BABAD TANAH LELUHUR. Cece Sukhiar Tizar Sponsen M.Abud FEBRUARI 02, NOVEL SANDIWARA RADIO Karang Sedana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BABAD TANAH LELUHUR. Cece Sukhiar Tizar Sponsen M.Abud FEBRUARI 02, NOVEL SANDIWARA RADIO Karang Sedana"

Transkripsi

1 COVER 01

2

3 BABAD TANAH LELUHUR Cece Sukhiar Tizar Sponsen M.Abud FEBRUARI 02, 2020 NOVEL SANDIWARA RADIO Karang Sedana

4

5 BABAD TANAH LELUHUR BABAD TANAH LELUHUR sebuah kisah kolosal dari tanah leluhur ratusan tahun yang silam di tanah Pasundan yang diwarnai dengan kekerasan, ambisi, keserakahan, iri dan dengki serta cita-cita dan cinta anak manusia.

6 BABAD TANAH LELUHUR IDE CERITA : CECE SUKHIAR PENGARANG CERITA : TIZAR SPONSEN NASKAH KARYA : M. ABOED SUTRADARA : M. ABOED THOMAS A.G PRODUKSI : SWADAYA PRATHIVI TAHUN PRODUKSI : 1989 ILUSTRASI MUSIK : HARRY SABAR TEHNIK DAN MONTAGE: JIMMY MUMUH YADI ENOZ NARATOR : LUKMAN TAMBOSE NENI SUMARDI / NENI HARYOKO MULAI DISIARKAN : 1 SEPTEMBER DESEMBER 1992 JUMLAH EPISODE : 40 EPISODE ( SERI dalam 600 TAPE CASSETTE ) LUKISAN COVER : HARYOKO Selamat menikmati

7 EPISODE 01. API BERKOBAR DI KARANG SEDANA...* 02. KISAH SEPASANG ANAK HARIMAU RAHASIA BUKIT TENGKORAK SAYEMBARA PRABU SANNA BIDADARI PENCABUT NYAWA BANYU CAKRA BUANA KEMELUT HATI SANG PENDEKAR SATRIA CILIK KARANG SEDANA KUPU-KUPU BERCADAR PUTIH GEGER BUMI GALUH RATU SEGARA KIDUL AWAL KEBANGKITAN MATARAM HINDU FAJAR MENYINGSING DI BUMI MATARAM PERTARUNGAN DUA PUTERA MAHKOTA RAHASIA PUNCAK GUNUNG WUKIR PUSAKA ARCA EMAS RAWA RONTEK PEDANG ULAR EMAS ANGKARA MURKA ANGKARA MURKA II BARA TANAH MATARAM...

8 22. KEMELUT SEBUAH WARISAN PETAKA ASMARA DEWA KISAH DI TANAH NAGA SANG RAJA SURYA LAYU YANG TERKEMBANG PERGURUAN KEMBANG HITAM KABUT GUNUNG SALAK REINKARNASI BAYANG BAYANG ANGKARA MENDUNG DI PAGI HARI PERGURUAN TONGKAT MERAH KEMELUT DESA TAMIYANG GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU KEMELUT DI KERATON INDRASAPA PUSAKA SIMA GELORA API CEMBURU PRAHARA DI KAKI BURANGRANG GEGER KITAB ILMU SEJATI CENGKAR KEDATON... TAMAT...

9 1 1 Pada akhir abad ke tujuh, tidak jauh dari perbatasan kerajaan Mataram Hindu dan Galuh Pakuan, tepatnya di lereng gunung Ciremai berdirilah kerajaan kecil bernama Karang Sedana. Karang Sedana semula adalah sebuah negeri yang subur dan makmur. Akibat musim kemarau yang berkepanjangan timbullah masa paceklik yang hebat. Kekeringan melanda seluruh bagian dari kerajaan Karang Sedana. Huru-hara dan segala macam tindak kejahatan terjadi di mana-mana Ambil semua benda dan harta yang mereka miliki! Jangan, jangan bawa kambing itu, Tuan. Lepaskan, lepaskanlah Tuan. Kasihanilah kami. Itu adalah milik kami satusatunya. Untuk menghidupi dirimu pun sudah tak sanggup heh?! Masih ingin memelihara hewan segala. Bawa! Bawa seluruh benda berharga mereka! Ayoo!! Jangan bawa kambing satu-satunya ini Tuan...

10 2 Wanita tua sial, bumi Karang Sedana sudah tidak mampu lagi memberi makan pada dirimu. Sebaiknyalah kau mati saja. Ayoooo! Bakar seluruh rumah-rumah ini sebelum kita tinggalkan. Bakar! Bakar! Tinggalkan cepat sebelum pasukan kerajaan tiba. Demikianlah, hampir di berbagai tempat dan di berbagai sudut kerajaan Karang Sedana tidak luput dari huru-hara dan berbagai macam tindak kejahatan. Pihak kerajaan hampir dapat dikatakan tidak mampu menanggulangi tindak kejahatan yang telah mewabah hampir ke seluruh pelosok negeri. *** Hmm, itu ada seekor kelinci. Ah, aku harus yang lebih dahulu mendapatkan dari kakang Seta dan kakang Saka. Diam. Diam ya manis yaa. Kau sebentar lagi akan membuat pahala besar karena menolong kami yang sedang lapar. Jika mati kau kelak akan masuk ke Nirwana. Tenang ya. Aku yang akan lebih dahulu mendapatkannya. Gadis lincah yang nampak periang itu setelah berhasil menangkap buruannya melenting, melompat tinggi dan berputar di udara. Kakang Saka, kakang Seta aku berhasil mengalahkan kalian. Aku lebih dahulu berhasil menangkap kelinci ini.

11 3 Kakang Seta, kakang Saka, dimana kalian? Aku di sini Wulan terdengar jawaban. Kakang Seta, aku menang. Aku berhasil. Bantu kami menguliti kelinci ini, Wulan. Gadis yang dipanggil Wulan itu terbelalak matanya. He kenapa kau bengong saja? Ayo bantu kami. Aku akan menyiapkan perapiannya. Huh, kalian curang. Bagaimana kalian dapat mengetahui di sekitar sini ada hewan seperti itu dengan waktu secepat itu. Pasti kalian telah menyiapkan kambing kecil itu. Mendengar tuduhan si gadis bernama Wulan, kedua pemuda gagah itu tertawa-tawa kecil. Kau ini benar-benar lucu adik Wulan. Bagaimana mungkin kami dapat menyiapkan hewan seperti ini? Sedangkan usul lomba menangkap buruan untuk makan, dari engkau sendiri! sahut pemuda yang tampaknya paling tua umurnya. Iya, tapi bagaimana kalian bisa mendapatkan hewan itu dengan cepat? Oh Adik Saka, ceritakanlah. Bagaimana kita bisa mendapatkan ini dengan cepat. Ya?

12 4 Adik Wulan, ketika kami melihat kau melenting lompat kesana kemari, kami hanya mengeterapkan aji Empat Arah Pembeda Gerak. Hm?! Empat Arah Pembeda Gerak? Anting Wulan masih tak mengerti. Apa hubungannya ilmu pendengaran sakti itu dengan perlombaan menangkap hewan buruan ini? Iya. Bukankah dengan aji itu kita dapat mendengar desir angin segala arah maupun gerak hewan kecil pun di segala arah? Aaah, Kakang curang! Kakang mempergunakan ajian untuk memenangkan lomba ini. Adik Wulan, kau pun melompat ke sana kemari dengan Kidang Mamprung! Apakah Kidang Mamprung 1 yang hebat itu bukan aji yang sakti? Sudahlah adik Wulan. Lepaskan saja kelinci itu. Mari, bakarlah sendiri bagianmu ini. Hmmm, baiklah. Beberapa saat kemudian yang dipanggil dengan sebutan Wulan itu sudah kembali tertawa ceria, riang dan melupakan semua kekesalan akibat kekalahannya dalam lomba mencari buruan. Akan tetapi, siapakah mereka sesungguhnya? 1 Kijang Kabur

13 5 Mereka adalah tiga remaja dari kelompok Ning Sewu 2 yang berjumlah empat orang. Raden Seta Keling adalah orang pertama dari kelompok Ning Sewu. Ia adalah seorang remaja yang telah mapan dalam bersikap, cerdik dan ulet. Umurnya 27 tahun. Sedangkan orang kedua, Dampu Awuk. Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, kasar, pemarah akan tetapi berjiwa bersih dan jujur. Saka Palwaguna berwajah tampan, romantis, berusia 23 tahun. Sedangkan Anting Wulan adalah orang terakhir dari kelompok Ning Sewu, gadis lincah periang akan tetapi mempunyai sikap manja terutama kepada ketiga kakaknya. Dan mereka berempat adalah murid eyang resi Wanayasa dari Padepokan Goa Larang. Selagi ketiganya menikmati santapan mereka, tak jauh dari tempat itu terdengar langkah-langkah kuda dan suara obrolan beberapa orang bersuara kasar yang terasa menyakitkan telinga. Kakang, agaknya kita menjumpai kelinci-kelinci gemuk. ucap seorang dari mereka. Hahahaha, bukan hanya kelinci gemuk. Tapi agaknya mereka adalah kelinci-kelinci bodoh yang tidak mengenal gelagat. Lihat saja, mereka masih nampak tidak menyadari bahaya. timpal kawannya sembari terbahak-bahak menjijikkan. 2 Cahaya Seribu

14 6 Ya, aku sangat berminat dengan daging panggang itu, kakang. Bagaimana dengan kakang? Kakang Ampal pasti lebih berminat dengan kelinci putih bersih pemakan daging panggang itu. Diam kalian! Bodoh kalian semua! Apakah kalian tidak melihat sikap mereka yang sedikitpun tidak memandang kita? Mereka telah benar-benar menghina kalian! Cepat beri hajaran pada mereka! bentak seorang lainnya yang tampaknya adalah orang yang dipanggil dengan nama Kakang Ampal. Oh, baik Kakang. Namun ketiga orang Ning Sewu itu seperti tidak menganggap ada orang-orang yang perlu mereka takuti. Mereka tetap asik membalik-balik daging bakar di perapian mereka, sambil menggigitinya dengan lahap. Tiba-tiba Anting Wulan berhenti mengunyah. Ayo, tambah lagi adik Wulan. Kenapa kau berhenti? Biasanya kau makan sangat banyak. Tidak seperti ini. goda Seta Keling. Huuh, bagaimana aku bisa berselera kakang Seta? Jika dikerumuni anjing-anjing buduk seperti ini. rutuk Anting Wulan dengan tampang kesal. Kurang ajar! Heh! Ayo, beri hajaran mereka, cepat! bentak Ampal Saragi yang makin tidak sabaran.

15 7 Gadis liar! Kau bicara apa tadi? Cepatlah kau berlutut dan mintalah ampun pada kakang Ampal, dan pada kami semua. Barulah kami akan mengampunimu. Kakang, aku jijik sekali dengan anjing buduk ini. Sungut Anting Wulan sambil tidak mengacuhkan begundal yang membentaknya. Biasanya anjing paling takut dengan api, adik Wulan. jawab Saka datar. Ah i-iya. Kakang benar. Anting Wulan dengan gembira menyentil sepotong ranting yang sedang membara dari perapian itu ke arah salah seorang pengganggu itu. Ranting mencelat dan hinggap di dada orang tersebut. Kontan orang tersebut berteriak-teriak ribut. Tangannya bergedebukan berusaha mengeluarkan bara yang menyelusup masuk ke rimbunan bulu dadanya yang lebat. Lucu sekali, lucu sekali kakang. Ternyata anjing buduk ini bisa menghiburku, kakang. Nah ini, kuhadiahkan tulang-tulang untukmu. seru Anting Wulan sambil tertawa-tawa riuh. Sementara tangannya dengan cepat kembali menyambitkan sepotong tulang yang sedang dipegangnya ke arah orang tadi.! Kurang ajar, ku cincang kau perempuan! Perempuan siluman

16 8 Anak buah perampok yang telah dipermainkan habis-habisan oleh Anting Wulan menjadi semakin kalap. Dia segera mencabut goloknya. Dan tanpa rasa kasihan dan ragu, diayunkannya goloknya siap untuk membelah gadis dihadapannya. Akan tetapi kali ini manusia-manusia kasar ini kena batunya. Gadis yang dihadapinya dengan tenang menyambar ranting kecil dan dikibaskannya pada sisi golok yang menyambarnya. Iblis! Setan! Dia dia dia adalah gadis gadis gadis Iblis, Kakang. Mundur kau. Ampal Saragi mendorong dada anak buahnya itu hingga terjajar ke belakang, lalu mendengus, Hmm, siapakah kalian bertiga sebenarnya? Tidak ada yang menjawabnya. Anting Wulan hanya menoleh pada Seta Keling dan berkata jemu : Kakang, agaknya negeri ini benar-benar sudah parah. Ini rombongan ke sebelas dari korban-korban kita. Mendengar ucapan adiknya itu, raden Seta Keling yang sudah amat paham sifat kejam adik perempuannya itu menjadi khawatir. Adiknya itu tidak akan segan-segan membunuh orang yang dianggapnya adalah penjahat.

17 9 Adik Wulan, jangan menurunkan tangan maut pada mereka. Ingat pada pesan eyang Resi. Kita hanya diminta untuk mengamankan, membantu menciptakan keamanan di Karang Sedana ini. Seta Keling mengingatkan. Mendengar pembicaraan itu, kepala begundal itu semakin naik pitam. Bentaknya : Kurang ajar! Kalian benar-benar terlalu memandang rendah padaku. Aku, Ampal Saragi bukanlah anak kemarin sore seperti yang kalian duga. Hm, terimalah ini! Awas, adik Wulan. Ampal Saragi, pimpinan para begundal pengacau yang menjadi berang itu menyentak kerikil-kerikil kecil dekat kakinya dengan kekuatan dalamnya. Cukup baik seranganmu, Ampal. Kau ingin mengajak main tendang-tendangan batu? Boleh. Ayo Anting Wulan, gadis lincah dan juga amat nakal itu membalasnya dengan serangan-serangan kerikil yang beruntun. Akan tetapi Ampal Saragi lawannya tampak hanya berdiri tegak menanti datangnya serangan itu dengan membuka dadanya.

18 10 Hahahaha, seranganmu benar-benar membuat aku geli. Ayo maju, ajak kawan-kawanmu yang lain! Huh, jangan kau tertawa dulu anjing buduk! Aku belum mulai! Wulan, mundurlah. Biarlah sekarang aku yang melayaninya. Seru Seta Keling khawatir. Biarlah kakang, aku masih bisa mengendalikan diriku. Tahukah kau, siapakah yang dikhawatirkan kakakku ini? Justru adalah kau sendiri. Kakang aku minta ijin hanya mencabuti jenggotnya saja. Tapi tentu setelah mematahkan kedua belah tangannya Kakang. Wulan! Jangan kau bunuh orang itu! Agaknya jurus yang dibuka gadis ini cukup berbahaya. Aku harus bersiap Anting Wulan, si gadis manis yang merupakan orang keempat dari kelompok Ning Sewu, membuka jurus Kincir Metu 3. Salah satu jurus andalan dari padepokan Goa Larang, ciptaan dari eyang Resi Wanayasa. Tubuh Anting Wulan bagaikan kapas ringannya berputar cepat dan perlahan-lahan putaran tubuh tersebut mendekat ke arah Ampal Saragi yang kini juga telah bersiaga penuh dan tanpa diketahui oleh lawannya 3 Pusaran Kekuatan

19 11 dengan kecepatan hampir tak dapat diperhitungkan, Anting Wulan membuka serangan dari dalam putaran itu. Luar biasa ilmu gadis ini. Dalam putaran cepat tubuhnya, gerak dan tenaganya menjadi semakin berlipat ganda. Apa yang harus kulakukan padanya? Ayo seranglah aku anjing buduk. Atau aku yang akan menutup seranganku ini. Kurang ajar, kubelah tubuhmu iblis betina! Dengan membabi buta, Ampal Saragi menyerang. Bayang-bayang goloknya membabat kesana-kemari, tetapi Anting Wulan selalu saja berhasil mengelakkannya. Cukup! Cukup, anjing buduk. Sekarang terimalah seranganku ini. Wulan! Cukup! Seta Keling segera berseru. Ampal Saragi menyilangkan kedua tangannya untuk menahan pukulan Anting Wulan yang tiba-tiba muncul dari putaran tubuhnya. Bukkk, krrrkkk!! Benturan keras itu mendorong Ampal ke belakang yang kemudian menjerit kesakitan. Kedua lengannya terkulai patah, sehingga tak mampu menahan tubuhnya yang menjadi terjengkang karena tiada lagi lengan yang dapat menahan bobot tubuhnya. Tatapannya nanar setengah sadar setengah pingsan.

20 12 Cukup, Wulan! tak hanya sekedar berseru, Seta Keling segera menghadangkan tubuhnya di antara adik perempuan seperguruannya dan para begundal yang sudah sangat ciut nyalinya itu. Lalu berkata penuh wibawa : Nah, bagaimana? Apa ada yang masih penasaran? Kami adalah kelompok Ning Sewu. Kali ini kami hanya memberi peringatan pada kalian, tapi lain kali jika kalian masih saja bertindak liar mengganggu ketentraman umum, kami akan datang untuk mencabut nyawa kalian. Mengerti kalian?! Mengerti tuan jawab para begundal yang sudah lesu dan pucat wajahnya itu. Nah, tinggalkanlah tempat ini, dan bawalah pemimpinmu itu dan kemudian bubarkanlah kelompok kalian. Dan kau Ampal Saragih, kaulah yang paling bertanggung jawab. Jika aku lihat masih ada anak buahmu yang melakukan tindak kejahatan. Jadikanlah pelajaran patahnya kedua lengan mu itu. Nah, tinggalkan tempat ini. Wulan, eyang Resi berpesan khusus untukmu. Ingatkah kau? Iya kakang. Aku tidak boleh menurunkan pada para penjahat sekalipun, karena kita harus mengusahakan agar tidak timbul dendam dari musuh yang kita kalahkan. Bagus adik Wulan.

21 13 Akan tetapi, pelajaran tetap harus diberikan pada manusia bejat tadi, Kakang. Agar mereka menjadi kapok. Betul adik Wulan. Akan tetapi harus diingat, kita bukan segolongan dengan mereka. Jika kita juga mudah menurunkan tangan maut sekalipun pada mereka rasanya kitapun hampir tidak berbeda dengan mereka. Iya. Aku tentu saja kalah. Karena kalian berdua, sedangkan aku sendiri. Coba nanti jika ada kakang Dampu Awuk. Dia pasti membenarkan sikapku. jawab Anting Wulan dengan nada sebal. Ingat Wulan, semua tindak kita tidak lepas dari nama Padepokan Goa Larang dan nama Eyang resi. Sudah kakang Seta, kita kembali ke Banyuanyar. Kakang Dampu sudah terlalu lama menunggu kita. kata Saka Palwaguna mengingatkan. Yah, kau benar adik Saka. Ayolah Wulan, kita kembali. Ayo kita pergunakan Kidang Mamprung agar Dampu Awuk tidak terlalu lama menunggu kita. Ayo kakang, kita berlomba ke Banyuanyar. Bagaikan bayangan setan, ketiga remaja itu berkelebat cepat. Berlari menuju ke arah timur Banyuanyar. Langkah yang terayun cepat itu, seakan melayang tidak menyentuh bumi. Bahkan rumpun-rumpun dan semak yang dijadikan pijakannya pun hampir tak bergoyang

22 14 dijejakinya. Inilah Kidang Mamprung, ilmu lari cepat khas padepokan Goa Larang. Kakang Seta, adik Wulan di sebelah sana. Lihat! Oya. Eh, sesuatu telah terjadi. Ayo kita lihat. Ada apa? Apa yang terjadi? Kakang, lihat itu. Mayat-mayat ditutupi kain. Apa yang baru saja terjadi di sini? Menurut gadis itu, dia bersama keluarganya sedang mengadakan perjalanan ke kotaraja 4. Tetapi di sini beberapa saat yang lalu datang sekelompok orang yang menamakan diri mereka Ning Sewu. Ning Sewu?! Wulan! Yah. Mereka menamakan dirinya Ning Sewu. Mereka minta seluruh barang yang dibawa oleh korban karena tidak diberikan Jadi mayat-mayat itu Ya, kecuali anak gadisnya, seluruh rombongan itu dibunuh oleh Ning Sewu yang sesungguhnya adalah perampok bejat. Anjing keparat! Kecoak katut! Kubunuh kau! 4 Ibu Kota, Kota dimana sang Raja bertempat tinggal

23 15 Anting Wulan tersentak, dapat mengendalikan emosinya tangannya segera terayun hendak memukul orang yang menghina nama Ning Sewu. Tahan adik Wulan, kendalikan emosimu! Jangan mengacaukan suasana. seru raden Seta Keling yang melihat perubahan pada airmuka adik perempuan seperguruannya itu. Lalu dia kembali bercakap-cakap dengan orang tadi. Eh, maafkan adik kami, dia memang terlalu emosional melihat keadaan seperti ini. Ya, benar. Kekejaman yang dibuat oleh kelompok liar itu membuat dia menjadi lupa diri dan tidak dapat menjadikan emosinya. Kakang, aku Ah, kau diamlah. Istirahatlah di situ. Tapi kenapa anak itu menjadi marah justru ketika kami mengatakan rombongan ini dibunuh oleh Ning Sewu, perampok bejat! Kurang ajar! Wulan! Ah, sudah Mamang. Janganlah salahkan dia lagi. Dia justru akan menjadi semakin tersinggung dengan sikapmu itu. Kakang, katakan saja kepada mereka. Siapakah kita sesungguhnya?! Peristiwa ini tidak dapat didiamkan saja, Kakang. Bukankah gadis itu dapat dijadikan saksinya? Wulan aku kakangmu, minta dengan sangat agar kau tidak berbicara dulu saat ini. Haah Anting Wulan menyergah kesal.

24 16 Permisi Mamang, saya akan bicara dengan anak gadis itu Eh, apakah kau melihat wajah dari orang-orang yang membunuh ayahmu? Saya tidak dapat melihat wajah mereka. Mereka mengenakan penutup wajah. Sekarang apa yang akan kamu lakukan dan kemanakah tujuanmu? Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan. Sanak keluarga, apakah kau masih punya? Di kotaraja, tempat tujuan kami, saya mempunyai seorang paman. Kalau begitu kita kuburkan saja mayat keluargamu ini dan nanti aku bersama kawan-kawanku akan mengantarkan menemui Mamangmu Tunggu dulu. Siapakah kalian sesungguhnya? Sekarang kami justru menjadi curiga pada kalian. Ya, kami adalah tiga orang sahabat yang sedang mengadakan perjalanan darmawisata Hmm, tidak. Kami tidak percaya pada kalian. Sikap kalian terutama sikap teman wanita kalian itu tidak dapat menyembunyikan kekotoran niat kalian. Jadi kalian segera saja tinggalkan tempat ini sebelum kami menangkap kalian dan menyerahkan kepada kepala desa ini. Ya, pergi saja kalian. Biar kami yang mengurus wanita ini. Yaa. Pergi. Pergi. Pergi.

25 17 Kraaakkkk! Bruugghhh!! Ketika para penduduk di sekitar tempat kejadian mulai menjadi beringas, Anting Wulan pun tidak dapat mengendalikan diri lagi. Akan tetapi karena dia memang mempunyai perasaan segan pada kakak seperguruannya yang tertua, dia mencari cara pelampiasan yang lain. Pohon besar di mana ia bersandar menjadi korban pelampiasannya. Patah dibuatnya. Dan para penduduk yang semula beringas kepada mereka seketika berubah sikapnya. Dan kini mereka tak ubahnya bagaikan cacing kepanasan. Kawan-kawan dan mamang-mamang sekalian marilah kita kuburkan saja mayat ini segera. Apakah kalian bersedia membantu kami melakukan tugas mulia ini? seru raden Seta Keling berwibawa. Kami kami bersedia. Bagus jika demikian. Mari segera saja. Segera setelah mayat-mayat keluarga saudagar itu dikuburkan ketiga remaja kelompok Ning Sewu bersama dengan gadis dari keluarga korban berpamitan dengan para penduduk dan beberapa saat kemudian mereka pun telah berada dalam perjalanan menuju Desa Banyuanyar untuk menjemput Dampu Awuk, saudara mereka.

26 18 Kakang! Kenapa Kakang tidak menjelaskan duduk persoalannya? Siapa kita sesungguhnya dan siapa kelompok orang yang membunuh satu keluarga tadi Tuan? Siapakah tuan sesungguhnya? Ya, seperti yang dikatakan Kakang Seta Keling. Kami adalah tiga orang sahabat yang sedang melakukan perjalanan. Tapi saya telah merepotkan Tuan dan kawan-kawan Tuan Ah tidak.. Tidak. Tidak, sama sekali tidak. Bolehkah kami tahu siapa nama adik? Intan Pandini Ooh, Intan Pandini. Adik Intan Pandini tidak perlu menjadi ragu pada kami bertiga. Percayalah, kami akan menolongmu menyelesaikan dendam keluargamu. Pembunuh itu akan kami ditemukan! Oh, terima kasih Tuan. Terima kasih. Saya percaya Tuan akan dapat melakukannya. Saya telah melihat apa yang dapat dilakukan kawan Tuan itu Oh ya, dia itu adalah adik kami termuda. Namanya Anting Wulan. Dan itu adalah kakang Seta Keling. Ayolah kita segera lanjutkan perjalanan kita. Hmm, maaf Tuan. Apakah arah perjalanan kita tidak salah? kotaraja berada di selatan kita, tapi kita sekarang menuju ke arah timur

27 19 Kita akan pergi ke Banyuanyar dahulu, ucap Anting Wulan cepat dengan nada ketus. Wulan sergah Saka pelan. Ya, kita akan pergi ke Banyuanyar dulu. Mari *** Aah Kalian ini terlalu, meninggalkan aku sendirian sejak kemarin. Apakah di Banyuanyar ini tidak terjadi sesuatu sehingga kau justru yang menjadi resah, Awuk? Itulah, kalian pasti enak-enakan. Bermain-main dengan perampok-perampok. Sedangkan aku kesepian di sini. Ah Oh ya Intan. Ini adalah Dampu Awuk, adikku. Perilakunya memang agak kasar tapi hatinya sangat baik. Baginya penjahat adalah musuhnya nomor satu. Kakang Siapakah gadis hijau itu? Adik Awuk, ini adalah Intan Pandini. Kedua orang tuanya dibunuh oleh para perampok. Dibunuh oleh kelompok Ning Sewu! Apa? Ning Sewu?! Heeh, Anting Wulan kau kau bilang apa? Dampu Awuk berpaling pada Saka Palwaguna, Adik Saka, apa yang telah terjadi?

28 20 Tanyakan saja pada gadis itu seru Anting Wulan dengan sinis. Kakang Seta, ceritakanlah segera. Jangan membuat aku menjadi kebingungan dan kalap. Katakanlah segera Kakang. Baiklah. Duduklah adik Awuk... Intan. Dengarlah cerita kami. Keluarga Intan Pandini dibunuh oleh sekelompok orang bercadar yang mengaku diri mereka adalah kelompok Ning Sewu. Haaah! Bergejil busuk! Siapakah mereka kakang Seta? Ketika kami datang, peristiwa itu sudah beberapa saat terjadinya. Tapi percayalah, mereka akan terus mengulangi tindakan mereka. Dengan demikian kita justru akan lebih mudah menyelidikinya. Cih, kurang ajar! Aku pasti akan mematahkan leher manusia busuk itu, sekalipun eyang Resi menghalangiku! Awuk, sadarlah akan ucapanmu tegur Seta. Eh, Intan ketahuilah. Kami berempat adalah kelompok yang dikenal dengan nama Ning Sewu Ooh Ya, perampok pembunuh orang tua adalah orang-orang yang sengaja hendak memfitnah dan merusak nama baik kami. Kami turun dari perguruan kami adalah justru untuk mengamankan Karang Sedana dari huru-hara dan kekacauan yang terjadi. Akan tetapi rupanya mereka yang menjadi dendam dengan kami berusaha merusak nama baik kami.

29 21 Kakang, lalu apa yang akan kakang lakukan dengan gadis ini? Mengantarkannya ke sanaknya di kotaraja. Nah oleh karena itulah rencana untuk esok hari kita rubah sedikit. Aku dan Anting Wulan tetap akan ke kotaraja, akan tetapi akan melalui daerah barat hutan-hutan di kaki gunung Ciremai yang belum pernah kita rambah. Dan kau Awuk bersama dengan kakangmu Saka akan mengantarkan Intan langsung ke rumah orang tuanya. Kakang Seta Hmm? Mengapa tidak kita saja yang mengantarkan Intan ke kotaraja? Atau kita bersama-sama ke kotaraja melalui hutan di kaki gunung Ciremai? Heheheh. Ada apa Wulan? Kenapa kau tiba-tiba takut pergi bersamaku melalui hutan di kaki gunung Ciremai? Bukan begitu Kakang. Kurasa Kakang sebagai orang tertua di antara kita dan juga orang yang paling bertanggung jawab dalam kelompok Ning Sewu adalah yang paling tepat untuk menjelaskan pada keluarga gadis ini. Kukira masalahnya tidaklah menjadi seperti itu dik Wulan. Adik Dampu maupun adik Saka mampu dan pantas untuk melakukan tugas itu. Nah, istirahatlah kalian. ***

30 22 Apakah sebenarnya yang terjadi pada diriku? Aku tiba-tiba saja menjadi gelisah dan ketakutan melihat kakang Saka berdekatan dengan Intan pandini Ah, Jagad Dewa Batara Apakah apakah aku mencintai Kakang Saka saudara seperguruanku yang telah saling menganggap sebagai saudara sedarah. Oh, dewata. Apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar ingin memiliki kakang Saka. Adik Wulan, apakah kau yang berada di sana? Oh, kakang Saka. Adik Wulan, sedang apa kau di luar sini? Ah, di dalam bilik udara panas sekali, kakang. Hari sudah jauh malam. Beristirahat lah. Mataku rasanya benar-benar tidak dapat dipejamkan, Kakang. Hmm? Raden Saka melengak tak percaya. Kakang tidur saja lah. Sebentar aku masuk ke dalam. Ah, adik Wulan Apakah kau masih saja memikir-kan orang tuamu? Eh? Tidak kakang. Atau barangkali peristiwa siang tadi? Atau hatimu masih terguncang yang akibat ulah perampok yang merusak nama baik kita? Entahlah kakang. Anting Wulan menghela nafas. Lalu balik bertanya. Kakang Ya?

31 23 Kasihan sekali ya gadis itu Pandini maksudmu? Iya, Intan Pandini. Gadis semanis itu harus merasakan penderitaan yang berat dalam masa-masa remajanya. Saka Palwaguna pun menarik nafas dalam-dalam. Iya. Kasihan sekali Pandini, desahnya. Kakang Ya? Kau kau mencintainya? Hah? Siapa? Intan Pandini. Apakah kau mencintainya kakang? Mencintai? Ah, entahlah. Aku tidak mengerti, yang pasti aku tertarik padanya, kasihan dan Entahlah, tapi kenapa kau tanyakan itu? Anting Wulan tertawa kecil. Yah, tentu saja. Karena aku melihat sikap kakang yang manis padanya. Eh ayolah kita masuk saja kakang. Ayolah. ***

32 24 Oh, Kakang Aku menyayangimu. Aku mencintai-mu kakang Saka. Duh junjunganku Kameswara 5 Apa yang harus hamba lakukan agar mengetahui isi hatiku dan mau menerima penyerahan jiwa. Oh, dewa bathara tolonglah hamba-mu. Malam itu sebuah jiwa meratap, mengaku lemah tak mampu berbuat apa-apa, tengah mengadu pada Tuhannya, berharap garis hidupnya bersama dengan pujaan hatinya. Begitulah manusia, saat ada keinginan hatinya maka segera merengek pada Hyang Agung sang pencipta. *** Keesokan harinya kelompok Ning Sewu bersiap-siap untuk melakukan perjalanan melaksanakan tugas mereka. Dharma Bakti pada setiap yang memerlukan pertolongan sebagai-mana menjadi keharusan tugas seorang pendekar Adik Saka sampaikan salamku dan salam adik Wulan pada keluarga Intan. Akan saya sampaikan Kakang. Dan jangan lupa tunggu kami di sebelah timur istana Karang Sedana selepas senja. Walaupun mungkin aku terlibat dengan 5 Referensi tentang dewa Kameswara cukup samar, hanya ditemukan nama Kameswara seorang raja Kediri Jenggala yang dianggap titisan ketiga dari sang Hyang Wisnu. Raja tersebut bertahta tahun 1115 sampai 1130.

33 25 berbagai persoalan aku, akan mengusahakan tiba tepat pada waktunya. Mari Wulan, pergunakan saja ilmu Kidang Mamprung agar kita tidak terlambat. Baik-baiklah di jalan Kakang Saka. Terima kasih Wulan. Ah, kenapa kau tidak memberi pesan padaku adik Wulan. Kau jangan membuatku iri. Iya. Baik-baiklah kakang Dampu. Aku pergi Kakang Awuk, ayo kita berangkat. Mari Pandini. Walaupun kita hanya menggunakan gerobak kuda ini pasti kita akan tiba lebih dulu. Iya. Lereng dan kaki Ciremai pasti menyimpan rintangan yang cukup berat. Hutan itu merupakan tempat yang aman untuk persembunyian perampok-perampok. Demikianlah empat remaja dari kelompok Ning Sewu memecah kelompoknya menjadi dua, akan tetapi tujuan mereka tetap sama yaitu kotaraja Karang Sedana. Sekarang marilah kita ikuti perjalanan dari Raden Seta Keling dan Anting Wulan yang mencoba untuk menyelidiki hutan di sekitar kaki Gunung Ciremai. Wulan, tahan larimu. Ada apa, kakang? Kenapa kita berhenti?

34 26 Kita telah tiba diperbatasan kawasan yang kita tuju. Sebaiknya kita berjalan saja secara wajar sebagaimana orang-orang biasa. Bukankah kita akan memancing mereka keluar? Ah, baiklah kakang. Eh, kakang... Bayangan matahari sudah jauh lewat di atas kita. Waktu makan siang, kakang! Ah, baiklah. Di sana adik Wulan, di pinggir sungai sana. Ayo Desa terdekat yang akan kita jumpai masih jauh sekali, hematlah sedikit bekal kita. Aku mengerti kakang Seta. Perutku pun sudah terisi penuh. Bukan aku melarangmu makan daging kering yang di tempat itu. Aku tak ingin jika kau sampai makan buah-buahan karena lapar atau bahkan daun-daun muda. Aku mengerti. Hmm, dalam suasana kemarau yang panjang kekeringan terjadi dimana-mana. Aneh sekali sungai ini, masih menyimpan cukup banyak air. Kakang Hmm? Mengapa para penduduk di sekitar sini tidak memanfaatkan air ini, ya Kakang? Aliran sungai kecil ini menuju ke arah tengah hutan dan keluar di seberang sana Wulan, awas! Ada yang datang. Iya, aku telah mendengarnya, Kakang. Hey, siapa kalian? Ayo tangkap kedua orang itu. Tangkap!

35 27 Tunggu, apa salah kami? Mengapa kalian ingin menangkap kami? Kalian telah memasuki daerah terlarang. Daerah kekuasaan kami, tanpa izin! Heh?! ke dalam kotaraja kami masuk tanpa harus meminta izin. Kenapa ke dalam hutan kami diharuskan meminta izin segala? Ke dalam kotaraja memang! Kalian dapat sesuka hati. Tapi di sini Hey, tangkap mereka! Hmm, kalian benar-benar ingin mencari mati. Kakang, Bajul. Agaknya mereka ini adalah mata-mata dari kotaraja. Diam kau kerbau! Ayo tangkap mereka cepat! Wulan, buatlah mereka tidak berdaya. Jangan menurunkan tangan terlalu kejam. Baiklah Kakang. Rombongan laki-laki kasar yang berjumlah enam orang itu segera mengepung dan kemudian perlahan-lahan maju untuk mempersempit kepungan mereka. Dan beberapa saat kemudian tanpa diberi komando lagi, mereka pun bagaikan babi kelaparan menerjang ke arah Anting dan raden Seta Keling. Aduh Kerbau dungu, gentong nasi. Sekali gebrakan saja kalian berenam dibuat terkapar begitu. Ayo bangun! Cincang mereka!

36 28 Hey, Julid kemari kau. Yang lain cincang mereka! Baik, kang. Kamu kembali ke markas beritahu kakang Loba Leungen kalau ada orang yang datang. Baik, kang. Cepat pergi! Hey, kalian cepat serang, bunuh! Anting, tahan begundal yang lari ke dalam hutan sana. Disini biar aku yang mengurus. Baik kakang. Kurang ajar, mau kemana kau perempuan liar? Kau yang mau ke mana? Tenang-tenang saja disini bersama aku! Hey, kalian! Bantu aku! Tunggu! Tunggu! Mau ke mana kau? Mau memanggil bala bantuan?! Perempuan iblis, kubunuh kau! Ayo bangun. Bangun! Serang aku lagi! Ampun ampun tuan Putri, jangan bunuh saya. Ampun Hmm, aku akan mengampuni jiwamu, jika kau katakan terus terang di mana sarang kalian! Tidak tidak jauh dari sini tuan Putri. Tuan Putri dapat mengikuti sungai kecil itu.

37 29 Bagus. Jika kau berbohong, aku tidak akan mengampuni jiwamu. Hey, berapa banyak kawan-kawan di sana? Dengar, totokanku itu membuatmu tidak berdaya sampai beberapa jam. Nyawamu yang menjadi taruhannya, jika kau sampai berbohong. Hayo katakan yang sesungguhnya, sarang kamu dan jumlahnya kawan-kawanmu. Betul betul sekali, sarang kami ada di sana. Di ujung sungai kecil itu. Dan kawan-kawan kami banyak sekali. Banyak sekali? Berapa jumlah mereka? Aku akan membunuhmu jika sampai kau membohongiku! Hmm, sekitar enam ribu orang. Gila! Jangan bicara ngawur! Kubunuh kau! Aww, jangan! Ampun tuan puteri. Saya berkata sesungguhnya Hmm, baiklah. Akan kubuktikan kata-katamu. Jika kau bohong, kau segera akan merasakan akibatnya. Bagaimana Anting? Oh, kakang Seta?! Ayo ikutilah aku segera. Hendak ke mana kita? Dari orang itu aku mendapat keterangan bahwa didalam sana ada enam ribu orang kawannya. Enam ribu? Kau yakin dia tidak berbohong? Agaknya orang bodoh itu dapat dipercaya, Kakang. Ya, aneh memang. Agaknya jika benar, ini sudah bukan kelompok pengacau biasa.

38 30 Benar Wulan. Untuk mengumpulkan orang sebanyak itu bukanlah hal yang mudah. Awas Wulan, hati-hati. Mungkin mereka menempatkan penjaga lagi di sekitar kita. Pergunakan saja aji Empat Arah Pembeda Gerak agar lebih aman. Baik, kakang. Kemudian sepasang remaja perkasa dari kelompok Ning Sewu nampak berkonsentrasi. Kedua tangannya menutupi telinganya. Empat Arah Pembeda Gerak adalah sebuah Aji pendengaran sakti. Keunikan dari aji ini ialah justru tidak mempergunakan telinga untuk alat pendengarannya. Kekuatan getaran sakti dari batin mereka membuat seluruh syaraf di bagian tubuh mereka menjadi sedemikian pekanya, sehingga mampu mendengar dan membedakan gerak maupun desir angin di empat arah. Kakang, sayup-sayup aku mendengar suara banyak orang berlatih jauh di sana. Kau benar. Dan beberapa puluh meter dari sini ada dua orang berjaga di atas pohon. Ayo kita selesaikan, Kakang. Itu mereka, biar aku yang menyelesaikannya. Hati-hati. Pohon itu tinggi. Jangan kau membuat kedua orang itu jatuh. Beres, Kakang.

39 31 Anting Wulan segera bergerak cepat melumpuhkan kedua penjaga itu. Totokan-totokan yang dilancarkannya tepat sasaran sehingga membuat kaku otot-otot para penjaga itu. Sangat menyakitkan keadaan tertotok seperti itu, tapi apa daya ketegangan otot-otot mereka itu akan terus seperti itu sampai akhirnya mereka lemas dengan sendirinya dalam beberapa jam kemuka. Nah, tenang-tenanglah kalian disini. Beberapa jam lagi totokanku akan pulih. Jangan memaksakan diri untuk melepaskan totokanku. Kau akan jatuh sebelum berhasil. Nah, selamat beristirahat. Wulan, Ayo kita teruskan perjalanan kita. Hmm, itu mereka. Aneh sekali, siapakah mereka? Banyak sekali. Apakah pemerintah Karang Sedana sang prabu Aji Konda tidak mengetahui ada kegiatan pasukan sebanyak ini? Benar kakang. Meraka nampak terpimpin dan terlatih. Awas, Wulan. Merunduk! Mereka dapat melihatmu dari sana! Aku dapat melihatmu dari sini hehehe iya Siapa kalian anak muda? Agaknya besar sekali nyali kalian berani datang ke tempat kami. Kau benar. Nyali kami memang sangat besar. Kami adalah dua orang pengembara yang kini menjadi sangat heran melihat ada kegiatan seperti ini di tengah hutan.

40 32 Eh Tuan, agar tidak terjadi kesalahpahaman Dapatkah kami mengetahui siapakah kalian dan kegiatan apakah yang ada di tengah hutan ini? Baiklah kau. Boleh mengetahui karena sebentar lagi kau akan kukirimkan ke neraka. Kami adalah sekelompok orang yang ingin menggulingkan Aji Konda yang tidak becus memerintah Karang Sedana. Eh Lalu dari mana kalian bisa mendapatkan orang sebanyak itu? Cukup sudah! Kalian sudah tahu terlalu banyak. Ayo! Keluar kalian kerbau dungu! Tangkap mereka! Begitu laki-laki tinggi kurus melambaikan tangannya, dari balik gerumbul pohon keluar puluhan laki-laki bertampang seram. Di antara mereka tampak beberapa orang yang baru saja dilumpuhkkan Seta Keling dan Anting Wulan di pinggiran hutan. Tanpa harus mengulangi komando gerombolan laki-laki kasar itu segera melompat menyerang Seta Keling dan Anting Wulan. Apa yang terjadi, adik Loba Leungeun? Oh, Ki Demang Hanya sepasang kelinci yang tersasar. Jangan khawatir, kami akan segera menyelesaikan-nya. Tapi agaknya mereka bukanlah sepasang kelinci. Lihatlah, sebentar lagi lumpuh seluruh orangmu adik Loba Leungeun

41 33 Tenang, biarlah saya yang turun tangan. Apa tidak sebaiknya tuan masuk ke dalam dahulu? Nanti terjadi sesuatu yang dapat merusak nama baik Tuan Hahaha, tidak apa adik Loba Leungeun. Bukankah mereka tidak akan dapat keluar lagi? Lagi pula mereka tidak mengenal aku hehehe. He, adik Loba Leungen kau uruslah. Habis anak buahmu sebentar lagi. Ah, baik Ki Demang. Loba Leungeun menjura sejenak, lalu mencelat menghadang Seta Keling yang sedang sibuk menghajar anak buahnya. Bentaknya : Cukup anak muda! Layani aku! Ayo mundur kalian. Katanya pada para anak buahnya. Lalu segera menantang Saka dan Anting Wulan, Nah, majulah kalian! Lawanlah aku Ki Loba Leungeun. Ki Loba Leungen seorang pendekar dari pantai selatan adalah seorang ahli dalam hal aji tangan kosong. Hampir seluruh jurus-jurus ganas dari golongan hitam dikuasainya. Kali ini, pendekar tinggi kurus itu tampak sudah mulai mengeterapkan Aji Karang Ageung. Setiap gerak tangan dan kakinya seakan hendak merobohkan bukit. Mundurlah Wulan, serahkan yang ini untukku! Mengapa harus Kakang? Aku pun masih sanggup untuk merobohkannya. Tidak lebih dari sepuluh jurus.

42 34 Baiklah, tapi hati-hati Wulan. Lawanmu kali ini bagaikan memiliki tenaga sepuluh ekor gajah. Lawanlah dengan Kincir Metu. Baik. Akan saya lakukan. Ki Demang Suwanda, Ki Sentana dan para tokoh dari kelompok misterius seketika terbelalak melihat gerak dari Anting Wulan yang tidak dapat diikuti oleh mata wajar mereka. Akan tetapi Ki Demang Suwanda adalah salah satu tokoh sakti yang disegani di sebagian tanah Pasundan, dapat mengenali gerak Kincir Metu. Mereka dari padepokan Goa Larang. Heh? Maksudmu murid dari Resi Wanayasa? Benar. Hey, Loba Leungeun hati-hati. Kau menghadapi aji Kincir Metu. Jangan khawatir. Mereka mengenal Kincir Metu. Berarti mereka bukanlah orang sembarangan. Berbahaya sekali keadaan ini. Yah, aku harus meninggalkan tempat ini. Mundurlah adik Loba Leungen. Dalimar! Sarpo! Layani kedua orang itu! Wulan, tinggalkan tempat ini, cepat! Kepung! Jangan beri kesempatan mereka untuk lolos! Wulan, tinggalkan tempat ini. Aku menahan mereka sebentar.

43 35 Seta Keling terpaksa mendorong Anting Wulan yang kelihatan masih saja keras kepala untuk tetap di tempat. Kemudian raden Seta Keling melenting tinggi ke angkasa, menghindar dari serangan Dalimar dan Darpo, dua tokoh andalan Ki Demang Suwanda. Belum lagi tubuhnya turun dari angkasa, serangan Dalimar dan Sarpo kembali mengejarnya. Untuk itu segera raden Seta Keling menyambutnya. Tenaga kedua orang ini benar-benar hebat. Wulan telah berhasil melepaskan diri dari kepungan. Aku akan menyusul sebelum aku semakin kerepotan dengan hadirnya tokoh-tokoh lainnya di arena ini. Jangan biarkan mereka lolos! Ki Demang Suwanda yang tidak ingin rencana besarnya terbongkar karena lolosnya kedua remaja dari Goa Larang segera melenting mengejarnya. Akan tetapi Kidang Mamprung, ilmu lari cepat yang digunakan kedua remaja dari kelompok Ning Sewu tidak dapat ditandingi Ki Demang. Beberapa saat saja kedua remaja sudah berhasil menginggalkan pengejarnya. Cukup Wulan. Kita sudah jauh meninggalkan mereka. Kita beristirahat sebentar. Hari sudah mulai gelap, Wulan. Tempat ini kelihatannya cukup aman dan bersih untuk kita beristirahat, Wulan.

44 36 Benar kakang. Seluruh tubuhku juga sudah terasa lelah. Kita lanjutkan perjalanan kita esok pagi, Kakang. Malam itu sepasang remaja murid dari eyang resi Wanayasa tidur di alam terbuka. Rumput kering yang mengalasi tubuhnya mampu membuatnya nyenyak hingga esok hari. Pagi-pagi sekali mereka sudah melanjutkan perjalanannya hingga ketika matahari tepat di atas kepala, barulah mereka menemukan desa pertama dalam perjalanannya menuju kotaraja. Nasi sayur dan daging kering, Mang. Ah, untuk dua orang, Den? Iya. Kami juga minta sepoci tuak. Iya, baik Den. Eeh, Aden orang baru di sini? Mamang baru melihatnya kali ini. Benar, Mang. Kami berdua berasal dari Banyuanyar. Oo, Banyuanyar. Wah wah jauh sekali, Den. Harus mengitari hutan luas di kaki gunung itu. Eh, ini minumnya dulu, Den. Sayang sekali ya, Mang. Jika dulu sebelum masa paceklik seperti sekarang ini, perjalanan dari Banyuanyar ke desa ini bisa dilalui hanya dalam waktu satu hari, Mang. Ahahah, betul Den. Tapi yah kalau bicara soal dulu banyak sedihnya, Den. Kami bekerja, berdagang tidak pernah gelisah seperti sekarang, Den. Apakah di sini juga sering terjadi kekacauan, Mang?

45 37 Waah, sejak satu tahun yang lalu suasana di sini seperti neraka, Den. Hampir lima sampai enam kali dalam satu Purnama mereka datang mengacau kemari, Den. Akan tetapi dalam dua bulan ini aneh sekali, Den. Mereka tidak pernah hadir ke desa kami. Pemilik Warung itu menjawab, sambil mengangsurkan dua porsi nasi yang telah disiapkannya, Eeh, ini makannya Den Neng Iya. Terima kasih, Mang sambut Seta Keling. Terima kasih, Mang, sahut Anting Wulan pula. Eeh, aden berdua pengantin baru? Hihihi, Anting Wulan terkikik mendengar pertanyaan pemilik warung itu, Dari mana Mamang menduga kami pengantin baru? Yaa. Hanya pasangan yang baru saja yang masih senang keluyuran kesana kemari, Den. Kalau yang sudah karatan mah, yaa masing-masing Den. sahut pemilik warung sambil tertawa. Raden Seta Keling terbatuk mendengar ucapan ini. Dia menjadi jengah oleh ucapan karatan yang diucapkan secara bercanda oleh pemilik warung itu. Hal itu terasa cukup menyindir dirinya. Ya, dia memang sudah dua puluh tujuh tahun, dan masih pula sendiri. Anting Wulan terkikik mendengar celoteh pemilik warung itu. Akan tetapi dia tidak merasa bahwa hal itu menyindir kakak seperguruannya. Sepi Eeh hehe, warung Mamang apa setiap hari seperti ini?

46 38 Ya yang datang, yang datang makan yaa ada juga, Den. Tapi belum seperti dulu. Lagi pula beberapa hari ini banyak orang yang takut mengadakan perjalanan jauh, Den. Kenapa mereka takut, Mang? Eh, anu Mereka takut pada kelompok Ning Sewu, Den! jawab pemilik warung dengan suara takut-takut. Kali ini Anting Wulan yang tersedak dan terbatuk-batuk. Setelah itu dia berseru heran, Ning Sewu? Anting Wulan dan juga Raden Seta Keling tersentak kaget mendengar kata-kata dari pemilik warung. Kembali nama Ning Sewu menjadi momok bagi penduduk. Mereka takut pada kelompok dengan Ning Sewu. Apa Mamang tidak salah? Setahu kami, Ning Sewu adalah sekelompok pendekar yang suka membela rakyat. Ya, kami juga pernah mendengar cerita itu, Den. Semula orang-orang yang makan di sini bercerita tentang kebaikan Ning Sewu, Den. Tapi belakangan ini kabarnya Ning Sewu merampok dan membunuh di mana-mana. Anting Wulan menjadi terkulai lemas. Huuh Ada apa Wulan? Tenanglah. Kakang, sebaiknya kita segera tinggalkan tempat ini. Kita lanjutkan perjalanan kita.

47 39 ketus. Sebaiknya kau habiskan dulu makanmu itu. Aku sudah kenyang, Kakang. Hmm, baiklah. Eh, Ini uangnya Mang. Mari Wulan Wuihh, Den. Uangnya terlalu banyak, Den. Ambil saja, Mang. Anggap saja pemberian jadi Neng Sewu! sela Anting Wulan Heee? Pemberian dari Ning Sewu? Aneh. Apa maksudnya? Ning Sewu... Ning Sewu Hmm Itu gerbang kotaraja, Kakang. Kita sampai tepat pada waktunya. Kita langsung saja ke sana. Sebentar lagi senja akan datang. Mungkin kakang Dampu Awuk dan kakang Saka sudah menunggu di sana. Hmm, ya baiklah. Tapi jangan terlampau cepat jalannya. Di sini banyak prajurit kerajaan yang lalu-lalang. Kau bisa dicurigai. Eeh, baik. Kau benar, Kakang. Aku seakan tidak sabar untuk mendengar kabar tentang Intan Pandini. Anting Wulan beralasan, akan tetapi dalam hatinya, Anting Wulan berpikiran lain, Ah, aku berdusta. Aku justru tiba-tiba rindu ingin bertemu dengan kakang Saka. Oh, dewata semoga saja Intan Pandini segera hilang dari kelompok kami. Semoga hilang dari ingatan kakang Saka Hey! Awas Wulan! Hey, kenapa kau? Melamun? Eh, i-iya kakang. Aku melamun. Ada sesuatu yang menyusahkan hatimu?

48 40 Tidak kakang. Tidak Hmm anu, Bagaimana jika sampai eyang Resi mendengar tentang sepak terjang Ning Sewu yang mencemarkan nama baiknya. Jangan khawatir Wulan, eyang Resi sudah mengenal kita dengan baik. Tentunya tidak akan mudah percaya dengan cerita-cerita yang tidak tentu kebenarannya. Kakang! Mari cepat, ikuti kereta kuda itu. Orang itu kakang Eh, sabar Wulan. Ini kotaraja. Jangan melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kecurigaan. Ah, tapi kakang laki-laki tua yang ada di dalam kereta tadi adalah salah seorang tokoh yang kita temui di dalam hutan sana. Hah?! Apa kau tidak salah Wulan? Kereta tadi adalah kereta pembesar tinggi kerajaan Karang Sedana. Kurasa kau telah salah lihat. Aduuh, aku belum lagi pikun Kakang. Umurku belum lebih dari dua puluh satu tahun! Haah, aneh. Aneh sekali. Malam ini juga aku akan mencoba menyelidiki istana Karang Sedana. Oh itu adik Dampu dan adik Saka, lihat dia memandang kemari. Ayo kita temui. Sesuai dengan rencana empat orang anggota kelompok Ning Sewu berkumpul di sebelah timur istana Karang Sedana.

49 41 Bagaimana dengan perjalanan kalian? Ada hambatan? Tidak kakang. Hanya rencana kami ubah. Kami tidak memperkenalkan diri sebagai kelompok Ning Sewu. Karena disepanjang perjalanan, kami banyak mendengar tentang nama Ning Sewu yang mulai menakutkan bagi rakyat desa. Aah, tapi Intan Pandini telah mengetahui siapa kita. Kurasa, Intan Pandini dapat dipercaya. Dia sudah mengenal betul siapa kita. Ah aku rasa juga demikian Wulan. Adik Awuk, Saka dan kau Wulan Ya, kakang? Malam ini kita ke istana. Akan tetapi tidak seperti rencana semula, menghadap dan menghaturkan sembah bakti dan menyampaikan salam dari eyang Resi. Loh? Kenapa jadi begitu, Kakang? Aku melihat suatu keadaan yang cukup serius yang sebentar lagi menimpa kerajaan Karang Sedana Kemudian raden Seta Keling menceritakan semua pengalamannya bersama dengan Anting Wulan di hutan kaki Gunung Ciremai dan laki-laki tua yang dilihat Wulan di atas kereta pembesar kerajaan. terperangkap. Kita harus menjadikannya dahulu Kakang. Benar. Kita harus menyelidikinya sebelum meng-hadap dan

50 42 Bagus. Jika demikian marilah kita atur siasat kita. Sementara raden Seta Keling dan kawan-kawannya mengatur rencana mereka, marilah kita jenguk keadaan istana Karang Sedana. Malam itu, raja Aji Konda di dalam Keraton Karang Sedana sedang ber-sinekawa 6 bersama dengan para pembesar istananya. Yang menjadi pokok bahasan mereka adalah situasi kerajaan yang dirasakan semakin memburuk, baik mengenai masalah perekonomian maupun masalah keamanan. Paman Dalem, Paman Patih dan Kiai. Terima kasih atas kesediaan Paman bertiga memenuhi undangan. Daulat Paduka. Sabda Paduka kami junjung tinggi. Iya, terima kasih. Paman-paman sekalian kiranya kita semua cukup maklum atas kejadian serta keprihatinan yang menimpa di sebagian besar kerajaan ini. Nah, untuk itu untuk kesekian kali kita berkumpul, untuk memikirkan masalah ini. Bagaimana kini pendapat paman-paman? Ampun Tuanku, mengingat jumlah prajurit kita yang sangat terbatas, rasanya tidak mungkin kita mengirimkan pasukan kita ke segala penjuru kerajaan untuk mengamankan penduduk. Eh, jadi maksud hamba, Tuanku dapat mengirimkan utusan pada sang 6 Melakukan pertemuan

51 43 mahaprabu Sanna di Galuh. Mohon agar sudi kiranya mengembalikan tentara Karang Sedana atau meminjamkan tentara Karang Sedaana untuk beberapa saat guna mengamankan negeri ini, begitu. Aah, apakah itu mungkin, paman Widadung? Apakah bukan malah aku yang justru akan disalah? Tidak mampu mengamankan Karang Sedana. Aku ragu Paman Eeh, bagaimana paman Dalem? Kyai? Hamba mengerti. Pasukan tuanku yang jumlahnya tidak terbatas tidak mungkin diperintahkan keluar dari istana dalam jumlah yang banyak. Untuk itu, hamba mengusulkan bagaimana jika Tuanku mengirimkan utusan dan meminta bantuan pada setiap Padepokan dan perguruan-perguruan silat. Ampun tuanku. Hamba rasa usul dari Kyai Sedawarna kurang baik bagi kewibawaan Tuanku sebagai pimpinan dan junjungan di Karang Sedana ini. Hmm, usulmu sendiri bagaimana paman Dalem? Ampun Tuanku. Tuanku dapat mengumpulkan para penduduk untuk dilatih olah keprajuritan. Aah, tetapi itu akan memakan waktu yang lama, Ki Sentana. Ya, memang. Sedikit memakan waktu, tapi kita akan tetap memiliki kewibawaan, Tuanku! Sementara perdebatan berlangsung di paseban, Raden Seta Keling dan kawan-kawannya dengan berpakaian hitam-hitam, berkelebat di antara dinding dan atap-atap istana Karang Sedana.

52 44 Kakang, lihatlah di bawah sana. Itu pintu kayu besar yang terbuka itu adalah lumbung padi istana. Hmm, gudang istana Coba kulihat tempat apakah di bawah kita ini Hati-hati membuka gentingnya, Awuk. Bukan tidak mungkin ada penjaga atau penghuni yang bersiaga di dalam. Jangan khawatir, akan kuintip dulu Kakang. Oh, Kakang! Gudang padi lagi. Banyak sekali padi di dalam sini. Ah, ya-ya. Apa yang harus kita lakukan? Kurang ajar Aji Konda. Dia asik-asik di dalam istana sementara rakyatnya banyak yang kelaparan. Kita beri pelajaran saja Kakang! Iya, harus diberi pelajaran! Tutup rapat-rapat wajah kalian! Kita pergi ke gedung besar yang terang itu. Kakang, lihat di bawah sana! Kenapa Wulan? Seta Keling memandang ke arah yang ditunjuk oleh Anting Wulan, Aku melihat sang prabu Aji Konda bersama Eh, kurang ajar! Kau benar Wulan. Orang itu yang kita lihat di hutan sana. Pengkhianat!

53 45 Raden Seta Keling begitu melihat laki-laki tua yang ditunjukkan Wulan tidak dapat menahan diri lagi. Hahahaha! Aji Konda! Keluarlah kau! Aji Konda, kemari, temuilah aku malaikat pembuat perhitungan atas dosa-dosa manusia. Hahahaha! Sang Prabu Aji Konda dan para pembantunya tersentak ketika mendengar suara tantangan dari atas genteng di mana ia sedang berbincang dengan pembantu-pembantunya dan tanpa membuang waktu lagi raja yang memang memiliki ilmu dan aji kesaktian itu bersama dengan pembantu-pembantunya melompat ke atas genteng. Turun kau tikus-tikus bodoh! Mundurlah kalian! Siapakah kau sebenarnya? Ada apa kau menyatroni kami tanpa sopan-santun seperti ini? Hahahaha! Patih Widadung yang perkasa, dan Kyai Sedahwarna. Aku telah mengenal kalian sebagai satria-satria yang disegani di tanah Pasundan. Tapi jika aku boleh tahu siapakah lakilaki tua di sebelah sang prabu Aji Konda? Manusia-manusia liar, ketahuilah itu adalah penasihat Dalem Sentana! Penasehat istana Karang Sedana. Hahahaha, penasihat dalam Sentana atau penghianat dari Karang Sedana? Kurang ajar! Siapakah kalian ini, eh?!

54 46 Kau tidak perlu tahu tentang aku, tapi aku tahu banyak tentang dirimu. Hahahaha! Kurang ajar! Biar hamba yang memberi pelajaran, tuanku. Tunggu paman Patih! Tunggu! prabu Aji Konda berkata, Eeh Apakah maksud dan tujuan datang kemari, katakanlah! Bukankah sudah kukatakan, aku datang untuk membuat perhitungan atas dosa-dosa seseorang. Nah, Aji Konda Lumbung padimu terlampau penuh isinya. Sedangkan rakyatmu diluar hidup penuh keprihatinan! Hemmm, lalu kau kemari hendak memberi pelajaran padaku? Lakukanlah kalau kau memang mampu! Mundurlah tuanku, biar hamba yang memberi pelajaran pada mereka! Baiklah, Paman. Tapi jangan bunuh mereka. Aku ingin tahu siapa mereka sesungguhnya. Baik, Tuanku. Berikan padaku, Kakang! Ah, mereka dari padepokan Goa Larang. Ya, pasti itu adalah jurusjurus khas perguruan itu. Apa hubungan mereka dengan resi Wanayasa? Putera nomer dua 7 sang prabu Sanna maharaja Galuh. Aku harus menghentikannya. 7 Seharusnya : Saudara nomor dua dari Prabu Sanna, raja Galuh

55 47 Tunggu! Berhenti, paman Patih! Tunggu! Anak muda aku mengenal siapa kalian semua. Tinggalkan tempat ini dan sampaikan salamku pada gurumu. Aku tidak ingin bertempur dengan kalian! Nah, tinggalkan tempat ini segera. Kakang, marilah kita tinggalkan tempat ini. Baiklah, tapi ingat-ingatlah pesanku tadi. Perhatikan lah rakyatmu dan perhatikan pula penasehatmu! Kurang ajar! Sabar paman! Sabar! Aah, kurang ajar! Orang itu benar-benar menghina hamba Tuan. Siapakah dia? Kenapa Tuanku diamkan saja? Mereka adalah murid dari eyang resi Wanayasa dari Padepokan Goa Larang. Ooh, kelompok Ning Sewu?! Benar. Marilah kita lanjutkan pembicaraan kita lagi. Baik Tuanku. Eh, Hulubalang! Perketat pengamanan istana. Aku tidak mau seperti tadi terulang lagi! Celaka! Rahasiaku terbongkar. Untung baginda tidak percaya begitu saja dengan kata-kata dari anak setan tadi. Aku harus mempercepat rencana penyerbuan. Malam ini juga aku harus meninggalkan istana Karang Sedana! gerutu Ki Jaya Sentana.

56 48 Malam itu juga secara rahasia Prabu Aji Konda menghubungi Patih Widadung dan Kyai Sedawarna untuk mengadakan pembicaraan khusus. Paman Patih, dan Kyai mungkin sudah maklum dengan pertemuan yang tanpa kehadiran penasehat Dalem Sentana. Mungkin Tuanku hendak membicarakan perihal Ki Sentana? Ya kau benar. Tidak ada salahnya jika Paduka memperketat pengawalan dan mengawasi Ki Sentana secara hati-hati. Aahh, akan tetapi Tuanku... jika hal itu segera kita lakukan, kita akan menyinggung perasaan Ki Sentana sebagai orang kepercayaan Tuanku Tapi demi kepentingan besar, demi kepentingan seluruh Karang Sedana hal itu harus kita lakukan Tuanku. Iya. Cukup Paman dan Kyai. Aku akan mengambil keputusan. Ah, daulat Tuanku. Keputusan Tuanku hamba junjung tinggi! Penjagaan dapat diperketat. Akan tetapi pengawasan langsung kepada penasehat Dalem jangan dilakukan dahulu. Akan tetapi Paman Patih dapat melakukan penyelidikan ke segala penjuru Karang Sedana. Jangan kirim pasukan, akan tetapi cukup petugas sandi.

57 49 Daulat Tuanku. Akan hamba kirim petugas sandi sampai keempat penjuru perbatasan Karang Sedana! Hmm, Bagus! Jika demikian kukira pertemuan ini cukup. Paman dapat segera melakukan tugas Paman kembali. Malam itu juga, Ki Sentana penasehat kerajaan Karang Sedana beserta kelompoknya Ki Demang Suwanda, Ki Dalimar, Ki Darpo dan Ki Mahendra mengadakan pembicaraan khusus dan akhirnya diputuskan untuk mengadakan penyerangan secepatnya. Malam ini juga kita akan melakukan penyerangan ke Karang Sedana. Bersiaplah kalian. Kalian sudah harus tiba besok malam di gerbang kotaraja. Untuk rencana penyerangan, segera akan kalian dapatkan dari pimpinan kelompok kalian! Nah bersiaplah! Keesokan harinya, sejak pagi hari hingga sore hari, istana dan gerbang kotaraja kelihatan ada sedikit kesibukan. Pasukan-pasukan cadangan yang berada di dalam barak dikeluarkan sampai akhirnya ketika senja mulai turun Tuanku! Tuanku bersiaplah! Tuanku! Mereka datang?! Ah, benar Tuanku. Di gerbang kotaraja pasukan kita sedang berusaha menahan serbuan mereka! Berapa banyak jumlah pasukan mereka, Paman?

58 50 Ampun, Tuanku. Jumlah mereka banyak sekali. Hampir dua kali lebih banyak dari pasukan Karang Sedana, Tuanku. Jika demikian, kerahkan seluruh pasukan istana, paman Patih. Jangan biarkan mereka menembus pintu kotaraja. Jaga seluruh bagian dari dinding-dinding benteng kita! Akan kami usahakan, Tuanku. Apa Paman sudah melihat sendiri dengan mata paman sendiri keterlibatan penasehat Dalem Sentana? Ah, hamba memang belum melihat. Tapi hamba sudah merasa pasti, Tuanku. Hamba tidak lagi melihat Ki Sentana setelah pertemuan malam itu. Ah, baiklah. Kembalilah ke medan sana. Aku akan segera menyusul setelah menjelaskan masalah ini pada keluargakku. Baik, Tuanku. Hamba segera berangkat. Oh, ada apa ribut-ribut kanda Prabu? Apakah sesuatu telah terjadi? Iya Adinda. Karang Sedana istana kita yang semula selalu tenang kini telah berubah, seperti yang kanda khawatirkan semula. Maksud Kanda? Ee apa yang telah terjadi? Di mana putraku Angling Purbaya? Ada di kamarnya. Dia masih tidur. Oh, ceritakanlah, Kanda. Apa yang telah terjadi di luar sana? Aah, kemarau yang berkepanjangan agaknya telah membuat sebagian dari penduduk Karang Sedana menjadi lupa diri. Dan dengan

59 51 hasutan seseorang yang culas, sebagian dari penduduk Karang Sedana telah bergerak. Maksud Kanda, telah terjadi pemberontakan? Benar Dinda. Oh, celaka. Siapakah yang berdiri di belakang mereka Kanda? Apakah negara tetangga kita ada yang terlibat? Sampai saat ini Kanda belum tahu akan hal itu. Tapi satu hal yang membuat Kanda kecewa ialah kemungkinan keterlibatan dari Ki Sentana besar sekali. Kurang ajar, Ki Sentana! Pagar makan tanaman! Oh, sungguh busuk manusia itu, Kanda! Sudahlah Dinda. Kanda akan segera melihat ke gerbang kotaraja. Jaga Purbaya jangan biarkan dia main jauh dari dirimu. Tunggu dulu, Kanda. Agaknya Kanda cukup cemas. Apakah kekuatan pemberontak itu cukup besar? Menurut paman Patih memang demikian. Akan tetapi janganlah terlalu khawatir. Kanda akan berusaha untuk menahan mereka. Kanda pergi! Hati-hatilah, Kanda. Hey, satria-satria Karang Sedana! Apa yang telah kalian lakukan tadi dengan rekan-rekan kalian? Karena ingin menyelamatkan nyawa kalian, gerbang ini kalian tutup sehingga semua kawan-kawan kalian yang tidak berhasil masuk habis mati terbantai. Nah, lemparkanlah kebawah sini anak panah dan semua senjata kalian, dan bukalah pintu gerbang ini, maka kalian semua akan kami ampuni.

60 52 Hayoo, bukalah cepat gerbang kalian, dan kalian semua akan selamat. Jangan memperbodoh diri kalian sendiri. Aku tahu jumlah dan kekuatan kalian. Kekuatan kalian tidak lebih dari separuh kekuatan kami. Ayo, menyerahlah! Ribuan para pemberontak yang nampak liar dan haus akan pembunuhan, berteriak sambil mengacung-acungkan senjata mereka. Ki Demang Suwanda yang merupakan salah seorang tokoh utama dari kelompok pemberontakan kelihatan menjadi semakin geram, ketika menyadari ancamannya tidak digubris oleh prajurit Karang Sedana. Keluarkan balok pendobrak yang telah kalian siapkan! Hancurkan gerbang itu! Dan bunuh semua manusia di dalamnya! Satu! Dua! Tiga Hey, jangan biarkan mereka menghancurkan gerbang. Hujani terus dengan anak panah kalian! Hooy, sayap kiri dan kanan, pusatkan serangan kalian ke kereta pendobrak itu! Bagaimana dengan gerbang timur dan barat, Hulubalang? Baru saja hamba dapat laporan, bahwa kekuatan terbesar ada di sini. Oh, pertahankan terus dengan sekuat tenaga gerbang ini. Yah, jika sampai bobol kita tidak akan dapat menahan arus serangan pasukan sebanyak itu.

61 53 Ya, kau benar Patih. Pasukan mereka sangatlah besar jumlahnya. Dan, oh agaknya sebentar lagi gerbang ini akan bobol. Pasukan panah mereka di bawah sangat banyak yang balas menyerang untuk melindungi pembawa kereta pendobrak itu. Kita bantu menahan kereta itu dengan panah, paman Patih. Baik, Tuanku. Melihat serangan dari kereta pendobrak yang bermuatan batang pohon besar sangat berbahaya, maka prabu Aji Konda dan patih Widadung kemudian ikut turun tangan membantu menahan lajunya serangan pemberontak. Tameng itu terpental jatuh dan beberapa saat kemudian terdengar teriakan dari beberapa orang korban pembawa kereta pendobrak itu. Demikianlah, beberapa saat lajunya usaha pendobrak mulai tertahan dengan serangan-serangan dari sang Prabu dan patih Widadung. Sementara itu, jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk peperangan, di sebelah selatan dari istana Karang Sedana tampak raden Seta Keling dan adik-adiknya sedang beristirahat. Kakang, agaknya sebentar lagi Karang Sedana akan kembali hijau. Hujan akan turun. Lihatlah, burung-burung pun sudah mulai nampak banyak di sekitar Karang Sedana. Burung-burung sudah dapat membaca bahwa hujan akan segera turun. Ha? Apa maksudmu dengan hujan?

62 54 Lihatlah itu, kakang Seta, kakang Saka, kakang Dampu Bukankah itu Oh, celaka! Mereka sudah mulai. Kita segera ke sana! Itu adalah kobaran api! Ya, dari arah Karang Sedana! Ayo, kita lihat! Dinda! Sedang apa di sini? Mengapa tidak masuk ke dalam? Kanda Prabu, sejak kepergian Kanda, dinda merasa sangat cemas sekali. Dinda menjadi tidak betah dan serba salah di dalam istana. Oleh karena itu, Dinda keluar dan menunggu Kanda di sini. Sambil melihat-lihat orang-orang yang sibuk berlari kesana-kemari. Bersiaplah, Dinda. Mungkin sebentar lagi Dinda akan berangkat pergi dari istana ini. Lalu, bagaimana dengan Kanda Prabu? Ikut bersama Dinda? Ah, Kanda masih akan berusaha menahan serangan mereka. Jika tidak juga berhasil, maka Kanda akan segera menyusul. Bersiaplah Dinda. Jangan kenakan baju Dinda, tapi kenakanlah baju Bibi Emban. Jadi maksud Kanda, dinda harus menyamar dan pergi seorang diri tanpa ditemani kanda Prabu? Iya. Dinda akan pergi tanpa Kanda. Tapi dinda akan diantar oleh Karewang, hulubalang kerajaan. Bersiaplah Dinda. Dan kau juga Karewang. Baik Tuanku, hamba akan kembali untuk berganti pakaian, Tuanku.

63 55 Aaah, tidak ada waktu, Karewang. Kau masuklah ke dalam, carilah pakaian dari seorang abdi dalem ku. Hamba segera bersiap, Tuanku. Dan beberapa orang prajurit akan hamba siapkan untuk membuka jalan di gerbang timur yang agak lemah, Tuanku. Ah tidak. Kau pergi seorang diri, Karewang. Ah? Seorang diri? Ya. Dan kau tidak perlu melalui gerbang timur. Ikutilah saja istriku. Dia akan menunjukkan jalan rahasia keluar dari istana ini hingga sampai di luar kotaraja. Bawa istriku ke pada Kyai Sedawarna, kawanku di gunung Sawal. Ah, baik Tuanku. Hamba pamit untuk bersiap, Tuanku. Baiklah. Hapuslah air matamu Dinda, jangan menangis. Semua ini mungkin sudah kehendak dewata. Pergilah cepat. Eh dimana Purbaya? Dia sedang bermain di belakang, bersama Cempaka. Ya, Cempaka emban pengasuh Purbaya bisa juga kau ajak. Pergilah cepat padanya. Jika dia menanyakanku, aku sedang berusaha mempertahankan Karang Sedana. Jaga diri Kanda baik-baik. Dinda akan menunggu di sana. Sementara itu pergulatan dan usaha dari pihak pemberontak nampak semakin membuahkan menampakkan hasil. Telah berkali-kali kereta penggedor sempat menggedor gerbang utama Karang Sedana. Pintu

64 56 gerbang yang kokoh dan dilindungi hujan anak panah para prajurit, perlahan-lahan mulai kelihatan rusak di sana-sini. Satu, Dua, Tiga! Hahahaha! Hey patih Widadung! Sebentar lagi pintu itu akan hancur. Dan Karang Sedana akan ku buat banjir dengan darah kalian prajurit-prajurit bodoh! Hayo terus dobrak dan hancurkan gerbang itu. Hancurkan, hancurkan pintu gerbang itu. Ayo kita hancurkan! Dobrak saja! Setan gila, entah dari mana Ki Sentana dan demang gila ini mengumpulkan orang liar sebanyak ini? Hooi, demang gila! Tidak bosan-bosankah engkau mengacau disana-sini? Jika sang mahaprabu Sanna di Galuh mengetahui semua ulahmu ini, maka tentu kau tidak akan diampuni untuk kedua kalinya! Hey, kau tidak perlu menakuti aku dengan nama Sanna. Aku tidak takut pada dia. Justru persiapanku kalil ini untuk membalaskan sakit hatiku padanya. Galuh satu saat juga akan aku hancurkan! Gila, setan satunya ini benar-benar gila. Eeh, entah dimana setan satunya si ular kepala dua dan Ki Sentana. Semangat juang dari pemberontak-pemberontak liar benar-benar menggetarkan seluruh prajurit Karang Sedana. Mereka terus saja

65 57 maju, tanpa mengenal arti takut. Dan hampir dapat dipastikan bahwa beberapa saat lagi gerbang utama dari Karang Sedana akan segera hancur. Akan tetapi Anting, hancurkan kereta itu. Kakang Saka, kakang Dampu, lindungi aku! Kurang ajar, ternyata kalian. Kau rasakan ini, anak muda tak tahu diri. bentak Ki Demang Suwanda geram. Mundur kalian, ini bagianku. Setan! Kuremukkan kau bocah sombong! Ki Demang Suwanda adalah seorang tokoh sakti yang memiliki beragam ilmu dari golongan putih maupun hitam. Dan salah satu ilmu andalan yang menjadi kebanggaannya adalah Kelabang Seribu, yang merupakan pukulan beracun yang sangat berbahaya. Kincir Metu! Kau kira aku gentar dengan Kincir Metu mu, bocah? Kedua tangan Ki Demang nampak mulai menghitam, dan Patih Widadung yang sejak tadi mengawasi pertempuran itu, mengenal ganasnya ilmu pukulan beracun itu. Ketika pertempuran antara raden Seta Keling dan Ki Demang Suwanda telah mencapai puncaknya, pertempuran lainnya disekeliling mereka tanpa dikomandokan berhenti dengan sendirinya. Dan arena

66 58 pertempuran mereka pun terbentuk karena angin pukulan mereka yang mencapai beberapa tombak. Para prajurit pemberontak dan prajurit Karang Sedana yang menyaksikan dari atas benteng gerbang semua tampak melongong melihat pertempuran tingkat tinggi. Di tengah arena, mereka hanya mampu melihat kelebat orang bertempur tanpa dapat membedakannya. Awas raden! Pukulan beracun Kelabang Seribu! Hmm, Kelabang Seribu Aku harus menghindarkan persentuhan tangan dengannya. Racun itu sangat berbahaya. Kurang ajar! Aku tidak bisa mengalahkan aji Kincir Metu. Bagaimana aku dapat menyatakan diri sebagai tokoh golongan tua? Huh! Aku harus mempercepat seranganku. Serangannya semakin berbahaya saja, harus ku keluarkan juru pamungkas Kincir Metu. Sambut seranganku, mampus kau anak muda! Tinggalkan tempat ini, naik ke gerbang! Dimana Ki Sentana? Katakan padanya bahwa aku akan menarik pasukan untuk sementara. Kita tidak akan dapat masuk tanpa kereta pendobrak itu. Ayo, mundur! Kehadiran keempat anggota Ning Sewu di kotaraja kali ini benarbenar menggembirakan seluruh prajurit. Harapan mereka yang semula hilang kini telah tumbuh kembali.

67 59 Setelah mengalahkan Ki Demang Suwanda Terima kasih atas bantuan kalian, ucap patih Suwanda pada raden Seta Keling dan saudara-saudaranya. Tinggal beberapa waktu di sini anak-anak muda bantulah kami. Kelak aku akan datang untuk mengucapkan terima kasih ke Padepokanmu, dan menghadap eyang remi Wanayasa. Kami memang datang kemari atas perintah guru, untuk membantu Karang Sedana dari gangguan pengacau. Akan tetapi yang terjadi di sini, justru lebih dari sekedar pengacauan. Hmm. Marilah anak-anak muda dan kau paman Patih, kita beristirahat di dalam keraton. Bagaimana paman Patih, apa kira-kira kita akan dapat menahan serangan mereka yang berikutnya? Ampun tuanku, beribu ampun. Hamba tidak bisa memberi kepastian. Hamba ragu Eh, hamba ragu dengan kemampuan kita yang ada pada saat ini untuk menahan serangan pasukan pemberontak. Paman Widadung benar. Aku pun juga ragu jika dalam situasi seperti ini. Eh sejak 3 bulan yang lalu kita terlena. Kita tidak memulai menyiapkan kembali pasukan kita. Sejak Prabu Sanna mengambil 5000 prajurit kita. Tuanku tidak bersalah. Saat itu Tuan menyimpulkan bahwa tidak perlu untuk menyiapkan prajurit karena keadaan dari Karang Sedana yang memprihatinkan. Kemarau seakan-akan melumpuhkan sebagian besar dari sendi-sendi perekonomian kita.

68 60 Ooh, anak-anak muda Apakah kalian mempunyai pertimbangan atau usul untuk menyelesaikan masalah ini? Katakanlah, mungkin justru kau yang dapat menolong kami seperti yang baru saja kau lakukan. Ampun tuanku sebelumnya hamba ingin me-nyampaikan dulu salam dari guru kami. Eeh, mengenai masalah yang sekarang sedang dihadapi oleh Karang Sedana memang sangatlah berat. Pasukan pemberontak yang kita hadapi jumlahnya jauh lebih banyak dari pasukan Karang Sedana. Maka untuk menghadapinya janganlah dengan cara beradu dada. Hmm, apa maksudmu anak muda? Bergerilya? Hampir seperti itu, Tuanku. Tuanku dapat mengirimkan beberapa orang berilmu untuk mengadakan pengacauan di tempat mereka. Membakar persediaan makanan mereka dan perlengkapan perang mereka. Dengan habisnya persediaan makan mereka, tidaklah mungkin mereka masih berkeliaran di sekitar sini. Yaa, kira-kira itulah usul dari hamba. Hmm, bisa juga diterima usulmu. Tapi apa tidak ada usul yang lain? Karena aku sangat mengkhawatirkan keselamatan orangorang yang bertugas ke sana. Ampun, Tuanku. Jika hanya itu keberatan Tuanku dengan usul kakang Seta, Tuanku dapat mempercayakan tugas itu pada kami. Benar, Tuanku. Kedatangan kami kemari memang justru untuk tugas itu aku.

69 61 Aku mengerti. Kalian adalah satria-satria yang pantang mengenal takut. Kalian adalah satria-satria perkasa asuhan dari eyang resi Wanayasa dari Padepokan Goa Larang. Tapi untuk masuk ke dalam sarang pemberontak yang jumlahnya sekitar enam ribu orang dan juga penuh dengan tokoh-tokoh sakti, sangatlah berbahaya! Tugasi kami, Tuanku. Kami tidak takut dengan bahayabahaya yang Tuanku ceritakan itu. Ahh, jika sampai terjadi apa-apa dengan kalian, hmm bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan-nya. Maafkan saya, Tuanku. Bagaimana jika Tuanku memohon pertolongan pada Mahaprabu Sanna di Galuh? Hmm, agaknya Mahaprabu Sanna di Galuh sedang merencanakan pendudukan di luar pulau. Eeh, untuk itu lima ribu pasukan dari Karang Sedana telah dimintanya. Saya kira tidak ada jalan lain, Tuanku. Kami berempat akan mencoba masuk ke dalam daerah pertahanan mereka dan membuat kekacauan di sana. Hmm, baiklah. Jika kau yang memaksa, pergilah. Aku akan berdoa pada Hyang Widi untuk keselamatan kalian. Terima kasih, Tuanku. Eeh, tunggu! Kalian belum memperkenalkan diri. Bagaimana aku bisa tenang menerima budi kalian, jika nama kalian saja aku tidak tahu? Ampun beribu ampun, Tuanku. Hamba berempat adalah anak-anak desa yang hina yang dapat hidup sampai saat ini adalah

70 62 karena kemurahan hati eyang guru Wanayasa yang telah menolong kami pada masa kecil. Eeh saya adalah Seta Keling. Dan adik seperguruan saya ini adalah Saka Palwaguna, Dampu Awuk dan Anting Wulan. Hmm, Nah, Seta Keling berangkatlah segera setelah kalian cukup beristirahat. Doaku bersama kalian. Terima kasih, Tuanku. Hamba pamit! Istirahatlah kalian. Sebentar lagi, jika senja sudah menjadi gelap, kita sudah harus meninggalkan istana Karang Sedana untuk mencari daerah pertahanan pemberontak. Ah, iya kakang. Nasib kita baik sekali, kakang. Kita kini menjadi orang terhormat. Baginda raja Aji Konda pun kelihatan segan pada kita. Yah, kalian merasakan tidak, adik Awuk? Adik Wulan? Kita menjadi orang terhormat hanya saat ini saja. Karena saat ini kita membantu baginda Raja mengamankan Karang Sedana. Saat lain jika kita bertemu mungkin sikap Baginda akan berubah. Tidak lagi seperti ini. Kau salah adik Awuk. Kita dihormati bukan karena bantuan kita terhadap mereka tapi karena eyang guru Wanayasa. Iya, kakang benar. Karena gurulah kita dihormati oleh prabu Aji Konda. Kalian salah. Kita dihormati adalah karena mahaprabu Sanna dari Galuh. Coba saja, jika eyang bukan saudara dari mahaprabu Galuh, apakah juga kita akan dihormati?

71 63 Haeehh, sudahlah. Jangan berbicara macam-macam. Istirahatlah. Ingat, kalian mempunyai tugas yang sangat berat malam nanti, kumpulkan tenaga kalian. Bersemedilah. Baik kakang. Sang mentari senja menebarkan sayap-sayap merahnya hanya beberapa saat saja. Dan ketika sang mentari perlahan-lahan meluncur turun dari ufuk timur, Dewa Kegelapan yang sejak tadi telah mengintip, menunggu kesempatan, kini telah muncul dan menebarkan sayap-sayapnya menyelimuti alam semesta. Di keremangan malam, udara terasa dingin menusuk tulang. Suasana kerajaan Karang Sedana sunyi dan senyap. Hampir diseluruh bagian jalan Karang Sedana tidak dapat ditemui bayangan seorang penduduk sekalipun. Akan tetapi ketika malam semakin gelap, dari arah timur Istana Karang Sedana terlihat empat bayangan berkelebat cepat menuju ke arah luar kota. Berhenti sebentar adik semua. Ada apa kakang? Kenapa kita berhenti di sini? tanya Saka Palwaguna. Kita akan mencari mereka. Saat ini kita belum mengetahui tempat mereka beristirahat.

72 64 Mereka pasti beristirahat di sebuah daerah terbuka yang luas. Mereka tidak mungkin mempergunakan kota atau desa untuk beristirahat, karena demi pertimbangan keamanan. Ya, tapi dimana lapangan luas itu? Oya coba kita lihat di sebelah barat kita. Ayo, kita ke arah barat! Awas, stop. Hati-hati ada beberapa ekor kuda menuju ke arah kemari. Benar, kakang Seta. Mereka pasti berada di sana. Penjagaan sudah ada di sekitar sini. Kita teruskan perjalanan kita Aku minta, berhati-hatilah kalian. Ayo! Raden Seta Keling dan kawan-kawannya semakin meningkatkan kewaspadaannya ketika tahu bahwa mereka sudah tiba di tempat yang ditujunya. *** Sementara itu Roro Angken, permaisuri dari sang prabu Aji Konda bersama dengan putranya raden Angling Purbaya, Cempaka pengasuh puteranya, dan hulubalang Karewang yang mengawal pelariannya melalui lorong rahasia dari puri istana yang terletak di pinggiran benteng, mereka keluar dari kotaraja. Ibu, menuju ke manakah kita? Mengapa Ayahanda Prabu tidak bersama kita? raden Purbaya memecah kesunyian.

73 65 Kita akan meninggalkan istana, untuk sementara. Ayahandamu nanti akan menyusul kita jawab ibunya yang tanpa dapat menahan perasaannya lagi, kemudian dia pun merintih, Ah, kanda Prabu Jangan Bunda menangis, kenapa? Aku menangis karena ayahmu tidak menyertai kita saat ini Kenapa harus menangis? Bukankah Ayahanda akan menyusul kita? tanya raden Purbaya lagi. Rara Angken tidak menjawab, dia memandang ke arah hulubalang Karewang lalu berkata, Paman Karewang, Hamba Tuanku? Bisakah kita beristirahat di sini? Eeh, hamba kira bisa Tuanku. Kita sudah cukup jauh dari kotaraja. Hutan kecil ini tidak mungkin disinggahi mereka, jika saat ini mereka tidak berhasil menguasai kotaraja, Tuanku. Cempaka, ambilkan kain tebal untuk alas puteraku tidur. Tidak ibunda. Purbaya tidak akan tidur. Oh, kau harus beristirahat, anakku. Perjalanan kita masih cukup panjang. Tidurlah, Raden. Nanti Raden akan dibangunkan jika sudah cukup beristirahat. Dan kita akan segera melanjutkan perjalanan. Tidak bibi Cempaka. Aku tidak dapat tidur. Aku Eh, paman Karewang ceritakanlah, apa yang sebenarnya terjadi. Jika ini

74 66 memang perjalanan kunjungan ke gunung Sawal, kenapa tidak memakai kerajaan? Kenapa kita berangkat secara diam-diam melalui lorong bawah tanah yang gelap tadi? Kenapa aku disuruh memakai pakaian orang lain yang tidak aku kenal. Ceritakanlah, pasti Paman dan Ibunda menyembunyikan sesuatu. Oh, ceritakanlah Tuanku. Agaknya raden Purbaya dapat merasakan situasi yang tidak seperti biasanya, ia sudah boleh mengetahuinya, hamba kira. Ceritakanlah Paman. Jelaskanlah semua apa yang terjadi padanya sejelas-jelasnya. Ada apakah, Paman? Karang Sedana kini sedang dilanda perang, Raden. Perang? Yang sering diceritakan Ayahanda? Manusia saling membunuh untuk mencari kemenangan? Iya, Raden. Begitulah yang kini terjadi di istana sekarang ini. Jadi Ayahanda Prabu juga sedang berperang? Sedang membunuh? Ayahanda Raden saat ini sedang membela dan mempertahankan haknya, Raden. Hak ibunda dan Hak Raden sendiri. Ayahanda Raden kini sedang berjuang. Apakah Ayahanda akan mati dalam peperangan itu, Paman? Hmm, hulubalang Karewang tersenyum kecil, Ayahnda Raden adalah seorang yang sakti. Yang memiliki beragam ilmu

75 67 kepandaian, Raden. Ayahanda akan selamat, janganlah Raden khawatir. Paman bohong! Paman dusta! Ayahanda pasti akan mati. Seperti yang terjadi dalam perang yang pernah saya dengar. Ayahanda pasti akan terbunuh. Paman dusta! Ooh, anakku Purbaya Ibu juga dusta! Ibunda membohongi aku. Ayahanda pasti akan mati. Jika tidak, kenapa ibu menangis? Kenapa kita harus pergi dengan cara seperti ini? Purbaya mulai terisak, Kalian semua dusta! Dengarlah, Raden. Kita meninggalkan istana saat perang sedang berlangsung. Bagaimana kuatnya dan besarnya pun jumlah musuh, Ayahanda Raden pasti akan segera dapat meloloskan diri dari kepungan mereka, Raden. Paman bohong! Ayahanda pasti mati dalam peperangan itu. Ayahanda adalah seorang kesatria. Ayahanda tidak mungkin melarikan diri. Kita teruskan saja perjalanan kita, paman Karewang. Iya, benar Purbaya. Keadaan di Karang Sedana sangat berbahaya, oleh karena itu kita pergi dari sana. Tapi itu belum berarti Ayahandamu akan perlaya 8 di sana. Huh! Siapakah musuh-musuh Ayahanda, Bunda? 8 Gugur, Tewas, Mati

76 68 Oh, sudahlah anakku. Tidak perlu kau ketahui saat ini. Kelak jika saatnya tiba, kau pun akan mengetahui dengan sejelas-jelasnya. Ya! Jika saatnya telah tiba, akupun akan membalas perbuatannya yang sudah menyusahkan kita. Iya, mari Raden, kita lanjutkan perjalanan kita. Dengan isak yang tertahan dan langkah yang tersaruk-saruk, Roro Angken melanjutkan perjalanannya meninggalkan Karang Sedana. Untuk tiba di tujuan mereka masih harus melakukan perjalanan yang panjang. Raden Angling Purbaya yang telah mengetahui duduk permasalahannya kini justru berjalan dengan gagah disamping ibunya. Seakan-akan siap menjadi pembela apabila ada seseorang yang mengganggu ibunya yang kini sedang dirundung kesedihan. Sementara itu, Raden Seta Keling dan ketiga adik seperguruannya telah tiba di daerah yang ditujunya. Kakang, lihat itu di sana Kakang Betul, Kakang. Cahaya temaram di tengah lapangan besar itu, pastilah mereka. Kalian benar. Lihat itu, di depan sana ada beberapa orang penjaga. Agaknya itu adalah pos terdepan mereka. Ayo, kita dekati! Sebagian besar dari mereka agaknya sudah tertidur, Kakang. Hmm, kita harus mencari tempat perbekalan mereka.

77 69 Perbekalan mereka pastilah ditaruh dalam gerobak. agar mudah dipindah-pindahkan. Iya, tapi tidaklah mudah mencari gerobak perbekalan mereka di antara ribuan orang yang bertebaran dalam gelap seperti ini. Coba kita kitari tempat ini, dari sudut sana agaknya kita dapat melihat dengan sedikit jelas. Kalian lihat tiga api unggun yang jauh disana. Kukira mereka adalah penjara tempat berbekalan. Ayo, kita coba lihat ke sana. Ah, Awas kakang! Lihat itu disebelah kanan kita, banyak tubuh-tubuh prajurit yang tidur bertebaran. Kita tidak dapat lewat terus, Kakang. Terpaksa harus mengitari prajurit yang berterbaran di kanan kita ini. Kita lewati saja, Kakang. Bukankah kita dapat terus melompati mereka. Sebagian besar dari mereka sedang tidur. Mereka pasti tidak dapat melihat kita dalam suasana gelap seperti ini. Ya, baik. Kita coba usul Wulan untuk melompati mereka. Biar aku yang dahulu. Aku coba, kakang. Hati-hati Awuk, tubuh mereka bertebaran. Jangan sampai menginjak mereka. Jangan khawatir. Agar tidak membuang-buang waktu, akhirnya raden Seta Keling menerima usul dari Anting Wulan. Gadis manis yang sedikit pemberang mendahului kakak-kakaknya, melenting melompati para

78 70 prajurit yang sedang tertidur. Kemudian diikuti oleh Kakak seperguruannya. Bayangan mereka berkelebat ringan, sempat dilihat oleh beberapa orang prajurit. Akan tetapi gerakan mereka di dalam keremangan malam tak dapat ditangkap oleh mata prajurit itu secara utuh. Sehingga para prajurit itu mengira adalah sekawanan burung malam yang sedang berkeliaran mencari makan. Lihat! Dari sini jelas bukan? Iya, Kakang. Gerobak-gerobak yang penuh berisi dengan karung. Dikelilingi oleh tiga api unggun. Pada setiap api unggun ada tiga orang penjaganya. Kakang, apa yang akan kita lakukan sekarang? Kita langsung membakar gerobak itu? Ah ya-ya. Kita tidak boleh membuang waktu lagi. Mana minyak Jarak 9 nya? Ini kakang Seta. Ah sudah, pegang saja. Kau yang bertugas membakar gerobak itu. Aku, adik Dampu Awuk dan Anting Wulan akan membungkam dahulu para penjaga malam itu. Baik Kakang. Siap kalian? Adik Awuk kau selesaikan yang sebelah kiri, tiga-tiganya. Anting yang jauh di sebelah sana. Dan aku yang di sebelah kanannya. Mulai! 9 Minyak Jarak, Castor Oil (Ricinus communis) adalah minyak yang dihasilkan dari biji pohon Jarak. Tanaman ini cukup beracun.

79 71 Serangan ketiga remaja yang dilakukan dengan kecepatan tinggi membuat sembilan penjaga malam di seputar api unggun tak dapat dan tak sempat berteriak minta tolong. Sementara Saka Palwaguna mempergunakan kesempatan tersebut untuk membasahi karungkarung yang berisi bela; mereka dengan minyak jarak. Dan beberapa saat kemudian Kita berhasil. Berhati-hatilah. Sebentar lagi pasti ada seorang di antara mereka yang melihat. Kita akan menahan beberapa orang pertama yang akan berusaha memadamkan api ini. Ya, dan kita akan segera meninggalkan tempat ini, begitu api ini cukup besar. Apiii! Apiii! Hoy, Apiii! Celaka! Api belum cukup besar membakar karung-karung. Orang yang teriak jauh sekali, Kakang. Aku tak dapat melihat orang itu lagi. Bangun semuanya! Apiii! Ada musuh datang! Padamkan api! Hayoo! Siapa yang maju ke arah api ini? Mati kalian semua! Aah, kurang ajar! Kalian lagi rupanya! Ayo, serang mereka, selamatkan perbekalan kita!

80 72 Pertarungan segera berlangsung dengan serunya. Keempat kalinya kelompok Ning Sewu mendapat perlawanan hebat dari pasukan pemberontak. Ki Darpo dan beberapa orang temannya mengepung Saka palwaguna. Sedangkan Ki Suwanda yang baru saja tiba bersama dengan beberapa orang pembantunya segera menempatkan diri menghadapi raden Seta Keling dan Anting Wulan. Sedangkan Dampu Awuk dihadapi oleh gedug-gedug Jagalpati dan dua orang saudaranya, Jagal Lanang dan Jagal Belo. Adik Wulan, tinggalkan aku! Lihat itu kakangmu Dampu Awuk terdesak hebat, seru raden Seta Keling. Baik, Kakang, sahut Anting Wulan. Dia segera mendekati Dampu Awuk. Lalu katanya pada Dampu Awuk, Kakang, tinggalkan yang dua itu! Kali ini kau tidak akan kulepaskan anak muda. Dan usahamu itu tidak akan berhasil dengan baik. Persediaan kami yang belum sempat terbakar masih cukup untuk dua tiga hari dan waktu itu bagi kami sangat cukup untuk keperluan mengusir Aji Konda. Hey, jangan banyak mulut! Manusia busuk begundal Sentana. Penghianat licik! Mana manusia licik itu? Mengapa dia tidak tampil menghadapi kami? Hey, kau tidak usah mencari Ki Sentana. Aku pun dan kawan-kawan cukup untuk memusnahkan kalian. Ayo, jangan kasih kesempatan mereka untuk bernafas! Kakang! Anting terluka, Kakang.

81 73 Pertempuran terus berlangsung dengan seru-nya. Raden Seta Keling beserta tiga saudara seperguruannya bertempur bagaikan banteng yang terluka. Mengamuk, membabat musuh-musuhnya. Akan tetapi setiap dari anggota Ning Sewu dikepung oleh puluhan orang yang seakan-akan tak pernah habis dan lagi tekanan dari kepungan mereka semakin lama semakin memperberat dengan hadirnya tokoh hitam di antara mereka. Sampai pada suatu saat Hahaha, kau tidak akan bisa lolos, anak muda! Kau tinggalkanlah kepalamu di sini, aku memerlukan tengkorak kepalamu untuk senjata baru yang akan segera kuciptakan. Aah, justru aku yang memerlukan batok kepalamu! Lihatlah seranganku ini. bentak Dampu Awuk. Hahaha, kau tak dapat menyerang dengan baik ya? Lima orang ini adalah lima orang pembantuku dari Bukit Tengkorak. Aku tidak takut dengan Kincir Metu-mu. Dan kau tidak akan dapat mengeterapkan ajianmu. Sedetik kau bersiap karena kau akan terkapar mati. Untuk menghadapimu, aku tidak perlu mempergunakan Kincir Metu! kali ini raden Saka Palwaguna yang sesumbar. Adik Saka, tinggalkan tempat ini. Biarlah aku yang menahan mereka. seru raden Seta Keling. Dengan sejuta kerepotan, Dampu Awuk, Saka Palwaguna dan Seta Keling melompat, melenting dan menahan serangan kiri dan kanan guna membuka kepungan yang berlapis-lapis. Ketiganya bertempur

82 74 sampai melindungi Anting Wulan yang sudah agak limbung gerakannya. Hingga ketiganya tiba pada akhir kepungan, raden Seta Keling dan Saka Palwaguna segera membimbing Anting Wulan, dan kemudian bagaikan terbang mereka melesat meninggalkan arena dengan aji Kidang Mamprung. Kurang ajar! Mereka berhasil melarikan diri, Ki Demang Suwanda mengumpat. Biarkan saja, Ki Demang. Mereka besok tidak akan mengganggu kita. Karena saudaranya yang seorang berhasil dilukai oleh adik Jagal Belo dengan pukulan beracunnya. sahut Ki Darpo tak acuh. Hmm, jika demikian kita akan mempergunakan waktu yang tepat untuk kembali menyerang Karang Sedana. Siapkan kelompokmu, Ki Darpo! Aku akan segera menyiapkan kelompokku. Ya. Ki Darpo menjawab pendek. *** Ooh, aduh. Tenanglah adik Wulan. Kami akan coba keluarkan racun ini dari pundakmu. Duduklah Maaf, adik Wulan Saya akan membuka baju bagian atasmu.

83 75 Wah, Kakang, lihat! Racun itu agaknya sudah sampai ke pinggang nya. Cepat hentikan! Hentikan jalan darah di sekitar perutnya, sebelum hancur isi perutnya. Aku akan melukai pusat pukulannya yang telah hitam legam ini. Aah, darah hitamnya tidak keluar, adik Saka. Adik Wulan, angkat Angkat lengan kirimu. Aah aduh Tidak bisa Kakang. Celaka, Kakang. Hmm menelungkuplah Wulan. Adik Saka, keluarkanlah racun itu dengan tenaga dalammu. Adik Wulan, bantu aku. Salurkan tenaga yang ku kirim ini ke pusat lukamu. Ayo Tanpa berpikir panjang lagi, Saka Palwaguna membuka baju bagian belakang dari anting Wulan dan segera menempelkan kedua telapak tangannya di bagian pinggangnya. Aaah, lihat Kakang. Agaknya usaha kakang Saka berhasil. Racun nya sudah berada di pinggangnya perlahan-lahan naik lagi ke arah pundaknya, Kakang. Oh iya. Lihat itu, luka yang ku toreh dengan ujung pedangku, lihat semula tidak mengeluarkan darah. Tapi kini Lihat! Oh, benar kakang. Kakang Saka berhasil. Darah yang menghitam yang telah bercampur dengan racun itu keluar, Kakang.

84 76 Terus adik Saka, adik Wulan. Kalian berhasil, darah itu mulai keluar. Teruslah Celaka, Kakang. Agaknya adik Wulan sudah tidak kuat lagi. Tahan, adik Wulan. Sebentar lagi semuanya akan selesai. Kakang! Wulan pingsan, Kakang. Cukup! Cukup adik Saka. Darahnya telah memerah. Racunnya sudah berhasil kau keluarkan. Istirahatlah adik Saka. Kembalikan tenagamu. Adik Awuk, rapikan pakaian adik Wulan. Tapi, Kakang Eeh aku aku Kakang sajalah. Aku akan mencari angin di luar gua ini. Biar biar adik Saka. Kau istirahat saja, biar aku yang melakukannya. Oh Dewata, entah apa yang terjadi dengan diriku? Anting Wulan adalah adik seperguruan tapi yang kurasakan tidak hanya itu. Aku merasakan sesuatu yang lain dalam hatiku tentang Wulan. Lho? Kakang kenapa diam saja? Rapikan baju adik Wulan, tegur Saka Palwaguna. Oh, iya-ya-ya. Adik Saka Bagaimana adik Wulan? Apakah kau masih merasakan sesuatu di dalam tubuhmu?

85 77 Terima kasih kakang. Kalian semua telah menyelamatkan jiwaku. Ah, tidak apa adik Wulan. Semua yang kami lakukan adalah hal yang memang sudah seharusnya. Bagiku, kau sudah kuanggap seperti saudara sendiri, demikian pula kakang-kakangmu yang lain. Aah, iya adik Wulan. Pergaulan kita selama 8 tahun lebih di padepokan Goa Larang merupakan buktinya. Bukankah kita sudah diangkat anak oleh eyang guru Wanayasa? Hmm, iya-ya. Benar adik Wulan. Adik Wulan, coba kau gerakan tangan dan kaki mu. Ayo Ah, sudah bisa Kakang. Saka Palwaguna tertawa senang. Tapi seluruh tubuhku ini masih terasa lemah. Dan tenagaku belum pulih kembali. Ehh, beristirahatlah adik Wulan. Nanti pasti tenaga-mu akan pulih kembali. He-eh. Tapi Kakang He? Ada apa Wulan? Bagaimana dengan Karang Sedana? Ah, bagaimana dengan Karang Sedana? Kalian tidak bisa diam saja di sini, Kakang. Eeh, tapi bagaimana denganmu, Wulan? Kami tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di sini. Kenapa tidak mungkin? Ingat, kita diperintahkan meninggalkan Goa Larang adalah untuk membantu Karang Sedana.

86 78 Iya, tetapi jika keadaannya seperti ini, bagaimana mungkin? Mungkin saja, Kakang! Tinggalkan aku di sini. Tempat ini cukup aman untukku. Aku akan tinggal di dalam gua ini begitu kalian pergi dan tak akan keluar lagi sampai kalian kembali. Eee tapi jika Sudahlah. Tidak ada tapi-tapian, Kakang. Jika pasukan pemberontak itu berangkat menjelang fajar, mereka akan tiba di Karang Sedana tak lama lagi. Kakang Sudah terlambat. Tapi Kakang masih dapat berbuat lain, menolong sang Prabu misalnya. Berangkatlah, Kakang. Baiklah jika begitu. Aku dan adik Dampu Awuk akan berangkat. Biarlah adik Saka menemanimu disini. Anting Wulan mengangguk. Ayo, adik Awuk! Ada apa adik Wulan? Apakah ada sesuatu yang membebani pikiranmu? Kulihat sejak tadi, sejak kepergian kakang Seta dan adik Awuk kau melamun dan kerap kali menarik nafas dalam-dalam. Ah, tidak ada apa-apa kakang Saka. Hmm? Hanya aku. Aku merasa menjadi beban kalian saat ini. Aku merasa karena aku kalian tidak dapat bahu-membahu berperang di Karang Sedana. Hehehe, masa kau sampai berpikir seperti itu, adik Wulan? Aku tidak percaya. Kita sudah seperti saudara sendiri. Berjuang dan

87 79 selalu membela. Seharusnya pikiran seperti itu, tidak ada lagi dalam angan-anganmu. Kau benar, Kakang Saka. Akan tetapi bukan itu yang menjadi beban pikiranku. Kemelut yang ada di dalam dadaku adalah justru karena Ehh, adik Wulan Masukklah ke dalam gua. Kau perlu istirahat dan jangan berpikir yang tidak-tidak. Kakang Ya? Aku aku tiba-tiba merasa haus. Aku ingin minum kakang Haus? Ah, baiklah. Kau tunggu disini. Aku akan mencoba mencari air untukmu. Cepatlah kakang Baiklah. Tanpa merasa curiga sedikitpun dengan keadaan Anting Wulan, Saka Palwaguna segera melompat cepat untuk memenuhi permintaannya. Sementara itu raden Seta Keling dan Dampu Awuk yang sedang menuju ke kotaraja Karang Sedana, berlari dengan sangat cepatnya. kedua kakinya dengan gerak Kidang Mamprung seakan-akan tidak menyentuh bumi. Hingga beberapa saat kemudian, kedua orang murid eyang resi Wanayasa tiba tak jauh dari gerbang kotaraja. Lihat, Kakang. Mereka telah berhasil menghancur-kan gerbang kotaraja itu.

88 80 Benar! Benar rupanya dugaan adik Wulan. Ayo kita lihat segera keadaan sang Prabu. Keduanya mengelakkan serangan yang tiba-tiba muncul menyerang mereka. Delapan orang pemberontak sudah mengayunkan golok dan pedang ke arah mereka. Ayo, terus adik Awuk. Kita langsung ke istana cari sang Prabu. Jangan layani mereka! Hahahahaha, mau ke mana kau anak muda? Hooy, Jagal Pati, Jagal Belo, Jagal Lanang hadapi dua anak muda sombong itu! Pembunuh, perampok yang hendak mengaku satria. Hey, apa maksudmu? Bukankah kalian ini sesungguhnya perampok, dan pembunuh juga seperti kami-kami ini? Hahahaha, memalukan! Masih juga ingin mengaku sebagai satria. Kakang, tiba-tiba saja aku jadi mencurigai orang ini, Kakang! Ayo, bunuh kedua orang ini. Cepat! Sudah Awuk, jangan layani mereka. Tinggalkan tempat ini, cepat. Biar aku yang melayaninya. Adik Awuk, tinggalkan mereka. Kita langsung ke istana! Cari Aji Konda! Seta Keling menjadi sangat gelisah melihat situasi yang sangat berbahaya. Dia mengkhawatirkan sekali keadaan dari prabu Aji Konda. Untuk itu dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, dia berusaha menahan serangan para tokoh pemberontak, dan

89 81 memerintah Dampu Awuk untuk segera pergi melihat keadaan sang Prabu. Ah, aku harus cepat tiba di istana Karang Sedana. Huh, agaknya para prajurit Karang Sedana tidak dapat lagi menahan arus serbuan para pemberontak. Mereka sudah tiba di istana sang Prabu. Oh, itu dia sang Prabu di halaman istana, sedang dikepung belasan orang. Maaf, Tuanku. Kami datang terlambat. Terima kasih anak muda, mana kawanmu yang lainnya? Hahahaha, hei ceritakanlah pada tuanmu, bahwa kawanmu yang seorang sedang mengubur salah seorang temannya. Hah? Benarkah anak muda? Salah seorang kawanmu telah terbunuh? Tidak betul, Tuanku. Mereka berhasil melukai Anting Wulan dengan racun. Tapi kami telah berhasil menyembuhkannya. Dan kini dia sedang beristirahat, Tuanku. Aarrhh! Pengkhianat, manusia licik! Kali ini aku akan mengadu nyawa dengan kalian! Prabu Aji Konda semakin menjadi kalap mendengarkan berita tentang Anting Wulan. Bagaikan banteng yang terluka, prabu Aji Konda melancarkan serangannya tanpa memperhatikan pertahanan bagi keselamatan jiwanya. Pukulan-pukulan maut dilancarkan pada Ki

90 82 Suwanda. Beberapa saat kemudian pertempuran mereka meningkat menjadi semakin cepat, mereka berloncatan saling menyerang dan saling menghindar, desak mendesak. Hingga pada suatu saat, Ki Demang Suwanda tidak dapat lagi menahan serangan dari sang prabu Aji Konda yang melandanya bagaikan prahara. Terimalah ini. Ayo, maju! Bunuh raja gila itu! Semu maju, bunuh cepat Aji Konda! Keadaan sang Prabu sangat mengkhawatirkan. Aku tidak dapat berbuat banyak. Prajurit dan tokoh-tokoh dari golongan hitam yang mengepungku, sedikitpun tidak memberiku kesempatan. Ya aku harus meninggalkan arena ini. Hamba datang, Tuanku. Kakang Seta Keling, tiba! Awas, jangan mendekat! Hujani anak itu dengan anak panah dan tombak. Raden Seta Keling murid utama dari padepokan Goa Larang yang telah memiliki ilmu Kincir Metu sampai pada tingkatan ke tujuh, kini hanya nampak bayangannya saja. Tubuhnya berputar ringan bagaikan gasing. Hujan anak panah dan tombak yang mengarah pada tubuhnya, semuanya terpental patah sebelum menyentuh tubuhnya. Dan perlahan-lahan putaran tubuh tersebut menuju mendekati Ki Suwanda, Ki Darpo, dan Jagal Lanang, Jagal Belo yang baru saja datang.

91 83 Ayo Ki Demang, kita kepung anak muda ini. Berbahaya Ki Darpo! Pergunakan saja senjata lemparmu! Aku akan mencoba pisau kecilku ini untuknya. Sekarang ganti aku yang menyerang, manusia busuk! Rasakan ini! Bantu Ki Demang, cepat! Jagal Lanang, bantu aku cepat! Demikianlah, serangan yang mulai dibuka oleh raden Seta Keling kini kembali terhambat dengan hadirnya gegedug-gegedug 10 hitam. Sedangkan pertempuran antara prabu Aji Konda nampak tak seimbang lagi. Sang Prabu yang sudah mulai kelelahan hampir tak dapat lagi menahan serangan dari para tokoh hitam. Pada saat yang sedang kritis tersebut, dari arah kejauhan terdengar derap kereta kuda. Hidup Ki Sentana! Hidup Ki Sentana! Ki Sentana tiba. Lindungi keretanya, Ki Darpo. Hee? Belum selesai juga? Hehehehe. Manusia ular! Kau masih mengenal siapa aku?! Kenapa Konda? Tentu saja aku mengenalmu. Lama sekali aku kerja membantumu. Tapi maaf, kau tidak bisa mengendalikan pemerintahan di Karang Sedana. Jadi untuk itu aku merebutnya. Aku ingin menyelamatkan Karang Sedana. 10 Tokoh

92 84 Manusia licik! Manusia busuk! Kubunuh kau! Heee, kenapa kau tidak bersikap lunak dan sopan padaku, Konda? Mungkin aku dapat mengampunimu. Mengampuni keluargamu. Ah, Konda Konda. Sudah Sudah hentikanlah. Ki Demang, mundurlah. Aku masih ingin bicara dengannya. Baik, Tuanku. Kenapa kau mundur, heh!? Ayo terus layani aku. Konda Konda kuminta tenanglah. Dengarlah, demi keselamatan keluargamu sendiri. Jahanam! Babi! Licik! Ki Demang, bagaimana dengan keluarga kawanku ini? Pertempuran sudah selesai, tapi aku tidak melihat mereka. Hmm, maafkan kami. Kami tidak berhasil menemukan mereka di seluruh bagian dari istana ini. Hmm, agaknya kau sudah mempersiapkan jalan rahasia dari istanamu ini, Konda. Ki Suntana terkekeh penuh kemenangan. Konda, kau akan kulepaskan untuk bertemu dengan keluargamu, asalkan kau mau menunjukkan simpanan harta kerajaan. Persetan, kau tidak akan mendapatkan harta itu. Aku tidak takut mati! bentak prabu Aji Konda marah. Oow, begitu? Baiklah. Baiklah jika begitu. Ki Demang, kau bisa berbuat sesukamu pada orang itu.

93 85 Baik, Tuanku. Akan segera hamba selesaikan manusia itu. Ki Sentana yang semula penasehat dalam Karang Sedana, penasehat sang prabu Aji Konda kini berdiri tegak sambil memilin kumisnya yang tipis. Memperhatikan jalannya pertempuran maut itu. kalian! Tahan kedua anak muda itu! Ayo, semuanya bantu kawan Raden Seta Keling bersama Dampu Awuk kembali melibatkan diri dalam pertempuran, berusaha untuk menolong sang prabu Aji Konda yang nampak terdesak hebat. Terimalah ini! Sementara itu, jauh di pinggiran kerajaan Karang Sedana, Saka Palwaguna yang sedang menemani Anting Wulan dengan tergesa dan gelisah mencari air untuk minum Wulan. Masih cukup banyak air di sini. Aku harus segera memberikan air ini pada Wulan. Dia nampak kehausan sekali. Wulan, ini kubawakan air untukmu. Wulan ini air yang kau minta. Wulan? Wulan? Kenapa kau? Apa yang terjadi denganmu? Kakang, tubuhku tubuhku terasa panas sekali. Aku haus kakang. Beri aku minum.

94 86 Celaka, Wulan. Agaknya racun itu belum tuntas keluar semua. Kakang, beri aku minum, Kakang... Jangan, adik Wulan. Kau tidak boleh minum dalam keadaan seperti ini. Biarlah aku akan mencoba menolong-mu. Maaf, kubuka baju atasmu Aku harus melihat pusat lukanya. Celaka, luka kecil yang dibuat kakang Seta untuk mengeluarkan racun, kini kembali menghitam. Wulan, bantu aku. Aku akan mencoba mengeluar-kan racun ini dengan tenaga dalamku. Aku tak kuat, kakang. Ah, celaka. Tenagaku tak akan dapat kusalurkan dengan baik tanpa bantuan dari Anting sendiri yang terluka. Oh, dewata aku harus melakukannya. Ya, tidak ada jalan lain, hanya itulah jalan satusatunya untuk menyembuhkan-nya. Karena khawatir akan keselamatan adik seperguruannya, yang sekaligus sebagai saudara angkatnya, raden Saka Palwaguna tanpa sungkan segera menempelkan mulutnya pada pundak Anting Wulan yang menghitam legam karena pengaruh racun ganas dari Jagal Belo. Berkali-kali Saka Palwaguna menghisap dan memuntahkan racun itu dari mulutnya. Sampai akhirnya ketika racun itu telah terhisap semua, Anting Wulan tersadar dari pingsannya. Dan gadis pendekar yang

95 87 belum menyadari situasi, sangat terkejut saat merasakan dekapan dan hisapan seorang laki-laki di tubuhnya. Kakang Saka! Kakang Saka! Apa yang baru saja kau lakukan dengan diriku? jerit Anting Wulan sembari mengibaskan tubuh Saka Palwaguna. Wulan, aku aku tidak melihat jalan lain lagi. Untuk menolongmu. Aku tak dapat mengeluarkan racun itu dengan tenaga dalamku, ketika kau menjadi pingsan. Jadi aku melakukan cara itu. Wulan, maafkan aku, Wulan. Aku aku sebenarnya manusia yang tidak berbudi. Manusia liar, kotor. Bukankah begitu, kakang Saka? Tidak. Kau tidak bersalah Wulan. Kau tidak mengerti. Kau baru tersadar dari pingsan. Jadi kau terkejut dan menjadi marah. Siapapun akan memakluminya. Bagaimana dengan pukulan tadi kakang? Apakah melukaimu? Tidak Wulan, hanya ya masih terasa sakit sedikit. Maafkan aku kakang Saka. Sudahlah Wulan. Sekarang bagaimana dengan tubuh dan tenagamu? Kurasakan tadi pukulanmu sudah berisi dengan tenaga. Iya, kakang. Walaupun masih terasa lemah, tapi aku merasakan sebagian tenagaku sudah pulih kembali, kakang. Wulan, istirahatlah. Agaknya kau kini sudah sembuh benar, tidak seperti sebelumnya.

96 88 Iya, kakang. Aku akan mencoba memulikan seluruh tenagaku agar kita dapat segera menyusul kakang Seta dan kakang Awuk Ah, segar sekali kini tubuhku rasanya. Hmm, dimana kakang Saka? Ah, itu dia. Agaknya dia juga banyak menguras tenaga dalamnya selama dua kali menolongku. Ah, kakang Saka tahukah kau, bahwa selama ini aku mencintaimu, kakang? Tahukah kau bahwa selama ini aku memendam rindu padamu? Ahh Dewata, jika tidak ada Intan Pandini aku pun agaknya tak akan tahu perasaanku yang sebenarnya pada kakang Saka. Aku selama ini ternyata begitu mencintainya. Aku begitu cemburu melihat perhatiannya pada Intan Pandini. Oh bagaimanakah kakang? Bagaimana kah? Apakah kau juga mencintaiku, kakang Saka? Sementara itu, raden Saka Palwaguna yang juga sedang bersemadi untuk memulihkan tenaganya, telah terjaga. Oh, kau sudah selesai Wulan? Bagaimana kini keadaan tubuhmu? Ah, sudah terasa jauh lebih baik, Kakang. Emm, kakang makanlah buah-buahan itu untuk menyegarkan tubuh Kakang. Hee, Wulan? Darimana kau dapatkan ini? Dari hutan kecil yang tak jauh dari goa ini. Saka Palwaguna tertawa senang. Cicipilah Kakang, maniiis sekali rasanya.

97 89 Ya, kau baik sekali Wulan. Terima kasih. Kakang yang baik sekali. Kakang telah menyelamat-kan jiwaku, dan aku ah, aku tak tahu harus membalas bagaimana untuk itu. Ah, sudahlah. Jangan kau membicarakan budi di antara sesama kita. Entah bagaimana nasib kerajaan Karang Sedana. Aku khawatir gerbang utama sudah berhasil mereka hancurkan. Dan hancurlah sudah. Prajurit Karang Sedana tidak mungkin dapat menahan serbuan dari pasukan pemberontak Ee, kakang Saka. Bagaimana kalau kita susul mereka sekarang? Jangan Wulan. Banyak yang sudah terjadi dalam setengah hari ini. Belum tentu kita dapat menemukan mereka. Dan lagi kau pun belum sembuh benar. Tidak kakang. Kita harus segera menyusul mereka. Kita tak dapat berdiam diri di sini sementara kakang Seta dan kakang Awuk sedang menyabung nyawa dengan para pemberontak. Ah, tapi Tidak! Kakang pun harus ikut bersamaku sekarang ke Karang Sedana, tegas Anting Wulan. Baiklah, Wulan. Mari. Ah,bagus kakang. Mari kita berlomba, siapa yang lebih dahulu tiba di sana. Jangan Wulan, kau belum sembuh benar. Hemat saja tenagamu untuk persiapan pertempuran di sana.

98 90 Kita lihat saja nanti di sana, Kakang! seru Anting Wulan sambil tertawa-tawa genit. Kakang! Bantu sang Prabu, Kakang! Aduh, aku tak sempat lagi melompat ke sana. Pertempuran kelihatan semakin tak seimbang. Prabu Aji Konda sudah tidak dapat mempertahankan kemantapan serangannya lagi. Demikian pula dengan raden Seta Keling dan Dampu Awuk adik seperguruannya sudah tidak dapat berbuat banyak dalam kepungan para tokoh pemberontak. Sementara itu Prabu Aji Panda yang sedang terkepung bersama dengan Raden Seta Keling dan Dampu Awuk menjadi semakin berbahaya keadaan mereka, hingga pada suatu ketika sang prabu Aji Konda yang tak dapat lagi mempertahankan keseimbangan tubuhnya, tak dapat meng-hindari serangan dari Ki Suwanda Aduhh, Cepat! Cepat tinggalkan tempat ini anak muda! Selamatkan dirimu! Oh, biarkanlah aku mati di halaman istanaku ini. Keadaan tiga orang yang terkepung pasukan pemberontak sudah sangat memprihatinkan. Derasnya serangan dari segala penjuru hampir tak dapat ditahan lagi. Goresan-goresan pedang yang

99 91 memercikkan darah di tubuh Aji Konda mewarnai beberapa bagian tubuhnya. Sampai ketika keadaaan mereka tak tertahankan lagi Eeh, curang Kalian curang! Mengeroyok beberapa orang ini dengan puluhan prajurit dan tokoh-tokoh yang sudah mempunyai nama di dunia hitam. Heh! Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau memakai topeng? Apakah memang kau seorang pengecut hina?! Eeh? Heheheh, Ki Sentana aku bukan seorang pengecut hina, dan aku pun bukan seorang penghianat hina. Aku hanya ingin mencoba meluruskan yang tidak benar. Menolong yang sangat membutuhkan pertolongan. Aah, Ki Suwanda! Iya?! Lepaskan topeng orang gila itu! Aku ingin tahu siapa dia. dengus Ki Sentana marah. Ooh, silahkan. Silahkan. Tuanku, kita akan segera pergi dari sini. Pegang tangan hamba bisik orang bertopeng pada sang Prabu. Serang mereka semua! Terima kasih anak muda, atas semua bantuanmu pada Baginda. Selamatkanlah dirimu, aku segera pergi! Kejar orang itu, jangan biarkan dia lolos membawa sang Prabu!

100 92 Kedatangan laki-laki bertopeng hitam benar-benar telah mengubah suasana di taman istana Karang Sedana. Kepungan yang semula ketat, kini mulai berantakan. Bentakan dari laki-laki bertopeng itu amatlah hebatnya. Dengan beberapa kali melenting sambil membawa tubuh sang Prabu, laki-laki misterius itu sudah keluar jauh dari kepungan. Dan Seta Keling serta Dampu Awuk memanfaatkan situasi itu. Awas kejar terus, jangan biarkan lagi mereka lolos. Ayo kalian juga kejar kedua anak muda itu. Aku menghendaki mereka, hidup atau mati! Ampun, Ki mereka semua berhasil melarikan diri prajurit dan tokoh-tokoh pilihan yang mengejar juga tak berhasil menemukan mereka. Kurang ajar! Babi bodoh kalian semua! Perintahkan lakukan pengejaran. Cari dan temukan Aji Konda dan keluarganya sekalian. Tebar orang kalian sekarang juga. Mereka akan menerima hadiah mereka setelah aku menerima kabar tentang Aji Konda! Baik, Ki Baik. Akan saya sebarkan prajurit untuk melakukan penyelidikan. Dan kedua anak muda itu lari ke arah sana, ke tengah kotaraja. Cari dan bunuh kedua anak itu! Baik, Tuanku Ki Darpo! Kau bersama orang-orangmu, Jagal Pati, Jagal Lanang dan Jagal Belo, dan beberapa kawan lainnya pergi mencari Aji Konda. Dan aku akan meminta beberapa

101 93 orang perwiraku untuk mencari dan menangkap kedua anak muda itu di dalam dan di sekitar kotaraja ini. Berangkatlah, segera! Ki Sentana Eh sekarang Tuan sudah berhasil. Karang Sedana sudah berada ditangan Tuan. Silahkan ambil Singgasana itu! Hmm, tapi Ki Demang Aku tidak akan bisa tenang duduk di tahta Karang Sedana, selama aku belum dapat menangkap atau membunuh Aji Konda. Tuan bisa melakukannya sambil membina dan mencari tambahan pengikut baru. Lakukan segera karena yang Prabu Sora mungkin sebentar lagi akan menagih imbalan dari bantuannya yang sekarang ini. Hmm, katakanlah pada Ranghyang Prabu Sora Aku ingat semua janjiku. Segera setelah beliau memerlukan bantuan sejumlah besar tentara, aku akan menyiapkan dan mengirimkannya. Tetapi kuharapkan pasukan Indra prahasta jangan dulu kau tarik. Aku masih memerlukanya sementara ini untuk membina keamanan. Baik-baik, Ki Suntana. Ki Suwanda, sebentar lagi aku akan menobatkan diri sebagai kepala pemerintahan Karang Sedana yang bergelar Prabu Jaya Sentana. tolong sampaikan ini padanya kelak. Tunggu dulu adik Wulan, berhenti dulu. Agaknya pertempuran sudah selesai. Jangan sembrono. Kita harus mencari tahu terlebih dahulu situasi di dalam.

102 94 Tetapi, Kakang Bagaimana nasib kakang Seta dan kakang Awuk? Ya, kita akan mencari tahu. Tetapi tetap harus berhatihati Hmm! Jika sampai terjadi sesuatu dengan kedua Kakang-ku, aku akan membuat perhitungan khusus dengan mereka, Kakang Saka. Akan kubakar mereka yang mencelakakan dan membuat susah Kakang-ku! Sudahlah, adik Wulan bukan mengumbar amarah-mu yang perlu kita lakukan saat ini. Tetapi berpikir tenang. Berpikir tenang di sini? Tanpa berbuat sesuatu?! Tentu saja kita kan berbuat sesuatu. Kita kaan bertindak, tapi tidak dengan sembrono. Dengarlah adik Wulan kau rapikan rambutmu dan pakai ikat kepalamu. Aku khawatir mereka akan langsung mengenalmu. Tapi, mereka juga akan mengenal Kakang! Iya, mereka dapat mengenalku. Tapi mereka pasti akan lebih mengenalmu, karena kau Wanita. Nah, ikat baik-baik rambutmu. Aku ingin kau kelihatan seperti laki-laki, agar tidak terlalu menarik perhatian. Hmm!? Demi untuk kedua Kakang-ku, kulakukan ini. Jika tidak, aku lebih senang mencukil mata laki-laki kurang ajar daripada menghindar seperti orang ketakutan.

103 95 Kita bukanlah takut, Wulan. Tapi seperti katamu tadi. Untuk kepentingan Kakang Seta dan adik Awuk. Hmm, alismu sedikit pertebal dan kulit wajahmu jangan seputih dan sehalus itu. Iya, sebentar Kakang Setelah menyiapkan penyamarannya, Anting Wulan dan Saka Palwaguna yang justru mengurai rambutnya yang semula di gelung 11 benar-benar tak dapat dikenali lagi. Dengan jalan yang dibuat-buat, keduanya justru tak beda lagi dari orang desa orang yang ketakutan pada para prajurit. Wulan, kendalikanlah dirimu. Jangan berbuat hal-hal yang dapat merusak rencana kita untuk mencari tahu keadaan di dalam kotaraja Iya, aku mengerti Kakang. Dengan tertatih ketakutan, mereka tiba di pintu gerbang bersama dengan beberapa orang penduduk yang juga ingin masuk. Akan tetapi penjagaan di gerbang hanya ditujukan pada mereka yang ingin keluar dari kotaraja. Dengan demikian kedua remaja itu berhasil memasuki gerbang kotaraja Karang Sedana dan beberapa saat kemudian mereka jauh dari halaman istana. 11 Sanggul.

104 96 Hmm, tidak ada sesuatu yang dapat kita jadikan petunjuk dimana adanya kakang Seta dan kakang Awuk. Apa yang akan kita lakukan kemudian? Kita harus dapat mencari tahu di sini. Oya, kau ikutlah aku Kemana kakang? Wulan, kau ingat gadis yang kita tolong itu? Ayo Baiklah, kita ke rumah gadismu! Hee?! Kau kau masih bisa bercanda dalam situasi seperti ini? Heeh, kakang juga masih dapat teringat pada Intan Pandini pada saat seperti ini! Sudahlah, adik Wulan. Ayo kita cepat ke sana. Awas, hatihati prajurit yang sebelah kananmu, memperhatikan-mu. Baik, Kakang. Setelah beberapa saat berjalan dengan dipimpin oleh Saka Palwaguna yang memang telah mengenal daerah itu, maka Anting Wulan dan Saka Palwaguna pun tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Mereka segera memasuki pekarangannya yang luas. Dengan mengetuk pintu besar dihadapannya, mereka memberi salam. Sampurasun sampurasun Tidak butuh waktu yang lama, salam mereka mendapat jawaban dari seorang pemudi cantik yang membukakan pintu dengan segera.

105 97 Rampes Siapakah tuan? Hendak mencari siapa? Intan, Apakah kau sudah tidak mengenali aku lagi? Hmm, kakang Saka? Ah, tentu ini Anting Wulan. Intan, dimana pamanmu? Ada, Paman dan Bibi ada di belakang, sedang berbincangbincang dengan para tetangga. Di belakang? Iya, di kamar kecil di pintu belakang. Siapa itu yang mencariku, Intan? Oh, Paman Kakang Saka yang dahulu mengantar kan aku. Ini dia bersama kawannya eeh? Panuluh! Kawan saya namanya Sada Panuluh. Ih, Kakang Saka? Ya, Sada Panuluh adalah tetanggaku di Banyuanyar. Eeeh, apa maksud kalian berkunjung dalam suasana seperti ini? bertanya orang tua paman si pemudi cantik. Justru itu, saya menjadi bingung melihat situasi yang tibatiba saja menjadi seperti ini. Seakan-akan baru saja terjadi perang besar. Anak muda, aku Ki Cangkara tak ingin karena kedatangan kau kemari jadi berurusan dengan para prajurit pemberontak. Prajurit pemberontak? Ya. Siang tadi Karang Sedana sudah jatuh ke tangan para pemberontak.

106 98 Ahh, kasihan sekali sang Prabu. Jika ia tidak mati dalam pertempuran, tentu ia akan digantung bersama para pengikutnya serta keluarganya. Tidak tidak. Sang Prabu serta keluarganya berhasil melarikan diri. Melarikan diri? Ya. Dan kini para prajurit dan pengikut pemberontak sedang berusaha mengejarnya. Keadaan di kotaraja saat ini sangat rawan, anak muda. Tidak sembarang orang diperbolehkan meninggalkan kotaraja dengan mudah. Jika demikian, tinggallah di sini, kakang Saka, kakang eeh kakang Panuluh. Dasar anak bodoh! Para prajurit pemberontak itu sebentar lagi akan mengadakan pemeriksaan di setiap rumah. Pemeriksaan? Ya, mereka akan mencari dua anak muda pengikut sang Prabu Aji Konda yang berhasil melarikan diri. Dua orang pengikut Aji Konda? Ya, orang anak muda yang berkepandaian tinggi menurut prajurit pemberontak tadi di belakang. Paak paak mereka datang, pak. Mereka datang! Siapa mereka, pak? Dia kakang Saka, Bi Yang menolongku. Intan Pandini yang menjawab.

107 99 Ooh. Pak mereka mereka sedang menuju kemari, Pak. Rumah Ki Sentul di ujung jalan ini sudah sudah dimasuki pemberontak itu, Pak. Hmmm, celaka! Celaka anak muda. Celaka kau harus segera pergi meninggalkan rumahku, sebelum aku digantung karena kehadiranmu. Ah, kenapa begitu Paman? bukan kedua Kakang yang menolongku ini tidak bersalah? Ah, sudahlah Intan. Biarlah kami segera pergi dari sini. Tunggu dulu anak muda, tunggu dulu. Pak, bagaimana jika para prajurit itu melihat mereka keluar dari rumah kita, Pak? Justru keadaan kita akan menjadi semakin berat. Kita tidak dapat menjelaskan kejadian yang sesungguhnya tentang kedua anak muda ini. Huh, baiklah anak muda. Aku terpaksa menerima kalian di sini. Dan di hadapan para prajurit pemberontak nanti, kau akan ku akui sebagai kemenakanku. Buka! Buka pintu! Ah itu dia mereka sudah datang, Bu. Ayo cepat bukakan pintu. Pak, aku takut pak. Aku takut Pak. Ayo kita sama-sama menemuinya Pak. Ya, sebentar Tuan. Kami datang. Kenapa lama kali kau bukakan pintu untuk kami, heh!?

108 100 Maaf Tuan. Kami sedang berbicang di dalam dengan kemenakan kami. Eh, di dalam sana cukup jauh dari sini, Tuan. Hmm, yaa Rumahmu cukup bagus Ki Sanak. Kau seorang saudagar? Ooh, tidak Tuan. Saya hanya seorang pedagang Ya, pedagang kecil. Nama saya Ki Cangkara dan semua penduduk di sini tahu saya orang baik-baik Tuan. Cepat geledah, dan periksa isi rumah ini! Wijaya yang merupakan pimpinan prajurit pemberontakan yang sesungguhnya adalah seorang perwira dari kerajaan Indraprahasta, segera memerintahkan enam orang anak buahnya untuk memeriksa semua bagian dari rumah Ki Cangkara. Siapakah mereka ini, Ki Cangkara? Mereka adalah kemenakan saya, Tuan. Ketiga-tiganya? Ya, ketiga-tiganya, Tuan. Hmm, lalu di mana anakmu? Eeh, saya tidak mempunyai anak, Tuan. Sehingga saya memelihara mereka seperti anak saya sendiri. Hmm, aku sedang mencari dua orang pelarian, dua orang anak muda yang sakti dan tampan. Hmm, yaa memang tidak bodoh seperti dua orang kemenakanmu, tiba-tiba Wijaya memukul Saka Palwaguna.

109 101 Raden Saka, orang kedua Ning Sewu tentu dapat saja mengelakkan serangan itu dengan amat mudah. Tapi mengingat situasi dan rencana untuk tetap menyelidiki keadaan maka dia menerima pukulan itu dan berlagak mengaduh. Nyi Cangkara sampai terpekik melihatnya. Jangan Tuan. Jangan Kenapa Tuan memukul kemenakan saya, Tuan? Huh, aku mencurigai mereka. Tapi aku telah salah duga, agaknya mereka benar-benar orang bodoh. Iya. Iya Tuan. Mereka adalah orang bodoh. Eh Saka, Panuluh minta maaflah kepada Tuan prajurit ini. Maafkan saya tuan-tuan prajurit Panuluh, kau telah menimbulkan kecurigaan dari Tuan prajurit ini Tidak! Aku tidak akan meminta maaf! Semua yang berada di ruang dalam rumah Ki Cangkara terkejut bukan buatan mendengar pernyataan dan sikap dari Panuluh yang sesungguhnya adalah Anting Wulan. Tidak terkecuali Saka Palwaguna, kakangnya. Paman Cangkara dan istrinya menjadi pucat dan ketakutan. Sedangkan Wijaya, pimpinan prajurit yang berkumis lebat itu menggeram marah. Wulan, apakah kau ingin menyusahkan paman Cangkara? bisik Raden Seta Keling.

110 102 Anak setan! Kukatakan kau harus meminta maaf lah pada tuan Prajurit ini. Sebelum dia menjadi marah! Ki Cangkara membentak keponakannya yang baru beberapa saat saja diakuinya itu. " Kakang Panuluh, mintalah maaf padanya. kali ini Intan Pandini yang berusaha membujuk Anting Wulan. Tidak, aku tidak akan meminta maaf! Sedikitpun aku tidak salah! Huh! Agaknya anak ini benar-benar tidak takut mati, Ki Cangkara! Jangan salahkan kami, jika kami keluar dengan meninggalkan bangkai di tempat ini! Tuan prajurit, anak itu memang bersalah tapi Iya, eh janganlah ia dibunuh Tuan Diam! Aku berbuat kasar adalah karena ulah dari kemenakanmu sendiri! masih dengan suara keras orang itu menyuruh anak buahnya, Hai Subang! Tangkap anak muda kurus dan kurang ajar itu. Dan paksa dia berlutut di hadapanku! Baik Tuan! Hei anak muda, ayo cepat berlutut sebelum kubenturkan kepalamu di lantai secara paksa! Aku lebih suka jika kau mau membenturkan kepalaku. Ayo, silakan. tantang Anting Wulan dengan sikap meremehkan. Eh? Kurang ajar bocah gelo 12. Kupatahkan tangan mu! 12 Gila, Sinting

111 103 Ayo lepaskan tanganku, dan benturkan kepalaku. tantang Anting Wulan dengan tenang, setelah menghindari sergapan prajurit itu dan dengan langkah-langkah ringan malah berhasil menelikung tangan si prajurit. Lepaskan tanganku jika kau berani bocah gelo! maki prajurit itu. Ayo, bunuh bocah itu! seru si pemimpin pasukan itu setelah melihat anak buah suruhannya tak berdaya dengan tangan tertelikung oleh Anting Wulan. Nah, menggelindinglah kau sobat! Ayo cepat bunuh anak itu, goblok! Segera saja beberapa orang prajurit lainnya mengayunkan pedang mereka ke arah Anting Wulan yang dengan ringan menghindarinya dengan berputar dan dari balik putaran itu segera mendorongkan tubuh-tubuh prajurit yang segera limbung karena serangannya tidak mengenai sasaran. Mereka jatuh bergedebukan, tapi dengan sigap yang lainnya kembali menyerang dan membentak, Mampus kau! Kau harus mempertanggung jawabkan semua ulah kemenakanmu, Ki Cangkara! Tapi tapi Tuan, mereka Ki Cangkara, kau tidak perlu khawatir. Kau tidak bertanggung jawab atas semua perbuatan kami. Kamilah yang harus mempertanggung jawabkan sendiri semua yang kami perbuat.

112 104 Kau kau kedatanganmu benar-benar menyusah kan kami. Tundukkan kepalamu, anak muda! Ki Cangkara yang makin panik dengan ancaman kepala prajurit itu mencoba memperbaiki keadaan dengan menjitak kepala raden Seta Keling yang mulai bangkit menengadah. Paman, jangan pukul kakang Seta. Jangan paman. Kau, kau membela anak muda yang sudah menyusahkan kita? Minggir kau! Panuluh, cepat bereskan lawan-lawanmu! Anting Wulan yang sejak tadi asyik mempermainkan lawanlawannya, mendengar perintah dari Saka Palwaguna kakak seperguruannya segera melaksanakannya. Gerakan nya yang semula disesuaikan dengan kemampuan lawannya menjadi berubah. Gerak kedua tangannya bekelebat cepat sambil membawa angin yang menderu-deru. Kurang ajar! Agaknya kaulah kawan dari orang-orang yang kami cari itu. Maaf, aku tidak ada waktu untuk bermain-main denganmu. Celaka, anak muda. Apa yang kau perbuat ini akan menyusahkan kami. Eeh, jangan jangan ganggu mereka. Dengar perempuan tua, dan kau laki-laki pengecut! Duduklah kalian di sana, cepat! Disana! Dengar, jangan ada yang bergerak selama aku mengadakan pemeriksaan pada prajurit-prajurit ini. Jika ada satu di antara kalian yang membuat gerak mencurigakan, akan kubunuh kalian berdua!

113 105 Intan Pandini yang mendengar ancaman Seta Keling itu, menjadi ketakutan. Jangan jeritnya. Dan kau Cah Ayu, diamlah! Diamlah kau ditempat-mu dan jangan membuat pemeriksaanku terganggu! bentak Seta Keling yang disusul dengan gelak tawanya. Kelak, jika aku mempunyai kesempatan aku akan datang kembali menemuimu. Duduklah yang baik disitu. Hahaha. Ah, kakang Seta mengerdipkan matanya padaku. Agaknya dia sedang membuat suatu rencana. Intan Pandini pun segera memahami sikap kasar Seta Keling padanya. Nah, aku akan segera mematahkan tangamu begitu kau tidak segera menjawab pertanyaanku, atau kau tidak memberikan jawaban yang memuaskan hatiku. Kau akan segera mampus di kotaraja Karang Sedana ini, anak muda! Kau tidak akan dapat lolos dari sini. Sebentar lagi kawankawanku akan datang kemari, mencariku. Hahaha, dengar! Aku tidak memerlukan kalimat itu dari mulutmu. Lepaskan aku! Lepaskan Pertanyaan pertama dariku Dimana kini prabu Aji Konda berada? Iya iya lepaskan tanganku anak muda. Aji Konda sudah tidak ada di sini. Seseorang yang tak dikenal telah menolongnya. Seorang laki-laki bertopeng hitam.

114 106 Saka Palwaguna mendengus, Hemm, Iya. Bagus. Pertanyaan kedua. Siapa sebenarnya yang sedang kalian cari kali ini? Dua orang muda yang kira-kira sebaya denganmu. Mereka berhasil meloloskan diri dari kepungan ketika datang laki-laki bertopeng. Hm, ya. Bagus! Sekarang pertanyaan terakhir. Siapakah kalian sebenarnya? Dari pasukan mana kalian? Eeh Galuh. Kami adalah rakyat biasa yang dilatih untuk berperang. Haaah! Kalian bohong! Raden Saka Palwaguna segera menggerakkan tangannya memperkuat telikungannya. Aah, aku berkata sebenarnya. Kupatahkan tanganmu! Aahhh, aku baiklah baiklah. Baru saja Saka Palwaguna akan mendapatkan keterangan dari Ki Jaya yang sudah tak tahan mendapatkan siksaan darinya, pintu belakang rumah Ki Cangkara digedor oleh prajurit pemberontak. Celaka, mereka datang Wulan. Kita harus segera tinggalkan tempat ini. Segera sebelum para prajurit dari Ki Demang Suwanda tiba dan mempersulit keadaannya, Saka Palwaguna dan Anting Wulan melenting tinggi ke atas atap. Dan Hahaha, terima kasih Ki Cangkara atas bantuanmu. Semoga kau digantung oleh para prajurit pemberontak itu.

115 107 Kakang, apa sekarang yang akan kita lakukan? Kita akan meninggalkan kotaraja ini, dan kembali menuju kakang Seta Keling. Tapi, bukankah kakang Seta Keling dan kakang Dampu Awuk belum kita temukan? Tidak perlu. Kakang Seta sudah berhasil melepaskan diri dari kepungan mereka. Pasti dia dan Dampu Awuk akan dapat meloloskan diri dari kotaraja. Ayo cepat, hari sudah mulai senja. Kita harus segera tiba di gerbang sebelum berita dari rumah Ki Cangkara tiba di pusat. Iya, benar Kakang. Kita akan kesulitan keluar dari kotaraja ini. Eeh, tapi tapi Kakang perbuatanmu tadi? Ah, Wulan. Aku terpaksa melakukan itu. Demi keselamatan mereka. Biarlah mereka membenci kita asalkan mereka dapat selamat dari tuduhan para prajurit pemberontak itu. Ayo, cepat Wulan. Dengan tanpa membuang waktu lagi, kedua remaja dari padepokan Goa Larang itu segera menuju ke gerbang kotaraja Karang Sedana. Dan di muka gerbang tersebut telah menunggu belasan tokoh dari golongan hitam, puluhan prajurit dan beberapa perwira dari pasukan Ki Suwanda. Akan tetapi ketika beberapa orang tokoh mengerumuni dan mulai menaruh kecurigaan, Saka Palwaguna dan Anting Wulan segera menyerang dengan tiba-tiba. Dan kemudian melompat

116 108 membabat dan menyerang para prajurit yang menjaga pintu gerbang dengan cepat. Wulan, kita akan tinggalkan tempat ini, cepat! Kedua remaja itu tanpa membuang waktu lagi segera mempergunakan kesempatan yang berada di depannya. Tekanan dari lawan-lawannya yang belum dirasakannya berat dimanfaatkan untuk segera mengeterapkan aji Kidang Mamprung nya. Dan beberapa saat kemudian keduanya sudah jauh meninggalkan lawan-lawannya. *** Sementara itu, jauh diluar batas kerajaan Karang Sedana, empat orang yang berpakaian lusuh dan kelihatan letih berjalan dengan langkah tertatih-tatih. Keempat orang itu adalah Rara Angken sang permaisuri dari Karang Sedana bersama dengan putranya Raden Angling Purbaya. Cempaka pengasuhnya, dan Hulubalang Karewang yang mendapat tugas dari prabu Aji Konda untuk membawa dan menyelamatkan mereka hingga ke gunung Sawal. Paman Karewang, masih berapa lama lagi kita tiba di gunung Sawal? tanya Rara Angken dengan napas memburu. Oh, Tuanku. Kita belum lagi menyelesaikan separuh dari perjalanan, Tuanku. Kita baru saja keluar dari perbatasan Karang Sedana, Tuanku, sahut Hulubalang Karewang dengan penuh iba. Oh, begitu jauhkah perjalanan ke sana, paman?

117 109 Benar Gusti. Akan tetapi hamba akan mencoba mempercepat perjalanan kita dengan kuda, Tuanku. Kita nanti dapat mencari kuda di desa yang kita temui, Tuanku. Ah, tidakkah itu akan membahayakan kita, Paman? Memasuki desa? Cempaka turut pula menyatakan kekhawatirannya. Hamba kira tidak akan terjadi sesuatu yang akan membahayakan kita. Kita kini sudah diluar batas kerajaan Karang Sedana. Oh, bagaimana Purbaya? Apakah kita beristirahat dulu atau terus saja? Ananda masih kuat, Bunda. Jika Bunda belum merasa lelah, dapat Bunda teruskan perjalanan kita. Bagus anakku. Eh, mari kita teruskan perjalanan kita, Cempaka. Mari paman Karewang. Eh, tunggu dulu Tuanku. Lihat di sana itu. Dua orang berkuda agaknya sedang menuju ke arah kita, Tuanku. Siapakah mereka itu, paman? Apakah mereka pasukan pemberontak yang mungkin mengejar kita? Ah, mereka memberi tanda pada kita untuk berhenti, Tuanku. Heh! Siapakah kalian? Mengapa kalian sampai ada di sini? Eeh, kami adalah penduduk desa di pinggiran kerajaan Karang Sedana, Tuan. Kami sedang dalam perjalanan menuju menuju gunung Sawal, Tuan.

118 110 Hmm, gunung Sawal Iya. Baiklah. Tapi mengapa kalian bisa sampai di hutan ini? Dan bukankah kalian bisa mempergunakan jalan lain yang lebih aman dari pada melalui hutan ini? Kami sengaja mengambil jalan pintas. Agar dapat lebih cepat tiba di sana, Tuan. Hmm, apa benar kalian bukan penduduk Pandan Sari? Eh, Pandan Sari? Desa manakah itu? Orang itu terkekeh. Hehehehe, aku curiga sekali pada kalian. Apung, coba kau periksa mereka. Orang yang bernama Apung itu pun terkekeh, Hehehe, iyaiya Ki Podang. Mereka mencurigakan sekali. Mereka pasti penduduk Pandan Sari yang melarikan diri. Dan mereka pasti membawa lari harta mereka. Ayo, tunjukkan semua bungkusan yang kalian bawa. Ayo! Tunggu! Tunggu! Kau tidak bisa berbuat semaumu saja, Kawan. Aku tidak mengijinkan kau menyentuh seorangpun yang jalan bersamaku ini. Aki, lihat Aki! Orang ini berani melawan pada kita. Eh, boleh ku hajar tidak? Lakukan sesuka hatimu. Laki-laki kurang ajar itu harus di hajar Apung! Tapi jangan kau ganggu anak kecil dan wanita itu.

119 111 Iya, iya Aki. Apung mengerti. Lalu laki-laki yang bernama Apung itu mendatangi Karewang. Katanya, Heh, Sobat! Aki Podang telah mengijinkan aku untuk memotong lidahmu yang sangat kurang ajar itu. Lelaki bernama Apung itu mencabut sebilah pedang dari pinggangnya. Hehehe, lihat sobat pedangku ini. Setiap pagi dan sore, dia selalu kuasah dan kumandikan dengan air kembang. Apung! Ayo jangan bicara saja! Dapatkan orang itu! Iya iya. Nah kini lidahmu itu. Darah dari lidahmu itu yang akan memandikannya. Awas, jaga serangan pedangku ini! Laki-laki tinggi kurus berwajah bagai kanak-kanak itu kemudian menyerang Karewang dengan sapuan pedangnya yang berkelebat ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah. Akan tetapi serangan dari laki-laki tinggi kurus yang bertubi-tubi itu bagi Karewang hanyalah gerakan-gerakan kasar dari seorang yang baru memiliki dasar dari gerakan silat. Oleh karena itu beberapa saat kemudian Karewang sudah berhasil melemparkan Apung keluar dari arena pertempuran. Heh-heh, kurang ajar! Rupanya kau seorang yang cukup berilmu. Pantas kau berani melarikan diri dari Pandan Sari. Sekarang kau hadapilah aku! Hey, aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Tapi kau tidak juga mau percaya. Ayo, baiklah. Silakan kau maju.

120 112 Hmm! Sombong sekali kau! Rasakanlah pukulan tanganku ini! Dengan menggeram marah Aki Podang menyerang Karewang. Agaknya aku tidak akan berhasil mengalahkan nya, benaknya berkata. Maka segeralah dia berteriak pada Apung. Apung! Beri tanda kawan-kawan agar segera mereka datang. Gunakan panah apimu! Baik, Aki Celaka, mereka akan memanggil kawan-kawannya. Aku harus segera membereskan orang ini. Karewang tersentak mendengar teriakan Aki Podang itu. Aki Podang yang mulai terdesak dan mulai beberapa kali terkena pukulan dari Karewang tetapi tetap terus menerjang Karewang. Sementara itu Apung melepaskan panah api ke angkasa. Celaka Aki Celaka Aki Podang sudah tidak dapat melawannya lagi. Aku harus cepat meninggalkan tempat ini. pikir Apung ketakutan. Aku menyerah, kawan. Aku menyerah. Jangan bunuh aku. Sesaat Karewang yang melihat dan membiarkan Aki Podang terbirit-birit menuju kudanya itu berpikir. Lalu dia berbisik segera pada Rara Angken.

121 113 Tuanku, tuanku harus segera pergi dari tempat ini dengan kuda itu, Tuanku. katanya. Eh, tunggu dulu Aki Podang. Aduh, mau apa kau lepaskan kudaku? Aku ingin kembali ke Pandan Sari. Lepaskan kudaku. Ayo! Turunlah Aki Podang! bentak Karewang. Aki Podang terbanting ke tanah, dibetot oleh Karewang yang tidak ingin membuang-buang waktu. Nah, sekarang naiklah Tuanku. Kuda ini cukup besar untuk dinaiki bertiga, Tuanku. Lalu, bagaimana dengan kau sendiri, Karewang? Hamba akan berusaha menahan mereka, yang akan segera datang... Aki Podang tertawa sinis. Kalian terlambat, kawan-kawanku sudah datang. Lihat! Karewang sangat terkejut ketika melihat debu yang mengepul dari kejauhan, dari arah desa Pandan Sari. Karena itu, tanpa pikir panjang disambarnya junjungannya sang permaisuri Rara Angken untuk dinaikkan segera ke atas kuda, dan kemudian raden Purbaya serta Cempaka. Tanpa membuang-buang waktu lagi dihentaknya tali kekang kuda itu.

122 114 Sementara itu derap kuda dari arah desa Pandan Sari semakin mendekat. Dan Hulubalang Karewang mementang dada menunggu rombongan berkuda itu datang. Pegang kuat-kuat tubuhku, Cempaka! Ibu, agaknya kuda ini sudah tak kuat lagi. Kasihan dia. Kita harus pergi sejauh-jauhnya, Purbaya. Mereka adalah orang-orang jahat yang suka membunuh. Bunda, Bunda, apakah sudah benar arah yang kita tuju ini? Iya, paman Karewang mengatakan kita menuju ke sana. Bagaimana Bunda, apakah Bunda terluka? Tidak Nanda. Bagaimana denganmu Cempaka? Saya juga tidak apa-apa. Kuda ini berjalan sudah tidak terlalu cepat. Dan lagi tempat ini bukan tanah bebatuan. Ayo, kita lanjutkan perjalanan kita. Oh, celaka Tuanku, mereka mengejar kita. Ingat Cempaka, kita sedang dalam perjalanan penyamaran. Jangan memanggilku seperti biasanya dihadapan mereka. Ah, baik. Baik Nyai. Hahahaha, kau tidak boleh meninggalkan Pandan Sari. Kau harus kembali ke desa Pandan Sari. Tidak, aku tidak akan mengikutimu. Aku bukan penduduk desamu.

123 115 Jika kau tidak mau ikut, kau akan kubuat terpaksa mengikutiku. Bocah kecil ini akan ku bawa. Sambil tertawa-tawa, Aki Podang menyambar tangan raden Angling Purbaya untuk dibuat sandera. Akan tetapi bocah kecil yang sejak tadi telah memendam benci dan kemarahan justru membiarkan tangannya disambar. Bersamaan dengan itu raden Purbaya menundukkan kepalanya dan giginya yang tajam menggigit lengan Aki Podang. Aduh! Lepaskan! Lepaskan bocah gila! Purbaya! Bocah gila! Binatang rakus! Kau kira aku ini apa, digigit seperti ini, heh? Heh! Kakek-kakek peyot, kau ganggu ibuku dan paman Karewang yang tidak memiliki sedikitpun kesalahan padamu! sengat bocah kecil itu. Baik! Baik, akan kulihat apakah kau dapat menggigit ku lagi sekarang. Ayo! Lepaskan aku! Lepaskan kakek peyot! Ini rasakan! Hey, hey kau tidak dapat menggigitku lagi kucing liar! Lepaskan anakku itu Aki. Lepaskan dia. Anak kecil itu tidak tahu apa yang telah diperbuatnya. Aku akan melepaskannya, tapi kau harus ikut dengan aku ke Pandan Sari. Ingat jika kau macam-macam, anakmu ini akan kupecahkan kepalanya! ancam Aki Podang. Ayo jalan ke sana! Anakku itu lepaskan, Aki. Baik. Ini jaga anakmu itu baik-baik, ya!

124 116 Purbaya, kau jangan bertindak nakal. Kau jangan berbuat apapun tanpa Ibu perintah. Iya, Bu. Saya akan diam, jika tak ada yang mengganggu Ibu. Tapi jika kakek itu masih mengganggu Ibu, saya akan melempar kepalanya dengan batu! Hehehehe, anak harimau! Heh, kau beruntung sekali memiliki anak seperti itu, Nyai. Sudah, ayo jalan! Bagus! Bagus Podang. Kau berhasil menggagalkan pelarian lagi. Tapi Ki, kami bukanlah penduduk desa ini. Kami berasal dari desa kecil di pinggiran kerajaan Karang Sedana. Hmm, benarkah demikian Podang? Orang ini bukanlah penduduk desa kita? Tapi tapi saya yakin mereka adalah penduduk dari desa desa kita Ki. Saya lihat keadaan mereka sangatlah men mencurigakan. Hmm, lalu kemanakah laki-laki yang kau katakan memiliki kemampuan ilmu silat tinggi itu? Eeh, ketika laki-laki itu dikepung oleh banyak penjaga desa kita, saya mempergunakan kesempatan untuk mengejar mereka. Tapi ketika saya bertemu dengan Panggul di depan rumah Ki Dandung, dia mengatakan bahwa laki-laki itu berhasil melarikan diri. Hemm, siapakah laki-laki itu Nyai? Suamimu kah, hehh? Bukan. Karewang adalah paman dari anakku ini. Ayah anak ini, suamiku sudah lama pergi meninggalkan kami.

125 117 Hemm, dan gadis manis itu siapa? Anakmu kah? Dia dia adalah adik saya, Ki. Hemm, Podang. Siapkan kamar untuk mereka bertiga. Rawat dan perlakukan mereka dengan baik. Mengerti? Baik, Ki. Beristirahatlah kalian. Tentu perjalanan panjang yang sudah kalian jalani sangat melelahkan. Tapi Ki, kami tidak ingin beristirahat terlalu lama di sini. Kami memiliki tujuan dalam perjalanan kami. Oo iya. Ya-ya-ya, aku mengerti. Tapi sementara ini pergunakanlah kesempatan untuk beristirahat, Nyai. Kasihan adik dan anakmu yang masih kecil itu Nah, ini kamar kalian. Masuk dan beristirahatlah. Ayo hehehe, ayo masuk. Kenapa kalian ragu, hemm? Ayo. Ah, terima kasih. Oh, tuanku apakah yang akan terjadi dengan kita di sini? Entahlah Cempaka, aku pun tidak tahu. Berdo a sajalah pada dewata agar kita diberi keselamatan olehnya. Anakku Purbaya, berbaringlah kau di ranjang itu. Ayo Cempaka, pergunakanlah waktu ini untuk beristirahat. Tapi Tuanku, hamba hamba rasanya tidak akan dapat memejamkan mata sedikitpun di sini. Suasana di desa ini terasa aneh sekali.

126 118 Yah, kau benar Cempaka. Agaknya penduduk desa ini sangat tertekan hidup di desanya sendiri. Iya, mereka merasa takut pada pengawal desa, dan pamong desa mereka. Iya, kukira sesuatu telah terjadi di desa ini. Ki Dandung Amoksa kepala desa mereka walaupun nampaknya ramah, aku yakin bukanlah orang yang baik-baik. Hmm, lalu apa yang harus kita lakukan, Tuanku? Aku tidak tahu, Cempaka. Kita lihat saja keadaan sementara ini. Ohh, bagaimanakah nasib Karewang..? Hamba yakin dia sedang mengupayakan kebebasan bagi Tuanku. Rara Angken tampak sangat resah, dan terisak gundah. Bunda menyuruhku untuk beristirahat. Sedang Bunda sendiri duduk menangis di kursi itu. Eeh, kenapa Bunda menangis? Bunda takut berada sendirian di sini? Atau Bunda sedang memikirkan Ayahanda di Karang Sedana? Ya, aku khawatir dengan nasibmu, Nak. Kau adalah seorang pangeran mahkota yang seharusnya tetap berada di istana. Bergelimang dengan kemewahan. Tapi kini, kau di sini di sarang manusia-manusia buas yang tidak mengenal arti kemanusiaan. Ibunda tidak usah mengkhawatirkan Ananda. Ananda eh, entahlah sedikitpun tidak merasa takut. Sudahlah. Bukankah Ibu tadi mengajak untuk beristirahat? Berbaringlah Bunda. Oh, anakku Purbaya. Purbaya.

127 119 Pintu bilik itu terdengar diketuk. Siapa? Aku, aki Podang. Mau apa kau datang kemari? Hehehe, aku diperintahkan oleh Ki Dandung untuk menjemputmu. Menjemputku? Mau apa Ki Dandung memanggilku? tanya Rara Angken. Entahlah, aku tidak tahu. Aku hanya mendapat perintah untuk menjemputmu. Itu saja. Oh, iya. Baiklah. Aku akan ke sana. Tunggu sebentar. Ayo, bersiaplah Purbaya, Cempaka. Eeh, eh jangan. Biarlah anakmu dan adikmu menunggu. Ki Dandung hanya ingin bicara denganmu seorang. Tidak! Aku harus ikut bersama ibuku. Purbaya, kau tunggulah di sini. Ibu segera akan kembali. Tidak Ibu. Aku harus ikut bersama Ibu. Ayolah, Nyai. Kita segera pergi. Biarkan anakmu di kamarnya. Ayo! Lepaskan Ibu, lepaskan! Setan, agaknya kau perlu diberi hajaran heh?! Purbaya! Ayo, minggir sana! Kakek peyot! Jahat! Kupukul kau!

128 120 Lepaskan! Lepaskan! Jangan! Jangan Ki Podang! Aku tidak akan ikut denganmu jika kau menyakiti anaknya. Hmm, heeh. Kau bukanlah tamu terhormat di sini. Kau adalah tahanan kami. Jangan bertindak macam-macam terhadap kami. Turuti saja kemauan kami, dan kau akan selamat! Iya, aku memang tahanan kalian. Tetapi itu bukan berarti kalian dapat berbuat sesuka hati kalian terhadap kami. Aku lebih suka mati daripada menerima penghinaan kalian! Aki Podang terkekeh kembali. Bagus! Bagus, kau memang seorang wanita yang sejati, Nyai. Kita lihat saja nanti. Kau boleh ikut, bocah setan. Tapi awas jangan berbuat konyol seperti tadi dihadapan Ki Dandung, heh! Purbaya anakku, apakah kau terluka Nak? Tidak Bunda. Ananda tidak apa-apa. Ayo, kita segera berangkat. Ki Dandung sudah sejak tadi menunggu kalian. Mari Purbaya. Kau tunggulah di sini, Cempaka. Kami segera kembali. Hemm, Podang. Bukankah aku menyuruhmu hanya membawa wanita itu? Maaf Ki Dandung, maaf. Mereka memaksa untuk pergi berdua. Dan

129 121 Ki Podang benar, Ki Dandung. Kamilah yang memaksa untuk pergi bersama. Ada apa? Apa maksudmu memanggilku? Sebenarnya aku memanggilmu seorang diri adalah untuk Ah, Podang coba kau keluar sebentar. Baik, Ki. Hemm, aku memanggilmu untuk membicarakan masalah yang bersifat pribadi. Hehehe Aku memerintah disini seorang diri tanpa seorang pendamping. Jadi aku ingin kau mendampingiku disini. Oh, apa maksudmu Ki Dandung? Oh Aku inginkan kau untuk menjadi istriku, Nyai. Ah! Kau kau Mana mungkin, Ki. Aku sudah mempunyai seorang suami. Aku bukanlah gadis ataupun janda. Hehehe Tidak! Ibu tidak boleh menikah denganmu! Hmmm, Ki Dandung menggeram. Hehehe, anak manis. Jika kau mempunyai seorang ayah seperti aku hehehe, kau akan hidup senang. Dan tidak akan ada seorangpun yang akan berani menghinamu. Hehehe. Tidak Ki Dandung, maafkan aku. Aku tidak mungkin akan menikah denganmu. Ki Dandung Amoksa kembali menggeram, Nyai jika kau tidak menikah denganku, kau akan mendapat susah di sini. Kau kini sudah tak mungkin dapat keluar lagi dari Pandan Sari.

130 122 Hahh, agaknya aku kini berada di sarang perampok yang berkedok sebagai kepala desa. Hahahah! Iya-iya-iya. Nyai telah banyak tahu. Nah bagaimana? Kupecahkan kepalamu! Purbaya, jangan! Bocah gila itu telah berbuat onar! Tangkap dan kurung dia di kamar depan. Heem, mari anak setan. Mari hehehehe. Dengan kegirangan Ki Podang menjambak rambut Angling Purbaya dan menyeretnya. Lepaskan aku! Lepaskan kakek peyot! Lepaskan! Jangan sakiti anakku, jangan Aki Podang! Bawa dia ke belakang, Podang! Lepaskan! Lepaskan Aki peyot! Diaam! Dengar dengarkan hai wanita malang. Kau harus segera membuat keputusan. Jika tidak, anakmu lah yang akan menjadi jaminannya. Pikirkanlah itu. Rara Angken tak berkata-kata, hanya dapat terisak dalam ketidakberdayaannya. Lepaskan aku! Hiyaahh-hiyaaah. Lepaskan! Heheheh, ayo berteriaklah sepuas hatimu nanti di dalam sana. Ayo. Kau kakek tua pengecut! Jika paman Karewang datang, akan kusuruh pecahkan kepalamu!

131 123 Heh, heh, disinilah tempatmu anak nakal. Ayo masuk sana! Berteriaklah sepuas hatimu, sekuat tenagamu. Lepaskan aku kakek peyot! Awas kalian jika sampai mengganggu ibuku. Dandung gendut, kupukul kau. Lepaskan aku! Lepaskan aku! Raden Purbaya berteriak-teriak tanpa menghiraukan lagi darah yang menetes dari sela-sela bibirnya. Anak itu tidak memperhatikan lagi keadaan dirinya, perhatiannya hanya tertuju pada ibundanya. Dia cemas akan keadaan bundanya. Apakah yang harus aku lakukan Cempaka? Apakah aku harus menerima lamaran begal jahat itu? Oh, aku harus bagaimana, Cempaka? Katakanlah Oh, ehmm hamba tidak tahu, Gusti. Tapi Gusti, bagaimana jika Gusti menceritakan saja siapa sesungguhnya Gusti dan Raden Purbaya? Aku tidak yakin mereka akan menjadi takut dan mundur, Cempaka. Mereka adalah orang yang tidak pernah mau mengenal aturan. Oh Emm, sayang sekali raden Purbaya bersama kita. Bersama Tuanku. Ah, hamba mengerti bagi Tuanku sebagai seorang wanita terhormat lebih baik mati bersimbah darah daripada harus terhina oleh lelaki hidung belang seperti Ki Dandung. Yah, kau benar Cempaka. Aku tidak dapat bertindak sembarangan hari ini. Aku juga harus memikirkan anakku Purbaya.

132 124 Dia harus tetap hidup. Dia adalah satu-satunya penerus keturunan dari kakanda Aji Konda. Ah Jika demikian memang tidak ada jalan lain, Tuanku. Yah, Memang tidak ada jalan lain, Cempaka. Purbaya harus tetap hidup! Oh, dewata. Seandainya hamba boleh memikul beban Gusti Rara Angken, hamba bersedia. Rara Angken tersenyum mendengar perkataan gadis kecil pengasuh puteranya itu. Dia amat berterima kasih sekaligus terharu mendengar perkataan itu. Terima kasih, Cempaka. Tapi ini memang sudah bagianku. Dewata sudah memberikannya padaku. Biarlah aku saja yang memikulnya. Aku akan menerimanya dengan ikhlas dan pasrah, jika ini memang sudah kehendaknya. Oh, Gusti Cempaka memeluk Rara Angken majikannya sambil terisak sedih. Ada apa kau datang menghadapku, Podang? Bocah itu Ki. He? Bocah itu? Maksudmu bocah yang kau kurung tadi, anak dari wanita itu? Ah, benar Ki. Mereka mengganggu ketentraman pengawalpengawal yang tengah beristirahat di barak, Ki.

133 125 Hah?! Mengganggu ketentraman? Apa lagi yang diperbuatnya? Bukankah aku sudah perintahkan agar dikurung di kamar tahanan?! Iya, benar Ki. Tetapi sejak tadi bocah itu berteriak-teriak memaki-maki. Kurang ajar! Jika bukan putera dari wanita cantik itu, sudah kuinjak kepalanya sampai hancur. Emm bagaimana sekarang, Ki Dandung? Apakah bocah itu dapat dipindahkan ke ruang lain? Ke ruang tawanan khusus? Eh? Kau kira dia siapa heh? Kenapa harus dipindahkan ke tahanan khusus? Dengar, aku tidak akan mengalah lagi pada bocah itu. Bawa bocah itu ke halaman belakang, dan siapkan tali. Aku akan menjinakkan anak harimau itu! Mana ibuku? Awas jika sampai kalian mengganggu ibuku! Haehehehehe, bocah tidak tahu diri! Agaknya kau mau mencari mati bertindak gila seperti ini di sini. Ayo berlutut! Ayo berlutut jika kau tidak ingin mati di desa Pandan Sari ini. Heh! Benarbenar kau bocah sinting rupanya! Berlutut! Heh, bocah sinting! Rasakan ini! Aah Ayo, berlutut atau kubuat hancur tubuhmu dengan cambuk ini. Heheheh, agaknya lututmu sudah gemetar. Ayo, berlutut bocah sinting dan aku akan mengampunimu!

134 126 Kibasan cambuk yang mengenai tubuhnya membuatnya jatuh tersungkur, akan tetapi Raden Purbaya anak yang keras kepala dan tidak mengenal takut. Dengan cepat kembali berdiri menantang. Kedua kakinya bergetar karena tak dapat menahan gejolak dari hatinya yang merasa terhina dipermainkan dihadapan belasan pengawal desa Pandan Sari. Dan beberapa saat kemudian, bocah itu maju menyerang Ki Dandung. Kakek Gendut! Kupukul kau! Hehehehe, akan kulihat sampai dimana daya tahanmu anak setan. Aahh, Ayo! Bangkit lagi anak setan. Ayo bangkit! Sekarang rasakan lagi. Aaah, aduh-aduh Ahh. Agaknya kau sudah tidak mampu berdiri lagi. Nah sekarang berlututlah, sebelum tubuhmu menjadi hancur. Tidak! Aku tidak akan berlutut kakek Gendut! Ki Dadung Amoksa menggeram marah, lalu membentak keras, Podang! Podang, sudahkah kau siapkan tali itu?! Sudah Ki. Itu di tiang sana. Bagus! Ikat kaki anak itu, dan gantung di tiang itu dengan kaki di bawah. Baik, Ki Dandung. Hehehehe, sekarang aku tidak minta kau berlutut. Tetapi cukup dengan meminta ampun. Mintalah ampun padaku. Dan kau

135 127 akan segera ku ampuni. Dan berjanji kau tidak akan berbuat macammacam di desa ini. Dan Ki Dandung terkekeh merasa di atas angin, Mau menjadi anak dari Ki Dandung, heh! Cuihhh! Kurang ajar! Bocah setan! Agaknya kau memang ingin mati di sini. Hiyaatt! Aah, Aaah Aduuh Ah Anak setan, kau akan ku gantung di sini sampai habis dan hilang nyawamu. Hayoo, semua tinggalkan bocah ini! Ki Dandung, tunggu Ki. Apakah memang aki berniat menggantungnya hingga dia mati? Hmm, ya. Kau lepaskan beberapa saat sebelum anak itu mati. Aku memang masih memerlukan ibunya. Sekap dia di kamar tahanan khusus! Hehehehe, ada apa Nyai? Kudengar dari pengawal, kau ingin bertemu denganku? Benar Ki Dandung. Dimanakah anakku sekarang? Ehemm, ada Nyai. Anakmu sekarang ku kurung di kamar khusus. Tapi jangan khawatir dia dirawat sebagaimana mestinya. Ada apa Nyai? Apa kau sudah berubah pikiran sekarang? Iya, aku bersedia menikah denganmu, asalkan kau membawa anakku sekarang.

136 128 Ouww, tapi bagaimana mungkin Nyai. Anakmu itu eh ku kurung jauh dari sini dan baru saja dia dibawa Aki Podang dan seorang pengasuh. Ah, kau kau berdusta Ki Dandung! Pasti telah terjadi sesuatu dengan anakku. Katakanlah yang sebenarnya. Apa yang kau perbuat dengan anakku? Ayoo, percayalah Nyai. Anakmu akan kuserahkan pada saat hari perkawinan kita. Kau boleh mengawiniku sekarang juga, Ki. Tapi kembalikanlah anakku sekarang ini juga. Ehehhehe, jangan khawatir Nyai. Hehe anakmu selamat berada di tanganku. Ki Dandung! Ki Dandung! Haeeeh! Podang gila, ada apa orang itu berani menggangguku, gila!? Ki Dandung! Ki Dandung! Haeeh! Kucabut lidahmu, Podang! Ada apa kau berani menggangguku dengan teriakan seperti itu, Podang. Maaf, Ki Dandung. Saya datang membawa kabar yang sangat penting. Hah!? Kabar apa itu? Kabar apa, hayo katakan! Tapi tapi Tapi apa heh? Ayo cepat katakan!

137 129 Tapi, Ki apakah saya tak dapat bicara hanya berdua dengan Aki? Ki Dandung Amoksa yang semula berteriak berang pada Ki Podang, pembantunya kini menyadari adanya sesuatu kabar yang amat serius yang dibawa oleh pembantunya. Setelah meminta ijin pada Rara Angken yang telah menjungkir balikkan hatinya, Ki Dandung Amoksa meninggalkan tempat itu. Katakan, kenapa kau berteriak-teriak seperti orang gila, Podang. Eh, ampun Ki. Tadi ada beberapa orang prajurit dari Karang Sedana mencari Aki. Hanya itu? Anu, persoalannya, persoalannya itu yang cukup serius. Emm, mereka katanya sedang mencari pelarian dari Karang Sedana. Hmm? Pelarian?! Ya. Agaknya Ki Darpo sudah memulai gerakannya. Emm Iya. Bahkan, Karang Sedana sudah jatuh ke tangan mereka. Hmm, kupikir gerakan yang dilakukan akan sia-sia. Tapi kini mereka berhasil dan kini menikmati hasilnya. Lalu mau apa dia mengirim prajuritnya kemari? Hmm, ya mereka sedang mencari pelarian dari istana Karang Sedana. Dua orang pelarian Ki.

138 130 Ya, lalu apa hubungannya dengan kita? Mau apa dia kemari? Mengirim utusan, heh? Anu Ki dua dua orang pelarian itu terdiri dari permaisuri dari sang prabu Aji Konda dan putranya, raden Purbaya. Hah? Purbaya?! Benar, Ki Dandung. Putera mahkota Karang Sedana berumur sebelas tahun dan bernama raden Purbaya. Sesaat Ki Dandung Amoksa terhenyak dan seakan-akan tak tahu harus berbuat apa menghadapi situasi ini. Akan tetapi beberapa saat kemudian, Ki Dandung Amoksa yang sesungguhnya adalah kepala begal yang punya nama itu, tersenyum licik. Hehehe, walaupun kita tidak ikut berjuang tapi kita tetap akan menikmati hasil yang cukup besar. Aku akan menikmati hasil yang jauh lebih besar dari Ki Jagal Lanang dan ah hahaha bahkan Ki Darpo. Itu adalah tuntutanku. Tapi tapi Ki Darpo adalah bukan tandingan kita... Siapa yang akan bertempur dengan Ki Darpo? Aku pun belum ingin mati, Podang. Lalu apa yang dia perbuat, Podang? Dia mengatakan, pemimpin mereka Ki Jagal Pati berada di sekitar sini, dan sebentar lagi tentu akan kemari, Ki. Hmm, ya. Aku tidak akan membiarkan kedua tawanan yang sudah menjadi milikku ini dibawa oleh Ki Jagal Pati. Aku sendiri nanti yang akan membawanya ke Karang Sedana. Aku yang menemukannya dan akupula lah yang akan mendapatkan hadiah dari Ki Sentana.

139 131 He, Podang. Jika Ki Jagal Pati datang katakan aku sedang keluar desa. Dan suruh dia datang kembali besok pagi. Dan hehehehe malam nanti, adalah malam pengantin tanpa perayaan buatku. Awas kalian semua, Aku aku akan membalaskan semua penghinaan kalian. Siapakah itu di sana? Rupanya ada orang lain di dalam sini. Siapakah dia, kawankawan mereka kah? Ooh, tidak puas-puasnya iblis-iblis itu berbuat angkara. Keluargaku sudah dimusnahkan, seluruh kerabat pamong desaku habis dibunuhnya. Siapakah orang tua itu? Agaknya itu tawanan disini. Kemarilah sobat, kita berbincang bersama. Kenapa kau diam saja sobat, bunuhlah aku jika kau mendapat perintah untuk itu. Ah, tidak Kek. Saya juga disini juga seorang tawanan. Heeh? Kau kau seorang bocah cilik. Iya kek. Siapakah kau sebenarnya, bocah? Saya bersama ibu, bibi dan paman saya sedang melakukan perjalanan jauh. Tapi ketika melalui perbatasan desa Pandan Sari, kami ditangkap. Kami dituduh hendak melarikan diri dari desa Pandan Sari.

140 132 Ouh jadi kau bukan penduduk desa ini. Saya tinggal di Karang Sedana, sedang dalam perjalanan ke gunung Sawal. Hemm setan iblis. Iblis gila. Awas jika aku dapat keluar dari sini, akulah yang akan menghabisi nyawa iblis itu. Hiaahhhh!! Kakek Tua tawanan dari Ki Dandung Amoksa mengamuk. Raden Purbaya cepat menghindar dari sambaran kayu dan benda-benda lain yang berterbangan. Seisi desa dibuat sengsara oleh kelompoknya. Awas kau Dandung! Kek Kek? Oh, kau bocah. Aku tidak dapat menguasai diriku lagi. Aku tidak dapat menahan gejolak emosiku lagi. Apakah kau tidak apaapa? Ah tidak, Kek. Saya tidak apa-apa. Iya, atau memang semua ini salahku juga. Semua salahku. Aku yang tidak berhasil mendidik anak. Ya, semua akibat perbuatannya pada akhirnya akulah yang menanggungnya. Kek, ada apa Kek? Kenapa kakek menangis? Ya, semua penderitaan yang kalian alami adalah tanggung jawabku. Akulah yang bersalah. Eh, tidak tidak Kek. Kakek tidak bersalah. Semua derita yang saya alami adalah akibat perbuatan dari Ki Dandung. Kakek

141 133 tidak bersalah. Justu kakek sendiri pun menderita akibat perbuatan Ki Dandung. Kakek justru harus dikasihani. Kakek tua itu tersenyum pahit. Kau anak kecil, mana mungkin kau dapat tahu. Mana mungkin kau dapat mengerti semua penderitaanku. Bocah, tahukah kau, bahwa akulah orang yang paling berdosa di desa Pandan Sari ini. Aku orang yang patut dicerca, patut di hukum. Semua perbuatan Dandung adalah menjadi tanggung jawabku. Karena Dandung adalah putraku sendiri. Hah? Dandung Amoksa iblis gendut itu putera kakek? Kakek tua itu kembali tertawa pahit. Kau terkejut bocah? Dan mungkin kau juga bertanya dalam hati, jika Dandung puteraku, kenapa aku bisa sampai di tempat ini? Aku yang bersalah. Sudah aku katakan aku yang bersalah. Dandung puteraku tertua, dialah yang sebenarnya berhak menggantikanku menjadi kepala desa di sini. Akan tetapi aku mendengar kabar diluaran, bahwa anakku Dandung adalah pimpinan begal. Dan akupun kemudian mengangkat adiknya sebagai penggantinya, karena aku sudah merasa sudah tua. Ketika anak iblis itu mendengar aku mengangkat adiknya, dia kembali pulang dari perantauan dan menuntut haknya. Aku berhasil mengusirnya, tapi kemudian dia kembali lagi. Kali ini bersama kawan-kawan dan kelompoknya. Mereka menyerang desa ini dan membunuh adiknya sendiri. Lalu kakek sendiri dibuatnya cacat olehnya juga?

142 134 Ya, oleh perbuatannya. Dapat dikatakan oleh perbuatannya. Seorang tukang masakku yang diupah olehnya, meletakkan racun pada masakan yang kumakan. Aku cepat tersadar, dan memuntahkan racun itu. Akan tetapi sebagian racun sempat masuk ke pembuluh mataku. Oleh karena itu mereka berhasil menguasai desa ini karena satt itu aku sedang dalam keadaan lemah. Aku sedang berjuang mengeluarkan racun dalam tubuhku. Pada saat itu jugalah mereka menangkapku dan mengikatku disini. Benar-benar iblis gila, Ki Dandung. Rasa-rasanya jika aku sanggup dan mempunyai kepandaian, akupun ingin membunuh manusia iblis itu. Hematlah emosimu, bocah. Di dalam tahanan ini kau hanya akan diberikan makan sekali dalam sehari. Duduklah bersandar di sampingku. Hey, penjaga. Dimana aku bisa bertemu dengan Ki Dandung? Ki Dandung saat ini sedang tidak ada di dalam desa. Dia sedang keluar. Ada urusan yang hendak diselesaikan. Bawa aku ke rumahnya. Ki Dandung berpesan, jika ada yang ingin menemuinya diminta untuk kembali besok pagi. Hey monyet! Tahukah kau berhadapan dengan siapa sekarang ini? Dengan tamu yang tidak kami undang!

143 135 Kurang ajar! Agaknya mulutmu perlu di hajar! He, jangan macam-macam kawan. Kau hanya datang sendirian, sedang kami disini berempat. Kami dapat saja berbuat kasar padamu jika kau tidak menuruti perintah kami. Hey monyet besar, saat ini kau sedang berhadapan dengan orang yang sangat ditakuti oleh pimpinanmu sekalipun. Hayo, antarkan aku ke tempat Ki Dandung, atau akan kupatahkan leher kalian semua! Kau kira kami takut padamu yang hanya seorang diri itu? Hayoo kawan, sikat tamu gila ini! Hahaha, kalian hendak mencari penyakit sendiri agaknya. Ayo majulah, siapa yang mengayunkan pedang lebih dahulu dia yang akan kubuat celaka. Keempat penjaga itu terdiam ragu-ragu mendengar ancaman yang penuh percaya diri itu. Ayo, kenapa kalian diam saja? Hmm, bagus agaknya kalian masih waras. Masih takut pada kematian. Ayo sekarang masukkan kembali pedangmu dalam sarungnya. Ayo masukkan pedangmu dalam sarungnya. Ayo! Jagal Pati dan kedua saudaranya Jagal Lanang dan Jagal Belo adalah tiga orang sakti dari golongan hitam yang merupakan pembunuh bayaran. Jagal Pati dan kedua saudaranya adalah tokoh yang terkenal keganasannya. Mereka sanggup membunuh korbannya sambil tersenyum dan tanpa mengerdipkan mata sedikitpun.

144 136 Kini keempat anak buah dari Ki Dandung pun dapat dirontokkan nyalinya tanpa menggerakkan tenaga sedikitpun. Bagus, bagus. Sekarang antarkan aku ke tempat tuan Dandung Amoksa. Baik Tuan, mari ikuti kami. Siapa itu? Saya, Ki. Mamik. Ada perlu apa kau, monyet! Ada yang mencari Ki Dandung. Kurang ajar, kemana Ki Podang. Hee, kenapa kau datang padaku? Dimana Ki Podang? Sudah saya cari-cari, tidak ada Ki. Hmm, siapa yang mencari aku? Mmm, orang itu mengaku bernama Jagal Pati, Ki. Kenapa kau bawa orang itu kemari? Apa Podang tidak berpesan padamu untuk tidak menerima tamu malam ini, hah? Eh, sudah Ki. Sudah. Tapi anu, Ki orang ini mengancam akan membunuh kami, Ki. Kurang ajar, Ki Jagal Pati mengganggu rencanaku saja. Pergi katakan padanya, aku akan segera datang. Ah, baik Ki Baik. Setan! Ular hitam itu memang tidak tahu diri!

145 137 Heh, kerbau gila. Kau tak dapat membohongiku. Kedua orang pelarian itu pasti ada di tanganmu. Heh? Kau bicara apa ular hitam? Siapa yang tidak kenal kau Ki Dandung. Kau adalah begal licik yang sanggup membunuh adik dan orang tuamu. Tapi padaku, Jagal Pati si ular hitam, kau tak bisa membohongiku. Keluarkanlah Dandung, kau juga akan memperoleh hadiah dari istana Karang Sedana. Ular hitam licik, aku mengaku kalah atas kejelianmu hingga mengetahui kedua tawananku. Tapi kau tidak akan menemukan mereka walaupun kau acak seluruh desa Pandan Sari ini hehehehe. Hmm, Dandung Dandung. Aku yakin kau tidak akan berani membohongi kami, karena kau cukup tahu siapa kau dan siapa yang memerlukan tawanan itu. Baiklah aku akan kembali besok sore, kemari. Ki, Ki Dadung Celaka Ki Ki. Penduduk desa mengamuk, mereka sedang menuju kemari, Ki. Kurang ajar! Bagaimana mereka sampai berani bertindak seperti itu. Siapa yang memimpin mereka? Kami tak mengenalnya, Ki. Tapi agaknya orang itu yang kemarin meloloskan diri, Ki. Hey, tunggu. Tunggu dulu Ular hitam! Hey, uruslah sendiri urusanmu kerbau gila! Tidak bisa, ini adalah urusanmu. Atau barangkali kau takut hah?

146 138 Heh! Kau jangan memancing kemarahanku, Ki Dandung! Memang aku memang akan memancing kemarahan mu, Ular hitam. Dengarlah, orang yang memimpin gerakan penduduk itu adalah salah seorang pelarian dari Karang Sedana. Dialah yang mengawal kedua tawananku. Bukankah itu juga merupakan urusanmu? Siapakah orang itu? Dimanakah mereka? Tunjukkan padaku. Ayo, antarkan kami, Mamik. Baik, Tuan. Yang manakah orang yang kau maksud, Ki Dandung? tanya Jagal Pati sesampainya di sekitar tempat kerusuhan penduduk desa. Hmm, aku pun belum mengenalnya. Orang itu berhasil melarikan diri dari kepungan beberapa orang anak buahku. Ki Dandung menunjuk ke arah Karewang yang tengah membabat kesanakemari, Hmm, itu dia pasti. Kau lihatlah gerakannya yang terlatih. Iya, dia pastilah salah seorang perwira dari Karang Sedana. Memang ini adalah urusanku, Dandung. Jagal Lanang segera membedol kuda mendekati Karewang. Heh, kau pemimpin orang-orang ini? Iya, benar. Aku akan bertemu dengan pimpinan begal-begal ini. Apakah kau pimpinannya? Apakah kau ingin meminta kembali tawanan itu? Ya aku menuntut agar keluargaku dikembalikan, dan semua begal-begal yang ada di desa ini agar segera pergi dari sini.

147 139 Hmm, kau menuntut keluargamu? Apakah kau tidak takut di gantung jika keluarga orang itu mendengar kata-katamu? Eeh, siapakah kau sebenarnya? Agaknya kau sudah terlalu tua, sobat. Hingga tidak dapat mengenaliku lagi. Atau memang pertempuran itu terlalu ramai hingga kau tidak mengenaliku lagi. Kau kau agaknya kalian semua disini adalah antekantek dari Ki Sentana. Aku akan mengadu nyawa dengan kalian. Maaf, aku mempunyai banyak urusan yang harus kuselesaikan, sobat. Aku tidak dapat lama-lama bermain denganmu. Karewang gugur di tangan Jagal Pati. Maaf Ki Dandung, aku akan segera pergi. Urusanku sudah selesai disini. Hahaha, terima kasih Ular hitam. Pertempuran yang semula berjalan cukup berimbang dengan adanya Karewang kini menjadi berat sebelah, karena jago andalan mereka telah gugur di tangan Ki Jagal Pati. Ki Dandung yang menjadi berang kemudian turun tangan membunuh penduduk yang beberapa diantara mereka sesungguhnya adalah kawannya bermain ketika kecil. Dan beberapa saat kemudian, penduduk yang merasakan tekanan semakin berat, segera melarikan diri dari arena pertempuran itu. Aki, bertemu juga dengan Karewang tadi? Huh, anak goblok itu ketakutan di ancam oleh Ki Jagal Pati. Sudahlah Podang, sekarang aku punya tugas untukmu. Malam ini juga

148 140 kau harus segera meninggalkan Pandan Sari dan usahakan tak lama setelah fajar kau sudah berada di istana. Iya, tapi Ki sekarang sudah hampir tengah malam. Jika harus tiba esok pagi, berarti saya harus berkuda semalaman, Ki?! Ya, ini perintah Podang. Carilah beberapa orang kawan sekarang juga. Ya-ya-ya, baik Ki. Tapi apa yang harus saya kerjakan di sana nanti, Ki? Mintalah untuk bertemu untuk bertemu dengan Ki Sentana di sana. Ingatlah dia sekarang pasti sudah menjadi raja. Dan katakanlah bahwa kau adalah utusanku, akan memberikan hadiah pada Ki Sentana yaitu permaisuri dari Aji Konda dan puteranya. Mengerti? Iya, Ki. Saya mengerti, Ki. Saya pamit saja sekarang. Hmm, ya. Bagus. Bagus, Podang. Nah berangkatlah segera. Jangan lupa ajak beberapa orang kawan. Baik, Ki. Hey, stop! Stop! Kau lihat di sana itu, ada perapian yang menyala. Hahaha, mungkin ada seseorang yang membakar daging atau apa. Ayo mari kita ke sana. Aki Podang yang sedang kedinginan dan kelaparan karena berkuda di malam hari, segera mengarahkan kudanya ke arah perapian yang dilihatnya dari kejauhan. Apung yang berkuda di sampingnya tidak

149 141 menghiraukan sedikitpun kata-kata Aki Podang. Dia mengikuti sambil terkantuk-kantuk. *** Ah, kakang Saka, apa yang akan kita lakukan jika sampai besok Kakang Seta dan Kakang Awuk tidak juga kembali? Kita lakukan lagi penyelidikan seperti tadi siang dan itu akan kita ulangi terus hingga kita dapat menemukan mereka, atau paling tidak kita mendapatkan kabar tentang mereka yang benar-benar pasti. Iya. Agaknya mereka tidak mengganggu Ki Cangkara dan keluarganya. Siasat yang kakang lakukan pada para pemberontak itu agaknya cukup mengena. Mereka menyangka Ki Cangkara pun mendapat tekanan dari kita. Iya, tapi aku tetap khawatir. Walaupun sedikit, mereka pasti mencurigai keluarga Ki Cangkara. Tidakkah kau lihat, banyaknya prajurit yang berkerliaran di sekitar rumahnya? Iya, tapi itu berarti paling tidak mereka masih ada di dalam rumahnya. simpul Anting Wulan, Agaknya samaran kita tadi siang lebih sempurna dari yang kemarin. Hehehe, iya. Wulan. Kau lucu sekali dengan samaranmu. Agaknya nanti, jika kau sudah tua wajahmu akan seperti itu. Tidak! tidak mungkin! Kakang pasti senang jika aku seperti itu. Aku akan menarik perhatian semua orang untuk diolok-olok.

150 142 Huss! Sudah, aku hanya bercanda. Kau pasti tidak akan seperti tadi jika sudah tua kelak. Kau pada dasarnya adalah seorang gadis yang manis. Yaaah, jadi walaupun kelak umurmu sudah lanjut, garis-garis kecantikanmu masih akan tetap nampak. Ah, benarkah itu Kakang? Tentu saja, masa aku kakangmu berbohong, hah? Kakang Kakang Saka Cantik mana aku dengan Intan Pandini? Eh? tentu saja ya, tentu saja kau. Akan tetapi Intan, ya juga adalah seseorang gadis yang manis. Mm, Kakang mencintai Intan Pandini? Eeh Mmm aku Wulan ada yang datang! Sembunyi! Ah, kakang Seta! Kakang Awuk! Oh, kalian masih di sini rupanya. Kemana saja kalian, Kakang? Aku mencari-cari kakang. Aku keluar masuk kotaraja sejak kemarin bersama kakang Saka. Oh, kalian menyusulku ke sana? Mana saya dapat tenang menanti kakang di sini? Tapi bukankan keadaan tubuhmu saat itu masih lemah? Ah, agaknya keadaannya yang masih lemah saat itu karena racun yang kita keluarkan belum sepenuhnya, Kakang. Eeh, berkat pertolongan kakang Saka, lewat tengah hari racun yang masih mengendap dapat dikeluarkan seluruhnya. Saya menjadi segar kembali, Kakang.

151 143 Ha? Jadi racun itu bekerja lagi? Huh, sungguh berbahaya sekali. Untung kau dapat mengeluarkannya adik Saka. Menjelang sore, saya tiba di kotaraja. Tapi peperangan sudah selesai. Kemana saja kakang berdua? Dari Ki Cangkara saya mendapat keterangan bahwa prajurit pemberontak sedang sibuk mencari dua anak muda yang membantu Aji Konda. Saya dapat pastikan bahwa itu kakang berdua. Ki Cangkara? Siapa itu? Mmm, calon mertua Kakang Saka Husss! Ki Cangkara adalah paman dari Intan Pandini. Adik Awuk sudah mengenalnya ketika saya mengantar Intan bersamanya. Hmm, aku melarikan diri dari kepungan pasukan dan tokohtokoh pemberontakan karena kedatangan seorang laki-laki bertopeng yang menyelamatkan baginda Aji Konda. Oh, jadi baginda berhasil diselamatkan? Baginda berhasil diselamatkan oleh laki-laki bertopeng yang berilmu tinggi itu dan keluarga Baginda pun tidak berhasil ditemukan Ki Sentana di dalam istana. Yah, jadi aku berkesimpulan mereka juga berhasil menyelamat kan diri. Lalu, Kakang sendiri? Kakang belum menceritakan pengalaman Kakang. Ah, tidak ada sesuatu hal pun yang terjadi pada diri kami. Kami bersembunyi di sebuah gudang tua di samping istana, dan ketika para prajurit memeriksa tempat kami, kami naik ke atas gudang itu. Kami berdua bersembunyi sambil menyembuhkan luka dalamku.

152 144 Hah? Kakang terluka? Saka Keling terkesiap. Sepengetahuannya, raden Seta Keling kakak tertuanya itu adalah pemuda yang pilih tanding. Sehingga jika dia bisa terluka, maka tentu lawannya adalah orang yang hebat pula. Pukulan beberapa tokoh termasuk Ki Suwanda tepat mengenai dadaku. Ya, aku baru saja keluar dari persembunyianku dan dalam kegelapan aku berhasil meninggalkan kotaraja. Hahahaha, kakang pasti sudah kelaparan sejak kemarin! Ayo ini, masih ada persediaan daging kering. Wulan, bakarkan daging kering ini untuk Kakangmu. Keempat remaja seperguruan dari Padepokan Goa Larang duduk mengitari perapian, berbincang sambil menikmati daging bakar di malam yang dingin. Akan tetapi belum lagi mereka puas berbincang dan menikmati makanan hangatnya, dari kejauhan mereka mendengar derap kuda yang mendatanginya. Ada orang datang. Sembunyi! bisik Saka cepat. Hmm, tidak ada orang. Heh, kau periksa ke sebelah sana, Pung. Aku ke sana. Perapian ini menandakan baru saja ada orang di sini. Aah, baik Aki. Hmm, ini ada gua yang cukup besar, coba kulihat ke dalamnya. Tapi tak lama Ki Podang memandang ke gua itu. Hueh, gua ini gelap sekali. Aah, tidak ada yang dapat dengan jelas kulihat disini. Aah, sebaiknya kulihat di luar saja.

153 145 Eh, hey sedang apa kau di situ, Apung? Ah, anu Aki Ini Daging. Ini saya temukan di sini, Aki. Perut saya lapar, Aki. Hmm, berikan itu padaku! Ah, itu Aki Masih banyak. Aki dapat membakar dan makan sepuasnya. Heeh-heeh. Berikan itu yang sudah kau bakar. Kau ambil lagi yang lain! Ooh, Aki curanggg! Eeh, dengar goblok. Jika nanti perjalanan kita berhasil, kau akan dapat menikmati daging bakar seperti ini bersama keluargamu selama beberapa minggu, hehehe. Wueeeh?! Benar Aki? Iya iya. Sungguh saya dapat makan daging seperti ini, bersama keluarga saya, selama seminggu? lebih dari seminggu? Tapi dari mana Aki? Dari aku. Aku yang akan memberikan padamu. Hey, Aki bohong! Aki mana punya uang sebanyak itu, hmm? Apung meleletkan lidahnya. Dengar, berita yang kubawa untuk Ki Sentana ini akan membuatnya gembira dengan demikian dia tidak akan segan-segan memberi hadiah pada kita.

154 146 Ooh, saya sudah tahu sekarang! Aki akan mengabarkan pada raja, Ki Dandung berhasil mendapatkan dua orang yang disebutkan sebagai pelarian itu kan?? Sttt! Kau Kau tahu dari mana, tolol? Eh, saya yang pertama kali tahu Ki. Ketika pasukan dari Karang Sedana datang mencari dua pelarian itu. Eh eh, awas itu hangus dagingmu itu. Ayo, ayo makan cepat, kita harus segera pergi dari sini. Keempat remaja yang bersembunyi dan mendengarkan semua pembicaraan Ki Podang bersama Apung segera melompat turun dari persembunyiannya ketika melihat kedua orang yang menghabiskan persediaan daging keringnya hendak berangkat pergi. Tunggu kawan! Heh!? Siapakah kalian? Sabar kawan. Sarungkan kembali pedangmu. Kami hanya ingin meminta keadilan dari kalian. Kalian sudah menghabiskan persediaan daging kering dan kami, minta ganti rugi. Heheheh, kau bicara seolah-olah kau adalah sang pemenang. Walaupun kalian berempat tetapi aku, Ki Podang tidak akan gentar menghadapi kalian. Iya, aku sudah menghabiskan daging kering kalian. Mau apa? Aku tidak bersedia untuk mengganti! Hey, Podang! Agaknya kau pandai bicara dan tertawa seperti halnya burung Kepodang. Aku ingin bertanya padamu, sebagai ganti daging kering yang kau makan. Jika kau tidak bersedia menjawab,

155 147 tentu saja aku akan mengeluarkan semua persediaan daging keringku yang kau makan tadi. Hmm, kurang ajar! Jika aku saat ini tidak sedang menjalankan tugas, kalian tentu akan kubuat menyesal bertemu denganku malam ini. Apung, ayo! I-iya? Ayo, turun dari kudamu, Kepodang! Dengar pertanyaanku yang harus kau jawab, adalah dimana kedua tawanan yang akan kau serahkan pada Ki Sentana? Kurang ajar, kau Apung, serang mereka! Bunuh! Baik, Aki. Ayo, ayo cepat! Anting Wulan tertawa mengejek, Apung, sarungkan saja pedangmu itu. Aku akan mematahkan tanganmu bodoh, jika kau tak mau menjawab pertanyaanku tadi. Aduaduaduh jangan patahkan tanganku, aduh-aduh. Jangan keras-keras, tanganku sakit. Apung yang tidak tega melihat Ki Podang berkemik-kemik kesakitan ditelikung oleh Anting Wulan, berteriak mengancam dan maju menyerang. Wanita! Aku belah tubuhmu wanita cantik! Hiyaat! Dengan ringan, Anting Wulan menyepakkan kakinya dan Apung segera pingsan terkena sabetan tumit wanita yang dikatakannya sebagai wanita cantik itu. Ayo, cepat katakan. Dimana mereka berada?

156 148 Aduhh, jangan keras-keras. Tanganku sakit. Desa kami desa kami aduh. Dimana desa kalian, ayoh!? Di desa Pandan Sari Dimana itu Kakang, desa Pandan Sari Tanyakan terus, Wulan. Aku sendiri tidak tahu. Agaknya itu hanyalah sebuah desa kecil. Sudaaah, lepaskan saya. Saya akan ceritakan semuanya. Ki Podang yang sudah kepayahan akhirnya menyerah. Bagus. Bukankah sejak tadi sebaiknya kau bersikap seperti ini? Ya, betul. Ayo, ceritakan semua yang kau ketahui. Begini, semula kami menangkap mereka karena kami mengira dia adalah penduduk desa kami yang melarikan diri. Tapi kemudian setelah tadi malam datang utusan dari kerajaan, kami baru tahu bahwa mereka adalah pelarian dari Karang Sedana. Hah? Utusan dari Karang Sedana? Iya, utusan dari Karang Sedana yang dipimpin oleh Ki Jagal Pati. Dan mereka akan kembali lagi besok sore untuk menjemput kedua tawaran kami. Di mana letak desamu itu? Ya cukup jauh juga. Kami di sini dari desa kami kira-kira menghabiskan waktu seperempat malam.

157 149 Hmm, bagaimana Kakang Seta? Kita harus segera ke sana, sebelum utusan dari Karang Sedana itu datang. Ah, tapi bagaimana dengan keadaan Kakang Seta dan adik Awuk? Apa tidak perlu istirahat di sini? Jangan khawatir, adik Saka. Aku sudah cukup beristirahat di gudang itu. Ayo kita berangkat sekarang juga. Ayo kisanak, kita berangkat sekarang. Tapi saya saya dapat tugas dari Ki Dandung untuk ke istana Karang Sedana. Hey, apa kau ingin kupatahkan tanganmu satu per satu? geram Anting Wulan. Jangan, aduh Sudah, Wulan. Aki Podang akan mengantarkan kita ke Pandan Sari. Bukan begitu, Ki? Aah,.. Iya. Baiklah. Coba kau lihat keadaan kawanmu itu. Kita harus berangkat segera, mungkin dia terluka. Apung, ayo kita kembali. Kembali ke mana, Aki? Iya, kembali ke Pandan Sari, goblok! Ayo cepat bangun! Tangan saya ini, Aki Kenapa? Sakit, rasanya mau patah, Aki. Cepat bersiap! Atau tanganmu itu akan kupatahkan benarbenar?! Bangun! bentak Anting Wulan.

158 150 I-iya nona. Ayo kita berangkat. Kau gunakanlah kudamu. Kami akan mengikuti dari belakang. Baik-baik-baik Awas, kau jangan main-main dengan kami. Jika matahari terang esok pagi kita belum juga sampai. Tangan kalian akan kupatahkan. Kedua tangan kalian. Percayalah pada kami, Raden. Kita sudah menuju ke arah yang benar. Bagus jika demikian. Ayo, percepat lagi kudamu. Demikianlah, keempat remaja dari padepokan Goa Larang bersama dengan Ki Podang, anak buah dari Ki Dandung Amoksa yang telah dikuasainya berpacu dengan waktu menuju ke desa Pandan Sari. Sementara itu di Pandan Sari, Ki Dandung sedang kalut memikirkan persiapan esok hari menghadapi kelompok dari Ki Jagal Pati dan utusan langsung dari istana Karang Sedana. Ki Dandung Amoksa tibatiba saja khawatir jika sampai raden Purbaya yang telah disiksa tadi sore meninggal dalam kamar tahanan khusus. Walaupun mereka adalah musuh dari Ki Sentana, tapi bukan tidak mungkin Ki Sentana menghendaki kedua tawanan itu hidup. Akhirnya dia berteriak memanggil salah seorang pengawal-nya.

159 151 Hey, aku minta kau segera membawa bocah setan itu kemari. Hmm, tapi Ki Dandung, hari sudah larut malam dan pagi hampir saja tiba. Anak itu pasti sedang tidur di sana. Hey, monyet! Aku minta kau membawa anak itu kemari, segera! Atau kau ingin aku patahkan dulu sebelah kakimu itu? Eh Baik Ki. Baik. Anak itu harus diserahkan dalam keadaan hidup. Oh, dewata Apa apa yang akan terjadi jika ternyata bocah yang sore tadi kucambuki itu ternyata mati dan Ki Suntana ternyata memerlukannya hidup-hidup? Jika sudah demikian persoalannya, berlindung dengan guru pun tidak akan ada artinya. Biar ku tunggu saja bocah setan itu disini. Awas kalian! Jika pamanku datang kemari kalian semua akan dihajar. Akan dipecahkan kepala kalian. Lepaskan! Lepaskan! Hehehehehe, bagus sekali. Kau ternyata mempunyai daya tahan tubuh yang hebat. Kemarilah bocah! Lepaskan anak itu. Eeh, tapi dia akan mengamuk, Ki Lepaskan kataku, monyet! I-iya, iya Baik baik, Ki. Bagus, bagus bocah. Kemarilah, kulihat tubuhmu. Apakah luka yang kau derita cukup serius. Tidak! Tidak perlu kau melihat lukaku. Hehehehe, agaknya kau tidak percaya dengan ku bocah? Kau orang jahat Aku tidak percaya dengan mu!

160 152 Oh, hmm aku minta maaf atas kejadian tadi siang. Hmm, sini. Aku benar-benar akan melihat lukamu, Nak. Lepaskan! Jangan sentuh tubuhku. Lepaskan, kau orang jahat! Durhaka kepada orang tua! Hei? Apa kau bilang? Siapa yang Ki Dandung mengernyit heran, tetapi tak lama. Ooh, rupanya orang gila itu. Kau yang gila! Tua bangka yang tak tahu membalas budi orang tua! Kau manusia durhaka!! Hehehehe, bocah kau jangan mudah terpengaruh oleh omongan orang yang tua gila itu. Kemari kulihat tubuhmu. Tidak! Lepaskan! Lihat luka-lukamu sudah mulai mengering. Basuhlah tubuhmu dengan air hangat, bocah. Beristirahatlah di ruangan dalam ini. Dan besok kau akan bertemu dengan ibumu. Bohong! Aku tidak percaya padamu kakek penipu! Aah, besok bahkan kalian akan pergi dari sini. Nah, beristirahatlah! Kau membutuhkan tenaga untuk perjalanan panjangmu bukan? Aku tidak percaya dengan omongan manusia jahat sepertimu. Kau pasti hendak menyiksaku seperti tadi lagi. Hey pengawal! Bawa dia kebelakang! Basuh dan bersihkan lukanya dan carikan baju yang lebih pantas untuknya. Oh, baik Ki. Baik Nah, mari kita ke belakang.

161 153 Hahaha, ternyata anak itu tidak hancur tubuhnya. Bagus, bagus. Senang hatiku sekarang. Kini aku dapat dengan tenang menemui ibunya. Nyai Nyai buka pintunya, Nyai. Hari sudah pagi Ah, ada apakah Aki datang malam-malam kemari? Hehehehe, kau manis sekali walaupun baru bangun dari tidur. Aki, mau apa datang kemari? Aku mencari kakakmu. Bangunkan dia. Saya sudah bangun, Ki Dandung. Ada apa Tuan mencari saya? Ooh tidak ada apa-apa. Aku sudah tidak sabar lagi menunggu hari perkawinan kita. Ayo Nyai ikutlah aku keluar dari sini. Tidak Ki. Kembalilah tidur. Saya akan menepati janji saya nanti pada saatnya. Aah, tidak Nyai aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi Ayolah ikutlah denganku, Nyai. Tidak. Ki Dandung boleh kembali. Saya tidak akan bersedia saat ini. Ki Dandung boleh memaksa saya, tapi saya tetap tidak bersedia melayani. Aah, apapun yang akan terjadi. Malam ini kau harus tetap menuruti kemauanku, suka rela ataupun terpaksa. Kemarilah Nyai Pergilah, Ki. Jangan ganggu saya. Oh, jangan Ki. Lepaskan saya.

162 154 Apapun yang terjadi, aku harus dapat menikmati tubuh seorang permaisuri raja. Oh, kau sudah mengetahui siapa aku? Tidak, lepaskan! Lepaskan aku! Siapa tau aku kelak berumur panjang, mempunyai keturunan yang akan menjadi raja. Cempaka yang memang sedari tadi telah gelisah dengan kedatangan kakek gendut itu mulai berpikir keras untuk menyelamatkan majikannya. Oh, aku harus menolong Gustiku ini. Tusuk kondeku ini akan kutancapkan di tubuh Ki Dandung. Rasakan ini orang jahat! Waduh! Kurang ajar! Kurang ajar kau berani menggangguku! Pukulan keras yang diayunkan pada tubuh Cempaka, emban pengasuh raden Purbaya yang masih muda itu, membuat tubuhnya terlempar beberapa depa. Tusuk konde yang semula dipegangnya jatuh tak jauh dari Rara Angken. Dan dengan sigapnya permaisuri Aji Konda itu menyambar tusuk konde dari Cempaka. Berhenti di situ, Ki Dandung! Aku akan menancapkan tusuk konde ini ke dadaku jika kau maju selangkah. Heh, jangan main-main dengan nyawamu, Nyai. Kau masih mempunyai masa depan yang panjang dan bagus.

163 155 Tidak! Masa depanku justru akan hancur. Masa depanku akan menjadi busuk, jika kubiarkan kau menjamah diriku. Pergi! Pergilah! Tinggalkan aku di sini. Iya. Baik, baiklah. Jangan bertindak bodoh. Aku akan pergi. Ingatlah, jangan lakukan perbuatan bodoh itu. Hmm, celaka Celaka aku jika wanita ini sampai mati. Aku pasti akan berurusan langsung dengan penguasa baru Karang Sedana. Cepaaat! Pergi dari sini! Baik. Baik, Nyai. Dewata, kenapa jadi seperti ini nasib hambamu? Kakang Prabu, bagaimanakah nasibmu kini? Maafkan aku kakang Prabu, aku tidak dapat menjaga putramu Purbaya dengan sebaik-baiknya. Kakang Purbaya, dimanakah kau kini anakku? Tuanku, aduh. Tuanku Cempaka! Bagaimana keadaanmu? Bagaimana Ki Dandung, Tuanku? Iblis itu sudah pergi. Cempaka, bagaimana keadaanmu? Saya saya merasa nyeri sekali. Dada saya. Sakitnya sakitnya bukan kepalang. Kasihan sekali kau, kau menderita karena menolongku, Cempaka Tuanku, bagaimana kira-kira nasib raden Purbaya? Dimanakah anak itu?

164 156 Tenanglah Cempaka, jangan kau pikirkan asuhanmu itu. Pejamkanlah matamu. Beristirahatlah. Uhh apakah kita akan berhasil tiba di gunung Sawal, Tuanku. Kasihan sekali Baginda, tentu tentu beliau telah menunggu dengan gelisah di sana. Sudah, tenangkan saja pikiranmu, Cempaka. Berdo a saja pada Dewata, agar Dia mau menolong kita semua. Lepaskan aku! Manusia jahat! Kau bunuh adikmu sendiri. Lepaskan, lepaskan aku! Tuanku, itu raden Purbaya. Hehehehe, mau kemana Kau? Ini sudah kubawakan anakmu. Ah, kau lihatlah bocah, bukankah aku tidak membohongimu? Nah, sana temui ibumu. Ibu! Anakku, Purbaya! Purbaya, apakah iblis itu membuatmu susah? Tidak, Bu. Saya tidak apa-apa. Bagaimana dengan ibu sendiri? Ibu pasti menderita selama ini. Aku pergi dulu, Nyai. Ingatlah, jangan berbuat bodoh seperti yang akan Nyai lakukan tadi. Eh, kenapa tiba-tiba Ki Dandung bersikap lain kepada kita, Bunda?

165 157 Entahlah, mungkin dia tiba-tiba menyesal dan kasihan pada kita, Purbaya. Ah, tidak mungkin. Tidak mungkin Bunda. Dia manusia iblis. Ya, hanya manusia iblis sajalah yang sanggup melakukan perbuatan biadab, membunuh saudara dan menyiksa ayahnya sendiri. Hey, darimana kau tau semua itu, Purbaya? Kemudian bocah kecil itu pun dengan suara yang tersendat karena menahan emosi menceritakan semua kejadian yang ditemui di ruang tahanan khusus. Semua cerita tentang misteri yang menyelimuti desa Pandan Sari. Akan tetapi tanpa menceritakan pada ibunya tentang perbuatan Ki Dandung yang menyiksanya dan menggantungnya di halaman. Begitulah, Bunda. Bukankah dia adalah manusia iblis?! Ya, orang itu benar-benar tidak waras agaknya. Berhatihatilah kau Purbaya. Oh, Bunda dimanakah bibi Cempaka? Aku tak melihatnya sejak tadi. Ah, itu. Itu dia Purbaya. Oh? Apa yang terjadi dengan bibi Cempaka, Bu? Oh, Den Bibi tidak apa-apa. Rindu bibi, rasa cemas bibi sudah terobati dengan kehadiran Aden yang tak kurang suatu apapun. Ibunda, apakah yang terjadi dengan Bibi? Apakah Ki Dandung yang melukainya?

166 158 Iya, beberapa saat sebelum kau dibawanya kemari, dia datang dan Datang dan melukai bibi Cempaka? Manusia jahat! Kubunuh dia! Oh, Purbaya jangan! Jangan! Lepaskan saya, Bu. Lepasakan saya. Saya akan memecahkan kepalanya dengan kayu ini. Lepaskan! Oh, Purbaya ingatlah Nak, Ki Dandung adalah seorang yang amat ganas dan kasar. Kau akan celaka jika mencari perkara dengannya. Tapi, dia jahat sekali, Bu. Ki Dandung itu terlalu jahat, dia harus di hukum! Kau benar. Ki Dandung jahat dan harus dihukum. Tapi kau tidak mungkin melakukannya. Kau adalah anak yang tidak mempunyai kepandaian apa-apa. Kau harus dapat tetap hidup, untuk mencari kepandaian. Dan kelak, kau dapat membalaskan semua penghinaan yang kita terima ini. Ya, saya ingin tetap hidup, Bunda. Saya akan membalaskan semua penghinaan yang saya terima ini. Yang telah Ibu dan bibi Cempaka terima. Ohh, Purbaya anakku. Nun jauh di ufuk timur, mentari yang telah sekian lama menunggu kesempatan untuk menjalankan tugasnya mulai menyinarkan cahaya paginya yang gemilang. Gunung Ciremai yang tampak jelas dari desa

167 159 Pandan Sari masih diselimuti kabut tipis di sekitar kepundannya, akan tetapi suasana di sekitar desa kecil itu nampak lengang. Hampir dapat dikatakan tidak terlihat kegiatan sama sekali. Penduduk desa mengunci pintunya rapat-rapat. Mereka khawatir akibat dari tindakan sebagian penduduk yang mengadakan gerakan bersama Karewang, semalam. Akan tetapi suasana lengang itu tiba-tiba dipecahkan oleh langkah dua ekor kuda yang menggemuruh memasuki batas desa kecil itu. Kita sudah sampai, anak muda. Hey, Apung temani tamu kita. Aku akan menghadap Ki Dandung. Ya, Dewa Aku tak tahu bagaimana marahnya Ki Dandung mendengar laporanku ini. Tapi biar, aku akan melemparkan semua tanggung jawab ini pada Ki Dandung langsung. Hey, Podang! Kau sudah kembali? Bagaimana dengan tugas yang kuberikan padamu? Beb beb belum. Tapi saya bertemu dengan seseorang yang yang sangat penting Ki. Dia berkata ingin bertemu dengan Aki. Wuaaah, kau gila, Podang! Masalah apa lagi yang kau bawa padaku sepagi ini, heh? Siapa orang itu? Orang itu eh ada empat orang muda, Ki. Hmm, empat orang muda?! Iya. Kurang ajar! Ayo kau ikut aku menemui mereka!

168 160 Dengan tangan terkepal dan gigi gemeretak, Ki Dandung Amoksa melangkah menunju beranda depan untuk menemui tamunya. Hmmm, monyet! Siapakah kalian ini? Kaliankah yang memaksa Podang pembantuku untuk kembali kemari? Benar, Ki. Saya datang kemari untuk meminta kedua tawanan Aki. Permaisuri Aji Konda dan puteranya raden Purbaya. Grrr... siapakah kalian anak muda? Agaknya kalian tidak memandang sebelah matapun pada aku, Ki Dandung. Kakang, sebaiknya kita tidak usah membuang-buang waktu lagi. Kita paksa saja orang ini untuk menyerahkan kedua orang keluarga istana. Poodaang! Poodaaang! Kemari kamu! Poodaang! Bunuh mereka semua. Tapi, Ki Tapi, mereka anu anu, Ki. Aah, Podang! Kau dengar perintahku, hah?! Anting Wulan jelas tertawa melihat situasi itu, katanya, Ki Dandung, kenapa kau berteriak-teriak sendiri? Jika kau tidak senang dengan kedatangan kami, bertindaklah cepat. Jangan hanya berteriakteriak saja begitu. Hmm, kurang ajar. Bocah-bocah sombong! Kuremukkan kepala kalian! ancam Ki Dandung, tapi anehnya dia masih berteriak, Poodaang! Ambilkan senjataku, Poodaang! Sekarang, Ki? Kau ingin bertempur atau menunjukkan senjatamu padaku?

169 161 tanganku ini. Baiklah, kalian akan kuremukkan dengan kedua belah Kau, ini sedang bertempur atau main lompat-lompatan? Melihat tingkah dan kesombongan wanita muda dihadapan nya, Ki Dandung tidak dapat menahan diri lagi. Serangan-serangan yang dilancarkannya susul menyusul secara beruntun mengarah ke tiap bagian yang berbahaya di tubuh Anting Wulan. Akan tetapi karena Anting Wulan mengelakkan semua serangan itu dengan gerak yang berpindah-pindah dan Ki Dandung memburunya terus dan terpaksa melompat-lompat mengejarnya ke depan, belakang dan samping bagaikan orang yang kebingungan. Hey, bocah setan! Janganlah kau mengelak saja. Hadapilah seranganku secara jantan! Hahaha, kau lucu Ki Dandung! Bagaimana aku bisa menghadapimu secara jantan, aku ini seorang wanita. Huu! Jangan khawatir, Ki. Aku sedang menunggu senjatamu itu datang. Nah, itu. Ambillah! Ki Dandung segera melompat meninggalkan Anting Wulan, dan menyambar senjatanya yang dibawakan Ki Podang, pembantunya. Sebuah bola besi berduri yang diikatkan rantai panjang. Dengan wajah membara karena merasa terhina, Ki Dandung memutar-mutar senjata mautnya yang telah banyak merenggut jiwa musuh-musuhnya. Mampuslah kini kau anak muda!

170 162 Anting Wulan masih saja tertawa-tawa mendengar bentakan Ki Dandung itu, sehingga dengan gemas dia kembali membentak. Jangan tertawa kau! Dandung, sekarang jika aku menyambut serangan mu, kau tentu akan puas jika kukalahkan. Awas Ki, aku akan merampas senjatamu! Lepas senjatamu! Hey, Ki kenapa kau berikan senjatamu ini? Ki Dandung, sudahlah. Serahkan kedua tawanan itu kepada kami. Agar kami tidak memaksamu dengan cara yang tidak menyenangkanmu. Baiklah. Aku mengaku kalah, anak muda. Aku aku akan menunjukkan pada kalian dimana persembunyian kedua tawananku. Ayo ikut aku Hehehe, kalian semua akan kubawa ke barak para pengawalku. Hadapilah nanti enam puluh orang pengawalku. Heeh, itu anak muda. Sudah tidak jauh lagi tempatnya. Nah, inilah tempatnya. Tunggulah di sini. Aku akan menjemputnya ke dalam. Masuklah. Tapi awas jika kau sampai membohongi kami. Baiklah, kalian tunggulah di sini.

171 163 Ki Dandung pun segera masuk ke dalam barak prajuritnya, dan keempat anggota Ning Sewu menunggu di luar sambil berjaga-jaga. Mereka khawatir kakek gendut yang kelihatannya cukup licik itu akan melarikan diri. Akan tetapi beberapa saat kemudian, Ki Dandung muncul di ambang pintu besar itu. Heheheh, anak-anak muda. Aku sebenarnya mengizinkan dan setuju kau membawa kedua tawanan itu. Akan tetapi para pengawalku banyak yang tidak menyetujuinya, jadi Kurang ajar! Apa maksudmu gendut licik. Orang ini benar-benar curang. Hey, anak-anak! Keluarlah kalian, hadapilah orang-orang yang hendak merampas tawanan itu! Kurang ajar! Dia membawa kita ke tempat para prajuritnya, akan kuberi pelajaran orang ini Ayo anak-anak, serang dan bunuh keempat anak muda itu! Aku agaknya Adik Awuk, kau tahanlah dahulu mereka. Aku akan dapatkan manusia licik itu! Ki Dandung segera menyelinap meninggalkan barak prajuritnya. Dia berlari menuju ke bangunan lain yang merupakan rumah penyekapan Rara Angken. Buka pintunya, Nyai. Buka pintunya cepat! Buka pintu! dan dengan penuh ketidaksabaran akhirnya pintu itu diterjangnya. Ada apa, Ki? Kenapa Aki jadi seperti ini? Sudah, ayo kau ikutlah aku. Cepat!

172 164 Kemana? Sudah, jangan banyak bicara. Ayo ikut saja, cepat! Sebelum aku berbuat kasar lagi pada kalian. Tapi, tapi Cempaka sedang dalam keadaan sakit. Aaah! Sudah tinggalkan saja anak itu, ayo cepat! Tidak! Kami tidak akan meninggalkan Bibi Cempaka! Anak setan, agaknya kau perlu dibuat susah lagi seperti kemarin. Ayo cepat setan! Lepaskan! Lepaskan Ki. Aku tak mau pergi bersama kau. Ah, ayo aku ikut dengan aku, bocah! Kupecahkan kepalanya dengan rantai ini, pikir Purbaya. Dan segeralah dia mengayunkan itu ke kepala Ki Dandung. Kakek gendut kepala begal itu mengaduh. Aduh! Kurang ajar kepalaku. Lepaskan wanita itu, Ki Dandung! Hmm, kau lagi anak muda. Tunggulah disitu. Aku akan menyelesaikan pemuda sombong ini. Aku akan memecahkan kepalamu kalau kau tidak segera menyingkir. Ki Dandung, sadarlah kau! Menghadapi adikku saja, kau tidak sanggup, apalagi menghadapi aku. Hmm, kau tidak mungkin sehebat wanita itu, anak muda. Wanita itu hanya memiliki kelebihan kecepatan geraknya saja, akan tetapi aku pun merasa penasaran dengannya. Jaga seranganku!

173 165 Majulah kau anak muda, dan aku akan memecahkan kepala anak ini, heh! Kukira kau bukanlah seorang laki-laki pengecut, Ki Dandung. Aah, aku akan bertindak sesuai dengan naluriku, anak muda. Aku bisa berbuat apapun jika keadaan memaksaku. Ki Dandung kau jangan Ki. Jangan ganggu anakku. Rara Angken memelas meminta belas kasihan. Hehehehe, maafkan aku Nyai. Anak muda inilah yang membuat aku jadi bertindak seperti ini. Minggirlah kau anak muda! Biarkan aku lewat. Jangan, Ki. Jangan bawa anakku! Apa yang terjadi, Kakang? Anting Wulan yang baru tiba ditempat itu berbisik-bisik bertanya pada Seta Keling. Ayoo! Majulah kalian, aku akan segera memecahkan kepala anak ini. Beri aku jalan! Kakang, itukah keluarga dari sang Prabu? Betul, Wulan. Minggir, berikan jalan padanya. Anakku itu Ki Dandung, lepaskanlah anakku itu, Ki. ratap Rara Angken. Tenanglah Tuanku. Hamba akan berusaha untuk menolongnya. Awas, jika aku mengetahui kalian mengikutiku. Akan kulepaskan satu per satu tubuh dari anak ini. Ayo!

174 166 Oh, anakku anakku Purbaya Oooh Rara Angken menggelosor pingsan karena tak tahan akan ketegangan suasana itu. Wulan, cepat tolong wanita ini, seru Seta Keling. Adik Awuk dan Saka, ikuti mereka! Cepat! Saka Palwaguna dan Dampu Awuk segera melenting tinggi dan melesat ke arah mana Ki Dandung menghilang. Sedangkan Anting Wulan bersama Seta Keling berusaha menyadarkan Rara Angken yang belum sadarkan diri. Dan beberapa saat setelah memijit beberapa urat di sekitar tengkuk Rara Angken, wanita itupun segera tersadar. Ah? Anakku? Anakku Purbaya! Anakku Tenanglah Tuanku. Tenanglah. Dua kawan hamba sedang mencari kemungkinan untuk menolong raden Purbaya. Hey, Ki Podang! Kemari kau! Iya Tuan, iya-iya-iya. Kemana tuanmu melarikan diri, heh!? Saya ti-tidak tau, Tuan. Dengar Podang, saat ini aku sedang benar-benar tidak ada waktu untuk bermain-main denganmu. Kau tau, aku akan berbuat sesuatu jika kau tidak juga menunjukkan kemana Ki Dandung membawa raden Purbaya. Oleh karena itu, sebelum kau menyesali dirimu, katakanlah kemana Ki Dandung pergi. Anu Anu apa?

175 167 Ke-ke sarang kami yang semula, Tuan. Sarang kami yang semula itu di hutan bambu. Hutan bambu? Sarang kalian? Apa maksudmu? Seta Keling kebingungan dengan jawaban Aki Podang itu. Rara Angken yang teringat keterangan puteranya segera memberikan penjelasan, Anak muda, mereka sebenarnya adalah sekumpulan perampok. Mereka berhasil merebut desa ini dari tangan kepala desa ini yang sebetulnya masih merupakan adik kandung dari Ki Dandung sendiri. Hee? Pantas saja kelakuan kalian tidak mencermin kan kelakuan seorang pengawal desa. Ternyata kalian adalah sekumpulan begal liar. Ayo, antarkan kami ke hutan bambu itu! Tunggu anak muda. Dari anakku Purbaya, aku mengetahui Ki Dandung anak durhaka itu menyekap ayahnya sendiri dalam ruangan khusus. Ki Podang, lepaskan tawanan kalian itu. Maksud Tuanku? Lepaskan tawanan itu! atau kau akan kubuat seperti kayu ini, heh!? Eeh, iya-iya. Baik-baik Baik Raden. Mari mari. Sementara itu, Ki Dandung Amoksa menderap kudanya keluar dari desa Pandan Sari. Raden Purbaya yang ditelikung tangannya diletakkan di bagian depan, dekat dengan leher kuda.

176 168 Tertelungkup dengan tubuh terguncang-guncang di atas kuda seperti itu sangatlah menyakitkan. Maka bocah itu pun berteriak-teriak ribut. Kakek Gendut, lepaskan aku! Jangan macam-macam kau bocah, kupecahkan kepalamu disini! geram Ki Dandung. Kali ini aku sudah tidak dapat mainmain lagi denganmu. Ayo, lakukan itu. Aku tidak takut kau bunuh! tantang Raden Purbaya. Mendengar ucapan itu, Ki Dandung segera menghentikan kudanya. Lalu dengan suara bengis dia berkata, Hmm, kau menantangku?! Rasakan ini. Dengan sekali sentakan yang kuat, kepala begal itu mencengkram bahu raden Purbaya, lalu melemparkan tubuh anak berusia sebelas tahun itu ke tanah. Aah ahh. Aduh. Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau masih saja menantangku, desisnya. Hahaha, kau tidak akan berani membunuhku. Karena aku merupakan jaminan dari nyawamu. Tanpa aku, mereka akan dengan leluasa membunuhmu. Huhh, anak setan. Rasakan ini! Tangan Ki Dandung segera melayang menempeleng raden Purbaya berkali-kali. Aduh aduh Mampus!

177 169 Terus, Ki. Bunuhlah aku! Bunuhlah aku jika kau berani. Walau mengaduh kesakitan, Purbaya malah semakin terus menantang. Hmmh! Anak setan! Ki Dandung menjadi semakin geram, akan tetapi dia menyadari bahwa dia tidak dapat berbuat banyak dengan anak itu. Karena itu, pimpinan begal dari hutan bambu itu kemudian menyambar tubuh raden Purbaya yang masih saja berdiri menantangnya dan kembali melompat ke atas pelana kudanya. Dan tanpa berkata sepatah katapun, dia menarik kekang kudanya. Kemudian membentak keras untuk memacu kudanya, Hiyaaah!! Beberapa saat kemudian, tibalah Ki Dandung di tempat yang ditujunya. Sebuah hutan bambu yang lebat dan nampak menyeramkan. Musim kemarau yang melanda kerajaan Karang Sedana tak banyak berpengaruh sampai kemari. Aliran sungai Sedana yang membawa sisa-sisa airnya masih cukup untuk memberikan kesuburan bagi kawasan ini. Akan tetapi tidak seorangpun yang berani mendekat untuk memanfaatkan kawasan ini. Karena disinilah kelompok begal dibawah pimpinan Ki Dandung selama bertahun-tahun bertempat tinggal bersama dengan Ki Sampar Angin, gurunya yang sudah lama mengasingkan diri. Hmm, tempat ini semakin tidak terawat. Sejak kutinggalakan tiga bulan yang lalu. Aku harus memberi tanda sebelum memasuki gua

178 170 tempat guruku ini. Aku tidak ingin mati konyol masuk dengan begitu saja. Ki Dandung Amoksa beberapa saat berdiri di depan goa, dimana dia dulu tinggal bersama gurunya, Ki Sampar Angin. Ki Dandung berteriak memanggil gurunya, untuk kemudian dia perlahan-lahan melangkahkan kakinya memasuki mulut goa yang cukup besar. Ki Dandung yang telah tiba di mulut gua segera memberikan tanda pada gurunya bahwa dia telah datang. Guru, ini aku yang datang. Dandung muridmu. Masuklah Dandung. Kemana saja kau selama ini? Dandung Amoksa segera bergegas setelah mendengar suara gurunya. Dan kemudian laki-laki yang ganas pimpinan begal yang ditakuti oleh banyak orang itu duduk bersimpuh membeberkan sembah pada lakilaki yang kelihatannya sudah berumur lanjut. Akan tetapi diantara temaramnya cahaya yang masuk kedalam dua itu masih dapat ditangkap sinar mata Ki Sampar Angin yang memancarkan sinar kebuasan yang penuh dengan pancaran nafsu keserakahan. Hey, kemana saja kau Dandung? Kau meninggalkan tempat ini lebih dari 3 bulan. Hmm, siapa bocah yang kau bawa itu? Maafkan saya, Guru. Saya mencoba untuk menjalan kan siasat kita semula. Saya baru saja menguasai Pandan Sari dan pada saatnya nanti saya tentu akan menguasai desa-desa lain di sekitarnya, tapi saya harus melakukan itu semua dengan hati-hati karena jika

179 171 sampai baginda Sanna tahu, walaupun jauh beliau tentu akan mengirimkan bala tentaranya, Guru. Eh, bagus. Lalu siapakah bocah yang kau bawa itu? Muridmu kah? Dia Hmmm, Dia adalah putra dari prabu Aji Konda yang sudah berhasil direbut kekuasaannya, Guru. Oh, Aji Konda dari Karang Sedana? Benar, Guru. Saya bermaksud hendak memberikan bocah ini kepada Ki Sentana yang kini menjadi penguasa di Karang Sedana. Hee? Kau berubah pikiran melihat rencana mereka berhasil Dandung? Darimana kau dapatkan bocah itu? Kemudian Ki Dandung menceritakan semua kesulitannya pada Ki Sampar Angin gurunya. Tentang Ki Jagal Pati utusan Ki Darpo yang ingin menguasai anak ini dan juga tentang keempat anak muda yang tangguh murid dari padepokan Goa Larang. Hmm, Kau datang kembali padaku setelah menemui kesulitan Dandung? Tapi siapakah empat pemuda tangguh yang kau katakan itu? Saya tidak tahu, Guru. Agaknya dia adalah murid dari perguruan ternama. Ah, baiklah. Kau beristirahatlah dulu. Biar aku yang akan melayani orang yang mengejarmu itu. Lihatlah, lihatlah itu kedua anak muda itu Dandung. Itukah mereka yang kau maksud? Benar, Guru. Mereka adalah dua diantara empat anak muda yang saya ceritakan tadi.

180 172 Hey, kau lihatlah. Aku akan melayani mereka. Pasti, Ki Dandung bersembunyi di dalam, adik Awuk, ucap Raden Saka yang melihat seekor kuda tidak jauh dari sebuah Goa yang cukup besar. Jika demikian aku masuk melihatnya, kakang. Hey, tunggu dulu adik Awuk. Berbahaya sekali jika kita masuk saat ini. Di dalam mungkin banyak jebakan. Tapi apa kita harus berdiam diri saja di sini, Kakang? Sabar adik Awuk. Kita akan masuk, tapi kita akan mencari mencari akal untuk itu. Bukan tidak mungkin di dalam tidak hanya Ki Dandung sendiri. Hey, kenapa kalian ragu anak muda? Masuklah kemari. Aku menunggumu bersama bocah ini. Siapakah Tuan yang berada di dalam? Aku merasa belum mengenal Tuan. Aku hanya ingin berurusan dengan Ki Dandung yang telah membawa lari anak itu. Hey, anak muda. Darimanakah asal kalian? Apakah kamu belum mengenal aku, sehingga berani masuk kemari di hutan bambu ini. Maaf, Tuan. Saya tidak mengenal Tuan dan maafkan saya jika saya sampai mengganggu Tuan disini. Saya akan segera pergi dari sini jika saya telah mendapatkan kembali anak itu.

181 173 Hee, kurang ajar. Jika demikian kau menantangku. Anak muda, dengarlah! Aku adalah Sampar Angin, penguasa hutan bambu ini. Heh! Siapapun adanya kau, aku tidak akan mundur sebelum kau berikan anak itu! Kurang ajar! Agaknya kau bukanlah penduduk daerah Galuh ini, hah! Dan gurumu agaknya tidak menceritakan siapa sesungguhnya Sampar Angin. Keluarlah kalian, mari bertanding di luar sini. Aku akan melayanimu hingga kau puas. Hey, anak muda. Jika kau memang mempunyai keberanian, masuklah kemari. Baiklah, akan kulihat tampangmu di dalam sana. Tunggu adik Awuk. Jangan sembrono. Kita tidak tahu jebakan macam apa yang tengah mereka siapkan. Tidak Kakang. Aku tidak sabar lagi jika harus menunggu lama di sini. Kita harus berbuat sesuatu Kakang. Biarkan aku mencoba masuk ke dalam, Kakang. Ahh, baiklah. Jika kau memaksa, hati-hatilah adik Awuk. Setan, curang kau! Sudahlah adik. Jangan lanjutkan langkahmu lagi. Kita berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Kita tunggu saja mereka di sini.

182 174 Hey, kenapa kau berhenti anak muda? Gerakanmu tadi benar-benar kupuji. Jarang ada orang yang dapat menyelamatkan diri dari sambaran serangan jarum beracun ku tadi. Kau hebat anak muda, dalam keadaan yang cukup sulit kau masih dapat mempertahankan nyawamu. Bagus, bagus. Agaknya kini aku tengah menghadapi beberapa orang murid dari sebuah perguruan yang cukup mempunyai nama. Jika begitu, ini Kau ambillah anak ini dan kemudian kita akan bertempur secara jantan. Heh, bocah! Pergilah kau keluar. Ayo! Adik Awuk, itu dia raden Purbaya. Kemarilah, Raden. Cepat! Kemari Raden! Raden Saka Palwaguna melesat ke depan untuk menjemput raden Purbaya. Akan tetapi belum juga dia sampai di samping raden Purbaya, seutas tali yang panjang meluncur dari dalam goa dan menyambar raden Purbaya yang sedang berlari. Dan beberapa saat kemudian tubuh raden Purbaya melayang kembali ke dalam gua. Kasihan sekali. Kasihan anak-anak muda. Sampar Angin terkekeh mengejek. Orang tua gila, jika kau benar-benar jantan dan berani, keluarlah dan hadapi aku. Hehehehe, lucu. Lucu sekali anak muda. Agaknya kalian adalah murid dari si tua Wanayasa dari Goa Larang. Gerakan kakimu tadi ketika hendak menyambar bocah ini adalah jurus Kincir Metu yang dibanggakan si tua Wanayasa. Ayo, kita teruskan permainan kita ini. Ah, ayo bocah. Kau pergilah keluar lagi. Tidak, aku tidak akan kelular dari sini.

183 175 Hey, benar kau tidak mau aku bebaskan? Aku tidak mau kau permainkan dengan cara seperti tadi. Lebih baik kau lemparkan aku keluar seperti kau menarikku tadi. Eh? Eh? Kau kau berani melawan perintahku? Aku tidak taku pada siapapun juga! Hemm, Guru anak ini memang sangat keras kepala dan sukar sekali ditundukkan, Guru. Hehehe, bagus. Bagus sekali. Akan kulihat sampai dimana kekerasan. He, benar kau tidak mau keluar dan tidak mau kupermainkan seperti tadi? Jawab bocah setan! Ya! Aku tidak mau keluar! Hehehehe, baru kali ini aku Sampar Angin ditentang oleh bocah sepertimu. Hey, perwira-perwira Karang Sedana pun tidak akan berani berbuat sepertimu, anak setan. Eh akan kulihat sampai dimana bukti kata-katamu. Anak muda, ini kau terimalah bocah ini. Adik Awuk, putuskan talinya! Awas kakang, jarum beracun! Hahaha, ayo anak muda. Ambillah bocah yang kalian inginkan. Bocah itu sudah ada di hadapan kalian, hey apakah kau begitu tega membiarkan anak itu terkapar di hadapanmu? Ayo ayo

184 176 Guru, berhati-hatilah jangan sampai anak itu lepas dari tangan kita. Diam kau murid bodoh! Percuma aku mendidikmu bertahuntahun jika hanya seperti ini hasilnya. Tolol! Melihat keadaan yang menguntungkan Saka Palwaguna segera memanfaatkannya. Pisau kecil yang terselip dipinggangnya melesat cepat bagaikan kilat memotong tali yang mengikat raden Purbaya. Bersama Dampu Awuk dia melesat mendekati raden Purbaya. Kurang ajar! Rasakan jarumku ini! Awas, kakang! Setan, agaknya kalian berhasil memaksa aku keluar dari guaku. Dan itu berarti kalian mencari mati sendiri. Kakang, kau jaga anak ini. Biar aku yang akan mencoba menghadapi orang itu. Anak ini tidak apa-apa, adik Awuk. Dia hanya tertotok jalan darahnya saja. Nah, duduklah di sana Raden. Awuk, mari kita hadapi bersama-sama. Kalian hebat sekali anak muda berhasil mengambil anak ini dari tanganku. Sekarang kalian boleh mencoba bersama-sama menghadapiku. Adik Awuk kita coba menghadapinya dengan Barisan Sepasang Kincir. Aku mengambil bagian kanan. Wanayasa tua terlalu bangga dengan jurus Kincir Metunya. Kincir Metunya tidak ada artinya dihadapanku.

185 177 Kincir Metu yang kami kuasai belum ada separuh nya dari yang dimiliki Guru. Pertarungan yang terjadi antara Ki Sampar Angin dengan dua pendekar dari Goa Larang sangat tidak seimbang. Serangan demi serangan dari Kincir Metu hampir tak berarti sama sekali. Akan tetapi pertarungan itu menjadi berlarut-larut karena Ki Sampar Angin melayaninya sambil bermain-main. Sampai akhirnya pada suatu ketika Aah, agaknya kawan-kawanmu mulai berdatangan, anak muda. Dandung! Kau boleh menangkap anak itu lagi! Kawan-kawan yang dikatakan oleh Ki Sampar Angin pada Saka Palwaguna, ternyata adalah rombongan dari Pandan Sari yang dipimpin oleh kakaknya Seta Keling dan Anting Wulan, membawa serta Ki Pandan Sengkala dan Rara Angken beserta Cempaka.! Raden, lari! Berhenti, Ki Dandung! Heey, mau kemana kau anak muda!? Kakang, tinggalkan itu Mau kemana kau? Biarkan aku pergi! Tunggu Dandung, hadapi aku saja! Lari raden Purbaya, lari Ah, dimana anak iblis itu? Dimana kau Dandung.

186 178 Celaka, itu ayahku. Siapa yang melepaskannya? Heeh, kemari kau Dandung. Aku sendiri yang akan memecahkan kepalamu. Tidak orang lain! Hey, mau ke mana kau Dandung? Berhenti! Guru, aku aku Hey, kau takut pada orang tua buta itu? Siapa itu? Guru aku Hahaha, tentu saja dia takut pada orang tua itu. Ki Pandan Sengkala ini adalah ayahnya sendiri yang telah dibuatnya cacat! Ooh, benar? Orang itu ayahmu Dandung? Hehehe, hey kenapa tidak kau bunuh saja orang itu dengan tanganmu sendiri? Heh! Setan tua, agaknya kaulah yang merusak anakku Dandung, hingga jadi gila seperti ini. Ayoo, hadapi aku Pandan Sengkala! Hahaha, Pandan Sengkala jika kau ingin mati, matilah ditangan anakmu sendiri. Sebaiknya Ki Pandan beristirahat. Biar kami yang menghadapi Ki Sampar Angin itu. Ja-jadi orang tua itu adalah Ki Sampar Angin? Benar Ki Pandan. Biarlah kami berempat mencoba menghadapinya. Ooh, siapakah kalian? Apakah kalian sanggup menghadapi Ki Sampar Angin? Nanti Ki Pandan akan mengetahuinya. Sekarang mundurlah beberapa tombak biar kami yang menghadapi nya.

187 179 Baik. Semoga kalian berhasil, anak muda. Pergunakan pedang! Keempat murid dari eyang resi Wanayasa kemudian menggelarkan barisan Empat Kincir Angin. Keempat pemuda yang hampir delapan tahun berguru di padepokan Goa Larang kini masing-masing menempatkan diri di empat sudut yang berbeda. Serangan demi serangan dilancarkan nya secara bergantian. Barisan Empat Kincir ini merupakan suatu barisan penyerangan dan sekaligus barisan pertahanan yang sangat kuat. Oleh karena itu, Ki Sampar Angin kali ini mengalami sedikit kesulitan menghadapi barisan Empat Kincir ini. Wulan, Awuk segera bersiaga. Adik Saka, jurus Bayang- Bayang Mata Angin! Barisan Kincir Metu ini makin hebat saja, keluh Ki Sampar Angin. Akhirnya dia mengakui tambahan dua orang pada formasi Kincir Metu itu cukup membuatnya kewalahan, Kalian hebat anak muda! Sekarang kalian terpaksa aku layani dengan senjataku! Mau kemana kau Ki Sampar? Nah inilah yang akan hadapi sekarang, anak muda! Jagalah kepala kalian! Bandul diujung rantaiku ini walaupun kecil tetapi telah kuolesi dengan racun yang amat hebat! Kali ini kalian tidak akan aku ampuni, anak muda. Kalian telah membuat aku susah dengan semua ulah kalian. Hati-hati kakang! Orang ini pandai sekali mempergunakan permainan rantai!

188 180 Saka! Desak terus dengan Bayangan Delapan Mata Angin, adik Pertempuran antara Ki Sampar Angin dengan keempat remaja dari Ning Sewu berjalan semakin serunya. Serangan-serangan yang membadai dari rantai Ki Sampar Angin tak dapat masuk dan menembus pertahanan dari barisan Empat Kincir yang kini sedang menggelarkan jurus Bayang-Bayang Delapan Mata Angin. Kilatan dan sambaran pedang dari Saka Palwaguna dan Seta Keling membiaskan empat serangan ke arah yang berbeda membuat Ki Sampar Angin harus benar-benar memikirkan lebih banyak pertahanan daripada gerak serangan. Sementara itu dipinggir arena pertempuran, raden Purbaya bertemu kembali dengan ibundanya dan Ki Pandan Sengkala. Kau bocah kecil yang kutemui di ruang tahanan itu? Benar, Kek. Saya adalah Purbaya. Bagus, akhirnya kau selamat juga. Seandainya terjadi sesuatu pada dirimu karena Dandung, aku akan semakin menyesali nasib. Perbuatan Ki Dandung adalah urusan Ki Dandung sendiri. Kakek tidak usah menyesali diri dan merasa bersalah. Iya iya. Kau benar bocah kecil. Bagaimana dengan pertempuran yang berlangsung? Apakah anak-anak muda yang menolong kita itu dapat melayani Ki Sampar Angin?

189 181 Agaknya demikian. Kulihat tadi Ki Sampar Angin terpaksa mengeluarkan senjata untuk menghadapi mereka. Ya-ya-ya, itu aku juga mendengarnya. Dimana Ki Dandung berada? Tunjukkanlah padaku, bocah. Dia ada di sebelah kiri kakek, kira-kira delapan tombak dari sini, tepat di depan gua Terima kasih, bocah. Hey, Dandung! Layani aku! Hmm, kembali ke Pandansari! Aku akan memaaf-kanmu, cepat! Bocah gila! Setan Iblis! Kubunuh kau! Ki Dandung tidak menyadari serangan-serangan dari ayahnya dapat dengan cepat mengarah ke tubuhnya. Dan setelah Ki Dandung terlibat dalam pertempuran, Ki Pandan Sengkala berusaha terus dan beberapa saat kemudian mulai terdesak hebat oleh serangan-serangan dari ayahnya sendiri. Sampai akhirnya Hmm, muridku Dandung dalam bahaya, aku harus segera menolongnya. Mampus kau orang tua buta! Awas! Ki Pandan! Ayo tinggalkan tempat ini, Dandung. Biarkan orang itu. Awas kau orang tua jahat! Hehehehe, aku pun belum puas menjajal Kincir Metumu itu. Kelak aku akan datang menjumpai kalian dan juga si tua Wanayasa.

190 182 Terima kasih anak muda. Kau sudah menyelamat-kan nyawaku. Kukira tadi ketika sambaran angin yang sudah kurasakan mengarah ke tubuhku akan segera merenggut nyawaku, tapi lemparan pedangmu itu tepat beberapa jari di depan dadaku menghadang senjata Ki Sampar Angin. Terima kasih, anak muda jika aku boleh tahu siapakah kalian ini? Sayang sekali aku tidak dapat melihat wajah tampan dan keperkasaan kalian. Eeh, kami ini adalah kelompok Ning Sewu, Ki Pandan. Ning Sewu?! Ya Ooh, pantaslah kalian dapat menghadapi Ki Sampar Angin kalian ternyata adalah murid padepokan Goa Larang. Ah, aku juga mengucapkan terima kasih sekali lagi atas pertolongan untuk anakku, tapi Ada apakah Tuanku? Mengapa Tuanku menangis seperti ini? Tidak Tuanku tidak usah khawatir. Untuk sementara ini Tuanku dapat tinggal di tempat kami di Goa Larang. Disana Tuanku akan aman, tidak ada yang mengganggu. Jika Tuanku berada di gunung Sawal, saya khawatir mereka akan tetap mengganggu. Ya, di gunung Sawal nanti sang Prabu menungguku, anak muda.

191 183 Biarlah nanti kami akan memberitahukan sang Prabu di sana, setelah mengantarkan Tuanku berdua ke padepokan kami. Baiklah, terima kasih anak muda. Aku telah menyusahkan kalian semua. Tidak apa, Tuanku Mata Seta Keling kemudian tertuju pada Ki Podang. Eh, Ki Podang dengarlah! Aku mengampuni kalian sekali tapi ingatlah jika aku singgah di Pandansari, dan aku masih mendengar kalian masih saja membuat ulah di sana Aku benar-benar akan mengampuni kalian lagi. Tinggallah kalian di sana. Bantulah Ki Pandan Sengkala memerintah desanya. Nah, Ki Pandan kami permisi. Oh, selamat jalan anak-anak muda, dan kau bocah. Semoga kelak kita berjumpa lagi, Kek. Ayo Bunda. Eh, bibi Cempaka bagaimana? Apakah luka bibi masih terasa sakit? Eh, tidak Purbaya. Rasa sakit sudah jauh berkurang setelah diberikan obat oleh Tuan penolong itu, sahut Cempaka sambil berusaha tersenyum. Eeh jika sudah siap Ayo kita berangkat. Raden Seta Keling yang memimpin rombongan ke Goa Larang memutuskan untuk melalui jalan kota agar dapat lebih cepat tiba di Goa Larang. Lain halnya dengan perjalanan yang semula Rara Angken lakukan, kini bersama keempat pemuda perkasa mereka justru

192 184 memacu kudanya ke arah kota Kancarupa yang ramai, di perbatasan timur Karang Sedana dan Galuh. Tiba-tiba Cempaka memegangi dadanya dan mulai mengeluh kesakitan. Menyadari hal tersebut, Purbaya segera berseru, Paman! Paman Seta, berhenti sebentar. Bibi Cempaka lukanya terasa kembali lagi. Wulan, coba kau periksa kembali. Baik, Kakang Adik Cempaka bagian mana yang kau rasakan sakit kali ini? Ba-bagian yang tadi, dadaku. Ini kau telanlah lagi. Pil yang tadi aku berikan. Aku akan mengobatimu nanti di penginapan kota. Apakah luka bibi Cempaka berbahaya, bibi Anting? Anting Wulan tersenyum. Tidak. Tidak terlalu berbahaya. Luka itu akan sembuh jika diobati dan banyak beristirahat. Ayo, hari sudah hampir sore. Kita lanjutkan perjalanan kita. Nanti kita beristirahat dan makan di sana. Ketika hari sudah menjelang sore, mereka tiba di Kota Kancarupa sebuah kota yang ramai dengan pertemuan para pedagang dari Karang Sedana dan Galuh. Rumah makan yang besar dan penginapan yang bersih banyak dijumpai di setiap sudut kota Kancarupa.

193 185 Hmm, rumah makan ini cukup bersih dan juga disini menyediakan kamar untuk penginapan. Mari Tuanku, hamba kira tempat ini cukup baik untuk Tuanku. Ah, dimanapun bagiku tidak apa. Tempat ini jauh lebih baik dari pada hutan belantara yang beberapa hari ini kulalui. Eeh, tunggu anak muda Ya, Tuanku? Untuk menghindarkan kecurigaan orang, sebaiknya kau jangan membahasakan diri seperti itu. Sebutlah aku dengan sebutan Nyai atau apa saja. Eh, benar Tuanku Eh, Nyai. Saya harap Nyai pun mau memanggil kami dengan sebutan nama saja. Rara Angken tersenyum, Baiklah, Seta. Ayo kita masuk. Bibi Anting, tolong turunkan bibi Cempaka. Baiklah, Raden. Mari adik Cempaka. Kakang, Aku merasakan sesuatu yang tidak wajar dengan dua orang yang di sudut sana. Lihatlah, mereka selalu mencuri pandang pada kita. Iya, kau benar adik Wulan. Aku bahkan merasakan semua ketidakwajaran ketika kita memasuki gerbang kota ini. Banyak mata yang mencuri pandang seperti orang itu. Biar aku coba tanyakan pada mereka apa maunya. Jangan adik Awuk. Janganlah memancing keributan dalam situasi kita yang seperti ini. Anting, kau naiklah ke kamar atas. Ajak

194 186 Nyai dan Cempaka beristirahat. Biar Purbaya menghabiskan sisa-sisa makannya di sini. Eeh, mari Nyai Cempaka. Ayo, kau habiskanlah makananmu, Purbaya. Kita akan segera beristirahat. Aku sudah selesai, Paman. Paman ingin segera naik? Ketika mereka baru saja hendak bangkit meninggalkan tempat duduknya, dari arah pintu rumah makan masuklah seorang pengemis tua yang jalan tersaruk-saruk meminta sedekah kesetiap meja tamu yang sedang makan. Raden Purbaya yang tidak melihat seorangpun yang memberikan sedekah, segera memanggilnya. Kek, kakek pengemis Kemarilah. Ooh, iya-iya. Ada apa Tuan kecil? Naah, bukan kau mencari makan? Benar Tuan kecil. Apakah Tuan kecil hendak memberi saya sedekah untuk makan hari ini? Ah, kau lihat di mejaku banyak sisa makanan yang utuh dan belum kami sentuh. Ambillah, kau bisa makan semua itu sepuas hatimu. Kakek itu terkekeh senang, Ah, iya. Terima kasih, terima kasih Tuan kecil. Oh iya, aku menginap disini malam ini. Besok pagi dan siang kau dapat datang kembali ke mari. Kami akan memberimu makan lagi bukankah begitu, paman Seta?

195 187 Raden Seta Keling tertawa kecil mendengar perkataan Purbaya itu. Iya. Benar Purbaya. Kakek itu dapat datang kembali besok saat kita makan di sini. Aah, iya-iya. Terima kasih, Tuan. Nah, Purbaya Ayo, kita beristirahat di atas. Mari, Paman. Malam harinya, suasana di sekitar penginapan tempat raden Seta Keking dan rombongannya menginap dicekam oleh kesunyian yang amat sangat. Akan tetapi di jalan raya yang lengang itu, pada setiap jarak beberapa tombak tampak bayangan orang yang sedang berdiri. Mereka kelihatan sedang dalam keadaan berjaga-jaga dan dalam keadaan kewaspadaan tinggi. Suasana ketegangan yang menyelimuti di sekitar penginapan kelihatan semakin memuncak. Dan hal itu pun segera dirasakan oleh Raden Seta Keling dan kawan-kawannya. Adik Saka, adik Awuk. Aku merasakan suasana yang tidak wajar yang tengah terjadi di sekitar kita. Hmm, kesunyian ini, Kakak? Coba aku lihat keadaan di luar dari jendela ini. Kakang, lihat itu Kakang. Aku melihat dua orang yang mencurigakan di sana dan di sana. Ooh, itu di sana aku melihat dua orang lainnya. Siapakah mereka? Kehadiran mereka sangat men-curigakan sekali, Kakang.

196 188 adik Saka. Oh, beritahu Wulan di kamar sebelah agar berhati-hati, Baik, Kakang. Dimana adik Wulan, Nyai? Ada dibalik pintu itu. Adik Wulan sedang mengobati Cempaka. Ahh hmm Ada apa adik Saka? Kelihatannya engkau bingung sekali Eeh, ti-tidak Nyai. Biar saya permisi ke sebelah dahulu. Tunggu, Kakang. Aku sudah selesai. Aah, Seta Keling merasa lega. Ada apa, Kakang? Kakang Seta meminta kau untuk berhati-hati. Suasana di luar sangat mencurigakan. Oh ya? Aku aku tidak dapat merasakannya. Aku sedang mencurahkan perhatianku pada Cempaka. Bagaimana keadaannya sekarang? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Luka dalamnya sudah jauh berkurang. Kubantu penyembuhan-nya dengan tenaga dalamku, kakang. Baiklah jika begitu. Tunggu, Kakang. Anting Wulan bergerak cepat ke arah jendela, lalu berseru keras, Siapa kalian?

197 189 Eeh Kau mendengar sesuatu, Wulan? Ya, Kakang. Langkah beberapa orang diatas genteng kita. Haah, gerakannya sangat hebat. Bayangannya pun tidak sempat kita lihat. Sudah tentu adik Awuk, karena kita kehilangan waktu untuk membuka jendela. Aaaww! Aaww! Celaka Nyai Rara Angken. Ada apa Nyai? Apa yang terjadi? Itu Itu, di dinding bilik itu. Paser! Apa ada yang datang kemari? Tidak, Paman. Paser itu ditimpukkan ke dalam sini ketika ibu sedang mencoba melihat keluar melalui jendela itu. Kakang, lihat. Agaknya paser itu membawa pesan. Tunggu, adik Wulan. Aku khawatir gulungan daun lontar di paser itu dibubuhi racun. Biar aku melihatnya. Hmm, eh adik Saka, bagaimana pendapatmu? Tidak Kakang, paser ini tidak beracun, juga daun lontar itu. Hmm, pesan ini agaknya untuk kita. Entah apa artinya. Kau bacalah adik Saka. Iya Mencari makan dengan bekal kaleng dan tongkat. Mencari teman dengan bekal kejujuran dan niat. Sepotong daging, semangkuk sayur dan sepiring nasi yang diberikan tanpa pamrih dan hati bersih,

198 190 bernilai setinggi gunung dan sedalam lautan budi. Akan kami bayar dengan taruhan nyawa kami. Semua yang mendengar kalimat-kalimat yang dibacakan Saka Palwaguna mengerutkan kening, mereka semua bertanya-tanya dalam hati. Hihihi, aneh sekali. Seperti sajak seorang pengemis. Hee? Pengemis! Adik Saka seru Seta. Ya? Eh apakah?! Ah tapi tidak mungkin Kenapa kakang Seta? Ada apa? Eeh, tadi sore ketika kau baru saja naik ke atas meninggalkan meja makan, Ooh, pengemis yang saya beri makan itu, paman Seta?! sela Purbaya. Iya. Mungkin Eeh, adik Wulan. Ketika kau baru saja naik, raden Purbaya memberikan makan pada seorang pengemis tua yang datang meminta sedekah. Hmm, kakang apakah mungkin pengemis itu adalah seorang sakti yang sedang dalam penyamaran? Anting Wulan mengungkapkan dugaannya. Eh, aku tidak tahu. Mungkin saja Kakang, aku akan keluar dari sini. Kalian tunggulah, akan kutanyakan pada orang-orang yang berjaga di sekitar penginapan ini.

199 191 Tunggu adik Wulan, biar kau kutemani. Adik Saka dan adik Awuk, kau tunggulah di dalam sini, ya Baik, kakang Seta. Marilah, Wulan. Eh, sobat. Siapakah kalian? Dan sedang apakah kalian berjaga-jaga disini? sapa Anting Wulan pada seorang gadis muda. Saya adalah salah satu orang yang bertanggung jawab atas kehadiran mereka. Hmm, kami mendapat perintah dari guru kami, untuk mengamankan penginapan ini dari pengacau yang sebentar lagi tiba. Pengacau? Siapakah pengacau yang kalian maksudkan? Ki Darpo dan para begundalnya malam ini akan datang kemari untuk merebut pelarian dari Karang Sedana. Ki Darpo? Lalu lalu siapakah kalian ini? Eeh, maaf. Dari pakaian yang kalian kenakan, agaknya kalian dari perguruan Pengemis Tongkat Merah? Benar, Tuan. Saya adalah salah seorang murid dari perguruan Tongkat Merah. Pembicaraan mereka terputus saat gadis muda murid perguruan Tongkat Merah itu mendengar suara kaleng dipukul beberapa kali. Dia berseru pada Anting Wulan dan Saka Palwaguna, Masuklah, Tuan. Mereka kini sudah tiba. Hey, tunggu! Berhenti pencuri busuk! Huh! Siapakah kau? Mengapa kau menghalangi kami, bocah!?

200 192 Urungkanlah niatmu membuat kekacauan di sini. orang yang kau cari kini berada dibawah lindungan kami. Heh, bocah kecil, sungguh besar sekali mulutmu. Sadarkah kau apa yang baru saja kau katakan? Tinggalkan tempat ini. Sebelum kami melumatkan semua begundal-begundalmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu. Hahaha, darimana kau tau rencana kami ini, bocah sombong? Tidak perlu kalian tahu! Kami hanya minta turunlah dari atas atap penginapan ini. Adik Jagal Pati, saat ini dihadapanmu ada seorang gadis manis memaksamu untuk segera mengurungkan niatmu. Nah, kini apa yang akan kau lakukan? Jagal Pati menggeram, Hmm, sebaiknya kita tidak membuang-buang waktu, kakang Darpo. Aku khawatir mereka akan segera pergi meninggalkan tempat ini. Heh, kau lah yang turu, bocah! Jagal Pati yang menjadi tidak sabaran melihat Ki Darpo yang melayani bicara panjang lebar untuk itu dia pun membuka serangan dorongan tenaga guna melempar Sariti dari atas atap. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Jagal Pati tidak berhasil memukul pengemis wanita itu. Serangan yang dilancarkannya dengan lincah dielakkan oleh murid dari perguruan Tongkat Merah. Malah tongkat merah ditangannya kini berputar deras di sekeliling tubuhnya dan tanpa dapat dicegah lagi Kurang ajar, siapakah gadis ini sebenarnya?

201 193 Adik Jagal Pati, jangan khawatir, kubantu kau! Kakang Darpo, dimanakah Ki Sampar Angin dan Dandung Amoksa? Entahlah kemana orang tua gila itu. Ki Jagal Pati, biar kita ubah rencana saja. Panggil semua anak-anak, Ki Jagal! Siulan Ki Jagal Pati yang memecah kesunyian malam terdengar hingga ke empat penjuru penginapan. Dan beberapa saat kemudian puluhan bayangan berkelebat mendekat ke arah penginapan di mana pelarian Karang Sedana berada. Di antara mereka tampak Jagal Lanang dan Jagal Belo dan beberapa pimpinan begundal anak buah Ki Darpo. Berapa banyak kawan yang kau siapkan, bocah bodoh? Kami datang dengan empat puluh orang teman. Kakang Darpo, cepat selesaikan bocah susah ini. Jika dapat kita selesaikan jangan terlalu lama. Kakang Seta, apakah kita akan berdiam diri saja sementara mereka mengadu nyawa untuk kita? Kau sabarlah Anting. Kau lihatlah, gadis itu kukira masih dapat melayani Ki Darpo dan kawan-kawannya. Dan kawankawannya yang lainpun kukira akan berhasil menahan tekanan dari pasukan Karang Sedana. Iya. Tapi kedua tanganku gatal sekali melihat keadaan ini, Kakang.

202 194 Sebaiknya kita disini saja, Wulan. Kita dapat segera kembali ke kamar jika terjadi apa-apa dengan Nyai Angken dan Purbaya. Ketika sedang asyik berbincang sambil memperhatikan suasana pertempuran, raden Seta Keling dan Anting Wulan tiba-tiba dikejutkan oleh suara kecil dari atas pohon yang tak jauh dari tempatnya. Enak sekali duduk disini, Kek. Kau pandai sekali melompat setinggi ini. Kakang, lihat! Itu di atas sana. Ooh, celaka! Kenapa bisa sampai begitu? Tunggu tunggu adik Wulan. Jangan terburu nafsu. Aku percaya dengan orang tua itu. Eeh, sebaiknya kita lihat ke dalam saja. Ayo. Adik Saka Eeh, mereka semua kena totok jalan darahnya. Celaka Kakang, kakek itu membawa lari Purbaya. Anakku!! Anakku dibawa oleh kakek pengemis. Tolonglah adik Seta. Tenanglah, Nyai. Anak itu kukira tidak akan kemana-mana. Kakek itu tidak akan bermaksud jahat dengan Purbaya. Tapi, dimanakah anakku sekarang? Ada Nyai. Mereka ada di luar. Mari mari kita semua ke halaman samping. Adik Dampu Awuk, dampingi Nyai bersama Anting Wulan! Untuk lebih menjaga keamanan, akhirnya raden Seta Keling mengajak permaisuri prabu Aji Konda untuk bersama-sama dengan mereka keluar sambil mempelajari keadaan. Akan tetapi baru saja mereka tiba

203 195 di halaman samping, sebuah bayangan yang cepat meluncur dan melancarkan serangan-serangan yang beruntun ke arah mereka. Hadapi dengan barisan Empat Bintang! Belum sempat barisan Empat Bintang digelar untuk menahan maupun menyerang, tiba-tiba terdengar suara parau terkekeh-kekeh berseru, Minggirlah anak-anak muda. Serahkanlah lawanmu itu padaku. Sampar Angin kenapa kau sekarang mulai kembali menyibukkan dirimu dengan urusan anak-anak? Ayo, lepaskan mereka Sampar Angin. Sore tadi anak ini sudah memberiku makanan. Sepotong daging, semangkuk sayur dan sepiring nasi. Ternyata kau adalah pengemis Dusta. Minggirlah Pungkur, aku akan mengambil beberapa orang yang sangat kuperlukan di sini. Sayang sekali, tongkatku ini masih tidak mengijinkan. Nah, kau kepinggirlah bocah baik. Aku akan mengajar adat pada kakek yang masih juga menyusahkan orang. Ayolah Sampar Angin. Aku sudah siap melayanimu. Eeh, pengemis rendah! Sampah kota, kuhancurkan kepalamu dengan rantaiku ini. Hebat! Hebat sekali Sampar Angin. Aku pun akan memutar tongkatku seperti ini. Hmm kakek pengemis itu benar-benar hebat. Ki Sampar Angin dibuatnya tak berdaya dengan jurus-jurus Tongkat Merahnya. He, Sampar Angin kuberikan waktu bagimu untuk segera meninggalkan tempat ini. Dan jangan mengganggu mereka lagi. Saat

204 196 ini aku masih belum berminat untuk bertempur. Ayo pergunakanlah kesempatan ini, sebelum aku berubah pikiranku. Kau kau memang unggul kali ini, Pungkur. Tapi aku akan menemuimu satu saat untuk membalas penghinaan ini. Ki Sampar Angin yang menyadari keadaan segera meninggalkan arena pertempuran setelah memberi tanda pada Ki Dandung Amoksa yang juga terlibat pertempurang dengan beberapa orang pengemis dari tongkat merah. Demikian pula dengan Ki Darpo dan Jagal Pati yang juga mendapat kesulitan untuk mengalahkan Sariti segera meninggalkan arena mengikuti Ki Sampar Angin. Heheheh, lunas sudah hutangku bocah. Sepotong daging, semangkuk sayur dan sepiring nasi sudah lunas kubayar malam ini juga. Kakek tua, saya mengucapkan banyak terima kasih atas semua bantuan Kakek. Eh, tapi jika saya boleh tau, darimanakah kakek mengetahui rencana mereka? Hahaha, anak muda. Peristiwa apakah yang tidak dapat diketahui oleh Parang Pungkur? Apapun yang terjadi di dunia kependekaran di tanah Jawa dan Pasundan ini, pasti kuketahui. Tanyakan saja pada gurumu, siapakah aku ini. Eh, baiklah jika demikian. Tapi ada satu hal yang ingin saya tanyakan pada Kakek Oh cukup! Stop-stop-stop. Simpanlah dulu pertanyaanmu itu. Kau kembalilah beristirahat ke dalam kamarmu. Tidurlah dengan

205 197 tenang. Percayalah mereka tidak akan berani mengganggu kalian untuk sementara. Baiklah, Kek. Terima kasih. Eeh, Nona Saya juga mengucapkan banyak Eeh, cukup-cukup. Eh cukup kau mengucapkan terima kasih padaku. Itu sudah cukup. Mereka semua muridku. Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih satu persatu pada mereka. Ah, sudah. Pergilah sana, istirahatlah. Eeh, iya Kek. Marilah Kakang, kita kembali ke kamar. Mari Cempaka, Purbaya. Terima kasih, Kek. Iya iya. Malamnya mereka beristirahat dengan tenang mereka yakin bahwa untuk malam ini mereka tidak akan mendapatkan gangguan lagi. Keesokaan harinya mereka sarapan di rumah makan di bawah penginapannya. Hey, dimana mereka Paman? Kemarin banyak berkeliaran pengemis di luar rumah makan ini. Ya, aneh sekali Kakang Seta. Kali ini diluar tidak ada seorang pengemis pun. Apakah mereka semua sudah meninggalkan kota ini, atau sedang berada di bagian lain dari kota ini? Eeh, agaknya kedatangan rombongan mereka kemarin pun sengaja untuk menolong kita. Bukannya karena sepotong daging yang diberikan Purbaya.

206 198 Iya, tapi dari mana mereka mengetahui penyerangan Ki Darpo dan kawan-kawannya? Itulah yang menjadi dan membuat penasaran hatiku. Dan juga apa maksud mereka membela kita sampai mempertaruhkan nyawa banyak orang seperti itu? Apakah benar dan mungkin guru dapat menjawab pertanyaan ini? Hmm, sudahlah. Kukira kita dapat meneruskan perjalanan pagi ini juga, setelah makan kita selesai. Eeh, bagaimana Nyai? Bukankah lebih cepat sampai, lebih baik? Iya. Aku setuju. Lagi pula kelihatannya Cempaka sudah pulih kembali kesehatannya. Ayo, Purbaya percepat makanmu itu. Iya Bunda eh Bu. Kakang, apakah besok pagi kita akan sampai ke Goa Larang dengan perjalanan seperti ini? Sampai adik Wulan. Walaupun kita tidak jelas dengan arah jalan daerah sini, aku yakin kita akan tiba di Goa Larang sebelum siang hari. Hey, apakah kalian tidak merasa sedang diikuti oleh seseorang? Hmm, ya. Seorang yang sedang berkuda di belakang kita. Tapi apakah kakang Saka pasti orang itu mengikuti kita? Aku yakin, Wulan. Orang itu mengikuti kita. Cobalah hentikan kuda kalian.

207 199 Nah, kalian lihat. Orang itu menghentikan kudanya, Kakang Seta. Siapakah orang itu, apakah kau dapat melihat dengan jelas? Eh seperti seperti Ah, tidak. Bukan-bukan. Eh, siapakah dia? Kakang mengenalnya? Tidak Wulan. Aku tidak mengenalnya. Ayo, kita lanjutkan saja perjalanan kita. Apakah orang itu bermaksud jahat pada kita? Saya kira tidak, Nyai. Orang itu mengikuti kita tanpa sembunyi-sembunyi. Iya, tapi apa maksud orang itu mengikuti kita? Kakang Awuk, kita lihat orang itu, ayo?! Tunggu, adik Wulan. Tunggu. Anting Wulan menjadi penasaran dan menjadi tidak sabar ingin segera melihat dan mengetahui siapakah orang yang berani mengikuti mereka akan tetapi kakangnya Seta Keling, mencegahnya. Untuk apakah kau merepot-repotkan diri kembali ke sana? Orang itu jelas-jelas tidak bermaksud buruk pada kita. Kakang, aku tak dapat menahan rasa penasaranku. Maaf sahut Wulan berkeras. Dia segera menghampiri penunggang kuda yang berada di belakang rombongan itu. Dampu Awuk pun menyusulnya. Adik Awuk, jangan! Biarkan saja adik Wulan menemuinya sendiri. Kita tunggu saja di sini. Tapi Kakang, kita belum tau siapa orang itu. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan adik Wulan?

208 200 Percayalah, tidak akan terjadi sesuatupun dengan adik Wulan. Lihatlah itu, mereka sudah berbicara. Dugaan kakaknya Seta Keling tak dipercayai sepenuhnya oleh Anting Wulan. Untuk itu dara manis yang memiliki temperamen keras ini melesat meninggalkan kudanya dengan aji Kidang Mamprung menuju penunggang kuda yang jelas menujunya. Oh, kau kau murid perguruan Tongkat Merah? Eh, iya. Maafkan saya. Saya mengikuti kalian secara diamdiam. Hm, apa maksudmu mengikuti kami? tanya Anting Wulan dengan nada galak agar perempuan dihadapannya kalah gertak sehingga tak sempat mengarang-ngarang cerita. Apakah kau bermaksud buruk? Ah, sama sekali tidak Nona. Eh saya saya menjalankan perintah guru untuk menemani kalian sampai ke Goa Larang. Dan menyampaikan surat beliau pada guru kalian. Heh, aku tidak perlu kalian kawal. Dan tadi malam pun aku tidak minta bantuan kalian. sergah Anting Wulan ketus. Eh, saya tahu Nona. Tapi semua itu saya lakukan karena melakukan perintah guru. Apakah cara kau mengikuti kami ini atas perintah gurumu? Heh, jika kau ingin pergi ke padepokan kami, jalanlah bersama-sama kami. Ayo! Eeh maaf, terima kasih. Biarlah saya mengikuti kalian dengan cara seperti ini

209 201 Kau lihatlah akibat perbuatanmu ini. Kau sudah menghambat perjalanan kami! Oh, kau kau gadis pengemis itu Kakang, dia akan ke Goa Larang menemui guru. Sekaligus menemani dan mengawal kita dalam perjalanan. Itu perintah guru, sela perempuan pengemis itu segera. Jika begitu, baik sekali. Kita dapat bersama-sama. Mari Eeh, biarlah saya berjalan di belakang saja Tak baik melakukan perjalanan bersama dengan cara seperti itu. Kukira gurumu pun akan kecewa melihat caramu itu. Ah, kakang. Apakah kita akan memaksa orang yang tidak suka dengan kita. Ah, ayolah. Nanti kawan-kawanku akan menilai lain sikapmu itu. Oya, sudahlah jika kau tidak mau. Baiklah, aku ikut. Maaf jika aku mengganggu perjalanan kalian. Ayo kakang, kita lanjutkan perjalanan kita. Beberapa saat kemudian, Sariti sudah beriringan menuju padepokan Goa Larang bersama-sama rombongan raden Seta Keling. Sementara itu di istana Karang Sedana, penasehat dalam Sentana kini telah menobatkan dirinya menjadi Prabu Jaya Sentana. Saat ini sang Prabu Jaya Sentana tengah berbincang dengan beberapa penasehatnya dan juga ditemani Ki Demang Suwanda yang merupakan utusan

210 202 khusus Ranghyang Prabu Sora dari Indraprasta untuk membantu Ki Sentana dengan empat ribu pasukannya. Tuanku Prabu, Ki Darpo telah mengalami kegagalan untuk menangkap kedua pelarian itu. Dan Aji Konda pun hingga saat ini belum dapat kepasttian dimana berada. Dan siapakah orang bertopeng yang menolongnya. Untuk itu saya menyarankan untuk sementara ini pengejaran kita hentikan saja. Kita arahkan segala usaha kita untuk mengumpulkan kekuatan. Iya. Aku setuju dengan usulmu itu, Ki Demang. Akan tetapi jika saja aku telah mempunyai kekuatan yang cukup, apakah mungkin aku dapat mengambil kedua pelarian itu dari Goa Larang dan melampiaskan dendamku pada anak-anak murid Goa Larang itu? Kenapa tidak mungkin, Tuanku? Kenapa tidak mungkin? Apakah Tuan khawatir karena padepokan Goa Larang itu dipimpin oleh Resi Wanayasa, paman mahaprabu Sanna dari Galuh? Benar Ki Demang. Hal itulah yang justru jadi bahan pikiranku. Yang membuatku resah sejak kemarin, ketika kabar itu kuterima. Jangan khawatir, Tuanku. Percayalah baginda Ranghyang Prabu Sora telah menjanjikan akan membantu apapun yang tuanku inginkan, termasuk membalaskan dendam yang Tuanku katakan tadi. Ah, asalkan mulai saat ini Tuanku harus mulai menyiapkan membina sedikitnya sepuluh ribu prajurit untuk dipinjamkan pada Ranghyang Prabu Sora.

211 203 Hmm, ya. Aku mengerti Ki Demang. Hal itu telah aku limpahkan pada Patih Darpo untuk segera dilaksanakan pembinaannya. Jika demikian halnya, hamba kira, hamba sudah boleh kembali dengan separuh pasukan hamba dahulu. Beberapa minggu kemudian hamba akan kembali lagi kemari untuk mengambil pasukan berikutnya. Ya Dan tentu saja dengan membawa kabar tentang bantuan khusus untuk membalaskan dendam Tuanku pada Goa Larang dan pada pelarian itu. Ya, bagus Ki Demang. Terima kasih atas semua bantuanmu. Ternyata dibalik kebaikan dan bantuan yang diberikan Ranghyang Prabu Sora dari kerajaan Indraprasta tersimpan pamrih besar, yaitu persetujuan dari Ki Jaya Sentana yang kini telah bergelar prabu Jaya Sentana untuk kelak menyediakan tentara sebanyak sepuluh ribu jiwa kepada Indraprasta. Sementara itu, rombongan remaja yang menuju ke Goa Larang telah sampai pada batas desa terakhir sebelum tiba di padepokan mereka. Hey, berhenti sebentar! Ada apa, Kakang? Kenapa kita berhenti disini? Kita beristirahat sebentar. Di depan kita adalah desa Sumur Opat. Desa itu adalah desa terdekat dengan padepokan kita. Cukup

212 204 banyak orang yang kita kenal di sana. Aku tidak ingin kita masuk ke sana dalam keadaan yang lusuh. Hal itu akan menimbulkan kesan yang khusus pada rombongan ini. Kita beristirahat di sini saja. Bibi, apakah kau murid dari kakek pengemis tadi? Benar adik kecil. Ada apa? Kakek itu baik sekali, Bi. Dia berkata padaku jika ada jodoh dia ingin sekali mengangkatku menjadi muridnya. Dan Hey, adik kecil dari mana kau mendapatkan kalung ini? Dari mana? Katakan heh! Heh, kenapa kau jadi marah seperti itu. Hayo kembalikan kalung, Purbaya! Tidak! Anak ini pasti Hayo katakan! Kembalikan Purbaya! Dari mana kau mendapatkan kalung itu? Raden Purbaya menahan kekesalan hatinya mendapat tekanan dari kiri dan kanan. Ingin rasanya anak itu berteriak memaki mereka, tapi Ibundanya Roro Angken yang berdiri tak jauh darinya memandangnya dengan perasaan cemas dan khawatir jika saja benar anaknya Purbaya mendapatkan kalang itu dengan cara yang tidak terpuji. Sementara itu Raden Seta Keling mengamati kalung tersebut. Kalung yang terbuat dari kulit, yang diukir gambar lima bulan yang saling bergandengan sedangkan kalung yang dikenakan Sariti nyaris tak berbeda. Hanya saja bulan yang saling menempel hanya tiga buah.

213 205 Hey, Purbaya! Kenapa kau tidak mau menjelaskan dari mana kau mendapatkan kalung itu? suara Seta Keling terdengar kesal. Ah Kakek itu yang memberikan pada saya. Guru? Yang memberikan padamu? Aah, kurasa tak masuk di akal. Kalung ini sekaligus memberi tanda pada pemakainya sebagai pimpinan atau anggota terhormat dari perguruan Tongkat Merah kami! Nah! Jika begitu, kenapa kau tidak menghormati pemegang kalung itu? Kenapa kau berbuat kasar padanya? Apakah benar kau murit murtad yang tidak berbakti pada perguruan? dengan sengit Anting Wulan membalikkan perkataan itu pada Sariti. Sariti terhenyak. Dia terdiam sejenak. Eeh Benar Nona katakan! Saya adalah murid murtad yang harus di hukum. Ini kalungmu, Tuan kecil. Hukumlah saya murid Tongkat Merah yang tak tahu diri. Hey, apa ini? Sudah, bangunlah Bi. Aku bukanlah murid dari perguruanmu. Kata kakek itu, nanti jika ada jodoh, aku akan menjadi murid perguruanmu. Bangunlah! Sudahlah, Nona. Beristirahatlah sebentar. Kita akan melanjutkan perjalanan kita. Beberapa saat kemudian, ketika senja sudah mulai turun, rombongan itu tiba di dusun yang sering dikunjungi. Dusun Sumur Opat adalah sebuah dusun kecil yang terletak hanya beberapa jam perjalanan dari Padepokan Goa Larang.

214 206 Kakang, malam ini kita beristirahat di mana? Kita tidak dapat tidur di rumah kepala desa. Rombongan kali ini banyak sekali. Ya. Kita langsung ke bale desa saja. Disana kita bisa menemui Aki Sura penjaganya yang telah kita kenal. Eh, Kakang lihat itu, Made Ludira. Dari bagian perpustakaan. Mau apa anak itu keluyuran sampai ke sini? Hmm, iya. Melihat gerak-geriknya mencurigakan sekali. Biar akan kutegur dia. Jangan! Jangan ditegur adik Awuk. Memang agak mencurigakan sekali anak itu. Eeh, adik Saka dan kau Anting, coba kau ikuti anak itu dan perhatikan saja gerak-geriknya. Aku curiga dengan bungkusan yang dibawanya itu. Baik, kakang Seta. Mari adik Wulan. Kita jalan kaki saja. Padepokan Goa Larang sudah dihadapan mereka. Penduduk desa Sumur Opat yang berlalu-lalang banyak yang mengenal mereka. Karena itu Anting Wulan dan kakangnya Saka Palwaguna mengikuti Made Ludira, salah seorang saudara seperguruannya dari Goa Larang dengan sangat hati-hati. Sambil sekali-sekali mengangguk dan menjawab sapaan setiap penduduk yang menegurnya. Hmm, mau kemana anak itu? Dia terus saja. Apakah dia ingin keluar dari desa Sumur Opat ini? Kukira tidak, adik Wulan. Jika dia keluar dari Sumur Opat, untuk apa dia melalui pusat keramaian desa ini?

215 207 Kau betul Kakang. Lihat dia menuju rumah besar di ujung desa ini. Aku curiga sekali dengannya, Kakang. Betul. Terutama dengan bungkusan yang dipegangnya dengan sangat hati-hati sekali. Oh, rumah siapakah itu kakang? Itu adalah lumbung padi yang tidak terpakai lagi adik Wulan. Ayo kita coba dekati. Kita dapat mengintipnya dari samping itu, adik Wulan. Ayo..! Kurang ajar anak itu. Dia datang kemari ternyata untuk melampiaskan nafsunya. Hmm, mari Kakang kita beri pelajaran anak itu. Benar-benar membuat malu nama eyang resi. Sebentar adik Wulan. Aku ingin mengetahui lebih jauh lagi. Aku masih merasa curiga dengan bungkusan yang dibawanya. Kakang Made, Ayolah! Kenapa tidak ikut main dengan yang lain? Yaah Aku saat ini tidak berselera untuk berjudi. Kenapa? Apakah habis uang yang diberikan bapak Pendeta itu? Minta saja. Bukankah bapak Pendeta itu menjanjikan akan memberikan berapa saja yang kakang perlukan? Yaa, justru itulah aku sedang menunggunya. Aku perlu uang untuk duduk bersama kawan-kawan disana, dan juga untuk tidur bersamamu. Aah, kakang.

216 208 Tunggu bapak Pendeta itu, di dalam saja yuk?! Asal jangan lupa saja kalau kakang sudah dapat uang. Setan! Iblis bejat! Kubunuh anak itu! desis Anting Wulan dengan mata berkilat-kilat. Anting Wulan yang melihat ulah dari Made Ludira, salah seorang saudara seperguruannya di Goa Larang menjadi menggelegak emosinya. Dan ketika saja Gadis itu siap untuk melompat, Saka Palwaguna yang berada di sampingnya mencegahnya. Sebelah tangannya memeluk tubuh Anting Wulan dan tangan yang lain menutup mulut gadis yang sedang kalap itu. Tenang! Agaknya disini telah terjadi suatu peristiwa yang lebih dari sekedar perbuatan kotor Made Ludira. Ah, kau Ada apa Wulan? Mengapa kau Tidak! Tidak apa-apa, kakang! Apakah kau marah dengan caraku tadi? Tapi saat itu aku tidak menemukan cara lain untuk mencegahmu. Wulan, maafkan aku jika itu membuatmu marah. Kakang, Aku pun tak tahu apakah aku harus marah atau Ahh, Kakang Saka Aku tidak marah dan juga tidak benci karena perbuatanmu tadi. Melihat Anting Wulan yang masih terdiam, Saka melanjutkan, Wulan, jika kau memang marah, tundalah sementara. Aku bersedia kau hukum kelak setelah selesai tugas kita ini.

217 209 Tidak Kakang. Mari kita lihat apa yang akan terjadi dengan anak bejat itu. Awas! Merunduk Anting! Mereka berdua segera berindap merendahkan tubuh mereka. Bersembunyi dengan memanfaatkan kegelapan situasi disekitar lumbung bekas itu. Oh, agaknya itulah orang yang kita tunggu-tunggu. Pendeta itu, Kakang? Kenapa dengan pendeta itu? Pendeta itulah agaknya yang ditunggu Made. Dan lihatlah, dia memasuki lumbung ini. Apakah kau pernah melihat, pendeta memasuki tempat kotor seperti ini, Wulan? Hm, ya. Kau benar Kakang. Tidakkah kau lihat tadi mata pendeta itu tidak seperti halnya mata pendeta lainnya yang memancarkan sinar welas asih. Benar, adik. Aku melihat sinar yang kuat dan ganas yang terpancar dari mata pendeta itu. Hati-hati, kita intai lagi! Pendeta bertubuh tinggi besar dengan tongkat besar yang ada di tangannya, masuk ke dalam lumbung desa yang sudah tak terpakai lagi. Dan ketika pendeta itu tiba di dalam, semua laki-laki bertampang seram yang semula sibuk berjudi seketika tidak ada satu orang pun yang berani mengeluarkan suara. Hemm, dimana Made Ludira? Aku mencari orang itu. Apakah dia sudah datang?

218 210 Ah, tuan Pendeta sudah datang. Saya saya sudah sejak tadi menunggu di sini. Sebaiknya kita bicara di tempat lain saja. Ayo, cepat. Kutunggu kau di luar. Selesai berkata, si Pendeta bertubuh tinggi besar itu melangkah keluar. Tapi kemudian dia berhenti dan membentak pada orang-orang di tempat itu, Hah! Kenapa kalian semua diam saja? Ayo teruskanlah permainan kalian! Heey, cepat Made! Iya Tuan, sebentar sebentar. Aku pergi dulu, Nyi. Nanti aku kemari lagi menemuimu dan kita dapat bermain sepuas hati kita. Hm, kenapa tidak disini saja, tuan Pendeta? Apakah tuan tidak membawa uangnya? Maaf, jika tuan tidak membawa uangnya, saya tidak akan memberikan kitab ini. Saya mendapatkan kitab ini dengan resiko yang besar. Jangan khawatir, aku akan memberikan imbalan sesuai dengan yang kujanjikan. Tapi akan kulihat dahulu, apakah kau membawa barang yang benar-benar aku butuhkan. Tuan dapat melihatnya nanti, Tuan. Ayo kemana kita akan pergi? Itu, ke pinggir sungai kering di sana itu. Ayo.

219 211 Hmm, anak bejat itu agaknya membawa kitab dari padepokan kita, Kakang. Ya. Aku kira begitu. Kakang, tahukah kakang siapa pendeta itu? Agaknya pendeta itu bukan dari biara di sekitar sini. Kau benar adik Wulan. Pendeta itu berasal dari Jawa bagian tengah. Agaknya dia orang Mataram. Kau perhatikan ikat kepala yang dikenakannya. Oh, lihat kakang. Mereka berhenti di tepi sungai kering itu! Awas, hati-hati adik Wulan. Jangan terlalu dekat. Kukira pendeta itu bukanlah orang sembarangan. Gunakan saja ilmu Empat Arah Pembeda Gerak. Kita akan dapat mendengarkan semua pembicaraan mereka dari sini. Baik, Kakang Mana Made? Keluarkanlah kitab itu. Ayo Iya tuan Iya. Tapi kuharapkan pendeta mau sedikit menambah imbalan yang dijanjikan. Karena, yaa seperti yang saya katakan tadi, ini saya dapatkan benar-benar melalui perjuangan dan resiko yang sangat besar, Tuan. Sudah. Jangan kau khawatir! Keluarkan saja kitab itu, mari Iya iya Ini Tuan, ini.

220 212 Huh, kurang ajar! Itu itu kitab Kincir Metu, Kakang. Pengkhianat! Adik Wulan, tenang. Tenangkanlah dirimu. Kita masih punya waktu. Kita lihat saja dulu. Aku ingin tahu lebih jauh siapakah sebenarnya pendeta itu. Huh, baiklah Kakang. Tapi berjanjilah Kakang, bahwa Kakang akan menyerahkan padaku pengkhianat itu. Ah, adik Wulan Tahanlah emosimu. Aaah! Kitab apa yang kau berikan padaku ini, hah? Ini bukanlah kitab Kincir Metu yang aku cari. Hey, ini kau ambil. Ayo! Haaa, tuan Pendeta. Janganlah menghina kitab ini sedemikian rupa, Tuan. Kitab inilah yang saya dan kawan-kawan jadikan petunjuk untuk mempelajari Kincir Metu, Tuan. Pendeta itu terbahak-bahak dengan nada sangat mengejek, Hahaha, anak muda. Anak muda. Jika hanya untuk kitab seperti itu, buat apa aku jauh-jauh datang ke mari? Tuan, bukankah semula tuan katakan pada saya bahwa Tuan akan memenuhi undangan Guru dalam upacara sembahyang itu, Tuan? Pendeta itu kembali tergelak, Jadi kau pikir, aku benar-benar akan ikut bersembahyang untuk keperluan Karang Sedana, ha? Untuk keperluan orang lain? Aah, biarlah Karang Sedana mengalami kemarau. Apa urusannya denganku? Jika memang si tua Wanayasa gurumu itu ingin meminta hujan untuk mengembalikan kesuburan di

221 213 Karang Sedana, biarlah dia meminta bersama pendeta-pendeta lain yang kurang pekerjaan seperti gurumu itu. Eeh, jadi tuan datang kemari benar-benar untuk Aah, dengar Made! Kitab yang kau bawa ini tidak lebih dari salinan dasar dari ilmu Kincir Metu yang telah disederhanakan oleh si tua Wanayasa. Untuk murid-murid bodoh sepertimu. Kau selamanya tidak akan bisa jadi seorang yang tangguh jika kau mempelajari kitab seperti itu! Kau! Kau menghinaku, tuan Pendeta. Janganlah Tuan ulangi perkataan-perkataan yang menyinggung seperti tadi, Tuan! Aku dapat berbuat apapun dengan Tuan di tempat yang sepi ini Hahaha, anak bodoh! Apa yang dapat kau perbuat denganku di tempat yang sepi ini, ha? Meremukkan mulutmu yang lancang itu, sudah pasti! Ini kau rasakan pendeta lancang! Lepaskan tanganku! Lepaskan tanganku! Ayo, pukul aku! Remukkan mulutku, anak muda. Baik, baik kau boleh ulangi lagi. Nah, seranglah aku. Kali ini aku akan memuaskan hatimu. Baiklah baiklah Hiyaat!! Made Ludira salah seorang murid dari Goa Larang yang juga merupakan adik seperguruan dari raden Saka Palwaguna dan Anting Wulan, kini menjadi bulan-bulanan dari pendeta tinggi besar itu.

222 214 Pukulan-pukulan yang dilancarkan dengan tenaga dalam yang sepenuhnya seakan kandas begitu menyentuh tubuh pendeta itu. Hahaha, apakah kau belum juga puas, anak muda? Dengarlah Made, jika kau berhasil mendapatkan kitab itu, aku akan memberikan ini untukmu Pendeta itu dengan tenang merogoh kantungnya, dan mengeluarkan sebuah kantung kain kecil. Kemudian dia mengeluarkan beberapa batu permata berwarna-warni pada dampal tangannya. Heh, kenapa kau terkejut melihat permata ini? Bukankah tadi kau katakan tentang resiko besar? Jika kau berhasil mendapatkan kitab yang asli, maka permata ini akan kuberikan padamu. Dengan batubatuan ini, kau akan dapat berjudi sepuas hatimu selama setahun tanpa khawatir akan kehabisan uang! Tapi tapi kitab kitab yang kau maksudkan itu tak kutemui dalam ruang kitab yang aku jaga. Hahaha, sudah pasti. Bukankah sudah kukatakan, kitab itu pasti disimpan langsung oleh si tua Wanayasa. Kau dapat mencarinya di dalam kamar gurumu itu. Baiklah, baiklah tuan Pendeta. Saya akan mencoba untuk mendapatkan kitab itu. Bagus! Bagus, anak muda. Tapi jika saya sudah berhasil mendapatkannya, di mana saya segera dapat bertemu dengan Tuan?

223 215 Ah, kau datanglah ke tempat ini. Aku akan berada di sekitar sini. Bawalah kitab itu kembali, aku tidak memerlukan yang seperti itu. Hmm, untuk sementara biarlah permata ini kupegang. Nanti akan segera menjadi milikmu jika kitab itu sudah kau dapatkan. Baiklah, saya segera kembali saja ke padepokan. Nah, berangkatlah anak muda. Adik Wulan, kita ikuti pendeta itu. Tapi kakang, Made akan mencuri kitab pusaka guru. Kukira, dia tidak akan mungkin melakukannya malam ini. Adik Wulan, hampir satu bulan sudah kita meninggalkan padepokan. Agaknya eyang resi sudah hampir siap rencananya. Yang direncanakannya dulu pada kita. Eeh, rencana apa Kakang? Ah, sebentar pendeta itu pergi dari sana. Kita ikuti. Aku ingin tahu, apakah dia masih punya kawan atau kelompok. Ayo Cepat adik Wulan, langkah pendeta itu benar-benar cepat. Kakang, dia menuju ke gubuk kecil itu. Bagaimana kita mendekat ke sana? Jangan adik Wulan, di tempat yang sunyi ini gerak dan nafas kita pasti mudah terdengar oleh pendeta itu. Hmm jika demikian, kita coba dengan Empat Arah Pembeda Gerak. Kita harus tahu dengan pasti apakah ada orang lain di gubuk itu.

224 216 Baiklah. Mari Kakang, agaknya tak ada seorang pun disekitarnya. Pendeta itu hanya seorang diri, kakang. Kakang, aku ingin sekali berkenalan dengan orang itu. Jangan adik Wulan. Jika orang ini mempunyai kelompok, aku ingin mengetahuinya secara tuntas. Huh, aku akan keluar menjumpainya. Aku akan bertanya pada orang itu tentang sesuatu yang tak ada hubungannya dengan kitab itu, Kakang. Dan aku akan berusaha menyembunyikan ciri-ciri perguruan kita. Adik Wulan, tapi pendeta itu adalah orang yang amat sakti Aah, percayalah Kakang. Mereka tidak akan mengetahui siapa aku. Yah, pergilah sana. Aku menunggu di sini. Terima kasih, Kakang. Aku akan pergi Anting Wulan bergegas menuju gubuk kecil dimana Pendeta tinggi besar tadi masuk. Dia lalu mengetuk pintunya seraya berseruseru. Kakang! Kakang Uday, apakah Kakang di dalam? Hey, siapakah kau anak manis? Mengapa kau malam-malam berkeliaran sampai ke tempat seperti ini? Eeh, saya saya sedang mencari suami saya. Saya adalah penduduk desa di ujung sana itu, Tuan.

225 217 Ah? Mencari suamimu sampai ke sini? Hahaha, berterus teranglah anak manis. Aku mencurigaimu! Pendeta tinggi besar itu cepat menyergap kedua lengan Anting Wulan dan menguncinya ke arah atas. Aah, lepaskan! Lepaskan saya. Gadis manis dan cerdik murid padepokan Goa Larang itu sudah menduga akan datangnya serangan si pendeta tinggi besar yang bertujuan membongkar kebohongannya. Akan tetapi Anting Wulan segera mengendorkan seluruh syaraf-syaraf kekuatannya yang berisi cadangan tenaga dalamnya. Oleh karena itu Anting merasakan cekalan tangan pendeta itu. Aduh, aduh Apakah salah saya? Apakah salah saya? Lepaskan saya, saya tidak bersalah. Lepaskan Lepaskan. Lepaskans saya. Hm, ternyata dia benar-benar seekor kelinci yang tersasar mencari suaminya, pikir pendeta tinggi itu mulai ragu atas kecurigaannya tadi. Pergilah sana, jangan ganggu aku. Tapi tapi apakah benar Tuan tidak melihat suami saya? tanya Anting Wulan yang masih berusaha agar dapat tetap di tempat itu dan meneliti keadaaannya. Aah, apa suamimu itu kurang waras, hah? Sampai-sampai kau paksa dia tinggal di rumah? Iya, benar Tuan

226 218 Hahaha, jika begitu kenapa kau harus susah dan repot merawatnya, ha? Tinggalkan saja laki-laki seperti itu, hahaha. Kau dapat mencari ganti laki-laki lainnya. Oh, tidak mungkin tuan Pendeta. Saya begitu mencintainya. Saya tidak mungkin meninggalkannya. Dia ayah dari satu-satunya anak saya. Tuan,.. Tuan Pendeta apakah Tuan dapat menolong menyembuhkannya? Jika Tuan dapat menolongnya, saya akan mencarinya dan besok atau lusa, saya akan menyerahkan suami saya itu pada Tuan. Aah, aku tidak mempunyai banyak waktu, anak manis. Besok sore mungkin aku sudah tidak berada di sini. Malam ini aku sedang menunggu guruku. Guru? Guru Tuanku? Ah, tentu tentu dia pandai menyembuhkan orang seperti suamiku. Sudahlah! Sudah cukup aku melayanimu, anak manis. Kau lihat, aku sudah bosan dengan kehadiranmu. Ayo pergi! Oh oh, iya Tuan. Anting Wulan segera berlalu dari gubuk itu dengan langkah yang dibuat seperti terseok-seok. Tak lama kemudian dia berbelok ke gerumbul tempat Saka Palwaguna berjaga-jaga di sana. Wulan, kau benar-benar membuatku cemas ketika pendeta itu mencengkram tanganmu. Iya Kakang. Aku mengetahui dari pendeta itu, bahwa saat ini dia sedang menunggu kedatangan gurunya.

227 219 Iya. Aku sudah mendengar semuanya, Wulan. Aku melihat sambil mengeterapkan aji Empat Arah Pembeda Gerak. Akan tetapi sayang sekali, kau tidak berhasil mengorek keterangan tentang siapa dia dan dari perguruan mana asalnya. Aku tak dapat memaksanya, Kakang. Dia sudah terlanjur kesan dan tak tahan dengan kehadiranku. Akan tetapi aku mendapatkan sesuatu yang dapat melacak asal usul dari pendeta itu, Kakang. Ooh adik Wulan, apa itu? seru Saka kagum. Hmm, aku melihat di lengannya ada sebuah tanda yang mungkin merupakan ciri perguruannya. Gambar apa itu, Wulan? Gambar seekor kelelawar yang digurat pada kulit lengannya, Kakang. Hm, kelelawar? Ya rasanya eyang Resi pun tidak pernah bercerita tentang tanda-tanda itu, Wulan. Kakang, kita harus segera tiba di padepokan Oh, iya. Kau benar Wulan. Aku khawatir kesibukan eyang Resi esok hari akan dimanfaatkan anak bejat itu. Akan kuhajar anak bejat itu! Jangan Anting Wulan, kau tidak boleh serampangan dan semberono. Made Ludira adalah saudara seperguruan kita. Kita tidak dapat menangkapnya dan menuduhnya begitu saja. Akan tetapi Kakang, jelas-jelas anak itu sudah melakukan pencurian kitab Kincir Metu di ruang kitab padepokan!

228 220 Kita bisa dituduh memfitnah oleh saudara-saudara di padepokan. Kau yakin, eyang Resi dapat mempercayainya? Hmm iya. Kau benar Wulan. Akan tetapi bukankah akan lebih baik jika kita berhasil menangkap basah anak itu? Dengan demikian seluruh padepokan tidak ada yang memiliki kesan bahwa kita mengada-ada ataupun memfitnah. Hmm, yah. Baiklah. Baiklah, Kakang. Nah, jika demikian ayo kita segera kembali ke Sumur Opat. Kakang Seta dan yang lainnya tentu bingung dengan kepergian kita yang cukup lama ini. Ayo, Wulan. Kedua remaja yang telah berhasil menyelidiki gerak-gerik dari Made Ludira akhirnya kembali ke Sumur Opat menemui rombongan mereka. Mereka berniat untuk segera pergi mendahului rombongan mereka ke padepokan, setelah membicarakannya dengan raden Seta Keling, kakangnya. Hm, hal ini tidak bisa dibiarkan. Benar-benar gila anak itu. Adik Saka, apakah kau dapat menerka gerakan pendeta itu, ketika memberi hajaran pada Made Ludira? Tidak, kakang Seta. Gerak yang dilakukan orang itu hanya gerakan lumrah, akan tetapi berisi kekuatan yang hebat. Menghadapi Made yang jauh tingkatannya, melihat sedikit pun tidak mengeluarkan gerak maupun jurus-jurus perguruannya.

229 221 Mudah-mudahan saja eyang Resi mengetahui ciri yang kulihat di lengannya. Kukira gambar itu hanyalah sekedar guratan biasa yang sengaja dibuat, adik Wulan. Sebab selama ini kita tak pernah tahu tentang tanda-tanda seperti itu. Iya. Eyang Resi memang tidak pernah bercerita tentang ciriciri perguruan yang seperti itu. Ya, jadi bagaimana? Bukankah sebaiknya saya mendahului kakang ke padepokan itu, bersama adik Anting Wulan? Ya, mungkin itu satu-satunya jalan terbaik untuk menyelamatkan kitab itu, adik Saka. Akan tetapi, kau tidak perlu berangkat saat itu juga. Kau dapat beristirahat beberapa saat. Nanti ketika fajar mulai menyingsing, barulah kau berangkat. Dengan Kidang Mamprung kau akan dapat tiba di sana sebelum hari menjadi terang betul dan eyang Resi belum meninggalkan kamar semadinya. Ah, baik kakang. Ayo, adik Wulan, kita beristirahat. Semuanya tertidur dengan nyenyaknya, akan tetapi keempat remaja dari Goa Larang yang kini dilibat oleh masalah baru yang secara langsung melibat perguruannya tidak dapat beristirahat dengan tenang. Mereka hanya duduk santai sambil menunggu waktu dan ketika langit di sudut timur mulai memancarkan fajar merah, Raden Seta Keling dan Dampu Awuk melepaskan kepergian kedua adik seperguruannya untuk lebih dulu ke Goa Larang.

230 222 Ayo kakang, percepat lari kita. Aku khawatir karena terlambat dalam perjalanan ini, kita akan menyesal selama-lamanya. Jangan khawatir Adik Wulan. Dengan Kidang Mamprung kita akan tiba sebelum eyang Resi keluar dari kamar semadinya. Akan tetapi, baiklah kita percepat perjalanan ini tidak ada salahnya jika kita lebih cepat lagi. Padepokan Goa Larang adalah sebuah tempat di mana para anggota dan murid-muridnya baik lahir maupun batin mereka telah dinyatakan sebagai anggota atau murid-murid dari Padepokan tersebut adalah yang telah menyatakan lulus dalam ujian saringan. Padepokan mempunyai suatu keistimewaan yang sangat khusus yang tidak dimiliki oleh padepokan-padepokan lain di tanah Jawa. Hampir setiap tahun padepokan tersebut dikunjungi oleh Mahaprabu Sanna. Maharaja besar di tanah Pasundan karena pimpinan nya adalah Eyang Resi Wanayasa yang merupakan paman dari mahaprabhu Sanna. Oh, Kakang. Lihatlah itu padepokan kita. Ya Rindu sekali Aku rasanya pada alam ini Lihatlah Kakang, sungai kecil yang mengitari pagar padepokan kita. Dan lihat, tanaman sayur mayur di sepanjang pagar dan sekitarnya, masih dapat tumbuh walaupun kemarau melanda sampai ke tempat ini. Iya Adik Anting. Semua itu dikarenakan karunia dewata, yang masih menghidupi Sembilan Mata Air Dewa kita. Ayo adik Wulan, kita temui Eyang Resi di kamarnya.

231 223 Mari Kakang Eyang, eyang kami datang Eyang. Ooh, masuklah anak-anakku. Sembah dan rindu kami haturkan pada Eyang. Ya ya ya, demikian juga dengan aku Wulan. Perjalanan kalian yang cukup lama itu, membuat kami semua di padepokan merasa rindu pada kalian. Tapi dimanakah kedua kakangmu yang lain, Wulan? Eh, anu guru mereka Mereka masih di sekitar desa Sumur Opat bersama dengan beberapa orang yang akan menuju kemari. Kami berdua yang sudah rindu dan tak tahan lagi mendahului mereka yang berkuda. Hmm ya. Siapakah orang-orang yang bersama dengan kedua saudaramu di Sumur Opat? Diantaranya adalah Tuanku Rara Angken dan Raden Purbaya yang berhasil kami temukan, Eyang. Oh, ya ya ya. Rara Angken, permaisuri dari Aji Konda? Eh, apa yang sebenarnya terjadi di Karang Sedana? Oh Sampar Angin juga ikut mencampuri persoalan muridnya? Benar Guru, kami berempat sangat kerepotan menghadapinya, Guru. Iya, tapi bukankah kau berhasil menghadapinya dengan Barisan Empat Bintang? Benar, Eyang. Tapi bagaimana Eyang bisa tahu?

232 224 Yah, karena satu-satunya kepandaian kalian yang dapat menghadapi tokoh setingkat denganku adalah dengan Barisan Empat Kincir itu. Eyang sebenarnya seperti apakah tokoh pengemis Parang Pungkur itu? Oh? Jadi kau bertemu dengan Ki maksudku si gila Pungkur itu? Iya. Mungkin jika tidak ada pertolongan dari Kakek itu, kami akan kerepotan menghadapi Ki Sampar Angin yang kembali mengejar dan bergabung dengan tokoh-tokoh dari istana Karang Sedana. Iya Eyang. Sebenarnya perjalanan kami cukup kami rahasiakan. Begitu pula dengan penyerangan mereka. Tapi kakek itu sudah mengetahui lebih dahulu. Ya tentu saja dia akan dapat mengetahuinya. Dia adalah raja pengemis di seluruh Jawa dan Pasundan. Murid-muridnya berkeliaran diantara pengemis sungguhan di setiap wilayah. Jaringannya sangat luas dan rapi, jadi kau tidak perlu heran jika dia mampu mengetahui setiap kejadian besar di tanah Jawa dan Pasundan. Heeh, tapi kenapa dia berkeliaran sampai kemari. Si Tua gila itu biasanya berada di sekitar Mataram, di Jawa. Oh ya? Ah, mungkin sebentar lagi pertanyaan Eyang itu sebentar lagi akan terjawab. Seorang muridnya ikut bersama rombongan kami. Dan menurutnya dia hendak menyampaikan surat pada Eyang.

233 225 Baiklah, kita tunggu saja anak itu. Mudah-mudahan si Tua gila itu tidak datang pada upacara sembahyang nanti. Aku tentu akan merasa kewalahan dengan ulahnya yang pasti merepotkanku. Eyang, apakah orang itu dapat digolongkan pada kelompok pendekar golongan putih? Oh, tentu saja Wulan. Dia adalah seorang pendekar yang baik, akan tetapi kelakukannya yang agak brutal dan gemar menggoda orang dapat merepotkan aku. Pungkur Pungkur dia itu sangat baik. Baik sekali padaku. Dan juga pada setiap orang? Ya, juga pada setiap orang. Memangnya kenapa? Ada apa Wulan, hingga kau berkata demikian? Mereka membantu kami saat itu, cuma karena hendak membalas budi kebaikan Raden Purbaya yang telah menolongnya memberi makan dan tidak merendahkannya yang saat itu sedang mengemis di tempat makan kami. Ya ya ya, memang demikianlah tabiat Pungkur, si Tua gila itu. Ah, kebetulan sekali kalian sudah selesai dengan tugas itu. Aku sangat memerlukan bantuan kalian nanti siang pada upacara sembahyang untuk memohon hujan. Apa yang dapat kami lakukan untuk membantu Eyang nanti? Begini, begini Resi Wanayasa kembali terbatuk. Nanti, mungkin pamanmu Jatis akan memberikan petunjuk. Aku kira yang harus kalian lakukan adalah melayani keperluan tamu-tamu kita yang

234 226 sudah datang sejak kemaren sore. Dan yang mungkin akan berdatangan sebentar lagi. Nah, hari masih cukup pagi. Kalian dapat beristirahat dulu sejenak. Baik, Eyang. Kami pamit dulu ke belakang. Kakang, kita akan mencari adik Made Ludira? Anting Wulan mengingatkan Raden Saka Palwaguna. Ya. Kita akan mencarinya, dan kemudian memperhatikan gerak-geriknya. Baru saja kedua remaja hendak menuju ke belakang padepokannya, dari arah samping kanan ruang utama terdengar teriakan beberapa orang anggota padepokan. Paman Jatis, tolonglah paman Jatis. Di ruang tamu telah terjadi sesuatu. Ada apa? Ada apa? Pagi-pagi kau sudah berteriak seperti orang gila. Celaka paman, di kamar tamu kita ditemukan ada yang meninggal. Hah? Ada yang meninggal? Siapa yang meninggal? Seseorang pendeta tamu kita Celaka, bagaimana itu bisa terjadi? Saya tidak mengerti, paman Jatis. Tiba-tiba saja di ruang tamu terjadi kegemparan ketika mereka menemukan seorang yang

235 227 meninggal dengan tubuhnya dalam keadaan menghitam, paman. Agaknya orang itu mati karena keracunan. Kau beritahu Eyang Resi ya, aku segera ke sana. Adik Wulan, ayo kita lihat ke sana. Maaf, maaf tuan-tuan Pendeta. Biar saya melihat keadaaannya. berkata Ki Jatis dengan sopan untuk menyibak kerumunan para pendeta yang mengelilingi sesosok tubuh yang menghitam dengan mulut berbuih. Celaka Wulan! Tentu kejadian ini berkaitan dengan Made Ludira. Maksud Kakang? Ah, Eyang Resi pasti sedang menuju kemari. Meninggalkan kamarnya dan Ayo kakang, kita lihat ke sana. Ayo. Kedua remaja dengan cemas segera menuju ke ruang Gurunya, dimana tadi mereka bertemu. Resi Wanayasa yang berpapasan dengan kedua muridnya itu tidak lagi sempat memperhatikan kecemasan yang membayang di wajah kedua muridnya. Dan ketika keduanya tidak tak jauh dari ruang gurunya, mereka segera memperlambat gerak. Dengan hati-hati mengendap-endap mendekati ruang Gurunya.

236 228 Hati-hati adik Wulan. Jangan sampai Aku yakin ini semua adalah akibat ulahnya. Pasti Made akan mempergunakan waktu secepatnya pada saat semua dalam keadaan panik dan cemas seperti ini. Lihat, itu dia orangnya Kakang! Licik sekali orang ini, untung kita segera dapat... Lihat kakang, Made mendekati kamar Eyang Resi. Sabar adik Wulan, kita tunggu. Iya, kita tunggu sebentar hingga masuk dan mengambil kitab itu. Made Ludira yang telah merasa aman dan yakin bahwa tidak ada seorang pun yang melihat dan berada di sekitarnya segera membuka dan masuk ke dalam ruang kamar resi Wanayasa, gurunya. membukanya. Pasti kitab itu diletakkan di dalam peti-peti ini. Aku akan Ini ada beberapa buah kitab, menurut pendeta itu pasti inilah kitab yang dimaksud. Hmm, eh kepalang basah sebaiknya kuambil saja semuanya. Empat buah kitab ini. Nah, aku harus segera meninggalkan padepokan ini untuk menukarkan kitab ini dan segera pergi jauh dari sini. Hmm, agaknya tak ada seorangpun di sekitar sini, sebagaimana rencanaku semula, mereka semua berada di kamar tamu sial itu.

237 229 Ayo kakang, anak itu sudah membawa keluar kitab-kitab itu dari kamar Eyang Resi Baiklah, mari adik Wulan! Tunggu adik Made! Oh! Kakang Saka dan adik Wulan. Rupanya kalian sudah kembali ke padepokan. Baru saja adik Made. Apakah adik Made tidak mengetahui baru saja ada pembunuhan di kamar tamu kita? Eh, pembunuhan? Iya. Siapakah yang terbunuh kakang Saka? Salah seorang pendeta, tamu kita. Ayolah kita melihat ke sana, adik Made. Lebih baik, kalian terlebih dahulu saja. Nanti aku menyusul setelah mengambil peralatan persiapan upacara di belakang. Adik Made kenapa adik Made tidak tertarik? Raden Saka yang mulai kehabisan akal kemudian berseru pada beberapa orang, Paman Sanip, Paman Calung, kemarilah sebentar! Dalam hal ini diperlukan lebih banyak orang lagi untuk menjadi saksi perbuatan Made Ludira. Melihat kedua orang yang dipanggil oleh raden Saka Palwaguna itu mendekat ke arah mereka, maka Made

238 230 Ludira tampak berusaha segera menjauh. Anting Wulan yang melihat gerak-geriknya segera bergerak cepat menghadang dan membentak. Hmm, mau kemana kau maling? Ayo, keluarkan kitab-kitab eyang Resi! He? Aku tidak mempunyai urusan denganmu! Minggir! Apakah kau ingin merasakan pukulan-pukulanku, Made? Sabarlah Wulan, sabar. Kalian adalah saudara-saudara di perguruan ini. Jika kalian mempunyai persoalan, selesaikanlah secara baik-baik. Minggir kau Wulan, biarkan aku lewat. Wulan, sudahlah. Jangan kau ribut dalam suasana seperti ini. Kupecahkan dadamu! Made Ludira memaki. Berhenti! tiba-tiba terdengar suara Ki Jatis disela-sela keributan itu. Ada apa kalian ribut dalam keadaan seperti ini? Made Ludira kaget bukan main mendengar suara gurunya itu. Tapi dengan cepat dia melemparkan kesalahan pada Anting Wulan yang sedari tadi menghalang-halangi rencananya untuk segera meninggalkan Goa Larang. Guru, Wulan memukulku guru. Dia menghalang-halangi aku, yang hendak melihat kejadian di kamar tamu kita. Anting Wulan tertawa muak, Manusia busuk! Kau kira, kau dapat lepas dari tanganku?

239 231 Wulan! Kenapa kau membuat keributan? sergah Ki Jatis dengan kesal. Paman akan menyesal kalau membiarkan anak setan ini pergi meninggalkan tempat ini. Ayo, keluarkan isi bajumu sebelum aku yang memaksanya! Made Ludira, ada apa denganmu, hm? Apa yang telah kau lakukan? Saya saya akan jelaskan pada paman semuanya. Nanti paman. Setelah kedua orang itu sudah tidak ada lagi. Ki Jatis Pulut Sarumpa adik seperguruan Resi Wanayasa. Di perguruan Goa Larang, dia dikenal dengan sebutan Mbah Jatis. Dia adalah guru langsung dari Made Ludira. Maka tidak heran jika sang guru berkeinginan untuk melindungi muridnya. Ketika dia merasa bahwa dalam persoalan ini muridnya ingin berbicara berdua saja, maka segera dia memerintahkan Saka Palwaguna dan Anting Wulan untuk meninggalkan tempat itu. Hmm? Ah Saka dan kau Wulan, kalian pergilah dari sini. Tinggalkan tempat ini. Ah, baiklah. Saya akan segera meninggalkan tempat ini. Kau tidak akan kulepaskan, Made! Berhati-hatilah Dan kini masih tersisa dua orang lainnya di situ

240 232 Ah, kau juga tinggalkan tempat ini adik Calung Baiklah kakang Jatis. Ki Calung menggamit Ki Sanip berlalu dari tempat itu. Nah, katakanlah cepat padaku, Made. Apakah kau sudah membuat suatu kesalahan? Janganlah membuat malu aku, Made. Kau adalah salah satu murid asuhanku. Iya paman. Kedua anak itu mencurigai aku, paman. Dikiranya aku telah melakukan pencurian. Tapi apa yang kau sembunyikan di balik bajumu itu? Ah, aku berhasil menemukan sebuah benda berharga dan mereka berdua berniat hendak merampasnya, paman. Inilah lihat Dengan tenangnya, Made Ludira merogoh saku dalamnya untuk mengambil dan menunjukkan sesuatu yang berharga. Mbah Jatis mendekat. Dia penasaran ingin mengetahui sesuatu yang menjadi bahan pertengkaran antara Made Ludira, Anting Wulan dan Saka Palwaguna. Akan tetapi ketika tangannya dikeluarkan, segera diayunkan ke wajah mbah Jatis yang merupakan gurunya sendiri. Mbah Jatis tidak menyangka akan perbuatan Ludira seketika menjadi gelagapan. Dia merasakan pandangan dan tubuhnya seakan-akan menjadi kehilangan bobot.

241 233 Kau gila, Made! Maaf, guru! Selamat tinggal. Tunggu! Mau lari kemana kau bocah setan! Kakang Saka, kau serahkan bocah bejat ini padaku dan lihat keadaan paman Jatis. Minggir! Agaknya tidak perlu lagi kau diberi hati anjing bejat! Anting Wulan segera melancarkan serangan, dan Made Ludira segera terlempar. Ayo bangun manusia busuk, manusia bejat. Bangun! Hay, Tahan anakku Wulan! Apa yang terjadi sampai kau menurunkan tangan sekejam itu pada saudaramu sendiri? Oh, Eyang Made Ludira telah membuat suatu kesalahan besar yang tidak mungkin seisi padepokan ini bisa memaafkannya. Hmm, apa yang telah dilakukan anak itu? Itu eyang dapat melihatnya sendiri. Apa yang terjadi dengan paman Jatis. Dan apa yang kini disembunyikan oleh bajingan ini di balik bajunya. Hmm, Made Ludira itu namamu bukan? Benar, Eyang. Saya Made Ludira. Apa yang sudah kau lakukan, anakku? Saya menemukan ini, Eyang. Made Ludira yang sudah merasa semakin terpojok dan putus asa tidak melihat ada jalan lagi untuk menyelamatkan diri. Maka pemuda itu

242 234 segera memasukkan tangannya ke balik bajunya, mengambil bubuk racun yang didapatnya dari pendeta tinggi besar di desa Sumur Opat. Akan tetapi serangan yang kali ini dilakukan pada resi Wanayasa yang merupakan mahaguru dari padepokan Goa Larang yang baru saja berhasil menguasai Aji Kincir Metu tingkat ke sembilan. Awas Eyang, bubuk beracun! Anting Wulan berteriak memperingatkan. Hmm, bubuk beracun? Berbahaya sekali bila kukibaskan, banyak anak-anak murid disekitar arena ini. Mahaguru dari padepokan Goa Larang itu kemudian menghisap bubuk yang bertebaran disekitarnya. Bubuk beracun itu pun tampak seperti berlomba masuk ke dalam mulut dari resi Wanayasa. Dan segera setelah udara disekitarnya menjadi bersih, resi yang arif itu pun segera melenting melompat menjauhi murid-muridnya, dan mengeluarkan bubuk yang dihisapnya tadi. Sementara itu, Anting Wulan segera melancarkan serangannya pada Made Ludira yang segera saja terjengkang roboh dengan keluhan pendek, lalu pingsan. Dengan senyum penuh kemenangan, Anting Wulan berkata pada Saka Palwaguna yang sedari tadi tidak banyak beraksi apa-apa, Kakang Saka, bantu aku mengambil kitab eyang guru.

243 235 Eh eh, apa yang sebenarnya telah terjadi dengan anak itu, Wulan? Sebentarlah Eyang. Eyang akan segera tahu. Kakang, bawa kemari kitab itu. Ini Eyang, kitab-kitab yang dicuri Made. Oh, Kincir Metu dan oh, kitab-kitab perguruan Goa Larang. Oh iya ya jadi anak itu telah memasuki kamarku dan mengambil kitab-kitab ini. Mana anak kurang ajar itu?! Hey, Jatis! Kemarilah kau! Ah, kakang Wanayasa. Hmm, anak itu anak itu telah berbuat kegilaan padaku, Kakang. Ya, anak itu telah berbuat kesalahan pada seluruh isi padepokan ini. Pada seluruh isi padepokan? Apa maksud Kakang? Made Ludira mencoba untuk membawa keluar kitab-kitab ini. Dia telah berani memasuki kamarku dan mengambil kitab-kitab perguruan kita. Ah? Jadi jadi anak itu benar-benar pencuri busuk?! Bahkan, dia adalah pembunuh licik! Hmm, apa maksudmu, Wulan? Untuk berhasil masuk ke kamar Eyang, dia memancing semua isi padepokan ini, termasuk Eyang untuk menjauhi dan meninggalkan kamar ini.

244 236 Ah, kau jangan menuduh sembarangan, Wulan. Anak itu memang telah melakukan kesalahan besar. Mencuri kitab perguruan kita tapi, tapi kau tidak dapat menjatuhkan tuduhan seenaknya. Belum tentu belum tentu anak itu yang melakukan pembunuhan pada tamu kita. Paman, kedatangan saya yang mendahului kakang Seta dan kakang Awuk adalah guna membongkar kebusukan anak itu. Yah, marilah Jatis dan kalian berdua ikut ke kamar ku. Kita bicarakan semua itu di dalam sana. Hmm, baik kakang. Saya akan menyusul nanti, setelah sedikit memberikan pengarahan penyelenggaraan mayat itu. Masuk, dan duduklah di sini Jatis. Kita akan segera mendengarkan cerita dari kedua anak kita ini. Kemudian resi Wanayasa mengarahkan pandangannya pada Saka Palwaguna, Eh ayolah Saka. Berceritalah. Bukankah kau juga mengetahui semua masalah ini.? Benar Eyang. Sesungguhnya saya mengetahui niat buruk dari Made Ludira itu. Akan tetapi saya tidak dapat datang dan menuduhnya begitu saja. Saya bermaksud akan menangkap basah Made Ludira. Malam itu, ketika saya baru saja sampai di desa Sumur Opat, saya melihat Made berjalan sambil memeluk bungkusan kain kecil. Setelah mendapat ijin dari kakang Seta Keling, kami berdua kemudian mengikuti Made yang mencurigakan itu Eyang.

245 237 Kemudian Saka Palwaguna menceritakan semua pengalamannya ketika mengintai perbuatan Made di desa Sumur Opat dan kemudian mengintai pendeta tinggi besar yang ditemui Anting Wulan sampai pada guratan gambar kelelawar di lengan pendeta itu. Hmm, jika kau memang mengetahui rencana dari anak busuk itu, mengapa kau tidak menceritakannya pada kami. Sehingga terjadi kejadian yang fatal seperti ini? Kakang dengan demikian kedua anak ini juga turut bersalah. Paman Jatis! Anting Wulan berusaha menahan keras katakatanya. Jika kami datang dan menuduh atau bahkan menangkap anak itu, tentu kami akan dipersalahkan seisi padepokan ini. Dan kami berdua akan dianggap memfitnah. Ya! Tapi dengan caramu itu jadi berakibat seperti ini. Kau dapat melaporkan perbuatan anak itu padaku, dan aku sebagai pengasuhnya yang langsung akan mempertimbang kan hal itu. Huh, mana mungkin hal itu dapat terjadi, paman Jatis?! Saya tak dapat jika tanpa bukti. Peristiwa tadi saja sudah dapat dijadikan contoh! Made yang sudah jelas-jelas tertangkap basah oleh saya, jelasjelas sudah terbukti. Saya masih tak dapat berbicara banyak. Paman menyingkirkan saya! Anting Wulan mendebat dengan sengit. Mbah Jatis sudah ingin mendebat pula, tapi dia kehabisan kata-kata dan alasan. Dia hanya bisa ber-ah-ih-uh dengan wajah berkemikkemik tegang.

246 238 Ah, sudah. Sudahlah Jatis. Sudahlah Wulan. Kita memang tidak dapat menolak apapun yang telah digariskan oleh Dewata. Pembunuhan itu agaknya memang sudah harus terjadi. Sekarang yang justru menjadi masalah adalah kehadiran tokoh yang amat benar-benar merisaukan hatiku. Eyang, siapakah mereka itu? tanya Saka. Apakah Eyang dapat mengetahui ciri-ciri orang itu dari gambar kelelawar yang berada di lengannya? Resi Wanayasa menghela nafas. Saat itu kira-kira tiga puluh tahun yang lalu Pamanmu Jatis juga belum masuk ke perguruannya. Perguruan kami yaitu Cakra Buana! desis mbah Jatis dengan nada penuh kebanggaan. Ya, Cakra Buana Resi Wanayasa terdiam sejenak, Saat itu hiduplah seorang tokoh yang amat buas dan ganas. Tak ada seorang pun yang dapat mengatasi kesaktiannya. Namanya tak seorang pun yang mengetahui, begitu juga asal usulnya. Dia hadir dengan begitu saja di tanah Jawa ini. Malang melintang dan menjatuhkan semua tokoh sakti di tanah Jawa dan Pasundan ini. Orang itu dikenal dengan nama si Jerangkong Hidup karena bentuk tubuhnya saat itu bisa dikatakan lebih mirip dengan mayat daripada manusia hidup. Tubuhnya hanyalah terdiri dari tulang yang sedikit dibungkus kulit. Lalu apa hubungannya dengan pendeta yang saya temui itu, Eyang?

247 239 Begini Wulan, jurus Andalannya yang menjatuhkan tokohtokoh sakti, maksudku di dunia kependekaran tanah Jawa dan Pasundan ini, adalah jurus Kelelawar Sakti. Iblis buas itu dapat bertempur seakan-akan tidak menginjak dan menyentuh tanah. Dia menyerang musuh-musuhnya bagaikan kelelawar sakti dari angkasa. Ah, Eyang apakah eyang menduga bahwa pendeta yang kami jumpai adalah salah satu ahli warisnya? Oh... aku aku tidak mengharapkan begitu. Semoga saja iblis itu menghilang tanpa mewarisi ilmu dan kebuasannya. Tapi kemana iblis Jerangkong Hidup itu sekarang, Eyang? Iblis itu berhasil dikalahkan oleh resi Sanatadarma, dan diajak bersama-sama mengasingkan diri. Sejak itulah Jerangkong Hidup yang amat menggemparkan itu tidak terdengar lagi namanya Eeh, apakah saat itu Eyang tidak dapat mengalahkan nya? Haah, saat itu guruku pun yang sudah menguasai Kincir Metu sampai ke tingkat sembilan belum dapat mengalahkannya. Bahkan jika resi Sanatadarma tidak menolongnya, guruku pasti akan mati di tangan iblis itu. Oleh karena itu aku mendirikan padepokan ini bersama-sama dengan Jatis pamanmu dengan maksud untuk dapat berkonsentrasi menguasai Kincir Metu hingga ke tingkatan terakhir, yaitu tingkat ke sepuluh. Aku yakin jika kita berhasil mempelajari Kincir Metu hingga ke tingkatan ke sepuluh, padepokan kita akan semakin disegani. Dan kita pun dapat membantu mengamankan tanah Pasundan ini dari rongrongan iblis dari manapun.

248 240 Eyang, saya dengar dari paman Jatis, eyang sudah berhasil menguasai tingkat ke sembilan dari Kincir Metu? Ya ya, itu memang benar. Aku yang bodoh ini baru berhasil membuka tabir rahasia jurus perguruanku sampai tingkat yang ke sembilan. Ooh, bagus sekali Eyang. Dengan jurus yang sekarang pun, Goa Larang sudah disegani di dunia kependekaran Jawa dan Pasundan. Apalagi Eyang telah meningkat hingga ke tingkat ke sembilan. Yah, untuk itulah aku ingin agar kau segera memiliki yang kumiliki ini. Umurku sudah lanjut, mungkin tidak lama lagi aku akan meninggalkan dunia ini. Aah, eyang belumlah terlalu tua. Bukankah eyang pernah cerita, umur dari guru eyang, Mamang Kuraya lebih dari seratus tahun? Dibanding dengan guru eyang Mamang Kuraya, eyang masih jauh lebih muda. Hmm, hahaha iya... iya... itu memang benar, Wulan. Guruku Mamang Kuraya adalah seorang yang sangat arif dan bijaksana. Oleh karena itu dewata memberkahi umur panjang padanya. Hmm, tetapi... Ah, sudahlah Anting. Aku harus kembali menjenguk jenasah tamuku. Dan mempersiapkan penyelenggaraan upacara nanti siang. Kau belum lagi beristirahat sejak kedatanganmu tadi pagi. Sudahlah, beristirahatlah dahulu.

249 241 Demikianlah akhirnya, setelah merasa tugasnya selesai kedua remaja itu berpisah masing-masing masuk ke biliknya. Sedangkan Mbah Jatis yang merasa terpukul dengan perbuatan muridnya Made Ludira menjadi berang dan menemui Made di ruang khusus yang dijaga oleh beberapa orang saudaranya. Anak bejat! Merangkaklah kau ke dekatku sini. Ayo! Ayo merangkak! Hmm kurang ajar, anak tidak tahu diri, rasakan ini. Rasakan ini. Ayo coba kau jelaskan, siapa pendeta kawanmu itu?! Pendeta? Eeh,... Pendeta siapa yang guru maksudkan? Aah, pasti kau berlagak bodoh lagi. Cepat katakan, siapa pendeta yang kau temui di desa Sumur Opat? Yang akan mengupahmu dengan butir-batir batu berharga itu? Oh tidak, dari mana guru mengetahui semua itu? Kedua anak itu melihatmu sedang mengadakan pertemuan dengan pendeta itu. Ayo! Katakan siapa orang itu? Saya,... saya... saya tidak tahu banyak tentang orang itu, Guru.Saya bertemu dengannya ketika saya sedang... Ah sedang main gila dengan wanita? Sedang berjudi di pinggiran desa Sungai Opat?! Be...benar guru. Am...ampunkan saya. Perbuatanmu melakukan perjudian dan main gila dengan wanita masih ada hukuman dan masa pertobatannya. Akan tetapi untuk pencurian dan pembunuhan tak ada peraturan dalam perguruan kita, karena selama ini Eyang Resi tidak pernah membayangkan akan

250 242 mempunyai murid dan anggota yang dapat melakukan perbuatan murtad dan biadab, seperti yang kau lakukan itu. Untuk itu aku serahkan masalahmu ini pada kakang Wanayasa. Ampunkan saya, Guru. Ampunkan. Saat itu saya serasa tidak mempunyai pilihan lain, Guru. Ampunkan saya Guru, ampunkan. Hmm, dimana orang itu sekarang berada? Pendeta yang menyuruhmu melakukan perbuatan biadab itu? Dia, dia berada disekitar sungai kering, Guru. Tidak jauh dari pinggiran desa Sumur Opat. Hmm, akan kuberi pelajaran pendeta biadab itu, dan kubawa menghadap kakang Wanayasa. Hati-hati Guru, pendeta itu mempunyai kesaktian yang tinggi. Pukulan-pukulan yang kulancarkan dapat diterimanya dengan dada terbuka. Tentu saja, jika itu pukulan dari kau yang bodoh! ketus Mbah Jatis karena merasa direndahkan oleh muridnya sendiri, lalu sesumbarnya Akan kulihat apakah dia dan juga gurunya akan mampu menahan amukanku, Jatis Sarumpa dari Goa Larang! Sekelompok pendeta atas undangan dari resi Wanayasa berkumpul mengadakan upacara memohon datangnya hujan guna mengatasi kemarau yang berkepanjangan. Mereka berkumpul mengitari sembilan mata air dewa yang menjadi tempat suci mereka. Setelah selesai dengan kidung-kidung pujian, kemudian mereka satu persatu menciduk air yang mulai berkurang kederasaanya dari sembilan mata

251 243 air dewa. Dan kemudian mereka berkeliling sambil memercikkan air itu ke udara dan ketanah-tanah kering di sekitar mereka. Adik Wulan,... Hmm? Kenapa kakang Seta dan adik Awuk belum juga tiba dengan rombongannya? Apakah mungkin telah terjadi sesuatu dengannya? Aku kira, sebentar lagi juga mereka datang Kakang. Kita tunggu saja. Anting Wulan menjawab den Hmm, iya. Kita tunggu saja. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu apapun dengan rombongan itu. Hey, lihat itu. Ada seorang penunggang kuda yang menuju ke padepokan kita. Ayo kakang, kita tunggu di pintu pagar padepokan. Maaf sahabat, siapakah Anda? Dan apakah tujuan Anda mengunjungi padepokan kami? Penunggang kuda tersebut sesaat terhenyak, akan tetapi ketika dia menyadari di mana dia berada, segera saja dia melompat turun dari kudanya. Kenapa padepokan ini kelihatan tidak seperti biasa? Sepi sekali. Aku tidak banyak melihat murid dan penghuni padepokan ini hilir mudik. Kami sedang mengadakan upacara sembahyang di belakang padepokan kami. Ada yang bisa kami bantu, kawan?

252 244 Hmm, jika upacara itu sudah selesai aku ingin bertemu dengan sang Resi. Aku datang membawa pesan dari sang mahaprabu Sanna dari Galuh... Kalau begitu, mari... silakan masuk dan menunggu sebentar di dalam. Hmm, baiklah... sahut orang itu, lalu segera naik ke kudanya dan menghelanya masuk ke padepokan. Kuda berjalan lamban. Sementara itu setelah selesai dengan upacara yang memohon datangnya hujan, Resi Wanayasa segera memimpin penyelenggaraan penguburan salah seorang pendeta tamunya. Kematian rekanku ini adalah akibat dari kekhilafan dan kekurang mampuan kami untuk mendidik murid. Maka dengan ini, aku Wanayasa menyatakan diri bertanggung jawab atas tewasnya rekanku ini. Dan kelak aku akan datang mengunjungi biaranya bersama dengan muridku sebagai pelaku pembunuhan ini. Tidak lama setelah penyelenggaraan penguburan oleh sang Resi para undangan diminta untuk beristirahat. Dan kemudian resi Wanayasa memanggil kedua muridnya, Saka dan Anting. Ada apa Eyang? Eyang memanggil saya?

253 245 Aku tidak melihat Jatis sejak upacara ini dimulai. Tahukah kau dimana Pamanmu berada? Tidak Eyang. Saya tidak melihat paman Jatis. Demikian pula Wulan, juga tidak melihatnya. Hmm, iya ya. Aneh sekali. Kemana adik Jatis? Hmm, jika demikian kau bisa memerintah para murid dari padepokan agar semuanya waspada. Perketat penjagaan. Aku khawatir jika kita kedatangan tamu yang tidak diundang yang akan menyusahkan kita. Ah, ya... Eyang. Hari ini kita kedatangan seorang tamu khusus dari Galuh. Dari Galuh? Iya. Siapakah dia? Utusan dari kerajaan Galuh. Dari mahaprabu Sanna. Oh iya, dari Sanna, kemenakanku. Hmm lalu dimana dia sekarang? Suruh segera menghadapku. Dan kau Saka, laksanakan perintahku tadi. Perketat penjagaan di sekitar padepokan. Baik Eyang. berbarengan Anting Wulan dan Saka Palwaguna menjawab perintah guru mereka itu. Hamba menghaturkan sembah sujud pada Eyang Resi. Bangkitlah Kisanak. Aku dengar dari kedua muridku, kau adalah utusan dari Galuh. Dari anakku Sanna? Benar Tuanku. Hamba adalah utusan sang Prabu untuk menyampaikan pesannya.

254 246 Ya ya ya, apa pesan darinya? Sang Prabu memohon, agar sang Resi sudi mendidik dan merawat raden Karmapala. Putra dari sang Prabu. Maksudnya? Sang Prabu hendak mengirimkan raden Karmapala untuk belajar ilmu lahir dan batin di padepokan Eyang Resi. Ah... Karmapala... Karmapala... siapakah dia itu? Adik dari pangeran mahkota Sanjaya kah dia? Raden Karmapala adalah putra dari sang Prabu dari seorang selirnya. Oh ya, baiklah. Katakan pada rajamu, aku menerima Karmapala dengan senang hati di padepokan ini. Karmapala adalah juga cucuku. Lalu kapan anak itu akan datang ke mari? Sesegera mungkin, Tuanku. Dalam minggu-minggu ini raden Karmapala akan berada di padepokan ini. Hmm ya ya ya. Aku akan menunggu anak itu. Nah kau dapat beristirahat beberapa hari di sini Kisanak. Baru kau berangkat kembali ke Galuh. Terima kasih Eyang Resi, akan tetapi saya harus segera kembali ke Galuh. Hmm, baiklah jika demikian sampaikanlah salamku pada Tuanmu. Saya akan sampaikan pesan Eyang. Saya permisi...

255 247 Pagi harinya, setelah ditinggalkan oleh Saka Palwaguna dan Anting Wulan rombongan raden Seta Keling dan kawan-kawannya beristirahat beberapa saat untuk segera melanjutkan perjalanananya. Dan ketika matahari telah memancarkan panas paginya, raden Seta Keling pun mengisyaratkan rombongannya untuk meninggalkan desa Sumur Opat. Akan tetapi ketika rombongan itu tiba di daerah bukit Hutan Kayu, di sebuah jalan yang cukup sempit untuk dilalui oleh beberapa kuda sekaligus, tiba-tiba... Berhenti! Siapakah Kisanak yang mengganggu perjalanan kami? Keluarlah jangan bersembunyi seperti babi pengecut! Kakang, kita lihat ke depan sana. Kita cari orang itu. Jangan adik Awuk. Biarkan saja mereka yang datang ke mari. Jangan tinggalkan rombongan ini. Aku khawatir mereka kembali yang datang. Setan! Babi pengecut! Hahaha, kau benar anak muda. Pohon-pohon besar ini berhasil menutupi kelemahanmu. Kau tidak berhasil menemukan kami. Kau salahkan pohon-pohon ini. Hahahaha! Setan! Jika kau memang ingin mencari perkara dengan kami, keluarlah! Keluarlah! Rasakan pisau-pisau kecilku ini!

256 248 Dampu Awuk yang menjadi penasaran dengan orang yang mencari perkara dengannya segera melemparkan pisaunya ke arah dimana suara itu berasal. Dan demikian pula dengan Sariti yang segera meraih dan melemparkan beberapa batu kecil ke beberapa tempat yang dicurigainya. Hahaha, sia-sia saja seranganmu anak muda. Pengemis cantik, seranganmu bisa aku hargai arahnya. Hahaha. Ayo Rakosa, kita temui mereka. Inilah aku anak muda. Akulah yang mengganggu perjalanan kalian. Heh, siapakah kalian berdua. Dan apakah maksud kalian mengganggu perjalanan kami. Kau benar Rakosa. Agaknya mereka adalah murid-murid dari Goa Larang. Saya semakin pasti ketika melihat arah perjalanannya. Ah, kakang. Agaknya salah satu dari mereka adalah pendeta maling itu. Tuan pendeta, menyingkirlah dari hadapan kami! Dan biarkanlah kami melanjutkan perjalanan kami. Guru, serahkanlah mereka semua pada saya. Saya akan mencoba mengurus anak-anak sombong dari Goa Larang ini. Hmm, silahkan Rakosa. Tapi hati-hatilah, mereka kelihatannya cukup tangguh. Jangan khawatir Guru, aku akan coba menjinakkannya.

257 249 Heh, anak-anak muda. Dengarlah! Aku sengaja menghadang di sini ketika melihat dan mencurigai kalian ketika tadi pagi di Sumur Opat. Hemm, apa maksudmu? Aku mencurigaimu adalah murid dari Goa Larang. Ya, memang aku dan saudaraku ini adalah murid dari padepokan Goa Larang. Lalu apa maksudmu menghadang kami di sini? Hahaha, orang yang bernama Rakosa itu tertawa mengejek. Aku akan mencoba dan membuktikan sendiri kehebatan dari Kincir Metu. Dan sekaligus saat ini aku akan menyatakan pada dunia kependekaran Pasundan dan Jawa, bahwa Kincir Metu bukanlah termasuk dalam jajaran ilmu kelas satu. Justru saat ini aku akan membuktikannya sendiri, bahwa Kincir Metu bukanlah apa-apa bagiku. Hah, jika demikian apa maksudmu menghendaki kitab Kincir Metu? sengat Sariti segera. Orang bernama Rakosa itu terhenyak. Begitu pula orang yang disebutnya sebagai guru. Hee? Hei bagaimana bocah itu bisa mengetahui itu, Rakosa? Sa... saya juga tidak mengerti Guru. Dampu Awuk tergelak, katanya : Lihat Kakang, Nyai. Kedua pencuri itu kini saling ribut sendiri.

258 250 Hmm, bocah-bocah gila. Agaknya kalian telah mendapatkan bisikan dari setan tentang maksud kedatanganku ke mari. Hm, baiklah! Kuakui kedatanganku ke mari memang untuk mengambil kitab itu dari padepokanmu. Dampu Awuk makin keras tawanya, Pendeta edan! Kau kira untuk mengambil kitab dari padepokan kami semudah mengambil jagung di kebun petani? Rakosapala, beri hajaran mereka! Baik, guru. Pendeta tinggi besar yang dipanggil dengan nama Rakosapala menggeram hebat. Beberapa saat kemudian jubah panjang yang dikenakannya menggelembung besar berisikan kekuatan yang amat dahsyat. Dan kemudian dengan hentakan tongkat besar yang dipegangnya, tubuhnya melayang naik ke angkasa. Serahkan pendeta busuk itu kepadaku, Kakang. Hati-hati adik Awuk, layani dia dengan Kincir Ngapung 13. Ya, jangan khawatir Kakang. Agaknya benar, gambar yang di lengannya merupakan ciri dari perguruannya. Lihatlah Kakang, gerak dari pendeta itu. Seranganserangan yang dilancarkannya dari udara mirip dengan gerak kelelawar. Hm, ya kau benar, Nyai 13 Kincir Terbang

259 251 Pertempuran antara Dampu Awuk dan Rakosapala berlangsung dengan hebatnya. Serangan demi serangan saling mereka lancarkan. Sengatan-sengatan ganas dari jurus Kelelawar Sakti dari pendeta Rakosapala dengan kelincahan jurus Kincir Ngapung berhasil dipunahkan. Dan demikian pula, Kincir Ngapung pun hingga saat ini belum dapat mendesak Kelelawar Sakti. Hm, anak bodooh. Heh ayo, majulah kalian bersama-sama. Hadapi aku Girindasana! Kakang, biarlah aku membantumu menghadapi pendeta itu. Baiklah Nyai, akan tetapi berhati-hatilah. Agaknya orang itu sangat hebat kepandaiannya. Aku akan berhati-hati, Kakang. Sariti segera berkelebat menghadang Girindasana. Kenapa berhenti tuan pendeta? Apakah kau mengaku kalah dan bersedia untuk menyingkir? Hahaha aku Girindasana mengaku kalah pada kalian? Huh, benar-benar keterlaluan. Hei pengemis kecil, katakan apa hubunganmu dengan si tua gila Parang Pungkur? Aku adalah muridnya, murid dari perguruan pengemis Tongkat Merah. Hmm, jika begitu menyingkirlah kau. Aku tidak ada urusan dengan kau.

260 252 Aku berada di tengah-tengah rombongan ini justru karena perintah guruku. Bagaimana mungkin aku menyingkir?? Hm, anak gila! jika memang kau tidak mau menyingkir, jangan salahkan aku jika kau tidak dapat mengemis lagi. Kaulah yang sebaiknya menyingkir tuan pendeta! Lima tahun yang lalu boleh aku merasa takut dengan nama besar perkumpulan Tongkat Merahmu dan Goa Larang, tapi saat ini? Sekalipun kalian memusuhiku, aku tidak gentar sekalipun. Ayo, bersiaplah kalian! Aku akan membuat kalian pulang dengan anggota tubuh yang tidak lagi lengkap! Hey, anak muda. Jika dalam beberapa jurus lagi aku tak dapat mengalahkanmu, aku akan segera mengasingkan diri dari dunia kependekaran ini. Demikianlah, pertempuran pun kini menjadi dua arena. Dampu Awuk beserta Rakosapala. Raden Seta Keling bersama dengan pengemis wanita murid Ki Parang Pungkur melawan pendeta Girindasana. Angin pukulan yang berbahaya dan juga menerbangkan batu-batu itu, membuat Rara Angken dan juga Raden Purbaya dan Cempaka menyingkir jauhi arena. Hmm, aku masih memberikan kesempatan lagi padamu pengemis cantik. Tinggalkanlah arena ini. Aku lebih baik mati daripada harus meninggalkan arena ini.

261 253 Pendeta Girindasana yang melihat kekerasan dari pengemis murid dari Parang Pungkur, akhirnya tidak sabaran lagi. Dan kini dia melancarkan serangan-serangan ganasnya dari udara yang membuat kedua anak muda itu menjadi kelabakan. Sementara itu Rakosapala yang juga belum berhasil menundukkan Dampu Awuk, kini melengkapi serangan-serangannya dengan paserpaser kecil yang disembunyikan di balik jubahnya. Serangan-serangan dari Rakosapala yang kian menjadi tidak sabaran dengan pertempurannya yang kian berlarut-larut menjadi membabi buta. Hingga akhirnya Dampu Awuk yang melihat serangan-serangan paser yang berhasil dielakkannya mengenai Rara Angken, menjadi semakin kalap dan membalas serangan-serangan dari Rakosapala dan tanpa memperhitungkan lagi pertahanan dan keselamatan dirinya. Untuk itulah serangan-serangannya menjadi semakin berbahaya dan mendesak Rakosapala. Sementara itu ditempat lain, raden Seta Keling dan murid dari Ki Parang Pungkur terdesak hebat oleh serangan dari pendeta Girindasana. Ibunda Ibunda sadarlah Ibunda Agaknya ibumu pingsan akibat serangan dari racun pada paser itu, Raden. Bibi Cempaka, apa yang harus aku lakukan?

262 254 Maaf Raden, Bibi pun tidak tahu apa yang sebaiknya kita lakukan. Apa sebaiknya kucabut saja paser ini, Bi? Bibi Bibi tak tahu, Raden. Biar, akan kucabut saja paser ini. Lihatlah, lihatlah Bi. Di sekitar lengan ibunda yang terkena paser itu terlihat hangus menghitam. Paser ini berbahaya, Bi. Buanglah Raden, jika begitu Baiklah. Bunda Bunda, sadarlah Bunda. Ooh, tubuh ibumu panas sekali, Raden. Hm, akan kucoba mengeluarkan racun itu dengan mengurut di sekitar lukanya yang menghitam. Lakukan terus, terus Bi. Lihatlah darah yang menghitam itu keluar. Tentulah itu darah yang mengandung racun. Terus bibi Cempaka! Cempaka, gadis remaja yang menjadi dayang pengasuh raden Purbaya dengan memaksakan dirinya yang lemah dan takut akan darah mencoba untuk terus memijat-mijat di sekitar luka Rara Angken untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh majikannya. Sementara itu di arena yang lain, raden Seta Keling beserta gadis pengemis murid dari Aki Parang Pungkur terdesak hebat dan berada dalam keadaan yang amat berbahaya. Hahaha, kini saatnyalah kalian kujatuhkan. Jangan khawatir aku tidak akan membunuh kalian. Aku hanya ingin memberi pelajaran

263 255 pada Goa Larang bahwa Kincir Metu bagiku sama sekali tidak ada artinya. Hooi, pendeta edan! Jangan layani mereka! Layanilah aku! Hmm, agaknya kalian adalah pendeta-pendeta pencuri itu Siapakah kau orang gila?! Mengapa kau mencampuri urusanku?! Hahaha, tentu saja aku harus mencampuri urusan ini. Bukankah kau berniat untuk memberi pelajaran pada Goa Larang? Seta Ya?! Coba kau lihat wanita yang terluka itu, biarkan pendeta ini jadi urusanku. Ya, paman! Hmm, agaknya kau adalah Jatis Purut, adik seperguruan dari si tua Wanayasa. Hm, agaknya aku juga cukup mempunyai nama hingga dikenal oleh pendeta-pendeta yang jauh dari Pasundan. Bagus Jatis, kebetulan sekali kau datang ke mari. Marilah kita lihat apakah Kincir Metu-mu sanggup menahan ilmuku ini. Bagus, aku pun ingin mencoba kehebatan Kelelawar Sakti dari Jerangkong Hidup. He?! Agaknya kau sudah mengenal ilmuku ini, Jatis?

264 256 Mbah Jatis adik seperguruan dari resi Wanayasa, bukanlah seorang resi yang saleh sebagaimana kakaknya resi Wanayasa. Jatis Purut saudara dari pimpinan padepokan Goa Larang itu adalah seorang ahli ilmu tangan kosong yang hebat dan telah menguasai Kincir Metu sampai ke tingkat ke delapan. Satu tingkat diatas raden Seta Keling. Jatis Purut yang juga merupakan maha guru dari padepokan Goa Larang akhirnya mengeterapkan aji Kincir Metu tingkat ke delapan berhasil menekan pendeta Girindasana. Heh, tinggalkan lawanmu itu Rakosa! pendeta Girindasana berseru lalu segera melesat meninggalkan mbah Jatis begitu tampak olehnya kesempatan untuk keluar dari arena. Mendengar seruan gurunya itu, Rakosapala pun segera mencoba keluar dari pertarungannya dengan Dampu Awuk, akan tetapi tidak semudah gurunya. Dampu Awuk masih melancarkan beberapa serangan yang dengan sigap dielakkannya. Adik Awuk, biarkan orang itu pergi! seru Seta Keling Pendeta palsu! Pendeta bejat! Ayoo, jangan lari! Kita selesaikan pertempuran kita ini! maki Dampu Awuk. Sudahlah adik Awuk. Biarkan orang itu. Kemarilah Hmm, inikah gusti permaisuri dari gusti prabu Aji Konda? Eh, benar paman. Apakah adik Saka dan adik Wulan sudah menceritakan semua pengalaman kami? Iya, semuanya. Eh, bagaimana keadaannya? jawabnya. Ketika melihat ada perempuan asing disitu dia pun bertanya, Hm, siapakah gadis ini Seta?

265 257 Saya adalah Sariti, paman. Murid kakek Pungkur dari perguruan pengemis Ooh, bagaimana keadaaannya Sariti? Kulihat tadi agaknya kau yang menolong wanita ini. Saya hanya berhasil mengeluarkan racun yang berada di sekitar lukanya, paman. Sedangkan yang sudah jauh mendekati jantung dan otaknya belum dapat saya bersihkan. Akan tetapi agaknya untuk sementara keadaannya tidak akan bertambah parah. Saya sudah memberikan obat yang menghentikan daya racun itu untuk beberapa saat. Hm, ya. Kalau demikian, ayolah kalian segera berangkat. Bawa wanita itu ke padepokan. Mudah-mudahan kakang resi dapat menolongnya. Ayo, kita berangkat Raden, Cempaka Biarkan ibumu dibawa oleh eeh, bibi Sariti. Maaf Nyai ucap Sariti, lalu dengan gerakan yang sigap segera mengangkat tubuh Rara Angken dan menaikkannya ke atas kuda. Ayo kita berangkat. Sesampainya di Goa Larang, mbah Jatis segera menyerahkan Rara Angken yang sudah tak sadarkan diri pada resi Wanayasa. Melihat keadaan dari Rara Angken yang mengkhawatirkan, sang resi segera saja berusaha mengeluarkan racun yang telah jauh bersarang di tubuh korbannya. Akan tetapi beberapa saat kemudian

266 258 Racunnya telah jauh masuk ke dalam bagian-bagian yang berbahaya. Amat sulit sekali untuk menolongnya. Sulit sekali Eh, apakah tak orang lagi yang dapat menyelamatkan ibundaku, Kakek? Aah, mungkin tidak ada raden Ada! Ada Kek. Sahabat guru saya, Tabib Dewa pasti akan dapat menyembuhkannya. Ah? Oh iya iya iya. Kau benar. Kaukah murid dari sahabatku Parang Pungkur? Benar Kek. Saya Sariti, muridnya. Oh ya ya ya. Kau benar. Ki Poho Sagala si Tabib Dewa itu dapat menyembuhkan wanita ini. Aah, tapi bagaimana mungkin kita dapat menemukan tempatnya di pesisir selatan? Yah, jauh sekali di pesisir selatan. Untuk bisa ke sana bisa memakan waktu setengah purnama. Hmm, akan tetapi janganlah kau putus asa. Aku akan menolong ibundamu sedapat mungkin. Begini saja, kau tinggalkan ibumu disini. Biar aku yang merawatnya. Kau dapat beristirahat dengan tenang di sini. Ayolah Cempaka, ajak Purbaya beristirahat di luar. berkata Seta Keling. Nanti aku akan carikan tempat untuk kalian beristirahat. Ah, tapi gusti hamba itu Biarkanlah disini saja. Eyang resi akan berusaha merawat dan menolongnya.

267 259 Baiklah, Tuan. Mari Raden, kita keluar. Cempaka menggamit tangan raden Purbaya dan keluar dari bilik itu. Mereka berdua berjalan-jalan lambat memutari pondok. Tempat ini menarik sekali sebenarnya Raden. Lihatlah, halaman yang luas di samping kamar ini. Lihatlah itu, undak-undakan rumput yang indah, agaknya tidak kalah indah dengan taman di istana Karang Sedana. Dan coba Raden, lihat di sebelah sana itu, air terjun jatuh ke atas undak-undakan itu. Pecah berderai di setiap undakan batu. Ah, bukankah indah sekali, Raden? Ya, tempat ini memang indah Bibi Cempaka. Tapi, kita ke sana saja. Aku ingin melihat orang-orang yang sedang berkumpul itu. Hm, kelihatannya orang-orang di sana itu sedang berlatih olah kanuragan, Raden. Marilah Bibi, kita melihat mereka. Bibi, aku ingin sekali mempelajari ilmu kepandaian seperti itu. Aku ingin pandai seperti paman Seta, agar kelak aku dapat membalaskan sakit hati ibundaku yang telah dihina oleh orang-orang jahat! Benar, Raden harus menjadi seorang yang tangguh seperti mereka, agar kelak dapat merebut kembali Karang Sedana dari tangan orang-orang jahat itu. Aku berjanji, jika aku mendapatkan kesempatan untuk mempelajari ilmu kepandaian seperti mereka, aku akan belajar sepenuh hati, Bi

268 260 Baiklah, Raden. Bibi akan menyampaikan maksud Raden ini pada ibunda, jika ibunda telah sembuh. Bibi, darahku serasa bergolak. Dadaku berdebar kencang. Keinginan itu semakin aku memperhatikan mereka berlatih, semakin kuat. Raden harus bersabar dan menunggu ibunda sembuh. Tidak Bibi, aku akan menunggu kesembuhan ibunda sambil mempelajari kepandaian berkelahi itu. Aku akan menemui paman Seta, meminta agar aku diperkenankan belajar di sini. Hmm, baiklah Raden. Mari bibi antar menemui paman Seta Keling. Mereka berdua kembali berjalan. Cempaka bertanya pada seorang murid padepokan tentang keberadaan raden Seta Keling saat itu. Dari murid padepokan itu, mereka menuju ke sebuah pondokan yang ditunjukkan pada mereka. Cempaka mengetuk pintu bilik raden Seta Keling. Siapa? Saya Tuan, Cempaka. Pintu bilik terbuka. Oh, kau Cempaka dan kau Raden. Ada sesuatu yang dapat saya bantu? Ah, Tuan majikan saya Raden Purbaya berniat ingin mempelajari ilmu olah kanuragan. Oh ya? Saya berharap agar Tuan dapat menolongnya.

269 261 Bagus! Bagus sekali Raden. Tapi apakah itu tidak tergesagesa? Raden pasti akan mempelajari ilmu tersebut, tapi tentu tidak saat ini. Raden masih akan menunggu dan melihat perkembangan dari kesehatan ibunda Raden. Bukankah Raden akan tinggal di sini untuk waktu yang lama? Paman Seta benar. Tapi entahlah Paman. Saya tidak dapat menahan lagi gejolak dalam dada saya yang menuntut untuk mempelajari ilmu itu. Aku hargai semangatmu, Raden. Akan tetapi olah kanuragan sesuai dengan namanya adalah ilmu yang berkaitan erat dengan olah atau gerak dari semua bagian tubuh kita yang sebenarnyalah terbatas kekuatannya. Nah, untuk dapat menguasai ilmu itu dengan baik, kita harus mempelajari ilmu itu dengan baik secara berurut dari dasar dengan amat teratur. Raden tidak bisa mempelajari itu dengan tergesa dan dipengaruhi kekalutan emosi dan dendam. Ah, iya paman Seta saya akan mencoba untuk melakukan semua yang Paman katakan. Tapi apakah saya dapat segera memulainya? Segera mempelajarinya sementara saya menunggu kesembuhan dari ibunda Eh, tapi apakah Raden tidak meminta ijin dari ibunda Raden dulu? Sudah Paman. Ibunda sudah memberikan saya ijin untuk mempelajari ilmu kepandaian berkelahi itu. Ibunda saya menghendaki saya dapat menjadi pemuda yang tangguh seperti paman Seta.

270 262 Baiklah jika demikian aku akan menyampaikan semua keinginanmu itu pada Eyang Resi. Kau beristirahatlah, nanti aku akan memberikan kabar padamu. Terima kasih paman Seta. Mari bibi Cempaka, kita kembali ke kamar untuk beristirahat. Aku melihat sinar mata yang penuh dendam dalam diri bocah itu. Agaknya penghinaan yang diterimanya dalam beberapa hari ini benar-benar telah menggoncangkan jiwanya. Yah, aku akan menyampaikan permintaan anak itu pada eyang Resi. Permohonan dari raden Purbaya diterima oleh resi Wanayasa. Dan untuk persiapan dasar dari anak itu sebagaimana halnya murid baru diberikan pada Ki Luminta, pelatih olah kanuragan padepokan yang merupakan pembantu Mbah Jatis. Untuk menyampaikan kabar itu maka Raden Seta Keling mengunjungi raden Purbaya di sebuah bilik pondokan yang telah disiapkan untuknya tinggal. Cempaka menemaninya. Hai Bibi, besok aku sudah bisa mempelajari ilmu kepandaian itu! Terima kasih paman Seta. Saya berjanji akan mentaati petuah dan peraturan yang ada di padepokan ini. Bagus, aku pun berharap kau akan menjadi murid utama dari padepokan ini. Belajarlah yang baik dan lupakan dendam dalam dadamu untuk dapat berhasil menguasai olah kanuragan itu dengan baik.

271 263 Saya akan mentaati semua kata-kata Paman. Nah, ingatlah besok sebelum matahari terbit kau harus sudah siap untuk berlatih. Paman Luminta yang akan memberikan dasardasar ilmu dari padepokan ini, akan menjemputmu di sini. Mengerti? Mengerti Paman. Saya akan bersiap pagi-pagi sekali sebelum paman Luminta tiba. Bagus! Nah, teruskanlah istirahatmu. Sebentar lagi kau akan diberitahukan untuk makan bersama-sama di ruang makan, di ruang besar itu. Baik Paman. Raden Purbaya melonjak kegirangan dan menari-nari setelah raden Seta Keling meninggalkan kamarnya. Berita yang dibawa raden Seta Keling baginya seakan-akan menobatkannya menjadi seorang pendekar yang tangguh. *** Demikianlah, keesokan harinya ketika fajar belum lagi menyingsing Raden Purbaya telah siap dengan semangat tinggi untuk mempelajari jurus-jurus ilmu kesaktian yang kelak akan dipergunakannya untuk membalaskan dendam ibundanya. Jika Raden ingin berlajar bersama kakak-kakak angkatan pertama di sini, raden harus giat untuk mengejar mereka. Mengejar

272 264 ketinggalan Raden. Mereka sudah mulai sejak dua bulan yang lalu, Raden. Yah, saya mengerti paman Luminta. Saya akan mencoba untuk berlatih sungguh-sungguh. Bagus. Nah sekarang marilah kita mencoba melatih daya tahan tubuh. Ayo kita berlari mengitari padepokan ini, Raden. Dengan semangat tinggi yang bergejolak di dalam dada, raden Purbaya mengikuti Aki Luminta yang merupakan salah seorang pelatih murid angkatan pertama di padepokan Goa Larang. Sang mentari belum lagi terbit dan memancarkan sinarnya yang gemilang. Suasana di sekitar padepokan serasa sangat dingin mencekam. Akan tetapi dalam suasana yang demikian dinginnya titik-titik keringat telah memenuhi seluruh tubuh raden Purbaya dan mereka masih saja terus berlari. Ayo terus Raden! Raden harus terus berusaha hingga melampaui batas akhir kekuatan Raden agar nanti Raden mendapatkan tambahan kekuatan baru. Ayo Raden! seru Ki Luminta sambil tersenyum memberikan semangat. Baik, baik baik Paman. Cukup Raden. Kita beristirahat. Eit eit, jangan Raden. Jangan langsung duduk. Bergeraklah. Santai saja. Yaa beberapa saat dulu, begitu naah baru Raden dapat duduk.

273 265 Iya iya Paman. jawab raden Purbaya dengan terengahengah. Nah, kita dapat beristirahat beberapa saat. Lihatlah, agaknya hari telah cukup terang. Sebentar lagi kita akan melanjutkan latihan kita dengan berlari-lari kembali Raden. Akan tetapi tidak di tanah datar seperti tadi, tapi di tengah sungai kering itu. Paman, kenapa Paman tidak mengajarkan saya ilmu kepandaian seperti yang dilakukan semua murid padepokan ini? Kenapa paman hanya mengajarkan saya berlari-lari, seperti permainan anak-anak saja. Raden, yang saya ajarkan sekarang ini adalah merupakan dasar dari setiap ilmu olah kanuragan. Olah kanuragan sesuai dengan namanya adalah ilmu yang berdasarkan pada gerak tubuh. Walaupun nanti akan berkembang hingga ke olah batin. Akan tetapi Raden, semuanya harus memiliki dasar. Yaitu tubuh yang telah terbina. Jadi jika Raden ingin menguasai ilmu olah kanuragan, yang sekarang saya ajarkan adalah dasar yang sangat penting, Raden. Apa Raden sudah mengerti? Ah, iya Paman. Nah, lihatlah. Lihatlah itu ada sungai kering. Kita sekarang akan mencoba berlari di tengah sungai itu. Tapi Paman, sungai itu dipenuhi oleh batu-batu besar maupun kecil. Bagaimana saya bisa berlari di tengah sana?

274 266 Hmm, lakukanlah nanti sedapat Raden. Memang yang kali ini kita lakukan adalah sedikit berbeda dengan yang baru saja kita lakukan. Ah lalu kapan saya dapat berlatih ilmu kanuragan yang sebenarnya. Seperti yang dilakukan oleh murid-murid padepokan ini di dalam sanggar besar itu. Raden, nanti jika Raden sudah memiliki daya tahan tubuh yang cukup dan keterampilan gerak yang akan kita lakukan sekarang. Jika demikian, ayolah kita segera mencobanya Paman. Ah, bagaimana Raden? Apakah Raden sudah tidak merasa capai? Iya Paman. Saya sudah merasa segar kembali. Ayo kita lanjutkan latihan kita. Baiklah, mari Raden. Ki Luminta memulai mendahului Purbaya berlari dan meloncat-loncat di atas batu-batu besar dan kecil di sungai kering. Ayo Raden, ikutilah Paman! Baik, Paman. Awas, berhati-hatilah Raden. Jangan tergesa-gesa. Pelajarilah situasinya dahulu, Raden. Ayo Hahaha, mudah sekali paman Luminta. seru Purbaya kegirangan. Hey, awas Raden! Purbaya yang tampak sangat girang karena mampu mengimbangi lompatan-lompatan yang dilakukan guru barunya itu,

275 267 menjadi kurang berhati-hati. Dan akibatnya lompatan berikutnya dia menginjak batu yang berguncang saat dihinggapinya. Akibatnya tubuhnya limbung sesaat kemudian jatuh terjerembab. Aduh!... Aduh Aduh Bagaimana Raden? Apakah ada yang terluka? Ah Ah tidak Paman. Mari kita teruskan latihan ini. Mari Raden. Dengan semangat yang dipaksakan, raden Purbaya terus berlari mengikuti petunjuk dari Ki Luminta. Beberapa kali raden Purbaya terpeleset terjatuh, akan tetapi hal itu tidak menjadikannya putus asa. Purbaya berlatih terus dan terus berlatih. *** Pintu bilik pondokan tempat Resi Wanayasa tinggal diketuk, sang Resi yang tengah membolak-balik kitab catatan Aji Kincir Metu mendongak, lalu berseru. Ya? Masuklah. Pintu pun perlahan terbuka. Seorang perempuan muda berparas cantik tapi kusam dengan baju penuh tembelan memasuki ruangan itu. Oh kau rupanya Sariti, murid dari aki Pungkur. Ada apa kau datang ke mari, Nak? sambil tersenyum ramah sang Resi menyapanya. Saya saya hendak menyampaikan surat dari guru saya.

276 268 Surat dari gurumu? Hmm apakah kau telah bertemu dengannya di sekitar sini? Resi Wanayasa yang tidak mengetahui bahwa Sariti memang ditugaskan untuk menyampaikan surat dari gurunya menjadi kebingungan. Disangkanyalah bahwa Ki Parang Pungkur berada di sekitar Goa Larang dan memerintahkan muridnya itu untuk menyampaikan pesan. Akan tetapi, mengapa tidak dia saja sendiri yang menyampaikannya? Surat ini ada pada saya sejak kedatangan saya tiga hari yang lalu. Resi Wanayasa manggut-manggut. Kebingungannya terjawab. Tapi guru berpesan untuk memberikan surat ini pada saat yang tepat, yaitu pada saat Eyang dalam keadaan tenang dan tidak sibuk. Resi Wanayasa tersenyum, Oh begitu. Tua gila Pungkur gurumu itu memang ada-ada saja. Eh, ini suratnya Eyang. Sariti menyerahkan kain bungkusan putih yang tergulung rapi pada resi Wanayasa. Dan kemudian setelah membuka dan membaca lembaran daun lontar yang berada di dalam bungkusan kain resi Wanayasa tersenyum. Sudah berapa lama kau mengenal murid-muridku? Baru beberapa hari ini saja, Eyang Resi. Ooh Apakah kau sudah mengetahui isi surat ini?

277 269 Belum Eyang. Apakah saya boleh mengetahui dan perlu mengetahuinya? Mendengar pertanyaan Sariti itu, resi Wanayasa tergelak. Benar-benar tua gila Pungkur itu. Tidak waras dan sangat usilan. Eh, kenapa Eyang berkata seperti itu pada guru saya? tanya Sariti penasaran dan tidak senang. Sang Wanayasa masih terkekeh sambil bertanya lagi, Sekarang siapakah di antara muridku yang kau kenal baik, hm? Eh? Apa maksud eyang Resi? Eh maksudku, siapa diantara ketiga orang murid laki-lakiku itu yang kau kenal dengan baik? Ah, saya saya baru mengenal mereka Eyang. Kenapa? Hm, gurumu menghendaki agar aku dan dia dapat mengikat tali kekeluargaan, begitu Ah?! Jadi jadi jadi guru saya Heheheh, iya iya. Dia ingin agar kau dapat menikah dengan salah seorang muridku, begitu. Ah, keterlaluan. Guru benar-benar telah keterlaluan telah mempermainkan aku seperti ini. Sariti tampak geram dan gusar kali ini. Eeh, sebentar. Dengarlah dulu, Nak. Aku tidak menolak dan juga tidak menerima permintaan gurumu itu. Tapi kau sampaikanlah bahwa masalah itu aku serahkan pada kalian sendiri, ya karena ini memang adalah hak dan urusan kalian.

278 270 Saya permisi Eyang. Saya akan segera kembali. Eh, iya. Baiklah. Sampaikanlah salamku pada gurumu itu. Baik Eyang, sahut Sariti dengan suara bergetar menahan gejolak perasaannya saat itu. Malu, marah, sedih, dan kecewa tergetarkan pada suaranya saat itu. Sariti murid dari perguruan pengemis tongkat merah segera berlari menginggalkan ruang resi Wanayasa. Gadis perkasa ini merasa amat tersinggung, karena merasa telah dipermainkan oleh gurunya yang memang gemar membuat ulah. Raden Seta Keling dan saudarasaudaranya merasa terkejut ketika melihat sikap dari gadis yang memang sangat pendiam itu. Hey, tunggu Sariti. Ada apakah? Kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti ini? sapa Seta Keling. Oh, maaf. Aku akan segera kembali. Eh terima kasih kakang semua, dan juga kau Wulan. Iya, tapi kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti ini? bertanya Anting Wulan. Eh, apa yang terjadi denganmu? Ah, tidak. Tidak ada apa-apa. Hanya saja saya harus segera kembali. Pesan guru pun telah kusampaikan pada eyang Resi Permisi, dan sekali lagi, terima kasih. cepat jawaban Sariti dengan penuh keengganan dan tampak sekali ingin segera berlalu dari tempat itu. Tergesa-gesa Sariti menuju kudanya, dan kuda itu pun tak lama kemudian telah berderap meninggalkan padepokan Goa Larang.

279 271 Pastilah telah terjadi sesuatu dalam pembicaraannya dengan eyang Resi. gumam Anting Wulan. Hmm, aku akan menanyakannya, Seta Keling berkata pula. Kau ikutlah, adik Saka. Ah, biarlah. Aku saja yang menanyakannya pada eyang Resi bersama-sama dengan Kakang Seta. Kalian tunggu saja di sini. Eh, sebenarnyalah masalah ini tidak ada hubungannya denganmu. Maslaah ini adalah masalah kakang-kakangmu. Tapi masalah kakang-kakangku adalah masalahku juga. Resi Wanayasa terbatuk-batuk kecil, Iya ya ya. Sudahlah, kau boleh mengetahuinya. Resi Wanayasa mendesah. Parang Pungkur sahabatku itu menghendaki agar muridnya itu, Sariti menikah dengan salah seorang muridku. Hm, jadi Maksud eyang Guru? raden Seta Keling tibatiba bertanya dengan wajah memerah. Resi Wanayasa cukup menyadari hal itu. Yaah, aku tidak langsung menerima dan tidak juga menolaknya. Semua aku serahkan pada Sariti dan juga pada kalian murid-muridku. Lalu kenapa Sariti jadi bersikap seperti itu, eyang Guru?

280 272 Ooh, anak itu jelas-jelas merasa malu dan dia jadi merasa amat tersinggung dengan sikap gurunya yang tidak menjelaskan dan membicarakan dulu isi surat itu. Oh?! Jadi Sariti tidak mengetahui isi surat itu? Ya. Karena itulah dia amat terkejut ketika kujelaskan maksud dari gurunya. Tapi kenapa dia harus jadi bersikap seperti itu? Bukankah itu sama saja dia menghina Kakang Seta? Wulan! raden Seta Keling menegur ucapan Anting Wulan itu. Iya Kakang. Sikapnya yang langsung pergi meninggalkan padepokan kita, seakan-akan dia tidak setuju dengan isi surat itu. Dan itu sama saja dengan menghina Kakang Seta. Lalu apa hubungannya denganku? Bukankah Aki Parang Pungkur suka dan setuju dengan Kakang? Tidak, Wulan. Ki Parang Pungkur tidak menyebut nama salah seorang pun dari kakangmu. Aku tidak akan memaksa Kakangmu. Hmm, maaf Eyang saya belum memikirkan masalah itu. Saya merasa belum siap untuk membina rumah tangga. Aku tidak akan memaksamu, Seta. Tapi aku hanya mengingatkan bahwa hal itu sudah seharusnya kau pikirkan. Umurmu sudah cukup untuk itu. Oleh karena itu aku memberikan kesempatan ini padamu dahulu.

281 273 Eh, maaf Eyang. Saya kira, saya belum dapat melakukannya Hmm, yah Baiklah jika memang demikian. Aku akan menanyakan hal ini pada adikmu, Saka Palwaguna. Aih, Sariti itu cantik sekali Kakang. Apalagi yang kakang pilih dan kakang cari? Anting Wulan sebenarnya sangat terkesiap dengan ucapan gurunya tersebut. Perempuan cerdik itu pun segera mencoba mengalihkan pembicaraan dan membujuk agar Seta Keling segera mengiyakan untuk berjodoh dengan Sariti. Tidak lain, tidak bukan agar Sariti terhalangi dari Saka Palwaguna, pemuda idamannya Mendengar ucapan Anting Wulan itu, Seta Keling termenung. Anting, agaknya kau tidak menyadari betapa aku sangat mencintai mu. Akan tetapi agaknya kau kau justru lebih memperhatikan adik Saka, keluh hati raden Seta Keling. Bagaimana Kakang, kami di padepokan ini sudah ingin sekali mengadakan suatu perayaan besar. Aah, sudahlah Wulan. Aku akan memberikan waktu bagi kakangmu untuk memikirkannya. Akan tetapi ingatlah, Seta Janganlah hal tersebut sampai mengganggu konsentrasi latihan kalian, ya. Aku akan segera menurunkan Kincir Metu tingkat ke delapan padamu. Nah, dalam beberapa hari ini aku akan mencoba menyempurnakan dahulu tingkat ke sembilan yang baru aku kuasai. Nah, tinggalkanlah aku sendirian disini.

282 274 Eh, Raden masih berada di sini? Belum berangkat latihan? Bukan kah tadi pagi Raden katakan sore ini akan latihan lagi? Ah, bibi Cempaka dari mana? Dari menengok ibunda Raden. Emm, menurut Ibunda mungkin besok Ibunda Raden sudah dapat dipindahkan ke dalam kamar kita ini. Ohh, benarkah itu Bi? Tadi pagi sehabis latihan, ibu tidak bilang apa-apa pada saya. Cempaka tersenyum. Ketika Bibi tiba di kamarnya, eyang Resi baru saja selesai mengobatinya lagi. Mungkin Ibunda baru saja mendengar dari Eyang Resi. Wajah Ibunda Raden kelihatan sudah cerah Sampai disitu kata-kata Cempaka terpotong oleh suara ketukan dan panggilan dari luar. Ki Luminta memanggil Purbaya. Raden, ayolah. Nanti hari menjadi semakin sore dan kita tidak akan dapat berlatih di sungai itu, Raden. Kita harus cukup berlatih di sungai itu sebelum hari menjadi gelap. Paman Luminta, sebentar. Raden Purbaya tertidur dan saya lupa membangunkannya. Tapi kini dia sedang bersiap. Sebentar Paman Ooh, ya ya Ayolah Raden, Raden harus berlatih. Janganlah kecewakan Ibunda Raden. Bukankah Ibunda menghendaki Raden menjadi seorang pemuda yang tangguh, seperti paman Seta Keling.

283 275 Aah, baiklah. Saya akan pergi. *** Iya, iya. Cukup Raden. Beristirahatlah. Hari sudah mulai senja, Raden. Sebentar lagi kita lanjutkan berlatih mengelilingi padepokan ini. Untuk latihan melompat tak dapat kita lanjutkan, Raden. Karena Raden sudah tidak dapat melihat dengan jelas lagi batu-batuan yang ada di sungai itu. Ah, paman sampai kapankah saya harus berlatih seperti ini? Kapan saya bisa diberikan ilmu pukulan untuk menyerang lawan? Ah, nanti. Jika daya tahan tubuh Raden sudah cukup. Akan tetapi sampai kapankah itu, Paman? Nanti Raden. Jika Raden sudah dapat mengelilingi padepokan ini hingga sepuluh kali putaran tanpa henti. Dan kini Raden baru saja dapat enam kali putaran. Oh? Benarkah Paman? Jadi jika saya dapat mengelilingi padepokan ini hingga sepuluh kali putaran, paman akan mulai memberikan saya ilmu untuk menyerang lawan? Seperti yang dilatih oleh kakak-kakak seperguruan saya? Iya. Iya Raden. Paman akan memberikannya, asalkan Raden mampu mengelilingi padepokan ini hingga sepuluh kali putaran. Saya akan mencobanya saat ini, Paman!

284 276 Raden Purbaya tidak merasa puas hanya diberikan latihan ketahanan tubuh oleh Ki Luminta. Raden Purbaya yang telah melihat kesempatan untuk mempelajari ilmu olah kanuragan segera saja menyatakan hendak mencobanya. Dia bertekat untuk dapat melaksanakan persyaratan yang diajukan oleh Ki Luminta. Kau belum mampu, Raden. Janganlah memaksakan diri. Mungkin jika Raden rajin berlatih setiap pagi dan sore, sepuluh hari lagi Raden akan dapat melakukannya. Saya dapat melakukannya sekarang, Paman! Ooh, baiklah. Kalau begitu dapat mencobanya. Beristirahatlah dahulu. Tidak Paman, saya tidak merasa lelah lagi. Tapi Raden baru saja berlatih melompat di atas batu sungai itu Sudahlah Paman, hitunglah. Saya akan memulai putaran pertama saya. Raden Purbaya yang telah melihat kesempatan untuk mempelajari ilmu olah kanuragan segera saja bangkit dan berlari mengelilingi padepokannya. Putaran demi putaran dilakukan oleh raden Purbaya, telah lima putaran berhasil dilaluinya. Hmm, luar biasa sekali semangat anak itu. Agaknya keinginannya yang besar untuk mempelajari olah kanuragan membuat tenaganya menjadi berlipat ganda. Sudah lima putaran dilaluinya

285 277 sedikitpun tidak terlihat tanda- tanda kelelahan. Padahal baru saja dia berlatih di tengah sungai ini. Putaran ketujuh dan kedelapan dapat dilaluinya dengan lari yang cukup tegar. Akan tetapi ketika anak yang baru berusia dua belas tahun ini tiba pada putaran ke sembilan Oh, aku harus dapat menyelesaikannya! Hingga ke putaran ke sepuluh Esok pagi aku sudah harus dapat mempelajari ilmu pukulan itu. Sudahlah Raden! Raden tidak perlu menyelesaikan sampai ke putaran terakhir. Jangan memaksakan dirimu, Raden! Tidak, Paman. Aku harus menyelesaikan sepuluh putaran ini. Dengan langkah yang semakin limbung, raden Purbaya terus memaksakan langkahnya hingga ke putaran terakhir. Dan segera dia menemui Ki Luminta dengan langkah yang limbung. Ba bagaimana Paman? Saya saya berhasil, bukan?! Iya. Raden berhasil. Dan mulai besok pagi saya akan mulai mengajarkan Oh! Raden! Raden! Raden Purbaya yang tak dapat lagi menahan rasa kegembiraan dan rasa kelelahan yang luar biasa yang sekaligus menyerangnya menjad pingsan tak sadarkan diri. Ki Luminta segera menyambar tubuh putera dari prabu Aji Konda itu. Dan setelah mengurut dan memijat beberapa jalan darahnya, raden Purbaya pun segera sadarkan diri.

286 278 Raden terlalu memaksakan diri hingga membuat paman cemas. Ayo, sekarang marilah pulang dan raden harus benar-benar beristirahat malam ini. Malam baru saja tiba. Pergunakanlah malam yang masih penuh ini untuk beristirahat sebaik-baiknya. Mari, mari kita kembali Paman. *** Bagaimana Raden, apakah sudah hilang kelelahan yang Raden paksakan semalam? Sudah Paman. Hanya saja otot-otot saya masih terasa kaku karena belum digerakkan. Semalam-malaman saya tidur, Paman. Baiklah, jika demikian. Nanti juga hilang semua kekakuan itu. Nah, sekarang perhatikanlah Raden. Jurus pertama yang akan Paman ajarkan adalah merupakan jurus pertama dari Aji Kincir Metu yang merupakan tingkatan pertama. Perhatikanlah, ini adalah gerakan pembuka dari Aji Kincir Metu. Aki Luminta mulai bergerak perlahan-lahan. Tubuhnya merendah membentuk kuda-kuda, lalu tak lama kemudian kedua tangannya mulai bergerak melancarkan gerak berupa pukulan dan tangkisan secara beruntun. Empat gerakan masing-masing ke empat arah mata angin. Nah, itulah Raden Itu adalah jurus pertama yang diberi nama Gerbang Dewata. Ayo, sekarang ikuti Paman.

287 279 Iya.. iya. Kaki kaki nya dalam posisi kuda-kuda sejajar tubuh ya. Dan keduanya agak ditekuk sedikit. Ya bagus. Nah, sekarang lihat gerak dari kedua tangan yang berada disamping pinggang itu hmm iya begitu. Diangkat tinggi ke atas, dan putar! Hupp! Hiyaah!! Iya, bagus! Sekarang lihatlah gerak dari serangannya. Hiat, hiyah! Hup hup hait hait haiit hup hait hait Bagaimana paman? Bagus Raden, akan tetapi Raden baru yah, hanya sampai tahap menghapalkan gerak. Raden belum lagi mengisi gerak serang tadi dengan tenaga Raden. Raden bisa mencobanya perlahan-lahan, jangan terburu-buru. Saya akan mencobanya lagi, Paman. Paman duduklah di sana saja. Purbaya kembali memperagakan jurus Gerbang Dewata yang baru saja dipelajarinya, kali ini dengan gerakan yang lebih perlahanlahan akan tetapi setiap pukulan dan hentakan yang dilakukannya dengan menambahkan tenaganya. Hahaha, bagus Raden! Ah, kau raden Seta Oh, Paman. Betulkah saya telah melakukannya dengan baik?

288 280 Iya, kau telah melakukannya dengan baik. Berlatihlah terus, dan gerakanmu itu pasti akan semakin menjadi baik. Raden Seta Keling menyemangati Purbaya. Lalu katanya pada Ki Luminta, Eh maaf paman Luminta, saya mengganggu latihan Paman. Raden Purbaya, saya membawa kabar gembira untukmu. Oh, ada apa Paman? Ibundamu, sudah ada di kamarmu. Dan kini sedang bersama Cempaka. Oh, paman Luminta bisakah saya meminta waktu untuk melihat keadaan Ibu? Hmm, Ki Luminta tersenyum dan memb elai kepala murid barunya itu. Pergilah Raden. Jenguklah ibumu. Oh, terima kasih paman Luminta, paman Seta. Sambil membungkuk cepat pada keduanya, raden Purbaya segera bergegas berlari ke pondok yang dia tempati di padepokan itu. Sebentar saja dia sudah berada di biliknya, dan langsung menemui Rara Angken. Oh, Ibunda Ibunda sudah sembuh?! Oh, ya Purbaya. Bunda sudah tidak lagi merasakan rasa sakit seperti waktu-waktu yang lalu. Ah tapi ah, Ibunda apa tidak dapat bangun dari tempat tidur ini? Iya. Bunda masih belum dapat menggerakkan anggota tubuh. Kedua tangan dan kaki Bunda seakan-akan tidak ada. Oh apakah akan selamanya seperti ini keadaan Ibunda?

289 281 Tentu saja tidak, Purbaya. Nanti jika eyang Resi berhasil menemukan obatnya, pasti racun yang masih tersisa di dalamnya akan dapat dipunahkan. Oh ya, bagaimana dengan latihanmu Purbaya? Apakah kau berlatih giat? Jangan khawatir, Bunda. Nanda akan berlatih siang-malam agar dapat menjadi seorang yang tangguh. Dan kelak dapat membalaskan penghinaan yang telah kita terima selama ini. Ah, Cempaka kini aku benar-benar membutuhkan pertolonganmu sepenuhnya untuk merawat dan memperhatikan Purbaya anakku. Jangan khawatir Gusti. Itu memang sudah menjadi tugas dan kewajiban saya. Beristirahatlah Gusti. Bukankah tadi eyang Wanayasa juga menyarankan agar Gusti banyak beristirahat? Yah, baiklah Cempaka. Ya, benar. Tidurlah Bunda. Biar saya akan menjaga Bunda di sini. Kau bermainlah di luar. Bunda dapat beristirahat sendiri. Ah, tapi bukankah Sudahlah, Raden. Biarkanlah ibunda Raden beristirahat sendiri. Ayo kita bermain di luar. Ah, baiklah. Saya akan bermain di luar. Eh, kemarilah Raden. Saya ingin bicara sebentar Ada apakah Bi? Kenapa kita harus bicara di sini?

290 282 Hmm, Raden tadi eyang Wanayasa berpesan pada saya agar dapat menjaga ibunda dengan baik. Keadaaan Ibunda saat ini masih dalam keadaan serius. Eyang Resi hanya berhasil menahan gerakan dari racun itu, sedangkan untuk mengeluarkannya beliau belum dapat. Oleh sebab itu ibunda Raden tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Jadi, Ibunda sekarang masih dalam keadaan yang kritis? Selama ibunda Raden dapat beristirahat dengan tenang, dia akan selamat. Baiklah, segalanya kuserahkan pada eyang Resi. Mudahmudahan atas perkenan Dewata, Ibunda dapat diselamatkan Ah, saya akan kembali berlatih di tepi sungai sana. Mudah-mudahan saja paman Luminta masih menunggu di sana. Di sisi lain dari padepokan Goa Larang, raden Seta Keling tengah melatih kembali gerakan-gerakan ilmu Kincir Metu-nya. Sebelum akhirnya suara dari resi Wanayasa menghentikan gerakangerakannya yang perlahan tapi penuh tenaga itu. Berhentilah sebentar, anakku. Kau sendiri saja disini? Dimana saudara-saudaramu yang lain? Mereka semua sejak pagi tadi turun ke desa, Eyang. Hmm ya ya ya. Duduklah Seta, ada yang ingin kusampaikan pada kalian sebenarnya. Tapi biarlah kusampaikan saja hal ini padamu, dan nanti dapat kau sampaikan pada saudara-saudaramu yang lain.

291 283 Ya. Eh, berita apakah itu Eyang? Hmm, begini. Dalam surat yang dibawa oleh Sariti yah, disamping membicarakan urusan perjodohan, Aki Pungkur juga mengabarkan bahwa golongan hitam di daerah Jawa bagian tengah sedang mempersiapkan suatu pertemuan untuk menggalang persatuan diantara mereka. Jadi, apa yang akan Eyang lakukan sekarang? Ya, mempersiapkan diri kalian. Aku menghendaki kelak kalianlah yang dapat mewakiliku. Mewakili Goa Larang untuk menggagalkan rencana mereka. Oleh karena itu aku ingin sesegera mungkin mempersiapkan kalian. Katakanlah jika nanti saudarasaudaramu kembali. Aku akan memulainya besok pagi. Baiklah, Eyang. Akan segera saya sampaikan begitu mereka kembali. Oh ya, Eyang saya mendengar banyak dibicarakan oleh seluruh penghuni padepokan ini bahwa kita akan kedatangan tamu dari Galuh. Siapakah dia Eyang? Resi Wanayasa yang arif itu tersenyum. Ooh, itu Itu adalah cucuku. Raden Karmapala. Raden Karmapala putera dari mahaprabu Sanna di Galuh? Iya-iya-iya, benar. Dia adalah putera dari Sanna. Dan dia datang ke mari untuk mempelajari lahir-batin di padepokan ini. Akan tetapi dia akan tetap mengirimkan sejumlah pengawal walaupun yah secara sembunyi-sembunyi. Haah, padepokan kita akan menjadi semakin semarak dengan kehadiran raden Karmapala.

292 284 Ya, tentu saja. Mudah-mudahan saja kita dapat menjaganya. Karmapala adalah seorang anak yang sangat nakal. Masih cukup pantas Eyang. Bukankah raden Karmapala masih sangat muda sekali? Oh iya-ya. Masih sangat muda sekali. Umurnya hmm, baru empat belas tahun. Kira-kira dua tahun lebih tua dari raden Purbaya. Ya, itulah Eyang. Karmapala masih pantas berlaku nakal dalam usianya yang semuda itu. Ya ya, semoga saja anak itu tidak terlalu manja dan menyusahkan kita. Nah, teruskanlah latihanmu Seta. Aku akan kembali ke bilikku. Eeh, orangnya itu sangat tampan lho. Iya, saya sudah tahu banyak tentang pangeran dari Galuh itu. Mbah Jatis semalam bercerita tentang raden Karmapala. Emm, kapan menurut beritanya raden Karmapala akan datang? tanya Cempaka. Kalau menurut mbah Jatis semalam, katanya dalam waktu dekat ini dia akan datang. Mungkin hari ini atau mungkin juga besok. Yah, yang jelas kita semua di padepokan ini sudah mengadakan persiapan untuk menyambutnya. Eh, hei ayo makannya ditambah, Raden. Raden, mau ditambah nasinya? tawar Cempaka.

293 285 Sudahlah Bi. Saya sudah cukup kenyang. Terima kasih Bi Parmi. Eh, bagaimana tentang kesehatan Ibunda Raden? Bibi dengar kemarin sudah dipindahkan ke bilik Raden?! Iyah, benar Bi. Keadaan Ibunda saya sudah semakin membaik. Nah, ini airnya Bibi tambahkan. Terima kasih, Bi Tentang raden Karmapala, Bi Parmi apakah dia masih sangat muda? Eeh, malah Bibi dengar raden Karmapala itu berumur hampir tidak berbeda dengan Raden sendiri, yaah sekitar empat belas tahun menurut Mbah Jatis. Ooh, jadi Raden dapat memanggilnya Kakang. Dia dua tahun lebih tua dari Raden. berkata Cempaka. Aah, dua pangeran kecil yang tampan tinggal di padepokan ini. Ah, Cempaka kau hanya mengurus raden Purbaya seorang pangeran. Tapi aku sebentar lagi akan mengurus dua orang pangeran. Raden Purbaya itu dan juga raden Karmapala yang sebentar lagi akan tiba. Ah, terima kasih Bi Parmi. Saya akan segera kembali. Nah, ini Cempaka makanan untuk Gusti-mu. Cempaka segera menerima sebuah nampan makanan yang bertutupkan daun pisang dari Nyai Parmi, pengurus dapur padepokan Goa Larang. Raden Purbaya membungkuk menghaturkan terima kasihnya.

294 286 Raden Iya, terima kasih Bi Parmi. Hm, saya permisi. Mari Demikianlah raden Purbaya terus berlatih tanpa menyia-nyiakan sedikitpun waktunya untuk bermain-main. Dengan ataupun tanpa Ki Luminta dia berlatih tanpa mengenal lelah. *** Padepokan Goa Larang yang asri dan memiliki udara segar di pagi hari, selalu dipecahkan keheningannya dengan bentakanbentakan orang-orang yang berlatih olah kanuragan. Bentakanbentakan itu memanglah hal yang biasa dalam olah kanuragan. Bentakan maupun teriakan itu dimaksudkan untuk menaikkan semangat, memompa tenaga pada setiap pukulan dan tendangan, dan juga pada gilirannya memungkinkan untuk mengagetkan dan menciutkan nyali lawan. Demikianlah pada pagi itu, Ning Sewu tengah berlatih dengan diperhatikan oleh resi Wanayasa. Cukup! Cukup anak-anak! Duduklah, aku kini sudah tahu sejauh mana perkembangan ilmu kalian, seru resi Wanayasa. Saya yang bodoh tidak berhasil mengembangkan lebih jauh dari ilmu Kincir Metu kebanggaan kita, Anting Wulan menjura. Demikian pula saya, Eyang. Saya adalah satu-satunya yang paling bodoh. Hingga saat ini saya tidak berhasil untuk menyerap dan

295 287 menyamai ilmu dari kakang-kakang saya. Bahkan adik Wulan sendiri sudah mengatasi saya. Hmm, yah sudahlah Awuk. Aku mengerti kenapa kau bisa sampai seperti itu. Semata-mata bukanlah karena kau bodoh. Kau mempunyai kemampuan yang sama dengan kakang-kakangmu. Akan tetapi sikapmu dalam mempelajari ilmu banyak mempengaruhi keberhasilanmu itu. Ketergesaan dalam menyerap ilmu dapat mengakibatkan hal seperti yang kau alami itu. Nah, dalam pertemuan ini aku akan mencoba membuka lebih banyak tentang Kincir Metu. Resi Wanayasa terbatuk sesaat. Ahh, Kincir Metu adalah termasuk salah satu ilmu kelas satu dunia. Dan ilmu ini terdiri dari sepuluh tingkatan. Kau Awuk sudah berhasil mempelajari hinggga tingkatan ke lima... Anting ke enam... Saka ke enam dan kakangmu Seta sudah berhasil pada tingkatan khusus, tingkatan ke tujuh. Untuk dapat menguasai ke tingkatan tujuh, delapan, sembilan dan sepuluh kalian tidak dituntut hanya sekedar mempelajari dan berlatih saja. Akan tetapi pada tingkatan ini kalian harus benar-benar menghayati dan mengadakan satu bentuk tirakat. Untuk itu kalian bisa langsung menanyakan pada Seta kakangmu itu yang telah berhasil tingkatan ke tujuh. Eyang guru, bukankah Eyang sudah menguasai ilmu ini hingga ke tingkatan ke sembilan. Kenapa Eyang tidak bisa mengajarkannya pada kami? Eeh, Seta coba kau jelaskan hal itu pada adikmu Wulan.

296 288 Adik Wulan, baik aku maupun eyang Resi tidak dapat menjabarkan Kincir Metu pada tingkatan ke tujuh ini, seperti yang pernah aku katakan. Tingkatan ke tujuh itu hanyalah berupa pengulangan dari tingkatan sebelumnya, akan tetapi dengan pecahanpecahan gerakan khusus yang kita dapatkan melalui gerak otomatis hal itu tidak akan terbayangkan oleh adik sekalian jika tanpa pendalaman seperti yang dikatakan eyang Resi. Nah, ini kuberikan salinan dari tiap-tiap tingkatan pada kalian. Dan untukmu Awuk, tingkatan ke enam dapat kau mintakan pada Mbah Jatis di ruang kitab. Nah, kini kalian dapat meninggalkan tempat ini. Jika aku memerlukan kalian, aku akan menghubungi kalian ke bukit Batu Larang di sebelah padepokan kita. Eh, jadi kami harus di sana mempelajari kitab ini, Eyang? tanya Anting Wulan meminta kejelasan. Ya, bahkan disanapun kalian tidak boleh sering berhubungan. Penguasaan ilmu itu kelak akan lahir dari tirakat kalian masing-masing dan tidak akan mungkin dari pengarahan kakangmu. Kalian dapat mengambil masing-masing satu gua untuk tempat kalian. Aku memberikan waktu kalian tiga bulan. Nah, kita akan bertemu kembali setelah kalian berhasil menguasai ilmu itu. Baiklah Eyang. Jika demikian kami akan bersiap-siap untuk segera pergi, kata Raden Seta Keling sebelum berpamitan. Berangkatlah anakku. Do aku menyertai kalian. ***

297 289 Beberapa saat setelah raden Seta Keling berangkat meninggalkan padepokannya untuk mendalami Kincir Metu pada tingkatan khusus, jauh di sebelah timur gerbang Goa Larang tampak debu mengepul. Serombongan penunggang kuda bergerak cepat menuju padepokan dari resi Wanayasa. Hey, rombongan itu datang! seru Nyai Parmi sambil tergopoh-gopoh memasuki padepokan, raden Karmapala datang! Nyaris seisi padepokan bergegas berkerumun di sekitar gerbang padepokan. Resi Wanayasa sendiri pun tampak sudah berada di gerbang utama padepokannya. Tak lama kemudian lima orang penunggang kuda memasuki padepokan dan menghentikan kudanya. Selamat datang cucuku, Karmapala. Apakah kau masih mengenalku, eyangmu? sambut sang Resi pada orang termuda dari para penunggang kuda itu. Ooh, engkaukah eyang Wanayasa? Resi Wanayasa terkekeh. Hehehehe, benar cucuku. Akulah Wanayasa. Raden Karmapala turun dari kudanya lalu berlutut dan menjura dengan khidmat, Eyang Wanayasa, saya menghaturkan sembah bakti pada Eyang. Ya, bangunlah Karmapala cucuku. Bagaimana keadaan ayahandamu selama ini? Ayahanda prabu selama ini berada dalam keadaan sehatsehat saja, Eyang. jawab Karmapala dengan suara tegas.

298 290 Bagus, bagus. Ngger, tahukah kau kenapa dan untuk apa kau dikirim kemari. Ke padepokan yang sunyi ini? Ayahanda prabu menghendaki saya kelak dapat menjadi seorang pemuda yang kuat lahir dan batin. Ya-ya-ya. Bagus, bagus sekali cucuku. Nah, untuk sementara ini kau boleh beristirahat dahulu cucuku. Nanti kita akan dapat bicarabicara lagi. Resi Wanayasa menoleh pada para penghuni padepokan yang berkerumun itu. Lalu berkata dengan suara lebih keras agar terdengar oleh orang yang dimaksudkan. Jatis! Uruslah rombongan pengantar dari Galuh itu. Dan Hey, Parmi! Ya, saya Eyang?! Kau antarkanlah cucuku ke tempatnya untuk beristirahat. Baik Eyang. Eeh.. marilah Raden, ikuti saya Hey, paman Rimbun kemarilah! raden Karmapala berseru pada seseorang, Bawa semua perlengkapanku! Baik, baik Raden. Oh iya Eyang, saya nanti akan tinggal bersama-sama dengan paman Rimbun di sini. Iya tuan Resi, saya mendapat perintah untuk menemani raden Karmapala dari mahaprabu Sanna, ayahandanya. Hm, ya-ya. Jagalah junjunganmu itu sebaik-baiknya. Oho, iya-iya-iya. Iya tuan Resi. Akan saya lakukan dengan sebaik-baiknya tuan Resi.

299 291 Ayolah paman Rimbun, kita segera beristirahat. Baik Den, eh mari tuan Resi. Sambil terbatuk-batuk resi Wanayasa bergumam, Heeh, semoga anak itu tidak merepotkanku. Sikapnya yang manja sewaktuwaktu dapat saja membuat ramai padepokan ini. Aku akan bertindak tegas jika sampai anak itu berbuat ulah di padepokan ini. Nah, inilah kamar untuk tuanku. Silahkan Den. Tunggu, Bi Hoh, siapa namamu? Parmi, Den. Nama saya Parmi. Orang-orang di padepokan ini semua memanggil saya dengan sebutan Bi Parmi. Heh, Bi apakah kamar ini sudah dibersihkan betul-betul? Sudah, sudah Den. Bahkan kain alas kasurnya pun sudah kami ganti dengan yang baru, Den. Seluruh lantai kamar ini dua kali sudah kami sikat. Hm, baiklah. Paman Rimbun, masukkan barang-barangku ke dalam sana! Ya? Ya, baik Den. Eh, jika Raden sudah tidak memerlukan saya, saya segera akan kembali Den. Hm, baiklah kau boleh pergi. Oh, tapi sebentar dimana letak kamar mandi? Aku hendak membasuh mukaku sebelum beristirahat. Eh, di ujung sana itu Den. Di sana, di bawah sana. Di bawah Sembilan Mata Air Dewa, Den.

300 292 Jadi aku harus berjalan sekian jauh, setiap kali aku akan membasuh muka atau mandi? Eh,.. emm iya. Iya Den. Tetapi jika hanya untuk membasuh muka, saya dapat membawakan airnya Den. Nah, cepat. Aku tunggu di sini. Hey, paman Rimbun. Paman Rimbun! Paman Rimbun!? Eh, iya. Iya Den. Iya Raden Sedang apa Paman di dalam? Anu anu setelah merapikan perlengkapan Raden, paman paman tertidur di bawah amben, Den. Ah, paman. Tahukah paman, kenapa Ayah sampai membawaku ke padepokan ini? Ya tentu saja tahu, Den. Ayahanda Raden ingin agar Raden mempelajari. Stop! Sudah Paman. Aku tahu semuanya. Aku akan mempelajari semua ilmu sakti dari padepokan Eyangku ini Heeh, Paman. Lihatlah, ada anak sebaya denganku di padepokan ini. Panggillah, aku ingin bertemu dan bermain dengannya. Oh, baik Den. Hee! Bocah, bocah kecil, tunggu dulu! Ada apakah Paman memanggil saya? Heh, itu lihatlah pangeran Karmapala ingin berjumpa denganmu.

301 293 Tapi saya hendak pergi ke pancuran untuk membasuh tubuh saya yang kotor ini Heh, kau gila apa? Junjunganmu pangeran Karmapala memanggil mu! Ayo, ayo cepat ke sana! Baiklah Paman. Den Karmapala, anak gunung ini benar-benar tidak tahu sopan-santun, Den. Dia hendak menolak panggilan Raden. Hee? Benarkah kau menolak panggilanku. Ah, sama sekali tidak Raden. Saya hendak lebih dahulu membasuh tubuh dan wajah saya. Siapakah namamu? Purbaya, Raden. Nah, Purbaya aku ingin sekali berkawan denganmu. Mulai saat ini aku akan tinggal di padepokan Eyangku ini. Baik Raden. Ah, maaf jika sudah tidak ada yang Raden perlukan dengan saya, saya hendak ke pancuran sana untuk membasuh tubuh saya. Heh, jika demikian marilah kita bersama-sama ke sana. Aku pun ingin melihat pancuran itu. Mari, kau pun ikut Paman Rimbun! Eh, baik Den. Mereka pun keluar ruangan pondok itu. Di tangga, tampak Nyai Parmi membawakan wadah berisi air dengan wajah kebingungan. Loh? Den Raden ini airnya sudah Bibi bawakan.

302 294 Saya akan ke pancuran sana, Bi. Hehehehe, pakai saja air itu untuk membasuh mukamu, Bi. kekeh Ki Rimbun dengan tampang yang menyebalkan. Huuh, bagaimana raden Karmapala ini. Sudah jauh-jauh aku bawakan air dari pancuran, eeh malah dia kini pergi ke pancuran. Huuh dasar anak raja! gerutu Nyai Parmi kesal. Heii, sejuk sekali tempat ini Purbaya. Mari Raden kita ke bawah sana. Hup! Purbaya melompat ke bawah dari sebuah tebing tanah dan hinggap ke sebuah undak batu. Mari Raden, melompatlah kemari. Jangan Raden, Ki Rimbun memperingatkan, Awas, undak batu itu terlampau tinggi. Sebaiknya Raden melalui tangga batu sana itu. Oh iya, jika Raden takut jatuh, raden bisa melalui tangga batu di sebelah sana itu. Hee? Masakkan aku takut melompati tebing yang rendah ini? Oh, jangan Raden. Nanti kaki Raden dapat terkilir. Tempat ini terlampau tinggi Den! seru Ki Rimbun berkeras. Heii, Paman! Kau ini ingin membuatku malu? Minggir! Oh, iya. Baiklah, saya akan menunggu di bawah Den. Lalu Ki Rimbun segera melompat seperti Purbaya, lalu dia berseru, Raden dapat menjejak pada batu kecil itu, baru melompat kemari. Ayo! Lihatlah paman! Eit, aaahh Aahh

303 295 Ki Rimbun segera menangkap Karmapala yang terpeleset sebelum dia sempat jatuh terjungkal. Hey, kenapa kau menangkapku Paman? Ampun Raden, tadi saya melihat Raden goyah memijak cadas itu. Saya khawatir Raden akan jatuh terguling ke bawah sini. Kurang ajar! Kau menghinaku paman.! Ampuun, ampun Raden. Ampunkan hamba Paman He, Paman! Awas jika sampai kau sekali lagi menghinaku! Ayo kita ke pancuran itu Purbaya. Ohh, sejuk sekali air ini. Lihatlah Purbaya kita seakan-akan berada di dunia lain. Lihatlah, beberapa belas tombak disekeliling kita matahari seakan-akan hendak membakar padepokan ini. Sedangkan di sini, cahayanya yang buas itu seakan-akan tidak berdaya menembus keperkasaan pohon-pohon perkasa yang masih dilindungi kesegarannya oleh Mata Air Dewa ini. Iya, Raden. Saya selalu melakukan latihan bersama paman Luminta di sekitar sini. Latihan? Latihan apa Purbaya? Latihan lompatan seperti yang saya lakukan tadi. Dari sungai kering di sana itu hingga ke mari. Dan saya selalu beristirahat di tempat ini. Hmm, latihan lompatan?! Itu hanyalah sekedar latihan keterampilan gerak dan daya tahan tubuh, jelas Purbaya kemudian.

304 296 Apakah kau tidak diajarkan ilmu olah kanuragan di sini? Ah, saya baru mendapatkan satu jurus serangan. Satu jurus serangan?! Ahahahaha! Satu jurus serangan itu yang baru kau dapatkan di sini? Yah, karena saya pun belum lama belajar di sini. Hee?! Belum lama? Jadi kau bukan berasal dari padepokan ini? Iya Raden, saya bukan berasal dari padepokan ini. Hmm, lalu dari manakah kau berasal? Dari desa di sekitar Karang Sedana ini ataukah dari Galuh sana? Eh.. ehh, saya. Belum sempat raden Purbaya menjawab karena dia masih berpikir harus menjawab seperti apa pada pangeran yang tampak tinggi hati itu, tiba-tiba terdengar suara perempuan dari arah atas mereka. Radeeeen! Raden diminta untuk segera kembali. Eyang Wanayasa ingin segera bertemu. suara Nyai Parmi menyeru-nyeru. Katakan saja nanti, Bi! balas Karmapala. Aku masih ingin bermain-main di sini. Tapi Raden, Eyang Wanayasa Sudahlah! Katakan saja nanti aku akan menjumpainya! Pergilah ke sana, kau! Baiklah... sahut Nyai Parmi. Nyai Parmi kemudian berseru pada Purbaya, Raden, jika begitu nanti tolong antarkan Raden Karmpala ke bilik Eyang Resi.

305 297 ini? Baik, bi Parmi. balas Purbaya. Hee? Kau memanggil Raden pada Purbaya? Pada bocah Raden Karmapala dan juga Ki Rimbun menjadi terkejut ketika Bi Parmi memanggil Purbaya dengan sebutan Raden. Eh, iya Raden Heeh, siapakah sesungguhnya bocah ini? Aku adalah putera dari ayahanda Aji Konda dari Karang Sedana, yang kini telah tersingkir. Ooh, jadi kau adalah putera mahkota dari kerajaan Karang Sedana? Kerajaan kecil yang menguasai wilayah sekitar sini? Benar, Raden. Karang Sedana adalah sebuah kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaan Galuh dan menjunjung tinggi kebesaran ayahanda Raden, mahaprabu Sanna di Galuh. Aah, bagus. Bagus. Jadi tidak salah agaknya aku memilihmu sebagai kawanku, Purbaya. Ah, Raden sebaiknya Raden segera menemui eyang Resi. Eyang Resi pasti akan kebingungan jika Raden tidak segera datang menemuinya. Hm, ah baiklah. Katakan saja pada eyang Resi aku akan segera ke sana setelah aku membasuh wajahku di pancuran itu. Mari Purbaya Heii, ayo kau cepat tinggalkan tempat ini, Bi! Aku nanti akan pergi bersama Purbaya.

306 298 Eh, baik. Baik Raden *** Sementara itu di Karang Sedana, sang Prabu Jaya Sentana sedang berbincang dengan Ki Suwanda dan beberapa orang tamu undangannya. Tuanku, mereka inilah yang telah berjanji akan membantu rencana kita itu. Ini Ki Sampar Angin dan muridnya. Hm, apakah kau sudah mengerti semua rencana yang akan kami jalankan, hmm? Sudah Tuanku, melakukan suatu gerakan khusus ke padepokan Goa Larang. Hm, baiklah. Apakah kira-kira akan berhasil gerakan yang akan kau pimpin itu Ki Sampar? Apakah kau cukup mengerti kekuatan yang akan kau hadapi di sana? Ya. Hamba sudah jelas dengan kekuatan yang akan hamba hadapi di sana. Untuk melakukan gerakan ini, Ki Demang sudah menjanjikan dana yang cukup untuk kami. Dengan dana yang disediakan itu, hamba yakin akan dapat mengerahkan kawan-kawan dari dunia hitam. Carilah tenaga lebih banyak lagi. Aku tak ingin rencanaku kali ini masih gagal juga. Dan ingat, serangan ini adalah serangan dari musuh-musuh Ki Wanayasa yang mendendam padanya. Dan juga pada Ning Sewu. Jadi bukan dari aku, prabu Jaya Sentana.

307 299 Hamba mengerti, Tuanku. Pemerintah di Galuh hamba jamin tidak akan mengetahui semua rencana Tuanku ini. Bagus! Bagus Ki Sampar. Nah, jika rencana berhasil aku akan memberikan hadiah khusus bagimu. Terima kasih, Tuanku. Ah, tapi ampun Tuanku Tuanku jangan khawatir peristiwa penyerangan ini akan diketahui oleh prabu Sanna di Galuh. Lalu bagaimana dengan gerakan yang telah Tuanku laksanakan di sini? Apakah sang prabu di Galuh tidak mengetahuinya? Apa yang kulakukan di sini? Semua yang terjadi di sini memang sudah menjadi kehendak rakyat Karang Sedana. Mereka sudah tidak senang lagi dengan kepemimpinan yang dilakukan Aji Konda. Untuk itulah aku membantu usaha rakyat Karang Sedana. Dan prabu Sanna di Galuh telah ku kirimkan laporan semua kejadian yang terjadi di sini. Semua yang Tuan katakan adalah benar semata. Hamba juga menyaksikan sendiri selama beberapa tahun terakhir ini. Kekacauan terjadi di seluruh bagian Karang Sedana. Bagus, bagus Ki Sampar. Agaknya engkau sudah mengerti siapa Aji Konda dan siapa aku. Heheheh, baiklah. Aku kira sudah cukup pertemuan kita kali ini. Ki Darpo, antarkan Ki Sampar ke ruang istirahat. Nah, Ki Sampar, beristirahatlah sementara di sini. Dan jika engkau sudah merasa segar, lanjutkanlah tugas dan rencanamu. Terima kasih. Hamba permisi, Tuanku.

308 300 *** Hmm, aku harus segera menemui muridku, Dandung. Semua tugas menghubungi kawan-kawanku dan juga kakangku Prabangkara akan kuserahkan pada Dandung. Dan aku akan bersenang-senang di kotaraja Karang Sedana sampai semua tamuku tiba. Dimana anak bodoh itu? Kemarin ku suruh dia menunggu di sini. Hueh, aku mendengar suara orang bertempur di ujung sana, coba kulihat. Kuda berderap kembali. Haah, suara Dandung muridku. Dengan siapakah dia bertempur? Haah, kurang ajar. Siapakah pendeta itu? Dia mampu mempermainkan muridku. Guru! Pendeta ini sudah menghina kita Mundurlah kau Dandung bodooh, kau bukanlah lawan pendeta itu. Hahahaha, sekarang gurunya sudah datang. Kau kelihatan gagah kembali gendut! Bukankah tadi, kau sudah meminta ampun padaku?! Heh! Siapakah kau pendeta murtad?! Benar, kau memang benar Aki Tua. Aku memang pendeta murtad. Mengapa kau kelihatan marah padaku? Apakah kau kecewa berjumpa denganku?

309 301 Kaulah yang akan menyesal bertemu denganku kepala gundul! Baiklah. Akan kulihat sampai dimana kepandaianmu Aki Tua. Nah, cobalah kau terima batu ini. Hup!!! Pendeta tinggi besar dan berkepala gundul itu ternyata adalah Rakosapala, murid dari pendeta Girindasana. Batu sebesar anak kerbau yang berada di sampingnya dengan sekali sentak telah diangkat hingga ke atas kepalanya. Dengan ringan sekali batu tersebut diayunkannya hingga meluncur cepat ke arah Ki Sampar Angin. Ki Sampar Angin yang melihat batu besar meluncur ke arahnya segera saja dia melompat meninggalkan kudanya dan bersamaan dengan itu tangannya meraih rantai kecil dari balik jubahnya. Dan beberapa saat kemudian batu besar yang meluncur kearahnya telah berada di ujung talinya dan berputar-putar siap untuk dikembalikannya. Anak sombong, tertawalah. Sebentar lagi kepalamu akan pecah berkeping-keping. Oh Ternyata orang ini ilmunya luar biasa sekali. Tidak kusangka. Ayolah mana tawamu tadi? Ayo, bangun. Bersiaplah, aku akan menyerangmu lagi. Hmm, akan kucoba dengan kelelawar saktiku. Ah, kelelawar sakti hee! Tunggu, tunggu kepala gundul.

310 302 Ada apa Aki Tua? Apakah kau mengenal ilmuku ini dan takutkah engkau? Apa hubunganmu dengan si gundul Girindasana? Heh, kenapa kau tanyakan nama itu, apakah kau takut? Jangan membuatku marah kepala gundul. Aku hanya tidak ingin kesalahan tangan membunuh murid kawanku. Oh, agaknya kau mengenal guruku. Tentu saja! Dimana dia? Dia berada tak jauh dari sini. Di desa sebelah barat sana! Heh, lalu masalah apa yang terjadi dengan muridku? Murid Aki si gendut itu keterlaluan sekali. Dia menghadangku dan hendak merampas kudaku. Hahaha, ya tentu saja dia aku beri pelajaran. Heemmm, Dandung Amoksa menggeram marah. Heh, ayolah Dandung. Kita temui kawanku dulu, Girindasana. Untung saja dua tahun yang lalu dia mempertunjukkan Kelelawar Sakti-nya padaku. Jika tidak tentu aku sudah kesalahan tangan padamu, gundul Kuda berderap. *** Cukup Paman. Cukup. Aku tidak mau lagi menuruti perintah gilamu ini. Aku kemari untuk mempelajari ilmu-ilmu sakti dari perguruan ini. Janganlah kau ajarkan aku berlari-lari seperti ini!

311 303 Tapi Raden, yang paman berikan ini merupakan Dasar dari ilmu olah kanuragan. Itu kan yang akan Paman ucapkan? Saya sudah tahu! Saya tidak butuh itu. Saya bukanlah Purbaya yang bodoh yang mau saja Paman perdayai dengan permainan anak-anak seperti ini. Janganlah perlakukan saya seperti anak-anak. Raden tidak akan dapat dengan baik menguasai ilmu sakti jika tidak memiliki daya tahan tubuh yang baik, Raden. Aku tidak percaya! Berikan aku jurus-jurus ilmu sakti saja. Janganlah menyuruhku untuk melakukan hal-hal yang tidak berarti. Tapi Den Ataukah Paman tidak percaya dengan kata-kataku? Paman boleh coba. Daya tahan yang dimiliki Purbaya itu tidak akan berarti padaku. Ayo Purbaya, seranglah aku dengan jurus yang telah kau lengkapi dengan daya tahan tubuhmu. Sudahlah Raden, biarlah nanti hal ini akan Paman bicarakan dengan Mbah Jatis. Mbah Jatis? Siapakah dia? Mbah Jatis adalah pengasuh semua murid padepokan. Dia adalah adik seperguruan dari eyang Resi. Hee? Kenapa harus menanyakan pada Mbah Jatis segala? Bukankah eyang Resi kemarin telah memerintahkan Paman untuk melatih saya? Iya, benar. Tapi permintaan Raden adalah diluar kebiasaan. Semula raden Purbaya juga berpendapat seperti Raden.

312 304 Hee? Ayo Purbaya, kita coba saja. Seranglah aku dengan ilmu yang kau miliki itu, dan dengan daya tahan tubuh yang dibanggakan paman Luminta. Jangan Raden. Sudahlah Paman. Aku juga ingin sekali membuktikan ilmu yang baru kupelajari ini. Hupp!! Naah, bagus. Ayo serang aku. Hait, hiyaah hiyaah! Purbaya pun mulai menyerang Karmapala dengan Gerbang Dewata yang selama ini dilatihnya. Dengan mudah Karmapala mengelakkan serangan itu dan segera membalaskan beberapa pukulan pada Purbaya yang langsung terbanting jatuh dan mengaduh kesakitan. Mana paman? Mana daya tahan tubuh yang akan Paman banggakan itu? Ilmu itupun tak ada artinya buatku. Hoo, Raden agaknya Raden sudah mendapatkan beberapa jurus ilmu olah kanuragan. Benar Paman. Bukankah tidak ada artinya jika aku kemari hanya mempelajari ilmu-ilmu yang justru jauh lebih rendah dari yang kumiliki sekarang? Purbaya meringis bangkit. He, bagaimana Purbaya? Bukankah tidak ada artinya ilmu lompat-lompatan dan permainan lari yang kau pelajari itu. Aku akan mencobanya lagi, Raden. Hupp! Hiyaah!

313 305 Ini aku tambahkan agar kau dapat lebih jelas mengetahui siapa yang unggul di antara kita. Jurus-jurus yang dilancarkan Purbaya tidak ada artinya sama sekali untuk menghadapi raden Karmapala yang sudah terlatih. Raden Purbaya menjadi bulan-bulanan pukulan dari raden Karmapala. Sampai pada suatu saat raden Purbaya menjadi nekat menyerang raden Karmapala dengan membabi buta dan berhasil menyergap raden Karmapala. Lepaskan! Lepaskan Purbaya! Purbaya, jangan memeluk seperti ini. jerit raden Karmapala yang menjadi tidak berkutik dengan sergapan itu, sementara Purbaya terus menyerang sambil berteriakteriak riuh. Raden Purbaya yang kini berhasil memeluk tubuh raden Karmapala yang hampir tak berbeda besarnya, terus merangkulnya dan sedikitpun tidak memberi kesempatan pada raden Karmapala melancarkan pukulan. Malah kini raden Purbaya yang merangkulnya, membanting tubuh Karmapala ke tanah berkali-kali. Sudah Sudah Cukup Raden, cukup!! Cukup sudah lepaskan raden Karmapala. Ayo lepaskan Purbaya. Sudah sudah! Mendengar perintah dari gurunya itu, Purbaya pun menyudahi bergumul dengan raden Karmapala. Anak itu curang sekali. Dia memeluk tubuhku dan menyerangku tidak dengan aturan. sungut raden Karmapala.

314 306 Hahahah, dalam suatu perkelahian banyak macam cara dipergunakan orang, Raden. Yang dilakukan oleh raden Purbaya tadi pun banyak dipergunakan oleh jago-jago berkelahi dari seberang lautan. Hee?! Tapi yang dipergunakan oleh Purbaya adalah cara berkelahi anak-anak kampung! Raden memang benar. Tapi mana ilmu yang sudah selama ini raden kuasai? Mana? Bukankah tidak ada artinya dibandingkan pelukan raden Purbaya? Raden tidak berdaya sama sekali. Tapi, mengapa saya mengalahkan dia dengan jurus yang bukan menjadi jurus kebanggaan saya, kebanggaan padepokan Goa Larang? Mengapa saya harus mengalahkan dia dengan gerakan yang dikatakannya sebagai gerakan anak kampung? tanya Purbaya. Hmm, itu karena Raden belum mempelajari Aji Kincir Metu dengan baik. Dan yang baru Raden dapatkan itu memang hanyalah baru gerak pembuka yang kurang berarti dari Kincir Metu. Ketika Ki Luminta sedang memberikan pengarahan pada raden Purbaya, tiba-tiba telinganya yang cukup peka mendengarkan dengusan tawa yang mengejek padanya. Heheheheheheheeheh Hm, siapa itu? Ayo keluar, jangan sembunyi. Heeh, siapakah Kisanak? Tempat ini hanyalah rimbunan beberapa pohon, Kisanak tidak akan dapat bersembunyi dengan baik. Ayo keluarlah!

315 307 Aki Luminta yang merasa penasaran dengan tawa yang dirasakan asing itu segera melompat ke beberapa tempat yang diduga tempat persembunyian orang misterius yang mentertawakannya itu. Akan tetapi beberapa kali dia mencari ke setiap tempat yang dicurigainya tidak juga dapat dia menemuinya. Bagaimana Paman? Tidak ada. Mungkin orang itu sudah meninggalkan tempat ini. Sudahlah, ayo kita lanjutkan saja latihan. Ahh, baik Paman. Coba kau buka lagi jurus Gerbang Dewata-mu Baik. Bagus, bagus Raden. Eeh, sekarang lihatlah. Paman akan memberikan jurus berikutnya. Oh?! Terima kasih Paman. Terima kasih. Nah, lihatlah. Ki Luminta memperagakan jurus berikutnya dari Gerbang Dewata. Sekarang kau coba tirukan itu Hup! Hiyaah! Bagus, tetapi gerak kakimu harus benar-benar bersamaan dengan serangan tangan kiri ke dada lawan. Perhatikan lagi ***

316 308 Hmm, jika begitu biar anak itu aku yang tangani saja Luminta. Kau boleh mengurus raden Purbaya saja. Aku akan berusaha mengendalikan anak itu. Terima kasih, Guru. Jika demikian saya kembali ke sanggar, melihat anak-anak yang lain. Aah, tunggu dulu Luminta. Ada yang sedikit akan kuminta penjelasan darimu. Apakah itu, Guru? Tadi kau katakan bahwa raden Karmapala sudah memiliki jurus-jurus dari luar padepokan ini. Apakah kau bisa mengenali jurus itu? Oh, maaf Guru, saya tidak bisa mengenalnya. Akan tetapi menurut penglihatan saya, bukanlah aji atau ilmu yang termasuk dalam ilmu kelas satu dunia. Hmm, yayaya. Oh ya Lalu sampai mana kau memberikan bimbingan pada raden Purbaya? Kemarin saya baru saja memberikan jurus kedua dari tingkatan pertama dari Kincir Metu. Hmm, apakah anak itu cukup rajin berlatih? Oh, luar biasa sekali Guru. Semula saya mengira karena dia adalah seorang anak yang masih kecil, saya merencanakan hendak memberikan latihan ketahanan tubuh dan keterampilan tubuh untuk waktu yang panjang. Akan tetapi saya melihat ketahanan dan semangatnya amat luar biasa. Jadi saya percepat pemberian jurus pembukaan dari Kincir Metu.

317 309 Hmm, bagus bagus. Berikan terus sesuai dengan kebutuhannya. Jangan paksakan anak itu dan juga jangan terlampau lamban. Baik Guru. Hmm, bagus. Bagus Luminta. Kira-kira demikianlah yang dikehendaki eyang Resi. Nah, jika kau sudah mengerti dan jelas, kau boleh segera pergi. Sudah jelas semuanya, Guru. Jika demikian saya mohon pamit. *** Ooh, apakah jurus Gerbang Dewata ini cukup bagus, Mbah? Purbaya dapat dengan mudah kukalahkan, kupatahkan serangannya? Jika jurus itu hanya berdiri sendiri, memang tidak berarti Raden. Tapi jika digabung dengan jurus dan serangan berikutnya, Gerbang Dewata ini akan menjadi satu dasar gerak yang baik. Hmm, Mbah dengar Raden sudah pernah mempelajari ilmu kanuragan di istana Galuh? Benar Mbah. Banyak pengawal-pengawal Ayahanda yang memberi petunjuk pada saya. Coba Raden tunjukkan ilmu-ilmu apa saja yang telah Raden pelajari itu?! Baik Mbah

318 310 Aah, tunggu tunggu tunggu dulu. Stop Raden. Siapa yang mengajarkan Raden ilmu itu? Melihat gerakan Raden, tentu yang mengajarkan Raden berasal dari seberang lautan. Oh, benar Mbah. Ini saya dapatkan dari paman Pakih Sulung yang berasal dari tanah Melayu. Dia adalah salah seorang pengawal Ayahanda prabu. Hmm, coba Raden perlihatkan lagi yang lain. Yang Raden dapatkan dari guru yang lain. Baik, Mbah. Nah, bagaimana Mbah? Apa Mbah juga mengenal ilmu yang baru saja saya mainkan? Hmm, ya ya ya. Itu adalah Kepalan Sakti dari selatan. Hee?! Hebat sekali Mbah. Mbah tahu nama nama aji-aji yang saya miliki. Tapi eh, apakah aji yang Mbah miliki lebih baik? Lebih hebat dari aji yang saya ini? Mbah Jatis tertawa. Hm, mungkin ya tapi mungkin juga tidak. Ah? Apa maksud Mbah? Setiap aji atau ilmu itu memiliki kekhasan dan keragaman daya serang yang berbeda-beda. Kehebatan sebuah aji, daya serang sebuah aji akan tergantung sekali pada orang yang menerapkannya. Ah, maksud Mbah?! Kepalan Sakti Selatan mu itu jelas kehebatannya akan berbeda jika gurumu sendiri yang mempergunakannya. Jadi jika

319 311 Raden ingin menjadi seorang yang tangguh, persiapan dasar Raden harus benar-benar sempurna. Saya akan mencoba menuruti segala petunjuk Mbah. Bagus jika demikian. Untuk selanjutnya, dilarang untuk mempelajari lagi segala bentuk atau aji kanuragan dari luar padepokan ini. Dan untuk yang sudah Raden miliki itu, Raden dilarang untuk mempergunakannya apalagi mengembangkan ilmu itu. Ooh, tapi apakah tidak sayang Mbah? Justru jurus Kepalan Sakti Selatan saya ini jauh lebih baik dari jurus yang dimiliki Purbaya. Jurus yang didapatkannya dari padepokan ini. Hmm, hehehe. Jika Purbaya telah memiliki tiga jurus saja, pasti Raden sudah bisa dikalahkannya. Kemaren Raden mengalahkan nya karena raden Purbaya baru memiliki jurus pembukaannya saja. Ooh? Apakah Mbah dapat membuktikannya? Boleh, bagaimana caranya Raden? Saya akan menyerang Mbah dengan ilmu dan aji yang telah saya miliki. Dan Mbah melawan dengan aji Kincir Metu jurus satu dan dua seperti yang Mbah katakan hebat itu. Tapi Mbah tidak boleh mempergunakan tenaga Mbah yang kuat. Mbah Jatis terbahak. Hahahaha! Boleh. Boleh Raden. Hmm, Mbah akan menutup kedua mata ini. Hmm, ikat kepala ini cukup tebal Nah, ayo. Ayo silakan Raden serang Mbah. Ah, Mbah sungguh-sungguh?!

320 312 Iya, ayo seranglah Mbah. Jangan ragu-ragu Raden. Mbah tidak akan mempergunakan tenaga Mbah yang kuat seperti yang kau katakan tadi. Nah, Ayo Lihat Mbah akan duduk di batu ini agar mudah kau pukul. Baiklah! Raden Karmapala yang masih merasa besar kepala dengan ilmu dan aji yang dimilikinya segera menyerang Mbah Jatis dengan Kepalan Saktinya. Akan tetapi, mahaguru dari padepokan Goa Larang ini hanya sedikit menggerakkan tubuhnya. Serangan dari raden Karmapala luput dan tangan kirinya mendorong sambil mencubit perut dari raden Karmapala. Hup! Hup! Hiyaaah!! Hahahaha. Bagaimana Raden? Ayo. Ayolah serang terus Mbah ini. Hoo, aku akan mencoba menyerang orang tua sombong ini dari belakang. Biar dia tahu rasa! Ayo Raden, serang Mbah. Ayo, kenapa diam saja? Hey, ayo. Ayo seranglah. Ayo tertawalah, sebentar lagi Kepalan Saktiku akan menghantam tengkukmu. raden Karmapala tertawa dalam hatinya. Hupp! Hiyaaah! Hup! Hahahaha, Hey bagaimana Raden? Ah, kenapa Mbah menggunakan ilmu sihir? Ilmu Sihir? Hahaha, mana ilmu sihirnya Raden? Ini adalah salah satu ilmu padepokan Goa Larang. Bukan ilmu sihir.

321 313 Tapi bagaimana mungkin Mbah bisa mengetahui serangan saya dengan mata tertutup bila itu bukan ilmu sihir? Ah, bukan Raden. Ini bukanlah ilmu sihir. Mbah mengetahui serangan dan gerakan Raden dengan mempergunakan ilmu Empat Arah Pembeda Gerak. Raden boleh pergi kemana pun, ke arah manapun. Mbah dapat menunjuknya, bahkan menangkap Raden. Oh, baiklah. Raden Karmapala bergerak. Coba dimana saya sekarang ini Mbah? Ah itu, bukankah Raden berada di sana?! Setan betul dia dapat menunjuk dengan tepat dimana aku berada. Tunggu dulu Mbah, sebentar. Raden tidak usah bicara, saya akan menunjuk dimana Raden berada Hmm, di sana. Raden kini sudah berada di atas pohon itu. Hee, hebat sekali Mbah. Ajarkan saya ilmu Mbah yang hebat-hebat. Ah, bagus. Bagus Raden. Sekarang kita mulai berlatih lagi. Ayo, ulangi gerakan yang Mbah ajarkan tadi. Jurus Gerbang Dewata. Dengan semangat yang tinggi, kini raden Karmapala mengikuti ajaran dan perintah dari Mbah Jatis. Hari demi hari raden Karmapala berlatih dan berlatih. Ayolah Raden, satu putaran lagi. Baiklah akan saya coba lagi, Mbah.

322 314 Sementara itu raden Purbaya yang menerima didikan dari Ki Luminta kini sudah menginjak jurus ketiga dari Kincir Metu tingkat pertama. Untuk itu kini latihannya sudah di gabungkan dengan rombongan murid tingkat dasar padepokan Goa Larang. Hup hiya hiya hup hup hiya hiya hup heit hiya heit hiya Ya ya, cukup. Cukup sudah latihan kita hari ini. Ah kemari Raden. Paman ingin bicara sebentar. Ya, ada apa Paman? Mulai hari ini, setiap kali Raden sudah bisa terus latihan bersama-sama di sini. Dan Raden bisa juga latihan sendiri menggunakan tempat ini. Nah, tanpa harus ke pinggir sungai kering sana itu, ya. Tapi saya kira saya masih membutuhkan latihan di pinggir kali sana itu Paman. Saya akan latihan di sana sendiri, sebelum atau sesudah latihan bersama di sini. Ya, itu terserah padamu. Jika kau memang suka di sana. Tapi harus kau ingat dulu, aku memberi latihan di pinggir sungai sana karena khusus mempersiapkanmu agar dapat mengejar dan dapat bersama-sama latihan dengan kakak-kakakmu yang beberapa saat sudah mendahuluimu. Saya mengerti, Guru. Tapi biarlah, saya tetap memperguna kan pinggiran sungai itu untuk berlatih. Hey, sudah selesai latihannya? Ada apakah? Apakah Raden ingin melihatnya?

323 315 Ya, sayang sekali. Aku ingin melihat perkembangan ilmu olah kanuragan sahabatku Purbaya. Yah, sayang sekali. Besok Raden datanglah lebih pagi jika Raden ingin melihat latihan di sini. Hee? Mana mungkin? Mbah mengajarku dari pagi-pagi baru selesai sekarang ini. Apakah kau tidak bisa latihan lebih siang sedikit agar aku dapat melihat kalian berlatih? Apalagi yang hendak Raden lihat? Aji yang mereka latih sedikitpun tidak berbeda dengan yang Raden dapatkan dari Guru. Raden Karmapala tidak mengacuhkan ucapan Ki Luminta itu. Dia malah mendekati Purbaya. Hey Purbaya. Sudah sejauh mana kau dapatkan aji-aji dari paman Luminta? Sudah sampai pada jurus tiga, tingkatan dasar Kincir Metu. Aah, hanya baru jurus tiga? Aku yang lebih akhir datang kemari sudah mendapatkan empat jurus dari Kincir Metu dasar. Hey untung aku tidak belajar dengan paman Luminta. Aku harus memiliki lima jurus dari tingkat dasar Kincir Metu. Aku ingin sekali ikut dalam pesta pendadaran 14 itu. Ya, aku harus memiliki lima jurus itu. 14 Penentuan tingkatan.

324 316 Raden Purbaya bertekat untuk mendapatkan dan menguasai lima jurus dari Kincir Metu. Untuk itu setiap selesai berlatih bersama kakakkakak seperguruannya secara diam-diam dia memperhatikan dan mencatat setiap gerakan jurus keempat dan kelima dari Kincir Metu. Hup hait hup hup hait hiyat hiyat, Oh, ada yang mengintipku. Siapa yaa? Purbaya berhenti dan berdiri. Paman siapa yang mengintip latihanku? Keluarlah. Semua ini aku lakukan karena aku ingin ikut pesta pendadaran itu. Aku tidak bermaksud sedikitpun mencuri belajar untuk maksud yang buruk. Sungguh paman! Heheheheheheeh!!! Raden Purbaya tersentak ketika mendengarkan suara tawa yang sebenarnyalah bukan tawa dari murid padepokan Goa Larang. Tawa yang pernah didengarnya ketika dia sedang berlatih bersama Ki Luminta. Bersambung. Kisah Sepasang Anak Harimau.

325 317

326 318

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi 1 Nadia Eliora Yuda Putri Bahasa Indonesia 7 13 September 2012 Pelarian Jauh Di Hutan Duarr! Bunyi ledakan bom tentara-tentara Jepang. Setelah ledakan pertama itu, orang-orang di desaku menjadi kalang

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN Naskah Film Dan Sinopsis Ber Ibu Seekor KUCING DISUSUN OLEH : INDRA SUDRAJAT 09.12.3831 09-S1SI-05 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012

Lebih terperinci

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Kisah ini mengajarkan dua hal: Pertama, bahwa setiap peperangan yang dikobarkan oleh rasa iri dan benci hanya akan menghancurkan semua

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Manusia Api

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Manusia Api Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Manusia Api Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : Lazarus Disadur oleh: E. Frischbutter Diterjemahkan oleh: Widi Astuti

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Manusia Api

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Manusia Api Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Manusia Api Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : Lazarus Disadur oleh: E. Frischbutter Diterjemahkan oleh: Widi Astuti

Lebih terperinci

"Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini". Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati.

Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini. Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati. Malam di Perkuburan Diposkan pada 03 Januari 2016 Sebelumnya saya tidak pernah tinggal di tanah perkuburan. Dan tak ingin tinggal di sana. Namun suatu saat saya mengajak seorang pa-kow. Ketika saya sampai

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.7

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.7 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.7 1. Aduh, Kaka, kalau rambutmu kau sisir model begitu kau kelihatan lebih tua. Kau seperti nenek-nenek! Alah kau ini hanya sirik,

Lebih terperinci

Belajar Memahami Drama

Belajar Memahami Drama 8 Belajar Memahami Drama Menonton drama adalah kegiatan yang menyenangkan. Selain mendapat hiburan, kamu akan mendapat banyak pelajaran yang berharga. Untuk memahami sebuah drama, kamu dapat memulainya

Lebih terperinci

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati 1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati Oleh: Alberta Angela (@black_printzesa) Hai, namaku Jati. Mungkin kalian semua sudah sering mendengar namaku. Tapi mungkin kalian belum terlalu mengenal aku dan kehidupanku.

Lebih terperinci

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu PROLOG Yui mengerjapkan matanya yang berat dan menggerakan tubuhnya turun dari ranjangnya. Seluruh badannya terasa remuk, dan kepalanya terasa amat pening. Mungkin karena aku terlalu banyak minum semalam,

Lebih terperinci

Putri Sinar Alam dan Putri Sinar Kaca (Cerita Rakyat dari daerah Jabung)

Putri Sinar Alam dan Putri Sinar Kaca (Cerita Rakyat dari daerah Jabung) Putri Sinar Alam dan Putri Sinar Kaca (Cerita Rakyat dari daerah Jabung) Ditulis kembali oleh : Iin Muthmainnah Teruntuk Sekolah Alam Mutiara Lampung Bandarlampung 2005 Judul Naskah : Putri Sinar Alam

Lebih terperinci

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul.

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul. PROLOG Frankfurt, Germany. Nick umur 9 tahun. Aku berlarian di padang rumput. Mengitari lapangan yang seperti permadani hijau. Rumput-rumputnya sudah mulai meninggi. Tingginya hampir melewati lututku.

Lebih terperinci

Diceritakan kembali oleh: Rachma www.dongengperi.co.nr 2008 Cerita Rakyat Sumatera Utara Di tepi sebuah hutan kecil yang hijau, sebuah danau yang berair jernih berkilau disapa mentari pagi. Permukaannya

Lebih terperinci

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Nasution 1 Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Pantang Menyerah Saya berjalan di tengah kota, cuaca begitu indah. Dagangan di kota tampaknya telah terjual semua.

Lebih terperinci

Written by Administrator Sunday, 17 November 2013 05:31 - Last Updated Thursday, 27 March 2014 12:12

Written by Administrator Sunday, 17 November 2013 05:31 - Last Updated Thursday, 27 March 2014 12:12 Dahulu, di daerah Belu, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja bernama Laku Leik. Ia adalah raja yang bengis dan kejam. Ia tidak segan-segan menganiaya, bahkan

Lebih terperinci

Xen.. aku tutup mata kamu sebentar ya oke? ujar Ican dengan hati-hati menutupi maksudnya. Kalau aku tidak mau bagaimana? jawab Xena santai.

Xen.. aku tutup mata kamu sebentar ya oke? ujar Ican dengan hati-hati menutupi maksudnya. Kalau aku tidak mau bagaimana? jawab Xena santai. KOPI - Sudah ya capek aku lari-larian terus.. niat sekali ya ngelitikin aku?? ujar Xena ketika Ican mengejarnya di sebuah Taman Tiara yang biasa mereka datangi di waktu senggang. Xena dan Ican sudah dua

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6 1. Merpati, Elang, dan Bangau akan pamer kecepatan. Setelah semua siap, Rajawali memberi aba-aba. Tapi belum hitungan ketiga,

Lebih terperinci

Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea,

Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea, KEBANGKITAN YESUS Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea, Pontius Pilatus, pada tanggal 14 Nisan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 1. Di suatu siang yang terik, seekor burung pipit tengah asik menikmati buah Delima kesukaannya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan

Lebih terperinci

Hari Raya Korban? (Idul Adha)

Hari Raya Korban? (Idul Adha) Hari Raya Korban? (Idul Adha) Ini merupakan cerita yang terkenal pada saat Allah bertanya pada Abraham untuk mengorbankan anaknya. Juga merupakan cerita seorang anak muda yang dihukum mati oleh Tuhan.

Lebih terperinci

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL Berita duka menyelimuti kerajaan Airllie, patih kerajaan itu meninggal dunia karena tertimpa bebatuan yang jatuh dari atas bukit saat sedang menjalankan tugas

Lebih terperinci

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat lebih jelas. Sebelum batang pohon terlihat seperti batang

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (5/6)

Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus Memiliki Semua Kuasa dan Penakluk Kematian Kode Pelajaran : SYK-P05 Pelajaran 05 - YESUS MEMILIKI SEMUA KUASA

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Manusia Api

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Manusia Api Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Manusia Api Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: Lazarus Disadur oleh: E. Frischbutter Diterjemahkan oleh: Widi Astuti

Lebih terperinci

Negeri Peri Di Tengah Hutan

Negeri Peri Di Tengah Hutan Negeri Peri Di Tengah Hutan EXT. Desa Terpencil. Pagi Hari Disebuah desa hiduplah seorang anak perempuan yang lugu, yang bernama. Ia senang sekali bermain ditepi hutan. Namun ibunya sebenarnya melarangnya.

Lebih terperinci

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan. 1st Spring Hujan lagi. Padahal ini hari Minggu dan tak ada yang berharap kalau hari ini akan hujan. Memang tidak besar, tapi cukup untuk membuat seluruh pakaianku basah. Aku baru saja keluar dari supermarket

Lebih terperinci

LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS

LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS AUDREY LEMAN LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS Oleh: Audrey Leman Copyright 2017 by Audrey Leman Penerbit Audrey Leman audreyleman03@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada Petualangan Tomi di Negeri Glourius Oleh: Desi Ratih Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada di tempat yang begitu asing baginya. Suasana gelap dan udara yang cukup dingin menyelimuti tempat

Lebih terperinci

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Hingga akhirnya suatu hari, dia pun memberanikan diri untuk mengintip. Terlihat seorang bocah lelaki

Lebih terperinci

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan:

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan: Yesus menyatakan: Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata

Lebih terperinci

Agar engkau menjadi seorang raja yang berwibawa di hadapan manusia..

Agar engkau menjadi seorang raja yang berwibawa di hadapan manusia.. Wahai puteraku Agar engkau menjadi seorang raja yang berwibawa di hadapan manusia.. Janganlah berbicara dalam berbagai urusan.. Kecuali setelah mengecek kebenaran sumbernya.. Dan jika seseorang datang

Lebih terperinci

[Fanfic] Sebuah gambar aneh menarik perhatianmu. Gambar itu jelek, tapi memiliki sesuatu yang membuatmu penasaran. Cast : Kalian yang membaca~

[Fanfic] Sebuah gambar aneh menarik perhatianmu. Gambar itu jelek, tapi memiliki sesuatu yang membuatmu penasaran. Cast : Kalian yang membaca~ DOODLE [Fanfic] Sebuah gambar aneh menarik perhatianmu Gambar itu jelek, tapi memiliki sesuatu yang membuatmu penasaran Cast : Kalian yang membaca~ Part 1: Coretan Gambar Aku melihatnya lagi Gambar itu

Lebih terperinci

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA BAGIAN I. 1 Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA Hidup, apa itu hidup? Dan apa tujuan kita hidup di dunia ini? Menurutku hidup adalah perjuangan dan pengorbanan, di mana kita harus berjuang

Lebih terperinci

Behind the sea there s a kingdom where I could see your sweet smile.

Behind the sea there s a kingdom where I could see your sweet smile. Angel Has Fallen Down Chapter 1 : Alice the Holy Angel Dunia ini memiliki 101 dimensi yang setiap dimensinya dari teratas merupakan tempat yang bahagia hingga yang terbawah merupakan tempat paling menyengsarakan

Lebih terperinci

Dimana hati? Ia mati ketika itu juga..

Dimana hati? Ia mati ketika itu juga.. Awal sebuah cerita adalah kegelisahan Aku khawatir perut ini terus terisi, namun kepalaku tak lagi penasaran dengan maksud adanya kehidupan. Dimana hati? Ia mati ketika itu juga.. Gusarnya Angin Sore menjelang

Lebih terperinci

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( )

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( ) ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( 09.12.3843 ) Copyright 2011 Reza Fahlevi All Right Reserved SINOPSIS adalah seorang anak laki-laki dari pasangan Yusaku Matsuda dan dari desa kecil bernama Chikuya di

Lebih terperinci

Seorang gadis sedang berjalan bahagia di

Seorang gadis sedang berjalan bahagia di Chapter I: The First Meeting Seorang gadis sedang berjalan bahagia di sepanjang jalan pada malam yang cerah. Ia melihat ke sekelilingnya dengan senyum ceria. Ia berharap hal aneh itu tidak akan muncul

Lebih terperinci

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak PROLOG S eorang anak laki-laki berjalan menuju rumahnya dengan lemas. Padahal ini adalah hari pertamanya masuk SD, seharusnya dia merasa senang. Dia juga termasuk anak lakilaki yang pemberani karena dia

Lebih terperinci

TIMUN EMAS. Nyi Loro Kidul. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara. Nyai Dasima. Dongeng Kera Sakti. Asal Usul Rawa Pening. Buaya Perompak. Leny M.

TIMUN EMAS. Nyi Loro Kidul. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara. Nyai Dasima. Dongeng Kera Sakti. Asal Usul Rawa Pening. Buaya Perompak. Leny M. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara TIMUN EMAS Si Manan dan Si Beku Nyai Dasima Pengalaman I Kodok Asal Usul Rawa Pening Dongeng Kera Sakti Buaya Perompak Dongeng Durbet Asal Mula Bukit Demulih Nyi Loro Kidul

Lebih terperinci

SATU. Plak Srek.. Srek

SATU. Plak Srek.. Srek SATU Plak Srek.. Srek Kertas coklat bertuliskan WANTED itu terlepas dari dinding tempat ia tertempel tadi. Tejatuh ke lantai yang juga terbuat dari kayu. Sehingga gambarnya orang bertopi besar mirip pembungkus

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

Mempertimbangkan Pendekatan Saudara

Mempertimbangkan Pendekatan Saudara Mempertimbangkan Pendekatan Saudara Di negara saya ada pepatah yang berbunyi, "Dengan satu tongkat orang dapat menggembalakan 100 ekor domba, tetapi untuk memimpin 100 orang dibutuhkan 100 tongkat." Semua

Lebih terperinci

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa.

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa. Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa. Jadi aku hidup tidak normal? Ya itu menurutku! Kehidupan

Lebih terperinci

Asal Mula Candi Prambanan

Asal Mula Candi Prambanan Asal Mula Candi Prambanan Zaman dahulu ada sebuah kerajaan di Pengging. sang raja mempunyai seorang putera bernama Joko Bandung. Joko bandung adalah seorang pemuda perkasa, seperti halnya sang ayah, ia

Lebih terperinci

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole.

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole. Hampir sore, saat Endra berada di hutan bedugul. Jari-jari lentik sinar matahari menembus kanopi puncak pepohonan menerangi kerimbunan hutan. Suara burung mengiringi langkahnya menembus batas hutan terlarang.

Lebih terperinci

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari PROLOG Queenstown Singapore, 1970 Apartemen setinggi ratusan kaki itu mustahil akan membuatnya mudah turun dan keluar. Dia ada di lantai paling atas. Bersama tiga nyawa yang telah hilang dengan beragam

Lebih terperinci

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang Prolog Seorang teman atau bahkan lebih dari sekedar teman, ya tepatnya adalah sahabat? Apa yang kalian tau tentang teman ataupun sahabat? Dua kata yang hampir serupa, namum mempunyai arti begitu berbeda

Lebih terperinci

Cermin. Luklukul Maknun

Cermin. Luklukul Maknun Cermin Luklukul Maknun Orang-orang terkekeh-kekeh setelah melihat dirinya di cermin. Mereka tersenyum, memerhatikan dirinya, lalu tersenyum lagi. Setelah itu, mereka mencatat sesuatu di buku. Mereka memerhatikan

Lebih terperinci

Ayo, minum, katanya seolah mengajaknya ikut minum bersamanya.

Ayo, minum, katanya seolah mengajaknya ikut minum bersamanya. Keledai Cerpen Dedy Tri Riyadi (Koran Tempo, 6 April 2014) LELAKI tua itu memandang ke arah jalan yang ramai di luar jendela. Di jalanan, entah karena apa, banyak sekali orang seperti sedang menunggu sesuatu

Lebih terperinci

Batu yang Menjadi Roti

Batu yang Menjadi Roti Batu yang Menjadi Roti Berikut ini adalah kisah tentang Tuhan Yesus dan para murid-nya. Kisah ini hanya sebuah kiasan, ceritanya sendiri tidak tertulis dalam Injil mana pun. Oleh karenanya kisah ini hanya

Lebih terperinci

Sudah, kalian jangan bertengkar. Zaky mencoba melerai. Eh Bagaimana kalau kita membuka jasa konsultasi. Sahut Riski.

Sudah, kalian jangan bertengkar. Zaky mencoba melerai. Eh Bagaimana kalau kita membuka jasa konsultasi. Sahut Riski. Peristiwa heboh yang terjadi saat pertandingan besar antara kesebelasan PERSIKABA dan TIMNAS masih hangat menjadi perbincangan. Begitupun halnya yang tengah hangat diperbincangkan di Sekolah Dasar Baitunnur.

Lebih terperinci

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat Dahulu kala, dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim dan Alibaba. Alibaba adalah adik Kasim yang hidupnya miskin dan tinggal didaerah pegunungan. Ia mengandalkan hidupnya dari penjualan

Lebih terperinci

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? 16. Maka jawab Simon Petrus: Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? 16. Maka jawab Simon Petrus: Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup! Xc3 Kunjungan ke Kaisarea Filipi 96 Petrus Mengakui untuk Kedua-kalinya bahwa Yesus adalah Mesias 88 Matius 16:13-20, Mar kus 8:27-30, Lukas 9:18-21 13 Setelah Yesus beserta murid-muridnya berangkat ke

Lebih terperinci

Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak.

Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak. ASAL MULA NAMA SIMO Sawah dan ladang milik Kyai Singoprono subur dengan hasil melimpah ruah, namun kesemuanya itu merupakan hasil kerja keras dan doa yang senantiasa menghiasinya. Suatu malam yang cerah,

Lebih terperinci

Kuda Berkacamata Hitam

Kuda Berkacamata Hitam Kuda Berkacamata Hitam Jeko adalah kuda yang paling gagah di hutan. Tidak hanya gagah, ia pun kuat dan dapat berlari dengan cepat. Saking hebatnya, warga hutan yang lain memberikan gelar Kuda Perkasa padanya.

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.5

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.5 1. Perhatikan penggalan teks fabel di bawah ini! SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.5 Sayembara yang dinanti sudah tiba. Semua bintang berkumpul. Termasuk binatang

Lebih terperinci

PERANCANGAN FILM KARTUN SINOPSIS DAN NASKAH FILM PENDEK (POLA C.VOLGER) Ujian MID Perancangan film kartun

PERANCANGAN FILM KARTUN SINOPSIS DAN NASKAH FILM PENDEK (POLA C.VOLGER) Ujian MID Perancangan film kartun PERANCANGAN FILM KARTUN SINOPSIS DAN NASKAH FILM PENDEK (POLA C.VOLGER) Ujian MID Perancangan film kartun Disusun Oleh : Luthfi Asrori (11.21.0573) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

Sang Pangeran. Kinanti 1

Sang Pangeran. Kinanti 1 Sang Pangeran Langkah Rara terhenti mendengar percakapan dari ruang tamu. Suara seseorang yang sangat dikenalnya. Suara tawa yang terdengar khas itu semakin memperkuat dugaannya, membuat jantung Rara berpacu

Lebih terperinci

Mutiara Dibalik Pengalaman Pahit. Kejadian 39:1-23. Ditulis oleh Manati I. Zega Selasa, 28 April :26

Mutiara Dibalik Pengalaman Pahit. Kejadian 39:1-23. Ditulis oleh Manati I. Zega Selasa, 28 April :26 Perjalanan hidup manusia merupakan sebuah misteri. Misteri yang saya maksudkan, bukanlah seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini di media TV, yakni sesuatu yang horor, menakutkan dan membahayakan. Misteri

Lebih terperinci

Alifia atau Alisa (2)

Alifia atau Alisa (2) Alifia atau Alisa (2) Dari suratku yang satu ke surat yang lainnya, dari pesan melalui media yang terhubung kepadanya semua sia-sia. Hingga lebih dua bulan aku menanti, tapi sepertinya perempuan ini bagaikan

Lebih terperinci

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata. Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,

Lebih terperinci

.satu. yang selalu mengirim surat

.satu. yang selalu mengirim surat .satu. yang selalu mengirim surat Bunyi klakson motor berwarna oranye, dengan teriakan khas Pos! setiap hari selalu aku nantikan. Mata tak lepas dari balik pagar besi lusuh bewarna coklat tua. Ketika pagi

Lebih terperinci

KARENA KASIH Sebuah fragmen berdasarkan perumpamaan Anak Yang Hilang

KARENA KASIH Sebuah fragmen berdasarkan perumpamaan Anak Yang Hilang KARENA KASIH Sebuah fragmen berdasarkan perumpamaan Anak Yang Hilang Para Lakon: 1. Bapak :... 2. Sulung :... 3. Peternak :... 4. Bungsu :... Adegan 1. Seorang bapak setengah baya nampak sedang berbincang-bincang

Lebih terperinci

Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus.

Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #31 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #31 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Kisah Ashabul Kahfi. Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu:

Kisah Ashabul Kahfi. Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu: Kisah Ashabul Kahfi Kisah Ashabul Kahfi dan anjing adalah sebuah kisah penuh keajaiban sebagai pertanda kekuasan Allah swt yang tak bias di jelaskan oleh akal manusia yang terbatas ini kisah ini di muat

Lebih terperinci

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini PENJAGAL ANGIN Tri Setyorini Awal yang ku lihat adalah abu putih yang berterbangan. Pikirku itu adalah salju yang menyejukkan. Namun ternyata bukan karena abu ini justru terasa panas dan membakar telapak

Lebih terperinci

YANG TERHILANG Oleh: Yung Darius

YANG TERHILANG Oleh: Yung Darius YANG TERHILANG Oleh: Yung Darius ADEGAN 1. RUANG TAMU. SORE HARI. DUA ORANG (L/P) SEDANG BERCAKAP-CAKAP. 001. Orang 1 : Kayaknya akhir-akhir ini aku jarang melihat kamu ke gereja 002. Orang 2 : Jarang..!??

Lebih terperinci

Karya Kreatif Tanah Air Beta. Karya ini diciptakan untuk menuturkan isi hati Mama Tatiana di dalam buku hariannya. Karya

Karya Kreatif Tanah Air Beta. Karya ini diciptakan untuk menuturkan isi hati Mama Tatiana di dalam buku hariannya. Karya Labiba 1 Salsabil Inas Labiba Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 1 Desember 2011 Karya Kreatif Tanah Air Beta Bagian I: Tujuan Penulisan Karya ini diciptakan untuk menuturkan isi hati Mama Tatiana di dalam

Lebih terperinci

Hari Terakhir Yesus di Dunia

Hari Terakhir Yesus di Dunia Hari Terakhir Yesus di Dunia Hari Terakhir Yesus di Dunia Siapakah Yesus? Pernahkah anda bayangkan siapa Yesus? Apakah anda tertarik dengan cerita-cerita-nya: keajaiban-keajaiban- Nya, penyembuhan, dan

Lebih terperinci

AKU AKAN MATI HARI INI

AKU AKAN MATI HARI INI AKU AKAN MATI HARI INI Cerpen Ardy Kresna Crenata AKU BELUM TAHU DENGAN CARA APA AKU AKAN MATI. Apakah mengiris nadi dengan pisau akan menyenangkan? Atau memukul-mukul tengkorak dengan batu akan jauh lebih

Lebih terperinci

Loyalitas Tak Terbatas

Loyalitas Tak Terbatas Loyalitas Tak Terbatas Agra Utari Saat orang bertanya pada saya, Hal favoritmu di dunia ini apa, Gra? Saya selalu dengan pasti menjawab, Anjing. Ya, saya sangat cinta dengan makhluk berkaki empat ini.

Lebih terperinci

Awal, Sosok Sang pembunuh Aaarrrrrggghh terdengar suara guraman keras aahhhh, tolong aku teriakan seorang wanita. Ternyata ada demon yang mencoba

Awal, Sosok Sang pembunuh Aaarrrrrggghh terdengar suara guraman keras aahhhh, tolong aku teriakan seorang wanita. Ternyata ada demon yang mencoba Awal, Sosok Sang pembunuh Aaarrrrrggghh terdengar suara guraman keras aahhhh, tolong aku teriakan seorang wanita. Ternyata ada demon yang mencoba memakan jiwa seorang wanita, wanita itu terduduk lemas

Lebih terperinci

Damar, apakah pada akhirnya mereka ini bisa benar-benar pulang?

Damar, apakah pada akhirnya mereka ini bisa benar-benar pulang? 100 101 Walaupun aku pura-pura menutup kedua mataku. Toh, akhirnya kubaca juga cerita tentang Ann. Ann yang malang, mengingatkanku pada cerita tentang Elsja dan Djalil, hantu Belanda yang sempat kuceritakan

Lebih terperinci

(Matius 28:18-20, Kisah 1:8b)

(Matius 28:18-20, Kisah 1:8b) (Matius 28:18-20, Kisah 1:8b) Kita tidak diminta Tuhan Yesus datang ke gereja dengan konsep 4 D. Apa maksudnya? 4 D itu adalah Datang, Duduk, Diam, Dengar, tetapi kita perlu 4 P, apa itu? Pikirkan baik-baik,

Lebih terperinci

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi.

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi. Prolog Orion mempercepat langkah kakinya, baju perang yang dikenakannya membuat langkah kakinya menjadi berat, suaranya menggema di lorong gua, bergema dengan cepat seiring dengan langkah kaki yang dia

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran yang Menjadi Gembala

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran yang Menjadi Gembala Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Pangeran yang Menjadi Gembala Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: E. Frischbutter

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap. CINTA 2 HATI Udara sore berhembus semilir lembut,terasa sejuk membelai kulit.kira kira menunjukan pukul 16.45 WIB. Seorang gadis yang manis dan lugu sedang berjalan didepan rumahnya itu. Tiba tiba seorang

Lebih terperinci

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus SATU Kalau manusia didesain untuk memiliki lebih dari dua kaki oleh sang Pencipta, ia akan sangat bersyukur saat ini. Ia adalah seorang pria; kegelapan malam menutupi wujudnya. Kegelapan itu merupakan

Lebih terperinci

Pertama Kali Aku Mengenalnya

Pertama Kali Aku Mengenalnya 1 Pertama Kali Aku Mengenalnya Aku berhasil menjadi kekasihnya. Laki-laki yang selama 4 tahun sudah aku kagumi dan cintai. Aku pertama kali bertemu dengannya ketika aku duduk di bangku SMP. Saat itu hidupku

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran yang Menjadi Gembala

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran yang Menjadi Gembala Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Pangeran yang Menjadi Gembala Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: E. Frischbutter

Lebih terperinci

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja Perempuan itu berjalan di antara gerimis dan licinnya jalan kampung. Bagian bawah kainnya sudah basah terkena percikan. Ia menenteng sendalnya di tangan kirinya sementara

Lebih terperinci

Yesus Kristus. David C Cook. All Rights Reserved. Kisah tentang

Yesus Kristus. David C Cook. All Rights Reserved. Kisah tentang Kisah tentang Yesus Kristus Ini adalah kisah nyata mengenai Yesus Kristus yang datang ke dunia sebagai seorang bayi dan bertumbuh dewasa. Tetapi Ia lebih dari sekedar manusia biasa. Ia adalah Anak AlLah.

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Daud si Anak Gembala

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Daud si Anak Gembala Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Daud si Anak Gembala Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : Lazarus Disadur oleh: Ruth Klassen Diterjemahkan oleh: Widi

Lebih terperinci

CINTA TANPA DEFINISI 1 Agustus 2010

CINTA TANPA DEFINISI 1 Agustus 2010 CINTA TANPA DEFINISI 1 Agustus 2010 Catatan Harian Seorang Teman Jadi, apalah arti semua ini? Cinta itu datang di saat yang tidak tepat. Di saat kami sudah terikat dengan pasangan masing-masing, cinta

Lebih terperinci

AKHIR PERJALANAN. ( Kisah Tentang Kehidupan ) Aghana V Idents. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

AKHIR PERJALANAN. ( Kisah Tentang Kehidupan ) Aghana V Idents. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com AKHIR PERJALANAN ( Kisah Tentang Kehidupan ) Aghana V Idents Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com AKHIR PERJALANAN Oleh: Aghana V Idents Copyright 2015 by Aghana V Idents Penerbit ( nulisbuku.com

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6 1. Bacaan untuk soal nomor 2-4 Di suatu siang yang terik, seekor burung pipit tengah asik menikmati buah Delima kesukaannya. Tiba-tiba

Lebih terperinci

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan Bab 1 Wonderheart Di suatu titik di alam semesta ini, terdapat sebuah galaksi yang begitu mirip dengan galaksi Bimasakti. Di dalamnya terdapat sebuah planet yang juga memiliki kehidupan mirip seperti Bumi.

Lebih terperinci

Yarica Eryana. Destiny. Penerbit HKS

Yarica Eryana. Destiny. Penerbit HKS Yarica Eryana Destiny Penerbit HKS Destiny Oleh: Yarica Eryana Copyright 2013 by Yarica Eryana Penerbit HKS gaemgyuchokyuhyun.wordpress.com hyokyustory@yahoo.com Desain Sampul: Erlina Essen Diterbitkan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran dari Sungai

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran dari Sungai Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Pangeran dari Sungai Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Maillot dan Sarah S.

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran dari Sungai

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran dari Sungai Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Pangeran dari Sungai Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Maillot dan Sarah S.

Lebih terperinci

DITEBUS OLEH PENGORBANAN BESAR

DITEBUS OLEH PENGORBANAN BESAR DITEBUS OLEH PENGORBANAN BESAR As-Saffat 37:107 Assalamu alaikum! Kitab Suci Al-Qur an memberikan deskripsi ilustrasi mengenai kepatuhan kepada Firman dari Allah di dalam hidup Ibrahim. Kita harus mempertimbangkan

Lebih terperinci

Tak Ada Malaikat di Jakarta

Tak Ada Malaikat di Jakarta Tak Ada Malaikat di Jakarta Sen Shaka Aku mencarimu di kota dimana lampu-lampu gemerlap membisu, orang-orang termangu sendiri dalam keriuhan lalu lalang. Mereka terdiam memegang telpon genggam, sibuk bercengkrama

Lebih terperinci

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Rencana Allah Kehidupan Kristus Teladan Orang-orang Kristen yang Mula-mula

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Rencana Allah Kehidupan Kristus Teladan Orang-orang Kristen yang Mula-mula Ikuti Polanya Bila saudara mau membangun sebuah rumah, apakah yang pertama-tama saudara lakukan? Sebelum saudara dapat memulai pembangunan itu, saudara harus mempunyai suatu rencana. Saudara harus menentukan

Lebih terperinci

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24 Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/2014 11:41:24 2 Buku BI 3 (12 des).indd 2 16/12/2014 11:41:25 Bintang berkunjung ke rumah Tante Menik, adik ibunya. Tante Menik seorang wartawati. Rumah Tante Menik kecil,

Lebih terperinci

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com LUCKY_PP UNTUKMU Yang Bukan Siapa-Siapa Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com UNTUKMU Yang Bukan Siapa-Siapa Oleh: Lucky_pp Copyright 2014 by Lucky_pp Desain Sampul: Ii dan friend Diterbitkan

Lebih terperinci

MUNGKIN KU SALAH MENGARTIKAN

MUNGKIN KU SALAH MENGARTIKAN 1 MUNGKIN KU SALAH MENGARTIKAN Kini kulihat dirimu sedikit berbeda Entah apa yang terjadi, Diammu cukup membuat sejuta tanya dalam benakku Mencoba mencari tahu namun ku tak mampu menerka Ah, atau aku yang

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 12

Level 2 Pelajaran 12 Level 2 Pelajaran 12 KASIHNYA ALLAH (Bagian 1) Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai kasihnya Allah. Di 1 Korintus 13:13 tertulis berikut ini: Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman,

Lebih terperinci

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 7/15/15 Yunus 1 YUNUS Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 Pada jaman dahulu, ada seorang nabi di Israel yang bernama Yunus. Ayahnya bernama Amitai. ALLAH memberi

Lebih terperinci