BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 LAMPIRAN: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.17/MEN/2005 Tentang Rencana Startegis (RENSTRA) Departeman Kelautan dan Perikanan Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah pembangunan yang tepat pada periode 5 Tahun Kabinet Indonesia Bersatu adalah pemulihan kembali perekonomian nasional melalui upaya terobosan dengan merevitalisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang ada dan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berbasis pada keunggulan komparatif bangsa. Di antara resources based industries tersebut, sektor kelautan dan merupakan salah satu keunggulan komparatif yang berpotensi menjadi keunggulan kompetitif untuk menggerakkan perekonomian nasional, sehingga sudah saatnya sektor tersebut dikembangkan. Pentingnya membangun sektor kelautan dan makin terasa berdasarkan suksesnya beberapa negara dalam pembangunan sektor tersebut, seperti Islandia, Norwegia, Thailand, dan Korea Selatan. Berdasarkan pengalaman pembangunan kelautan dan di beberapa negara tersebut, bangsa Indonesia sepatutnya optimis bahwa sektor kelautan dan dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengingat sumber daya kelautan dan Indonesia bernilai sekitar US$82 miliar. Keberadaan sumber daya kelautan dan yang demikian besarnya adalah merupakan peluang bagi sumber pertumbuhan ekonomi nasional dan wahana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, permasalahan dan kendala yang dihadapinya juga cukup besar dan tidak mudah untuk diatasi. Permasalahan utama yang dihadapi antara lain adalah pencemaran laut dan pembuangan limbah secara ilegal oleh negara lain, pencurian ikan, gejala penangkapan berlebih (over fishing), degradasi habitat pesisir (mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria, dll), konflik penggunaan ruang dan sumber daya, belum tersedianya teknologi kelautan dan secara memadai, terbatasnya sumber permodalan yang dapat digunakan untuk investasi, dan kemiskinan yang masih melilit sebagian besar penduduk di wilayah pesisir, khususnya pembudidaya ikan kecil dan nelayan kecil. 1

2 Permasalahan tersebut muncul antara lain sebagai akibat dari paradigma pembangunan masa Orde Baru yang lebih berorientasi ke darat (terresterial) yang menyebabkan pengalokasian segenap sumber daya pembangunan lebih diprioritaskan pada sektor-sektor daratan. Melihat kondisi yang demikian, kekayaan sumber daya kelautan dan yang besar itu belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memecahkan problem krisis ekonomi, ketertinggalan serta kemiskinan nelayan dan pembudidaya ikan serta rakyat Indonesia pada umumnya. Apabila peluang dan prospek yang terbuka dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan permasalahan yang masih dihadapi dapat diatasi secara bertahap, maka bukan suatu pilihan yang salah jika sektor kelautan dan dijadikan andalan pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan. Untuk mendayagunakan potensi sumber daya kelautan dan serta menggerakkan seluruh potensi bangsa diperlukan kesungguhan dalam pembangunan kelautan dan serta dukungan politik, ekonomi dan sosial untuk menjadikan sektor kelautan dan sebagai prime mover pembangunan ekonomi nasional. Berkaitan dengan hal itu, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai suatu organisasi dalam melaksanakan kegiatan perlu merumuskan strategi pembangunan yang tepat yakni pro-poor, pro-job dan pro-growth, agar tujuan organisasi sebagaimana yang diharapkan dapat tercapai. Disamping itu, perlu disusun kebijakan dan strategi yang pro bussiness. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun strategi pembangunan kelautan dan yang merupakan bagian dari proses Perencanaan Strategis, yakni modal dasar (yang antara lain meliputi potensi sumberdaya alam, SDM, IPTEK, dan peraturan perundangan), tantangan dan masalah yang masih dihadapi hingga saat ini, instrumental input, dan lingkungan strategis (baik global maupun regional). Semua aspek tersebut selain sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan strategi, juga untuk menetapkan visi, dan misi serta kebijakan operasional pembangunan kelautan dan. B. Tujuan Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun ini dimaksudkan sebagai acuan dalam merencanakan dan merumuskan rencana program dan kegiatan pembangunan kelautan dan yang akan dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan pada periode Tujuannya adalah untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan yaitu turut mendorong tercapainya sasaran pembangunan kelautan dan yang ditetapkan dalam jangka waktu 5 Tahun ke depan, sekaligus mengantisipasi dinamika dan perkembangan situasi dan kondisi dalam negeri, lingkungan strategis, dan kecenderungan global yang berubah dengan cepat. 2

3 BAB II KONDISI SAAT INI A. Keragaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu institusi pemerintah bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengembangan sektor kelautan dan. Sejak dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan menjelang akhir Tahun 1999 pada masa pemerintahan Presiden KH.Abudurrahman Wahid, hingga saat ini telah memasuki usia 5 (lima) Tahun. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri yang efektif mulai bulan Juli 2001, peranan Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi semakin penting sebagai salah satu komponen untuk mewujudkan program normalisasi kehidupan ekonomi, dan memperkuat dasar bagi kehidupan perekonomian rakyat, yang merupakan salah satu program kerja Kabinet Gotong Royong pada periode tersebut. Arah kebijakan pembangunan kelautan dan dalam periode Tahun masih mengacu kepada Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) , Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun , serta Program Kerja Kabinet Gotong Royong. Pelaksanaan pembangunan kelautan dan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam mencapai daya saing yang tinggi. Dalam konteks manajemen suatu organisasi seperti Departemen Kelautan dan Perikanan, pencapaian hasil (kinerja) terutama dalam periode diukur dari indikator proses (process indicators) dan indikator luaran (output indicators). Indikator proses mencakup adanya konsistensi kebijakan dan program dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Indikator luaran yang merupakan hasil dari implementasi kebijakan dan program. Indikator luaran pembangunan kelautan dan dalam periode Tahun antara lain sebagai berikut: 1. Lingkungan Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas sumber daya kelautan dan, meliputi ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, padang lamun dan estuaria, serta ekosistem budidaya laut. 3

4 Secara umum kondisi ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil telah mengalami degradasi fisik dengan laju degradasi yang mengancam keberlanjutan dan kelestarian sumber daya. Saat ini, kondisi ekosistem terumbu sebagai berikut: karang dapat digambarkan a. Luas terumbu karang di perairan Indonesia mencapai lebih dari km 2. Wilayah Indonesia merupakan lokasi bagi sekitar 1 / 8 dari terumbu karang dunia dan merupakan wilayah yang kaya dengan keanekaragaman biota perairan. b. Terdapat 300 jenis karang sebagai habitat dari 200 jenis ikan, mollusca, crustacea, sponge, algae, lamun dan biota lainnya. c. Kondisi terumbu karang saat ini mencapai kerusakan rata-rata 40% (sumber: P3O-LIPI) dengan rincian: rusak berat 40,14%, rusak sedang 29,22%, dan baik 6,41-24,23%. Di Indonesia Barat kondisi memuaskan tinggal 3,93%, di Indonesia Tengah tinggal 7,09%, sedangkan di Indonesia Timur kondisi memuaskan tinggal 9,80%. d. Penyebab kerusakan terumbu karang antara lain adalah (i) kegiatan manusia: penangkapan dengan alat yang merusak dan eksploitasi berlebih, pencemaran dan sedimentasi, perencanaan kurang tepat, dampak pembangunan di darat dan (ii) faktor alam: Elnino, La-Nina, topan, gempa dan banjir e. Wilayah yang mengalami degradasi oleh pencemaran tinggi antara lain adalah di Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Lampung dan Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk ekosistem mangrove, kondisi saat ini dapat digambarkan sebagai berikut: a. Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir dan laut karena memiliki fungsi proteksi, ekologi, dan ekonomi. Disamping itu, wilayah mangrove merupakan daerah asuhan (nursery ground), pemijahan (spawning ground), dan tempat mencari makan (feeding ground), serta shelter berbagai jenis biota. Potensi lain adalah sebagai tempat ekowisata. b. Pada periode , terjadi penurunan luasan mangrove dari 5,21 juta menjadi 2,5 juta ha dan terjadi hampir merata di seluruh wilayah pesisir. c. Konversi lahan mangrove menjadi lahan usaha tambak secara besarbesaran terjadi di provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Timur (delta Mahakam). Demikian 4

5 pula konversi lahan mangrove menajdi lahan industri terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. d. Terjadinya konflik penggunaan ruang dengan pertanian, permukiman, pertambangan, perhubungan laut dan pariwisata menyebabkan sebagian wilayah mangrove tidak dapat dipertahankan. Untuk ekosistem padang lamun (seagrass), yang merupakan sumber produktivitas primer pendukung kehidupan biota laut, kondisi saat ini dapat digambarkan sebagai berikut: a. Padang lamun merupakan ekosistem penyangga pantai terhadap abrasi dan erosi, serta sebagai perangkap sedimen dan penstabil dasar laut. Di Indonesia ditemukan 12 jenis dominan yang termasuk ke dalam 7 marga dan 2 suku, juga terdapat jenis lamun dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas membentuk suatu padang lamun (seagrass bed). b. Penyebaran ekosistem padang lamun di Indonesia mencakup wilayah perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tengga dan Papua. 2. Sosial a. Meluasnya Pemerataan Orientasi pembangunan kelautan dan 4 (empat) Tahun terakhir mampu memperluas pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya melalui distribusi dan alokasi anggaran ke kabupaten/kota untuk membiayai berbagai kegiatan berbasis masyarakat. Pelaksanaan pembangunan kelautan dan khususnya di daerah telah menunjukkan peningkatan dalam pemerataan dan perluasan cakupan area pembangunan. Pembangunan telah dilaksanakan di kabupaten/ kota di wilayah pesisir dan kabupaten/kota pedalaman yang potensial untuk budidaya air tawar, serta secara bertahap di pulau-pulau kecil. Cakupan program pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir meningkat dari Tahun ke Tahun mencakup jumlah kabupaten/kota. Pembangunan kelautan dan yang berbasis masyarakat tersebut dilaksanakan di kabupaten/kota melalui : 1) Peningkatan kegiatan ekonomi produktif yang terkait langsung dengan kehidupan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya, serta pulau-pulau kecil yang masih miskin, melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. 5

6 2) Pengembangan usaha tangkap skala kecil. 3) Pengembangan intensifikasi pembudidayaan udang, kerapu, rumput laut, dan nila. 4) Pemberdayaan perempuan dan generasi muda. 5) Pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau kecil dan di wilayah perbatasan. b. Meningkatnya Kepedulian Masyarakat Langkah-langkah sistematis dan terarah dalam pembangunan kelautan dan yang ditempuh telah mendorong partisipasi masyarakat dan menunjukkan peningkatan kepedulian masyarakat luas (masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir lainnya, LSM, perguruan tinggi, media massa, kelompok masyarakat lainnya) terhadap sektor kelautan dan. Kepedulian ini dapat dilihat dari meningkatnya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan departemen serta sumbangan pemikiran untuk pengembangan sektor kelautan dan di berbagai media massa dan kepedulian dalam proses pembangunan secara keseluruhan. 3. Ekonomi a. Meningkatnya Pertumbuhan Pembangunan kelautan dan sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan sampai Tahun 2003 telah melakukan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan mendorong terjadinya keberlanjutan pertumbuhan pada berbagai bidang sebagai berikut: Tahun 2000 Tahun 2004 Kenaikan PDB Perikanan Rp. 30,94 triliun Rp. 55,26 triliun 15,66% per thn Produksi Hasil Perikanan Ekspor Hasil Perikanan 5,1 juta ton 6,8 juta ton 7,42 % per thn US$ 1,6 miliar US$ 2,1 miliar 7,16% per thn Konsumsi Ikan 21,57 kg/kapita 23,18 kg/kapita 1,83% per thn Kesempatan Kerja : Jumlah nelayan 3,1 juta orang 3,4 juta orang 2,59% per thn Jumlah pembudidaya ikan 2,1 juta orang 2,4 juta orang 2,97% per thn Disamping itu, terjadi peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Rp. 11,7 miliar pada Tahun 2000 menjadi Rp. 615,73 miliar pada Tahun

7 Dalam kurun waktu yang sama, juga telah terjadi peningkatan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya penerima Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dari Rp ,00 pada Tahun 2000 menjadi Rp ,00 pada Tahun b. Berkembangnya Sistem Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dalam periode Tahun , telah dikembangkan sistem pengelolaan sumber daya kelautan dan, antara lain meliputi: 1) Sistem perijinan usaha 2) Sistem pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya 3) Sistem penyaluran bahan bakar untuk nelayan 4) Sistem pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan 5) Sistem karantina ikan nasional 6) Program legislasi nasional 7) Pengembangan riset dan teknologi 8) Dukungan permodalan 9) Penertiban penambangan pasir laut ilegal 10) Pengembangan sarana dan prasarana kelautan dan 11) Sistem pengelolaan sumber daya laut dan pesisir terpadu B. Potensi dan Peluang Pengembangan Sumber daya pesisir dan lautan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam baik jenis maupun potensinya. Potensi sumber daya tersebut ada yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti sumber daya ( tangkap dan budidaya), mangrove, terumbu karang, padang lamun, energi gelombang, pasang surut, angin dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); dan energi yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) seperti sumber daya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan, dan sebagainya. Pada bagian berikut secara singkat dipaparkan gambaran potensi sumber daya tersebut, khususnya sumber daya yang dapat diperbaharui, yang mencakup tangkap dan jasa lingkungan laut, budidaya, baik budidaya laut, air payau, kolam air tawar dan karamba penangkapan di perairan umum, terumbu karang, serta sedikit paparan tentang potensi sumber daya yang non renewable. 7

8 1. Potensi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang km, dengan potensi sumber daya, terutama sumber daya laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitas. Potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per Tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia, yakni Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Dari seluruh potensi sumber daya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton per Tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari, dan baru dimanfaatkan sebesar 4,5 juta ton pada Tahun 2004 atau baru 87,89% dari JTB. Sedangkan dari sisi diversivitas, dari sekitar jenis ikan yang ada di dunia, yang ditemukan di perairan Indonesia lebih dari jenis. Di samping itu terdapat potensi pengembangan untuk: a. tangkap di perairan umum seluas 54 juta ha dengan potensi produksi 0,9 juta ton/tahun; b. budidaya laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia), budidaya moluska (kerang-kerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput laut; c. budidaya air payau (tambak) yang potensi lahan pengembangannya mencapai sekitar ha; d. budidaya air tawar terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa), kolam air tawar, dan mina padi di sawah; serta e. bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri bioteknologi kelautan seperti industri bahan baku untuk makanan, industri bahan pakan alami, benih ikan dan udang, industri bahan pangan. Peluang pengembangan usaha dan kelautan Indonesia masih memiliki prospek yang baik. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi diperkirakan sebesar US$ 82 miliar per tahun, dengan rincian: a. potensi tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun; b. potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun; c. potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun; d. potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun; e. potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun; dan f. potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Potensi dan peluang pengembangan sektor kelautan dan meliputi: a. tangkap; b. budidaya; 8

9 c. industri pengolahan hasil ; d. industri bioteknologi kelautan dan ; e. pengembangan pulau-pulau kecil; f. pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam; g. deep sea water; h. industri garam rakyat; i. pengelolaan pasir laut; j. industri penunjang; k. pengembangan kawasan industri terpadu; dan l. keanekaragaman hayati laut. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan dan menjadikan sektor ini sebagai prime mover pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya percepatan dan terobosan dalam pembangunan kelautan dan yang didukung dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial yang kondusif. Dalam kaitan ini, koordinasi dan dukungan lintas sektor serta stakeholder lainnya menjadi salah satu prasyarat yang sangat penting. Disamping adanya potensi sumberdaya kelautan dan yang besar, terdapat pula: a. potensi kelembagaan, seperti peranan Komisi Tuna, Komisi Udang, Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), LSM bidang kelautan dan, dll., yang ke depan perlu terus disinergikan. b. potensi sarana prasarana yang telah dimiliki, seperti layanan unit karantina ikan, balai pengembangan, balai riset, balai/loka budidaya, sekolah, dll. c. potensi daerah yang telah menyusun Renstrada (Rencana Strategis Daerah) dibidang kelautan dan. 2. Pasar Ekspor Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia, permintaan terhadap produk-produk kelautan dan di pasar dunia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: a. Meningkatnya kesadaran manusia terhadap produk sebagai makanan yang sehat untuk dikonsumsi karena mengandung nilai gizi yang tinggi, rendah kolesterol dan mengandung asam lemak tak jenuh, omega 3 yang dapat meningkatkan kecerdasan. 9

10 b. Dampak consumption mass dari globalisasi yang menuntut produk pangan yang dapat diterima secara internasional (food become more international), tanpa memperhatikan umur, kewarganegaraan dan agama. Komoditas ikan merupakan jenis produk pangan yang memenuhi syarat tersebut. c. Semakin berkembangnya industri farmasi, kosmetika dan makanan serta minuman yang sebagian besar bahan produksinya berasal dari biota perairan. Secara umum perdagangan hasil dunia terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,50% sepanjang Tahun 1990-an dengan nilai sekitar US$ 10,37 miliar. Laju pertumbuhan produksi dunia masih didominasi oleh tangkap, sekitar 80%, namun menunjukan pertumbuhan yang mendatar, yakni 1,7% per tahun. Hal ini membuka peluang bagi peningkatan produksi budidaya, khususnya budidaya laut. Negara-negara tujuan ekspor dunia, khususnya Indonesia masih didominasi Jepang (25%), Singapura (13%), USA (11%), Hongkong (7%), RRC (4%), dan Thailand (4%). 3. Pasar Dalam Negeri Produk di pasar dalam negeri (domestik) berguna untuk menyediakan kebutuhan pangan berupa protein hewani dimana sekitar 60-65% kebutuhan protein hewani bersumber dari produk. Di samping itu, produk di dalam negeri berfungsi pula sebagai bahan baku industri pengolahan tepung ikan, kosmetika, obat-obatan, probiotik dan bioaktif. Pasar domestik memiliki potensi yang besar untuk menyerap hasil nasional. Hal ini dapat diperkirakan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 217 juta pada Tahun Bila tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia per kapita pada Tahun 2004 mencapai 23,18 kg/kapita, maka jumlah produk yang diserap di pasar nasional mencapai 5,3 juta ton pada tahun tersebut. Jumlah tersebut masih berasal dari kebutuhan pangan saja, belum termasuk kebutuhan bahan baku industri. C. Permasalahan Yang Dihadapi Walaupun berbagai hasil telah dicapai dalam periode Tahun , namun masih terdapat permasalahan yang dihadap yaitu: 10

11 1. Masalah internal bidang kelautan dan : a. Sebagian besar masih merupakan nelayan tradisional dan struktur armada didominasi skala kecil; b. Ketimpangan pemanfaatan stok ikan antar wilayah maupun antar spesies; c. Terjadinya praktek illegal fishing; d. Pengembangan budidaya belum optimal; e. Belum optimalnya pemanfaatan pulau-pulau kecil; f. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut di beberapa kawasan; g. Belum optimalnya pengelolaan konservasi laut dan perairan umum; h. Belum optimalnya pengelolaan potensi kelautan non konvensional. 2. Masalah eksternal yang mempengaruhi kelautan dan : a. Rendahnya kesadaran bangsa tentang arti penting dan nilai strategis sumber daya kelautan dan bagi pembangunan ekonomi nasional (kemakmuran bangsa), sehingga perhatian, pengetahuan (wawasan) dan penguasaan serta penerapan IPTEK kelautan dan juga menjadi rendah; b. Belum adanya dukungan permodalan yang memadai; c. Kebijakan moneter, fiskal dan investasi belum kondusif; d. Tata ruang dan pengendalian pencemaran belum kondusif; e. Keamanan dan kepastian hukum dalam berusaha; f. Penegakan hukum (Law Enforcement) masih lemah. Namun demikian, permasalahan tersebut di atas terus menerus diupayakan pemecahannya bersama-sama dengan instansi sektor terkait lain dan para stakeholders. D. Lingkungan Strategis 1. Faktor Lingkungan Strategis a. Faktor Lingkungan Internasional Memasuki abad ke-21, Indonesia dihadapkan pada tantangan internasional sehubungan dengan mulai diterapkannya pasar bebas, mulai dari AFTA (pasar bebas ASEAN) hingga APEC (pasar bebas Asia Pasifik). Seiring dengan itu, terjadi berbagai perkembangan lingkungan strategis internasional, antara lain: (1) proses globalisasi; (2) regionalisasi blok perdagangan; 11

12 (3) isu politik perdagangan yang menciptakan non-tariff barier; (4) isu tarifikasi dan tariff escalation bagi produk agroindustri; dan (5) perkembangan kelembagaan perdagangan internasional. Esensi dari pengaruh lingkungan strategis internasional adalah terbukanya peluang pasar untuk ekspor dan sekaligus tantangan untuk bersaing baik di dalam negeri maupun di pasar internasional. Dengan demikian strategi untuk menghadapi peluang dan tantangan tersebut adalah meningkatkan keunggulan berdaya saing. Keunggulan bersaing yang dimiliki suatu negara dalam era perdagangan bebas tidak dapat hanya mengandalkan keunggulan potensi sumber daya saja sebagai keunggulan komparatif. Menguatnya globalisasi ekonomi dunia (produksi dan konsumsi) yang menyertai liberalisasi perdagangan, memungkinkan negara lain memanfaatkan melimpahnya sumber daya melalui perusahaan global, aliansi strategis dan perusahaan multinasional. Dengan demikian peran keunggulan sumber daya (keunggulan komparatif) suatu negara akan semakin kabur, meskipun demikian keunggulan komparatif ini dapat memberikan kontribusi pada keunggulan bersaing. Faktor-faktor yang menjadi tulang punggung kemampuan daya saing adalah: (1) inovasi teknologi dalam sistem produksi, sehingga biaya produksi menjadi efisien; (2) inovasi teknologi dalam penanganan pasca panen, sehingga sesuai dengan tuntutan konsumen, baik dalam bentuk (form) maupun dalam selera (taste); (3) inovasi manajemen dalam sistem agribisnis, sehingga mampu mengakumulasi efisiensi yang dicerminkan dalam keunggulan bersaing; (4) sistem pendukung yang akomodatif, berupa pembangunan infrastruktur, perbankan dan kebijakan pemerintah; dan (5) Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Globalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks dan kompetitif tersebut menuntut tingkat efisiensi yang tinggi. Pergerakan ke arah tingkat efisiensi ini menuntut penggunaan teknologi tinggi yang semakin intensif yang harus tetap memperhatikan asas-asas kelestarian lingkungan, serta kemampuan manajerial dan profesionalisme yang semakin meningkat pula. Dampak lain dari kondisi tersebut adalah persaingan yang ketat dalam kualitas produk termasuk produk dan jasa dari sektor kelautan dan. 12

13 Terdapat dua aspek globalisasi yang terkait dengan sektor kelautan dan, yaitu: (1) Aspek ekologi, terdapat berbagai kaidah internasional dalam pengelolaan sumber daya (fisheries management), seperti: (a) Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dikeluarkan FAO (1995). Aturan ini menuntut adanya praktek pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, dimana setiap negara dituntut untuk memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Kaidah-kaidah tersebut selanjutnya dijabarkan di tingkat regional melalui organisasi/komisi-komisi regional (Regional Fisheries Management Organizations-RFMOs) seperti IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) yang mengatur penangkapan tuna di perairan India, CCSBT, dll. (b) Committee on Fisheries FAO telah menyepakati tentang International Plan of Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang mengatur mengenai: praktek ilegal seperti pencurian ikan, praktek yang tidak dilaporkan atau laporannya salah, atau laporannya di bawah standar, dan praktek yang tidak diatur sehingga mengancam kelestarian stok ikan global. (2) Aspek ekonomi, liberalisasi perdagangan merupakan ciri utama globalisasi. Konsekuensinya adalah ketatnya persaingan produkproduk pada masa datang. Oleh karenanya produk-produk akan sangat ditentukan oleh berbagai kriteria, seperti: (a) produk tersedia secara teratur dan berkesinambungan, (b) produk harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, dan (c) produk dapat disediakan secara masal. Selain itu, produk-produk harus dapat pula mengantisipasi dan mensiasati segenap isu perdagangan internasional, termasuk: isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000), isu property right, isu responsible fisheries, precauteonary approach, isu hak asasi manusia (HAM), dan isu ketenagakerjaan. Akan halnya ISO 14000, mensyaratkan bahwa produk sektor harus dihasilkan dari suatu proses produksi yang berwawasan lingkungan, yaitu: (1) proses produksi tidak merusak tatanan, fungsi dan proses ekologis; dan (2) proses produksi tidak membahayakan pelaku produksi dan kesehatan atau jiwa konsumen. 13

14 Selain itu, telah disepakati pula beberapa standar internasional, misalnya mengenai SPS (Sanitary and Phytosabitary) yang bersifat multidimensi. Kriteria kualitas SPS mencakup keamanan pangan (Food Safety Attributes), kandungan gizi (Nutrition Attributes). Oleh karena itu standarisasi produk dan proses perlu segera dikembangkan. Pengaruh globalisasi yang lainnya, terutama di bidang pembinaan sumber daya manusia kelautan yang harus berstandar training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnels (STCW-F 95). STCW-F 95 merupakan peraturan internasional dari IMO yang mengatur standar pelatihan, sertifikasi dan jaga laut khusus untuk personil kapal penangkap ikan, sehingga Indonesia perlu melakukan upaya-upaya dalam rangka menuju pencapaian standar sumber daya manusia kelautan internasional. b. Perkembangan Isu Domestik Kewenangan pelaksanaan pembangunan nasional termasuk pengimplementasian pembangunan berkelanjutan serta penciptaan keunggulan bersaing, sebagian besar telah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, melalui instrumen Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Penyelenggaraan Otonomi Daerah merupakan jawaban dari kebutuhan untuk lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengacu hal-hal tersebut, dan seiring dengan perkembangan yang terjadi, baik di dalam maupun di luar negeri, Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan dan pembagian wewenang serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah menempatkan pemerintah daerah sebagai pelayan utama dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat, yang berkeadilan, demokratis, aspiratif, serta memiliki keunggulan bersaing. Untuk itu, Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang cukup luas, yakni kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Untuk menjalankan kewenangan di atas, Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. 14

15 Begitu juga kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan. Dengan demikian arah dari pembangunan daerah merupakan resultante dari perkembangan paradigma pembangunan berkelanjutan, perkembangan arah global, kecenderungan integrasi ekonomi dan perubahan isu domestik. Arah pembangunan daerah adalah menjadikan pemerintah daerah sebagai pelayan utama untuk mensejahterakan masyarakat dengan mengakomodasikan arah perkembangan paradigma pembangunan berkelanjutan, keunggulan bersaing dan isu demokratisasi, berkeadilan dan aspiratif dan partisipasi masyarakat. Dalam implementasinya, Otonomi Daerah membawa sejumlah implikasi terhadap aktivitas pemanfaatan sumber daya, yaitu: (1) sudah seharusnya daerah mengetahui potensi serta batasbatas wilayahnya sebagai dasar untuk meregulasi pengelolaan sumber daya, seperti penentuan jenis dan tipe kegiatan yang sesuai di daerahnya. (2) daerah dituntut bertanggung jawab atas kelestarian sumber daya dan kelautan di daerahnya itu. (3) semakin terbuka peluang bagi masyarakat lokal, utamanya nelayan untuk terlibat dalam proses pengelolaan sumber daya. 2. Strategi Pembangunan Untuk Abad 21 Pembangunan ekonomi pada abad 21 menempatkan masyarakat sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk bersaing dan mengakomodasikan tuntutan pasar global. Upaya yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat menuju pada kemandirian sedangkan pemerintah hanya bersifat fasilitator. Tiga hal pokok yang akan dilakukan tentang arah pembangunan ekonomi ke depan, yaitu: a. membangun perekonomian yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage), b. menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, c. mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah. Dalam konteks pola pembangunan tersebut terdapat tiga fase yang dilalui dalam mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu: 15

16 a. fase pembangunan yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya alam (resource driven), Fase ini adalah identik dengan pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan yang bercirikan peningkatan produksi melalui intensifikasi, sub sistem hulu-hilir belum berkembang dan produk akhir didominasi produk primer atau produk yang bersifat natural resources based and unskill labour intensive. Karenanya pembangunan pada fase ini merupakan perekonomian yang berbasis pada sumber daya kelautan dan. b. fase pembangunan yang digerakkan oleh investasi (investment driven) Pembangunan sistem usaha kelautan dan adalah digerakkan oleh investasi yang berimbang dari hulu sampai hilir dan sub sistem penunjangnya. Produk akhir fase ini bersifat olahan atau bersifat capital and skill labour intensive. Dan perekonomian pada fase kedua ini merupakan perekonomian berbasis industri. c. fase ketiga adalah pembangunan yang digerakkan oleh inovasi (inovation driven) Sistem usaha kelautan dan yang digerakkan oleh innovation driven, dicirikan oleh menonjolnya kegiatan riset dan pengembangan. Pada sub sistem hilir digerakkan oleh inovasi-inovasi dalam teknologi proses, teknologi produk, teknologi kemasan. Produk akhir dari sistem usaha kelautan dan akan didominasi oleh produk-produk yang bersifat technology intensive and knowledge based. Perekonomian pada fase merupakan perekonomian berbasis teknologi. Keberlanjutan dari sistem usaha kelautan dan merupakan upaya untuk senantiasa mengimplementasikan dimensi keberlanjutan, antara lain memelihara kelestarian sistem penunjang kehidupan, mengakomodasikan aspek keadilan dan pemerataan, pemberdayaan kelembagaan (empowering), dan mengakomodasikan prinsip efisiensi dan keadilan alokasi sumber daya alam pada seluruh fase pembangunan. Dengan demikian arah jangka panjang dari pembangunan kelautan dan adalah diarahkan untuk mentransformasikan dari fase pertama ke fase ketiga dengan tetap mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan melibatkan masyarakat, sehingga memiliki daya saing tinggi pada pasar global. 16

17 BAB III KONDISI YANG DIINGINKAN Rencana Strategis Pembangunan Departemen Kelautan dan Perikanan dihasilkan melalui penyerasian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , Visi, Misi Departemen Kelautan dan Perikanan dan Renstra sebelumnya. Program disusun berdasarkan usulan dari unit kerja, yang selanjutnya disusun berdasarkan bidang kewenangan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Setiap unit kerja dituntut kinerjanya sesuai dengan format AKIP-LAKIP, untuk dipertanggungjawabkan kepada publik. Indikator makro merupakan pengerucutan dan interaksi berbagai kinerja unit kerja, sehingga indikator makro adalah pencapaian sasaran strategis. A. Lingkungan Dalam periode lima Tahun ke depan, kondisi lingkungan yang diinginkan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang mampu mengelola sumber daya di wilayahnya secara bertanggung-jawab 2. Terwujudnya lingkungan pesisir dan laut yang bersih dan sehat sehingga dapat menjamin produktivitas sumber daya serta keanekaragaman hayati laut. 3. Sumber daya kelautan non-konvensional yang dapat memberikan manfaat dan dapat diperhitungkan sebagai kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. 4. Terwujudnya ketertiban dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan melalui upaya (a) pembentukan kelembagaan pengawasan yang mandiri, (b) pemenuhan sarana dan prasarana pengawasan dan tenaga pengawas, (c) pengembangan teknologi pengawasan, (d) peningkatan partisipasi dan peran masyarakat dalam pengawasan, (e) penaatan dan penegakan hukum. B. Sosial Jangkauan program pengentasan kemiskinan dalam lima Tahun kedepan, ditargetkan sebesar 18% dari populasi masyarakat pesisir, dengan tahapan sebagai berikut: 17

18 SASARAN JANGKAUAN PROGRAM PEMBERDAYAAN, Uraian Kenaikan (%/thn) Jangkauan Program Pengentasan Kemiskinan (% populasi masyarakat pesisir) 7,5 10,00 14,00 16,00 18,00 25,03 C. Ekonomi Indikator makro untuk pembangunan kelautan dan yang akan dicapai oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada periode Tahun adalah sebagai berikut: INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, No. Uraian Kenaikan (%/thn) 1. Produksi Perikanan (ton) : ,69 Perikanan Tangkap ,28 Perikanan Budidaya ,40 2. Ekspor Hasil Perikanan ,74 (US 1.000) 3. Konsumsi Ikan 25,00 26,00 29,00 31,60 32,29 6,67 (kg/kapita/tahun) 4. Penyediaan kesempatan kerja kumulatif (orang) ,22 Perikanan Tangkap ,35 Perikanan Budidaya ,73 5 Kontribusi terhadap PDB Nasional (%) 2,50 3,10 3,80 4,40 5,10 19,57 (tidak termasuk pengolahan) 18

19 BAB IV TUGAS POKOK DAN FUNGSI Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai suatu organisasi pemerintah yang bertanggung jawab melaksanakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kelautan dan diharapkan mampu turut mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional sebagaimana digariskan dalam RPJMN Arah kebijakan RPJMN yang terkait dengan kegiatan pembangunan kelautan dan sebagaimana diuraikan diatas, merupakan acuan dasar dalam menyusun Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Kelautan dan Perikanan. RENSTRA adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) Tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan permasalahan yang ada atau mungkin timbul. Penyusunan renstra ini diikuti dengan penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) yang merupakan rencana tindak yang akan dilaksanakan setiap Tahun selama lima Tahun berlangsungnya program pembangunan. Berkaitan dengan hal itu, untuk melaksanakan program-program pembangunan kelautan dan yang tertuang dalam RENSTRA, Departemen Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun Tugas pokok Departemen Kelautan dan Perikanan adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kelautan dan. Adapun fungsinya adalah melakukan: 1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang kelautan dan ; 2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; 3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya; 4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut, susunan organisasi Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, adalah sebagai berikut: 1. Sekretariat Jenderal Melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi Departemen. 19

20 2. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang tangkap. 3. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang budidaya. 4. Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan. 5. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang eksplorasi dan tata pemanfaatan kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil. 6. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil. 7. Inspektorat Jenderal Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen. 8. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Melaksanakan riset di bidang kelautan dan 9. Staf Ahli Memberikan telaahan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya, yang tidak menjadi bidang tugas Sekretariat jenderal, Direktorat Jenderal, Badan, dan Inspektorat Jenderal. 20

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.17/MEN/2005 TENTANG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.17/MEN/2005 TENTANG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.17/MEN/2005 TENTANG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2005-2009 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Ilustrasi Organisasi 3.1.1 Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA PESISIR SEBAGAI ALTERNATIF PEMBANGUNAN INDONESIA MASA DEPAN 1

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA PESISIR SEBAGAI ALTERNATIF PEMBANGUNAN INDONESIA MASA DEPAN 1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA PESISIR SEBAGAI ALTERNATIF PEMBANGUNAN INDONESIA MASA DEPAN 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi 2 Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada pertengahan bulan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

14Pengembangan Agribisnis

14Pengembangan Agribisnis 14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia Indonesia merupakan negara maritim yang besar, kuat, dan makmur. Suatu anugerah yang sangat berharga yang dimiliki oleh bangsa kita. Potensi maritim Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: MOHAMAD RAHMAT MULIANDA DIREKTORAT KELAUTAN DAN PERIKANAN Batam, 22 Agustus 2014 1 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

4 PEMBANGUNAN PERIKANAN DI WILAYAH PENELITIAN

4 PEMBANGUNAN PERIKANAN DI WILAYAH PENELITIAN 4 PEMBANGUNAN PERIKANAN DI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Program Pembangunan Perikanan 4.1.1 Provinsi Banten Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2007) menyebutkan bahwa visi institusi tersebut untuk

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN Prioritas pembangunan Kabupaten Lingga Tahun diselaraskan dengan pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan amanat dari Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN SATUAN KERJA LINGKUP PUSAT KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi Kebijakan Perikanan Budidaya Riza Rahman Hakim, S.Pi Reflection Pembangunan perikanan pada dasarnya dititikberatkan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya Pada dekade 80-an perikanan budidaya mulai

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.24/MEN/2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2010 Menimbang MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN SATUAN KERJA LINGKUP PUSAT KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 TAHAPAN I (2005-2009) TAHAPAN I (2010-2014) TAHAPAN II (2015-2019) TAHAPAN IV (2020-2024) 1. Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Kabupaten

Lebih terperinci

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Oleh: Akhmad Solihin Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Selatan Jawa yang menghadap Samudera Hindia adalah

Lebih terperinci