BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. mengemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. mengemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian"

Transkripsi

1 20 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Bab ini terdiri atas beberapa sub bab, yaitu tinjauan pustaka yang mengemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Kedua, merupakan konsep yang mengemukakan acuan-acuan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Ketiga, berupa tinjauan terhadap teori yang ada yang kemudian dijadikan landasan teori. Keempat model penelitian yang menjabarkan pola pikir penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Pada sub bab ini dilakukan penelusuran terhadap beberapa pustaka, seperti hasil penelitian terdahulu dan buku atau jurnal-jurnal ilmiah lainnya yang relevan dan signifikan untuk dijadikan referensi. Hal ini menjadi penting karena dari penelusuran pustaka tersebut didapatkan inspirasi, dapat mempertajam konsep dan teori, serta menambah wawasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Selain itu, penjelajahan pustaka juga dimaksudkan untuk menunjukkan perbedaan substansial penelitian ini dari penelitian-penelitian terdahulu sehingga dapat menunjukkan orisinalitasnya dan pada gilirannya signifikan untuk dilakukan. Ada beberapa kajian pustaka yang telah ditelusuri, di antaranya adalah sebagai berikut. Penelitian Surpa (2011) yang berjudul Implikasi Alih Fungsi Lahan terhadap Eksistensi Pura Subak dan Sosial Budaya Masyarakat di Kecamatan 20

2 21 Denpasar Barat, Denpasar. Penelitian ini dilakukan atas ketertarikan Wayan Surpa terhadap masyarakat Hindu Bali. Dalam hal ini khususnya masyarakat Hindu di sekitar Kota Denpasar mengenai alih fungsi lahan pertanian yang berdampak pada diabaikannya Pura Subak dan dialihfungsikannya pura tersebut menjadi tempat persembahyangan umum di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Walaupun perubahan fungsi Pura Subak tersebut masih bersifat positif untuk meningkatkan nilai srada masyarakat, masih terasa bukan pada proporsi yang sebenarnya apabila dilihat dari asal mulanya bahwa pura itu merupakan pura swagina. Aspek pawongan yang dahulu merupakan masyarakat petani dengan budaya komunal yang didukung dengan adat istiadat yang ketat telah berubah menjadi masyarakat industri dengan adat istiadat yang terbuka dari pengaruh budaya luar yang dijadikan sebagai suatu perubahan ke arah kemajuan. Menurut Surpa, kehadiran para urban yang membawa serta tradisi adat dan budaya mereka kemudian membangun sebuah kelompok sosial budaya baru yang kompleks. Suputra dkk. (2012) melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Studi Kasus di Subak Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Dalam penelitian ini disebutkan banyak kalangan yang menganggap bahwa pertanian bisa menjadi pilar pendukung bagi perekonomian Bali. Kendatipun demikian, pertanian Bali juga dihadapkan dengan banyak kendala. Salah satun di antaranya adalah mengenai penyesuaian dan penggunaan lahan. Perkembangan arus pariwisata di Bali yang sangat besar membuat lahan pertanian menjadi tertekan. Kebijakan

3 22 pemerintah dalam hal pembangunan sarana dan prasarana pendukung sektor pariwisata yang memanfaatkan lahan pertanian membuat para investor, baik dalam maupun luar negeri, banyak memburu lahan-lahan yang produktif di bidang pertanian berubah menjadi lahan bidang pariwisata. Penelitian Suputra dkk. (2012) menyimpulkan terdapat empat faktor yang memengaruhi alih fungsi lahan di Subak Daksina, yaitu faktor posisi lahan, faktor keterkaitan lahan dengan kondisi dan jumlah penduduk, faktor pemanfaatan lahan (untuk kepentingan sendiri), dan faktor produktivitas lahan. Suwena dkk. (2012) melakukan penelitian dengan judul Studi tentang Arah Perubahan Subak Muwa sebagai Akibat Perkembangan Sarana Kepariwisataan di Kelurahan Ubud Gianyar. Dalam penelitian ini disebutkan pesatnya perkembangan sarana kepariwisataan yang dibangun di atas areal persawahan Subak Muwa membawa dampak semakin menyempitnya lahan persawahan dan terganggunya tatanan kerja lembaga subak dalam mengatur kegiatan pertanian tradisional sesuai dengan keseimbangan konsep tri hita karana. Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh bahwa kondisi Subak Muwa sesudah perkembangan pariwisata di Kelurahan Ubud mengalami perubahan dari kondisi sebelumnya. Perubahan tersebut dimulai dari perubahan lahan persawahan Subak Muwa berupa pemanfaatan lahan persawahan di luar kegiatan pertanian yang menimbulkan penyempitan lahan, dalam kehidupan sosial masyarakat telah bergeser dari masyarakat tradisional ke arah masyarakat subsistem dunia pasar rasional/komersial, dan berubahnya kegiatan pertanian ke arah nonpertanian dalam industri jasa pariwisata.

4 23 Selain penelitian-penelitian tersebut, peneliti juga mengkaji buku Involusi Pertanian, Proses Pembahasan Ekologi di Indonesia (Agriculture Involution) tulisan Geertz (1976). Pemikiran utama dalam buku ini mengatakan bahwa kehadiran sistem pertanian modern yang dibawa oleh pihak kolonial khususnya Hindia Belanda ke Jawa tidak memunculkan perubahan apa pun bagi masyarakat petani di sana. Namun, justru timbul keadaan yang involutif karena jumlah penduduk terus bertambah. Sebelum dibahas bagaimana Geertz sampai pada simpulan tersebut, perlu dilihat kembali asumsi-asumsi di balik pandangannya mengenai ekologi dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial budaya. Dalam pandangannya mengenai hubungan ekologi dan kebudayaan masyarakat, secara eksplisit Geertz mengikuti konsep inti kebudayaan dari Julian Steward. Salah satu pendekatan ekologi kebudayaan seperti yang diungkapkan Julian Steward bahwa dalam meneliti suatu ekosistem perhatian diletakkan pada inti pola kebudayaan (cultural core) masyarakat yang bersangkutan, yaitu serangkaian unsur sosial, politik, kepercayaan, yang paling nyata menentukan beragam cara masyarakatnya itu menjamin kehidupan ekonomi dari lingkungan yang dikuasainya. Dengan perkataan lain, tidak segala aspek kebudayaan merupakan hasil dari hubungan manusia dengan alam. Namun, selalu ada aspek kebudayaan yang secara fungsional dipengaruhi oleh alam. Itulah yang disebut Steward sebagai inti kebudayaan. Memang penggunaan pendekatan ini memerlukan pencarian terhadap aspek kebudayaan mana yang mempunyai interaksi yang kuat dengan alam dan dapat menjadi representasi dari inti kebudayaan. Pada kasus di

5 24 masyarakat Jawa, ekologi yang menjadi inti budaya bukan dari dimensi, baik udara maupun air/laut, melainkan lebih ke pertanian sawah. Pengelolaan sawah inilah yang secara lebih lanjut dapat dilihat pengaruhnya pada organisasi sosial, struktur desa, stratifikasi sosial, hubungan kekerabatan, dan sebagainya seperti yang ditunjukkan oleh Geertz. Berdasarkan uraian seluruh penelitian terdahulu, sepanjang pengetahuan peneliti, diketahui bahwa belum ada penelitian yang menganalisis alih fungsi lahan persawahan dan implikasinya pada kehidupan petani di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Penelitian ini secara spesifik mengkaji tiga permasalahan utama.yaitu proses alih fungsi lahan, ideologi yang mendorong alih fungsi lahan, dan implikasi yang diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan di Kecamatan Denpasar Selatan. Hal yang menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian yang lainnya, yaitu pertama dari segi objek dan lokasi yang dikaji, penelitian ini secara spesifik membahas alih fungsi lahan khususnya di Kecamatan Denpasar Selatan, yakni di Kelurahan Sesetan, Kelurahan Pedungan dan Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar. Hal lainnya kajian-kajian yang terkait dengan alih fungsi lahan sebagaimana yang disebutkan di atas juga menggunakan pendekatan kualitatif, tetapi ada aspek penting yang membedakannya, baik secara teknis maupun perspektif yang dipakai. Selain itu, hal yang membedakan adalah pada pertanyaan penelitian yang diajukan dalam disertasi sangat berbeda. Berkenaan dengan itu maka paradigma yang digunakan pun berbeda. Hal lainnya adalah penelitian untuk disertasi ini menggunakan paradigma teori kritis seperti yang dianut oleh

6 25 kajian budaya. Melalui teori kritis penelitian ini diharapkan mampu membongkar berbagai aktor dan ideologi yang melatarbelakangi alih fungsi lahan di Denpasar Selatan. Pendekatan melalui paradigma teori kritis menimbulkan implikasi bahwa penelitian untuk disertasi ini secara otomatis berbeda, tidak saja secara ontologis, tetapi juga secara epistemologis, metodologis, dan aksiologis. Perbedaan ini secara otomatis akan memunculkan hasil penelitian yang berbeda pula. Pemakaian paradigma bukan teori kritis akan melahirkan etnografi konvensional, sedangkan pemakaian paradigma teori kritis akan menghasilkan etnografi kritis (Barker, 2005:36--40; Widja, 2014:9--16). Penelitian ini diharapkan dapat mengakji dan memperhatikan petani dan subak yang membentuk suatu struktur sosial dengan berbagai struktur sosial lainnya sebagai stakeholder dengan berbagaikemungkinan adanya permainan kekuasaan, kepentingan, dan hasrat yang bersumberkan pada suatu ideologi tertentu sehingga bisa terjadi alih fungsi lahan. Melalui hal tersebut diharapkan dapat dilihat fenomena alih fungsi lahan secara holistik dan kritis. Keberadaan kajian tersebut penting bagi penelitian ini untuk memberikan pemahaman awal tentang fenomena alih fungsi lahan yang terjadi di daerah yang lainnya. Artinya, kajian-kajian sebelumnya bisa menjadi pedoman awal untuk mengkaji lebih lanjut fenomena alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Denpasar Selatan. Dalam hal ini terlepas dari kelebihan dan kekurangan penelitian lain yang sejenis dengan penelitian ini tentunya berkontribusi untuk memahami permasalahan penelitian yang ada. Berdasarkan seluruh kajian tersebut maka

7 26 penting dilakukan penelitian dengan paradigma sosial kritis dalam mengkaji berbagai masalah yang dihadapi oleh petani akibat alih fungsi lahan. 2.2 Konsep Konsep merupakan suatu pemikiran, ide, atau gagasan yang menjadi objek penelitian. Fokus dari penelitian ini pada dasarnya mencoba untuk memahami fenomena alih fungsi lahan pertanian dan implikasinya pada kehidupan petani Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Dengan demikian, dalam penelitian ini terdapat tiga satuan konsep utama yang perlu dijelaskan dan didefinisikan secara tegas agar terhindar dari salahpengertian, kesalahpahaman, dan salahpemaknaan. Konsep-konsep tersebut adalah lahan persawahan, alih fungsi lahan, dan petani yang diuraikan di bawah ini Lahan Persawahan Lahan persawahan adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan dan menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memperhatikan dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut (Jayadinata, 1999:36). Menurut Irawan (2005: 71), lahan persawahan adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air. Menurut peneliti lahan persawahan merupakan lahan pertanian yang dibuat dengan tujuan terutama untuk tanaman padi. Akan tetapi, dalam kenyataan seharihari sawah sering juga ditanami secara bergiliran dengan palawija dan lain-lain. Lahan sawah dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan pengairan, yaitu

8 27 lahan sawah irigasi (teknis, setengah teknis, sederhana) dan lahan sawah non irigasi (tadah hujan, pasang surut, lebak, polder, dan sawah lainnya). Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang mempunyai jaringan irigasi, yaitu saluran pemberi terpisah dari saluran agar penyediaan dan pembagian lahan sawah yaitu lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan dan menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memperhatikan dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut dan air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang mempunyai irigasi dari irigasi setengah teknis. Lahan sawah irigasi sederhana adalah lahan sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi sederhana yang sebagian jaringannya dibangun oleh PU. Lahan sawah irigasi desa/non PU adalah lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem pengairan yang dikelola sendiri oleh masyarakat (Pakpahan,2003:101). Lahan persawahan memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam untuk menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia. Oleh sebab itu, lahan persawahan dapat dianggap sebagai barang publik,, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya juga memberikan manfaat yang bersifat sosial. Lahan sawah memiliki fungsi yang sangat luas yang terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan pangan, penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, sarana penumbuhan rasa

9 28 kebersamaan, sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya, yaitu sebagai salah satu wahana pelestari lingkungan, sebagai sarana pendidikan, dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan berasal dari kata conversion of land use. Menurut Liber (2009: 107), Conversion adalah perubahan. Dikaitkan dengan perubahan lahan yang berarti perubahan dalam penggunaan lahan, maka conversion of land use diartikan sebagai alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan dari suatu fungsi lahan menjadi fungsi lahan lainnya. Alih fungsi lahan muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah mengubah struktur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus-menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar- besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi lahan pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar (Husein, 2005:13). Alih fungsi lahan dapat terjadi karena berubahnya nilai lahan (rent) yang menyebabkan lahan dapat memberikan manfaat kepada manusia, Harga lahan yang tinggi menyebabkan lahan tersebut cenderung digunakan untuk kegiatankegiatan yang produktif dan menguntungkan. Jika pada awalnya suatu lahan digunakan untuk kegiatan yang kurang produktif, maka perubahan kegiatan yang

10 29 dilakukan di atas lahan tersebut akan memengaruhi nilai lahan menjadi lebih tinggi. Menurut Nasoetion (2003: 45), pada dasarnya lahan mempunyai lima jenis rent, yatiu sebagai berikut. 1. Rent ricardian, yatu rent yang timbul sebagai akibat adanya sifat kualitas tanah yang berhubungan dengan penggunaan tertentu dan ataukelangkaannya 2. Rent lokasi, yaitu rent yang timbul sebagai akibat dari lokasi suatu tanah relatif terhadap lokasi lainnya secara praktik berhubungan dengan aksesibilitas tanah. 3. Rent lingkungan, yaitu rent yang timbul sebagai akibat adanya fungsi ekologis tanah di dalam suatuekosistem. 4. Rent sosial, yaitu rent yang timbul jika pemilikan penguasaan tanah menimbulkan sejumlah (hak-hak istimewa)privileges bagi pemilik penguasaannya. 5. Rent politik, yaitu rent yang timbul jika pemilikan-penguasaan tanah memberikan sejumlah kekuatan politik ataupun posisi politik yang lebih menguntungkan kepada pemilikpenguasaannya. Lahan sebagai komoditas mempunyai nilai atau harga tersendiri yang ditentukan berdasarkan parameter, yaitu (1) tingkat produktivitas lahan itu sendiri, (2) lokasi atau letak lahan, dan (3) kegiatan yang berada di atasnya (Anitasari, 2008: 33). Penentuan nilai berdasarkan parameter tersebut di atas dapat menjadi salah satu alasan terjadinya alih fungsi lahan. Dikatakan demikian sebab dengan terjadinya tingkat produktivitas suatu kegiatan yang dilakukan di atas

11 30 lahan, akan menyebabkan kecenderungan untuk melakukan alih fungsi lahan ke bentuk lain agar produktivitasnya bertambah yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai lahan tersebut. Nilai lahan dapat berubah seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat pengelolaannya. Hal inilah yang menyebabkan berubahnya nilai lahan sehingga akan mendorong terjadinya alih fungsi lahan (Sukmawati, 2009:52). Nasoetion (2003:71) menjelaskan sebab-sebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan akibat yang ditimbulkan. Pertumbuhan penduduk, kebijakan pemerintah, dan faktor alami merupakan penyebab alih fungsi lahan. Akibat yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan pertanian adalah masalah produksi makanan, ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Dengan demikian, akan timbul kelaparan, kekurangan stok pangan, peningkatan biaya untuk pangan, polusi udara, keindahan berkurang, kerusakan sumber daya alam, ketidakstabilan penduduk dan tidak stabilnya masyarakat di daerah pedesaan Petani Meskipun sudah menjadi kata yang sangat umum tak jarang apa yang dimaksud dengan petani pun dapat menjadi suatu penyebab perdebaan yang tak berujung. Ada dua kata dalam bahasa Inggris berkenaan dengan petani yang memiliki konotasi dan atribut yang sangat berbeda, yaitu peasant dan farmer. Secara mudahnya, peasant adalah gambaran dari petani yang subsisten, sedangkan farmer adalah petani modern yang berusaha tani dengan menerapkan teknologi modern serta memiliki jiwa bisnis yang sesuai dengan tuntutan agribisnis (Warsana, 2008:3). Jadi, perbedaan antara petani peasant

12 31 dengan farmer terletak pada sifat usaha tani yang dilakukan. Peasant berusaha tani dengan bantuan keluarga dan hasilnya juga untuk keluarga. Di pihak lain petani farmer berusaha tani dengan bantuan tenaga buruh tani dan bertujuan mencari keuntungan. Pada penelitian ini yang dimaksud petani mengacu pada petani dalam arti peasant. Petani atau peasant adalah orang desa yang bercocok tanam di daerah pedesaan, tetapi tidak melakukan usaha tani dalam arti ekonomi. Ia mengelola sebuah rumah tangga, bukan sebuah perusahaan bisnis yang merupakan bagian dari masyarakat yang lebih luas dan besar (Soerjono,2003:27). Sistem ekonomi dalam masyarakat petani itu berdasarkan pertanian (bercocok tanam, peternakan, perikanan) yang menghasilkan pangan dengan teknologi yang sederhana dan dengan ketentuan-ketentuan produksi yang tidak berspesialisasi (Koentjaraningrat, 2001:36). Pengertian ini lebih menekankan pada ciri-ciri petani, mentalitas budayanya, dan sistem perekonomian yang menggunakan teknologisederhana. Menurut Scott (2003:101), petani adalah seseorang yang bekerja di bidang pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah, dan lain lain). Adapun tujuan adalah untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun dijual kepada oranglain. Dari rumusan pengertian petani yang dikemukakan di atas maka peneliti berpendapat bahwa petani adalah seseorang yang pekerjaan utamanya bertani untuk konsumsi diri sendiri atau keluarganya, baik yang mempunyai maupun yang

13 32 tidak mempunyai tanah sendiri. Arinya, mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian. Scott (2003: 117) membagi secara hierarkis status yang sangat konvensional di kalangan petani, seperti petani lahan kecil, petani penyewa, dan buruh tani. Menurut beliau, kategori-kategori itu tidak bersifat eksklusif dengan tambahan yang disewa. Di pihak lain ada buruh yang memiliki lahan sendiri. Jadi, ada tumpangtindih dalam hal pendapatan sebab kemungkinan ada petani lahan kecil yang lebih miskin daripada buruh tani apabila ada pasaran yang lebih baik untuk tenaga kerja. Menurut Koentjaraningrat (2001: 45), terdapat tiga golongan petani. Pertama, petani berlahan sempit, yaitu golongan pemilik, penyewa, penggarap, pemilik, penggarap, dan penyewa penggarap. Kedua golongan petani berlahan luas, yaitu golongan pemilik, penyewa, penggarap. Ketiga, golongan petani pemilik, penggarap. Kendala utama bagi usaha tani lahan luas golongan pemilik penyewa adalah modal, sedangkan golongan pemilik penggarap adalah biaya pupuk kandang. Harga bayangan setiap kendala atau sumber daya langka tersebut menunjukkan bila menambah ketersediaan sumber daya tersebut satu rupiah, akan mendatangkan pendapatan sebesar harga bayangannya (shadow price). Analisis sensitivitas menunjukkan batasan perubahan dari harga dan biaya agar tidak mengubah keadaan optimal. Terkait dengan penulisan disertasi ini dapat dikatakan bahwa yang dimaksud den. Adapun petani di sini adalah orang, baik yang mempunyai maupun yang tidak mempunyai tanah sendiri yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian.

14 Landasan Teori Penelitian tentang alih fungsi lahan persawahan dan implikasinya pada kehidupan petani Kecamatan Denpasar Selatan ini dianalisis dan dipahami dengan menggunakan teori hegemoni dari Gramsci dan teori praktik dari Bourdieu. Kedua teori ini dijadikan landasan teoretis untuk memahami dan mengidentifikasi permasalahan alih fungsi lahan persawahan. Penggunaan kedua teori ini secara eklektik diharapkan dapat mengungkap dan menjelaskan proses, ideologi, dan implikasinya alih fungsi lahan persawahan. Penggunaan teori secara eklektik dalam penelitian ini penting dan relevan dari perspektif kajian budaya untuk menjelaskan alih fungsi lahan persawahan dan implikasinya terhadap kehidupan petani Kecamatan Denpasar Selatan. Teori-teori yang digunakan di sini juga dijelaskan dalam hubungannya dengan objek yang diteliti sehingga semakin jelas bagaimana teori-teori tersebut berfungsi atau digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah permasalahan- permasalahan penelitian. Dari segi makna, pemikiran Gramsci tentang hegemoni dan Bourdieu tentang peran agensi dan struktur digunakan untuk membedah secara kritis hegemoni dalam alih fungsi lahan persawahan. Secara teoretis, misalnya, hegemoni kekuasaan dan hegemoni modal dapat menjadi kekuatan mediasi (mediating force) antara kekuatan hegemoni kekuasaan dan resistensi masyarakat dalam alih fungsi lahan persawahan. Dalam hal terakhir ini, teori Bourdieu tentang habitus dan modal dapat menjelaskan resistensi pihak petani, masyarakat, budayawan, dan para intelektual terhadap hegemonik kekuasaan. Pemerintah sebagai representasi negara merupakan pihak yang

15 34 menghegemoni kesadaran masyarakat dan pelaku alih fungsi lahan pertanian, khususnya di Kecamatan DenpasarSelatan Teori Hegemoni Gramsci (1971) menggunakan istilah hegemoni untuk mengacu pada cara kelompok dominan dalam masyarakat mendapat dukungan dari kelompokkelompok subordinasi melalui proses kepemimpinan intelektual dan moral. Gramsci menyoroti persoalan baru yang sebelumnya tidak dipikirkan oleh pemikir Marxisme. Integritas intelektual kaum filsuf merupakan persoalan yang muncul secara orisinal dalam pengalaman politik di Italia di bawah rezim fasis Mussolini. Dalam hubungan ini Simon (2004 : xv--xvi) menulis sebagai berikut. Dalam realitas sosial yang dianalisis Gramsci menunjukkan bahwa formasi sosial kapitalistik yang eksploitatif dan penindasan politik rezim fasisme Mussolini ternyata tidak secara otomatis melahirkan revolusi sosial, malah muncul gejala menguatnya deproletarisasi, di mana para buruh rela dan concern menerima penderitaan, bahkan mendukung keberadaan rezim Mussolini. Pengalaman penyerahan ideologi dan budaya kaum tertindas terhadap golongan yang menindas ini menarik perhatian Gramsci, dan reaksi intelektual atas kejadian itu, Gramsci mencetuskan teorinya tentang hegemoni. Teori ini pada dasarnya menjadi antitesis terhadap model perubahan sosial yang sangat positivistik dalam teori Marxisme saatitu. Hal-hal yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa pemikiran Gramsci berpengaruh besar terhadap penyadaran kritis. Beberapa pemikirannya mengenai civil society, counter hegemony, terutama konsepnya mengenai war of position telah mendorong munculnya gerakan tandingan terhadap hegemoni dominan. Dalam karya terpentingnya, Prison Notebooks ( ), Gramsci mematahkan tesis utama Marxisme bahwa dominasi kekuasaan tidak selamanya berakhir pada kepentingan ekonomis belaka, melainkan juga karena akar-akar

16 35 kebudayaan dan politis. Ideologi memegang peranan penting dalam teori hegemoni. Sebagaimana postrukturalisme yang bermaksud menanggulangi kelemahan strukturalisme, teori hegemoni bertujuan merevisi kelemahan konsepkonsep Marxisme, seperti perkembangan politik dianggap sebagai akibat langsung perkembangan ekonomi. Meskipun demikian, sesuai dengan paradigmanya, cultural studies melangkah lebih jauh, di satu pihak dengan menempatkan kebudayaan sebagai titik pusat pembicaraan dalam memperjuangkan kepentingan kelompok, sedangkan di pihak lain bagaimana kebudayaan memberikan bentuk historis pada struktur sosial. Sebagaimana ciri-ciri aliran Marxis pada umumnya, hegemoni Gramsci sesungguhnya mengandung ide-ide tentang usaha untuk mengadakan perubahan sosial secara radikal dan revolusioner (Ratna, 2005: 185). Pluralisme multikultural dan budaya marginal yang menjadi isu pokok dalam cultural studies, pada dasarnya telah terkandung dalam gagasan Gramsci. Teori hegemoni Gramsci secara tidak langsung menolak reduksi manusia, termasuk narasi kecil, menolak konsep-konsep yang menjunjung tinggi kebenaran mutlak, baik yang terkandung dalam aliran Marxisme maupun nonmarxisme. Hegemoni menurut Gramsci tidak hanya digunakan untuk menjelaskan relasi antarkelas, tetapi juga menjelaskan relasi-relasi sosial yang lebih luas. Konsep hegemoni tidak hanya menjelaskan dominasi politik lewat kekuatan, tetapi yang lebih penting adalah lewat kepemimpinan intelektual dan moral. Menurut Gramsci, dominasi kekuasaan diperjuangkan di samping lewat kekuatan senjata, juga lewat penerimaan publik, yaitu diterimanya ide kelas berkuasa oleh

17 36 masyarakatluas. Dalam upaya memperebutkan penerimaan publik, maka kekuatan bahasa dan kekuatan simbol mempunyai peranan yang sangat penting di dalam prinsip hegemoni. Makna (meaning) dan nilai-nilai (value) dominan yang dihasilkan lewat berbagai media sangat kuat menentukan pembentukan proses dominasi sosial itu sendiri (Piliang, 2009:136). Berdasarkan pandangan para pakar yang membahas gagasan Gramsci, misalnya, Simon (2004:21--22), Fakih (2002: 64) diketahui bahwa kelas berkuasa selalu berkeinginan mempertahankan kekuasaannya, baik dengan cara dominasi maupun hegemoni. Dominasi merupakan kontrol sosial eksternal dengan menggunakan hukuman dan ganjaran, bahkan bisa juga kekerasan. Di pihak lain hegemoni mencakup sarana kultural dan ideologis yang di dalamnya kelompok- kelompok penguasa menjalankan atau melestarikan kekuasaannya atas masyarakat melalui konsensus terhadap pihak-pihak yang didominasi. Pemertahanan kekuasaan acap kali tidak bisa hanya mengandalkan dominasi, tetapi juga harus disertai dengan hegemoni. Jika hegemoni berhasil, peluang bagi pemertahanan kekuasaan menjadi lebih mudah. Menurut gagasan Gramsci (dalam Sugiono, 1999:17) dalam hubungan yang hegemonik, kelompok berkuasa mendapatkan persetujuan kelompok subordinat atas subordinasinya. Kelompok berkuasa, yakni dalam hal ini pemerintah kota Denpasar beserta jajarannya dan golongan masyarakat kaya tidak ditentang oleh kelompok yang dikuasai, yakni petani di Kecamatan Denpasar Selatan. Hal itu terjadi karena ideologi, kultur, nilai-nilai, norma-norma, dan

18 37 politiknya sudah diinternalisasikan sebagai kepunyaan sendiri oleh kelompok subordinat. Dengan didapat konsensus, maka ideologi, kultur, nilai, norma, dan politik akan terlihat semakin wajar dan terlegitimasi. Hegemoni satu kelompok atas kelompok lainnya dalam pengertian Gramsci bukanlah sesuatu yang dipaksakan. Hegemoni harus diraih melalui upaya politis, kultural, dan inetelektual guna menciptakan pandangan dunia bersama bagi seluruh masyarakat. Ini berarti bahwa kelompok penguasa harus menguniversalkan pandangan dan kepentingannya serta harus memastikan bahwa pandangan dan kepentingan itu tidak hanya bisa, tetapi juga harus menjadi pandangan dan kepentingan kelompok subordinat (Sugiono, 1999:41). Pencapaian sasaran ini memerlukan berbagai cara, misalnya melalui lembaga- lembaga masyarakat yang menentukan, baik secara langsung maupun tidak langsung struktur-struktur kognitif dan efektif masyarakat. Hegemoni sebagai kekuasaan berdasarkan konsensus telah memengaruhi struktur-struktur kognitif yang dikuasai. Pihak-pihak yang dihegemoni menerima gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan kepemimpinan kelompok penghegemoni tidak karena dipaksa atau dibujuk, tetapi karena memiliki alasan-alasan tertentu untuk menerimanya. Dengan kata lain, proses hegemoni terjadi jika pihak yang dikuasai mematuhi penguasa. Artinya, pihak yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, tetapi juga harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis (Barker, 2009: 62). Dengan demikian, hegemoni tampak mengekspresikan hal-hal yang menjadi keinginan yang terhegemoni tersebut.

19 38 Dalam penelitian ini teori hegemoni digunakan untuk membedah masalah kedua, yaitu proses terjadinya alih fungsi persawahan. Uang dan kekuasaan dapat menghegemoni masyarakat petani untuk menjual lahan persawahan yang dimiliki sehingga lahan persawahan tersebut beralih fungsi menjadi fungsi-fungsi lainnya. Pada era globalisasi ini negara-negara besar memiliki kekuasaan di bidang politik, ekonomi, dan budaya yang dominan sehingga memengaruhi perilaku masyarakat di negara berkembang secara tidak terkendali. Pengaruhnya yang besar terutama ditunjukkan oleh kekuatan modal yang bersumber dari dunia internasional dalam pembangunan di bidang pariwisata yang akhirnya mempengaruhi gaya hidup masyarakat (Ratna, 2005:185). Abdullah (2006:17) mengatakan bahwa perubahan gaya hidup masyarakat khususnya di perkotaan memberikan dampak yang luas terutama ditinjau dari kenyamanan hidup. Tidak semua masyarakat menikmati manfaat kapitalisme global, tetapi hanya sebagian keci. Artinya, pihak yang mendapatkan manfaat akan meraih keuntungan dari arus modal global. Dengan demikian, terjadi dominasi oleh kelompok kaya terhadap kelompok miskin. Dalam konteks alih fungsi lahan persawahan, gaya hidup masyarakat membutuhkan biaya sehingga rela menjual sawahnya. Bagi masyarakat yang berada pada kelas kaya, kebutuhan itu akan menghegemoni masyarakat kelas miskin untuk melepaskan sawahnya dengan tawaran uang yang tidak sedikit Teori Praktik Bourdieu (Ritzer dan Goodman, 2004:518) merupakan seorang sosiolog posmodernis, konstruktivis, kontemporer, menggunakan pendekatan yang inovatif

20 39 dengan model kajian yang transdisipliner. Ia menggabungkan konsep-konsep sosiologi, linguistik, dan filsafat dari Bachelar, Weber, Marx, Mauss, dan Durkheim menjadi proyek intelektual yang kreatif dan produktif menurut Bourdieu (Lubis, 2006: 58, 163, 164). Pendekatan Bourdieu ini disebut sebagai sosiologi refleksif untuk menunjukkan bahwa teorinya tidak hanya merefleksikan masyarakat, tetapi juga merefleksikan status objektif dan status subyektif dalam suatu kerangka diskursif dan sosial. Dengan pendekatan-pendekatan dan konsep yang transdisipliner tersebut, teori dan metode Bourdieu disebut beraliran konstruktivisme genetis, yaitu adanya pertimbangan historis dan ruang sosial pada kerja struktur mental individu (Ritzer dan Goodman, 2004: ). Karena sifatnya kritis, metodenya sering disebut sosiologi kritis. Peta gagasan pemikiran Bourdieu ini mewariskan konsep-konsep penting yang sering dipinjam dalam tradisi ilmu-ilmu sosial hingga cultural studies, seperti habitus, ranah perjuangan, kekuasaan simbolik, dan modal budaya yang kemudian memengaruhi teori sumber daya dan komoditas. Dalam pertalian konsep- konsep tersebut, Bourdieu menawarkan formulasi generatif (Harker dkk,.,2005: ) dengan rumus (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Rumus ini digunakan untuk menyingkap intensitas dan orientasi individu untuk melakukan praktik-praktik sosial. Rumus ini menggantikan relasi sederhana antara individu dan struktur melalui relasi habitus, modal, danranah. Pierre Bourdieu dalam teori praksis sosial mengajukan konsep habitus dan field. Habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dalam menghadapi realitas sosial. Manusia dibekali dengan sederetan skema yang

21 40 terinternalisasi untuk memersepsi, mamahami, menghargai, dan mengevaluasi realitas sosial. Habitus bisa dikatakan sebagai ketidaksadaran kultural, yakni pengaruh sejarah yang dianggap alamiah. Habitus mendasari field diartikan sebagai jaringan relasi antara posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Field adalah semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan (Takwin,2009:114). Berdasarkan pengertian habitus dan field serta mekanisme kerjanya pada diri manusia, Bourdieu mengajukan konsep doxa yang pengertiannya menyerupai ideologi. Doxa adalah sejenis tatanan sosial dalam diri individu yang stabil dan terikat pada tradisi serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi tanpa dipertanyakan. Dalam praktiknya, doxa tampil lewat pengetahuan-pengetahuan yang begitu saja diterima sesuai dengan habitus dan field individu. Kehidupan sosial tidak dapat dipahami semata-mata sebagai agregat perilaku individu. Praksistidak dapat dipahami secara terpisah dalam pengambilan keputusan individu atau sebagai sesuatu yang ditentukan oleh struktur supraindividual (Takwin, 2009: 115; Jenkins, 2004: ) Ada semacam aturan yang tidak terucapkan dalam setiap field yang bekerja sebagai modus kekerasan simbolik (symbolic violence). Kekerasan dalam bentuknya yang sangat halus dikenakan pada agen-agen sosial tanpa mengundang resistensi karena sudah mendapat legitimasi sosial. Bahasa, makna, dan sistem simbolik para pemilik kekuasaan ditanamkan lewat suatu mekanisme yang

22 41 tersembunyi dari kesadaran. Kekerasan simbolik dalam bentuk konkretnya dalam pendidikan adalah ketika seorang guru atau dosen secara halus memaksakan pengetahuannya untuk diterima oleh murid-muridnya. Pengetahuan-pengetahuan yang diterima begitu saja merupakan bentuk konkret dari doxa (Takwin, 2009: ). Teori praktik dari Bourdieu seperti dipaparkan di atas menjelaskan bahwa terjadinya alih fungsi tanah pertanian tidak lepas dari faktor habitus, yaitu kebiasaan- kebiasaan yang terjadi sejak lama yang merupakan hasil pembelajaran secara halus. Uraian tentang teori-teori yang digunakan di atas memiliki kekhasan masing- masing dalam menggambarkan cara kerja kekuasaan. Meskipun berbeda sudut pandang dan istilah, semuanya memiliki persamaan dalam hal kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau suatu kelompok sosial untuk memengaruhi orang atau kelompok lain melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Pemikiran-pemikiran Gramsci menekankan tentang hegemoni kekuasaan dan model sebagai sumber dan praktik kekuasaan Bourdieu tentang praktik sosial sebagai perjuangan untuk hidup. Teori-teori tersebut dipandang relevan untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan penelitian ini, yaitu tentang alih fungsi lahan persawahan dan implikasinya terhadap kehidupan petani di Kecamatan Denpasar Selatan.

23 Model Penelitian (gambar 2.1) : Penelitian ini dapat dijabarkan ke dalam model penelitian berikut Lahan Persawahan KebijakanPenataan Kawasan (PerdaRT/RW) Industrialisasi - Lahan persawahan sebagai penghasilberas - Keunikan Subak dalam konsepsi tri hitakarana - KeindahanPersawahan - Kapitalismepariwisata - Komersialismepariwisata - Budaya konsumen (media dan gaya hidup) Alih Fungsi Lahan Persawahan danimplikasinya pada Kehidupan Petani di Kecamatan Denpasar Selatan KotaDenpasar Proses terjadinya alih fungsi lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Ideologi yang bekerja dalam alih fungsi lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Implikasi terjadinya alih fungsi lahan persawahan pada kehidupan petani di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Gambar 2.1 Model Penelitian Keterangan: : hubungan saling memengaruhi : memengaruhi

24 43 Berdasarkan model penelitian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa industrialisasi telah memengaruhi kebijakan penataan kawasan. Akibatnya, kebijakan penataan kawasan lebih berorientasi kepada kepentingan bisnis, bukan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Dampak lebih lanjut, yaitu lahan persawahan dan komunitas petani Kecamatan Denpasar Selatan sebagai bagian dari kebudayaan Bali mulai tergerus oleh arus industrialisasi. Sawah yang tadinya dapat dijadikan sumber beras di Kecamatan Denpasar Selatan banyak beralih fungsi menjadi fungsi-fungsi penunjang industrialisasi. Wisatawan yang tadinya terkesan dengan kebudayaan Bali, seperti keunikan subak dengan filosofis tri hita karana dan pemandangan sawah yang indah, secara pelan, tetapi pasti Bali pada umumnya dan Kecamatan Denpasar Selatan pada khususnya kehilangan keindahan pariwisata berbasis pertaniaan. Akibat industrialisasi yang muncul pada akhir abad kedua puluh menyebabkan perubahan pada masyarakat Bali termasuk masyarakat di Kecamatan Denpasar Selatan. Karena Bali menjadi daerah tujuan parwisata domestik dan internasional, maka masyarakat yang sudah terbiasa hidup nyaman lebih mementingkan diri sendiri atau individualitas. Masyarakat juga telah diperbudak materi yang didpicu oleh kapitalisme pariwisata. Di samping itu, hidup yang serba praktis dan efisien dengan munculnya teknologi, khususnya teknologi informasi, budaya media dan gaya hidup dalam budaya konsumen. Oleh karena itu, enggan atau malah meninggalkan pertanian. Semua itu mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahanpersawahan. Fenomena di atas dikaji secara kritis melalui kajian budaya dengan berbagai konsep dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah sebagai

25 44 berikut. Pertama, bagaimana proses terjadi alih fungsi lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar? Kedua, ideologi apa yang bekerja dalam alih fungsi lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar? Ketiga, apa implikasi terjadinya alih fungsi lahan persawahan pada kehidupan petani di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar?

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN ISSN 0216-8138 52 DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN Oleh I Ketut Suratha Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Nusa Dua pernah dilakukan oleh I Nyoman Madiun. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan areal tanam melalui peningkatan intensitas pertanaman (IP) pada lahan subur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super ultra genjah. Potensi tersebut

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki peran sentral dalam pertanian. Kabupaten Tabanan yang memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan buruh anak makin banyak diperhatikan berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena buruh

Lebih terperinci

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten 99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Adat Kuta sebagaimana desa adat lainnya di Bali, merupakan suatu lembaga adat yang secara tradisi memiliki peran dalam mengorganisasi masyarakat dan menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fast food adalah sebuah istilah yang digunakan secara umum untuk menggambarkan konsep mengenai industri restoran layanan cepat saji. Pada awalnya, fast food yang berkembang

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai 286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengidentifikasikan perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam memajukan sebuah Negara, pembangunan merupakan hal yang sudah biasa dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun pembangunan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut merupakan daerah dataran rendah pesisir pantai. Sebagian besar warga masyarakat Desa Setrojenar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di wilayah tropis, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pertanian dan Petani Pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyediaan kebutuhan pangan melainkan sumber kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat, karena mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan tiap manusia dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin,

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan ruang darat yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan lahan dalam wujud penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya BAB II KERANGKA TEORI 2.1.Adopsi Teknologi Pertanian Dalam hal adopsi penerapan teknologi traktor, yang dilakukan oleh kelompok tani mengakibatkan sempitnya peluang kerja bagi para buruh tani/tenaga upahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/ menyalurkan air,yang biasanya ditanami padi sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

T E S I S. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

T E S I S. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH TERHADAP PRODUKSI PANGAN UTAMA DI PROVINSI JAWA TIMUR: SUATU ANALISIS KEBIJAKAN T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig) Bab Sembilan Kesimpulan Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berperan penting dalam penyediaan dan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya. Dengan adanya eksplositas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati (biodiversity) maupun keberagaman tradisi (culture diversity).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior BAB VII KESIMPULAN Studi ini berangkat dari dua gejala kontradiktif dari kehidupan orang Makeang. Orang Makeang di masa lalu adalah kaum subordinat dan dipandang kampungan, sedangkan orang Makeang masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni

Lebih terperinci