MONITORING BIODIVERSITY DI WILAYAH KERJA PT. PLN (PERSERO) INDRALAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MONITORING BIODIVERSITY DI WILAYAH KERJA PT. PLN (PERSERO) INDRALAYA"

Transkripsi

1 MONITORING BIODIVERSITY DI WILAYAH KERJA PT. PLN (PERSERO) INDRALAYA PT. PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN SUMBAGSEL SEKTOR DALKIT KERAMASAN PUSAT LISTRIK INDRALAYA

2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Esensi pembangunan nasional di segala bidang dewasa sekarang ini adalah pembangunan yang seimbang dan berwawasan lingkungan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mewajibkan semua jenis usaha dan / atau kegiatan melakukan perlindungan terhadap lingkungan sebagai upaya konservasi terhadap kerusakan yang ditimbulkan akibat kegiatan yang dilakukan. Salah satu yang dilindungi dalam undangundang tersebut adalah keanekaragaman hayati / biodiversitas. Cara yang paling efektif menjaga keanekaragaman hayati di suatu ekosistem adalah melestarikan komunitas hayati secara utuh. Di dalam pengelolaan suatu kawasan secara lestari terjadi pencapaian keseimbangan antara fungsi, produksi, lingkungan dan sosial, ketiga fungsi tersebut akan berjalan dengan baik apabila masing-masing fungsi dapat terlaksana secara sinergis dan berkelanjutan, ketika salah satu dari ketiga jenis tersebut terganggu maka keseimbangan ekosistemnya akan menjadi terganggu. Dalam konteks ini konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengertian konservasi sumberdaya alam hayati. Selain itu, dengan ratifikasi konservasi keanekaragaman hayati (Biodiversity Convention) oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No.5 Tahun 1994, konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi komitmen nasional yang membutuhkan dukungan seluruh lapisan masyarakat dan pihak perusahaan, sebagai wujud ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT PLN (Persero) Indralaya merupakan perusahaan penyedia jasa kelistrikan yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Sebagai implementasi terkait kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka perusahaan wajib melakukan perlindungan terhadap lingkungan sebagai upaya konservasi di wilayah kerja tempat kegiatan beroperasi. Salah satu upaya dalam melakukan perlindungan lingkungan hidup, PT. PLN (Persero) Indralaya adalah melakukan revegetasi pada lahan yang terdapat di dalam wilayah kegiatan. Area yang telah di revegetasi tersebut disebut sebagai ruang terbuka hijau (RTH) oleh perusahaan. Adanya ruang tebuka hijau tidak hanya berfungsi untuk 2

3 mengurangi dampak pencemaran udara tetapi juga dapat menyediakan habitat bagi satwaliar yang terdapat disekitar wilayah tersebut. Berkaitan dengan ruang terbuka hijau sebagai habitat bagi satwa, perlu untuk dilakukan studi terhadap keanekaragaman hayati (Biodiversity) pada area sekitar wilayah kegiatan tersebut. Studi tentang keanekaragaman satwa di sekitar kawasan tersebut sangat penting dilakukan sebagai antisipasi dampak dari kegiatan dengan memonitoring kelangsungan hidup dan keberadaan satwa-satwa terutama satwa yang dilindungi, hal ini sangat diperlukan sekali dalam hal perlindungan keanekaragaman hayati. karena kegiatan survey biodiversity merupakan langkah awal untuk menentukan prioritas konservasi terhadap keanekaragaman hayati dalam suatu kawasan, oleh karena itu salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pihak perusahaan adalah menginventarisasi dan melakukan pemantauan keberadaan flora dan fauna di sekitar kawasan yang dikelola atau di kawasan lindung, kegiatan tersebut sangat dibutuhkan untuk memonitoring kelangsungan hidup dan keberadaan satwasatwa terutama satwa yang dilindungi, hal ini sangat diperlukan sekali dalam hal perlindungan flora dan fauna. Mengacu pada Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, kegiatan pengelolaan kawasan lindung dilakukan untuk : 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan. 2. Pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. 3. Pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kondisi biodiversitas suatu daerah merupakan indikator yang bisa dipergunakan untuk menentukan kualitas suatu lingkungan, kondisi biodiversitas sendiri bisa dilihat dari keterwakilan spesies-spesies yang ada di lokasi tersebut seperti jenis mamalia, ikan, burung, herpetofauna, dan jenis-jenis lainnya, Dengan demikian, hasil dari kegiatan studi ini dapat membantu segala pihak khususnya dalam rekomendasi mengenai langkah-langkah strategi konservasi dalam upaya pelestarian serta membantu menyajikan dokumen mengenai profil keanekaragaman hayati suatu kawasan serta bagi perusahaan memberikan kontribusi nyata dalam hal konservasi untuk menentukan kebijakan pembangunan dan pengembangan serta pengelolaan di suatu daerah. 3

4 1.2. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan survey ini mencakup upaya inventarisasi flora-fauna, di dalam dan di sekitar kawasan PT. PLN (persero) sektor Indralaya. Kabupaten Ogan Ilir, Survei biodiversity meliputi inventarisasi jenis-jenis fauna yang termasuk dalam kelompok mamalia, aves, nekton, herpetofauna (reptil dan amfibi), dan kelompok serangga diwakili kupu-kupu dan capung. serta struktur komposisi vegetasi yang dapat ditemukan di kawasan. Keseluruhan data yang diperoleh berupa hasil identifikasi fauna dan komposisi vegetasi tumbuhan di lokasi akan di analisis keanekaragamannya dan status konservasi, sedangkan untuk flora struktur komposisinya. Inventarisasi melalui metode-ekologi yang telah ditetapkan mengacu pada pedoman panduan pengumpulan data keanekaragaman flora dan fauna (LIPI, 2004) Tujuan Utama Kegiatan 1. Mengumpulkan data keanekaragaman hayati mengenai komposisi, keanekaragaman, dan menentukan keberadaan spesies flora-fauna yang berada dalam kawasan tersebut terutama jenis flora-fauna yang dilindungi di dalam kawasan. 2. Memberikan rekomendasi terkait hasil studi sehubungan dengan aksi perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati flora dan fauna khususnya yang terdapat dalam kawasan Manfaat Kegiatan Studi kajian ini diharapkan menjadi sebagai data dasar (database) dan informasi ilmiah bagi pihak PT. PLN (Persero) Inderalaya khususnya tentang potensi keanekaragaman hayati sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan terkait dengan pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati di dalam dan di sekitar kawasan PT. PLN (Persero) Inderalaya. 4

5 1.5. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan UnitedNations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) 3. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Daerah. 5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 6. Keppres No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan kawasan lindung, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi biogeofisik wilayah yang mempunyai karakteristik dan keunikan masing-masing. 5

6 BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Wilayah a. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Indralaya merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Ogan Ilir yang terbentuk melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir. Secara geografis terletak diantara 3 o 02' sampai ' Lintang Selatan dan diantara ' samp ai 104 o 48' Bujur Timur, dengan luas wilayah 52,36 Km 2 atau 5,236 Ha dan mempunyai ketinggian tempat rata-rata 8 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah administrasi Kecamatan Indralaya sebagai berikut: Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Indralaya Utara Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Indralaya Selatan Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Indralaya Utara Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Pemulutan Barat b. Kondisi Tanah pada Kabupaten Ogan ilir Jenis tanah didominasi oleh jenis tanah Alluvial dan jenis tanah Podsolik.Jenis Tanah alluvial terdapat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ogan yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan dengan warna tanah kelabu atau kecoklatan, keadaan tanahnya liat, berpasir dan lembab apabila musim kering akan menjadi keras. Tanah alluvial memiliki susunan humus yang kaya bahan organik yang berasal dari endapan limpasan air sungai. Tanah podsolik terdapat di daratan yang tidak mengalami penggenangan pada musim hujan, tingkat kesuburan lebih rendah dibandingkan dengan jenis tanah alluvial. Tabel 2.1. Rincian turunan jenis tanah yang ada di beberapa wilayah lokasi. Meliputi Wilayah Kecamatan Pemulutan, Pemulutan Barat, Pemulutan Selatan, Tanjung Batu, Tanjung Raja, Alluvial Hidromorf 1. Sungai Pinang, Rantau Panjang, Rantau Alai, kandis, Endapan Liat Indralaya, Indralaya Utara dan Kecamatan Indralaya Selatan 2. Assosiasi Gley Humus dan Organosol meliputi Wilayah Kecamatan Tanjung Raja, Rantau Panjang, Rantau Alai, Kandis, Indralaya, Indralaya Utara dan Kecamatan Indralaya Selatan 6

7 c. Iklim dan Curah Hujan Kecamatan Indralaya yang merupakan bagian dari Kabupaten Ogan Ilir adalah daerah yang mempunyai iklim Tropis Basah (Tipe B) dengan musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim hujan berkisar antara bulan November sampai dengan bulan April. Curah hujan di suatu wilayah (tempat) dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi, dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Pada tahun 2006 (dari 3 kecamatan yang memiliki alat pendeteksi hujan), rata-rata curah hujan per tahun berkisar antara 161,60 mm sampai 201,50 mm dan rata-rata hari hujan berkisar antara 6,25 sampai 9,75 hari per tahunnya. d. Topografi Topografi Kecamatan Indralaya merupakan hamparan dataran rendah berawa yang luas. Wilayah daratan mencapai 65 % dan rawa 35 %. e. Hidrologis Kecamatan Indralaya dialiri oleh anak-anak sungai yang sangat kecil yaitu anak Sungai Ogan yang mengalir mulai dari Kecamatan Muara Kuang, Tanjung Raja, Rantau Alai, Indralaya dan Pemulutan, dan bermuara di Sungai Musi di Kertapati, Palembang yang lebih dikenal dengan muara ogan. Sungai kecil antara lain sungai Kelekar, sungai Rambang dan sungai Randu, semua sungai kecil ini bermuara di sungai Ogan serta sungai Keramasan yang bermuara di sungai Musi. (Sumber: f. Flora dan Fauna Flora dan fauna yang terdapat di daerah ini berupa tanaman dan binatang tropis. Tanaman hutan yang ada antara lain: akasia, terentang, gelam, pelawan dan petanang. Tanaman perkebunan yang terkenal adalah karet, tebu, jeruk, Disamping itu terdapat buah-buahan seperti rambutan, nangka, jeruk, semangka, singkong, pepaya, dan pisang. Tanaman pangan yang terdapat di daerah ini adalah padi, palawija, dan sayur-sayuran. Hewan peliharaan yang ada adalah sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik. Binatang yang terdapat di daerah ini kebanyakan binatang liar, antara lain babi hutan, ular, kera macaca, dan biawak. 7

8 2.2. Tinjauan Umum Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Sumatera Selatan merupakan wilayah yang memiliki sumberdaya alam hayati yang tinggi dan tersebar di seluruh pelosok wilayahnya. Di lain sisi, kemajuan pembangunan nasional terus berlanjut menuju era industrialisasi, sementara itu pemantauan mutu lingkungan memerlukan perhatian khusus sebagai dampak dari sisi lain pembangunan nasional, meskipun Indonesia telah menganut azas pemanfaatan secara lestari namun kerusakan lingkungan akibat pembangunan tidak dapat dihindarkan. Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumberdaya alam hayati flora dan fauna menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi. Upaya-upaya konservasi tidak akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan tanpa dukungan dan peran serta aktif dari segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu salah satu upaya yang dianggap strategis dan efektif oleh Pemerintah adalah dengan menetapkan berbagai macam kekayaan sumberdaya alam hayati. Penyebab utama penurunan keanekaragaman hayati pada suatu bentang alam adalah kegiatan konversi hutan ke sistem pertanian yang intensif dan cenderung monokultur. Keanekaragaman hayati memiliki peran yang penting untuk menjaga keberlangsungan suatu ekosistem, hanya saja tekanan ekonomi seringkali mengurangi tingkat penghargaan manusia terhadap peran keanekaragaman hayati. Untuk mengimbangi tersebut, perlu adanya suatu upaya inventarisasi data awal biologi yang nantinya dapat berkontribusi terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Metode penilaian terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) perlu dilakukan untuk mengidentifikasi informasi-informasi yang nantinya diperlukan pihak-pihak yang diuntungkan dari keanekaragaman hayati, Terkadang ketidak tersediaan data inventarisasi keanekaragaman hayati yang ada di lokasi menjadi kendala utama dalam rangka monitoring lingkungan di suatu. Kawasan. Ketiadaan data umumnya disebabkan oleh tidak adanya database mengenai biodiversity suatu wilayah yang telah dikembangkan menjadi suatu kawasan sehingga untuk itu perlu dilakukan survey melalui metode-metode ekologi terhadap suatu untuk menginventarisasi potensi sumberdaya hayati yang ada meliputi flora dan fauna. 8

9 2.3. Ekosistem Hutan Menurut Soerianegara & Indrawan (1978) hutan adalah masyarakat tetumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Keputusan Menteri Kehutanan RI, No.70/Kpts- II/2001). Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersamasama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara & Indrawan, 1978). Semak adalah hutan yang telah terdegrasi karena penebangan, bekas kebakaran atau bekas perladangan yang telah mengalami suksesi. Tumbuhan yang dominan adalah tumbuhan rendah, herba, pohon pionir dan tumbuhan berkayu tingkat rendah lainnya. Tajuk hutan terbuka atau tidak ditemukan pohon yang berdiameter besar. Belukar adalah bentuk suksesi hutan sekunder setelah penebangan atau kerusakan lainnya menjadi komunitas vegetasi yang dominasi oleh pohon-pohon pionir, jarang ditemukan pohon komersial berukuran besar serta penutupan tajuknya terbuka (terfragmentasi). Sedangkan perladangan dan sawah adalah areal budidaya tanaman pangan, sawah dan kebun masyarakat serta pemukiman penduduk (Lubis, 2004). Pohon-pohon menjadi organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan pohon berpengaruh pada fisiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah lain mengingat terdapat ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan, buah-buahan dan sistem akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi lain (Longman & Jenik, 1987). Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan menjadi stadium seedling, sapling, pole, dan pohon dewasa. Soerianegara & Indrawan (1978) membedakan sebagai berikut : 9

10 a. Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m. b. Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm. c. Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter cm. d. Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3 meter dari permukaan tanah. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977). Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Konversi hutan yang dilakukan akan menghasilkan suatu struktur lanskap baru bahkan bisa menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat. Hal ini tidak saja menyebabkan berkurang atau hilangnya vegetasi hutan yang diketahui memiliki peran ekologis yang sangat vital bagi kemaslahatan manusia, seperti sebagai reservoar air, sebagai paru-paru dunia, sebagai habitat berbagai jenis fauna dan fungsi lainnya, tetapi juga mengakibatkan berkurang atau hilangnya spesies hewan yang hidup dihabitat tersebut. Jika laju kehilangan hutan di Indonesia adalah 1,6 juta hektar pertahun dan diasumsikan bahwa pada setiap pohon ada 10 jenis serangga maka dapat dibayangkan berapa spesies serangga yang ikut hilang bersamaan dengan hilangnya hutan yang menjadi habitat mereka. 10

11 BAB. III. METODE STUDI 3.1. Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, GPS (Global Positioning System), kamera Prosumer dan DLSR (Canon SX 50 HS dan Canon 1100D), thermometer, teropong binokuler (Nikon 10x25, Busnell 10x20) monokuler infrared, kompas, klino meter, rol meter, Camera trap, tripod, jangka sorong, parang, gunting tanaman, alat tulis, blangko pengamatan, buku identifikasi, spidol, sarung tangan karet, cangkul, hand counter, koran, botol film, tali, kantong plastik, berbagai peralatan perangkap jebak diantaranya jala kabut (miss net), perangkap tikus, insecting net, Sasag kayu herbarium, dan alat-alat lainnya. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, spesimen beberapa jenis flora dan fauna untuk identifikasi, alkohol 70%, formalin 10% yang digunakan sebagai pengawet spesimen dari lokasi studi Lokasi Kegiatan Survei Survei untuk inventarisasi keanekaragaman hayati flora-fauna telah dilakukan pada bulan April 2016 di kawasan PT.PLN (Persero) Indralaya, kabupaten Ogan Ilir.. Wilayah studi yang akan dikaji disesuaikan dengan luas keseluruhan dari ± 5 Ha, Detail kondisi lokasi dan koordinat titik-titik jalur bisa dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Detail kondisi lokasi dan koordinat titik-titik jalur di lokasi survey Jalur / Lokasi Koordinat Tipe Vegetasi Pengamatan Jalur 1 / semak belukar Merupakan kawasan yang LS : BT: berupa semak belukar beberapa pohon yang bersifat alami dan didominasi tanaman tingkai semak dan pancang. 11

12 Jalur 2 / RTH berupa beberapa jenis tanaman yang sengaja ditanam (kebun campuran) atau dibudidayakan seperti mahoni dan beberapa jenis tanaman herba. LS : BT: Sumber : Dokumentasi PPLH, Unsri 2016 PETAK 2 PETAK 1 Gambar 3.1. Peta lokasi pengamatan flora dan fauna di kawasan PT.PLN Indralaya 12

13 3.3. Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini pengumpulan data untuk penelitian inventarisasi flora dan fauna ini dilakukan dua cara yaitu pengumpulan data sekunder dengan melakukan metode survei yaitu melalui wawancara, dan pengumpulan data primer tentang inventarisasi flora dan fauna melalui survei langsung di lapangan dengan melakukan inventarisasi melalui metode ekologi yang telah ditetapkan yang mengacu pada Pedoman panduan pengumpulan data keanekaragaman flora dan fauna, (LIPI, 2004), dan Metode Sampling Bioekologi (Fachrul, 2007) Pengumpulan Vegetasi /Flora Pengamatan vegetasi dilakukan berdasarkan azas keterwakilan yang ditinjau dari kondisi tutupan lahan yang ada. Pada lokasi pengamatan akan dibuat minimal 1 titik sampling. Dasar pengambilan sampel di sekitar lokasi kegiatan adalah keberadaan jenis vegetasi di sekitar kawasan tersebut dan padal okasi tertentu juga akan dilakukan pengamatan tanpa plot, dimana hanya dilakukan sensus jenis vegetasi yang ada. Pengambilan / pengumpulan data vegetasi di areal dengan jumlah jenis serta tingkat pertumbuhan yang majemuk (heterogen), diperoleh dengan menggunakan teknik plot kuadrat sampling; dengan ukuran 20 x 20 m (untuk strata pohon), 10 x 10 m (untuk strata tiang), 5 x 5 m (untuk strata pancang) dan 2 x 2 m (untuk strata semai, tumbuhan bawah dan liana). Bentuk unit contoh pengamatan vegetasi seperti disajikan pada Gambar 3.2. Adapun penempatan kuadrat tersebut ditentukan secara sistematik random sampling. Pengamatan terhadap tanaman budidaya, rumput dan semak belukar dilakukan dengan inventarisasi (sensus jenis), pengamatan langsung dan wawancara tentang jenis yang tumbuh liar dan/atau yang dibudidayakan. Hasil wawancara yang didapat dimaksudkan sebagai data pendukung dari hasil untuk mengetahui nama lokal dari satwa liar, dan keberadaannya. 13

14 C D 10 m 10 m A B A B Arah lintasan pengamatan C 20 m D 100 m Gambar Bentuk Unit Contoh Pengamatan Vegetasi; A (petak 2x2 m 2 ), B (petak 5x5 m 2 ),C. (petak 10x10 m 2 ) dan D petak (20x20 m 2 ) Pengumpulan Data Fauna Pengumpulan data satwaliar dengan metode observasi langsung atau VES (Visual Ecounter Survey). Observasi langsung dengan berjalan secara perlahan kemudian berhenti di suatu tempat yang dianggap sebagai titik ideal untuk pengamatan satwa. Berdasarkan jenis vegetasi, pengamatan satwa dilakukan pada beberapa titik di lokasi pemantauan yang mewakili 2 tipe vegetasi yaitu: kawasan RTH (Ruang terbuka hijau), dan kawasan semak belukar. Kawasan RTH merupakan area kerja PT. PLN yang terletak di bagian dalam kawasan dan memiliki vegetasi berupa tumbuhan yang telah ditanam sebelumnya oleh perusahaan sebagai penghijauan, sedangkan kawasan semak belukar merupakan area kerja yang terletak dibagian belakang (luar) dan memiliki vegetasi hasil suksesi alami (Tabel 3.1.Tipe vegetasi di lokasi pengamatan). Pengamatan dilaksanakan pada pagi, siang dan malam hari. Selain itu menggunakan metode VES juga menggunakan metode tidak langsung seperti melihat jejak atau kotoran, menggunakan perangkap hidup seperti menggunakan jaring kabut (missnet), perangkap tikus dan camera trap. Keseluruhan data yang diperoleh dicatat dan ditabulasikan pada lembar/sheet data yang sudah dipersiapkan/dibuat sebelumnya. Kemudian data yang ada pada lembar/sheet tersebut dianalisa secara deskriptif kuantitatif. 14

15 3.4. Analisis Data Analisis Data Vegetasi / Flora Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif, Dominansi Relatif (DR) dan Indek Nilai Penting (INP) dianalisa menggunakan rumus Dumbois Muller (1974). Data yang perlu diketahui dari ekosistem hutan untuk mendapatkan gambaran struktur dan fungsi vegetasi adalah : Indeks Nilai Penting yang dibatasi sebagai : INP = KR + FR + DR Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300 % nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis ekosistem dalam komunitas. Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan dari nilai kerapatan relatif jenis i (Kri), Frekuensi relatif jenis-i (Fri) dan Dominansi relatif jenis-i (Dri) yang masing-masing diperoleh dari : Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis Total luas unit contoh Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis x 100% Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah total unit contoh Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis Total frekuensi seluruh jenis x 100% Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis Total luas unit contoh Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis Total dominansi seluruh jenis x 100% Selanjutnya akan dihitung besarnya INP (Indek Nilai Penting) setiap strata per lokasi sampling. Dimana : INP untuk tingkat pohon dan tiang = KR + FR + DR dan INP untuk tingkat pancang, semai, tumbuhan bawah dan liana = KR + FR. Indeks keanekaragaman jenis (H ) per lokasi sampling dihitung dengan menggunakan rumus menurut Shannon Wiener sebagai berikut : H = - pi Ln (pi) Dengan catatan : pi = n/n n = jumlah individu suatu jenis 15

16 jenis N = jumlah total INP seluruh Data vegetasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif, dan nilai pentingnya sehingga dapat disimpulkan kualitas lingkungan vegetasi di lokasi kegiatan dan sekitarnya. Demikian halnya dengan status kelangkaan / konservasinya Analisa Data Fauna Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah adanya jenis-jenis yang dilindungi, endemisitas atau nilai lain bagi masyarakat sekitarnya. Parameter yang ditelaah terdiri dari: a) Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Untuk mengetahui keanekaragaman jenis satwa liar di lokasi kegiatan dan sekitarnya, diperlukan pemahaman pengenalan jenis/spesies berdasarkan hasil identifikasi. Identifikasi jenis satwa liar dapat dibantu dengan buku identifikasi satwa liar : mamalia, burung dan reptilia dan menghitung jumlah jenis dan individunya. b) Status Konservasi dan Kelangkaan Status konservasi berdasarkan berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 dan berdasarkan untuk jenis-jenis yang secara global terancam punah mengacu pada IUCN Red List 2015 of Threatened Jenis (otoritas daftar merah IUCN untuk burung). Kategori rangking IUCN didasarkan atas kemungkinan suatu jenis tersebut punah di alam dalam kurun waktu tertentu. Adapun kategori tersebut dan dan singkatannya digunakan dalam teks berikut. Jenis klasifikasi Terancam adalah: 1. Sebuah jenis yang sangat ekstrim atau kritis untuk terancam punah dalam waktu dekat (Critically Endangered CR, atau Kritis) 2. Jenis yang memiliki resiko sangat tinggi untuk terancam (Endangered EN, atau Terancam) 3. Jenis yang memiliki resiko tinggi terancam punah di alam (Vulnerable VU, atau Rentan). 16

17 Jenis yang memiliki nilai keterancaman yang lebih rendah digolongkan dalam kategori mendekati terancam punah atau Near Threatened (NT). Jenis yang memiliki data sangat minim tetapi tidak memiliki cukup informasi untuk dinilai apakah memiliki resiko kepunahan digolongkan dalam kategori kurang data atau Data Deficient (DD). Selain kriteria menurut IUCN diatas, Daftar jenis yang dilindungi oleh Pemerintah Republik Indonesia (PI) seperti UU.No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem dan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang mengacu pada Noerdjito dan Maryanto (2001). Untuk kriteria-kriteria diatas, maka daftar jenis secara global terancam punah dalam IUCN Redlist. 17

18 BAB IV. HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN 4.1. Keanekaragaman Hayati Flora Komponen biologi biota darat terdiri dari flora dan fauna terestrial, salah satu komponen yang penting untuk dikaji dalam rona awal lingkungan hidup adalah mengkaji keberadaan keanekaragaman jenis flora dan fauna. Disuatu wilayah studi. Studi tentang keanekaragaman jenis flora (vegetasi) dapat menggambarkan stabilitas dari suatu ekosistem yang mendukung kehidupan satwa liar baik sebagai habitat, tempat berlindung dan berbiak, maupun sumber makanannya. Vegetasi merupakan kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu habitat tertentu. Bentuk vegetasi merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor lingkungan seperti tanah, air, iklim dan genetik. Setiap bentuk vegetasi umumnya terdiri dari banyak spesies tumbuhan dengan berbagai bentuk dan struktur serta jumlah populasinya Struktur Komposisi dan keanekaragaman flora Penentuan lokasi titik sampling di kawasan PT.PLN Indralaya berdasarkan arah yang masih memiliki tutupan lahan Berdasarkan lokasi pengamatan, maka dibuat jalur transek berplot (kuadran) berbentuk zig-zag dengan panjang transek 100 m untuk kawasan yang memiliki tutupan vegetasi yang masih rapat. Kawasan dipilih dikarenakan masih memiliki tutupan vegetasi yang baik (dilihat dari citra satelit google earth). Kemudian menurut Manuriet.al. (2011) menyatakan bahwa pohon dikelompokkan berdasarkan tingkat pertumbuhannya dan diukur pada sub plot yang berbeda pula. (1) Semai (DBH < 2cm) diukur dalam sub plot A ukuran 2m x 2m. (2) Pancang (2 cm < DBH < 10 cm) diukur dalam sub plot B ukuran 5m x 5 m. (3) Tiang (10 < DBH < 20) diukur dalam sub plot C ukuran 10m x 10m. (4) Pohon (DBH > 35) diukur dalam sub plot D ukuran 20m x 20m. 18

19 Gambar 4.1. Sketsa penempatan petak berplot Struktur dan komposisi vegetasi sangat diperlukan dalam analisis vegetasi seperti dapat mengetahui berapa kerapatan tumbuhan per individu, frekuensi, dominansi, indeks nilai penting serta indeks keanekaragaman (H ) pada suatu kawasan pengamatan. Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000), indeks nilai penting merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi pengamatan. Berikut indeks nilai penting hasil perhitungan pada tiaptiap tingkatan pertumbuhan yang disajikan pada tabel 4.1. berikut ini. Tabel 4.1. Indeks nilai penting (INP) Kategori Pohon No Jenis Vegetasi Tingkat Pohon Nama Lokal INP Pohon Petak 1 Petak 2 1 Acacia auriculiformis Akasia 100,41-2 Acacia mangium Akasia mangium 139,54 39,93 3 Alstonia scholaris Pulai 60,06-4 Artocarpus communis Sukun - 75,89 5 Cocos nucifera var.eburnea Kelapa gading 79,36 6 Swietenia mahagoni (L.)Jacq. Mahoni - 60,42 7 Leucaena leucocephala (Lam.) Petai cina - 44,40 Σ (Jumlah) Data yang didapat menunjukkan struktur dan komposisi tumbuhan yang nilainya bervariasi pada setiap jenis karena adanya perbedaan karakter masingmasing pohon. Menurut Kimmins (1987), variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi tumbuhan, dispersal dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap jenis sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing jenis. Indeks nilai penting dari tiap jenis yang terdapat pada Tabel 4.1. menunjukkan bahwa terdapat variasi yang mencolok mengenai INP dari 7 jenis pohon yang ditemukan. Pada Petak 1 pohon akasia jelas mendominasi di kawasan ini terlihat jenis Acacia auriculiformis (akasia daun kecil) dengan nilai penting 100,41 dan Acacia mangium (akasia daun besar) dengan nilai penting 139,54. Kawasan ini merupakan kawasan rawa yang mengering yang dibiarkan begitu saja tanpa adanya revegetasi sehingga jenis-jenis pohon yang adaptif bisa lebih bertahan hidup yang sebagian kawasan masih berupa rawa-rawa yang mengering terlihat dalam petak 1 hanya ada 1 jenis pohon selain dari akasia yaitu pohon pulai, beberapa jenis pohon lagi berada diluar petak 1 yaitu jenis 19

20 pohon gelam (Melaleuca leucadendron). Sehingga jelaslah tidak begitu banyak jenis yang ditemukan pada kawasan ini kecuali yang bisa beradaptasi dengan kawasan rawa, salah satunya jenis pohon akasia yang mudah beradaptasi dan daya adaptasi yang tinggi serta dapat bertahan hidup pada lahan semak belukar dan kebun budidaya masyarakat. Petak 2 memiliki 5 jenis pohon dengan nilai INP tertinggi pada jenis Cocos nucifera var. eburnea (kelapa gading) yaitu 79,36. Tipe vegetasi di kawasan ini berada di bagian dalam kawasan yang termasuk kebun campuran dan tanaman budidaya dilihat dari komposisi pohon yang ditemukan beberapa jenis pohon seperti Artocarpus communis (sukun), Cocos nucifera var. Eburnea (kelapa gading) dan Swietenia mahagoni (mahoni) yang memang sengaja ditanam dan dimanfaatkan sebagai tanaman budidaya dan peneduh atau pelindung. Tabel 4.2. Indeks nilai penting (INP) Kategori Tiang dan Pancang. Jenis Vegetasi Nama Lokal INP Tiang INP Pancang No Petak1 Petak 2 Petak1 Petak 2 1 Acacia mangium Akasia mangium 236,44 22,08 21,30-2 Hibiscus tiliaceus L. Waru 63, Mangifera sp. Mangga - 24, Swietenia mahagoni Mahoni - 219, Trema orientalis Anggrung - 33,57-6 Clibadium sp. Putihan ,57-7 Leucaena leucocephala Petai cina - 15,35-8 Fabaceae (Sp 1) ,22-9 Microcos paniculata Drewak ,64-10 Cassia sp. Casia ,93-11 Albizia saman Trembesi ,16 12 Psidium guajava Jambu biji ,84 Σ (Jumlah) Pada tingkat tiang pada petak 1 didominasi oleh jenis akasia daun lebar (Acacia mangium), dan waru (Hisbiscus tiliaceus) yang merupakan jenis pionir di daerah hutan semak belukar serta kebun campuran sedangkan pada petak 2 didominasi oleh jenis tanaman yang sengaja ditanam yaitu mahoni (Sweitenia mahagoni). Sedangkan pada tingkatan pancang pada petak 1 didominasi oleh jenis tanaman yang berasal dari famili Fabaceae dengan nilai penting 196,22, sedangkan jenis lainnya adalah Trema orientalis (Anggrung) dan yang lainnya. Pada petak 2 di dominasi oleh jenis tanaman budidaya seperti trembesi (Albizia saman) dan mahoni (Swetenia mahagoni) dengan nilai penting 108,16 dan

21 Tabel 4.3. Indeks nilai penting (INP) Kategori Semai (Tumbuhan Bawah) No Jenis Vegetasi Nama Lokal INP Semai Petak 1 Petak 2 1 Dracaera fragrans Sri gading 13,74-2 Melastoma affine Seduduk 11,67-3 Echinochloa crusgalli (L.) Rumput bebek 4,00-4 Echinochloa stagnina Rumput bebek 4,35-5 Passiflora foetida (L.) Ceplukan 4,58-6 Eupatorium odoratum(l.) Kerinyuh 23,37-7 Uraria lagopodioides (L.) Ekor kucing 3,32-8 Typhonium trilobatum(l.) Keladi tikus 3,55-9 Mikania micrantha Mikania 5,84-10 Nephrolepi sfalcata Paku sepat 3,89-11 Passiflora edulis Markisah 5,27-12 Acacia mangium Akasia mangium 6,17-13 Asplenium pellucidum Pakuan 4,46-14 Alocasiam acrorrhizavaiegata Talas 3,66-15 Aystasia intrusa Rumput gandarusa 8,35-16 Cyperus sphacelatus Rerumput 4,23-17 Cyperus flavidus Rerumput 5,49-18 Cyclosorus gongylodes Paku kadal 12,14-19 Mimosa pudica Putri malu 4,23 14,22 20 Piper caducibracteum Sirih hutan 14,20 4,18 21 Imperatacylindrica (L.) Ilalang 43,31 30,70 22 Leucaen aglauca Petai cina 4,92 7,07 23 Mimosa invisa Baret 5,27 18,40 24 Fimbristylis schoenoides Tumbaran/mendong - 24,03 25 Stachytarpheta jamaicensis Pecut kuda - 4,00 26 Digitaria adscendens Ceker Ayam - 14,22 27 Paspalum conjugatum Jukut pahit - 12,00 28 Kyllinga monocephala Rumput kenop - 4,18 29 Stachytarpheta indica Jaronglelaki - 9,96 30 Vernonia cinerea (L.) Sawi langit - 9,37 31 Cyperus difformis (L.) Jebungan - 4,00 32 Cyperus iria (L.) Menderong - 23,96 33 Cyperus polystanchyos Teki-tekian - 4,00 39 Cleome viscose (L.) Mamang - 15,70 Σ (Jumlah) Apabila dilihat dari struktur pertumbuhan yang normal pada hutan alam, indeks keanekaragaman jenis tingkat semai > tingkat pancang > tingkat tiang > tingkat pohon, sehingga regenerasi jenis tumbuhan dapat berjalan dengan baik. Bila pertumbuhannya tidak mengikuti pola tersebut atau terjadi gangguan pada salah satu tingkat, maka hutan tersebut bisa dikatakan sedang mengalami suksesi (Resosoedarmo, et all.,1992).jenis-jenis yang mendominasi atau yang berperan dalamkomunitas di tutupan lahan di loaksi pengamatan (nilai INP 10%), pada tabel diatas (pohon, tiang, dan pancang) menyebabkan tingkat 21

22 keanekaragaman tumbuhan menurun. Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat nilai penting tipe vegetasi alami yang dijumpai pada lokasi transek di wilayah studi sebenarnya juga ditumbuhi oleh jenis-jenis tumbuhan pada tingkat pohon dan tiang yang merupakan jenis pionir di daerah hutan semak belukar Sedangkan pada kelompok tingkat pancang yang berukuran DBH 10 cm nilai pentingnya didominasi oleh jenis Mahang (Macaranga spp). Tinjau belukar (Ixonanthes petiolaris) dan jenis mahoni (Swetenia mahagoni) Jenis tinjau belukar yang juga merupakan tumbuhan pionir pada ekosistem semak belukar yang biasanya muncul ketika setelah terjadi kebakaran hutan atau pembukaan lahan untuk kebun campuran. Tabel 4.4. Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Lokasi Pengamatan No Indekskenakeragaman (H') Petak 1 Petak 2 1 Pohon 1,04 1,57 2 Tiang 0,51 0,95 3 Pancang 1, Semai 2,8 2,74 Indeks keanekaragaman (diversity index) merupakan ukuran matematis bagi keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman memberikan informasi yang lebih baik tentang komposisi komunitas dibandingkan dengan kekayaan spesies yang dihitung secara sederhana (seperti jumlah spesies yang ada) serta telah memperhitungkan kelimpahan relative dari spesies-spesies yang berbeda.indeks keanekaragaman memadukan kekayaan dan kemerataan spesies kedalam satu nilai. Keanekaragaman jenis pada tingkat pohon di sekitar lokasi termasuk kategori diversitas tingkat sedang yaitu H = 1,04 sampai 1,57. menunjukkan tingkat pohon di dalam kawasan masih cukup beragam. Indeks keanekaragaman pada tingkat tiang termasuk rendah H <1 yang berkisar 0,51-0,95 menunjukkan tingkat tiang di dalam kawasan tidak terlalu beragam. sedangkan pada tingkat pancang indeks keanekaragamannya termasuk rendah sampai sedang berkisar (1,19 sampai dengan 1,21), sedangkan pada tingkat semai indeks keanekaragamannya sedang H > 1, yaitu berkisar 2,74 2,8. Hal ini menandakan pada tingkat semai dilokasi pengamatan di dominasi oleh tumbuhan bawah yang kondisi komunitasnya masih cukup stabil terbukti ditemukan setidaknya 39 jenis di dua lokasi petak pengamatan. Pada tingkat semai / herba nilai pentingnya masih di dominasi oleh jenis alang-alang 22

23 (Imperata cylindrica), Kerinyuh (Eupatorium odoratum) Mendong (Fimbristylis schoenoides) dan kelompok rerumputan seperti rumput belulang juga (Cyperus Iria) mendominasi secara keseluruhan pada lokasi studi untuk tumbuhan bawahnya di dominasi oleh jenis rerumputan dan ilalang, disebabkan karena jenis tersebut merupakan habitat yang cocok di lingkungan sekitar lokasi semak belukar dan bisa beradaptasi dengan baik terhadap faktor lingkungan yang ekstrim. apalagi tipe vegetasinya ditinjau tingkat kerapatan jenis pohonnya tidak terlalu tinggi seperti di hutan alami maupun hutan sekunder sehingga intensitas cahaya matahari mampu langsung menembus ke lantai hutan sehingga tumbuhan bawah yang bertipe pionir bisa tumbuh dan berkembang dengan cepat. Bagaimanapun, keberadaan berbagai jenis tumbuhan di wilayah studi ini sangat penting. Ditinjau dari aspek ekologis, keberadaan vegetasi ini tidak hanya sebagai habitat dan sumber makanan bagi satwa liar tetapi juga dapat berperan sebagai pelindung dari cahaya matahari dan penghasil oksigen. Berbagai jenis tumbuhan baik yang ditanam di sekitar lokasi kegiatan, maupun vegetasi yang tumbuh di pekarangan dan vegetasi yang relatif tumbuh alami di lokasi di sepanjang rencana tapak proyek kegiatam tersebut, masih mampu memberikan habitat dan sumber makanan bagi beberapa satwa liar seperti berbagai jenis burung, primata, mamalia, reptil, serta serangga. Untuk itu pengawasan dan pengelolaan oleh pihak terkait agar kawasan dpat berfungsi sebagai habitat dan pelindung satwa dapat terjaga dengan baik Vegetasi Pekarangan/Budidaya Di luar Petak Selain menggunakan metode petak berplot (kuadran), pengamatan lainnya dengan menggunakan metode observasi atau mengamati langsung kondisi di sekitar jalan menuju masing-masing petak maupun di sekitar petak dilingkungan pemukiman sekitarmya. Pengamatan ini berguna untuk data tambahan flora yang tidak termasuk ke dalam petak pengamatan. Data-data tumbuhan diluar petak pengamatan disajikan pada tabel 4.5. kebanyakan adalah jenis tanaman yang berfungsi sebgai pelindung atau peneduh dan sebagian lagi adalah pohon yang sengaja ditanam adalah pohon yang mempunyai buah. Jenis-jenis tanaman yang banyak di tanam sebagai tanaman budidaya (perkebunan) dan juga sebagai tanaman pekarangan diantaranya adalah 23

24 mangga, pepaya, nangka, pinang, rambutan dan singkong. Jenis-jenis vegetasi budidaya atau pekarangan di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Jenis-Jenis Tanaman Pekarangan/Budidaya di sekitar Kawasan dan Pemukiman No. Nama latin Nama Lokal Keterangan Estimasi perkiraan 1 Cocos nucifera Kelapa ++ 2 Mangifera indica Mangga ++ 3 Manihot Uttilisma Ubi kayu Manikara kauki Sawo + 5 Artocarpus comunnis Sukun ++ 6 Nephellium lappaceum Rambutan ++ 7 Durio zibethinus Durian 8 Persea americana Alpukat + 9 Swetenia mahagoni Mahoni Psidium guajava Jambu biji Carica papaya Pepaya Mimusops elengi Tanjung Zingiber officinale Jahe Musa spp. Pisang Phyllanthus acidus Ciremai + 16 Bambusa sp. Bambu + 17 Anona muricata Srikaya* ) + 18 Areca cathecu Pinang Artocarpus integra Nangka Artocarpus elastica Terap* ) + 21 Hibiscus rosasinensis Bunga sepatu* ) + 22 Leucaena glauca Petai cina + 23 Morinda aurantifolia Mengkudu* ) + 24 Palmae Palem hias* ) + 25 Parkia speciosa Petai besar* ) Piper nigrum Sirih + 27 Pithecellobium lobatum Jengkol* ) + 28 Delonix regia Flamboyan + 29 Hisbiscus tilliaceus Waru Ficus elastica Karet *) Citrus sp. Jeruk *) + 32 Samanea saman Trembesi + Sumber: Data Primer Tim Biologi April *) = Berdasarkan Informasi Jenis-jenis tanaman budidaya yang ditemukan di dalam pekarangan penduduk sekitar wilayah studi menunjukkan keanekaragaman yang rendah 24

25 sampai sedang Secara umum, jenis-jenis tanaman pekarangan/budidaya tersebut berfungsi sebagai pelindung dan tanaman hias/estetika, tanaman pagar dan peneduh, selain itu juga sering ditemukan tanaman hias serta ada juga beberapa tumbuhan yang dijadikan obat tradisional. Adanya beragam jenis tanaman di sekitar perkarangan rumah penduduk menunjukkan kepedulian mereka terhadap pentingnya nilai estetika lingkungan serta pentingnya tanaman obat untuk kesehatan mereka. Selain itu juga terdapat beberapa jenis tanaman yang berfungsi sebagai sumber makanan terutama buah-buahan. Selain menggunakan metode transek, pengamatan lainnya juga dengan menggunakan metode observasi atau mengamati langsung kondisi disekitaran jalan menuju masing-masing transek maupun di luar transek. Pengamatan ini berguna untuk data tambahan flora yang tidak termasuk ke dalam transek. Data-data tumbuhan diluar transek disajikan dalam bentuk tingkatan famili pada tabel dibawah berikut ini. Tabel 4.6. Data jenis tumbuhan berdasarkan tingkat famili diluar transek No. Nama Famili No Nama Famili 1 Acanthaceae 29 Fagaceae 2 Agavaceae 30 Gleicheniaceae 3 Aloaceae 31 Lamiaceae 4 Amaranthaceae 32 Lauraceae 5 Anacardiaceae 33 Leeaceae 6 Annonaceae 34 Liliaceae 7 Apocynaceae 35 Magnoliaceae 8 Araceae 36 Melastomataceae 9 Araliaceae 37 Meliaceae 10 Arecaceae 38 Moraceae 11 Aspleniaceae 39 Myristicaceae 12 Asteraceae 40 Myrtaceae 13 Bombacaceae 41 Nephrolepidaceae 14 Boraginaceae 42 Oxalidaceae 15 Burseraceae 43 Pandanaceae 16 Cannabaceae 44 Passifloraceae 17 Cannaceae 45 Phyllanthaceae 18 Caricaceae 46 Piperaceae 19 Casuarinaceae 47 Poaceae 20 Clusiaceae 48 Rosaceae 21 Commelinaceae 49 Rubiaceae 22 Cyperaceae 50 Rutaceae 23 Davalliaceae 51 Sapindaceae 24 Dianellaceae 52 Sapotaceae 25 Dilleniaceae 53 Solanaceae 26 Dipterocarpaceae 54 Theaceae 27 Euphorbiaceae 55 Rosaceae 28 Fabaceae 56 Zingiberaceae 25

26 Dari Tabel 4.6. diatas dapat dilihat bahwa ditemukan paling tidak 56 famili yang tersebar di dalam kawasan dan di luar sekitar kawasan.. Famili yang paling banyak ditemui yaitu dari famili pada tingkat tumbuhan bawah seperti Cyperaceae, Euphobiaceae, Magnoliaceae dan Melastomaceae serta famili Poaceae. Beberapa dari famili Melastomataceae dan famili lainnya memang sering dijumpai didaerah tropis baik dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Sedangkan famili yang paling sedikit ditemui yaitu dari famili Acanthaceae, Agavaceae, Aloaceae, Amaranthaceae, Anacardiaceae, Annonacea, Apocynaceae dan beberapa famili lainnya Daftar Jenis flora Bernilai Guna dan Konservasi Tinggi Tidak ditemukan jenis-jenis pohon yang dilindungi di dalam maupun diluar sekitar kawasan berdasarkan Lampiran SK Menteri Pertanian No.54/Kpts/Um/2/1972 tentang pohon pohon didalam kawasan hutan yang dilindungi. hal ini disebabkan karena kawasan bukan merupakan kawasan hutan atau kawasan lindung tetapi berada dilingkungan perkotaan sehingga tidak ditemui jenis-jenis pohon yang dilindungi, namun beberapa jenis tanaman atau pohon yang dilindungi bisa untuk dikembangkan dan dikonservasi beberapa jenis pohon yang dilindungi atau tanaman yang dilindungi yang disarankan adalah Kayu manis (Cinnamomum burmanii), kayu hitam (Diospyros sp.) dan kemiri (Aleurites molluccana). Habitat dari suatu jenis vegetasi tumbuhan serta kondisi pertumbuhannya dapat memberikan gambaran fungsinya dalam meningkatkan kualitas lingkungan baik sebagai pelindung, peredam suara dan estetika peningkatan kualitas lingkungan yang diperankan oleh tumbuhan adalah karena kemampuannya untuk melakukan proses fotosintesis yang dapat menyerap gas CO 2 dan menghasilkan oksigen (O 2 ) yang bermanfaat bagi manusia, hewan untuk proses respirasi, selain itu keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi pada suatu lokasi akan mendukung keanekaragaman jenis satwa liar, hal ini disebabkan karena masing-masing satwa liar memiliki relung ekologi (niche) dan kesesuaian pakan alami yang berbeda pada suatu habitat. Apabila kita tinjau dari sensivitas ekologinya masih banyak ditemukan jenis burung pemakan buah, maka perlu memperkaya kawasan dengan jenis-jenis pohon yang berbuah seperti pohon 26

27 ciremai, tampui serta juga perlu memperkaya kawasan dengan jenis tanamantanaman lokal yang khas seperti duku (Nephelium lappaceum), Jeruk kuek (Citrus sp.) dan kemang (Mangifera kemanga) Keanekaragaman Hayati Fauna Keanekaragaman fauna sangat penting untuk mendeskripsikan struktur komunitas pada habitat yang ditempati. Keanekaragaman fauna di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Ukuran luas habitat. Semakin luas habitatnya, cenderung semakin tinggi keanekaragaman jenis fauna. 2. Struktur dan keanekaan jenis vegetasi. Di daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi maka jenis keanekaan jenis hewannya termasuk burung tinggi pula. 3. Keanekaragaman dan tingkat kualitas secara umum di suatu lokasi. Semakin majemuk habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaragaman. 4. Pengendali ekosistem yang dominan. Keanekaragaman jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Jumlah satwa liar pada habitatnya di alam bebas atau dalam suatu kawasan merupakan salah satu bentuk potensi kekayaan keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang perlu kita lindungi, Untuk dapat mengetahui keberadaan jumlah kekayaan dan jenis satwa liar tersebut perlu adanya inventarisasi jenis satwa liar, Survey dan monitoring fauna sangat penting dilakukan agar habitat alami bagi fauna tetap terpelihara. Dengan keberadaan habitat alami yang tetap terpelihara maka spesies fauna asli maupun introduksi lebih dapat terpelihara populasinya. Khususnya bagi species yang dilindungi peraturan perundangan nasional Indonesia dan regulasi internasional. Pengamatan satwaliar di wilayah PLN Indralaya meliputi kelas Aves, Herpetofauna, Mammalia.serta beberapa jenis yang mewakili kelas Insecta atau kelompok serangga yaitu kupu-kupu dan capung. Beberapa diantara satwaliar tersebut termasuk kedalam golongan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999, kemudian dikelompokkan status konservasinya berdasarkan Redlist IUCN. Adapun hasil yang didapatkan 27

28 berdasarkan hasil pengamatan adalah seperti yang tersaji pada tabel berikut ini Keanekaragaman Kelas Aves Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan didapatkan 21 jenis burung yang terdapat di lokasi pengamatan. Daftar jenis burung yang teridentifikasi pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7. Jenis burung di sekitar wilayah kerja PT PLN (Persero) Indralaya Status Lokasi No Nama Indonesia Nama Ilmiah Perlindungan PP IUCN Satwa 1 Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster TD LC RTH & SB 2 Merbah Cerucuk Pycnonotus goiavier TD LC RTH & SB 3 Perkutut Jawa Geopelia striata TD LC RTH & SB 4 Tekukur Biasa Spilopelia chinensis TD LC RTH & SB 5 Burung Madu Kelapa Anthreptes malacensis DL LC RTH 6 Burung Gereja Passer montanus TD LC RTH & SB 7 Bondol Peking Lonchura punctulata TD LC SB 8 Layang Layang api Hirundo rustica TD LC RTH & SB 9 Cinenen Kelabu Orthotomus ruficeps TD LC SB 10 Kareo Padi Amaurornis phoenicurus TD LC SB 11 Cekakak Sungai Todiramphus chloris DL LC SB 12 Caladi Tilik Dendrocopos moluccensis TD LC SB 13 Cabai Jawa Dicaeum trochileum TD LC RTH 14 Sikatan Bubik Muscicapa dauurica TD LC SB 15 Burung Madu Sriganti Nectarinia jugularis DL LC RTH 16 Bentet Kelabu Lanius schach TD LC RTH & SB 17 Kekep Babi Artamus leucorynchus TD LC RTH & SB 18 Cekakak Belukar Halcyon smyrnensis DL LC SB 19 Cabai Merah Dicaeum cruentatum TD LC RTH 20 Bangau Tong Tong *) Leptoptilos javanicus DL VU SB 21 Perenjak Jawa Prinia familiaris TD LC RTH & SB 21 Jenis Burung Keterangan: PP = Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa IUCN = International Union For Conservation Of Nature ; LC= least concern, VU=Vulnerable RTH = Ruang terbuka hijau PT. PLN Indralaya SB = Semak Belukar TD = Tidak Dilindungi DL = Dilindungi *) = Ditemukan diluar area lokasi / tidak menetap 28

29 Secara umum jenis burung yang teridentifikasi kebanyakan dan mendominasi di areal kawasan merupakan jenis burung yang biasa dijumpai di pekarangan rumah atau areal perkebunan, seperti burung Cucak kutilang, Gereja erasia, Bondol peking, layang layang. Namun beberapa juga ditemukan burung yang merupakan jens dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun Di lokasi studi setidaknya ditemukan 5 jenis burung yang dilindungi, burung tersebut yaitu; Burung Madu-kelapa, Burung Madu-sriganti, yang merupakan jenis burung kelompok Nectarinidae, karena peranannya ebagai penyerbuk dan penyebar biji maka jenis ini dilindungi oleh PP.No.7 Tahun Jenis burung lainnya yang dilindungi yaitu Cekakak Sungai, Cekakak Belukar dan Bangau Tong-tong. Khusus untuk jenis Bangau tong-tong, selain dilindungi berdasarkan Peraruran Pemerintah, jenis ini juga termasuk satwa yang rentan (Vulnerable) berdasarkan International Union For Conservation of Nature (IUCN), namun jenis ini bukan tipe burung penetap akan tetapi jenis burung migran yang berada di kawasan perairan, dan kebetulan teramati ketika pengamatan satwa dalam kawasan PT.PLN Indralaya. Gambar 4.2. Bangau tong-tong terbang diluar area kawasan Pada saat pengamatan, bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus) terlihat terbang jauh di udara di atas semak belukar dan rawa. Mackinnon et al. (2010) menyatakan jenis ini sering kelihatan melayang-layang di udara dalam kelompok kecil dengan bangau lain atau malah dengan elang. Bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus) juga memiliki kebiasaan mengunjungi sawah, padang rumput terbuka, lumpur, dan mangrove). 29

30 Adanya RTH di wilayah studi sangat berperan dalam menjaga habitat dari kelompok burung, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan analisis data indeks keanekaragaman jenis burung yang terdapat di 2 tipe vegetasi yaitu RTH dan semak belukar tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Indeks keanekaragaan 2,33 pada vegetasi RTH berbanding 2,54 pada vegetasi semak belukar. Perbandingan tersebut tidak cukup signifikan karena berdasarkan nilai indeks keduanya termasuk dalam kategori sedang (indeks H = 1-3). Indeks keanekaragaman dapat dilihat pada grafik indeks keanekaragaman berikut; Gambar 4.3. Indeks keanekaragaman jenis burung RTH dan Semak Belukar Penanaman jenis tumbuhan berbuah pada RTH di wilayah kerja PT. PLN Indralaya dapat menarik perhatian bagi jenis burung pemakan buah dan penghisap nektar. Tanaman seperti buah cheri sangat diminati oleh beberapa jenis burung termasuk jenis burung Madu-kelapa, dan burung Madu-sriganti yang merupakan jenis dilindungi. Dengan demikian pengaruh positif adanya RTH disuatu wilayah dapat menyediakan habitat bagi jenis burung termasuk menyediakan pakan, tempat bermain dan bersarang. 30

31 Gambar 4.4. Jenis burung madu sriganti (betina) di RTH PT. PLN Indralaya Keanekaragaman Kelas Herpetofauna Herpetofauna merupakan binatang melata memiliki ukuran tubuh yang bermacam-macam, namun memiliki keseragaman yaitu berdarah dingin / poikilotermik. Fauna ini menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungannya. Kelompok ini diklasifikasikan menjadi 2 kelas yaitu, kelas amphibia dan reptilia berdasarkan beberapa ciri yang berbeda dan mencolok. Berdasarkan hasil pangamatan yang telah dilakukan,terdapat 10 jenis Herpetofauna yang terdapat di lokasi studi, terdiri dari 6 jenis amfibi dan 4 jenis reptil dan 2 jenisnya dilaporkan berdasarkan dari hasil wawancara dengan para petugas PT.PLN Indralaya. Daftar jenis Herpetofauna yang teridentifikasi pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel Berikut ini: Tabel 4.8. Jenis Herpetofauna di sekitar wilayah kerja PT PLN (Persero) Indralaya No Nama Nama Ilmiah Status perlindungan Lokasi Satwa PP IUCN 1 Kodok buduk Bufo melanostictus TD LC RTH & SB 2 Katak sawah Fejervarya cancrivora TD LC RTH & SB 3 Katak tegalan Fejervarya limnocharis TD LC RTH & SB 4 Katak Limnonestes sp. TD LC RTH & SB 5 Katak-pohon bergaris Polypedates leucomystax TD LC RTH & SB 6 Kongkang gading Hylarana erythraea TD LC RTH & SB 7 Cicak kayu Hemidactylus frenatus TD LC RTH & SB 8 Kadal kebun Eutrophis multifasciata TD LC RTH & SB Biawak air asia Kadal rumput Ular Kobra *) Varanus salvator Takydromus sexlineatus Naja sumatrana TD TD TD LC LC LC RTH & SB RTH RTH & SB 31

32 12 Ular Sawo *) Phyton reticulatus TD LC SB 12 Jenis Herpetofauna Keterangan: PP = Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. IUCN = International Union For Conservation Of Nature ( LC= Least concern) TD = Tidak Dilindungi RTH = Ruang terbuka hijau PT. PLN SB = Semak Belukar *) = wawancara Jenis-jenis dari kelompok herpetofauna yang di temukan di sekitar wilayah kerja PT PLN (Persero) Indralaya, merupakan jenis yang umum di jumpai, dimana jenis-jenis ini hidup tempat terbuka, berada dekat dengan hunian manusia, dan cenderung bisa menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Jenis-jenis diatas merupakan jenis herpetofauna generalis. Meskipun demikian, banyaknya keberadaan herpetofauna di kawasan ini menandakan bahwa kawasan ini dapat dijadikan sebagai habitat herpetofauna. Secara umum herpetofauna pada studi ini ditemukan pada vegetasi RTH dan juga semak belukar. Adapun herpetofauna biasanya ditemukan pada lokasi yang dekat dengan air, baik di RTH maupun di semak belukar. Pada lokasi RTH adanya aliran drainase dan rencana kolam ikan menjadi tempat bagi herpetofauna seperti jenis kodok untuk berkembang biak dengan meletakan telur-telurnya. dan juga biawak sering mencari sumber makanan dekat aliran air yang ada di dekat RTH. Pada lokasi semak belukar, adanya rawa yang tergenang air dimanfaatkan herpetofauna menjadi salah satu tempat habitatnya. Jenis herpetofauna yang teridentifikasi merupakan jenis yang tidak dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun Berdasarkan status perlindungan IUCN, semua jenis yang ada merupakan jenis yang beresiko rendah (Least Concern). Indeks keanekaragaman jenis herpetofauna di vegetasi RTH (2,01) dan semak belukar (2,05) keduanya termasuk dalam kategori sedang. 32

33 Gambar 4.5. Indeks keanekaragaman herpetofauna di RTH dan semak belukar A B C D Gambar 4.6. A.Jenis Fejervarya limnocharis,b. Bufo Melanostiscus C. Varanus Salvator di RTH dan D. Eutropis multifasciata di SB keanekaragaman Kelas Mamalia 33

34 Mamalia atau binatang menyusui adalah kelas hewan vertebrata yang terutama dicirikan oleh adanya kelenjar susu, yang pada betina menghasilkan susu sebagai sumber makan anaknya, adanya rambut, dan tubuh yang endoterm atau "berdarah panas. Berdasarkan hasil pangamatan yang telah dilakukan,terdapat 10 jenis mamalia yang terdapat di lokasi studi. Kelompok mamalia yang terdapat di wilayah studi meliputi mamalia kecil dan besar. Adapun sebagian besar mamalia tersebut bersarang di semak belukar, namun adanya vegetasi RTH sering dijadikan tempat bermain, mencari makan dan melakukan aktivitas lainnya. Jenis lutung (Presbytis melalophos) dan kera ekor panjang (Macaca fascicularis), biasanya datang ke RTH pada waktu sore hari, Sedangkan jenis codot yang aktif dimalam hari teramati setelah terperangkap pada jaring di sekitar area RTH. Jenis mamalia seperti babi tidak ditemukan di area RTH, dikarenakan terdapat pagar pembatas antara RTH dan semak belukar, hal tersebut sengaja dilakukan karena mamalia jenis ini dikhawatirkan akan merusak tanaman yang terdapat di RTH, Babi teramati hanya jejaknya di bagian belakang RTH atau tepatnya di kawasan semak belukar, sedangkan ditemukan 1 jenis yang dilindungi berdasarkan informasi di sekitar lokasi pernah dijumpai jenis berang-berang sumatera (Lutra Sumatrana), hal ini dapat dimaklumi karena kawasan bagian belakang masih memungkinkan untuk menyediakan habitat terkait kondisi habitat yang di belakang merupakan kawasan rawa yang bisa dijadikan sebagai tempat habitatnya. Daftar jenis mamalia yang teridentifikasi pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.9. Berikut ini: Tabel 4.9. Jenis Mamalia di sekitar wilayah kerja PT PLN (Persero) Indralaya No Nama Nama Ilmiah Status Perlindungan Lokasi Satwa PP IUCN 1 Tikus pohon Rattus tiomanicus TD LC SB 2 Tupai tanah Tupaia tana TD LC SB 3 Berang berang Lutra Sumatrana* ) DL EN SB 4 Codot besar Cynopterus titthaecheilus TD LC RTH & SB 5 Codot Cynopterus horsfieldii TD LC RTH & SB 6 Bajing Callosciurus notatus TD LC SB 7 Lutung Presbytis melalophos TD LC RTH & SB Babi Musang Kera ekor pnjang Sus Scrofa Paradoxurus hermaphrodites Macaca fascicularis TD TD TD LC LC LC SB RTH SB 34

35 Keterangan: PP Tumbuhan 10 Jenis mamalia = Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis dan Satwa TD = Tidak Dilindungi, DL = Diindungi IUCN = International Union For Conservation Of Nature (LC= least concern) E = Endangered) RTH = Ruang terbuka hijau PT. PLN dan SB = Semak Belukar *) = Berdasarkan Informasi wawancara atau jejak. A B 35

36 C D Gambar 4.7. A.Jenis Cynopterus horsfieldii,b. Rattus tiomanicus C. Kotoran Musang di RTH dan D. Presbytis melalophos di SB. Gambar 4.8. Indeks keanekaragaman mamalia di RTH dan semak belukar Adapun indeks keanekaragaman mamalia yang terdapat di RTH dan semak belukar 1,05 1,58. Indeks keanekaragaman jenis pada lokasi dengan vegetasi semak belukar lebih besar dibandingkan dengan indeks keanekaragaman jenis di lokasi dengan vegetasi RTH. Kategori indeks keanekaragaman baik di RTH maupun di semak belukar termasuk kategori sedang (rendah <1; sedang 1-3, tinggi >3). Jenis-jenis dari kelompok mamalia yang dapat dijumpai secara langsung pada umumnya adalah hewan arboreal seperti tupai, kera ekor panjang dan lutung Informasi keanekaragaman Serangga a. Jenis-jenis Capung Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi. Jumlahnya melebihi semua hewan daratan lainnya dan terdapat di mana-mana. 36

37 salah satu kelompok serangga adalah capung. Capung merupakan salah satu serangga yang sering kita lihat di tempat-tempat tertentu seperti taman, rawa, ruang terbuka hijau atau sekitar rumah. Seperti pada kupu-kupu dan lebah, capung juga mengalami metamorfosis dalam periode kehidupannya. Bedanya, serangga kupu-kupu mengalami metamorfosis sempurna, sedangkan capung tidak, atau hanya mengalami metamorfosis tidak sempurna. Di mulai dari telur kemudian menjadi larva dan akhirnya menjadi capung dewasa yang dapat terbang indah. Tabel Jenis capung di sekitar wilayah kerja PT PLN (Persero) Indralaya No Nama Indonesia Nama Ilmiah Status perlindungan PP IUCN 1 Capung kuning Crocothemis servilia TD LC 2 Capung tengger biru Diplacodes trivialis TD LC 3 Capung tengger jala tunggal Neurothemis ramburii TD LC 4 Capung sambar hijau Orthetrum sabina TD LC 5 Capung sambar perut putih Pothamarcha congener TD Ceriagrion cerinorubellum TD LC 7 - Brachythemis contaminata TD LC Capung tentara - Rhyothemis Phyllis Paragomphus capricornis Lathericista asiatica TD TD TD LC LC LC 10 jenis capung Keterangan: PP = Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (TD= Tidak Dilindungi) IUCN = International Union For Conservation of Nature ( LC = Least concern) Dari hasil survey lapangan di dalam kawasan PT PLN Indralaya, setidaknya ditemukan 10 jenis capung yang terdapat didalamnya. dan yang paling banyak ditemukan adalah jenis capung sambar hijau, capung kuning yang ditemukan diarea bagian belakang di semak belukar, hal ini dikarenakan di kawasan tersebut masih banyak terdapat perairan rawa yang menjadi sumber kehidupan dari kelompok capung disini. Jenis capung bereperan sebagai predator yang membantu populasi kontrol serangga berbahaya, seperti nyamuk, capung juga dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas lingkungan khususnya kawasan yang berada di dekat perairan. 37

38 A B C D E F Gambar 4.9. A. Crocothemis servilia, B. Neurothemis ramburii, C. Pothamarcha congener, D. Ceriagrion cerinorubellum E. Lathericista asiatica dan F. Orthetrum sabina b. Jenis Kupu-Kupu Salah satu dari kelompok serangga lainnya yaitu dari Ordo Lepidoptera yang paling mudah dikenali diantara jenis serangga lainnya karena memiliki tampilan warna yang menarik dan indah. Menurut Peggie (2011), Lepidoptera berasal dari kata Latin, Lepido- (berarti sisik) dan kata Yunani pteron (berarti 38

39 sayap). Sisik pada sayap inilah yang membuat corak dan tampilan menarik pada kupu-kupu. Kupu-kupu memiliki nilai ekonomi karena keindahannya sehingga dapat dijadikan koleksi dan menjadi inspirasi lukisan dan motif batik industri garmen. Selain itu, kupu-kupu juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dari hasil Survei di dalam kawasan PT.PLN Indralaya ditemukan setidaknya 21 jenis kupu-kupu, banyak jenis kupu-kupu di dalam kawasan ini menunjukkan masih banyaknya terdapat tumbuhan inang maupun sumber nektar bagi fase dewasanya, seperti Lantana camara (Saliara) yang paling diminati kelompok Papilionidae, Nymphalidae, dan Pieridae serta jenis tanaman herbaceous lainnya. Tabel Jenis kupu-kupu di sekitar wilayah kerja PT PLN (Persero) Indralaya No Jenis kupu-kupu Status perlindungan PP IUCN 1 Amathusia phidippus TD LC 2 Athyma nefte TD LC 3 Appias libhytea TD LC 4 Cupha erymantis TD LC 5 Eurema sari TD LC 6 Eurema hecabe TD LC 7 Graphium agamemnon TD LC 8 Graphium doson TD LC 9 Graphium sarpedon TD LC 10 Hypolimnas bolina TD LC 11 Hypolimnas missipus TD LC 12 Junonia almana TD LC 13 Junonia Iphita TD LC 14 Junonia orithya TD LC 15 Leptosia nina TD LC 16 Mycalesis mineus TD LC 17 Neptis hylas TD LC 18 Ideopsis juventa TD LC 19 Papilio memnon TD LC 20 Papilio polytes TD LC 21 Zizina otis TD LC 21 Jenis kupu-kupu 39

40 A B C D 40

41 E F G H Gambar A. Ideopsis juventa, B. Hypolimnas bolina C. Junonia orithya D. Neptis hylas E. Eurema hecabe F.Mycalesis mineus G. Leptosia nina dan H.Junonia almana 41

42 Rp/Ex CITES GoI IUCN Kupu-kupu termasuk dalam keanekaragaman hayati yang harus dijaga agar tidak mengalami kelangkahan maupun kepunahan dalam keanekaragaman jenisnya. Keberadaan kupu-kupu dipengaruhi oleh kondisi habitatnya, habitat dengan vegetasi perdu dan pohon yang berakar kuat, serta adanya area perairan, seperti sungai, danau, ataupun rawa. Kerusakan alam seperti berubahnya fungsi areal hutan yang merupakan habitat bagi kupu-kupu, dapat menyebabkan berkurangnya jumlah maupun jenis kupu-kupu. Selain mempunyai peranan penting peranan penting dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan bertindak sebagai penyerbuk (pollinator) pada proses pembuahan bunga bersama hewan penyerbuk lainnya.kupu-kupu juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator lingkungan. Manfaat lain sebagai koleksi dalam bentuk spesimen, hiasan dinding, tatakan gelas dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Dari segi konservasi, pemanfaatan kupu-kupu secara komersial dapat dijadikan sarana pendidikan bagi masyarakat. Pada dasarnya konservasi tidak saja perlindungan dan pelestarian tetapi juga pemanfaatan secara berkelanjutan Daftar Jenis Fauna Bernilai Konservasi Tinggi Terdapat 8 jenis yang bernilai konservasi tinggi. Adapun rinciannya adalah 6 jenis dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia dan 3 jenis masuk dalam Appendix II CITES dan 1 jenis masuk dalam Appendix I CITES. Tabel Jenis fauna bernilai konservasi tinggi yang tercatat dalam kawasan No Nama Ilmiah Nama Indonesia Mamalia 1. Trachypithecus cristata Lutung kelabu NT PI II 2. Lutra sumatrana Berang sumatra EN PI I Ex Burung 3 Tyto alba Serak Jawa II 4 Leptoptilos javanicus Bangau tong-tong II 5 Halcyon chloris Cekakak sungai PI 6 Nectarinia jungularis Burung madu sriganti PI 7 Halycon symrnsis Cekakak belukar PI 8 Anthreptes malacensis Burung-madu kelapa PI Keterangan PI : Status perlindungan Indonesia, Apendiks I adalah daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Apendiks II adalah daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Status IUCN: EN (Endangered), NT (Near Threatened). 42

43 Ada 5 jenis fauna yang dilindungi Undang-undang Republik Indonesia selama survei berlangsung (lihat tabel 4.12.) yaitu seperti pada kelompok Aves dari Alcedinidae seperti jenis cekakak sungai (Halcyon chloris), Cekakak belukar (Halycon symrnsis), serta dari kelompok burung madu terkait fungsinya sebagai penyerbuk dan pemencar biji sehingga jenis ini merupakan salah satu kelompok aves yang dilindungi adapun jenisnya adalah burung madu kelapa (Anthreptes malacensis) dan burung madu sriganti (Nectarinia jungularis). Dari kelompok mamalia ada jenis yang dilindungi yaitu lutung kelabu (Trachypithecus cristata) dan berang berang sumatera (Lutra sumatrana) berdasarkan IUCN 2015 status konservasi kedua jenis ini status konservasinya Near Thereatened dan Endangered. Hutan merupakan sumber daya hayati yang dapat diperbaharui. meskipun demikian tidak berarti bahwa hutan dibiarkan begitu saja tanpa pengelolaan yang baik. Sebaliknya, hutan harus dikelola dengan baik dengan memperhatikan aspek-aspek yang ada untuk menuju pada suatu pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi dengan berbagai tipe habitat pada suatu lokasi akan mendukung keanekaragaman jenis satwa liar, hal ini disebabkan karena masing-masing satwa liar memiliki relung ekologi (niche) dan kesesuaian pakan alami yang berbeda pada suatu habitat. 43

44 V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1.Kesimpulan Hasil Studi Selama survey di kawasan Wilayah kerja di PT.PLN Indralaya maka didapatkan beberapa kesimpulan yang terkait dengan studi kegiatan ini yaitu : 1. Untuk keanekaragaman hayati flora, terdapat setidaknya 56 famili, komposisi nilai penting terutama pada tingkat pohon terutama pada lokasi RTH masih didominasi oleh pohon mahoni dan untuk jenis vegetasi alaminya dikawasan semak belukar didominasi oleh pohon akasia dan gelam, serta selebihnya didominasi oleh tumbuhan bawah. Berdasarkan pengamatan pohon tidak terlalu beragam dan pola pertumbuhan tanaman mengalami regenerasi yang kurang baik (terganggu) atau sedang mengalami suksesi. 2. Untuk Keanekaragaman hayati fauna khususnya satwa liar setidaknya tercatat total 43 jenis yang tergolong kedalam keanekaragaman tingkat sedang. yang terdiri dari 21 jenis kelas aves dengan indeks keanekaragaman berkisar 2,33-2,54, 10 jenis kelas mamalia dengan Indeks Keanekaragaman 1,05-1,58 dan kelompok Herpetofauna terdiri dari 6 jenis amfibi dan 6 jenis Reptil dengan indeks Keanekaragaman 2,01-2, Status keanekaragaman hayati fauna terdapat Terdapat 8 jenis yang bernilai konservasi tinggi. Adapun rinciannya adalah 6 jenis dilindungi oleh Undangundang Republik Indonesia dan berdasarkan status IUCN 2 jenis yang dilindungi tersebut termasuk status konservasinya Near Thereatened (NT) dan E (endangered). Jenis tersebut yaitu lutung kelabu (Trachypithecus cristata) dan berang berang sumatera (lutra sumatrana).dan 3 jenis masuk dalam Appendix II CITES dan 1 jenis masuk dalam Appendix I CITES Rekomendasi Hasil Studi 44

45 Berdasarkan atas hasil studi di kawasan wilayah kerja PT.PLN Indralaya maka dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Karena masih banyak lahan kosong terutama lahan di bagian belakang Kawasan konservasi PT.PLN Indralaya maka disarankan penataan kembali melalui revegetasi yang terencana dengan menambahkan jenis pohon penghijauan untuk pelindung dan penyerap karbon seperti trembesi dan pohon yang berbuah sebagai sumber pakan untuk fauna khususnya burung tampui, cheri dan jambu-jambuan. 2. Lahan yang masih terbuka bisa dimanfatkan untuk membuat taman keanekaragaman hayati untuk pohon-pohon khas sumatera selatan dan juga penangkaran kupu-kupu terutama untuk penangkaran jenis kupukupu yang dilindungi mengingat jenis kupu dan sumber pakan banyak ditemukan di sekitar kawasan PT.PLN Indralaya. 3. Disarankan juga kepada pihak PT.PLN Indralaya, untuk memanfaatkan lahan sekitar perairan untuk membuat kolam sebagai lokasi konservasi penangkaran jenis ikan yang dilindungi salah satunya jenis Ikan khas Sumatera Selatan adalah ikan Belida. 4. Disarankan kepada pihak PT.PLN Indralaya untuk mengadakan kerjasama dengan intansi lain untuk melakukan monitoring biodiversity flora-fauna Per semester guna mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang flora-fauna dan perubahan keanekaragamannya di dalam dan yang ada di sekitar kawasan. DAFTAR PUSTAKA 45

46 Alikodra HS Pengelolaan satwa liar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Jilid I, IPB, Bogor Birdlife International Threatened birds of Asia: The Birdlife International Red Data Book. Cambridge, UK: Birdlife International. BirdLife International Species factsheet. Downloaded from visited 7 Oktober 2014 Cox, M.J., van Dijk, P.P. Nabhitabhata, J. & Tirakhupt, K A photographic guide to snakes and other reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. New Holland Publisher, UK. Das, I A naturalist s guide to the snakes of South-East Asia. John Beaufoy Publishing, UK. Das, I A field guide to the reptiles of South-East Asia. New Holland Publisher, UK. Fachrul, M Metode Sampling Bioekologi. Cetakan Pertama. Bumi Aksara. Jakarta. Francis, C.M A field guide to the mammals of South-East Asia. New Holland Publisher, UK. Fachrul, M Metode Sampling Bioekologi. Cetakan Pertama. Bumi Aksara. Jakarta. Holmes, D. & Nash, S Burung-burung di Sumatera dan Kalimantan. Puslitbang Biologi LIPI-Birdlife International Indonesia Programme. Iskandar, D.T Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi-LIPI. Iqbal, M Survei avifauna perkebunan kelapa sawit dan pabrik PT Karya Prima Agro Sejahtera Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Laporan untuk Daemeter Consulting (Tidak dipublikasi). Iqbal, M Ikan-ikan di hutan rawa gambut Merang-Kepayang dan sekitarnya. Merang REDD Pilot Project, Palembang. Iqbal, M. & Setijono, D Burung-burung di hutan rawa gambut Merang- Kepayang dan sekitarnya. Merang REDD Pilot Project, Palembang. Kimmins, J.P Forest Ecology. New York: Macmillan Publishing Co. Krebs CJ Ecology Methodology : The Exprimental Analysis of Distribution and Abudance. New York: Harper and Row Publishers. 46

47 Kuncoro SA, van Noordwijk M, Martini E, Saipothong P, Areskoug V, Ekadinata A, dan O Connor T Rapid Agrobiodiversity Appraisal (RABA) in The Contex of Environmental Service Rewards. Bogor, Indonesia. Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Tropenbos International Indonesia Programme, Balikpapan. Kotellat M and A.J Whitten, S.N. Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Singapore: Periplus Editions Limited. 271 p. Mackinnon, J., K. Phillips & Balen, B. V Burung-burung di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Birdlife International Indonesia. Programme Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. Manuri, S, Putra, C, Saputra, A Teknik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan, Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation- GIZ, Palembang. GIZ. Palembang: viii + 63 hlm. Mckay, J.L Reptil dan Amphibi di Bali. Krieger Publishing Company, Bali. Noerdjito M. & Maryanto I Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundangundangan Indonesia. Museum Zoologicum Bogoriense, LIPI, The Nature Conservancy and USAID, Cibinong, Indonesia. Noerdjito W A dan Maryanto I Metode survey dan Pemantauan populasi satwa. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. 30+v hal. Odum EP Dasar-dasar Ekologi. Tjahjono Samingan, Penerjemah; Yogyakarta : Edisi Ke-3. Universitas Gadjah Mada. Terjemahan dari : Fundamental of Ecology Payne, J, Francis, C. M., Phillips, K. Dan Kartikasari, S N Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak, dan Brunei Darusalam. WCS-International programme. Prijono, SN, Peggie, D, Mulyadi Pedoman Panduan Pengumpulan Data Keanekaragaman Fauna. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Cibinong, Bogor. Sheperd, C.R. & Sepherd. L.A A naturalist s guide to the Mammals of South-East Asia. John Beaufoy Publishing, UK.. Soerianegara, Ishemat dan Indrawan, Andry Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47

48 Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp & Muchtar, M Daftar Burung Indonesia No. 2. The Indonesian Ornithologist s Union/LIPI/OBC Smythies Fund/Gibbon Foundation, Bogor. Sundarapandian, S.M. and P.S. Swamy Forest ecosystem structure and composition along an altitudinal gradient in the Western Ghats, South India. Journal of Tropical ForestScience 12(1): Tilford, T A photographic guide to the birds of Java, Sumatra and Bali. New Holland Publishers, UK. Talvi, T., Insects as a Tool in Environmental Monitoring in The Vidumae Natur Reserve, Ectonia. USA. Dikunjungi 21 Apilr Dikunjungi 21 April Lampiran 1. Beberapa foto fauna di kawasan PT. PLN. Indralaya. 48

49 A C B D E F Keterangan : (A). Artamus leucorynchus, (B).Todiramphus chloris. (C) Lonchura punctulata. (D).Geopelia striata. (E). Dicaeum cruentatum jantan. (F).Anthreptes malacensis 49

50 G H I J K L M N Keterangan : (G). Pycnonotus goiavier, (H).Lanius schach. (I).Dicaeum cruentatum betina. (J). Passer montanus. (K). Muscicapa dauurica.(l).nectarinia jugularis (M).Pycnonotus aurigaster. (N).Dendrocopos moluccensis. Lampiran 2. Beberapa foto flora di kawasan PT. PLN. Indralaya. 50

51 A B C D E F Keterangan : (A). Cococs nucifera var.erbunea (B). Polyalthia longifolia. (C) Acacia mangium. (D).Hevea brasiliensis (E). Muntingia calabura (F).Bambusa multiplex 51

52 G H I J Keterangan : (G). leucaena leucocephala (H). Eleusine indica (I) paspalum conjugatum (J).Imperata cylindrica 52

53 LAMPIRAN 3. Foto Aktivitas Kegiatan Survei A B Keterangan : (A). Pemasangan Perangkap tikus dan Camera trap (B).Pengambilan data analisis vegetasi, C.Prngamatan Fauna pada malam dan siang hari. C 53

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG KARANG Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE BAB II METODE A. Waktu Pelaksanaan Kajian profil keanekaragaman hayati dan dan kerusakan tutupan lahan di kawasan Gunung Aseupan dilaksanakan selama 60 hari kerja, yaitu tanggal 2 Juni s/d 31 Juli 2014.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN Jenis Bambang Lanang Kajian Dampak Hutan Tanaman Jenis Penghasil Kayu Terhadap Biodiversitas Flora, Fauna, dan Potensi Invasif Paket Informasi Dampak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung 60 Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung Gambar 10. Stasiun pengamatan pertama penelitian burung pada lahan basah Way Pegadungan yang telah menjadi persawahan pada Bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Utara Danau Limboto Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana luasnya tetapi lebih besar dari situs. Kawasan adalah istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 :!,1G():5kr'W:5 JURnAl EKOlOGI DAn SAlns PUSAT PENELITIAN LlNGKUNGAN HIDUP a SUMBERDAYA ALAM (PPLH SDA) UNIVERSITAS PATTIMURA VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 POTENSI FLORA

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan Dari 9 pekarangan dengan masing-masing 3 pekarangan di setiap bagiannya diketahui bahwa luasan rata-rata pekarangan pada bagian pertama 303 m 2, pada bagian ke-dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara yang kaya akan keanekaragaman jenis flora di dunia. Keanekaragaman hayati di Indonesia jauh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada suatu kawasan strategis. Letak astronomis negara Indonesia adalah antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 141º BT. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG Aria Israini Putri 1, Marlina Kamelia 2, dan Rifda El Fiah 3 1,2 Tadris Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan 6 2.1 Kawasan Timur Danau Limboto BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan danau mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Dibuktikan dengan terdapat berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan endemik yang hanya dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PARAKASAK Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP

Lebih terperinci