ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA HINGGA TAHUN Edwaren Liun *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA HINGGA TAHUN 2030. Edwaren Liun *"

Transkripsi

1 ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA HINGGA TAHUN 2030 Edwaren Liun * ABSTRAK ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA HINGGA TAHUN Untuk pemenuhan pembangkit listrik grid Sumatera, dibutuhkan volume bahanbakar dalam jumlah yang bervariasi menurut kategori bahanbakar yang berhubungan dengan faktor biaya pada masing-masing pembangkit. Dari hasil optimasi diperoleh bahwa adanya perbedaan yang cukup signifikan kebutuhan bahanbakar fosil antara kasus yang memunculkan nuklir dan yang tidak. Perbandingan antara pemanfaatan PLTN dan tanpa pemanfaatan PLTN dapat dilihat pada hasil base scenario dengan discount rate 8%, 10% dan 12%. Dengan discount rate 8% pada skenario ini dibutuhkan bahanbakar ,33 kiloton batubara, 1 295,51 kiloton gas alam dan 2,73 kiloton uranium sebagai penghasil listrik yang dominan. Pada discount rate 10% dibutuhkan bahanbakar ,51 batubara, 2 692,58 kiloton gas alam dan 1,37 kiloton uranium. Sedangkan pada discount rate 12% yang tidak memunculkan PLTN dibutuhkan bahanbakar ,96 kiloton batubara dan 3 625,88 kiloton gas alam. Secara keseluruhan perbandingan volume pada discount rate 8%, 10% dan 12% adalah ,37 kiloton, ,51 kiloton dan ,11. Biaya bahanbakar pengaruhi secara signifikan oleh pangsa sumbangan pembangkit nuklir yang muncul di dalam sistem optimal. Pada base scenario dibutuhkan biaya ,8 juta US$ dengan discount rate 12% yang tanpa memunculkan PLTN, ,0 juta US$ pada discount rate 10%, dan ,9 pada 8% yang memunculkan PLTN lebih banyak. Kata-kata kunci: pembangkit listrik, volume bahanbakar, biaya bahan bakar, solusi optimum. ABSTRACT FUEL DEMAND ESTIMATION OF SUMATRA ELECTRICITY SYSTEM UNTIL Sumatra needs a variety amount of fuel according to cost factor on each plant. The results of optimal solution obtain some significant different of fuel costs between cases appearing nuclear power and the no nuclear in the other side. The comparison between nuclear and no nuclear is visible on results of base case with 8%, 10% and 12% of discount rate. As discount rate of 8% the need of fuel are kiloton of coal, kiloton of natural gas, and 2.73 kiloton uranium as dominant power producer. On 10% applied discount rate needs of coal, kiloton of natural and 1.37 kiloton of uranium. While on the 12% discount rate without appearing nuclear needs kiloton of coal and kiloton of natural gas. The total comparison fuel volume on 8%, 10% and 12% discount rate is kiloton, kiloton and kiloton. Fuel is significant influenced by nuclear share appearing on the optimal solution in the system. Base scenario needs ,8 million US$ with 12% with discount rate without nuclear, million US$ on 10%, and on 8% appearing more nuclear power plant. Keywords: power plant, fuel volume, fuel cost, optimum solution. * Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN, edwaren@batan.go.id 407

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang tinggi di wilayah Sumatera akhirakhir ini tidak terimbangi oleh penambahan kapasitas daya. Adanya beberapa fakta tentang krisis listrik di Indonesia khususnya Sumatera serta terjadinya kenaikan harga bahanbakar fosil terutama minyak bumi sejak beberapa tahun belakangan ini, mendorong untuk mempertimbangkan penggunaan nuklir sebagai sumber energi yang cukup berlimpah sebagai alternatif penyediaan energi listrik masa depan yang andal di wilayah Sumatera. Besarnya potensi dan peluang penggunaan nuklir di Sumatera didasarkan pada fakta bahwa sebagian sumber energi yang tersedia saat ini tidak kompetitif dari segi biaya dan terbatas ketersediaannya. Defisit daya disebabkan karena pertumbuhan beban yang tinggi, serta rendahnya kemampuan penyediaan kapasitas akibat melonjaknya harga bahanbakar minyak yang menjadi ketergantungan selama ini. Di samping itu berbagai jenis pembangkit yang beroperasi saat ini telah relatif tua. Menurunnya pasokan gas Pertamina juga menjadi tantangan yang berat penyediaan energi listrik, dan harus menggantinya dengan bahanbakar diesel jenis solar (HSD) yang bahkan menghadapi dilema keekonomian. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemadaman bergilir dengan lama 2-3 jam setiap hari. Sementara itu terjadi banyak keluhan dari sektor industri yang tidak terpenuhi kuota dayanya, sehingga pertumbuhan sektor ini mengalami hambatan oleh keterbatasan energi listrik sebagai komponen operasional utamanya. Dari kenyataan bahwa kebutuhan energi berkembang pesat dan merupakan komponen kehidupan yang tak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari, penambahan daya dalam skala ratusan megawatt setiap tahun ternyata telah merupakan tuntutan mutlak di Sumatera. Namun perkembangan kebutuhan seiring perkembangan zaman yang cepat berubah tersebut merupakan dinamika yang timpang antara dua sisi penggunaan dan penyediaan. Pada sisi penggunaan adalah kebutuhan akan peningkatan kapasitas dan kualitas, sedangkan pada sisi penyedia adalah menyusutnya cadangan bahan energi fosil seiring dengan pesatnya laju pembangunan yang menguras sumberdaya tak terbarukan. Pengurasan tersebut tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri, tetapi sejak beberapa dekade yang lalu lebih melalui upaya penerimaan devisa dari sektor ekspor. Sementara hingga saat ini belum ada solusi jangka panjang dalam upaya penyediaan energi masa depan. Pertumbuhan ekonomi terutama di bidang teknologi dan industri hinga saat ini cenderung hanya mempertinggi laju konsumsi sumber energi fosil. Melihat kenyataan demikian makalah ini mencoba untuk mengestimasi kebutuhan bahanbakar untuk sistem kelistrikan Wilayah Sumatera dengan memasukkan opsi nuklir sebagai salah satu sumberdaya yang sangat potensial dan digunakan oleh masyarakat internasional secara luas. Dengan opsi nuklir masalah kekurangan daya di Sumatera diharapkan dapat diperbaiki secara bertahap melalui program perencanaan pengembangan sistem jangka panjang. Estimasi dilakukan dengan memasukkan besaran-besaran dalam proses konversi bahanbakar sesuai 408

3 karakteristik masing-masing sistem pembangkitan ke dalam perangkat lunak yang digunakan untuk mendapatkan solusi optimum berupa Wien Automatic System Planning Versi IV (WASP-IV). TUJUAN STUDI Tujuan studi adalah untuk menganalisis kebutuhan pasokan bahanbakar sistem pembangkit listrik Sumatera termasuk opsi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Analisis dengan opsi nuklir dilakukan dengan mempertimbangkan penyediaan tenaga listrik yang dibutuhkan pada masa mendatang di Wilayah Sumatera. Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan gambaran sehubungan dengan rencana pengembangan sistem kelistrikan yang optimum sebagai solusi terbaik menurut kriteria tekno-ekonomi dan keandalan sistem. METODOLOGI Studi ini dilakukan dengan menyusun suatu pemodelan berdasarkan kondisi dan data sistem kelistrikan Sumatera. Data disusun sebagai masukan paket program WASP-IV (Wien Automatic System Planning Versi IV), dengan kriteria keekonomian, rencana dan kebijakan yang terkait dengan pengembangan sistem pembangkitan yang optimum ditentukan sebagai masukan. Model ini menggunakan estimasi probabilistik untuk menghitung biaya produksi, biaya energy not served dan keandalan sistem, dan menggunakan teknik linear programming untuk menentukan kebijakan dispatching optimal pembangkit yang memenuhi kriteria ekonomi. Perhitungan bahan bakar Kebutuhan bahanbakar untuk pembangkit listrik mengikuti seperti persamaan sederhana berikut: dengan: V P F E cf t J kg V [ kg] = P F E cf t t kcal (1) = volume bahan bakar yang dibutuhkan = daya listrik yang dibutuhkan = fakktor konversi = kandungan kalor bahanbakar = faktor kapasitas pembangkit = waktu 409

4 Sebagai contoh, jika diasumsikan bahwa ada 4 unit 30 MWe beroperasi 3 unit setiap saat dengan faktor kapasitas 80% dan satu unit siaga, maka konsumsi batubara per satuan waktu (jam) adalah: V = ,8 MW J 2,4 10 W s J = 9,88 kg / s 4 kcal kg 5300 kcal atau 35,6 ton / h. 10 M Biaya Bahanbakar Biaya bahanbakar bervariasi menurut Skenario dan discount rate yang diterapkan. Komponen biaya pembangkitan ini mendapat pengaruh yang signifikan oleh pangsa sumbangan pembangkit nuklir yang muncul dalam sistem optimal. Semakin tinggi pangsa nuklir semakin rendah biaya bahanbakar. Pada discount rate 10% terdapat kemunculan PLTN mulai tahun Sedangkan pada discount rate 12% tidak ada kemunculan PLTN selama periode studi. Dalam persamaan biaya bahanbakar adalah: F j i h= NHYD 1 t 0,5 ( 1+ ) [ h Ψ j, t, h ], t =. h= 1 α (2) dengan: α h = probabilitas dari hydro condition h, untuk Indonesia adalah 1, ψ j,t,h = total biaya bahanbakar (jumlah biaya bahanbakar untuk unit termal dan nuklir), NHYD = jumlah hydro condition yang didefinisikan. Biaya penyimpanan bahan bakar Biaya penyimpanan bahanbakar dirumuskan dengan persamaan berikut: t ' T ' [( + i) ( + i) ] [ UFIC MW ] L j, t = 1 1 kt kt (3) dengan: = jumlah dihitung terhadap semua unit termal kt yang ditambahkan pada sistem dalam tahun t, UFIC kt = biaya penyimpanan bahanbakar per-unit kt (dalam $/MW). 410

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem kelistrikan Sumatera Laju pertumbuhan konsumsi energi di Sumatera juga tinggi dibanding dengan pertumbuhan kemampuan suplainya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya defisit daya listrik sehingga sering terjadi pemadaman bergilir hampir setiap hari di hampir seluruh Pulau Sumatera. Gambar 1. Sistem Interkoneksi Jaringan Listrik Sumatera Meningkatnya konsumsi bahanbakar minyak domestik selain akibat pertumbuhan penduduk, perluasan dan pengembangan daerah pedesaan, juga karena peningkatan intensitas konsumsi energi per kapita. Ketidak imbangan antara pengembangan suplai dengan pertumbuhan permintaan menyebabkan berkurangnya keandalan sistem pembangkitan. Untuk wilayah Sumatera bagian utara kekurangan daya telah mencapai sekitar 200 MW atau sekitar 20% dari puncak beban yang ada, atau sekitar 500 MW dari permintaan kapasitas terpasang. Dengan pertumbuhan beban saat ini potensi kekurangan daya semakin tinggi untuk masa mendatang akibat meningkatnya harga bahanbakar minyak secara ekstrim sebagai bahanbakar utama pembangkit listrik selama ini. Sistem Sumatera sejak dekade yang lalu telah dikembangkan untuk menyatu secara bertahap menjadi jaringan interkoneksi dari ujung utara (Aceh) ke ujung selatan (Lampung) yang diharapkan tercapai secara penuh pada tahun 2008, sehingga kekurangan daya di suatu wilayah dapat disuplai oleh pembangkit yang berada di lokasi yang lain. Gambar 1 menunjukkan sistem jaringan interkoneksi Sumatera yang sedang dikembangkan. Disamping menggunakan pembangkit-pembangkit termal Sumatera juga didukung oleh pembangkit-pembangkit bertenaga air (hydro) dengan total kapasitas terpasang sekitar 1200 MW yang masuk sebagai fixed system. Walau demikian pertumbuhan permintaan daya tidak terimbangi oleh penambahan kapasitas terpasang. 411

6 Sumber: Gambar 2. Neraca Daya Sistem Sumatera Bagian Utara (Rabu, 9 Mei 2007) Gambar 2 menunjukkan kurva kekurangan daya di wilayah Sumatera bagian utara, sedangkan Gambar 3 adalah neraca daya wilayah Sumatera bagian selatan yang kemampuan pembangkitnya masih berada diatas beban puncak. Sumber: Gambar 3. Neraca Daya Sistem Sumatera Bagian Selatan (Rabu, 9 Mei 2007) Penggunaan BBM (bahanbakar minyak) sebagai sumber energi pembangkitan listrik di Wilayah Sumatera masih tinggi. Namun akibat tingginya pertumbuhan permintaan listrik, sementara di pihak suplai terjadi kenaikan harga yang sangat tinggi pada minyak bumi, maka pembangkit-pembangkit berbahanbakar minyak seperti mesin diesel dan PLTG yang menggunakan minyak solar (ADO/HSD) terpaksa harus dioperasikan secara terbatas untuk mengurangi beban subsidi yang memberatkan anggaran negara. Tabel 1 menunjukkan kemampuan sistem pembangkitan wilayah 412

7 Sumatera berdasarkan masing-masing wilayah propinsi. Di sini tampak bahwa daya mampu cukup jauh di bawah kapasitas terpasang. Tabel 1. Daya mampu Sistem Sumatera tahun 2005 (MW) W i l a y a h Kapasitas Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) Persentase Daya Mampu Wil. Nanggroe Aceh Darussalam 143,92 78,23 54,36% Wil. Sumatera Utara 0,44 0,37 84,09% Wil. Sumatera Barat 43,06 28,84 66,98% Wil. Riau 161,27 121,88 75,58% Wil. Sumsel, Jambi dan Bengkulu 79,13 48,28 61,01% ~ Sumatera Selatan 36,38 24,77 68,09% ~ Jambi 16,65 13,42 80,60% ~ Bengkulu 26,11 10,09 38,64% Wil. Bangka Belitung 94,59 55,66 58,84% Wil. Lampung 7,25 4,30 59,31% PT PLN Batam 137,50 83,30 60,58% Kitlur Sumbagut 1.524, ,24 79,74% Kitlur Sumbagsel 1.410, ,31 81,37% T o t a l 3.601, ,41 77,29% Sumber : Statistik PLN 2005 Pembangkit yang dikonteskan Pembangkit yang dikonteskan terdiri dari pembangkit hydro dan thermal dengan varian jenis bahanbakar dan ukuran yang berbeda. Dari jenis berbahanbakar fosil adalah pembangkit berbahanbakar batubara masing-masing berukuran 300 MW dan 600 MW dengan spesifikasi bahanbakar yang sedikit berbeda. Pembangkit batubara 300 MW menggunakan batubara sub-bituminus dengan kandungan kalor 5300 kcal/kg dan harga $20/ton. Sedangkan pembangkit berbahanbakar batubara 600 MW menggunakan batubara dengan kandungan kalor lebih tinggi, yaitu 5736 kcal/kg dengan harga $23/ton. Penerapan harga yang rendah untuk batubara didasarkan asumsi bahwa sebagian besar pembangkit batubara dibangun di sekitar atau tidak begitu jauh dari sumber bahanbakar. Pembangkit lainnya adalah dari jenis PLTGU (siklus ganda) yang dianggap paling efisien dari jenis yang menggunakan bahanbakar gas. Bahanbakar gas mengandung 11 ribu kcal/kg dengan harga US$5/MMBTU, atau 1990 US /million-kcal. Pembangkit nuklir yang dikonteskan adalah dua tipe dan ukuran. 413

8 Tipe pertama adalah Korean Standard berkapasitas 1000 MWe dengan burn-up MW-d/ton. Sedangkan kedua dari AP-600 (Advanced Pressurrized Water Reactor) berkapasitas 600 MWe. Pembangkit ini ideal dari segi jenis dan ukuran untuk kondisi dan sistem wilayah Sumatera. Selain masa pembangunan yang relatif singkat, ukurannya memungkinkan untuk penambahan kapasitas daya yang signifikan dalam memacu penyediaan daya Wilayah Sumatera yang mengalami ketertinggalan saat ini. Beberapa jenis pembangkit termal yang diinputkan sebagai candiddated plants (yang dikonteskan) di dalam model, disusun dengan nama-nama singkatan sebagai berikut: 1. CC2H, Siklus ganda berbahanbakar gas alam berkapasitas 200 MWe, 2. N600, PLTN dari jenis AP-600 berkapasitas 600 MWe, 3. N10H, PLTN dari jenis Korean Standard berkapasitas 1000 MWe, 4. C600, PLTU berbahanbakar batubara berkapasitas 600 MWe, 5. C300, PLTU berbahanbakar batubara berkapasitas 300 MWe, Sedangkan kategori pembangkit berdasarkan bahanbakar adalah sebagai berikut: 1. STCO, PLTU berbahanbakar batubara, 2. GTOI, PLTG berbahanbakar minyak bakar, 3. GTGA, PLTG berbahanbakar gas, 4. CCGA, Siklus ganda berbahanbakar gas alam, 5. DIEP, Pembangkit berbahanbakar minyak diesel, 6. NUC, Pembangkit berbahanbakar nuklir Spesifikasi teknis masing-masing pembangkit yang dikonteskan ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rangkuman Pembangkit Termal yang Dikonteskan pada VARSYS No. Name CC2H N600 N10H C600 C300 Min. Load Capacity Heat Rates KCAL / KWH Base Avge Load Incr Fuel Costs Cents / MILLION KCAL FOR % Days Schl Main Main Clas O&M (FIX) O&M (VAR) MW MW DMSTC FORGN MW $/KWM $/MWH Dengan dicount rate 12% pada Modul DYNPRO, dan IDC masing-masing sebesar 11,89% terhadap PLT gas siklus ganda, 24,63% terhadap N600 (PLTN 600 MWe), 30,41% terhadap N10H (PLTN 1000 MWe), 20,56% terhadap C600 (PLTU Batubara 600 MWe) dan 14,13% terhadap C300 (PLTU Batubara 300 MWe), program WASP menghitung biaya investasi pembangkit sebagai biaya investasi per 414

9 satuan daya dalam $/kw yang dikalikan dengan ukuran unit (dalam MW) dikali Kemudian nilai tersebut digolongkan sebagai biaya konstruksi murni atau biaya IDC yang diambil dari biaya totalnya; persentase IDC ditentukan di dalam DYNPRO untuk pembangkit tersebut. Kemudian distribusi biaya ini (domestic dan foreign) selama periode konstruksi dilakukan oleh REPROBAT yang mengasumsikan kurva S untuk fungsi yang menyatakan pengeluaran menurut waktu. Distribusi IDC ini memerlukan tambahan spesifikasi laju bunga. Estimasi volume bahanbakar Operasi sistem pembangkitan listrik Sumatera membutuhkan volume bahanbakar dalam jumlah bervariasi menurut kategori bahanbakar yang berhubungan dengan faktor biaya pada masing-masing pembangkit. Rangkuman volume bahanbakar selama periode studi ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada Tabel tersebut ditunjukkan lima jenis pembangkit listrik yang dikonteskan. Kelimanya digolongkan berdasarkan kategori bahanbakar, yaitu STCO dengan batubara, GTOI dengan bahanbakar minyak bakar, GTGA dengan bahanbakar gas alam, DIEP dengan bahanbakar minyak diesel, dan NUC dengan bahanbakar nuklir. Dari hasil optimasi diperoleh bahwa adanya perbedaan yang cukup signifikan kebutuhan bahanbakar fosil antara kasus yang memunculkan nuklir dan yang tidak. Pada kasus dengan scenario dasar dan discount rate 8%, nuklir (PLTN) masuk sebagai pembangkit listrik paling dominan menyumbang energi. Pada skenario yang sama dengan discount rate 10% dan 12% solusi optimum berubah, semakin tinggi discount rate sumbangan nuklir semakin kecil. Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan perbandingan volume kebutuhan bahanbakar antara kasus dengan discount rate 8% dan 10% yang memunculkan nuklir dan kasus dengan discount rate 12% yang tidak memunculkan nuklir. Tampak bahwa pada kasus yang tidak memunculkan nuklir kebutuhan bahanbakar fosil sekitar 50% lebih tinggi. Tabel 3. Volume Bahanbakar (kiloton) untuk Base Scenario DR 8% Year STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC , , , , , , Total for 30 years: 44,

10 Tabel 4. Volume Bahanbakar (kiloton) untuk Base Scenario DR 10% Year STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC , , , , , , Total for 30 years: 403, Perbandingan antara opsi nuklir dan tanpa nuklir dapat dilihat pada hasil base case discount rate, yaitu 8%, 10% dan 12%. Dengan discount rate 8% pada skenario ini dibutuhkan ,33 kiloton batubara, 1 295,51 kiloton gas alam dan 2,73 kiloton uranium sebagai penghasil listrik yang dominan. Pada discount rate 10% dibutuhkan ,51 batubara, 2 692,58 kiloton gas alam dan 1,37 kiloton uranium. Sedangkan pada discount rate 12% yang tidak memunculkan nuklir dibutuhkan kiloton batubara dan 3 625,88 kiloton gas alam. Secara keseluruhan perbandingan volume pada discount rate 8%, 10% dan 12% adalah ,37 kiloton, kiloton dan ,11. Tabel 5. Volume Bahanbakar (kiloton) untuk Base Scenario DR 12% Year STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC , , , , , , Total for 30 years: 649, , Biaya bahan bakar Komposisi biaya dapat dibandingkan untuk satu skenario (base scenario). Berikut ini ditampilkan hasil studi kasus menurut discount rate yang diterapkan. Sumbangan masing-masing jenis pembangkit bervariasi berdasarkan karakteristik keekonomian sehingga hasil optimum yang diperoleh dari eksekusi program WASP adalah sebagai tergambar pada Gambar 4 berikut. 416

11 Base Scen. DR 8% (Million US$) Base Scen. DR 10% (Million US$) O&M, ENS 20% O&M, ENS 19% FUEL COST 20% CAPITAL COST 60% FUEL COST 25% CAPITAL COST 56% Base Scen. DR 12% (Million US$) O&M, ENS, 10863, 19% FUEL COST, 19057, 33% CAPITAL COST, 27876, 48% Gambar 4. Perbandingan komposisi biaya untuk Base Scenario dengan discoun rate 8,10 dan 12 % Energi yang Diproduksi Energi yang diproduksi menurut jenis bahanbakar disini ditampilkan hanya sebagai pembanding penggunaan bahanbakar untuk kasus discount rate 8%, 10% dan 12% pada base scenario. Hasilnya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 5 berikut. Gambar 5 (a) dan Gambar 5 (b) adalah energi yang diproduksi oleh masing-masing jenis bahanbakar pada discount rate 8% dan 10% yang memunculkan PLTN, sedangkan Gambar 5 (c) pada discount rate 12% yang tidak memunculkan PLTN. 417

12 Expected Generation by Plant Type (GWh) Base Scen, DR 8% , 13% Expected Generation by Plant Type (GWh) Base Scen, DR 10% , 13% , 63% 432, 0% , 24% 2498, 0% 723, 0% 5651, 0% HYD1 STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC , 32% 11742, 1% 544, 0% 1671, 0% 206, 0% , 54% HYD1 STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC Expected Generation by Plant Type (GWh) Base Scen, DR 12% 15042, 1% 3466, 0% , 13% 0, 0% , 86% HYD1 STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC Gambar 5. Energi yang diproduksi menurut jenis bahanbakar selama 30 tahun untuk Base Scenario dengan discoun rate 8,10 dan 12 % KESIMPULAN Pengembangan jangka panjang sistem kelistrikan Sumatera membutuhkan berbagai jenis sumberdaya energi, seperti hidro, panas bumi, gas, batubara dan nuklir. Di samping perkembangan beban dan pertumbuhan kebutuhan listrik di Sumatera, adanya rencana sistem interkoneksi jaringan listrik Asia Tenggara memperbesar peluang untuk introduksi PLTN di Sumatera. Estimasi kebutuhan volume bahanbakar pada discount rate 10% adalah ,51 batubara, 2 692,58 kiloton gas alam dan 1,37 kiloton uranium. Sedangkan pada discount rate 12% yang tidak memunculkan nuklir dibutuhkan bahanbakar kiloton batubara dan 3 625,88 kiloton gas alam. Secara keseluruhan perbandingan volume pada discount rate 8%, 10% dan 12% adalah ,37 kiloton, kiloton dan ,11. Penggunaan PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk Wilayah Sumatera sangat memungkinkan ditinjau dari segi penyediaan bahanbakar, karena bahanbakar nuklir dapat diterapkan untuk pembangkitan listrik dalam skala besar secara efisien yang saat ini dibutuhkan di Wilayah Sumatera. Kendala dalam pengembangan 418

13 pembangkit berbahanbakar fosil terutama batubara membutuhkan volume yang besar sementara pertumbuhan beban Sumatera cukup tinggi. Pemanfaatan minyak sebagai bahanbakar pembangkit, sudah tidak realistis mengingat harganya yang terus melambung. Akan lebih baik jika minyak dihemat untuk kebutuhan-kebutuhan yang belum bisa tergantikan saja (transportasi). Untuk pembangkit berbahanbakar gas masih dimungkinkan untuk beberapa dasawarsa mendatang dalam kapasitas daya terbatas. Hasil yang diperoleh memberikan gambaran bahwa sebagai efek konsumsi bahanbakar, biaya operasi yang lain dan biaya investasi memberikan fungsi objektif bervariasi menurut skenario dan discount rate, yaitu berada pada kisaran 7,3 sampai 9,5 miliar US$ pada low scenario, 11,0 sampai 15,2 miliar US$ pada base scenario dan 21,2 sampai 27,2 miliar US$ pada high scenario. DAFTAR PUSTAKA 1. Statistik PLN 2005, (PT. PLN Persero), Laporan Studi Perencanaan Pengembangan Sistem Pembangkitan Listrik Sumatera dengan Opsi Nuklir, Pusat Pngembangan Energi Nuklir, Januari Data Statistik Indonesia 2007 ( 4. RUPTL Sumatera, P3B Sumatera, Nuclear Technology Review 2004, International Atomic Energy Agency, Vienna, DISKUSI NOER AIDA 1. Bagaimana bila diadakan kerjasama dengan PPIN dalam hal diseminasi Iptek Nuklir ke Perguruan Tinggi dengan memberikan satu sesi materi mengenai hasil pengkajian dari PPEN tentang kebutuhan energi pada suatu daerah/propinsi? 2. Bagaimana dan darimana bapak dapat menyimpulkan bahwa Sumatera saja dapat menerima PLTN sementara Jawa tidak? 419

14 EDWAREN LIUN 1. Saya kira itu adalah ide yang baik 2. Kesimpulan berdasarkan hasil optimasi dengan menginputkan data-data yang dibutuhkan untuk memenuhi criteria teknoekonomi. SRIYONO 1. Mana yang lebih dulu dilakukan dalam perhitungan bapak, menentukan ketersediaan bahan baker terlebih dahulu baru kapasitas terpasang atau sebaliknya 2. Apakah sudah memperhitungkan kenaikan biaya PLTN pada computer antar pembangkit EDWAREN LIUN 1. Pertama kali adalah memproyeksikan kebutuhan listrik 30 tahun ke depan, selanjutnya mengoptimalkan sistem yang ada diubah pembangkit yang, baru diperoleh besaran bahan bakarnya. 2. Studi ini dilakukan sebelum harga bahan bakar energi naik setinggi sekarang IBON SUPARMAN 1. Adanya kebijakan diversifikasi energi dari pemerintah apakah mempengaruhi estimasi yang anda lakukan? 2. Apakah ada keterkaitan antara kebutuhan bahan bakar, sumber energi yang tersedia dan jumlah pembangkit yang ada, pada kegiatan estimasi yang anda lakukan EDWAREN LIUN 1. Kebijakan diversifikasi berdasarkan pada hasil kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai instansi-instansi terkait. Sedangkan studi ini bersifat teknis semata 2. Benar ada keterkaitan 420

15 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama : Edwaren Liun 2. Tempat/Tanggal Lahir : Sulit Air Sumbar, 05 Maret Instansi : P2EN - BATAN 4. Pekerjaan / Jabatan : Staf Peneliti 5. Riwayat Pendidikan : (setelah SMA sampai sekarang) S1 Jurusan Teknik Elektro, Fak. Teknik, Universitas Indonesia, Pengalaman Kerja : P2EN, sekarang PUSDIKLAT, Organisasi Professional : KNI-WEC, 1996-sekarang Himpunan Ahli Elektronik Indonesia (HAEI) 421

ESTIMASI BIAYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA OPSI NUKLIR

ESTIMASI BIAYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA OPSI NUKLIR Estimasi Biaya Pengembangan Sistem Kelistrikan Sumatera Opsi Nuklir (Edwaren Liun) ESTIMASI BIAYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA OPSI NUKLIR Edwaren Liun Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA Kontribusi PLTN dalam Mengurangi Emisi Gas CO2 Pada Studi Optimasi Pengembangan Sistem KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR Rizki Firmansyah Setya Budi, Masdin (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta12710 Telp./Fax: (021) 5204243,

Lebih terperinci

ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN PADA OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN JAWA-MADURA-BALI DENGAN OPSI NUKLIR

ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN PADA OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN JAWA-MADURA-BALI DENGAN OPSI NUKLIR Analisis Aspek Lingkungan pada Optimasi Perencanaan Pengembangan Sistem Pembangkitan Jawa-Madura-Bali dengan Opsi Nuklir (Arief Heru Kuncoro dkk) ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN PADA OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EMISI CO2 PADA STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKITAN LISTRIK WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR

ANALISIS EMISI CO2 PADA STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKITAN LISTRIK WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR Analisis Emisi CO2 pada Studi Perencanaan Pengembangan Pembangkitan Listrik Wilyah Bangka Belitung dengan Opsi Nuklir (Rizki Firmansyah Setya Budi, Suparman, Djati Hoesen Salimy) ANALISIS EMISI CO2 PADA

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR

STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR Rizki Firmansyah Setya Budi, Suparman (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 Telp./Fax: (021)

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN 4.1. DATA YANG DI GUNAKAN Untuk melakukan analisis pengembangan sistem pembangkitan di Kalimantan berdasarkan kriteria keandalan, dimulai dengan menghitung

Lebih terperinci

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia La Ode Muh. Abdul Wahid ABSTRAK Dalam pemenuhan kebutuhan tenaga listrik akan diinstalasi berbagai jenis pembangkit listrik sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA Hari Suharyono ABSTRACT Power generation in Indonesia relies on coal and refined products, more than 60%

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG 2007-2016 Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat dilihat keterkaitan antara kapasitas terpasang sistem pembangkit dengan

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN Adjat Sudradjat Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (P3TKKE) Deputi Bidang Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA Indyah Nurdyastuti ABSTRACT Energy demand for various economic sectors in Indonesia is fulfilled by various energy sources, either

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan manusia yang harus terpenuhi. Hampir setiap aktivitas manusia membutuhkan energi. Berbagai bidang pembangunan yang mendukung perkembangan

Lebih terperinci

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020 SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 23 S.D. TAHUN 22 Agus Nurrohim dan Erwin Siregar ABSTRACT In national electricity plan, there are Jawa-Madura-Bali (Jamali) and Non Jamali systems. Those two systems

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS ( )

ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS ( ) ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS (2000 2030) Adhi D. Permana dan Muchammad Muchlis ABSTRACT This paper discusses the impact of coal supply capacity

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN EMISI UDARA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA

POTENSI ANCAMAN EMISI UDARA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA POTENSI ANCAMAN EMISI UDARA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA Edwaren Liun Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN ABSTRAK POTENSI ANCAMAN EMISI UDARA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA. Pengembangan jangka panjang

Lebih terperinci

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan, Kata Pengantar Buku Statistik PLN 2015 diterbitkan dengan maksud memberikan informasi kepada publik mengenai pencapaian kinerja perusahaan selama tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya. Data yang disajikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA Erwin Siregar dan Nona Niode ABSTRACT The improvement of device efficiency in the household sector

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap bangsa dan negara. Indonesia sebagai negara yang berkembang sangat

Lebih terperinci

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL OLEH : SUGIHARTO HARSOPRAYITNO, MSc DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI DAN PENGELOLAAN AIR TANAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERHITUNGAN FAKTOR EMISI CO2 PLTU BATUBARA DAN PLTN

PERHITUNGAN FAKTOR EMISI CO2 PLTU BATUBARA DAN PLTN Perhitungan Faktor Emisi CO2 PLTU Batubara dan PLTN (Rizki Firmansyah Setya Budi dan Suparman) PERHITUNGAN FAKTOR EMISI CO2 PLTU BATUBARA DAN PLTN Rizki Firmansyah Setya Budi, Suparman Pusat Pengembangan

Lebih terperinci

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA La Ode Muhammad Abdul Wahid ABSTRACT Electricity demand has been estimated to grow in the growth rate

Lebih terperinci

STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SUMATERA BARAT

STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SUMATERA BARAT STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SUMATERA BARAT Disusun Oleh : Hamid Paminto Nugroho 2207 100 571 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Syariffuddin Mahmudsyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada) 1 Formatted: Font: 10 pt, Italic, FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR Formatted: Not Different first page Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN Di Prersentasikan pada : SEMINAR NASIONAL BATUBARA Hotel Grand Melia,, 22 23 Maret 2006 DJUANDA NUGRAHA I.W PH DIREKTUR PEMBANGKITAN DAN ENERGI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN LISTRIK NUKLIR DAN FOSIL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN. Mochamad Nasrullah, Suparman

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN LISTRIK NUKLIR DAN FOSIL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN. Mochamad Nasrullah, Suparman PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN LISTRIK NUKLIR DAN FOSIL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN ABSTRAK Mochamad Nasrullah, Suparman Pusat Pengembangan Energi Nuklir - BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI INTISARI Oleh: Ir. Agus Sugiyono *) PLN sebagai penyedia tenaga listrik yang terbesar mempunyai kapasitas terpasang sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan nasional mutlak dimiliki setiap negara yang berdaulat. Salah satu faktor penentu pencapaian ketahanan nasional adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW DI MELAK KALIMANTAN TIMUR SEBAGAI PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS KELISTRIKAN DI INDONESIA TIMUR Oleh : Bayu Hermawan (2206 100 717) Dosen Pembimbing :

Lebih terperinci

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

listrik di beberapa lokasi/wilayah. PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT Agus Nur Setiawan 2206 100 001 Pembimbing : Ir. Syariffuddin

Lebih terperinci

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA M. Sidik Boedoyo dan Agus Sugiyono Abstract Energy supply optimation is aimed to meet electricity demand for domestic

Lebih terperinci

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik terus-menerus meningkat yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga mewajibkan

Lebih terperinci

ISSN : NO

ISSN : NO ISSN : 0852-8179 NO. 02701-150430 02701-150430 Statistik PLN 2014 Kata Pengantar Buku Statistik PLN 2014 diterbitkan dengan maksud memberikan informasi kepada publik mengenai pencapaian kinerja perusahaan

Lebih terperinci

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Beberapa peranan strategis energi antara lain sumber penerimaan negara, bahan bakar dan bahan baku

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja 2205 100 107 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2007-2020 Tadjuddin Hamdany Dosen Jurusan Teknik Elektro UNTAD Palu, Indonesia email: ophadhanny@yahoo.co.id Abstract The study is devoted

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KELISTRIKAN NASIONAL ABSTRACT

PENGEMBANGAN KELISTRIKAN NASIONAL ABSTRACT PENGEMBANGAN KELISTRIKAN NASIONAL Martin Jamin dan Agus Sugiyono Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT Gedung BPPT II Jl. MH Thamrin No. 8 Jakarta Pusat Email: agussugiyono@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, maka transformasi struktural dalam perekonomian merupakan suatu proses yang tidak terhindarkan.

Lebih terperinci

Studi Pembangunan PLTU Sumbawa Barat 2x7 MW Untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Listrik Di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat

Studi Pembangunan PLTU Sumbawa Barat 2x7 MW Untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Listrik Di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat Studi Pembangunan PLTU Sumbawa Barat 2x7 MW Untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Listrik Di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat Oleh : Deni Kristanto (2209 105 099) Dosen Pembimbing : Ir. Syariffudin Mahmudsyah,

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA OLEH : MUHAMMAD KHAIRIL ANWAR 2206100189 Dosen Pembimbing I Dosen

Lebih terperinci

BIAYA MARGINAL TENAGA LISTRIK DI WILAYAH SUMATERA MARGINAL COST OF ELECTRICITY IN SUMATRA

BIAYA MARGINAL TENAGA LISTRIK DI WILAYAH SUMATERA MARGINAL COST OF ELECTRICITY IN SUMATRA Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 13 No. 1 Juni 2014 : 39 50 ISSN 1978-2365 BIAYA MARGINAL TENAGA LISTRIK DI WILAYAH SUMATERA MARGINAL COST OF ELECTRICITY IN SUMATRA Hasan Maksum, Charles Lambok

Lebih terperinci

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah Tedy Rikusnandar NRP 2208 100 643 Dosen Pembimbing Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M. Eng Ir.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan telekomunikasi selular di Indonesia masih akan terus berkembang mengingat masih adanya area area yang mengalami blankspot atau tidak adanya layanan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1] BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketersediaan sumber daya energi tak terbarukan semakin lama semakin menipis. Pada Outlook Energi Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL Biro Riset BUMN Center LM FEUI Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi alternatif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi Dasar 4.1.1 Demografi Provinsi Banten Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 200 meter di atas permukaan laut, serta

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

Beberapa Catatan tentang Kebutuhan Energi Indonesia Masa Depan

Beberapa Catatan tentang Kebutuhan Energi Indonesia Masa Depan Beberapa Catatan tentang Kebutuhan Energi Indonesia Masa Depan Bacharuddin Jusuf Habibie Jakarta, 3 Februari 2010 Kebutuhan Energi Kelistrikan Indonesia di masa depan Data dan Proyeksi (2000-2050) Penduduk,

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 2003

ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 2003 ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 23 Hari Suharyono ABSTRACT Electricity generation in Indonesia is grouping into public power generation owned by private or PLN that sells electricity

Lebih terperinci

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Hasil Simulasi Simulasi dan optimasi dengan menggunakan HOMER menghasilkan beberapa konfigurasi yang berbeda sesuai dengan batasan sensitifitas yang diterapkan. Beban puncak

Lebih terperinci

PEMENUHAN SUMBER TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

PEMENUHAN SUMBER TENAGA LISTRIK DI INDONESIA PEMENUHAN SUMBER TENAGA LISTRIK DI INDONESIA Oleh : Togar Timoteus Gultom, ST, MT Dosen STT-Immanuel, Medan Abstrak Penulisan bertujuan untuk mengetahui supply dan demand tenaga listrik di Indonesia. Metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Listrik merupakan salah satu energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia pada era modern ini. Tak terkecuali di Indonesia, negara ini sedang gencargencarnya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat penting dan sebagai sumber daya ekonomis yang paling utama yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan usaha.

Lebih terperinci

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan energi yang hampir tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia pada saat ini adalah kebutuhan energi listrik. Banyak masyarakat aktifitasnya

Lebih terperinci

PLN Dari 1973 Sampai 2005

PLN Dari 1973 Sampai 2005 PLN Dari 1973 Sampai 25 Sudaryatno Sudirham Tulisan ini dibuat pada waktu penulis masih aktif sebagai Tenaga Ahli Teknik Dewan Komisaris PT PLN (Persero) 1. Pendahuluan Berikut ini disajikan rangkuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia dengan cepat dan membawa dampak pada perekonomian, lapangan kerja dan peningkatan devisa Negara. Industri yang berkembang kebanyakan

Lebih terperinci

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014 Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014 PENGARUH PEMBEBANAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS TERHADAP EFISIENSI BIAYA

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, & SARAN

BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, & SARAN BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, & SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sumber-sumber energi primer di Indonesia yang terutama meliputi

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK

ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK La Ode Muhammad Abdul Wahid Peneliti Bidang Perencanaan Energi Abstract Electricity sales increase with an average growth rate of 11.10% per year during 19972002

Lebih terperinci

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014 Energi di Indonesia Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi 3 Mei 2014 SUMBER ENERGI TERBARUKAN HULU HULU TRANS- FORMASI TRANSMISI / BULK TRANSPORTING TRANS- FORMASI DISTRIBUSI SUMBER

Lebih terperinci

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015 SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015 KETAHANAN ENERGI DAN PENGEMBANGAN PEMBANGKITAN Ketahanan Energi Usaha mengamankan energi masa depan suatu bangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Oktober 2003 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Soedyartomo Soentono, Drs., MSc., PhD. NIP.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Oktober 2003 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Soedyartomo Soentono, Drs., MSc., PhD. NIP. ENERGI NUKLIR SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM ENERGI NASIONAL JANGKA PANJANG BADAN TENAGANUKLIR NASIONAL 2003 KATA PENGANTAR Sektor energi mempunyai peran sangat penting dalam mewujudkan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PLTU BATUBARA SKALA KECIL TERHADAP STRATEGI KELISTRIKAN DI WILAYAH TIMUR INDONESIA

PENGARUH PENERAPAN PLTU BATUBARA SKALA KECIL TERHADAP STRATEGI KELISTRIKAN DI WILAYAH TIMUR INDONESIA PENGARUH PENERAPAN PLTU BATUBARA SKALA KECIL TERHADAP STRATEGI KELISTRIKAN DI WILAYAH TIMUR INDONESIA M. Sidik Boedoyo ABSTRACT Indonesia is a developing country that has a various enegy resources, such

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI

DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG DIWAKILI OLEH: ROES ARYAWIJAYA DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI Kondisi Pengelolaan Energi, Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN

BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN 28-217 Analisa keterjaminan aliran daya dan biaya produksi listrik di PLN Sub Region Bali tahun 28-217 dilakukan dari

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI 24 BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI 4.1. Metodologi Dalam penelitian ini, mencakup pemilihan sistem kogenerasi dan evaluasi nilai ekonomi. Pemilihan sistem kogenerasi yang diimplementasikan mempertimbangkan

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

Nur Rosyalinda Hidayati ( ) Ir. Syariffudin Mahmudsyah, M. Eng Ir. Teguh Yuwono

Nur Rosyalinda Hidayati ( ) Ir. Syariffudin Mahmudsyah, M. Eng Ir. Teguh Yuwono STUDI PEMBANGUNAN PLTP PATUHA 3X60MW DI KEC.RANCABALI KAB.BANDUNG JAWA BARAT DAN PENGARUH TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL JAWA BARAT SESUAI UU KETENAGALISTRIKAN 2009 Nur Rosyalinda Hidayati (2208100511)

Lebih terperinci

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 subsidi ini meningkat menjadi 61 trilyun 1. Masalah ini sebenarnya bisa

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 subsidi ini meningkat menjadi 61 trilyun 1. Masalah ini sebenarnya bisa BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pemanfaatan listrik telah demikian luas. Mulai dari aktifitas rumah tangga hingga aktifitas perindustrian, semuanya membutuhkan listrik. Kebutuhan ini, dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik untuk Kabupaten Kulon Progo disuplai melalui sistem distribusi energi listrik Provinsi DIY. Di mana sistem ketenagalistrikan di DIY merupakan bagian

Lebih terperinci

OUTLOOK KELISTRIKAN INDONESIA : PROSPEK PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

OUTLOOK KELISTRIKAN INDONESIA : PROSPEK PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN OUTLOOK KELISTRIKAN INDONESIA 2010-2030: PROSPEK PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl.

Lebih terperinci