Gambar 1. Tomat (Lycopersicon esculentum) (Putri, 2017)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1. Tomat (Lycopersicon esculentum) (Putri, 2017)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk ke dalam tanaman sayuran semusim dengan famili Solanaceae. Tomat berasal dari daerah Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, Jerman, Perancis dan negaranegara Eropa lainnya, terutama daerah yang beriklim tropis. Tanaman tomat kini telah tersebar baik di daerah tropis maupun subtropis (Pracaya,1998). Tanaman tomat ditanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan subur. Tanaman tomat memiliki habitus berupa herba yang hidup tegak atau bersandar pada tanaman lain, berbau kuat, tinggi cm (Dalimartha, 2007). Tanaman tomat tergolong tanaman semusim artinya tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang menjalar pada permukaan tanah dengan panjang mencapai ± dua meter (Firmanto, 2011). Tomat pada umumnya berbentuk bulat dan berwarna merah seperti pada Gambar 1. Tomat mempunyai bentuk yang bervariasi, tergantung dengan varietasnya, ada yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong dan bulat telur (oval). Ukuran buahnya juga bervariasi, yang paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang besar memiliki berat 180 gram. Buah tomat yang masih muda berwama hijau muda, bila telah matang menjadi merah (Cahyono, 1998). Buah tomat muda memiliki rasa getir dan beraroma tidak sedap, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk lendir. Rasa dan aroma yang tidak sedap akan hilang dengan sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang. Buah tomat terdiri dari 2-12 lokul yang mengandung banyak biji (Jones, 2007). Gambar 1. Tomat (Lycopersicon esculentum) (Putri, 2017) 10

2 11 Buah tomat merupakan produk hortikultura yang mudah diperoleh di Indonesia. Rasa buahnya yang manis asam digemari oleh sebagian besar masyarakat. Buah tomat merupakan sumber vitamin C dan A, juga kaya antioksidan. Umumnya tomat dikonsumsi dalam bentuk segar (Tugiyono, 2007). Dalam masyarakat umum, buah tomat hanya dikonsumsi sebagai sayur tanpa adanya pemanfaatan yang lebih. Pengolahan tomat sebagai tepung dapat menjadi sumber makanan alternatif mengingat gizi yang dikandungnya cukup kompleks, padahal buah tomat setelah panen akan mengalami kerusakan antara 40% - 50% setiap tahunnya (Abdulmalik et al., 2014). Menurut Soewito (1987), tanaman tomat dibagi menjadi tiga jenis yaitu tomat biasa (L. commune), tomat apel (L. pyriforme) dan tomat kentang (L. grandiforlum). Ketiga jenis tomat tersebut dibedakan berdasarkan bentuk buahnya. Tomat biasa berbentuk bulat pipih dan beralur-alur didekat tangkainya serta lunak. Tomat ini banyak ditanam oleh petani dan mudah didapat di pasar. Tomat kentang bentuk buahnya agak lonjong dan keras, daunya keriting, rimbun dan berwama hijau kelam. Menurut Wiryanta (2002), tomat apel buahnya berbentuk bulat, kokoh dan agak keras sedikit seperti buah apel seperi pada Gambar 2. Tomat apel merupakan hasil persilangan dari berbagai jenis tomat sehingga dihasilkan buah yang besar dan lebat. Tomat apel sangat cocok ditanam di daerah pegunungan atau dataran tinggi dan termasuk ke dalam jenis tomat yang mudah ditemukan di pasar-pasar. Tomat apel sedang dikembangkan menjadi beberapa varietas baru yang dapat ditanam di dataran rendah. Gambar 2. Tomat Apel (Wiryanta, 2002)

3 12 Kandungan yang terdapat dalam buah tomat meliputi alkaloid solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, biflavonoid, protein, lemak, gula (fruktosa, glukosa), adenin, trigonelin, kolin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin), histamin, dan likopen (Dalimartha, 2007). Buah tomat mengandung gizi yang lengkap dan penting bagi manusia. Buah tomat kaya akan vitamin C dan beberapa antioksidan, diantaranya vitamin E dan likopen. Buah tomat juga mengandung serat makanan alami yang sangat baik bagi pencernaan manusia dan juga adanya protein dalam buah tomat menjadikannya buah yang sangat sarat gizi. Tomat sebagai sumber vitamin sangat baik untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, seperti sariawan karena kekurangan vitamin C, xeropthalmia pada mata akibat kekurangan vitamin A, beri-beri, radang syaraf, lemahnya otot-otot, dermatitis, bibir menjadi merah dan radang lidah akibat kekurangan vitamin B. Tomat sebagai sumber mineral bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fosfor), sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung di dalam buah tomat dapat berfungsi untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Buah tomat juga mengandung serat yang berfungsi memperlancar proses pencernaan. Tomat mengandung zat potasium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala tekanan darah tinggi (Firmanto, 2011). Kandungan nilai gizi pada tomat segar per 180 gram dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi Tomat Segar Per 180 Gram Komponen Zat Gizi Jumlah Vitamin A (IU) 1121,40 Vitamin C (mg) 34,38 Vitamin K (mcg) 14,22 Serat (g) 1,98 Protein (g) 1,53 Vitamin B1 (mg) 0,11 Vitamin B2 (mg) 1,13 Vitamin B3 (mg) 0,09 Vitamin B5 (mg) 0,44 Vitamin B6 (mg) 0,14 Vitamin E (mg) 0,68 Fosfor (mg) 43,20 Zat besi (mg) 0,81 Magnesium (mg) 18,80 Kalium (mg) 399,60 Mangan (mg) 0,19 Tembaga (mg) 0,13 (Sumber : Whfoods.org, 2007)

4 13 Tomat mengandung vitamin yang baik untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, serta menurut Tranggono dan Latifah (2007), kandungan vitamin E pada tomat segar dan pada sari tomat per 100 gram adalah sebesar 0,38 mg dan 0,91 mg. Vitamin E sudah banyak digunakan dalam kosmetik diantaranya adalah sebagai pelembab dan sebagai agen antioksidan. Vitamin E dapat mengurangi penuaan kulit akibat sinar matahari dan mencegah pembentukan sel kanker kulit. Manfaat vitamin E yang lain adalah memelihara stabilitas jaringan ikat di dalam sel sehingga kelenturan dan kekenyalan kulit terjaga. Berdasarkan hal tersebut pengolahan tomat menjadi masker atau bahan tambahan dalam produk perawatan kulit sangatlah direkomendasikan. 2.2 Pengeringan Pengeringan merupakan pengurangan kelembaban atau sejumlah kecil air dari bahan padat (Mujumdar, 2006). Prinsip pengeringan melibatkan dua hal yaitu panas yang diberikan pada bahan dan air yang harus dikeluarkan dari bahan (Supriyono, 2003). Tujuan utama pengeringan komoditas pertanian adalah untuk pengawetan, meningkatkan daya tahan, mengurangi biaya pengemasan, mengurangi bobot pengangkutan, memperbaiki cita rasa bahan, dan mempertahankan kandungan nutrisi bahan (Achanta dan Okos, 2000). Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air jika tidak dihilangkan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Sebagian bahan pangan segar mengandung air 70% atau lebih. Bahan pangan mengandung dua jenis air yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas adalah air yang mudah dikeluakan melalui penguapan, sedangkan air terikat adalah air yang sulit dikeluarkan meskipun dengan cara pengeringan (Winarno dkk, 1980). Proses pengeringan akan mengakibatkan produk yang dikeringkan mengalami perubahan warna, tekstur, rasa, dan aroma. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terdiri dari faktor udara pengering dan sifat bahan. Faktor yang dapat mempengaruhi pengeringan suatu bahan pangan adalah sifat fisik dan kimia dari bahan pangan, pengaturan susunan bahan pangan, sifat fisik dari

5 14 lingkungan sekitar alat pengering dan proses pemindahan dari media pemanas ke bahan yang dikeringkan (Buckle, 1987). Udara yang terdapat dalam proses pengeringan mempunyai fungsi sebagai pemberi panas pada bahan, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan air. Fungsi lain dari udara adalah untuk mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan yang dikeringkan. Kecepatan pengeringan akan naik apabila kecepatan udara ditingkatkan. Kadar air akhir apabila mulai mencapai kesetimbangannya, maka akan membuat waktu pengeringan juga ikut naik atau dengan kata lain lebih cepat (Muarif, 2013). 2.3 Laju Pengeringan Penjadwalan pengeringan dan penentuan ukuran peralatan pengeringan dapat diatur dengan mengetahui waktu yang dibutuhkkan untuk mengeringkan suatu bahan dengan kadar air tertentu hingga mencapai keadaan yang diharapkan, selain itu dengan megetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan maka dapat diketahui hubungan antara perbedaan kondisi pengeringan lainnya dengan waktu pengeringan.untuk mengetahui hal tersebut maka diperlukan pengukuran laju pengeringan. Pengukuran laju pengeringan dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu drying test, kurva laju pengeringan dan waktu pengeringan (Treyball, 1981). Kurva laju pengeringan menggambarkan hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu pengeringan. Pengeringan memiliki dua periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan periode pengeringan dengan laju pengeringan menurun, kedua periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (Henderson dan Perry, 1976). Kurva laju pengeringan terdapat pada Gambar 3. Gambar 3. Kurva Laju Pengeringan Terhadap Waktu

6 15 Keterangan: A B : B C : C D : fase pemanasan permulaan (transien), pada fase ini terjadi kejenuhan semua (psedosaturation) di permukaan bahan, serta terjadi penyesuaian suhu pada bahan dari suhu ruangan hingga mencapai suhu di dalam udara pengering. periode pengeringan tetap. Periode laju pengeringan tetap ditandai dengan penguapan air dari suatu permukaan bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan tetap ini akan berlangsung terus selama air bermigrasi ke permukaan (ke tempat penguapan berlangsung) lebih besar daripada air yang menguap dari permukaan. Menurut Treyball (1981) pada fase ini panas yang keluar dari sekeliling permukaan pengeringan sama dengan panas yang diserap bahan sehingga kecepatan pengeringan tetap. periode pengeringan menurun. Dimulainya fase ini merupakan akhir dari periode pengeringan dengan laju tetap, perubahan kedua periode tersebut dibatasi oleh kadar air kritis. Menurut Taib dkk (1988) kadar air kritis adalah kadar air terendah disaat laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan laju pengambilan uap air maksimum dari bahan. Keadaan laju pengeringan menurun permukaan bahan yang dikeringkan sudah jenuh dan mulai kelihatan ada bagian yang mongering. Menurut Taib dkk (1988), pada periode laju pengeringan menurun permukaan bahan tidak lagi diitutupi oleh lapisan air. Energi panas yang diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa air bebas yang jumlahnya sangat sedikit, menguapkan air dari rongga sel, menarik air melalui pipa kapiler ke permukaan bahan serta melepaskan air dari ikatannya. 2.4 Pengeringan Pembusaan (Foam Mat Drying) Pengeringan pembusaan (foam mat drying) merupakan salah satu metode pengeringan yang digunakan untuk membuat bubuk. Menurut Heriyanto (2014), pengeringan pembusaan adalah cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa

7 16 terhadap bahan yang tahan terhadap panas dan merupakan salah satu pengeringan yang digunakan terhadap senyawa yang menyebabkan lengket jika dikeringkan. Metode pengeringan pembusaan dilakukan dengan cara menambahkan bahan pembusa untuk mempercepat proses pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk yang remah. Metode pengeringan pembusaan ini memiliki kelebihan daripada metode pengeringan lain karena relatif sederhana dan prosesnya tidak mahal. Suhu yang digunakan rerlatif rendah ( 70ºC) sehingga warna, aroma, dan komponen gizi produk dapat dipertahankan (Kamsiati, 2006). Menurut Heriyanto (2014), penambahan busa dalam metode pengeringan pembusaan bertujuan untuk mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang terlalu tinggi. Bahan yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-80ºC dapat menghasilkan kadar air 2-5% bb. Tujuan dari proses pembusaan adalah untuk mempertebal lapisan ampas yang melindungi komponen yang ada selama proses pengeringan berlangsung. Penambahan konsentrasi busa dapat membuat rongga yang akan memperluas permukaan yang akan dikeringkan sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Hasil dari pengeringan pembuasaan adalah bubuk yang mempunyai densitas atau kepadatan yag rendah (ringan) dan bersifat remah. Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pengeringan pembusaan adalah putih telur. Penambahan bahan pembusa ini dimaksudkan untuk mempercepat pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk yang remah. Busa maka akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang terlalu tinggi, produk yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-80ºC dapat menghasilkan kadar air 2-5% bb (Heriyanto, 2014). Menurut Mulyoharjo dan Wijoyono (1988), penambahan konsentrasi busa dapat mempersingkat waktu pengeringan karena rongga yang terbentuk dapat memperluas bidang permukaan yang akan dikeringkan. Zat pembusa yang dapat digunakan dalam pengeringan pembusaan diantaranya adalah putih telur, Tween 80, CMC dan susu. Pembuatan bubuk tomat dengan pengeringan pembusaan Kamsiati (2006) menggunakan putih telur dengan konsentrasi 0%,2% dan 5% dan Tween 80 dengan konsentrasi 0%; 0,2% dan 0,5% dengan tambahan zat pengisi dekstrin 15%. Kadam et al., (2012) dalam pembuatan

8 17 bubuk tomat menggunakan metode pengeringan pembusaan menggunakan zat pembusa putih telur (0%, 0,5%, 1%,1,5%, dan 2%),CMC (0%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, dan 1%) dan susu (0%, 3%, 5%, 7% dan 9%). Qadri dan Srivastava (2014) menggunakan putih telur dengan konsentrasi 10% dalam pembuatan bubuk tomat dengan pengeringan pembusaan berbantu oven gelombang mikro. Putih telur banyak menjadi pilihan dalam pengeringan pembusaan karena dapat membentuk lapisan berupa gelembung udara yang dapat melindungi komponen penting seperti nutrisi pada bahan selama mengalami kontak dengan udara panas selama pengeringan selain itu harga putih telur relatif murah dan mudah didapatkan (Kamsiati, 2006). 2.5 Pemanasan Gelombang Mikro Gelombang mikro merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dengan panjang gelombang 1 mm hingga 1 m dengan frekuensi yang sesuai antara 300 MHz dan 300 GHz (Thostenson, 1999). Pemanasan gelombang mikro mengacu pada penggunaan gelombang elektromagnetik frekuensi tertentu untuk menghasilkan panas dalam bahan. Pemanfaatan energi gelombang mikro dapat mengurangi biaya, eknomis, dan kompetitif untuk diimplementasikan ke dalam sistem industri (Silaghi, 2009). Pemanasan gelombang mikro memiliki sejumlah keunggulan kuatitatif dan kualiatif dibandingkan pemaasan konvensional. Keuntungan utama adalah tempat dimana panas yang dihasilkan berasal dari produk itu sendiri, karena itu pengaruh konduktivitas panas atau perpindahan panas koefisien tidak memainkan peranan penting. Bahan yang berukuran lebih besar dapat dipanaskan dalam waktu yang lebih singkat dengan distribusi suhu yang merata. Pemanasan gelombang mikro disebabkan kemampuan bahan untuk menyerap energi gelombang mikro dan mengubahnya menjadi panas. Pemanasan gelombang mikro pada bahan terutama terjadi karena mekanisme dipolar atau ionik. Kelembaban air menyebabkan pemanasan dielektrik karena sifat dipol air. Medan listrik akan berisolasi pada molekul air, molekul dipolar terpolarisasi secara permanen mencoba untuk mengubah kembali ke arah medan listrik, karena frekuensi tinggi medan listrik, penyesuaian ini terjadi pada satu juta kali per detik

9 18 menyebabkan gesekan internal molekul yang mengakibatkan pemanasan volumetrik material (Chandrasekaran et al., 2013). Gelombang mikro memiliki kemampuan untuk menembus dan menghasilkan panas volumetrik dalam bahan, karena interaksi dalam medan listrik dengan molekul air maka akan meningkatkan tekanan uap air sehingga terjadi penguapan air. Penguapan air menyebabkan terjadinya penurunan kadar air pada bahan pangan. Penurunan kadar air menggunakan pemanasan gelombang mikro disebabkan karena adanya beberapa tahapan yang terjadi, yang pertama adalah penguapan yang lemah dan tahap selanjutnya adalah penguapan intensif (Arballo et al., 2012) Prinsip Kerja Oven Gelombang Mikro Gelombang mikro terdiri dari tiga komponen yaitu sumber gelombang mikro, jaringan transmisi, dan aplikator. Daya pada oven gelombang mikro dihidupkan oleh energi listrik yang tersalur ke dalam oven gelombang mikro yang dapat menghidupkan magnetron. Sumber gelombang mikro menghasilkan radiasi elektromagnetik, jalur transmisi mengantarkan energi elektromagentik dari sumber aplikator ke aplikator, dan aplikator akan mengaplikasikan energi yang akan diserap atau dipantulkan oleh bahan (Thostenson, 1999). Sumber gelombang mikro yang paling banyak digunakan adalah magnetron (Vollmer, 2004). Prinsip kerja magnetron secara sederhana yaitu mengkonversi tenaga listrik biasa dari stopkontak menjadi gelombang radio yang sangat singkat (sekitar 4 inchi dari puncak) dengan frekuensi sekitar 2450 MHz. Frekuensi tersebut akan menghasilkan energi yang mudah diserap oleh air, lemak dan gula, sehingga menghasilkan getaran yang sangat cepat dan suhu tinggi, untuk menghasilkan beberapa tingkatan energi pada gelombang mikro digunakan power level (Food Safety and Inspection Service, 2011). Komponen utama pada oven gelombang mikro dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Widianarko, dkk. (2000), magnetron menghasilkan gelombang mikro di dalam oven yang akan disalurkan oleh wave guide. Wave guide ini berfungsi untuk menyalurkan gelombang mikro agar mengarah ke ruang oven. Namun sebelum masuk ke dalam ruang oven, gelombang mikro ini masuk ke dalam

10 19 stirrer yang berupa kipas yang berfungsi menyebarkan gelombang mikro ke dalam ruang oven. Gambar 4. Komponen Utama Gelombang Mikro (Tull, 1987) Gelombang mikro yang bekerja secara sinusoidal kemudian akan memantul pada dinding di dalam ruang oven dan tertuju kepada bahan yang sedang di olah. Gelombang mikro ini beriknteraksi sebanyak 4,9 juta kali dalam setiap detik dengan gerakan bolak balik. Gerakan bolak balik tersebut yang menyebabkan terjadinya agitasi partikel air dalam bahan yang menimbulkan gesekan antara yang membuat tekanan parsial di dalam bahan meningkat. Partikel air tersebut akan berpindah ke tekanan parsial yang tinggi di dalam bahan ke tekanan parsial rendah di luar bahan. Air keluar dari bahan secara tidak langsung akan menguap dengan bantuan gelombang mikro dan membuat bahan di dalam ruang oven tersebut menjadi kering. Lampu halogen yang terdapat pada bagian atas (langit-langit oven) dan bawah (lantai oven) dan meja putar di dalam oven gelombang mikro berfungsi untuk meningkatkan keseragaman pemanasan pada bahan dalam arah radial. Keseragaman pemanasan bervariasi di seluruh sumbu rotasi karena ada perubahan dalam radiasi elektromagnetik sepanjang sumbu. Kontur suhu makanan yang berputar lebih merata dibandingkan dengan makanan yang tidak berputar (Chandrasekaran et al., 2013). Energi yang dihasilkan oleh sumber gelombang mikro akan diaplikasikan pada bahan aplikator, oleh sebab itu desain dari aplikator sangat penting (Thotenson, 1999). Aplikator yang paling umum digunakan adalah rongga

11 20 multimode, yang pada dasarnya adalah sebuah kotak besar, setidaknya satu dimensi lebih besar dari ruang bebas panjang gelombang radiasi (122 mm pada 2450 MHz). Gelombang mikro memasuki rongga multimode mengalami beberapa refleksi untuk membentuk pola gelombang yang diatur oleh dimensi rongga dan sifat beban Aplikasi Pemanasan Menggunakan Gelombang Mikro Proses pemanasan gelombang mikro yang cepat menyebabkan belum tercapaianya proses browning sehingga perubahan warna pada bahan kecil. Gelombang mikro selain digunakan untuk thawing, pasterisasi, dan sterilisasi, juga digunakan dalam pembakaran, memasak, pengasapan, pengeringan, pengeringan pembekuan, dan tempering (Mathavi, 2013). Gelombang mikro biasanya tidak menyebabkan reaksi maillard karena waktu memasak yang singkat dan suhu yang rendah (Puligundla, 2013). Pengeringan menggunakan gelombang mikro memiliki keuntungan yaitu untuk mencapai tingkat pengeringan dengan cepat dan meningkatkan kualitas beberapa produk. Dalam pengeringan menggunakan gelombang mikro karena volumetrik air yang dihasilkan di dalam gradien tekanan internal dikembangkan, maka air dipaksa untuk keluar sehingga penyusutan bahan makanan dapat dicegah. (Chandrasekaran et al., 2013) Daya Oven Gelombang Mikro Tobing (2004) mengemukakan bahwa daya yang diperlukan oven gelombang mikro berkisar antara 500 W 1000 W, semakin besar daya yang dimiliki semakin cepat pula bahan mengalami pengeringan. Daya awal ketika oven gelombang mikro dinyalakan sangat tinggi sekitar 1000 watt hingga 1450 watt. Pabrik akan memberikan tanda yang berbeda-beda untuk mengatur jumlah energi yang diperlukan. Pada oven gelombang mikro yang digunakan pada penelitian ini dengan merek Sharp R-222Y patokan yang digunakan jumlah energi adalah sebagai berikut: High untuk pemakaian energi 100% Medium high untuk pemakaian energi 75%

12 21 Medium untuk pemakaian energi 50% Medium low untuk pemakaian energi 30%, dan Low untuk pemakaian energi 10%. Daya memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan pengeringan. Semakin besar daya yang digunakan pada saat pengeringan suatu bahan, maka akan semakin cepat pula pengeringan berlangsung. Konsumsi daya akan berbanding lurus dengan konsumsi energi listrik yang digunakan Efisiensi Pengeringan Oven Gelombang Mikro Pengukuran efisiensi oven gelombang mikro bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif pengeringan tomat dengan menggunakan oven gelombang mikro. Perhitungan efisiensi oven gelombang mikro pada pengeringan ampas tomat serta campuran ampas tomat dan putih telur yaitu dengan membandingkan jumlah energi yang digunakan selama pengeringan dengan energi panas oven gelombang mikro. Menurut Singh dan Heldman (2009) panas yang dihasilkan pada oven gelombang mikro berasal dari energi oven gelombang mikro tersebut dan bahan dielektrik. Energi listrik yang digunakan pada pengeringan menggunakan oven gelombang mikro merupakan jumlah dari energi sensibel pada tomat dan energi sensibel air yang teruapkan dalam ampas tomat. Menurut Gaikwad (2016), nilai relative dielectric constant pada tomat merah dengan frekuensi 2450 MHz sebesar 58,07 dan nilai dielectric loss factor, ε, sebesar 11,83. Menurut Singh dan Heldman (2009), nilai loss tangent, tan δ, mengindikasikan seberapa baik bahan dapat ditembus oleh medan listrik dan bagaimana bahan dapat mendisipasi energi listrik menjadi panas. Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi pengeringan oven gelombang mikro dinyatakan dalam Persamaan (15). 2.6 Bubuk Tomat Kering Tomat termasuk ke dalam sayuran yang tingkat produksinya cukup tinggi di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2019), produksi tomat nasional sebesar ton pada tahun Tingkat produksi tomat pada saat panen raya

13 22 sangat tinggi namun kebutuhan tomat yang tidak sebanding dengan hasil produksi membuat harga tomat di tingkat petani menurun drastis hingga dibeberapa wilayah para petani membuang tomat cuma-cuma karena tidak laku dipasaran. Konsumsi tomat dalam bentuk segar menjadi pilihan utama, namun kondisi tomat sebagai tanaman semusim tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi segar. Kondisi tomat segar yang perishable dan mudah mengalami kerusakan setelah panen menyebabkan tomat mengalami kehilangan sebesar 40% - 50% setelah panen setiap tahunnya (Abdulmalik et al., 2014). Surplus tomat setiap tahunnya mendorong berbagai pihak terutama pemerintah dan industri untuk dapat menyerap tomat hasil produksi petani dan menambah rantai produksi yang dapat mengolah tomat menjadi berbagai macam produk olahan seperti pasta dan bubuk tomat sebagai bumbu dapur, masker wajah maupun produk olahan lainnya. Kecenderungan masyarakat terhadap produk instan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mengembangkan produk olahan alternatif, seperti bubuk tomat, dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau sehingga membuka kemungkinan pula untuk dapat dijual dipasar internasional. Bubuk tomat dapat diproduksi menggunakan beberapa metode diantaranya adalah dengan menggunakan spray dryer, tunnel dryer, refractance window dan pengeringan pembusaan. Bubuk tomat yang banyak dijual dipasaran internasional menurut Foodchem International Corporation (2015) memiliki warna jingga hingga jingga kemerahan, memiliki aroma khas tomat, memiliki kadar air maksimal 7% dan kadar abu maksimal 3% serta terbebas dari benda asing, E.coli, salmonella dan listeria. Pengeringan tomat segar hingga menjadi bubuk tomat kering diharapkan dapat memepertahankan kandungan gizi dan khasiat dari tomat itu sendiri. Pengolahan bubuk tomat diharapkan pula dapat memperpanjang umur simpan tomat sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan tomat pada saat bukan musimnya serta dapat mempermudah dalam proses penyimpanan dan transportasi sehingga nilai jual tomat dapat terjaga untuk jangka waktu yang lebih lama. Kegunaan bubuk tomat salah satunya dapat dijadikan sebagai masker wajah. Menurut Cahyono (2008), masker wajah yang terbuat dari tomat mengandung zat pengikat vitamin C yang dapat mencegah perkembangan bakteri sehingga jerawat

14 23 tidak akan meradang. Masker bubuk tomat yang beredar di pasaran salah satunya adalah masker wajah bubuk tomat yang diproduksi oleh Mustika Ratu. Kandungan vitamin C pada masker berasal dari ekstrak bubuk tomat, sehingga masker wajah dari bubuk tomat ini kaya akan antioksidan. Manfaat lain dari masker wajah bubuk tomat ini adalah dapat menjadikan kulit kusam menjadi lebih segar. 2.7 Proses Pengolahan Bubuk Tomat Kering Proses Persiapan Bahan Menurut Qadri dan Srivastava (2014), dalam pengeringan tomat menggunakan pengeringan pembusaan berbantu oven gelombang mikro ini terdiri dari beberapa tahapan persiapan bahan diantaranya adalah: 1. Sortasi Sortasi merupakan kegiatan untuk memisahkan tomat segar dengan tomat yang dalam keadaan yang tidak segar serta mengalami kerusakan secara fisiologis maupun mekanis. Tomat yang dipilih dalam tahap sortasi adalah tomat segar dengan lingkar permukaan cm, hal ini dimaksudkan agar tomat yang digunakan seragam serta memiliki warna dominan merah. 2. Pencucian Potensi tercemarnya tomat dengan kontaminan-kontaminan seperti bahan kimia, mikroba selama di kebun menyebabkan proses pencucian ini sangat diperlukan. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan tanah dan bahan asing lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan konsumen. 3. Blansing dan penghilangan kulit Blansing bertujuan untuk menginaktifasi enzim, melunakkan jaringan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan, sehingga diperoleh mutu produk yang dikeringkan, dikalengkan dan dibekukan dengan kualitas yang baik (Muchtadi dkk, 2010). Menurut Witi (1990), proses blansing dapat memberikan peningkatan permeabilitas sel pada bahan hasil pertanian yang akan mempercepat

15 24 proses penguapan air dari bahan sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Proses blansing yang digunakan pada penelitian ini adalah blansing rebus. Blansing rebus ini, selain dapat mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan juga dapat mempermudah proses penghilangan kulit tomat karena pengaruh proses blansing yang dapat melunturkan jaringan. 4. Pengirisan dan pemisahan biji Bubuk tomat yang berwarna jingga hingga jingga kemerahan merupakan salah satu kriteria yang menjadi syarat mutu bubuk tomat yang layak dijual dipasaran, selain itu warna yang bersih merupakan daya tarik tersendiri bagi konsumen, sehingga perlu adanya pemisahan biji dari tomat segar yang akan diproses. Tomat segar yang bebas dari kulit diiris melintang untuk memudahkan pemisahan biji. Bubuk tomat yang dihasilkan akan mengandung bintik-bintik hitam dan tidak menarik apabila biji tidak dipisahkan. Tomat kembali diiris untuk memudahkan tomat masuk ke dalam pengejus setelah tomat bebas dari kulit dan biji. 5. Pengejusan Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk menghancurkan jaringan tomat sehingga didapatkan ampas dengan tekstur yang halus dan memperluas permukaan bahan agar proses selanjutnya berlangsung efektif. Menurut Kartasapoetra (1994), semakin luas permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan bahan yang dapat berhubungan dengan medium pemanas, sehingga massa air dari pusat bahan dapat dengan mudah bermigrasi ke permukaan bahan lalu menguap keluar dari bahan dan pengeringan berlangsung lebih cepat. Ampas yang dihasilkan dari proses pengejusan merupakan bahan utama yang akan digunakan untuk penelitian ini. 6. Pasteurisasi Ampas tomat yang telah digiling dipasteurisasi pada suhu 65ºC selama 30 menit (Qadri dan Srivastava, 2014). Menurut Yuyun dan Gunarsa (2011), pasteurisasi merupakan proses pemanasan bahan makanan pada

16 25 suhu 60ºC-72ºC selama 30 menit. Tujuan dari pasteurisasi adalah untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit namun bakteri lain yang tahan panas akan tetap hidup sehingga setelah proses pasteurisasi bahan harus disimpan dalam suhu beku (T = -16ºC) Mekanisme Pengeringan Tomat dengan Pengeringan Pembusaan Berbantu Oven Gelombang Mikro Tomat dijus hingga dihasilkan ampas, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses pegeringan lalu ditambahkan dengan busa putih telur berkonsentrasi 15% kemudian dikocok dengan menggunakan mixer lalu dituangkan ke dalam plastik anti panas untuk memudahkan dalam melepaskan lapisan tomat kering yang terbentuk. Penambahan zat pembusa berupa putih telur dalam pengeringan pembusaan bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga kontak perpindahan massa membesar. Kontak perpindahan massa membesar dikarenakan bahan yang akan dikeringkan telah berubah bentuk sebagian menjadi busa, akibatnya kontak dengan udara pengering menjadi besar sehingga perpindahan massa air (yang akan diuapkan) menjadi besar dan proses pengeringan menjadi lebih cepat. Selama proses pengeringan, laju pengeringan dihitung dengan menimbang bahan pada menit kelima dilanjutkan dengan penimbangan pada setiap selang 1 menit. Pengeringan dilakukan hingga mencapai kadar air 7% (bk). Setelah didapatkan lapisan tomat kering, maka dilanjutkan dengan proses penggilingan hingga terbentuk bubuk tomat, lalu dilakukan pengayakan menggunakan ayakan Tyler dengan mesh 50 untuk menyeragamkan ukuran butiran bubuk tomat. 2.8 Syarat Mutu Bubuk Tomat Bubuk tomat kering belum memiliki standar mutu nasional, maka standar yang digunakan sebagai acuan adalah syarat mutu bubuk tomat kering yang digunakan dalam industri pangan sayuran kering khususnya bubuk tomat kering yang secara luas digunakan sebagai suplemen nutrisi. Standar bubuk tomat ini didasarkan pada standar HACCP dan ISO serta terbukti aman untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Syarat mutu bubuk tomat tersebut terinci dalam

17 26 Tabel 2. Pada Gambar 4 diperlihatkan wujud dari bubuk tomat yang beredar dipasaran yang memiliki standar sesuai dengan syarat mutu bubuk tomat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Bubuk Tomat Komponen Standar Wujud Bubuk,tidak lengket Warna Jingga hingga jingga kemerahan Rasa/Aroma Aroma khas tomat, bebas dari aroma lainnya Kadar Air Maksimal 7,0% Kadar Abu Maksimal 3,0% Benda Asing Tidak ada Sumber : Foodchem International Corporation, 2015 Gambar 5. Bubuk Tomat (Foodchem International Corporation, 2015)

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah yang semakin meningkat dapat berdampak negatif terhadap. cara mengolah sampah menjadi ekstrak.

BAB I PENDAHULUAN. sampah yang semakin meningkat dapat berdampak negatif terhadap. cara mengolah sampah menjadi ekstrak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan gaya hidup yang semakin moderen sangat mempengaruhi terhadap volume sampah. Jumlah sampah yang semakin meningkat dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya

I PENDAHULUAN. perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara agaris yang memiliki iklim tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Hampir

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli negara tropika yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di berbagai daerah dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT C.Sri.Budiyati dan Kristinah Haryani Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok.

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok. Talok atau Muntingia calabura

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat merupakan salah satu jenis sayuran buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tomat banyak dibudidayakan dan produktivitasnya tinggi. Menurut Anonim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, 1500 si vitamin A, 0,6 mg vitamin B, 40 mg vitamin C, 5 mg

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, 1500 si vitamin A, 0,6 mg vitamin B, 40 mg vitamin C, 5 mg 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan sayuran populer di Indonesia. Tomat mengandung komponen nutrisi terutama kaya akan vitamin dan mineral. Dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP FOOD SCIENCE AND TECHNOLOGY AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY 2011 THE OUTLINE PENDAHULUAN PENGGARAMAN REFERENCES 2 METODE

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8. PENGERINGAN DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan sumber penting dalam pemenuhan kebutuhan vitamin dan juga karbohidrat bagi tubuh. Buah memiliki rasa yang unik dan juga mengandung kalori yang rendah.

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. proses pengolahannya permen terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu

PENDAHULUAN. proses pengolahannya permen terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu PENDAHULUAN Latar Belakang Permen (candy) atau kembang gula adalah salah satu makanan ringan yang terbuat dari gula ataupun pemanis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya dan sangat digemari

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan akan serat dan vitamin dalam jumlah yang memadai. Buahbuahan memegang peranan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin Hasil untuk sampel dengan maltodekstrin 3% yang dipasteurisasi, rendemen dari berat jambu awal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan. PENDAHULUAN Latar Belakang Puding termasuk makanan pencucimulut (dessert) yang biasanya diolah dari bahan dasar agar-agar yang berasal dari rumput laut. Proses pembuatan puding dapat dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk hortikultura seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masyarakat masih sedikit memanfaatkan labu kuning sebagai bahan pangan. Hal ini disebabkan masyarakat masih belum mengetahui kandungan gizi yang terdapat

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o. dan enzim menurun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga didukung dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga didukung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi dikembangkan untuk agroindustri dan menjadi komoditas ekspor unggulan

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Meningkatnya kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada kesehatan seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar mengingat banyaknya kasus gizi buruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi air kelapa dengan bakteri asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN Souvia Rahimah Jatinangor, 5 November 2009 Pengertian PENGERTIAN UMUM : PROSES PENGURANGAN AIR DARI SUATU BAHAN SAMPAI TINGKAT KEKERINGAN TERTENTU. Penerapan panas dalam

Lebih terperinci