanan, Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Sumardjono, Maria S., Penyempurnaan UUPA dan Sinkronisasi Kebijakan, Kompas, Jakarta, 24 September Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, Suryawasita, Asas Keadilan Sosial, Yogyakarta: Kanisius, Suseno, Franz Magnis, Etika Umum, Yogyakarta: Kanisius, Sutojo, UUPA dan Pelaksanaan Landreform, t.k.: Staf Penguasa Perang Tertinggi, Syahyuti, Kendala Pelaksanaan Landreform di Indonesia Analisa Terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, t.t. * Jurusan Syariah STAIN Tulungagung Jawa Timur 1 Notohamidjojo, Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: Gunung Mulia, 1975), pp Franz Magnis Suseno, Etika Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1985), pp Suryawasita, Asas Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), pp Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1982), p Maria S. W. Sumarjono, Reformasi Hukum Pertanahan dalam Arena Hukum, Majalah Triwulanan, (Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 1990), p Imam Kuswahyono, Tunggul Anshari S, Bunga Rampai Politik dan Hukum Agraria di Indonesia, (Malang: IKIP Malang dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 1999), p Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi Tanah di Indonesia Suatu Sarana ke Arah Pemecahan Masalah Penguasaan Tanah dan Pemilikan Tanah, (Jakarta: Rajawali Press, 1985), p Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), p Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), p Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi, p Josef Johanes Blitanagy, Hukum Agraria Nasional Suatu Pembaharuan Sejarah dan Sistim Politik Hukum Pertanahan di Indonesia, (Ende Flores: Nusa Indah, 1984), p Ibid., p Sutojo, UUPA dan Pelaksanaan Landreform, (t.k.: Staf Penguasa Perang Tertinggi, 1961), p Eddy Ruchiyat, Pelaksanaan Landreform dan Jual Gadai Tanah Berdasarkan Undang-Undang No.56 (Prp) Tahun 1960, (Bandung: Armico, 1983), pp Josef Johanes Blitanagy, Hukum Agraria, p Supriadi, Hukum Agraria, p Soegijanto Padmo, Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten , (T.tp.: Media Pressindo Bekerja sama dengan Konsursium Pembaruan Agraria (KPA), 2000), p Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri, Bunga Rampai Landreform di Indonesia, 1982), p. x. 19 Sudikno Mertokusumo, Sudjito, Landreform, (t.k.: Universitas Terbuka, 1988), pp Supriadi, Hukum Agraria, p Syahyuti, Kendala Pelaksanaan Landreform di Indonesia Analisa Terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria, (Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, t.t.), p Supriadi, Hukum Agraria, pp Andik Hardiyanto, Agenda Reformasi di Indonesia Sekarang, (Bandung: Konsorsium Pembaruan Agraria Bekerja sama dengan INPI-Pact, Bandung, 1998), p. x. 24 Noer Fauzi, Penghancuran Populisme dan Pembangunan Kapitalisme: Dinamika Politik Agraria Indonesia Pasca Kolonial, dalam Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan (ed.), (Jakarta: Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia, 1997), p Ibid., p Mansour Fakih, Reformasi Agraria Perubahan Politik Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997), pp. xix-xxi. 27 Komisi Landreform dan Peardilan Agraria Konsorsium Pembaruan Agraria, t.t., p Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi, pp AP. Parlindungan, Politik dan Hukum Agrarian Zaman Orde Baru Prisma, No. 4 Tahun XVIII, (Jakarta: LP3ES, 1989), pp

15 Achmad Sodiki, Hukum Tanah: Aspek Bidang-Bidang Kajian yang Perlu Diteliti dan Dikembangkan Perguruan Tinggi, Makalah, Disajikan dalam Forum Komunikasi Bidang Hukum Dirjen Dikti, Bandungan Semarang, tanggal November 1996, p Maria S. Sumardjono, Penyempurnaan UUPA dan Sinkronisasi Kebijakan, Kompas, Jakarta, 24 September 2003), pp Soedjarwo Soeromihardjo, Mengkritisi Undang-Undang Pokok Agraria Meretas Jalan menuju Penataan Kembali Politik Agraria Nasional, (Jakarta: Cerdas Pustaka Publiser, 2009), p. v. 33 Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi, p Ibid., p Mansour Fakih, Reformasi Agraria, p. xxiv. 36 Soejarwo Soeromihardjo, Mengkritisi, p. ix.

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako.

*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako. LANDREFORM SEBAGAI SOLUSI MASALAH KETIMPANGAN PEMILIKAN DAN PENGUASAAN TANAH Marini Citra Dewi* 1 Abstract Implementation of the land reform program is an effort made by each country to make changes in

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut : 115 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perndaftaran tanah pertanian hasil redistribusi tanah Absentee dalam

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermatapencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai pemilik tanah, petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai petani pemilik tanah,

Lebih terperinci

LAND REFORM MELALUI PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP UU NO. 56/PRP/ TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN)

LAND REFORM MELALUI PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP UU NO. 56/PRP/ TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN) LAND REFORM MELALUI PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP UU NO. 56/PRP/ TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN) Sulasi Rongiyati * Abstract Land reform is intended to improve

Lebih terperinci

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA DR YAGUS SUYADI, SH, MSi ISSUE UTAMA MASALAH AGRARIA TERDAPAT KETIMPANGAN

Lebih terperinci

STUDI TENTANG LAND REFORM DALAM PERSPEKTIF REFORMASI HUKUM AGRARIA

STUDI TENTANG LAND REFORM DALAM PERSPEKTIF REFORMASI HUKUM AGRARIA Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.19, No.1 Juni 2014, hlm. 10 19 E-mail: fhukum@yahoo.com Website: www.jchunmer.wordpress.com STUDI TENTANG LAND REFORM DALAM PERSPEKTIF REFORMASI HUKUM AGRARIA Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepemilikan Tanah Pertanian Absentee Yang Diakibatkan Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepemilikan Tanah Pertanian Absentee Yang Diakibatkan Karena 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemilikan Tanah Pertanian Absentee Yang Diakibatkan Karena Pewarisan 1. Hak Milik Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengandalkan hidup dari tanah pertanian sehingga tanah merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang sangat erat bagi kehidupan manusia. Hubungan tanah dengan manusia bersifat relijius

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka A.1. Konsep Tinjauan Historis Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM Oleh : HENDRA SUKARMAN, S.H., S.E., M.H. *) ABSTRACT Iplementasi of the mandate of the People's Consultative Assembly Decree

Lebih terperinci

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG Disusun Oleh : BANUN PRABAWANTI NIM: 12213069 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mata pencaharian sebagai petani namun dalam kenyataannya. Petani. hukum yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mata pencaharian sebagai petani namun dalam kenyataannya. Petani. hukum yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara agraris dimana masyarakatnya sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani namun dalam kenyataannya. Petani bukanlah pemilik dari tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara hukum yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti untuk segenap aspek penghidupan

Lebih terperinci

Intan Baiduri Siregar 1 Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3

Intan Baiduri Siregar 1 Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 UPAYA PENEGAKAN HUKUM KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN KERING YANG MELAMPAUI BATAS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Devi Anjarsari NIM : 11.12.5833 Kelompok : Nusa Jurusan : S1 SI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

Kata kunci : Tanah Pertanian, Hak Penguasaan, UU No 56/1960

Kata kunci : Tanah Pertanian, Hak Penguasaan, UU No 56/1960 HAK PENGUASAAN TANAH PERTANIAN YANG MELAMPAUI BATAS DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 I MADE HENDRA PUTRA / D 101 12 036 PEMBIMBING I PEMBIMBING II : Abraham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Henry Bernstein,Jurnal of Agrarian Change, Vol.13 No.2, 2013 Blackwell Publishing Ltd, London, 2013, Hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Henry Bernstein,Jurnal of Agrarian Change, Vol.13 No.2, 2013 Blackwell Publishing Ltd, London, 2013, Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai kemakmuran rakyat. Tanah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari pemasalahan yang ada, yaitu :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari pemasalahan yang ada, yaitu : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil uraian dan analisa yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan dari pemasalahan yang ada, yaitu : 1. Pengaturan Pengecualian Larangan Pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan manusia. Karena bagi manusia, tanah merupakan tempat untuk hidup

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB III KETERIKATAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN LANDREFORM. tanah. Akan tetapi dalam konsep landreform yang sesungguhnya tidaklah

BAB III KETERIKATAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN LANDREFORM. tanah. Akan tetapi dalam konsep landreform yang sesungguhnya tidaklah 35 BAB III KETERIKATAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN LANDREFORM A. Pengertian Landreform Secara harfiah istilah landreform berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata land yang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA S I L A B I

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA S I L A B I A. IDENTITAS MATA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA S I L A B I NAMA MATA STATUS MATA KODE MATA JUMLAH SKS DOSEN : HUKUM AGRARIA : WAJIB : HKT 4006 : 3 (TIGA) SKS : 1. Prof. Dr. Moch. Bakri, SH, MS

Lebih terperinci

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin 1 Perkembangan masyarakat di Indonesia terjadi begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di desa-desa juga banyak dijumpai hal tersebut. Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

LANDREFORM: SEJARAH DARI MASA KE MASA 1. asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak petani yang hanya mempunyai sebidang tanah

LANDREFORM: SEJARAH DARI MASA KE MASA 1. asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak petani yang hanya mempunyai sebidang tanah LANDREFORM: SEJARAH DARI MASA KE MASA 1 A. PENDAHULUAN Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia sebagaimana halnya ketimpangan ekonomi/tingkat pendapatan penduduknya adalah sangat tajam

Lebih terperinci

SILABUS. I. Mata Kuliah : HUKUM AGRARIA Kode : HTN 028 Fakultas : Syari ah Program Studi : Hukum Tata Negara Program : S.1

SILABUS. I. Mata Kuliah : HUKUM AGRARIA Kode : HTN 028 Fakultas : Syari ah Program Studi : Hukum Tata Negara Program : S.1 SILABUS I. Mata Kuliah : HUKUM AGRARIA Kode : HTN 028 Fakultas : Syari ah Program Studi : Hukum Tata Negara Program : S.1 Bobot : 2 SKS Sifat : Pilihan II. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini hendak

Lebih terperinci

BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA A. Definisi Sewa Menyewa Setelah mengetahui definisi sewa menyewa beserta deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan kekayaan Nasional yang tercermin dari hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah yaitu hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 Bagaimana bisa dikatakan seseorang mempunyai negara,

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Ruang Lingkup Hukum Agraria RH Pendahuluan Definisi Hukum Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius - berladangan, persawahan, pertanian. KBBI Agraria- urusan pertanian atau pertanahan juga urusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Hukum Agraria Bobot sks Tim Penyusun : : 3 SKS 1. Prof. Dr. Moch. Bakri, SH, MS 2. Dr. Suhariningsih, SH, SU 3. Dr. Iwan Permadi, SH, MH 4. Imam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:56 TAHUN 1960 (56/1960) Tanggal:29 DESEMBER 1960 (JAKARTA) Tentang:PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN [ Dengan UU No 1 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforma Agraria Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, reforma agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan primer manusia adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan primer berarti kebutuhan manusia yang pokok dan bersifat mendesak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumberdaya alam utama yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sebagai suatu sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS.

IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS. IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS. Oleh: Syahyuti @ 2003 Pembaruan agraria, atau sering juga digunakan istilah reforma agraria sebagai pengganti istilah Agrarian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada bagian ini akan dikemukan simpulan yang telah dirumuskan dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian dalam Bab IV, sebagaimana tersebut diatas. 1. Simpulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk memenuhi kebutuhan papan dan lahan yang menjadikan tanah sebagai alat investasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Senin, 9 mei 2016 Landreform, Pendaftaran Tanah, Hak Tanggungan atas Tanah dan Hukum Perumahan dan Pemukiman Pembicara : Rohana Damanik (2012) & Laurensiah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup manusia memiliki peranan yang sangat vital. Masyarakat Indonesia yang bercorak hidup agraris menggantungkan

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bagi Rakyat, Bangsa dan Negara Indonesia Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015

JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015 JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015 oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 disampaikan pada Tentir Hukum Agraria 27 Maret 2015 I. PENGETAHUAN TEORI: 1. a. Jelaskan apa yang dimaksud Domein Verklaring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam kehidupan baik oleh individu, kelompok maupun negara. Dalam usaha memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU. Abdurrahman Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di Indonesia, Bandung: Alumni

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU. Abdurrahman Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di Indonesia, Bandung: Alumni DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Abdurrahman. 1983. Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di Indonesia, Bandung: Alumni Alting, Husen. 2011. Dinamika Hukum Dalam Pengakuan Dan Perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landreform 2.1.1 Pengertian Landreform Istilah Landreform pada mulanya dicetuskan oleh Lenin dan banyak digunakan di negara komunis atau negara blok timur dengan adagium land

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL PASCA REFORMASI SAAT INI

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL PASCA REFORMASI SAAT INI BAB II KEBIJAKAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL PASCA REFORMASI SAAT INI A. Reforma Agraria Pra Reformasi Agenda Reforma Agraria di dalam sejarah bangsa Indonesia memiliki perjalanan yang panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan adalah mengenai pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak hak masyarakat hukum adat

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah 1 BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah tidak hanya bernilai ekonomis

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi tempat manusia, dan mahkluk ciptaan-nya dengan segala isinya

BAB I PENDAHULUAN. Bumi tempat manusia, dan mahkluk ciptaan-nya dengan segala isinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi tempat manusia, dan mahkluk ciptaan-nya dengan segala isinya menjadi tempat hidup dengan tanah sebagi tempat berpijaknya. Tanah menjadi begitu berarti terlebih

Lebih terperinci