Struktur, Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek: Indonesia, Simon Bambang Sumarno Alumnus Magister Manajemen UGM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Struktur, Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek: Indonesia, 1996-1999. Simon Bambang Sumarno Alumnus Magister Manajemen UGM"

Transkripsi

1 Struktur, Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek: Indonesia, Simon Bambang Sumarno Alumnus Magister Manajemen UGM Mudrajad Kuncoro Fakultas Ekonomi UGM ABSTRACT This paper attempts to illuminate the dynamics of Indonesia s clove cigarette industry using Structure-Conduct-Performance (SCP) paradigm and industrial cluster approach. We employed concentration ratios (CR4, CR8, and IHH) and performance ratios in SCP analysis. To identify industrial clusters, we used Geographic Information System (GIS) and some tools of analysis, mainly size and specialization index. The structure of clove cigarette industry suggested that an oligopoly with high concentration has been found, albeit declined slightly over the period As far as geographic concentration is concerned, we found that this industy has clustered overwhelmingly in and around Kudus, Kediri, Surabaya, and Malang. Key words: oligopolistic industry, concentration ratio, cluster PENDAHULUAN Keberadaan industri rokok di Indonesia memang dilematis. Di satu sisi ia diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah karena cukai rokok diakui mempunyai peranan penting dalam penerimaan negara. Namun di sisi lainnya dikampanyekan untuk dihindari karena alasan kesehatan. Peranan industri rokok dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin besar, selain sebagai motor penggerak ekonomi juga menyerap banyak tenaga kerja. Dalam 10 tahun terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada Tahun 1994 penerimaan negara dari cukai rokok saja mencapai Rp 2,9 triliun, Tahun 1996 meningkat lagi menjadi Rp 4,153 triliun bahkan pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi penerimaan cukai negara dari industri rokok menjadi Rp 4,792 triliun dan tahun 1998 melonjak lagi menjadi Rp 7,391 triliun (Indocommercial, 1999: 1). Dalam industri rokok, dominasi dari para pelaku utama bisnis ini sudah cukup dikenal. Pada tiga tahun terakhir (tahun 1999, 2000, 2001) ternyata 3 perusahaan rokok, yaitu PT.Gudang Garam Tbk, PT. HM Sampoerna Tbk dan PT. Djarum, selalu masuk dalam jajaran Sepuluh Besar Perusahaan Terbaik di antara 200 Top Companies di Asia yang disusun peringkatnya oleh majalah Far Eastern Economic Review (FEER) (Tabel 1). Di tengah krisis ekonomi yang dinilai belum tampak pangkal akhirnya, sungguh melegakan bahwa setidaknya ada 10 perusahaan yang masuk kategori berkinerja prima di antara 200 1

2 perusahaan terbaik di kawasan Asia. Menariknya, di antara 10 besar tersebut, tiga di antaranya merupakan raksasa kretek Indonesia. Tabel 1 Peringkat Sepuluh Besar Perusahaan Indonesia Versi Far Eastern Economic Review, Th 2001 Th 2000 Th 1999 Perusahaan Point Astra Indofood Sampoerna Gudang Garam Indosat Djarum Telkomsel Satelindo Sosro SCTV 4.94 Sumber: FEER, 23 April 2002 Uniknya, lokasi empat perusahaan rokok kretek yang mengusai pasar di Indonesia PT. Gudang Garam Tbk, PT. HM. Sampoerna Tbk, PT Djarum dan PT. Bentoel masingmasing amat terkonsentrasi secara geografis. Secara regional, masing-masing perusahaan ini berperanan dalam tumbuh dan berkembangnya kluster industri rokok di Kabupaten Kediri, Kota Surabaya, Kabupaten Kudus dan Kota Malang. Artikel ini mencoba menelusuri sejarah industri rokok, dilanjutkan dengan identifikasi profil para pemain utama dalam industri ini, analisis struktur, kinerja, dan kluster. Pertanyaan mendasar yang hendak dijawab oleh studi ini adalah: (1) apakah struktur dan kinerja industri rokok kretek di Indonesia mengalami perubahan pada periode sebelum dan selama krisis ekonomi?; (2) di manakah lokasi kluster industri rokok di Indonesia?. SEJARAH SINGKAT ROKOK KRETEK INDONESIA Tulisan awal tentang tembakau berasal dari Christophorus Columbus tahun 1492, yang melaporkan penduduk asli Benua Amerika senang menghisap tembakau untuk mengusir rasa letih. Daun tembakau juga digunakan untuk keperluan upacara ritual dan bahan pengobatan di kalangan Suku Indian. Kemudian para penakluk dan penjelajah dari Eropa mulai menghisap daun tembakau sehingga kebiasaaan ini menyebar keseluruh penjuru dunia (Budiman & Onghokham,1987). Rokok merupakan benda yang tidak asing lagi bagi penduduk Indonesia malahan keberadaan rokok di Indonesia sudah mengakar. Legenda percintaan antara Roro Mendut dan Pranacitra yang menampilkan ikon rokok sebagai obyek dari cerita yang ada di Jawa tersebut membuktikan bahwa keberadaan rokok di tanah Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya sudah mapan. Legenda tersebut mengkisahkan Roro Mendut yang dibebani pajak oleh Tumenggung Wiraguna sebesar tiga real sehari yang disebabkan cintanya ditolak oleh Roro Mendut. Untuk membayar pajak yang dibebankan oleh Tumenggung Wiraguna maka Roro Mendut membuka home industry rokok. Rokok produksi Mendut 2

3 diserbu peminat khususnya kaum pria, salah satunya adalah Pranacitra yang kemudian menjalin cinta dengan Mendut. Kebiasaan merokok mulai menyebar di pulau Jawa karena adanya kabar bahwa kebiasaan merokok dapat menyembuhkan sakit bengek atau sesak napas. Mula-mula Haji Djamari penduduk Kudus yang menderita sakit di bagian dadanya mempelopori penggunaan minyak cengkeh dalam mengobati penyakitnya dan ternyata penyakitnya mulai sembuh. Dengan naluri bisnisnya maka Haji Djamari mulai membuat rokok obat yang diproduksi dalam skala industri rumah tangga dan laku di pasaran. Pada saat itu rokok obat lebih dikenal dengan nama rokok cengkeh, kemudian sebutan tersebut berganti menjadi rokok kretek karena bila rokok ini dibakar maka berbunyi berkemeretekan. (Budiman & Onghokham,1987) Perkembangan rokok kretek Indonesia dimulai di Kudus pada tahun 1890 kemudian menyebar ke berbagai daerah lain di Jawa Tengah antara lain Magelang, Surakarta, Pati, Rembang, Jepara, Semarang juga ke Daerah Istimewa Yogyakarta (Gatra, 2000: 54). Perkembangan industri rokok di Indonesia ditandai dengan lahirnya perusahaan rokok besar yang menguasai pasar dalam industri ini, yaitu PT. Gudang Garam,Tbk yang berpusat di Kediri, PT. Djarum yang berpusat di Kudus, PT.HM Sampoerna, Tbk yang berpusat di Surabaya, PT. Bentoel yang berpusat di Malang dan PT. Nojorono yang berpusat di Kudus. Rokok Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda dengan rokok luar negeri yang biasa dikenal dengan nama rokok putih. Rokok Indonesia, yang dikenal dengan rokok kretek (clove cigarette), mempunyai cita rasa yang berbeda karena adanya pemanfaatan bahan baku cengkeh (sebagai tambahan aroma) selain tembakau sebagai bahan pokoknya. Dalam sejarah perkembangannya produksi rokok cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, salah satu sebabnya adalah makin dikenalnya rokok kretek sehingga permintaan untuk rokok kretek meningkat. Sebelum tahun 1975 industri rokok Indonesia masih didominasi oleh rokok putih yang diimpor. Setelah tahun 1975 industri rokok kretek mampu menjadi primadona di negerinya sendiri. Industri rokok di Indonesia merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja (sumber daya manusia, SDM). SDM dibutuhkan mulai dari penanaman tembakau dan cengkeh di perkebunan, pengeringan tembakau dan cengkeh, perajangan tembakau dan pelintingan rokok di pabrik-pabrik sampai pedagang asongan yang memasarkan rokok di jalanan. Industri rokok di Indonesia menyerap tenaga kerja sekitar karyawan, yang bekerja langsung pada pabrik dan pada seluruh level struktur organisasi (Swasembada, 1999: 44). Penyerapan tenaga kerja tidak hanya ada di pabrik rokok saja tetapi bila ditambah dengan jumlah orang yang terlibat dari hulu sampai hilir yang diawali dengan petani tembakau dan cengkeh, karyawan produksi kertas pembungkus rokok, sampai karyawan dalam jalur distribusi (ritel, outlet dan pedagang asongan), jumlah tenaga kerja yang terserap dalam industri ini sekitar 18 juta jiwa (Gatra, 2000: 48). Perkembangan teknologi memacu juga modernisasi industri rokok di Indonesia diawali dengan mesinisasi yang dipelopori oleh PT. Bentoel pada tahun 1968 sehingga produksinya disebut dengan sigaret kretek mesin (SKM). Walaupun ada modernisasi tetapi kebutuhan tenaga kerja masih tetap tinggi yang diserap oleh proses produksi pelintingan rokok yang dikerjakan oleh tenaga manusia dan kita kenal produknya selama ini dengan nama sigaret kretek tangan (SKT). 3

4 PRODUKSI ROKOK DI INDONESIA Pertumbuhan ekonomi yang lamban bahkan sempat minus ternyata di masa krismon tidak mempengaruhi industri rokok di Indonesia. Padahal industri rokok di Indonesia mengalami banyak tantangan karena imbas krisis yang berkepanjangan. Daya beli masyarakat menurun, tarif cukai merambat naik, upah buruh mengalami penyesuaian sesuai dengan tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi. Tabel 2 menyajikan perkembangan produksi rokok di Indonesia dari tahun terdiri dari rokok kretek, rokok putih, dan klobot/klembak. Pada tabel 2 terlihat bahwa perkembangan produksi rokok mengalami kenaikan dari tahun 1996 hingga pada puncaknya pada tahun Pada tahun 1999 produksi rokok secara total mengalami penurunan, penurunan produksi secara signifikan diakibatkan menurunnya produksi rokok kretek yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan produksi rokok putih. Tabel 2 Perkembangan Produksi Rokok di Indonesia ( ) (dalam juta batang) Tahun Rokok Kretek Rokok Putih Klobot/Klembak Total Sumber : Indocommercial (1999; 2002) Gambar 1. Perkembangan Produksi Rokok di Indonesia Rokok Kretek Rokok Putih Klobot/Klembak Total Sumber: Diolah dari data Indocommercial (1999; 2002) Produksi rokok kretek di Indonesia tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat Indonesia saja, tetapi sudah diekspor ke mancanegara. Pada Tabel 3 dapat dilihat 4

5 perkembangan ekspor rokok di Indonesia dari tahun (sampai bulan Juni). Pada tahun 1997 volume ekspor rokok mencapai puncaknya tetapi dalam US$ yang terbesar adalah pada tahun Ekspor rokok khususnya rokok kretek Indonesia sudah mencapai berbagai negara tujuan. Negara yang paling besar menjadi tujuan ekspor rokok kretek Indonesia adalah Malaysia dengan volume kg dengan nilai US$ dan beberapa negara di kawasan Asia, di antaranya adalah Thailand, Kamboja dan Jordan. Tabel 3 Perkembangan Ekspor Rokok di Indonesia, Rokok Kretek Rokok Putih Total Tahun Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai (Ton) (US$'000) (Ton) (US$'000) (Ton) (US$'000) Tda Tda *) Sumber : Indocommercial (1999; 2002) *) sampai bulan juni Gambar 2 Perkembangan Ekspor Rokok di Indonesia * Kretek Putih Total Sumber: Diolah dari Indocommercial (1999; 2002) Bila dibandingkan dengan ekspor, volume impor rokok Indonesia relatif lebih kecil. Volume impor tertinggi terjadi pada tahun 2000 yang mencapai 562 ton dengan nilai sebesar US$ 1,7 juta. 5

6 Tabel 4 Perkembangan Impor Rokok di Indonesia Rokok Kretek Rokok Putih Total Tahun Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai (Ton) (US$'000) (Ton) (US$'000) (Ton) (US$'000) Tda tda Sumber : Indocommercial (1999; 2002) Gambar 3 Perkembangan Impor Rokok di Indonesia Kretek Putih Total Sumber: Diolah dari Indocommercial (1999; 2002) DATA Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari datadata industri yang diterbitkan oleh BPS dalam format CD ROM. Data yang dipakai adalah data yang menggunakan sistem penggolongan industri yang ditetapkan oleh Organisasi Industri pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO). Penggolongan ini dikenal dengan nama International Standard Industrial Classification (ISIC). Data yang diambil menurut standar ISIC adalah data industri rokok kretek seluruh Indonesia pada tahun 1996 dan Data tahun 1996 sengaja diambil untuk melihat kondisi struktur perilaku dan kinerja industri rokok kretek Indonesia sebelum krisis 6

7 ekonomi yang menimpa Indonesia. Sedangkan data industri rokok kretek Indonesia tahun 1999 diambil sebagai pembanding keadaan industri rokok kretek sesudah krisis. Kode ISIC untuk industri rokok kretek Indonesia pada tahun 1996 adalah (5 digit) sedangkan kode ISIC untuk industri rokok kretek Indonesia pada tahun 1999 adalah (5 digit). Data-data yang diambil dalam penelitian ini adalah: (1) Nilai output, yaitu diperoleh dari barang-barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diberikan pihak lain; (2) Nilai input, atau dapat disebut dengan biaya input adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses produksinya; (3) Jumlah tenaga kerja, data yang diambil merupakan jumlah tenaga kerja total baik tenaga kerja produksi maupun tenaga kerja non produksi; (4) Nilai tambah (value added) adalah selisih dari nilai output dan nilai input; (5) R & D, adalah data jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan penelitian dan pengembangan; (6) Daerah baik itu kabupaten, kota, maupun propinsi yang mempunyai industri rokok kretek. ANALISIS STRUKTUR INDUSTRI ROKOK KRETEK Dalam studi empiris mengenai struktur industri, dua indikator konsentrasi perusahaan umumnya digunakan, yaitu: rasio konsentrasi dan Indeks Herfindahl-Hirschman (IHH) (Church & Ware, 2000: ; Blair & Kaserman, 1985: 235-7). Rasio konsentrasi perusahaan n menunjukkan pangsa penjualan n perusahaan terbesar terhadap total penjualan industri. Rasio konsentrasi yang umum digunakan adalah CR4 dan CR8, yang masing-masing menunjukkan pangsa 4 perusahaan terbesar dan pangsa 8 perusahaan terbesar dalam industri. Struktur pasar suatu industri dapat juga dianalisis dengan menggunakan IHH, yang merupakan hasil penjumlahan kuadrat pangsa pasar tiap-tiap perusahaan dalam suatu industri. Indeks ini bernilai antara lebih dari 0 hingga 1. Jika IHH mendekati nilai 0, berarti struktur industri yang bersangkutan cenderung ke pasar persaingan, sementara jika indeks bernilai mendekati 1 maka struktur industri tersebut cenderung bersifat monopoli. Struktur industri rokok kretek yang diamati dari indikator konsentrasi industri dengan menggunakan metode CR4, CR8, maupun Indeks Herfindahl (lihat Tabel 6). Berdasarkan analisis standar dalam ekonomi industri, struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila 4 perusahaan terbesar menguasai minimal 40% pangsa pasar penjualan dari industri yang bersangkutan (CR4 = 40%) (Kuncoro, et al., 1997: bab 22). Apabila kekuatan keempat perusahaan tersebut dianggap sama, maka pangsa penjualan/produksi masingmasing perusahaan adalah 10% dari nilai penjualan/produksi suatu industri. Sedangkan, menurut Stigler, suatu industri dikatakan berstruktur oligopoli bila mempunyai konsentrasi industri lebih dari 60% (Hasibuan,1993). 7

8 Tabel 5 Konsentrasi Industri Rokok Kretek di Indonesia Tahun CR4 CR8 IHH Total Firm rata - rata Sumber : Diolah dari data BPS Dari hasil perhitungan ternyata rata-rata konsentrasi industri rokok kretek di Indonesia di atas 40% yaitu 77,56% untuk perhitungan konsentrasi industri menurut metode CR4, dan 88,15% untuk perhitungan konsentrasi industri menurut metode CR8. Dengan demikina, struktur industri rokok kretek di Indonesia dapat digolongkan berstruktur oligopoli. Dari hasil perhitungan IHH ternyata rata-rata nilainya adalah sebesar 0,27 yang berarti struktur dari industri rokok kretek di Indonesia tidak berstruktur monopoli karena nilai rata-rata IHH tidak mendekati satu. Dari nilai rata-rata CR4 ternyata industri rokok kretek di Indonesia mempunyai nilai konsentrasi sebesar 77% sedangkan nilai rata-rata CR8 menunjukkan nilai konsentrasi sebesar 88,15%. Maka berdasarkan klasifikasi struktur industri yang ditetapkan oleh Bain (1956), struktur industri rokok kretek di Indonesia masuk dalam tipe II yaitu oligopoli dengan tingkat konsentrasi tinggi. Artinya 4 perusahaan terbesar menguasai sekitar 72% atau 8 perusahaan menguasai 88% dari total penawaran suatu barang ke pasar. Pada tahun 1998 ada pertambahan jumlah perusahaan sebanyak 14 buah sehingga menjadi 204 perusahaan rokok kretek. Nilai konsentrasi industri baik itu CR4 dan CR8 mengalami penurunan yang tajam (CR4 mengalami penurunan sebesar 14% sedangkan CR8 mengalami penurunan sebesar 8%). Menurut klasifikasi strukur industri yang disusun oleh Bain, pada tahun 1998 struktur industri rokok kretek di Indonesia masuk dalam tipe III, yaitu tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat tinggi, artinya 4 perusahaan terbesar menguasai sekitar 61% atau 8 perusahaan menguasai 77% dari total penawaran suatu barang ke pasar. CR sebesar 68% sedangkan CR8 sebesar 82%. Penurunan konsentrasi industri pada tahun 1998 dapat disebabkan oleh 2 hal: (1) karena bertambahnya perusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari 4 perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi berkurang; (2) karena pada tahun 1998 merupakan puncak krisis ekonomi sehingga roda perekonomian menjadi tersendat. Pada tahun 1999 jumlah perusahaan rokok kretek di Indonesia bertambah menjadi 206, dengan konsentrasi industri cenderung meningkat dari tahun 1998 (CR4 meningkat sebesar 10%, CR8 meningkat sebesar 6%). Bila kita bandingkan kondisi tahun 1999 dengan tahun 1996 yaitu perbandingan konsentrasi industri sesudah krisis (masa recovery) dengan sebelum krisis ternyata konsentrasi industri sesudah krisis mengalami penurunan sehingga puncak krisis yang terjadi pada 1998 mempengaruhi pangsa pasar industri rokok kretek di Indonesia yang pada akhirnya mempengaruhi konsentrasi industri rokok kretek di Indonesia 8

9 Gambar 4 Konsentrasi Industri Rokok Kretek di Indonesia CR4 CR8 IHH Sumber: Diolah dari data BPS Hasil ini konsisten dengan studi Hornaday (1994: ) dan laporan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) yang menunjukkan dominasi 4 perusahaan rokok PT Gudang Garam, Tbk., PT HM. Sampoerna, Tbk., PT Djarum dan PT Bentoel. Menurut GAPPRI pada tahun 1998, 22 pabrik rokok kretek terbesar dalam negeri memproduksi 164,1 miliar batang rokok kretek, terdiri dari rokok kretek yang digulung dengan tangan (SKT) sebesar 54,8 miliar batang, rokok kretek yang dihasilkan dengan mesin (SKM) sebesar 109 miliar batang dan rokok klobot 253 juta batang. Berikut ini akan dikupas profil dan penguasaaan pasar keempat perusahaan tersebut. 1. PT. Gudang Garam, Tbk Perusahaan ini didirikan pada tahun 1958 di Kediri, pertama kali memproduksi klobot kretek. Berkat sistem manajemen yang profesional terutama menjelang tahun tahun awal 1980-an perusahaan ini melejit mendahului perusahaan-perusahaan lainnya. Perusahaan ini menjadi perusahaan publik terbesar dalam industri rokok. PT Gudang Garam, Tbk adalah penguasa pangsa pasar terbesar industri rokok kretek di Indonesia yang menghasilkan 74,4 miliar batang rokok atau 45,4 % dari jumlah produksi 22 perusahaan terbesar yang bergabung dalam GAPPRI. Porsi sigaret kretek tangan (SKT) yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut terus menurun, pada tahun 1998 dari 74,4 miliar batang rokok yang dihasilkan 61,2 miliar batang rokok (82,1%) adalah sigaret kretek mesin (SKM), sementara produksi SKT dan klobot hanya 13,1 miliar (Indocommercial, 1999:1) Melalui merek andalannya, Gudang Garam hingga kini menguasai pangsa pasar hingga 50%. Sumbangan terbesar Gudang Garam diperoleh dari SKM dengan merek Gudang Garam Filter International. Merek dalam segmen SKM yang dimiliki oleh Gudang Garam antara lain Gudang Garam Surya 12, Gudang Garam Surya 16, Gudang Garam Filter International Merah 12, Gudang Garam Filter International Merah 16. Sedangkan merek dalam segmen SKT yang dimiliki Gudang Garam adalah Gudang Garam King Size 12, Gudang Garam King Size 16, dan Gudang Garam Surya Pro (Indocommercial, 2002: 4) 9

10 2. PT. HM. Sampoerna,Tbk Perusahaan ini didirikan oleh almarhum Liem Seng Tee sejak tahun 1913 yang memproduksi kretek merek Djie Sam Soe. Merek ini berarti angka 234 dengan filosofi bila dijumlahkan akan menghasilkan angka sembilan, yang dianggap keberuntungan menurut kepercayaan Cina. Pada tahun 1930 status usahanya berubah menjadi PT dengan nama Handel Maatschappij Liem Seng Tee. Pada tahun 1963 nama perusahaan ini diubah menjadi PT. PD & I Panamas atau disingkat PT. Panamas dengan pemegang sahamnya Mr. Aga Sampoerna dan Mr Liem Swie Hwa. Pada tahun 1977 terjadi lagi perubahan dengan masuknya Mr. Putera Sampoerna anak dari Mr. Aga Sampoerna. Pada tahun 1988 namanya berubah menjadi PT. Hanjaya Mandala Sampoerna sekaligus dengan memasukkan beberapa pemegang saham baru. PT. HM Sampoerna telah go public pada bulan Juli 1990 dengan menjual 15% sahamnya ke masyarakat atau sebanyak 27 juta lembar. (Indocommercial, 2002: 4). PT. HM. Sampoerna,Tbk merupakan perusahaan yang memegang pangsa pasar kedua setelah PT. Gudang Garam,Tbk. Dengan jumlah produksi 25 miliar batang rokok, poduksi SKMnya mencapai 9,4 miliar batang rokok atau hanya 37,6% dari total produknya. Produk SKT yang dimiliki Sampoerna saat ini adalah Djie Sam Soe dan Sampoerna Hijau. Di segmen SKM adalah Djie Sam Soe Filter, A King Merah dan A King Hijau, Serta A International yang menggunakan teknologi twin wrap. Untuk produksi SKM LTLN Sampoerna mempunyai merek unggulan yaitu A Mild Merah 12 dan 16, A Mild Hijau 12 dan PT. Djarum PT. Djarum merupakan perusahaan rokok kretek terkemuka di Indonesia dan menguasai pangsa pasar industri rokok kretek terbesar ke tiga di Indonesia. Didirikan oleh Oei Wie Gwan dari sebuah pabrik rokok kecil di Kudus yang dibelinya pada tahun Nyaris punah pada saat terbakar dan saat Oei Wie Gwan wafat. Karena kegigihan dari dua bersaudara putra dari Oei Wie Gwan yang membangun kembali puing-puing yang tersisa sehingga PT Djarum dapat tetap bertahan. Mengawali sukses dengan sigaret kretek tangan (SKT), Djarum kemudian sukses juga merambah sigaret kretek mesin (SKM) ( www. Djarum.com, 23 April 2002). PT. Djarum menempati posisi ketiga dalam industri rokok kretek di Indonesia dengan jumlah produksi 20,9 miliar batang rokok dengan porsi SKM 9,3 miliar batang (44,5%). Pada tahun 1985 dan 1986 PT. Djarum pernah menduduki tempat teratas dalam produksi rokok kretek dalam negeri meninggalkan PT. Gudang Garam. Produk-produk Djarum disalurkan ke seluruh pelosok Indonesia dan mancanegara melalui jaringan distribusi terpadu dan terkomputerisasi yang dibangun untuk memberikan layanan profesional dan tepat waktu kepada para pelanggan. Distribusi pasar nasional dikelola oleh tiga perusahaan yaitu PT. Anindita Multiniaga Indonesia untuk wilayah Jawa Timur, Sulawesi, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara dan Papua. PT. Lokaniaga Adipermata untuk Jawa Tengah dan Jawa Barat dan PT. Adiniaga Sentrapersada untuk wilayah Jabotabek, sebagian Jawa Barat, Sumatera serta Kalimantan Barat ( 23 April 2002). 10

11 4. PT. Bentoel PT. Bentoel didirikan di Malang, Jawa Timur pada tahun Produk pertamanya adalah rokok klobot dengan merek Burung. PT. Bentoel pernah menduduki posisi ketiga industri rokok kretek di Indonesia, tetapi beberapa tahun lalu mengalami masalah karena besarnya beban hutang di perusahaan tersebut. Tepatnya pada bulan Juni 1991 lalu, perusahaan tersebut tidak dapat membayar pinjaman setelah jatuh tempo sebesar US$ 45 juta kepada sindikasi bank international. Masalah ini timbul karena kesalahan dalam pengendalian keuangan sehingga PT. Bentoel terpaksa mengundang pihak luar yaitu PT. Rajawali Wira Bhakti Utama (RWBU). (Indocommercial, 2002: 6). Sumbangan PT. Bentoel dalam industri rokok kretek di Indonesia yaitu dengan mempelopori dan mengembangkan sistem rolling otomatis pertama pada tahun Produk Bentoel di segmen SKT adalah Bentoel Merah, sedangkan untuk SKM adalah Bentoel International 12, untuk segmen SKM LTLN Bentoel mengeluarkan dua produk yaitu Star Mild dan Bentoel Mild. ANALISIS KINERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK Kinerja industri rokok kretek di Indonesia dapat kita amati dari sumbangan industri rokok kretek terhadap total industri manufaktur. Sumbangan industri rokok kretek di Indonesia terhadap total industri manufaktur pada tahun 1996 dan 1999 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sumbangan Industri Rokok Kretek TerhadapTotal Industri Manufaktur di Indonesia (%) Sumbangan Tenaga kerja 4,15 4,65 2 Nilai Tambah 8,79 10,15 3 Unit usaha 0,83 0,93 Sumber: Diolah dari data BPS Dari Tabel 6 dapat kita lihat bahwa sumbangan industri rokok kretek terhadap total industri manufaktur mengalami peningkatan padahal pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi, pada tahun 1999 (masa recovery) kinerja industri rokok kretek di Indonesia mengalami pertumbuhan dalam memberikan sumbangan terhadap total industri manufaktur di Indonesia. Pertumbuhan sumbangan tenaga kerja sebesar 0,5% menunjukkan bahwa ada penyerapan tenaga kerja didalam industri rokok kretek di Indonesia seiring dengan peningkatan jumlah unit usaha. Pertumbuhan tenaga kerja dan nilai tambah tiap daerah pada tahun 1996 dan 1999 dapat dilihat pada Tabel 7. 11

12 Tabel 7 Perkembangan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Industri Rokok Kretek di Indonesia pada Tahun 1996 dan 1999 Tenaga Kerja Nilai Tambah (Rp.000) %* %** %* %** Sumut 599 tda tda tda tda tda tda Jabar 60 tda tda tda tda tda tda Jateng ,257 5, ,303 32,768 Jatim ,415 3, ,435 47,145 Bali 133 tda tda tda tda tda tda Sulut 42 tda tda tda tda tda tda Total ,755 4, ,492 45,497 Keterangan : * = Pertumbuhan absolut ** = Pertumbuhan pertahun tda = tidak ada data Sumber : Diolah dari data BPS Dari tabel 7 dapat kita lihat bahwa wilayah daerah industri rokok kretek di Indonesia pada tahun 1996 dan 1999 mengalami perbedaan. Pada tahun 1996 masih ada daerah industri rokok kretek yang ada di luar Jawa seperti Bali, Sumut, Sulut. Sedangkan daerah industri rokok kretek pada tahun 1999 hanya menyisakan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gambar 5 Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri Rokok Kretek di Indonesia Tahun 1996 dan Sumut Jabar Jateng Jatim Bali Sulut Pada tahun 1999 terjadi peningkatan absolut tenaga kerja dan nilai tambah di wilayah Jawa Tengah yaitu sebesar 17,26% untuk tenaga kerja dan 98,3% untuk nilai tambah. Jadi per tahun mengalami pertumbuhan masing-masing untuk tenaga kerja dan nilai tambah sebesar 5,75% dan 32,77%. Daerah industri rokok kretek di Jawa Timur juga mengalami pertumbuhan absolut untuk tenaga kerja dan nilai tambah sebesar 11,41% dan 141,43%. 12

13 Dengan kata lain, per tahun mengalami pertumbuhan masing-masing untuk tenaga kerja dan nilai tambah sebesar 3,8% dan 47,14%. Daerah Jawa Tengah mempunyai pertumbuhan tenaga kerja rata-rata pertahun lebih besar dari Jawa Timur yaitu mempunyai selisih sebesar 1,95%. Namun pertumbuhan nilai tambah di Jawa Timur rata-rata lebih besar dari Jawa Tengah yaitu mempunyai selisih sebesar 14,38%. Gambar 6 Pertumbuhan Nilai Tambah Industri Rokok Kretek di IndonesiaTahun 1996 dan ,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000, Sumut Jabar Jateng Jatim Bali Sulut Sumber : Diolah dari data BPS Untuk melihat lebih mendalam sumbangan industri rokok kretek terhadap industri manufaktur, pada Tabel 8 dan 9 disajikan sumbangan tenaga kerja dan nilai tambah tiap daerah (propinsi) industri rokok kretek di Indonesia. Dari tabel tersebut kita dapat melihat daerah (propinsi) industri rokok kretek yang memberikan sumbangan terbesar di antara daerah (propinsi) industri rokok kretek lainnya. Tabel 8 Sumbangan Tenaga Kerja Industri Rokok Kretek Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia 1996 % 1999 % Sumut 599 0,014 tda Tda Jabar 60 0,001 tda Tda Jateng , Jatim , Bali 133 0,003 tda Tda Sulut 42 0,001 tda Tda Total , ,649 Industri lain , ,351 Total Ind Sumber : Diolah dari data BPS 13

14 Gambar 7 Sumbangan Tenaga Kerja Industri Rokok Kretek Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia Sumut Jabar Jateng Jatim Bali Sulut Sumber : Diolah dari Data BPS Sumbangan tenaga kerja pada tahun 1996 paling besar diberikan oleh daerah (propinsi) Jawa Timur merupakan 65% dari sumbangan industri rokok kretek Indonesia terhadap industri manufaktur. Sumbangan tenaga kerja industri rokok kretek propinsi Jawa Timur pada tahun 1996 terhadap tenaga kerja industri manufaktur adalah sebesar 2,798%. Pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 3,1% (meningkat sebesar 0,302%) Jawa Tengah merupakan daerah industri rokok kretek yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah Jawa Timur terhadap tenaga kerja industri manufaktur di Indonesia. Industri rokok kretek di Jawa Tengah memberikan sumbangan tenaga kerja 31,88% industri rokok kretek Indonesia terhadap industri manufaktur pada tahun Sumbangan tenaga kerja di Jawa Tengah mengalami peningkatan dari 1,33% pada tahun 1996 menjadi 1,55% pada tahun 1999 (meningkat sebesar 0,22%). Bukan hanya tenaga kerja yang mengalami peningkatan tetapi juga nilai tambah industri rokok kretek di Indonesia juga mengalami peningkatan terhadap nilai tambah industri manufakur di Indonesia (lihat gambar 8). Industri rokok kretek di Jawa Timur memberikan sumbangan nilai tambah terbesar terhadap industri manufaktur dibandingkan industri rokok kretek lain di daerah lain. Jawa Timur memberikan sumbangan sebesar 7,81% pada tahun 1996 dan meningkat menjadi 9,22% jadi mengalami peningkatan sebesar 1,41%. Jawa Tengah mengalami penurunan dalam memberikan sumbangan terhadap industri manufaktur di Indonesia walaupun jumlah nilai tambah industri rokok kretek di Jawa Tengah mengalami peningkatan. Berarti peningkatan nilai tambah di Jawa Tengah tidak mampu meningkatkan sumbangan industri rokok kretek di Jawa Tengah terhadap industri manufaktur. Pada tahun 1996 Jawa Tengah memberikan sumbangan sebesar 0,9661% sedangkan pada tahun 1999 memberikan sumbangan sebesar 0,9362% jadi ada penurunan sebesar %. Dari Tabel 8 dan 9 dapat kita simpulkan bahwa propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah memberikan sumbangan yang berarti dalam pangsa tenaga kerja maupun nilai tambah industri rokok kretek di Indonesia terhadap tenaga kerja dan nilai tambah industri manufaktur di Indonesia. 14

15 Tabel 9 Sumbangan Nilai Tambah Industri Rokok Kretek Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia 1996 dan (Rp 000) % (Rp. 000) % Sumut ,00670 Tda Tda Jabar ,00020 Tda Tda Jateng , ,936 Jatim , ,216 Bali ,00031 Tda Tda Sulut ,00004 Tda Tda Total , ,15238 Industri lain , ,84762 Total Ind Sumber : Diolah dari data BPS Gambar 8 Sumbangan Nilai Tambah Industri Rokok Kretek Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia 10,000 8,000 6,000 4,000 2, ,000 Sumut Jabar Jateng Jatim Bali Sulut Sumber : Diolah dari Data BPS Tabel 10 memperlihatkan kinerja industri rokok kretek Indonesia pada tahun 1996 dan 1999 dilihat dari sudut profit (keuntungan). Dari Tabel 10 kita dapat menyimpulkan kinerja perusahaan dari segi laba mengalami sedikit penurunan bila dibagi dengan jumlah perusahaan yang ada. Pada tahun 1996 industri rokok kretek mempunyai keuntungan/perusahaan sebesar 0,345% sedangkan pada tahun 1999 menjadi 0,342%. Jadi mengalami penurunan sebesar 0,003%. Dapat kita lihat bahwa keuntungan/perusahaan mempunyai korelasi yang positif dengan konsentrasi industri dengan indikator turunnya nilai CR4. Sedangkan keuntungan/perusahaan mempunyai korelasi yang negatif terhadap jumlah perusahaan. Bila dilihat keuntungan/output industri rokok kretek di Indonesia secara total pada tahun 1999 mengalami kenaikan sebesar 4,1% bila dibandingkan dengan keutungan /output pada tahun Tetapi keuntungan/output yang meningkat diiringi dengan bertambahnya jumlah perusahaan sehingga menyebabkan keuntungan/perusahaan menjadi menurun. 15

16 Tabel 10 Keuntungan Industri Rokok Kretek di Indonesia 1996 dan 1999 Tahun Keuntungan/ Keuntungan/ CR4 Jumlah Output Perusahaan Perusahaan Keterangan : CR4 = Rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar Keuntungan = Profit atau nilai tambah Keuntungan/perusahaan = (Keuntungan/Output)/Perusahaan Sumber : Diolah dari data BPS Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bertambahnya jumlah perusahaan mempengaruhi pangsa pasar industri rokok kretek di Indonesia dan menyebabkan nilai konsentrasi industri mengalami perubahan yang pada akhirnya mem-pengaruhi keuntungan tiap perusahaan. Produktivitas dan efisiensi dapat dijadikan sebagai indikator kinerja industri. Produktivitas adalah hasil yang dicapai tiap tenaga kerja atau unit faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Efisiensi merupakan ukuran dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan tertentu. Produktivitas dan efisiensi yang paling tinggi terdapat di propinsi Jawa Timur baik pada tahun 1996 maupun tahun Produktivitas dan efisiensi secara total Indonesia mengalami peningkatan. Produktivitas meningkat sebesar 96,41% sedangkan efisiensi meningkat sebesar 23,19%. Di Jawa Tengah pada Tahun 1996 Kabupaten yang menempati peringkat teratas dalam segi produktivitas adalah Karanganyar, Magelang, Kudus dan Sukoharjo. Sedangkan di Jawa Timur adalah Kediri, Surabaya, Mojokerto, Malang. Pada tahun 1999 peringkat teratas dalam segi produktivitas di Jawa Timur tidak berubah, sedangkan di Jawa Tengah mengalami perubahan menjadi Boyolali, Kudus, Magelang, dan Kendal.(lihat lampiran 1). Tabel 11 Produktivitas dan Efisiensi Industri Rokok Kretek Tiap Propinsi di Indonesia 1996 dan 1999 Thn 1996 Thn 1999 Produktivitas Efisiensi Produktivitas Efisiensi Sumut ,66 0,51 tda Tda Jabar ,5 tda tda Jateng ,27 0, ,1 0,82 Jatim ,54 2, ,8 2,96 Bali 6.885,92 0,46 tda tda Sulut 1.812,95 0,9 tda tda Indonesia ,08 1, ,7 2,39 Keterangan : Produktivitas = Output/Tenaga kerja Efisiensi = Nilai Tambah/ Input Sumber : Diolah dari data BPS 16

17 ANALISIS KLUSTER INDUSTRI ROKOK KRETEK Industri merupakan suatu aktivitas ekonomi yang tidak terlepas dari kondisi konsentrasi geografis. Konsentrasi aktivitas ekonomi dalam suatu negara menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses selektif dipandang dari dimensi geografis. Kluster (pengelompokan) menurut teori lokasi tradisonal terjadi karena adanya minimisasi biaya transpor atau biaya produksi. Pemilihan lokasi suatu industri merupakan suatu upaya dari industri tersebut untuk menguasai areal pasar terluas melalui maksimisasi penjualan. Kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktifitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan biasanya berspesialisasi pada satu atau dua industri saja (Kuncoro, 2002: bab 7). Penjelasan klasik konsentrasi aktifitas ekonomi secara spasial mengacu pada dua macam eksternalitas ekonomi, yang dinamakan penghematan lokalisasi (localization economies) dan penghemat-an urbanisasi (urbanization economies). Kedua macam penghematan ini yang sering disebut agglomeration economies. Penghematan akibat lokalisasi (localization economies) terjadi apabila biaya produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri tersebut meningkat. Jadi dengan berlokasi di dekat perusahaan lain dalam suatu industri yang sama, suatu perusahaan dapat menikmati beberapa manfaat. Penghematan lokalisasi yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki aktifitas yang berhubungan satu sama lain telah memunculkan fenomena kluster industri atau yang sering disebut dengan industrial clusters (Kuncoro, 2001b). Menurut Kuncoro (2002: bab 1), urbanization economies terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan dalam wilayah perkotaan yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah perkotaan ini terjadi akibat dari skala perekonomian kota yang besar, dan bukan akibat skala suatu jenis industri. Penghematan urbanisasi ini memberi manfaat bagi semua perusahaan di seluruh kota tidak hanya memberi manfaat pada perusahaan dalam Dalam menganalisis sebaran geografis dan kluster (pengelompokan) industri rokok kretek di Indonesia digunakan metode analisis Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG bermanfaat untuk mengidentifikasikan lokasi industri dan mengidentifikasi di daerah mana mereka cenderung mengelompok (Kuncoro, 2001b). SIG mentransformasikan data menjadi informasi dengan mengintegrasikan sejumlah data yang berbeda, menerapkan analisis fokus, dan menyajikan output dalam rangka mendukung pengambilan keputusan. SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasikan di mana industri manufaktur cenderung mengumpul atau membentuk kluster. SIG pada dasarnya adalah suatu tipe informasi yang memfokuskan pada penyajian dan analisis realitas geografis. Karakteristik pokok dari SIG seperti yang disarikan oleh Martin (1996) sebagai berikut: a. Geografis, berhubungan dengan pengukuran skala geografi, dan direferensikan oleh beberapa koor-dinat sistem pada lokasi diatas permukaan bumi b. Informasi, mencakup pengambilan informasi yang spesifik dan bermakna dari sejumlah data yang beragam, dan ini hanya mungkin karena data telah diorganisasi dalam suatu model dunia nyata. c. Sistem, lingkungan yang memungkinkan data dikelola dan pertanyaan ditempatkan. 17

18 Industri rokok kretek pada tahun 1996 terdapat dalam 6 propinsi yaitu Sumut, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sulut meliputi 32 kabupaten dengan jumlah perusahaan sebanyak 191. Pada tahun 1999 industri rokok kretek hanya terdapat pada 2 propinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur meliputi 35 kabupaten dengan jumlah perusahaan sebanyak 206. Hasil analisis Frequencies dengan menggunakan SPSS Versi 10 ternyata pada tahun 1996 dan 1999 tenaga kerja dan nilai tambah industri rokok kretek di Indonesia berdistribusi tidak normal. Indikator tersebut dapat dilihat dari hasil uji nilai skewness dan kurtosis yang tidak berada diantara 2 dan +2. Tabel 12 Nilai Skewness dan Kurtosis Industri Rokok Kretek Tenaga Kerja Nilai Tambah Thn 96 Thn 99 Thn 96 Thn 99 Skewness 2,596 2,776 4,306 4,184 Kurtosis 5,8 7,041 19,954 17,895 Hasil dari uji tersebut memperlihatkan bahwa distribusi tenaga kerja dan nilai tambah industri rokok kretek tidak merata. Gambar histogram (lihat lampiran 2) memperlihatkan distribusi tenaga kerja dan nilai tambah yang tidak normal dan mempunyai kecondongan positif yang berarti ada beberapa daerah yang mempunyai tingkat kepadatan industri rokok kretek yang tinggi dilihat dari jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkannya, sedang dilain pihak kebanyakan ada daerah kabupaten/kota yang memiliki kepadatan industri rokok kretek yang rendah. Jadi dari uji ini dapat diindikasikan ada kluster industri rokok kretek di Indonesia. Ciri utama daerah industri rokok kretek adalah daerah yang memiliki tingkat kepadatan industri yang sangat tinggi, tinggi, maupun rendah baik dalam jumlah pekerja maupun nilai tambah. Kriteria kabupaten/kota yang memiliki daerah kepadatan industri adalah : Sangat tinggi untuk tenaga kerja bila memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari 6000 orang, sedangkan untuk nilai tambah bila menghasilkan nilai lebih dari Rp100 miliar. Tinggi untuk tenaga kerja bila memiliki jumlah tenaga kerja antara orang, sedangkan untuk nilai tambah bila menghasilkan nilai antara Rp miliar. Rendah untuk tenaga kerja bila memiliki jumlah tenaga kerja kurang dari 1000, sedangkan untuk nilai tambah bila menghasilkan nilai kurang dari Rp.15 miliar. Peringkat dan klasifikasi kabupaten/kota menurut jumlah tenaga kerja dan nilai tambah pada Tahun 1996 dan 1999 dapat dilihat pada Lampiran 3 Pada Tahun 1996 dan 1999 daerah (kabupaten/kota) yang memperoleh predikat yang sangat tinggi dalam jumlah tenaga kerja dan nilai tambah adalah adalah Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Keempat 18

19 daerah tersebut memberikan sumbangan tenaga kerja dan nilai tambah yang sangat besar untuk industri rokok kretek di Indonesia. Pada Tahun 1996, empat daerah tersebut memberikan sumbangan sebesar 81,08% untuk tenaga kerja sedangkan daerah lain hanya memberikan sumbangan sebesar 18,92% Sumbangan empat daerah untuk industri rokok kretek di Indonesia pada nilai tambah di tahun 1996 adalah sebesar 98,23% sedangkan daerah lain hanya memberikan Sumbangan sebesar 1,77%. Pada Tahun 1999, empat daerah tersebut tetap memberikan Sumbangan yang lebih besar dari daerah lain di Indonesia. Untuk tenaga kerja pada tahun 1999, empat daerah tersebut memberikan Sumbangan sebesar 77.78% sedangkan daerah lain hanya memberikan sumbangan 22.22%. Untuk nilai tambah, empat daerah tersebut memberikan sumbangan sebesar 97,88% sedangkan daerah lain hanya memberikan sumbangan sebesar 2,12%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sumbangan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Daerah dengan Kelas Sangat Tinggi Terhadap Industri Rokok Kretek di Indonesia (%) 1999 (%) 4 Daerah Daerah lain 4 Daerah Daerah Lain Tenaga Kerja 81,09 18,91 77,78 22,22 Nilai Tambah 98,23 1,77 97,88 2,12 Keterangan : 4 Daerah meliputi : Kudus, Kediri, Surabaya, dan Malang Sumber : Diolah dari data BPS Kita lihat dari tabel 13 bahwa ada penurunan sumbangan dari daerah dengan kelas sangat tinggi terhadap industri rokok kretek di Indonesia walaupun jumlah tenaga kerja dan nilai tambah di empat daerah tersebut sebenarnya meningkat. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan tenaga kerja dan nilai tambah di daerah lain yang tidak termasuk dalam kelas yang sangat tinggi, sehingga mengurangi sumbangan empat daerah tersebut di industri rokok kretek di Indonesia. Tabel 14 Sumbangan Jumlah Perusahaan dengan Level Sangat Tinggi Terhadap Total Perusahaan Rokok Kretek di Indonesia Jumlah Daerah Perusahaan Propinsi Kabupaten/Kota Jateng Kudus Jatim Kediri 2 2 Jatim Surabaya 3 3 Jatim Malang Total % Terhadap Perusahaan Rokok Kretek di Indonesia 45,03% 41,75% Tabel 14 memperlihatkan pada kita sumbangan jumlah perusahaan dengan kelas Sangat Tinggi terhadap jumlah perusahaan rokok kretek di Indonesia. Ternyata sumbangan keempat daerah tersebut dalam jumlah perusahaan mencapai angka 45,03 % pada tahun 1996 dan 41,75% pada tahun Hal ini 19

20 menunjukkan bahwa banyak perusahaan rokok yang beroperasi di daerah tersebut dari pada di daerah lain, sehingga dapat kita simpulkan bahwa kluster industri rokok kretek ada di daerah yang mempunyai kelas sangat tinggi yaitu Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Dari empat daerah tersebut, Kudus dan Malang merupakan daerah yang mempunyai jumlah perusahaan yang cukup banyak (masing-masing 53 dan 28 perusahaan). Suatu kluster industri terjadi karena biasanya terjadi minimisasi biaya transpor atau biaya produksi. Sedangkan, menurut Marshall (1919), kluster industri muncul karena adanya konsentrasi pekerja trampil, berdekatannya para pemasok spesialis dan tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan, sehingga karena keuntungan ekonomis tersebut membuat perusahaan-perusahaan dalam satu industri cenderung mengelompok. Sesuatu yang wajar bila kluster industri rokok terdapat di empat daerah tersebut karena dilihat dari sisi historis, perkembangan rokok di Indonesia dimulai dari keempat daerah itu sehingga pekerja trampil dalam industri rokok mudah ditemui di daerah tersebut, para pemasok spesialis telah lama memusatkan kegiatannya di daerah tersebut. Menurut Hayter (1997) penentuan lokasi industri merupakan suatu proses strategi pengembangan. Strategi diartikan sebagai posisi kompetitif dari suatu industri dalam suatu rencana jangka panjang seperti mendirikan pabrik baru. Empat daerah tersebut merupakan lokasi perusahaan rokok yang menguasai pangsa pasar industri rokok kretek di Indonesia yaitu PT. Djarum di Kudus, PT. Gudang Garam di Kediri, PT HM Sampoerna di Surabaya dan PT Bentoel di Malang. Indeks spesialisasi merupakan salah satu ukuran konsentrasi suatu industri dalam suatu kluster. Telah kita ketahui sebelumnya bahwa kluster industri rokok kretek di Indonesia ada di pulau Jawa yaitu di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya di daerah Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Indeks spesialisasi digunakan untuk mengukur kemampuan suatu daerah dalam menciptakan kesempatan kerja. Indeks spesialisasi yang tinggi pada suatu industri diasumsikan akan mempercepat pertumbuhan industri tersebut. Nilai rata-rata indeks spesialisasi industri rokok kretek di Indonesia adalah sebesar 4,15. Nilai ini melebihi satu sehingga dapat disimpulkan bahwa industri rokok kretek di Indonesia memberikan kesempatan pangsa tenaga kerja yang besar. Daerah-daerah yang memberikan sumbangan tenaga kerja dan nilai tambah yang besar atau masuk dalam kelas sangat tinggi ternyata mempunyai indeks spesialisasi yang lebih dari satu, Kudus mempunyai indek spesialisasi 15,75, Kediri 18,81, Surabaya 3,94 dan Malang 15,19 (lihat Tabel 15). Tabel 15. Indeks Spesialisasi Industri Rokok Kretek tahun 1999 T. Kerja T. Kerja Industri Industri Eir Eit Sirt Rokok Manufaktur Jateng Kudus Blora Magelang* Pekalongan* Pati Batang Surakarta*

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan industri rokok khususnya rokok kretek di Indonesia semakin menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang peranan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara tidak langsung menghantam perekonomian hampir seluruh negara di dunia bahkan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste),

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), produknya unik, konsumen loyal, bersifat konsumtif, segmen pasar usia produktif dan maskulin,

Lebih terperinci

SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR

SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR SPESIALISASI DAN KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI TPT DI KOTA SURAKARTA DAN KARANGANYAR Bambang Suhardi Staff Pengajar Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: bambangsuhardi_ugm@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia

Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia Murry Harmawan Saputra Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstraksi Industri rokok merupakan salah satu industri yang mengalami pasang surut namun tetap exis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

MUSLIKAH SUCIATI B

MUSLIKAH SUCIATI B ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH MELAKUKAN AKUISISI PADA PT. SAMPOERNA TBK DENGAN MENGGUNAKAN METODE EVA (Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Diakuisisi di BEI) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 2 (1) (2013) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj KONSENTRASI INDUSTRI PENGOLAHAN DI PROPINSI JAWA TENGAH Nevita Sari Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH AKUISISI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris pada PT. Sampoerna TBK di Bursa Efek Indonesia)

ANALISIS PENGARUH AKUISISI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris pada PT. Sampoerna TBK di Bursa Efek Indonesia) ANALISIS PENGARUH AKUISISI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris pada PT. Sampoerna TBK di Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU NASIONAL 1 I. PENDAHULUAN 1. Tembakau merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang berkembang sudah sejak ratusan tahun yang silam. Kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil tembakau terbanyak di dunia setelah Cina, Brazil, India, Amerika

BAB I PENDAHULUAN. penghasil tembakau terbanyak di dunia setelah Cina, Brazil, India, Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara penghasil tembakau terbesar didunia. Berdasarkan data tahun 2004, Indonesia merupakan negara ke-6 penghasil

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Perjalanan sejarah PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (PT. H.M. Sampoerna Tbk) berawal dari tahun 1913 ketika imigran dari Surabaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era perdagangan bebas seperti sekarang ini persaingan usaha diantara

BAB I PENDAHULUAN. Di era perdagangan bebas seperti sekarang ini persaingan usaha diantara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era perdagangan bebas seperti sekarang ini persaingan usaha diantara perusahaan semakin ketat. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia, dengan total produksi nasional rata-rata mencapai 220 milyar batang per tahun dan nilai penjualan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Objek Studi PT. Gudang Garam Tbk PT. Handjaya Mandala Sampoerna Tbk.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Objek Studi PT. Gudang Garam Tbk PT. Handjaya Mandala Sampoerna Tbk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Objek Studi 1.1.1 PT. Gudang Garam Tbk. PT Gudang Garam Tbk yang selanjutnya disebut Gudang Garam adalah sebuah perusahaan rokok populer asal Indonesia. Perusahaan ini didirikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Sejarah PT. Gudang Garam, Tbk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Sejarah PT. Gudang Garam, Tbk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan 1.1.1 Sejarah PT. Gudang Garam, Tbk PT Gudang Garam Tbk. (IDX: GGRM) adalah sebuah perusahaan produsen rokok populer asal Indonesia. Didirikan pada 26 Juni

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan. Namun dengan semakin menipisnya sumber devisa migas yang secara 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan perolehan devisa, baik dari sektor migas maupun dari sektor non migas. Namun dengan semakin menipisnya sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pada dunia bisnis. Keadaan ini yang menuntut suatu perusahaan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan pada dunia bisnis. Keadaan ini yang menuntut suatu perusahaan untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan era globalisasi ini mengakibatkan kemajuan pada teknologi dan pada dunia bisnis. Keadaan ini yang menuntut suatu perusahaan untuk selalu memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama yaitu mencari keuntungan atau laba. Usaha menjaga. perusahaan dengan kuat, perusahaan dapat mempertahankannya baik

BAB I PENDAHULUAN. yang sama yaitu mencari keuntungan atau laba. Usaha menjaga. perusahaan dengan kuat, perusahaan dapat mempertahankannya baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perusahaan atau bentuk kegiatan usaha apapun mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari keuntungan atau laba. Usaha menjaga keberlangsungan perusahaan serta mempertahankan

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO Judul : Dampak Pertumbuhan Industri Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Sidoarjo SKPD : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo Kerjasama Dengan : - Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi. perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara

I. PENDAHULUAN. Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi. perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara produsen sekaligus konsumen bahkan merupakan

Lebih terperinci

ANALISA MANAGEMENT STRATEGY PT.GUDANG GARAM, TBK. Oleh : Iyan Gustiana Staf Dosen Sistem Informasi UNIKOM

ANALISA MANAGEMENT STRATEGY PT.GUDANG GARAM, TBK. Oleh : Iyan Gustiana Staf Dosen Sistem Informasi UNIKOM ANALISA MANAGEMENT STRATEGY PT.GUDANG GARAM, TBK Oleh : Iyan Gustiana Staf Dosen Sistem Informasi UNIKOM Likmis2@gmail.com ABSTRAK PT. Gudang Garam merupakan produser rokok kretek terbesar di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 milimeter (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 milimeter yang

Lebih terperinci

TUGAS LAPORAN. Analisis Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur. PT. HM SAMPOERNA Tbk. Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

TUGAS LAPORAN. Analisis Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur. PT. HM SAMPOERNA Tbk. Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TUGAS LAPORAN Analisis Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur PT. HM SAMPOERNA Tbk. Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Proses Bisnis (APB) Disusun Oleh : Nama : Andrian Ramadhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan rokok mempunyai multiplier effect

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan rokok mempunyai multiplier effect BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Situasi perekonomian yang tidak menentu dan sulit diramalkan dewasa ini sangat besar pengaruhnya terhadap dunia usaha yang ingin tetap bertahan dan mengembangkan semaksimal

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang terjadi, tetapi tidak dapat dipungkiri indonesia menjadi salah satu dari

BAB I PENDAHULUAN. sedang terjadi, tetapi tidak dapat dipungkiri indonesia menjadi salah satu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masyarakat, khususnya para pengusaha telah di kejutkan dengan adanya krisis global yang melanda dunia. Walaupun pemerintah telah mengatakan untuk tidak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate governance saat ini merupakan kebutuhan vital bagi seluruh pelaku bisnis dan menjadi tuntutan bagi masyarakat dengan adanya corporate governance ini diharapkan

Lebih terperinci

PAPARAN PUBLIK TAHUNAN KINERJA KUARTAL PERTAMA April 2015

PAPARAN PUBLIK TAHUNAN KINERJA KUARTAL PERTAMA April 2015 PAPARAN PUBLIK TAHUNAN KINERJA KUARTAL PERTAMA 2015 27 April 2015 Agenda IKHTISAR PENTING KUARTAL PERTAMA 2015 IKHTISAR BISNIS IKHTISAR KEUANGAN PT HM SAMPOERNA Tbk. KOMITMEN UNTUK INDONESIA 2 Ikhtisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan mengenai pemenuhan kebutuhan daging sapi dan stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya dalam upaya pengendalian inflasi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA, Tbk (PT. HMS)

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA, Tbk (PT. HMS) BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA, Tbk (PT. HMS) III.1 Sejarah PT. HMS Sejarah perusahaan ini diawali dengan didirikannya perusahaan bernama Handel Maastchapij Liem Seeng

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. alamnya. Di era industri yang terus berkembang, Indonesia turut pula

BABI PENDAHULUAN. alamnya. Di era industri yang terus berkembang, Indonesia turut pula BAB 1 PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya. Di era industri yang terus berkembang, Indonesia turut pula mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneurship capital..., Eduardus Chrismas P., FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneurship capital..., Eduardus Chrismas P., FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran entrepreneurship dalam perekonomian selalu menjadi kontroversi. Menurut Schumpeter (1934), entrepreneurship memegang peranan yang vital dalam pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengembangkan penelitian yang berkaitan. telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. mengembangkan penelitian yang berkaitan. telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang diterangkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Perkembangan Cukai Rokok di Indonesia Tahun Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Perkembangan Cukai Rokok di Indonesia Tahun Pendapatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana pemerintah mempercepat pembangunan ekonomi dengan melakukan pembangunan dalam dunia bisnis sebagai tolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sampoerna A Mild adalah perintis rokok mild di Indonesia sejak awal tahun 90-an. Perusahaan ini telah bekerja keras untuk mempromosikan dan mengedukasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sidang Tugas Akhir Surabaya, 15 Juni 2012 Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wenthy Oktavin Mayasari

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri adalah hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance (SCP). Hubungan

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya dilakukan oleh kaum pria saja melainkan kaum wanita juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya dilakukan oleh kaum pria saja melainkan kaum wanita juga tidak Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan kemajuan jaman yang semakin modern, merokok tidak hanya dilakukan oleh kaum pria saja melainkan kaum wanita juga tidak mau

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Memasuki pasar bebas perdagangan dunia, aktivitas perekonomian di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Memasuki pasar bebas perdagangan dunia, aktivitas perekonomian di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki pasar bebas perdagangan dunia, aktivitas perekonomian di Indonesia gencar dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi persaingan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, Indonesia telah memasuki

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, Indonesia telah memasuki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, Indonesia telah memasuki perdagangan bebas, dimana Indonesia semakin dituntut untuk semakin siap dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1. Objek Penelitian Penelitian dilakukan pada PT. Gudang Garam Tbk. dengan menganalisis kinerja perusahaan melalui analisis strategi bisnis serta menggunakan rasio

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada industri rokok

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada industri rokok BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada industri rokok kretek di Indonesia pada tahun 2010-2011, maka diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

Kabupaten Temanggung merupakan salah satu daerah penghasil. rokok, tembakau Temanggung dikenal memiliki kualitas paling baik

Kabupaten Temanggung merupakan salah satu daerah penghasil. rokok, tembakau Temanggung dikenal memiliki kualitas paling baik Kabupaten Temanggung merupakan salah satu daerah penghasil tembakau rakyat yang cukup besar di Indonesia. Di kalangan produsen rokok, tembakau Temanggung dikenal memiliki kualitas paling baik dibanding

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PROFIL PERUSAHAAN BAB I PROFIL PERUSAHAAN 1.1 Sejarah Singkat Sumber yang dipergunakan untuk membuat profil PT PINDAD adalah www.pindad.com dan www.wikipedia.org. Dengan menggunakan kedua website tersebut sebagai sumber,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Bab V. Kesimpulan dan saran

Bab V. Kesimpulan dan saran Bab V Kesimpulan dan saran 5.1 Kesimpulan Melihat hasil analisis data dan pembahasan terhadap dealer sepeda motor di Yogyakarta tahun 2003-2010 secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

PAPARAN PUBLIK TAHUNAN KINERJA April 2013

PAPARAN PUBLIK TAHUNAN KINERJA April 2013 PAPARAN PUBLIK TAHUNAN KINERJA 2012 18 April 2013 Agenda IKHTISAR PENTING DI TAHUN 2012 IKHTISAR BISNIS IKHTISAR KEUANGAN PT HM SAMPOERNA Tbk. SUKSES KAMI, KOMITMEN KAMI UNTUK INDONESIA 2 Ikhtisar Penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, pengeringan tembakau dan cengkeh, perajangan tembakau dan pelintingan

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, pengeringan tembakau dan cengkeh, perajangan tembakau dan pelintingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja dibutuhkan mulai dari penanaman tembakau dan cengkeh di perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI MANUFAKTUR Sekilas Tentang Perusahaan Manufaktur

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI MANUFAKTUR Sekilas Tentang Perusahaan Manufaktur BAB II DESKRIPSI INDUSTRI MANUFAKTUR 2.1. Sekilas Tentang Perusahaan Manufaktur Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan mesin, peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk

Lebih terperinci

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Oleh : Nita Indah Mayasari - 1305 100 024 Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Jawa Timur Angka Rawan Pangan 19,3 % STATUS EKONOMI SOSIAL Rumah Tangga Pedesaan Rumah Tangga Perkotaan Perbedaan pengeluaran

Lebih terperinci

Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation :

Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation : Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation : 2011-2012 No. Provinces and Groups of Participants Training Dates and Places Number and Origins of Participants Remarks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bursa Efek menurut UU No.8 Th. 1995 adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan perekonomian dewasa ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan perekonomian dewasa ini mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian dewasa ini mempengaruhi perkembangan perusahaan baik yang bergerak di bidang industri, perdagangan, maupun jasa. Dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, efisiensi biaya, maupun kinerja yang makin tinggi. Dengan demikian,

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, efisiensi biaya, maupun kinerja yang makin tinggi. Dengan demikian, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Situasi perekonomian di Indonesia sekarang ini membawa dampak persaingan yang semakin ketat di berbagai bidang industri. Untuk itu perusahaan harus dapat menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR EKUITAS ISSN 1411 0393 Akreditasi No.395/DIKTI/Kep/2000 PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR Budiyanto *) ABSTRAK Kesempatan dan kemudahan kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya baik perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa maupun barang mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh keuntungan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era sekarang ini, berbagai perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era sekarang ini, berbagai perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini, berbagai perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dimata khalayaknya demi memenangkan persaingan dagang dengan kompetiror

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek.

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat lebih dari 100 produsen rokok, dimana kebanyakan berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek. Produsen rokok yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A.. Latar Belakang Subsektor perkebunan dalam perekonomian Indonesia mempunyai peranan strategis, antara lain sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia pangan, penopang pertumbuhan industri

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

DAMPAK PRODUKTIVITAS TERHADAP LABA (Studi Kasus pada Perusahaan Tekstil PT. Pismatex di Pekalongan)

DAMPAK PRODUKTIVITAS TERHADAP LABA (Studi Kasus pada Perusahaan Tekstil PT. Pismatex di Pekalongan) DAMPAK PRODUKTIVITAS TERHADAP LABA (Studi Kasus pada Perusahaan Tekstil PT. Pismatex di Pekalongan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency Iswin Raka Agung Wijaya 1), Masyhuri 2), Irham 2), Slamet Hartono 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetisi yang terjadi baik antar perusahaan-perusahaan lokal maupun internasional dalam era globalisasi semakin ketat dan dituntut agar mampu menghadapi pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia mencapai 2.581

Lebih terperinci