LAPORAN TIM KOORDINASI PENYUSUNAN ASUMSI DASAR RAPBN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TIM KOORDINASI PENYUSUNAN ASUMSI DASAR RAPBN 2013"

Transkripsi

1 LAPORAN TIM KOORDINASI PENYUSUNAN ASUMSI DASAR RAPBN 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO 2012

2 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, anugerah, dan kekuatan yang diberikan sehingga Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar Penyusunan RAPBN 2012 dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Tim ini bertujuan untuk mempersiapkan, menyusun dan menetapkan asumsi dasar penyusunan RAPBN Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013 memiliki makna yang sangat strategis dalam pencapaian sasaran-sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Penyusunan RAPBN 2013 tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian dunia terkini, dan prospeknya ke depan. Hal ini telah mendorong segenap anggota tim untuk menghasilkan asumsi dasar yang reliable. Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar dalam kegiatannya telah melakukan monitoring dan kajian atas perkembangan Indikator ekonomi yang menjadi asumsi dasar pada penentuan anggaran. Tim juga telah melakukan pengembangan model-model ekonomi makro yang kemudian digunakan untuk melakukan kajian dalam penentuan asumsi dasar penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja degara (RAPBN) Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua anggota Tim Koordinasi serta pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungan dan masukan demi kelancaran penyusunan laporan ini dengan baik. Jakarta, Desember 2012 Tim Koordinasi Penyusunan Asumsi Dasar RAPBN 2013 i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i Tim Koordinasi Penyusunan Asumsi Dasar RAPBN i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Pelaksanaan Kegiatan... 3 A. Uraian Kegiatan... 3 B. Indikator Kinerja... 3 C. Batasan Kegiatan... 3 I.3 Maksud dan Tujuan... 4 A. Maksud Kegiatan... 4 B. Tujuan Kegiatan... 4 I.4 Siklus APBN... 4 BAB II MODEL PENETAPAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO... 7 II.1. Model Pertumbuhan Ekonomi... 7 II.2. Model Penetapan Besaran Asumsi Inflasi A. Proses Pentapan Besaran Asumsi Inflasi B. Model Disagregasi Inflasi II.3. Metode Penetapan Besaran Asumsi Nilai Tukar Rupiah A. Penentuan Angka Asumsi Nilai Tukar Rupiah pada APBN B. Penentuan Angka Asumsi Nilai Tukar Rupiah pada APBN- P C. Penentuan Angka Asumsi Nilai Tukar Rupiah pada APBN II.4. Metode Penetapan Besaran Asumsi Suku Bunga SPN 3 Bulan A. Penentuan Angka Asumsi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan pada APBN B. Penentuan Angka Asumsi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan pada APBN- P C. Penentuan Angka Asumsi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan pada APBN BAB III ASUMSI DASAR EKONOMI 2012 DAN REALISASINYA III.1 Perkembangan Perekonomian Global III.2 Pertumbuhan Ekonomi ii

4 III.3 Laju Inflasi III.4 Nilai Tukar Rupiah III.5 Suku Bunga SPN 3 Bulan III.6 Harga Minyak Mentah Indonesia III.7 Lifting Minyak Mentah Indonesia BAB IV ASUMSI DASAR EKONOMI IV.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi IV.2 Laju Inflasi IV.3 Nilai Tukar Rupiah IV.4 Suku Bunga SPN 3 Bulan IV.5. Harga Minyak Mentah Indonesia IV.6. Lifting Minyak Mentah Indonesia IV.7. Lifting Gas Indonesia iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Asumsi Nilai Tukar Rupiah Tabel 2.2 Perkembangan Asumsi SPN 3 bulan Tabel 3.1 Rasio Utang Eropa (%/PDB) Tabel 3.2 Pertumbuhan Ekonomi ASEAN-5 ( persen, yoy) Tabel 3.3 Perkiraan Indikator Ekonomi Dunia (%) Tabel 3.4 Rasio Utang dan Defisit per PDB Negara-negara Maju (%) Tabel 4.1 Sumber-sumber Pertumbuhan PDB, (Persen, yoy) Tabel 4.2 Pertumbuhan PDB Sektoral (Persen, yoy) iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar I.1 Siklus Anggaran... 5 Gambar 2.1 Proses Penetapan Angka Asumsi Inflasi Gambar 2.2 Andil Komponen Inflasi Tahun Gambar 2.3 Disagregasi Komponen Inflasi Tahun Gambar 2.4 Perkembangan Inflasi Buluanan (mtm) Gambar 2.5 Sasaran dan Realisasi Inflasi Gambar 2.6 Model Nilai Tukar Rupiah Gambar 2.7 Model SPN 3 Bulan Gambar 2.8 Perkembangan SPN 3 bulan Gambar 3.1 Pertumbuhan Ekonomi AS (%,yoy) Gambar 3.2 Perkembangan Tingkat Pengangguran Amerika Serikat (%) Gambar 3.3 Pertumbuhan Ekonomi Eropa (%, yoy) Gambar 3.4 Pertumbuhan Ekonomi China (%,yoy) Gambar 3.5 Perkembangan Laju Inflasi India (%,yoy) Gambar 3.6 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Dunia (%) Gambar 3.7 Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia (%) Gambar 3.8 Indeks Harga Komoditas dan Inflasi Global (%) Gambar 3.9 Pertumbuhan PDB Indonesia (%, yoy) Gambar 3.10 Pekembangan Inflasi, Gambar 3.11 Perkembangan Inflasi Gambar 3.12 Inflasi Menurut Komponen (%, yoy) Gambar 3.13 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS tahun Gambar 3.14 Perkembangan SPN 3 bulan Gambar 4.1 Perkembangan Produksi, Konsumsi, dan Harga Minyak Mentah Dunia, Gambar 4.1 Lifting Minyak Mentah Indonesia, (ribu barel/hari) v

7

8 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap tahun, pemerintah menyusun dan mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban konstitusi, yang diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945, yang telah diubah menjadi pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 Amendemen keempat dinyatakan bahwa : (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah; (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. Selain itu, penyusunan RAPBN juga mengacu pada ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Penyusunan RAPBN 2013 juga berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2013, sebagaimana telah disepakati dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tanggal 29 Mei 2012 s.d. 3 Juli 2012 yang lalu. Selain itu, proses dan mekanisme penyiapan, penyusunan, dan pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2013, juga dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Postur RAPBN 2013, baik pada sisi pendapatan dan belanja negara maupun sisi pembiayaan anggaran sangat dipengaruhi oleh asumsi dasar ekonomi makro yang mendasarinya. Asumsi dasar tersebut mencakup variabel-variabel yang dinilai memiliki dampak signifikan terhadap APBN, yaitu pertumbuhan ekonomi (diukur dengan pertumbuhan domestik bruto riil), tingkat inflasi 1

9 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 (diukur dengan persentase perubahan indeks harga konsumen), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (rata-rata kurs tengah), tingkat suku bunga Sertifikat Perbendaharaan negara 3 bulan (rata-rata SPN 3 bulan), harga minyak mentah Indonesia (ICP), tingkat lifting minyak Indonesia, produksi gas, batubara, dan volume konsumsi BBM serta sasaran peningkatan lapangan kerja/pengurangan tingkat pengangguran serta pengurangan jumlah penduduk miskin. Asumsi dasar ekonomi makro tersebut disusun dengan mempertimbangkan perkembangan masing-masing variabel pada tahun-tahun sebelumnya, tahun berjalan, dan perkiraan pada tahun yang akan datang. Hal ini dimaksudkan agar besaran-besaran asumsi dasar tersebut juga dapat mengakomodasi berbagai dinamika politik dan ekonomi yang terjadi di dalam negeri. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi ekonomi global, sebagai konsekuensi logis dari sistem ekonomi nasional yang terbuka dan interdependensi dengan perekonomian negara lain di dunia. Harus diakui bahwa penyusunan RAPBN sudah semakin kompleks. Implikasinya terhadap para pelaku ekonomi domestik juga harus diperhitungkan, agar bisa memberikan sinyal positif kepada pelaku pasar, terutama pasar uang dan pasar modal. RAPBN yang disusun juga harus kredibel agar tidak menghadapi risiko resistensi dari masyarakat, yang direpresentasikan oleh DPR. Hal ini lebih lanjut juga akan memberikan pengaruh atau sentimen negatif terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu, RAPBN yang diajukan pemerintah disamping memerlukan dukungan data dan informasi terkini yang lengkap serta akurat juga perlu disertai dengan perkiraan (proyeksi) asumsi-asumsi dasar ekonomi makro yang realistis dan kredibel. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dalam melakukan perkiraan asumsi dasar ekonomi makro yang realistis dan kredibel, Kementerian Keuangan telah melakukan kerjasama (koordinasi) dengan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Pusat Statistik, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian ESDM.. Koordinasi antar lembaga terkait dalam penentuan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2013 diperkuat melalui Tim Koordinasi Asumsi Dasar Penyusunan RAPBN 2013, yang merupakan kelanjutan dari Tim Koordinasi serupa tahun-tahun sebelumnya. Tim Koordinasi tersebut memiliki tugas utama melakukan prakiraan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2013 yang kredibel. serta menyiapkan jawaban/argumen atas pertanyaan DPR yang menyangkut asumsi dasar tersebut. Selain itu analisis yang lebih dalam tidak saja dari aspek makro, tetapi juga dari aspek mikro sektoral sehingga dapat mendukung perumusan kebijakan-kebijakan strategis di bidang ekonomi. Tim Koordinasi juga perlu memonitor realisasi asumsi dasar tersebut. Monitoring tersebut perlu dilakukan karena tidak tertutup kemungkinan terdapat deviasi antara perkiraan asumsi dasar yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan RAPBN dengan realisasinya di lapangan. Deviasi tersebut akan membawa konsekuensi penting terhadap besaran-besaran APBN, dan selanjutnya terhadap pelaksanaan APBN. Oleh karena itu, secara berkala perlu dilakukan review terhadap kelayakan asumsi-asumsi dasar tersebut. 2

10 Bab I Pendahuluan I.2 Pelaksanaan Kegiatan A. Uraian Kegiatan Kegiatan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar Penyusunan RAPBN 2013 sebagai berikut: i. Melakukan koordinasi dalam rangka menghasilkan prakiraan atas asumsi dasar ekonomi makro yang realistis dan kredibel sebagai dasar penyusunan RAPBN 2013, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga, harga minyak mentah Internasional, tingkat produksi minyak Indonesia, dan produk gas Indonesia secara realistis dengan memperhatikan rencana pembangunan nasional jangka menengah; ii. Melakukan koordinasi dalam rangka mengkaji konsistensi asumsi dasar penyusunan RAPBN 2013 dengan variabel-variabel ekonomi makro lainnya, seperti tingkat konsumsi, investasi, tabungan, likuiditas perekonomian, perkreditan, dan neraca pembayaran, serta dengan kebijakan-kebijakan yang telah dan akan diambil pemerintah; iii. Melakukan koordinasi dalam rangka merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung kepada pencapaian sasaran-sasaran asumsi dasar ekonomi makro kepada Menteri Keuangan; iv. Melakukan koordinasi dalam rangka monitoring dan kajian atas perkembangan asumsi dasar ekonomi makro 2012 serta konsekuensinya terhadap APBN 2012, Laporan Semester APBN 2012, serta APBN-P (Perubahan) 2012; v. Melakukan koordinasi dalam rangka penerapan dan pengembangan model-model ekonomi makro untuk digunakan dalam penentuan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2013 dan kajian konsekuensinya terhadap APBN 2013; vi. Melakukan kajian mikro sektoral dalam rangka mendukung keakurasian proyeksi serta perumusan kebijakan-kebijakan strategis ekonomi makro melalui survey lapangan. B. Indikator Kinerja i. Terwujudnya persamaan persepsi antar instansi terkait. ii. tingkat akurasi perkiraan asumsi ekonomi makro 2013 C. Batasan Kegiatan Kegiatan ini diprioritaskan pada terwujudnya koordinasi yang baik antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan instansi terkait sehingga tercipta sinergi antara kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil dalam hal penentuan asumsi dasar ekonomi makro

11 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 I.3 Maksud dan Tujuan A. Maksud Kegiatan Maksud pembentukan Tim Koordinasi ini antara lain adalah untuk melanjutkan tugas Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar Penyusunan RAPBN 2012 dalam rangka mempersiapkan, menyusun, dan menetapkan asumsi dasar penyusunan RAPBN B. Tujuan Kegiatan Tujuan pembentukan Tim Koordinasi ini antara lain: Menjalin koordinasi yang semakin mantap diantara instansi, baik yang berada dalam lingkungan Kementerian Keuangan maupun di luar Kementerian Keuangan dalam kaitannya dengan penentuan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2013; Menyatukan visi dan persepsi mengenai perkembangan ekonomi makro serta melakukan prakiraan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2013 secara realistis dan akurat; Melakukan pemantauan dan kajian terhadap perkembangan pelaksanaan asumsi dasar Penyusunan APBN 2013; Mengembangkan model-model ekonomi makro yang berfungsi sebagai alat analisa kebijakan ekonomi makro yang berguna dalam mendukung penentuan asumsi dasar dimaksud; Menyusun dan mengembangkan budget forecasting tools yang berguna sebagai alat analisa dan sekaligus instrumen pendukung dalam pengambilan kebijakan fiskal. I.4 Siklus APBN Dalam hal proses kerja, tim mengikuti suatu siklus dalam pembentukan APBN. Siklus ini melalui berbagai tahapan antara lain: Pertama: tahap penyusunan. Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh Pemerintah, antara lain meliputi penentuan asumsi dasar APBN,perkiraan pendapatan negara dan hibah, belanja negara pembiayaan defisit.skala prioritas dan penyusunan budget exercise. Pada tahapan ini dilakukan pembahasan pendahuluan dengan Komisi XI maupun Badan Anggaran DPR. Selain itu pada saat yang bersamaan juga diadakan rapat komisi antara masing-masing komisi dengan mitra kerjanya (departemen/ lembaga teknis). Dari rapat kerja tersebut diperoleh hasil kesepakatan besaran asumsi ekonomi makro, rasio pajak, PNBP, subsidi, belanja ke daerah, dan besarnya defisit. Tahapan ini selanjutnya diakhiri dengan proses finalisasi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN oleh Pemerintah. 4

12 Bab I Pendahuluan Gambar I.1 Siklus Anggaran Kedua: tahap penetapan. Tahapan dimulai dengan Pidato Presiden pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan antara Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan Badan Anggaran DPR, maupun antara komisi-komisi dengan departemen/lembaga-teknis terkait. Hasil dari pembahasan ini dituangkan dalam UU APBN, yang di dalamnya memuat satuan anggaran sebagai bagian tak terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, subsektor, program dan proyek/kegiatan. Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Kementerian Keuangan dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi dasar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober sampai Desember. Ketiga: tahap pelaksanaan. Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa Keputusan Presiden (Keppres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/ pemimpin proyek di masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat Perintah Pembayaran kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Keempat: tahap pengawasan APBN. Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Dasar Hukum pemeriksaan keuangan negara adalah UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Dalam merencanakan pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan 5

13 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 pendapat DPR. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) oleh BPK disampaikan kepada DPR, paling lambat dua bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah dan juga disampaikan kepada Presiden. Kelima, tahap pertanggungjawaban. Sebelum tahun anggaran berakhir sekitar bulan November, Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan membuat laporan pertanggunjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang sebelumnya disebut Perhitungan Anggaran Negara (PAN), yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan. Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaan LKPP disetujui oleh BPK, maka LKPPi Audited tersebut diajukan ke DPR guna mendapat pengesahan oleh DPR. 6

14 BAB II MODEL PENETAPAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO Dalam melakukan analisis dan perkiraan besaran-besaran asumsi, proses kerja tim didasarkan pada berbagai informasi, indikator-indikator, serta perangkat model ekonomi sebagai alat bantu utama untuk memberikan perkiraan arah pergerakan, besaran variabel ekonomi yang cukup realistis serta dukungan penjelasan sebab akibat yang dapat dipertanggung jawabkan. Namun dalam penentuan rekomendasi besaran asumsi, tidak semata-mata menggunakan angka-angka yang dihasilkan oleh model, namun juga disertakan pertimbangan-pertimbangan khusus yang mungkin tidak tertangkap oleh model ekonomi dasar yang digunakan. Pada prinsipnya, perangkat bantu analisis model ekonomi digunakan dalam proyeksi dan rekomendasi masing-masing besaran asumsi dasar ekonomi makro. Namun dalam prakteknya, tidak semua model yang telah disusun mampu memberikan perkiraan yang cukup mendekati realita. Dalam kaitan ini, pendekatan-pendekatan lain yang dianggap mampu memberikan hasil yang cukup baik juga akan digunakan. Lebih jauh lagi, perlu terus dikembangkan model-model atau perangkat bantu analisa yang lebih akurat dalam penentuan dan perkiraan besaran asumsi dasar ekonomi makro. Di sisi lain, untuk penetapan asumsi-asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia dan lifting minyak mentah dan gas, lebih banyak didasarkan pada hasil diskusi dan masukan dari unit lain, dalam hal ini Kementerian ESDM dan BP Migas. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa besaran-besaran asumsi tersebut menjadi wewenang dan tanggung jawab Kemeterian ESDM dan BP Migas (di bulan November tahun 2012, BP Migas dibubarkan). II.1. Model Pertumbuhan Ekonomi Dalam melakukan analisis dampak dan proyeksi pertumbuhan ekonomi, tim asumsi menggunakan model ekonomi berbasis struktur pendapatan nasional, yang telah dibangun sejak tahun 2008 bersama dengan wakil-wakil dari Australian Treasury. 7

15 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 Perangkat analisa tersebut terus dievaluasi dan diperbaharui setiap tahun untuk tetap menjaga dan meningkatkan akurasi perhitungan yang dihasilkan. Perangkat analisis yang diberi nama NATACCS tersebut dibangun dengan menggunakan program Microsoft excel serta Perangkat Statistik Ekonometrik E-Views. NATACCS terdiri dari 4 blok utama yang saling terkait satu sama lain. 1) NATCEIC adalah file tempat penyimpanan data. File ini terhubung dengan database CEIC untuk memperbaharui/meng-update data PDB kuartalan, sebagai input dalam Eviews. Isi dari file NATCEIC ada 5 sheet yaitu (i) BPS GDPE, (ii) BPS GDPP, (iii) Seas, (iv) Eviewsin, dan (v) Eviewsout 2) NATACCS-GDPE adalah file untuk melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Didalam file ini juga terdapat asumsi yang digunakan (misalnya inflasi, nilai tukar, harga minyak dll). Isi dari file NATACCS GDPE ada 7 sheet yaitu (i) asumsi, (ii) tabel ringkasan, (iii) PDB ringkasan, (iv) konsumsi, (v) investasi, (vi) eksternal, dan (vii) tabel dan grafik 3) NATACCS-GDPP adalah file untuk melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi atau sektoral. Sama seperti halnya NATCCS GDPE, didalam file ini juga terdapat asumsi yang digunakan (misalnya inflasi, nilai tukar, harga minyak dll). Isi dari file NATACCS GDPP ada sheet yaitu (i) asumsi, (ii) tabel ringkasan, (iii) PDB ringkasan, (iv) Pertanian, (v) Pertambangan, (vi) Industri pengolahan, (vii) Listrik, (viii) Perdagangan, (ix) Pengangkutan dan Komunikasi, (x) Keuangan, dan (xi) Jasa 4) FORECASTING SPREADSHEET adalah file tempat melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari beberapa alternatif model ekonometrika hasil pengolahan dengan Eviews. File ini berisi sheet yaitu (i) ringkasan, (ii) data, (iii) Eviews input, (iv) eviews output, (v) GDP model, (vi) GDPE models, dan (vii) GDPP models. 1) Variabel dan Data Yang Digunakan Model ini menggunakan beberapa variabel asumsi. Penetapan variabel asumsi ini didasarkan pada alasan bahwa variabel ini digunakan sebagai asumsi makro dalam APBN dan mudah diramalkan atau banyak pihak yang dapat meramalkan. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan beberapa model ekonometrika sebagai bahan perbandingan dan akan dipilih model yang terbaik. Variabel independen yang dipergunakan, yaitu (i) Major Trading Partner (MTP) Growth, (ii) harga minyak mentah Indonesia (OILIDR), (iii) Indeks Harga Konsumen (IHK atau CPI), dan (iv) kredit perbankan (CREIDR). Berikut penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan : 8

16 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 1. Pertumbuhan ekonomi negara partner dagang utama atau Major Trading Partner (MTP) Growth. Adalah angka indeks komposit pertumbuhan ekonomi negara-negara partner dagang utama Indonesia. Dalam indeks MTP ini ada 13 negara partner dagang utama Indonesia. Pemilihan negara partner dagang utama didasarkan pada besarnya volume perdagangan negara tersebut dengan Indonesia. Periode yang dipergunakan adalah kuartalan. Variabel ini bisa diartikan mewakili sektor eksternal (ekspor dan impor). 2. Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Oil Price (ICP). ICP merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan sebagai asumsi dalam APBN. Sumber data ICP adalah dari Kementerian ESDM. Variabel ini mewakili sektor industri manufaktur. 3. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) adalah suatu indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). Persentase perubahan IHK merupakan tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya. Variabel inflasi digunakan untuk mewakili pengeluaran konsumsi masyarakat dan pemerintah. Semakin tinggi tingkat inflasi maka konsumsi akan semakin rendah. Rendahnya konsumsi pada gilirannya akan membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah. 4. Kredit perbankan. Variabel ini mewakili pengeluaran investasi. Semakin tinggi kredit yang disalurkan semakin tinggi investasi yang terjadi. Dalam model ini, untuk meramalkan pertumbuhan ekonomi digunakan metode seasonally adjusted secara kuartalan atau q-to-q. Data seasonally adjusted adalah data yang digunakan dalam metode statistik dengan menghilangkan atau menormalkan efek musiman dari data tersebut. Dengan data seasonally adjusted dapat diketahui apakah perekenomian Indonesia tumbuh lebih cepat atau lebih lambat setelah faktor-faktor musiman dikeluarkan. Faktor musiman dimaksudkan misalnya masa panen di sektor pertanian, penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun, konsumsi menjelang hari besar keagamaan dan lainnya. Periode data yang digunakan adalah kuartalan mulai kuartal I tahun 2000 (2000:Q1). Untuk mengatasi data outlier atau data yang diluar polanya, maka digunakan dummy pada tahun tersebut. Dalam model ini, dummy digunakan pada Q4-2000, Q3-2001, Q4-2002, Q4-2003, Q4-2004, dan Q ) Spesikasi model pertumbuhan ekonomi (PDB) agregat : Model pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah sebagai berikut : dloggdp = β 0 + β 1 D2000Q4 + β 2 D2001Q3 + β 3 D2002Q4 + β 4 D2003Q4 + β 5 D2004Q4 + β 6 D2010Q4 +β 7 dlogmtp -1 + β 8 dlogoilidr -2 + β 9 dlogcpi -2 + β 10 dlogcreidr -4 + β 11 dloggdp -1 + β 12 dloggdp -4 9

17 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 dimana : MTP OILIDR CPI CREIDR GDP = Major Trading Partner atau pertumbuhan ekonomi negara partner dagang utama Indonesia = harga minyak mentah Indonesia (ICP) = Consumer Price Index atau indeks harga konsumen (IHK) = kredit perbankan = pertumbuhan ekonomi Premis modelnya adalah sebagai berikut : Pertumbuhan ekonomi negara partner dagang utama Indonesia akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi indoneisia Kenaikan harga minyak dunia akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Inflasi yang tinggi akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Penyaluran kredit akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penjelasan model : Variabel MTP yang digunakan merupakan lag 1 dan berpengaruh positif, atau diartikan pertumbuhan ekonomi negara partner dagang utama satu kuartal sebelumnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara positif saat ini atau semakin tinggi Variabel OILIDR atau ICP yang digunakan merupakan lag 2 dan berpengaruh negatif artinya harga minyak mentah Indonesia dua kuartal sebelumnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini secara negatif atau semakin rendah Variabel CPI atau IHK yang digunakan merupakan lag 2 dan berpengaruh negatif yang artinya kenaikan IHK atau inflasi yang terjadi dua kuartal sebelumnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi saat ini secara atau semakin rendah Variabel CREIDR yang digunakan merupakan lag 4 dan berpengaruh secara positif, artinya kredit perbankan yang disalurkan empat kuartal sebelumnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini secara atau semakin tinggi 3) Hasil Model Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program Eviews, maka diperoleh hasil sebagai berikut : 10

18 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Penjelasan Hasil Model : 1) Apabila terjadi kenaikan 1 persen pada pertumbuhan negara-negara partner dagang utama satu kuartal sebelumnya maka akan meningkatkan pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 0,23 persen (contoh: dari pertumbuhan PDB 6,00 persen menjadi 6,23 persen) 2) Apabila terjadi kenaikan 1 persen pada harga minyak mentah Indonesia (ICP) dua kuartal sebelumnya maka pertumbuhan PDB Indonesia akan melambat sebesar 0,01 persen 3) Apabila terjadi kenaikan 1 persen pada indeks harga konsumen (IHK atau CPI) dua kuartal sebelumnya maka pertumbuhan PDB Indonesia akan melambat sebesar 0,08 persen 4) Apabila terjadi kenaikan 1 persen pada penyaluran kredit perbankan empat kuartal sebelumnya maka akan mendorong pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 0,01 persen. 11

19 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 II.2. Model Penetapan Besaran Asumsi Inflasi A. Proses Pentapan Besaran Asumsi Inflasi Sebagaimana telah diamatkan dalam RPJM , agenda pertama dalam program pembangunan jangka menengah tahun adalah Pembangunan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Program peningkatan kesejahteraan dilakukan dengan mendorong sektor riil serta terus menjaga stabilitas ekonomi makro. Dalam jangka menengah, melalui kebijakan Inflation Targetting Framework dan koordinasi kebijakan makro antara Pemerintah, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah, laju inflasi diarahkan untuk menurun secara bertahap dengan besaran sekitar 4 6 persen. Perkiraan tersebut didasarkan dengan sasaran tingkat inflasi yang cukup rendah dan stabil tetapi tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi secara periodik ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan Menteri Keuangan. Penetapan sasaran inflasi ini mengacu pada pasal 10, UU 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia yang menyebutkan bahwa penetapan sasaran inflasi, yang merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. dilakukan oleh Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sasaran inflasi tahun telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 5 % pada tahun 2010 dan 2011, dan 4,5 % pada tahun 2012, dengan deviasi sebesar ±1%. Pada tahun 2012, sebagai kesinambungan sasaran inflasi, telah ditetapkan sasaran inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%. Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia melakukan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi, salah satunya melalui Tim Pengendalian Inflasi untuk membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar sasaran inflasi yang telah ditetapkan dapat sebagai acuan (anchor) baik bagi masyarakat, pelaku usaha, maupun pemerintah sendiri khususnya dalam penyusunan APBN. Dalam proses penetapan besaran asumsi inflasi dalam penyusunan APBN, nilai (point) yang telah ditetapkan dalam sasaran inflasi tidak langsung digunakan sebagai angka dalam asumsi, karena berbagai pertimbangan kondisi terkini baik kondisi global maupun domestik. Angka sasaran inflasi tersebut disesuaikan dengan Adminitered Policy sesuai dengan kebijakan yang akan dilaksanakan pemerintah serta pertimbangan ekonomi globak dan domestik. Secara grafis penetapan angka asumsi inflasi yang menjadi dasar dalam penyusunan APBN adalah sebagai berikut : 12

20 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Gambar 2.1 Proses Penetapan Angka Asumsi Inflasi B. Model Disagregasi Inflasi Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Dilihat dari disagregasinya, inflasi dapat dikelompokkan menjadi inflasi inti (core inflation) yaitu yang dipengaruhi oleh fkator fundamental karena (i) interaksi permintaan penawaran, (ii) lingkungkungan eksternal seperti harga komoditas international, inflasi mitra dagang, dan nilai tukar, serta (iii) ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan inflasi non inti terdiri dari inflasi karena harga yang diatur pemerintah (Administered Prices) seperti kenaikan harga BBM, tariff listrik, tariff angkutan, cukai rokok, dll; serta karena harga yang begejolak (Volatile Food) akibat dari adanya shocks dalam kelompok bahan makanan seperti gagal panen, gangguan alam, gangguan hama penyakit, dll. 13

21 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 Pada tahun 2010 gejolak harga kelompok bahan pangan menyebabkan inflasi IHK mencapai 6,96 %. Nilai realisasi inflasi tersebut melampaui sasaran inflasi tahun 2010 yang telah ditetapkan pemerintah (batas atas sebesar 6 %), maupun angka asumsi inflasi dalam APBN-P tahun 2010 yang ditetapkan sebesar 5,3 %. Dilihat dari disagregasi inflasi, tidak tercapainya sasaran dan asumi inflasi tahun 2010 diakibatkan oleh tingginya inflasi pada komponen barang yang bergejolak (volatile food) yang mencapai 17,7 persen. Secara umum, bobot masing-masing komponen pembentuk inflasi IHK adalah 60 % untuk komponen inflasi inti, 20 % untuk komponen harga yang diatur pemerintah, dan 20 % untuk barang bergejolak. Dengan inflasi barang bergejolak mencapai 17,7 %, maka komponen ini telah memberikan andil terhadap inflasi sebesar 3,54 persen. 1 Komoditas beras sebagai makanan utama tercatat memberikan andil terbesar sebagai pembentuk inflasi tahun 2010 dengan total andil inflasi sebesar 1,1 persen. Inflasi beras terjadi pada bulan Januari sebesar 0,35%, Februari 0,13 %, Juli 0,26 %, Nopember 0,12 % dan Desember 0,23 %. Sementara itu cabe merah memberikan andil inflasi sebesar 0,32 persen. Kedua komoditas utama ini menjadi sumber utama penyebab tingginya inflasi IHK pada tahun 2010, khususnya dari komponen barang yang bergejolak (volatile food). Dari komponen harga yang diatur pemerintah, pada bulan Juli 2010 terjadi kenaikan tarif listrk sebesar 10 % yang mengakibatkan andil komponen harga yang diatur pemerintah pada tahun 2010 sebesar 1 %. Komponen inflasi inti memberikan andil sesebar 2,5 %. Gambar 2.2 Andil Komponen Inflasi Tahun ,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Inti Bergejolak Harga diatur Pemerintah 1 Andil komponen inflasi = bobot komponen x kenaikan harga pada komponen tersebut. Sehingga inflasi IHK dilihat dari disagregasi masing-masing komponennya merupakan penjumlahan dari andil ketiga komponen yakni, inti, harga diatur pemerintahg dan barang bergejolak. 14

22 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pada tahun 2011, realisasi inflasi IHK sebesar 3,79 persen, nilai ini juga berada lebih rendah (diluar sasaran yang telah ditetapkan pemerintah) dari batas bawah sebesar 4 persen. Rendahnya komponen harga yang diatur pemerintah (andil sebesar 0,4 persen) serta stabilnya komponen barang bergejolak (andil sebesar 0,7 persen). Sementara itu, komponen inti memberikan andil sebesar 2,7 persen. Inflasi tahun 2012 mempunyai pola yang hampir sama dengan tahun 2011, dimana komponen harga yang diatur pemerintah dan komponen barang bergejolak relatif stabil sehingga tidak memberikan tekanan pada inflasi IHK tahun Komponen inti seperti yang terjadi pada tahun 2010, dan 2011, tidak mengalami gejolak yang berarti. Inflasi IHK tahun 2012 berada di tingkat 4,3 persen. Angka inflasi tahun 2012 tersebut masuk dalam rentang sasaran inflasi yang telah ditetapkan pemerintah, yakni berada pada kisaran rentang 3,5 % sampai dengan 5,5 persen. Gambar 2.3 Disagregasi Komponen Inflasi Tahun Prosen (%) Core Adm Vol (ytd okt) IHK Tahun IHK Core Adm Vol

23 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 BOKS I Disagregasi inflasi IHK berdasarkan komponen yang terdiri dari komponen inti (core), harga yang diatur pemerintah (administered prices) serta harga barang bergejolak (volatile food) selama periode 2010 sampai dengan 2012, diperoleh persamaan : Log_IHK = 0, ,618 Log_Core + 0,155 Log_Adm + 0,206 Log_Vol (R 2 Adj = 0,999) (106,26) (16,53) (80,00) Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa bobot komponen inti adalah yang paling tinggi, mencapai 62 persen, diikuti oleh komponen harga bergejolak (21 persen) dan komponen harga yang diatur pemerintah 16 persen. Pada kondisi normal/tanpa adanya shock, sasaran inflasi yang telah ditetapkan pemerintah menjadi acuan dalam penentuan angka asumsi inflasi. Gambar 2.4 Perkembangan Inflasi Buluanan (mtm) 2.00% 1.50% Prosentase 1.00% 0.50% 0.00% % Realisasi Prakiraan Sep- 12 Jul- 12 May- 12 Mar- 12 Jan- 12 Nov- 11 Sep- 11 Jul- 11 May- 11 Mar- 11 Jan- 11 Nov- 10 Sep- 10 Jul- 10 May- 10 Mar- 10 Jan- 10 Karena nilai sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah merupakan sasaran 3 tahun ke depan, dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan terkini, terutama apabila ada kebijakan pemerintah misalnya terkait dengan pengurangan subisidi BBM mamupun listrik, sehingga berdampak pada kenaikan harga di pasaran. Kenaikan harga tersebut menjadi shock dalam penghitungan angka asumsi inflasi di APBN yang dimasukan sebagai andil tambahan inflasi. Penghitungan adalah sebagai berikut : Andil tambahan = bobot komoditas inflasi x kenaikan harga komoditas Evaluasi Model 16

24 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Secara umum penentuan angka asumsi inflasi dalam mengacu pada dokumen sasaran inflasi 2012 dan 2013 yang telah ditetapkan oleh pemerintah berupa RPJM dan PMK Sasaran inflasi. Realisasi inflasi pada tahun 2010 tercatat sebesar 6,96 persen, nilai ini melampaui batas tas sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 6 persen sebagai akibat dari tingginya fluktuasi komponen barang gejolak, khususnya beras dan cabe merah. Pada tahun 2011, realisasi inflasi tercatat sebesar 3,79 persen, lebih rendah dari batas bawah sasaran inflasi yakni sebesar 4 persen. Stabilnya barang bergejolak dan relatif tidak ada kebijakan pemerintah mengakibatkan angka inflasi lebih rendah dari sasaran. Pada tahun 2012, nilai asumsi inflasi dalam APBN sebesar 5,3 persen naik menjadi 6,8 persen pada APBN-P Kenaikan ini karena rencana mengurangan subsidi BBM yang diprakirakan akan mengakibatkan kenaikan harga BBM dari Rp4.500 per liter menjadi Rp Namun dalam realisasinya pengurangan subsidi BBM tersebut belum mendapatkan persetujuan DPR, disisi lain pembahasan asumsi makro telah disetujui dengan inflasi mencapai 6,8 persen karena pembahasan asumsi makro dilaksanakan sebelum pembahasan belanja pemerintah yang didalamnya termasuk subsidi BBM. Gambar 2.5 Sasaran dan Realisasi Inflasi 8 7 6, ,79 4,3 5 4 PMK batas bawah PMK batas atas APBN 3 3 APBN- P 2 2 Realisasi II.3. Metode Penetapan Besaran Asumsi Nilai Tukar Rupiah Peran nilai tukar dalam penyusunan APBN cukup penting mengingat fungsinya dalam memperhitungkan baik besaran belanja maupun penerimaan. Di sisi penerimaan, berbagai penerimaan perpajakan terkait dengan kegiatan perdagangan internasional membutuhkan satu acuan konversi untuk mengukur besar pajak yang diperoleh dari kegiatan transaksi perdagangan (eskpor dan impor) yang dilakukan dalam mata uang dolar AS. Acuan konversi tersebut juga dibutuhkan untuk mengukur besaran penerimaan yang bersumber pada eksplorasi sumber daya alam (minyak dan gas) yang dihitung berdasarkan harga di pasar internasional dalam mata uang dolar AS. Dengan prinsip yang sama, berbagai pengeluaran 17

25 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 subsidi energi dan juga pembayaran utang (pokok dan bunga) dalam bentuk valas membutuhkan acuan konversi untuk perhitungan dalam nilai rupiah. Mengingat pentingnya keakurasian proyeksi nilai tukar rupiah sebagai salah satu asumsi ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan APBN, maka diperlukan model proyeksi untuk menghasilkan perhitungan perkiraan rata-rata nilai tukar rupiah yang akurat. Namun demikian, masih terdapat permasalahan dalam pembangunan model yang memadai adalah belum adanya metodologi yang dapat memperkirakan besaran nilai tukar secara presisi. Hal tersebut mengingat pergerakan nilai tukar sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar, di mana banyak terdapat faktor di luar kendali Pemerintah. Untuk itu, Tim kerja telah menggunakan metodologi perhitungan besaran angka asumsi nilai tukar rupiah yang didasarkan pada perkiraan pergerakan nilai tukar rupiah di pasar uang, prospek perekonomian domestik dan internasional, serta masukan dari berbagai stakeholder. Perkiraan nilai tukar rupiah untuk tahun 2012 mengacu pada besaran realisasi tahun 2011, dengan memperhitungkan prospek kondisi ekonomi domestik dan global ke depan, besaran kewajiban pemerintah dan swasta yang akan jatuh tempo di tahun 2012 serta pertimbanganpertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya. Selanjutnya evaluasi dan outlook nilai tukar rupiah selama tahun berjalan dilakukan dengan menggunakan perhitungan dan simulasi terhadap data-data realisasi rata-rata tertimbang nilai tukar rupiah pada periode 30, 60 dan 90 hari serta rata-rata 6 dan 12 bulan sebelumnya. Besaran besaran yang diperoleh dari perhitungan rata rata bergerak (moving average) merupakan angka-angka acuan dasar asumsi nilai tukar rupiah merupakan angka pertimbangan yang cukup fleksibel untuk kemudian disesuaikan dengan expert judgment, serta berbagai faktor dan prospek ke depan. Meskipun masih terdapat kelemahan atas judgement yang masih memiliki probabilitas kesalahan, pendekatan ini dinilai cukup efektif dan masih mampu memberi gambaran yang cukup baik dan mengimbangi kekurangan dari model perkiraan yang sedang dikembangkan. Gambar 2.6 Model Nilai Tukar Rupiah Faktor Judgment 1. Kebijakan APBN 2. Kondisi Inflasi Domestik 3. Asumsi Perkiraan Ekonomi Global dan domestik 4. Tekanan supply- demand valas domestik Data- data historis Rata- rata Tertimbang 30, 60 dan 90 hari Terakhir Asumsi Nilai Tukar Rupiah Metodologi Perhitungan Asumsi Nilai Tukar 18

26 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Secara umum penentuan besaran rata-rata nilai tukar rupiah mengacu pada dokumen yang telah ditetapkan oleh pemerintah berupa RPJM dan memperhatikan beberapa faktor tersebut di atas. Realisasi rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp9.087 per dolar AS. Pada tahun 2011, realisasi rata-rata nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp8.779 per dolar AS. Pada tahun 2012, besaran asumsi rata-rata nilai tukar dalam APBN sebesar Rp8.800 per dolar AS naik menjadi Rp9.000 per dolar AS pada APBN-P Pelemahan asumsi nilai tukar rupiah tersebut dilandasi perkembangan kondisi perekonomian global yang belum menunjukkan perbaikan serta memperhatikan rencana kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Tabel 2.1 Asumsi Nilai Tukar Rupiah Item EOP Ave30D Ave60D Ave90D Ave6M Ave12M Asumsi APBN 2012* APBN-P 2012** APBN 2013*** * Berdasarkan realisasi hingga kuartal III tahun 2011 ** Berdasarkan realisasi hingga kuartal I tahun 2012 *** Berdasarkan realisasi hingga kartal III tahun 2012 Sesuai dengan pergerakan dan perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah seperti tertera pada tabel 2.1 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut. A. Penentuan Angka Asumsi Nilai Tukar Rupiah pada APBN 2012 Besaran asumsi Nilai Tukar Rupiah dalam APBN 2012 ditentukan sebesar Rp per dolar AS pada akhir kuartal ketiga tahun Penentuan besaran asumsi tersebut didasarkan pada pada perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah dalam rentang 30, 60 dan 90 hari serta 6 dan 12 bulan sebelumnya, yang bergerak pada kisaran Rp8.600 s.d. Rp8.850 per dolar AS. Beberapa pertimbangan yang disertakan dalam penetuan antara lain adalah: faktor negatif berupa trend nilai tukar rupiah yang menunjukkan kecenderungan melemah (depresiasi) selama beberapa bulan terakhir; serta faktor positif berupa ekspektasi pemulihan ekonomi dunia pada tahun B. Penentuan Angka Asumsi Nilai Tukar Rupiah pada APBN-P 2012 Pada kuartal pertama 2012, pemerintah telah mengajukan percepatan APBN-P 2012 mengingat pada saat itu rata-rata nilai tukar bergerak pada kisaran pada Rp8.800 s.d. Rp9.200 per dolar AS. Beberapa faktor yang mendasari perubahan tersebut antara lain adalah: (-) melambatnya perekonomian global serta perkembangan ekonomi global yang belum menunjukkan pemulihan seperti yang diharapkan sebelumnya, sehingga 19

27 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 menimbulkan tekanan pada kinerja perdagangan internasional Indonesia; (-) kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi yang mendorong tekanan pada komoditas energi dan bahan pangan di pasar domestik; (+) harapan pemulihan ekonomi global terjadi pada semester kedua tahun Dengan beberapa sentimen negatif tersebut, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan melemah hingga ke tingkat di atas Rp9.100 per dolar AS. Dengan melihat perkembangan tersebut, maka asumsi nilai tukar dalam APBN-P 2012 diusulkan untuk direvisi menjadi Rp9.000 per dolar AS, terdepresiasi dibandingkan dengan asumsi nilai tukar dalam APBN C. Penentuan Angka Asumsi Nilai Tukar Rupiah pada APBN 2013 Pada akhir kuartal ketiga 2012, Pemerintah kembali mengajukan usulan APBN 2013, dan asumsi nilai tukar disepakati sebesar Rp9.300 per dolar AS. Penetapan angka tersebut, selain memperhatikan sasaran RPJMN, dan potensi perkembangan ekonomi global dan domestik ke depan, besaran nilai tukar didasarkan juga pada perkembangan nilai tukar yang terjadi. Rata-rata nilai tukar bergerak pada kisaran antara Rp9.200 hingga Rp9.600 per dolar AS, dengan tren melemah yang terjadi sejak awal Namun, pemerintah masih optimis dengan melihat beberapa faktor positif yang dapat menjadi pendorong peningkatan nilai rupiah di tahun Hal itu mencakup (+) masih masuknya arus investasi dan modal ke pasar dalam negeri; (+) masih terdapat harapan perbaikan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia; serta (+) meningkatkan daya saing ekspor Indonesia seiring nilai tukar yang telah terdepresiasi jauh, dapat sehingga ke depan dapat terjadi perbaikan kinerja perdagangan internasional yang memberikan dampak apresiasi ke Rupiah. Berdasarkan perkembangan tersebut, besaran asumsi nilai tukar yang diajukan adalah lebih rendah dibanding asumsi 2012, namun potensi faktor faktor positif menyebabkan asumsi depresiasi nilai tukar relatif lebih rendah dibanding yang terjadi. Dalam kaitan ini, asumsi nilai tukar dalam APBN 2013 disepakati sebesar Rp per dolar AS. II.4. Metode Penetapan Besaran Asumsi Suku Bunga SPN 3 Bulan Bank Indonesia sejak bulan November tahun 2010 telah menghentikan pelelangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 3 bulan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan dana asing yang membanjiri instrumen SBI, kebijakan ini juga untuk mengarahkan investor agar menanamkan dananya pada instrument berjangka waktu lebih panjang. Bagi pemerintah, suku bunga rata rata SBI 3 bulan selama ini juga dijadikan sebagai acuan (benchmark interest rate) dalam menentukan suku bunga Surat Utang Negara (SUN) dengan suku bunga mengambang (variable rate). Sebagai konsekuensi dari dihentikannya pelelangan SBI 3 bulan maka pemerintah harus menentukan instrument surat utang lain dengan karakteristik sejenis seperti SBI 3 bulan yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan suku bunga. Mengingat pentingnya keakurasian proyeksi tingkat suku bunga rata-rata SPN 3 bulan sebagai salah satu asumsi ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan APBN, maka diperlukan model proyeksi untuk menghasilkan perhitungan perkiraan SPN 3 20

28 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro bulan yang akurat. Salah satu permasalahan dalam pembangunan model yang memadai adalah kurangnya data series SPN 3 bulan yang tersedia mengingat instrumen tersebut baru diterbitkan sejak Maret Dalam hal ini, angka asumsi suku bunga ditetapkan berdasarkan perkiraan pergerakan suku bunga instrumen-instrumen di pasar modal, prospek perekonomian, serta masukan dari berbagai stakeholder. Di tahun 2012, perkiraan suku bunga mengacu pada besaran realisasi tahun 2011, dengan memperhitungkan prospek kondisi ekonomi domestik dan global ke depan, serta pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya. Selanjutnya evaluasi dan outlook suku bunga SPN 3 bulan selama tahun berjalan dilakukan dengan menggunakan perhitungan dan simulasi terhadap data-data realisasi SPN 3 bulan sebelumnya. Gambar 2.7 Model SPN 3 Bulan Dalam perkembangannya, asumsi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan masih dihitung berdasarkan dengan perkiraan perkembangan rata-rata data historis dengan basis waktu 12 bulan terhitung mundur dari data terakhir yang digunakan. Angka pergerakan rata-rata tersebut kemudian disesuaikan dengan pertimbangan aspek-aspek yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Adapun pertimbangan yang diberikan juga memperhatikan bahwa instrumen SPN 3 Bulan merupakan instrumen yang fleksibel, yaitu dapat disesuaikan dari jumlah penerbitan dan pembatasan atas penawaran yang masuk sesuai dengan kebutuhan pembiayaan APBN. Penyesuaian angka ini merupakan angka pertimbangan yang cukup fleksibel tergantung dari expert judgment. Meskipun masih terdapat kelemahan atas judgement yang masih memiliki probabilitas kesalahan, pendekatan ini dinilai cukup efektif mengingat data historis tingkat suku bunga SPN 3 Bulan yang masih pendek. Dupont et. al. (1999) menjelaskan bahwa beberapa hal yang mempengaruhi pergerakan treasury bill adalah demand, supply, economic conditions, monetary policy, dan inflation. Untuk itu, aspek-aspek yang dipertimbangkan mempengaruhi pergerakan dari SPN 3 Bulan yang adalah sebagai berikut: 1. Suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate. (monetary policy) 21

29 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN Posisi Kepemilikan Asing pada SUN (demand dan supply) 3. Kondisi Pembiayaan APBN (supply) 4. Inflasi Domestik (inflation) 5. Asumsi Perekonomian Global (economic conditions) Faktor-faktor inilah yang menjadi kunci dalam penentuan angka penyesuaian dengan proporsi masing-masing sesuai kondisi pada saat penghitungan angka asumsi. Gambar 2.8 Perkembangan SPN 3 bulan Pemberlakuan Asumsi SPN 3 Bulan Tingkat Suku Bunga Mar Apr Apr Mei Jun Jul Jul Ags Sep Okt Okt Nov Nov Jan Jan Feb Feb Mar Mar Apr Jun Jul Ags Sep Okt Nov Tabel 2.2 Perkembangan Asumsi SPN 3 bulan Item Asumsi SPN 3 Bulan (%) Rata-rata Tertimbang 12 bulan terakhir Penyesuaian* APBN-P ,6 4,78 0,8 APBN 2012** 6,0 4,81 1,2 APBN-P 2012*** 5,0 4,26 0,7 APBN 2013**** 5,0 3,54 1,5 *penyesuaian merupakan keputusan expert judgment **dihitung pada bulan September 2011 *** dihitung pada bulan Februari 2012 **** dihitung pada bulan September 2012 Sesuai dengan pergerakan dan perkembangan dari tingkat suku bunga SPN 3 Bulan seperti tertera pada tabel 2.2 dapat dijelaskan sebagai berikut. A. Penentuan Angka Asumsi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan pada APBN 2012 Pada APBN 2012, asumsi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan ditetapkan sebesar 6,0 persen, lebih tinggi 0,4 persen dibandingkan asumsi pada APBN Perubahan Penetapan angka

30 Bab II Model Penetapan Asumsi Dasar Ekonomi Makro ini dipertimbangkan berdasarkan pergerakan rata-rata tertimbang 12 bulan terakhir yang sedikit mengalami peningkatan, dari 4,78 persen sedikit meningkat mencapai 4,81 persen. Meskipun peningkatan yang terjadi sangat tipis, namun aspek kondisi perekonomian global, terutama Yunani dan Spanyol menjadi dasar utama untuk menaikkan angka asumsi. Angka penyesuaian sebesar 0,8 persen mengakomodasi risiko atas potensi sudden reversal yang dapat sewaktu-waktu terjadi akibat kekhawatiran pasar. B. Penentuan Angka Asumsi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan pada APBN-P 2012 Angka asumsi ditetapkan berdasarkan dengan pergerakan tingkat suku bunga SPN 3 Bulan pada 12 bulan terakhir. Penghitungan dilakukan pada periode bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Februari Periode ini didasarkan pada agenda APBN Perubahan 2012 yang pembahasannya dilakukan pada bulan Maret Pergerakan rata-rata 12 bulan terakhir mengalami penurunan tajam sebesar 0,5 persen dibandingkan dengan pada saat perhitungan APBN Hal ini yang mendasari bahwa perlu adanya revisi atas angka asumsi yang telah ditetapkan sebesar 6,0 persen. Penetapan angka asumsi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan yang terlalu besar akan mengakibatkan ketidakakuratan perhitungan APBN secara keseluruhan yang juga berdampak pada beban anggaran. Penurunan angka asumsi ini juga tetap mempertimbangkan potensi risiko sehingga dilakukan penyesuaian sebesar 0,7 persen. Penyesuaian ini dipertimbangkan oleh adanya gejala-gejala resesi ekonomi Eropa dan Amerika yang masih terlihat. Penyesuaian yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan pada perhitungan APBN 2012 didasari pada kondisi domestik yang stabil dan baik meskipun global masih dalam ketidakjelasan. Dengan begitu, angka asumsi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan ditetapkan sebesar 5,0 persen. C. Penentuan Angka Asumsi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan pada APBN 2013 Dengan metode yang sama, tingkat suku bunga SPN 3 Bulan APBN 2013 ditetapkan sebesar 5,0 persen. Meskipun penurunan rata-rata pergerakan suku bunga pada 12 bulan terakhir jauh lebih besar yaitu sebesar 0,8 persen, namun Pemerintah tetap mempertahankan angka asumsi pada posisi 5,0 persen. Angka penyesuaian yang ditetapkan lebih besar, yaitu sebesar 1,5 persen. Angka penyesuaian yang lebih besar dipertimbangkan berdasarkan potensi risiko atas kondisi perekonomian global yang masih mengalami ketidakjelasan, terutama dampak resesi Eropa dan problematika fiskal Amerika. Angka penyesuaian ini juga mengakomodasi atas perkembangan suku bunga SPN 3 Bulan beberapa pelelangan terakhir yang sempat mengalami kenaikan di atas 3,0 persen. Hal ini menjadi strategi antisipasi jika resesi global kian bertambah parah. Memperhatikan keterbatasan yang ada, maka model perhitungan suku bunga SPN 3 bulan ini masih harus terus dikembangkan, misalnya dengan melakukan penelitian lebih lanjut pergerakan suku bunga obligasi bertenor lain seperti obligasi bertenor 5 atau 10 tahun untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap terkait pergerakan suku bunga SPN 3 bulan. Keterbatasan data series suku bunga SPN 3 bulan masih merupakan kendala utama dalam meningkatkan keakurasian perhitungan perkiraan suku bunga SPN 3 bulan ke depan. Selain itu, karakteristik suku bunga SPN 3 bulan sebagai suatu tingkat bunga kebijakan, yang 23

31 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 dalam hal ini dipengaruhi oleh kebijakan Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang) sehingga tidak hanya tergantung pada sentimen dan pergerakan pasar, juga merupakan hambatan dalam meningkatkan tingkat akurasi perhitungan suku bunga SPN 3 bulan. 24

32 BAB III ASUMSI DASAR EKONOMI 2012 DAN REALISASINYA Asumsi Dasar Ekonomi Makro merupakan salah satu landasan penting dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Masing-masing komponen merupakan dasar bagi perhitungan rencana penerimaan maupun belanja negara. Sebagai contoh, besaran Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhannya akan menjadi dasar perhitungan penerimaan perpajakan, laju inflasi juga digunakan dalam perkiraan kenaikan belanja negara, nilai tukar akan mempengaruhi perkiraan penerimaan negara dari pajak perdagangan internasional maupun anggaran pembayaran utang dan bunga utang luar negeri, harga minyak mentah indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) tidah saja menjadi dasar perkiraan penerimaan migas, tetapi juga beban subsidi BBM dalam negeri. Dengan memperhatikan peran tersebut, penyimpangan realisasi asumsi ekonomi dasar dapat menyebabkan realisasi pendapatan dan belanja negara yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Realisasi penerimaan perpajakan dapat lebih rendah dari rencana akibat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan, beban utang luar negeri dapat meningkat akibat nilai kurs rupiah yang mengalami depresiasi cukup besar, sementara kenaikan harga minyak mentah (ICP) tentu dapat mendorong peningkatan biaya subsidi BBM dalam negeri yang harus ditanggung Pemerintah. Dampak-dampak yang mungkin terjadi tersebut tentu akan berimplikasi pada alokasi dan ketersediaan dana dalam anggaran. Peningkatan beban biaya-biaya dasar yang harus ditanggung pemerintah (mandatory spending), akan mengurangi ketersediaan dana untuk kegiatan pembangunan dan ruang gerak fiskal (fiscal space). Dengan memahami kerangka tersebut, maka dapat dipahami bahwa pemantauan dan analisis terhadap asumsi dan realisasinya menjadi penting. Penyimpangan dan tekanan yang mungkin muncul membutuhkan respon kebijakan untuk menghindari dan mencegah gejolak yang terlalu besar yang dapat menghambat kegiatan dan program 25

33 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 kerja serta pencapaian penignkatan kesejahteraan seluruh warga negara secara adil dan merata. III.1 Perkembangan Perekonomian Global Memasuki tahun 2012 kinerja perekonomian dunia terus bergerak dengan perubahan yang sangat dinamis dan fluktuatif. Meskipun kinerja perekonomian Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan adanya perbaikan, akan tetapi krisis di kawasan Eropa masih belum menunjukkan adanya tanda-tanda penyelesaian. Proses pemulihan ekonomi AS diperkirakan akan terus berlanjut sampai dengan akhir tahun Pada triwulan ketiga tahun 2012 perekonomian AS masih mampu tumbuh postif sebesar 2,6 persen (yoy), lebih tinggi dari kuartal yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 1,6 persen (yoy). Seiring dengan hal itu, pasar tenaga kerja AS turut mengalami perkembangan yang positif, tingkat pengangguran AS terus menurun selama tahun 2012 hingga mencapai 7,8 persen di bulan Desember. Sampai dengan akhir tahun 2012 perekonomian AS diperkirakan mampu tumbuh sebesar 2,2 persen. Gambar 3.1 Pertumbuhan Ekonomi AS (%,yoy) Gambar 3.2 Perkembangan Tingkat Pengangguran Amerika Serikat (%) 3 9, ,9 2,5 2,8 2,4 1,8 1,9 1,6 2,0 2,4 2,1 2,6 9,0 8,5 8,0 8,5 7,8 7,5 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q ,0 Jan- 11 Feb- 11 Mar- 11 Apr- 11 Mei- 11 Jun- 11 Jul- 11 Agust- 11 Sep- 11 Okt- 11 Nop- 11 Des- 11 Jan- 12 Feb- 12 Mar- 12 Apr- 12 Mei- 12 Jun- 12 Jul- 12 Agust- 12 Sep- 12 Okt- 12 Nop- 12 Des- 12 Sumber: Bloomberg Untuk mendorong kinerja perekonomian AS, The Fed kembali melalukan program pembelian obligasi 26 yang disebut dengan Quantitative Easing tahap 3 (QE3) melalui pembelian mortgage backed securities (surat berharga berbasis kredit perumahan) sebesar US$40 miliar dan di saat yang sama program operation twist masih terus dilakukan, dengan kedua program tersebut The Fed akan mengakumulasi surat berharga jangka panjang senilai US$85 miliar setiap bulannya. Di sisi lain, AS menghadapi risiko fiscal cliff yang tidak terhindarkan pada awal tahun 2013, dimana anggaran fiskal AS harus dapat memenuhi target peningkatan pajak dan pemangkasan belanja yang pada gilirannya bisa menekan pertumbuhan ekonomi. Berbeda halnya dengan AS, kondisi perekonomian di kawasan Eropa mengalami resesi dengan tingkat pertumbuhan yang mencapai minus 0,6 persen (yoy) pada triwulan ketiga

34 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya 2012, jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun 2011 sebesar 1,6 persen (yoy). Kontraksi ekonomi tersebut merupakan resultan dari kondisi pertumbuhan negatif di negaranegara yang mengalami tekanan utang pemerintah, seperti Italia, Portugal, Spanyol, dan Yunani. Di sisi lain, negara-negara, seperti Jerman dan Perancis, mengalami kondisi ekonomi yang relatif stagnan. Sementara itu, rasio utang kawasan Eropa pada triwulan kedua 2012 mencapai 90 persen terhadap PDB, lebih tinggi dibandingkan triwulan kedua pada tahun sebelumnya sebesar 87,1 persen terhadap PDB. Rasio utang Yunani, Italia dan Portugal kembali meningkat masing-masing mencapai 150,3 persen, 126,1 persen dan 111,5 persen, merupakan angka tertinggi di antara kawasan Eropa lainnya. Tingkat pengangguran Eropa terus mengalami peningkatan sepanjang tahun 2012 mencapai 11,6 persen di bulan September Gambar 3.3 Pertumbuhan Ekonomi Eropa (%, yoy) Q Q Q Eropa Jerman Perancis Italia Spanyol Portugal Yunani Tabel 3.1 Rasio Utang Eropa (%/PDB) Q2:2011 Q1:2012 Q2:2012 Yunani 158,8 136,9 150,3 Italia 121,7 123,7 126,1 Portugal 106, ,5 Irlandia 101,5 108,5 111,5 Belgia 97,6 101,7 102,5 Prancis 86,0 89,1 91,0 Euro Area 87,1 88,2 90,0 EU27 81,4 83,5 84,9 Jerman 81,1 81,1 82,8 Spanyol 66,7 72,9 76,0 Sumber: Eurostat Sebagai upaya dalam pemulihan ekonomi Eropa, European Central Bank (ECB) berkomitmen untuk meluncurkan program pembelian obligasi yang disebut outright monetary transaction (OMT) dengan tujuan untuk menurunkan biaya pinjaman di kawasan Eropa, program pembelian obligasi ini tidak akan terbatas. Akan tetapi, ECB hanya akan membeli obligasi yang tergabung dalam EFSF/ESM atau telah menerima bailout dari Uni Eropa/IMF. Dalam pembelian obligasi tersbut ECB juga akan melakukan proses sterilisasi, yang dapat dilakukan melalui kenaikan bunga bagi perbankan yang menyimpan dana di ECB, yang bertujuan untuk mengurangi likuiditas di pasar akibat dari program tersebut. Selain itu, program European Stability Mechanism (ESM) akan dilaksanakan untuk menggantikan program sebesar 500 miliar. European Financial Stability Facility (EFSF) dengan total dana Di kawasan Asia, meskipun masih mengalami pertumbuhan yang positif pada triwulan ketiga 2012 pertumbuhan ekonomi Jepang dan Korea cenderung mengalami perlambatan 27

35 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Perekonomian Jepang di triwulan ketiga masih tumbuh positif sebesar 0,1 persen (yoy), meskipun secara triwulanan mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen (qoq). Sama halnya dengan AS dan Eropa, bank sentral Jepang memberikan stimulus program pembelian aset sebesar 90 triliun yen yang bertujuan untuk mendorong perekonomian Jepang ditengah perlambatan serta untuk mengatasi deflasi. Sementara itu, perekonomian Korea tumbuh sebesar 1,6 persen (yoy) pada triwulan ketiga 2012 yang merupakan pertumbuhan terendah sejak tiga tahun terakhir. Pelemahan ekonomi yang dialami negara-negara maju juga membawa implikasi kurang baik bagi perekonomian negara berkembang. Mengingat negara-negara kawasan Eropa dan negara maju merupakan tujuan ekspor utama negara-negara berkembang, maka pelemahan ekonomi yang terjadi menyebabkan penurunan permintaan ekspor atas berbagai produk dari negara-negara berkembang. Hal ini menjadi tekanan baru bagi perekonomian negara berkembang, khususnya negara-negara yang memiliki peran ekspor cukup besar dalam perekonomiannya, seperti Cina, India, dan Singapura. Kinerja perekonomian Cina di triwulan ketiga 2012 mampu tumbuh positif sebesar 7,4 persen (yoy) meskipun merupakan pertumbuhan terendah sejak tiga tahun terakhir. Menurunnya kinerja sektor manufaktur dan ekspor akibat krisis utang Eropa serta melambatnya proses pemulihan ekonomi AS merupakan penyebab rendahnya pertumbuhan Cina di triwulan ketiga. Indikator ekonomi Cina lainnya menunjukkan adanya pelemahan, investasi asing langsung di Cina mencatatkan adanya penurunan pada September sebesar 6,8 persen (yoy) menjadi US$8,43 miliar. Pencapaian investasi langsung asing dari Januari sampai September 2012 tercatat turun 3,8 persen (yoy) dari periode yang sama pada 2011 menjadi US$83,42 miliar. Investasi dari kawasan Eropa ke Cina turun 6,3 persen menjadi US$4,83 miliar, sedangkan dari AS turun 0,63 persen menjadi US$2,37 miliar dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu, perekonomian India masih menghadapi tekanan akibat tingginya laju inflasi serta pelemahan nilai tukar. Pada triwulan kedua 2012 perekonomian India tumbuh sebesar 5,5 persen (yoy) yang merupakan pertumbuhan terendah sejak tiga tahun terakhir. Di sisi lain, laju inflasi India terus mengalami kenaikan mencapai 9,75 persen (yoy) di bulan Oktober. Sebagai langkah antisipatif yang bertujuan untuk mendorong perekonomian serta menurunkan defisit anggaran yang mencapai 5,9 persen per PDB pada tahun 2011, pemerintah India mengambil langkah kebijakan berupa kenaikan harga solar sebesar 14 persen. 28

36 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya Gambar 3.4 Pertumbuhan Ekonomi China (%,yoy) Gambar 3.5 Perkembangan Laju Inflasi India (%,yoy) ,3 7,6 8,6 10,2 10,2 10,1 9,8 10,3 9, Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 0 Jan- 12 Feb- 12 Mar- 12 Apr- 12 Mei- 12 Jun- 12 Jul- 12 Agust- 12 Sep Sumber: Bloomberg Sampai dengan triwulan ketiga 2012, perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada negaranegara di kawasan Asia Tenggara. Di antara ASEAN-5, Singapura mengalami perlambatan pertumbuhan terbesar yaitu tumbuh 0,3 pesen (yoy), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sebesar 6,0 persen (yoy). Redahnya pertumbuhan Singapura disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor sebagai dampak dari melemahnya permintaan dari Eropa dan AS sebagai mitra dagang utama. Ekonomi Malaysia melambat dari 5,6 persen (yoy) di triwulan kedua 2012 menjadi 5,2 persen (yoy) di triwulan ketiga pada Sama halnya dengan Malaysia, ekonomi Filipina di triwulan kedua 2012 mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 5,9 persen (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,3 persen (yoy). Besarnya peran aktivitas ekspor impor dengan AS dan kawasan Eropa turunnya kinerja ekspor Filipina sebesar 9,0 persen (yoy) di bulan Agustus akibat turunnya permintaan produk elektronik. Meskipun turut mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan ketiga 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan yang tertinggi di antara ASEAN-5 lainnya. Perekonomian Indonesia mampu tumbuh sebesar 6,2 persen (yoy) yang didorong oleh tingginya konsumsi domestik dan investasi. Semetara itu, pasca bencana banjir besar yang telah melumpuhkan sektor industri dan kegiatan ekonomi dan ekspor impor Thailand pada tahun 2011, perekonomian Thailand pada triwulan kedua 2012 mampu tumbuh sebesar 4,2 persen (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2011 yang mengalami pertumbuhan minus 8,9 persen. 29

37 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 Tabel 3.2 Pertumbuhan Ekonomi ASEAN-5 ( persen, yoy) Sumber: Bloomberg Di tahun 2011, ekonomi global mengalami pertumbuhan yang relatif lambat. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh tekanan di kawasan Eropa dan beberapa negara maju. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2011 melambat hingga mencapai 3,8 persen jauh lebih rendah dari tahun 2010 sebesar 5,1 persen. Perlambatan perekonomian global memberikan tekanan baik terhadap negara maju ataupun negara berkembang, sampai dengan akhir 2011 perekonomian negara maju dan negara berkembang masing-masing melambat. Pertumbuhan ekonomi negara maju melambat dari 3,0 persen pada 2010 menjadi 1,6 persen pada 2011, dan pertumbuhan ekonom,i negara berkembang melambat dari 7,4 persen menjadi 6,2 persen. Seiring dengan perlambatan perekonomian global, volume perdagangan internasional juga melambat hingga mencapai 5,8 persen atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 12,6 persen. Memasuki tahun 2012, kinerja perekonomian dunia terus bergerak dengan perubahanperubahan yang sulit dipastikan sebelumnya. Beberapa indikator-indikator perekonomian Amerika Serikat (AS) hingga triwulan III 2012 masih menunjukkan perkembangan yang positif, tingkat pengangguran AS sempat mencapai level terendah selama tiga tahun yakni 7,8 persen pada bulan September Namun AS juga masih menghadapi risiko, aktivitas manufaktur sempat mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut (Juni s.d. Agustus 2012) dan produksi industri terus melambat sejak April 2012, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan hingga triwulan II Di sisi lain, kondisi perekonomian Eropa cenderung memburuk, bahkan jatuh ke jurang resesi. Tingkat pengangguran yang semakin meningkat dan rasio utang yang belum juga mengalami penurunan menunjukkan belum adanya pemulihan di wilayah Eropa. Meningkatnya risiko di negara-negara maju tersebut pada akhirnya juga memberikan dampak pada negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi Cina terus melambat di bawah delapan persen hingga triwulan III 2012, karena ketergantungan perdagangan internasionalnya dengan negara-negara maju seperti AS dan Eropa. Kondisi ini tentunya juga berdampak pada negara-negara berkembang lainnya melalui perdagangan, investasi langsung maupun portofolio. Periode Thailand Filipina Singapura Malaysia Indonesia Q1 12,0 8,4 16,5 10,1 5, Q2 9,2 8,9 19,8 9,0 6,3 Q3 6,6 7,3 10,6 5,2 5,8 Q4 3,8 6,1 12,5 4,8 6,8 Q1 3,2 4,9 9,1 5,1 6, Q2 2,7 3,6 1,2 4,3 6,5 Q3 3,7 3,2 6,0 5,7 6,5 Q4-8,9 4,0 3,6 5,2 6,5 Q1 0,4 6,3 1,6 5,1 6, Q2 4,2 5,9 2,5 5,6 6,4 Q3 n.a n.a 0,3 5,2 6,2 30

38 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya Tabel 3.3 Perkiraan Indikator Ekonomi Dunia (%) WEO- IMF 2012 Okt'11 Jan'12 Apr'12 Juli'12 Okt'12 Dunia 4,0 3,3 3,5 3,5 3,3 AS 1,8 1,8 2,1 2,0 2,2 Eropa 1,1-0,5-0,3-0,3-0,4 GDP China 9,0 8,2 8,2 8,0 7,8 India 7,5 7,0 6,9 6,1 4,9 ASEAN- 5 5,6 5,2 5,4 5,4 5,4 Indonesia 6,3 n.a 6,1 6,5 6,0 Vol.Perdagangan Dunia 5,8 3,8 4,0 3,8 3,2 Sumber: World Economic Outlook, IMF Hal ini pada akhirnya mendorong revisi terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi di tahun 2012 seiring dinamika perekonomian global yang terus berkembang. Pada Januari 2012, perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2012 mengalami revisi ke bawah dibandingkan dengan perkiraan pada Oktober Namun dengan melihat perkembangan yang positif pada triwulan I 2012, di bulan April dan Juli 2012, perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia 2012 mengalami revisi ke atas dibandingkan perkiraan Oktober Seiring dengan kondisi ekonomi global yang terus mengalami perkembangan, di mana prospek pemulihan ekonomi Eropa belum juga menemui titik jelas serta mulai semakin tajamnya perlambatan yang terjadi di Cina dan India, maka perkiraan pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia di tahun 2012 kembali mengalami revisi yang negatif di bulan Oktober Sesuai perkiraan terkahir, di tahun 2012 pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan sebesar 3,3 persen, melambat dibandingkan realisasi pertumbuhan 2011 yang sebesar 3,8 persen. Pertumbuhan ekonomi AS 2012 diperkirakan sebesar 2,2 persen, meningkat dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 1,8 persen. Kondisi ini karena sejumlah indikator ekonomi AS mulai bergerak ke arah yang positif serta mulai berdampaknya kebijakan stimulus quantitative easing jilid ketiga. Sementara itu, Eropa diperkirakan akan mengalami kontraksi ekonomi 0,4 persen selama 2012, ekonomi Cina diperkirakan melambat dari 9,2 persen pada 2011 menjadi 7,8 persen di tahun 2012, dan ekonomi India diperkirakan melambat dari 6,8 persen pada 2011 menjadi 4,9 persen pada Sedangkan ekonomi negara-negara ASEAN-5 justru diperkirakan tumbuh lebih cepat dari 4,5 persen pada 2011 menjadi 5,4 persen pada

39 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 Gambar 3.6 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Dunia (%) ,3 1,3 5,3 Dunia Negara Maju Negara Berkembang - 0,4 2,2 Eropa AS ASEAN- 5 China India f 5,4 7,8 4,9 Sumber: WEO, IMF Di lain pihak volume perdagangan internasional juga diperkirakan akan melambat dari 5,8 persen pda 2011 menjadi 3,2 persen Akibat lemahnya aktivitas perekonomian terutama di negara-negara maju, peningkatan permintaan barang-barang impor juga tidak sebesar sebelumnya. Hal ini juga tercermin dari indeks harga komoditas global yang diperkirakan menurun di tahun 2012, antara lain indeks harga komoditas pangan, pertanian dan logam. Sedangkan indeks harga komoditas minyak masih cenderung meningkat akibat kondisi geopolitik di Timur Tengah. Secara keseluruhan selama 2012, inflasi diperkirakan sebesar 3,9 persen (yoy), melambat dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 4,5 persen (yoy). Kondisi perekonomian dunia tahun 2012 secara keseluruhan diperkirakan belum akan menunjukkan pemulihan yang signifikan. Masih terdapat beberapa faktor risiko yang dihadapi perekonomian dunia di tahun 2012 ini. Pemulihan ekonomi di negara-negara maju masih diliputi ketidakpastian, khususnya terkait kondisi fiskal. Di tahun 2012, rasio utang per PDB negara-negara maju diperkirakan akan meningkat dibandingkan tahun Rasio utang di kawasan Eropa diperkirakan meningkat dari 88 persen pada 2011 menjadi 93,6 persen di tahun 2012, di mana Yunani dan Italia menjadi dua negara dengan tingkat utang tertinggi, rasio utang Yunani meningkat dari 165,4 persen pada 2011 menjadi 170,7 persen pada 2011, dan Italia meningkat dari 120,1 persen pada 2011 menjadi 126,3 persen pada Sementara itu AS juga masih harus menghadapi risiko dari rasio utangnya yang belum turun bahkan diperkirakan meningkat di tahun 2012 dari 102,9 persen menjadi 107,2 persen. Sedangkan Jepang menjadi negara dengan rasio utang tertinggi di atas 200 persen, di tahun 2011 rasio utang Jepang mencapai 229,6 persen, dan diperkirakan meningkat di tahun 2012 menjadi 236,6 persen. 32

40 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya Gambar 3.7 Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia (%) Gambar 3.8 Indeks Harga Komoditas dan Inflasi Global (%) 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0 12,6 5,8 3,2-10, f Vol. Perdagangan Impor Ekspor ,1 4,2 4,5 3, f 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Inflasi (%, YoY) (RHS) Minyak Pangan Pertanian Logam Sumber: WEO, IMF Di lain pihak, pada 2012 defisit anggaran negara-negara maju diperkirakan turun dibandingkan Hal ini terkait komitmen beberapa negara tersebut untuk melakukan penghematan anggaran. Namun rasio defisit anggaran per PDB Jepang justru diperkirakan masih akan mengalami peningkatan dari 8,3 persen menjadi 9,1 persen di tahun Jepang masih harus menghadapi tekanan untuk mendorong perekonomiannya yang melemah sejak bencana Tsunami melanda pada awal Tabel 3.4 Rasio Utang dan Defisit per PDB Negara-negara Maju (%) Negara/ Kawasan Utang per PDB (%) Defisit per PDB (%) Eropa 88,0 93,6 n.a. n.a. Yunani 165,4 170,7-8,3-4,5 Irlandia 106,5 117,7-7,7-6,1 Italia 120,1 126,3-3,4-0,6 Portugal 107,8 119,1-6,6-4,1 Spanyol 69,1 90,7-7,5-5,4 AS 102,9 107,2-7,9-6,8 Jepang 229,6 236,6-8,3-9,1 Sumber: WEO, IMF Di samping risiko utang, kegiatan investasi dan arus modal diperkirakan belum dapat pulih sepenuhnya sebagai dampak diturunkannya peringkat kredit (credit rating) beberapa negara Eropa di tahun Beberapa negara berkembang khususnya Cina mengalami perlambatan ekonomi yang juga terlihat dari jumlah investasi asing langsung yang mengalami penurunan. Pada September 2012 investasi asing di Cina turun 6,8 persen (yoy) 33

41 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 menjadi US$8,43 miliar. Investasi dari kawasan Eropa ke Cina menyusut 6,3 persen (yoy) menjadi US$4,83 miliar. Penurunan serupa juga terjadi untuk investasi dari negara- negara Asia Tenggara ke Cina yang turun turun 4,9 persen (yoy) menjadi US$70,99 miliar. Potensi risiko terhadap perekonomian dunia lainnya berupa gejoiak harga komoditas energi dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, harga komoditas minyak mentah dunia telah menunjukkan fluktuasi yang cukup besar. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, disertai faktor-faktor spekulasi dan geo-politik telah menyebabkan lonjakan harga minyak mentah dunia ke tingkat yang sangat tinggi. Walaupun kemudian harga minyak turun kembali, namun fluktuasi yang sangat besar dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan sentimen negatif di berbagai negara, termasuk Indonesia. Gejolak-gejolak yang mungkin terjadi dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi dunia, yang pada gilirannya dapat mengganggu kondisi ekonomi domestik dan pelaksanaan program pembangunan. Tekanan pada sisi permintaan global akan menjadi ganjalan bagi kinerja ekspor Indonesia, sementara gejolak lalu lintas modal di pasar global tentu dapat berimbas pula pada stabilitas nilai tukar dan arus dana ke pasar domestik. III.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011 merupakan tahun yang menunjukkan kuatnya daya tahan perekonomian Indonesia dalam menghadapi tekanan-tekanan yang bersumber pada ketidakpastian perekonomian global. Hal itu tercermin dari tingginya angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Indonesia sementara beberapa negara mengalami perlambatan atau bahkan tumbuh negatif. Tahun 2011, PDB tumbuh 6,5%, merupakan angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Peningkatan kinerja tersebut juga diiringi dengan makin membaiknya kualitas pertumbuhan yang antara lain tercermin pada tingkat pengangguran dan kemiskinan yang makin menurun. Pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui berbagai usaha seperti perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan daya saing industri dan produk ekspor, serta peningkatan ketahanan pangan nasional termasuk dalam rangka stabilisasi harga. 34

42 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya Gambar 3.9 Pertumbuhan PDB Indonesia (%, yoy) ,3 6,0 6,2 6,5 4 4, Sumber: BPS Dari sisi pengeluaran, kinerja pertumbuhan ekonomi ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan meningkatnya investasi sehingga mampu menahan perlambatan yang terjadi di sisi eksternal. Sementara dari sisi penawaran, kinerja pertumbuhan perbaikan juga terlihat dengan meningkatnya kinerja sektor tradables, khususnya industri pengolahan yang meningkat signifikan dari periode sebelumnya dan tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi selama tujuh tahun terakhir. Meskipun demikian, kinerja pertumbuhan sektor tradables belum cukup kuat untuk melampaui pertumbuhan sektor non-tradables. Hal ini disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor pertambangan dan rendahnya pertumbuhan sektor pertanian, sementara kinerja sektor nontradables tetap bertahan di level pertumbuhan yang tinggi. Secara umum, sumber pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Dalam UU APBN tahun 2012 yang disusun di tahun sebelumnya, laju pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebesar 6,7 persen. Besaran asumsi pertumbuhan yang juga menjadi sasaran pembangunan telah disusun dengan mempertimbangkan faktor-faktor domestik, seperti suku bunga, nilai tukar, dan inflasi, dan juga faktor eksternal, seperti perkiraan kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang Indonesia. Selain faktor-faktor ekonomi, besaran asumsi juga disusun dengan mempertimbangkan sasaran RPJMN yang telah ditetapkan sebesar 6,4 persen hingga 6,9 persen, serta prioritas program-program pembangunan di sektor riil. Di sepanjang tahun 2012, besaran-besaran asumsi dasar yang telah ditetapkan, termasuk pertumbuhan ekonomi, terus dikaji ulang untuk melihat apakah masih realistis atau tidak, dan perlunya respon kebijakan ataupun penyesuaian besaran asumsi-asumsi tersebut. Memasuki tahun 2012, khususnya di kuartal I, Pemerintah melihat eskalasi tekanan pada perekonomia domestik yang berpotensi mengganggu pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi. Tekanan ekonomi yang dialami negara-negara maju dan juga beberapa mitra 35

43 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 dagang utama Indonesia semakin nyata berdampak buruk pada kinerja perdagangan internasional Indonesia. Tekanan harga minyak secara langsung maupun tidak langsung telah mengganggu pelaksanaan rencana kerja dan APBN Dengan perkembanganperkembangan dan indikator yang tersedia, Pemerintah memandang sasaran pertumbuhan tersebut menjadi kurang realistis dan perlu dilakukan respon kebijakan dan penyesuaian terhadap asumsi dan sasaran pertumbuhan ekonomi. Di akhir kuartal I, Pemerintah telah menyampaikan usulan perubahan asumsi ekonomi dasar, yang kemudian telah disepakati DPR dan ditetapkan dalam UU APBN-P Dalam UU tersebut sasaran pertumbuhan ekonomi telah direvisi ke tingkat 6,5 persen. Laju pertumbuhan PDB Indonesia di kuartal pertama mencapai 6.3 persen, melambat dibandingkan keempat kuartal di tahun Perlambatan yang terjadi terutama didorong oleh menurunnya kinerja ekspor neto. Sementara komponen-komponen lain masih menunjukan kinerja yang cukup baik. Di kuartal-kuartal selanjutnya, kinerja kinerja ekspor neto terus menunjukan pelemahan, sementara, Investasi (PMTB) menunjukkan peningkatan. Kinerja konsumsi Rumah tangga relatif cukup stabil. Di kuartal kedua dan ketiga, pertumbuhan ekonomi masing-masing mencapai 6,4 persen dan 6,2 persen, sehingga secara kumulatif, laju pertumbuhan di ketiga kuartal mencapai 6,3 persen. Di kuartal III 2012, pertumbuhan ekonomi sedikit melambat, hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang tidak sekuat triwulan sebelumnya, kontraski pertumbuhan konsumsi pemerintah karena pergeseran realisasi pembayaran gaji ke-13 ke kuartal kedua. Ekspor tumbuh negatif sebagai dampak belum pulihnya krisis ekonomi di Eropa dan Amerika. Namun, neraca perdagangan masih surplus karena impor mengalami kontraksi lebih dalam. Walaupun masih terjadi surplus neraca perdagangan yang memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan, penurunan aktivitas ekspor dan impor tentu juga mengindikasikan penurunan aktivitas produksi di dalam negeri. Dari sisi pengeluaran (demand), hingga kuartal III tahun 2012, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,3 persen persen (ctoc), didukung oleh pertumbuhan konsumsi makanan 4,3 persen (ctoc) dan konsumsi nonmakanan 6,1 persen. Angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut lebih tinggi bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,6 persen (ctoc). Beberapa hal yang mendorong peningkatan konsumsi akhir rumah tangga adalah terkait perayaan keagamaan (puasa dan lebaran), libur bersama nasional, liburan akhir tahun ajaran serta biaya pendidikan tahun ajaran baru. Selain itu, inflasi terjaga pada tingkat yang rendah sehingga tetap mampu mampu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah tumbuh 2,9 persen (ctoc), melambat dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun 2011 yang sebesar 3,4 persen (ctoc). Sedangkan secara year-on-year terjadinya kontraksi pertumbuhan pada triwulan III/2012 terutama karena adanya penurunan belanja pegawai (Rp48,66 triliun vs Rp51,20 triliun) dan belanja bantuan sosial serta belanja lain-lain (APBN) (Rp39,57 triliun vs Rp46,32 triliun). Sementara secara kuartalan (qtoq) kontraksi terjadi seiring lebih rendahnya realisasi belanja pegawai dan belanja bantuan sosial yang pada triwulan III/2012 masing-masing sebesar Rp48,66 triliun dan Rp9,44 triliun, 36

44 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya sedangkan pada triwulan II/2012 masing-masing sebesar Rp59,30 triliun dan Rp13,77 triliun. Belanja barang masih meningkat meskipun peningkatannya tidak setinggi pada triwulan II/2012. Sementara itu, penerimaan dari barang dan jasa (bagian dari PNBP, seperti pendidikan, kesehatan, dan tempat rekreasi) yang merupakan faktor pengurang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II/2012. Hingga kuartal III 2012 pertumbuhan investasi/pmtb mencapai 10,8 persen (ctoc). Pertumbuhan investasi didorong oleh kinerja kegiatan bangunan dan impor barang modal berupa mesin-mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, serta kendaraan. Impor barang modal terutama berasal dari Cina, Jepang, Singapura, Thailand, dan USA. Secara year-on-year kinerja investasi melambat dibanding pertumbuhan triwulan II/2012 (10,02 persen vs 12,32 persen). Hal ini dikarenakan sebagian besar komponen PMTB mengalami perlambatan pertumbuhan seperti: mesin (domestik & luar negeri), kendaraan (domestik & luar negeri), dan barang modal lainnya dari luar negeri. Sedangkan bangunan dan barang modal jenis lainnya domestik masih mengalami peningkatan pertumbuhan. Sedangkan secara kuartalan (qtoq) melambat dibanding pertumbuhan triwulan II/2012 (2,94 persen vs 6,33 persen), terkait kontraksi pada mesin dalam negeri, kendaraan (domestik & luar negeri), dan barang modal lainnya dari luar negeri. Sementara itu, barang modal jenis bangunan masih tumbuh sebesar 3,97 persen. Kinerja ekspor Indonesia selama triwulan III/2012 menurun baik secara q-to-q maupun y-ony, seiring dengan melemahnya kinerja ekonomi beberapa negara mitra utama ekspor Indonesia serta turunnya harga beberapa komoditas utama ekspor Indonesia di pasar internasional. Secara q-to-q, kinerja ekspor terkontraksi sebesar -0,21 persen disebabkan menurunnya ekspor barang dan ekspor jasa, masing-masing sebesar -0,17 persen dan - 0,53 persen. Secara y-on-y, kinerja ekspor terkontraksi lebih dalam sebesar -2,78 persen diantaranya disebabkan turunnya volume ekspor migas serta turunnya kinerja ekspor jasa. Meskipun demikian, secara kumulatif masih tumbuh positif yaitu 2,2 persen (ctoc) dimana ekspor barang meningkat 2,3 persen dan ekspor jasa 1,7 persen. Kinerja impor Indonesia selama triwulan III/2012 terkontraksi lebih dalam dibandingkan ekspor seiring depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD yang mendorong harga barang impor menjadi semakin mahal. Kondisi ini mendorong neraca perdagangan untuk komoditas barang pada triwulan III/2012 sudah kembali mengalami surplus. Kontraksi pertumbuhan q- to-q seiring dengan menurunnya impor barang minus 8,6 persen dan impor jasa minus 7,5 persen. Secara y-on-y, kontraksi impor disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan impor barang yang sebesar 1,40 persen, belum mampu mengkompensasi kontraksi pertumbuhan impor jasa yang sebesar -7,56 persen Dari sisi produksi, semua sektor ekonomi mencatat pertumbuhan positif hingga kuartal III Sektor Pertanian baik secara kuartalan (qtoq), tahunan (yoy) maupun kumulatif (ctoc) tumbuh lebih baik dibanding periode sebelumnya. Secara q-to-q meningkat tajam dari 2,3 persen pada Q menjadi 6,1 persen di Q Secara year on year tumbuh 4,8 persen (dari sebelumnya 2,6 persen) dan kumulatif tumbuh 4,9 persen. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan sektor Pertanian diantaranya adalah: 37

45 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN Faktor musiman beberapa komoditas tanaman perkebunan seperti tebu, kopi dan sawit. Cuaca juga cukup kondusif untuk penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Peningkatan produksi padi di Jawa Timur Kebijakan polikultur serta rehabilitasi jaringan irigasi tambak mendorong produksi di sektor perikanan Penambahan luas tanam, optimalisasi lahan, dan upaya antisipasi kekeringan meningkatkan produksi komoditas tanaman bahan makanan Terjadi penurunan luas puso yang cukup signifikan di daerah sentra produksi padi, yakni Jatim, Jateng, Sumut, dan Sulsel. Sektor Pertambangan dan Penggalian masih melanjutkan tren pertumbuhan yang rendah sebesar 1,9 persen (ctoc), minus 0,1 persen (yoy) sedangkan secara kuartalan hanya tumbuh 0,1 persen. Penurunan produksi minyak mentah dan kondensat, dan gas bumi baik dipengaruhi berbagai kendala teknis dan operasional di lapangan maupun penurunan secara alami menyebabkan Sektor tersebut akan sulit diharapkan. Belum lagi ditambah faktor lesunya ekonomi dunia yang ditandai oleh melemahnya permintaan akan batubara hingga mengakibatkan jatuhnya harga komoditas ini sehingga beberapa perusahaan batubara menurunkan volume produksinya. Sektor Industri Pengolahan tumbuh cukup baik terutama didukung oleh peningkatan Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet. Peningkatan didorong oleh produksi pupuk karena adanya permintaan domestik sehubungan dengan adanya program pangan khususnya padi palawija. Faktor lainnya adalah indikator permintaan domestik yang masih baik, terutama dalam menyambut puasa dan lebaran yang tercermin dari peningkatan Subsektor Makanan, Minuman dan tembakau serta Subsektor Tekstil, barang kulit dan alas kaki. Sementara kontraksi terjadi pada Industri Pengilangan Minyak Bumi karena penurunan bahan baku minyak mentah domestik dan impor, sedangkan kontraksi LNG akibat Penurunan bahan baku gas alam dan penurunan permintaan pasokan LNG ke Cina dan Amerika. Pada Q Sektor Industri Pengolahan tumbuh 5,9 secara kumulatif (ctoc), sedangkan secara kuartalan dan tahunan masing-masing tumbuh 4,0 (qtoq) dan 6,4 (ctoc). Sektor Listrik Gas dan Air Bersih secara kumulatif dan tahunan tumbuh 5,6 persen, sedangkan secara kuartalan tumbuh 1,0 persen (qtoq). Momen puasa dan perayaan hari raya Idul Fitri memicu peningkatan konsumsi listrik di segmen rumah tangga dan bisnis masing-masing sebesar 4,06 persen dan 1,18 persen. Subsektor Gas Kota triwulan ini juga mengalami peningkatan yang didukung oleh peningkatan penjualan di distrik Banten, Sidoarjo-Mojokerto, Pekanbaru, dan Bekasi. Sektor Konstruksi pada Q tumbuh 4,0 persen (qtoq), 8,0 persen (yoy) sedangkan kumulatif tumbuh 7,4 persen (ctoc). Beberapa hal yang mendorong pertumbuhan sector tersebut adalah kenaikan belanja infrastrukstur yang dibiayai oleh APBN meningkat secara

46 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya signifikan. Disamping itu juga masih gencarnya berbagai proyek konstruksi infrastruktur seperti pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan, rehabilitasi gedung sekolah semakin ditingkatkan penyelesaiannnya di berbagai daerah. Selain itu juga pembangunan rusunami dan bangunan residensial bersusun (apartemen) juga banyak dikerjakan oleh developer swasta. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) tumbuh 6,9 persen (yoy) pada kuartal III 2012 melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 9,2 persen (yoy). Pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh sebesar 7,2 persen (yoy) dan Subsektor Hotel 7,7 persen (yoy) yang terkait dengan peningkatan produksi barang-barang domestik serta penambahan jumlah kamar dan jumlah hotel berbintang. Secara kumulatif Sektor PHR tumbuh 8,0 persen (ctoc). Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada kuartal III tahun 2012 tumbuh sebesar 10,5 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 10,5 persen (yoy). Pertumbuhan sektor ini didorong oleh subsektor komunikasi yang tumbuh 12,4 persen (yoy) terkait penambahan jumlah pelanggan operator seluler dan teknologi informasi yang terus berkembang. Sedangkan subsektor angkutan tumbuh 7,3 persen (yoy). Melanjutkan tren pertumbuhan negatif yang terjadi sejak kuartal II 2011, subsektor angkutan rel kembali mengalami kontraksi (minus 3,4 persen). Hal ini terkait dengan diberlakukannya kebijakan one man one seat untuk meningkatkan safety dan kenyamanan penumpang kereta api. Secara kumulatif hingga Q Sektor tersebut tumbuh 10,3 persen (ctoc). Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan hingga Q tumbuh 6,9 persen (ctoc). Sementara secara tahunan tumbuh 7,4 persen (yoy) meningkat dibanding periode sebelumnya yang sebesar 6,9 persen (yoy). Pertumbuhan sektor tersebut didukung oleh Subsektor Lembaga Keuangan Bukan Bank terkait meningkatnya pendapatan premi beberapa perusahaan asuransi. Disamping itu juga peningkatan di Subsektor Sewa Bangunan yang didorong oleh terus meningkatnya pertumbuhan industri properti. Sektor Jasa-jasa meningkat 4,4 persen (yoy) di Q3 2012, sehingga secara kumulatif tumbuh 5,2 persen (yoy). Peningkatan ini utamanya didorong oleh faktor-faktor seperti kenaikan jumlah murid/mahasiswa pada penerimaan siswa baru dan juga peningkatan jumlah mobil yang direparasi. Sementara kontraksi justru terjadi di Subsektor Jasa Pemerintahan Umum disebabkan karena realisasi gaji ke-13 terjadi pada triwulan II/2012. Dengan mempertimbangkan realisasi hingga kuartal III tahun 2012 dan beberapa indikator ekonomi lainnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan sebesar 6,3 persen (yoy). Perkiraan laju pertumbuhan tersebut masih ditopang oleh kinerja permintaan domestik yaitu konsumsi dan investasi. Pada Q4 2012, konsumsi masyarakat diperkirakan masih mampu tumbuh kuat sebesar 5,4 persen lebih tinggi dibandingkan Q yang sebesar 4,9 persen. Pertumbuhan ini didasari oleh meningkatnya pendapatan riil masyarakat yang tercermin dari adanya 39

47 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 penyesuaian upah minimum propinsi (UMP) di beberapa daerah dan kenaikan gaji pegawai negeri dan swasta. Selain itu masih terjaganya laju inflasi mampu mendorong daya beli masyarakat pada tingkat yang relatif tinggi. Berbagai program pemerintah masih akan terus digulirkan terutama bagi masyarakat miskin. Bantuan bagi masyarakat miskin tersebut tercantum dalam program MP3KI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia) yang terbagi dalam 4 klaster yaitu klaster 1 berupa beasiswa miskin, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), beras miskin (Raskin), program keluarga harapan (PKH), dan lain-lain; klaster 2 berupa program pemberdayaan masyarakat masyarakat (PNPM); klaster 3 berupa kredit usaha rakyat (KUR); dan klaster 4 berupa rumah sangat murah, kendaraan angkutan umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupan nelayan, dan peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan. Pemerintah juga akan mengambil kebijakan untuk menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga porsi pendapatan masyarakat yang dapat dikonsumsi (pendapatan disposibel) akan meningkat. Selain itu, dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta maka diharapkan dapat menambah kesempatan kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian secara keseluruhan tahun 2012 konsumsi rumah tangga akan tumbuh 5,3 persen. Konsumsi pemerintah pada Q diperkirakan mengalami kontraksi 1,5 persen (yoy) menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,8 persen (yoy). Penyerapan belanja pemerintah diyakini akan lebih baik dibanding triwulan sebelumnya namun kemungkinan belum akan mampu mengangkat pertumbuhannya secara maksimal sehingga secara keseluruhan konsumsi pemerintah ditahun 2012 hanya tumbuh sekitar 1,4 persen (yoy), masih melambat dibanding tahun 2011 yang mencapai 3,2 persen. Pada Q investasi diperkirakan masih mampu tumbuh 10,0 persen (yoy) sehingga ditahun 2012 investasi tetap tumbuh double digit yaitu sebesar 10,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan tahun 2011 yang sebesar 8,8 persen (yoy). Faktor-faktor yang mendukung peningkatan pertumbuhan investasi di tahun 2012 antara lain tingginya keyakinan investor terkait dengan masuknya Indonesia pada kategori investment grade, stabilitas makroekonomi yang terjaga dengan baik, peningkatan belanja modal pemerintah terutama untuk proyek infrastruktur. Selain itu, Pemerintah juga telah menyediakan fasilitas PPh bagi penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas PP 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah tertentu. Pemberian fasilitas tax holiday juga tetap berlaku bagi penanaman modal yang dilakukan dalam kategori lima industri pionir. Berbagai kebijakan untuk mendukung investasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum yang menjadi faktor penentu bagi investor untuk berinvestasi dan melakukan perluasan usaha. Untuk memberikan daya dorong dan stimulus APBN yang lebih optimal, Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) telah dibentuk untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan belanja di masing-masing Kementerian/Lembaga. Dengan demikian diharapkan penyerapan dan pelaksanaan anggaran dapat lebih terarah 40

48 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya dan tepat waktu, sehingga penyerapan anggaran dapat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Upaya memperbaiki kinerja penyerapan anggaran dan belanja Pemerintah juga diiringi dengan penerbitan Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang merupakan langkah untuk memperbaiki dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa oleh instansi-instansi pemerintah. Kebijakan pembentukan TEPPA dan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak saja diarahkan pada belanja barang dan pegawai (komponen konsumsi Pemerintah) tetapi juga pada belanja modal dan investasi pemerintah (komponen PMTB). Sementara itu sektor eksternal, ekspor dan impor diperkirakan tumbuh minus 1,5 dan 1,2 persen (yoy) pada Q4 2012, sehingga secara keseluruhan tahun 2012 tumbuh 1,2 persen dan 4,7 persen. Belum pulihnya perekonomian global khususnya di USA dan Eropa berdampak pada turunnya permintaan akan komoditas ekspor Indonesia melalui negaranegara tujuan utama ekspor. Negara tujuan utama produk ekspor Indonesia antara lain Cina, Jepang, dan India. Namun,mengingat harga komoditas utama ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional masih menunjukkan tren meningkat, maka diperkirakan tekanan terhadap ekspor Indonesia tidak terlalu besar. Sejalan dengan kondisi ekspor, impor yang sebagian besar berupa bahan baku dan barang modal juga akan mengalami perlambatan. Dari sisi produksi, laju pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,5-3,7 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 3,0 persen (yoy). Sebagai salah satu sasaran prioritas bidang ketahanan pangan, maka kebijakan sektor pertanian akan diarahkan untuk : (i) meningkatkan ketersediaan bahan pangan terutama padi, jagung, kedelai, tebu, daging dan ikan termasuk dalam rangka mencapai surplus beras minimal 10 juta ton pada tahun 2014; (ii) meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan termasuk penyediaan cadangan stabilisasi pangan untuk antisipasi kenaikan harga pangan; (iii) meningkatkan kualitas konsumsi pangan; dan (iv) menyediakan cadangan beras pemerintah untuk operasi pasar dan kerawanan pangan karena bencana. Berbagai program pemerintah terkait dengan pertanian akan terus digulirkan, antara lain subsidi nonenergi berupa (i) subsidi pupuk yaitu untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani dengan harga terjangkau, meningkatkan produktivitas dan revitalisasi hasil pertanian, serta mendukung program ketahanan pangan; dan (ii) subsidi benih yaitu membantu menyediakan dan menyalurkan benih berkualitas dengan harga terjangkau melalui BUMN benih. Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sebesar 5,7-5,9 persen (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 6,2 persen (yoy) hal ini terkait dengan melambatnya ekspor. Pembangunan sektor industri diarahkan pada: (i) revitalisasi industri (khususnya pupuk dan gula) dan berbagai rumpun industri prioritas sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (PP Nomor 28 Tahun 2008); (ii) mendukung Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi (MP3EI) khususnya pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi, yang meliputi pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit, klaster industri mesin dan perkakas umum, serta klaster industri besi baja; (iii) mendukung 41

49 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur melalui fasilitas pembangunan industri semen, pabrik pupuk urea dan petrokimia, pengembangan industri garam, serta pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM), dan pengolahan rumput laut;dan (iv) membantu meningkatkan daya saing industri dalam negeri untuk menghadapi produk-produk impor melalui penggalakan penggunaan produksi dalam negeri dengan menyediakan data-data tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi produk industri dalam negeri, penguatan SNI yang disertai dengan peningkatan kemampuan infrastruktur logam uji coba di berbagai balai besar dan balai riset dan standardisasi (Baristan), dan penumbuhan rumpun industri berbasis minyak sawit (oleochemical) serta rumpun industri berbasis kondensat minyak dan gas bumi. Selain itu dari sisi fiskal adanya dukungan berupa subsidi pajak untuk mengembangkan industri nasional yang bersifat strategis. Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh 7,6-7,8 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2011 yang sebesar 6,7 persen (yoy). Meningkatnya sektor ini didukung oleh semakin maraknya pembangunan properti berupa perumahan dan pusat perbelanjaan di berbagai wilayah. Selain itu juga meningkatnya pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan program MP3EI dan bertambahnya anggaran belanja modal di tahun Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diperkirakan tumbuh 7,1-7,3 persen (yoy) melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 9,2 persen (yoy), hal ini juga terkait dengan melambatnya ekspor dan impor. Pertumbuhan sektor ini didukung oleh masih terjaganya daya beli masyarakat, kinerja sektor industri, maraknya perdagangan ritel di masyarakat, serta meningkatnya wisatawan domestik dan asing. Kondisi perekonomian global yang masih lemah juga memungkinkan para eksportir mengalihkan tujuannya ke pasar domestik. III.3 Laju Inflasi Perkembangan laju inflasi Indonesia selama beberapa tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas energi dan bahan pangan di pasar internasional. Volatilitas harga komoditas tersebut di pasar internasional muncul karena adanya gangguan produksi di negara-negara produsen sebagai dampak anomali iklim, bencana alam, dan konflik geopolitik. Adanya gangguan produksi tersebut mendorong peningkatan tekanan output gap di pasar internasional yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya gejolak harga komoditas sejenis di pasar dalam negeri. Berdasarkan pengalaman pada tahun 2005, 2008 dan 2010, lonjakan harga energi dan bahan pangan di pasar internasional, telah memaksa Pemerintah Indonesia untuk mengambil kebijakan di bidang harga (administered prices) khususnya melalui penyesuaian harga BBM bersubsidi. Kebijakan kenaikan harga di bidang energi tersebut berdampak terhadap kenaikan harga bahan pangan sehingga menyebabkan peningkatan laju inflasi pada tahun berjalan, demikian pula berlaku sebaliknya. Pada tahun 2011, tekanan yang bersumber dari faktor eksternal cenderung menurun, yang disertai dengan produksi dalam negeri yang mengalami peningkatan, arus distribusi yang mengalami perbaikan serta nilai tukar rupiah yang stabil. Laju inflasi tahun 2011 berada 42

50 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya pada level 3,79 persen (yoy) yang didorong oleh penurunan laju inflasi pada komoditas bahan pangan yang mendorong terjadinya deflasi terbesar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, yang terjadi pada Maret 2011 sebesar 0,32 persen (mtm). Gambar 3.10 Pekembangan Inflasi, ,5 2 1,5 1 0,5 0 m- t- m y- o- y ,5 Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Sumber: BPS, diolah Dalam APBN 2012, laju inflasi diharapkan dapat dikendalikan dan mencapai level 5,3 persen di akhir Perkiraan inflasi ini didasarkan pada pertimbangan terkait antisipasi perubahan iklim, serta kondisi perekonomian global yang akan terfokus pada upaya pemulihan ekonomi pasca krisis ekonomi di Uni Eropa. Di samping itu, sinergi dan koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil di tingkat pusat dan daerah yang semakin baik, yang didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inflasi, diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga di dalam negeri. Inflasi yang relatif rendah dan stabil merupakan prasyarat utama bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pencapaian sasaran inflasi tersebut didukung koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro ekonom, serta untuk mengantisipasi tekanan eksternal dan internal. Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk menjamin tersedianya pasokan dan lancarnya distribusi barang dan jasa. Koordinasi yang komprehensif dan terpadu antara pusat dan daerah, serta antara Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut diharapkan dapat menjaga kestabilan harga domestik, yang pada akhirnya dapat mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. 43

51 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 Gejolak harga minyak dunia di akhir 2011 dan awal 2012 telah menimbulkan beban tambahan pada besaran subsidi BBM di dalam negeri. Seiring dengan tekanan tersebut, laju inflasi di kuartal I 2012 mulai meningkat, walau masih berada pada tingkat yang terkendali. Pada masa ini, Pemerintah memandang perlu adanya penyesuaian harga jual BBM bersubsidi dalam negeri dan mengajukan usulan tersebut kepada DPR dalam APBN-P Pemerintah menyadari bahwa kebijakan tersebut akan membawa dampak pada meningkatnya laju inflasi dan kondisi perekonomian domestik. Sebagai upaya untuk mengantisipasi lonjakan inflasi dan dampak negatif bagi perekonomian, Pemerintah berencana memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam bentuk kompensasi pengurangan subsidi energi, sehingga daya beli masyarakat dapat tetap terjaga. Berbagai kebijakan pemerintah akan diarahkan untuk tetap menjaga dan mempertahankan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa program tersebut antara lain jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), program keluarga harapan (PKH), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) perkotaan, perdesaan, infrastruktur sosial, perdesaan, daerah tertinggal dan khusus, program BOS. Terkait dengan upaya mempertahankan daya beli masyarakat serta akses terhadap bahan makanan, Pemerintah juga tetap menggulirkan subsidi pangan serta subsidi untuk meningkatkan produksi bahan pangan. Pemerintah juga merencanakan program kompensasi sebagai antisipasi risiko tekanan inflasi yang bersumber dari penyesuaian harga komoditas energi (kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan gas). Seiring dengan usulan kebijakan tersebut Pemerintah mengajukan usulan asumsi inflasi baru dengan memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM, yaitu pada tingkat 6,8 persen. Hasil rapat kerja Pemerintah dan DPR menyepakati untuk menerima penyesuaian asumsi inflasi 2012, namun tidak demikian dengan kebijakan penyesuaian harga BBM domestik. Implikasi dari kesepakatan tersebut adalah potensi besaran asumsi inflasi yang lebih tinggi dari potensi realisasinya. Sepanjang tahun 2012, laju inflasi relatif terkendali selaras dengan tidak dilaksanakannya kebijakan pemerintah di bidang harga (kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif tenaga listrik) serta terjaganya pasokan bahan pangan dan energi. Meskipun tidak mengalami deflasi sebagaimana tahun sebelumnya, namun laju inflasi relatif terkendali. Laju inflasi tahun 2012 mencapai 4,30 persen (yoy=ytd) sedikit meningkat dibandingkan laju inflasi tahun sebelumnya sebesar 3,79 persen, dengan sumber tekanan inflasi masih berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Laju inflasi sepanjang tahun 2012 masih sesuai dengan sasaran inflasi 2012 yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 4,5% ± 1%. 44

52 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya Gambar 3.11 Perkembangan Inflasi Gambar 3.12 Inflasi Menurut Komponen (%, yoy) 1,2 8 20,00 1,0 0,8 0,6 m- t- m y- o- y (RHS) ,00 16,00 14,00 12,00 Inti Harga diatur Pemerintah Bergejolak 0,4 4 10,00 0,2 0, ,00 6,00 4,00-0,2 1 2,00-0,4 0 0,00 Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Sumber: BPS Beras masih menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar selama tahun 2012, dengan andil sebesar 0,30 persen. Namun, andil beras menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0,54 persen, seiring dengan peningkatan produksi beras nasional dan tingginya penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog. Selain beras, komoditas lain penyumbang inflasi (beserta andil inflasinya) sepanjang tahun 2012 antara lain adalah ikan segar (0,22 persen), emas perhiasan (0,20 persen), rokok kretek filter (0,19 persen), tarif angkutan udara (0,19 persen) dan daging sapi (0,17 persen). Bila dilihat dari komponen yang membentuk inflasi, hingga akhir tahun 2012 inflasi komponen volatile foods masih menunjukkan peningkatan tertinggi seiring dengan masih tingginya harga beras dalam negeri, serta gejolak kenaikan harga komoditas bahan pangan yang sempat terjadi sepanjang tahun 2012, antara lain mencakup gejolak harga kedelai, daging sapi dan bumbubumbuan. Sepanjang tahun 2012, inflasi tahunan komponen volatile foods mencapai 5,68 persen (yoy), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,37 persen (yoy). Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation) tercatat sebesar 4,40 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,34 persen (yoy). Kekhawatiran terhadap proses pemulihan ekonomi di kawasan Eropa serta penyelesaian konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah telah mendorong peningkatan tekanan dari faktor eksternal (imported inflation). Untuk dapat meredam tekanan tersebut serta meredam peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat, Pemerintah bersama Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan sinergi guna menjaga agar nilai tukar rupiah tetap stabil. Selain itu, percepatan pelaksanaan pembangunan sarana dan infrastruktur trasnportasi melalui inisiatif MP3EI diharapkan dapat memperlancar arus distribusi dalam wilayah (intra-island) maupun antar wilayah (inter-island). Komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices) mencapai 2,66 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,78 persen (yoy). Relatif rendahnya inflasi komponen ini didorong oleh relatif minimnya 45

53 Laporan Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar RAPBN 2013 perubahan kebijakan pemerintah di bidang harga, khususnya dengan dibatalkannya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012 serta penundaan rencana kenaikan TTL ke tahun Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang dan transportasi masih merupakan kelompok utama yang mendorong kenaikan inflasi tahunan. Secara tahunan, kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar 5,68 persen (yoy) atau menyumbang 1,31 persen inflasi tahun 2012 seiring dengan kenaikan harga bahan pangan pokok di pasar domestik. Kelompok makanan jadi mengalami inflasi sebesar 6,11 persen (yoy) atau menyumbang 1,09 persen laju inflasi tahun Kelompok perumahan mengalami inflasi sebesar 3,35 persen (yoy) atau menyumbang inflasi sebesar 0,80 persen sepanjang tahun Kelompok sandang dan transportasi masing-masing menyumbang 0,35 persen terhadap laju inflasi tahun 2012 dengan peningkatan masingmasing sebesar 4,67 persen (yoy) dan 2,2 persen (yoy). III.4 Nilai Tukar Rupiah Tren positif penguatan nilai tukar rupiah selama tahun 2011 melanjutkan tren penguatan sejak tahun Masih berlangsungnya proses pemulihan ekonomi di Amerika Serikat serta belum adanya kepastian mengenai proses pemulihan ekonomi di Eropa, mendorong investor mengalihkan investasinya ke negara-negara emerging markets, termasuk di dalamnya Indonesia. Imbal hasil rupiah yang kompetitif serta meningkatnya peringkat rating Indonesia pada level investment grade menjadi daya tarik investasi sehingga mendorong peningkatan arus modal masuk ke pasar domestik. Derasnya arus modal asing yang masuk serta keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik telah mendorong relatif stabilnya pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang tahun Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2011 bergerak stabil pada kisaran sebesar Rp8.779 per dolar AS, menguat 3,4 persen bila dibandingkan dengan rata-rata tahun sebelumnya. Dalam rapat kerja DPR dan Pemerintah pada paruh kedua 2011, Pemerintah bersama DPR telah menyepakati asumsi nilai tukar dalam APBN 2012 pada tingkat Rp8.800 per dolar AS. Besaran asumsi nilai tukar tersebut antara lain didasarkan pada terjaganya fundamental ekonomi domestik yang didukung oleh sinergi kebijakan moneter dan fiskal yang semakin kuat, serta komitmen kerjasama di bidang keuangan internasional. Di samping itu, terdapat beberapa faktor lain yang akan mendukung pencapaian sasaran asumsi, seperti: (a) membaiknya kondisi fundamental perekonomian dalam negeri; (b) peningkatan arus modal masuk ke pasar domestik yang semakin membaik sebagai dampak dari semakin pulihnya perekonomian global; (c) peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia yang akan mendorong peningkatan ekspor dan investasi Indonesia, yang pada akhirnya akan menambah cadangan devisa; serta (d) membaiknya rating Indonesia satu notch di bawah investment grade yang akan memicu peningkatan investasi jangka menengah dan jangka panjang, sekaligus arus modal ke dalam negeri. Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga volatilitas nilai tukar rupiah melalui penguatan sinergi kebijakan moneter dan fiskal, penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati, serta pengawasan lalu lintas devisa. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah volatilitas 46

54 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya yang berlebihan, serta menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian. Namun demikian, memasuki kuartal I 2012, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan. Kenaikan kebutuhan valas untuk impor barang modal dan impor migas, penurunan permintaan global atas ekspor Indonesia, telah menyebabkan nilai tukar rupiah bergerak ke sekitar Rp9.130 per dolar AS di akhir Maret Di awal kuartal II 2012, perkembangan penyelesaian krisis global juga belum menunjukan tanda tanda positif, sehingga kinerja ekspor ke depan diperkirakan belum mampu mencapai tingkat yang memuaskan. Pada saat yang sama, tekanan harga minyak diperkirakan dapat memperberat posisi neraca perdagangan minyak. Kondisi tersebut, diperkirakan akan memberikan tekanan tambahan pada nilai tukar ke depan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, Pemerintah telah mengajukan usulan perubahan asumsi nilai tukar dalam APBN-P 2012, yang disepakati oleh DPR, pada tingkat Rp9.000 per dolar AS. Dalam periode selanjutnya, pelemahan nilai tukar Rupiah masih berlanjut. Tekanan yang bersumber dari meningkatnya risiko di kawasan Eropa mengingat masih belum adanya kejelasan proses pemulihan ekonomi dan penanganan krisis di Yunani, Italia, Portugal, Spanyol dan Irlandia (GIPSI) serta indikasi perlambatan ekonomi di China, India dan Brazil yang selama ini menjadi motor penggerak perekonomian internasional. Selain itu, membaiknya indikator perekonomian Amerika Serikat juga telah mendorong terjadinya flight to quality sehingga semakin meningkatkan tekanan terhadap mata uang regional. Beberapa sumber tekanan tersebut mendorong perlambatan aliran dana non residen ke instrumen keuangan domestik, sehingga nilai tukar rupiah bergerak melemah, sejalan dengan pelemahan mata uang regional terhadap dolar AS. Sepanjang tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan dengan rata-rata sebesar Rp9.384 per dolar AS atau terdepresiasi 6,90 persen bila dibandingkan dengan rata-ratanya pada periode yang sama tahun Untuk itu, Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mencermati perkembangan proses pemulihan ekonomi global, khususnya di Eropa, China dan India, serta meningkatnya harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar internasional. Gambar 3.13 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS tahun

Maret 2015. Harapan besar

Maret 2015. Harapan besar Harapan besar PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA Harapan besar Kata Pengantar Perkembangan Triwulanan (Indonesia Economic Quarterly/IEQ) mempunyai dua tujuan. Pertama, untuk menyajikan perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1 P a g e 2 P a g e Daftar Isi DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1.1. Latar Belakang...14 1.2. Perumusan Masalah...16

Lebih terperinci

PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR TERHADAP PENERIMAAN BEA MASUK DI INDONESIA

PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR TERHADAP PENERIMAAN BEA MASUK DI INDONESIA TESIS PENGARUH TARIF BEA MASUK, KURS DAN VOLUME IMPOR TERHADAP PENERIMAAN BEA MASUK DI INDONESIA I MADE ARYANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA SBI, DAN NILAI KURS DOLLAR AS (USD) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA Divianto Politeknik Sriwijaya Abstract This

Lebih terperinci

Survei Ekonomi OECD INDONESIA

Survei Ekonomi OECD INDONESIA Survei Ekonomi OECD INDONESIA MARET 2015 IKHTISAR The quality of the translation and its coherence with the original language text of the work are the sole responsibility of the author(s) of the translation.

Lebih terperinci

Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia. Informasi dan Order:

Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia. Informasi dan Order: Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia Laporan Pengawasan Perbankan (LPP) ini merupakan bagian dari transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia kepada publik dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DRAF NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR : 26/NKB.YK/2014 03/NKB/DPRD/2014 TANGGAL : 21 NOVEMBER 2014 TENTANG KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN

Lebih terperinci

Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia

Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas:

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 26 Kondisi ekonomi makro pada tahun 26 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, memasuki tahun 26, stabilitas moneter di dalam negeri membaik tercermin dari stabilnya

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI. PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI NERACA Per 31 Desember 2009 dan 2008

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI. PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI NERACA Per 31 Desember 2009 dan 2008 LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI 1. Neraca Komparatif PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI NERACA Per 31 Desember 2009 dan 2008 URAIAN Reff 2009 2008 ASET 5.1.1 ASET LANCAR 5.1.1.a Kas di

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH

ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 315 ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH Hilda Aprina, SST 1 Abstract

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2011 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Piagam Sumber Daya Alam. Edisi Kedua

Piagam Sumber Daya Alam. Edisi Kedua Piagam Sumber Daya Alam Edisi Kedua Piagam Sumber Daya Alam Edisi Kedua Rantai keputusan piagam sumber daya alam LANDASAN DOMESTIK UNTUK TATA KELOLA SUMBER DAYA Penemuan dan keputusan untuk mengekstraksi

Lebih terperinci

Refleksi Subsidi dalam Perekonomian Indonesia Ahmad Erani Yustika

Refleksi Subsidi dalam Perekonomian Indonesia Ahmad Erani Yustika Refleksi Subsidi dalam Perekonomian Indonesia Ahmad Erani Yustika Kenaikan Harga Minyak Dunia: Penyebab dan Dampaknya terhadap Subsidi Energi di Indonesia Eko Listiyanto Modal Manusia dan Globalisasi:

Lebih terperinci

Judul Studi: PENGEMBANGAN SUMBER DANA ALTERNATIF UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Judul Studi: PENGEMBANGAN SUMBER DANA ALTERNATIF UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Judul Studi: PENGEMBANGAN SUMBER DANA ALTERNATIF UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Nama Unit Pelaksana: Direktorat Neraca Pembayaran dan Kerjasama Ekonomi Internasional E-mail: lukita@bappenas.go.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Pembahasan Hasil Kinerja Keuangan

Pembahasan Hasil Kinerja Keuangan Pendahuluan Tinjauan Bisnis Pendukung Bisnis Tinjauan Tata Kelola Perusahaan Pembahasan Hasil Kinerja Keuangan TINJAUAN EKONOMI MAKRO INDONESIA TAHUN 2012 Perekonomian Indonesia tumbuh 6,2% di tahun 2012,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usaha Mikro Kecil dan Menengah 1. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya.

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI Nomor : 4 Tahun 2013 Tanggal : 19 Juli 2013 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN a. PENDAHULUAN Pengelolaan keuangan daerah perlu diselenggarakan secara profesional,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014

RENCANA KERJA TAHUNAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014 RENCANA KERJA TAHUNAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pada era reformasi birokrasi sebagaimana telah dicanangkan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA MANFAAT PELARANGAN EKSPOR BAHAN MENTAH MINERBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR INDUSTRI

ANALISIS BIAYA MANFAAT PELARANGAN EKSPOR BAHAN MENTAH MINERBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR INDUSTRI REPUBLIK INDONESIA ANALISIS BIAYA MANFAAT PELARANGAN EKSPOR BAHAN MENTAH MINERBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR INDUSTRI STUDI KASUS NIKEL & TEMBAGA BIRO PERENCANAAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 KATA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA

PENGARUH PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA PENGARUH PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA PENDAHULUAN Sejak awal pemerintahan Orde Baru hingga di era Reformasi sekarang ini, perkembangan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/68; TLN

Lebih terperinci