TUBUH WANITA DALAM RANAH MODE SEBUAH TINJAUAN FETIS SEKSUAL DAN KOMODITI
|
|
- Widyawati Makmur
- 4 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL STDI Volume 8 No. 15 Januari 2015 Nita Trismaya Program Studi Desain Produk (Konsentrasi Desain Busana) Sekolah Tinggi Desain InterStudi Jl. Kapten Tendean No. 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan nitatris@yahoo.com ABSTRAK Dalam ranah mode, fetis merupakan bentuk pemujaan terhadap obyek yang dijadikan komoditi, menyasar konsumen yang sebagian besar adalah wanita.pencitraan bentuk tubuh ideal wanita berkaitan erat dengan fetis seksual dan fetis komoditi, selain memang telah menyatu dalam dunia mode.nilai guna sebuah benda dapat berubah menjadi nilai tanda dimana konsumen memandangnya lebih sebagai simbol dan gengsi, bukan kebutuhan.perancang mode dan produsen menjadi bagian penting dalam terjadinya pemujaan bentuk tubuh ideal wanita, dimana pencitraan terjadi demi menunjang keuntungan dan kesuksesan komoditasnya. Kata kunci: pemujaan, komoditi, mode, nilai tanda ABSTRACT In the fashion realm, fetish is a form of worship to an object that is used for commodities, targeting to the consumers who are mostly women. The image of female ideal body shape is closely related to sexual fetish and commodity fetish, besides it has been integrated into the fashion world. The value of an object can change into the value where consumers view it more as symbol and prestige, and no longer view it as necessity. Fashion designers and manufacturers became an important part of the worship of female ideal body shape, where the imaging occurs in order to support the benefit and the success of the commodities. Keywords: worship, commodity, fashion, value 666
2 PENDAHULUAN Fetisisme adalah faham, keyakinan, kepercayaan bahwa terdapat daya pesona pada sesuatu yang berkaitan dengan pemujaan. Fetis digunakan dalam tiga bidang pembahasan yaitu: 1. Fetisisme antropologi Biasanya dikaitkan dengan fenomena pemujaan sesuatu dalam masyarakat primitif dimana sesuatu itu punya kekuatan magis. Fetis ini memang pertama kali muncul dalam masyarakat primitive, namun dalam kenyataannya masih ada yang dipelihara dan digunakan masyarakat modern yang notabene identik dengan pemikiran rasional, seperti keris yang dipercayai memiliki kekuatan penolak bala, penggunaan kain batik untuk pengantin dengan keyakinan bahwa kain tersebut akan membawa keharmonisan dan kelanggengan perkawinan. Fetis ini dikaitkan pula dengan kepercayaan agama seperti ziarah kuburan para wali, upacara persembahan untuk leluhur dan sebagainya. 2. Fetisisme seksual Fenomena pemujaan dan kepercayaan pada sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas, dan terdapat kecenderungan penyimpangan dari maknanya, yaitu menyangkut penyimpangan seksual, pemujaan berlebihan pada bagian tubuh manusia, dihubungkan juga dengan pengaruh masa kecil yang berdampak pada kelakuan seksual setelah dewasa. Teori ini menurut Sut Jhally merupakan bagian dari teori Sexual Perversion, termasuk transvestism, transsexuality, sadism dan lain-lain, juga dihubungkan dengan pemutarbalikkan dari perkembangan abnormal dari insting seksual manusia (Jhelly, 1990: 58). Umumnya menghinggapi kaum pria sebagai subyek, sedangkan wanita menjadi obyek dengan memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya atau pria yang menyukai/mengoleksi pakaian dalam wanita dan benda-benda yang berbentuk alat vital wanita. 3. Fetisisme komoditi Sebuah bentuk pemujaan pada obyek yang dijadikan komoditi (diproduksi dan diperjualbelikan), adanya daya pesona pada obyek tersebut adanya kecenderungan penyembunyian nilai benda yang sebenarnya, penyelewengan dan membangun pencitraan yang pada akhirnya bermuara pada fetis. Permasalahan ini memfokuskan pada hubungan antara manusia dengan benda, berhubungan dengan relasi sosial. The fetishism of commodities consists in the first place of emptying them of meaning, of hiding the real social relations objectified in make it possible for the imaginary/symbolic social relations to be injected into the construction of meaning at a secondary level. Productions empties. Advertising fills. The real is hidden by the imaginary (Jhelly, 1990: 50). Dalam dunia periklanan, fetisisme kebanyakan digunakan pada sebuah produk yang dicitrakan sedemikian rupa sehingga menjadi simbol dan tidak sekedar bernilai guna tapi juga 667
3 JURNAL STDI Volume 8 No. 15 Januari 2015 membawa konotasi yaitu fetis. Sebagai contoh, sehelai baju dapat berubah dari nilai guna menjadi fetis komoditi setelah mempunyai merk tertentu yang diiklankan oleh produsennya sebagai simbol dari prestise, sehingga masyarakat membeli baju itu karena merek, bukan dari nilai gunanya. Terdapat daya pesona pada merek tersebut. Merek menjadi sarana komoditi penting yang dapat menjamin kelarisan sebuah produk. Dalam sejarah manusia, mitos dan citra tentang kecantikan fisik wanita berbeda-beda karena menyangkut perkembangan dan latar belakang nilai serta pandangan hidup masyarakatnya. Di Indonesia, dilihat dari relief candi dan patung, maka bentuk ideal dari kecantikan seorang wanita adalah yang bertubuh subur/gemuk dikaitkan dengan mitos reproduksi kesuburan. Masyarakat Jawa kuno memiliki ideal tertentu dalam melihat kecantikan dan kesempurnaan wanita, seperti disebutkan dalam serat Centini yang menggambarkan kecantikan seseorang bernama Wara Surendra ekspresi wajahnya wingit berwibawa, kuning bersih, menarik hati, pendiam, tenang lagi santun, cerdas, teliti, hati-hati, susila, bercahaya sinarnya memancar menyilaukan. Anak rambutnya lebat berjerumbai, rambut hitam mengkilat, kehijauan, leher jenjang, dada bidang, tampak agak terang bercahaya, ibarat putik kelapa dipingit. Bahunya wijang serba teratur, lengan seperti busur gading, tingkah lakunya menyenangkan, membangkitkan birahi (Tilaar, 1999: 46). Konsep kecantikan sejak zaman dahulu juga sudah memperhatikan penampilan dalam berbusana seperti yang disebutkan dalam Serat Sandi Wanita Perempuan hendaknya mengerti caranya mengatur kebersihan rumah, berdandan dan berkasih-kasihan dengan suami (Tilaar, 1999: 38). Kebaya sebagai pakaian nasional Indonesia mewakili konsep citra ideal tubuh wanita dengan digunakannya stagen atau korset untuk membentuk pinggang ramping, perut rata badan tegak, tidak jauh berbeda dengan fungsi korset pada pakaian wanita Barat yang bertujuan membentuk pinggang yang kecil. Fetisisme seksual terlihat dari daya pesona korset, yaitu kepercayaan dan pemujaan pada pinggang ramping. Hal tersebut mengakibatkan banyak wanita menjadi korban kesehatan seperti susah bernapas dan tidak leluasa bergerak bahkan, dapat mengakibatkan Ketidak normalan / ketidak seimbangan bentuk proporsi tubuh. Rancangan pakaian dalam tidak lagi sekedar menutupi bagian vital perempuan tapi menjadi alat kamuflase untuk mencapai bentuk tubuh yang ideal. Fetis berpotensi menjadikan wanita sebagai korban mode. Fetis membuat wanita melakukan apa saja demi pencapaian tubuh yang dicitrakan sebagai ideal. Inilah yang menarik dari permasalahan fetis. Mengapa terjadi 668
4 pemujaan yang berlebihan? Apakah perancang mode berperan dalam mendiktekan mode yang berlaku dalam masyarakat? Peran Mode Dan Media Massa Dalam Fetisisme Pada era modern dimana komunikasi berperan penting, media massa menjadi sarana promosi iklan, penyebar berita, dan memberikan pencitraan pada sebuah materi dalam masyarakat komoditas. Lalu bagaimana dan sejauh mana peran media massa dalam memberi citra tubuh ideal tubuh wanita masa kini? Tidak dapat dipungkiri bahwa peran media massa sangat besar. Makin maraknya majalah wanita yang menyodorkan artikel kecantikan, perawatan tubuh, trend mode mutakhir, cover majalah dengan mengusung model atau artis cantik. Juga saluran televisi menayangkan acara-acara yang disukai wanita seperti sinetron, film dan drama seri yang hampir seluruhnya menyeragamkan kriteria kecantikan ideal wanita, cantik, langsing, muda dan sehat. Ditambah dengan menjamurnya pusat kebugaran tubuh, pusat perawatan kulit dan kecantikan, obat pelangsing tubuh, vitamin untuk kecantikan dan kesehatan. Semuanya menggambarkan seakan-akan wanita dengan tubuh bagus dan wajah cantiklah yang dapat diterima dalam pergaulan, selain menjadi menjadi dasar utama rasa percaya diri. Wanita dan Mode adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, sebuah pertalian yang sudah sangat tua umurnya, karena mode merupakan aktualisasi diri dari seorang wanita, sarana komunikasi diri dalam membahasakan siapa dan bagaimana dirinya. Menurut Pauline W. Thomas ( ) fashion merupakan tanda yang menunjukkan suatu lapisan sosial tertentu, status, profesi dan kebutuhan tertentu serta merupakan bahasa, simbol dari individu dan kelompok. 5Dalam fashion ada siklus mode sebagai seperangkat nilai yang mengatur bagaimana individu mengekspresikan serta mengapresiasikan dirinya (Fokus, 2001: 9). Mode pakaian merupakan komoditi. Produsen membuat pencitraan untuk menunjang kesuksesan dari komoditasnya, sedangkan perancang mode merupakan bagian dari jaringan sistem kapitalis yang berorientasi pada keuntungan dan jaringan produsen yang punya kekuatan. Mode memfasilitasi keinginan wanita untuk terlihat sekaligus menjadi cantik, gaya dan menarik. Cakupan mode tidak sekedar lingkup berbusana tapi juga hal-hal yang berhubungan dengan penampilan yaitu tata rambut, tata rias wajah, sepatu, tas, topi, sarung tangan, perhiasan bahkan jam tangan, kaca mata dan minyak wangi. Mode mendikte secara keseluruhan gaya wanita dalam berbusana di seluruh dunia, menyebabkan banyak wanita seringkali tidak menyadari busana yang sesuai atau tidak dengan tubuh mereka. Maka mode telah menjadi komoditi raksasa (fetis komoditi) 669
5 JURNAL STDI Volume 8 No. 15 Januari 2015 dengan daya pesona yang sangat kuat, menawarkan nilai yang abstrak seperti status dan prestise, membuat para wanita tunduk dan tersihir demi penampilan yang menarik, serta sanggup membelanjakan uang berapapun besarnya. Mode seolah dikendalikan sebuah kekuatan besar yang mencengkeram konsumennya. Menurut Baudrillard, fetishisme yang sesungguhnya berlaku pada obyek tanda atau obyek sebagai tanda, disebabkan obyek telah diputuskan dari substansi nilai gunanya dan menjadi obyek yang nilainya sepenuhnya nilai tanda. Status obyek ini sebagai komoditi dimampatkan menjadi sekedar pertanda dari diferensiasi (Pilian,1999: 44). Jadi mode sebagai fetis komoditi berlaku sepenuhnya sebagai obyek yang bernilai tanda, tidak lagi sekedar nilai gunanya sebagai kebutuhan sekunder. Fetis Komoditi Dan Fetis Seksual Dikaitkan Dengan Pemaknaan Dalam Dunia Mode Sebagai fetis komoditi, mode memiliki pemaknaan yang keliru (false meaning) yang erat kaitannya dengan kamuflase. Sebagai contoh, demi mendapatkan bentuk payudara yang kencang dibuatlah rancangan bra dengan pemakaian kawat penyangga dan busa agar membentuk payudara sedemikian rupa. Atau untuk menyembunyikan bentuk tubuh yang kurang ideal dipakailah baju yang longgar. Dikaitkan dengan fetis seksual, ada keyakinan bahwa memakai baju dengan bahan yang tipis menerawang atau ketat akan menimbulkan rangsangan seksual sekaligus sebagai daya tarik sensual wanita. Mode dalam lingkup cara berbusana menjadi media untuk tujuan dari fetis seksual, dilihat dari banyaknya rancangan busana yang selalu memperlihatkan keindahan tubuh wanita baik secara vulgar maupun dengan selubung tujuan seni. Mode bahkan menjadi komoditas penting yang menunjang industri pornografi seperti pemunculan para model majalah Playboy dengan swimsuit yang sangat sensual, atau rancangan busana yang menutupi hampir seluruh tubuh tapi nyaris terbuka pada bagian dada. Busana wanita menjadi hiasan tubuh yang memperlihatkan sensualitas pemakainya, kadangkadang nyaris seperti tanpa berpakaian. Mengapa mode dan fetis seksual berhubungan erat?ini dikarenakan mode bermuara pada cara berpakaian, sementara pakaian merupakan komoditi tertua dalam masyarakat yang dipakai dengan berbagai tujuan sekaligus kebutuhan sandang yang tidak bisa dilepaskan dari manusia. Fetis seksual yang berhubungan dengan tubuh wanita telah dijadikan komoditi sama halnya seperti mode itu sendiri. Tubuh menjadi komoditi yang sama pentingnya dengan mode, karena dalam masyarakat modern kapitalis yang mengagungkan nilai material, tubuh menjadi bagian dari gaya hidup dan dikonsumsi seiring semakin maraknya perhatian pada usaha merawat, memperindah dan menyehatkan tubuh. Idi Subandy Ibrahim mengatakan bahwa pentas konsumsi massa yang kini berpusat pada budaya materi, kecenderungan memfokuskan diri pada tubuh sebagai komoditas (dandan, fitness, 670
6 kepribadian, mode, prostitusi dan sebagainya) bahkan bisa memperlihatkan kecenderungan komodifikasi diri yang semakin bersifat ekstrim (Ibrahim, 1998: 370). Mode sebagai fetis komoditi telah menyatu dengan fetisisme tubuh (seksual); mode menjadi obyek /benda yang diproduksi dan diperjualbelikan sekaligus dipuja. Dengan mode, seorang perancang mengkomunikasikan dirinya. Sebuah rancangan busana mengandung pemujaan bentuk tubuh maupun membahasakan keinginan dan hasrat kebebasan seksual baik dari perancang juga pemakai (konsumen). Karya Mary Quant dengan rok mininya membawakan pesan kebebasan seksual seorang wanita, Am I the only woman who has ever wants to go to bed with a man in the afternoon? Any law-abiding female, it used to be thought, wait until darks. Well there are lots of girls who don t want to wait. Mini clothing are symbolic of them (Armando, 1998: 160). Rok mini menjadi simbol seks, menjadi fetis seksual yang memperlihatkan bentuk kaki yang indah dimana bagian tubuh ini termasuk yang dipuja pria sekaligus sebagai tanda ungkapan hasrat seksual si pemakai. Rok mini juga merupakan fenomena revolusi pemikiran kebebasan wanita dalam segala hal dikaitkan dengan relasi sosial. Para perancang mode termasuk dalam kategori pencipta ilusi keindahan dengan selalu menampilkan model-model yang cantik, tinggi, ramping dan belia. Mereka memakai public figure sebagai sarana promosi, seolah ditekankan pada masyarakat kalau memakai produk tersebut maka akan tampil menarik seperti mereka sekaligus sebagai trend setter bagi para pemujanya. Britney Spears pada era awal tahun 2000 dengan busananya yang memperlihatkan bagian pusar dengan gaya celana hipster telah memunculkan trend dimana hipster merupakan siklus mode yang berputar kembali dari tahun 60-an, seperti yang pernah dipopulerkan Cher yang mendapat julukan pusar terindah di dunia. Spears dan Cher menjadi trade mark, ciri khas. Penampilan Jennifer Lopez dan Rihanna yang sangat sensual didukung dengan rancangan busananya yang menampakkan lekuk tubuh. Dengan demikian, fetis seksual dan komoditi dalam masyarakat kapitalis bermuara dari kecenderungan untuk mengidolakan seseorang secara berlebihan dimana apapun yang dipakai dan dilakukan sang idola selalu diikuti masyarakat sebagai bagian dari trend terkini. Pagelaran mode umumnya memakai model dengan bentuk tubuh nyaris seragam. Fenomena tersebut mendunia tidak saja di Barat tapi juga di Indonesia. Salah satunya dikarenakan kiblat mode dunia masih berpusat pada Barat, walaupun sejak tahun 1990-an ada kecenderungan kekaburan dari kiblat mode yang saling mempengaruhi sehubungan dengan makin kuatnya arus globalisasi melanda seluruh dunia, seperti adanya kecenderungan dunia Barat berpaling ke dunia Timur, kejenuhan pada modernisme, dan kembali dalam konsep back to nature. Tidak adanya perancang mode yang memakai model yang di luar kriteria seperti gemuk, tidak tinggi 671
7 JURNAL STDI Volume 8 No. 15 Januari 2015 atau mungil, seolah secara serempak mengatakan bahwa mode hanya untuk dikonsumsi wanita yang bertubuh ideal. Umumnya mereka beralasan bahwa dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi, maka pakaian yang diperagakan akan bagus dan nyaman jatuhnya. Tapi ada beberapa kasus sebagai pengecualian seperti yang pernah penulis alami saat bekerja di butik milik perancang mode Prayudi, yaitu konsep awal rancangan busana adalah berdasar pada ukuran model standar, dan setelah rancangan tersebut dilempar ke pasar maka terdapat penyesuaian pada ukuran yaitu standar ukuran wanita usia 40 ke atas yang umumnya bertubuh subur dinamakan pesanan khusus. Butik Prayudi terkenal dengan konsep awal kebaya modern di tahun 70-an, diminati konsumen wanita setengah baya karena adanya rancangan khusus tersebut. Kemudian muncul beberapa produsen yang membuat dan membuka butik khusus bagi konsumen wanita bertubuh subur.tidak ketinggalan para perancang dunia seperti Christian Dior apabila hendak melempar desainnya ke pasar Asia, maka ada perombakan ukuran khusus dengan penyesuaian tubuh wanita Asia. Mitos tubuh ini sebenarnya telah diajarkan di sekolah-sekolah mode, terlihat dari sketsa-sketsa mode yang menggambarkan kriteria tersebut, sehingga menjadi kelaziman bagi perancang mode dalam mengejawantahkan karyanya tidak jauh berbeda dengan standar tubuh tersebut. Penulis melihat ada perbedaan kriteria bentuk tubuh pada dunia model, peragawati, dan artis/public figure, yaitu peragawati/model yang melenggang diatas catwalk cenderung bertubuh sangat kurus. Kemudian foto model yang bergaya di depan kamera sebagai model sebuah produk, cover majalah dan semacamnya, bentuk fisiknya ramping berisi. Sementara pada artis yang berkecimpung di dunia film, musik atau dunia pertunjukan lainnya mempunyai fisik yang lebih beragam tanpa mengesampingkan keindahan tubuh. Meski semuanya berpusat pada citra tubuh yang indah. Dengan demikian, melalui mode maka para wanita dapat memuaskan keinginannya untuk terlihat cantik, menarik dan diterima dalam pergaulan masyarakat. Meskipun di sisi lain terdapat potensi terjadinya penyimpangan yaitu secara seksual dan komoditi, menjadikannya fetis dan bernilai tanda, tidak lagi bernilai guna. 672
8 DAFTAR PUSTAKA: Jhally, Sut, 1990, The Code of Advertisements, The Fetishism of Commodity, Routhledge Ibrahim, Idi S & Suranto, Hanif, 1998, Wanita dan Media, Remaja Rosdakarya, Bandung Psikomedia, 2001, Membincang Mode, Psikologi UGM, Yogyakarta Thomas, Pauline W, , What is Fashion, Fashion-Era.Com Piliang, Yasraf A, 1999, Hiper-realitas Kebudayaan, LKIS, Yogyakarta Piliang, Yasraf A, 2002, Kuliah Desain dan Kebudayaan, Magister, ITB Tilaar, Martha,1999, Kecantikan Perempuan Timur, Indonesiatera, Magelang Encyclopedia Article, Fetishism Theory Senft, Theresa M, Theories of Fetish,
BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan di mana segala sistem kemasyarakatan yang bersifat tradisional dilepaskan menjadi tatanan yang mengimplikasikan
Lebih terperinci2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa
Lebih terperinciBAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga
BAB IV Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga UKSW merupakan satu-satunya Universitas Swasta yang ada di kota Salatiga. Kebanyakan masyarakat mengeanal UKSW sebagai Indonesia mini. Karena didalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia fashion terus mengalami kemajuan sehingga menghasilkan berbagai trend mode dan gaya. Hal ini tidak luput dari kemajuan teknologi dan media sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbesar penjualan barang-barang dan jasa. 1 Sedangkan menurut Thomas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Iklan salah satu bagian dari media massa. Menurut Berkhouver iklan adalah setiap penyataan yang secara sadar ditunjukan kepada publik dalam bentuk apapun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian besar dipenuhi oleh iklan yang mempromosikan berbagai macam produk atau jasa. Dengan menampilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pipit Yuliani, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa diri kita sebenarnya. Citra diri seseorang terbentuk dari perjalanan pengalaman masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, yang diiringi dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, telah membawa manusia kearah modernisasi dan globalisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kehidupan manusia, Bagi manusia, busana merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia, Bagi manusia, busana merupakan salah satu kebutuhan pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,
Lebih terperinciBab 2. Data dan Analisa. Data dan informasi yang digunakan untuk analisa dan konsep proyek ini didapat dari
Bab 2 Data dan Analisa 2.1 Sumber Data dan informasi yang digunakan untuk analisa dan konsep proyek ini didapat dari berbagai sumber, dantara lain: a. Literatur: artikel elektronik maupun non elektronik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya menjadi kebutuhan untuk masyarakat umum saja akan tetapi juga menjadi prospek bisnis yang prospektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat dinikmati dalam balutan busana muslimah, Anak muda sekarang kian menggemari tren busana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi. 1 Konsumsi pada era ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman yang serba modern ini kehidupan masyarakat sering kali berubah-ubah tanpa ada yang bisa mengontrolnya. Masyarakat seperti dipaksa menuju masyarakat post
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan pangan, hal tersebut sangat penting bagi manusia untuk menutup bagian bagian tubuh manusia. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perkembangan dunia televisi di Indonesia menunjukkan. tersebut, tidak bisa dilepaskan dari dunia iklan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki peran besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kesemua lapisan masyarakat. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dituntut untuk menjaga penampilannya melainkan kaum pria telah mulai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, tidak hanya kaum wanita saja yang dituntut untuk menjaga penampilannya melainkan kaum pria telah mulai menyadari pentingnya menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Media massa sudah menjadi bagian hidup bagi semua orang. Tidak dikalangan masyarakat atas saja media massa bisa diakses, akan tetapi di berbagai kalangan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari dan mendapatkan kebutuhan informasi, baik sekedar untuk pengetahuan maupun memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecantikan merupakan hal yang selalu dijaga dan dicari oleh setiap wanita, sejak dahulu kala. Kata cantik ini pula yang kadang kala dijadikan alasan untuk menyesatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gaya berbusana atau sering disebut fashion adalah istilah untuk menggambarkan gaya yang dianggap lazim pada satu periode tertentu (sumber: http://digilib.its.ac.id/).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENELITIAN PENGARUH PENAYANGAN VIDEO KOREA TERHADAP BODY IMAGE WANITA YANG MENARIK PADA REMAJA PUTRI
ANALISIS HASIL PENELITIAN PENGARUH PENAYANGAN VIDEO KOREA TERHADAP BODY IMAGE WANITA YANG MENARIK PADA REMAJA PUTRI Primadhina NPH, Wahyu Selfiana Harta, Leni Nurul Azizah, Fadhilla Dwi Utami Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin factio,
Lebih terperinciKeindahan Desain Kalung Padu Padan Busana. Yulia Ardiani (Staff Teknologi Komunikasi dan Informasi Institut Seni Indonesia Denpasar) Abstrak
Keindahan Desain Kalung Padu Padan Busana Yulia Ardiani (Staff Teknologi Komunikasi dan Informasi Institut Seni Indonesia Denpasar) Abstrak Pemakaian busana kini telah menjadi trend di dunia remaja, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menururt Waspodo (2014) Negara Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, meskipun hanya 88% penduduknya beragama Islam. Besarnya jumlah pemeluk agama Islam
Lebih terperinciini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini, konsumen cenderung semakin aktif dalam memberi produk yang mereka gunakan. Perilaku konsumen yang konsumtif menimbulkan
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama
Bab 5 Ringkasan Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama remaja putri Jepang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Life style atau gaya hidup, salah satu unsur penting di kalangan masyarakat modern. Gaya hidup sudah menjadi bagian dari salah satu ciri-ciri masyarakat modern, yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah apa yang tampak dan apa yang muncul dari dalam mendorong sesuatu
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keinginan untuk cantik secara universal adalah dorongan alamiah dari dalam diri setiap manusia. Namun pemahaman atas kata cantik bisa dipersepsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren
BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini menjelaskan mengenai rencana bisnis salon perawatan rambut dan tata rias wajah Korean Beauty. Salon ini merupakan salon perawatan rambut dan tata rias wajah yang mengusung
Lebih terperinciNuke Farida ÿ. UG Jurnal Vol. 7 No. 09 Tahun Kata Kunci: Semiotika Pierce, Iklan, Hedonisme
REPRESENTASI HEDONISME DI MEDIA MASSA ABSTRAK Peran poster iklan kerap digunakan sebagai media efektif propaganda bagi penguasa melalui tanda-tanda visual gang ditampilkan. Tujuan penelitian ini untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecil seperti inilah yang memunculkan ide dasar dunia kosmetika.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Benni Yohanes, S. Sen., M. Hum. dalam bukunya berjudul Seni Tata Rias dalam Dimensi Sosial, pada dasarnya tata rias adalah sebuah seni dalam menciptakan keindahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat memiliki sifat yang dinamis, selalu berubah-ubah mengikuti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat memiliki sifat yang dinamis, selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman, begitu pula dengan mode berpakaian perempuan, khususnya dalam penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa banyak pengusaha membuka bisnis ritel di berbagai pusat perbelanjaan. Tak dapat dipungkiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion kini merambah begitu besar. Para pelaku bisnis dan perancang busana berlombalomba untuk menciptakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di mana bisnis dan perekonomian juga semakin mengglobal, membuat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia bisnis, terlebih dalam era globalisasi ini, di mana bisnis dan perekonomian juga semakin mengglobal, membuat persaingan yang dihadapi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia saat ini banyak. perusahaan yang menggunakan iklan untuk mengenalkan ataupun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia saat ini banyak perusahaan yang menggunakan iklan untuk mengenalkan ataupun mengingatkan kembali kepada konsumen tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan kepada para pelaku bisnis untuk memulai usahanya, menimbulkan banyak sekali bermunculan industri-industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam dan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia menjadikan bumi pertiwi terkenal di mata internasional. Tidak terlepas oleh pakaian adat dan
Lebih terperinciBerdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fashion, sepintas adalah mengenai pakaian atau busana. Jika kita berbicara tentang pakaian, hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan diri kita.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami
Lebih terperinciGambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul
Lebih terperinciPENDAHULUAN BABI. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan
BABI PENDAHULUAN PENDAHULUAN BABI 1. 1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan mengunakan bahasa atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan juga sebagai pengguna terbesar media massa. Kedudukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini berdasarkan pada fenomena semakin maraknya perempuan menjadi model iklan di media massa elektronik, khususnya televisi. Dilihat dari sisi sosiologi
Lebih terperinciBAB I RINGKASAN EKSEKUTIF. Kebutuhan manusia dapat dibagi sesuai tingkat kepentingan atau prioritas
BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Kebutuhan manusia dapat dibagi sesuai tingkat kepentingan atau prioritas yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luaskan budaya mereka ke dunia Internasional. Melalui banyak media Korea
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Korea Selatan sudah dapat dikatakan berhasil dalam menyebar luaskan budaya mereka ke dunia Internasional. Melalui banyak media Korea telah menyebarkan budayanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan yang paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa pengaruh besar dalam mendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia jumlah muslimnya terbesar dan keanekaragaman budaya daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya. Oleh karena itu konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebagian besar yang sering melakukan adalah kaum wanita dari pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbelanja atau belanja sering kali kita lakukan, tetapi ratarata sebagian besar yang sering melakukan adalah kaum wanita dari pada kaum pria. Kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak dari tahun ketahun. Modernisasi di gunakan untuk tahapan perkembangan sosial yang di dasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keindahan dan kecantikan seorang perempuan bersumber dari dua arah, yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. Kecantikan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan
Lebih terperinciGambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika
BAHAN AJAR BAGIAN III SEJARAH MODE PERKEMBANGAN BENTUK DASAR BUSANA DI NEGARA TIMUR A. Thailand Thailand adalah salah satu negara tetangga Indonesia sehingga busan antara kedua negara tersebut terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan menggambarkan seberapa besar nilai moral dalam masyarakat disekitarnya, menurut Suratno dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, manusia pada dasarnya akan merasakan kesulitan jika hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan melanjutkan
Lebih terperinciLAMPIRAN : 1. Data Primer a. Analisis Teks I Luna si gadis biasa, lincah alami, rambut lurus diikat, mata bulat sambil tersenyum riang dengan memakai
LAMPIRAN : 1. Data Primer a. Analisis Teks I Luna si gadis biasa, lincah alami, rambut lurus diikat, mata bulat sambil tersenyum riang dengan memakai baju putih panjang tertutup. Ringkas cerita Luna menemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan manusia dan memiliki peran yang besar didalam kegiatan bisnis,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi saat ini telah memasuki setiap dimensi aspek kehidupan manusia dan memiliki peran yang besar didalam kegiatan bisnis, organisasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Banyak produsen memilih menggunakan selebriti sebagai endorser untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern mempengaruhi gaya hidup masyarakat, terlebih pada trend dan mode yang bermunculan dengan seiring waktu. Produsen dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penulisan skripsi ini berangkat dari pengamatan dan kesan penulis ketika melihat sikap dan tingkah laku anak muda yang cenderung tidak mengenal dan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tas digunakan oleh semua kalangan, baik kalangan atas maupun kalangan bawah, pria maupun wanita di segala usia. Selain untuk menaruh barang, tas juga berfungsi untuk
Lebih terperinciDisampaikan pada Acara PKK Ibu-ibu Desa Trihanggo Sleman Yogyakarta Tahun 2004
MEMILIH BUSANA YANG TEPAT DAN BERETIKA UNTUK BERBAGAI MACAM KESEMPATAN Oleh : Widihastuti Staf Pengajar Program Studi Teknik Busana FT UNY widihastuti@uny.ac.id PENDAHULUAN Yang dimaksud dengan busana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dilepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kesehariannya, kaum wanita tidak lepas dari tuntutan untuk tampil cantik, dan menarik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, kosmetik telah menjadi salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tingkat pertumbuhan penduduk yang terus naik berdampak terhadap tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang besar dan memiliki berbagai macam kebudayaan, mulai dari tarian, pakaian adat, makanan, lagu daerah, kain, alat musik, lagu,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, seseorang
Lebih terperinciMemilih Bra yang Tepat untuk. Menjaga Keindahan Payudara
Memilih Bra yang Tepat untuk Menjaga Keindahan Payudara Bagi seorang wanita, peran utama yang ada di balik busana yang dikenakan adalah penyangga dada atau bra. Begitu besarnya peranan pakaian dalam ini
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia
dibayar. Di Eropa tempat duduk seperti ini biasanya dihuni petinggi klub, pejabat, atau konglomerat sementara suporter biasa duduk di tempat biasa. Ada pula semacam anggapan yang berlaku bahwa suporter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka dengan sendirinya akan menimbulkan adanya perubahan di segala bidang seperti mode, informasi
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kondisi persaingan dunia bisnis yang semakin ketat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kondisi persaingan dunia bisnis yang semakin ketat terutama persaingan yang berasal dari perusahaan sejenis, perusahaan semakin dituntut agar bergerak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhan yang beragam. Kebutuhan adalah salah satu aspek yang menggerkan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di dalam kehidupan sehari harinya melalui media massa ( surat kabar, majalah, film, radio, dan TV ), untuk
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE
BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE Pada masa Revolusi Industri muncul fenomena - fenomena sosial dimasyarakat. Dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tengok saja majalah, koran, radio, acara televisi, sampai media online
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa di zaman ini telah menjadi bagian wajib dari kehidupan manusia. Sadar atau tidak, media massa telah menempati posisi penting untuk memuaskan kebutuhan manusia
Lebih terperinciLINSERI (BUSANA DALAM) Oleh : As-as Setiawati
LINSERI (BUSANA DALAM) Oleh : As-as Setiawati Arti Linseri - Lingerie berasal dari bahasa latin Lingerie berasal dari kata Ineus, made of linen, from Inum, flax yang berarti linen artinya pakaian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Biar waktu yang akan sadarkanmu Tuk mengerti semua Tak perlu lagi kau cemas Khawatirkan tentang berat badan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Biar waktu yang akan sadarkanmu Tuk mengerti semua Tak perlu lagi kau cemas Khawatirkan tentang berat badan Hal yang membuat kau tertekan Kau makan hanya dalam angan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin maju dan mengalami perkembangan, ini ditunjukkan semakin banyaknya bermunculan perusahaan industri, baik industri
Lebih terperinci