ANALISIS PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN"

Transkripsi

1 1 JURNAL ILMIAH ANALISIS PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 (Studi Di Desa Gegerung Kec. Lingsar Lombok Barat) Oleh : ARYA ANANTA WIJAYA D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013

2 2 Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah ANALISIS PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 (Studi Di Desa Gegerung Kec. Lingsar Lombok Barat) Oleh : ARYA ANANTA WIJAYA D1A Menyetujui, Mataram, 19 Februari 2013 Pembimbing Pertama, M. UMAR, S.H.,M.H. NIP

3 3 ANALISIS PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJ AUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 (Studi Di Desa Gegerung Kec. Lingsar Lombok Barat) ARYA ANANTA WIJAYA D1A ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem perkawinan anak di bawah umur dipandang dari segi Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, serta akibat hukumnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif-empirik dengan pendekatan perundang-undangan, konsep dan studi kasus Di Desa Gegerung Kecamatan Lingsar Lombok Barat. Hasil Penelitian menyatakan bahwa perkawinan anak di bawah umur suatu hal dilarang oleh aturan perundang-undangan tetapi dapat dilaksanakan apabila dalam keadaan mendesak dan telah diberikannya dispensasi kawin oleh Pengadilan Agama hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun Hukum Islam perkawinan anak di bawah umur sah apabila telah akil baligh, dan mampu berumah tangga. Simpulannya adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam bahwa perkawinan di bawah umur bisa dilaksanakan asalkan sesuai dengan syaratsyarat dan prosedure yang telah berlaku. Sarannya sebelum melakukan perkawinan di bawah umur harus dipikirkan secara matang-matang sebab akibatnya untuk kedepan. Kata Kunci : Dispensasi kawin, akil baligh, AN ANALYSIS OF UNDERAGE MARRIAGE ACCORDING TO THE ISLAMIC LAW AND THE ACT NO. 1/1974 (A Study at Gegerung Village, Lingsar Sub- Regency, Lombok Barat Regency) ABSTRACT This study aimed at finding out the system of underage marriage according to the Islamic Law and the Act No. 1/1974 and its legal consequence. This was a normatif empirical study with legal regulatory, conceptual and case study approach at Gegerung Village, Lingsar Sub-Regency, Lombok Barat Regency. The relevant regulation indicated mutually allowed that underage marriage is forbidden by the law, yet it may still be conducted under emergency situation and had obtained marriage dispensation by the Court of Religious Affairs. This was in line with the Act No. 1/1974. Under the Islamic Law, the marriage of under aget children shall be valid provided that the children have reached the state of aqil baligh and they have been capable of running a household. It was concluded that the Act No. 1/1974 and the Islamic Law mutually allowed underage marriage, on condition that the children fulfill the requirements and procedure. It was recommended that prior to conducting underage marriage, all matters pertaining to the future consequence be fully considered. Keywords : Marriage dispensation, aqil baligh

4 4 PENDAHULUAN Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir seorang anak atau lebih. Dalam kelompok individu tersebut lahir organisasi sosial yang bernama keluarga dan membentuk relasi-relasi seperti hubungan suami istri, anak dan orang tua, anak dengan saudara-saudaranya, anak dengan kakek-neneknya, anak dengan paman dan tantenya, ayah-ibu dengan saudara dan ipar-iparnya, suami istri dengan orang tua dan mertuanya, dan seterusnya. Remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dari segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran. Sifat-sifat keremajaan ini (seperti emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum memepunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflik pun, usia itu berpengaruh. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Oleh itulah maka sangat penting untuk memperhatikan umur pada anak yang akan menikah.

5 5 Pernikahan usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anakanak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih renda bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan doleh ibi-ibu yang lebih dewasa. Mengenai pembatasan umur untuk melaksanakan perkawinan ini dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap perkawinan yang masih di bawah umur. Selain itu juga dimaksudkan untuk menunjang keberhasilan Program Nasional dalam bidang Keluarga Berencana. Hal ini juga dikehendaki oleh masyarakat dengan adanya tendensi pengunduran usia kawin. Akan tetapi pada kenyataannya perkawinan yang masih di bawah umur itu masih sering terjadi ditengah-tengah masyarakat kita. Khususnya di Desa Gegerung Kecamatan Lingsar NTB. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam memberikan ruang bagaimana bisa berlangsungnya perkawinan di bawah umur dengan syarat dan proses telah diberikan dan diatur dari segi hukumnya terhadap perkawinan di bawah umur yang sesuai dengan prosedur dan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu: 1) Bagaimanakah perkawinan anak di bawah umur dipandang dari sistem Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Desa Gegerung Kec. Lingsar?; 2) Apa akibat hukum terhadap perkawinan anak di bawah umur di Desa Gegerung Kec. Lingsar? Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui sistem perkawinan anak di bawah umur dipandang dari segi hukum Islam dan

6 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.; 2) Untuk mengetahui akibat hukum perkawinan anak di bawah umur di Desa Gegerung Kecamatan Lingsar. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Manfaat teoritis: Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum perkawinan.; 2) Manfaat praktis: Dapat memberikan masukan bagi masyarakat, pemerintah, legislatif dan praktisi hukum khususnya yang berkaitan dengan analisis perkawinan anak di bawah umur tinjauan dari hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif-empirik dengan pendekatan yang digunakan yaitu Statute Approach, Conseptual Approach dan Case Approach. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sedangkan tehnik dan alat pengumpulan data dilakukan dengan data kepustakaan dan data lapangan serta analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif terhadap data-data yang terkumpul dan analisis deduktif dilakukan dengan menarik kesimpulan dari suatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus.

7 7 PEMBAHASAN A. Perkawinan Anak Di Bawah Umur Di Pandang Dari Sistem Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Di Desa Gegerung Kecamatan Lingsar. Perkawinan di bawah umur sejak zaman Belanda telah terjadi hal ini ditandai dengan banyaknya orang Belanda melakukan perkawinan dengan anakanak gadis pribumi yang masih di bawah umur dengan aturan hukum yang dilaksanakan yakni aturan hukum perdata (BW) dan telah menjadi tradisi turun temurun yang dibawa sampai sekarang. Mengenai batasan umur dalam melakukan perkawinan di bawah umur sudah diatur mengenai sistemnya apabila dipandang dari segi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu : 1. Menurut Hukum Islam Pandangan ahli hukum Islam (Fuqaha) terhadap perkawianan di bawah umur. Dalam keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III Tahun 2009 dinyatakan bahwa dalam literatur fikih Islam, tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batas usia perkawinan, baik batas usia minimal maupun maksimal. Walupun demikian, hikmah tasyri dalam perkawinan adalah menciptakan keluarga yang sakinah, serta dalam rangka memperoleh keturunan (hifz al-nasl) dan hal ini bisa tercapai pada usia

8 8 dimana calon mempelai telah sempurna akal pikirannya serta siap melakukan proses reproduksi. 1 Berdasarkan hal tersebut, komisi fatwa menetapkan beberapa ketentuan hukum yaitu: a. Islam pada dasarnya tidak memberikan batasan usia minimal perkawinan secara definitif, usia kelayakan perkawinan adalah usia kecakapan berbuat dan menerima hak (ahliyatul ada wa al wujub) sebagai ketentuannya. b. Perkawianan di bawah umur hukumnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah tetapi haram jika mengakibatkan mudharat. c. Kedewasaan usia merupakan salah satu indikator bagi tercapainya tujuan perkawinan, yaitu kemaslahatan hidup berumahtangga dan bermasyarakat serta jaminan keamanan bagi kehamilan. d. Guna merealisasikan kemaslahatan ketentuan perkawinan dikembalikan pada standardisasi usia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai pedomannya. Dalil-dalil yang menjadi dasar penetapan ketentuan hukum tersebut adalah sebagai berikut : 2 1. Al-Qur an Surat (QS) An-Nisa (4) : 6 2. QS At-Thalaq (65) : 4 3. QS An-Nur (24) : Hadits Muttafaq Alaih dari Aisyiah 5. Hadits Bukhari dan Muslim dar Al Qamah 6. Kaidah Fikih dalam Qawaid Al-Ahkamfi Al-Anam karya izzudin Abd Al-Salam jilid I halaman Pandangan Jumhur fuqaha yang membolehkan pernikahan usia dini. 8. Pandangan Ibnu Syubrumah dan Abu Bakr-Al-Asham. 1 Khaeron Sirin, Fikih Perkawinan Di Bawah Umur, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal Ibid, hal. 40.

9 9 9. Pendapat Ibnu Hazm yang memilah antara pernikahan anak lelaki kecil dengan anak perempuan kecil. Pernikahan anak perempuan yang masih kecil oleh Bapaknya dibolehkan, sedangkan pernikahan anak lelaki yang masih kecil dilarang. Keputusan Komisi Fatwa MUI tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh HM Asrorun Ni am Sholeh bahwa: 3 Dalam litertaur Fikih Islam tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batasan usia pernikahan, dengan demikian perkawinan yang dilakukan orang yang sudah tua dipandang sah sepanjang memenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana juga sah bagi anak-anak yang masih kecil. Secara umum dalam hukum Islam mengenai perkawinan di bawah umur pendapat dari para fuqaha dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu: 4 1. Pandangan jumhur fuqaha, yang membolehkan pernikahan usia dini walaupun demikian kebolehan pernikahan dini ini tidak serta merta membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan mengakibatkan adanya dlarar maka hal itu terlarang, baik pernikahan dini maupun pernikahan dewasa. 2. Pandangan Ibnu Syubrumah dan Abu Bakr al-asham, menyatakan bahwa pernikahan di bawah umur hukumya terlarang secara mutlak. 3. Pandangan Ibnu Hazm, beliau memilih antara pernikahan anak lelaki kecil dengan anak perempuan kecil. Pernikahan anak perempuan yang masih kecil oleh Bapaknya dibolehkan, sedangkan anak lelaki yang masih kecil dilarang. Argumen yang dijadikan dasar adalah zhahir hadits pernikahan Aisyah dengan Nabi Muhammad SAW. Jadi dalam diskursus fikih (Islamic Jurisprudence), tidak ditemukan kaidah yang sifatnya menentukan batas usia kawin. Karenanya, menurut fikih semua tingkatan umur dapat melangsungkan perkawinan dengan dasar bahwa telah mampu secara fisik, biologis dan mental. 3 HM. Asrorun Ni am Sholeh, Pernikahan Usia Dini Perspektif Munakahah, Dalam Ijma Ulama, 2009, Majelis Ulama Indonesia, hal Heru Susetyo, Perkawinan Di Bawah Umur Tantangan Legislasi dan Haronisasi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hal. 22.

10 10 2. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menerangkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Dalam pelaksanaan pasal tersebut tidak terdapat keharusan atau mutlak karena dalam ayat yang lain yaitu ayat (2) menerangkan Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Yang perlu mendapat izin orang tua untuk melakukan perkawinan ialah pria yang berumur 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun. Itu artinya, pria dan wanita yang usianya dibawah ketentuan tersebut belum boleh melaksanakan perkawinan. Setelah adanya izin dari orang tua maka kedua calon mempelai dapat mengajukan dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama yang menjadi kewenangan absolutnya. Jadi pada hakekatnya dispensasi nikah mempunyai perbedaan makna dengan izin nikah, dispensasi nikah adalah perkawinan yang dilaksanakan dimana calon suami belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan calon isteri yang belum mencapai 16 (enam belas) tahun mendapat kelonggaran atau menjadi dibolehkan untuk melaksanakan perkawinan dengan telah diberikannya dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama. Sedangkan izin nikah adalah perkawinan yang dilaksanakan oleh calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan yang secara undang-

11 11 undang telah cukup umur melangsungkan perkawinan tetapi harus memperoleh izin atau diizinkan oleh kedua orang tua masing-masing mempelai. Perkawinan di bawah umur apabila dilaksanakan harus sesuai dengan asas-asas yang terdapat didalamnya, asas tersebut terdiri dari: a. Asas kepastian Perkawinan di bawah umur harus ada kepastian atau keterangan yang jelas mengenai calon suami atau calon isteri dan yang berhak memberikan izin dalam perkawinan apabila anak yang di nikahkan masih di bawah umur. b. Asas gender Perkawinan harus memperhatikan gender masing-masing calon suami atau calon isteri hal ini bertujuan agar tidak terjadi penyimpangan dalam perkawinan seperti perkawinan sesama jenis, dan anak yang dilahirkan memiliki gender dari ibu atau bapaknya yang sah. c. Asas hikmah Pelaksanaan perkawinan di bawah umur bisa dilaksanakan apabila perkawinan tersebut dilihat dari aspek positifnya, bahwa perkawinan di bawah umur bila tidak dilaksanakan maka akan mendatangkan mudharat atau kerugian bagi calon suami atau calon isteri. d. Asas Rasio Orang tua yang tidak menginginkan anak perempuannya menikah karena dipandang bahwa calon suami tidak memiliki pekerjaan, status

12 12 sosial yang tidak jelas, dan dianggap tidak mampu belum siap bertanggungjawab apabila dinikahkan. B. Akibat Hukum Terhadap Perkawinan Di Bawah Umur Di Desa Gegerung Kecamatan Lingsar Perkawinan di bawah umur merupakan suatu bentuk perkawinan yang tidak sesuai dengan yang diidealkan oleh ketentuan yang berlaku dimana perundang-undangan yang telah ada dan memberikan batasan usia untuk melangsungkan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan di bawah umur merupakan bentuk penyimpangan dari perkawinan secara umum karena tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan yang telah ditetapkan. Secara sederhana bahwa perkawinan di bawah umur mengakibatkan sulitnya untuk mewujudkan tujuan perkawinan yang sakinah, mawaddah dan warrohmah, apabila dibandingkan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa perkawinan di bawah umur dapat dipastikan sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan, karena perkawinan yang memenuhi persyaratan usiapun pada kenyataanya tidak semuanya dapat mewujudkan perkawinan sebagaimana yang disebutkan di atas. Namun demikian perkawinan di bawah umur jelas beresiko lebih besar dari pada perkawinan yang telah memenuhi persyaratan usia. Suatu perkawinan yang dilaksanakan dengan calon mempelai yang masih muda, terutama bagi calon mempelai wanitanya, yaitu masih di bawah

13 13 ketentuan batas umur minimal untuk kawin (19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita), berarti akan cenderung menimbulkan fertilitas yang cukup besar. Suatu keluarga dari pasangan mempelai yang masih muda biasanya kurang menyadari akan hal tersebut. Padahal dengan kelahiran anak yang banyak dalam suatu keluarga, apalagi dalam keluarga yang masih terlalu muda akan menimbulkan berbagai masalah yang sangat mengganggu kebahagiaan, ketentraman, dan kesejahteraan dalam keluarga. Akibat adanya anak yang terlalu banyak dalam suatu keluarga, apalagi dalam kalangan keluarga yang tidak mampu, maka akan menyebabkan sulitnya orang tua dalam membiayai kehidupan dan pendidikan dari anak-anaknya sehingga tak jarang mengakibatkan adanya anak-anak putus sekolah, kurangnya bimbingan dan perhatian dari orang tua, timbulnya pengangguran dan tak jarang dapat mengarah pada perbuatan kriminalitas yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Dari hasil pengamatan di Desa Gegerung tersendiri akibat dari adanya pernikahan di bawah umur akan menimbulkan beberapa hal diantaranya: a. Mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah yang timbul dalam keluarganya. Suatu keluarga dimana si isteri atau suami atau bahkan keduanya belum memiliki usia yang cukup dalam melakukan perkawinan mereka, maka biasanya kurang memiliki kemampuan untuk mengatasi segala permasalahan yang timbul dalam kehidupan keluarga mereka. Misalnya karena anak masih di bawah umur kehidupan rumah tangga kurang matang sehingga rawan

14 14 terjadunya kekerasan dalam rumah tangga dan juga dalam masalah pembiayaan kehidupan keluarga, masalah cara mengasuh, mendidik, dan merawat anak. b. Timbulnya Perceraian Tidak jarang suatu keluarga dari pasangan suami isteri masih terlalu muda akan mengalami berbagai problematika dalam rumah tangga mereka yang sulit dipecahkan. Kadang bahkan sering menimbulkan percekcokan dimana masing-masing pihak saling bersikeras pada pendirian mereka masing-masing dan diliputi oleh emosi yang tidak terkendali, tanpa ada salah satu pihak yang mau mengalah dan bersikap dewasa, sehingga akhirnya dapat menimbulkan perceraian dalam usia perkawinan mereka yang relatif masih sangat muda. Apabila dilihat dari aturan hukumnya maka akibat hukum dari pernikahan di bawah umur melanggar dua aturan hukum yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1) perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 ayat (2) untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Dalam aturan hukum ini, perkawinan di bawah umur sebenarnya dilarang tetapi apabila dalam keadaan memaksa maka hal tersebut bisa dikecualikan.

15 15 2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Pasal 26 ayat (1) orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: (a) Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. (b) Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan dan minatnya. (c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Sebenarnya orang tua berkewajiban melindungi anak tetapi seiring pergaulan yang semakin modern sehingga si anak berbuat di luar jangkauan perlindungan orang tua, hal tersebut memicu terjadinya perkawinan di bawah umur.

16 16 PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal dari penelitian ini, antara lain : 1) Perkawinan anak di bawah umur dipandang dari sistem Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun Dalam Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan di bawah umur dianggap sah apabila sudah akil baligh, adanya persetujuan orang tua dan persetujuan mereka berdua tidak bertentangan dengan agama. Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dalam Pasal 7 ayat 1 perkawinan di izinkan apabila laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita sudah mencapai umur 16 tahun, apabila menyimpang maka menurut ketentuan ayat 2 harus dimintakan dispensasi perkawinan karena adanya alasan penting seperti halnya telah hamil duluan dan kekhawatiran orang tuanya.; 2) Akibat hukum yang timbul dari perkawinan di bawah umur yakni melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai usia kawin tetapi dalam aturan hukum ini, perkawinan di bawah umur sebenarnya dilarang tetapi apabila dalam keadaan memaksa maka hal tersebut bisa dikecualikan, dan melanggar ketentuan Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak sebenarnya orang tua berkewajiban melindungi anak tetapi seiring pergaulan yang semakin modern sehingga si anak berbuat di luar jangkauan perlindungan orang tua, hal tersebut memicu terjadinya perkawinan di bawah umur.

17 17 B. Saran-saran Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1) Mengingat bahwa belum dilaksanakannya ketentuan batas umur untuk kawin dala Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh masyarakat secara baik, yaitu dengan terbuktinya masih terdapat mempelai yang kawin pada usia yang belum mencukupi ketentuan batas umur, maka sebaiknya perlu ditingkatkan adanya penyuluhan-penyuluhan hukum perkawinan kepada masyarakat, khsusnya kepada para remaja yang telah menginjak dewasa, agar dapat menunda usia perkawinan mereka demi tercapainya salah satu Program Nasional yaitu Keluarga Berencana, serta bagi kesejahteraan dan kebahagiaan mereka sendiri.; 2) Agar orang tua dalam mendidik dan membina anak dengan kembangkan komunikasi terhadap anak yang bersifat suportif dan komunikasi.

18 18 DAFTAR PUSTAKA A. Buku dan Jurnal Hukum Saleh, K. Wantjik, 2004, Syarat-Syarat Perkawinan Menurut Para Ahli Hukum, Jakarta : PT. Bumi Aksara., Yogyakarta : Liberty. Saryono, Sarlito, 2004, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara. Sirin, Khaeron, 2009, Fikih Perkawinan Di Bawah Umur, Jakarta : Ghalia Indonesia. Sholeh, HM. Asrorun, Ni am, 2009, Pernikahan Usia Dini Perspektif Munakahah, Dalam Ijma Ulama, 2009, Majelis Ulama Indonesia. Susetyo, Heru, 2009, Perkawinan Di Bawah Umur Tantangan Legislasi dan Haronisasi Hukum Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara. B. Peraturan-Peraturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hukum Islam D. Internet undang... perkawinan. Senin (12 Mei 2011) tatan

19 19

Dede Hafirman Said. Pascasarjana UIN Sumatera Utara

Dede Hafirman Said. Pascasarjana UIN Sumatera Utara PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI KANTOR URUSAN AGAMA SE-KECAMATAN KOTA BINJAI: Analisis Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam Dede Hafirman Said Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Ketentuan hukum positif dan hukum Islam tentang pernikahan anak di bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 1 JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Oleh : DESFANI AMALIA D1A 009183 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan di bawah umur merupakan peristiwa yang dianggap wajar oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah umur bisa menjadi isu yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN 52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: HERU SUSETYO Dosen Fakultas Hukum UIEU heru.susetyo@indonusa.ac.id ABSTRAK Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari perjuangan panjang kaum

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 98 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang penulis paparkan dapat disimpulkan: 1. Konsep batasan usia perkawinan menurut Fiqh dan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. a. Konsep batasan usia perkawinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan Islam, perkawinan itu merupakan suatu ibadah, di samping ibadah, perkawinan juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Sunnah Allah, berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

SKRIPSI. BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analitis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974)

SKRIPSI. BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analitis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974) SKRIPSI BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analitis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Syarat-Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

Pernikahan Dini dan Pengaruhnya terhadap Keluarga di Kabupaten Sumenep Jawa Timur

Pernikahan Dini dan Pengaruhnya terhadap Keluarga di Kabupaten Sumenep Jawa Timur Pernikahan Dini dan Pengaruhnya terhadap Keluarga di Kabupaten Sumenep Jawa Timur 1Agus Mahfudin; 2 Khoirotul Waqi ah 1agusmahfudin@fai.unipdu.ac.id; 2 kh.waqiah@gmail.com Universitas Pesantren Tinggi

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembanganya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang bisa memperoleh keturunan sesuai dengan apa yang diinginkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh : Komang Juniarta Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor 0010/Pdt.P/2015/PA.Pkc

PENETAPAN Nomor 0010/Pdt.P/2015/PA.Pkc PENETAPAN Nomor 0010/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama dalam persidangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai umatnya. Serta ayat-ayat Al-qur an yang Allah SWT. khaliknya dan mengatur juga hubungan dengan sesamanya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai umatnya. Serta ayat-ayat Al-qur an yang Allah SWT. khaliknya dan mengatur juga hubungan dengan sesamanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama sempurna yang diciptakan Allah SWT untuk kita manusia sebagai umatnya. Serta ayat-ayat Al-qur an yang Allah SWT turunkan kepada rasul melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1) SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1) Adapun ketentuan siapa yang mahram dan yang bukan mahram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini, pergaulan manusia tidak dapat dibatasi hanya dalam suatu lingkungan masyarakat yang lingkupnya kecil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS STATUS HUKUM ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

KAJIAN YURIDIS STATUS HUKUM ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM SKRIPSI KAJIAN YURIDIS STATUS HUKUM ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM JURIDICAL STUDY ON CHILDREN S LEGAL STATUS OVER MARRIAGE CANCELLATION ACCORDING BY COMPILATION OF ISLAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum civil law yang sangat menjunjung tinggi kepastian hukum. Namun dalam perkembangannya Sistem hukum di Indonesia dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN A. Analisis terhadap ketentuan mengenai batasan usia anak di bawah umur 1. Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB III LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) Anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia

BAB III LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) Anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia BAB III LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) A. Anak Luar Nikah menurut Fatwa MUI Anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia lanjut sebagai modal untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk BAB I PENDAHULUAN Perkawinan memiliki arti penting bagi setiap orang, didalam kehidupan setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk membentuk sebuah keluarga itu maka setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini PENYULUHAN HUKUM Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini Ani Yunita, S.H.M.H. Nasrullah, S.H.S.Ag.,M.CL. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pendahuluan Persoalan nikah bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DI BAPEMAS DAN KB KOTA SURABAYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PELAKSANAAN PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DI BAPEMAS DAN KB KOTA SURABAYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PELAKSANAAN PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DI BAPEMAS DAN KB KOTA SURABAYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Perlunya Pendewasaan Usia Perkawinan Dalam Pelaksanaan Perkawinan Pendewasaan usia perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hukum-hukum allah (syariah), PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2002, hal.

BAB I PENDAHULUAN. A.Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hukum-hukum allah (syariah), PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2002, hal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang paling sakral dalam hidup ini.pernikahan ataupun Nikah merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Allah baik itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Manusia dalam proses perkembangan untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN

BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN A. Pengertian Perkawinan Di Bawah Umur Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pada usia

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN AKIBATNYA

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN AKIBATNYA PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN AKIBATNYA (Studi Putusan Perceraian pada Pasangan di Bawah Umur di Pengadilan Agama Surakarta dan Pengadilan Agama Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

Dampak yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Usia Dini

Dampak yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Usia Dini Dampak yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Usia Dini Rina Yulianti 1 Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Trunojoyo - Madura Abstrak Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE

BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelaksanaan Nikah Sirri Online Setelah mengetahui praktek pelaksanaan nikah sirri online yang marak terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya

Lebih terperinci

Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Melalui Dispensasi Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu. Dea Agustina Suardini, Yunanto*), Mas ut.

Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Melalui Dispensasi Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu. Dea Agustina Suardini, Yunanto*), Mas ut. Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Melalui Dispensasi Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu Dea Agustina Suardini, Yunanto*), Mas ut Hukum Perdata Abstract Nature have a nature, that if there is a man

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu BAB I PENDAHULUAN Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup bersama merupakan suatu gejala yang biasa bagi seseorang manusia dan diluar kewajaran atau ada suatu kelainan apabila hidup mengasingkan diri dari manusia-manusia

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci