KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU"

Transkripsi

1 KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU LAPORAN PRAKTIK LAPANG OLEH REYGIAN FREILA CHEVALDA PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2012

2 KONDISI UMUM PARAMETER FISIKA PERAIRAN PULAU SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU LAPORAN PRAKTIK LAPANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji OLEH REYGIAN FREILA CHEVALDA PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2012

3 LEMBAR PENGESAHAN Judul Praktek Nama Mahasiswa : Kondisi Umum Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau : Reygian Freila Chevalda NIM : Program Studi : Ilmu Kelautan Disetujui oleh Plh. Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Dosen Pembimbing Falmi Yandri, S.Pi, M.Si Dony Apdillah, S.Pi, M.Si NIPY NIPY Mengesahkan Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Tanggal Ujian : 20 April 2012 Dr. Ir. T. Efrizal, M.Si NIP

4 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktik Lapang yang merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir tingkat sarjana di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga penulisan Laoporan Praktik Lapang ini dapat selesai, terutama kepada Bapak Dony Apdillah, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing selama penulisan berlangsung. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan pada penulisan ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan Laporan Praktik Lapang ini, penulis berharap semoga Laporan Praktik Lapang ini bermanfaat bagi kita semua. Tanjungpinang, Mei 2012 Reygian Freila C

5 ii DAFTAR ISI Isi Halaman LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Praktik Lapang Manfaat Praktik Lapang... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pesisir Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Parameter Fisika Salinitas Suhu Gelombang Kecerahan Kekeruhan Arus Pasang Surut III. METODE PRAKTIK Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Praktik Penentuan Lokasi Sampling Pengukuran Parameter Fisika Perairan Salinitas Suhu Gelombang Kecerahan Kekeruhan Kecepatan Arus Pasang-surut Analisis Data IV. KONDISI UMUM WILAYAH Keadaan Geografis Demografi dan Kependudukan i ii iv v vi

6 iii Penduduk Pendidikan Mata Pencaharian Agama dan Etnis Sarana dan Prasarana V. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap Salinitas Suhu Gelombang Kecerahan Kekeruhan Kecepatan Arus Pasang Surut Hubunan Antarparameter VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 42

7 iv DAFTAR TABEL Tabel 1. Alat dan Bahan Tabel 2. Kondisi Pengukuran Parameter Fisika Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4. Tingkat Kelulusan Pendidikan Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Tabel 7. Sarana dan Prasarana Tabel 8. Salinitas Perairan Pulau Sekatap Tabel 9. Suhu Permukaan Perairan Pulau Sekatap Tabel 10. Tinggi Gelombang Perairan Pulau Sekatap Tabel 11. Nilai Kecerahan Perairan Pulau Sekatap Tabel 12. Nilai Kekeruhan Perairan Pulau Sekatap Tabel 13. Kecepatan Arus Perairan Pulau Sekatap Tabel 14. Tinggi Pasut Perairan Pulau Sekatap... 35

8 v DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Lokasi Pengukuran Gambar 2. Grafik Rata-rata Salinitas Gambar 3. Grafik Rata-rata Suhu Gambar 4. Grafik Tinggi Gelombang Gambar 5. Grafik Kecerahan Gambar 6. Grafik Kekeruhan Gambar 7. Grafik Kecepatan Arus Gambar 8. Tinggi Pasang Surut Gambar 9. Skema Hubungan Antarparameter Gambar 10. Pengukuran Tinggi Gelombang Gambar 11. Pengukuran Kecepatan Arus Gambar 12. Pengukuran Salinitas Gambar 13. Pengukuran Kecerahan Gambar 14. Pengukuran Pasang Surut... 57

9 vi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Mentah Hasil Pengukuran Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Lampiran 3. Dokumentasi... 55

10 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang berada pada posisi 6 o LU 11 o LS 95 o BT 141 o BT merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas laut mencapai 2/3 dari luas keseluruhan negara. Dengan panjang garis pantai mencapai km 2, Indonesia merupakan Negara yang memiliki garis pantai tropis terpanjang kedua setelah Kanada (Dahuri, 2003). Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km 2 dan terdiri dari luas daratan mencapai 1,9 juta km 2, laut teritorial 0,3 juta km 2, sedangkan perairan seluas 2,8 juta km 2. Ini berarti seluruh laut di Indonesia berjumlah 3,1 juta km 2 atau 62% dari seluruh wilayah Indonesia (Nontji, 2007). Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar Km 2, di mana 95% - nya merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan

11 2 Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan (BPK RI Prov. Kepri, 2009). Wilayah Kota Tanjungpinang memiliki luas yang mencapai km 2 dengan keadaan geologis sebagian berbukit bukit dan lembah yang landai sampai ke tepi laut dengan luas daratan mencapai 369 km 2 dan luas lautan 170 km 2. Kota Tanjungpinang berada di Pulau Bintan dengan letak geografis berada pada 00 o 51 sampai dengan 00 o 59 Lintang Utara dan 104 o 23 sampai dengan 104 o 34 Bujur Timur (Pemko Tanjungpinang, 2011). Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang menjadi salah satu kelurahan yang memiliki aktifitas pembangunan sebagai pusat pemerintahan dan adanya aktifitas pertambangan terutama di kawasan Pulau Dompak. Pemanfaatan di wilayah ini akan mempengaruhi keadaan perairan dan pulau-pulau kecil seperti Pulau Sekatap yang ada di dekat Pulau Dompak. Perairan Pulau Sekatap dimanfaatkan sebagai jalur transportasi laut. Aktifitas pemanfaatan perairan Pulau Sekatap dan disekitarnya dapat mengganggu kestabilan struktural perairan terutama kondisi fisika perairan. Belum adanya data dasar fisika perairan sebagai salah satu parameter untuk menggambarkan kondisi umum perairan laut terutama terhadap kehidupan biota akuatik, maka perlu dilakukan pengamatan kondisi fisika perairan Pulau Sekatap Tujuan Praktik Lapang Tujuan dari praktik lapang ini adalah untuk mengetahui keadaan umum parameter fisika perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, sehingga dapat di

12 3 temukan pemecahan masalahnya dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi semua pihak yang membutuhkan Manfaat Praktik Lapang Praktik lapang ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai informasi dan bahan kajian pengelolaan wilayah pesisir serta sumberdaya perairan secara terpadu dan berkelanjutan.

13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Pesisir Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis) yang unik (Dahuri, 1996). Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Dahuri et al., 2004). Wilayah pesisir dan laut Indonesia terkenal dengan kekayaan yang beraneka ragam atas sumberdaya laut karena masih memiliki struktur ekosistem yang lengkap. Jadi, pendekatan pemanfaatan dan konservasi perlu dilakukan dengan penuh keterpaduan agar sumberdaya yang dimiliki bisa tetap terjaga (Dahuri et al., 2004) Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumberdaya laut bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Salah satu penyebabnya adalah

14 5 pencemaran dan pelaksanaan pembangunan yang bersifat sektoral, padahal karakteristik sumberdaya secara ekologis saling terkait satu sama lain terutama kawasan laut dan daratan (Dahuri et al., 2004). Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu berfungsi untuk perencanaan kawasan, pengembangan dan pembangunan ekonomi, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, resolusi konflik, perlindungan keselamatan umum dan penataan pemilikan sumberdaya (Cicin-Sain dan Knecht dalam Supriharyono, 2009). Menurut Dahuri et al (2004), tujuan jangka panjang pemanfaatan sumberdaya kelautan : - Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha - Pengembangan program dan kegiatan untuk peningkatan secara optimal dan lestari terhadap sumberdaya - Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pesisir dalam pelestarian lingkungan - Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di pesisir dan lautan 2.3. Parameter Fisika Salinitas Salinitas adalah jumlah garam yang dinyatakan dalam gram yang diperoleh dari beberapa kali penguapan, 1000 gram air sehingga diperoleh berat air yang konstan (Shuter dalam Marshally, 2010).

15 6 Untuk mengukur salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan Refraktometer atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per kilogram (ppt) atau promil ( ). Nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0 5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6 29 ppt dan perairan laut berkisar antara ppt (Nontji, 2007). Salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan, disamping faktor lingkungan maupun faktor genetik spesies ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kira-kira setebal meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah (Nontji, 2007). Menurut Kinne dalam Marshally (2010), salinitas menentukan sifat struktural dan fungsional organisme melalui perubahan dalam : 1. Konsentrasi osmose total 2. Perbandingan relatif yang terlarut 3. Koefesien absorbs 4. Saturasi gas yang terlarut.

16 7 Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh adanya aliran air laut, dan daratan, curah hujan, evaporasi dan pasang surut (Anggoro dalam Marshally, 2010). Nybakken dalam Marshally (2010) menembahkan bahwa pada salinitas yang rendah laju metabolisme akan menurun sehingga pada salinitas tertentu akan menyebabkan metabolisme berhenti. Menurut Raymont dalam Marshally (2010) menyatakan tinggi rendahnya salinitas akan mempengaruhi tekanan osmose dimana nantinya akan mempengaruhi metabolisme sel. Besar kecilnya salinitas yang terjadi sangat menentukan sifat organisme akuatik yang ada terutama plankton yang mempunyai sifat peka terhadap perubahan (Davis dalam Marshally 2010). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi kehidupan organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi, dan distribusi organisme (Odum dalam Marshally, 2010) Suhu Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya energi panas yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama energi panas dalam air laut adalah matahari. Setiap detik matahari memancarkan energi panas sebesar 1026 kalori dan setiap tempat dibumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima energi panas sebanyak 0,033 kalori/detik. Pancaran energi matahari ini akan sampai kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm 2 /menit. Pancaran energi ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air (Meadous and Campbell dalam Jatilaksono, 2007).

17 8 Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42 C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 2008). Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2 C 4 C (Hutagalung dalam Jatilaksono, 2007). Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 2008). Suhu suatu perairan juga di pengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan serta proses interaksi antara air dan udara seperti perpindahan panas, penguapan dan hembusan angin. Suhu perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 o -38 o C dan di daerah yang sering terjadi upwelling (kenaikan massa air) suhu permukaan airnya bisa turun hingga 25 o C (Nontji dalam Dahuri et al., 2004).

18 Gelombang Franklin dalam Effendi (2011) megatakan udara yang bergerak yaitu angin, melewati permukaan yang halus akan mengganggu permukaan dan menjadikan permukaan tersebut bergelombang. Jika angin bertiup terus, maka menjadi elemen gelombang. Menurut Hutabarat dan Evans (2008), Gelombang laut adalah pergerakan naik turunnya permukaan air laut yang membentuk lembah dan bukit mengikuti gerak sinusoidal. Oleh karena itu, susunan gelombang di lautan sangat bervariasi dan kompleks. Untuk itu para ahli mendesain sebuah model gelombang buatan untuk memudahkan dalam mempelajarinya, walaupun bentuk gelombang ini kemungkinan tidak akan dijumpai sama seperti gelombang laut yang sebenarnya. Bagian-bagian gelombang gelombang ideal adalah : 1. Crest : merupakan titik tertinggi atau puncak sebuah gelombang 2. Trough : merupakan titik terendah atau lembah sebuah gelombang, 3. Wave height : merupakan jarak vertikal antara crest dan trough atau disebut juga tinggi gelombang, 4. Wave length : merupakan jarak berturut-turut antara dua buah crest atau dua buah trough, disebut juga satu panjang gelombang, 5. Wave period : waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut, disebut juga periode gelombang,

19 10 6. Wave steepnees: perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang, disebut juga kemiringan gelombang Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca (intensitas cahaya matahari), waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian pengamat yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Selanjutnya Gusrina (2008) menyatakan masuknya cahaya matahari ke dalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan kekeruhan menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan Kekeruhan Davis dan Cornwell dalam Effendi (2003) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.

20 11 Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi. Tingginya kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas pada proses penjernihan air (Effendi, 2003). Kekeruhan pada perairan lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloid (Wardhana dalam Effendi, 2003). Disamping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air Arus Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan rusaknya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar berlumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan organisme air (Romimohtarto, 2009). Arus di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti angin, suhu permukaan laut yang berubah-ubah, tahanan dasar laut, gaya coriolis dan perbedaan densitas. Untuk mengetahui arah dan kecepatan arus, alat yang digunakan yaitu Current meter. Arah arus ditunjukkan dalam besaran derajat, dimana 0 o berarti mengarah ke utara dan besarnya kecepatan arus ditunjukkan dengan besaran meter/detik (Wibisono, 2005).

21 Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi permukaan air laut karena ada gaya tarik menarik benda-benda langit, terutama oleh matahari dan bulan terhadap massa air laut di Bumi (Triatmojo, 2008). Sedangkan Wibisono (2005) mengatakan bahwa pasang surut yaitu gerakan vertikal dari seluruh massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh gaya tarik menarik bumi dan benda-benda angkasa teutama matahari dan bulan. Pasang surut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal), dua kali sehari (pasut ganda), ataupun pasang surut yang mencakup keduanya (pasut campuran). Untuk mengukur pasang surut dengan akurasi yang baik, diperlukan pengetahuan tentang pasang surut yang memadai dan melakukan pengukuran paling sedikit 15 hari atau selama 18,6 tahun jika ingin mendapatkan prediksi dengan akurasi yang tinggi (Pariwono dalam Dahuri et al., 2004). Perbedaan antara puncak pasang tertinggi dengan air surut terendah disebut tunggang air yang bisa mencapai puluhan meter tergantung posisi bulan terhadap bumi dan jarak bumi pada matahari dalam masing-masing lintasan orbit. (Wibisono, 2005).

22 III. METODE PRAKTIK 3.1. Waktu dan Tempat Praktik Lapang ini di laksanakan pada tanggal 7-11 Maret 2012 yang berlokasi di Pulau Sekatap Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Adapun lokasi pengukuran, bisa dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Lokasi Pengukuran 3.2 Bahan dan Alat Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam praktik lapang ini adalah: Tabel 1. Alat dan Bahan Praktik Lapang No Alat dan Bahan Keterangan 1. Handrefractometer Untuk mengukur salinitas Turbidimeter Thermometer Untuk mengukur kekeruhan perairan Untuk mengukur suhu 4. Benang, pelampung dan Stopwatch Sebagai alat sederhana untuk mengukur

23 14 5. Papan Berskala kecepatan arus Untuk mengukur tinggi gelombang dan tinggi pasang surut 6. Pipet tetes dan akuades 7. Secchi Disc 8. Alat tulis 9. GPS 10. Kamera 11 Botol Aqua 330 ml Untuk kalibrasi Untuk mengukur kecerahan perairan Pena, Pensil, Buku, Untuk menentukan koordinat lokasi sampling Untuk dokumentasi Untuk mengambil sampel air 3.3. Metode Praktik Metode yang digunakan dalam melaksanakan praktik lapang ini adalah metode survei, yaitu pengamatan secara langsung ke lapangan terhadap kondisi umum fisika perairan serta kegiatan masyarakat yang memanfaatkan perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Adapun data yang dikumpulkan yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari lapangan berupa parameter fisika perairan Pulau Sekatap, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari instansi terkait kondisi wilayah penelitian seperti data monografi desa Penentuan Lokasi Sampling Penentuan titik stasiun dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga stasiun, yaitu stasiun I pada daerah yang dekat dengan

24 15 aktifitas pertambangan dengan koordinat geografis 00 o 51 21,03 LU; 104 o 27 25,07 BT, stasiun II pada daerah yang masih tersentuh oleh aktifitas masyarakat dengan koordinat 00 o 51 29,04 LU; 104 o 27 07,05 BT, dan stasiun III dengan koordinat 00 o 51 12,04 LU; 104 o 27 03,09 BT pada daerah yang menghadap laut lepas, jauh dari aktifitas pertambangan dan jarang tersentuh aktifitas masyarakat Pengukuran Parameter Fisika Perairan Tabel 2. Kondisi Pengukuran Parameter Fisika No Parameter Kondisi Pengukuran Pengulangan 1 Salinitas Pasang dan Surut 3 kali 2 Suhu Pagi, Siang dan Sore 3 kali 3 Tinggi Gelombang Pasang dan Surut 1 kali 4 Kecerahan Pagi, Siang dan Sore 2 kali 5 Kekeruhan Pagi, Siang dan Sore 1 kali 6 Kecepatan Arus Pasang dan Surut 3 kali 7 Pasang Surut 24 jam 1 kali Salinitas Pengukuran salinitas dilakukan pada kondisi perairan saat pasang dan saat surut. Data salinitas diukur dengan menggunakan Handrefractometer dengan tingkat ketelitian 1. Sebelum digunakan, skala refractometer dipastikan menunjukkan nilai nol dengan cara mengkalibrasi alat dengan menggunakan air murni atau akuades. Kemudian buka penutup kaca prisma dan beberapa tetes sampel air laut diteteskan pada kaca refractometer dan tutup kembali kaca prisma dengan hati-hati. Kemudian lihat pada lensa di tempat yang bercahaya dan akan terlihat skala penunjuk yang menampilkan nilai salinitasnya. Setelah digunakan, kaca refractometer dicuci dengan akuades lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Pengukuran ini di lakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap stasiun.

25 Suhu Pengukuran suhu dilakukan pada saat pagi, siang dan sore hari. Untuk mengukur suhu digunakan Thermometer dengan mencelupkan beberapa saat Thermometer kedalam perairan kemudian diangkat dan dilihat nilai suhu pada Thermometer tersebut. Pengukuran ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap stasiun Gelombang Pengukuran gelombang dilakukan pada kondisi perairan saat pasang dan surut. Untuk mengukur tinggi gelombang, alat sederhana yang bisa digunakan adalah papan berskala yaitu papan yang memiliki satuan pengukuran yang kemudian di tancapkan di dasar perairan dangkal, kemudian di ambil data puncak gelombang sebanyak 11 puncak dan 10 lembah gelombang kemudian di hitung dalam rumus : Tinggi gelombang = Rata-rata tinggi puncak gelombang Rata-rata tinggi lembah gelombang Kecerahan Pengukuran kecerahan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan Secchi Disc yang diturukan ke dalam perairan secara perlahan sampai kelihatan samar-samar. Setelah itu, diukur jarak panjang tali Secchi Disc dari permukaan perairan hinggga kedalaman Secchi Disc terlihat samar-samar. Kemudian Secchi Disc diturunkan ke dalam perairan lagi sampai Secchi Disc terlihat. Setelah itu, diukur kembali jarak Secchi Disc saat

26 17 terlihat. Untuk memastikan hasil data, pengukuran ini dilakukan dua kali pengulangan. Nilai kecerahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Jarak Samar-Samar + Jarak Tampak 2 Dimana : Jarak tampak adalah jarak dari permukaan perairan sampai lempengan Secchi Disc terlihat, sedangkan jarak hilang adalah jarak antara permukaan perairan sampai lempengan Secchi Disc terlihat samar-samar Kekeruhan Pengukuran kekeruhan perairan diukur dengan menggunakan turbidimeter yang di kalibrasi menggunakan cairan kalibrasi yang tersedia pada alat Turdidimeter atau dengan aquades ( air murni ). Pengukuran ini dilakukan di Labor FIKP Umrah dengan membawa sampel air laut pada setiap stasiun pengukuran yang di ambil menggunakan botol Aqua 330 ml. Pengambilan sampel dilakukan pada saat pagi, siang dan sore hari Kecepatan Arus Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada saat perairan pasang dan surut. Kecepatan arus bisa dihitung dengan cara mengikatkan benang dengan panjang 1 meter pada pelampung yang bawahnya diberi plastik dengan sedikit pemberat agar plastik tenggelam sehingga arus yang bergerak mendorong plastik tersebut. Ukur jarak tempuh dan waktu dari awal diletakkannya pelampung berbenang hingga benang tersebut menegang dalam satuan waktu yaitu sentimeter per detik (cm/det). Nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus :

27 18 Dimana : v s t : Kecepatan arus (cm/det) : Jarak (cm) : Waktu (det) Pasang Surut Pengukuran pasang surut dilakukan selama 24 jam. Alat yang digunakan untuk mengukur pasang surut yaitu dengan papan berskala yang memiliki skala ukuran dan merupakan alat pengukur pasang surut yang paling sederhana. Pemasangan harus pada kondisi permukaan air surut terendah dengan skala nolnya masih terendam air dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari permukaan air tertinggi, Dengan demikian maka tinggi rendahnya permukaan air laut dapat kita ketahui dengan menggunakan rumus : Tinggi Pasut = Permukaan air tertinggi Permukaan air terendah 3.6. Analisis Data Data primer yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, skema dan gambar. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif setelah ditabulasikan serta dilakukan analisis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kondisi umum dan parameter fisika perikanan dan kelautan yang dijumpai di perairan Pulau Sekatap, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau sehingga dapat diperoleh alternatif pemecahan permasalahannya.

28 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Keadaan Geografis Pulau Sekatap termasuk dalam Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan sekitar 8 km. Batas wilayah Kelurahan Dompak adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Batu Sembilan dan Kelurahan Sungai Jang, sebelah selatan berbatasan dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sungai Jang dan laut, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Lengkuas Kabupaten Bintan. Luas wilayah Kelurahan Dompak mencapai Ha dengan ketinggian 64 m dari permukaan laut. Secara umum kondisi fisik ( topografi ) Kelurahan Dompak merupakan dataran rendah, dataran tinggi dan pantai dengan curah hujan berkisar antara mm serta memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara o C Demografi dan Kependudukan Penduduk Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Dompak menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kelurahan Dompak hingga akhir tahun 2011 berjumlah jiwa yang terdiri dari jiwa berjenis kelamin laki-laki dan jiwa berjenis kelamin perempuan yang terbagi dalam 755 KK. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

29 20 Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Laki-Laki ,07 2 Perempuan ,93 Jumlah Sumber : Kantor Lurah Dompak, Pendidikan Pendidikan merupakan peranan yang sangat besar dalam menunjang perkembangan suatu daerah dalam menyerap ilmu dan informasi serta untuk membangun daerah itu sendiri. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat pada suatu daerah maka akan semakin mudah daerah tersebut untuk menerima pembaharuan yang sifatnya membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Dompak, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Kelulusan Pendidikan No Lulusan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar ,68 3 SMP/SLTP 242 9,03 4 SMA/SLTA 177 6,61 5 Akademi (D1-D3) 13 0,49 6 Sarjana (S1-S2) 3 0,11 7 Tidak Sekolah 184 6,87 8 Tidak Tamat SD 260 9,71 9 Belum Tamat ,50 Jumlah % Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Dompak tergolong rendah dimana lebih dari 50% masyarakatnya tidak berada pada wajib belajar 9 tahun yang dianjurkan oleh pemerintah. Hal ini dapat

30 21 mempengaruhi usaha pembangunan dan pengembangan daerah masyarakat tersebut Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Dompak beraneka ragam, dari pegawai, pedagang, nelayan, dan lain-lain. Umumnya masyarakat Kelurahan Dompak bermata pencaharian swasta dan nelayan bagi kaum laki-laki dan mengurus rumah tangga bagi kaum perempuan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Pegawai Negeri Sipil 24 0,90 2 TNI/Polri 2 0,07 3 Swasta ,65 4 Honorer 8 0,30 5 Pedagang/Wiraswasta 15 0,56 6 Petani 60 2,24 7 Peternak 3 0,11 8 Buruh Tani 7 0,26 9 Pensiunan 1 0,04 10 Nelayan ,03 11 Buruh Harian Lepas 58 2,16 12 Jasa 2 0,07 13 Mengurus Rumah Tangga ,04 14 Pelajar/Mahasiswa ,25 15 Belum/Tidak Bekerja ,32 Jumlah Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa meskipun sebagian besar wilayah Kelurahan Dompak termasuk wilayah pesisir, namun sebagian besar masyarakatnya tidak hidup bergantung pada perairan laut melainkan pada sektor daratan. Hal ini disebabkan kuantitas dari hasil perairan laut sudah semakin

31 22 menurun akibat aktifitas pembangunan dan pertambangan di daratan yang berpengaruh langsung ke perairan laut Agama dan Etnis Masyarakat di Kelurahan Dompak mayoritas menganut agama Islam dengan jumlah jiwa atau sekitar 94,55 %. Selebihnya menganut agama Protestan, Khatolik dan Budha. Untuk mengetahui jumlah masyarakat berdasarkan agama, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Islam ,55 2 Protestan 20 0,75 3 Khatolik 66 2,46 4 Budha 60 2,24 Jumlah Sumber : Kantor Lurah Dompak, Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan salah satu penunjang kemajuan pembangunan daerah. Sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Dompak dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sarana dan Prasarana No Sarana dan Prasarana Rincian Jumlah 1 Agama Masjid 8 Surau 2 Mushola 1 Gereja 1 Vihara 1 2 Kesehatan Rumah Sakit - Puskesmas - Posyandu - 3 Pendidikan PAUD - Taman Kanak-Kanak - Sekolah Dasar 11

32 23 SMP/SLTP 1 SMA/SLTA - Perguruan Tinggi - 4 Minat dan Bakat Lapangan Sepak Bola 6 Lapangan Volly 5 Sanggar Tari - Gedung Kesenian - Jumlah 36 Sumber : Kantor Lurah Dompak, 2011 Dari Tabel 7 dapat terlihat bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki Kelurahan Dompak sangat sedikit. Tidak memiliki sarana dan prasarana di bidang kesehatan dapat membuat tingkat kesehatan masyarakat Kelurahan Dompak rendah karena tidak adanya fasilitas pelayanan kesehatan baik dalam hal pengobatan maupun dalam hal pencegahan.

33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap Salinitas Kondisi perairan laut di pesisir berbeda dengan kondisi perairan laut di samudera. Hal ini bisa disebabkan oleh pemasukan air tawar, arus pasang maupun sirkulasi air yang terjadi. Pada salinitas, ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi seperti curah hujan, penguapan, pengaruh perairan darat (sungai) hingga pengaruh musim. Pada Tabel 8 dapat dilihat hasil pengukuran salinitas di perairan Pulau Sekatap yang dilakukan pada saat pasang dan surut selama 2 hari. Tabel 8. Salinitas Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Salinitas ( o / oo ) Pengukuran Pasang Surut 1 07 Maret Maret Rata-Rata 30, Maret Maret Rata-Rata 30, Maret Maret Rata-Rata 32 35,5 Total Rata-Rata 31 33,17 Sumber : Data Primer, 2012 Salinitas di perairan Pulau Sekatap antara 30 o / oo 38 o / oo dengan rata-rata salinitas saat pasang 31 o / oo dan pada saat surut 33,17 o / oo. Pengukuran salinitas pada hari pertama dilakukan pada kondisi pasang yang terjadi pada pagi hari sekitar pukul 09:00 WIB hingga pukul 11:00 WIB dan saat surut terjadi pada sore hari sekitar pukul 15:00 WIB hingga pukul 17:00 WIB. Seperti yang diketahui,

34 25 cuaca panas menimbulkan penguapan yang menjadi salah satu faktor dalam mempengaruhi kondisi salinitas di permukaan perairan. Pengukuran pada hari kedua dilakukan dengan kondisi pasang surut yang relatif hampir sama dengan hari pertama. Perbandingan rata-rata nilai salinitas pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar , Salinitas o / oo ,5 30, Pasang Stasiun 1 Kondisi Stasiun 2 Stasiun 3 Gambar 2. Grafik Rata-Rata Salinitas Surut Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa adanya perbedaan antara kondisi salinitas saat pasang dan kondisi salinitas saat surut di setiap stasiun dimana salinitas pada saat surut lebih tinggi daripada saat pasang. Hal ini disebabkan karena keadaan surut terjadi pada sore hari yang memiliki nilai suhu lebih tinggi daripada suhu saat kondisi pasang di pagi hari sehingga dimungkinkan adanya proses penguapan yang terjadi pada saat sore hari Suhu Suhu pada suatu perairan bisa berbeda pada satu waktu pengukuran berdasarkan keedalaman perairan. Suhu yang diukur pada pengukuran ini adalah

35 26 suhu permukaan perairan. Suhu permukaan perairan ini sangat dipengaruhi cuaca, intensitas matahari, tutupan awan, curah hujan, serta kecepatan angin. Data hasil pengukuran suhu permukaan perairan Pulau Sekatap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Suhu Permukaan Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 1 07 Maret Maret Rata-Rata 27, Maret Maret Rata-Rata 27, Maret Maret Rata-Rata 27, Total Rata-Rata 27, Sumber : Data Primer, 2012 Suhu permukaan perairan Pulau Sekatap antara 27 o C 30 o C dengan ratarata suhu pada pagi hari 27,5 o C, pada siang hari 28 o C, dan pada sore hari 29 o C. Suhu permukaan tinggi di sore hari karena pada sore hari frekuensi perairan mendapat cahaya matahari lebih lama sehingga terjadi penyebaran dan penyerapan panas yang maksimum. Pada umumnya suhu perairan nusantara bekisar antar 28 o C 31 o C. Namun berdasarkan sumber data dari Kelurahan Dompak yang menuliskan bahwa suhu udara di Kelurahan Dompak berkisar 26 o C 34 o C sehingga memungkinkan suhu perairan Pulau Sekatap berada di bawah 28 o C karena suhu normal perairan lebih rendah daripada suhu udara. Pengukuran suhu hari pertama dilakukan pukul 09:35 WIB 10:15 WIB pada pagi hari, 11:35 WIB 12:10 WIB pada siang hari, dan pukul 16:15 WIB 17:30 WIB. Pengukuran di hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun

36 Suhu o C 27 dengan kondisi cuaca yang berbeda. Perbandingan suhu rata-rata pada setiap stasiun bisa dilihat pada Gambar Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 27,5 27, , Pagi Siang Sore Kondisi Gambar 3. Grafik Rata-Rata Suhu Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa suhu tertinggi terjadi pada saat sore hari dan suhu terendah terjadi pada saat pagi hari. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya matahari lebih tinggi terjadi pada sore hari sehingga penyerapan dan penyebaran panas terjadi lebih lama dibandingkan pada saat siang maupun pagi hari. Selain itu, curah hujan juga mempengaruhi suhu suatu perairan dimana saat pengambilan data pagi pada hari kedua dilakukan setelah hujan berhenti Gelombang Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gelombang di laut. Gelombang yang diukur pada pengukuran ini adalah tinggi gelombang yang disebabkan oleh gangguan angin. Data hasil pengukuran gelombang di Pulau Sekatap dapat dilihat pada Tabel 10.

37 Tinggi Gelombang (cm) 28 Tabel 10. Tinggi Gelombang Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Tinggi Gelombang (cm) Pengukuran Pasang Surut 1 07 Maret ,14 6,25 08 Maret ,85 5,65 Rata-Rata 4,99 5, Maret ,79 3,56 08 Maret ,66 1,36 Rata-Rata 7,73 2, Maret ,51 10,26 08 Maret ,58 4,59 Rata-Rata 8,55 7,43 Total Rata-Rata 7,09 5,28 Sumber : Data Primer, 2012 Tinggi gelombang yang terjadi di perairan Pulau Sekatap antara 1,36 cm 10,79 cm dengan rata-rata tinggi gelombang pada saat pasang 7,09 cm dan pada saat surut 5,28 cm. Pengukuran tinggi gelombang dilakukan pada saat pasang sekitar pukul 09:00 WIB 11:00 WIB dan pada saat surut pukul 15:00 WIB 17:00 WIB. Kecepatan angin pada saat pengukuran tidak begitu kencang sehingga gelombang yang terjadi tidak begitu besar. Perbedaan tinggi gelombang rata-rata setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar ,55 7,73 5,95 7,43 4,99 2,46 Pasang Surut Kondisi Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Gambar 4. Grafik Tinggi Gelombang

38 29 Perbedaan tinggi gelombang pada saat pasang umumnya lebih tinngi karena disebabkan oleh perbedaan angin yang berhembus. Pada saat pasang di pagi hari, angin yang berhembus sedikit lebih kencang dibandingkan pada saat surut di sore hari. Seperti yang diketahui bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya gelombang adalah kecepatan angin. Selain itu, gelombang juga mendapat faktor dari pergerakan air yang disebabkan pasang surut. Ketika air surut, pergerakan air akan menjauhi pantai sehingga menghambat pergerakan gelombang yang bergerak mendekati pantai Kecerahan Nilai kecerahan perairan selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, waktu pengamatan, padatan tersuspensi, juga dipengaruhi oleh pengamat. Hasil pengukuran nilai kecerahan perairan Pulau Sekatap bisa dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Kecerahan Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Pengukuran Kecerahan (cm) Pagi Siang Sore 1 07 Maret Maret ,75 88,75 Rata-Rata ,38 61, Maret Maret , Rata-Rata 131,25 117,5 91, Maret ,5 08 Maret , Rata-Rata 131,25 149,5 60,25 Total Rata-Rata 130,83 146,13 71,21 Sumber : Data Primer, 2012 Kecerahan perairan Pulau Sekatap antara 35 cm 193 cm dengan rata-rata kecerahan pada pagi hari 130,83 cm, pada siang hari 146,13 cm dan pada sore hari

39 Kecerahan (cm) 30 71,21 cm. Nilai kecerahan rendah pada sore hari disebabkan karena pada sore hari air bergerak surut sehingga membawa partikel-partikel di sekitar pantai menuju ke arah laut. Selain itu adanya aktifitas masyarakat dari Pulau Dompak yang mencari gonggong maupun udang di sekitar perairan Pulau Sekatap menyebabkan teraduknya dasar perairan yang membuat partikel-partikel dan padatan tersuspensi melayang diperairan. Kisaran nilai kecerahan tergolong rendah sehingga tidak baik untuk menunjang kehidupan biota laut. Pengukuran kecerahan hari pertama dilakukan pukul 09:35 WIB 10:15 WIB pada pagi hari, 11:35 WIB 12:10 WIB pada siang hari, dan pukul 16:15 WIB 17:30 WIB pada sore hari. Pengukuran di hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun dengan kondisi cuaca yang berbeda. Perbandingan ratarata kecerahan pada setiap stasiun bisa dilihat pada Gambar ,25 131,25 171,38 149,5 117,5 61,88 91,5 60,25 0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Gambar 5. Grafik Kecerahan Pagi Siang Sore Kondisi Kecerahan pagi dan siang hari lebih tinggi dibanding pada sore hari disebabkan oleh pada sore hari kondisi perairan dalam keadaan surut. Pada saat

40 31 surut, pergerakan air bergerak menjauhi pantai dan membawa partikel-partikel, padatan tersuspensi maupun sedimen yang berada didekat pantai. Selain itu, pergerakan gelombang juga mempengaruhi menurunnya nilai kecerahan pada sore hari karena salah satu fungsi gelombang yaitu membolak-balikkan massa air sehingga terjadi pengadukan perairan, apalagi pada kondisi surut yang banyak membawa partikel, padatan tersuspensi maupun sedimen. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya nilai kecerahan pada sore hari adalah adanya aktifitas masyarakat yang mencari gonggong maupun udang disekitar perairan Kekeruhan Kekeruhan merupakan nilai intensitas kegelapan perairan yang diakibatkan oleh partikel-partikel terlarut dan padatan tersuspensi yang ada di perairan. Hasil pengukuran nilai kekeruhan perairan bisa dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Kekeruhan Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Pengukuran Kekeruhan (NTU) Pagi Siang Sore 1 07 Maret ,37 2, Maret ,54 4,71 Rata-Rata 4,69 3,38 30, Maret ,15 3,91 6,76 08 Maret ,67 12,14 8,06 Rata-Rata 7,41 8,03 7, Maret ,86 1,21 14,16 08 Maret ,64 4,16 13,39 Rata-Rata 5,25 2,69 13,78 Total Rata-Rata 8,67 4,70 17,18 Sumber : Data Primer, 2012 Nilai kekeruhan perairan Pulau Sekatap antara 0,86 NTU 56 NTU dengan rata-rata saat pagi hari 8,67 NTU, saat siang hari 4,70 NTU, dan sore hari 17,18 NTU. Kekeruhan tertinggi terjadi pada sore hari karena selain perairan surut

41 Kekeruhan (ntu) 32 membawa partikel-partikel dari tepi pantai, pergerakan gelombang, aktifitas masyarakat yang mencari gonggong maupun udang juga mengakibatkan terjadinya pengadukan dasar perairan sehingga perairan menjadi keruh akibat banyak partikel-partikel dan padatan tersuspensi yang melayang-layang. Nilai kekeruhan ini tergolong tinggi sehingga tidak baik untuk menunjang kehidupan biota laut. Pengukuran kekeruhan dilakukan secara eksitu dengan pengambilan sampel. Pengambilan sampel kekeruhan hari pertama dilakukan pukul 09:35 WIB 10:15 WIB pada pagi hari, 11:35 WIB 12:10 WIB pada siang hari, dan pukul 16:15 WIB 17:30 WIB pada sore hari. Pengambilan sampel di hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun dengan kondisi cuaca yang berbeda. Perbandingan nilai kekeruhan pada setiap stasiun bisa dilihat pada Gambar Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 4,69 7,41 8,03 5,25 Gambar 6. Grafik Kekeruhan 3,38 2,69 30,36 7,41 Pagi Siang Sore Kondisi 13,78 Nilai kekeruhan biasanya akan berbanding terbalik dengan nilai kecerahan dimana nilai kekeruhan ini dilihat berdasarkan partikel-pertikel, padatan

42 33 tersuspensi maupun sedimen yang terdapat pada perairan. Kecerahan umumnya rendah pada sore hari, akan menyebabkan tingginya nilai kekeruhan yang terjadi pada sore hari. Pada Gambar 6 terlihat bahwa nilai kekeruhan sangat rendah pada siang hari dan tinggi pada sore hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kekeruhan relatif sama dengan faktor yang mempengaruhi kecerahan yaitu, pasang surut, gelombang, dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan perairan untuk mencari gonggong maupun udang Kecepatan Arus Kecepatan arus yang diukur adalah kecepatan arus permukaan. Arus ini sangat dipengaruhi oleh angin, suhu, maupun densitas. Hasil pengukuran kecepatan arus permukaan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kecepatan Arus Perairan Pulau Sekatap Stasiun Tanggal Kecepatan Arus(cm/detik) Pengukuran Pasang Surut 1 07 Maret ,91 3,85 08 Maret ,81 1,45 Rata-Rata 4,36 2, Maret ,74 5,99 08 Maret ,40 1,51 Rata-Rata 6,57 3, Maret ,89 14,29 08 Maret ,76 Rata-Rata 21,95 9,03 Total Rata-Rata 10,96 5,14 Sumber : Data Primer 2012 Kecepatan arus yang bergerak pada permukaan perairan Pulau Sekatap antara 1,45 cm/detik 25 cm/detik dengan rata-rata kecepatan arus saat pasang 10,96 cm/detik dan saat surut 5,14 cm/detik. Kecepatan arus tinggi pada saat pasang karena angin yang berhembus pada saat pasang lebih kencang daripada

43 Kecepatan arus (cm/detik) 34 angin saat surut. Selain itu kecepatan arus juga dipengaruhi oleh keberadaa pulaupulau di sekitar perairan dan ekosistem karang yang terdapat di perairan Pulau Sekatap ini. Untuk megetahui perbedaan rata-rata kecepatan arus pada setiap stasiun, dapat dilihat pada Gambar , ,57 4,36 3,75 2,65 9,03 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 0 Pasang Surut Kondisi Gambar 7. Grafik Kecepatan Arus Kecepatan arus pada stasiun 3 lebih tinggi karena stasiun 3 berada pada perairan terbuka dan tidak dipengaruhi keberadaan pulau-pulau kecil yang mampu mengurangi kecepatan arus akibat gesekan pada bibir pantai. Pengukuran kecepatan arus pada hari pertama dilakukan pada kondisi pasang yang terjadi pada pagi hari sekitar pukul 09:00 WIB hingga pukul 11:00 WIB dan saat surut terjadi pada sore hari sekitar pukul 15:00 WIB hingga pukul 17:00 WIB. Pengukuran pada hari kedua dilakukan dengan waktu yang sama namun pada kondisi cuaca yang berbeda. Pada saat kondisi pasang hari pertama angin yang berhembus cukup kencang daripada dihari kedua yang cuacanya berawan. Hal ini menyebabkan arus di hari pertama lebih cepat daripada hari kedua.

44 Pasang Surut Pasang surut sangat dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik benda-benda langit diluar bumi. Pengukuran pasang surut di perairan Pulau Sekatap ini tidak dilakukan pada setiap titik stasiun maupun di satu stasiun. Untuk lebih mudah pengukuran pasang surut ini, pengukuran dilakukan di ujung pelantar Tanjung Siambang dengan koordinat lokasi 0 o 52 09,69 LU dan 104 o 25 27,14 BT. Tinggi pasang surut merupakan selisih antara tinggi permukaan air pada saat pasang tertinggi dengan tinggi permukaan air pada saat surut terendah. Sehingga pengukuran di luar stasiun dan lokasi perairan Pulau Sekatap didasarkan pada sifat air yang selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah sehingga tinggi permukaan air selalu sejajar. Hal ini berarti tinggi permukaan air di perairan Pulau Sekatap sama dengan tinggi permukaan air di pelantar Tanjung Siambang. Untuk mengetahui tinggi pasang-surut perairan, dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Tinggi Pasut Perairan Pulau Sekatap Tanggal Pengukuran Pasang Tertinggi (cm) Surut Terendah (cm) Tinggi Pasut (cm) Maret Sumber : Data Primer, 2012 Tinggi pasang surut yang terjadi yaitu 178 cm. Untuk melihat pergerakan tinggi permukaan airnya, dapat dilihat pada gambar 8.

45 Tinggi Permukaan (cm) :00 20:00 21: Gambar 8. Tinggi Pasang Surut :00 23:00 00:00 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06: Waktu ( jam) :00 08:00 09:00 10:00 11:00 12: :00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Berdasarkan grafik di atas, tampak terlihat bahwa tipe pasang surut yang terjadi di perairan Pulau Sekatap yaitu semidiurnal atau terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari Hubungan Antar Parameter Salinitas merupakan jumlah kadar garam yang terlarut diperairan. Salinitas dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dimana pada kondisi pasang salinitas umumnya lebih tinggi karena pada saat pasang air laut membawa sejumlah garam yang terlarut dari perairan lepas menuju pantai. Namun salinitas juga bergantung pada suhu perairan karena suhu perairan yang tinggi bisa menyebabkan terjadinya

46 37 penguapan perairan dan menyisakan butiran-butiran garam terlarut diperairan yang lebih banyak. Pasang surut memiliki hubungan yang sangat erat dengan parameterparameter lain selain salinitas seperti kecerahan, kekeruhan, arus dan gelombang. kondisi surut akan membawa partikel partikel dan padatan tersuspensi yang berada di tepi pantai menuju ke perairan lepas sehingga membuat nilai kecerahan menjadi rendah dan nilai kekeruhan meningkat. Pasang surut juga memiliki pengaruh pada kecepatan arus yang bergantung pada volume air. Gelombang mendapat pengaruh juga dari pasang surut karena pergerakan massa air yang menuju dan menjauhi pantai. Kondisi pasang akan membuat gelombang lebih tinggi dengan cepat rambat yang lebih cepat karen pada saat pasang, massa air bergerak searah dengan gelombang yaitu menuju daratan. Sedangkan pada saat surut pergerakan air menjauhi pantai dan akan menghambat pergerakan gelombang. Selain di pengaruhi oleh pasang surut, gelombang sangat mempengaruhi nilai kecerahan dan kekeruhan karena gelombang berfungsi mengaduk massa perairan dan menyababkan partikel-partikel dan padatan tersuspensi yang ada di dasar perairan menjadi melayang ke permukaan perairan. Nilai kecerahan akan berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan. Hal ini disebabkan karena selain dipengaruhi oleh parameter fisika lain, nilai kecerahan dan kekeruhan sangat bergantung pada intensitas cahaya matahari. Nilai kecerahan yang tinggi akan menurunkan nilai kekeruhan karena sedikitnya padatan tersuspensi yang berada diperairan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai kecerahan rendah maka akan meningkatkan nilai kekeruhan perairan karena

47 38 banyaknya padatan tersuspensi maupun partikel-partikel diperairan. Untuk lebih jelas melihat hubungan antar parameter ini, dapat dilihat pada gambar 9. GELOMBANG KECERAHAN ARUS KEKERUHAN PASANG SURUT SUHU SALINITAS Gambar 9. Skema Hubungan Antar Parameter Fisika Dimana : Arah panah menunjukkan parameter yang mempengaruhi.

48 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Perairan Pulau Sekatap memiliki nilai salinitas berkisar antara 30 o / oo - 38 o / oo, suhu berkisar 27 o C 30 o C, tinggi gelombang berkisar 1,36 cm 10,79 cm, kecerahan berkisar 35 cm 193 cm, kekeruhan berkisar 0,86 NTU 56 NTU, kecepatan arus berkisar 1,45 cm/detik 25 cm/detik, dan tinggi pasang surut 178 cm. Hasil parameter fisika perairan yang diukur, tingkat keakuratan data masih rendah akibat masih terdapatnya kesalahan pengukuran karena faktor alat maupun kesalahan peneliti. Aktifitas di sekitar perairan Pulau Sekatap seperti sarana transportasi ternyata berpengaruh terhadap kondisi perairannya. Hal ini dapat dibuktikan oleh tidak adanya usaha budidaya dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan perairan Pulau Sekatap sebagai sarana mencari ikan Saran Perlu diadakan pengamatan terhadap parameter lain yang terkait yaitu parameter kimia dan biologi untuk mengetahui secara pasti kualitas kondisi perairan Pulau Sekatap. Selain itu, perlu adanya perhatian dari berbagai pihak, baik massyarakat maupun pemerintah dalam upaya pemanfaatan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.

49 DAFTAR PUSTAKA Bengen, G, D Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB: Bogor BPK RI Provinsi Kepulauan Riau Dahuri, R Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Pesisir. PPLH: Bogor Dahuri, R Keanekaragaman Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Dahuri, R. Rais, J. Putra, S, G. Dan Sitepu Pengelolahan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta Efendi, E Effendi, H, Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta Gusrina, Budidaya Ikan Jilid I. PT Macanan Jaya Cemerlang. Jakarta Hartami P, Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Hutabarat, S dan Stewart M. E Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta Jatilaksono, M Kantor Lurah Dompak Monografi desa dompak tahun Marshally

50 41 MENLH Surat Keputusan Nomor : Kep-51/MENLH/2004. Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Seketariat Menteri Negara Lingkunga Hidup. Jakarta. Nontji, A Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan Pemerintah Kota Tanjungpinang w=article&id=32:geografi-dan-demografi&catid=12:geografi-dandemografi&itemid=3 Romimohtarto, K dan S. Juwana Biologi Laut. Djambatan: Jakarta Supriharyono Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Triatmojo, B Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta Wibisono, M.S, Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Grasindo: Jakarta

51

52 43 Lampiran 1. Data Mentah Hasil Pengukuran Hari Pertama 07 Maret 2012 Stasiun 1. No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 10:05 WIB (1) 32 16:10 WIB ( o / oo) (2) 31 (2) 33 (3) 31 (3) 31 Rata-Rata Arus (1) 5,88 10:06 WIB (1) 3,33 16:12 WIB ( cm/detik) (2) 7,69 (2) 3,23 (3) 4,17 (3) 5 Rata-Rata 5,91 3,85 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 28 10:05 WIB (1) 29 11:57 WIB (1) 30 16:15 WIB ( o C ) (2) 28 (2) 29 (2) 30 (3) 28 (3) 29 (3) 30 Rata-Rata Kekeruhan ( NTU ) 2,37 10:09 WIB 2,22 11:57 WIB 56 16:16 WIB 5. Kecerahan JS :15 WIB JS :02 WIB JS 52 16:16 WIB ( cm ) JT 168 JT 166 JT 39 JS 209 JS 208 JS 28 JT 174 JT 178 JT 21 JS = Jarak Samar JT = Jarak Tampak Rata-Rata 189 cm

53 44 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 222 (1) 216 (1) 106 (1) 96 (2) 220 (2) 214 (2) 103 (2) 96 ( cm ) (3) 220 (3) 213 (3) 102 (3) 98 (4) 221 (4) 216 (4) 102 (4) 96 (5) 219 (5) 213 (5) 106 (5) 96 (6) 220 (6) 216 (6) 103 (6) 97 (7) 220 (7) 213 (7) 104 (7) 99 (8) 220 (8) 212 (8) 103 (8) 98 (9) 222 (9) 211 (9) 104 (9) 98 (10) 224 (10) 211 (10) 103 (10) 99 (11) 219 (11) 103 Rata-Rata 220,64 213,5 103,55 97,3 Waktu 10:18 WIB 7,14 16:20 WIB 6,25 Stasiun 2 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 32 10:42 WIB (1) 33 17:15 WIB ( o / oo ) (2) 31 (2) 34 (3) 31 (3) 35 Rata-Rata Arus (1) 7,14 10:45 WIB (1) 5,56 17:16 WIB (cm/detik) (2) 10 (2) 7,14 (3) 9,09 (3) 5,26 Rata-Rata 8,74 5,99

54 45 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 28 10:45 WIB (1) 29 11:37 WIB (1) 30 17:25 WIB ( o C) (2) 28 (2) 29 (2) 30 (3) 28 (3) 29 (3) 30 Rata-Rata Kekeruhan ( NTU ) 2,15 10:49 WIB 3,91 11:38 WIB 6,76 17:23 WIB 5. Kecerahan JS :50 WIB JS :41 WIB JS 91 17:22 WIB JT 171 JT 142 JT 77 ( cm ) JS 188 JS 145 JS 97 JT 165 JT 124 JT 71 JS = Jarak Samar JT = Jarak Tampak Rata-Rata 180 cm No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 220 (1) 204 (1) 92 (1) 88 (2) 219 (2) 204 (2) 92 (2) 89 (3) 220 (3) 206 (3) 91 (3) 90 ( cm ) (4) 220 (4) 207 (4) 91 (4) 89 (5) 215 (5) 209 (5) 90 (5) 88 (6) 217 (6) 207 (6) 92 (6) 88 (7) 215 (7) 209 (7) 92 (7) 81 (8) 217 (8) 207 (8) 91 (8) 88 (9) 217 (9) 204 (9) 91 (9) 89 (10) 214 (10) 206 (10) 92 (10) 89 (11) 214 (11) 92 Rata-Rata 217,09 206,3 91,45 87,9 Waktu 10:52 WIB 7,14 17:30 WIB 3,56

55 46 Stasiun 3 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 09:26 WIB (1) 32 16:37 WIB ( o / oo ) (2) 31 (2) 33 (3) 31 (3) 31 Rata-Rata Arus (10) 16,67 10:06 WIB (1) 14,29 16:41 WIB ( cm/detik) (2) 20 (2) 14,29 (3) 20 (3) 14,29 Rata-Rata 18,89 14,29 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 28 10:05 WIB (1) 29 11:35 WIB (1) 30 16:47 WIB ( o C ) (2) 28 (2) 29 (2) 30 (3) 28 (3) 29 (3) 30 Rata-Rata Kekeruhan ( NTU) 0,86 10:09 WIB 1,21 11:38 WIB 14,16 16:47 WIB 5. Kecerahan JS :30 WIB JS :40 WIB JS 70 16:48 WIB ( cm ) JT 174 JT 184 JT 49 JS 214 JS 206 JS 68 JT 174 JT 178 JT 51 JS = Jarak Samar JT = Jarak Tampak Rata-Rata 193 cm ,5

56 47 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 223 (1) 210 (1) 99 (1) 91 (2) 223 (2) 210 (2) 97 (2) 93 (3) 220 (3) 210 (3) 94 (3) 83 ( cm ) (4) 220 (4) 212 (4) 94 (4) 90 (5) 220 (5) 212 (5) 96 (5) 87 (6) 223 (6) 212 (6) 97 (6) 88 (7) 219 (7) 213 (7) 98 (7) 89 (8) 219 (8) 214 (8) 106 (8) 87 (9) 220 (9) 210 (9) 104 (9) 92 (10) 220 (10) 211 (10) 107 (10) 91 (11) 223 (11) 101 Rata-Rata 220,91 211,4 99,36 89,1 Waktu 10:18 WIB 9,51 16:20 WIB Hari kedua 08 Maret 2012 Stasiun 1 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 10:00 WIB (1) 30 16:30 WIB ( o / oo ) (2) 29 (2) 30 (3) 30 (3) 30 Rata-Rata Arus (1) 2,38 10:02 WIB (1) 1,85 16:33 WIB ( cm/detik) (2) 2,04 (2) 1,61 (3) 4 (3) 0,89 Rata-Rata 2,81 1,45

57 48 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 27 10:00 WIB (1) 27 11:45 WIB (1) 28 16:30 WIB ( o C ) (2) 27 (2) 27 (2) 28 (3) 27 (3) 27 (3) 28 Rata-Rata Kekeruhan ( NTU ) 7 10:01 WIB 4,54 11:45 WIB 4,71 16:31 WIB 5. Kecerahan JS 62 10:04 WIB JS :47 WIB JS 95 16:36 WIB ( cm ) JT 51 JT 140 JT 74 JS 94 JS 155 JS 97 JT 77 JT 151 JT 89 JS = Jarak Samar JT = Jarak Tampak ,5 81,5 Rata-Rata 71 cm 151,75 88,75 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 208 (1) 204 (1) 113 (1) 107 (2) 206 (2) 205 (2) 110 (2) 106 (3) 206 (3) 204 (3) 109 (3) 100 ( cm ) (4) 208 (4) 205 (4) 111 (4) 107 (5) 206 (5) 202 (5) 110 (5) 103 (6) 206 (6) 202 (6) 112 (6) 107 (7) 208 (7) 204 (7) 109 (7) 102 (8) 209 (8) 202 (8) 111 (8) 106 (9) 206 (9) 205 (9) 110 (9) 104 (10) 206 (10) 204 (10) 109 (10) 107 (11) 203 (11) 112 Rata-Rata 206,55 203,7 110,55 104,9 Waktu 10:08 WIB 2,85 16:39 WIB 5,65

58 49 Stasiun 2 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 30 10:15 WIB (1) 32 17:17 WIB ( o / oo ) (2) 30 (2) 33 (3) 31 (3) 32 Rata-Rata Arus (1) 3,85 10:16 WIB (1) 1,15 17:17 WIB ( cm/detik) (2) 4,35 (2) 2,08 (3) 5 (3) 1,30 Rata-Rata 4,4 1,51 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 27 10:15 WIB (1) 28 11:30 WIB (1) 28 17:15 WIB ( o C ) (2) 27 (2) 27 (2) 28 (3) 27 (3) 27 (3) 28 Rata-Rata Kekeruhan ( NTU ) 12,67 10:16 WIB 12,14 11:30 WIB 8,06 17:21 WIB 5. Kecerahan JS 94 10:20 WIB JS :32 WIB JS :22 WIB ( cm ) JT 77 JT 89 JT 86 JS 86 JS 98 JS 111 JT 73 JT 87 JT 94 JS = Jarak Samar JT = Jarak Tampak Rata-Rata 82,5 cm 94 99

59 50 No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 216 (1) 209 (1) 95 (1) 94 (2) 215 (2) 210 (2) 95 (2) 94 (3) 214 (3) 211 (3) 95 (3) 94 (4) 215 (4) 208 (4) 95 (4) 94 ( cm ) (5) 214 (5) 210 (5) 95 (5) 94 (6) 216 (6) 212 (6) 95 (6) 94 (7) 215 (7) 213 (7) 96 (7) 94 (8) 218 (8) 212 (8) 95 (8) 94 (9) 215 (9) 212 (9) 96 (9) 94 (10) 216 (10) 210 (10) 96 (10) 94 (11) 215 (11) 96 Rata-Rata 215,36 210,7 95,36 94 Waktu 10:25 WIB 4,66 17:25 WIB 1,36 Stasiun 3 No. Parameter Waktu Pengamatan Perairan Pasang Waktu Pengamatan Surut Waktu Pengamatan 1. Salinitas (1) 31 09:15 WIB (1) 32 17:00 WIB ( o / oo ) (2) 31 (2) 33 (3) 31 (3) 33 Rata-Rata Arus (1) 25 09:16 WIB (1) 3,70 17:02 WIB ( cm/detik ) (2) 25 (2) 3,23 (3) 25 (3) 4,35 Rata-Rata 25 3,76

60 51 Pengamatan No Parameter Pagi Waktu Siang Waktu Sore Waktu Pengamatan Pengamatan Pengamatan 3. Suhu (1) 27 09:15 WIB (1) 27 11:35 WIB (1) 28 17:05 WIB ( o C ) (2) 28 (2) 27 (2) 28 (3) 27 (3) 27 (3) 28 Rata-Rata Kekeruhan ( NTU ) 9,64 09:19 WIB 4,16 11:38 WIB 13,39 17:06 WIB 5. Kecerahan JS 80 09:20 WIB JS :40 WIB JS 67 ( cm ) JT 66 JT 94 JT 50 JS 76 JS 115 JS 75 JT 56 JT 90 JT 52 JS = Jarak Samar JT = Jarak Tampak Rata-Rata 69, No Parameter Pengamatan Pasang Surut Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Puncak Lembah Puncak Lembah 6 Gelombang (1) 217 (1) 208 (1) 128 (1) 123 (2) 215 (2) 208 (2) 128 (2) 123 (3) 217 (3) 208 (3) 127 (3) 122 (4) 215 (4) 210 (4) 127 (4) 124 (5) 217 (5) 209 (5) 126 (5) 121 ( cm) (6) 217 (6) 209 (6) 128 (6) 121 (7) 215 (7) 210 (7) 124 (7) 122 (8) 213 (8) 208 (8) 126 (8) 123 (9) 217 (9) 208 (9) 128 (9) 122 (10) 215 (10) 208 (10) 128 (10) 124 (11) 220 (11) 128 Rata-Rata 216,18 208,6 127,09 122,5 Waktu 09:25 WIB 7,58 17:07 WIB 4,59

61 52 7. Pasang Surut Waktu Tinggi (cm) Waktu Tinggi (cm) 18: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :00 47 Tinggi Pasut = 178 cm

62 53 Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Kep 51/ MENLH/ 2004 No Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1. Kecerahan m Coral : > 5 Mangrove : - Lamun : >3 2. Kebauan - Alami Kekeruhan a NTU < 5 4. Kepadatan Tersuspensi Total b Mg/l Coral : 20 Mangrove : 80 Lamun : Sampah - Nihil 1(4) 6. Suhu c 0 C Alami 3 Coral : Mangrove : (32) Lamun : Lapisan Minyak 3 - Nihil 1(5) KIMIA 1. ph d - 7 8,5 (d) 2. Salinitas 0 / 00 Alami 3(e) Coral : (e) Mangrove : s/d 34 (e) Lamun : (e) 3. Oksigen Terlarut (DO) Mg/l >5 4. BOD5 Mg/l Ammonia Total (NH 3 -N) Mg/l 0,3 6. Fosfat (PO 4 -P) Mg/l 0, Nitrat (NO 3 -N) Mg/l 0, Sianida (CN - ) Mg/l 0,5 9. Sulfida (H 2 S) Mg/l 0, PAH(Poliaromatik hidrokarbon) Mg/l 0, Senyawa Fenol total Mg/l 0, PCB total (poliklor bifenil) Mg/l 0, Surfaktan (deterjen) Mg/l MBAS Minyak dan Lemak Mg/l Pestisida f Mg/l 0, TBT (tributil tin) 7 Mg/l 0,01 LOGAM TERLARUT 1. Raksa (Hg) Mg/l 0, Kromium heksavalen (Cr(VI)) Mg/l 0, Arsen (As) Mg/l 0, Kadmiun (Cd) Mg/l 0, Tembaga (Cu) Mg/l 0, Timbal (Pb) Mg/l 0,008

63 7. Seng (Zn) Mg/l 0,05 8. Nikel (Ni) Mg/l 0,05 BIOLOGI 1. Colifrom (total) g MPN/100 ml 1000 (g) 2. Patogen Sel/100 ml Nihil 1 3. Plankton Sel/100 ml Tidak Bloom 6 RADIO NUKLIDA 1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4 54

64 55 Lampiran 3. Dokumentasi Gambar 10. Pengukuran Tinggi Gelombang Gambar 11. Pengukuran Kecepatan Arus

65 56 Gambar 12. Pengukuran Salinitas Gambar 13. Pengukuran Kecerahan

66 Gambar 14. Pengukuran Pasang Surut 57

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Kadar Salinitas di Beberapa... Dompu-Provinsi Nusa Tenggara Barat (Sumarno, D & Aswar R.) KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Dedi

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Geografis Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tanggal 21 Juni 2001, Kota Tanjungpinang membawahi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 13.667 pulau tetapi baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan yang berpenghuni sekitar 1000 pulau. Jumlah panjang garis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT Teknik Pengukuran Nilai Total Suspended Solid (TSS) di Kabupaten Indramayu-Jawa Barat (Sumarno, D., et al) TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1) PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 1 (215), Hal.21-28 ISSN : 2337-824 Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Oleh

Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Oleh Pola Sebaran Salinitas dan Suhu Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Selat Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Oleh Riza Rizki 1), Musrifin Ghalib 2) dan Dessy Yoswaty 3) Email: rizarizki53@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA The Journal of Fisheries Development, Januari 2015 Volume 1, Nomor 2 Hal : 45-58 KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA 4 IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : MENGENALI POTENSI GEOGRAFIS DESA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian diawali dengan survei pendahuluan pada bulan Agustus 2012. Penelitian utama ini telah dilaksanakan pada Januari 2013 - Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Utara Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Oleh Doddy Wijayanto 1), Musrifin Galib 2), Syafruddin Nasution 2) Email: doddy_wijayanto@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif analitik. Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci