Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PROFIL KABUPATEN PELALAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PROFIL KABUPATEN PELALAWAN"

Transkripsi

1

2 BAB III PROFIL KABUPATEN PELALAWAN 3.1. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Pelalawan terletak di pesisir Timur Pulau Sumatera, dengan wilayah daratan membentang di sepanjang bagian hilir Sungai Kampar, serta berdekatan dengan Selat Malaka. Secara geografis Kabupaten Pelalawan terletak antara 1o25` LU dan 0o20` serta antara 100o42` sampai 103o28` BT yang berbatasan: sebelah Utara dengan Kecamatan Sungai Apit dan Kecamatan Siak Kabupaten Siak dan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis; sebelah Selatan dengan Kabupaten Indragiri Hilir (Kecamatan Kateman, Mandah dan Gaung), Kabupaten Indragiri Hulu (Kecamatan Rengat, Pasir Penyu, dan Peranap), dan Kabupaten Kuantan Singingi (Kecamatan Kuantan Hilir dan Singingi); sebelah Barat dengan Kota Pekanbaru (Kecamatan Rumbai) dan Kabupaten Kampar (Kecamatan Kampar Kiri dan Siak Hulu); dan sebelah Timur dengan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Propinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Pelalawan beriklim tropis, temperatur rata-rata 22oC 32oC, kelembaban nisbi 80-88%, dan curah hujan rata-rata mm/tahun. Sebagian besar daratan wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan daratan rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar antara 3-6 mdpl, dengan kemiringan rata-rata 0-15% dan 15-40%.

3 Luas Kabupaten Pelalawan ,25 km2 dengan ibu kota Pangkalan Kerinci. Kabupaten Pelalawan terdiri dari 12 Kecamatan, 14 Kelurahan, dan 105 Desa (Gambar 3.1). Karakteristik desa terdiri dari 37 desa berada di pinggiran Sungai, 9 desa berbatasan dengan laut, 50 desa di kawasan perkebunan, PIR Trans dan pedalaman, dan 12 desa di kawasan kota. Adapun nama kecamatan dan luas masing-masing kecamatan di Kabupaten Pelalawan disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel Luas Wilayah Kabupaten Pelalawan No Kecamatan Langgam Pangkalan Kerinci Bandar Sekijang Pelalawan Pangkalan Kuras Bunut Bandar Petalangan Pangkalan Lesung Ukui Kerumutan Teluk Meranti Kuala Kampar Kab. Pelalawan Daratan 139,005 20,210 33, , ,581 41,467 40,637 55, ,764 94, ,177 97,443 1,306,664 Luas Wilayah (ha) Sungai/ Rawa Lautan Danau , ,123 7, ,4 28,532 9,425 50,4 Jumlah 139,533 20,618 33, , ,130 41,811 40,890 55, ,561 95, , ,173 1,395,325 Sumber : Pelalawan dalam Angka, 2008

4 Gambar 3.1. Peta Administrasi Kajian Inventaris SDA Pelalawan Gambar Peta Administrasi Kajian Inventaris SDA Pelalawan

5 Kabupaten Pelalawan memiliki sungai utama yaitu Sungai Kampar yang panjangnya 413,5 Km, dengan kedalaman rata-rata 7,7 meter dan lebar rata-rata 143 meter. Sungai ini dan anak sungai berfungsi sebagai sarana transportasi, sumber air bersih, budidaya perikanan dan irigasi. Sedangkan wilayah dataran rendah Kabupaten Pelalawan pada umumnya merupakan dataran rawa gambut, dataran alluvial sungai dengan daerah dataran banjirnya. Jenis flora yang terdapat di hutan antara lain, seperti: Kulim, Meranti, Sungkai, Punak, Jelutung, Medang, Tembusu, Mentangor, dan Bakau. Kayu-kayu ini sebagian besar merupakan jenis komersial, sebagian bahan baku industri. Sementara jenis fauna yang ada di daerah ini, meliputi : Beruang Perut, Harimau Sumatra, Lutung, Siamang, Kera, Ungka, Pelanduk, Rusa/Kijang, Ayam Hutan, kelinci, berbagai jenis ular, berbagai jenis burung (Selendit, Puyuh Mahkota, Puyuh Biasa, Nuri, Elang, Enggang, Punai, Pergam, Lebah Madu, Kupukupu dan lain-lain) Tanah dan Geologi Lingkungan Tanah Sumber daya lahan/tanah merupakan suatu massa yang kita manfaatkan untuk berusaha dan untuk kehidupan. Lahan ini bukannya merupakan milik kita, tetapi lebih tepat sebagai lahan pinjaman dari anak cucu kita. Oleh karena itu perlu kita kelola secara baik dan benar, sesuai dengan potensinya. Pemaksaan penggunaannya akan berakibat kehancuran dan berakibat bencana pada masa-masa mendatang. Sumber daya lahan tidak dapat dipisahkan dengan tanah yang ada pada lahan tersebut, disamping faktor-faktor luar yang akan mempengaruhinya.

6 Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman atau suatu komoditas yang diusahakan. Oleh karena itu tanah banyak menjadi sorotan baik oleh para pengusaha maupun oleh para ilmuwan. Tanah tersusun dari Horizon-Horizon dekat permukaan bumi yang berbeda kontras terhadap bahan induk di bawahnya, telah mengalami perubahan oleh interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama waktu pembentukannya. Biasanya pada batas bawah tanah beralih berangsur ke batuan keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali bebas dari fauna tanah, perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis lain. Untuk tujuan klasifikasi tanah, batas bawah tanah yang kita amati ditetapkan sampai kedalaman 200 cm. Secara sederhana tanah dapat diartikan sebagai wilayah daratan yang dapat digunakan untuk berbagai aktifitas manusia misalnya kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, bangunan dan lain-lain. Salah satu fungsi penting tanah adalah sebagai media tumbuh tanaman, yaitu dengan menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang, aerasi dan drainase yang baik, dan penetrasi akar tidak terhambat. Fungsi ini dapat dipertahankan apabila tanah lapisan atas (top soil) yang subur dipertahankan dari tenaga perusak seperti erosi, banjir, dan longsor. Pada umumnya jenis tanah di Kabupaten Pelalawan merupakan jenis tanah yang cocok untuk jenis perkebunan sawit Status Hara dan Kesuburan Tanah Dari segi sifat kimia, sifat-sifat tanah yang penting adalah nilai kemasaman tanah (ph), bahan organik, kandungan unsur hara makro (N, P dan K), kandungan dan jumlah basa-basa dapat tukar,

7 kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kadar pirit. Semua ini merupakan sifat-sifat yang mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Kandungan abu dalam bahan gambut, menentukan apakah gambut termasuk eutrofik (relatif kaya hara), oligotrofik (masam dan miskin hara), atau mesotrofik, yang terletak diantaranya. Hasil analisa contoh tanah disajikan lengkap pada Lampiran 3. Dari interpretasi hasil analisa 29 contoh tanah tersebut, sebanyak 8 contoh mewakili sifat tanah gambut (satuan lahan A1.1, A.2, A1.3 dan A2) dan 21 contoh yang mewakili sifat tanah aluvial dan sedimen (satuan lahan A3, B, C, dan D), maka dapat disimpulkan Sifat-sifat kimia tanah sebagai berikut. Reaksi Tanah. Sifat tanah ini sangat menentukan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Jika ph lebih rendah dari optimum, terjadi kekahatan unsur hara makro dan toksisitas unsur hara mikro. Pada ph lebih tinggi dari optimum, hampir semua unsur hara mikro berada dalam kondisi kahat. ph tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya berkisar antara 5,0 0 7,0. Tanah gambut daerah studi mempunyai kisaran reaksi masam ekstrim (ph < 3,5) sampai sangat masam (ph 3,604,5). Pada gambut dangkal dan gambut tengahan, kemasaman lapisan bawah cenderung tetap atau agak menurun. Pada gambut dalam dan gambut sangat dalam, reaksi gambut di lapisan bawah umumnya menjadi masam ekstrim, dan dapat mencapai ph 2,6. Gambut dangkal dan gambut tengahan umumnya menunjukkan reaksi tanah sedikit lebih baik daripada gambut dalam dan gambut sangat dalam. Tanah aluvial dan sedimen di daerah studi umumnya mempunyai reaksi sangat masam. Pada daerah yang merupakan dataran banjir dari Sungai Kampar, reaksi tanah menjadi masam. Bahan Organik Tanah (C, N, C/N). Bahan organik tanah berperanan

8 sangat penting dalam (1) cadangan unsur hara tanaman, (2) pengawetan lengas tanah, (3) memelihara struktur tanah, dan (4) sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Bahan organik tidak sekedar memegang kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na) terhadap pencucian, tetapi juga mineralisasi bahan organik membebaskan unsur hara C, N, P, dan S. Rata-rata kadar bahan organik pada lapisan atasan tanah mineral pada umumnya berkisar antara 305 %, akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap sifat-sifat tanah dan terhadap pertumbuhan tanaman. Kandungan bahan organik tanah gambut, yang ditunjukkan oleh kadar C0 organik, menunjukkan nilai sangat tinggi di seluruh satuan lahan. Kandungan N gambut berkisar antara tinggi sampai sangat tinggi. Nilai rasio C/N umumnya sangat tinggi, dan sebagian tinggi. Khusus pada satuan lahan dengan tingkat dekomposisi hemik mempunyai N yang rendah dan nilai rasio C/N sedang. Kandungan C, N, dan C/N seperti ini berlaku pada gambut dangkal sampai gambut sangat dalam. Kondisi seperti di atas dapat diartikan bahwa, walaupun kandungan N tanah gambut tinggi sampai sangat tinggi, namun berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah aluvial dan sedimen, Kandungan C0 organik lapisan atas umumnya rendah. Begitu juga kandungan N0 total, tergolong rendah. Kadar C0 organik menunjukkan nilai bervariasi antara rendah sampai sangat tinggi. Sebagian besar sangat tinggi dan lapisan bawahnya biasanya sangat rendah. Begitu juga N0 total bervariasi antara rendah sampai sangat tinggi di lapisan atas dan sangat rendah di lapisan bawahnya. Dengan demikian, nilai rasio C/N juga bervariasi antara rendah sampai sangat tinggi. P dan K Tanah. Ekstraksi kandungan P dan K tanah, sebagai P2O5 dan K2O dengan 25 % HCI, mencerminkan kandungan total P dan

9 K dalam tanah. Sedangkan ekstraksi P dengan Bray0I menyatakan kandungan P0 tersedia dalam tanah. Kandungan P dan K total dalam tanah gambut umumnya bervariasi. Lapisan atas cenderung lebih baik, yakni rendah sampai sangat tinggi, dibanding lapisan bawah yang umumnya sangat rendah. Kandungan P tersedia termasuk sangat tinggi. Pada tanah-tanah aluvial dan sedimen, P dan K total umumnya bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Kandungan keduanya di lapisan atas, lebih tinggi dibanding di lapisan bawah. Kandungan P total umumnya lebih tinggi daripada K total, baik di lapisan atas maupun bawah. Kandungan P tersedia juga bervariasi dari sangat rendah sampai sangat berkandungan P tersedia tinggi. Lapisan sangat bawah rendah-rendah. umumnya Pada tanah berdrainase terhambat unsur ini biasanya rendah. Kecenderungannya, seperti pada P dan K total, adalah kandungan P tersedia lapisan atas sedikit lebih tinggi daripada kandungannya di lapisan-lapisan bawahnya. Kandungan P dan K lapisan atas yang lebih tinggi, diperkirakan datang dari siklus hara tanaman. Dimana perakaran tanaman dapat mengekstrak P dan K dari lapisan-lapisan bawah gambut, kemudian membebaskannya kembali sewaktu dekompisisi serasah di permukaan tanah. Basa-basa dapat ditukar, Kapasitas Tukar Kation, dan Kejenuhan Basa. Kation-kation yang dapat ditukar (H, K, Na, Ca, Mg, Al) akan tersedia bagi tanaman terutama karena terjadi pertukaran dengan ion H hasil metabolisme tumbuh-tumbuhan dan dikeluarkan ke dalam tanah lewat akar-akar tanaman. Ion H ini akan menukar kedudukan kation-kation basa (Na, K, Ca, dan Mg), selanjutnya akan diserap oleh tanaman. Kation-kation yang teradsorbsi tersebut dapat juga langsung diserap oleh tanaman dengan cara kontak langsung antara rambut-rambut akar dengan

10 koloid-koloid tanah. Kation-kation dapat dipertukarkan tidak hanya terdapat dalam larutan tanah, bahkan sebagian besar teradsorbsi oleh kompleks adsorbsi-tanah. Jika nilai KTK sangat rendah, maka jumlah muatan negatif di dalam kompleks adsorbsi tanah adalah rendah. Hal ini dapat memberi gambaran tentang macam koloid lempung yang merajai dan tentang potensi kesuburannya. Jika KB juga rendah berarti bahwa dalam jumlah muatan negatif yang rendah dari kompleks adsorbsi tanah ini hanya sedikit proporsi yang diduduki oleh basa-basa, sedang proporsi yang lainnya diduduki oleh kation H dan Al. Gambaran semacam ini dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan kapur. Jumlah basa-basa dapat tukar pada tanah gambut, secara umum sebagian besar tergolong rendah sampai sangat rendah. Lapisan atas memiliki kandungan jumlah basa-basa sedikit lebih tinggi, dibanding lapisan bawah. Dari kandungan individual basa, kandungan Ca umumnya sangat rendah sampai rendah. Mg sedang sampai tinggi, dan K serta Na umumnya rendah sampai sedang. Pada gambut yang terpengaruh air payau atau salin, kandungan K dan Na dapat tinggi-sangat tinggi. Oleh karena kandungan bahan organik tinggi, nilai KTK hampir semuanya tergolong sangat tinggi. KB, sebaliknya, semuanya termasuk sangat rendah. Hal ini sangat berkaitan dengan ph tanah yang masam extrim sampai sangat masam sekali, disertai dengan kandungan basa-basa khususnya Ca yang sangat rendah sampai rendah. Pada tanah-tanah aluvial dan sedimen, jumlah basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) tergolong sangat rendah, dan komplek adsorpsi didominasi oleh Ca dan Mg di semua lapisan. Dari kandungan individual basa, kandungan Ca umumnya sangat rendah sampai rendah. Mg rendah sampai sedang, dan K serta

11 Na umumnya rendah sampai sangat rendah. Pada tanah-tanah yang terpengaruh air payau atau salin, kandungan K dan Na dapat tinggisangat tinggi. KTK umumnya rendah, dengan KTK lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawah. KB termasuk sangat rendah sampai rendah. Hal ini sangat berkaitan dengan reaksi tanah (ph) yang sangat masam, disertai dengan kandungan basa basa khususnya Ca yang sangat rendah sampai rendah. Aluminium. Unsur Al termasuk unsur hara mikro sehingga jika kadarnya tinggi di dalam tanah, akan meracun tanaman. Al dalam bentuk dapat ditukarkan (Al-dd) umumnya terdapat pada tanah-tanah yang bersifat masam dengan ph < 5,0. Al ini sangat aktif karena berbentuk Al3+monomer yang sangat merugikan dengan meracuni tanaman atau mengikat P. Oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana pengaruh Al ini perlu ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi kejenuhan Al, akan semakin besar bahaya meracun terhadap tanaman. Kandungan aluminium dapat tukar (Al3+) mempengaruhi jumlah bahan kapur yang diperlukan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan produktivitas tanah. Data kandungan Al gambut dapat dinyatakan sebagai kejenuhan Aluminium dan Al dapat ditukar (ekstraksi 1 N KCI). Kejenuhan Al dapat dinyatakan berdasarkan rasionya dengan KTKpH7, atau berdasarkan rasionya dengan KTK Efektif (KTKE) (basabasa +Al3++ H+). Berdasarkan pada KTKE, tanah aluvial daerah studi kejenuhan Al bervariasi, sangat rendah sampai tinggi (< 60 %). Kadar Pirit. Analisis kadar pirit dilakukan pada tanah di satuan lahan A3. pengamatan lapang menunjukkan bahwa kedalaman pirit umumnya lebih besar 100 cm, sedang pada kedalaman cm pirit yang diidentifikasi berupa bercak-bercak dengan jumlah yang kecil. Kesuburan Tanah Gambut. Kandungan abu, yang merupakan

12 abu tanaman dan partikel tanah yang tersisa sesudah pembakaran bahan gambut pada 4000 C, adalah bahan mineral yang terkandung cerminan dari dalam kandungan gambut. Kandungan hara atau tingkat abu merupakan kesuburan tanah gambut. Biasanya abu dianalisa kandungan unsur hara makro, P2O5, K2O, CaO, MgO, dan Na2O, serta hara mikronya, Fe, Mn, Cu dan Zn. Kandungan abu, bersama dengan kandungan P2O5, CaO, dan K2O (dalam persen berat kering gambut) digunakan untuk menentukan tipe gambut, apakah eutrofik, mesotrofik atau oligotrofik. Gambut topogen adalah eutrofik, dan gambut ombogen termasuk oligotrofik. Pada kubah gambut, gambut peralihan di antara gambut topogen dan ombrogen murni dimana perakaran vegetasi hutannya memperoleh hara sebagian dari air tanah dan sebagian dari air hujan, termasuk mesotrofik (Polak, 1941). Coulter (1950, dalam Mutalib et al., 1991) juga membagi gambut dalam tiga kelompok, yaitu eutrofik (kandungan mineral tinggi, reaksi netral atau alkalis, berasal dari semak dan rumputan); oligotrofik (kandungan mineral rendah, terutama Ca, dan reaksi masam); dan mesotrofik (peralihan antara keduanya, ph sekitar 5,0 dan kandungan basa-basa tinggi). Batasan kandungan abu untuk gambut mesotrofik adalah oligotrofik tetap < 5 persen, mesotrofik menjadi 5-15 persen. dan eutrofik > 15 persen (Subagyo, 1999). Dengan menggunakan batasan ini, dari analisa 6 contoh tanah gambut yang dianalisa kadar abunya, didapatkan bahwa gambut dangkal (satuan lahan A2) termasuk tipe mesotrofik. Gambut sangat dalam, dalam, dan tengahan (satuan lahan A1) sebagian terbesar merupakan tipe oligotrofik, dan sebagian kecil eutrofik. Akan tetapi. menurut (Subagyo, 1999) gambut sangat dalam (> 3 m), secara dominan merupakan tipe oligotrofik. Kesuburan

13 Tanah Aluvial dan Sedimen. Memperhatikan kepada hasil analisa tanah (Lampiran 3), dapat disimpulkan bahwa kesuburan tanah sedimen di daerah studi termasuk rendah, sedangkan pada tanah aluvial, dengan adanya pengaruh pasang surut aliran sungai maka kesuburannya menjadi bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah bereaksi sangat masam sampai masam. Masalah unsur yang dianggap meracun tanaman, seperti pirit, sulfat potensial ataupun salinitas masih jauh di bawah kriteria meracun tanaman.

14 Tipologi Tipologi lahan merupakan pengelompokan lahan yang lebih bersifat praktis, didasarkan pada jenis tanah (mineral dan/atau organik) kedalam lapisan pirit dan ketebalan gambutnya. Tipologi lahan di Kabupaten Pelalawan disajikan pada

15 Lahan Gambut Sangat Dalam, Dalam, dan Tengahan. Lahan gambut sangat dalam dan gambut dalam dijumpai di kubah gambut yang mempunyai karakteristik lahan drainase sangat terhambat, permiabilitas cepat, solum tanah sangat dalam sedangkan lahan gambut tengahan dijumpai pada kubah gambut yang mempunyai karakteristik lahan drainase terhambat, permiabilitas cepat, solum sangat dalam. Tanahnya termasuk Typic Haplohemist atau Typic Haplosaprist. Lahan Gambut Dangkal. Lahan gambut dangkal terutama dijumpai di rawa belakang (backswamp) sisi kubah gambut. Karakteristik lahannya adalah berdrainase terhambat, permiabilitas agak terhambat, solum sangat dalam. Tanahnya termasuk Typic Haplosaprist. Lahan Aluvial Bersulfida Dalam. Lahan aluvial bersulfida dalam dijumpai pada tanggul sungai, drainase terhambat sampai sangat terhambat, permiabilitas lambat, solum tanah sangat dalam, dan pirit pada kedalaman cm. Tanah termasuk dalam Sulfic Endoaquepts. Lahan Aluvial Bersulfida Sangat Dalam. Lahan aluvial bersulfida sangat dalam dijumpai pada tanggul sungai yang berbentuk

16 cembung dan bertopografi lebih tinggi, drainase terhambat, permiabilitas lambat, solum tanah sangat dalam, dan pirit pada kedalaman > 100 cm. Tanah termasuk dalam Typic Endoaquepts, Humic Endoaquepts, dan Typic Fluvaquents. Lahan Sedimen. Lahan ini dijumpai pada dataran yang datar, berombak, bergelombang, bergelombang dengan bukit-bukit kecil, drainase baik, permiabilitas sedang sampai cepat, dan solum tanah dalam. Tanah termasuk dalam Typic Paleudults, Typic Kanhapludults, dan Typic Kandiudults. Pada bagian bawah lereng termasuk Typic Dystrudepts Tipe Luapan Air Pengukuran tinggi muka air tanah dalam menentukan tipe luapan air dilakukan pada setiap titik observasi dan pengeboran tanah, baik berupa genangan maupun muka air di bawah permukaan tanah. Klasifikasi tipe luapan berkaitan dengan hidrotopografi manajemen air dan kondisi tata air. Klasifikasi hidrotopografi pada studi ini terdiri atas tipe luapan A, B, C, dan D. Klasifikasinya didasarkan pada terjadinya luapan pada saat pasang besar (spring tide) dan pasang kecil (neap tide) serta kedalaman muka air tanah.

17 Jenis Tanah Telah diklasifikasikan empat ordo tanah utama di daerah studi yaitu Histosol, Entisol, Inseptisol, dan Ultisol berdasarkan pada sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998). Parameter yang membedakan diantaranya adalah perkembangan profil, warna, dan tekstur. Setelah diklasifikasikan lebih lanjut sampai kategori subgrup ditemukan 12 subgrup tanah, yaitu Sapric Haplohemist, Typic Haplohemist, Typic Haplosaprist, Typic Endoaquents, Typic Fluvaquents, Humic Endoaquepts, Sulfic Endoaquepts, Typic Dystrudepts, Typic Paleudults, Typic Kandiudults, Typic Kanhapludults, dan Typic Hapludults. Penyebaran subgrup disajikan pada Gambar 3.2, sedangkan karakteristik tanah masing-masing subgrup tanah disajikan pada Tabel berikut.

18

19 Typic Paleudults, Typic Kandiudults, Typic Kanhapludults, dan Typic Hapludults. Sebagian besar tanah mempunyai kedalaman yang dalam (> 1 m) dengan drainase umumnya baik, ph berkisar sangat masam sampai masam dan tekstur lempung berpasir sampai lempung liat berpasir. Kandungan C-organik lapisan atas umumnya rendah. N-total selalu rendah di antara semua tanah. Kandungan P-total dan P-tersedia bervariasi sangat rendah sampai sangat tinggi. Pada tanah berdrainase terhambat unsur ini biasanya rendah. Begitu juga kandungan K-total dan K-tersedia. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa umumnya rendah. Sebaliknya Al-dd bervariasi sangat rendah sampai tinggi. Perkembangan profil bervariasi mulai yang terbentuk dari lapisan B yang lemah dengan illuviasi liat yang sangat sedikit sampai yang mempunyai lapisan Bt yang sudah berkembang, dimana iluviasi liat ditunjukan dengan adanya selaput liat yang tebal pada permukaan dan lubang-lubang akar. Di antara tanah yang berdrainase baik mempunyai warna kuning-kecoklatan (10YR), sedangkan yang berdrainase tidak sempurna mempunyai karatan yang berwarna kuning kemerahan terang (5YR, 7,5YR). Beberapa di antaranya menunjukkan adanya lapisan glei. Keanekaragam ini umumnya terlihat pada tebing-tebing jalan yang terdapat di daerah studi. Typic Dystrudepts. Jenis tanah ini mempunyai kedalaman yang dalam dengan drainase yang sedang samapi baik, reaksi tanah masam dan tekstur lempung. Kandungan C-organik dan N-total di lapisan atas umumnya rendah. Kandungan P total dan P0tersedia sangat rendah sampai tinggi. Begitu juga K0total dan K0tersedia. Total basa dapat ditukar (Ca, Mg, dan Na), KTK dan KB sangat rendah sampai rendah. Beberapa diantaranya menunjukkan adanya lapisan glei, dan sebagian besar mempunyai lapisan C yang berbeda-beda pada > 100

20 cm. Typic Endoaquepts. Berkembang dari bahan aluvium berupa endapan liat dan debu, endapan pasir dan sebagian berupa endapan liat di atas endapan pasir, reaksi tanah sangat masam, matang (ripe) dan drainase terhambat. Horison A berwarna kelabu sangat gelap sampai kelabu terang (2.5Y YR 7/1), kadang-kadang terdapat karatan berwarna coklat kekuningan (l0 YR 5/6), tekstur lempung berdebu, konsistensi licin dan agak plastis. Tanah ini mengandung bahan sulfidik (pirit) pada cm dari permukaan tanah. Jenis ini berada pada tanggul Sungai Kampar. Humic Endoaquepts. Berkembang dari bahan aluvium berupa endapan liat dan debu, endapan pasir dan sebagian berupa endapan liat di atas endapan pasir, matang (ripe) dan drainase agak terhambat. Horison A berwarna kelabu terang kecoklatan (10YR 6/2), tekstur liat sampai debu dan pasir, umumnya lempung, konsistensi agak lekat dan agak plastis serta reaksi tanah sangat masam. Tanah ini berada pada tanggul Sungai Nilo dan anak-anak sungainya.

21 Gambar Peta Geologi Pelalawan

22 Sulfic Endoaquepts. Tanah ini berkembang dari bahan aluvium berupa endapan liat dan debu, endapan pasir dan sebagian berupa endapan liat di atas endapan pasir, reaksi tanah sangat masam sampai masam, matang (ripe) dan drainase terhambat. Horison A berwarna kelabu sangat gelap sampai kelabu terang (2,5Y 3/1010YR 7/1), kadang-kadang terdapat karatan berwarna coklat kekuningan (10YR 5/6), tekstur liat sampai liat berdebu, konsistensi lekat dan agak plastis, reaksi tanah sangat masam sampai masam. Lapisan ini mengandung bahan sulfidik (pirit) pada kedalaman cm dari permukaan tanah. Typic Fluvaquents. Entisol ini berkembang dari bahan aluvium mempunyai tingkat kematangan setengah matang, reaksi tanah sangat masam sampai masam dan drainase terhambat. Tekstur bervariasi dari liat sampai pasir dan umumnya liat, berwarna kelabu sangat gelap kecoklatan (10YR 3/2), hitam (10YR 2/1). Tanah ini berada pada dataran banjir Sungai Kampar. Typic Haplosaprist. Tanah gambut yang mempunyai tingkat dekomposisi saprik berwarna kelabu sangat gelap (7,5YR 3/2 atau 5YR 3/1), hitam (5YR 2,5/1) dan coklat gelap kemerahan (5YR 2,5/202,5/2) dan reaksi tanah sangat masam sampai masam. Substratum liat pada kedalaman 1,305,0 m berwarna kelabu sampai coklat gelap kekelabuan (2,5Y 6/102,5Y 4/2) dan reaksi tanah masam (ph 5,0). Lapisan ini mengandung pirit yang dicirikan oleh reaksi H2O2 kuat dan ph turun mencapai 1,001,5. Kedalaman gambut bervariasi dari 90 sampai > 3 m. Kedalaman yang mengandung bahan sulfidik bervariasi antara 100 sampai > 150 cm dari permukaan. Ciri utama lainnya adalah muka air tanah yang tinggi dan sering melebihi permukaan tanah.

23 Sapric Haplohemist, Typic Haplohemist. Tanah gambut yang mempunyai tingkat dekomposisi hemik berwarna hitam sampai kelabu sangat gelap (10YR 2/1 0 7,5YR 3/1), merah gelap (5YR 2,5/1) dan coklat gelap kemerahan (5YR 2,5/2) dan reaksi tanah sangat masam sampai masam. Kedalaman gambut bervariasi dari 90 sampai > 3 m. Kedalaman yang mengandung bahan sulfidik > 150 cm dari permukaan Jenis Tanah dan Hubungannya dengan Satuan Lahan. Jenis tanah di daerah studi umumnya baik dihubungkan dengan satuan lahan. Histosol dengan pelapukan hemik sampai saprik umumnya terdapat pada satuan lahan A1 dengan intrusi ke dalam saluran drainase yang meluas ke dataran tinggi. Entisol dan Inceptisol sebenarnya merupakan tanah pada satuan lahan A2 dan A3, tetapi termasuk juga Typic Haplosaprist. Jenis Typic Dystrudepts terdapat pada satuan lahan B, C, dan D yang biasanya terdapat pada posisi lereng tengah dan bawah. Ultisol sebagian besar terdapat pada satuan lahan C dan D yang menempati lereng bagian atas sampai tengah. Pada Tabel berikut disajikan klasifikasi tanah masing-masing satuan lahan beradasarkan sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998) berserta padanannya dari sistem FAO (1974) dan Pusat Penelitian Tanah (1983).

24 Tanah pada Satuan Lahan A1. Tanah pada terbentuk dari kumpulan bahan organik. satuan lahan A1 Keadaannya selalu tergenang dan dalam keadaan reduksi. Tanah pada satuan lahan ini diklasifikasikan sebagai Histosol. Tanah ini sangat dalam (mencapai > 4 m), kematangan hemik sampai saprik tergantung keadaan basah atau kering. Kemasaman tinggi karena adanya asam humik yang menjadikan warna air coklat dimana tanah ini terdapat dan sifatnya juga lepas dan porous. Karakteristik tanah gambut adalah terdapatnya batang-batang pohon besar, perakaran, dan ranting-ranting pohon yang jatuh ke dalam gambut dan mengalami proses pembusukan. Tanah pada Satuan Lahan A2. Tanah pada satuan lahan A2 umumnya atas Typic Haplosaprist. Jenis tanah lainnya adalah Aquic Dystrudepts, tetapi luasannya lebih kecil. Histosol pada satuan lahan ini sama

25 dengan yang terdapat pada A1, tetapi letaknya tepi sungai dan ketebalannya lebih meluas dangkal, sepanjang dimana tingkat dekomposisinya sudah lebih lanjut dan mengalami kekeringan yang cukup lama bila tidak ada banjir. Tanah pada Satuan Lahan A3. Tanah pada satuan lahan ini terdiri atas Typic Endoaquepts, Humic Endoaquepts, Sulfic Endoaquepts, dan Typic Fluvaquents. Jenis Inceptisol dan Entisol lainnya juga dapat ditemui pada satuan lahan ini, tetapi luasannya lebih kecil. Typic Fluvaquents merupakan tanah mineral yang kadang-kadang tergenang dan teksturnya didominasi oleh tekstur yang agak kasar, sedangkan tiga jenis lainnya didominasi oleh tekstur yang lebih halus. Tanah pada Satuan Lahan B. Tanah pada satuan lahan B berasal dari sedimen kuarter batulumpur, pasir, dan sedikit kerikil. Tanah yang dominan adalah Typic Dystrudepts. Tanah ini berdrainase bervariasi sedang sampai baik, dalam (> 1 m), serta gembur pada lapisan atas dan gembur sampai teguh pada lapisan bawah. Tanah pada Satuan Lahan C. Terbentuk dari sedimen kuarter dan tersier dari batu lumpur, batupasir, kerikil, dan serpih. Typic Paleudults, Typic Hapludults dan Typic Kandiudults dominan pada satuan lahan ini. Pada satuan lahan ini keadaan tanah dalam (> 1 m), drainase baik, tetapi pada kemiringan yang curam mudah tererosi karena lapisan terdapat satuan lahan ini dengan ciri-ciri yang sama seperti pada atas gembur. Typic Dystrudepts juga pada B. Tanah pada Satuan Lahan D. Seperti pada C2, tanah pada satuan yang lahan sama ini juga terbentuk dari sedimen kuarter dan tersier dan didominasi oleh Typic Paleudults, Typic Kanhapludults, dan Typic Dystrudepts pada luasan yang lebih kecil. Kemiringan lahan cukup curam pada satuan lahan ini, tanah dalam (> 1 m) dan berdrainase baik. Oleh karena konsistensi tanah gembur

26 pada lapisan atas, tanah ini cenderung mudah tererosi pada kemiringan yang curam Geologi Lingkungan Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan geologis. Lingkungan geologis terdiri dari unsur-unsur fisik bumi (batuan, sedimen, tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang alam dan proses-proses yang mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia, lingkungan geologis tidak hanya memberikan unsur-unsur yang menguntungkan/bermanfaat seperti ketersediaan air bersih, mineral ekonomis, bahan bangunan, bahan bakar dan lain-lain, tetapi juga memiliki potensi bagi terjadinya bencana seperti gempa bumi, letusan gunung api dan banjir. Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu lingkungan, karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai bumi dan membahas interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada disekelilingnya, termasuk aspek geologis serta dampaknya bagi kehidupan manusia. Karena itu filosofi utama dari geologi lingkungan adalah konsep manajemen lingkungan yang didasarkan pada sistem geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban lingkungan yang tidak bisa diterima. Berdasarkan hal tersebut, Geologi Lingkungan memiliki empat komponen kajian utama sebagai berikut: 1. Mengelola sumber daya geologis, yaitu pengawasan dan mitigasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas eksplorasi dan eksploitasi 2. Memahami dan menyesuaikan batasan-batasan pada rekayasa dan konstruksi yang dipengaruhi oleh lingkungan geologis suatu daerah.

27 3. Penerapan lingkungan geologis yang tepat untuk pembuangan limbah sehingga bisa mengurangi masalah kontaminasi dan polusi. 4. Pemahaman tentang bencana alam dan mengurangi dampaknya pada manusia. Geologi lingkungan lahir dari kebutuhan akan interaksi antara tiga ilmu bumi terapan yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Ekonomi dan Geologi Teknik. Perkembangan dari interaksi ketiga ilmu terapan ini dan fokusnya pada penataan lingkungan menghasilkan tiga kecenderungan utama, yaitu: 1. Sustainable Development Konsep untuk mempertemukan antara kepentingan pembangunan/ eksploitasi dan konservasi lingkungan dan sistem pengawasannya. Yaitu menciptakan sebuah konsep manajemen yang mampu mengurangi dampak negatif dari eksplotasi sumber daya alam dan pembuangan limbah. 2. Pertentangan dalam pengelolaan proses-proses yang terjadi di alam Dalam mitigasi bencana alam muncul dua tipe konsep pengelolaan, yaitu: The Structural Response Menekankan pada aspek-aspek teknik sipil untuk mengatasi masalah yang timbul dari bencana alam, misalnya dibuatnya konstruksi sea wall untuk mengatasi erosi pantai.

28 The Process-based Response Menekankan pada sistem yang telah terbentuk di alam dimanfaatkan dan dipelihara oleh kita agar tidak menimbulkan bencana bagi manusia. Misalnya dalam pengelolaan kondisi pantai, kita berusaha memahami proses dasar yang terjadi secara alamiah di alam dan berusaha agar kondisi pantai tetap terjaga dan terpelihara seperti aslinya. 3. Adanya pergeseran dari keterlibatan reaktif menjadi proaktif Sejalan dengan konsep teknis geologi tentang proses-proses alam telah menimbulkan konsep yang baik dalam pengelolaan lingkungan terhadap bencana alam yaitu mencegah (proaktif) adalah lebih baik dari pada memperbaiki (reaktif). Akan tetapi untuk dapat proaktif dibutuhkan data dan informasi yang akurat tentang penyebaran sumber daya, bencana alam dan kondisi tanah maka berarti dibutuhkan integrasi yang efektif antara tiga cabang ilmu kebumian yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Teknik dan Geologi. Komponen-komponen dalam lingkungan secara langsung maupun tidak langsung akan terpengaruh dan atau mempengaruhi aktivitas pertambangan. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah karakteristik fisik dan kimiawi, karakteristik biologi, dan respon manusia terhadap lingkungan pertambangan (karakteristik sosial). Geologi Lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari bumi, mempunyai peranan penting di dalam penataan lingkungan daerah pertambangan, yang kajian utamanya adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi lingkungan pertambangan tersebut. Beberapa aspek dalam geologi

29 tatalingkungan akan selalu terkait dan berhubungan timbal balik dengan komponen-komponen lingkungan lainnya. Aspek-aspek yang dimaksud adalah: 1. Klimatologi (iklim/cuaca). 2. Geomorfologi (fisiografi, topografi, dan pola pengaliran sungai). 3. Geologi (tanah/batuan/kandungan mineral dan struktur geologi). 4. Hidrogeologi. Beberapa aspek tersebut di atas selain memiliki potensi pengembangan yang dapat dipertimbangkan untuk membuka suatu kawasan pertambangan, juga memiliki potensi bencana geologi yang harus diantisipasi oleh suatu operasi pertambangan. Secara regional tatanan geologi Indonesia sangat rumit, hal ini tercermin dari bentuk struktur geologi yang dipetakan melalui hasil survei permukaan maupun bawah permukaan yang menghasilkan Peta Geologi Indonesia. Kerumitan tersebut menurut ahli sturktur geologi Indonesia (seperti Sukendar Asikin dsb) karena Indonesia terletak pada tiga titik pertemuan lempeng benua yaitu Australia, Pasifik dan Hindia-Australia. Pertemuan lempeng benua tersebut saling bergerak dan terjadi tumbukan satu sarna lain yang menyebabkan gempa. Suatu hal yang tidak mustahil terjadi karena tumbukan itu terus berlangsung hingga waktu sekarang (berdasarkan data seismik) dan saling menekan, maka akan muncul gunung api-gunung api tinggi yang merupakan efek hasil tumbukan lempeng-lempeng benua yang menyebabkan permukaan tanah menjulang dan di sisi lain pulau kita akan tenggelam. Dengan bergeraknya lempeng-lempeng tersebut

30 melalui kecepatan tertentu maka terjadi tekanan dan tarikan di suatu tempat sehingga daerah itu tidak stabil. Ketidakstabilan suatu daerah tergantung dari kondisi pelapisannya. di mana daerah yang mempunyai batuan keras akan merasakan akibat gempa yang lebih besar dibanding dengan daerah yang mempunyai batuan yang lunak. Secara admministrasi Kabupaten Pelalawan berdekatan dengan region batuan Selat Malaka dan cekungan sumatera bagian tengah. Kenampakan yang dominan pada bagian selatan Selat Malaka merupakan punggungan-punggungan kecil berarah Timur Laut Barat Daya dan saluran-saluran lebar (broad channel yang sejajar sepanjang pantai (Kudrass & Schlueter, 1983) Punggungan-punggungan ini muncul 10 meter - 30 meter di atas dasar laut dan beberapa tempat kurang dari 10 meter dan menerus hingga ke arah timur laut. Morfologi dasar laut Selat Malaka, pada umumnya banyak terbentuk struktur sedimen antara lain sand waves, ripples (gelembur) dengan tinggi 0,2-5 m dan linier furrows dengan lebar 15 m yang mempunyai arah sejajar dengan punggungan dan sumbu selat Malaka. Secara stratigrafis batuan tertua Selat Malaka adalah sekuen arenaceaous dan argillaceaous serpih berumur Trias - Jura serta intrusi granit. Sedimen- sedimen berumur mesozoik lebih banyak dijumpai di Selatan Selat Malaka. Sedimen-sedimen berumur Tersier dan kuarter terdapat di sepanjang pantai Sumatera dengan ketebalan mencapai 300 m (Cekungan Sumatera Tengah) dan sedimen ini menipis ke arah tengah Selat Malaka. Sedimen sedimen kuarter menurut Aleva, 1973, terdiri dari

31 sedimenter tua berupa pasir lempungan masif asal darat, kompleks alluvial berupa pasir lempungan yang diendapkan di cekungan dalam dan sedimen muda berupa lumpur laut. Cekungan Sumatera Tengah merupakan rangkaian bagian dari rangkaian cekungan busur belakang yang terbentuk sepanjang tepi paparan sunda akibat subduksi lempeng samudera Hindia dengan lempeng benua Asia selama Paleogen. Dataran pantai pada umumnya merupakan pantai maju dan tidak berkembangnya coastal sand bar di Sumatera menunjukkan bahwa pengaruh gelombang di Selat Malaka kecil. Secara stratigrafis batuan penyusun cekungan Sumatera Tengah dari Tua ke Muda adalah batuan dasar cekungan berupa graywacke, kuarsa, granit dan argilit. Kelompok Pematang. Kelompok Sihapas, Kelompok Petani dan Formasi Minas. Daratan wilayah Kabupaten Pelalawan adalah sebagian besar daratan rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar antara 2-6 mdpl, dengan kemiringan lahan rata-rata 0-15% dan 15-40%. Daerah/kota yang tinggi adalah Sorek I dengan ketinggian ± 6 mdpl dan yang terendah adalah Teluk Dalam (Kecamatan Kuala Kampar) dengan ketinggian ± 3,5 mdpl. Wilayah daratan rendah Kabupaten Pelalawan pada umumnya merupakan daratan rawa gambut. Daratan alluvium sungai dengan daerah daratan banjirnya. Daratan ini dibentuk oleh endapan alluvium muda dan alluvium tua yang terdiri dari endapan pasir, danau, lempung, sisa tumbuhan dan gambut. Sedangkan wilayah perbukitan dan

32 bergelombang tanahnya termasuk jenis orgonosol (hostosal) dan humus yang mengandung bahan organik Geomorfologi Bentuk-bentuk umum roman muka bumi, perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang evolusinya dan hubungannya dengan keadaan struktur di bawahnya serta sejarah perubahan geologi yang diperlihatkan atau tergambar pada bentuk permukaan dipelajari dalam geomorfologi (American Geological Institute, 1973, dalam Adjat Sudradjat, 1975). Thornbury (1969), menganggap bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya bentuk permukaan bumi antara lain adanya pengaruh proses fisika dan kimia yang kemudian dikenal sebagai proses geomorfologi. Adanya pengaruh struktur, proses serta tingkat perkembangan erosi akan berpengaruh dalam pembentukan roman muka bumi (Davis, 1901, dalam Thornbury, 1969). a. Bentang Alam dan Pola Pengaliran Sungai Bentuk roman muka bumi (bentang alam) yang sesuai untuk suatu kawasan pertambangan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap lansekap lapangan yang meliputi relief, kemiringan lereng, ketinggian daerah (elevasi), pola pengaliran sungai, litologi, dan struktur geologi yang berkembang. Data tersebut ditunjang oleh analisis terhadap peta topografi, foto udara, data satelit dan GIS (yang dapat diperoleh dari instansi pemerintah maupun pihak swasta). Relief suatu daerah akan mencirikan beda tinggi satu tempat dengan tempat lainnya dan juga menampakkan curam landainya lereng, pola bentuk dan ukuran bukit, lembah, gunung, dataran,

33 gawir, dan sebagainya. Van Zuidam (1988) telah membuat suatu klasifikasi dari penamaan relief berdasarkan kemiringan lereng, sebagai berikut : a. 0-2 (0%-2%) : datar (almost flat) b. 2-4 (2%-7%) : landai (gently sloping) c. 4-8 (7%-15%) : miring (sloping) d (15%-30%) : agak curam (moderately steep) e (30%-%) : curam (steep) f (%-140%) : sangat curam (very steep) g. >55 (>140%) : terjal (extremely steep) Bentang alam yang landai umumnya berkembang pada daerah aluvial atau daerah yang batuannya lunak (seperti lempung, napal, dsb), daerah ini cocok untuk dijadikan sebagai kawasan penunjang pertambangan seperti kawasan pemukiman, pertanian dan perkebunan tanaman-tanaman yang diperuntukkan bagi reklamasi lahan pasca penambangan. Bentang alam bergelombang biasanya ditempati oleh batuan sedimen/metamorf yang keras (seperti breksi, konglomerat, batupasir, dsb), sedangkan intrusi batuan beku akan membentuk bukit-bukit yang berdiri sendiri (soliter) seperti halnya batugamping dengan perbukitan karstnya yang disertai dengan sungai terputus-putus, depresi dan dolina-dolina. Daerah dengan bentang alam seperti ini sebenarnya merupakan daerah yang perlu dikonservasi (dilindungi) mengingat umumnya daerah ini adalah daerah resapan bagi kebutuhan air di daerah hilir. Apabila potensi sumber daya mineralnya cukup bagus, daerah ini dapat dijadikan kawasan pertambangan dengan memperhatikan aspek-aspek dampak

34 lingkungan dan penanggulangan potensi bencana geologi yang dapat ditimbulkannya. Pola pengaliran sungai pada suatu daerah memberikan gambaran umum jenis batuan dan struktur geologi yang berkembang. Beberapa pola pengaliran sungai yang penting antara lain : Dendritik Mempunyai pola seperti ranting daun, anak sungai bergabung pada sungai utama dengan sudut yang tajam, menunjukkan batuan yang homogen yang dapat berupa batuan sedimen atau volkanik. Daerah yang memiliki pola pengaliran seperti ini cukup aman untuk dijadikan kawasan pertambangan, karena kondisi geologinya relatif stabil. Paralel Terbentuk pada permukaan yang memiliki kemiringan yang seragam, sudut anak sungai dengan sungai utama dikontrol oleh adanya sesar atau rekahan. Daerah yang memiliki pola pengaliran seperti ini apabila akan dijadikan kawasan pertambangan harus memperhatikan sesar yang berkembang dan mengontrol sungai utama. Rektangular Arah anak sungai dan hubungannya dengan sungai utama dikontrol oleh kekar (joint), rekahan (fracture) dan bidang foliasi yang membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utama, umumnya terdapat pada batuan metamorf. Sebelum daerah yang memiliki

35 pola pengaliran seperti ini dijadikan kawasan pertambangan harus diperhitungkan dahulu pola kekar dan rekahan yang berkembang, untuk menghindari zona-zona lemah yang cukup berpotensi bagi terjadinya bencana geologi. Trelis Mempunyai anak sungai yang pendek-pendek sejajar, pola ini lebih menunjukkan struktur geologi daripada jenis litologi, umumnya terdapat pada daerah batuan sedimen dengan kemiringan tertentu dan adanya perselingan antara batuan yang lunak dengan batuan yang keras, sungai utama akan mengikuti arah jurus daripada perlapisan. Daerah ini tidak cukup aman bagi kawasan pertambangan karena memiliki struktur sesar dan kemiringan lereng curam, apabila akan dijadikan kawasan pertambangan harus menggunakan teknologi yang cukup mahal biayanya. Radial Aliran sungai menyebar dari daerah puncak yang lebih tinggi, umumnya berasosiasi dengan gunung atau bukit. Seperti halnya pada pola pengaliran trelis, daerah ini membutuhkan teknologi yang cukup mahal biayanya karena memiliki kemiringan lereng curam hingga terjal, sebaiknya daerah ini dijadikan kawasan lindung apabila sumber daya mineralnya tidak cukup bagus. Sentripetal Sungai menunjuk ke satu arah, umumnya menunjukkan adanya depresi atau akhir daripada antiklin/sinklin yang tererosi. Daerah ini cukup baik untuk dijadikan kawasan penunjang pertambangan,

36 dengan memanfaatkan daerah depresi (pedataran) sebagai kawasan pemukiman, pertanian dan instalasi pertambangan lainnya. b. Potensi Bencana Geologi Daerah dengan bentang alam curam hingga terjal (kemiringan lereng 15% hingga >140 %) memiliki potensi bencana geologi longsoran atau runtuhan yang cukup besar, yang frekuensinya tergantung dari iklim, kekerasan batuan, kemiringan lereng dan ketinggian permukaan. Kemiringan lereng yang curam ini dapat terbentuk secara alamiah akibat pengikisan oleh sungai secara vertikal (denudasi), proses pelarutan kimiawi (di daerah batu gamping) atau akibat adanya proses pembentukan sesar yang menghasilkan gawir sesar. Bentang alam curam hingga terjal biasanya dijumpai pada daerah perbukitan bergelombang, perbukitan intrusi, perbukitan karst atau pada daerah yang memiliki pola pengaliran sungai trelis, rektangular, paralel, dan radial. Sementara itu daerah dengan bentang alam pedataran (kemiringan lereng 0% hingga <15%) memiliki potensi bencana geologi yang relatif lebih kecil. Bencana geologi yang paling memungkinkan adalah banjir, baik berupa banjir akibat meluapnya sungai-sungai di pedataran aluvium ataupun banjir lumpur hasil erosi dari daerah perbukitan Hidrogeologi Hidrogeologi adalah suatu studi interaksi antara kerja kerangka batuan dan air tanah yang dalam prosesnya menyangkut aspek-aspek kimia

37 dan fisika yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan bumi (Kodoatie, 1996). Berbicara hidrogeologi tidak akan lepas dari daur hidrologi sebagai berikut; evaporasi dari tanah atau air laut dan transpirasi dari tumbuhtumbuhan kondensasi dalam awan presipitasi dalam bentuk hujan infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah atau menjadi air limpasan (sungai dan danau) kembali evapotranspirasi (Davies dan DeWiest, 1966, dalam Rahn, 1996). Data curah hujan di suatu daerah pada kurun waktu tertentu merupakan unsur penting dalam penentuan neraca keseimbangan air (water balance). Di daerah pedataran dan kaki pegunungan yang memiliki vegetasi sangat lebat hujan akan meresap (infiltrasi) dengan baik ke dalam tanah, sedangkan di daerah lereng pegunungan yang cukup terjal hujan akan lebih cepat melimpas ke dalam saluran-saluran sungai dari pada berinfiltrasi ke dalam tanah (kecepatan run off > infiltrasi). Air yang melimpas ini akan membentuk suatu sistem daerah aliran sungai (DAS), yang dibatasi oleh batas-batas aliran air (watershed). Penataan lingkungan pertambangan dengan memanfaatkan air permukaan (sungai, danau, laut) harus direncanakan sebaik mungkin dan tidak mengganggu air permukaan yang sering dipergunakan oleh penduduk setempat untuk mandi, mencuci, minum, dan lain sebagainya. Air yang meresap ke dalam tanah akan membentuk suatu sistem aliran air bawah permukaan (air tanah), yang akan berbeda pada masingmasing daerah, tergantung dari litologi dan bentang alamnya. Litologi atau lapisan batuan yang mengandung air tanah disebut lapisan akifer. Berdasarkan sifat fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

38 Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan merupakan air tanah dangkal (umumnya <20 m), umum dijumpai pada daerah endapan aluvial. Air tanah dangkal adalah air tanah yang paling umum dipergunakan sebagai sumber air bersih oleh penduduk di sekitarnya. Akifer setengah tertekan, disebut juga akifer bocor (leaky aquifer), merupakan akifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah volkanik (daerah batuan tuf). Akifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara lapisan kedap air (akiklud), umumnya merupakan air tanah dalam (umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Air tanah dalam adalah air tanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada air tanah dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan oleh kalangan industri termasuk di dalamnya kawasan pertambangan Pemanfaatan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan pada umumnya didominasi oleh hutan tanaman industri (akasia) yaitu mencakup luasan 35% dan perkebunan kelapa sawit (muda dan tua) yaitu mencakup luasan 25% luas wilayah Kabupaten Pelalawan, sisanya berupa hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan pasang surut, perkebunan rakyat, semak belukar, dan pemukiman. Tutupan

39 lahan hutan sangat sedikit karena hutan yang ada sudah terfragmentasi oleh HTI, perkebunan atau jalan.

40 Analisa dan Pemetaan Citra Satelit ( Tutupan Lahan/Land Use ) Tahapan analisa dan peta yang dihasilkan dalam proses pemetaan citra satelit berdasarkan penafsiran terhadap Citra Satelit Landsat 7 ETM kabupaten Pelalawan dan Ground Check ( peninjauan lahan ) / tinjauan lapangan adalah sebagai berikut: Peta tutupan lahan (land cover) berupa : vegetasi (tebal, tipis, sedang), lahan terbangun, jalan tambak, jalan, sungai, danau.

41 Tabel Luas Kawasan Penggunaan lahan (Ha) Penggunaan Lahan 1 Kecamatan Bunut Hutan Hutan Akasia 18387,57 2 Kerumutan 3 Kuala Kampar 4 Langgam 5 PKl Kerinci 6 Pelalawan 7 Pangkalan Kuras 8 Pangkalan Lesung 4054, , , , , , , ,4 603, , ,91 327,24 Hutan Bakau 52,5 9 teluk meranti 3638,08 11 Ukui Bandar Sikijang 318, , , , , , ,1 1583, , , , ,08 194, , ,27 962,07 Belukar 1838, , , ,51 939, , ,1 2764, , ,59 Semak alang 172,06 46, ,1 960,49 448,7 222,1 168, ,72 257,44 ladang/tegalan 10517,1 1230, ,23 878,46 45,79 530,15 96,61 Kerkebunan Kelapa 6685, ,3 9722, , , , ,71 106,91 4,88 125,7 4336, , , , , , , ,89 sawah Jumlah 68169,28 Hutan Rawa Perkebunan rakyat 12 Bandar Petalangan 3134, ,35 48, , ,35 431,54 119, ,26 132, , , , , ,6 215,9 29,07 permungkiman 552,76 34,29 286,09 622, , , , ,04 122,5 252, , ,35 lahan kosong terbuka 85,06 75, , ,26 90,16 663, ,59 330, , ,76 186, ,92 lahan pertambangan 3379, ,86 pasir 1212,86 259,23 rawa 248,94 185,33 50,8 danau 8,51 508,17 81,39 16,49 493,35 38,58 Tubuh air Total 41497, , , ,8 819,38 22, , , , , , , , , , ,

42 Penggunaan Lahan di Kecamatan Bunut Berdasarkan hasil interprestasi citra, dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Bunut tersebut tidak merata. Seperti hutan akasia sangat mendominasi sebagiai wilayah kecamatan yaitu 18,387,57 Ha atau 44,21 % dari luas kecamatan dan lading/ tegalan seluas ,1 Ha atau 25,35 %. Dengan melihat perbandingan penutupan lahan yang ditunjukkan oleh grafik dibawah, diketahui bahwa diperlukan relokasi kembali terhadap fungsi lahan yang ada di Kecamatan Bunut. Relokasi dapat dimaksudkan sebagai alih fungsi dari penutupan lahan yang didominasi oleh hutan menjadi kawasan perkebunan atau pertanian. 97

43 Gambar Frafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bunut Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan Sebaran Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan tersebut cukup merata, hal ini dapat dilihat dari hasil interprestasi citra. Penggunaan lahan yang terluas di Kecamatan Kerumutan yaitu Hutan Rawa seluas ,7 Ha atau 29,95 % dan Hutan Akasia ,14 Ha atau 25,34 % dari luas Kecamatan. Penggunaan lahan yang paling terkecil yaitu Pemukiman seluas 34,29 Ha atau 0,04 % dan semak/alang-alang seluas 46,78 Ha atau 0,05 %. Kecamatan Kerumutan merupakan daerah Kabupaten Pelalawan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Indragiri Hulu. Dengan dominasi tutupan lahan merupakan hutan rawa, maka sangat tepat dijadikan daerah cagar alam dan resapan. Di Kecamatan Kerumutan 97

44 terdapat fungsi tutupan lahan kawasan hutan sebagai Hutan Lindung/ Taman Nasional Tesso (TNTN ). Dengan struktur tanah yang didominasi oleh rawa dangkal sangat tidak effisien jika dilakukan sebagai kawasan budidaya baik pertanian maupun non pertanian. Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan Penggunaan Lahan di Kecamatan Kuala Kampar Berdasarkan hasil interprestasi citra, bahwa penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Kuala Kampar tersebar tidak merata. Lebih dari setengah atau 60,89 % dari luas kecamatan diisi perkebunan kelapa sawit (49.088,81 Ha ). Dan yang paling terkecil adalah hutan bakau 52,5 Ha atau 0,07 % dari luas kecamatan. 97

45 Dengan memperhatikan grafik perbandingan tutupan lahan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan untuk Kecamatan Kuala Kampar, maka dominasi perkebunan sangat mencolok jika dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Hal ini perlu dipahami bahwa bukan hanya perkebunan dengan komoditi Kelapa Sawit yang mendominasi, namun juga terdapat perkebunan kelapa, dan ladangladang masyarakat. Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Kuala Kampar Penggunaan Lahan di kecamatan Langgam Penggunaan Lahan yang ada di Kecamatan Langgam tersebar kurang merata, hal ini disebabkan luasan hutan hampir mencapai setengah dari 97

46 luas kecamatan yaitu ,78 Ha atau 46,71 % Di Kecamatan Langgam masih tersedia lahan kosong yang dapat di manfaatkan seluas 2.229,26 Ha atau 1,55 % dari luas Kecamatan. Dari table XI.1 dapat digambarkan grafik perbandingan penutupan lahan yang terdapat di Kecamatan Langgam yang didominasi oleh fungsi hutan, dan perkebunan. Pernyataan ini tepat dengan kondisi eksisting Kecamatan Langgam yang banyak terdapat perusahaan, baik pengelolaan kawasan hutan ( HPH/HPHTI ) dan perusahaan pengelolaan perkebunan. Beberapa perusahaan pengelolaan kawasan hutan seperti HPH, yang terdapat di Kecamatan Langgam yaitu PT. Siak Raya Timber, PT. Nusa Wana Raya, PT. Nanjak Makmur, PT. Arara Abadi. Semuanya merupakan perusahaan yang memiliki izin usaha pengelolaan hutan kayu alam (IUPHKHA ). Sementara perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kecamatan Langgam merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdiri dari PT. Agrita Sari Prima, PT. Peputra Spra Jaya, PT. Mitra Unggul Pusaka, PT. Langgam Inti Hibrindo dan CV. Safari Riau. Berikut gambar XI.4. Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Langgam hasil interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan. 97

47 Gambar Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Langgam Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kerinci Kecamatan Pangkalan Kerinci merupakan ibukota kabupaten, oleh karena itu penggunaan lahan tersebar merata. Kecamatan Pangkalan Kerinci memiliki lahan terbangun yang cukup luas yaitu 2.895,04 Ha atau 15,35 %. Penggunaan lahan yang paling luas adalah hutan dengan luas 4.473,94 Ha atau 23,76 % dan tegalan seluas 3.989,23 Ha atau 21,19 % dari luas kecamatan. Dari table XI.1 dapat digambarkan grafik perbandingan penutupan lahan yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Kerinci yang didominasi oleh fungsi hutan, dan lahan terbangun. Pernyataan ini tepat dengan kondisi 97

48 eksisting Kecamatan Pangkalan Kerinci yang merupakan pusat ibukota Kabupaten Pelalawan, sehingga semua aktifitas pemerintahan dan perusahaan terpusat di kecamatan ini, pada Kecamatan Pangkalan Kerinci juga banyak terdapat perusahaan baik pengelolaan kawasan Hutan (HPH/HPHTI) dan perusahaan pengelolaan perkebunan. Beberapa perusahaan besar HPH maupun HPHTI yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Kerinci adalah PT. Riau Andalan Pulp & Paper ( RAPP ). Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kerinci Sementara perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kecamatan Pangkalan Kerinci merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdiri dari PT. Inti Indo Sawit, PT. Langgam Inti Hibrindo. Berikut gambar IV.5. Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di 97

49 Kecamatan Pangkalan Kerinci hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan Penggunaan Lahan di Kecamatan Pelalawan Berdasarkan Interprestasi Citra Kecamatan Pelalawan didominasi oleh Hutan Akasia seluas ,76 Ha atau 54,63 % dari luas kecamatan dan Hutan Rawa seluas ,27 Ha atau 24,49 % dari luas kecamatan, sedangkan luas penggunaan lahan yang paling terkecil adalah Rawa seluas 8,51 Ha atau 0,01 %. Berikut Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Pelalawan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM. Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pelalawan 97

50 Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kuras Sebaran Penggunaan lahan di Kecamatan Pangkalan Kuras tersebar cukup merata, hal ini dapat dilihat dari hasil interprestasi citra. Penggunaan lahan yang terluas di Kecamatan Pangkalan Kuras yaitu Hutan seluas ,06 Ha atau 30,16 % dan Perkebunan Sawit seluas ,77 Ha atau 21,51 % dari luas kecamatan. Penggunaan lahan yang paling terkecil yaitu Ladang / Tegalan 45,79 Ha atau 0,04 % dan semak/alangalang seluas 222,1 Ha atau 0,19 %. Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Kuras hasil interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan. 97

51 Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kuras Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Lesung Berdasarkan hasil interprestasi citra, bahwa penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Pangkalan Lesung tersebar tidak merata, Lebih dari setengah atau 77,84 % dari luas kecamatan diisi perkebunan kelapa sawit 97

52 (39.204,74 Ha ). Dan yang paling sedikit adalah Perkebunan Rakyat 125, Ha atau 0,25 % dari luas kecamatan. Di Kecamatan Pangkalan Lesung terdapat beragam fungsi tutupan lahan. Namun demikian tetap didominasi oleh perusahaan perkebunan Kelapa Sawit. Beberapa perusahaan kelapa sawit yang mendominasi adalah PT. Musim Mas, PT. Sari Lembah Subur, dan PT. Mahesa Agro buana. Walaupun pengelolaan kawasan perkebunan ini dikuasai oleh perusahaan atau pihak swasta, namun terdapat pola kemitraan yang ditawarkan oleh perusahaan untuk kelompok masyarakat dalam mengelola perkebunan kelapa sawit sendiri yang dikenal dengan pola pir-bun atau KKPA. Pengelolaan perkebunanan pola kemitraan ini dipercayakan kepada koperasi masyarakat sekitar. Di Kecamatan Pangkalan Lesung terdapat perkebunan pola kemitraan antara PT. Musim Mas yang dikelola oleh KKPA Merbau Sakti. Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Lesung hasil interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan. 97

53 Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Lesung Penggunaan lahan di Kecamatan Teluk Meranti Berdasarkan hasil interprestasi citra, bahwa penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Teluk Meranti tersebar tidak merata, Lebih dari setengah atau 78,84 % dari luas kecamatan diisi Hutan Rawa ( ,35 Ha). Dan yang paling terkecil adalah rawa 81,39Ha atau 0,02 % dari luas kecamatan. Kecamatan Teluk Meranti berada di Desa Teluk meranti yang terletak dipinggir sungai Kampar. 97

54 Tutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Teluk Meranti didominasi oleh Hutan, dan hampir keseluruhan fungsi hutan telah dimiliki izin usaha oleh perusahaan baik HPH maupun HPHTI, namun juga terdapat 2 (dua) buah kawasan lindung dalam bentuk suaka margasatwa di kecamatan ini. Beberapa perusahaan HPH dan HPHTI yang terdapat izin usaha di kecamatan ini adalah PT. The Best One Timber, PT. Agam Sempurna, PT. RAPP, PT. Putra Riau Perkasa, PT. Triomas FDI, PT. Satria Perkasa Agung, PT. Yos Raya Timber, PT. Mitra Hutani Jaya, dan PT. Uniseraya. Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Teluk Meranti hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan. 97

55 Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Teluk Meranti Penggunaan Lahan di Kecamatan Ukui Penggunaan Lahan yang ada di Kecamatan Ukui tersebar kurang merata, hal ini disebabkan luasan hutan mencapai setengah dari luas kecamatan yaitu ,28 Ha atau % dan perkebunan Kelapa Sawit 97

56 seluas ,71 Ha Kecamatan Ukui masih tersedia lahan kosong yang dapat dimanfaatkan seluas 6213,76 Ha atau 4,77 % dari luas Kecamatan. Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan lahan yang terdapat di Kecamatan Ukui hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 EM. Gambar Grafik Luas Penggunaan lahan di Kecamatan Ukui Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Petalangan Berdasarkan interprestasi citra Kecamatan Bandar Petalangan penggunaan lahan yang terluas awa seluas 8.639,11 Ha atau 25,8 % dari 97

57 luas Kecamatan, sedangkan luas penggunaan lahan yang paling terkecil adalah Lahan Kosong seluas 186,55 Ha atau 0,54 %. Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Bandar Petalangan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan. Gambar Grafik luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Petalangan 97

58 Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Sikijang Berdasarkan hasil interprestasi citra, Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Bandar Sikijang hanya ada empat jenis penggunaan lahan antara lain hutan, hutan akasia, semak alang-alang, dan perkebunan kelapa sawit. Jenis penggunaan lahan yang paling luas adalah hutan ,22 Ha (47,77%) dan yang terkecil adalah semak/ alang-alang yaitu 119,58 Ha atau 0,37% dari luas kecamatan. Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Bandar Sekijang hasil interprestasi citra satelit landsast 7 ETM Kabupaten Pelalawan. 97

59 Gambar Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Seikijang. Berikut merupakan peta citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan dan peta Pelalawan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM. Gambar peta citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan dan peta Pelalawan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM 97

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan INTERPRETASI DATA SURVEI TANAH INTERPRETASI DATA TANAH TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Memahami tujuan, prinsip dan cara 2 Interpretasi Data Tanah 2. Mengenal dan bisa membedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Isi Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... xiv I. PENDAHULUAN......1 1.1. Latar Belakang......1 1.2. Maksud dan Tujuan Studi......8 1.2.1. Maksud......8

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Volkan (V) Grup volkan yang menyebar dari dat sampai daerah tinggi dengan tut bahan aktivitas volkanik terdiri kerucut, dataran dan plato, kaki perbukitan dan pegunungan.

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Seisme/ Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Berdasarkan peta diatas maka gempa bumi tektonik di Indonesia diakibatkan oleh pergeseran tiga lempeng besar

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah Diskusi selanjutnya dibatasi pada wilayah tropika Indonesia, yaitu negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan terbagi menjadi 34 wilayah provinsi dengan jumlah penduduk 251.857.940 jiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PERKENALAN SARASWANTI GROUP HEAD OFFICE: AMG Tower Lt.19-21 Jl. Dukuh Menanggal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

Jurnal APLIKASI ISSN X

Jurnal APLIKASI ISSN X Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007 Jurnal APLIKASI Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Kabupaten Pasuruan Sukobar Dosen D3 Teknik Sipil FTSP-ITS email: sukobar@ce.its.ac.id ABSTRAK Identifikasi Potensi Sumber

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini, yaitu karena masih banyak diantara kita yang sudah sering melihat serta memanfaatkan tanah dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN 4.1 Geomorfologi Telah sedikit dijelaskan pada bab sebelumnya, morfologi daerah penelitian memiliki beberapa bentukan khas yang di kontrol oleh litologi,

Lebih terperinci