KAJIAN INTERTEKSTUAL SOSIAL DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN MADRASAH CINTA KARYA AYU NESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN INTERTEKSTUAL SOSIAL DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN MADRASAH CINTA KARYA AYU NESIA"

Transkripsi

1 KAJIAN INTERTEKSTUAL SOSIAL DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN MADRASAH CINTA KARYA AYU NESIA SKRIPSI DiajukanSebagai Salah SatuSyaratuntukMemperolehGelarSarjanaPendidikanBahasadanSastra Indonesia Oleh INTANPRASASTINUR JURUSANPENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018

2 vii MOTTO DAN PERSEMBAHAN Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menhgadapi tantangan dan saya percaya pada diri sendiri. Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu merubahya sendiri olehnya itu tetaplah berjuang dan berusaha semaksimal mungkin. Karena, manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang.

3 ABSTRAK INTAN PRASASTI NUR Kajian Intertekstual Sosial dalam Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta Karya Ayu Nesia. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Andi Sukri Syamsuri dan Syekh Adiwijaya Latief. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intertekstual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia dan dikemukakan pula persamaan dan perbedaan dalam kedua novel tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini adalah keterangan yang di jadikan objek kajian baik melalui setiap kata maupun kalimat ungkapan sebagai pendukung intertekstual sosial dalam novel. Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Neisa. Pengumpulan data ini dilakukan dengan teknik pustaka, yaitu mnggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam novel Hujan Bulan Juni ditemukan tujuh kalimat yang termasuk kajian intertekstual sosial dan pada novel Madrasah Cinta terdapat lima kalimat. Kata kunci: Struktur Novel, Kajian Intertekstual Sosial, Persamaan dan Perbedan

4 KATA PENGANTAR Pujidan syukurpatutlahdipanjatkanataskehadirat Allah Swt yang telahmelimpahkanrahmatdanhidayah-nya, sehinggapenulisdapatmenyelesaikan proposal inidenganjudul KajianIntertekstualSosial dalamnovel HujanBulanJuniKaryaSapardiDjokoDamono danmadrasah CintaKaryaAyuNesia. Sholawatsertasalamjugasemogasenantiasa Allah curahkankepadajunjungankitanabibesar Muhammad SAW kepadasahabatkeluarga, sertaummat yang istiqomahberada di jalan-nya. Penulis menyadaridalampenyusunanskripsiinihambatandankesulitanselalupenulistemui, namun hanyaatasizin-nyasertabimbingan, dorongan, danbantuandariberbagaipihakakhirnyaskripsiinidapatterselesaikan.pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang sebesarbesarnya kepada ayahanda Bado bunda Anni yang tulus dan ikhlas membesarkan, mendidik, membiayai, dan memberikan kasih sayang tiada tara serta selalu mendoakan demi kesuksesan penulis dalam meraih cita-cita, serta keluarga yang turut memberikan motivasi dan selalu mendoakan ananda selama proses pendidikan hingga penyusunan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk sehingga skripsi ini dapat selesai. Kepada

5 x BapakSyekhAdiwijaya Latief, S.Pd., M.Pd., II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan serta petunjuk dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih kepada Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE., MM. rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph. D. dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammdiyah Makassar dan Dr. Munirah, M.Pd. ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar. Teman-teman seperjuangan di Universitas Muhammadiyah Makassar, FKIP jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2018 kelas E khususnya Rosita dan Isma Indah yang selama ini membantu peneliti selama menempuh studi. Ucapan teristimewa kepada sahabatku Nurhazanah Ismail,Ita Wahyuni Yusuf, Sidratul Muntaha, Mariana,Nurfitri Mahzanah, dan Henny Hardiyantiyang telah memberikan dukungan, motivasi, dan semangat kepada penulis. Segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak semoga mendapatkan imbalan dari Allah Swt. Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin. Makassar, Juli 2018 PENULIS

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii SURAT PENYATAAN... iv SURAT PERJANJIAN... v MOTO DAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... viii x BAB 1 PENDAHULUAN A. LatarBelakang... 1 B. FokusPenelitian... 7 C. TujuanPenelitian... 8 D. ManfaatPenelitian... 8 E. PenegasanIstilah... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. TinjauanPustaka PenelitianYang Relevan Sastra... 17

7 3. PengertianNovel Interstektual Sosial B. Kerangkapiker BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan DesainPenelitian B. Data dan Sumber Data C. TeknikPengumpulan Data D. TeknikAnalisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hasil karya sastra yang cukup banyak terdapat di Indonesia.Perkembangan karya sastra di Indonesia bukan hanya pada saat ini saja, tetapi juga sudah ada sejak lama.perkembangan ini membuat karya sastra di Indonesia masih bertahan sampai saat ini. Pradopo (dalam Salfia, 2015) mengatakan karya sastra adalah termasuk karya seni, seperti halnya karya-karya seni lainnya: seni musik, seni lukis, seni tari, dan sebagainya, di dalamnya sudah mengandung penilaian seni. Dan kata seni ini berhubungan dengan pengertian indah atau keindahan, kembali pada karya sastra, karya sastra sebagai karya seni memerlukan pertimbangan, memerlukan penilaian akan seninya. Karya sastra mempersoalkan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan sesama makhluk hidup dan lingkungannya. Karya sastra merupakan hasil dialog, renungan, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika karya sastra dianggap sebagai hasil kerja lamunanbelaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.karya sastra yang dihasilkan pengarangselalu menampilkan konflik yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya

9 2 menampilkan konflik itu secara fiksi.dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan.salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan salah satu dari karya sastra bersifat kreatif imajinatif yang menceritakanpersoalan kehidupan manusia secara kompleks dengan berbagai konflik, sehingga pembaca memperoleh pengalamanpengalaman baru tentang kehidupan.novel adalah karya fiksi yang dibangun dari berbagai unsur intrinsiknya.unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan duniayang nyata lengkap dengan peristiwa dan konflik di dalamnya, sehingga tampak seperti sungguhsungguh adadan sungguh-sungguh terjadi.unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang membangun sebuah cerita. Novel merupakan gambaran hidup tokoh yang menceritakan hampir keseluruhan perjalanan hidup tokoh.perjalanan tokoh dalam novel digambarkan dengan lengkap atau jelas oleh pengarang.setiap tokoh juga diberi gambaran fisik, konflik, dan kejiwaan yang berbeda-beda sehingga cerita tersebut seperti nyata atau menjadi hidup. Alasan memilih judul karena, adanya keterkaitan penulis di bidang sastra mengarah pada sastra tulisan. Dan luasnya cakupan sastra tulisan, maka penulis membatasi objek penelitiannya pada sastra tulisan yang berjenis prosa fiksi, khususnya cerita (novel). Cerita rekaan menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kehidupan yang melingkupinya. Bahan penciptaan cerita rekaan dapat diambil dari kehidupan sosial masyarakat.

10 3 Penelitian ini akan mengkaji novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia dengan pendekatan Intertekstual sosail. Penelitian Intertekstual merupakan bagian dari kritik sastra yang mengakaji hubungan antara karya sastra yang satu dengan yang lain, serta hubungan antara sastra dengan bidang lainnya sebagai hipogramnya. Sastra bandingan adalah sebuah studi teks across cultural.studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat.dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang berbeda. Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini merepresentasikan bahwa sastra bandingan memang cukup luas. Bahkan, pada perkembangan selanjutnya, konteks sastra bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Sastra perbandingan adalah wilayah keilmuan sastra yang mempelajari keterkaitan antar sastra dan perbandingan sastra dengan bidang lain. Jalin-menjalin antar karya sastra sangat dimungkinkan, karena setiap pengarang menjadi bagian penulisan ini.ilmu sastra menjadi pijakan sastra bandingan. Oleh karena, melalui ilmu sastra tersebut akan dilihat apakah karya satu dengan yang lain saling bersinggungan atau tidak. Penelitian interteks sebenarnya bagian dari sastra bandingan.interteks memang lebih sempit dibandingkan sastra perbandingan.jika sebagian besar interteks merupakan gerakan peneliti filoligi baik klasik maupun modern,

11 4 yang selalu berhubungan dengan teks sastra-sastra bandingan justru lebih luas lagi. Sastra bandingan dapat melebar ke arah bandingan antara sastra dengan bidang lain yang mungkin (di luar sastra). Munculnya studi interteks, sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh pembuatan sejarah sastra.karena, melalui pembuatan sejarah sastra, interteks akan menyumbangkan bahan yang luar biasa pentingnya. Maksudnya, jika dalam tradisi sastra terdapat pinjam-meminjam (gaduh) antara sastra satu dengan yang lain, akan terlihat pengaruhnya. Sedangkan munculnya sastra bandingan dengan bidang lain, kemungkinan besar dipengaruhi oleh penelitian lintas disiplin ilmu. Lintas disiplin ini akan memandang sebuah fenomena senada akan memiliki sumbangan penting dan saling terpengaruh. Pengaruh tersebut akan menjadi lengkap apabila telah dibandingkan secara cermat satu sama lain. Studi interteks menurut Frow (1990:45-46) didasarkan beberapa asumsi kritis : (1) konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagai isi, melainkan juga aspek perbedaan dan sejarah teks, (2) teks tak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama lain juga saling memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks, (3) ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir juga pada teks tertentu merupakan proses waktu yang menentukan, (4) bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang eksplisit sampai implisit. Teks boleh saja diciptakan ke bentuk lain : di luar norma idiologi dan budaya, di luar genre, di luar gaya dan idiom, dan di luar hubungan teks-teks lain, (5)

12 5 hubungan teks satu dengan yang lain boleh dalam rentang waktu lama, hubungan tersebut bisa secara abstrak, hubungan interteks juga sering terjadi penghilangan-penghilangan bagian tertentu, (6) pengaruh mediasi dalam interteks sering mempengaruhi juga pada penghasilan gaya maupun normanorma sastra, (7) dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interprestasi, (8) analisis interteks berbeda dengan melakukan kritik melainkan lebih terfokus pada konsep pengaruh. Jika dicermati dari asumsi tersebut,penelitian interteks semula memang pengembangan dari resepsi sastra, terutama resepsi teks.asumsi paham interteks adalah bahwa teks sastra tidak berdiri sendiri. Teks dibangun atas teks yang lain. Penulis ketika mengekspresikan karyanya, telah meresepi karya sebelumnya.hanya saja, terjadinya interteks tersebut ada yang sangat vulgar dan ada pula yang sangat halus. Semua kasus interteks tergantung keahlian pengarang menyembunyikan atau sebaliknya memang ingin menampakkan karya orang lain dalam karyanya. Pemerhati interteks dan sastra perbandingan sebenarnya kurang lebih sama. Baik interteks maupun sastra perbandingan, sebenarnya ingin melacak orisinalitas sebuah teks sastra. Jika karya sastra semakin tidak memuat teks lain, berarti fungsi kreativitas sangat tinggi. Pencipta telah memanfaatkan kemampuan berkreasi sehingga seakan-akan tak ada teks lain yang muncul di dalamnya. Namun, jika peneliti interteks dan atau sastra perbandingan sangat jali, apa yang disembunyikan pencipta atas teks lain sering terungkap.

13 6 Penelitian ini tidak hanya akan membahas kajian intertekstual, tetapi akan membahas tentang sosial.sosial adalah bagian yang tidak utuh dari sebuah hubungan manusia sehingga membutuhkan pemakluman atas hal-hal yang bersifat rapuh di dalamnya.sosial ini merujuk pada hubunganhubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan dirinya. Pengertian sosial ini pun berhubungan dengan jargon yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial.setiap manusia memang tidak bisa hidup sendirian. Seseorang membutuhkan orang lain untuk mendukung hidupnya. penelitian ini sangat menarik untuk di analisis, apalagi objek kajian dari penelitian ini adalah novel dari dua pengarang yang berbeda namun memiliki kesamaan genre dalam menuangkan cerita fiksi. Pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan untuk menganalisis kajian interstektual sosial pada novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta. Novel Hujan Bulan Juni menceritakan tentang hubungan percintaan antara Pria sederhana dan kaku bernama Sarwono dengan gadis, yang kalau boleh saya kategorikan seperti syarat untuk menjadi Miss Universe, Brain, Beauty dan, Behavior bernama Pingkan. Dia adalah sosok perempuan yang berdarahblasteran dari dua suku Jawa (Solo) dan Minahasa (Menado).Sarwono ini adalah seorang Antropolog. Meskipun ia selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai peneliti, ia tetap berusaha untuk selalu

14 7 mengabari gadis pujaanya (Pingkan). Singkatnya kemudian, Pingkan dan Sarwono, sering bertemu maka keduanya saling jatuh cinta, meski dibenturkan oleh sebuah kendala berbeda agama.bukan hanya itu, cinta mereka juga sering dibumbui dengan obrolan yang remeh-temeh setiap kali sedang jalan bersama.tetapi, justru sebab obrolan mereka itulah yang membuatkeromantisan di antara keduanya semakin terbangun. Novel Madrasah Cinta menceritakan tentang ajaran sebuah cinta sejati tak pernah mati. Cinta sejati bukan karena cantik dan tahta. Namun, karena ketulusan dan keimanan. Cinta sejati yang hakiki hanyalah cinta antara kita dengan Allah Swt. Dan juga cinta yang tidak akan pernah mati dan tidak akan berakhir hingga akhir masa, baik masa di dunia maupun masa di akhirat nanti. Allah mencurahkan cinta kita kepada kita dengan luar biasa tanpa jeda. Tanpanya, kita tidak akan ada di dunia ini. Seperti halnya apabila hubungan percintaan yang didasari hanya pada materi, ia tidak bertahan lama pasti akan berujung perpisahan. Akan tetapi, cinta yang tidak disebabkan karena materi akan terus tumbuh subur, mekar, berkembang, sebagaimana alami ini akan sempurna menjadi alam Ukhrawi Alam Surgawi. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Struktur novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta Karya Ayu Nesia.

15 8 2. Kajian interstektual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan struktur novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta Karya Ayu Nesia. 2. Dapat mengetahui cara menganalisis kajian interstektual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan kontribusi bagi bidang kajian sastra.dengan demikian, penelitian ini nantinya berperan untuk memperkaya perkembangan ataupun teehadap apresiasi sastra itu sendiri. 2. Manfaat Praktis a) Bagi Pembelajaran Sastra Di harapkan dengan pendekatan ini dapat memberikan konstribusi pemikiran yang aplikatif dalam proses pengajaran sastra, khususnya dalam mempelajari kajian intertekstual dan gaya bahasa

16 9 repetisi dalam sastra khususya. Hal ini juga menjadi bahan ajar yang cukup relevan untuk pengapresiasi karya sastra kepada siswa. b) Bagi Penikmat Sastra Penelitian ini bermanfaat bagi penikmat sastra guna membantu dalam mengapresiasikan karya dan petunjuk disaat menghadapi kesulitan dalam memahami pesan yang terdapat karya sastra, khususnya dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia. c) Bagi Peneliti Sastra Penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia. E. Penegasan Istilah Untuk memudahkan gambaran yang jelas tentang fokus yang diteliti, penulis merasa perlu mengemukakan definisi berikut ini. 1. Interstektual adalah sebuah pendekatan untuk memahami sebuah teks sebagai sisipan dari teks-teks lain. Interstektual juga dipahami sebagai proses untuk menghubungkan teks dari masa lampau dengan teks masa kini. 2. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

17 10 3. Sosial merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan individualis. Istilah tersebut sering dibandingkan dengan cabang-cabang kehidupan manusia dan masyarakat di manapun.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian yang Relevan Penelitian relevan sebelumnya telah diteliti oleh Atik Hendriyati Skripsi Kajian Intertekstual Dan Nilai PendidikanNovel Canting Karya ArswendoAtmowiloto. Dengan Para Priyayi Karya Umar Kayam. Dalam penelitian ini kemukakan bahwa pertentangan dapat dilihat pula dari amanat yang terkandung dalam masing-masing novel. Amanat yang terkadung dalam Cantingmenyaran kepada semangat perubahan zaman janganlah dilawan karena hanya akan menemui kekalahan. Cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan meleburkan diri tanpa melupakan jati diri. Nilai pendidikan dalam novel Canting dan Para Priyayi disampikan melalui sikap atau tindakan parah tokohnya. Nilai pendidkan dalam sikap atau tindakan, yaitu nilai-nilai yang diperoleh dan dapat dicontoh dari sikap atau tindakan para tokoh dalam cerita.selain itu, nilai pendidikan disamapaikan melalui ungkapan atau pepatah dari para tokohnya yang mengandung ajaran moral yang tinggi.orang Jawa sangatlah kaya dengan ungkapan-ungkapan yang mengandung nasihat yang bijaksana. Melalui ungkapan-ungkapan tersebut mereka berusaha menanamkan sikap dan moral yang baik, budi pekerti, sopaan santun, dan

19 12 tata karma kepada keturunannya, sanak saudaranya, dan kepada orang lain. Penelitian lain dikemukakan oleh Dayang Atika Kurniawati dengan judul Kajian Intertekstual Pada Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Dan Novel Air Mata SurgaPenelitian ini bertujuan untuk pendeskripsian kajian intertekstual pada novel Surat Kecil untuk Tuhan dan novel Air Mata Surga.Adapun tujuan khusus dari penelitian ini ialah 1) Pendeskripsian karakter tokoh utama dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan dan novel Air Mata Surga. 2) Pendeskripsian alur cerita dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan dan novel Air Mata Surga. 3)Pendeskripsian latar cerita dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan dan novel Air Mata Surga. 4)Pendeskripsian hubungan intertekstual dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan dan novel Air Mata Surga. Pada penelitian ini membahas tentang Novel Surat Kecil untuk Tuhan merupakan sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata perjuangan gadis remaja penderita kanker. Kisah ini sempat diulas dalam acara Kick Andy, sebelumnya buku ini diterbitkan secara online dan dibaca lebih dari pengunjung. Banyak pembaca yang terinspirasi oleh kisah novel ini sehingga buku ini dicetak secara luas dan terjual lebih dari buku.buku ini mencetak sukses di Indonesia dan Taiwan dalam waktu dua bulan.novel ini menceritakan tentang seorang anak gadis yang cantik, pintar, baik hati, ceria, penyabar, ikhlas, rajin, penyayang, dan

20 13 sederhana.cantika atau biasa dipanggil Keke, berusia 13 tahun yang menderita kanker jaringan lunak pertama di Indonesia. Novel Air Mata Surga adalah satu diantara karya sastra yang diciptakan oleh E. Rokajat Asura.Novel ini sangat menarik karena novel ini menceritakan tentang seorang anak yang berusia 10 tahun yang terus berusaha bertahan hidup melawan kanker. Anak itu bernama Baraah, ia yatim piatu karena ayahnya meninggal tertabrak truk dan tak lama kemudian ibunya pun meninggal karena kanker. Walaupun dalam kondisi seperti itu Baraah tetap saja menghafal ayat-ayat suci Alquran dan ia memiliki cita-cita yang sangat bagus karena ia ingin memberikan selembar demi selembar hafalan ayat-ayat Alquran yang telah ia hafalkan kepada seluruh anak-anak muslim di dunia. Penelitian selanjutnya dikemukakan oleh Roma Nur Asnita Kajian Intertekstual Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Dengan Novel Dzikirdzikir Cinta Karya Anam Khoirul Berdasarkan uraian pembahasan mengenai hubungan intertekstual novel Ayat-Ayat Cinta dan novel Dzikir-Dzikir Cinta memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan yang dilihat dari segi tema, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, dan latar. 26 Tema dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta memiliki kesamaan dengan tema yang terdapat dalam novelayat- Ayat Cinta.Kesamaan itu terutama pada para tokoh utama yang mengalami konflik percintaan diantara ketiganya.masuknya Maria

21 14 ditengah percintaan Fahri dan Aisya.Dan masuknya Fatimah di tengah percintaan Rusli dan Sukma. Namun secara keseluruhan tema novel Ayat-Ayat Cinta bertemakan religius, yang berisikan ajaran-ajaran tentang kehidupan manusia untuk dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam yang sesunguhnya.sedangakan tema novel Dzikir-Dzikir Cinta yaitu bertemakan religius yang berisikan ajaran kehidupan manusia sesuai dengan tuntunan Agama Islam. Alur novel Dzikir-Dzikir Cinta menggunakan pola alur yang sama dengan pola alur novel Ayat-Ayat Cinta. Pada novel Ayat-Ayat Cinta, cerita diawali dengan pelukisan suasana latar kota, yaitu kota Cairo yang terletak di Mesir. Penggambaran kota Cairo dengan disertai pelukisan suasana kota yang begitu khas. Sama halnya dengan alur dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta, cerita diawali dengan pelukisan suasana latar kampung yaitu Kampung Kuning.Penggambaran suasana latar kampung disertai dengan pelukisan suasana Kampung Kuning yang begitu khas, serta dengan penceritaan kegiatan rutinitas masyarakatnya. Tahap selanjutnya, awal timbulnya konflik dalan novel Ayat-Ayat Cinta berawal dari pertemuan Fahri dan Aisha di sebuah Metro yang secara tidak sengaja.keberanian Fahri yang menolong orang asing dari makian dan hinaan orang Mesir membuat Aisha jatuh hati padanya. Secara diam-diam disela keseringan Aisha bertemu Fahri dengan alasan membantu Alicia, orang asing yang telah ditolong Fahri dan Aisha di

22 15 dalam sebuah Metro tersebut membuat Aisha tak dapat menahan gejolak asmara dalam hatinya. Begitu juga halnya dalam novel DzikirDzikir Cinta, timbulnya konflik berawal dari pertemuan Rusli dan Fatimah yang terjadi di rumah Fatimah sendiri, yang tidak lain adalah putri Kyai. Seringnya Fatimah menemani Rusli dalam menjalankan tugas Kiyai Mahfud membuat Fatimah jatuh hati padanya.secara diam-diam Fatimah menyimpan rasa cintannya kepada Rusli.Pada puncak cerita (klimaks) dalam novel Ayat-AyatCinta konflik yang terjadi, yaitu ujian-ujian yang datang dalam rumah tangga 27 Aisha dan Fahri hingga pada akhirnya Fahri masuk penjara karena tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Puncak konflik dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta timbul setelah pernikahan Rusli dan Fatimah.Konflik yang hadir dalam ceritapun tergambar dari sikap Rusli yang kian hari kian dingin kepada Fatimah meskipun keduanya telah lama menikah.bayangan Sukmah sekan tak pernah hilang dari dalam diri Rusli. Adapun penelitian selanjutnya dikemukakan oleh Raraningrum, (2011) melakukan penelitian dengan judul Aspek Gender dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari dan Sintren Karya Dianing Widya Yudhistira: Kajian Interteks. Hasil penelitian ini adalah struktur yang tercipta terjalin sangat bagus.hubungan antara tokoh yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan novel Sintren Karya Dianing Widya Yudhistira sangat kompleks dan rumit. Struktur yang saling menguatkan satu sama lain dan secara padu

23 16 membangun peristiwa. Peristiwa dan makna cerita dalam novel.tema dalam novel RDP adalah tentang kearifan lokal yang terdapat di Dukuh Paruk, sedangkan tema dalam novel Sintren adalah kemiskinan.secara interteks novel RDP menjadi hipogram dari novel Sintren. Novel RDP dan Sintren sarat dengan muatan-muatan masalah gender. Aspek gender dalam novel RDP karya Ahmad Tohari yaitu, Diskriminasi yang terdapat dalam masyarakat, pelecehan seksual, pemaksaan, cara berpikir dan penyifatan. Selain itu juga ditemukan aspek gender dari segi kecantikan dan kekuasaan. Aspek gender dalam Sintren karya Dianing Widya Yudhistira yaitu, dari masyarakat berupa pengucilan, pelecehan seksual, pemaksaan, penyifatan, cara berpikir, selain itu juga terjadi dalam dunia pendidikan, kecantikan dan kekuasaan. Persamaan penelitian Raraningrum dengan penelitian ini sama-sama menggunakan pendekatan intertekstual.perbedaanya terletak pada objek kajian dan aspek kajiannya. Untuk penelitian selanjutnya dikemukakan oleh Murniati, (2014) Analisis Repetisi pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya deskripsi dari jenis dan bentuk repetisi yang terdapat pada novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Jenis repetisi yang ditemukan yaitu epizeuksis terdapat 24 data, tautotes terdapat 3 data, anafora terdapat 32 data, epistrofa terdapat 14 data, simploke terdapat 5 data, mesodiplosis terdapat 8 data, epanelepsis terdapat 7 data, dan anadiplosis terdapat 4 data. Sedangkan bentuk repetisi yang ditemukan yaitu pengulangan penuh terdapat 17 data, pengulangan

24 17 dengan bentuk lain terdapat 14 data, dan pengulangan dengan penggantian terdapat 55 data. Dari beberapa penelitian relevan diatas dapat disimpulkan bahwa kajian intertekstual pernah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan kajian karakter dan pendidikan, maka dari itu saya salaku peneliti ingin meneliti kajian intertekstual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono Dan Madrasah Cinta Karya Ayu Nesia. Mengingat kajian sosial belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. 2. Sastra Sastra merupakan suatu hasil karya seni yang muncul dari imajinasi atau rekaan para sastrawan.kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikan, keyakinan, dan sebagainya.sedangkan di dalam karya sastra terkandung suatu kebenaran yang berbentuk keyakinan dan kebenaran indrawi seperti yang telah telah terbuktidalam kehidupan sehari-hari. Melalui karya sastra, pengarang mngungkapkan gagasan tertentu dalam novelnya berdasarkan lingkungan tertentu, budaya tertentu, pendidikan tertentu dalam situasi tertentu yang menpengaruhi cara berpikirnya. Hasil pengaruh itu merupakan faktor kurangnya pendidikan yang terdapat di kalangan masyarakar menengah.pentingnya pendidikan

25 18 tehadap seorang penulis dapat meningkatkan mutu sastra yang ingin dicapai. 3. Pengertian Novel Kata novel berasal dari kata Latin novellas yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru.dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, jenis novel ini muncul kemudian (Tarigan, 1984: 164). Dalam sastra Indonesia, pada angkatan 45 dan seterusnya, jenis prosa fiksi yang disebut roman lazim dinyatakan sebagai novel (Waluyo, 2006: 2; Tarigan, 1984: 163; Atar Semi, 1993: 32). Dengan demikian, untuk selanjutnya penyebutan istilah novel di samping mewakili pengertian novel yang sebenarnya, juga mewakili roman.novel hanya mengisahkan salah satu kehidupan seseorang yang mengakibatkan perubahan nasib. Seperti yang dikemukakan Jassin (dalam Suroto, 1989: 19) bahwa novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam satu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Pada bagian lain, Jassin (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 16) menyebutkan bahwa novel dibatasi dengan pengertian suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak

26 19 mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode.novel adalah salah satu genre sastra yang dibangun oleh beberapa unsur.sesuai dengan pendapat Waluyo (2002: 136) yang menyatakan bahwa cerita rekaan adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur.unsur-unsur itu membangun suatu kesatuan, kebulatan, dan regulasi diri atau membangun sebuah struktur. Unsur-unsur itu bersifat fungsional, artinya dicipta pengarang untuk mendukung maksud secara keseluruhan dan maknanya ditentukan olehkeseluruhan cerita itu. Pendapat lain yang senada dengan pendapat di atas, dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 22) bahwa sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsurunsur, yang saling berkaitan secara erat dan saling menggantungkan.novel (cerita rekaan) dapat dilihat dari beberapa sisi.suminto A. Sayuti (1997: 5-7) berpendapat bahwa jika ditinjau dari panjangnya, novel pada umumnya terdiri dari kata atau lebih. Berdasarkan sifatnya, novel (cerita rekaan) bersifat expands, meluas yang menitikberatkan pada complexity. Sebuah novel tidak akan selesai dibaca sekali duduk, hal ini berbeda dengan cerita pendek. Dalam novel (cerita rekaan) juga dimungkinkan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat atau ruang.sementara itu, menurut Tarigan (1984: 165), jika ditinjau dari segi jumlah kata, biasanya novel mengandung kata-kata yang berkisar antara buah sampai tak terbatas.novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal 100 halaman

27 20 dan rata-rata waktu yang dipergunakan untuk membaca novel minimal 2 jam. Lebih lanjut dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 11), jika dilihat dari segi panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks. Brooks et al (dalam Tarigan, 1984: 165) berpendapat bahwa: Novel bergantung pada tokoh; Novel menyajikan lebih dari satu impresi; c. Novel menyajikan lebih dari satu efek; Novel menyajikan lebih dari satu emosi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, cerita rekaan atau novel adalah salah satu genre sastra yang dibangun oleh beberapa unsur.unsur-unsur itu membangun sebuah struktur.unsur-unsur tersebut saling berkaitan secara erat dan saling menggantungkan untuk membangun kesatuan makna.bahasa digunakan sebagai media penyampai gagasan seluk beluk kehidupan manusia.9 1). Struktur Novel Cerita rekaan (novel) adalah sebuah struktur yang diorganisasikan oleh unsur-unsur fungsional yang membangun totalitas karya.unsur-unsur pembangun novel memiliki banyak aspek. Menurut Hudson (dalam Waluyo, 2002: 137), unsur-unsur tersebut adalah: plot; pelaku; dialog dan karakterisasi; setting yang meliputi timing dan action; gaya penceritaan (style), termasuk point of view; dan filsafat hidup

28 21 pengarang. Sementara itu, Waluyo (2006: 4) menyebutkan bahwa unsurunsur pembangun novel meliputi: tema cerita; plot atau kerangka cerita; penokohan dan perwatakan; setting atau latar; sudut pandang pengarang atau point of view; latar belakang atau background; dialog atau percakapan; gaya bahasa atau gaya bercerita; waktu cerita dan waktu penceritaan; dan amanat. Elemen-elemen pembangun fiksi meliputi fakta cerita, sarana cerita, dan tema (Stanton dalam Suminto A. Sayuti, 1997: 18). Fakta cerita merupakan halhal yang akan diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Fakta cerita dalam karya fiksi meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana cerita merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil-detil cerita. Sarana cerita meliputi unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada. Tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Ada di bagian lain dinyatakan bahwa unsur-unsur pembangun fiksi, yaitu: tokoh; alur; latar; judul; sudut pandang; gaya dan nada; dan tema (Stanton dalam Wiyatmi, 2006: 30). Taylor (dalam Harris Effendi Thahar, 2006: 712) mengemukakan tiga unsur konseptual dalam novel, yaitu action (tindakan: peristiwa dan urutan kejadian), character (watak: agen yang memotivasi dan memberi reaksi terhadap peristiwa), dan setting (referensi bagi karakter dan tindakan tokoh). Sementara itu, tema dan amanat merupakan simpulan dari jalinan ketiga unsur yang dikemukakan di atas, sedangkan sudut

29 22 pandang (point of view) dan gaya bahasa adalah kulit luar yang berfungsi sebagai sarana untuk membungkus karya sastra fiksi naratif. 10 Secara garis besar berbagai macam unsur pembangun fiksi secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar pilah, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik meliputi keyakinan, pandangan hidup, psikologi, lingkungan, dan sebagainya (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 23; Atar Semi, 1993: 35). Sejalan dengan pendapat di atas, dikemukakan oleh Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji (1997: 24) bahwa unsur yang membangun struktur fiksi ialah unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik, yaitu permasalahan kehidupan, falsafah, cita-cita, ide-ide, gagasan, serta latar budaya yang menopang kisahan cerita.unsur intrinsik, yaitu unsur dalam dari fiksi. Unsur intrinsik ini terdiri dari tema dan amanat, alur, perwatakan, sudut pandang, latar, dan gaya bahasa. Sementara itu, Kenney (1966: 8) menyebutkan bahwa unsur pembangun fiksi, meliputi: plot (alur); character (perwatakan); setting (latar); point of view (sudut pandang pengarang); style and tone (gaya bercerita dan nada); structure and technique (struktur dan teknik); dan theme (tema). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, secara garis besar struktur novel meliputi: tema; alur/plot; penokohan dan perwatakan;

30 23 latar/setting; sudut pandang pengarang/point of view; dan amanat. Berikut diuraikan satu per satu mengenai struktur novel. a. Tema Setiap novel mengandung gagasan pokok yang lazim disebut tema. Tema adalah gagasan pokok dalam sebuah cerita. Tema cerita mungkin dapat diketahui oleh pembaca melalui judul atau petunjuk setelah judul, namun yang banyak ialah melalui proses pembacaan karya sastra yang mungkin perlu dilakukan beberapa kali karena belum cukup dilakukan dengan sekali baca. Tema selalu berkaiatan dengan pengalaman hidup manusia. Sejalan dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2005: 25) bahwa tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman 11 kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya. Dalam hal tertentu, tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita. Sementara itu, Brook dan Warren (dalam Tarigan, 1984: 125) menyatakan bahwa tema adalah pandangan hidup yang tertentu yang membangun gagasan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilainilai tertentu yang membangun gagasan utama dari suatu karya sastra. Tema adalah makna cerita. Seperti yang dikemukakan Kenney (1966: 88) bahwa theme is the meaning of the story ( tema adalah makna cerita ). Lebih lanjut dijelaskan oleh Kenney (1966: 91), theme is not the moral, not the subject, not a hidden

31 24 meaning illustrated by the story, what is it? Theme is meaning, but it is not hidden, itis not illustrated. Theme is the meaning the story releases; it may be themeaning the story discovers. By theme we mean the necessary implications ofthe whole story, not a separable part of a story ( tema bukan nasihat, bukan subjek, bukan sebuah makna yang disembunyikan dari cerita, apakah tema? Tema adalah makna, tetapi tidak disembunyikan, tidak dilukiskan. Tema adalah makna yang tersirat; mungkin makna untuk mengetahui cerita. Dengan tema, kita memaknai implikasi penting dari keseluruhan cerita, bukan suatu bagian yang dapat dipisahkan dari sebuah cerita ). Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagianbagian tertentu cerita. Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun demikian, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya. Setiap karya fiksi pasti mengandung tema, namun untuk mengetahui suatu tema cerita harus dipahami atau ditafsirkan terlebih dahulu melalui cerita-cerita atau unsur-unsur pengembang cerita lainnya. Tema dapat ditafsirkan melalui sejumlah kriteria. Pertama, penafsiran hendaknya

32 25 mempertimbangkan tiap detil cerita yang dikedepankan. Kedua, penafsiran hendaknya tidak bertentangan dengan tiap detil cerita. Ketiga, penafsiran hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan 12 baik secara langsung maupun tidak langsung. Keempat, penafsiran tema haruslah mendasarkan pada bukti yang secara langsung ada atau yang diisyaratkan dalam cerita (Suminto A. Sayuti, 1997: 123; Stanton dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 87; Waluyo, 2006: 5). Sementara itu, menurut Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji (1997: 25), tema mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai pedoman bagi pengarang dalam menggarap cerita, sasaran/tujuan penggarapan cerita, dan mengikat peristiwaperistiwa cerita dalam suatu alur. Tema dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu: tema yang bersifat fisik; tema organik; tema sosial; tema egoik (reaksi probadi); dan tema divine (Ketuhanan). Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya. Tema yang bersifat organik atau moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tata cara, dan sebagainya. Tema yang bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. Tema egoik atau reaksi individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan,

33 26 kekuasaan yang berlebihan, dan pertentangan individu, sedangkan tema divine atau ketuhanan menyangkut renungan yang bersifat religius, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Waluyo, 2006: 4; Suminto A. Sayuti, 1997: 122). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpukan bahwa tema adalah ide pokok, gagasan utama, inti persoalan yang akan diungkapkan oleh pengarang melalui karya sastra baik secara eksplisit maupun implisit. Tema selalu berkaitan dengan pengalaman hidup manusia. Tema digunakan pengarang sebagai pedoman dalam mengerjakan cerita. b. Alur/Plot Alur adalah faktor yang sangat penting dalam sebuah prosa fiksi. Seperti yang diungkapkan oleh Kenney (1966: 23) bahwa an understanding of plot is the most important factor in the understanding offiction. Plot, says Aristotle, is the soul of tragedy. It may well be the soul of 13fiction, too ( pemahaman plot adalah faktor yang sangat penting dalam pemahaman prosa fiksi. Plot, kata Aristoteles, adalah jiwa dari tragedi. Ini berarti juga jiwa dari prosa fiksi ). Alur atau plot cerita sering juga disebut kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang (Waluyo, 2006: 5). Sejalan dengan pendapat di atas, dikemukakan oleh Atar Semi (1993: 43) bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian

34 27 dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Dalam pengertian ini, alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalamnya. Peristiwa-peristiwa dalam cerita disusun berdasarkan hubungan kausalitas atau sebab akibat. Sama halnya yang diungkapkan Suminto A. Sayuti (1997: 19) bahwa plot sebuah cerita akan membuat pembaca sadar terhadap peristiwa-peristiwa yang dihadapi atau dibacanya, tidak hanya sebagai elemen-elemen yang jalin-menjalin dalam rangkaian temporal, tetapi juga sebagai suatu pola yang majemuk dan memiliki hubungan kausalitas atau sebab akibat. Lebih lanjut dipaparkan bahwa plot atau alur fiksi hendaknya diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi lebih merupakan penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya tentang peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan hubungan kausalitasnya. Struktur plot sebuah fiksi dapat dibagi secara kasar menjadi tiga bagian, yaitu awal, tengah, dan akhir. Bagian awal meliputi eksposisi dan instabilitas, bagian tengah meliputi konflik, komplikasi, dan klimaks, sedangkan bagian akhir meliputi denouement (Suminto A. Sayuti, 1997: 20). Sejalan dengan

35 28 pendapat di atas, Kenney (1966: 19) menyebutkan bahwa 14 the beginning takes us from exposition to the initial statement of conflict; themiddle, from conflict through complication to climax; and the end, fromclimax to denouement ( bagian awal kita ambil dari eksposisi menuju pernyataan awal konflik; tengah, dari konflik lanjut komplikasi menuju klimaks; dan akhir, dari klimaks menuju penyelesaian ). Rangkaian kejadian yang menjalin plot secara lebih rinci, yaitu meliputi: eksposisi, paparan awal cerita; inciting moment, mulainya problem cerita itu muncul; rising action, konflik dalam cerita meningkat; complication, konflik semakin ruwet; climax, puncak penggawatan;falling action, peleraian; dan denouement, penyelesaian (Waluyo, 2006: 5). Sementara itu, Tasrif (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: ) membedakan tahapan plot menjadi lima bagian, yaitu:tahap Situation (tahap penyituasian) Tahap pembuka cerita, pemberian informasi awal yang terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.tahap Generating Circumstances (tahap pemunculan konflik) Tahap awal munculnya konflik, konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflikkonflik pada tahap berikutnya. Tahap Rising Action ( tahap peningkatan konflik) Tahap pada saat konflik yang muncul mulai berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi, internal,eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan,

36 29 benturan-benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.tahap Climax (tahap klimaks) Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau dilimpahkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks.tahap Denouement (tahap penyelesaian) Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, subsubkonflik, atau konfliktambahan jika ada, juga diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Plot dapat dikategorikan dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Berdasarkan kriteria urutan waktu, plot dibedakan menjadi tiga, yaitu: Plot Lurus (progesif) Plot dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. 2) Plot Sorot-balik (flash-back) Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang beralur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benarbenar merupakan awal cerita secara logika), tetapi mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. 3) Plot Campuran Barangkali tidak ada novel yang secara mutlak beralur lurus-kronologis atau sebalinya sorot-balik. Secara garis besar,

37 30 plot sebuah novel mungkin progresif, tetapi di dalamnya betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-adegan sorot-balik. Demikian pula sebaliknya, bahkan sebenarnya boleh dikatakan tidak mungkin ada sebuah ceritapun yang mutlak flashback. Hal itu disebabkan jika yang demikian terjadi, pembaca akan sangat sulit mengikuti cerita yang dikisahkan yang secara terus-menerus dilakukan secara mundur (Burhan Nurgiyantoro, 2005: ; Waluyo, 2006: 6). Berdasarkan fungsinya, plot dibedakan menjadi dua, yaitu: Plot Utama Plot yang berisi cerita pokok, dibentuk oleh peristiwa pokok/utama. Plot ini juga disebut dangan plot tunggal.plot Sampingan (subplot) Kejadian-kejadian kecil menunjang peristiwa-peristiwa pokok sehingga cerita tambahan tersebut berfungsi sebagai ilustrasi alur utama. Jenis plot ini juga disebut plot bawahan (Atar Semi, 1993: 44; Burhan Nurgiyantoro, 2005: ; Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji, 1997: 27). Berdasarkan tokohnya atau kepadatan cerita, plot dibedakan menjadi dua, yaitu: Plot Erat Plot erat dijumpai pada cerita yang memiliki pelaku lebih sedikit sehingga hubungan antarpelaku erat. Selain itu, cerita disajikan secara cepat, peristiwaperistiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, dan hubungan antarperistiwa juga terjalin secara erat. Plot ini juga disebut dengan plot padat.plot Longgar Hubungan tokoh-tokoh longgar, karena banyak pelaku. Selain itu, pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat (Atar Semi, 1993: 44; Burhan Nurgiyantoro, 2005:

38 ; Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji, 1997: 27). Ada beberapa faktor penting dalam alur. Kenney (1966: 19) menyebutnya dengan tiga hukum alur. Tiga hukum ini diharapkan ada dalam alur. Pertama adalah kebolehjadian (plausibility). Cerita harus meyakinkan, meyakinkan tidak mensyaratkan cerita yang realistis, tetapi yang masuk akal. Kenney (1966: 20) mengatakan bahwa a story has plausibility is simply tosay that it s convincing on its own term ( kebolehjadian dalam sebuah cerita harus dinilai berdasarkan ukuran yang ada dalam karya itu sendiri ). Adanya kebolehjadian itu dapat juga diartikan bahwa penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terbayang di awal cerita dan biasanya sudah terbayang pada waktu titik klimaks tercapai. Hukum alur yang kedua adalah kejutan (surprise). Tanpa kejutan sebuah cerita akan membosankan. Faktor kejutan tampaknya bertentangan 17 dengan faktor kebolehjadian, namun keduanya bersama-sama terdapat dalam cerita. Hal tersebut dapat dilihat dalam cerita detektif, seperti yang dikemukakan Kenney (1966: 21), an answer may be suggested by the simple example of the pure detective story. When, at the end of the second-to-last chapter in a novelbyjohn Dickson Carr or Agatha Christie, the murderer s identity is revealed, wewant to be surprised. Indeed, if we are not surprised we quite rightly considerthis a flaw in the novel ( jawaban mungkin

39 32 menyaran pada contoh sederhana dari cerita detektif murni. Ketika, pada akhir bab kedua sampai terakhir dalam sebuah novel oleh John Dickson Carr atau Agatha Christie, identitas pembunuh tidak diungkapkan, kita hendak dikejutkan. Tentu saja, jika kita tidak dikejutkan kita sungguh sadar dengan benar bahwa ini sebuah kekurangan dalam novel ). Dengan demikian, pemecahan misteri secara mengejutkan tetap berada dalam batas-batas kebolehjadian. Hukum alur yang ketiga adalah tegangan (suspense). Tegangan ialah ketidakpastian yang berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi. Adanya ketegangan cerita menimbulkan rasa ingin tahu yang sangat besar bagi pembaca untuk mengetahui lanjutan cerita. Kenney (1966: 21) menyebutkan bahwa by suspense we mean an expectant uncertainty as to the outcome ofthe story. True suspense is more than a matter of not knowing how things willturn out ( dengan tegangan, kita memaknai ketidakpastian yang mengandung harapan mengenai hasil cerita. Sebenarnya tegangan lebih daripada sebuah masalah dari ketidaktahuan sesuatu akan berakhir ). Dalam menumbuhkan tegangan ini pengarang sering menciptakan beberapa regangan, yaitu proses penambahan ketegangan emosional, dan beberapa susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan emosional. Hal itu sering disebut dengan istilah toppings and droppings. Menurut Waluyo (2006: 7), toppings and droppings berfungsi agar dapat ditimbulkan konflik yang lebih besar lagi. Sarana lain yang dapat

40 33 digunakan untuk menciptakan tegangan ialah foreshadowing, pengarang memasukkan butir-butir cerita yang membayangkan akan terjadinya sesuatu atau seolah-olah mempersiapkan peristiwa yang akan datang. Menurut Waluyo (2006: 7), istilah foreshadowing memperhidup cerita dengan melukiskan kejadian yang akan datang. 18 Istilah lain yang muncul dalam alur antara lain dues ex machine danhappy ending. Menurut Waluyo (2006: 7-8), istilah dues ex machine (pengarang seolah-olah Tuhan), berarti bahwa ada kejadian dalam cerita yang mendadak sekali dan tidak menunjukkan hubungan sebab akibat dengan cerita sebelumnya (misalnya dalam Layar Terkembang, Maria yang dilukiskan periang dan sehat mendadak diceritakan sakit TBC dan setelah dirawat di Sanatorium Pacet, ia meninggal dunia). Sementara itu, istilah happy ending artinya kisah akhir yang bahagia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa yang membentuk sebuah cerita baik secara lurus, sorot-balik, maupun keduanya. Secara umum alur terdiri dari tiga tahap, yaitu awal, tengah, dan akhir. Alur merupakan faktor penting dalam sebuah karya fiksi. c. Penokohan dan Perwatakan Penokohan dan perwatakan adalah lukisan tokoh/pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap, dan tingkah lakunya dalam cerita (Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji, 1997: 29). Istilah kebolehjadian

41 34 (plausibility) dan menyerupai kehidupan nyata (lifelikeness) merupakan istilah penting bagi pengarang untuk memaparkan tokoh-tokohnya (Waluyo, 2006: 9; Suminto A. Sayuti, 1997: 43; Kenney, 1966: 24). Tokoh dapat dibedakan menurut peranannya terhadap jalan cerita dan peranan serta fungsinya dalam cerita (Waluyo, 2002: 16). Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu: Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama, yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita. Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. Tokoh triagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh triagonis. 19 Sementara itu, berdasarkan peranan dan fungsinya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu: Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak cerita. Tokoh sentral merupakan pusat perputaran cerita. Dalam hal ini, tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh triagonis.tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua cerita menampilkan kehadiran tokoh

42 35 pembantu. Berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu:tokoh Bulat (round character) Tokoh bulat adalah tokoh yang berwatak unik dan tidak bersifat hitam putih. Watak tokoh jenis ini tidak segera dapat ditafsirkan oleh pembaca karena pelukisan watak tidak sederhana. Setiap manusia ada unsur baik dan buruknya, ada unsur jahat dan baiknya, dan berbagai kekacauan watak yang lain. Tokoh Pipih (flat character) Tokoh pipih adalah tokoh yang wataknya sederhana. Dalam penggambaran watak hitam putih dapat dihayati pelukisan watak secara sederhana. Tokoh ini sering pula disebut dengan tokoh datar (Shanon Ahmad dalam Waluyo, 2006: 8; Shanon Ahmad dalam Panuti Sudjiman, 1988: 20; Kenney, 1966: 28-29). Setiap pengarang ingin para pembaca memahami tokoh atau perwatakan tokoh-tokoh yang ditampilkannya. Menurut Atar Semi (1993: 39-40), ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan perwatakannya, yaitu:secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya.secara dramatis, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi hal ini disampaikan melalui: (a) pilihan nama tokoh, misalnya nama Mince untuk gadis yang agak genit atau Bonar untuk nama tokoh yang garang; (b) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokohtokoh lain, lingkungannya, dan sebagainya; (c) melalui dialog, baik

43 36 dialog tokoh yang bersangkutan maupun dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain. Waluyo (2002: 19) mengemukakan cara pelukisan watak pelaku dalam karya prosa secara lebih rinci, yaitu: Physical Description: pengarang menggambarkan watak pelaku cerita melalui pemerian atau deskripsi bentuk lahir atau temperamen pelaku.portrayal of Thought Stream or of Conscious Thought: pengarang melukiskan jalan pikiran pelaku atau sesuatu yang terlintas dalam pikirannya. Reaction to Events: pengarang melukiskan reaksi pelaku terhadap peristiwa tertentu. Direct Author Analysis: pengarang secara langsung menganalisis atau melukiskan watak pelaku.discussion of Environment: pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku sehingga pembaca dapat menyimpulkan watak pelaku tersebut. Reaction of Others to Character: pengarang menuliskan pandanganpandangan tokoh atau pelaku lain (tokoh bawahan) dalam suatu cerita tentang pelaku utama. Kenney (1966: 34-36) membagi metode penggambaran karakter menjadi tiga, yaitu: Discursive Method (metode diskursif/perian) Dalam metode ini, pengarang memaparkan secara langsung watak tokohtokohnya. Cara ini bersifat mekanis, sederhana dan hemat, tetapi tidak 21 menggalakkan imajinasi pembaca. Pembaca tidak dirangsang untuk membentuk gambarannya tentang si tokoh.the Dramatic Method (metode dramatik) Metode ini juga disebut metode tidak langsung atau metode ragaan. Watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan

44 37 lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Cakapan atau lakuan tokoh demikian pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan sifat wataknya. Metode dramatik menyiratkan watak tokoh dalam lakuan dan dialog si tokoh. Tidak jarang lakuan dan cakapannya ini mengungkapkan pula watak tokoh yang lain. Oleh Kenney (1966: 35) disebut dengan istilah characters on other characters (penggambaran karakter oleh tokoh yang lain). Misalnya, dari cara tokoh A menghadapi tokoh B atau dari cara ia berbicara tentang atau dengan tokoh B, dapat disimpukan bagaimana watak tokoh B itu. Walaupun demikian, masih harus diperiksa informasi yang kita peroleh tentang tokoh lain itu benar atau salah.the Contextual Method (metode kontekstual) Dengan metode ini, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang dalam mengacu pada tokoh. Pengarang mempertimbangkan tiga dimensi watak dalam menggambarkan tokoh. Waluyo (2002: 17-19; 2006: 9) menyebutkan bahwa watak para tokoh dalam fiksi digambarkan dalam tiga dimensi., yaitu:dimensi Fisiologis Keadaan fisik tokoh misalnya umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus/gemuk, suka senyum/cemberut, dan sebagainya.dimensi Psikologis Keadaan psikis tokoh meliputi watak, kegemaran, mentalitas, standar moral, temperamen, ambisi,

45 38 kompleks psikologis yang dialami, keadaan emosinya, dan sebagainya. Dimensi Sosiologis Keadaan sosiologis tokoh meliputi pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan dan perwatakan adalah proses pemberian watak, karakter, sifat pada setiap tokoh yang ada dalam cerita. Pemberian watak oleh pengarang memiliki kemungkinan sungguh-sungguh ada di masyarakat. Pengarang dalam menggambaran watak tokoh mempertimbangkan tiga dimensi, yaitu dimensi fisiologis, psikologis, dan sosiologis. d. Latar/Setting Peranan setting bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan waktu terjadinya, namun juga harus ada suasana atau kondisi tertentu yang membentuk keutuhan sebuah struktur novel. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Panuti Sudjiman (1988: 44) bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Dalam cerita fiksi, gambaran tokoh akan lebih nyata dan hidup bila didukung oleh gambaran berupa segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa-perisiwa dalam karya tersebut. Pendapat lain yang senada dengan pendapat di atas, dikemukakan oleh Zulfahnur Z. F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji (1997: 37)

46 39 bahwa latar adalah situasi tempat, ruang, dan waktu terjadinya cerita. Tercakup di dalamnya lingkungan geografis, rumah tangga, pekerjaan, benda-benda dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa, cerita waktu, suasana, dan periode sejarah.setting adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapatberkaitan dengan dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Setting juga dapat dikaitkan dengan tempat dan waktu (Waluyo, 2006: 10). Lebih lanjut dipaparkan bahwa setting berkaitan dengan pengadegan, latar belakang, waktu cerita, dan waktu penceritaan. Pengadegan artinya penyusunan adegan-adegan dalam cerita. Tidak semua kejadian dalam kehidupan sang tokoh dilukiskan 23 dalam adegan-adegan. Adegan yang dipilih yang benar-benar mewakili cerita. Latar belakang (background) dalam menampilkan setting dapat berupa latar belakang sosial, budaya, psikis, dan fisik yang kira-kira dapat memperhidup cerita itu. Dengan deskripsi dan narasi, latar belakang dapat muncul dan jika diperkaya dengan latar belakang lain, cerita akan lebih hidup. Waktu cerita ialah lamanya waktu penceritaan tokoh utama dari awal hingga akhir cerita, sedangkan waktu penceritaan ialah waktu pembacaan, biasanya lamanya jam. Setting adalah elemen yang dominan. Seperti yang dikemukakan oleh Kenney (1966: 44) bahwa setting may be the dominant element in a workof fiction. Still setting never exists by itself. It is always part of an artisticwhole and must be understood as such ( setting mungkin elemen dominan

47 40 dalam karya fiksi. Bahkan setting tidak pernah hidup oleh dirinya sendiri. Setting selalu bagian dari keseluruhan artistik dan harus dipahami begitu saja ). Sementara itu, elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita tempat dan waktu kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut setting latar (Suminto A. Sayuti, 1997: 79). Selanjutnya, dikatakan bahwa deskripsi latar fiksi secara garis besar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Senada dengan pendapat di atas, Burhan Nurgiyantoro (2005: 227) menyebutkan bahwa unsur latar dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Berikut rincian unsur-unsur latar.latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar dengan namanama tertentu haruslah mencerminkan atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat atau keadaan geografis tempat yang 24 bersangkutan. Masing-masing tempat tentu saja memiliki karakteristiknya sendiri yang membedakan dengan tempat lain. Penggunaan banyak atau sedikitnya latar tempat tidak berhubungan dengan kadar kelitereran karya yang bersangkutan.

48 41 Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi. Keberhasilan penampilan unsur latar itu sendiri antara lain dilihat dari segi koherensinya dengan unsur fiksi lain dan dengan tuntutan cerita secara keseluruhan.latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-petistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian digunakan untuk mencoba masuk dalam suasana cerita. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tidak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu menjadi amat koheren dengan unsur cerita yang lain. Latar Sosial Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Tata cara tersebut dapat berupa kebiasaan hidup, adat

49 42 istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan sebagainya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan 25 dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau kaya. Latar sosial berperan menentukan sebuah latar, khususnya latar tempat, akan menjadi khas dan tipikal atau hanya bersifat netral. Dengan kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional, deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai deskripsi latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa setting atau latar adalah penggambaran ruang, waktu, dan keadaan sosial dalam cerita. Penggambaran latar ini biasanya disesuaikan dengan cerita, waktu, dan suasana serta sosial budaya tempat cerita berlangsung. Hal ini bertujuan agar pesan yang ingin disampaikanpengarang dapat sampai pada pembaca. e. Sudut Pandang Pengarang/Point of View Sudut pandang pengarang adalah cara pandang pengarang dalam sebuah karya fiksi. Sesuai dengan pendapat Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro (2005: 248) yang menyebutkan bahwa sudut pandang/point ofview menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

50 43 Sudut pandang kiranya dapat disamakan artinya, bahkan dapat memperjelas, dengan istilah pusat pengisahan. Atar Semi (1993: 57) berpendapat bahwa pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana" ia melihat peristiwaperistiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan, yaitu:pengarang sebagai tokoh cerita Pengarang sebagai tokoh cerita bercerita tentang keseluruhan kejadian atau peristiwa, terutama yang menyangkut diri tokoh. Pengarang sebagai tokoh sampingan Orang yang bercerita dalam hal ini adalah seorang tokoh sampingan yang menceritakan peristiwa yang bertalian, terutama dengan tokoh utama cerita. Pengarang sebagai orang ketiga (pengamat) Pengarang sebagai orang ketiga berada di luar cerita bertindak sebagai pengamat sekaligus sebagai narator yang menjelaskan peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para pelaku cerita.pengarang sebagai pemain dan narator Pengarang yang bertindak sebagai pelaku utama cerita sekaligus sebagai narator yang menceritakan tentang orang lain di samping tentang dirinya, biasanya keluar masuk cerita. Harry Shaw (dalam Panuti Sudjiman, 1988: 76) menyatakan bahwa point of view dalam kesusastraan mencakup: Sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita; Sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita; Sudut pandang pribadi,

51 44 yaitu hubungan yang dipilih pengarang dalam membawakan cerita, sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga.point of view dinyatakan sebagai sudut pandang pengarang, yaitu teknik yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam cerita itu. Shipley menyebutkan adanya dua jenis point of view, yaitu internal point ofview dan external point of view. Internal point of view ada empat macam, yaitu: tokoh yang bercerita; pencerita menjadi salah seorang pelaku; sudut pandang akuan; dan pencerita sebagai tokoh sampingan dan bukan tokoh hero. Sementara untuk gaya eksternal, dikemukakan ada dua, yaitu: gaya diaan; dan penampilan gagasan dari luar tokoh-tokohnya (Waluyo, 2006: 11). 27 Sudut pandang pengarang dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang akuan dan diaan. Sejalan dengan pendapat Maman S. Mahayana (2007: 291) bahwa bentuk penceritaan dalam novel atau cerita rekaan lainnya, secara umum terdiri atas pencerita akuan (first person narrator) dan pencerita diaan (third person narrator). Pencerita akuan juga terdiri atas dua pencerita, yaitu pencerita akuan sertaan (first person participant) dan pencerita akuan tak sertaan (first person nonparticipant). Sama halnya dengan penceritaan akuan, pencerita diaan juga terdiri atas dua pencerita, yaitu pencerita diaan semestaan (third person omniscient narrator) dan pencerita diaan amatan atau terbatas (third person observer narrator).

52 45 Secara lebih rinci, Suminto A. Sayuti (1997: 101) berpendapat bahwa sudut pandang yang umum digunakan pengarang dibagi menjadi empat jenis, yakni:sudut pandang first-person-central atau akuansertaan (tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara langsung terlibat dalam cerita); sudut pandang first-person-peripheral atau akuan-taksertan (tokoh aku pengarang biasanya hanya menjadi pembantu atau pangantar tokoh lain yang lebih penting); sudut pandang third-person-omniscient atau diaan-mahatahu (pengarang berada di luar cerita, biasanya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang mahatahu dan bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca); dan sudut pandang third-person-limited atau diaan-terbatas (pengarang menggunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya). Di pihak lain, Burhan Nurgiyantoro (2005: ) menyebutkan bahwa sudut pandang dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: sudut pandang persona ketiga: dia ( dia mahatahu dan dia terbatas atau sebagai pengamat); sudut pandang persona pertama: aku ( aku tokoh utama dan aku tokoh tambahan); dansudut pandang campuran (dapat berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik dia mahatahu dan dia sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik aku sebagai tokoh utama dan aku tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara aku dan dia sekaligus). 28 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang

53 46 pengarang adalah strategi atau teknik yang digunakan pengarang untuk menempatkan dirinya dalam sebuah cerita. Sudut pandang dapat pula diartikan sebagai pusat pengisahan. Berdasarkan pandangan pengarang ini pulalah pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. f. Amanat Karya sastra adalah karya seni yang bersifat dulce et utile, menyenangkan dan bermanfaat. Selain bertujuan untuk menghibur para pembaca, karya sastra juga memiliki banyak manfaat yang dapat diambil oleh pembaca. Suatu karya sastra dapat diambil suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarangnya, inilah yang disebut dengan amanat. Amanat merupakan unsur cerita fiksi yang mempunyai hubungan erat dengan tema. Amanat berarti apabila ada dalam tema, sedangkan tema akan sempurna apabila di dalamnya ada amanat sebagai pemecah atau jalan keluar bagi tema tersebut. Karya sastra menampilkan suatu peristiwa yang dilandasi suatu tema lengkap dengan permasalahannya. Seperti yang dikemukakan oleh Panuti Sudjiman (1988: 57) bahwa jika permasalahan yang diajukan dalam cerita juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Apabila tema karya sastra berhubungan dengan arti (meaning) dari karya sastra itu, amanat berhubungan dengan makna (significance) dari karya itu. Tema bersifat sangat lugas, objektif, dan khusus, sedangkan amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Setiap pembaca dapat

54 47 berbeda-beda menafsirkan makna karya itu bagi dirinya dan semuanya cenderung dibenarkan (Waluyo, 2002: 28). Amanat dalam karya sastra sebaiknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya. Wujud amanat dapat berupa kata-kata mutiara, nasihat, firman Tuhan, dan sebagainya. Amanat merupakan bagian integral dari dialog dan tindakan tokoh cerita. Jadi, amanat bukan merupakan bagian 29 yang seakan-akan lepas dari kedua unsur tersebut, yaitu unsur dialog dan tindakan tokoh cerita. Penyampaian amanat pada sebuah karya sastra tidak secara nyata, walaupun ada pula yang benar-benar tersurat. Jika amanat itu disampaikan oleh pengarang secara tersirat, akan dibutuhkan ketelitian dalam menikmati dan menelaah karya sastra agar dapat memahami amanat tersebut. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, setiap karya sastra akan memberikan manfaat kepada pembaca, jika pembaca mampu memetik manfaatnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat yang dipetik oleh pembaca dapat digunakan sebagai teladan bagi kehidupan manusia. Amanat tersebut disampaikan pengarang melalui ceritanya baik secara tersurat maupun tersirat

55 48 4. Intertekstual a. Teori intertekstual Secara luas interks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan dengan teks yang lain. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan hubungan-hubungan bermakna diantara dua teks atau lebih. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melaingkan juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi. Menurut Riffaterre (1978: 5) pendekatan suatu karya sastra di satu pihak adalah dialektik antara teks dan pembaca, dan di pihak lain adalah dialektik antara tataran mimetik dan tataran semiotik. Lebih jauh Riffaterre menjelaskan bahwa pembaca sebagai pemberi makna harus mulai dengan menemukan arti (meaning) unsur-unsurnya, yaitu kata-kata berdasar fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang mimetik (mimeticfunction), tetapi kemudian harus ditingkatkan ke tataran semiotik, yaitu kode karya sastra harus dibongkar secara struktural (decoding) atas dasar signifinance, yang hanya dapat dipahami dengan kompetensi linguistik (linguisticcompetence), kompetensi kesastraan (literarycompetence), dan terutama dalam hubungannya dengan teks lain. Hal ini disebabkan oleh karena membaca karya sastra pada dasarnya adalah membina atau membangun acuan.

56 49 Adapun acuan itu didapat dari pengalaman membaca teks-teks lain dalam sistem konvensi kesastraan. Dengan demikian suatu sajak (karya sastra) baru bermakna penuh dalam hubungannya atau pertentangannya dengan karya sastra lain. Karya sastra lain yang menunjukkan hubungan antar teks yang menjadi acuannya disebut hipogram (hipogram). Dalam hubungan antar tesk tersebut terdapat dua hal yang dikemukakan oleh Riffaterre (1978: 5), yaitu : (1) ekspansi (expansion), dan (2) konversi (conversion). Ekspansi adalah perluasan atau pengembangan dari hipogram atau matriksnya.menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru apabila didasarkan atas pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Oleh karena itulah, secara praktis aktivitas interteks terjadi dua cara yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara bedampingan pada saat yang sama, (b) hanya membaca sebuah teks tetapi dilatarbelakangi oleh teks-teks yang lain yang sudah pernah dibaca sebelumnya. b. Kajian Interteks Kajian intertekstualitas dimaksud sebagai kajian terhadap sejumlah teks (sastra), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, (gaya) bahasa, dan lainnya, di antara teks yang dikaji. Secara khusus dapat dikatakan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-

57 50 aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan atau pemunculan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan itu (Teeuw, 1983: 66). Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya tulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya. Penulisan suatu karya sastra tak mungkin dilepaskan dari unsur kesejarahan, dan pemahaman terhadapnya pun haruslah mempertimbangkan unsur kesejarahan itu. Makna keseluruhan sebuah karya, biasanya secara penuh baru dapat digali dan diungkap secara tuntas dalam kaitannya dengan unsur kesejarahan tersebut. Karya sastra yang ditulis lebih kemudian, biasanya mendasarkan diri pada karya-karya lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpang (menolak, memutarbalikkan esensi) konvensi. Riffaterre mengatakan bahwa karya sastra selalu merupakan tantangan, tantangan yang terkandung dalam

58 51 perkembangan sastra sebelumnya, yang secara konkret mungkin berupa sebuah atau sejumlah karya. Hal itu, sekali lagi, menunjukkan keterikatan suatu karya dari karya-karya lain yang melatarbelakanginya. Adanya karya karya yang ditransformasikan dalam penulisan karya sesudahnya ini menjadi perhatian utama kajian intertekstual misalnya lewat pengontrasan antara sebuah karya dengan karya lain yang diduga menjadi hipogramnya. Adanya unsur hipogram dalam suatu karya, hal itu mungkin disadari mungkin tidak disadari oleh pengarang. Kesadaran pengarang terhadap karya yang menjadi hipogramnya, mungkin berwujud dalam sikapnya yang meneruskan atau sebaliknya menolak, konvensi yang berlaku sebelumnya. Dalam kaitannya dengan hipogram itu, Julia Kristeva mengemukakan bahwa tiap teks merupakan sebuah mosaik kutipankutipan, tiap teks merupakan penyerapan dan transformasi dari teksteks lain. Hal itu berarti, bahwa tiap teks yang lebih kemudian mengambil unsur-unsur tertentu yang dipandang baik dari teks sebelumnya yang kemudian diolah dalam karya sendiri berdasarkan tanggapan pengarang yang bersangkutan. Dengan demikian, walau sebuah karya berupa dan mengandung unsur ambilan dari berbagai teks lain karena telah diolah dengan pandangan dan daya kreativitasnya sendiri dengan konsep estetika dan pikiran-pikirannya

59 52 karya yang dihasilkan tetap mengandung dan mencerminkan sifat kepribadian penulisanya. Sebuah teks kesastraan yang dihasilkan dengan kerja yang demikian dapat dipandang sebagai karya yang baru. Pengarang dengan kekuatan imajinasi, wawasan estetika, dan horison harapannya sendiri, telah mengolah dan mentrasformasikan karyakarya lain ke dalam karya sendiri. Namun unsur-unsur tertentu dari karya-karya lain tersebut yang mungkin berupa konvensi, bentuk formal tertentu, gagasan, tentulah masih dapat dikenali (Pradopo 1987: 228). Prinsip intertekstualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekadar pengaruh, ambilan atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya yang lain yang menjadi hipogramnya, baik berupa teks fiksi maupun puisi. Adanya hubungan intertekstual dapat dikaitkan dengan teori resepsi. Pada dasarnya pembacalah yang menentukan ada atau tidak adanya kaitan antara teks yang satu dengan teks yang lain itu, unsurunsur hipogram itu, berdasarkan persepsi, pemahaman, pengetahuan, dan pengalamannya membaca teks-teks lain sebelumnya. Penunjukan terhadap adanya unsur-unsur hipogram pada suatu karya dari karya-

60 53 karya lain pada hakikatnya merupakan penerimaan atau reaksi pembaca. c. Pendekatan Intertekstual Interteks berdasarkan pada asumsi kritis. Asumsi tersebut yakni : 1. Konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagai isi, melainkan aspek perbedaan sejarah teks. 2. Teks tak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama lain juga saling memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks. 3. Ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir juga dalam teks tertentu yang ditentukan oleh proses waktu. 4. Bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang eksplisit sampai implicit. 5. Hubungan teks satu dengan teks yang lain boleh dalam rentang waktu lama, hubungan tersebut dapat secara abstrak dan juga sering terdapat penghilangan-penghilangan bagian tertentu. 6. Pengaruh mediasi dalam interteks sering berpengaruh terhadap penghilangan gaya maupun norma-norma sastra. 7. Dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interprestasi. 8. Analisis interteks berbeda dengan melakukan kritik, melainkan lebih terfokus pada pengaruh.

61 54 Untuk mengungkap adanya hubungan interteks dalam penelitian ini diasumsikan pada resepsi aktif pengarang dan resepsi pembaca sebagai pengkaji (penulis). Pengkaji pada dasarnya adalah juga pembaca yang dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalamannya berada dalam rangkaian pembacaan yang terakhir. Dengan demikian, latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca akan memengaruhi makna yang diungkapkannya. d. Hubungan Intertekstual Dalam hal hubungan sejarah antarteks itu, perlu diperhatikan prinsip intertektualitas. Hal ini ditunjukkan oleh Rifaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978) bahwa sajak baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak lain. Hubungan ini dapat berupa persamaan atau pertentangan. Dalam kesusasteraan indonesia, hubungan intertekstual antara satu karya dengan karya yang lain baik antara karya sezaman maupun zaman sebelumnya. e. Analisis Intertekstual Berdasarkan realitasnya maka sifat hipogram dapat digolongkan menjadi tiga macam, yakni : (1) Negasi, artinya karya sastra yang tercipta kemudian melawan hipogram, (2) Afirmasi, yakni sekedar mengukuhkan hampir sama dengan hipogram, dan (3)

62 55 Inovasi, artinya karya sastra yang kemudian memperbarui apa yang ada dalam hipogram (Ali Imron : 2005:80). Seperti yang disampaikan oleh Abram (Pradopo) ada empat orientasi sastra berdasarkan sejarah dan dialetikanya. Empat orientasi itu adalah orientasi mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam ide dan kehidupan; kritik pragmatik yang menggap karya sastra sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca; kritik ekspresif mengganggap karya sastra sebagai luapan perasaan dan pikiran pengarang; kritik objektif berorientasi pada karya sastra itu sendiri. Klau kita lihat dari kritik kedua bahwa karya sastra sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan tujuan pertentu kepada pembaca. Menurut kritik pragmatik semakin mendidik semakin karya sastra itu bernilai tinggi. 5. Sosial Sosial adalah bagian yang tidak utuh dari sebuah hubungan manusia sehingga membutuhkan pemakluman atas hal-hal yang bersifat rapuh di dalamnya.sosial ini merujuk pada hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan dirinya. Pengertian sosial ini pun berhubungan dengan jargon yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk

63 56 sosial.setiap manusia memang tidak bisa hidup sendirian. Seseorang membutuhkan orang lain untuk mendukung hidupnya. Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu socius yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama (Salim, 2002: 2). Sudarno (dalam Salim, 2002: 5) menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubunganhubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada waktu tertentu. Menurut Alfred Vierkandt dalam Soekanto (2001:449) setiap masyarakat merupakan suatu kebulatan di mana masing-masing unsur saling mempengaruhi. Dasar semua unsur sosial adalah ikatan emosional, tak ada konflik antara individual dengan kelompok, oleh karena individu tunduk kepada tujuan kelompoknya. B. Kerangka Konseptual Pada penelitina ini penulis akan menyajikan bagaimana kajian interstektual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia. Karya sastra merupakan kekayaan budaya yang perlu dilestarikan dan pahami keberadaannya, karena sastra dan budaya merupakan hal yang saling terikat dan memengaruhi.

64 57 Karya sastra Kajian Interstektual Novel hujan bulan juni karya sapardi djoko damono Novel Madrasah Cinta Karya Ayu Nesia Sosial Temuan Hasil

65 BAB III METODOLIGI PENELITIAN A. Jenis Dan Desain Penelitian 1. Jenis penelitian Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif. Bentuk ini digunakan karena dalam data penelitian ini berupa kutipan kata-kata, frasa, kalimat dan tidak mengutamakan pada angkaangka. 2. Desain penelitian Desain penelitian pada hakikatnya merupakan strategiyang mengatur ruang dan teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian. Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskritif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip metode deskriptif kualitatif, yang mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis, dan menyajikan data secara objektif, atau sesuai dengan nyata yang ada dilapangan untuk memperoleh data.untuk itu, peneliti dalam menjaring data mendeskripsikan kajian intertekstual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia. B. Data dan Sumber Data 1. Data Data merupakan semua informasi yang disediakan oleh alam yang harus dicari dan dikumpulkan oleh peneliti sesuai dengan masalah yang

66 59 dihadapi. Data merupakan bagian dari keseluruhan proses pengumpulan data harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti. Adapun data dalam penelitian ini berupa data lunak yang berwujud kata, kalimat, ungkapan yang terdapat dalamnovel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia. 2. Sumber Data Dalam sebuah penelitian, sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan oleh Gramedia (Jakarta) pada tahun 2015 dan Madrasah Cinta Karya Ayu Nesia yang diterbitkan oleh Citra Media Pustaka (Yogyakarta) pada tahun C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data yang berupa kata, kalimat, ungkapan yang terdapat dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia maka pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik pustaka, yaitu menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber-sumber tersebut dapat berupa majalah, surat kabar, karya sastra, karya ilmiah, dan sebagainya. Adapun data-data pengumpulan datanya, yaitu: (1) membaca novel Hujan Bulan Junidan Madrasah Cintasecara berulang-ulang; dan (2) mencatat kata, kalimat, ungkapan yang berkaitan dengan struktur novel, dan kajian intertekstual sosial yang terdapat dalam kedua novel.

67 60 D. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis mengalir (fow model of analysys) yang meliputi tiga komponen, yaitu: 1. Reduksi Data (Data Reduction) Pada bagian ini, langkah yang dilakukan yaitu mencatat data yang diperoleh dalam bentuk uraian secara rinci.data yang diambil berupa kata, kalimat, ungkapan yang terdapat dalam novel Hujan Bulan Junikarya Sapardi Djoko Dmono dan Madrasah Cintakarya Ayu Nesia yang mengungkapkan informasi tentang kedua novel tersebut. 2. Sajian Data (Data Display) Data yang telah terkumpul dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis permasalahannya agar mudah untuk dianalisis. Lagkah ini telah memasuki analisis data yang kemudian dijabarkan dan dibandingkan antara data yang satu dan data yang lain. Hal ini bertujuan untuk menemukan persamaan dan perbedaan kedua novel. 3. Penarikan Simpulan (Conclution Drawing) Pada tahap ini penelitian telah memasuki tahap pembuatan simpulan dari data yang telah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan ini masih bersifat sementara maka akan tetap diverifikasi (diteliti kembali tentang kebenaran laporan) selama penelitian berlangsung. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu data yang diperoleh dari novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrsah Cinta karya Ayu Nesia disimpulkan.

68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian Pada bab ini akan diuraikan secara rinci hasil penelitian terhadap novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan novel Madrasah Cinta karya Ayu Nesia menggunakan analisis deslriptif kualitatif. Dalam penelitian ini dikemukakan beberapa data yang diperoleh sebagai bukti hasil penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan novel Madrasah Cintakarya Ayu Nesia. Dalam hal ini akan ditampilkan struktur novel Hujan Bulan Juni, struktur novel Madrasah Cinta, kajian intertekstual sosial yang terdapat dalam novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta, persamaan dan perbedaan antara novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta. Berdasarkan analisis yang digunakan peneliti dalam menganalisis novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dan Madrasah Cinta karya Ayu Nesia, maka diharapakan dapat mengungkapkan kajian intertekstual sosial dalam novel seara terperinci dan jelas. 1. Struktur novel hujan bulan juni a. Tema : pencintaan sepasang kekasih yang berbeda agama dan budaya.

69 62 1) Data : Jawa hehehe. Tapi.. Meskipunkitab berbeda. 2) Kitab boleh berbeda. Tetap apa dosa dan salahku maka aku telah mencintai laki-laki Jawa yang sering zadul mikrnya ini? (Hujan Bulan Juni:36). 3) Keterangan : Pingkan sangat mencintai Sarwono. Tetapi gejolak hati pingkan yang terus bertanya bagaimana mungkin bisa mempertahankan hubungannya dengan Sarwono sementara itu banyak likuan hidup yang dihadapi oleh Sarwono dan Pingkan. Mengenai tema hubungan cinta beda agama juga mempresentasikan keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia. Pernikahan bukan hanya terpautnya hati dua insan, tapi lebih dari itu. Pernikahan sebagai leburnya dua keluarga dan kebudayaan. b. Tokoh dan penokohan 1) Tokoh utama (Sarwono dan Pingkan) a) Data : Sar kamu ini sudah sekolah tinggi-tinggi tapi otakmu masih juga ngelesot di bawah pohon sawo kecil di halaman keraton itu. (Hujan Bulan Juni : 13). b) Keterangan : no adalah seorang yang sangat lugu. Tergambar dari kutipan tersebut Sarwono yang tidak mengetahui manusia jenis apa ronin itu. Pingkan pun menjelaskan bahwa ronin itu samurai yang tak punya tuan, karena tuannya mati atau meninggalkan tuannya dan karenanya dijuluki ksatria gentayangan hidupnya bagaikan ombak yang tidak jelas wujud dan wataknya. 2) Tokoh tambahan (Toar, Ibu Hadi, Pak Hadi, dan Ibu Hartini) a) Data : itu sebabnya ia memilih sekolah Akademi Bank saja agar cepat selesai tanpa membebani ibunya. Kalau bisa malah bisa membantu biaya kuliah pingkan. Ternyata tidak hanya kerajinannya, tetapi juga tampangnya, telah membantunya cepat mendapat posisi

70 63 c. Alur baik di bank tempatnya bekerja. (Hujan Bulan Juni : 106). b) Keterangan : Toar adalah salah satu tokoh yang memiliki sifat baik dan perhatian. Sebagai kakak dari Pingkan, Toar sangat bertanggung jawab menjaga dan menyayangi adiknya. Terlebih dia harus menjadi kepala keluarga menggantikan Ayahnya yang sudah meninggal. 1) Alur campuran a) Data : Ya dianggapnya menggelikan konsep itu, Kali Code kab di tengah-tengah kota, kok diaggap dihuni masyarakat pinggiran, katanya kepada atasannya waktu pertama kaali dulu diajak merancang proyek itu. (Hujan Bulan Juni : 2) Dan memang benar. Ada puisinya di koran, tiga buah, di sudut halaman yang pasti kalah meriah dibanding berita politik, kriminal, gambar-gambar yang semakin lama semakin berdesa-desak, dan iklan. (Hujan Bulan Juni : 4) b) Keterangan : alur yang terdapat dalam novel Hujan Bulan Juni adalah alur campuran atau alur maju mundur. Novel Hujan Bulan Juni terdiri dari 5 (lima) bab yang diawali dengan pengenalan situasi. Pada bab satu cerita diawali dengan pengenalan kejadian yang menceritakan tokoh Sarwono yaitu seorang dosen UI yang diperintahkan oleh Kaprodinya di FISIP-UI untuk menuntaskan penelitiannya tentang daerah pinggiran Kali Code. Permasalahan yang muncul dari penelitian tersebut mengenai masalah sosial yaitu kedudukan sosial masyarakat di daerah tersebut. Pada tahap pengenalan diceritakan juga bahwa Sarwono selain bekerja sebagai dosen di UI juga seorang penyair. d. Latar 1) Latar tempat a) Data : kali ini ia sedang di Yogya untuk kesekian kalinya atas perintah Kaprodinya di FISIP-UI yang disampaikan ketika ia baru saja pulang dari peneliti yang menguras pikiran, perasaan, tenaga, dan entah apa lagi. (Hujan Bulan Juni : 1)

71 64 b) Keterangan : Sarwono sedang berada di Yogyakarta untuk melakukan penelitian. Latar tempat selanjutnya yaitu Jakarta yang sangat padat dan mulai tidak nyaman dengan asap knalpot yang ditimbulkan oleh kendaraan bemotor. 2) Latar waktu a) Data : Eric Patiasiana yang lebih Betawi dari Betawi yang tinggal di kampung Ambon Rawamangn itu mengirim sms memintanya untuk membuka . Ada tugas mendadak umtukmu, pesannya. (Hujan Bulan Juni : 27) b) Keterangan : kutipan tersebut menunjukkan bahwa masa sekarang komunikasi dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan , beda dengan masa dulu yaitu alat komunikasinya menggunakan surat. 3) Latar sosial budaya a) Data : Dalam dongeng Toar, Hartini tidak menjawab sepatah kata pun, sampai hari ini pun tidak pernah. Namun, laki-laki Manado yang ejak pertama kali bertemu diamdiam mengagumi kecantikannya itu menganggap bahwa bahwa diam, bagi orang Jawa, berarti ya atau mau pokoknya jawaban positif. (Hujan Bulan Juni : 23) b) Keterangan : Budaya Jawa yang identik diam yang berarti setuju. Dalam hal ini pepatah Jawa mengatakan bahwa orang pendiam yang punya perilaku anteng, meneng, jatmika akan lebih bijak. Diam adalah emas. e. Sudut pandang 1) Persona ketiga a) Data : ketika turun dari lantai tiga sebuah hotel di Bulaksumur, dekat kampus UGM, yang ada di kepala Sarwono hanya satu: ke Malioboro mencari kios majalah. Kali ini ia sedang di Yogya untuk kesekian kalinya atas perintah kaprodinya di FSIP-UI yang disampaikan ketika ia baru saja pulang dari penelitian yang meguras pikiran, perasaan, tenaga, dan entah apa lagi. (Hujan Bulan Juini : 1) b) Keterangan : pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya dia, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama,

72 65 f. Amanat kerap atau terus-menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca atau siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak. 1) Toleransi antar umat beragama a) Data : kata Ibu, kita harus empan mapan. Meskipun tidak suka, harus bertata cara sesuai dengan tempatnya. Tapi ini kan bukan Manado. Pokoknya begini, Manado dan Gorontalo kan bersekutu menghadapi i kenyataanya perut Manado dan Gorontalo menyukai msakan yang boleh dibilang sama. (Hujan Bulan Juni : 47) b) Keterangan : Dimanapun kita berada, kita harus bertindak dan bersikap sesuai dengan aturan yang ada di daerah tersebut. Setiap orang mmiliki prinsip hidup yang berbedabeda oleh karena itu kita harus menghargai prinsip hidup orang lain, menghargai pendapat orang lain, serta menaatai aturan-aturan atau norma yang berlaku di daerah tersebut. 2) Toleransi budaya dan suku a) Data : selama mendengarkan khotbah di Mesjid Gedhe ia tetap mendengar kata demi kata Pingkan di sela-sela seruan pengkhotbah untuk tidak memanfaatkan agama sebagai alat untuk mencapai apa pun, kecuali untuk mendekatkan diri dengan Allah. Itu perintah Allah, itu perintah Muhammad SAW, itu yang menjadi dasar keyakinannya sebagai orang yang harus menghargai keyakinan orang lain, yang selalu mengingatkannya untuk mengharamkan kata ilyan dalam cara berpikirnya, biarlah kata itu tetap ada di kamus, tetapi tidak perlu digunakan untuk mencibir, apa lagi menyiksa orag lain. (Hujan Bulan Juni : 76) b) Keterangan : dalam menjalani kehidupan sosial tidak bisa di pungkiri akan ada masalah-masalah yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan agama atau ras. Dalam rangka menaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghargai dan menghormati, sehingga tidak terjadi masalah-masalah yang dapat menimbulkan pertikaian.

73 66 3) Kesetiaan cinta sepasang kekasih a) Data : karepku ngene, lho sar. Kowe rak bocah ontang anting, yen milih bojo sing ati-ati supaya tembe mburine ora ngrusuhi aku lan ibumu, kata ayahnya. (Hujan Bulan Juni : 90) (keinginanku begini sar. Kamu kan anak satu-satunya, kalau milh isteri harus hati-hati supaya tidak menyesal dibelakang tidak mengganggu aku dan ibumu, ) b) Keterangan : Ayah menasehati Sarwono bahwa dalam memilih pendamping hidup harus hati-hati supaya tidak menyesal. Ada beberapa faktor yang lebih penting didahulukan untuk memilih pendamping hidup. Misalnya taat beragama, dari lingkungan yang baik, penyabar, amanah, dan lain-lain. 2. Struktur novel Madrasah Cinta a. Tema : pencarian cinta seseorang yang terlambat menikah karena terlalu fokus dengan jenjang akademis. b. Alur : alurnya maju-mundur, kemudian maju (persilangan). Cerita diawali dengan kunjungan Zahrana ke China untuk menerima penghargaan dari Universitas ternama. Setelah itu Flash Back (mundur) ke kehidupan Zahrana ketika asyik mengejar prestasi akademik. Setelah itu alur maju samapi tamat. c. Sudut pandang : novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga (Dia). d. Tokoh dan penokohan : 1) Dewi Zahrana : cantik, pintar, berorientasi Akademik, egois, berpendirian kukuh pada awalnya kemudian menjadi orang yang tawakkal di tenagh cerita. 2) Pak Munajib : keras, kuat memegang prinsip, disiplin.

74 67 3) Bu Nuriyah : keibuan, sedikit gamang. 4) Pak Sukarman : otoriter, ingin menang sendiri, amoral. 5) Lina : pengertian, setia menolong. 6) Hasan : dewasa, mandiri, pantang menyerah, optimis. 7) Rahmat : rendah hati, sedikit minder, tipe pekerja keras. 8) Pak didik : perhatian. 9) Bu Merlin : baik hati, sedikit penakut. 10) Bu Zulaikha : pengertian, perhatian. e. Amanat : amanat dari novel ini seperti yang disampaikan penulisnya (Habiburrahman El Shirazy) adalah, bahwa hidup kita harus ditata rapi, direncanakan. Bolehlah kita mengejar prestasi akademis, tapi jangan sampai melupakan hal lain, termasuk menikah. Menikah adalah sunnah Nabi. Jangan sampai menundanunda jika waktunya tiba. 3. Kajian intertekstual sosial dalam novel Hujan Bulan Juni a. Ia mencintai gadis itu, tetapi tidak mampu brrbuat apa pun tak terkecuali menulis puisi kalau sedang dalam keadaan puyeng memikirkannya. Ia harus menimbang-nimbang cintanya, atau hanya mampu menimbang-nimbangnya, kalau dalam keadaan tenang-setenang-tenangnya menghadapinya agar bisa di ajak berbicara yang kemudian diselipkannya di antara larik-larik sajaknya. (Hujan Bulan Juni, 2015: 25). Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sarwono pandai memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk menafkahi diri sendiri selama berada di Jakarta. Sarwono pandai menulis, dengan kemampuannya membuat puisi, artikel, opini,

75 68 atau apapun yang layak diterbitkan di koran atau majalah Sarwono mampu hidup mandiri karean ia tidak ingin menyusahkan kedua orang tuanya. b. Rupanya tante-tante itu membawa amanat kaumnya agak membujuk Bu Palenkahu mengawasi anak perempuannya, khawatir kalau jatuh ke tangan si Jawa itu, ya Sarwono itu. (Hujan Bulan Juni, 2015:85). Kutipan diatas menggambarkan bahwa selain permasalahan keyakinan dan agama, faktor lain yang menimnulkan kecemasan pada Sarwono yang menjadi tokoh utama adalah ketika Pingkan harus diutus ke Jepang oleh Kaprodi tempat Pingkan bekerja. c. Kamu menantuku, Matindas. Sarwono diam lagi beberapa detik, lalu mencium tangan bu pelenkahu. Ia harus segera melaporkan segalanya kepada keluarganya. (Hujan Bulan Juni, 2015:85) Kutipan di atas menunjukkan sikap terbuak dari Hartini. Sebagai perempuan Jawa ia tentu dianggap terlalu berani untuk meminta seorang lelaki meminang anaknya. Keterusterangan tersebut dipengaruhi oleh pola pikir budaya Manado yang lebih terbuka. d. Ya jangan bingung. Kalian berdua itu Indonesia Raya, komentar Sarwono waktu itu. (Hujan Bulan Juni, 2015:18) Kutipan di atas mendeskripsiken mengenai tema hubungan cinta beda agama juga merepresentasi keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia. Pernikahan bukan hanya terpautnya hati dua insan, tapi lebih dari itu. Pernikahan sebagai leburnya dua keluarga dan kebudayaan. e. kata Ibu, kita harus empan mapan. Meskipun tidak suka, harus bertata cara sesuai dengan tempatnya. Tapi ini kan bukanmanado. Pokoknya begini, Manado dan Gorontalo kan bersekutu menghadapi Jawa hehehe. Tapi.. Meskipunkitab

76 69 berbeda. Kitab boleh berbeda. Tetapi kenyataanya perut Manado dan Gorontalo menyukai msakan yang boleh dibilang sama. (Hujan Bulan Juni : 47) Kutipan di atas menggambarkan bahwa dimanapun kita berada, kita harus bertindak dan bersikap sesuai dengan aturan yang ada di daerah tersebut. Setiap orang mmiliki prinsip hidup yang berbeda-beda oleh karena itu kita harus menghargai prinsip hidup orang lain, menghargai pendapat orang lain, serta menaatai aturan-aturan atau norma yang berlaku di daerah tersebut. f. Sar, ini kan jam setengah 12, jumat. Pergi sana kamu ke Mesjid Gedhe. Nanti telat lho. Yen kowe telat, dongan ora bakal ditampa. Naik becak yang tadi dipakai aja, biar cepat. (Hujan Bulan Juni,2015:74) Amanat yang terkandung dari kutipan tersebut adalah tentang toleransi antar umat beragama, terbukti dengan Pingkan yang bergama Kristen, mengingatkan Sarwono untuk melakukan sholat Jumat. Manusia merupakan makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial. g. Hanya ada gereja dan mesjid, Meneer, kata si mahasiswa. Sarwono dan pingkan tidak kaget lagi mendengar sapaan itu sebab ketika memberikan ceramah di kampus kemarin mahasiswa yang bertanya selalu menyapanya Meneer. Begitu keluar dari kota kedua orang muda Jakarta itu menyaksikan adegan yang biasa mereka saksikan di Jakarta: beberapa kelompok orang mencegat mobil untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan Rumah Tuhan. Bedanya adalah, di Jakarta Rumah Tuhan itu mesjid, di Menado tentu saja gereja. (Hujan Bulan Juni,2015:30) Kutipan di atas menggambarkan kehidupan sosial masyarakat di Manado dan Jakarta dan Manado membuat tempat ibadah dengan cara bergotong royong, dan dana yang digunakan untuk membat rumah ibadah pun usaha sendiri. Tidak menggunakan dana dari pemerintah. Hal tersebut menggambarkan bahwa masyarakat Manado masih erat dengan kerja sama.

77 70 4. Kajian intertekstual sosial dalam novel Madrasah Cinta a. Lelaki itu mangguk-mangguk percaya. Dengan segera ia memberikan uang kepada si dukun. Dan ia pun kemudian pulang ke rumah. Esok harinya, ia berniat untuk pergi bertamu ke rumah wanita. Ia mengambil mantra dan mengucapkannya dengan hatihati. (Madrasah Cinta : 82) Pada kutipan tersebut menggambarkan bagaimana cara seorang laki-laki agar bisa mendapapatkan seorang perempuan yang selama ini telah di idamidamkan dengan cara mempercayai kekuatan dukun daripada Allah. b. Ali bin Abi Thalib pun bergegas pun bergegas pergi. Tak lama kemudian, ia datang ke rumah janda beranak tiga itu dengan membawa banyak makanan. Ia memberikannya kepada ibu keluarga miskin tersebut. Berikan makan segera anak-anakmu. Pergunakan makanan pokok itu untuk kalian. Dan gunakan sedikit uang ini untuk membeli kabutuhan kalian lainnya. (Madrasah Cinta : 91) Kutipan tersebut menggambarkan tentang seseorang yang sangat baik dan mempunyai hati suci untuk saling menolong terhadap sesama manusia ciptaan Allah. c. Dekati dan cinta orang-orang miskin di sekitar kita. Tebarkan empati dan doa untuk mereka. Semoga mereka diberikan kekuatan dan kesabaran menjalani kehidupan ini. Berikanlah hak mereka dan sedikit rezeki yang kita punya. Ingat, semua ini bkan milik kita seutuhnya. Semua ini hanya titipan ilahi. (MadrasaH Cinta : 92) Kutipan tersebut menggambarkan tentang bagaimana kita di ajarkan untuk saling menyayangi terhadap sesama manusia. d. Ibu, yang membersihkan halaman masjid adalah kami semua. Kami ingin membantu ibu yang selalu kecapaian setiap pagi untuk membersihkan halaman seluas ini. (Madrasah Cinta : 100)

78 71 Kutipan tersebut menggambarkan tentang seseorang yang sangat berbakti kepada orang tua meskipun bukan orang tua kandung mereka sendiri. e. Dengan penyebutan waktu yang tepat, kita akan bisa memprediksi segala sesuatunya berdua. Seperti biaya yang bakal di habiskan untuk biaya pernikahan dan keluarga ke depan. Jadi, kita bisa mempersiapakan secara matang mulai dari sekarang. (Madrasah Cinta : 113) Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana cara kita di ajarkan tentang kehidupan yang lebih sempurna dn bisa membahagiakan keluarga. B. Pembahasan a. Sinopsis novel Hujan Bulan Juni Sosok Sarwono adalah dosen muda yang mengajar Antropolog yang lihai dalam membuat baitan puisi memenuhi sudut surat kabar ini menjalin hubungan dengan Pingkan, Pingkan sendiri merupakan dosen muda di prodi Jepang. Padadasarnyamerekasudahkenalsejak lama, apalagisarwonosendiriadalahtemandarikakakpingkan, Toar.Mereka pun bingungsampaikapanhubunganinidapatberlanjutkepernikahan.sebuahprose si yang membutuhkanpemikirandantahaplebihdewasa.sementarapadasaatini, merekamasihasyikdengan status pacaransekarang.adabanyaklikuanhidup yang dihadapisarwonodenganpingkan.terlebihmerekaadalahsosok yang berbedadarikota, budaya, suku, bahkan agama.sarwono yang darikecilhidup di Solo, sudahpasti orang Jawa. SedangkanPingkanadalahcampuranantaraJawadenganMenado.IbuPingkan

79 72 adalahketurunanjawa yang lahir di Makassar, sedangkanbapakpingkanberasaldarimenado.di sinimerekaberduatidakmempersoalkanapaitusukubeda, atapunkeyakinan yang berbeda.yasarwono yang sangattaatpadaagamanya (Islam), dansosokpingkan yang jugameyakini agama (Kristen) sepenuhhati.permasalahantentang agama inidikuatkanolehkeluargabesarpingkan yang di Menado.DenganberbagaicaramerekaselalubertanyapadaPingkantentanghub ungannyadengansarwono.pertanyaan yang terlihatberniatmenyudutkan, berharappingkantidakmelanjutkanhubungandengansarwono.harapankelua rgabesarnyaadalahdiamenikahisosokdosenmuda yang pernahkuliah di Jepangdansekarangmengajar di Menado.Sosokpemuda yang daridulujugamenaksirpingkan.namundenganberbagaiupaya, Pingkantetapbersikukuhmempertahankanhubunganitudenganserius.Bahka n, diaberencanakalaumenikahakanmeninggalkanmanadodantinggalselamany a di Jakarta. Tempatdiaberkerjasebagaidosen.HubunganasmaraPingkandanSarwonoiniti dakhanyamendapatkanarah darikeluargabesarpingkansaja. KetikaPingkanberhasilmendapatkanbeasiswakeJepang, Sarwonomerasakehilangandanketakutan.Ketakutannyabukandarikeraguann yaatascintapingkan, namunlebihpadakehidupandan orang yang ada di Jepang.Yah, di

80 73 JepangadasosoksontoloyoKatsuo.KatsuosendiriadalahdosenJepang yang pernahkuliah di UI, tempatsarwonodanpingkanmengajarsekarang.danselama di Indonesia, KatsuosangatdekatdenganPingkan.TidakhanyaalurtentangbagaimanaSarwo nomenahandiridanmeyakinkandirinyasendirikalaupingkantetap setiapadanya.di sinijugaadaceritabagaimanasarwonoharuskuatmelawanbatuk yang tidakberkesudahan.batuk yang padaakhirnyamembuatdiaharusterkapar di pembaringanrumahsakit.ada jugakisahtentangartidaripenamaanpingkan, yanamapingkandiambildarisebuahcerita yang sudahmelegenda di Menado. b. Sisnopsis novel Madrasah Cinta Cinta sejati adalah sebuah jalan terang dan bahagia bagi diri kita. Karena ia menenagkan, mampu menentramkan, penuh cinta dan kasih sayang. Ia tidak pernah menyakiti, apalagi melukai. Ia selalu melindungi dan membimbing kita untuk menuju rahmat ilahi. Cinta penuh keberkahan tumbuh dari sikap yang benar dan tepat. Madrasah Cinta ini membimbing kita untuk bersikap yang benar dan tepat dalam mewarnai cinta. Dari ulai memaknai cinta dan mengenal jenis cinta, bangkit karena kekecewaan terhadap cinta, membimbing diri kita ketika jatuh cinta, menunggu jodoh dengan baik, memilih pasangan dengan cermat dan tepat, hingga akhirnya berujung pada kehalalan dan kebaikan. Semoga dengan semuai ini, kita bisa menemukan cita sejati kita hingga akhir masa in, kita bisa

81 74 menemukan cinta sejati kelak hingga akhir masa dan bahkan hingga surga kelak amin. Buku ini tidakmhanya mencerahkan pikiran, tetapi juga menyeegarkan jiwa. Terutama bagi para pemuja cinta agar tidak sesat di jalan. Maka masukkan dalam madrsah cinta dapat memancrkan kemurniannya dengan begitu indah. Agar cinta tak jadi musibah. Agar cinta benar-benar berbuah berkah. c. Perbandingan antara novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta a) Persamaan 1) Tema Tema pada novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cintamempunyai persamaan, yaitu tentang bagaimana cara menjalani hubungan cinta kehidupan. Pada novel Hujan Bulan Juni yang menceritakan tentang pencintaan seorang kekasih yang berbeda agama dan budaya, dan pada novel Madrasah Cintapencarian cinta seseorang yang terlambat menikah karena terlalu fokus dengan jenjang akademis. Dalam penggunaan bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari (bahasa Indonesia) namun terdapat campuran bahasa daerah. 2) Alur Novel Hujan Bulan Junidan Madrasah Cinta sama-sama menggunakan alur campuran. 3) Sudut pandang

82 75 Novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta sama-sama menggunakan sudut pandang orang ketiga.pada kedua novel tersebut, penulis sering menggunakan kata ganti Dia sebagai tokoh utama. b) Perbedaan Perbedaan anatara novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta. Selain memiliki persamaan, juga memiliki perbedaan. Perbedaan pada aspek latar yang ditunjukkan dalam novel Hujan Bulan Juni lebih kompleks daripada pada novel Madrasah Cinta, baik dari segi latar tempat, waktu, maupun suasana. Amanat yang terkandung dalam novel hujan bulan juni yaitu adanya toleransi antar umat beragama. Seperti pada kutipan di bawah ini: kata Ibu, kita harus empan mapan. Meskipun tidak suka, harus bertata cara sesuai dengan tempatnya. Tapi ini kan bukan Manado. Pokoknya begini, Manado dan Gorontalo kan bersekutu menghadapijawa hehehe. Tapi.. Meskipun kitab berbeda. Kitab boleh berbeda. Tetapi kenyataanya perut Manado dan Gorontalomenyukai msakan yang boleh dibilang sama. (Hujan Bulan Juni : 47) di bawah ini. selanjutnya adanya toleransi budaya dan suku, seperti pada kutipan selama mendengarkan khotbah di Mesjid Gedhe ia tetap mendengar kata demi kata Pingkan di sela-sela seruan pengkhotbah untuk tidak memanfaatkan agama sebagai alat untuk mencapai apa pun, kecuali untuk mendekatkan diri dengan Allah. Itu perintah Allah, itu perintah Muhammad SAW, itu yang menjadi dasar keyakinannya sebagai orang

83 76 yang harus menghargai keyakinan orang lain, yang selalu mengingatkannya untuk mengharamkan kata ilyan dalam cara berpikirnya, biarlah kata itu tetap ada di kamus, tetapi tidak perlu digunakan untuk mencibir, apa lagi menyiksa orag lain. (Hujan Bulan Juni : 76) Sedangkan amanat yang terkandung dalam novel madrasah cinta seperti yang disampaikan penulisnya (Habiburrahman El Shirazy) adalah, bahwa hidup kita harus ditata rapi, direncanakan. Bolehlah kita mengejar prestasi akademis, tapi jangan sampai melupakan hal lain, termasuk menikah. Menikah adalah sunnah Nabi. Jangan sampai menunda-nunda jika waktunya tiba.

84 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di simpulkan bahwa novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta merupakan novel yang berlatar belakang tentang kehidupan sebuah cinta, dengan struktur persamaan dan perbedaan, serta kajian intertekstual sosial yang terdapat dalam kedua novel tersebut. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini memberikan saran berikut: 1. Kepada para siswa yang membaca novel Hujan Bulan Juni dan Madrasah Cinta, hendaknya mengambil nilai-nilai positif dan dapat menghindari nilai-nilai negatif bai yang tersurat maupun yang yang tersirat dalam cerita kedua novel tersebut. 2. Konflik yang terjadi dalam novel ini dapat di jadikan pedoman hidup tentang bagaimana cara tokoh utama mengatasi berbagai permasalahan yang menimpanya, bercerita tentang ketegaran yang memperkaya dunia batin kita. 3. Bagi pembaca, harapan penulis adanya penelitian ini diharaoakan dapat meningkatkan apresiasi pembaca terhadap karya sastra karena penelitian

85 78 yang dilakukan dengan memakai objek karya sastra sebagai penelitiannya sering kali dapat bermanfaat bagi para pembaca.

86 79 DAFTAR PUSTAKA Anam, Anam Khoirul Dzikir-Dzikir Cinta. Yogyakarta: DivaPress. Atmowiloto Canting. Jakarta: Gramedia. Dhika Dyah Ayu, Raraningrum Aspek Gender dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari dan Sintren Karya Dianing Widya Yudhistira: Kajian Interteks. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, (online), ( di akses 28 Desember 2017). F, Zulfahnur Z., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gifford, Henry Comparative Literature: A Critical Introduction. USA: Black-well Oxford UK & Canbridge. Imron, Ali Sifat Hipogram. Yogyakarta: UGM Press. Kenney, William How To Analyze Fiction. New York: Monarch Press. Mahayana, Maman S Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nurgiyantoro, Burhan Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Pradopo, Djoko Rachmat Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Strktural Dan Semiotik. Yogyakarta: UGM Press. Riffaterre, Michael Semiotic Of Poetry. London: Indiani of University Press. RP Murniati Analisis Repetisi Pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye. Jurnal Pendidikan, (Oline), ( diakses 2 Januari Salfia, Nining Nilai Moral Dalam Novel 5 Cm Karya Donny Dhirgantoro(online). le/download/595/pdf(diakses 06 Januari 2018).

87 80 Salim, A. (2002).Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sayuti, Suminto A Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Semi, Atar Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Soekanto.2001.Teori Sosial(online). e=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab/449/pdf(diakses 11 Januari 2018). Sudjiman, Panuti Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Raya. Tarigan Pengertian Novel. Bandung: Angkasa.164. Tarigan, Henry Guntur Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.137. Teeuw, A Teori Sastra Dan Penelitian Sastra. Yogyakarta: Makalah Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi UGM. Thahar, Haris Effendi Kekerasan Dalam Cerpen-cerpen Koran Pilihan KOMPAS : Suatu Tinjauan Struktural Genetik dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 062 Tahun Ke-12. Halaman Umar Kayam Para Priyayi. Jakarta: Grafiti. Waluyo Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press. Waluyo, Herman J Drama: Teori Dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Waluyo, Herman J Pengkajian Dan Apresisai Prosa Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Wiyatmi Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: pustaka.

88 L A M P I R A N

89 82 KORPUS DATA A. Novel Hujan Bulan Juni Jawa hehehe. Tapi.. Meskipun kitab berbeda. Kitab boleh berbeda. Tetap apa dosa dan salahku maka aku telah mencintai laki-laki Jawa yang sering zadul mikrnya ini? (Hujan Bulan Juni:36). Sar kamu ini sudah sekolah tinggi-tinggi tapi otakmu masih juga ngelesot di bawah pohon sawo kecil di halaman keraton itu. (Hujan Bulan Juni : 13). itu sebabnya ia memilih sekolah Akademi Bank saja agar cepat selesai tanpa membebani ibunya. Kalau bisa malah bisa membantu biaya kuliah pingkan. Ternyata tidak hanya kerajinannya, tetapi juga tampangnya, telah membantunya cepat mendapat posisi baik di bank tempatnya bekerja. (Hujan Bulan Juni : 106). Ya dianggapnya menggelikan konsep itu, Kali Code kab di tengah-tengah kota, kok diaggap dihuni masyarakat pinggiran, katanya kepada atasannya waktu pertama kaali dulu diajak merancang proyek itu. (Hujan Bulan Juni : 2) Dan memang benar. Ada puisinya di koran, tiga buah, di sudut halaman yang pasti kalah meriah dibanding berita politik, kriminal, gambar-gambar yang semakin lama semakin berdesa-desak, dan iklan. (Hujan Bulan Juni : 4) kali ini ia sedang di Yogya untuk kesekian kalinya atas perintah Kaprodinya di FISIP-UI yang disampaikan ketika ia baru saja pulang dari peneliti yang menguras pikiran, perasaan, tenaga, dan entah apa lagi. (Hujan Bulan Juni : 1)

90 83 Eric Patiasiana yang lebih Betawi dari Betawi yang tinggal di kampung Ambon Rawamangn itu mengirim sms memintanya untuk membuka . Ada tugas mendadak umtukmu, pesannya. (Hujan Bulan Juni : 27) Dalam dongeng Toar, Hartini tidak menjawab sepatah kata pun, sampai hari ini pun tidak pernah. Namun, laki-laki Manado yang ejak pertama kali bertemu diamdiam mengagumi kecantikannya itu menganggap bahwa bahwa diam, bagi orang Jawa, berarti ya atau mau pokoknya jawaban positif. (Hujan Bulan Juni : 23) ketika turun dari lantai tiga sebuah hotel di Bulaksumur, dekat kampus UGM, yang ada di kepala Sarwono hanya satu: ke Malioboro mencari kios majalah. Kali ini ia sedang di Yogya untuk kesekian kalinya atas perintah kaprodinya di FSIP- UI yang disampaikan ketika ia baru saja pulang dari penelitian yang meguras pikiran, perasaan, tenaga, dan entah apa lagi. (Hujan Bulan Juini : 1) kata Ibu, kita harus empan mapan. Meskipun tidak suka, harus bertata cara sesuai dengan tempatnya. Tapi ini kan bukan Manado. Pokoknya begini, Manado dan Gorontalo kan bersekutu menghadapi i kenyataanya perut Manado dan Gorontalo menyukai msakan yang boleh dibilang sama. (Hujan Bulan Juni : 47) selama mendengarkan khotbah di Mesjid Gedhe ia tetap mendengar kata demi kata Pingkan di sela-sela seruan pengkhotbah untuk tidak memanfaatkan agama sebagai alat untuk mencapai apa pun, kecuali untuk mendekatkan diri dengan Allah. Itu perintah Allah, itu perintah Muhammad SAW, itu yang menjadi dasar keyakinannya sebagai orang yang harus menghargai keyakinan orang lain, yang selalu mengingatkannya untuk mengharamkan kata ilyan dalam cara berpikirnya, biarlah kata itu tetap ada di kamus, tetapi tidak perlu digunakan untuk mencibir, apa lagi menyiksa orag lain. (Hujan Bulan Juni : 76) Ia mencintai gadis itu, tetapi tidak mampu brrbuat apa pun tak terkecuali menulis puisi kalau sedang dalam keadaan puyeng memikirkannya. Ia harus menimbang-nimbang cintanya, atau hanya mampu menimbang-nimbangnya, kalau dalam keadaan tenang-setenang-tenangnya menghadapinya agar bisa di ajak berbicara yang kemudian diselipkannya di antara larik-larik sajaknya.

91 84 (Hujan Bulan Juni, 2015: 25). Rupanya tante-tante itu membawa amanat kaumnya agak membujuk Bu Palenkahu mengawasi anak perempuannya, khawatir kalau jatuh ke tangan si Jawa itu, ya Sarwono itu. (Hujan Bulan Juni, 2015:85). Kamu menantuku, Matindas. Sarwono diam lagi beberapa detik, lalu mencium tangan bu pelenkahu. Ia harus segera melaporkan segalanya kepada keluarganya. (Hujan Bulan Juni, 2015:85) Ya jangan bingung. Kalian berdua itu Indonesia Raya, komentar Sarwono waktu itu. (Hujan Bulan Juni, 2015:18) kata Ibu, kita harus empan mapan. Meskipun tidak suka, harus bertata cara sesuai dengan tempatnya. Tapi ini kan bukan Manado. Pokoknya begini, Manado dan Gorontalo kan bersekutu menghadapi Jawa hehehe. Tapi.. Meskipun kitab berbeda. Kitab boleh berbeda. Tetapi kenyataanya perut Manado dan Gorontalo menyukai msakan yang boleh dibilang sama. (Hujan Bulan Juni : 47) Sar, ini kan jam setengah 12, jumat. Pergi sana kamu ke Mesjid Gedhe. Nanti telat lho. Yen kowe telat, dongan ora bakal ditampa. Naik becak yang tadi dipakai aja, biar cepat. (Hujan Bulan Juni,2015:74) Hanya ada gereja dan mesjid, Meneer, kata si mahasiswa. Sarwono dan pingkan tidak kaget lagi mendengar sapaan itu sebab ketika memberikan ceramah di kampus kemarin mahasiswa yang bertanya selalu menyapanya Meneer. Begitu keluar dari kota kedua orang muda Jakarta itu menyaksikan adegan yang biasa mereka saksikan di Jakarta: beberapa kelompok orang mencegat mobil untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan Rumah Tuhan. Bedanya adalah, di Jakarta Rumah Tuhan itu mesjid, di Menado tentu saja gereja.

92 85 B. Novel Madrasah Cinta Lelaki itu mangguk-mangguk percaya. Dengan segera ia memberikan uang kepada si dukun. Dan ia pun kemudian pulang ke rumah. Esok harinya, ia berniat untuk pergi bertamu ke rumah wanita. Ia mengambil mantra dan mengucapkannya dengan hati-hati. (Madrasah Cinta : 82) Ali bin Abi Thalib pun bergegas pun bergegas pergi. Tak lama kemudian, ia datang ke rumah janda beranak tiga itu dengan membawa banyak makanan. Ia memberikannya kepada ibu keluarga miskin tersebut. Berikan makan segera anak-anakmu. Pergunakan makanan pokok itu untuk kalian. Dan gunakan sedikit uang ini untuk membeli kabutuhan kalian lainnya. Dekati dan cinta orang-orang miskin di sekitar kita. Tebarkan empati dan doa untuk mereka. Semoga mereka diberikan kekuatan dan kesabaran menjalani kehidupan ini. Berikanlah hak mereka dan sedikit rezeki yang kita punya. Ingat, semua ini bkan milik kita seutuhnya. Semua ini hanya titipan ilahi. (Madrasah Cinta : 92) Ibu, yang membersihkan halaman masjid adalah kami semua. Kami ingin membantu ibu yang selalu kecapaian setiap pagi untuk membersihkan halaman seluas ini. (Madrasah Cinta : 100) Dengan penyebutan waktu yang tepat, kita akan bisa memprediksi segala sesuatunya berdua. Seperti biaya yang bakal di habiskan untuk biaya pernikahan dan keluarga ke depan. Jadi, kita bisa mempersiapakan secara matang mulai dari sekarang. (Madrasah Cinta : 113)

93 86 SINOPSIS Identitas Buku Judul : Hujan Bulan Juni Penulis : Sapardi Djoko Damono Penerbi : Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : Juni 2015 Tebal Buku : 135 Halaman Sosok Sarwono adalah dosen muda yang mengajar Antropolog yang lihai dalam membuat baitan puisi memenuhi sudut surat kabar ini menjalin hubungan dengan Pingkan, Pingkan sendiri merupakan dosen

94 87 muda di prodi Jepang. Padadasarnyamerekasudahkenalsejak lama, apalagisarwonosendiriadalahtemandarikakak Pingkan, Toar. Mereka pun bingungsampaikapanhubunganinidapatberlanjut Sebuahprosesi kepernikahan. yang membutuhkanpemikirandantahaplebihdewasa.sementarapadasaatini, merekamasihasyikdengan status pacaransekarang.adabanyaklikuanhidup yang dihadapisarwonodengan Pingkan. Terlebihmerekaadalahsosok yang berbedadarikota, budaya, suku, bahkan agama.sarwono yang darikecilhidup di Solo, sudahpasti orang Jawa. SedangkanPingkanadalahcampuranantaraJawadenganMenado.IbuPingkan adalahketurunanjawa yang lahir di Makassar, sedangkanbapakpingkanberasaldarimenado.di sinimerekaberduatidakmempersoalkanapaitusukubeda, atapun keyakinan yang berbeda.yasarwono yang sangattaatpadaagamanya (Islam), dansosokpingkan yang jugameyakini agama (Kristen) sepenuhhati.permasalahantentang agama ini dikuatkanolehkeluargabesarpingkan yang di Menado.DenganberbagaicaramerekaselalubertanyapadaPingkantentanghub ungannyadengansarwono.pertanyaan yang terlihatberniatmenyudutkan, berharappingkantidakmelanjutkanhubungandengansarwono.harapankelua rgabesarnyaadalahdiamenikahisosokdosenmuda yang pernahkuliah di Jepangdansekarangmengajar di Menado.Sosokpemuda yang daridulujugamenaksirpingkan.namundenganberbagaiupaya,

95 88 Pingkantetapbersikukuhmempertahankanhubunganitudenganserius.Bahka n, diaberencanakalaumenikahakanmeninggalkan Manadodantinggalselamanya di Jakarta. Tempatdiaberkerjasebagaidosen.HubunganasmaraPingkandanSarwonoiniti dakhanyamendapatkan arah darikeluargabesarpingkansaja. KetikaPingkanberhasilmendapatkanbeasiswakeJepang, Sarwonomerasakehilangandanketakutan.Ketakutannyabukandarikeraguann yaatascintapingkan, namunlebihpadakehidupandan orang yang ada di Jepang.Yah, JepangadasosoksontoloyoKatsuo.KatsuosendiriadalahdosenJepang di yang pernahkuliah di UI, tempatsarwonodanpingkanmengajarsekarang.danselama di Indonesia, KatsuosangatdekatdenganPingkan.TidakhanyaalurtentangbagaimanaSarwo nomenahandiridanmeyakinkandirinyasendirikalaupingkan tetap setiapadanya.di sinijugaadaceritabagaimanasarwonoharuskuatmelawanbatuk yang tidakberkesudahan.batuk yang padaakhirnyamembuatdiaharusterkapar di pembaringanrumahsakit. Ada jugakisahtentangartidaripenamaanpingkan, yanamapingkandiambildarisebuahcerita yang sudahmelegenda di Menado.

96 89 Identitas Buku Judul : Madrasah Cinta Penulis : Ayu Nesia Penerbit : Citra Media Tahun Terbit : Juni 2015

97 90 Tebal Buku :166 Halaman Berat Buku : 180 gr Cinta sejati adalah sebuah jalan terang dan bahagia bagi diri kita. Karena ia menenagkan, mampu menentramkan, penuh cinta dan kasih sayang. Ia tidak pernah menyakiti, apalagi melukai. Ia selalu melindungi dan membimbing kita untuk menuju rahmat ilahi. Cinta penuh keberkahan tumbuh dari sikap yang benar dan tepat. Madrasah Cinta ini membimbing kita untuk bersikap yang benar dan tepat dalam mewarnai cinta. Dari ulai memaknai cinta dan mengenal jenis cinta, bangkit karena kekecewaan terhadap cinta, membimbing diri kita ketika jatuh cinta, menunggu jodoh dengan baik, memilih pasangan dengan cermat dan tepat, hingga akhirnya berujung pada kehalalan dan kebaikan. Semoga dengan semuai ini, kita bisa menemukan cita sejati kita hingga akhir masa in, kita bisa menemukan cinta sejati kelak hingga akhir masa dan bahkan hingga surga kelak amin. Buku ini tidakmhanya mencerahkan pikiran, tetapi juga menyeegarkan jiwa. Terutama bagi para pemuja cinta agar tidak sesat di jalan. Maka masukkan dalam madrsah cinta dapat memancrkan kemurniannya dengan begitu indah. Agar cinta tak jadi musibah. Agar cinta benar-benar berbuah berkah.

98 91

99 92 RIWAYAT HIDUP Intan Prasasti Nur, lahir di Malino pada tanggal 11 Juli Anak ke empat dari empat bersaudara, merupakan buah cinta dari pasanagan Ayahanda Bado dengan Ibunda Anni. Peneliti mulai memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar inpres kampung baru pada tahun 2002 dan tamat pada tahun 2008, kemudian melanjutkan pendidikan SMP Negeri 1 Tinggimoncong pada tahun 2009 dan tamat pada tahun 2011, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan SMA Negeri 1 Tinggimoncong dan tamat pada tahun Pada tahun 2014 penulis kemudian terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Makassar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

KAJIAN INTERTEKSTUAL DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL CANTING KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO DENGAN PARA PRIYAYI KARYA UMAR KAYAM

KAJIAN INTERTEKSTUAL DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL CANTING KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO DENGAN PARA PRIYAYI KARYA UMAR KAYAM KAJIAN INTERTEKSTUAL DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL CANTING KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO DENGAN PARA PRIYAYI KARYA UMAR KAYAM Skripsi Oleh: Atik Hendriyati NIM K1205008 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga

BAB II KAJIAN TEORITIS. Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga Mendeskripsikan Alur Novel Remaja Terjemahan Tahun Ajaran 2013 belum ada. Namun, ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tetapi penelitian yang di fokuskan pada plot masih jarang dilakukan. Adapun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tetapi penelitian yang di fokuskan pada plot masih jarang dilakukan. Adapun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Yang Relevan Penulusuran pustaka yang telah dilakukan, diketahui bahwa penelitian tentang perbandingan dalam novel sudah ada, antara lain tokoh, latar dalam novel. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sesuai dengan tinjauan terhadap penelitian sebelumnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Sastra dan manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. Bisa dikatakan manusia hidup berdampingan dengan problematika tersebut. Demikian juga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan pribadi seorang penulis yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAGIAN II ANALISIS INTERTEKSTUAL DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI

BAGIAN II ANALISIS INTERTEKSTUAL DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI BAGIAN II ANALISIS INTERTEKSTUAL DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA DAN NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI A. Hakikat Sastra 1. Pengertian Sastra Sastra merupakan kata serapan dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua macam sifat yaitu, karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non imajinasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Orang dapat mengetahui nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati,

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra tercipta karena adanya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa novel Sebelas Patriot merupakan novel yang berlatar belakang kecintaan terhadap tanah air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

ALUR DALAM FIKSI. Kusmarwanti, M. Pd. Bahan mata kuliah Kajian Fiksi

ALUR DALAM FIKSI. Kusmarwanti, M. Pd. Bahan mata kuliah Kajian Fiksi ALUR DALAM FIKSI Kusmarwanti, M. Pd. Bahan mata kuliah Kajian Fiksi Buku Berkenalan dengan Prosa karya Prof. Suminto A. Sayuti Buku Pengkajian Fiksi karya Prof. Burhan Nurgiyantoro Sumber Referensi 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sangat berperan penting sebagai suatu kekayaan budaya bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, mempelajari adat

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR.

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. Hj. Yusida Gloriani dan Siti Maemunah Pendidikan Bahasa dan Sastra Inonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini telah berkembang searah dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Perkembangan ini tentunya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu yang telah ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Ady Wicaksono Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adywicaksono77@yahoo.com Abstrak: Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Umi Fatonah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia kedudukannya di muka bumi ini, karena interaksinya dengan lingkungan tidak hanya dibekali oleh naluri (insting)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK Penelitian ini mengambil novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menurut ragamnya terbagi menjadi tiga, yaitu prosa, puisi, dan drama. Berkaitan dengan prosa fiksi umumnya dibagi menjadi dua, cerita pendek (cerpen) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu ungkapan diri pribadi manusia yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu ungkapan diri pribadi manusia yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu ungkapan diri pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci