ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH"

Transkripsi

1 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 315 ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH Hilda Aprina, SST 1 Abstract Indonesia is a biggest producer of Crude Palm Oil (CPO) in the world. Production and export volumes continued to increase from year to year. CPO products have an important role in the Indonesian economy, one of them as the country s largest foreign exchange earner in the plantation sector. Given that Indonesia has adopted a floating exchange rate regime since 1978, the export of commodities such as palm oil will have an important influence on the real exchange rate. Therefore, this study aimed to see how much the world price of CPO influence the development of the real exchange rate of rupiah. The analytical method used is a simultaneous equation model using time series data from 1984 to The results showed that the increase in CPO price will lead to real exchange rate rupiah appreciated. Therefore, Indonesia as a major producer of CPO should be able to control the world price of crude palm oil in order to control the stability of the real exchange rate of the rupiah Keywords : world CPO price, simultaneous equation model, the real exchange rate of rupiah. JEL Classification: E2 1 Hilda is working at BPS (Badan Pusat Statistik) Jakarta, Indonesia; hildaaprina@ymail.com Received: January 24 th, Accepted for Publication : October 2 nd, 2014

2 316 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 I. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Subsektor perkebunan yang merupakan salah satu bagian dari pertanian memiliki laju pertumbuhan PDB yang tinggi, pada tahun 2011 laju pertumbuhannya mencapai 4,47 persen. 2 Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, dari sembilan komoditas unggulan perkebunan, kelapa sawit menempati urutan pertama dalam ekspor di tahun 2011 sebesar 53,57 persen dengan nilai 17,23 miliar dolar AS.Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan kontribusi paling besar untuk devisa Indonesia, karena tanaman perkebunan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Peran penting komoditas kelapa sawit menurut Susila dalam publikasi BPS (2008) adalah memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia melalui ekspor, seperti pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja baru. Produk kelapa sawit yaitu minyak sawit/crude Palm Oil (CPO) merupakan bahan utama salah satu energi alternatif yang digunakan sebagai pengganti minyak bumi, yaitu energi biodiesel. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap besarnya permintaan CPO dunia. 2 BPS. (2013). Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2 &tabel=1& daftar=1&id _subyek =11&notab=1. [1 Juli 2013].

3 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 317 Sejak tahun 1984 ekspor kelapa sawit Indonesia mulai stabil dan terus mengalami peningkatan beberapa tahun berikutnya. Namun, pada saat itu Malaysia masih menguasai pangsa ekspor dunia. Memasuki tahun 1990, pangsa ekspor Indonesia maupun Malaysia terus meningkat. Akan tetapi, pada tahun 1995 pangsa ekspor Malaysia mulai menurun sementara ekspor Indonesia terus tumbuh. Hingga akhirnya Indonesia bisa menjadi produsen CPO terbesar di dunia, mengungguli Malaysia. Produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 mencapa 23,9 juta ton yang merupakan angka terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki pangsa ekspor CPO terbesar di dunia. Dengan demikian seharusnya Indonesia dapat menjadi patokan harga CPO dunia. Dengan kontribusinya yang cukup besar dibandingkan dengan komoditi lain, harga dunia CPO dinilai dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil rupiah. Mengingat sejak 1977 Indonesia telah menganut sistem nilai tukar mengambang, sehingga peran komoditas ekspor semakin penting dalam pergerakan nilai tukar.grafik 1 menunjukkan hubungan antara pergerakan nilai tukar riil rupiah dengan perkembangan harga CPO internasional. Grafik 1. Persentase Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Rupiah, Harga CPO Dunia dan Produksi CPO Indonesia Tahun (Persen) Menurut Sebastian Edwards (1986), perubahan pada harga komoditi ekspor utama umumnya memiliki efek penting terhadap perilaku nilai tukar baik secara langsung maupun melalui sektor moneter. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya sebatas untuk melihat pengaruh nilai tukar rupiah terhadap ekspor CPO. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan mencoba untuk mengetahui sejauh mana perubahan harga domestik dan internasional CPO mempengaruhi nilai tukar riil rupiah. Studi ini membatasi penelitian hanya pada komoditas CPO dengan kode HS , dan pada periode tahun 1984 hingga 2011.

4 318 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan mengkaji apakah perubahan pada harga dunia CPO akan memengaruhi nilai tukar riil. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga dunia CPO terhadap perubahan nilai tukar riil rupiah melalui perubahan uang beredar serta inflasi. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan gambaran CPO sebagai komoditas ekspor unggulan. II. TEORI Menurut Edward (1987) perubahan harga komoditi ekspor suatu negara memiliki pengaruh penting terhadap pergerakan nilai tukar riil. Pada kondisi tertentu, seperti ledakan komoditas ekspor akan menghasilkan apresiasi nilai tukar riil negara tersebut. Perubahan harga komoditas ekspor ini juga memiliki pengaruh penting dalam pada sektor moneter, bagaimanapun efek ini secara tidak langsung juga akan berdampak pada pergerakan nilai tukar riil. Chen dan Rogoff (2003) membuktikan adanya hubungan antara tingkat nilai tukar dan komoditas ekspor. Mereka menemukan bahwa nilai tukar riil Australia dan New Zealand didorong oleh harga komoditas dunia. Hasilnya konsisten dengan analisis yang dilakukan oleh Cashin, Cespedes dan Sahay (2004), mereka memberikan tambahan bukti bagi negara berkembang. Dalam kasus di Afrika Selatan, Frankel (2007) menunjukkan bahwa mineral adalah salah satu komoditi ekspor yang harganya memiliki pengaruh penting dalam penentuan nilai tukar riil di negara tersebut. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Ngandu (2005) yang melakukan penelitian pustaka mengenai hubungan antara harga komoditas ekspor dan perubahan tingkat nilai tukar riil sebagian besar terjadi di negara berkembang. Kelapa sawit merupakan komoditas utama sektor perkebunan dan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena kontribusinya terhadap perolehan devisa, peluang pengembangan pasar serta penyerapan tenaga kerja. 2 CPO memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian makro Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi komoditas ini terhadap nilai PDB, penyerapan tenaga kerja hingga penciptaan devisa negara. Perdagangan minyak sawit maupun olahannya menjadi sumber pendapatan negara kedua terbesar dari sektor nonmigas. Besarnya sumber pendapatan negara melalui perdagangan CPO ini nantinya akan meningkatkan pertumbuhan uang beredar di dalam negeri. Menurut Boediono (1993) apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Sehingga melalui peningkatan harga CPO dunia, maka akan meningkatkan pendapatan negara yang diikuti oleh penambahan jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang beredar meningkat, maka akan terjadi perubahan harga barang. Hal ini sesuai dengan teori kuantitas uang yang merupakan teori hubungan langsung antara 2 BPS.(2008). Kajian Komoditas Unggulan. Jakarta: BPS.

5 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 319 perubahan jumlah uang yang beredar dengan perubahan harga barang. Hubungan tersebut dapat dikemukakan bahwa harga barang berbanding lurus dengan jumlah uang yang beredar. (Dornbush, 2001, hal 373). M x V = P x Y (1) Dimana: M = Money in circulation (jumlah uang yang beredar) P = Price (tingkat harga barang) V = Perputaran uang Y = Harga Pada umumnya, untuk mengukur tingkat harga rata-rata, para ekonom menyusun suatu indeks harga yang merata-rata harga komoditi yang berbeda menurut seberapa penting komoditi tersebut. Indeks tersebut dikenal sebagai Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) (Lipsey, 1995). Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004, hal 391), inflasi diakibatkan oleh cost push inflation dan demand pull inflation. Ketika terjadi peningkatan uang beredar, maka akan menyebabkan terjadinya demand pull inflation. Demand pull inflation bermula dari adanya kenaikan permintaan agregat dalam kondisi kesempatan kerja penuh (full employment) yang menyebabkan terjadinya excess demand di pasar. Apabila kesempatan kerja penuh telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut dengan inflasi murni). Hal ini disebabkan oleh ekspansi kebijakan moneter, seperti peningkatan belanja negara dan peningkatan jumlah uang beredar dimana tingkat permintaan barang menjadi tinggi sedangkan persediaan barang relatif tetap. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (aggregate demand) lebih besar daripada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Menurut Muqrobi (2011), terjadinya inflasi akan menurunkan pertumbuhan output yang selanjutnya akan mengurangi impor dan dorongan permintaan valas sehingga rupiah akan terapresiasi. Pengertian nilai tukar rupiah suatu mata uang dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu aspek nominal dan aspek riil. Nilai tukar nominal menyatakan nilai tukar domestik per nilai tukar asing. Nilai tukar nominal yang umum adalah nilai tukar bilateral di mana terdapat dua negara, misal rupiah per dolar Amerika Serikat (AS). Sedangkan nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang telah disesuaikan dengan tingkat harga. Secara lebih spesifik, hubungan

6 320 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 antara nilai tukar nominal dan nilai tukar riil dapat ditunjukkan secara matematika dengan formula berikut ini: RER = e x (2) Dimana: RER = nilai tukar riil e = nilai tukar nominal P* = tingkat harga luar negeri P = tingkat harga dalam negeri Persamaan di atas mengimplikasikan bahwa apabila nilai tukar riil terapresiasi, maka harga produk domestik relatif menjadi lebih mahal dan harga produk luar negeri menjadi lebih murah. Sebaliknya, apabila nilai tukar riil terdepresiasi, maka harga produk domestik menjadi lebih murah dan harga produk luar negeri menjadi lebih mahal. Hal ini menjadikan nilai tukar riil sebagai tolak ukur daya saing produk ekspor suatu negara dalam hal harga di pasar global. Faktor faktor Penentu Kurs Riil Keterangan: NX RER S I = Net export = Nilai tukar riil = Tabungan = Investasi Sumber : Mankiw, 2007 Grafik 2. Faktor penentu kurs riil

7 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 321 Grafik di atas menunjukkan hubungan antara ekspor neto dan kurs riil memiliki slope negatif karena semakin rendah kurs riil membuat harga barang-barang domestik relatif lebih murah. Garis yang menunjukkan selisih antara tabungan dengan investasi (S-I) terlihat vertikal karena tidak dipengaruhi oleh kurs (Mankiw, 2007, hal 131). Kurs yang digunakan pada grafik di atas adalah nilai mata uang dolar AS terhadap mata uang luar negeri, sehingga dalam penelitian ini arahnya jadi berbeda. Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi, kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor, dan kurs dalam negeri mempunyai hubungan yang searah dengan volume impor. III. METODOLOGI 3.1. Model Persamaan Simultan Sifat dasar dari model persamaan simultan berdasarkan penjelasan Gujarati (2004), ada hubungan dua arah (simultan) antara satu atau beberapa variabel penjelas, yang membuat perbedaan antara variabel tak bebas dan variabel yang menjelaskan menjadi meragukan. Karena itu, lebih baik untuk mengumpulkan bersama-sama sejumlah variabel yang dapat ditentukan secara simultan oleh kumpulan variabel sisanya. Model seperti ini ada lebih dari satu persamaan, satu untuk tiap variabel tak bebas, atau bersifat endogen atau gabungan, atau bersama. Tidak seperti model persamaan tunggal, dalam model persamaan simultan parameter dari satu persamaan tunggal tidak mungkin ditaksir tanpa memperhitungkan informasi yang diberikan oleh persamaan lain dalam sistem. Variabel dalam model persamaan simultan terdiri dari dua jenis: bersifat endogen, yaitu variabel-variabel yang nilainya ditetapkan di dalam model; dan predeterminded (ditetapkan lebih dulu), yaitu variabel yang nilainya ditetapkan di luar model. Variabel predeterminded dibagi dalam dua kategori: bersifat eksogen, baik saat ini maupun lag, dan yang bersifat endogen lag, dimana ketiga variabel tersebut nilainya tidak ditetapkan oleh model dalam periode saat ini, namun dianggap ditetapkan lebih dahulu (Gujarati, 2004). Persamaan yang dibentuk di dalam suatu model ekonomi dikenal sebagai persamaan yang bersifat struktural atau bersifat behavioral (perilaku), karena persamaan tersebut menggambarkan struktur dari suatu model ekonomis dari suatu ekonomi atau perilaku dari pelaku ekonomi. Menurut Gujarati (2004) bentuk struktural dari model persamaan simultan yang berupa sistem persamaan, pada umumnya dapat ditulis sebagai berikut:

8 322 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 = = = = (3) Dimana: Y 1, Y 2,..., Y M X 1, X 2,..., X K U 1, U 2,..., U M t = 1, 2,..., M b g = variabel independen atau variabel endogen sebanyak M buah, = variabel eksogen (predetermined) sebanyak K buah, = variabel disturbansi (galat) sebanyak M buah, = jumlah observasi, = koefisien variabel endogen, = koefisien variabel eksogen. Penentuan variabel manakah yang dianggap eksogen dan endogen, tergantung kepada preferensi peneliti, namun tetap berpijak pada landasan teori yang mendasari pembangunan model tersebut. Model persamaan yang digunakan pada penelitian ini merupakan persamaan yang dibangun oleh Sebastian Edward (1987). Dalam model ini, nilai tukar riil (RER) dijadikan variabel endogenus karena variabel ini dianggap bergantung pada nilai inflasi domestik, dunia dan harga CPO dunia. Beberapa penelitian terdahulu juga mengasumsikan nilai tukar riil sebagai variable endogenous, karena nilai tukar riil secara cepat beraksi terhadap beberapa shock. Sebagaimana Brischetto, Voss (1999) dan Berkelmans (2005) menyelesaikan teka-teki nilai tukar dengan memasukkan variabel harga komoditas unggulan Data dan Spesifikasi Model Dalam analisis ini digunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series).data nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar AS(E), uang beredar (M 2 ), Produk Domestik Bruto (PDB), Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Indeks Harga Produsen (IHP) diperoleh dari International Financial Statistics (IFS). Sementara data harga CPO dunia diperoleh dari UNCTAD dan data defisit anggaran diperoleh dari Departemen Keuangan.

9 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 323 Pada penelitian ini, perumusan model ekonometrika yang dibangun didasarkan pada kerangka teori ekonomi dan fakta empiris yang menunjukkan pengaruh dari pertumbuhan harga CPO dunia terhadap pertumbuhan uang beredar, inflasi domestik, dan pertumbuhan nilai tukar riil. Model yang digunakan pada penelitian ini merupakan model yang dibangun oleh Sebastian Edward (1987): 1. Fungsi Pertumbuhan Uang ( )= + ( )+ ( ) + ( ( ) +( )) + (4) Tanda yang diharapkan a 1 > 0, a 2 > 0, dan a 3 > 0 2. Fungsi Inflasi = + ( )+ + ( ( ) + ) + (5) Tanda yang diharapkan d 1 > 0,d 2 > 0, dan d 3 > 0 3. Fungsi Nilai Tukar Riil ( ) = ( ) + (6) Tanda yang diharapkan m1 <0, m 2 > 0, dan m 3 <0 Keterangan: M t = Jumlah uang beredar periode tahun t M t-1 = Jumlah uang beredar periode tahun sebelumnya DEH t = Defisit anggaran periode tahun t P tc * = Harga CPO dunia periode tahun t P t = Inflasi domestik periode Y = Pertumbuhan Ekonomi P t * = Inflasi dunia periode tahun t v it = Error term persamaan i periode tahun t Dummy ; > Tahun 1997 = 1 < Tahun 1997 = 0

10 324 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April Simulasi Model Sitepu dan Sinaga (2006) menjabarkan bahwa simulasi adalah bagian integral dari pengembangan keakuratan model-model yang bertujuan untuk menangkap perilaku suatu data historis (historical data). Simulasi yang dilakukan pertama sekali bertujuan untuk mencari model yang tepat, bagaimana perubahan variabel endogen sebagai suatu fungsi dari satu atau lebih variabel eksogen, dimana ketepatan ini ditentukan oleh validasi model yang dilakukan sebelumnya. Apabila suatu model yang tepat atau sesuai ditemukan, maka model persamaan tersebut dapat digunakan untuk melakukan simulasi atau meramalkan nilai-nilai variabel endogen dengan nilai tertentu variabel-variabel eksogen. Penelitian ini melakukan simulasi pada variabel eksogen, yaitu harga CPO dunia yang disimulasikan naik sebesar 10 dan 20 persen. Simulasi ini menggunakan data historikal tahun Gambar 1. Kerangka Berpikir Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu komoditi yang memimpin ekspor nonmigas Indonesia. Saat ini Indonesia merupakan produsen utama CPO mengalahkan Malaysia. Selain itu, CPO merupakan komoditas utama ekspor pertanian Indonesia. Pergerakan harga CPO dunia mempengaruhi nilai ekspor Indonesia. Semakin tinggi harga CPO dunia, semakin tinggi pula cadangan devisa yang dihasilkan. Kemudian kenaikan harga CPO domestik dapat mempengaruhi peningkatan uang beredar di tangan masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan inflasi yang akhirnya memengaruhi apresiasi nilai tukar riil rupiah.

11 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 325 IV. HASIL DAN ANALISIS 4.1. CPO Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan Kelapa sawit merupakan komoditas utama sektor perkebunan dan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena kontribusinya terhadap perolehan devisa, peluang pengembangan pasar serta penyerapan tenaga kerja (BPS, 2008). Peran penting komoditas kelapa sawit menurut Susila dalam publikasi BPS (2008), adalah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, adanya pengurangan kemiskinan serta perbaikan ekonomi yang terbuka. Salah satu produk kelapa sawit yaitu CPO, memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian makro Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi komoditas ini terhadap nilai PDB, penyerapan tenaga kerja hingga penciptaan devisa negara. Perdagangan minyak sawit maupun olahannya menjadi sumber pendapatan negara kedua terbesar dari sektor nonmigas. CPO merupakan bahan utama salah satu energi alternatif yang digunakan sebagai pengganti minyak bumi, yaitu energi biodiesel. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap permintaan CPO dunia. Dari total minyak sawit yang diperdagangkan, minyak sawit Indonesia memiliki pangsa cukup besar dalam perdagangan internasional. Pada grafik 3 di bawah dapat dilihat dari total produk kelapa sawit yang diperdagangkan. Produk CPO memiliki persentase yang tinggi sejak tahun 1990, sekitar 40 persen dari total perdagangan. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia lebih banyak mengekspor CPO mentah daripada produk turunan kelapa sawit lainnya. Dapat dilihat pada grafik di bawah bahwa Indonesia mengekspor lebih dari 50 persen CPO mentah dibandingkan produk olahannya. Timpangnya struktur industri kelapa sawit, membuat nilai tambahnya tidak maksimal. Grafik 3. Presentase Ekspor CPO (Persen)

12 326 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 Sebagai komoditas ekspor yang memiliki nilai ekonomis tinggi, CPO dianggap sebagai pencipta devisa negara yang paling stabil karena nilai perdagangannya selalu surplus. Selain itu, besarnya konsumsi domestik terhadap komoditas ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dalam masyarakat, jika dilihat lebih lanjut hal ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan inflasi. Grafik 4. Pertumbuhan nilai ekspor CPO dan cadangan devisa negara periode tahun (persen) Sebagaimana terlihat pada grafik 4, pertumbuhan nilai ekspor CPO cenderung diikuti oleh pertumbuhan cadangan devisa negara. Tahun 1991, terjadi lonjakan nilai ekspor CPO dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Lonjakan ini disebabkan oleh peningkatan produksi dalam negeri sehingga meningkatkan volume ekspor. Melimpahnya produksi menjadi salah satu pemicu pertumbuhan nilai ekspor yang paling pesat selama beberapa dekade ini. Pada tahun 1985 pertumbuhan nilai ekspor mencapai presentase sebesar 255 persen dari tahun sebelumnya Estimasi Persamaan Simultan Sebagaimana tersaji pada tabel 2, hasil estimasi dengan menggunakan Eviews 6.0 menunjukkan bahwa secara umum sebagian besar tanda koefisien dari variabel yang digunakan telah sesuai dengan yang diharapkan (sesuai dengan kriteria ekonomi). Secara statistik, model yang digunakan valid, ditunjukkan oleh nilai F-Statistik hampir semua persamaan struktural hasil estimasi signifikan pada taraf nyata 5 dan 10 persen, yang menunjukkan variabel-variabel penjelas yang digunakan pada setiap persamaan struktural secara simultan (bersama-sama) signifikan dalam mempengaruhi variabel tak bebas. Nilai Adjusted R-Squared dari persamaanpersamaan yang digunakan juga cukup besar, menunjukkan besarnya proporsi variasi dari

13 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 327 variabel tak bebas yang bisa dijelaskan oleh variabel bebas di masing-masing model sudah baik. Model yang telah melewati tahapan pengujian asumsi dapat diinterpretasikan seperti yang dapat dilihat pada sub-bab berikutnya. Model estimasi Weight Two Stage Least Square (WTSLS) digunakan untuk mengestimasi persamaan struktural pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan melalui uji Lagrange Multiplier untuk struktur varians dan kovarians residual statistik dapat dibuktikan bahwa struktur varians dan kovarians dari residual model adalah heteroskedastik. Oleh karena itu digunakan estimasi ini untuk mengakomodasi terjadinya pendugaan yang tidak efisien akibat pelanggaran terhadap asumsi homoskedastisitas. Sistem persamaan struktural yang digunakan pada model persamaan simultan ini telah lolos asumsi normalitas (Lampiran 2). Sedangkan untuk pengujian asumsi non-autokorelasi, penulis menggunakan statistik uji korelasi serial The Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Melalui uji ini semua model secara statistik dapat dinyatakan lolos asumsi non-autokorelasi. Model yang telah melewati tahapan pengujian asumsi dapat diinterpretasikan seperti yang dapat dilihat pada sub-bab berikutnya. Hasil estimasi di bawah menggunakan estimasi Two Stage Least Squares untuk periode tahun Hasil yang diperoleh sangat memuaskan, karena sebagian besar nilainya signifikan dan memiliki tanda yang sesuai dengan teori. Berikut adalah gambaran hubungan antar variabel yang diperoleh dari persamaan simultan di atas.

14 328 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 Pengaruh Harga CPO Dunia Terhadap Pertumbuhan Uang Beredar Peningkatan permintaan dunia akan komoditas CPO dan turunannya telah mempengaruhi perekonomian negara-negara penghasil CPO dunia, seperti halnya Indonesia dan Malaysia. Permintaan CPO di pasar internasional yang semakin meningkat untuk kebutuhan pangan maupun produksi biodiesel membuat ekspor CPO Indonesia cenderung meningkat. Sebagai komoditas ekspor utama, perubahan harga dunia CPO diduga memiliki pengaruh terhadap sektor moneter di Indonesia, yang nantinya akan berakibat pada perubahan perilaku nilai tukar riil. Berikut ini akan dijelaskan mekanisme perubahan harga CPO dunia yang dapat mempengaruhi sektor moneter, yaitu melalui pertumbuhan uang beredar. Model yang dibangun ini dapat menjelaskan keragaman perubahan pertumbuhan uang sebesar 99,68 persen, sementara 0,32 persen lainya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Pada tabel 8 di atas terlihat bahwa pertumbuhan uang lag pertama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan uang pada taraf 5 persen secara positif sebesar 0, Artinya jika pertumbuhan uang lag pertama meningkat sebesar sepuluh persen maka pertumbuhan uang saat ini akan meningkat sebesar 8,75031 persen dengan asumsi variabel lain konstan. Hal ini mengindikasikan peningkatan kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun terus meningkat. Manusia pada dasarnya tidak pernah puas dengan sesuatu yang telah dimilikinya, sehingga pertumbuhan uang beredar periode tahun sebelumnya diduga dapat meningkatkan kebutuhan

15 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 329 masyarakat terhadap uang saat ini. Hal serupa juga terjadi di Kolumbia, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Sebastian Edwards (1987), ia juga membuktikan pengaruh positif dari tiga lag pertama pertumbuhan uang beredar terhadap pertumbuhan uang beredar saat ini. Pengaruh defisit anggaran terhadap pertumbuhan uang secara statistik tidak signifikan, namun tanda koefisiennya sesuai dengan teori ekonomi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanang Adrian (2010). Hal ini dapat dijelaskan pertama, karena adanya UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara defisit APBN dan APBD secara kumulatif tidak boleh melampaui batas 3 persen terhadap PDB. Mengecilnya proporsi defisit fiskal terhadap PDB mengakibatkan semakin kecil nilai defisit fiskal sehingga untuk menutupi kekurangannya dapat dilakukan dengan penciptaan uang, maupun utang luar negeri yang besarnya tidak menambah jumlah uang beredar secara signifikan. Kedua, sejak tahun 2000 transmisi pengaruh defisit anggaran terhadap variabel moneter melalui jalur moneter secara institusional berubah. Sejak UU No. 23 Tahun 1999 diberlakukan, BI tidak diperbolehkan memberikan dana talangan terhadap pengeluaran pemerintah dan atau bahkan membiayai defisit rekening pemerintah di BI (Maryatmo, 2004). Dana talangan ini dapat mempunyai konsekuensi meningkatkan uang inti dan akhirnya mempengaruhi jumlah uang beredar. Dalam persamaan ini, pertumbuhan nilai tukar riil dan harga CPO dunia memiliki koefisien yang sama. Kedua variabel ini berpengaruh signifikan pada taraf 5 persen dan bernilai negatif sebesar 0, Artinya, jika terjadi pertumbuhan nilai tukar atau harga dunia CPO sebesar 10 persen maka pertumbuhan uang akan mengalami peningkatan sebesar 1,8436 persen. Indonesia mengekspor CPO mentah relatif lebih besar dibandingkan Malaysia untuk keperluan bahan baku antara untuk industri pangan dan non pangan, dan untuk kebutuhan CPO derivat lebih banyak dipenuhi oleh Malaysia. Ekspor CPO merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar negara. Menurut M. Nosihin dalam Prayitno (2002) dikatakan bahwa penerimaan yang diterima pemerintah dalam bentuk valuta asing yang kemudian ditukarkan dengan rupiah, maka dalam proses pertukaran ini, akan meningkatkan cadangan aktiva Bank Indonesia dan jumlah uang beredar bertambah dengan jumlah uang yang sama. Jadi antara cadangan devisa dan jumlah uang beredar hubungannya cukup erat, dimana jumlah cadangan devisa yang ditukarkan menambah jumlah uang beredar dalam jumlah yang sama. Penurunan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan harga CPO dalam mata uang asing akan menguat, dengan demikian produsen akan melakukan penjualan CPO ke pasar internasional dalam upaya mengejar devisa negara. Selain itu, karena barangbarang domestik relatif lebih murah maka penduduk domestik hanya akan membeli sedikit barang impor. Akibatnya, jumlah ekspor neto meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuhroh dan Kaluge (2007), depresiasi nilai tukar riil dapat memperbaiki neraca perdagangan dalam jangka panjang. Perbaikan neraca berjalan ini tentu akan diikuti

16 330 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 oleh peningkatan cadangan devisa, yang selanjutnya meningkatkan jumlah uang beredar di masayarakat. Menurut Sebastian Edward (1987), nilai tukar riil dan harga dunia merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan harga domestik suatu komoditas, sehingga penjumlahan kedua variabel ini juga dapat diartikan sebagai pertumbuhan harga domestik. Berdasarkan hasil estimasi di atas, dapat pula diartikan bahwa pertumbuhan harga domestik CPO secara signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan uang beredar. Peningkatan harga domestik terhadap CPO akan meningkatkan kebutuhan masyarakan akan uang nominal. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang terjadi secara wajar akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan yang drastis akan menyebabkan inflasi yang tentunya memberikan efek negatif. Oleh sebab itu, variabel yang memiliki hubungan proaktif terhadap jumlah uang beredar seperti halnya nilai tukar riil dan defisit anggaran harus dijaga kestabilannya agar pertumbuhan uang beredar dapat terjadi secara wajar. Sementara itu, harga CPO dunia tidak dapat distabilkan oleh pemerintah, karena perdagangan dunia masih menggunakan harga yang distandarkan di Malaysia dan Rotterdam. Sehingga untuk mengatasi tingginya ekspor CPO karena peningkatan harga, maka diperlukan pajak khusus bagi ekpostir CPO. Pemberlakuan pajak yang tinggi dapat mengurangi tingginya ekspor, sehingga permintaan domestik terhadap CPO pun masih dapat terpenuhi. Pengaruh Pertumbuhan Uang Beredar Terhadap Inflasi Berdasarkan tabel 8, inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh variabel pertumbuhan uang beredar, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan harga barang tradable dunia pada tingkat signifikansi 5 persen. Model ini dapat menjelaskan 94,13 persen keragaman inflasi, sementara 5,87 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pertumbuhan uang secara signifikan dan positif mempengaruhi inflasi sebesar 0, Artinya, ketika terjadi pertumbuhan uang beredar sebesar 10 persen maka inflasi akan meningkat sebesar 2,63 persen. Dalam teori kuantitas uang, ditunjukkan bahwa jika jumlah uang beredar meningkat, maka akibatnya dapat dilihat dari ketiga variabel lainnya: harga naik, kuantitas output naik, atau kecepatan perputaran uang turun. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Yusni Maulida, Mardiana, dan Anthoni Mayes (2010), yang menyatakan bahwa hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi adalah positif. Saat Bank Sentral mengubah jumlah uang beredar (M) dan menyebabkan perubahan proporsional terhadap nilai output nominal (PY), perubahan tersebut akan tercermin dalam tingkat harga (P). Karena tingkat inflasi ditunjukkan oleh perubahan persentase dalam tingkat harga, maka meningkatnya jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi.

17 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 331 Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap inflasi sebesar 3,92 persen. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen maka inflasi akan meningkat sebesar 3,92 persen. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonominya suatu negara harus meningkatkan inflasinya. Begitu pula hasil yang diperoleh oleh Syaiful Muqrobi (2011), pertumbuhan ekonomi dan inflasi memiliki hubungan dua arah yang positif. Berikutnya, depresiasi nilai tukar dan inflasi dunia memiliki pengaruh yang sama terhadap inflasi. Dalam model, kedua variabel ini memiliki koefisien yang sama, yaitu sebesar 1,38. Artinya pertumbuhan nilai tukar (depresiasi) atau inflasi dunia sebesar 1 persen akan meningkatkan inflasi dalam negeri sebesar 1,38. Menurut Sebastian Edward (1987), penjumlahan kedua variabel ini dapat menggambarkan perubahan harga barang tradable dunia. Sehingga dapat juga diartikan pertumbuhan harga barang tradable dunia, menyebabkan inflasi dalam negeri sebesar 1,32. Hal ini sangat rasional, mengingat peningkatan harga barang impor merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi. Dalam transmisi kebijakan moneter, nilai tukar merupakan salah satu jalur yang dapat menjelaskan perubahan tingkat harga pada suatu periode selain pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi penawaran dan permintaan agregat, yang selanjutnya berdampak pada output dan harga. Besar kecilnya pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap tingkat harga sangat ditentukan oleh sistem nilai tukar yang dianut suatu negara. Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, kebijakan moneter ekspansif oleh bank sentral akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan harga barang impor, yang selanjutnya akan mendorong kenaikan harga barang domestik, walaupun tidak terdapat ekspansi di sisi permintaan agregat. Hal ini yang disebut sebagai dampak langsung dari pergerakan nilai tukar (direct passthrough) dan jika pengaruh perubahan nilai tukar melalui perubahan permintaan agregat disebut sebagai dampak tidak langsung (indirect passthrough). Berdasarkan asalnya inflasi dibedakan menjadi: (1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), dan (2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (foreign inflation). Inflasi yang berasal dari dalam negeri biasanya timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, gagal panen, bencana alam, perubahan kebijakan harga pemerintah, faktor musiman seperti perayaan hari besar keagamaan, tindakan spekulatif menimbun barang yang dapat mengganggu ketersediaan barang, serta ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang akan datang. Sedangkan inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi karena kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara-negara mitra dagang) atau karena terjadinya depresiasi nilai tukar. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor secara langsung mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor, dan secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan baku atau mesin-mesin yang diimpor.

18 332 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 Dengan diketahuinya beberapa variabel yang memiliki pengaruh terhadap pergerakan inflasi, maka pengendalian inflasi dapat dilakukan melalui variabel-variabel tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peredaran uang dalam masyarakat dapat dijaga jumlahnya. Sementara penyebab inflasi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dapat distabilkan oleh pemerintah. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah tingginya konsumsi, sehingga perlu untuk mengontrol konsumsi domestik. Indonesia saat ini menganut rezim nilai tukar mengambang bebas, sehingga untuk kestabilan nilai tukar riil pemerintah tidak dapat berperan langsung akan tetapi secara tidak langsung mengontrol variabel makro lain yang merupakan penyebab depresiasi nilai tukar riil. Dampak Inflasi Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah Berdasarkan model ini, pertumbuhan nilai tukar rupiah secara signifikan dipengaruhi oleh inflasi, inflasi dunia, pertumbuhan harga CPO, sistem nilai tukar yang dianut, dan inflasi pada saat Indonesia menganut sistem nilai tukar bebas mengambang dengan taraf signifikansi 5 persen. Selanjutnya, model ini dapat menjelaskan keragamana dari pertumbuhan nilai tukar sebesar 83,76 persen sementara 16,24 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada dalam model. Hubungan negatif antara nilai tukar riil dan inflasi telah memenuhi logika ekonomi yang akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut Muqrobi (2011), terjadinya inflasi akan menurunkan pertumbuhan output. Penurunan pertumbuhan output (pendapatan menurun) ini selanjutnya akan mengurangi impor dan mengurangi dorongan permintaan valas sehingga rupiah akan mengalami apresiasi. Berdasarkan hasil estimasi, dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan nilai tukar (apresiasi) sebesar 0,34 persen. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Victor E. Oriavwote dan Samuel J. Eshanake (2012) yang menyatakan bahwa inflasi akan mengakibatkan nilai tukar riil terapresiasi. Inflasi yang terjadi pada saat Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas ternyata memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan nilai tukar. Bahkan, pengaruhnya lebih besar daripada pengaruh dari inflasi secara umumnya. Saat terjadi inflasi pada rezim nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar akan mengalami apresiasi dengan penurunan pertumbuhan nilai tukar sebesar 1,39. Hal ini mengindikasikan kuatnya peranan inflasi dalam perubahan nilai tukar pada rezim nilai tukar mengambang bebas. Beralihnya sistem nilai tukar Indonesia dari nilai tukar mengambang terkendali menjadi mengambang bebas membawa dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, nilai tukar rupiah menjadi sangat rentan terhadap perubahan perekonomian seperti peningkatan inflasi. Berbeda halnya dengan inflasi domestik, inflasi dunia memiliki hubungan positif terhadap nilai tukar sebesar 2,89 persen. Ketika terjadi peningkatan inflasi dunia sebesar 1 persen, maka

19 Analisis Pengaruh Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Rupiah 333 nilai tukar akan tumbuh (depresiasi) sebesar 2,89 persen. Hasil serupa juga dikemukakan oleh Sebastian Edward (1987) bahwa inflasi dunia dapat menyebabkan nilai tukar riil dalam negeri terdepresiasi. Menurut persamaan Fisher, kenaikan satu persen dalam tingkat inflasi sebaliknya menyebabkan kenaikan satu persen dalam tingkat bunga nominal. Bila inflasi tinggi, tingkat bunga nominal biasanya tinggi (Mankiw, 2007). Sehingga apabila inflasi dunia tinggi, maka suku bunganya juga akan lebih tinggi dari Indonesia. Menurut BI, perubahan suku bunga nantinya dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan suku bunga akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di luar negeri dengan suku bunga Indonesia. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor Indonesia untuk menanamkan modal ke dalam instrumen-instrumen keuangan di luar negeri karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal keluar ini pada gilirannya akan mendorong depresiasi nilai tukar rupiah. Nilai tukar salah satunya dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan internasional.cpo merupakan komoditi unggulan ekspor nonmigas di Indonesia dimana pada tahun 2011 kontribusi ekspor CPO terhadap ekspor nonmigas diperkirakan tumbuh sebesar 16 persen. Harga CPO dunia memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar sebesar 0,2 persen. Artinya, pertumbuhan harga CPO dunia sebesar 10 persen akan menurunkan pertumbuhan (apresiasi) nilai tukar sebesar 2 persen. Peningkatan harga CPO akan meningkatkan permintaan rupiah dari negara importir, sehingga nilai rupiah akan terapresiaisi. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Sebastian Edward (1987), peningkatan harga komoditas ekspor yaitu kopi di Kolumbia menyebabkan nilai tukar riil dalam negeri terapresiasi. Penelitian ini dilakukan dari tahun 1984 hingga 2011, artinya pada periode tersebut telah terjadi dua kali pergantian sistem nilai tukar yaitu sistem nilai tukar mengambang terkendali dan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sistem nilai tukar terkendali diberlakukan hingga tahun 1997, kemudian pemerintah menggantinya dengan sistem nilai tukar mengambang bebas hingga saat ini. Dari hasil penelitian memperlihatkan dummy yang digunakan signifikan dan memiliki koesfisien sebesar 6,44. Artinya pertukaran sistem nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan nilai tukar, pada saat diberlakukan sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar riil tumbuh hingga 6,44 persen. Pada rezim kurs mengambang bebas, kurs dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah (Mankiw, 2007). Akibatnya, perubahan kurs akan lebih berfluktuatif. Dalam sistem nilai tukar mata uang mengambang bebas, nilai tukar mata uang ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Berbeda dengan sistem nilai tukar mata uang mengambang terkendali, dengan sistem nilai tukar mata uang mengambang bebas fluktuasi nilai mata uang dibiarkan sehingga nilainya sangat fleksibel. Dalam sistem ini, otoritas moneter diberikan keleluasaan untuk menerapkan kebijakan moneter secara independen tanpa harus memelihara nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing pada nilai tertentu.

20 334 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 16, Nomor 4, April 2014 Sehingga, nilai tukar mata uang menjadi lebih sensitif. Pada sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar. Artinya peranan harga komoditi di pasar internasional semakin besar dalam perubahan nilai tukar tukar riil suatu negara. Analisis Pengaruh Harga CPO Dunia Terhadap Nilai Tukar Riil Ketiga persamaan struktural yang dibangun dalam penelitian ini membentuk suatu sistem. Sehingga perubahan pada satu variabel eksogen tertentu akan mengubah semua nilai variabel endogennya. Setelah melakukan analisis terhadap masing-masing persamaannya, maka sekarang akan dilakukan analisis terhadap keseluruhan sistem yang dibangun oleh persamaanpersamaan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga CPO dunia dapat mempengaruhi nilai tukar riil baik secara langsung maupun melalui sektor moneter. Dari persamaan struktural ketiga dapat dilihat bahwa pertumbuhan harga CPO memiliki koefisien negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan nilai tukar riil. Kemudian pengaruhnya melalui sektor moneter dapat dijelaskan melalui ketiga persamaan tersebut.pada persamaan struktural pertama terlihat bahwa dengan tingkat signifikansi sebesar 5 persen, pertumbuhan harga CPO dunia dapat meningkatkan pertumbuhan uang beredar pada saat kondisi cateris paribus. Peningkatan harga CPO dunia secara tidak langsung memicu inflasi. Hal ini dikarenakan dengan peningkatan harga CPO dunia, jumlah uang beredar akan semakin tinggi, dimana peningkatan jumlah uang beredar ini secara langsung menyebabkan inflasi. Dari persamaan struktural kedua, dengan tingkat signifikansi sebesar 5 persen, pertumbuhan uang beredar sebesar 1 persen akan menyebabkan inflasi sebesar 0,26 persen. Namun perlu diingat bahwa hal ini terjadi pada saat kondisi cateris paribus. Pertumbuhan uang bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya inflasi, perubahan variabel makro lain seperti pertumbuhan ekonomi juga dapat mempengaruhi inflasi. Pada akhirnya, pertumbuhan harga CPO dunia secara tidak langsung dapat menyebabkan nilai tukar riil terapresiasi. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5 persen, tingkat inflasi pada persamaan struktural ketiga akan menurunkan tingkat pertumbuhan nilai tukar riil atau akan terjadi apresiasi nilai tukar riil rupiah. Namun, perlu diketahui bahwa peningkatan inflasi yang terlalu drastis hanya akan membawa dampak buruk bagi perekonomian. Sehingga perlu dikontrol agar inflasi yang terjadi tetap pada batasan yang normal. Elastisitas Harga CPO Dunia Terhadap Perubahan Nilai Tukar Riil Tabel 3 di bawah ini menunjukkan hasil simulasi berdasarkan pertumbuhan harga CPO dunia sebesar sepuluh persen. Pertumbuhan LnPc sebesar sepuluh persen berdampak kepada

ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH

ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH ANALISIS PENGARUH HARGA CRUDE PALM OIL (CPO) DUNIA TERHADAP NILAI TUKAR RIIL RUPIAH Hilda Aprina, SST 1 Abstract Indonesia is a biggest producer of Crude Palm Oil (CPO) in the world. Production and export

Lebih terperinci

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan adanya permintaan yang timbul karena adanya kepentingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE )

PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE ) PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE 1998.1 2014) THE DETERMINATION OF FOREIGN EXCHANGE RUPIAH TO US DOLLAR IN INDONESIAN FOREX MARKET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT A. INFLASI Adalah kecederungan tingkat perubahan harga secara terus menerus, sementara tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi inflasi terdahulu. π =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang lebih terbuka (oppeness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB),

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT ISSN : 2302 1590 E-ISSN : 2460 190X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.5 No.2 (151-157 ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh Nilmadesri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini persaingan perekonomian antar negara semakin

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini persaingan perekonomian antar negara semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman era globalisasi ini persaingan perekonomian antar negara semakin ketat, ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan utama yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini tertulis dalam UU No. 3 tahun

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan perekonomian dunia. Hal ini terjadi setelah dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tinggi rendahnya nilai mata uang ditentukan oleh besar kecilnya jumlah penawaran dan permintaan terhadap mata uang tersebut (Hadiwinata, 2004:163). Kurs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi perdagangan saat ini, kemajuan suatu negara tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan negara tersebut melakukan ekspor barang dan jasa yang

Lebih terperinci

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang 1. a-c a. apa saja berbedaan dari kedua teori tersebut? INDIKATOR Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang Subtitusi Rumus (persamaan saldo uang riil) / Kesimpulan penting MILTON FRIEDMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI KURS RUPIAH TERHADAP INFLASI DI INDONESIA. Oleh : Natalia Artha Malau, SE, M.Si Dosen Universitas Negeri Menado

PENGARUH NILAI KURS RUPIAH TERHADAP INFLASI DI INDONESIA. Oleh : Natalia Artha Malau, SE, M.Si Dosen Universitas Negeri Menado PENGARUH NILAI KURS RUPIAH TERHADAP INFLASI DI INDONESIA Oleh : Natalia Artha Malau, SE, M.Si Dosen Universitas Negeri Menado Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR INDONESIA, 2000.I-2008.I

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR INDONESIA, 2000.I-2008.I EKO-REGIONAL, Vol.5, No.2, September 2010 FAKTOR-FAKTOR ANG MEMPENGARUHI EKSPOR INDONESIA, 2000.I-2008.I Oleh: Nunik Rifa atul Mahmudah 1 dan Irma Suryahani 2 1 Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan investasi para pemegang dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat perdagangan internasional yaitu,memperoleh keuntungan dari spesialisasidalam memproduksi barang

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka. Sistem perekonomian terbuka sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied I. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied Descriptive Reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin berkembangnya globalisasi,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Sampel, Sumber Data dan Pengumpulan Data Penelitian kali ini akan mempergunakan pendekatan teori dan penelitian secara empiris. Teori-teori yang dipergunakan diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan ekonomi merupakan bagian penting dalam mencapai pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, tanpa adanya kebijakan ekonomi maka segala tujuan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu Negara di lihat dari perkembangan pasar keuangannya, termasuk pasar uang, pasar saham, dan pasar komoditi. Demikian

Lebih terperinci