s i f a t Hari/tanggal p u k u 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "s i f a t Hari/tanggal p u k u 1"

Transkripsi

1 RISALAH RAPAT SEMENTARA RAPAT PANITIA KERJA II DALAM RANGKA PEMBAHASAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU N0.7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UU N0.7 TAHUN 1991 =============================================================~======== Masa Persidangan Tahun Sidang Rapat Jenis Rapat s i f a t Hari/tanggal p u k u 1 T e m p a t Ketu.a Rapat Sekretaris Rapat A c a r a H a d i r I Ke-6 Rapat Panitia Kerja II. KP- 1 Tertutup Rabu, 28 September WIB Java Ball Room IV 1. DR. Ida Yusi Dahlan 2. Loekman R. Boer Drs. Mahmudi Meneruskan pembahasan materi. 1. LOEKMAN R. BOER 2, IR. SOEDJ ALMO 3. PUDJIARTO 4. ISMU AKSOPUTRA S. MOH~ HATTA USMAN 1. RH. IDA YUSI DAHL AN 2. H ABDULLAH ZAENIE. SH 'l.). DRA. KART I NI MAYELLY 4 DRS.. MANG I SARA MARCOS LUBIS ' 'i;: ~'. H. ADIMIR ADIN. BA 6. IR. P.A. RANGKUTI 7. IL SUNDORO SYAMSURI 8. H. MOC HAMAD SUPARNI 9. DRS. SABAR KOEMBINO 1.0. DRS. LEONARD TOMASO A 11. NOVY AN KAMAN. SH 1. DRS~ H.M. MUKROM AS'AD 2. H. URAi FAISAL HAMID~ SH 3. DRS. H.A. NANA DJUHANA SUTARY 4. H. IMAN CHURMEN 5. H. SYAIFUL ANWAR HUSEIN 1

2 2 F.PDI 1. ABERSON MARLE SIHALOHO 2. DRS. MARKUS WAURAN 3. DRS. H. YAHYA NASUTION I I. PEMERINTAH 1. DR. FUAD BAWAZIER 2. DRS. ISMAEL MANAF 3. DRS. RACHMANTO 4. DR. AGUS HARYANTO 5 DRS. ISMAIL TAMSIR 6. DR. GUNADI 7. ION. MAYUN WINANGUN. SH~ LL 8. DR. SYRIFUDIN ALSAH 9. DRS. A.A. SUP ARD I 10. DRS. SUBROTO 11. DRS. SUDARSONO 12. DRA. SRI RAHAYU 1 3. DRS. SURYOTAMTOMO. MA

3 3 KETUA RAPAT (LOEKMAB R. BOER) : Kita lanjutkan pembahasan pada Paaal 6 seauai denan keaepakatan kita kemarin, maka prioritan pertama saya berikan k~ pada Pemerintah untuk mulai membacakan satu persatu. Jadi kita mulai Pasal 6 Ayat (1) a berikut aetelah dibacakan diberikan penjelasan-penjelasan, perubahan dan maksud tujuannya aehingga kita aangat mengerti akan tujuan perubahan-perubahan mengenai mater! ini. Dengan demikian kami persilakan kepada Pemerintah untuk memberikan penjelaeannya. INTERUPSI FPDI (ABERSOI MARLE SIHALOHO) : Pak Ketua, ini diaahkan dulu Pak Risalah kemarin tanggal 27 September KETU.A RAPAT : Sekretariat belum punya Pak Yahya ya memang karena belum ada karena eedang digandak:an apa kita tunda dulu, ia rasalahdulu tapi belum eeleaai digandakan menyuaul bagaimana. FKP (H. ABDULLAH ZAENIE, SH) : Jadi saya kira begini Ketua, kita anggap rapat ini eebagai kelanjutanrapat temarin. Maaalahnya yang kemarin saya aekora. FKP (H. ABDULLAH ZAENIE, SH) : Jadi nanti untuk kali ini sebab kita eulit juga untuk menunggu mereka menggandakan itu, kita bisa lanjut nanti mungkin siang sebelum mulai kita bacakan dulu risalah. Cuma untuk besok pagi harus siap dimeja kita maeing-masing saya kira begitu terima kasih. Bisa diterima ini saran dari FKP,.jadi eaya ulangi saran dari FKP karena risalahnya belum seleeai digandakan pada hari ini, eidang ini dianggap lanjutan dari kemarin, kita lanjutkan dulu pembacaan Pasal 6 dan selanjutnya baru nanti siang kita - sahkan Risalah rapat kemarin tanggal 27 kita eetuju 1 { Rapat Setuju ). Terima kas1h. Dengan demikian kami persilakan Pemerintah untuk memasuki Pasal 6 Ayat (1) a Bilakan. PEMERINTAH (DR. FUAD BAWAZIER) : Bapak Pimpinan rapat dan peserta rapat yang aaya hormati kami ditugaskan untuk menjelaakan mengenai RUU Pasal 6. Paaaln 6 yang diusulkan dalam RUU in! berbunyi sebagai berikut: Besarnya

4 4 Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak didalam neger 1 dan penguaaha tetap, ditentulcan berdasarkan penghaeilan bruto dikurangi a. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara - penghasilan termasuk antara lain biaya pembelian bahan, biaya perkenaan dengan pekerja atau jasa termaauk upah, gaji honorarium, bonus, gratifilcaei dan tunjangan yang diberikan dalam ben - tuk uang, bunga, aewa, royalti, bea perjal&n&ji. piutang yang nya ta-nyata tidak dapat ditagih, prem-1 aauranai, biaya adminiatraei dan pajak kecuali pajak penghasilan. Pasal 6 ini mengatur 11.engenai besarnya penghasilan pajak apa yang dapat dikurangi untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Yang berhak adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk - usaha tetap. Dengan demikian wajib pajak luar negeri tidak berhak mengurangkan apa-apa. Itu wajib pajak luar negeri berlalcu perhitungan dari bruto nanti diatur dalam Pasal 26. Pasal 6 ini mengatur m.engenai ~ang dapat dikurangi dalam menghitung penghaailan kena pajak. Nanti di Pasal 9 kita lihat yang tidak dapat dikurangi dalam menghitung penghasilan kena pajak. Oleh karena itulah didalam Ayat l1) ini ditegaskan itu hanya berlaku untuk wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Kemudian biaya-biaya yang dimaksud dalam huruf a ini adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikatalcan merupakan biaya sehari-hari perusahaan itu. Jadi yang dicantumkan disini adalah biaya sehari-hari tapi tidak terbatas disini sebenarnya. Biaa saja biaya ekapedisi, biaya surat bisa masuk dieini.!tu penjelasan eaya mengenai ~at (1) huruf a. IETUA RAPAT : Terima kasih atae penjelaeannya karena juga teraasuk pengertian saya disini tidak terbataa pada biaya yang tercantum sepanjang biaya-biaja teraebut dibebankan wituk mendapatkan untuk menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak. - Kami persilakan FKP untuk memberikan tanggapan! PKP (H, A»DULLAH ZAENIE, SH) : Tidak ada masalah. Tidak ada maealah FKP, kemudian FPP yang a. FPP (DRS. H.M. MUXROM AS'AD) : Bapak ketua, saya kira butir a ini sudah meaenuhi apa yang hendak dicapai bahwa beban yang punya manfaat kurang dari aatu 'tahun atau biaya sebari-hari dan kebe.nyakan beban itu aempuny.ai hubungan langaung dengan penghasilan sebagai obyek pajak karena itu kami tidak keberatan. KETUA

5 Terima lcasih, silakan FPDI FPDI (ABERSON MARLE SIHALOHO) : Terima kasih Pak Pimpinan pada prinsipnya kami dapat menerima rumusan masalah Pasal 6 Ayat (1) huruf a, namun untuk lebih memberikan kejelasan kami ingin memperoleh penjelasan lebih lanjut. Yaitu tentarag salah satu komponen yang dapat di kurangkan dari penghasilan bruto itu untuk mendapatkan penghasilan n! to yang akan terkena pajak,,yaitu yang berkaitan dengan piutang yang nyatanya tidak dapat ditagih. Karena ini agak ya sedikit - saja terpeleset, atau dipelesetkan jadi bisa ya katakanlah yang populer selama ini bisa terjadi aatu kolusi yang pada prinsip - nya akan merugikan keuangan negara. Maka kami ingin untuk diberikan penjelasan apa kriteria yang digunakan oleh Pemerintah atau dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dalam menetapkan seauatu.piutang itu sudah nyata-nyata tidak dapat ditagih. Dan juga mengenai batasan dari kratifikasi maupun juga bonus, ini juga tentu.semua bisa akan mengurangi pajak penghasilan yang m~ auk ke kas negara kalau tidak ada kri teria yang jelas. Sekian saja dari kami terima kasih. KETUA RA.PAT : Terima lcasih kami persilakan dari FABRI FABRI {IR. SOEDJALMO ) : Dari Frakai ABRI pada prinsipnya untuk Pasal 6 Ayat (1) huruf a itu tidak ada maaalah yang substansi hanya kami seauai dengan usul-usul yang kemarin disampaikan kata antara lain ini barangkali disini juga perlu diangkat atau tidak, tidak usah - d!cantumkan atau d!hapus. Dan didalam Penjelasan barangkali b! sa dijelaskan bahwa hal-hal sepepe.rti tadi yang dieampaikan oleh pembaca, wahwa kemungkinan masih ada biaya-biaya lain yang kecil-kecil yang baranglcali bisa dimasukkan. Ini ditegaskan dalam penjelasan. Demikian juga beberapa perijelasan yang mungkin bisa menimbulkan penaf'siran yang berbeda-beda, eeperti tadi d! sampaikan oleh rekan dari Fraksi PDI, ka.mi pada dasarnya dapat mengusulkan juga untuk dicantumkan didalam Penjelasan sehingga dapat lebih jelas. Demikian dari Fraksi ABRI terima kasih. Terima kasih dari Fraksi ABRI jadi untuk lebih memantapkannya dari FPDI dan FABRI minta tambahan penjelasan mengenai masalah piutang yang nyata-nya~a tidak dapat ditagih, baik j~ ga mengenai bonus dan ratifikae1. Dan FABRI mengusulkan katakata antara lain dapat dihilangka~d8.;ll kem~dian dalam penjelasan dapatnya pengertian-pengertian dimuat lebih jelas 1 gamblang aehingga dapat dimengerti. Kami persilakan Pemerintah untuk me!!! berikan tambahan penjelasan.

6 6 PEMERIHAB (DRS. ISMAEL MARAl) : Dari PPDI mengenai. piuta.ng yang nyata-nyata dapat ditagih yang dikawatirkan naati akaa timbul kolusi perlu kami jelaskan bahwa sebaliknya menurut Pasal 4 Ayat (1) husuf k dapat dilihat dihalaman 13 persandingan. Keuntungan karena tagihan piutang dibebaskan merupakan penghasilan. Jadi kalau mau coba-coba kolusi yang dibeba._.kan i tu bunyinya berupa pengha;;ilan. Jadi kekawati_r an bahwa ada kolusi itu sebenarnya tidak perlu ada. Karena ada dibaliknya untuk menutup hal semacam itu. Kemudian ratifikasi dan bo~us pada hakekatnyagratifikasi dan bonus itu adalah biaya! Kalau memberikan tidak terbatas boleh saja tapi diambilkan dari pengh~silan setelah kena pajak. Jadi umpamanya penghasilan Rp. 100,- pajak Rp 30,- Rp 70,:...untuk gratifikasi silakan tapi itu nanti di Pasal 9 bukan merupakan biaya. Jadi bisa diambil. dari bisa juga mereka mengembil setelah kena paj~k itu adalah berar- 1 ti penggunaan.penghasil!"'.ln setelah kena pa~ak oleh perusahan itu terserah mereka sendiri. Kalau bagus meteka sumbangkan kep2da badan amal lebih baik juga kalau mauny~. Jadi Rp 100,- Rp 30,- pajaknya tinggal Rp 70,- silakan beb 8 s. K~'rUA RAPAT : Bagaimana Pak Aberson masih diperlukan? FPDI (ABERSON MARIE SIHALOHO) :. Kami masih Pak Pimpinan disin! menyatakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih la ini tentu harus ada tolok ukur kita kriteria yang kita. pakai bahwa ini boleh memang sudah nyata-. nyata tidak bisa ditagih. Ini memang sulit di perbankan juga ini kredit bermasalah ya: seperti begini-begini juga. Nah karena ini Undang Undang, tentu Undang Undang itu sedapat mungkin memberikan kepastian hukum bagaimana mempergunakannya. Jadi disini juga mengenai bonus maupun maupun gratifikasi, ya k2lau kita ti~ak punya tolok ukur yang jelas berapa gratifikasi dan bonus yang da pat kita tolerir, wah kalau itu sesukanya tentu nanti penghasilyang kena pajak!tu menjadi sangat kecil. Bagaiman jug? agar didalam penjelasan menyinggung kita bisa memberikan semacam kriteria batas toleransinya itu den juge mengenei piutang yang nyata nyata tidak dapat ditagih tadi apa tolok ukur kite. Karena sudah pas ti saja mereka mengatakan sepanjang mungkin dia katakan i tu tidak dapat ditagih walaupun sebenarnya masih bisa dia tagih. Apalagi kita disini menyebutkan masih sangat fleksible karena ini termasuk antara lain. In! sebetulnya mengatakan termasuk antara lain ini bisa mengaburkan kepastian hukum~. Ini ya memang - harus sama-sama kita lindungi ya kepentingan negara ya kepen - tingan wajib pajak, masyarakat, ya sama-sama kita harus seimbang harus

7 13 JURU BICARA F-PP : Jadi ini betul-betul disesuai.kan dengan undang-undang yang baru, pokok-pokok perkoperasian, tapi apa mungkin tidak bisa dipisahkan antara keuntungan untuk di luar anggota dengan keuntungan di dalam anggota, bagi anggota~ Jadi keuntungan untuk anggota itu tetap tidak kena pajak sedangkan untuk keuntungan di luar, itu akan kena pajak. Pemisahan i tu masih mungkin dalam prakteknya, apakah ini tidak dimungkinkan disini untuk dirumuskan. Jadi kita tidak mengambil seluruhnya, oleh karena berpikiran koperasi itu akan besar, mampu memberikan keuntungan kepada Anggota juga pada luar anggota dan juga pada luar anggota atau khalayak umum. Te ta pi terhadap para anggota, saya ki ra secara prakteknya i tu bisa dipisahkan, sekian untuk anggota, sekian untuk umum. Mungkin tidak it~ di rumuskan didalam penjelasan daripada pasal ini?. Saya kira itu yang kami pertanyakan. Jadi kita lanjutkan dulu kepada Fraksi POI. JURU BICARA F-PDI : Terima kasih Bapak Pimpinan. Memang didalam Undang-undang Koperasi yang baru dengan tegas dinyatakan Koperasi itu adalah sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat. Sisa Hasil Usaha itu di dalam Undang-undang yang baru sudah tidak dikenal lagi, karena sudah tidak dikenal. Jadi dia sudah perhi tungan rugi labanya i tu memang bukan lagi pada Koperasi tapi ada pada usaha anggota. Jadi dengan demikian kalau memang ada Sisa Hasil Usaha itu karena kelebihan yang diberikan oleh Anggota kepada Koperasi, ya memang itu sudah merupakan satu kegiatan usaha daripada Koperasi secara keseluruhan memang tidak bisa lagi mengurangi penghasilannya yang terkena pajak, karena dia sudah sebagai suatu badan usaha. Nah dis i ni memang dia semula i tu Sisa Hasi l Usaha Kope rasi i tu bisa mengurangi penghasilan brutonya. Tadi memang dalam Undang-undang yang baru memang agak, koperasi i tu sendi ri i tu sebetulnya sudah tidak mencari keuntungan sebenarnya. Yang mencari keuntungan itu adalah anggotanya.

8 14 'Koperasi itu hanya melaksanakan kepentingan bersama dari anggotanya, jadi dia tidak menyelenggarakan usahanya, mencari untung, itu memang langsung itu uang anggotanya. Jadi kalau mau menyesuaikan kesana memang saya kira sudah lebih baik, ini memang dihapuskan, karena sudah akan timbul lagi persoalan yang baru. Jadi dia berlaku sebagaimana tadi yang sudah disebutkan didalam koperasi i tu nanti, i tu apa tadi yang ki ta sudah sebut didalam ayat (1) huruf a tadi, i tu sebetulnya, karena sudah jelas-jelas koperasi itu sudah dinyatakan sebagai badan usaha, jadi tidak ada lagi kekhususan sebetulnya, i tu intinya Undang-undang Koperasi yang baru. Jadi berdasarkan ini, karena kami sendiri juga ikut terlibat di dalam menyusun RUU Perkoperasian i tu, jadi kami bisa ingat, memang prinsipnya dia mau diperlakukan seperti badan usaha yang lainnya. Jadi sehingga tentu dalam perpajakan juga dia dipersamakan, tidak mungkin dipersamakan disatu pihak tetapi dilain pihak di perpajakan dia ada perbedaan. Jadi pada prinsipnya kami dapat menerima. Sekian terima kasih. KETUA RAPAT Terima kasih F-PDI. Jadi dengan tambahan penjelasan dari Pak Aberson ini, dari F-PP dapat menyetujui ini. JURU BICARA F-PP Sebentar Pak, kalau saya pengetahuan saya tidak sedalam Pak Aberson karena beliau ikut dalam Undang-undang Koperasi. Barangkali Pemerintah bisa menjelaskan apakah memang Undangundang Koperasi i tu sejauh i tu 11 yang dikemukakan Pak Aberson tadi. Baik, saya mintakan kepada Pemerintah, mungkin ada penjelasan tambahan untuk lebih memantapkan. PEMERINTAH Sebetulnya ada satu yang prinsip Pak Loekman, yaitu semuanya setuju dihapuskan, itu prinsipnya setuju dihapuskan. Sebetulnya yang dibilang Pak Aberson itu memperkuat alasan peng ~apusan, tambahan, demikian pula yang disini. Sebetulnya memang ada beberapa 2 lagi yang kami tidak ringkaskan semuanya secara terperinci ada disini.

9 15 Sisa Hasil Usaha sendiri itu nanti sudah diatur dalam pasal lain, yang j uga sudah di ka takan i tu tidak di kenakan paj ak, sudah ada juga. Kemudian secara struktur kalau seorang akuntan membaca undang-undang kita yang lama, juga mengatakan ini aneh katanya, dia tidak pakai undang-undang koperasi dan tidak pakai soalsoal apa. Namanya sisa, sisa adalah pemasukan dikurangi pengeluaran. Jadi ini sebetulnya suatu statement saja, katanya ini dulunya disini kalau akuntan i tu sampai sekarang tidak pernah bisa menjawab katanya, kenapa dari sini, statement apa maksudnya begitu. Jadi ini hanya menambah lagi begi tu, jadi memang ki ta mantap saja, memang tidak pas ada disini begitu. Itukan sisa, sisa kan hasil selisih antara masuk dan keluar. Selisih antara penghasilan dengan biayanya, terus tidak dikurangkan ~ memang tidak dikurangkan dong, namanya juga sisa. Sekian Pak, terima kasih. KETUA RAPAT Terima kasih, mungkin Pak Mukrom sudah lebih gamblang. JURU BICARA F-PP : Saya itu yang Pak Dirjen kemukakan tadi itu, Sisa Hasil Usaha yang dibelakangnya tadi, yang kita sahkan sebelumnya itu, halaman berapa itu?. PEMERINTAH Di halaman 35 Undang-undang, kalau Bapak buka buku undangundang ada di halaman 35, kemudian Bapak lihat huruf f adalah "Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas Sisa Hasil Usaha Koperasi yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya... JURU BICARA F-PP : Setuju kalau begitu Pak. Bagaimana sependapat?, dengan demikian kita sahkan untuk dihapus ini. Setuju? RAPAT SETUJU,; KETUK PALU 1 KALI

10 16 Kita lanjutkan kepada huruf e. PEMERINTAH : "e. kerugian karena selisih kurs mata uang asing", ini ketentuan baru, yang lama tidak ada. Ini adalah lawan daripada Pasal 4 ayat (1) huruf 1. Apa perlu ditambahkan penjelasan ini, cukup ya? Ada pertanyaan, silakan. JURU BICARA F-KP : Terima kasih Saudara Ketua. Sebagaimana kita ketahui bahwa selisih kurs itu bisa disebabkan karena dua hal, yang pertama karena fluktuasi kurs yang ada di pasaran, yang kedua karena ada kebijaksanaan Pemerintah. Kalau dalam hal perbedaan kurs itu karena kebijaksanaan Pemerintah, katakan Pemerintah melakukan revaluasi, 1 dollar sekarang menjadi 1.000, nah itu jelas ada kerugian berupa pajak. Nah ini barangkali sangat tepat kalau pengertian itu dikemukakan didalam huruf e ini, tetapi kalau fluktuasi yang katakanlah hari ini dia kursnya 2.100, besoknya dia dan lain sebagainya sehingga dalam satu tahun itu bisa mengalami kerugian, itu apakah termasuk disini, itu pertanyaan yang pertama. P~rtanyaan kedua mengenai masalah swap. Sebagaiman ki ta ketahui kalau ki ta mendapat kredi t dari luar negeri maka untuk amannya kredi t ki ta i tu, ki ta melakukan swap dengan Bank Indonesia dengan dipungut prosentase tertentu daripa- 9da kredit yang kita peroleh. Apakah swap ini termasuk biaya atau.tidak, atau umpama ada bagian tertentu dari swap i tu yang diklasi fikasikan sebagai biaya sehi ngga dia mengurangi daripada penghasilan brute. Demikian, terima kasih. silakan Fraksi ABRI mungkin ada yang ditanyakan. Terima kasih~ JURU BICARA F-ABRI : Dari Fraksi ABRI tidak ada pertanyaan dan tidak ada masalah, terima. kasih.

11 17 Dari Fraksi POI?. JURU BICARA F-PDI : Kami pada prinsipnya dapat manerima rumusan itu, dan 1n1 memang memberikan kepastian hukum bahwa setiap selisih kurs itu memang nyata-nyata itu mengakibatkan kerugian, karena kalau laba, jadi bisa dia laba, bisa ada saatnya rugi. Jadi memang ini lawan dari bahwa kalau dia laba, dia sudah menjadi obyek pajak penghasilan. Kalau dia rugi, sudah jelas harus bisa mengurangi penghasilannya, ini prinsipnya ini dulu kami kira, itu lepas, apakah akibat fluktuasi artinya gejolak di pasar valuta asing, apakah itu karena kebijaksanaan Pemerintahnya, itu tentu nanti resikonya ini, ya kalau rugi perusahaan, ya pemerintahnya barangkali diganti, itu biasanya menurut versi politik kan begitu toh, tapi karena ki ta musyawarah mufakat saya kira masih perlu ini, nah kami kira ini. Jadi sudah jelas bahwa ini memang memberikan ketegasan, tidak soal itu dari siapapun yang mengakibatkan, kami kira kalau dia rugi ya mengurangi lantas kalau laba ya memang dipajakin, jadi sudah pekerjaan rumah. Jadi kami dapat menyetujui Pak, terima kasih. Saya persilakan F-PP. JURU BICARA F-PP : Saya lihat pembicaraan Pak Aberson yang awal itu sama dengan saya, terima kasih. Jadi F-ABRI, F-PDI, dan F-PP sudah sependapat. Namun demikian kami minta penjelasan lebih gamblang, bagaimana kalau rugi disebabkan oleh fluktuasi, lalu biaya swap itu kemana. Kami persilakan Pemerintah untuk memberikan tambahan penjelasan.

12 PEMERINTAH : Terima kasih, bahwa benar apa yang dibilang Pak Zaenie itu, selisih kurs itu bisa karena hal rutin maupun oleh karena kebijaksanaan Pemerintah, tapi kebijaksanan yang rutin maupun kebijaksanan Pemerintah apapun misalnya" meskipun ki ta sudah yakin bahwa kabinet ini tidak akan berbau revaluasi maupun devaluasi, tetapi tidak berarti kalau revaluasi orang mesti untung atau devaluasi orang mesti rugi. Dalam ketentuan ekonomis nasional sebenarnya ada sebagian yang untuk dan ada sebagian yang rugi,, devaluasi maupun revaluasi. Kejelasan mengenai ini ada lengkap kami berikan karena hal yang sangat penting,, pada halaman 33 dalam buku RUU yaitu penjelasan pada huruf e, menjawab persis apa dipersoalkan, kalau perkenankan saya baca : "kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari. atau oleh adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter. Kerugian selisih kurs rnata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasaran sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib Pajak rnenggunakan sistem pernbukuan berdasarkan kurs tetap, pernbebanan kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pernbebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. Rugi selisih kurs kebijaksanaan Pemerintah di bidang rnoneter dibukukan dalam perkiraan sementara pada sisi debet neraca dan pernbebanannya dilakukan bertahap berdasarkan realisasi mata uang asing tersebut". Bagaimana Pak Zaenie?. JURU BICARA F-KP : Sudah setuju tadi. Baik, berarti huruf e ini dapat disetujui?

13 19 PEMERINTAH Malah saya sebetulnya, Bapak Pimpinan, kalau saya mau menyempurnakan, apa dibolehkan?. KETUA RAPAT Silakan. PEMERINTAH Sebetulnya lebih bagus begini, "pada perkiraan sementara di neraca", lebih tepat itu di neraca, "dan pembebanannya dilakukan bertahap berdasarkan realisasi mata uang asing tersebut". Karena sebetulnya tidak mesti pada sisi tepatnya itu pada sisi debet, tergantung revaluasi, dia lagi punya, net posisinya i tu sedang negatif atau ini..jadi.. pada sisi debet.. ini sekaligus saja Pak. diganti dengan kata "di neraca", dan Baik kita setujui huruf e. RAPAT SETUJU. KETUK PALU 1 KALI Kita lanjutkan kepada huruf f. PEMERINTAH : "f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan". Ini kalau mau lebih sempurna adalah di tambah, "biaya peneli tian dan pengembangan perusahaan di Indonesia". Alasannya, kalau mau sekedar menjelaskan ada 2, pertama memang untuk mendorong penelitian pengembangannya dilakukan di Indonesia sehingga dia treasable dan veritiable. Kedua, kalau dia dilakukan di luar negeri, itu adalah sudah kita bicarakan pada bab yang sebelumnya yaitu yang namanya alokasi biaya kantor pusat. Terima kasih. KETUA.RAPAT: Bagaimana Fraksi ABRI?.

14 20 JURU BICARA F-ABRI : Setuju dengan tambahan ini tadi, lebih memperjelas, dan kami juga tidak komentar mengenai ini karena sudah selaras dengan semangat dan j iwa yang diamanatkan oleh GBHN ki ta dalam rangka meningkatkan Iptek. Terima kasih. Kalau begitu mungkin dalam penjelasannya nanti juga ditambah, di Indonesianya itu. Jadi.. Biaya peneli tian dan pengembangan perusahaan di Indonesia dalam rangka menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan". Dalam penjelasan Pak, pada halaman 34, itu senada~ Bagaimana F-KP?. JURU BICARA F-KP : Ini pertanyaan kecil, jadi katakan IPTN 250 itu dia invest di Amerika lalu disana tentu ada tenaga kita bersama-sama tenaga setempat melakukan peneli tian dan pengembangan teknologi IPTN 250, nah ini bagaimana, apa masuk biaya pusat disini atau bagaiman, karena ini pengertian di Indonesia tadi itu. PEMERINTAH : ini.. Tadi yang kami, apakah kami diminta memberikan penjelasan Ya. PEMERINTAH : Yang kami usulkan itu kata-kata yang dilakukan di Indonesia, dengan penambahan ka ta yang di lakukan di Indonesia i tu memang mempunyai hal arti jelas. Sedangkan yang dimaksudkan Pak Zaenie i tu sebetulnya berbicara mengenai BUT yaitu Bentuk Usa~a Tetap, karena itu dilakukan dari suatu kegiatan di Amerika berarti memerlukan dari Bentuk Usaha Tetap Amerika, artinya dia adalah karena penghasilannya merupakan sumber dari Indonesia dia adalah taxable kepada Pemerintah Indonesia, itu memang diatur di dalam Pasal 5. ~ak Zaenie, masih perlu tambahan Pak.

15 21 JURU BICARA F-KP : Jadi begini Pak, kami ulangi sedikit. Ini kita mau invest N-250 di Amerika, dan ini tentu melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas ataupun mutu N-250 ini. Ini karena dilakukan penelitian, itu ada biaya yang dibayar oleh IPTN Indonesia ke Amerika, jadi ini kemudian IPTN memperoleh penghasilan brute. Penghasilan brute itu apakah itu dikurangi ini atau tidak, dikurangi biaya penelitian yang kita keluarkan di Amerika, ini karena ada pengertian di Indonesia itu tadi. PEMERINTAH : Jadi prinsipnya, IPTN yang ada di Amerika itu merupakan BUT perusahaan Indonesia yang ada di Amerika, nah ini maaf saya mendahului, itu nanti prinsip yang diatur didalam Pasal 24 yaitu pengkreditan pajak dari luar negeri. Prinsipnya adalah rugi yang diderita BUT perusahan Indonesia di luar negeri tidak boleh dikonsolidasikan di Indonesia. Yang dikonsolidasikan adalah kalau laba BUT di luar Indonesia, baru dikonsolidited. Dengan kata lain, rugi yang mungkin diderita BUT perusahaan Indonesia di luar negeri dikompensasikan di negara yang bersangkutan. Ini hubungannya dengan riset yang dilakukan di Amerika, itu dikurangkan untuk keperluan penghitungan pajak BUT di Amerika, dengan kata lain tidak boleh dikurangkan di Indonesia. Biasanya didalam kaitan bisnis yang normal itu, dalam rangka kegiatan BUT ini, kantor pusatnya sudah mengalokasikan biaya untuk operasional BUT disana. Ini dengan asumsi tidak mendirikan perusahaan yang incorporated di Amerika. Jadi itulah mudah-mudahan menjawab apa yang Bapak tanyakan. KETUA RAPAT Bagaimana Pak Zaenie? JURU BICARA F-KP : Ya. sudah. KETUA RAPAT Silakan Pak Lubis. JURU BICARA F-KP, DRS. MANGISARA MARCOS LUBIS : Saya ingin mengetahui Pak batasan perusahaan yang melakukan penelitan dan pengembangan itu walaupun dalam rangka menentukan teknologi atau sistem baru.

16 22 Penentuan teknologi barangkali bisa tetapi kalau sistem baru ini sangat~sangat prinsipil sekali, apa yang dimaksud baru itu. Saya kira ini perlu penjelasan. Silakan Pemerintah untuk menjelaskan. Sebetulnya memang ada hal-hal yang sifatnya itu antara kata teknologi dan sistem. Contohnya begini, dia dianggap bahwa dalam penjualan teknologi bagaimana dia itu menjual, dia menggunakan itu, itu kadang-kadang terjadi hal yang membingungkan antara ini sebagai dikatakan didefinisikan sebagai ini, ini penyempurnaan sistem, meneliti untuk mempergunakan sistem penjualan sistimnya atau itu dianggap itu bagian dari teknik daripada penjualan. Kalau kami tidak memberikan suatu kemungkinan teknologi atau sistem dikhawatirkan sebetulnya justru memang menyuli tkan a tau menyudutkan si wajib pajak, misalnya : orang besok menganggap ini kan teknologinya, you menyempurnakan sistem yang dibolehkan ada teknologinya atau sebaliknya. Teknologi definisinya kan ilmu yang diterapkan, tetapi kemudian kalau itu satu sistem yang disempurnakan sehingga dia menja- di lebih efisien kadang-kadang memerlukan penelitian sendiri itu, bagaimana sistem chanel distribusinya itu diperbaiki. Itu mungkin sistem murni tapi mungkin juga mengandung berbagai macam teknologi dalam mendistribusikan barang marketing. Menghindari hal-hal disbiut yang seperti ini yang mungkin merugikan wajib pajak maka kami memberikan suatu pemikiran sebaiknya karena ini bisa diberikan ada batas yang kesana kemari, untuk pengamanannya itu sepanjang dikeluarkan dalam rangka itu, teknologi dan sistem, kami buka. Disatu pihak bisa low ball, tapi lain pihak juga kalau terlalu ketat untuk hal yang tidak pasti mungkin akan merugikan atau memberatkan wajib pajak, sekian Pak Bagaimana Pak Lubis?. i:;

17 23 KETUA RAPAT Silakan Pak Fuad. PEMERINTAH :: Perusahaannya sendiri tidak dibatasi semuanya itu dibolehkan Pak artinya kita tidak bisa memberikan pembatasan dalam perusahaan besar, a tau perusahaan i. ni tidak disi ni terus terang saja semua perusahaan badan hukum itu diberikan bq,k kecil juga mungkin dia ingin berkembang melakukan penel i ti an, mungki. n dia punya penyempurnaan gi tu, sehi ngga limitasi dikawatirkan justru member:ikan diskriminasl Yang penting itu kewajarannya bagaimana itu, terima kasih. Saya rasa sudah jelas saya persilakan FPDI. oh ya FPP silakan. FPP (DRS. H.M. MUKROM AS'ADO) : Bapak Ketua, jadi kalau dalam Penjelasan dikatakan biaya penel itian dan pengembangan perusahaan dan seter-usnya i tu tidak ada limitatipnya. Kalau negara itu ada limitatipnya, artinya kemauan negara lah umpamanya dibandingkan dengan APBN nya berapa biaya riset development itu atau dibandingkan denqan pr odu~<; domes ti k br utonya. Nah apakah per usahaan i ni juga tidak ditentukan berdasarkan omsetnya. kalau umpama tidak diten tukan itu saya kira nantinya akan terjadi masalah juga. Tentang masalah tehnoligi dengan sistim itu sudah menjadi masalah, tapi penentuan jumlahnya itu masing-masing perusahaan.. Urnpama dibandi ngkan dengan omsetnya perusahaan besar ya omsetnya besar tentu biaya pengembangan juga besar.. P<:?rusahaan kecil juga yang akan dicapai tidak besar- tentu b:iaya pengembangannya sebandi ng dengan omsetnya. Jadi kami menginginkan supaya didalam Penjelasan ini dimuat tentang masalah itu. Jadi kalau tadi kita mengatakan bahwa INI MAS0LAH TINGKAT KEWAJARAN saya Kira ada tolok ukurnya sebab ini dite)tapkan d:idalam Undang Undang, itu kalau urnpamanya didalam pemeriksaan wajar itu akan ketemu dengan sendirinya.. Seba.ga i. ma na j uqa tad i k i ta me ng.:.3. ta l<:a n ba hwa pi uta n~1 it u setelah dia piutang ragu-ragu loncat kepada piutang yang tldak dapat ditagih lagi prosesnya harus sarnpai ke Pengadilan nah pembatan ini ka.mi.:1ng(jap perlu dalam Penjelas.::in. KETUA RAPAT Terima kasih rekan FPP, sebelum saya lemparkan kepada Pemerintah saya persilakan FPO!. FPDI (ABERSON MARLE SIHALOHO) Terima kasih, 8apak Pimpinan memang huruf f mate~ri baru.. ini adalah Tidal<.....

18 24 Tidak ada dikenal didalam Undang Undang la~a atau y~ng sedang berlaku tap~ ini memang sangat pentingja.di semang.:tt:wa itu sendiri kami Kira sudah, FPDI sepenuhnya dapat menerima. Namun apa yang di.sampai kan 'ol(~h re~kan-rekah dari f rat<si yang sebelumnya:i bail< P ik Mukrom maupun Pak Zaenia., dan Pak Lubis kami kira semua kita ini adalah dalam rangka bagaimana mengupayakan agar ini tidak disalah gunal)an semangat yan~1 baik ini~ ini kami kira. Memang tehnologi itu tidak ada yang gratis. i tu semua harus diperoleh denga.n biaya kita f:sadar sepenu~nya. Namun ini ada uang bisa merugikan misalnya antara lain bagaimana f i~kus bisa mengetahui kalau itu adalah untuk pengembang~n tehnolo~i dan pengetahuan yang diperlukan oleh perusahaan )tu. Ini juga satu pertanyaan tentu aparat fiskus tida~\; punya.- shof Wt~re Jadi ini masih diperlukan institusi penunj an~j yang untuk memberi kan statement bahwa i ni be~tul- betul. Maka dari itu Pak Dirjen karni kira untuk mengamankan semangat kita yang baik mah:a kami kira ini perlu tambahan apakah didalam Batang Tubuh atau dipenjelasan setelah mendapat persetujuan dari Dirjen Paja~<... lni mala.h saya kira teramat penting harus ada persetuj uan, k<.d.au tida}< i ni ;;d<an menjadi loge gols yang betul-betul bisa besar. Big loge gals tapi seman~jatnya send:i.ri or rhk~ loyal jadi itu saja. dan. kami mohon diberi.ka.n penjelasan, terima ka.sih Pak PimpinanM Terima kasih Pak Aberson, jadi titik beratnya itu semangat ini sangat kita ddrong~ namun demikia~ kita menghindari jangan sampai disalah gunakan. aarangkali ada tambahan penjelasan da~i Pak Fuad ~ilak~n. PEMERINTAH: : Kami sangat gembira sekali memang ~~l baru jadi kita sej al an dengan j iwa GBHN!I menganai adanya ipt<:~ k dan SOM.. Nanti kita bicara masalah SOM.. Cuma memang juga tidak menutup mata~ ma~anya tadi kami usulkan m isalnya kata-kata ~ang dil~1kukan di Indonesia i tu tuj uannya memang menj aw ab keprihatinan supaya dapat di trasir~ dapat diverifikasi. Kalau beli~u bilang dilakukannya di Pari~ kita tidak ngerti lagi dan tidak bermanfaat banyak untuk Republik untul<: PEH1gernb<1ngan SOM kita yang dipinterin orang sana, yang f(ur-;rng penerimaan kas negara kita Y~ng dipinterin orang asing. Nah :itu tr.'adi Kita menambahkan yang di lakul<an di Indones.i.a itu salah satu penangkal. Vang kedu~. ju~a patut kita inqat dan bahwa kalau yang mera kul<an tenaga-tenaga Ir)dones.ia i tu adalah karyawannya, yarig ahl i-ahl i ~ karyav.jan ya rig me~erima ~posial honor!j apa itu tunj angan apa i. tupun. n.a.manyh di.:.-.i. j uga me1 ;ba.y.:::lr P'asa I 21. Ka1 au di a pene lit i'annya mi sa l nya cli :: ~ r j aka n!<.ala.u"nx...

19 25 Ka lau d:ia. sampai di kerj al<:annya menggunakan per usahi1an. penelitinya sebagian dari penelitinya itu memakai perusahaan Singapore, dia kena Pasal 26, bayarnya juga 20 %. Itu penangkal-penangkal yang sudah bell in didalam struktur Undang Undang kita. Tetapi boleh dipertimbangkan barangkali rnemang benar, kalau ditarnbah Penjelasannya itu kata-kata yang waj ar ya sebaga:i pen~jganti dari kata-kata yang di tetapkan Dir jen rnungkin agal< l<:aya anu ya 11 barangkali penelititj.n dan pengembangan perusahaan yang wajar yang dilakukan di Indonesia dan seterusnya.. Kalau disetujui itu.. Jadi dalarn Penjelasan biaya penelitian dan pengembangan yang wajar yang dilakukan diindonesia barangkali penyempurnaan itu sudah lengkap toh~ Terima kasih Pak.. Terima kasih Pak, Bagaimana Pak Aberson dan Pak Mukron? FPP (DRS. H.M. MUKROM AS~ADO) : Saya setuju Pak dengan kata-kata wajar itu. FPDI (ABERSON MARLE SIHALOHO) : Kalau mau tidak setuju saya agak berat.. : 1- c~f-irn<.1 l<a~;:;j h den~jan df~mik:ian hl.~r~uf f ini l..;;i ta sahl<t1n. (Rapat Setuju ).. Ter -im.'1 h;usi h. Sekarang kita menginjak kepada huruf g, biaya beasiswa~ magang, dan pelatihan. Bagaimana Pak FKP? FKP (ABDULLAH ZAENIE, SH) SE:~t uj u. KETUA RAPAT Frakr::d t~bri? FABRI (IR. SOEDJALMO) Dari Fraksi ABRI TIDAK ADA, MASALAH SEMULA, TAPI TADT DENGAN DITAMBAHKANNYA di Indonesia butin f kami mohon pf~nj(;~ja:san lani dari Pc:'.l!m(;,~r:intah... apakah untul< butir~ q.)1.1qa tidal< di formula~:..:.i ka.n yang sama" Karena tadi contoh sepnrti dikatakan yang disampaikan secara tidak langsung biaya pelatihan di Paris kan tidak menguntungkan kita. Justru kalau it 1_1 di b('-~t)a. n l<a n spbaq.::1 i bi aya in i l<:a n j U!:>t r u a ~~an me ng u ra nq i pener:in1aan 1-<ita ini kami masih mohon menjela~;an. KFTUA f~apat : Ter :i ma l<a:;:; i ~'~I F ra l<s i ABr;: I, FPO I FPDI

20 26 FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) Fraksi PDI tidak beratan untuk Kita tetapkan sebagai keputusan, terima kasih~ Terim~ kasih Pak Mukrom atau yang lain dari FPP FPP (DRS. H.M. MUKROM AS'ADO) : Masalah ini prinsipnya tidak keberatan, tetapi tetap perlunya ada pembatasan. Saya dapat pahan apa yang dikemukaf(an oleh Di rj en Pajak tadi bal1wa didalam segi penerimaan sudah adl9. bill in control lah antara waj ib paj ak Yf.Hl9 sattj pindah kepada wajib pajak yang lain, tapi kesemuanya itu bisa mempunyai dampak pembebanan yang berbeda-beda terhadap wajib pajak itu. Maka saya condong untuk tetap ada pembatasan jangan sampai nantinya fiskus tidak bi.sci menuntut adanya. laba disuatu perusahaan M Oleh karena dia melakul<:an pembangunan sumberdaya i n:i sebagai alasan untuk tidaf< mengata.kan dapat rnemperoleh l<euntungan bisa dalam 10 tahun, bisa dalam 20 tahun karna beban ini sangat dibesarkan. Sehingga menganggap kami menggunakan tehnologi tinggi sehingga perlu adanya penguasaan sumber daya yang berl :i.pat sehi nqna. dia terlepa.s pada J<emungld.nan dikenal<:an pajah:: itu bis.9. torjadi de111il<.irrn.. Oleh karena itu kami juga menghendaki adanya batasan kewajaran itu~ Dengan adanya batas kewajaran itu~ maka pihak fiskus j uga mt:hnpunyai kekuatan untuk melaku~<an pernf3ri ksaan.. Sa ya kira demikian Pak.. KETUA RAPAT Kami persi lakan dari Pemeri ntah untuk rnemberi kan tambahan penjelasan..! PEMERINTAH.. Memang kami sendiri tidak mengusulkan kalau biaya pelatihan a tau magang beasiswa i ni harus di Indonesia.. Karena rnernang dengan berbagai macam pertimbangan kita masih banyak mengirimkan tenata-tenaga pendidikannya itu di luar negeri..,..,f.~, dan juga.

21 27 dan juga lebih efisien, lebih murah terpaksanya. memang mayoritas tentu saja biasanya diharapkan di Indonesia pelatihannya tetrpi konsen dari kewajaran memang bukannya tidak beralasan kalau melihat dalam praktek, b8rangkali cukup dipenjelasan misalnya diselipkan dengan memperhatikan kewajaran misalnya. Dengan memperhatikan kewajaran memang. Jadi artinya kalau ada yang ekstrim-ekstrim itu ya kira-kira mau sekedar itu barangkgli bisa dipanasi begitu. Jadi ada tambahan penjelasan sebagai biaya perusahaan dengrn memperhatikan kewajaran. Jadi usulnya Pak Markus sama Fraksi ABRI tadi sudah terjawab ya? Ok sdlakan Pak Lub!s. FKP (DRS. MANGIS.ARA MARCOS LUBIS) Tidak terekam KETUA R!\P/\T : t..tadj untuk kepentingan perusahrian dan warganegara Indonesia. Ini dalam penjelasan atau disini? RagAimana Pak Fuad? PEMEfUNTAH Kewajaran dengan memperhatikan kepentingan perusahaan yang bersangkutfin, ti_;::ipperusahaan lrnn OT'ientasinya profit profitnya naik nanti juga pajaknya naik. Itu k~mi sepeu dapat ada kata-kata kewajaran dengrn memperhatikan kepen~_ tingan perusahgan seperti Pak Lubis sampaik:=in tadi. Cuma kalau wargnnegara Indonesia kita hnrus hati-hati sediki t. Yarena ini banyak protes d8ri or;:mg a sing dr-lri PMA, karena prinsip pajak kita itu tidak meng8nut kewarganegaraan. Prinsip pajak kita itu yang dianut itu ya memane b~ kan warganegara in!, tidak dipersoalkan sitisen shipnya itu J;::-dt k'"=li tannya juga kep;:ida macam-macam deng:=m n\~,gara lain, tekstriti Gat Investasi asing dan lain-lain itu. TApi barrngkali kita dengan memperhatikan kewajarrn kepentingan pe1usah~an itu nrnti itu yang kita gunak8n ya harus ada political will urituk menggiring subaya banyak dimanfaatkannyn orrmg Indonesia. T'")pi ada prinsip y!=ing ki ta akan kesu- 1i.tan sendiri d--: n diprotes kal~u menyebutkr-m warganegara, begitu terima kasih. Kr~TUA R/\PAT : Bagaimana Pak Lubis? dapat dipahami penjelasan ini jndi di tambah den.::an penjelasan mengenai kewajaran dan lmtuk kepentingan perusahaan. Dap:e_t....-

22 28 Dapat kita setujui.butir g tni? Jadi Penjelasan ditambah dengan kewajar~ n tadi dimana perumusan penjelasan yang pasti akan eda kewajaran dan kepentingan Perusahaan nanti yang lebih dulu yang mana dibahas di Timus. Silakan. FPDI ( DRS. MARKUS WAURA]) Saudara Ketua; Fraksi PDI juga menyokong usul dari pada Fraksi Karya dalam kaitrn kepentingan warga negara ini. dalam rangka pemberian bea siswa dan pengembangan sumber - daya manusia oar! pada perusahaan-perusahaan yang bersangkutan nanti rumusannya mengutamakan, memrioritaskan, memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebagainya saya kira itu tigggal ditampung dalam Penjelasan. Tapi intinya seperti itu terima kasih. Sekarang masalahnya kita dalam masa prinsip menganai masalah perpajakan ini tidak tidak menganut warganegara ini perbedaannya. Jadi perlu tambahan penjelasan lagi mungkin dari Pemerintah, prinsip dasar itu tadi jangan sampai dilupakan. Silakan Pak. PEMERINTAH : Saya kira prinsip dasar saya kira tetap Pak j~di Warganegara Indonesia boleh, wargfinegara asing boleh demi untuk kepentingan perusahaan. Tap! apa yang diusulkan oleh Saudara dari Fraksi PDI tadi, terutama, prioritas tadi itu diutamakan. /"' FPP (DRS. H. M_L MUKROM AS 'AD) : ;.,. Tadi kan demi kewajaran dan kepentingan perusahaan ini prinsipnya ada warganegara diutamarian, diutarnakan warganegara Indonesia nah ini yang menjadi prinsip bagaimana? PEMERINTAH : Baik terima kasih secara pribadi saya sebagai warganegara Indonesia tentu saja sangat suka, cumnn begini ini a.da hal-hal prinsip behwa Undang Undang Pajak itu menganut prin sip sebetulnya non diskrim!netery berdasarkan kewarganegar~ raan. Misalny 8 sarannya Pak Zaenie i.tu betul tap! juga sebetulnya agak miningles juga karena kata-kata terutf.tma or:-1ng Indonesia tap! orang asing boleh juga kan. Sama saja sebetulnya jadi malah ditaruh gitu malah toh akhirnya orang asing juga lboleh, tapi malah tapi malah sudah menimbulkan tanda tanya Jadi itu sebetulnya bisa diatur did,-dhm kebijaksanaan masalah tenaga kerj, ttu boleh karena mpmang tenaga

23 29 tenaga kerja itu mengatur masalah itu boleh disana diatur oleh BKPM dan dalam rangka mengalokasikan ini berapa-berapa bmleh. Me~teri teknis yane bersangkutan misalnya penerangan tidak boleh ada tenaga asingnya boleh, imigrasi mengrtur itu bol.eh. Jadi l<.:ita punya banyak pintu untuk melaksanakan kon-, sen kita mengenai itu pintunya banyak. Dan ini tekstrity itu ak akan dilanggar kita itu jadi bnnyak pintu untuk mencapai tujunya kita sama, terutama mengembangkan putra-putra Indonesia - tapi barangkali l<ita haris menyalurkan ini melalui berbagai - macam itu dari BKPM, Menteri tehnis, tenaga kerja, Keimigrasi SebRb disini b8nyak yang dilanggar. Termasuk tekstridi kita - dengan negara lain saya tidak yakin ini juga dibenarkan oleh WTO atau GAT begitu. KErruA RJ\PAT : Terimo kasih Pak Fuad jadi Pak Zaenie, Pak Lubis dengan Pak Markus saya kira penjelasan ini akan lebih memantapkan - lah pengertian ini. Bagaimana masih Ada? Sayn rasn d8pat kita setujui ini, masih ada silakan. FPDI (DRS MARKUS WA URAN) : Saud~ra Ketu 8, kami memahami tentunya penjelasan dari pada Saud~ra Dirjen, cum8 memang d~lam kenyataan seperti yang jugr dikatakan oleh FKP tadi itu b~nyak hal-hal yang memang - merugikan bangsa kita. Sehinga masalah ini perlu mendapat pe hatian serius drri pada Pemerintah mudah-mudrhan dari jajaran Departemen KeuAnean bisa merumuskan mengenai masal~h ini. Walaupun i tu ada penekanan mengenai m.-,salah pajak yane memang netral dan sebagainya tapi dalam kenya.tran ya kehidu-ran bangsa ki ta ini banyak penyimpangrin masalah ini. SehLl.gga apa yang dikntnkan oleh Dirjen tad! brranekali hisa diingnt-ingatkan - 1ah kepada Instansi terknit y8ng ada kaitrnnya ini. K~TUA RAP/\T : Tentunya juga termasuk kepada kita tidak US8h kuatir Dirjen Pajak kita sampaikan nanti kepada mitra kerja yang lain. Jadi dapat kita setujui? Oo masih. FKP (H. ABDULLAH ZAENIE 1 SH) : Begini P~k ~etua kalau kita lihat mulai dari f-g m~mgkin dari e ini apa yflng ki ta i kemukakan ini kan untuk kewaswasan kita supaya disalah gunakan, demi kepentingan negara kan begitu Pak? Tetapi kita dihadapkan dengan ketuan prinsip-prinsip paj~k yang dikemukakan oleh Pak Dirjen tadi. Makn lrnlau ktta l<embnl1 ke KUP itu adn di Pasal 1 (w) yang bunyinya penel itian adn1nh sernngkrd m h ;:rtatan yanr; dilakukan untuk menila.1.. kelengkapan peng; r-m ~:1t pernbertahuan dan

24 30 dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran pengisian dan perhitungan lainnya. Jadi saya rasa - ini ki ta ape al saja, walaupun s'elf asesment tetapi terhadap hal-hal yang baru ini dilaksanakan terima kasih. KSTUA RAP/\T Terima kasih jadi yang terakhir ini penekanan Pak, jadi bahwa empat paket ini tentunya jadi satu. Jadi kalau kita membaca PPH tentunya (juga sudah dianggap sudah membaca di KHUP Jadi danat kita sahkan ini? ( Rapat Setuju ). Terima kasih. SekArc=mg kita lanjutkan tid::i.k tahu in:i. say:a mungkin ada c.or>y break, tapi demi efifiennya waktu, eo usul baru, jadinya belum dapat disahkan? Ada susl baru silakan. FPDI. {DRS MA}1KUS JvAURAN) : Saudarr- Ketua dan Saudara-saud::::ira sekalian ini dihubungkan dengan Pas!ll 9 Ayat ( 1) c mf..mgenai Pasal 6 yang kita bicarakan ini adalah pajak penghasilan dari bruta kemudian dikurangi biaya ini dan seterusnya. Dalam Pasal 9 Ayat (1) c juga disitu sebenarnya pajak penghasilan yang tidak boleh dikurangi dan ini-ini-ini kecuali, ini ada kecuali, berarti itu bisa dikurangi. Kecuali adalah cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dan sewa guna usaha dengan hak usaha opsi dan asuransi dan biaya reklamasi. Nah usul Fraksi PDI ialah kalau bisa sunaka biaya reklamasi ini ditarik menjadi h(h) di Pasal 6 Ayat (1). Karena itu menyangkut biaya Pak brrangkali kalau cadang.~:m-cnd:-:mgan i tu ya tetap disi tu, b:ipi ini karen.., biaya dan kami infin sempurnakan bukan hanya '~iaya reklamasi. Juga bietya pe1estari:=1n fungsi lingkungan seb :~e i.m~m;:i juga penjejasan Menteri I\euangan pada waktu mengantar 4 TIUU ini didalam halaman 8 Keterangan Peme~intah, Menteri Keuangan mengatakan begini, adnpun pokok-pokok perubahan Undang Undang tentang Pajak Penghasilan adalah e ~engatur ketentuan mengenai upnya-upaya pelestarian ekosistim yaitu dengan mempernankan 11 embentukan. atau membuka cadangan untuk reldamasi dan biaya untuk pengolahan limbah dan menjaga linekungan. Sehingga ini merupnkan biaya y2ng bisa dikurpngi dari pada pun~utan pajak. Oleh karena itu lengkapnya usul FPDI adalah h biaya untuk reklamasi bidnng p0rt8mb~ngan dnn biaya untuk pci l estari::m fungst 1 inglmngan i tu pertanyaan sekali.gus usul kami terima kasih Saudara Ketua. KETU.l\

25 31 Terima kasih, jadi dari FPDI ini ditambah tadi sudah sampai g, sudah kita selesaikan ditambah jadi h, adr lagi dikurangi biaya untuk reklamasi dibidang pertambangan dan pelestarian lingkungan, lingkungan hidup mestinya. Jadi - saya minta tnnggapan dulu kepada Pemerintah, dikaitk8n de~ ngan Pasal 9 Ayat (1) e. Silakan Pemerintah. PEM:~RINTAH Sebetulnya ini prinsipnya itu sama cuman ini yang di atur di Pasal 9 itu adalah cadangan, cadangan belum biaya Karena akuntan disitu kan ada yang namanya ya penyusutanitu kan sebetulnya dianggap sebagai biaya, kan dia cadangan ini, penyusutan mortisasi, ada di Pasal 6 kan tadi ada di - butir b. Tapi yang dimasukkan disitu sudah penyusutan yang aalamnya agak tehnis memang ya, penyusutan kalau pembukuan.nya itu jurnalnya penyusutan pada cadangan penyusutan nah penyusutannya biaya~

26 32 sedangkan disini itu 9 itu yang dibicarakan pembentukan dan pemupukan dana cadangan, itu tidak boleh dikurangkan tapi yang boleh dikurangkan adalah kalau cadangan untuk reklamasim Dia belum biaya belum du<.eluarkan tapi dicadangkan dulu dianggap pura -puranya i tu biaya dul u boleh di kurangi dul u N Sebab nanti kalau tambangnya itu sudah selesai, baru kan dia boleh menggunakan uang yang dikumpulkan tadi untuk mereklamasi. Kalau belum biasanya tidak bisa jalan tapi kalau dia tidak ngumpul kan dul u nanti waktu selesai tidak punya uang untuk membetulkan i tu reklamasi. Jadi disana i tu langsung biaya disini kepada cadangannya. Dan nanti didalam Penjelasannya yang kedua itu Pak Markus mengenai untuk pemeliharaar1 limbah itu saya rasa sudah di Penjelasannya itu rnasukkan didalam Penjelasannya. Di Pasal 6 coba dibaca dihalaman berapa i tu halaman 29 beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan brute dapat dukurangi antara dua golongan yaitu beban atau biaya yang mempunyai manfaat tidak dan lebih dari 1 tahun, dan yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun. Beban yan~~ me~rnpunyai manfaat t:idak lebi.h dar i 1.2 tahun merupakan biaya [ada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya pengolahan limbah dan lingkungan hidup dan sebagainya.sedangkan pengeluaran yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun pembebannya di lakul<:an melal ui penyusutan a tau melal ui amortisasi..jadi ada dalam Penjelas~n itu terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Dar i ft'al-<s:i lain mungl<in ada tanggapan ' ' Kalau tidal< ada ya kita k(~mbalik..:u1 lag:i kepada Pak Mar kus dern~")an penjelasan Pernt:.H i nta h in i. FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) : Saudara Ketua!:I Pak Dirjen memang kami memahami sejak semula kami memahami -sama j uga penjelasan yang disampauc:an Pak Zied karni pahami tentunya soal itu, curna yan9 membuat kita rancu ini ada biaya reklamasi apakah cocof\ apa tambah cadangan atau dimana sehingga datang kepada usul seperti tadi i tu H Untuk dimasukan di.dalam Pasal 6 Ayat (1) h, kar-ena ada Kata biaya disitu. Sehingga kami datang kepada pendirian sebaiknya itu masukan didalam Pasal 6 Ayat (1) h, menjadi 1 baru. Dan ditambah dengan mengenai biaya pelestarian l:ingkun~1an hidup. Itu saja Saudara K.etua tapi. apakah mau tetap disini, cuman cadangan barangkali itu baru bisa cocok" KETUA..,.

27 33 Jadi mungkin di Pasal 9 nya nanti kita bicarakan, dapat diterima Pasal 9 kita bicarakan nanti? Ok (Rapat Setuju) Baik terima kasih jadi kita tunda Pasal 9, mengenai usulan FPDI ini nanti kita bicarakan pada Pasal 9 Ayat (1) c, Karena ini sudah jam 10M30 WIB, disamping kiri ruangan ini ada copu break apa kita sekors selama 10 menit. Memanq kita teruskan saja i.ni. Pasal 6 nanti kita break atau break dulu ya? Yl~. kita sekors selama 10 menitm (Rapat setuju disekors selama 10 menit) Kita akan lanjutkan ke Pasal 6 Ayat (2) yaitu yang berbunyai apabila dst. kalau dalam persandingan 3 nya di atas Pak 2 nya di bav4ah" Tapi tentunya k:ita mulai dari (~yat (1) sekarang Ayat (2). Saya silakan Pemerintah untuk dapat membacakan dan menjelaskan. PEMERINTAH Apabila penghasilan brute 1 didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikonsasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sarnpai dengan a, 5 tahun atau b, lebi h dar:i 5 tahun tetapi tidak lebi h dari 8 tahun yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Jadi Ayat (2) ini kalau kita lihat yang berubah itu mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan hal ini masukan untuk menghindarkan karena perumusan yang lama i tu digunakan :istilah dapat.. Dapat itu bisa berarti bisa opsonal Padahal dilakukan secara berturut-turut tahun berikutnya setelah menderita kerugian.. Baik terima kasih kami persilakan FKP menyampaikan ta nggij.pa n.. FKP (H. ABDULLAH ZAENIE) : Terima kasih Bapak Pimpinan untuk Pasal 6 Ayat (2) ini yang a~ tidak ada permasalahan.. Yang b, itu kelihatg.rnnya kalimat ini tidak begitu jelas kalau kita baca sepintas ki las.. Tapi kalau ki ta baca Penj elasannya i tu memang bisa. menj adi hel'as.. Jadi i ni kan di halaman 35 i tu karni kalau disetuj ui i ngi n menyisipkan beberapa angka supaya Pasal 7 Ayat (2) b, :inibegitu kita baca bisa jelas.. Urnpama lebih d.:.i.ri.5 tahun tetapi tidak lebih dari 8 t~hun untuk bidang usaha tertentu dan daerah tert~rtentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. BidLJI;

28 B i dang us a ha t e r t e n t u d a l am d i d a e r a h t e r. t e n t u m i s a 1 n ya kerugian yang dideri ta oleh Perusahaan Perusahan yang menanamkan modal nya di Indonesia Timur dan dibidang usaha tanaman keras. Jadi daerah tertentu disidibatasi dengan ; kawasan Indonesia Timur. Mungkin nantu dalam Tim Prumus sesudah ki ta bicara dalarn Pasal 31 a, bisa ki ta tarn bah misahny daerah terpencil, daerah terbelakang dan sebagainya, Dan juga untuk Bidang Usaha itu mungkin diperluas dari pada bidang usaha tanahan keras tidak ada bidang sudaha yang lain 11..ia laupun disi. ni d:isebutke sebutkan sebutkan mis.al n).>~a M Sebab nanti pelaksanaan Undang Undang ini kalau sudah kita undangkan nanti kalau kurang jelas kita cantumkan seolah-olah nanti hanya dia terbatas kepadam bidang usaha tanaman kerasm Tapi kamu tidak tahu persis apabidan Pertambangan apa memang mas i h p C'.' r l u k :i ta be r i ka-n fas i l i ta s. pa j a k yang i n L, Ted.ma l'\h!:;.1 h. KETUA RAPAT ~ Jadi yang a~ disetujui yang b, itu disarankan pertambahan kalimat, untuk daerah tertentu dan usaha tertentu yang nanti akan kita bicarakan pada Pasal 31 a~ kasih. Dari FABRI? baik terirna FABRI (IR. SOEDJALMO) Dari Fraksi ABRI pada dasarnya tidak ada masalah hanya 1-<ami rnohon penj el asan" Kami mencoba rnembaca penjel.:.isan di halaman itu dalam rangka teh nis pengkompensasian ini barangkali untuk lebih memperjelas karena ini terlalu tehnis sekali, maka karena itu kami anggap Pasal ini secara substn.1 1~::;:i cul\up beq:i ni. ~ t;1pi don~]an Ctltatan ya.nq disampa:i.f-;;:a.n oleh rekan dari FKP~ Kami juga pada dasarnya tidak keberatan kalau.memang ter-tenttl Atau bar an9kal :i arahnya kepada usaha tertentu dan kawasan rnaksud dari pada Pemeri ntah lain ini pf:~rlu di.jelaskan" Nemun mengenai. pener apan konpensa.~3i ini apakah 5 tahun itu dibagi rata 5 tahun~ atau bagaimana itu rumus-n.mlus <Jpa yan~~ dis:~unakan secar a umum saja Pal \~ jadid t:idak te1 ~L::.a.lu tehni~ 7 ;; j uqa untul<: lebih menjelaskan t:eri.ma kasi.h.. Terima l<~.:jsi.h Fraksi ABFU saya lanjutkan l<:e Fr-al\si POI" FPDI (ABERSON MARLE SIHALOHO) Ter ima. 1~;af~:.ih hanya. saja sebagai layal<:nya sebaqai Undan9 Undang itu harus berkepastian. Jadi memang cara penulisannya kenapa dibedakan a~ 5 tahun dan b, lebih dari 5 tahun~ tetapi tidak lebih dari 8 tahun ada kepastiannya Pak? Namun karena yang dimasukan disini 8 tahun memanq ada kawasan Indonesia liag i a. n H H " H H H "..

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati Abstrak Perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak, untuk mengatasi perbedaan

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WAJIB PAJAK DALAM NEGERI / BENTUK USAHA TETAP

BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WAJIB PAJAK DALAM NEGERI / BENTUK USAHA TETAP BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WAJIB PAJAK DALAM NEGERI / BENTUK USAHA TETAP a. BIAYA YANG SECARA LANGSUNG ATAU TIDAK LANSUNG BERKAITAN DENGAN DENGAN KEGIATAN USAHA, antara lain

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL, UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NO. 011/PUU-IV/2006

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NO. 011/PUU-IV/2006 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 011/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006 irvanag MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD, UU NO. 23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Beberapa konsep dasar atau prinsip biaya fiskal sudah dirumuskan sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

Oleh Iwan Sidharta, MM.

Oleh Iwan Sidharta, MM. BIAYA PENGURANG PKP Oleh Iwan Sidharta, MM. Biaya Berkaitan dengan Kerugian Kerugian; Kerugian yang berasal dari beberapa kegiatan yang sudah direalisasikan dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun terjadinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 7-1983 lihat: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1991 PAJAK. Warga Negara. UU. No. 7 Tahun 1983. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 a. PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEPERTI DIVIDEN, TERMASUK DIVIDEN YANG DIBAYARKAN OLEH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

MENTER!KEUANGAN REPUBLIK JNDONESIA SALIN AN

MENTER!KEUANGAN REPUBLIK JNDONESIA SALIN AN MENTER!KEUANGAN REPUBLIK JNDONESIA SALIN AN PERA TURA N ME N TER! KEUA NGA N REPUBLI K INDO NESIA NOMOR 127 /PMK.010/2016 TE NTA NG PE NGAMPU NA N PAJA K BERDASARKA N UNDA NG -UNDA NG NO MOR 11 TA HU N

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Nomor : 010/PUU-III/2005 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PANEL PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PERKARA NOMOR 010/PUU-III/2005 PENGUJIAN UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI

USAHA KONVEKSI PAKAIAN JADI P O L A P E M B I A Y A A N U S A H A K E C I L S Y A R I A H ( P P U K -S Y A R I A H ) U S A H A K O N V E K S I P A K A I A N J A D I P O L A P E M B I A Y A A N U S A H A K E C I L S Y A R I A H (

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 /PMK.03/2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SERTA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006 irvanag MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN PASAL 12 AYAT (2) UU NO. 49 Prp. TAHUN 1960 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 017/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 017/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 017/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 55/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 55/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 55/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan [Pasal 8 ayat (5)] terhadap Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BUKIT SERELO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BUKIT SERELO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BUKIT SERELO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa untuk pemantapan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-IX/2011

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA MATERAI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 98/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 98/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 98/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK : D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771/$ SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.04/2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN MENTERI

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010

PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH --------------------- KONSTITUSI RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010 REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH PERIHAL SIDANG PERKARA NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NO.2 TAHUN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci