Sedangkan target dan realisasi pencapaiannya dapat dilihat pada tabel di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sedangkan target dan realisasi pencapaiannya dapat dilihat pada tabel di"

Transkripsi

1 Ketaatan industri terhadap peraturan perundangan di bidang pengendalian pencemaran lingkungan ditunjukkan dengan pemenuhan terhadap baku mutu limbah yang ditetapkan. Jumlah industri yang dipantau melalui PROPER pada tahun 2014 ditargetkan sebanyak perusahaan dan terealisasi sebesar perusahaan. Berikut trend dan rencana target jumlah industri yang dipantau dan diawasi PROPER dari tahun Gambar 3.1. Target Jumlah Industri yang dipantau dan diawasi melalui PROPER Tahun bawah ini: Sedangkan target dan realisasi pencapaiannya dapat dilihat pada tabel di Tabel 3.6 Target dan Realisasi Jumlah Industri yang Dipantau dan Diawasi Melalui PROPER INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI Jumlah industri yang dipantau dan diawasi industri industri industri industri industri industri industri industri industri industri melalui PROPER 37

2 Tingginya tingkat penaatan industri PROPER juga dipengaruhi oleh perilaku positif industri PROPER yang tahun sebelumnya mendapatkan peringkat tidak taat, atau merah, yang mau memperbaiki kinerjanya. Oleh karena itu pengkondisian perusahaan melalui diseminasi kegiatan dan peraturan ingkungan hidup merupakan hal yangpenting untuk dilakukan, termasuk didalamnya adalah mendorong agar pemerintah daerah lebih berperan dalam pelaksanaan pembinaan ataupun pengawasan pentaatan terhadap industri prioritas di masing-masing wilayahnya. c. Peningkatan kinerja industry dari tidak taat ke taat Indikator ini menggambarkan penurunan beban pencemaran dari industri, sehingga dapat diasumsikan bahwa terjadi peningkatan status ketaatan jumlah industri yang tidak taat dalam pengawasan PROPER menjadi taat. Hal ini diasumsikan bahwa taat adalah apabila industri mempunyai debit/emisi atau air limbah sama tetapi dengan konsentrasi yang lebih kecil (memenuhi BMAL/BME), maka beban pencemar yang ditimbulkan akan menjadi lebih kecil. Sedangkan tidak taat adalah apabila limbah industri melewati baku mutu air limbah/emisi. Target kinerja dari indikator ini adalah 30% industri yang dipantau dan diawasi meningkat kinerjanya dari tidak taat menjadi taat (naik peringkat dari merah menjadi biru/hijau/emas). Realisasinya adalah melampaui target yang ditetapkan yaitui 41% industri yang meningkat kinerjanya, sehingga capaian kinerja dari indikator ini adalah sebesar 136,67%. Gambar 3.2. Perbaikan Kinerja Industri dari Tidak Taat menjadi Taat 38

3 Walaupun prosentase terhadap pemenuhan baku mutu telah melebihi target, tetapi belum semua industri yang dipantau dan dinilai kinerjanya mampu memenuhi kriteria penaatan yang ditetapkan. Hal ini karena pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara diintegrasikan dengan kegiatan PROPER, dan dilaksanakan dengan kriteria yang lebih ketat. Kegiatan pemantauan dan pengawasan melalui PROPER terbukti telah mendorong tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan lingkungan hidup khususnya dalam upaya meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup, baik dari ketaatan terhadap aspek pengendalian pencemaran air limbah, emisi udara maupun terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Agar perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan peserta PROPER memberikan dampak perbaikan kualias lingkungan secara nyata maka jumlah peserta PROPER harus mencapai critical mass. Target tingkat ketaatan PROPER tahun 2002 sampai 2014 sebesar 65%. Pengawasan PROPER melibatkan pejabat pengawas lingkungan hidup daerah (PPLHD) yang berasal dari instansi lingkungan hidup Provinsi dan para peneliti dari perguruan tinggi dalam evaluasi dokumen PROPER. Ketidaktaatan perusahaan dalam penilaian PROPER terutama terjadi pada tahun pertama suatu perusahaan diikutkan dalam kegiatan PROPER. Ketidaksiapan atau masih rendahnya perhatian terhadap urusan lingkungan merupakan kendala umum perusahaan untuk melakukan penaatan. Hal ini juga merupakan indikasi belum optimalnya upaya pembinaan yang dilakukan oleh instansi berwenang di daerah. Untuk itu, peningkatan kapasitas di daerah, serta pendekatan atau pembinaan perusahaan yang tepat sasaran sangat diperlukan. Industri yang berubah ketaatannya umumnya merupakan kegiatan yang merespons secara positif kegiatan PROPER dan memanfaatkannya. d. Jumlah kota metropolitan dan kota besar dengan kualitas udara membaik Penurunan polusi udara perkotaan terdiri atas dua aspek, yaitu menyangkut jumlah kota metropolitan yang dipantau dan prosentase kota yang dipantau yang 39

4 mempunyai peningkatan hasil kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor. Keduanya merupakan bagian dari Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP). EKUP 2014 mentargetkan jumlah kota yang dipantau adalah sebanyak 45 kota, baik kategori metropolitan, besar dan sedang. Dengan keberhasilan memantau sebanyak 45 kota, maka pencapaian kegiatan tahun 2014 untuk jumlah kota yang dipantau adalah 100%. Sedangkan hasil evaluasi terkait kelulusan emisi gas buang kendaraan bermotor menunjukkan bahwa 80% dari ke-45 kota tersebut mampu untuk lulus uji emisi gas buang kendaraan bermotor. Dengan demikian, maka prosentase kota yang dipantau yang mempunyai peningkatan hasil kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor realisasi pencapainnya adalah 160% dari target. Target 45 Kota dalam pelaksanaan EKUP telah dimulai sejak tahun Pada tahun 2012 capaian EKUP adalah 100%, namun pada tahun 2013 hanya mencapai 97,7% yang artinya ada satu kota yang tidak menjalankan EKUP. Pada tahun 2011 dengan target 26 kota dapat direalisasikan seluruhnya atau capaian kinerjanya adalah 100%. Sementara prosentase kota yang dipantau yang mempunyai peningkatan hasil kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor realisasi pencapaiannya adalah 57% pada tahun 2012 dan 160% pada tahun 2013 (Tabel 3.7). Tabel 3.7 Hasil Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan dari tahun 2011 s/d No. Indikator Kinerja Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian 1. Jumlah kota yang 26 Kota 100% 45 Kota 100% 45 Kota 97,7% 45 Kota 100 dipantau 2. Persentase kota yang dipantau yang mempunyai peningkatan hasil - - 7% 57% 50% 160% 50% 160% kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor Lingkup kegiatan dalam EKUP yang dilaksanakan antara bulan Maret sampai Oktober 2014 antara lain meliputi uji emisi kendaraan bermotor selama 3 hari yang dilakukan terhadap 500 kendaraan pribadi per hari di tiap kota. Kegiatan lainnya adalah pemantauan kualitas udara jalan raya (roadside monitoring) dan 40

5 penghitungan kinerja lalu lintas (kecepatan lalu lintas dan kerapatan kendaraan di jalan raya) yang dilakukan secara serentak di 3 (tiga) ruas jalan arteri yang dipilih bersama dan dianggap mewakili suatu kota. Dalam EKUP juga dilakukan pemantauan kualitas bahan bakar di SPBU karena kualitas bahan bakar sangat berpengaruh terhadap kualitas gas buang yang dihasilkan kendaraan. Hasil pengujian emisi kendaraan tahun 2014 menunjukkan bahwa tingkat kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin lebih tinggi dibanding kelulusan kendaraan berbahan bakar solar, masing-masing dengan 90% dan 78%. Dibandingkan dengan hasil evaluasi tahun sebelumnya, dengan jumlah 44 kota, hasil uji emisi kendaraan menunjukkan adanya peningkatan tingkat kelulusan. Pada tahun 2013 rerata tingkat kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin adalah 89%, sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar solar 51%. Gambar 3.3. Tingkat kelulusan uji emisi rerata di 45 kota, 2014 Pengukuran kualitas udara di jalan raya meliputi parameter karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), hidrokarbon (CO), oksidan (O3), partikulat (PM10), dan sulfur dioksida(so2). Tidak terdapat kota yang hasil pengukuran CO, SO2 dan NO2- nya melebihi ambang batas baku mutu. Sementara untuk baku mutu parameter HC dan PM10, masih terlampaui di beberapa kota. Dibandingkan dengan hasil pengukuran HC, SO2, PM10 dan NO2 pada tahun 2013, ada kecenderungan penurunan konsentrasi pencemar tersebut, yang berarti ada peningkatan kualitas udara. Hal sebaliknya terjadi untuk parameter CO, dimana terdapat kecenderungan adanya peningkatan konsentrasi pencemar yang berarti penurunan kualitas udara dari seluruh kota yang dievaluasi pada tahun

6 Gambar 3.4. Perbandingan konsentrasi CO (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 Gambar 3.5. Perbandingan konsentrasi NO 2 (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan Gambar 3.6. Perbandingan konsentrasi HC (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014

7 Gambar 3.7. Perbandingan konsentrasi PM 10 (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 Gambar 3.8. Perbandingan konsentrasi SO 2 (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 Pelaksanaan evaluasi dilakukan bersama-sama dengan pemerintah Provinsi terkait. Dengan menggunakan indikator pemenuhan baku mutu pencemar sulfur dioksida (SO2) dan partikultat (PM10), pada tahun 2014 telah ditetapkan 15 kota dengan kualitas udara terbaik untuk setiap kategori kota, yaitu: Kota Metropolitan: Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Medan, Palembang, Surabaya. Kota Besar: Balikpapan, Malang, Padang, Pontianak, Tangerang Selatan. Kota Sedang/kecil: Ambon, Banda Aceh, Palu, Pangkal Pinang, Serang. 43

8 EKUP diharapkan akan menghasilkan rekomendasi perbaikan kebijakan, strategi dan rencana aksi pengelolaan kualitas udara bagi setiap kota. Melalui EKUP, pemerintah kota didorong untuk menerapkan konsep Transportasi Berwawasan Lingkungan (Environmentally Sustainable Transportation) di kotanya masing-masing. Dalam upaya peningkatan kualitas udara perkotaan, juga dilakukan kegiatan inventarisasi emisi. Inventarisasi emisi merupakan upaya identifikasi dan pendataan terhadap sumber-sumber emisi pencemar udara di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. Kegiatan tersebut dilakukan setelah adanya penetapan batasan wilayah geografis, periode waktu spesifik, dan jenis sumber yang akan diinventarisasi. Melalui lnventarisasi emisi, para pemangku kepentingan akan dapat mengetahui beban pencemaran udara wilayahnya serta perubahan kualitas udara yang terjadi. Hasil inventarisasi emisi dapat digunakan sebagai data dasar untuk perencanaan upaya pengelolaan udara yang leblh baik dan untuk selanjutnya digunakan dalam pengambilan kebijakan strategi dan rencana aksi pengelolaan kualltas udara wilayah tersebut. Tahun 2014 perhitungan inventarisasi emisi dilaksanakan di dua kota yaitu Tangerang dan Medan. Sampai dengan saat ini dari 514 Kabupaten/Kota yang ada diseluruh Indonesia jumlah kota yang telah melakukan perhitungan inventarisasi emisi sebanyak 10 kota yaitu Palembang, Solo, Yogyakarta, Denpasar, Batam, Banjarmasin, Surabaya, Malang, Medan dan Tangerang. e. Penurunan timbulan sampah Target kinerja dari indikator ini adalah 20% dari sampah yang ditimbulkan dapat diturunkan. Hasil dari kinerja ini adalah 20% timbulan sampah yang berhasil diturunkan, sehingga capaian kinerja dari indikator ini adalah sebesar 100%. Permasalahan sampah yang sangat kompleks di perkotaan identik dengan masalah pertumbuhan penduduk yang pesat, 1,49% pada tahun 2013 dan perubahan pola konsumsi masyarakat yang menyebabkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Perkembangan yang terjadi 44

9 selama lebih dari 6 tahun sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,secara teknis belum menunjukkan prestasi yang signifikan antara lain dapat ditunjukkan dalam pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. Beberapa TPA masih dikelola secara sistem pembuangan terbuka (open dumping), akan tetapi baru sebagian kecil mengalami perubahan dibandingkan dengan kondisi 6 tahun yang lalu. Kebijakan pengelolaan sampah sesuai dengan amanat utama pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkutbuang menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumberdaya (resources recycle). Pendekatan yang tepat menggantikan pendekatan end of pipe yang selama ini dijalankan adalah dengan mengimplementasikan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer responsiblity (EPR), pemanfaatan sampah (waste utilisation), dan pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan. Penerapan prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan sejak dari hulu pada saat barang dan kemasan belum dimanfaatkan dan menjadi sampah, sampai dengan hilir pada saat barang dan kemasan mencapai akhir masa gunanya (end of life). 1) Pengelolaan Sampah Perkotaan Program Adipura mendorong tumbuhnya kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan sampah di beberapa kota. Salah satu contohnya adalah Kota Surabaya yang telah melakukan berbagai upaya dalam pengelolaan sampah dari hulu ke hilir yang diintegrasikan dengan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan lainnya seperti pembangunan taman kota dan peningkatan kualitas air sungai yang mengalir di tengah-tengah kota, sehingga telah mewarnai perkembangan kota menjadi kota yang berpredikat environmentally sustainable city. Melalui kerjasama dengan Kota Kitakyushu di Jepang, dan telah diikuti oleh Kota Balikpapan meraih penghargaan environmentally sustainable city 2014, Kota Tangerang meraih penghargaan clean air city 2014 dan sedang dipersiapkan untuk kota-kota lainnya. 45

10 Kota penerima Adipura mulai tahun kecenderungannya terus meningkat, akan tetapi pada tahun 2014 menurun dibandingkan tahu sebelumnya. Secara terinci disajikan dalam gambar sebagai berikut : 400 DATA KOTA PENERIMA ADIPURA JUMLAH KOTA KOTA PENERIMA ADIPURA Linear (KOTA PENERIMA ADIPURA) Gambar 3.9 Data Kota Penerima ADIPURA Tahun Program Adipura pernah berhenti pada tahun 1997 dan mulai kembali tahun 2002, yang terjadi adalah kota-kota menjadi kotor dan sampah dimana-mana. Pada intinya program Adipura mendorong kewajiban kota-kota sesuai amanat Undangundang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah untuk melaksanakan kewajibannya dalam pelayanan pengelolaan sampah kepada masyarakat. Adipura kedepan penekanan pada pengelolaan sampah, kriteria TPA minimal control landfill, dan kebersihannya kontinu karena pemantauan verifikasi dapat dilakukan sewaktuwaktu serta mewadahi masukan masyarakat. 2) Jumlah timbulan sampah Secara umum pola penanganan sampah di Indonesia hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang. Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung dan terpateri menjadi kebijakan yang umum dilaksanakan pemerintah. Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh mindset bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang. Sehingga pendekatan yang dijalankan adalah pendekatan melalui penyelesaian di tempat pemrosesan akhir (end of pipe). Perubahan pola konsumsi masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi pada saat ini akan menghasilkan timbulan sampah yang semakin meningkat. 46

11 TIMBULAN SAMPAH (dalam Juta ton) Gambar Prakiraan timbulan sampah berdasarkan baseline Target Sampah terkelola (dalam juta ton) Gambar Target sampah yang terkelola dari tahun ) Strategi Pengelolaan Sampah Untuk mencapai target pengelolaan sampah dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut : a) Harmonisasi peraturan dan perundangan yang berkualitas dalam pengelolaan sampah ; b) Penurunan beban pencemaran adalah melalui (1) Pengembangan pelaksanaan kegiatan reduce, reuse dan recycle (3R), (2) Pengembangan program ADIPURA,(3) Pembangunan Bank Sampah dan rumah kompos, (4) Pembangunan Recycle Centre, (5) Pelaksanaan program Extended Producer Responsibility (EPR), dan Pembuatan Urban Farming (Kampong Organic) c) Penguatan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) dalam pengelolaan sampah 47

12 d) Pengembangan Energi terbarukan dengan Waste to Energy melalui pemanfaatan sampah menjadi energi baru terbarukan melalui : (1) Penangkapan gas metan (anaerob methane cupture), (2) substitusi bahan bakar sampah melalui Refused Direct Fuel (RDF) dan, (3) Incinerator dengan teknologi ramah lingkungan. e) Penurunan angka kesehatan masyarakat akibat dampak pencemaran sampah khususnya terjadinya banjir dan penyakit seperti disentri, cholera dan ISPA. f) Menambah penghasilan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru melalui pelaksanaan Bank Sampah, produksi kompos, dan pusat daur ulang (recycle centre). g) Membantu ketahanan pangan dalam pemanfaatan kompos pada fasiltas urban farming skala kota. 4) Upaya untuk mencapai target dalam pengelolaan sampah Untuk mencapai target dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan sebagai berikut : a) Harmonisasi peraturan perundangan dalam rangka pengelolaan sampah melalui perbaikan kualitas regulasi dalam rangka mendorong peraturan daerah untuk dapat melaksanakan dengan baik dan mengatasi hambatan pemerintah kabupaten/kota; b) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) bidang persampahan dan pengadaan sarana dan prasarana pengolahan sampah melalui e-catalog. c) Mendorong produsen dan retailer menerapkan Extended Producer Reponsibility (EPR) dalam pengelolaan sampah. d) Pelaksanaan gerakan tiga jari kelola sampah yaitu pilah, kompos, dan daur ulang e) Pengembangan Kota Bersih dan Teduh melalui Program ADIPURA di 380 kota menuju sertifikasi kota Adipura dan mendatangkan peluang berusaha untuk tujuan wisata. f) Pengembangan kota berwawasan lingkungan berbasis 3R di daerah destinasi wisata 48

13 g) Pembangunan Bank Sampah dan rumah kompos Skala Kota dengan kapasitas 20 ton per hari h) Pembangunan pusat daur ulang (recycle centre) dengan kapasitas 20 ton per hari i) Pembangunan sarana dan prasarana urban farming melalui pemanfaatan kompos j) Pembangunan beberapa sarana dan prasarana pemanfaatan sampah sebagai sumber energi terbarukan degan kapasitas 10 MW. k) Pelaksanaan bimbingan teknis kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah l) Kerjasama luar negeri melalui bilateral dan multilateral dalam pengelolaan sampah. Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah pada akhirnya diharapkan akan mendapatkan manfaat (outcome) sebagai berikut: a) Penurunan angka kesehatan masyarakat akibat dampak pencemaran sampah khususnya terjadinya banjir dan penyakit seperti disentri, cholerae dan ISPA; b) Menambah penghasilan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru melalui pelaksanaan Bank Sampah, Produksi kompos, dan Pusat Daur Ulang (recycle centre) skala kota. c) Menyokong ketahanan pangan dalam pemanfaatan kompos pada fasiltas urban farming skala kota. d) Meningkatkan kualitas pembangunan kota dan mendatangkan peluang berusaha melalui promosi untuk tujuan wisata seperti kebun raya kota, pantai wisata, taman kota dan ekosistem desa dengan program Adipura. Target penurunan timbulan sampah dapat tercapai, bahkan melewati angka target yang ditetapkan. Pengurangan jumlah timbulan sampah tersebut antara lain dilakukan dengan mengembangkan (a) kebijakan pengurangan sampah adalah mengembangkan regulasi untuk menghindari dan membatasi timbulnya sampah pada saat mendisain produk dan kemasan serta pada saat memanfaatkan produk dan kemasan; (b) peraturan untuk mendorong pelaksanaan daur ulang sampah, baik skala individu, skala komunal, skala kawasan maupun skala industri. 49

14 Kegiatan-kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan dalam rangka pengurangan jumlah timbulan sampah sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Gambar Kegiatan-kegiatan Pengolahan Sampah Adapun beberapa kegiatan dan outcomes tahun 2014 terhadap pencapaian Sasaran Strategis 1 adalah sebagai berikut: 1) Pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan sampah dengan tujuan strategis penyusunan draft PP pengelolaan sampah spesifik dan Peraturan Menteri (Permen) Pengelolaan Sampah, pada tahun 2014 dihasilkan 1 draft PP mengenai pengelolaan sampah spesifik dan 3 draft Permen tentang pedoman TPS 3R. 2) Pembatasan sampah dengan tujuan strategis penurunan bahan-bahan berpotensi sebagai timbulan sampah melalui indikator kunci ton/tahun, pada tahun 2014 dihasilkan sekitar ton. 50

15 3) Daur ulang sampah dengan prinsip 3R, dengan tujuan strategis peningkatan daur ulang sampah dan penyediaan sumber daya alternatif melalui indikator kunci pengurangan sampah 20% atau sebesar ton. 4) Penerapan upaya pengurangan volume sampah skala kota dengan tujuan strategis penerapan pengurangan sampah pada 28 kota dengan hasil terolahnya sampah menjadi kompos. 5) Penguatan infrastruktur dengan tujuan strategis terbangun fasilitas pengelolaan sampah skala kecamatan untuk mendukung 3R melalui indikator kunci 250 bank sampah per tahun terbangun, baseline bank sampah tahun Di samping itu terbangun TPS 3R dan Kampung Organik. 6) Peningkatan pengelolaan lingkungan perkotaan dengan tujuan strategis peningkatan kota yang mendapatkan Adipura melalui indikator kunci Peningkatan kota mendapatkan Adipura 8% per tahun, baseline 149 kota periode tahun Sedangkan kerja sama internasional yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 dalam mendukung pencapaian Sasaran Strategis 1 adalah sebagai berikut: 1) AWGESC : ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities merupakan kerjasama antara negara-negara ASEAN terkait dengan pengelolaan lingkungan perkotaan. Kerjasama tersebut telah meghasilkan berbagai kegiatan yaitu Environmental Sustainable Cities Model City, ESC Award yang merupakan pengembangan Program ADIPURA tingkat ASEAN. 2) Forum 3R Asia-Pasifik membahas kerjasama kemajuan Negara-negara Asia- Facifik dalam penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dan komitmen melaksanakan Deklarasi Hanoi secara efektif melalui kerjasam multilayer dalam rangka mewujudkan resource efficient and zero waste society di Asia dan Pacifik sebagai forum kerjasama internasional. 3) JICA Jepang untuk pengembangan 3R di kota Palembang dan Balikpapan pertama, pembuatan muatan teknis draft peraturan penerapan 3R dan pengelolaan sampah sesuai dengan amanat Undang-undang No.18/2008; kedua, persiapan rencana pengelolaan sampah (rencana aksi jangka menengah (10 tahun) dengan pendekatan reduksi sampah) sesuai dengan peraturan daerah; ketiga, penguatan dan peningkatan kapasitas melalui 51

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O 2014 DASAR HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PERATURAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya perubahan yang

Lebih terperinci

INDIKATOR DAN SKALA NILAI NON FISIK PROGRAM ADIPURA

INDIKATOR DAN SKALA NILAI NON FISIK PROGRAM ADIPURA LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA I. INSTITUSI INDIKATOR DAN SKALA NON FISIK PROGRAM ADIPURA A. KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STRATEGI NASIONAL MEWUJUDKAN INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 DIREKTUR JENDERAL, LIMBAH DAN B3 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan ASISTEN DEPUTI PENGELOLAAN SAMPAH 2014 Dasar Hukum: 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD I ndikator kinerja menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 010 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Sekretariat PROPER. LIMBAH B3 dan LIMBAH NON B3

Sekretariat PROPER. LIMBAH B3 dan LIMBAH NON B3 Sekretariat PROPER PENGURANGAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 dan LIMBAH NON B3 2017 PENILAIAN Beyond Compliance PROPER 150 100 DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN Screening SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

-1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

-1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA SALINAN -1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai wujud dan tekad Kementerian Lingkungan Hidup dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang sedang giat giatnya melakukan pembangunan demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pengelolaan sampah merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi setiap wilayah di dunia tidak terkecuali Indonesia. Hampir di seluruh aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP I. PROGRAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 1 Pengelolaan Kualitas Air dan Kawasan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 63TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012 LOGO KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012 UUD 1945 Dasar Hukum Perlindungan dan Pengelolaan LH Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung

A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung V isi menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang :

Lebih terperinci

DAMPAK EMISI KENDARAAN TERHADAP LINGKUNGAN

DAMPAK EMISI KENDARAAN TERHADAP LINGKUNGAN DAMPAK EMISI KENDARAAN TERHADAP LINGKUNGAN Muhammad Zakaria Kementerian Lingkungan Hidup Popular-pics.com Disampaikan pada AAI Summit dan Seminar Int Mobil Listrik Ditjen Dikti, Kemendikbud, Bali, 25 November

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 2 1.2. Landasan Hukum... 3 1.3. Maksud dan Tujuan... 4 1.4. Sistematika Penulisan... 4 BAB II. EVALUASI PELAKSANAAN KINERJA RENJA

Lebih terperinci

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI Talangagung Tantangan Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia. Sebagian besar tempat pemrosesan akhir sampah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sangat pesat terjadi di segala bidang, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mempengaruhi berjalannya suatu proses pekerjaan meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

PENERAPAN CIRCULAR ECONOMY DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

PENERAPAN CIRCULAR ECONOMY DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PENERAPAN CIRCULAR ECONOMY DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DIREKTORAT PENGELOLAAN SAMPAH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN INDONESIA RESOURCES EFFICIENT & CLEANER PRODUCTION FORUM & EXPO JAKARTA 27 APRIL

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

EFISIENSI ENERGI & PENURUNAN EMISI SEKRETARIAT PROPER

EFISIENSI ENERGI & PENURUNAN EMISI SEKRETARIAT PROPER 2016 Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup EFISIENSI ENERGI & PENURUNAN EMISI SEKRETARIAT PROPER PENILAIAN Beyond Compliance PROPER 150 DOKUMEN RINGKASAN KINERJA

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Reduce, Reuse, Recycling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY ) PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY ) RECYCLING, REUSE, RECOVERY REDUCE PENENTUAN DAERAH PELAYANAN FUNGSI DAN NILAI KAWASAN Kawasan perumahan teratur dan tidak teratur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH)

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH) PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH) STRUKTUR ORGANISASI Unsur organisasi Ba terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu unsur Pimpinan (Kepala Ba), Pembantu Pimpinan (Sekretaris Sub Bagian)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.804, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Pelaksanaan. Reduce. Reuse. Recycle. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. No.804, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Pelaksanaan. Reduce. Reuse. Recycle. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.804, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Pelaksanaan. Reduce. Reuse. Recycle. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH PROFIL WILAYAH SULAWESI SELATAN Luas Area : 46.083,94 Km2 Panjang Pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Sebelum Reviu A. Visi dan Misi B agi suatu organisasi, Visi memiliki peran memberikan arah, menciptakan kesadaran untuk mengendalikan dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN

Lebih terperinci