Kondisi untuk Keberhasilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kondisi untuk Keberhasilan"

Transkripsi

1 Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan Kondisi untuk Keberhasilan Perencanaan Pendidikan G.C. Ruscoe (SjnSSGO Lembaga Internasional untuk Perencanaan Pendidikan

2 Dasar^Dasar Perencanaan Pendidikan 12,'i A. Ê.P. - U.P.t 1 l-7.dtc.1983; : C E IM T R Fi D Í-1! DO'

3 Judul dan nomor urut dalani seri ini adalah: 1. Apalcah Pcrcncanaan Pcndidikan itu? Philip 11. Coombs 2. Hubungan antara Iiencana Pendidilcan dengan Itencana Elconomi dan Sostai It. l'oignant 3. Pcrcncanaan Pcndidikan dan Svmber Fembangunan Perlembangan Manusia F. Harbison 4. Pcrcncanaan dan Administratis Pendidilcan CK. Bcoby 5. Kontcles Sosial Pcrcncanaan Pendidilcan C.A. Anderson 6. Biaya llcncana Pcndidikan J. Vaizcy, J.U. Chesswas 7. Masalah Pendidilcan di Daerah Pedesaan V.L. Griffiths 8. Percncanaan Pendidilcan: Peranan Fenasihal Adam Curie 9. Áspele Demografi Pcrcncanaan Pcndidikan Ta Ngoc Chan 10. Analisis lìiaya dan Pengeluaran unitile Pendidilcan.T. Hállale 11. Idcntitas Profesional Pcrcncana Pendidilcan Adam Curio 12. Kondisi untitle Keberhasilan Pcrencanaan Pendidilcan U.C. Knscoc 13. Análisis lìiaya Kenntungan dautm Perencanaan Pendidilcan Maureen Woodhall 14. Iiencana Pcndidikan dan Pemuda tanpa Velccrjaan Archibald Callaway 15. Politile Perencanaan Pcndidikan di Negara lìerkembang C.V. llowlcy 16. Percncanaan Pcndidikan untuk Masyarakat Majcmuk Chai lion-chan 17. Pcrcncanaan Kurikuhim Sckolch Basar di Negara Berkemhang H.W.R. ITav.es 18. Belajar di Luar Negeri dan Perkembangan Pcndidikan William D. Carter 19. Ilencana Pendidilcan yang Bealìstik K.IÌ. McKinnon ii

4 20. Perencanaan Pendidilcan dalam Eubungan dengan Pembangunan Fedesaan G.M. Covcrdale 21. Pilihan dan Keputusan dalam Perencanaan Pendidilcan Jolin D. Montgomery 22. Merencanakan Kurilculum Selcolah Arieh Lewy 23. Faktor Biaya dalam Sistem Perencanaan Pendidilcan Telcnologi Dean T. Jamison 24. Perencanaan dan Pendidilcan Seumur Hidup Pipi-re Furttr 25. Pendidilcan dan I.apangan Kerja: Sebuah Penilaian yang Kritis Martin Caí noy 20. Perencanaan Kebutuhan, alean Tenaga Pengajar dan Penyediaanuya Peter Williams 27. Perencanaan Pemeliharaan Anale pada Usia Pini dan Pendidilcan di Negara Berlcembang Alastair Heron 28. Media Komunilcasi di Bidang Pendidilcan untulc Negara Berpenghasilan licoidah: Sebuah Kesimpulan unitile Perencanaan Emile G. McAnaiiy dan John K. Mayo 20. Perencanaan Pendidilcan non-formal David lì. Evans 1U

5 2V din (.níx^aa^i-or, <f ^ r,h Ur^í f,:^,.,-. < * RONDISI UNTUK KEBERHASILAN PERENCANAAN PENDIDIKAN Oleh G.C. Ruscoe Penterjcmah Ny. U.S. Hardjolukito UPE PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA JAKARTA dan UNESCO: Lcmbaga Intcrnasional untuk Perencanaan Pendidikan v

6 Judul asli : The Conditions for Success in Educational Planning Hak ediai bahasa Indonesia 1982 pada PT Bhralara Karya Aksara Jakarta VI

7 DAFTAR ISI DASAR-DASAR PERENCANAAN PENDIDIRAN PENDAHULUAN KATA PENGANTAR I. PENDEKATAN SECARA KONVENSIONAL 1 Rondisi yang Perlu dan yang Cukup untuk Reberhasilan Perencanaan 1 Menghadapi Rondisi Ronvensional 3 II. TERANAN POLITIS DAN ADMINISTRATIF TER- HADAP BERHASILNYA PERENCANAAN PENDIDIRAN 8 Dua Pendapat Pokok 9 Tekanan Politik terhadap Perencanaan Pendidikan 10 Tekanan Administratif terhadap Perencanaan Pendidikan 17 III. RONDISI UNTUR REBERHASILAN PERENCA NAAN PENDIDIRAN 24 Roordinasi dengan Perencanaan Umum 27 Teknik Perencanaan yang Baik 30 Daya Serap 33 Administrasi Umum 35 VI. RESIMPULAN 36 vii ix xi xiii

8 DASAR-DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN Seri buku ini terutama ditujukan kepada dua kelompok: yaitu mereka yang berkecimpung dalam atau mengadakan persiapan untuk perencanaan pendidikan dan administrasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang; dan untuk lainnya yang bukan ahli seperti misalnya pejabat teras pemerintah dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang ingin mengetahui garis-garis besar dari perencanaan pendidikan, sejauh perencanaan ini dapat membantu keseluruhan perkembangan nasional. Buku ini ditulis agar dapat dipergunakan sebagai pelajaran untuk diri sendiri maupun sebagai program latihan formal. Konsepsi perencanaan pendidikan yang modern telah menarik perhatian para ahli dari bermacam-macam disiplin ilmu dan masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda terhadap perencanaan. Maksud dari buku kecil ini adalah membantu mereka menjelaskan pandangannya kepada o,rang lain, baik pria maupun wanita yang dididik untuk kelak menggantikan mereka. Di balik keanekaragaman ini tumbuhlah kesatuan yang baru. Para ahli dan administrator di negara-negara berkembang mulai menerima baik beberapa dasar pokok dan kenyataan yang diperoleh berkat disiplin ilmu yang berbeda-beda, tetapi merupakan sumbangan khusus bagi ilmu pengetahuan melalui kumpulan perintis yang telah memecahkan masalah pendidikan yang lebih mendesak dan lebih sulit daripada apa pun yang terdapat di dunia ini. Demikian pula seri buku kecil lainnya mencerminkan pengalaman yang sama dan dalam waktu yang singkat menyampaikan beberapa gagasan dan pengalaman yang terbaik mengenai segi-segi ix

9 perencanaan pendidikan yang dipilih. Karena latar belakang para pembaca sangat berbeda-beda, maka sudah dari permulaan para pengarang mendapat tugas yang berat untuk mengutarakan persoalan mereka dan menjelaskan istilah-istilah tcknis yang bagi bcberapa orang dianggap biasa, akan tetapi merupakan teka-teki untuk yang lainnya. Istilah tersebut mengikuti standar ilmiah dan tidak ditujukan untuk para pembaca mereka, yang dalam bidang tertentu sama sekali tidak awam, Pendekatan ini menguntungkan karena membuat buku ini dapat dimengerti oleh pembaca pada umumnya. Meskipun seri buku ini di bawah pimpinan editor umum Dr. C.E. Beeby dari Dewan Riset Pendidikan Selandia Baru di Wellington direncanakan menurut pola tertentu, tidak diusahakan untuk menghindari perbedaan ataupun pertentangan pandangan para pengarang. Agaknya terlalu dini menurut Institut tersebut untuk menetapkan satu doktrin yang rapi dan,resmi dalam bidang pengetahuan dan dalam prakteknya yang baru dan berkembang cepat. Jadi, meskipun pandangan itu adalah tanggung jawab para pengarang dan tidak selalu disetujui oleh Unesco atau Institut, pandangan tersebut dianggap membenarkan perhatian yang dicurahkan pada gagasan gelanggang internasional. Singkatnya, mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk membeberkan pandangan umum para ahli. Pengalaman mereka meliputi banyak ajaran yang dapat diterapkan pada sebagian besar negara-negara di dunia ini.,x

10 PENDAHULUAN Dua puluh tahun yang lalu saya membantu mengorganisasikan suatu missi yang mungkin missi internasional pertama yang dikirim kc sebuah negara yang sedang berkembang sebagai penasihat dalam hai rencana pendidikannya. Mengenang kembali setelah bebcrapa puluh tahun berlalu, saya merasa terkejut karena kecerobohan kami, yaitu satu-satunya yang dikerjakan oleh tim tersebut iàlah hanya memberitahukan kepada negara yang bersangkutan segala kesalahan dalam sistem pendidikannya dan menunjukkan garisgaris besar untuk memperbaikinya. Para ahli yang kami kirimkan adalah yang terbaik, dan laporan mereka sama baiknya dengan laporan kelompok apa pun pada waktu dan tempat tersebut. Harus diakui, bahwa andaikan mereka bekerja pada tahun 1969, dan tidak pada tahun 1949, rencana mereka mungkin penuh dengan teknik yang muluk-muluk; akan tetapi saya sangsi apakah ini kelak benar-benar membantu terlaksananya rencana tersebut, Kami, sebagai pengatur missi tersebut hampir sepenuhnya melupakan kemampuan negara tersebut baru pada tingkat perkembangan dan tidak menambah bantuan untuk memanfaatkan tiap rencana pendidikan yang meyakinkan. Saya sangsi apakah dewasa ini ada orang yang membuat kesalahan yang sama, akan tetapi pada saat itu rencana yang secara teknis bagus sekalipun kadang kala tidak terpakai dan apakah hai ini tidak lebih buruk daripada rencana yang kurang matang yang dibuat oleh generasi terdahulu. Makin lama makin jelas, bahwa menurut Dr. Ruscoe betapapun diperlukan teknik bagi rencana pendidikan yang baik dan modern, teknik-teknik ini xi

11 tidak dengan sendirinya cukup untuk menjamin keberhasilan rencana tersebut. Faktor-faktor di luar kekuasaan perencana dapat mcmbuat pekerjaannya tidak berguna. Kami semua telah membicarakannya dan beberapa di antara kami telah menulis mengenai tekanan-tekanan politis, administratif dan sosial terhadap perencana dan rencana-rencananya, akan tetapi sejauh saya ketahui buku kecil ini merupakan usaha pertama untuk mempelajari secara sistematis syarat-syarat eksternal dan nonteknis dari banyak negara yang mempunyai hubungan satu sama lain, yang mengakibatkan berhasil atau gagalnya suatu rencana pendidikan. Kesimpulan pengarang ditulis berdasarkan atas pengalamannya di Amerika Latin. Mungkin ada bagian yang akan berbeda bila misalnya ia bekerja di Afrika atau Asia, akan tetapi jelas bagi siapa pun yang telah bekerja di negara-negara berkembang bahwa kritik dan saran mempunyai pengaruh bagi para perencana di luar benua dari tempat gagasan ini dilakukan. Gordon Ruscoe adalah guru besar luar biasa pada Sekolah Pendidikan dari Universitas Syracusa di Amerika Serikat. Behau telah bekerja sebagai konsultan dalam bidang pendidikan di Amerika Latin dalam keadaan yang berbeda-beda. Tulisan-tulisannya berkisar terutama di Amerika Latin dan Carribea meliputi bermacam-macam topik, mulai dari perencanaan pendidikan sampai eksperimen antar budaya dalam hai mulai membaxia, pendidikan perbandingan sampai pelajaran bagi mahasiswa-mahasiswa Amerika Latin di Amerika Serikat. Dr. Ruscoe tak akan segan-segan mengakui, bahwa penelitian ini baru pada tingkat permulaan. Mungkin yang paling penting untuk menangani perencanaan adalah peelitian di bèberapa negara mengenai sebab musabab mengapa beberapa rencàna pendidikan dapat berhasil, sedangkan yang lain, yang kelihatannya baik, gagal total. Serangkaian penelitian perbandingan dapat menimbulkan pengertian yang lebih baik mengenai jenis rencana dan organisasi perencanaan yang paling cocok bagi negara-negara pada tiap tingkat perkembangan politis, administratif dan sosial. CE. Beeby Editor Umum seri buku ini xii

12 KATA PENGANTAR Pada halaman-halaman berikut saya akan mencoba menganalisa beberapa kondisi yang mungkin diperhikan untuk mengsukseskan perencanaan pendidikan. Dengan demikian perhatian saya terutama akan dipusatkan pada kondisi yang pada dasarnya nonteknis. Ini berarti, bahwa teknik dan mckanik dari proses perencanaan dan penilaiannya hanya mendapat perhatian sepintas lalu saja. Sebaliknya, penekanan lebih ditekankan pada kondisi politis dan administratif yang cenderung mempersukar tugas para perencana pendidikan dalam membuat pola, pelaksanaan dan penilaiannya terhadap pendidikan yang lebih kompleks. Pandangan berikut diperoleh atas dasar penelitian dan pengalaman yang dalam banyak hai tetapi tidak seluruhnya, terbatas pada Amerika Latin. Semoga pandangan dan generalisasi yang termuat di dalamnya tidak hanya terbatas pada satu daerah geografis saja, baik manfaat maupun kegunaannya. Memang benar, seperti terdapat pada literatur mengenai perencanaan pendidikan, proses dan masalah perencanaan mempunyai perbedaan dan persamaan di tiap-tiap negara. Oleh karena itu tulisan berikut janganlah dipandang hanya terbatas pada Amerika Latin, akan tetapi hendaknya dilihat sebagai penelitian yang secara kebetulan terdapat dan dimulai di Amerika Latin. Bahan-bahan untuk penulisan monograf ini dikumpulkan dengan bermacam-macam jalan. Sebagian besar dari bagian permulaan berdasarkan analisa dokumen resmi mengenai perencanaan pendidikan maupun umum, baik yang nasional, regional dan internasional, begitupun laporan perorangan mengenai atau saran xiii

13 untuk perencanaan. Pengarang ingin menyampaikan terimakasihnya kepada The Council on Higher Education di Republik Amerika atas bantuan keuangan dan logistik bagi penelitian intinya dan sarán Lembaga Internasional dalam bidang perencanaan pendidikan. Saya terutama berhutang budi kepada orang-orang Amerika Latin yang dengan tulus ikhlas menyumbangkan waktu mereka membantu melaksanakan penelitian ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Jose Grunwald dari Brookings Institution di Amerika Serikat yang dengan sabar dan senang hati memperkenalkan saya dengan alam ekonomi esoterik dan perencanaan ekonomi. Karangan ini dipersembahkan kepada almarhum Howard E. Wilson, Dekan Sekolah Pendidikan Universitas California di Los Angeles. xiv

14 I. PENDEKATAN SECARA KONVENSIONAL Selama sepuluh tahun ini, perhatian senantiasa dipusatkan pada pendirian biro perencanaan pendidikan, penyusunan pegawai beserta kelangsungan hidupnya, dan juga ditujukan pada pembuatan perencanaan pendidikan sebagai bagian integral dari keseluruhan perencanaan nasional. Perhatian ini sebagian dirangsang oleh konferensi-konferensi regional dan internasional, begitu pula oleh program bantuan teknis dan keuangan untuk perencanaan. Kalau tadinya hanya para ahli pendidikan yang menyumbangkan pandangannya dalam kepustakaan perencanaan, akhir-akhir ini lebih banyak sumbangan pandangan diberikan oleh para ahli ekonomi dan politik. Akan tetapi, jalannya kemajuan dalam bidang perencanaan pendidikan ini berliku-l'iku dan lamban, seperti apa yang dikatakan oleh Wittgenstein, roda gigi berputar tetapi tidak bertautan. Tujuan dari penelitian sekarang ini adalah menganalisa mengapa roda gigi tidak bertautan dan mempertimbangkan kondisi yang perlu dan cukup untuk membuat roda gigi tersebut bertautan, meskipun agak kurang lancar. Oleh karena itu perhatian khusus akan saya pusatkan pada perencanaan pendidikan di Amerika Latin, namun saya usahakan agar kesimpulan yang didapatkan dari konteks geograíis ini bermanfaat bagi lingkungan perencana yang lebih luas. Kondisi yang Perlu dan yang Cukup untuk Keberhasilan canaan Peren~ Sebelum menguraikan kondisi yang mungkin ada hubungannya dengan keberhasilan perencanaan pendidikan, saya merasa perlu untuk menjelaskan istilah kondisi yang dipergunakan. Dalam tu- 1

15 lisan ini dibedakan antara kondisi yang perlu dan kondisi yang cukup untuk bexhasilnya perencanaan. Kondisi yang perlu adalah kondisi yang hams dipenuhi agar perencanaan dapat berhasil. Sedangkan kondisi yang cukup adalah kondisi yang bila dipenuhi, perencanaan akan berhasil. Jelas, bahwa kondisi tersebut mungkin perlu atau cukup atau mungkin kedua-duanya, yaitu perlu dan cukup. Ini berarti, bahwa mungkin di antara kondisi tersebut tidak ada satu pun yang cukup untuk menghasilkan sukses, akan tetapi semuanya perlu. Mungkin suatu kondisi cukup untuk menimbulkan sukses meskipun kondisi ini sendiri tidak diperlukan, karena kondisi lainnya mungkin sudah cukup. Akhirnya, mungkin hanya ada satu kondisi yang perlu dan cukup untuk menghasilkan sukses. Akan tetapi, apakah pada tingkat perkembangan perencanaan pendidikan ini ada yang dengan tega.s dapat menentukan kondisi yang perlu dan yang cukup untuk perencanaan. Namun demikian, bagaimanapun pembedaan ini bermanfaat, karena seperti yang akan saya jelaskan, kondisi yang sendiri-sendiri atau bersamasama mempunyai hubungan dengan perencanaan, secara konvensional tidak cukup untuk menghasilkan sukses dalam perencanaan pendidikan. Secara konvensional, kondisi hukum, kepegawaian dan teknik merupakan kondisi yang perlu bagi keberhasilan perencanaan. Oleh karena itu, orang senantiasa memperhatikan dasardasar hukum yang menetapkan bidang perencanaan pendidikan dan bentuk kelembagaannya, pengerahan, latihan dan penyebaran para perencana pendidikan; dan juga pengalaman teknis dari para perencana dalam mengumpulkan, menganalisa dan memanfaatkan data, juga membuat pola serta menggunakan contoh-contoh. Yang penting ialah pertama, menentukan apakah kondisi ini sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat dipergunakan sebagai landasan untuk meramalkan berhasilnya perencanaan pendidikan. Hipotesa dapat diadakan sampai sejauh mana hasil perencanaan dapat diramalkan berdasarkan beberapa perkembangan yang lampau dalam dasar-dasar hukum perencanaan, penyusunan kepegawaian biro perencanaan dan pengalaman teknis para perencana. Bila ternyata, bahwa berhasilnya perencanaan sering kali disebabkan karena terpenuhinya kondisi yang lebih dahulu, maka 2

16 dapat disimpulkan bahwa langkah berikut untuk memperbaiki perencanaan pendidikan adalah memusatkan perhatian pada kondisi ini untuk senantiasa diperbaiki. Maka dapat dikatakan, bahwa kondisi ini perlu dan cukup untuk menimbulkan sukses dalam bidang perencanaan pendidikan. Sebaliknya, bila ternyata bahwa sukses dan kegagalan perencanaan pendidikan hanya secara kebetulan saja terkait dengan kondisi yang lebih dahulu, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa kunci dari perbaikan perencanaan paling tidak terletak pada kondisi khusus yang secara konvensional bertalian dengan perencanaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa keempat kondisi konvensional tidak cukup untuk menjamin sukses, meskipun mungkin perlu. Menghadapi Kondisi Konvensional Kemajuan perencanaan pendidikan di Amerika Latin sangat lamban. Meskipun demikian kondisi yang secara konvensional berhubungan dengan perencanaan pendidikan sampai beberapa derajat mencapai hasil yang agak Iumayan. Hal ini memberi kesan bahwa kondisi konvensional tidak cukup untuk menghasilkan sukses dalam perencanaan. Apakah sebabnya? Dasar-dasar hukum untuk perencanaan pendidikan Meskipun dasar-dasar hukum yang khusus mengenai perencanaan pendidikan dan kerangka kelembagaannya agak berbeda pada masing-masing negara, namun umum telah mengakui bahwa perencanaan pendidikan membutuhkan kerangka hukum yang khusus. Kerangka tersebut biasanya meliputi fungsi hukum dari biro perencanaan, hubungannya dengan para ahli pendidikan dan perencanaan lain, dan bentuknya khusus. Sebagian besar negara di Amerika Latin, setelah mendapat rekomendasi yang diperoleh dari mengikuti konferensi dan lokakarya baik regional maupun internasional, membentuk atau merumuskan biro perencanaan sebagai badán yang tepat dan efisien. Biasanya dewan perencanaan dengan sengaja didirikan untuk maksud tersebut di atas, atau dewan yang memang sudah ada, ditugaskan sebagai dewan penasihat pendidikan nasional untuk membuat perencanaan umum. Dewan tersebut mewakili sektor- 3

17 sektor dalam sistem pendidikan dan seringkali memasukkan pula perencana dan administrator dari lain-lain kementerian nasional. Di bawah dewan adaiah biro perencanaan sebagai badan teknis untuk perencanaan. Biro teknis ini biasanya diberi tugas untuk menganalisa Statistik yang dikumpulkan oleh biro itu sendiri atau diterima dari departemen Statistik untuk mengadakan penelitian di bidang pendidikan dan untuk mengadakan persiapan serta penilaian terhadap rencana. Kadang-kadang biro perencanaan juga mengadakan analisa tentang anggaran pendidikan. Di samping itu, kebanyakan dokumen,resmi mengenai pembuatan perencanaan telah men jelaskan bagaimana fungsi dewan dan biro harus dibedakan dan bagaimana biro harus mengatur pekerjaannya. Banyak biro perencanaan di Amerika Latin ternyata serupa menurut tulisan xesmi, namun tingkat permulaan dan pelaksanaan rencana sangat berbeda-beda. Hai ini memberi kesan yang kuat bahwa dasar-dasar hukum bagi perencanaan tidak menimbulkan kondisi yang cukup untuk menghasilkan sukses. Hai ini dapat dimengerti bila diadakan perbedaan antara tekanan dan jaminara politis untuk mengadakan perencanaan. Tekanan politis untuk mengadakan perencanaan jarang disertai dengani jaminan politis bahwa perencanaan akan mendapat kedudukan yang jelas dan penting dalam struktur pembuatan keputusan. Oleh karena itu kedudukan para perencana pendidikan itu sudah dari semula tidak menyenangkan karena mereka memperoleh kekuasaan berdasarkan politik dengan sedikit atau sama sekali tanpa jaminan politis, bahwa rencana akan dilindungi atau perubahan dan perkembangan pendidikan akan didukung. Analisa perencanaan yang resmi benar-benar mengakui bahwa perencanaan dapat bertahan karena janji politis yang lebih dahulu diadakan. Namun analisa yang demikian gagal untuk mengadakan perbedaan yang tepat antara janji de yuré dan de facto. Susnnan kepegawaian bagi perencanaan pendidikan Di seluruh Amerika Latin susunan kepegawaian pada biro pendidikan dapat dikatakan berjalan lancar, meskipun ada pasang surutnya menurut musim dalam hai jumlah dan jenis para peren- 4

18 cana, berhubung dengan penggantian pemerintahan dan naik turunnya aktivitas perencanaan. Di beberapa negara, susunan kepegawaian biro perencanaan sangat baik. Di samping pegawai eksekutif, administratif, dan Sekretariat, ada pula ahli-ahli Statistik dan ekonomi untuk bidang pendidikan dasar, lanjutan, teknik dan pendidikan guru, penelitian dalam bidang sosial ekonomi dan undangundang pendidikan. Kadang-kadang di antara pegawai biro pendidikan terdapat pula seorang analis untuk anggaran belanja, seorang ahli perpustakaan dan seorang penterjemah. Tentu saja ada yang kurang maju keadaannya. Kadang-kadang sebuah biro hanya mempunyai enam pegawai, termasuk seorang penjaga, seorang juru tik dan seorang sekretaris. Biro lain dengan delapan anggota staf mempunyai dua kepala dan seorang wakil. Bertalian dengan kepegawaian ini ada masalah lain yang lebih besar yaitu masalah biaya perencanaan pendidikan. Di banyak negara persediaan untuk perencanaan hampir seluruhnya habis untuk gaji, sehingga hanya tersisa sedikit sekali untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada biro, terutama bidang riset. Masalah pengerahan, latihan dan penyebaran para perencana pendidikan, meskipun seluruhnya terpecahkan, makin menjurus ke arah pemecahan secara pragmatis. Masalah ini tidak lagi merupakan masalah yang memerlukan mufakat terlebih dahulu mengenai definisi tentang perencanaan pendidikan. Malahan banyak orang sekarang berpendapat bahwa pelbagai macam kepandaian diperlukan untuk perencanaan. Kebutuhan akan ahli perencanaan, Statistik, ekonomi, sosiologi dan ahli-ahli di segala tingkat dan jenis pendidikan telah diakui kalau belum terpenuhi. Penggunaan dan gabungan keahlian pada langkah proses perencanaan ini, masih harus ditentukan. Soal penentuan sampai di mdna suatu staf perencana yang khusus merupakan kondisi yang perlu untuk berhasilnya perencanaan adalah sama dengan penentuan dasar-dasar hukum untuk perencanaan. Apa yang dikerjakan oleh seorang perencana pendidikan tentunya sedikit banyak tergantung dari latihannya, pekerjaannya dalam struktur pendidikan, dan juga tergantung dari pekerjaan apa yang resmi dibutuhkan daripadanya. Akan tetapi masalah yang lebih penting ialah apakah yang sebenarnya dikerjakan oleh seorang perencana. Bila tindaktanduk para perencana pendidikan diteliti berdasarkan petunjuk 5

19 resmi atau petunjuk organisasi dan peraturan kerja, maka scgcra dapat diketahui bahwa usaha apa pun untuk menentukan tugas mereka adalah sia-sia belaka. Pekerjaan sesungguhnya dari seorang perencana sering tidak sesuai dengan pola yang normatif ini. Maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dalam perencanaan, tingkat kepandaian yang minimal pun perlu untuk menghasilkan sukses. Sebaliknya dapat dikatakan, bahwa penentuan apriori mengenai persyaratan dan latihan bagi pegawai tidak merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan sukses. Kemßju'an di bidang teknis Perhatian terhadap perencanaan pendidikan sebagian besar telah diarahkan pada perbaikan teknik mulai dari penggunaan Statistik yang ada secara lebih baik sampai penggunaan contoh tentang hubungan yang kompleks antera pendidikan dan perkembangan nasional. Perkembangan teknik yang cepat sekali kadang-kadang dipermasalahkan karena dapat memperkecil masalah lain yang dihadapi para perencana. Akan tetapi kemampuan menggunakan model perencanaan yang modern tidak selalu disertai dengan kemampuan melihat batas-batas dari model tersebut. Ini disebabkan oleh tekanan politis dan admistratif dari lingkungan kerja para perencana. Jadi, sekalipun orang dapat merencanakan cara penilaian kemajuan teknik, belum tentu dapat dikatakan bahwa kemajuan tersebut akan mengakibatkan sukses yang nyata dalam perencanaan pendidikan. Kemajuan teknik tentu saja relatif dan karenanya tidak dapat diartikan sebagai kondisi. Meskipun tingkat kemajuan teknik perencanaan yang minimal pun adalah kondisi yang perlu, namun jelas bahwa kondisi yang perlu ini tidak dapat diubah men jadi kondisi yang cukup walaupun pengetahuan dalam bidang teknik makin bertambah maju. Kesimpulan Penelitian ringkas mengenai kondisi hukum, kepegawaian dan teknik yang secara konvensional mempunyai hubungan dengan perencanaan pendidikan, memberi kesan bahwa kondisi tersebut tidak cukup untuk menjamin tercapainya sukses. Kelembagaan perencanaan dan perkembangan kemampuan para perencana dalam bidang 6

20 teknik tidak disertai dengan sukses yang nyala. Kesimpulan ini mengandung dua kesimpulan. Pertama, usaha-usaha untuk memperbaiki perencanaan pendidikan dengan cara memusatkan segala perhatian pada satu atau Jebih kondisi tidak memungkinkan timbulnya akibat yang diinginkan. Hal ini tidak berarti, bahwa usaha-usaha yang demikian harus dihentikan. Namun tidak dibenarkan untuk berharap bahwa berhasilnya perencanaan pendidikan hanya karena usaha-usaha tersebut tadi. Lagi pula perhatian yang berlebihan untuk mengadakan perbaikan dalam bidang-bidang tersebut tidak memberi jaminan akan tercapainya sukses, malahan hanya akan mendevaluasikan perencanaan itu sendiri. Kedua, karena kondisi yang konvensional tidak cukup untuk menimbulkan sukses dalam perencanaan maka perlu untuk mengalihkan pandangan di luar pertimbangan teknik yang menampilkan diri agar dapat ditentukan apakah kondisi di luar konteks perencanaan khusus ini perlu diteliti. Saya akan coba mengupas hai ini dalam bab II. Kondisi untuk Keberhasilan Perencanaan Pendidikan (3) 7

21 II. TEKANAN POLITIS DAN ADMINISTRATIF TERHA- DAP BERHASILNYA PERENCANAAN PENDIDIKAN Keberhasilan perencanaan pendidikan tidak hanya tergantung pada kondisi hukum, kcpegawaian atau teknik. Perencanaan terutama adalah usaha untuk memakai akal pada proses perubahan pendidikan dan perkembangannya. Perencanaan memperkenalkan akal budi sedemikian rupa sehingga bangsa dapat menggunakan sumber manusia, materi dan keuangan seoptimal mungkin agar tujuan pendidikan dan koordinasi antara perkembangan dalam bidang pendidikan dan nasional lain dapat dicapai. Tercapainya hasil dan manfaatnya sebagian besar jelas tergantung pada informasi dan kemajuan teknik. Merencanakan sistem pendidikan untuk tingkat dan jenis pendidikan bagi semua atau sebagian populasi usia sekolah membutuhkan teknik demografi modern maupun analisa cara-cara murid menjalani sistem pendidikan tersebut. Bila perencanaan disertai dengan usaha untuk menjamin bahwa sistem pendidikan akan menyediakan tenaga manusia untuk perkembangan ekonomi, proses ini akan menjadi lebih kompleks dan malahan menuntut ketelitian dan keahlian teknik yang lebih tinggi. Untuk memenuhi tuntutan teknik ini, diperlukan kerangka hukum yang hidup dan teratur, yaitu masalah teknik dapat ditangani. Untuk ini diperlukan staf perencana yang mampu menanganinya. Akan tetapi perhatian terhadap kondisi hukum, kepegawaian dan teknik dapat menyesatkan, kalau kita sampai mengabaikan kondisi politik dan administratif yang mempengaruhi berhasilnya perencanaan. Ini berarti bahwa kita harus memperhatikan ling- 8

22 kungan yang lebih luas dan yang nonteknis di suatu tempat perencanaan harus dikerjakan. Kita harus mengupas dan menganalisa masalah nonteknis yang dihadapi para perencana dan menyarankan beberapa siasat agar perencanaan berhasil dalam keadaan yang politis dan administratif kurang menguntungkan, atau bahkan menunjukkan sikap bermusuhan. Lingkungan kerja para perencana dapat menghambat berhasilnya perencanaan meskipun kondisi hukum, kepegawaian dan teknik mungkin cukup. Ini disebabkan karena lingkungan tersebut bersikap acuh tak acuh, bahkan bersikap bermusuhan. Apa sebenarnya tekanan politis dan administratif terhadap penyelesaian masalah perencanaan yang lebih teknis dan teratur ini? Saya akan jelaskan tekanan ini dengan menyinggung kekacauan yang sering meliputi wewenang di bidang politik, administras! dan teknik. Saya juga akan jelaskan sebab-sebab dari kekacauan ini. Dua Pendapat Pokok Sebelum membahas tekanan politis dan administratif yang mempengaruhi perencanaan pendidikan, maka perlu untuk mengajukan dua pendapat pokok pembicaraan ini. Pertama, telah diakui, bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu proses teknis. Kedua, diakui pula, bahwa perencana pendidikan dalam penyelenggaraan proses tersebut harus mempunyai pengetahuan tidak hanya tentang perencanaan saja melainkan juga tentang tugas dan kebebasannya sebagai seorang ahli teknik, dan juga apakah tugas dan kebebasannya itu stabil. Perencana pendidikan itu bukan ahli politik yang bertanggung jawab terhadap tujuan pendidikan secara luas, juga bukan administrator yang bertanggung jawab atas tindakan yang diambilnya agar tujuan tersebut dapat tercapai. Lebih baik dikatakan, bahwa ia seorang ahli teknik yang bertugas mengembangkan dan menjelaskan cara teknik lain untuk mencapai tujuan. Sebagai ahli teknik ia membutuhkan keterangan untuk membatasi bidang wewenangnya sehingga tidak membuat tujuan pendidikan atau memilih cara-cara teknik yang lain, yaitu tugas wewenang seorang politikus; dan ia tidak menyelenggarakan pelaksanaan tujuan dan cara-caranya; sekali ini dipilih, karena tugas ini terletak pada bi- 9

23 dang wewenang seorang administrator. Dalam penilaian rencana yang sedang atau sudah dilaksanakan, tujuan seorang perencana ialah mendapatkan tambahan pengetahuan teknik. Hai ini lebih banyak diperoleh dari menyelidiki hasil-hasil rencana tersebut daripada dari menetapkan kembali tujuan politis atau mengatur kembali prosedur administratif. Pembatasan antara aispek-aspek politis, teknis dan administratif dalam perencanaan jangan diartikan bahwa pembatasan tersebut tetap dan mengikat, dan menghaxuskan proses perencanaan dibagi dalam tiga bagian yang jelas. Seperti terlihat, terdapat banyak kejadian bila garis pembatas sedemikian kaburnya sehingga perencana pendidikan berpendapat bahwa tugasnya bercabang dua. Akan tetapi batas tetap sulit didapatkan dan juga tidak berguna bila sewaktu-waktu dibutuhkan komunikasi yang lancar. Kedua pendapat di atas tidak harus diterima secara mutlak, akan tetapi pendapat tersebut adaiah dasar dari uraian berikut. Tekanan Politik techadap Perencanaan Pendidikan Pada hakikatnya tekanan politik terhadap berhasilnya perencanaan pendidikan timbul dari kegagalan mengadakan pembedaan antara aspek politis dan teknis dalam ketentuan pendidikan. Kegagalan tersebut sebagian besar diakibatkan oleh banyak negara yang tidak mampu menyebarkan kekuasaan membuat keputusan politis dan teknis, sehingga kekuasaan ini terletak pada satu atau sejumlah kecil jabatan di puncak hirarki kekuasaan tersebut. Pembauran kekuasaan ini mengakibatkan bahwa pembuatan keputusan yang terletak di tangán beberapa gelintir manusia menjadi lebih parah lagi. Bila pembuatam keputusan ini seolah-olah didasarkan atas pola yang sah dan teratur yang kelihatannya lebih menyebar daripada memusatkan kekuasaan, namun pada hakikatnya tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Pembauran keputusan teknis dan politis mengakibatkan tidak adanya pola pendidikan yang jelas dan mengakibatkan pengetahuan yang berbau politik. Pembauran keputusan politis dein teknis Di Amerika Latin, seperti juga di negara-negara lain telah menjadi kebiasaan untuk mengangkat seorang politikus, baik berpengalaman 10

24 alau tidak dalam bidang pendidikan, sebagai mcnteri pendidikan. Selanjutnya ia memilih banyak orang untuk mengepalai berbagai departemen dan bagian dalam kementerian tersebut. Karena banyaknya pengangkatan pada tingkat puncak yang pada hakikatnya pengangkatan politis, sekalipun kedudukan tersebut membutuhkan keahlian teknis, maka banyak orang pada tingkat puncak ditempatkan dalam situasi seolah-olah tartpa pertimbangan politis atau teknis. Dengan melalui kenaikan pangkat menurut prosedur kepegawaian negeri yang tidak lazim, mereka yang ingin atau mendapat kedudukan di eselon tertinggi dari sistem pendidikan, melihat dari dalam entah benar atau tidak, bahwa sukses i tu lebih tergantung pada mempertahankan itikad baik dalam bidang politik daripada bidang teknik. Karena i tu, keputusan teknis sering ditangguhkan untuk membuat keputusan politis yang tepat. Sudah tentu, dalam beberapa hai keputusan berdasarkan alasan teknis dan politis cocok satu sama lain, akan tetapi dalam hal-hal lain keputusan politis tidak didukung, bahkan dibantah oleh bukti nyata dalam bidang teknis. Penekanan pada perluasan pendidikan dasar di Amerika Latin adalah sebuah contoh. Kedua-duanya, baik pertimbangan- teknis maupun politis menghendaki perluasan pendidikan pada tingkat ini. Namun tekanan politis yang terutama timbul pada politik tingkat tinggi dengan pandangannya yang jauh ke depan dalam hai pembangunan gedung-gedung sekolah dasar, mendoxong negaranegara untuk perluasan secara berlebih-lebihan; sedangkan pertimbangan teknis menunjukkan bahwa perluasan yang terlalu cepat mengakibatkan biaya yang sangat tinggi bagi pemerintah. Sering dikatakan, bahwa para pemimpin bangsa-bangsa berkembang, tidak mampu untuk menyerahkan kekuasaan mereka; dan ini mempercepat pembauran dengan cara memperkecil ruang pembuatan keputusan teknis yang diserahkan kepada ahli teknik yang lebih rendah dalam hirarki. Akhirnya, bila perlindungan politik tidak stabil karena kekuatan politik tidak mantap, kedudukan seseorang dalam hirarki adalah sulit dan untuk mempertahankan kedudukannya dibutuhkan kewaspadaan tanpa hentinya terhadap seluk beluk penggantian pendukungnya. 11

25 Pembauran keputusan teknis dan politis kadang-kadang tidak mudah dilihat. Terutama bila orang ingin mengerti proses pembuatan keputusan bidang pendidikan dengan menyelidiki penjelasan resmi dan organisasional, orang tidak melihat keadaan yang sebenarnya. Ketidakcocokan antara pembuatan keputusan de yuré dan de facto mengakibatkan kesulitan untuk menegaskan secara jelas apa sebenarnya yang diharapkan dari para perencana. Kurang adanya pola pendidikan yang jetas Salah satu akibat yang paling menyedihkan tentang pembauran keputusan politis dan teknis ini ialah kurangnya pola pendidikan yang jelas. Kurang jelasnya pola pendidikan ini mungkin paling tampak pada tujuan pendidikan yang sangat umum dan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Nasional dan dalam Undang-Undang Organik Pendidikan, yang kedua-duanya dimaksudkan sebagai landasan kegiatan pendidikan. Meskipun beberapa bagian dari undang-undang organik itu sangat khusus, terutama yang mengatur kurikulum, cara mengajar, dan ijazah, namun hasil keseluruhannya merupakan sesuatu yang tidak jelas. Hampir tidak ada pola misalnya mengenai kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan. Yang lebih buruk lagi ialah, bahwa sebenarnya tidak ada garis pemisah antara tugas pendidikan yang berdasarkan politik dan karenanya tergantung pada perubahan politik, dan tu'juan pendidikan yang sebenarnya teknis dan karenanya tergantung dari perubahan teknis. Lebih tegas lagi, hampir tidak ada pembedaan antara pola yang sangat tergantung pada persetujuan menurut norma dan kenyataan empiris. Pokok persoalan, misalnya bagaimana cara menilai dan bilamana perlu mengubah pola, sering kali diperbincangkan atas dasar-dasar yang salah. Persetujuan normatif tentang masalah empiris tidak dapat dicapai secara memuaskan, karena jawaban terhadap masalah tersebut membutuhkan bukti^bukti empiris. Begitu pula, sia-sia belaka menean bukti-bukti empiris untuk masalah yang pemecahannya membutuhkan persetujuan normatif. Jadi, dalam perdebatan tentang pola pendidikan di Amerika Latin perbedaan antara masalah normatif, seperti pendidikan bagi warganegara yang baik dan masalah empiris seperti manfaat ku- 12

26 rikulum sekolah, untuk mendidik menjadi warganegara yang baik, adalah kabur. Baik dalam forum législatif maupun dalam tulisan paedagogis, kurikulum scring diteliti seolah-olah kurikulum tersebut mempunyai dasar transendental atau di luar jangkauan pengertian manusia biasa, atau metafisika dan karenanya harus dinilai melalui pengertian intuitif atau pengetahuan yang terbuka. Sayang sekali pendekatan seperti ini mengurangi keinginan untuk mempelajari kurikulum dan akibat-akibatnya secara empiris, seperti yang diperlukan. Tidak adanya garis pemisah yang tegas antara masalah politis dan teknis, masalah normatif dan empiris menimbulkan kesulitan yang luar biasa bagi seorang perencana pendidikan. Sebab tidak jelas pola pendidikan apa yang termasuk bidang seorang perencana sebagai teknikus dan apa yang harus diserahkan kepada ahli politik tingkat tinggi. Sebaliknya, pejabat-pejabat tinggi yang tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang bidang politik dan teknik, sering mendukung pola berdasarkan alasan politis, meskipun pola tersebut sebenarnya adalah masalah teknis yang membutuhkan bukti empiris. Tidak adanya pembedaan tegas antara masalah pendidikan yang politis dan teknis, sering terdapat di negara-negara yang tugas perencanaannya dibagi antara dewan pembuat pola dan biro teknis. Sepintas lalu tentunya, organisasi yang demikian seolaholah mencerminkan perbedaan yang jelas antara keputusan politis dan teknis. Namun penelitian terhadap masing-masing bidang dan terhadap hubungan antara kedua bidang tersebut mengungkapkan keadaan yang sangat berlawanan. Karena pada hakikatnya, dewan hampir tidak mempunyai kekuasaan politis, yaitu tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan pola dan kesempatan untuk mencapai persetujuan yang normatif, maka dewan tersebut kadang-kadang menangani masalah teknis seolah-olah masalah tersebut adalah masalah politis. Dengan demikian dewan telah memasuki bidang yang kiranya disediakan untuk biro teknis dan biro teknis ini dalam praktek telah diubah menjadi pemberi informasi atau malahan hanya menjadi pesuruh belaka. Bila dewan ini kurang aktif atau lebih memperhatikan soal lain daripada perencanaan, maka biro teknis sekaligus menjadi perantara yang menangani aspek teknis dari perencanaan dan 13

27 yang berusaha menegaskan untuk diri sendiri, pola pendidikan umum sebagai penuntun usaha-usaha teknis ini, tetapi biasanya hanya untuk menyenangkan diri sendiri, Menurut yang dicita-citakan, dewan dan biro teknik hendaknya saling membantu, baik senantiasa untuk mempertahankan batas-batas maupun merumuskan kembali pola pendidikan, karena kenyataan politis dan teknis meningkat. Hal ini jarang tefjadi di sini ataupun dalam sistem pendidikan yang lebih luas. Pada hakikatnya kurang adanya pola pendidikan yang jelas, merugikan perencana pendidikan karena ia tidak dapat mempercayai garis pemisah yang jelas dan tetap antara aspek politis yang umum tentang pola dan aspek teknis yang lebih khusus, termasuk dalam bidang wewenangnya sendiri. Jadi ia ditempatkan pada kedudukan yang aktivitas teknisnya dapat dianggap melanggar wewenang yang khusus- politis. Hanya ada beberapa orang saja yang mau dan mampu mengadakan garis pemisah di antara kedua bidang tersebut. Memilih di antara kemungkinan Karena tidak ada persesuaian paham antara keputusan politis dan teknis, para perencana pendidikan menemui kesulitan tidak hanya dalam menentukan bidang wewenangnya, akan tetapi juga dalam penggunaan pekerjaannya. Kenyataan, perencana sering berpendapat bahwa jalan lain untuk mencapai tujuan pendidikan tidak dianggap sebagai suatu kemungkinan teknis yang dinilai atas dasar ukuran teknis, melainkan dianggap sebagai suatu pilihan politis yang baik. Mungkin ketidaksesuaian pendapat ini sering terdapat dalam usaha-usaha para perencana pendidikan merumuskan rencana pembangunan sekolah. Sering sekali letak gedung sekolah lebih ditentukan atas dasar perlindungan politis daripada teknis seperti misalnya pemusatan penduduk usia sekolah, letak dan ukuran sekolah-sekolah yang ada, juga fasilitas pengangkutan. Contoh lain ialah, bahwa letak sekolah-sekolah sebelumnya telah ditentukan atas dasar politis dan perencana hanya diberi instruksi untuk merencanakan program bangunan yang tertentu. Kejadian ini tentu saja sangat jelas dan mudah ditemukan. Kesimpangsiuran lebih samar juga terjadi. Tidak jarang ditemukan 14 lain

28 perencana yang bertugas mcmberi perlengkapan teknis bagi rencana yang telah ditentukan secara politis, yaitu rencana yang tujuan dan cara pelaksanaannya ditentukan atas dasar politis. Pengetahuan y&ng berbau politik Tidak adanya kata sepakat tentang keputusan politis dan teknis mengakibatkan pengetahuan yang berbau politik dan ini adalah sifat khas di banyak negara. Saya menuntjukkan fakta, bahwa dalam suasana politis yang hangat, reaksi para pembuat keputusan terhadap fakta yang ditentukan secara obyektif adalah menerima atau menolak fakta tersebut berdasarkan pertimbangan politis. Karena pengaruh politik ini, pertimbangan untuk menolak adalah apa sebenarnya aliran pilitik orang yang menunjukkan fakta dan bukan apa sebenarnya arti daripada fakta yang ditunjukkan itu. Bila pengetahuan berbau politik, penelitian dan data sering mencurigakan, bukan karena penelitian dan data tersebut salah, tidak tepat dan tidak cukup, melainkan penelitian dan data itu diajukan oleh wakil atau orang-orang yang aliran politiknya tidak disukai pada waktu itu. Tentu ada beberapa lembaga untuk pengumpulan dan penelitian data, yang tidak terpengaruh oleh masalah ini, sekalipun perubahan politik dalam pekerjaan mereka sering terjadi. Akan tetapi biro perencanaan pendidikan jarang merasa dirinya terpencil, karena hubungan dengan aktivitas pemerintah sangat erat. Pengetahuan yang berbau politik terutama menghancurkan segala usaha para perencana pendidikan yang ingin menggantikan dasar-dasar yang terlalu berbau politik dengan rencana perkembangan pendidikan yang teknis dan diintegrasikan. Meskipun rencana tersebut mempunyai dasar-dasar teknis, kadang-kadang rencana ini ditolak mentah-mentaih karena reputasi politik para perencana yang bersangkutan tidak menyenangkan politisi yang bertugas untuk menyetujui rencana tersebut. Di negara yang biro perencanaan atau beberapa anggotanya tetap bekerja setelah pergantian pemerintah, besar kemungkinan bahwa rencana akan ditolak meskipun secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa contoh rencana lain yang mirip tetapi dibuat oleh perencana baru dan didukung oleh kekuatan politik yang baru. Memang di suatu negara Amerika Latin terdapat paling tidak lima versi yang hampir sama mengenai rencana 15

29 untuk mengadakan reorganisasi pendidikan lanjutan akademis. Versi yang pertama telah diperoleh pada tahun Sudah barang tentu bahwa dap versi mempunyai data baru dan berbahasa baru, akan tetapi versi tersebut pada hakikatnya adalah sama. Tidak satu versi pun memberitahu tentang adanya versi yang mendahuluinya. Contoh tentang pengetahuan yang berbau politik ini tidak lazim, namun sering terdapat contoh meskipun tidak banyak mengenai pelaksanaan teknis yang berdasarkan politik dianggap buruk. Pendapat umum Pendapat bahwa kekuasaan pembuatan keputusan baik teknis maupun politik di negara-negara yang demikian terletak di tangán beberapa orang saja tidak ditolak oleh pendapat umum yang bebas tentang jalan dan tujuan pendidikan. Keputusan politis mengenai tujuan pendidikan biasanya tidak mencerminkan pendapat umum sebelumnya. Seorang ahli teknik yang mungkin mempunyai perhatian terhadap arus dan arah pembuatan keputusan pendidikan, hampir tidak mempunyai kesempatan untuk memperkuat kedudukannya dengan dukungan pendapat umum. Kadang-kadang pada permulaan, perencanaan pendidikan disertai dengan program informasi agar umum mengetahui tujuan dari perencanaan dan bidang yang har.us diperhatikan. Tetapi program informasi ini hanya berjalan satu arah dan karena itu tidak memberi petunjuk bagaimana umum dapat menyampaikan keinginannya tentang masalah pendidikan. Lagi pula, kepercayaan terhadap pendapat umum yang berlebihan untuk melenyapkan ekses-ekses dari keputusan politis, dengan sendirinya dapat menempatkan perencana pendidikan ini pada posisi yang lebih janggal lagi, dengan terdapatnya keputusan teknis yang dibuat atas dasar kekuatan pendapat umum. Ringkasan Tekanan politis terhadap keberhasilan perencanaan pendidikan diakibatkan oleh pembauran keputusan politis dan teknis secara terus-menerus. Perencana, sebagai seorang ahli teknik, sering mendapatkan dirinya dalam posisi yang daerah wewenang teknisnya tidak jelas dan dilanggar oleh seorang ahli politik. Terutama 16

30 penyusunan dan penilaian pola pendidikan dan pilihan di antara cara teknis lainnya, terbentur pada pembauran tersebut. Menunjuk pada fakta pun mungkin tidak berhasil, karena suasana sekitar penilaian fakta sangat dipengaruhi politik. Tekanan Administratif terhadap Perencanaan Pendidikan Perencanaan pendidikan mengalami hambatan karena pembauran keputusan politis dan teknis. Hambatan ini juga dialami oleh adanya pembauran keputusan teknis dan administratif. Seperti telah saya jelaskan, perkembangan rencana adalah suatu proses yang teknis; sedangkan pelaksanaannya adalah proses administratif. Akan tetapi tidak ada petunjuk yang jelas mengenai tugas dan wewenang untuk mengadakan dan mempertahankan batas antara kedua bidang tersebut. Sebenarnya, batas antara keputusan teknis dan administratif itu sulit dipertahankan. Misalnya, orang dapat dengan tepat berbicara mengenai perencanaan pelaksanaan sebuah rencana, yang tidak termasuk dalam bidang wewenang teknis maupun administratif. Pelaksana mungkin akan menghadapi kemungkinan yaitu harus mengubah rencananya. Perubahan tersebut mungkin membutuhkan usaha bersama dari para perencana dan pelaksana. Lagi pula perencana seyogyanya membuat rencana berdasarkan penilaian tentang soal-soal pelaksanaan yang sebenarnya mungkin menyertai pelaksanaan rencana tersebut. Ini berarti, bahwa kemungkinan rencana pelaksanaan sejalan dengan kemungkinan keuangannya. Akan tetapi keragu-raguan tentang keputusan administratif dan teknis tidak hanya timbul karena sifat persamaan yang terdapat pada kedua bidang tersebut. Malahan dua tekanan administratif yang lebih berat mempersulit untuk mengharapkan perhatian seorang perencana pada masalah teknis dan administratif. Pertama, sebuah sistem administratif yang tidak adekuat dalam kewenangan pendidikan tingkat pusat; dan kedua, terpecah belahnya sistem pendidikan. Administrasi dalam kewenangan pendidikan Rencana untuk perubahan dan perkembangan pendidikan membu- 17

31 lu'hkan suatu sistem administrasi yang memiliki sumber dan keahlian mengatur langkah-langkah yang dibutuhkan. Hal ini menuntut suatu sistem pelaksanaan yang dapat melaksanakan sistem yang ada sekarang secara baik dan juga dapat melaksanakan perubahan. Persyaratan ini tidak seluruhnya berlaku di banyak negara berkembang. Sebaliknya, kurangnya administrasi yang efektif harus dicari pada pemusatan wewenang pendidikan sendiri. Pemusatan wewenang pendidikan terdapat pada Kementerian Pendidikan dalam arti, bahwa satu orang yaitu Menteri Pendidikan secara teoretis mempunyai hak untuk menolak kegiatan pendidikan dan masalah pola kurikulum serta pembaharuannya sampai pembayaran dan penyebaran guru-guru baru. Namun proses sentripetal ini ditantang oleh dua kekuatan sentrifugal, yaitu sistem kepegawaian pemerintah yang masih terbelakang dan bagian-bagian Kementerian yang setengah otonom. Birokrasi Kementerian Pendidikan sering luput dari pengawasan administratif yang efektif karena ada kekuatan pengawasan yang lebih besar, yaitu sistem kepegawaian negeri, yang agak kurang efektif di sebagian besar negara Amerika Latin. Tegasnya, keberhasilan dalam birokrasi sebagian ditentukan oleh faktor-faktor seperti misalnya masa kerja dan pendidikan sebelumnya, akan tetapi pengerahan, kenaikan pangkat dan pemecatan sama sekali tidak ditentukan oleh penilaian atau ukuran keahlian. Dalam birokrasi, orang-orang dapat pindah jabatan tanpa bekerja baik maupun mengembangkan keahliannya. Hal ini rupanya benar-benar demikian di Kementerian dari eselon yang terendah sampai yang tertinggi. Memang benar, bahwa secara teoretis, birokrasi itu meliputi tugas yang dapat dipertukarkan, seperti memasang bagian-bagian mesin; akan tetapi pelaksanaan tugas harus dinilai dengan teliti agar hasilnya terus mèneras terjamin. Selanjutnya, banyak birokrat tingkat menengah terdiri dari guru-guru yang bertaihan dalam kedudukannya terutama karena mereka mengharapkan kedudukan birokratis dengan gaji yang lebih besar dan sangat menarik di ibu kota. Jika ini telah tercapai, mereka tidak perlu lagi memperlihatkan kepandaian mereka. Sebagai hasil dari faktor ini, birokrasi pendidikan menjadi lesu. Tugas menjadi rutin, usaha untuk menilai pelaksanaan ham- 18

32 pir tidak ada, dan perubahan yang tidak disukai malahan ditolak. Perencanaan yang membutuhkan perubahan bukan sesuatu yang menimbulkan bantuan. Ini hendaknya dilihat sebagai menuntut perubahan hal-hal yang rutin dan penilaian tentang pelaksanaan tugas-tugas baru. Pelaksana yang sungguh-sungguh memperhatikan pelaksanaan rencana dihadapkan pada kesulitan untuk menggerakkan birokrasi yang lesu. Kesulitan administrasi diperbesar oleh sebuah organisasi di Kementerian Pendidikan yang memberi harapan kepada beberapa bagian yang semi otonom. Tiap bagian bertanggung jawab atas fungsi sistem pendidikan yang vertikal atau horisontal, hampir tanpa koordinasi sedikit pun di antara bagian-bagian. Dengan demikian pelaksanaan rencana mengalami hambatan karena kurang koordinasi ataupun kurang bantuan administratif. Misalnya, sebagian besar dari Kementerian mempunyai bagian yang ditugaskan untuk mengurus pendidikan dasar, yang seringkali juga meliputi pendidikan guru sekolah dasar. Bagian yang horisontal ini bertanggung jawab atas keputusan mengenai kurikulum, administrasi, pengawasan, latihan para guru, ujian dan kenaikan tingkat dalam pendidikan dasar. Namun di antara bagian ini dengan bagian horisontal yang kedua, yaitu pendidikan lanjutan menengah tidak ada koordinasi yang efektif. Hal ini mengakibatkan perubahan dalam prosedur sekolah dasar tidak secara mutlak disertai dengan perubahan yang tepat pada pendidikan lanjutan menengah demi menjamin kelanjutannya. Demikian pula, usaha-usaha untuk mengadakan perubahan pada pendidikan lanjutan menengah sering menghadapi hambatan karena perubahan yang sama tidak diadakan pada pendidikan dasar. Terdapat pula ketidakcocokan vertikal yaitu ditentukan dua fungsi atau lebih yang mempunyai hubungan satu sama lain ditempatkan pada bagian-bagian yang terpisah. Di banyak negara Amerika Latin ketidakcocokan tersebut lazim sekali, yaitu antara pendidikan lanjutan akademis dan lain bentuk pendidikan lanjutan. Perubahan pendidikan lanjutan yang luas dalam sistem administratif yang demikian hampir tidak mungkin diadakan, karena tiap bagian menjaga ketat bidangnya dan segan menyetujui perubahan yang dapat mengurangi kekuasaannya. Harus diketahui, bahwa sebagian besar perencanaan di Amerika Latin hanya meliputi ting- 19

33 kat pendidikan dasar saja, terutama karena ini adaiah satu-satunya tingkat pendidikan yang ada di bawah satu bagian dari kementerian. Karena hai ini, perencana pendidikan dihadapkan pada suatu sistem pendidikan yang walaupun dipusatkan dalam satu kementerian, terdiri dari beberapa bagian yang berbeda-beda dan tidak satu pun di antara bagian tersebut bersedia menyerahkan haknya demi koordinasi pelaksanaan rencana. Fcagmefntasi sistem pendidikan Para perencana pendidikan tidak hanya mengalami hambatan karena sistem administrasi yang kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinir pelaksanaan diabaikan, melainkan juga sistem pendidikan yang terpecah-pecah, dan keseluruhannya tidak bernaung di bawah satu kekuasaan pun. Bicara tentang kekuasaan pendidikan yang dipusatkan berarti hanya berbicara tentang kekuasaan yang sesungguhnya meliputi pendidikan umum, baik pendidikan dasar maupun lanjutan. Kekuasaan yang demikian hampir tidak mengadakan pengawasan langsung terhadap pendidikan swasta baik dasar maupun lanjutan, atau universitas-universitas swasta maupun umum yang terdiri dari dua sistem pendidikan yang agak berbeda satu sama lain. Terpecah-pecahnya sistem pendidikan ini sangat penting dalam dua hai. Pertama, banyak pendidikan lanjutan akademis adalah usahai swasta dan karenanya tidak terpengaruh oleh usahausaha para perencana yang setidak-tidaknya berada di Kementerian Pendidikan. Sukar untuk menilai peranan pendidikan swasta dalam perencanaan karena hampir tidak ada informasi mengenai luasnya atau biaya sektor ini. Pendidikan lanjutan swasta tersebar lúas di Amerika Latin. Reo.rganisasi ataupun perluasan pendidikan pada tingkat ini sangat sulit tanpa mengikutsertakan sektor swasta secara aktif. Di kebanyakan negara tidak ada petunjuk yang cukup untuk mengikutsertakan pendidikan swasta ke dalam aktivitas perencanaan. Di beberapa negara, pendidikan swasta mempunyai perwakilan dalam Dewan Perencanaan Pendidikan dnn perwakilan tersebut pada hakikatnya tidak menghasilkan kerja sama 20

34 yang diperlukan, meskipun perwakilan itu membantu dengan memberi informasi tentang sikap dan aktivitasnya. Kerja sama memang sangat sukar karena dalam kebanyakan negara sektor swasta segan untuk terlibat dalam aktivitas pendidikan yang dibiayai oleh kementerian pendidikan; kementerian ini sajak dahulu kala berusaha merebut pengawasan terhadap pendidikan swasta. Pemisahan pendidikan swasta dari kekuasaan pendidikan pusat menimbulkan beberapa masalah bagi para perencana pendidikan. Yang sangat menonjol ialah, masalah perencanaan untuk mengadakan perubahan dalam pendidikan lanjutan bila sedemikian banyaknya murid mengikuti sekolah swasta. Sekalipun beberapa bagian dari kementerian yang bersama-sama bertanggung jawab atas pendidikan lanjutan sependapat tentang program kerja sama, namun masih tetap ada larangan masuk dalam perencanaan tersebut bagi murid tingkat sekolah lanjutan yang terdaftar di sekolah swasta dan jumlah mereka sampai 50% dari keseluruhannya. Masalah ini akhirnya sedikit diperlunak oleh kekuasaan kementerian yaitu mengenai kurikulum, kualifikasi guru, dan pengesahan tingkat dalam pendidikan swasta, hanya kekuasaan tersebut tidak langsung dan tidak cukup menjamin koordinasi yang langgeng antara usaha pendidikan umum dan swasta. Masalah yang ditimbulkan oleh pendidikan swasta, bagi perencana pendidikan menyangkut masalaih penolakan dimasukkannya sejumlah besar sekolah ke dalam perencanaan umum, juga tidak adanya informasi tentang pembiayaan pendidikan swasta sekarang dan di kemudian hari, kemampuan dan keinginannya menyerap penduduk usia sekolah dan kemampuannya pula untuk masuk desa yang membutuhkan lebih banyak fasilitas pendidikan dan diketahui pendidikan swasta lamban berkembang. Tidak adanya informasi tentang peranan pendidikan swasta dalam perkembangan pendidikan di kemudian hari mengakibatkan kekosongan data yang dibutuhkan oleh para perencana pendidikan. Masalah terakhir berhubungan dengan pendidikan swasta lebih sulit lagi dibuktikan kebenarannya: bagaimana pendidikan memberi jalan keluar bagi mereka yang tidak menyetujui rencana perubaihan dalam sektor pendidikan umum. Menurut pengalaman negara yang sedang berkembang, perubahan dalam sistem umum yang tiba-tiba dan tidak disukai, sebagian dapat ditiadakan bila 21

35 çjolongan oposisi memihak sistem pendidikan swasta. Justru ini menjadi masalah yang berat di negara-negara Amerika Latin yang mengusahakan terbentuknya pendidikan lanjutan umum. Dalam keadaan seperti ini, maka tidak mengherankan bila ditemukan meningkatnya pendaftaran pada sekolah lanjutan akademi swasta karena para keluarga takut kalau anak-anak mereka tidak menerima ijazah akademis pada sekolah umum yang diperlukan untuk memasuki universitas. Tidak dimasukkannya pendidikan swasta dalam perencanaan pendidikan nasional adalah sejajar dengan tidak dimasukkannya kebanyakan universitas baik swasta maupun umum dalam perencanaan tersebut di atas. Meskipun beberapa universitas dan juga beberapa konsorsium dari universitas mengadakan perencanaan sendiri, ini sangat berbeda dari aktivitas perencanaan pada kementerian pendidikan. Sangat terisolasinya universitas-universitas Amerika Latin dari perencanaan pendidikan nasional adalah pencerminan rencana otonomi universitas yang sejak lama dinantikan, akan tetapi sering diperkosa. Meskipun sama dalam lain-lain hai, akan tetapi sekalipun universitas-universitas tiap tahun menerima uang dari pemerintah, universitas ini bebas untuk menggunakan uang tersebut sekehendak mereka. Dengan demikian universitas bebas untuk menyusun kurikulum, menetapkan syarat untuk penerimaan mahasiswa, kenaikan tingkat dan lulus, menggali dan memecat pegawai mereka, dan pada umumnya mengurus dirinya dengan kriteria pelaksanaan mereka sendiri. Otonomi ini dijaga ketat dan tidak dikendurkan sedikit pun di hadapan usaha-usaha untuk mengadakan koordinasi yang efektif antara perencanaan universitas dan kementerian. Dalam keadaan demikan perencana pendidikan hanya dapat menyarankan macammacam pertumbuhan dan perubahan pada tingkat universitas yang perlu untuk melengkapi perubahan yang terjadi pada tingkat sistem pendidikan yang lebih rendah. Namun perencana tidak dapat menjamin bahwa saran-sarannya akan dilaksanakan, diteliti pun tidak! Para perencana mengalami kesulitan dalam membuat saransaran perubahan tingkat universitas, karena hampir tidak ada data tentang universitas dewasa ini. Universitas-universitas di 22

36 Amerika Latin terkenal kelemahannya dalam mengumpulkan data tentang pekerjaan mereka dan juga dalam menyediakan data ini untuk para perencana di kementerian pendidikan. Pada umumnya, desakan administratif terhadap berhasilnya perencanaan pendidikan cenderung membatasi sampai tingkat para perencana dapat mengembangkan rencana yang diintegrasikan dan lúas, serta sampai mereka dapat mempercayai sistem administras! kedua-duanya dalam kementerian maupun dalam sistem pendidikan keselurirhannya, yang organisasi dan koordinasinya cukup baik untuk pelaksanaan rencana. Rondisi untuk Keberhasilan Perencanaan Pendidikan (4) 23

37 III. KONDISI UNTUK KEBERHASILAN PENDIDIKAN PERENCANAAN Telah saya uraikan tentang kondisi yang secara konvensional dihubungkan dengan perencanaan pendidikan tidak cukup untuk mendatangkan sukses. Selanjutnya saya akan uraikan bahwa alasan kegagalan itu sebagian besar terletak pada tekanan politis dan administratif terhadap perencanaan pendidikan. Dari analisa ini kita dapat menarik kesimpulan meskipun dalam bentuk yang sederhana. Kondisi berikut mungkin perlu dan cukup untuk keberhasilan perencanaan pendidikan. 1 ) Tanggung jawab politis terhadap perencanaan harus meliputi tanggung jawab terhadap pembentukan biro perencanaan dan bantuan pada aktivitas perencanaan. Yang pcrtama bukan pengganti yang kedua. 2) Para perencana pendidikan harus tahu hak dan kewajiban mereka. Penjelasan yang sah mengenai kedudukan perencanaan tidak cukup. 3) Pembatasan yang tepat, tetapi tidak ketat harus diadakan antara bidang politis, teknis, dan administratif. Perencana pendidikan, sebagai ahli tehnik hendaknya jangan mengambil hak membuat pola yang terletak di bidang politik, atau jangan mengambil hak melaksanakan pola yang terletak di bidang administrasi. Akan tetapi pemisahan janganlah mengakibatkan isolasi. 24

38 4) Perhatian yang lebih besar harus diberikan pada soal pembagian kekuasaan untuk membuat keputusan politis dan teknis, sehingga kekuasaan tidak seluruhnya terletak pada satu atau beberapa kedudukan saja di puncak hirarki kekuasaan. Pembagian kekuasaan yang demikian sulit di negara yang penempatan dan kenaikan pangkat pegawai pendidikan tergantung lebih banyak pada kriteria politis daripada teknis, dan kriteria ini cepat berubah karena tidak stabilnya pemerintah. 5) Perhatian yang lebih besar lagi harus dicurahkan pada perkembangan pola dan prioritas pendidikan yang jelas, sehingga para perencana pendidikan mengetahui benar-benar apa yang harus mereka rencanakan. Terutama harus diusahakan untuk mengurangi keraguan-raguan soal normatif dan empiris, sehingga para perencana pendidikan dapat menggunakan waktu mereka untuk mengutamakan mencari data empiris daripada persetujuan politis. 6) Tugas pokok para perencana pendidikan seharusnya adalah mengembangkan beberapa teknik yang mungkin dan jelas sebagai cara untuk mencapai tuljuan politis pendidikan (politico educational). Pembuat pola tidak dibenarkan menganggap perkembangan teknik yang mungkin, sebagai soal politis lebih daripada sebagai soal teknis. 7) Sebagai hasil yang wajar, harus diusahakan untuk mengurangi politisasi pengetahuan yang lazim di banyak negara. Perencana pendidikan hampir tidak mempunyai kesempatan untuk m ember i bantuan jangka panjang bila penelitian dan rencana ditolak karena pembuat pola tidak menyukai politik mereka yang mengerjakannya. 8) Harus lebih diutamakan untuk menilai pendapat umum tentang had depan perkembangan dan arah pendidikan, juga untuk memperoleh antuan umum bagi pembuatan dan pelaksanaan rencàna pendidikan. 9) Pelaksana pendidikan harus secara lebih aktif lagi memberi bantuan pada perubahan yang tersirat dalam perencanaan pendidikan. Sistem kepegawaian negeri yang texbelakang dan kesatuan administratif yang otonom dalam kementerian 25

39 pendidikan harus diperbaiki bila mengganggu jalannya perencanaan. 10) Bila ada bagian dari sistem pendidikan yang penting dan tidak langsung di bawah pengawasan pemerintah, maka harus diusahakan untuk diadakan koordinasi antara pemerintah dan para ahli pendidikan swasta dan universitas yang bermanfaat bagi masing-masing. Perencanaan pendidikan terutama pada tingkat lanjutan dan lebih tinggi tidak akan berhasil di banyak negara, bila sistem pendidikan swasta dan universitas tidak membantunya dan tidak secara aktif melibatkan diri di dalamnya. Memenuhi kondisi ini seolah-olah mengharuskan segera diadakan pembaharuan menyeluruh dalam bidang politis dan administratif. Akan tetapi pembaharuan yang demikian tidak begitu saja akan terjadi. Kami seolah-olah mencapai jalan buntu dan dihadapkan pada sebuah pilihan: menghadapi langsung masalah tersebut, mencari perubahan dalam peraturan politis dan administratif yang dramatis dan yang cepat; atau menghindari konfrontasi langsung. Apa pun bentuk pemecahannya, kalau kita bersungguh-sungguh dalam menangani perencanaan, dianggap lebih baik daripada mempertahankan kelemahan perencanaan pendidikan yang ada. Pemecahan yang tidak langsung tampaknya lebih menguntungkan daripada pemecahan secara langsung. Pertama, karena kedudukan yang agak lemah di gelanggang pendidikan, para perencana pendidikan mungkin tidak mampu mengadakan pembaharuan yang dramatis, baik pembaharuan oleh mereka sendiri maupun dengan bantuan beberapa simpatisan. Kedua, kegagalan untuk memperebutkan pembaharuan tersebut dapat merugikan pembaharuan itu sendiri maupun para perencananya. Ketiga, usaha untuk pembaharuan secara besar-besaran seolaholah memperkuat tekanan politis dan administratif yang ada. Keempat, pemecahan tidak langsung dapat dibuat sedemikian rupa seolah-olah menggunakan beberapa sukses kecil yang sementara ini telah dicapai oleh perencana pendidikan. Pemecahan tidak langsung meliputi perbaikan yang diadakan tahap demi tahap. Tentu ada bahaya, bahwa pada tiap tingkat dari prosedur ini, perencanaan pendidikan tetap merupakan suatu bayangan saja daripada seharusnya. Akan tetapi risiko ini mung- 26

40 kin lebih baile daripada risiko yang menyertai usaha-usaha untuk mencapai perubahan yang segera dan dramatis. Ada empat kondisi yang dapat diperbaiki tanpa menggunakan pola konfrontasi langsung, yaitu: a) memperkuat kembali dasar yang sama antara perencana pendidikan dan perencanaan umum, dengan bantuan dari luar untuk perencanaan pendidikan, b) menggunakan teknik perencanaan pendidikan yang ada dan baik dengan memperbaiki status dari perencana pendidikan, c) meningkatkan kemampuan perencana pendidikan untuk menangani data dan tugas baru dengan menyiapkan mereka untuk pindah ke bidang lain bila ini diadakan, d) menggabungkan diri dengan mereka yang sibuk mempelajari dan mengubah administrasi umum dengan meningkatkan kesadaran para perencana pendidikan akan kekuatan dan kelemahan administratif yang ada dan yang mempengaruhi rencana pela ksanaan. Berhasilnya memenuhi keempat kondisi ini tidak menjamin bahwa perencanaan pendidikan akan mencapai sukses. Ini berarti, bahwa kondisi ini sendiri tidak cukup untuk menimbulkan sukses lebih daripada kondisi konvensional yang dahulu telah dikupas. Namun saya percaya bahwa kondisi tersebut berguna sebagai langkah pertama untuk memperbaiki lingkungan tempat perencanaan pendidikan dikerjakan. Tidak dapat dibenarkan, bila kita percaya bahwa perencanaan pendidikan akan berhasil tanpa perhatian sebesar-besarnya terhadap satu atau lebih kondisi yang diutarakan di atas. Yang berikut adalah hanya langkah pertama, yaitu langkah yang mungkin dapat menuju ke arah perbaikan perencanaan pendidikan. Koordinasi dengan Perencanaan Umum Kebutuhan akan koordinasi antara perencanaan pendidikan dan perencanaan umum telah lama mendesak berdasarkan pertimbangan teknis. Terutama akan diuraikan bahwa koordinasi itu perlu karena alokasi untuk pendidikan harus dipertimbangkan dalam hubungan permintaan dana yang bersaing-saingan dan karena perkembangan nasional membutuhkan tenaga terlatih dalam segala 27

41 bidang menurut sistem sekolah yang formal. Yang ingin saya sarankan ialah bahwa koordinasi pada hakikatnya dapat dibenarkan, lebih-iebih atas dasar politis dan teknis. Lagi pula beberapa kegagalan teknis mungkin harus dibiarkan saja demi kepentingan politis yang tidak begitu jelas (samar-samar). Di Amerika Latin terdapat tiga macam koordinasi antara perencanaan pendidikan dan perencanaan umum, malahan ada yang keempat, yang makin mendapat perhatian besar. Pertama, ada usaha untuk mengadakan perencanaan koordinasi melalui program kerja sama yang diadakan di pusat maupun di kantor perencanaan regional. Hal ini sering disertai oleh koordinasi yang kedua, antara para perencana berdasarkan at^.s proses anggaran belanja yang biasa dalam perencanaan. Perencanaan tenaga manusia 1 yang merupakan koordinasi ketiga menjadi makin kuat di seluruh bidang. Akhirnya, sebagai akibat dari pengalaman praktis dengan perencanaan tenaga manusia, timbul koordinasi perencanaan yang keempat, yaitu perkembangan sumber manusia. Tidak satu pun dari pemecahan ini terbukti efektif seluruhnya. Pola koordinasi yang berdasarkan organisasi tidak memjamin bahwa koordinasi benarbenar tercapai. Saluran komunikasi antara perencana pendidikan dan umum ada, hai i tu memang penting, akan tetapi saluran tersebut mungkin terlalu mudah mengalami athrophia, kecuali bila ada berita penting yang harus disampaikan. Di waktu lampau, bagian besar dari berita ini terdapat di bidang analisa anggaran. Masalah anggaran dapat digunakan sebagai senjata koordinasi yang kuat, meskipun hanya memberi tekanan untuk mencapai tujuan pelaksanaan dengan mengadakan kriteria penilaian bagi segala proyek dan rencana, baik bila masih dalam bentuk usui maupun bila telah selesai dilaksanakan. Akan tetapi hubungan antara perencana pendidikan dan perencanaan umum tetap tidak berkembang karena masalah anggaran dibatasi sampai alokasi keuangan saja. Koordinasi dalam hai tersebut jarang diperlukan, biasanya hanya sekali setahun atau segera setelah perundingan mengenai anggaran belarija. Oleh karena tidak bersifat terus-menerus, maka tidak dapat dijadikan alat untuk mengadakan kerja sama. Perencanaan mengenai tenaga manusia, baik melalui proyeksi tenaga manusia maupun melalui Iingkungan sasaran, seolah-olah mengakibatkan dasar yang jelas bagi kerja sama antara perencana 28

42 pendidikan dan perencana umum. Namun.rencana yang teknis sering dirumuskan tanpa kerja sama antara perencana pendidikan dan perencana umum. Rencana demikian biasanya tidak diteliti, terutama karena hampir tidak ada dukungan politisi untuk perencanaan yang demikian dan karena banyaknya penentang dalam pendidikan terhadap pemecahan ini yang dikutuk sebagai mekanis dan tidak berperikemanusisaan. Terutama karena pemecahan tenaga manusia mungkin terlalu sempit bila digunakan untuk pendidikan, maka akhir-akliir ini perhatian terhadap perkembangan sumber manusia makin meningkat. Telah dibicarakan bahwa perencanaan tentang sumber manusia tidak hanya memperhitungkan kebutuhan tenaga manusia, melainkan juga secara tidak langsung keahlian serta sikap non ekonomis diperlukan untuk perkembangan politis dan sosial. Peningkatan perencanaan pendidikan yang potensial melalui koordinasi yang lebih besar dengan perencanaan umum mengenai tenaga manusia maupun pengembangan sumber manusia yang lebih luas, dapat dikatakan berhasil karena koordinasi yang demikian menyebabkan konfrontasi langsung dengan politisi pendidikan dapat dihindarkan oleh para perencana pendidikan. Dalam perselisihan ini mungkin para perencana pendidikan akan kalah. Namun, bila perencana dapat memperoleh bantuan dari perencana umum, dan rencana pendidikan dapat diintegrasikan ke dalam rencana perkembangan umum, maka perencana pendidikan mendapat kedudukan yang lebih kuat untuk menghadapi politikus pendidikan. Akan tetapi kebanyakan perencana pendidikan belum melihat kemungkinan ini. Mereka yang melihatnya akan lebih bebas bergerak dalam usaha pendidikan. Saran-saran yang sering didengar untuk mencapai koordinasi yang lebih besar ialah pemindahan kantor perencanaan pendidikan ke biro pusat perencanaan. Hal ini tidak benar. Tidak ada bukti yang menandakan bahwa dalam jangka panjang kantor tersebut akan bekerja lebih efektif setelah pemindahan. Kalau pada dewasa ini tanggung jawab politis terhadap perencanaan pendidikan hampir tidak ada! dan hubungan antara perencana pendidikan dan kementerian maupun pegawai sekolah tidak memuaskan, kedudukan akan lebih memburuk karenanya. Lagi pula, kebutuhan akan dialog yang terus menerus antara perencana pendidikan dan perencana umum tidak lebih besar daripada antara para perencana 29

43 pendidikan, para pembuat pola dan para pelaksana dalam Kementerian Pendidikan dalam sistem sekolah. Sebuah kantor perencanaan akan tetap terisolir tanpa mengenal lokasinya, bila para perencana pendidikan tidak dapat sungguh-sungguh berkomunikasi dengan mereka yang memperhatikan baik perencanaan maupun pendidikan. Begitu pula orang dapat berspekulasi bahwa meskipun kemungkinan para perencana università«dapat diikutsertakan dalam aktivitas perencanaan umum hampir tidak ada, tetapi masih ada harapan bahwa gelanggang perencanaan nasional memberi sesuatu yang lebih mendekati daerah netral daripada yang diberikan di sebuah Kementerian Pendidikan. Singkatnya, makin cepat perencana pendidikan ikut serta dalam perencanaan umum, makin cepat ia memperoleh bantuan dari luar yang dibutuhkan untuk usaha perbaikan kedudukannya berhubung dengan penentuan pendidikan. Bantuan dari luar akan membantu para perencana pendidikan untuk tidak mengadakan konfrontasi langsung terhadap pembuat pola pendidikan dalam usaha memecahkan masalah. Namun harus diingat, bahwa penerimaan uang dari luar yang berlebihan, tanpa adanya dasar terlebih dahulu mengenai ketfja sama yang sungguh-sungguh, hendaknya dihindari. Jadi, perencana pendidikan harus berhati-hati mengadakan perbedaan antara kooperasi dan kooptasi. Kalau perencana pendidikan dipilih oleh biro di luar keperluan mereka, kedudukannya akan lebih parah lagi dari semula. Belum lama berselang di salah satu negara Amerika Latin, perencana pendidikan terbawa-bawa oleh kelompok penasihat perencanaan ekonomi asing, hanya menyebabkan kebutuhan perencanaan pendidikan tidak dilayani dan malahan menyebabkan terdapat jurang yang lebih dalam antara perencana pendidikan dan lain-lain dalam Kementerian Pendidikan. Teknik Perencanaan y&ng Baik Perencanaan pendidikan di Amerika Latin pada umumnya tidak terkenal karena keberhasilannya dalam pembuatan dan penggunaan teknik perencanaan yang modern. Akan tetapi dua aktivitas di bidang perencanaan yang tersebar lúas - diagnósticos dan program pembangunan sekolah - telah mencerminkan dasar perencanaan yang sehat dan yang sekarang harus ditonjolkan justru karena perencana pendidikan mungkin tidak sadar akan arti dari teknik ini. 30

44 Kebanyakan perencana pendidikan mengetahui bahwa langkah pertama dalam perencanaan adalah diagnostico, yaitu analisa terhadap sistem pendidikan yang ada. Tanpa menghiraukan definisi tertentu tentang perencanaan pendidikan yang telah dipilih, tidak satu perencanaan pun dapat dibuat secara efektif kalau tidak mengetahui keadaan sekarang dan apa yang harus direncanakan. Hampir tiap negara di Amerika Latin paling sedikit telah menyiapkan suatu diagnostico dari sistem pendidikan sekarang ini. Pertama, diagnósticos lebih terbatas pada inventarisasi sumber sekolah daripada sumber pendidikan pada umumnya. Agaknya tidak ada usaha untuk mendaftar sumber pendidikan lain atau mencatat cara-cara bagaimana aktivitas pendidikan yang tidak resmi ini telah atau akan dapat dikoordinasikan dengan sistem sekolah resmi. Inventarisasi keuangan sering kali tidak jelas dan hanya memberikan sedikit informasi atau analisa yang kritis mengenai biaya pendidikan, kecuali dalam garis besarnya. Hanya sedikit sekali penemuan riset yang bersangkutan dibukukan. Disangsikan berdasarkan diagnósticos yang telah ada dan berdasarkan penggunaannya, apakah banyak perencana menyadari arti yang tersembunyi dari langkah pertama dalam perencanaan ini, dalam membantu menyiapkan rencana yang sebenarnya maupun dalam menggugah kepercayaan umum dan kepercayaan politis pada perencanaan. Yang mungkin tidak dilihat ialah, bahwa suatu analisa dari sistem pendidikan sekarang ini bukan hanya merupakan inventarisasi saja, melainkan juga merupakan dasar utama bagi penilaian hari depan sistem tersehut, tentunya kalau tidak ada rencana untuk mengubahnya. Dengan demikian baik perencana maupun mereka yang ditugaskan untuk membuat pola pendidikan dihadapkan pada akibat dari pola yang tidak ada perubahan. Bagi seorang perencana pendidikan, temtama yang merasa dirinya tidak akan mendapat dukungan politis yang cukup, proyeksi dapat dibuat sebelum ada keputusan politis tentang petunjuk yang di perlukan untuk perkembangan pendidikan. Bagi seorang pembuat pola paling tidak, bidang-bidang yang tadinya masih kabur untuk pembuatan keputusan, dapat menjadi jelas. Proses penjelasan ini akhirnya adalah fungsi utama bagi seorang teknikus terhadap seorang pembuat pola. Juga karena proyeksi dari hasil perencanaan tidak ada perubahan menggambarkan apa yang akan menjadi salah satu dari 31

45 rangkaian kemungkinan, proses dari perencanaan sendiri meningkat. Bahkan hasil dari satu kemungkinan baru yang diproyeksikan dapat dipertentangkan terhadap hasil praktek yang sekarang ada. Di sini pula, tugas seorang perencana dan tugas seorang pembuat pola telah jelas, karena kedua-duanya didesak untuk memandang perencanaan sebagai kemungkinan yang harus dipelajari dan pembuatan pola sebagai pilihan di antara kemungkinan tersebut. Program pembangunan sekolah sebagian besar didasarkan atas pendekatan yang ada dalam diagnósticos. Penekanan páda pembangunan sekolah sebagian adalah hasil dari fakta yang menguntungkan bagi pendidikan, yaitu bahwa demografi telah menjadi suatu keharusan yang diterima baik di Amerika Latin. Salah satu proyeksi demografis yang menurut jumlahnya paling berarti dan menurut metodologi paling sesuai, ialah proyeksi perbandingan antara populasi sekolah dan usia sekolah. Dengan pola pendidikan tidak ada perubahan dan makin meningkatnya jumlah penduduk, perbandingan ini akan menurun di kebanyakan negara Amerika Latin, terutama pada pendidikan tingkat lanjutan dan yang lebih tinggi lagi. Untuk mempertahankan perbandingan ini dan untuk memperbaikinya, maka sistem pembangunan gedung sekolah harus diperluas. Keputusan tentang pola yang berdasarkan proyeksi ini agak mudah dibuat, karena program pembangunan adalah salah satu masalah dalam pendidikan yang paling sedikit mendapat perhatian dan karena hasil program tersebut bersifat politis dilihat sepintas lalu. Tugas para perencana pendidikan dalam program pembangunan sekolah sering kali merencanakan pola tidak ada perubahan dan kemudian nrengusulkan cara untuk memperbaiki kekurangankekurangan dalam pendaftaran yang telah diramalkan. Tugas demikian dapat memperkuat rencana pendidikan dalam dua hai. Pertama, program pembangunan sekolah dapat dipandang sebagai titik terang untuk beberapa rencana pembangunan yang lain, misalnya program pengadaan guru bagi sekolah-sekolah yang baru dibangun, program pembaruan kurikulum, dan rencana untuk sekolah percobaan. Hal yang di luar dugaan ini mungkin mengandung langkah berikutnya dan penting bagi perencanaan. 32

46 Langkah kedua, mempergunakan pengalaman yang diperoleh dalam program pembangunan sekolah sebagai titik pemusatan memperkuat perencanaan untuk menyamakan penggunaan teknik. Sebagian besar berhasilnya perencanaan pembangunan adalah karena tersedianya data dan teknik untuk membuat perencanaan serta pandangan politis tingkat tinggi dari pekefjaan ini. Perbaikan anggaran sekolah yang direncanakan dapat memperoleh bantuan politis yang besar, terutama bila para pembuat pola dihadapkan pada analisa anggaran yang jelas dari masalah pendidikan seperti jumlah putus sekolah yang besar sekali (misalnya perbedaan yang sangat besar antara pembiayaan siswa yang diterima dan siswa yang lulus) atau pendidikan umum dengan pendidikan lanjutan kejuruan (misalnya melalui penelitian tentang jumlah yang mengulang). Begitu pula data dan teknik untuk proyeksi tenaga kasar tersedia dan dapat digunakan untuk memberikan gambaran yang menarik bagi para pembuat pola pendidikan tentang lebih dan kurangnya tenaga manusia di kemudian hari kecuali bila diadakan perubahan dari sekarang. Pada umumnya, teknik perencanaan telah berhasil walaupun belum banyak, sudah terjadi biasa di Amerika Latin. Penting juga bahwa teknik ini diterapkan pada masalah pendidikan yang mempunyai jangkauan lebih luas lagi daxipada pembangunan sekolah. Daya Setap Bila perencana pendidikan berpijak dari perencanaan pembangunan sekolah yang berhasil ke program yang berhubungan dalam hai isi atau teknik, akan banyak tergantung pada kemampuannya menangani data, informasi dan penelitian, dan pada kemampuannya mengolah data dan teknik bagi perencanaan yang lebih modern. Disangsikan apakah mengalirnya data dan teknik baru mempunyai pengaruh besar kecuali bila ada perkembangan terlebih dahulu atau bersamaan tentang penggunaan data secara kreatif yang dapat digunakan sebagai landasan mengadakan pengumpulan data dan teknik analisa baru. Dewasa ini penggunaan data yang ada, tidak cukup dikembangkan. Misalnya, menurut perencana pendidikan, suatu alasan mengapa mereka hanya berbuat sedikit dalam hai analisa pembiayaan perkembangan pendidikan sekarang dan yang sedang direncanakan ialah bahwa hanya terdapat data yang kasar dan.33

47 cara analisa yang kolot. Meskipun benar penelitian analisa pembiayaan kenyataannya masih pada tingkat permulaan, hai ini bukara alasan yang kuat untuk menangguhkan bentuk analisa yang lebih sederhana untuk data dan teknik yang ada. Di kebanyakan negara Amerika Latin telah mungkin memperhitungkan perbedaan pembiayaan antara murid dan lulusan dengan data yang ada. Kebanyakan dari perencana pendidikan tidak mengerjakan ini. Kegagalan tersebut sangat disayangkan, karena dalam banyak hai alasan keuangan lebih kuat dari alasan filsafat untuk menentukan bantuan para politisi dan umum atas rencana yang diusulkan. Lagi pula, mungkin analisa ini dengan perkiraan yang jelas dan masuk akal dapat memberikan kepada para perencana pendidikan kehormatan dan wibawa yang diperlukan untuk mengadakan analisa yang lebih rurnit. Pentingnya diketahui bahwa banyak perencana pendidikan di Amerika Latin mulai sadar akan sumber data, yang ada. Dalam beberapa hai seolah-olah para perencana membiasakan diri dengan mengumpulkan banyak data dan menceburkam diri dalam biro-biro riset dalam bidang pendidikan dan perencanaan pendidikan. Dalam hai lain, perencana pendidikan tidak menyadari hubungan dari banyak data yang ada. Sebelum mencurahkan perhatian pada kelengkapan data, maka tepat bila perencana belajar menggunakan data yang telah ada secara lebih baik. Tentang jalannya pendidikan di Amerika Latin dapat dipelajari melalui penanganan infornasi secara hati-hati, dan informasi ini terdapat dalam laporan-laporan Statistik dari kementerian pendidikan. Karena perencana menyadari sumber data yang ada dan menyadari pula hubungan data tersebut dengan perencanaan, maka penting diadakan lebih banyak bentuk hubungan lagi yang ketat dengan biro di luar dan orang-orang yang melibatkan diri dalam pengumpulan data dan analisa. Di Amerika Latin ada bahaya yang senantiasa mengancam, yaitu bahwa pengumpulan data dianggap sebagai proses yang tidak tetap. Sayang sekali bahwa hai ini mengakibatkan banyak waktu, uang dan tenaga terbuang dalam aktivitas yang menjadikan data tersebut cepat tidak berlaku lagi naoun tidak meninggalkan dasar untuk pengumpulan data di kemudian hari tanpa mengulang seluruh proses yang mahal itu. Data yang didapat dari luar secara langsung maupun melalui bantuan penasihat asing mungkin berharga bagi perencana 34

48 pendidikan, asalkan data tersebut disertai dengan data yang ada dan digunakan untuk memperkuat dasar perencanaan. Diperkenalkannya contoh perencanaan, teknik simulasi dan lain proses teknik yang sangat modern secara tergesa-gesa, sedangkan para perencana belum belajar menggunakan data yang ada secara efektif, sangat disayangkan. Diperkenalkannya teknik modern yang terlalu dini ini hampir tidak berpengaruh, kecuali mungkin pengaruh négatif, yaitu menimbulkan kekacauan dan salah paham. Penggunaan data yang ada secara kreatif mungkin akhirnya berpengaruh lebih besar dalam perencanaan pendidikan daripada pemasukan data baru secara besar-besaran, dan lagi dengan biaya tambahan yang rendah. Administrasi Umum Dalam pembicaraan tentang perencanaan, masalah pelaksanaan sering sekali diabaikan. Akan tetapi berhasilnya perencanaan pendidikan akhirnya disebabkan oleh pelaksanaan rencana yang berhasil. Mungkin pelaksanaan pendidikan tidak mampu menimbulkan pelaksanaan yang berhasil. Oleh karena itu penting, agar para perencana pendidikan mencari bantuan dari luar untuk mengetahui dan memperbaiki kesulitan pelaksanaan yang berhubungan dengan perencanaan. Kebanyakan negara di Amerika Latin mempunyai biro-biro yang diberi tugas untuk meneliti dan melatih dalam hai administrasi umum. Namun jarang terdapat bentuk kerja sama antara perencanaan pendidikan dan biro-biro ini. Kerja sama yang demikian dapat berusaha untuk menilai kekuatan dan kelemahan administrasi umum pada dewasa ini; karena ini dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana pendidikan dan dapat memasukkan pertimbangan bantuan administratif yang diperlukan untuk melaksanakan rencana dengan sukses dalam rencana pendidikan yang akan datang. Seperti juga halnya dalam mendapatkan bantuan dari perencana umum, perencana pendidikan ini harus berhati-hati mengadakan perbedaan antara kerja sama dengan mereka yang berkecimpung dalam administrasi umum, dan penentuan oleh mereka. 35

49 IV. KESIMPULAN Seperti tclah saya jelaskan pada permulaan uraian, tentang kondisi yang perlu dan cukup untuk menimbulkan sukses dalam perencanaan pendidikan, hingga kini masih sangat kurang. Namun mudah-mudahan saya berhasil menunjukkan bahwa kondisi yang berhubungan dengan perencanaan pendidikan secara konvensional tidak cukup untuk menjamin sukses, akan tetapi dipandang dari sudut tekanan politis dan administratif yang kuat terhadap perencanaan, kondisi lain yang kurang teknis bila diperbaiki dapat membawa para perencana pendidikan ke arah sukses. Dalam usaha menyusun rencana pendidikan yang dapat dipercaya, saya anjurkan agar memperhatikan landasan sukses kecil yang pernah dialami oleh para perencana. Terutama penting tampaknya bahwa perencana pendidikan mencari cara bekerjasama dengan perencana-perencana umum, begitu juga dengan mereka yang mengadakan perubahan dalam administrasi umum sambil mencari bantuan dari luar untuk perencanaan pendidikan dan menghindari berhadapan langsung dengan mereka yang berkuasa dalam pendidikan. Pendekatan yang demikian bukan pemecahan yang dramatis maupun romantis. Saya menghindari tantangan untuk mengembangkan sebuah model perencanaan pendidikan untuk membandingkan dengan kenyataan yang sekarang ada. Perbandingan yang demikian mungkin tidak mengakibatkan suatu penemuan yang lebih mendalam daripada yang dialami dalam kenyataannya, bila dibandingkan dengan yang ideal. 36

50 Saya juga menghindari membicarakan tentang kelembagaan untuk percncanaan pendidíkan. Di satu pihak, mengadakan rangka dasar kelembagaan yang perlu untuk perencanaan pendidikan seolah-olah menuntut perubahan politis dan administratif secara besar-besaran. Perubahan yang demikian tidak mungkin terjadi cepat, dan penangguhan selanjutnya dapat dipergunakan sebagai cara lain untuk menunda perencanaan pendidikan. Di lain pihak, perencanaan dalam konteks yang sangat dilembagakan dapat gagal justru karena terlalu bersifat rutin, terlalu melekat pada lembaga birokratis dan hanya setengah hidup. Perencanaan atas dasar yang lebih khusus, mungkin lebih luwes dan keluwesan ini perlu untuk memanfaatkan sukses perencanaan yang lebih kecil bila ada dan untuk menghindari konfrontasi Iangsung dengan kejadian yang mungkin menghambat usaha-usaha perencanaan, atau malahan menghancurkannya. Akhirnya pendekatan yang demikian mencari keseimbangan yang efektif antara kebutühan dalam teori perencanaan yang modern dan kebutühan dalam praktek, penilaian lingkungan yang realistis dalam pelaksanaan perencanaan. Perhatian yang terlalu besar terhadap maslah yang praktis dapat mengakibatkan perencanaan berhasil, akan tetapi relatif tidak berarti; sedangkan perhatian yang terlalu besar terhadap masalah teoretis dapat mengakibatkan rencana yang modern dan bagus tidak mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan. 37

51 ' Bhr

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1979 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1979 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1979 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha menjamin obyektivitas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu mengadakan ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa statistik penting artinya bagi perencanaan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM.07/HK.001/MPEK/2012

PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM.07/HK.001/MPEK/2012 PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM.07/HK.001/MPEK/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KEMENTERIAN PARIWISATA DAN

Lebih terperinci

Sosialisme Halaman E. F. Schumacher dalam Buku, Kecil Itu Indah

Sosialisme Halaman E. F. Schumacher dalam Buku, Kecil Itu Indah Sosialisme Halaman 240-246 E. F. Schumacher dalam Buku, Kecil Itu Indah Pertimbangan teoritis maupun pengalaman praktis membawa saya pada kesimpulan bahwa sosialisme itu menarik semata-mata karena nilai-nilai

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG UNDANG NO. 5 TAHUN 1974 POKOK POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH

PENJELASAN UNDANG UNDANG NO. 5 TAHUN 1974 POKOK POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH PENJELASAN UNDANG UNDANG NO. 5 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH PENJELASAN UMUM 1. Dasar Pemikiran a. Undang undang ini disebut Undang undang tentang Pokok pokok Pemerintahan di Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD. Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 1. RAHMAT, S.H.,M.H 2. JUNINDRA

Lebih terperinci

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI PENDAHULUAN Model organisasi birokratis diperkenalkan pertama kali oleh Max Weber. Dia membahas peran organisasi dalam suatu masyarakat dan mencoba menjawab

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Materi Minggu 3. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi

Materi Minggu 3. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 11 Materi Minggu 3 Pengambilan Keputusan dalam Organisasi 3.1 Definisi dan Dasar Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan dibutuhkan ketika kita memiliki masalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SANG HYANG SERI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SANG HYANG SERI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SANG HYANG SERI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 39, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL 1. UMUM a. Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektifitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN ANTI PENIPUAN, KORUPSI, DAN ANTI SUAP

BAB VII KEBIJAKAN ANTI PENIPUAN, KORUPSI, DAN ANTI SUAP BAB VII KEBIJAKAN ANTI PENIPUAN, KORUPSI, DAN ANTI SUAP 1 Tujuan Tujuan dari kebijakan ini yaitu untuk memberikan kontrol dalam pemenuhan kepatuhan dengan semua peraturan korupsi dan anti suap yang dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN UANG Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan tentang strategi komunikasi organisasi di RSUD Labuang Baji

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan tentang strategi komunikasi organisasi di RSUD Labuang Baji BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan hasil penelitian dan pembahasan tentang strategi komunikasi organisasi di RSUD Labuang Baji Makassar. V.1 Hasil Penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan dukungan staf, pelayanan administrasi, dan dukungan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa air merupakan kebutuhan yang vital

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG 1 of 17 8/18/2012 9:24 AM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 28 Tahun 2001 Seri D ----------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diberi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----BAB I ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----

Lebih terperinci

Multy Policies Strategy Uuntuk Pemerataan Dan Peningkatan Kualitas Pendidikan

Multy Policies Strategy Uuntuk Pemerataan Dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Multy Policies Strategy Uuntuk Pemerataan Dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Sekalipun bangsa ini telah merdeka lebih dari setengah abad, tetapi ternyata masih menyisakan persoalan pendidikan yang cukup

Lebih terperinci

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A No. 39, 1989 PERDATA, PERINDUSTRIAN, PIDANA, KEHAKIMAN, HAK MILIK, PATEN, TEKNOLOGI. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1984 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) HUSADA BHAKTI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1984 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) HUSADA BHAKTI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1984 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) HUSADA BHAKTI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk menyelenggarakan ketentuan sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 105, 1960 SENSUS. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2044) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 1985 TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN NEGARA PENERBITAN DAN PERCETAKAN BALAI PUSTAKA MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENERBITAN DAN PERCETAKAN BALAI PUSTAKA PRESIDEN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1985 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA a LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 7 Tahun 2002 Seri: C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 21, 1990 (ENERGI. PERUSAHAAN UMUM. Perusahaan Negara. Listrik. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1972 jo.

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS BELAJAR DAN IZIN BELAJAR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI JABATAN PADA KECAMATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mempercepat terlaksananya usaha-usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.451, 2017 KEMENDAGRI. Cabang Dinas. UPT Daerah. Pembentukan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan Pasal

Lebih terperinci

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH Ilmu adalah sebagai aktivitas penelitian. Sudah kita ketahui bersama bahwa ilmu mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan kehidupan manusia

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengembangan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA MENTERI NEGARA KOORDINATOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 03 TAHUN 2005 T E N T A N G PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK PASAR KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PENERJEMAHAN DAN/ATAU PERBANYAKAN CIPTAAN UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia

ANGGARAN DASAR Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia ANGGARAN DASAR Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia MUKADIMAH Bahwa guna mengisi dan melaksanakan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, yang berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1984 TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN GAS NEGARA (PGN) MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1984 TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN GAS NEGARA (PGN) MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1984 TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN GAS NEGARA (PGN) MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA MENTERI NEGARA KOORDINATOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

Profesi Sekretaris dalam Organisasi Ratna Suminar

Profesi Sekretaris dalam Organisasi Ratna Suminar Profesi Sekretaris dalam Organisasi Ratna Suminar (ratnasuminar2255@gmail.com) Abstrak Tugas seorang sekretaris tentunya sesuai dengan fungsi jabatan sekretaris tersebut. Bagi organisasi yang besar, tugas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA BANJAR, : a. bahwa barang daerah sebagai salah satu unsur penting

Lebih terperinci

:: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga:

:: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga: 1 :: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga: ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Anggota dan Warga [1] Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia terdiri dari

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PMK.01/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PMK.01/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PMK.01/2015 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN NOMOR: PER- 367/MENKO/POLHUKAM/10/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN NOMOR: PER- 367/MENKO/POLHUKAM/10/2010 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR PERATURAN MENTERI KOORDINATOR NOMOR: PER- 367/MENKO/POLHUKAM/10/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KOORDINATOR Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik Tahun 2010

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.287, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN RB. Analis Keimigrasian. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1230, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Perilaku. Kode Etik. Jaksa. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER 014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 N

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 157, 2017 KEMENDAGRI. Pelayanan Informasi dan Dokumentasi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH e MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH Menimbang : a. bahwa memperhatikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : BESAR UKURAN ORGANISASI KECIL. bayi remaja dewasa UMUR ORGANISASI. Krisis???? Krisis birokrasi

Lampiran 1 : BESAR UKURAN ORGANISASI KECIL. bayi remaja dewasa UMUR ORGANISASI. Krisis???? Krisis birokrasi Lampiran 1 : Salah satu model pertumbuhan organisasi diperkenalkan oleh Greiner 1). Larry E. Greiner : Evolution and Revolution as Organization Grow. Harvard Business Review, 50 (July-August 1972). hal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci