STRATEGI PENGEMBANGAN DAN MANAJEMEN KAWASAN CEPAT TUMBUH. Oleh: Bambang Tata Samiadji*
|
|
- Suryadi Kusuma
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 STRATEGI PENGEMBANGAN DAN MANAJEMEN KAWASAN CEPAT TUMBUH Oleh: Bambang Tata Samiadji* Konsultan Keuangan Publik. Sekarang bekerja di Kementerian Keuangan untuk kegiatan Local Government Finance and Governance Reform ADB/Kemenkeu Sudah menjadi fenomena umum bahwa pertumbuhan kawasan tidak ada yang sama atau merata. Pertumbuhan kawasan selalu menunjukkan adanya corak di mana lokasi-lokasi tertentu tumbuh cepat, tumbuh secara pelan, tumbuh sangat lambat atau stagnan, dan malah ada yang cenderung merosot atau deterioration. Walaupun corak pertumbuhan kawasan-kawasan itu berbeda-beda, namun saling berkaitan dan bermitra secara keruangan (spatial interaction). Untuk ini patut diduga bahwa masing-masing kawasan saling menarik (pull) dan mendorong (push) satu sama lain. Pada gilirannya, kawasan yang memiliki keunggulan akan menjadi kawasan yang lebih cepat tumbuh dibanding kawasan-kawasan mitranya. Di sinilah perlunya strategi untuk tetap menjaga posisioning pertumbuhan kawasan-kawasan yang cepat tumbuh agar tetap tumbuh dalam hubungan ruang yang komplementer dengan kawasan-kawasan lainnya. Kawasan Cepat Tumbuh (KCT) selalu berbasis ekonomi dan kota merupakan simpul basis ekonomi atau kutub (bagian penting) bagi KCT. Sejauh ini belum ada KCT tanpa atribut kota di dalamnya. Dengan demikian kota menjadi tumpuan bagi berlangsungnya KCT. Namun demikian tidak semua kota menjadi simpul pertumbuhan kawasan, dan kiranya hanya beberapa simpul atau kota-kota tertentu yang mampu me- leverage pertumbuhan KCT. Pada umumnya kota demikian itu mempunyai 2 keunggulan, yaitu Comparative Advantages atau keunggulan alamiah - utamanya keunggulan lokasi (yang strategis); dan Competitive Advantages atau keunggulan buatan yang diciptakan. Terbukti sejauh ini bahwa Kawasan Metropolitan sebagai KCT mempunyai keunggulan lokasi dan keunggulan kelengkapan prasarana yang mendorong semakin cepatnya tumbuh suatu kawasan. Potensi Kawasan Cepat Tumbuh (KCT) Kawasan Cepat Tumbuh (KCT) mudah dikenali dengan indikator pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih tinggi bahkan di atas pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional. Kalau pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional sekitar 5-7% pertahun, maka KCT diperkirakan bisa tumbuh lebih dari 7% pertahun, atau bisa sekitar 9% pertahun bersama dengan pertumbuhan ekonomi kota-
2 kotanya bisa sampai 11% pertahun 1. Kawasan-kawasan ini umumnya membentuk struktur Metropolitan yang kita kenal selama ini seperti : Metropolitan Jakarta, Metropolitan Bandung, Metropolitan Surabaya, Metropolitan Medan, dan Metropolitan Makasar serta beberapa metropolitan lainnya. Umumnya KCT-KCT tersebut berada di Jawa yang memang sudah sejak lama sudah tumbuh cepat. Namun belakangan juga telah muncul KCT-KCT baru di Luar Jawa seperti KCT Batam, KCT Samarinda-Balikpapan, dan KCT Banjarmasin. Ada kemungkinan kawasan-kawasan lain di Luar Jawa pada masa mendatang menjadi KCT-KCT baru yang kompetitif. Perkembangan ini akan tergantung pada pengungkitan (Leveraging) Comparative Advantages dan Competitive Advantages dari kota-kota bersangkutan. Sebagai basis dan simpul kegiatan ekonomi, KCT dengan kota-kota utamanya mempunyai peran penting bagi perekonomian negara antara lain 2. Antara lain sekitar 14 KCT metropolitan, atau hanya sekitar 3% dari seluruh kota-kota di Indonesia telah mampu menyumbang sekitar 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Selain itu, KCT Metropolitan juga mempunyai peranan penting sebagai sumber penerimaan fiskal nasional (APBN). Seperti diketahui bahwa 80% dari APBN berasal dari pajak dan sekitar 70% berasal pajak badan, pajak pribadi, PPN, pajak final yang kesemuanya bersumber di perkotaan. Diperkirakan 50% dari APBN disumbang oleh ke-14 KCT-KCT Metropolitan. Berdasarkan kenyataan di atas, KCT merupakan kunci atau andalan keekonomian nasional dan oleh karenanya KCT-KCT harus terus ditumbuhkan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Ekonomi nasional yang kuat akan menjamin kestabilan politik dan memberi kesempatan bagi tumbuhnya sektor lain yang pada gilirannya pula mampu mengangkat kesejahteraan sosial bersama. Hal ini sesuai dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan bersinambungan sehingga pendapatan perkapita nasional setara dengan Negara-negara maju lainnya (Lampiran UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Namun tak dapat disangkal bahwa kemumpunian pertumbuhan KCT yang mampu mengangkat perekonomian nasional itu tak bebas dari rundung permasalahan. Diantaranya tingginya pertumbuhan penduduk terutama akibat migrasi (urbanisasi) seiring dengan pertumbuhan ekonomi kota. Bertambahnya penduduk sebenarnya mampu mendorong percepatan pertumbuhan lebih melesat bila kualitas sumber daya manusia itu mumpuni, tetapi sebaliknya akan memburuk dan menuju kritis bila sebagian besar kualitas penduduk non-trampil dan parasitis. Bertumbuhnya jumlah penduduk yang non-trampil dan parasitis ini memungkinkan potensi kota sebagai basis pertumbuhan ekonomi akan tergerus dan muncul persoalan-persoalan seperti kemiskinan kota, kesemrawutan mobilitas penduduk, rendahnya pelayanan kepada masyarakat, 1 Hasil penelitian yang dilakukan Penulis dalam Paper yang berjudul Pertumbuhan Ekonomi Kota-kota Sebelum dan Pasca Krisis, URDI, Baca Ekonomi Perkotaan dari Bunga Rampai METROPOLITAN DI INDONESIA : KENYATAAN DAN TANTANGAN DALAM PENATAAN RUANG, Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, 2006
3 dan kerusakan lingkungan sebagai akibat daya dukung dan daya tampung lingkungan yang tak ditingkatkan. Persoalan lain akibat semakin bertumbuhnya KCT adalah ketimpangan antar daerah di mana di satu pihak KCT semakin melaju, tetapi kawasan-kawasan lain semakin tertinggal. Ketimpangan yang semakin melebar akan menciptakan mobilitas penduduk ke KCT-KCT. Akibat lebih jauh pertumbuhan KCT menjadi sosok kawasan obesitas dan invaliditas yang pada gilirannya bisa menganggu pertumbuhan ekonomi nasonal itu sendiri. Persoalan baru yang secara tak langsung sebagai akibat dari butir 1 dan 2 tersebut bahwa KCT seringkali mendorong semakin membesarnya emisi karbon di kota-kota KCT yang ada. Dampaknya akan menganggu lingkungan melalui perubahan cuaca yang ekstrem di KCT sendiri maupun kawasan-kawasan lainnya. Berdasarkan kajian potensi KCT tersebut telah memberi sinyal bahwa KCT bagaikan pisau bermata dua, yaitu selain sisi berjasa sebagai pendorong ekonomi nasional maupun sumbangan yang besar terhadap kemampuan fiskal Negara dan daerah, tetapi sekaligus juga sisi yang semakin meningkatnya pesoalan-persoalan kritis yang bisa meluas. Strategi Pengembangan Sesuai dengan tujuan nasional jangka panjang untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan bersinambung, maka strategi pengembangan bisa ditawarkan sebagai berikut : 1. Pengembangan KCT di seluruh Indonesia dilakukan sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sehingga KCT menjadi bagian dari pembentukan struktur wilayah nasional yang harmonis dan pemanfaatan ruang yang optimal sesuai dengan potensi KCT. Boleh jadi KCT menjadi bagian dari pengembangan Kawasan Strategis di samping kawasan-kawasan strategis lain yang ada. 2. Menjaga dan semakin memantapkan laju pertumbuhan pada masing-masing KCT maupun kerja sama antar KCT membentuk jaringan KCT bersinerji mutualistis dalam rangka forward looking pengembangan produk-produk ekonomi unggulan. 3. Mendorong pengembangan ekonomi KCT dengan memanfaatkan basis kawasan-kawasan buritan (hinterland) sebagai basis rantai pasokan (supply chain). Dengan demikian pengembangan KCT tidak berjalan sendiri maju ke depan, tetapi juga mampu menarik kawasankawasan buritan untuk ikut maju. Dan dengan demikian percepatan tumbuhnya KCT tidak meninggalkan posisi kawasan mitra di buritan, tetapi sebaliknya mampu memacu tumbuhnya KCT-KCT baru dan perluasan jaringan KCT pada masa lebih lanjut. 4. Mengawal pertumbuhan KCT dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan menahan sebesar mungkin kegiatan-kegiatan pelepasan karbon hasil residu kegiatan ekonomi KCT. Hal
4 ini untuk menjaga keseimbangan antara kegiatan produktivitas dengan pelestarian lingkungan KCT, khususnya di lingkungan perkotaannya. Melalui keempat strategi tersebut, maka implikasi kemungkinan perkembangannya antara lain sebagai berikut : 1. Pertumbuhan KCT akan tetap berlangsung dengan kinerja yang lebih produktif sehingga pertumbuhan itu mampu mendorong pertumbuhan lainnya serta mampu menyerap kelebihan tenaga kerja dan mengurangi jumlah kemiskinan, khususnya kemiskinan di perkotaan yang terus bertambah. Implikasi lain yang tak kalah pentingnya bahwa pendorongan pertumbuhan KCT langsung akan mengangkat laju pertumbuhan ekonomi nasional dan sekaligus juga mampu memberikan tambahan penerimaan fiskal secara signifikan bagi pemerintah maupun pemerintahan daerah bersangkutan. 2. Pertumbuhan KCT bisa mendorong terbentuknya struktur tata ruang nasional yang lebih hierarki dan efisien sehingga lebih mudah pengendaliannya menuju sistem tata ruang yang lebih kokoh, dinamis dan seimbang antar kawasan. 3. Pertumbuhan KCT akan banyak menuntut perubahan paradigma pembangunan kawasan yang boleh jadi munculnya banyak inisiatif pengembangan seperti pelibatan swasta dan masyarakat dalam proses pembangunan kawasan, reformasi birokrasi pemerintahan yang lebih fokus, perhatian lebih serius pada masalah lingkungan khususnya dampak perubahan iklim, dan terobosan skim pembiayaan untuk mendanai berbagai kebutuhan percepatan KCT. 4. Munculnya problem ikutan berupa krisis akibat tingginya kebutuhan KCT, khususnya krisis enerji yang bakal muncul dan marjinalisasi kelompok tertentu, yaitu kelompok tradisional yang non-trampil atau outsider dalam mekanisme percepatan KCT. Mengingat KCT merupakan fenomena pertumbuhan kawasan dan exist bagi pertumbuhan ekonomi nasional termasuk daerah serta handal sebagai prime mover bagi pembentukan struktur pengembangan wilayah. Namun di pihak lain bisa berpotensi mencuatkan permasalahan baru yang serius, maka perlu antisipasi berupa langkah kelola yang efektif bagi percepatan pengembangan KCT. Langkah kelola kelola ini juga untuk mengeliminir dampak-dampak yang tidak diinginkan. Langkah-langkah tersebut diantaranya: 1. Manajemen KCT Pengembangan KCT merupakan ranah publik dan dengan demikian merupakan tanggung jawab Pemerintah untuk mengelolanya melalui sistem kelembagaan. Tata kelola yang perlu dilakukan tidak harus terbetuknya lembaga baru khusus menangani percepatan KCT, tetapi setidaknya melalui 3 pendekatan yaitu : (1) Regulasi; (2) Kebijakan Fiskal; dan (3) Bantuan Teknis.
5 2. Regulasi Yaitu kebijakan pengembangan KCT melalui penetapan peraturan perundangan. Hal yang dibutuhkan bahwa KCT adalah bagian integral dari penataan ruang nasional. Oleh karena itu langkah yang perlu dilakukan adalah : Pertama perlu penetapan KCT sebagai Kawasan Strategis Nasional. Dengan ketetapan ini, maka ada landasan bagi Pemerintah untuk melakukan langkah-langkah pengelolaan percepatan KCT. Penetapan KCT sebagai Kawasan Strategis Nasional perlu dirumuskan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) sebagai implementasi Kawasan Strategis Nasional yang didefinisikan dalam PP Nomer 26 atahun 2008 tentang RTRWN. Kedua, setelah penetapan KCT sebagai Kawasan Strategis, maka dirumuskan lebih fokus dalam suatu perencanaan strategis dan pelaksanaannya. Perencanaan dan pelaksanaan pengembangan KCT tentunya akan melibatkan banyak sektor terkait termasuk dengan pemerintah daerah bersangkutan. Oleh karenanya perlu ditetapkan secara tegas dalam Instruksi Presiden (Inpres) tentang pengembangan KCT-KCT masa depan. Dalam Inpres ini tentunya juga memasukkan aspek-aspek lingkungan (khususnya soal berkaitan dengan emisi karbon) dan efisiensi pemanfaatan enerji sebagaimana bagian dari strategi. Ketiga, di tingkat daerah perlu melengkapi langkah-langkah nasional tersebut diantaranya, penetapan Peraturan Daerah (perda) atau setidaknya Peraturan Kepala Daerah terkait dengan Perpres dan Inpres yang ada. 3. Kebijakan Fiskal Yaitu langkah-langkah fiskal atau penganggaran dari APBN di tingkat nasional dan APBD di tingkat daerah. Langkah-langkah fiskal ini landasannya adalah regulasi yang ditetapkan di atas dan perundangan yang berlaku, antara lain UU Nomer 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan perundangan tentang Desentralisasi Fiskal yang ada (UU Nomer 33 tahun 2004 yang sebentar lagi akan direvisi). Kebijakan Fiskal yang perlu dilakukan yaitu : Pemerintah menganggarkan belanja operasional maupun belanja modal guna memfasilitasi pengembangan di KCT-KCT yang ditetapkan. Dana-dana ini biasanya dikelola oleh kementerian atau lembaga terkait untuk dikelola langsung maupun diperbantukan ke daerah-daerah KCT selain tetap melanjutkan transfer ke daerah oleh Kementerian Keuangan dalam rangka desentralisasi fiskal. Kebijakan Fiskal melalui langkah-langkah penganggaran ini sangat penting dan terbukti sangat efektif 3. 3 Bukti keefektifan kebijakan fiskal dalam pembangunan adalah penerapan Desentralisasi Fiskal sejak diterapkan tahun 2000 yang lalu telah berhasil mempertahankan kesenjangan antar daerah untuk tidak semakin timpang (melalui model Index Williamson). Penelitian dilakukan oleh DR. Hafrizal dalam papernya yang berjudul Assessment of the Medium Term Expenditures Framework, LGFGR (ADB), 2010.
6 Walaupun Kebijakan Fiskal cukup efektif sebagai stimulus pengembangan kawasan, bagaimanapun kapasitas fiskal sangat terbatas dibandingkan dengan kebutuhan yang sangat besar bagi pengembangan KCT khususnya kebutuhan investasi. Untuk itu perlu ditetapkan strategi pengelolaan yang fokus terhadap penggalangan dana dari pihak swasta dan masyarakat sendiri sesuai dengan peraturan dan perundangan. Strategi pengelolaan dengan melibatkan swasta dan masyarakat juga terbukti ampuh dan pada kenyataannya peran mereka justru lebih dominan dalam pembangunan ekonomi kawasan selama ini, termasuk juga pelibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah Daerah juga menetapkan program-program strategis bagi KCT di daerahnya khususnya dalam investasi. Kegiatan investasi ini selain bisa dilakukan secara rutin melalui Belanja Modal, juga perlu dikembangkannya skim pembiayaan seperti pinjaman daerah baik pinjaman dari Pemerintah, dari daerah lain, ataupun dari masyarakat berupa Obligasi Daerah. 4. Bantuan Teknik Bantuan Teknik adalah personal tenaga ahli yang diperbantukan kepada kementerian/lembaga ataupun kepada daerah. Bantuan ini biasanya didanai oleh Pemerintah dan bisa juga bantuan dari Negara Donor (Development Partner) berupa technical Assistance. Tugas utama dari personel tenaga ahli ini kecuali membantu secara teknis kepada kementerian/lembaga atupun daerah, adalah membantu memecahkan masalah atau hambatan-hambatan di KCT dan pembinaan Capacity Building di Pemerintah maupun pemerintah daerah. Dalam prakteknya, bantuan Teknis dari Pemerintah itu tidak harus selalu ada. Oleh karenanya keberadaannya harus sesuai dengan yang dibutuhkan. 5. Peranan Stakeholder Walaupun pengembangan KCT merupakan ranah publik yang ditangani langsung oleh Pemerintah, yang berkepentingan tidak hanya Pemerintah sendiri, tetapi juga seluruh masyarakat baik masyarakat pengusaha atau swasta, juga masyarakat umumnya yang selama ini menjadi subjek pembangunan itu sendiri. Untuk itu perlu ada 2 hal prinsip yaitu : (1) Keterbukaan dan Transparansi dari Pemerintah, dan (2) Partisipasi masyarakat dan swasta dalam percepatan pengembangan KCT. Keterbukaan yang dilakukan oleh Pemerintah utamanya adalah informasi secara terbuka dan langsung kepada masyarakat tentang rencana, program (dan pendanaan), target (output) dan efek (outcome)-nya pengembangan KCT serta siapa saja yang terlibat langsung dalam pengembangannya. Begitu juga perkembangannya secara kuartalan juga disampaikan agar semua pihak mengetahui dan bisa memberi penilaian baik berupa kesetujuannya, masukan-masukannya, termasuk juga kritikan yang diperlukan. Distribusi informasi tersebut dilakukan dengan teknologi yang ada dan mudah di-akses oleh masyarakat baik berupa media cetak maupun elektronik.
7 Sedangkan partisipasi masyarakat bisa dilakukan melalui format yang sudah ada baik dalam proses penganggaran seperti Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang lebih terarah 4, juga peningkatan Kerja Sama Pemerintah-Swasta-Masyarakat (Public Private Partnership) untuk lebih dimasyarakatkan dan dikembangkan peluang sebesar-besarnya. Namun diakui bahwa partisipasi masyarakat khususnya dalam skala perencanaan yang luas seperti KCT ini tidak bisa seintensif skala perencanaan kecil seperti pemukiman yang langsung terkait dengan kepentingannya. Oleh karenanya Pemerintah bersama dengan pemerintah daerah yang harus aktif dan tidak menunggu inisiatif masyarakat untuk berpartisipasi. Di antara stakeholder lainnya, peranan pemerintah daerah adalah yang sangat utama karena menyangkut daerah otonomnya dan manfaat serta dampak pengembangan KCT ada di daerah bersangkutan. Kepentingan daerah ini tidak sendiri, tetapi terkait dengan daerah-daerah mitra maupun daerah-daerah burit (hinterland). Oleh karenanya kerja sama antar daerah (interregional cooperation) adalah keharusan sebagaimana diatur dalam PP Nomer 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Rangkuman Kawasan Cepat Tumbuh (KCT) adalah kenyataan sebagai fenomena dalam perkembangan wilayah. Pengaruh ekonomi KCT sangat besar baik kepada keekonomian nasional, keekonomian masyarakat, bahkan punya pengaruh signifikan terhadap kapasitas fiskal nasional. Sesuai dengan rencana jangka panjang nasional untuk peningkatan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan, maka KCT perlu tetap dikembangkan dan lebih ditumbuhkan. Namun KCT juga melahirkan banyak dampak, utamanya urbanisasi, ketimpangan antar daerah, dan juga aspek lingkungan bila tidak dikelola secara strategis dan sistematis. Berkenaan dengan hal tersebut, maka KCT selayaknya ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional secara lebih legalistik melalui penetapan peraturan perundangan yang kemudian diikuti dengan berbagai komitmen oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, khususnya pihak swasta di bidang investasi. 4 Selama ini Musrenbang kurang terarah dan mulai kurang diminati oleh masyarakat karena hanya shopping list keinginan tanpa dasar kapasitas anggaran. Reformasi model Musrenbang perlu dilakukan, antara lain Pemerintah/pemerintah daerah harus mampu menetapkan plafon tentative anggaran bagi kawasan.
8
BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi, terutama pada sektor publik. Suatu anggaran mampu merefleksikan bagaimana arah dan tujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) uang oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi
Lebih terperinciVI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciLAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG KERANGKA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN TELEMATIKA DI INDONESIA
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG KERANGKA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN TELEMATIKA DI INDONESIA Pendahuluan Pesatnya kemajuan teknologi telekomunikasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 dan puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat mendelegasikan sebagian wewenang dalam hal pengelolaan
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012
[Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciRANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia diperhadapkan pada masalah krisis ekonomi global yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika sehingga akan berdampak buruk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat. Ini dapat dibuktikan dengan jelas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan
Lebih terperinciBAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA
COVER DEPAN Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government COVER DALAM Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciBAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 21 November
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada
Lebih terperinciSEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA
SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA 1. Arti penting dan peran analisis kebijakan belanja publik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada untuk melayani rakyat, dengan kata lain pemerintah adalah "pelayan rakyat". Pelayanan publik (public
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan tantangan tersendiri bagi setiap daerah baik provinsi maupun kota dan kabupaten untuk menunjukkan kemandiriannya. Hal ini sejalan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciPERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan
Lebih terperinciFORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
BAB. I PENDAHULUAN Penelitian ini akan menjelaskan implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi sektor publik melalui latar belakang dan berusaha mempelajarinya melalui perumusan masalah,
Lebih terperinci1 ( atau
VISI - MISI JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN SUMEDANG (Perda No. 2 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025) 1.1. VISI DAERAH Berdasarkan kondisi sampai dengan
Lebih terperinciKerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia
Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 2001 Tanggal : 24 april 2001 Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia Pendahuluan Pesatnya kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini
Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan publik dan memiliki wilayah yang lebih luas serta lebih kompleks daripada sektor swasta atau sektor
Lebih terperinciKerangka Kerja Kemitraan Negara Indonesia
Kerangka Kerja Kemitraan Negara Indonesia 2016-2020 SIAPA KAMI Dibentuk tahun 1944. Kantor pusat di Washington D.C. Kelompok Bank Dunia terdiri dari lima institusi yang dikelola oleh 188 negara anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi yang terjadi pada sektor publik di Indonesia juga diikuti dengan adanya tuntutan demokratisasi, tentunya dapat menjadi suatu fenomena global bagi bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi
Lebih terperinciTERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN
TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat
Lebih terperinciKetua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI
PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah dalam mengelola potensi
Lebih terperinci- 1 - BAB I PENDAHULUAN
- 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinci