HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN 2002-2012 DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI"

Transkripsi

1 TESIS HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm 3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR YUNETI OCTAVIANUS NYOKO PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

2 TESIS HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm 3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR YUNETI OCTAVIANUS NYOKO NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

3 HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm 3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana YUNETI OCTAVIANUS NYOKO NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii

4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 6 JUNI 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.dr.D.N. Wirawan, MPH dr.a.a.sagung Sawitri, MPH NIP NIP Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.dr.D.N.Wirawan, MPH Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP NIP iii

5 PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 2 Juni 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 1450/UN14.4/HK/2014 Ketua : Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH Anggota : 1. dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH 2. Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD 3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA(K) 4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si iv

6 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Nama : Yuneti Octavianus Nyoko NIM : Program Studi Judul Tesis : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat : Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal Pasien HIV/AIDS Saat Mulai Terapi ARV Tahun dengan Peningkatan CD4 Lebih dari 350 cell/mm 3 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmuah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor 17, Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Denpasar, Yuneti Octavianus Nyoko v

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat memyeselesaikan tesis yang berjudul Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal Pasien HIV/AIDS Saat Mulai Terapi ARV Tahun dengan Peningkatan CD4 Lebih dari 350 cell/mm 3 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai pembimbing I yang telah penuh perhatian telah memberi dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesarbesarnya pula penulis sampaikan kepada Ibu dr.anak Agung Sagung Sawitri, MPH sebagai pembimbing II yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. I Ketut Suatika, SpPD(KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Ibu Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku ketua PS MIKM UNUD. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sekretariat PS MIKM UNUD, Kordinator Peminatan Epidemiologi Lapangan PS MIKM UNUD dan semua para dosen dan staf PS MIKM UNUD. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis ini, yaitu Ibu Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD, Bapak Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA(K) dan Ibu Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si yang telah memberikan masukan dan koreksi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur Klinik Amerta, Yayasan vi

8 Kerti Praja Bali Bapak Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian di tempat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tim Kirby Institute, University of New South Wales, Sydney, Australia yang telah memberikan bimbingan dan bantuan finansial sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru, mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada penulis untuk menyelesailan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada kita semua. Denpasar, Yuneti Octavianus Nyoko vii

9 ABSTRAK HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm 3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR Tujuan terapi antiretroviral (ARV) adalah untuk menekan perkembangan replikasi HIV ketingkat yang tidak terdeteksi, mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi morbiditas serta mortalitas terkait HIV. Keberhasilan terapi ARV pada pasien di Indonesia dipantau dengan peningkatan CD4. Telah terdapat beberapa penelitian tentang peningkatan CD4 namun, masih adanya perbedaan hasil penelitian dan masih terbatasnya penelitian di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi peningkatan CD4 sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan terapi ARV. Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal dengan melakukan analisis data sekunder secara retrospektif pada kohort pasien HIV/AIDS yang mendapat terapi ARV Tahun di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja (YKP) Denpasar. Klinik Amerta YKP adalah salah satu lembaga nirlaba yang melakukan sejumlah program mengenai HIV/AIDS. Sampel penelitian ini adalah semua pasien berumur >15 tahun dengan CD4 saat memulai terapi ARV 350 cells/mm 3 dan minimal mempunyai satu kali hasil tes follow up CD4. Variabel yang dianalisis adalah kondisi medis awal pasien yaitu jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO dan faktor eksternal yaitu pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV. Semua variabel merupakan kondisi pasien pada saat memulai terapi ARV. Kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 adalah CD4 ketika pasien mencapai CD4 >350 cells/mm 3 selama periode penelitian, CD4 ketika pasien meninggal sebelum mencapai CD4 >350 cells/mm 3 atau CD4 pasien pada kunjungan terakhir (untuk pasien yang tidak mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm 3,lost to follow up, dan pindah selama periode penelitian). Analisis data menggunakan metode Kaplan Meier dan Cox proportional hazard model. 311 pasien dianalisis dan 46,0% pasien mengalami kenaikan CD4 >350 cells/mm 3. Incidence rate kegagalan kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 adalah per 1000 person years. Median time kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 adalah 1.4 tahun (IQR= ). Pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 >200 cell/mm 3 mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan pasien yang memulai terapi dengan CD4 <100 cell/mm 3 (HR=3.83;95%CI= ;p=<0.01). Pasien dengan faktor risiko terlular HIV melalui heteroseksual dan homoseksual saat mulai terapi ARV mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 viii

10 dibandingkan pasien IDU (HR=1.85;95%CI= ;p=<0.001) dan (HR=1.94;95%CI= ;p=<0.001). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam tatalaksana terapi dan dapat dipakai sebagai bukti tambahan untuk memperluas atau meningkatkan inisiasi dini terapi ARV di Indonesia serta meningkatkan perhatian yang lebih mendalam pada pasien IDU saat melakukan terapi ARV. Kata Kunci : Terapi ARV, Longitudinal, Retrosprektif Kohort study, Peningkatan CD4. ix

11 ABSTRACT THE CORELATION OF BASELINE MEDICAL CONDITION AND EKSTERNAL FACTOR OF HIV/AIDS PATIENTS WHEN STARTING RECEIVING ARV TREATMENT YEARS WITH INCREASING CD4 MORE THAN 350 cells/mm 3 IN CLINIC AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR The goal of antiretroviral therapy is to suppress HIV replication progression to undetectable levels, restore and maintain the immune system to improve the quality of life, reduce morbidity and mortality associated with HIV. The success of antiretroviral therapy in patients in Indonesia that monitored with increasing CD4. There have been several studies about increasing CD4 count however, the result was still contradictory and limited research about the predictore increasing CD4 in Indonesia. This study was aimed to identify predictore increasing CD4 so can improve the effectiveness of antiretroviral therapy. A longitudinal retrospective cohort study with analysis data secondary of patients HIV/AIDS who receive antiretroviral therapy in Clinic Amerta Year Kerti Praja Foundation (YKP) Denpasar. Clinic Amerta YKP is a nonprofit organization that has carried out a number program concering HIV/AIDS. The sample was all patients with age > 15 years, start of antiretroviral therapy with CD4 350 cells/mm3 and have at least one follow-up CD4 test results. Variables included in the analyses were medical condition patients: sex, age, level of HB, BB, CD4 count, types of IO and external factors: education, employment, risk factors for HIV infection, supervisor taking medication at the start of antiretroviral therapy. All variables are variables at baseline. Increasing CD4 >350 cell/mm 3 was defined as when patients achieved CD4 >350 cells/mm 3 during the study period, CD4 when patients die before reaching CD4 >350 cells/mm 3 or CD4 patients at the last visit (for patients who did not achieved an increase in CD4 >350 cells/mm 3, lost to follow-up, and moved away during study period). Data analysis was performed using the Kaplan-Meier method and Cox proportional hazards models. 311 patients were analyzed and 46.0 % of patients had increased CD4 >350 cells/mm 3. Median time to achieving CD4 > 350 cells/mm3 was 1.4 years (IQR= ). Incidence rate patients failed to achieving CD4 > 350 cells/mm 3 was per 1000 person years. In multivariate analysis patients that starting antiretroviral therapy with CD4 levels >200 cell/mm 3 most likely achieving CD4 >350 cell/mm 3 compared to patients that started therapy with a CD4 <100 cell/mm 3 (HR=3.83;95%CI= ;p=<0.01). Patients that reporting heterosexual and homosexual contact most likely achieving CD4 >350 cell/mm 3 x

12 compared to patients with a history of injecting drugs (HR=1.85;95%CI= ;p=<0.001) and (HR=1.94;95%CI= ;p=<0.001), respectively. The results can be used in therapeutic management of patients and can be used as additional evidence to expand or improve early initiation of antiretroviral therapy in Indonesia as well as increasing attention in patients IDU when ARV therapy. Keywords : ARV therapy, Longitudinal, Retrosprektif Cohort Study, Increasing CD4 count. xi

13 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kenaikan Jumlah CD Teori Klinis Imunologi Kepatuhan Minum Obat BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penentuan Sumber Data Populasi Sampel Penelitian xii

14 4.5. Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat Definisi Operasional Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan Cara Pengumpulan Data Tahap-Tahap Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Pasien Hasil Analisis Bivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm Hasil Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Variabel yang Tidak Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan Kadar CD4 >350 cell/mm Variabel yang Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan Kadar CD4 >350 cell/mm Keterbatasan Penelitian BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Masalah yang Dihadapi Pasien Odha Berdasarkan Teori Adaptasi Roy Tabel 4.1. Perhitungan Sampel Penelitian Tabel 4.2. Definisi Operasional Tabel 5.1. Karakteristik Pasien HIV yang Menggunakan ARV di Klinik Amerta YKP Tahun Tabel 5.2. Analisis Bivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm Tabel 5.3. Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm xiv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Konsep Faktor yang Mempengaruhi Kenaikan CD Gambar 5.1. Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Median Time Kenaikan CD4 >350 cells/mm Gambar 5.2. Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Jumlah Pasien yang Berisiko Mengalami Kenaikan CD4 >350 cells/mm xv

17 DAFTAR SINGKATAN AIDS : Acquired Immunodeficiency Sindrom ARV : Antiretroviral BB : Berat Badan CD4 : Cluster of Differentiation 4 HB : Hemoglobin HBV : Hepatitis B Virus HCV : Hepatitis C Virus HIV : Human Immunodeficiency Virus HTLV-III : Human T cell Lymphotropic Virus III IDU : Injecting Drugs Use IO : Infeksi Oportunistik LAV : Lymphadenopathy Associated Virus Odha : Orang dengan HIV/AIDS PMO : Pengawas Minum Obat PS : Pekerja Seks VCT : Voluntary Counseling and Testing YKP : Yayasan Kerti Praja RNA : Ribonucleic Acid (Asam Ribonukleat) IMS : Infeksi Menular Seksual CST : Care Support Treatment xvi

18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Formulir Pengumpulan Data 2. Output STATA 3. Ethical Clearance dari Litbang FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar 4. Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Provinsi Bali 5. Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Kota Denpasar xvii

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan sejak tahun 1981 dan telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat di seluruh dunia yang tidak hanya mengakibatkan kerugian di bidang kesehatan tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan demografi (UNAIDS, 2013). HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom) yang merupakan sekumpulan gejala abnormalitas imunologis dan klinis yang diakibatkan oleh HIV (Price, 1992). HIV ditularkan melalui kontak seksual, melalui transfusi darah yang terkontaminasi dan pemakaian bersama jarum suntik/idu (injecting drugs use) serta dari ibu yang positif HIV kepada bayinya selama masa kehamilan dan perinatal (Kemenkes RI, 2011). Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan UNAIDS (2013) sampai akhir tahun 2012 sebanyak 35.3 juta orang dimana angka ini meningkat dibandingkan tahun 2001 yang dilaporkan sebanyak 29.4 juta orang. Peningkatan odha berkaitan dengan menurunnya kasus infeksi baru dan jumlah kematian akibat AIDS yang merupakan dampak dari terapi ARV pada beberapa tahun terakhir. Jumlah kasus infeksi HIV baru (new HIV infections sampai akhir 2012 dilaporkan sebanyak 2.3 juta orang dimana angka ini 33% menurun dibandingkan tahun 2001 yaitu 3.4 juta orang. Sub-Sahara Afrika merupakan wilayah dengan 1

20 2 kasus infeksi HIV baru (new HIV infections) yang paling tinggi yaitu mencapai 70% dari total kasus new HIV infections yang terjadi di dunia. Kawasan Asia dan Pasifik menduduki urutan kedua di dunia dengan kasus new HIV infections setelah Sub-Sahara dengan kasus new HIV infections. Angka kematian oleh AIDS juga diperkirakan menurun menjadi 1.6 juta pada tahun 2012 dari 2.3 juta orang pada tahun Kasus AIDS pertama kali yang dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987 yaitu seorang wisatawan asing yang sedang berlibur dan meningggal di Bali (Mansjoer, 2001). Berdasarkan laporan Kemenkes RI (2013), secara kumulatif sejak tahun 1987 sampai Desember 2013 kasus yang dilaporkan sebanyak kasus HIV dan kasus AIDS yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi kasus AIDS secara nasional adalah per penduduk. Dari segi jumlah kasus yang dilaporkan, Provinsi Bali dengan kasus HIV: dan AIDS: kasus menduduki urutan kelima setelah Papua (HIV: dan AIDS: kasus), Jawa Timur (HIV: dan AIDS: kasus), DKI Jakarta (HIV: dan AIDS: kasus) dan Jawa Barat (HIV: dan AIDS: kasus). Di Bali, dari sekian kasus yang dilaporkan sebanyak 4483 odha pernah terapi ARV dimana 2729 kasus masih mengikuti terapi ARV, 898 loss to follow up, 535 meninggal, 308 dirujuk keluar dan 13 diketahui menghentikan terapi ARV. Persentase kasus HIV/AIDS berdasarkan kabupaten di Bali yaitu Kabupaten Denpasar (40,7%), Buleleng (18,3%), Badung (14,4%), Gianyar (6,8%), Tabanan (6,1%), Jembrana (5,2%), Karangasem (3,2%), Klungkung (2,4%), Bangli (1,9%) dan 1% terlapor berasal dari provinsi lain melakukan tes di Bali. Berdasarkan umur, paling banyak terjadi.

21 3 pada usia produktif (20-40 tahun) yaitu 75,0%. Kasus terbanyak terjadi pada lakilaki (63,9%) dibandingkan dengan perempuan (36,1%). Persentase faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS yaitu kelompok heteroseksual (78,2%), IDU (9,5%), homoseksual (4,6%), perinatal (3,0%), biseksual (0,3%), tato (0,0%) dan 4,3 % yang tidak diketahui (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Klinik Amerta, Yayasan Kerti Praja (YKP) merupakan salah satu dari klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Provinsi Bali yang merupakan lembaga nirlaba yang didirikan pada tahun 1992 dimana memiliki tujuan untuk melakukan penelitian, memberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang komprehensif bagi masyarakat lokal di Bali. YKP telah melakukan sejumlah program mengenai HIV & AIDS, pencegahan serta terapi IMS, seperti melakukan penjangkauan, memberikan layanan klinik untuk masyarakat yang berisiko, memberikan terapi ARV dan pemantauan CD4. Sampai 11 Januari 2014 YKP telah melayani terapi ARV untuk 787 pasien, dimana 52,99% masih mengikuti ART, 19,3% telah pindah, 17,28% berhenti terapi, dan 10,67% telah meninggal (YKP, 2014). Rekam medik di YKP relatif lebih mungkin untuk diekstraksi dibandingkan dengan tempat pelayanan VCT dan terapi ARV yang ada di Denpasar. Tujuan terapi ARV adalah untuk menekan perkembangan replikasi HIV yaitu RNA HIV ke tingkat yang tidak terdeteksi (<50 cell/ml), mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi morbiditas serta mortalitas terkait HIV (Hoy et al., 2009). Berdasarkan pedoman nasional tatalaksana klinis HIV dan terapi ARV pada orang dewasa tahun 2007

22 4 terapi ARV dimulai apabila odha mempunyai CD4 200 cell/mm 3 atau pasien dengan stadium klinis 3 atau 4 berapapun jumlah CD4. Pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya bertujuan untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum (Kemenkes RI, 2011). Cluster of differentiation (CD) adalah sebutan untuk T cell yang diklasifikasikan berdasarkan glikoprotein dipermukaannya. CD yang paling banyak adalah CD4 dan CD8. T cell merupakan bagian yang penting dalam imunitas seluler. T cell tidak berkontribusi terhadap produksi antibodi tetapi berinteraksi lebih langsung dengan antigen. T cell secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu T helper cell (TH) dan T cytotoxic cell (TC). TH masuk kedalam jenis CD4 dan TC kedalam jenis CD8 (Tortora et al., 2010). CD4 merupakan target utama dari virus HIV, sel ini dapat ditemukan di berbagai jaringan sehingga menyebabkan kelainan multisistem dengan gejala dan tanda klinis yang bervariasi (Abuzaitoun et al., 2000). Pada orang sehat jumlah CD4 normal adalah 800 sampai 1000 cell/mm 3 (Tortora et al., 2010). Pada tahun 2011, pedoman ini mengalami perubahan, dimana terapi ARV pada odha dimulai ketika odha mempunyai CD4 350 cell/mm 3 terlepas ada tidaknya gejala klinis atau odha dengan stadium klinis 3 atau 4 berapapun jumlah CD4 (Kemenkes RI, 2011). Hal ini didasarkan pada faktor klinis bahwa pengobatan dini menyebabkan peningkatan jumlah CD4 lebih cepat. Penelitian oleh Mariam (2010) menyatakan jika pasien dapat mempertahankan jumlah CD4 di atas 500 cell/mm 3 selama lebih dari lima tahun kemampuan mereka untuk bertahan hidup adalah hampir sama dengan mereka yang tidak terinfeksi dengan HIV. Pedoman mengenai pemberian terapi ARV terus mengalami pembaharuan. Pada tahun 2013 dikeluarkan surat

23 5 edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada bagian III (Upaya, Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) point 4 disebutkan bahwa inisiasi dini terapi ARV tanpa melihat nilai CD4 dapat diberikan kepada mereka yang positif HIV yaitu ibu hamil, pasien koinfeksi TB, Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), pasien koinfeksi Hepatitis B dan C, Pekerja Seks Perempuan (PSP), Pengguna Narkoba Suntik (Penasun), odha yang pasangan tetapnya masih memiliki status HIV negatif dan tidak menggunakan kondom secara konsisten. Setelah terapi ARV dimulai, kegagalan terapi dapat didefinisikan berdasarkan kriteria klinis, imunologis maupun virologis. Pada tempat dimana tidak tersedia sarana pemeriksaan CD4 dan atau viral load, maka diagnosis kegagalan terapi menurut gejala klinis dapat dilakukan. Pada tempat yang mempunyai sarana pemeriksaan CD4 dan atau viral load, maka diagnosis kegagalan terapi ditegakkan dengan panduan pemeriksaan CD4 dan atau viral load setelah pada pemeriksaan fisik dijumpai tampilan gejala klinis yang mengarah pada kegagalan terapi. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia, dimana sarana dan prasarana tidak memadai, pemantauan klinis dan pemeriksaan CD4 lebih mungkin dilakukan untuk memantau keberhasilan pengobatan karena kendala biaya pemeriksaan viral load yang mahal. Indikator kegagalan terapi dengan menggunakan pengukuran CD4 dapat dilihat dari beberapa hal yaitu jumlah CD4 pasien kembali pada nilai awal CD4 sebelum terapi atau nilai CD4 lebih rendah daripada awal terapi ARV atau CD4 menurun 50% dari nilai

24 6 tertinggi yang pernah dicapai selama terapi atau pasien tidak pernah mencapai jumlah CD4 >100 sel/mm 3 (WHO, 2010). Berbagai penelitian menyatakan kenaikan CD4 sebagai respon tubuh terhadap terapi ARV tergantung pada jumlah viral load dan CD4 awal. Pasien dengan CD4 yang lebih tinggi pada awal pengobatan ARV memiliki respon peningkatan jumlah CD4 yang baik. Studi yang dilakukan Viard et al. (2001) menyatakan semakin tinggi jumlah CD4 odha ketika memulai terapi ARV semakin tinggi kenaikan jumlah CD4 yang mereka diperoleh, hal ini sejalan dengan penelitian oleh Boris et al. (2012) yang menyatakan pasien yang memulai terapi dengan jumlah CD4 <50 cell/mm 3 berisiko empat kali tidak mencapai CD4 >200 cell/mm 3 dan berisiko dua kali tidak mencapai CD4 >500 cell/mm 3 dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi dengan CD4 >50 cell/mm 3. Garcia et al. (2004) juga meyatakan pasien yang memulai terapi ARV dengan CD4 <500 cell/mm 3 lebih cepat meningkat CD4-nya dibandingkan memulai terapi <200 cell/mm 3. Penelitian lain Gandhi et al. (2006) menyatakan faktor karakteristik mempengaruhi kenaikan CD4 dimana pasien yang memulai terapi ARV pada umur lebih muda mengalami peningkatan CD4 yang lebih tinggi dibandingkan yang usianya lebih tua. Dilaporkan juga bahwa jenis kelamin mempengaruhi peningkatan CD4, dimana perempuan mempunyai peningkatan CD4 yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dilain pihak ada penelitian yang melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dan berat badan pada saat mulai terapi dengan peningkatan CD4 (Diego et al., 2008), jenis kelamin dan faktor risiko terinfeksi HIV pada saat mulai terapi dengan peningkatan CD4 (Garcia et al., 2004), anemia

25 7 pada saat mulai terapi dengan peningkatan CD4 (Muzah at al., 2012). Penelititian lain yang dilakukan dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Indonesia melaporkan bahwa variabel umur, infeksi oportunistik, CD4 awal dan obat IO tidak menunjukkan hubungan dengan kenaikan CD4 (Mariam, 2010). Adanya perbedaan hasil penelitian yang ditemukan baik yang dilakukan di luar negeri maupun di Indonesia, serta masih terbatasnya penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kenaikan CD4 di Indonesia khususnya di Bali sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor yang berhubungan dengan kenaikan CD4 pada odha yang melakukan terapi ARV di Bali. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh penentu kebijakan tentang tata laksana pengobatan pasien sehingga meningkatkan efektivitas pelaksanaan terapi ARV Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV Tahun di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar seperti diuraikan dibawah ini Bagaimana kondisi awal dan faktor eksternal pasien? Berapa median waktu kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 pasien? Berapa incidence rate kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 pasien? Berapa jumlah pasien yang mempunyai kesempatan mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm 3 setiap tahun?

26 Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara umur saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara kadar hemoglobin saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara berat badan saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara kadar CD4 saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara jenis infeksi oportunistik saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara bekerja saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3? Apakah ada hubungan antara adanya pengawas minum obat dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3?

27 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kondisi medis awal dan faktor eksternal pada pasien HIV/AIDS saat mulai melakukan terapi ARV Tahun di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV Tahun di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar untuk mengetahui hal seperti diuraikan dibawah ini Kondisi awal dan faktor eksternal pasien Median waktu kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 pasien Incidece rate kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 pasien Jumlah pasien yang mempunyai kesempatan mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm 3 setiap tahun Hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara umur saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara kadar hemoglobin saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan anatar berat badan saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3

28 Hubungan antara kadar CD4 saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara jenis infeksi oportunistik saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara bekerja saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Hubungan antara adanya pengawas minum obat dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Manfaat Penelitian Praktis 1. Memberikan informasi klinis tentang tata laksana pengobatan pasien 2. Memberi informasi untuk pemegang kebijakan dalam membuat kebijakan terkait terapi ARV Teoritis Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor yang berhubungan dengan kenaikan CD4.

29 BAB II KAJIAN PUSTAKA Tujuan terapi ARV adalah untuk menekan perkembangan replikasi HIV yaitu RNA HIV ke tingkat yang tidak terdeteksi (<50 cell/ml), mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV (Hoy et al., 2009). Kegagalan terapi pada pasien dapat dilihat setelah setidaknya pasien melakukan terapi ARV selama 6 bulan yang dapat didefinisikan secara klinis dengan melihat perkembangan penyakit (kegagalan secara klinis), secara virologis dengan mengukur viral load atau secara imunologis dengan penghitungan CD4. Kegagalan secara klinis dilihat berdasarkan indikasi terjadinya atau kambuhnya kondisi klinis WHO stadium 4. Kondisi ini harus dibedakan dari kondisi terjadinya immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS). Beberapa kondisi klinis WHO stadium 3 misalnya TB paru, infeksi bakteri berat bisa merupakan indikasi dari kegagalan terapi. Kegagalan imunologis dilihat berdasarkan jumlah CD4, dimana CD4 pasien kembali/lebih rendah daripada awal terapi ARV atau CD4 menurun 50% dari nilai tertinggi yang pernah dicapai selama terapi atau jumlah CD4 tidak pernah mencapai >100 cell/mm 3. Kegagalan virologis dilihat berdasarkan jumlah viral load >5.000 copies/ml (WHO, 2010) Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kenaikan Jumlah CD4 Penelitian terkait faktor yang mempengaruhi CD4 telah dilakukan di luar negeri dan beberapa telah dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut 11

30 12 menemukan berbagai hasil. Ada faktor yang ditemukan oleh peneliti berpengaruhterhadap kenaikan CD4, namun ada juga hasil penelitian yang menemukan hasil yang berbeda dengan penelitian yang lain. Berikut hasil analisis penelitian yang berkaitan dengan kenaikan CD4 1. Jenis Kelamin Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa jenis kelamin odha yang melakukan terapi ARV memiliki hubungan dengan peningkatan jumlah CD4. Beberapa studi menyatakan median jumlah CD4 lebih tinggi peningkatannya pada perempuan dibandingkan laki-laki. Seperti studi dari Gandhi et al. (2006), menunjukkan bahwa perempuan memiliki median jumlah CD4 yang meningkat sebesar 346 cell/mm 3 dibandingkan laki-laki dengan median jumlah CD4 yang meningkat hanya sebesar 282 cell/mm 3 (p=0.02) pada minggu ke 144 terapi. Studi oleh Wolber et al. (2007), juga menyatakan median jumlah CD4 dalam periode 2-5 tahun terapi ARV secara signifikan lebih tinggi meningkat pada perempuan dibandingkan laki-laki (p=0.001). Penelitian lain menemukan hasil yang berbeda, seperti penelitian oleh Diego et al. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin odha yang melakukan terapi ARV dengan rata-rata peningkatan jumlah CD4 (OR=0.8;95%CI= ;p=0.05). Penelitian Kaufmann et al. (2005) juga menunjukkan jenis kelamin perempuan tidak terkait dengan peningkatan CD4 >500 cell/mm 3 selama 5 tahun terapi ARV (OR=1.07). 2. Umur Banyak hasil penelitian yang mengatakan peningkatan umur berkaitan dengan pemulihan kekebalan. Umur yang lebih muda pada saat melakukan terapi

31 13 ARV mempunyai peningkatan CD4 yang lebih baik dibandingkan yang memulai terapi dengan umur yang lebih tua. Sebuah studi oleh Muzah et al. (2012) menemukan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan rendahnya peningkatan CD4 >200 cell/mm 3 (OR=1.02;p=0.028). Penelitian oleh Gandhi et al. (2006), juga menunjukkan bahwa odha yang yang memulai terapi pada usia 40 tahun (lebih muda) median jumlah CD4 meningkat sebesar 308 cell/mm 3 sedangkan pada umur yang lebih tua (>40 tahun) median jumlah CD4 meningkat lebih rendah yaitu sebesar 264 cell/mm 3 (p=0.03 pada minggu ke 144 terapi. Penelitian oleh Boris et al. (2012) juga menunjukkan bahwa pasien odha yang melakukan terapi ARV dengan umur 40 tahun (tua) lebih lambat mencapai CD4 >200 cell/mm 3 selama 12 bulan terapi ARV (OR=2.22;95%CI: ;p=0.001) dan lebih lambat mencapai CD4 500 cell/mm 3 selama 30 bulan terapi ARV (OR=2,83;95%CI: ;p=0,0057) dibandingkan yang berumur <40 tahun (lebih muda). Hasil yang sama juga ditemukan oleh Garcia et al. (2004), yang menunjukkan bahwa pasien yang memulai terapi ARV pada usia 40 tahun memiliki peningkatan yang rendah untuk mencapai CD4 >500 cell/mm 3 (RR=0.77;CI= ) dibandingkan yang berumur <40 tahun (lebih muda). Penelitian oleh Viard et al. (2001) juga menunjukkan bahwa, usia yang lebih tua, lebih lama untuk meningkatkan CD4 >200 cell/mm 3 (OR=0,6) dibandingkan yang berusia muda. Penelitian oleh Kaufmann et al. (2005) menemukan hasil yang berbeda yaitu usia yang lebih tua mempunyai hubungan yang sebaliknya mempengaruhi peningkatan jumlah CD4 >500 cell/mm 3 selama 5 tahun terapi ARV (OR=1,71). Penelitian lain yang menyatakan hal yang berbeda yaitu penelitian oleh Diego et

32 14 al. (2008) yang menyatakan umur tua ataupun muda tidak mempengaruhi peningkatan CD4 (OR=1.00). 3. Faktor risiko terinfeksi HIV Faktor risiko terinfeksi HIV yang dimaksud yaitu heteroseksual, homoseksual dan juga IDU. Pekerja seks mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena HIV karna pekerja seks mempunyai perilaku berganti-ganti pasangan baik secara heteroseksual, homoseksual dan kemungkinan pekerja seks juga merupakan pengguna IDU ataupun sebaliknya dimana, penggunan narkoba jarum suntik dapat menjadi pekerja seks untuk membeli narkotika yang akan digunakan. Persentase kasus HIV paling besar terjadi pada pasien dengan orientasi seks heteroseksual dibandingkan faktor risiko terinfeksi HIV yang lainya (Kemenkes RI, 2013). Pada awal epidemi HIV/AIDS banyak diidentifikasi pada laki-laki homoseksual namun, menurut Gayle and Hill (2001) yang dikutip oleh Laksana dan Dyah (2010) saat ini heteroseksual dan IDU merupakan penyebab utama penularan HIV/AIDS di Asia Tenggara, termasuk Indonesia meskipun menurut Liu et al. (2005) hal ini disebabkan oleh data tentang HIV/AIDS pada kelompok homoseksual sangat terbatas karena masyarakat masih mempunyai stigma yang tinggi terhadap kelompok ini. Faktor penularan HIV yang beragam diduga dapat berpengaruh terhadap kenaikan CD4, namun beberapa penelitian tidak menemukan hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS saat pasien melakukan terapi ARV dengan peningkatan CD4 seperti penelitian oleh Garcia et al. (2004) menemukan bahwa pasien yang memulai terapi dengan faktor risiko IDU tidak memiliki hubungan dengan peningkatan CD4 (p=0.58). Hal ini sama dengan penelitian Kaufmann et

33 15 al. (2005) yang menunjukkan bahwa jenis faktor risiko penularan HIV saat pasien melakukan terapi ARV tidak terkait dengan peningkatan CD4 >500 cell/mm 3 selama 5 tahun terapi ARV dimana homoseksual (OR=1.0), heteroseksual (OR=0.85), IDU (OR=0.74). Studi oleh Smith et al. (2004) juga menemukan bahwa kelompok risiko yaitu homoseksual tidak terkait dengan peningkatan jumlah CD4 (p=0.6). 4. Pendidikan Pendidikan seseorang diduga mempunyai hubungan dengan hasil pengobatan yang dilakukan seseorang. Berdasarkan penelitian Alvarez (2012) menemukan pendidikan yang rendah terkait dengan hasil akhir (peningkatan CD4) pada pasien yang melakukan pengobatan ARV. 5. Pekerjaan Pekerjaan diduga berpengaruh terhadap hasil terapi ARV pada pasien dengan HIV/AIDS karena dengan bekerja diduga mempengaruhi kepatuhan pasien minum obat. Kepatuhan odha minum obat ARV akan mempengaruhi keberhasilan terapi ARV yaitu menekan viral load sehingga CD4 mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2011). Namun penelitian oleh Ubra (2012) menyatakan penderita yang tidak bekerja mempunyai risiko tidak patuh minum obat ARV 0.08 kali dibandingkan yang bekerja (95%CI= ;p =0.003). 6. Pengawas Minum Obat (PMO) Pengawas minum obat merupakan program yang diadaptasi dari program pengawas minum obat di program DOTS TB. PMO merupakan orang yang mengingatkan pasien untuk selalu meminum obat ARV. PMO merupakan orang terdekat dengan pasien seperti keluarga maupun petugas kesehatan. Variabel ini

34 16 belum pernah diteliti sebagai faktor yang mempengaruhi kenaikan CD4 pada pasien odha yang melakukan terapi ARV, namun pengawas minum obat diduga dapat berpengaruh terhadap terapi ARV pada odha karena dengan adanya PMO, pasien diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat secara teratur sesuai anjuran yang diberikan sehingga dengan keteraturan dan ketepatan minum obat dapat mempengaruhi fakmokologi dan farmokinetik pasien yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penurunan viral load (Nursalam, 2009). 7. Kadar CD4 pada awal pengobatan Kadar CD4 sel yang rendah pada awal odha melakukan terapi ARV dikaitkan dengan rendahnya peningkatan CD4. Sebuah studi oleh Boris et al. (2012) yang dilakukan si Afrika selatan selama 7 tahun menunjukkan bahwa orang dengan jumlah CD4 di bawah 50 cell/mm 3 mempunyai risiko empat kali untuk tidak mengalami peningkatan CD4 >200 cell/mm 3 (OR=4,12;95%CI: ;p<0,0001) dan berisiko dua kali tidak mengalami peningkatan CD4 >500 cell/mm 3 (OR=2,06; 95%CI: ; p=0,0294 ) selama masa terapi 12 dan 30 bulan. Studi tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan di Swiss selama 5 tahun (Kaufmann et al., 2005) menunjukkan bahwa jumlah CD4 yang rendah pada awal terapi ARV berhubungan dengan peningkatan CD4 >500 cell/mm 3 pada saat terapi ARV selama 5 tahun (OR=0.37; 95%CI= ; p<0.01). Beberapa penelitian yang bertolak belakang yaitu penelitian yang dilakukan di Johannesburg selama 13 bulan oleh Muzah et al. (2012) menemukan bahwa memulai terapi ARV dengan CD4 yang tinggi yaitu 200 cell/mm 3 justru mengakibatkan rendahnya peningkatan CD4 (OR=3,02;95%CI=2,08-4,38

35 18 ;p<0,001). Studi yang dilakukan Smith et al. (2004) di London selama 24 bulan juga menemukan bahwa memulai terapi ARV dengan CD4 yang tinggi (>200 cell/mm 3 ) berhubungan dengan rendahnya peningkatan jumlah CD4 yang lebih besar pada 3 bulan pertama terapi ARV (p=0.006). Muzah mengatakan hal ini dapat disebabkan karena dengan memulai terapi ARV pada jumlah CD4 yang tinggi akan membatasi peningkatan CD4 ke jumlah CD4 yang lebih tinggi lagi. Smith juga menjelaskan bahwa meskipun hasil penelitiannya signifikan secara statistik namun hasil penelitiannya ini mempunyai skala efek yang kecil sehingga implikasinya secara klinis mungkin akan terbatas. 8. Berat Badan Faktor lain yang diduga memiliki hubungan dengan peningkatan CD4 adalah berat badan. Studi oleh Diego et al. (2008) menemukan bahwa berat badan yang rendah pada awal terapi berhubungan dengan penurunan jumlah CD4 (OR=0.96;95%CI= ). Penelitian yang dilakukan Ghate (2000) juga menemukan rendahnya berat badan pada pasien yang melakukan pengobatan ARV sangat prediktif terhadap jumlah CD4 yang rendah. 9. Kadar Hemoglobin Pada pasien HIV/AIDS, anemia adalah kelainan hematologi yang biasa ditemui dan yang juga memiliki dampak signifikan pada hasil klinis dan kualitas hidup. Sebuah studi oleh Muzah et al. (2012) menemukan pasien dengan anemia sedang ( g/dl ) pada awal pengobatan berhubungan dengan rendahnya peningkatan CD4 mencapai >200 cell/mm 3 (OR=2.30;95%CI= ;p=0.007). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Balperio dan Rhew (2004) yang menyatakan anemia telah terbukti menjadi prediktor yang

36 19 signifikan dari rendahnya peningkatan CD4 pada odha yang melakukan terapi ARV. 10. Infeksi Oportunistik Menurut Ghate (2000) yang melakukan penelitian di India mengatakan adanya infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya jumlah CD4 pada pasien yang mendapat ARV. Penelitian yang dilakukan Bonnet et al. (2005) juga menemukan infeksi oportunistik mempunyai hubungan dengan rendahnya peningkatan CD4 dibandingkan yang tidak mempunyai infeksi oportunistik (p=0.004). Tuberkulosis juga merupakan salah satu infeksi oportunistik. TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada odha (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan laporan Kemenkes dari jumlah kasus AIDS kumulatif sejak April 1987 sampai Maret 2013 yaitu sebanyak kasus AIDS, TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak (30,9%). Adanya koinfeksi TB-HIV merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terapi ARV pada odha. Sebuah penelitian oleh Kassa et al. (2012) menyatakan pasien HIV+TB+ mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan jumlah CD4 (r=0,76;p=0,006). Di Indonesia sebuah penelitian juga menyatakan terdapat korelasi yang cukup antara jumlah CD4 dengan jenis TB pada pasien TB-HIV di Indonesia dengan r=0,353; p=0,000 (Fredy dkk., 2012) Teori Klinis Imunologi Pada umumnya penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama, namun dari fakta klinis sewaktu pasien kontrol ke rumah sakit

37 20 menunjukkan ada perbedaan respons imunitas (CD4). Perbedaan respon imunitas tersebut menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruh CD4. Beberapa ahli menyampaikan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status imunitas seseorang Faktor yang mempengaruhi imunulogi berdasarkan ahli biomedis Dalam buku Imunologi dan Virologi oleh Radji (2010) yang di kutip oleh Sielma (2012) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem imun yaitu : a. Keturunan Genetis sangat berpengaruh terhadap sistem imun, hal ini dapat dibuktikan dangan suatu penelitian yang dibuktikan bahwa pasangan anak kembar homo zigot lebih rentan terhadap suatu alergi dibandingkan dengan pasangan anak kembar yang hetero zigot. Hal ini membuktikan bahwa faktor hereditas mempengaruhi sistem imun. b. Umur Umur juga mempengaruhi sistem imun, pada saat usia balita dan anak-anak sistem imun seseorang belum matang. Sistem imun akan menjadi matang di usia dewasa dan akan menurun kembali saat usia lanjut. c. Jenis Kelamin Pada saat sebelum masa reproduksi, sistem imun lelaki dan perempuan adalah sama, tetapi ketika sudah memasuki masa reproduksi, sistem imun antara keduanya sangatlah berbeda. Hal ini disebabkan mulai adanya beberapa hormon yang muncul. Pada wanita telah diproduksi hormon estrogen yang mempengaruhi sintesis IgG dan IgA menjadi lebih banyak (meningkat). Peningkatan produksi IgG dan IgA menyebabkan wanita lebih kebal terhadap infeksi. Sedangkan pada pria telah diproduksi hormon androgen yang bersifat imuno supresan sehingga

38 21 memperkecil risiko penyakit auto imun tetapi tidak membuat lebih kebal terhadap infeksi. Oleh karenanya, wanita lebih banyak terserang penyakit auto imun dan pria lebih sering terserang penyakit infeksi. d. Olahraga berlebihan Olahraga berlebihan bisa membakar lebih banyak oksigen dalam tubuh. Pembakaran yang berlebihan menghasilkan radikal bebas yang menyerang sel sistem kekebalan tubuh dan menurunkan jumlahnya. e. Tidur Studi yang dilakukan oleh Michael Irwin dari Universitas California menunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan perubahan dalam jaringan sitokin yaitu jaringan yang memepengaruhi produksi imun dalam tubuh Teori Adaptasi Roy Teori Adaptasi Roy menjelaskan stres juga mempengaruhi respon sistem imun, namun sebelum terjadi stres terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stres terutama pada odha yang pada akhirnya mempengaruhi respon sistem imun. Teori ini dikembangkan oleh Roy seorang master keperawatan dan PhD Sosiologi dan temannya Dorothy E. Johnson pada tahun Teori ini menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh dimana dalam memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan yang kompleks, sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi untuk memelihara integritas diri terhadap keadaan rentan sehat sakit dari keadaan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan teori ini, seseorang yang terkena sakit secara otomatis dirinya akan melakukan adaptasi terhadap penyakit tersebut. Proses adaptasi ini dipengaruhi

39 22 oleh 4 faktor penting yaitu dari segi manusia, psikologi, keperawatan dan lingkungan. Pada saat proses adaptasi seseorang akan mengalami masa proses belajar dimana proses membentuk persepsi, belajar serta membentuk suatu keputusan terhadap penyakit tersebut apa menerima atau tidak. Seseorang yang tidak bisa melewati proses adaptasi terhadap keadaan yang dialaminya maka akan mengalami stress yang kemudian akan mempengaruhi tingkat kesembuhan yang dapat dilihat dari respon sitem imunnya (Nursalam, 2009). Pada pasien yang didiagnosis dengan HIV/AIDS juga pasti akan mengalami masalah-masalah terkait penyakit tersebut. Masalah-masalah tersebut jika dikelompokkan berdasarkan teori Adaptasi Roy yaitu: Tabel 2.1. Masalah yang dihadapi pasien odha berdasarkan Teori Adaptasi Roy Manusia Psikologi Keperawatan Lingkungan 1. Penurunan CD4 2. IO sistem penapasan (batuk kronis, ISPA, TB, pneumonia) sistem pencernaan (BB turun, diare kronis, malabsorbsi) sistem persyarafan (neuralgia) sistem integuamen (herpes, alergi, dll) Perasaan tak berdaya/putus asa Respon psikologis: Denial sampai depresi Tenaga kesehatan Treatment Regiment Perasaan minder dan tak berguna dimasyarakat Interaksi sosial Seperti perasaan terisolasi/ditolak Dukungan masyarakat sekitar yang mempengaruhi pasien seperti perasaan memerlukan pertolongan orang lain dan distress spiritual stigma Masalah-masalah tersebut mempengaruhi proses adaptasi yang dimana dalam proses tersebut pasien akan belajar untuk proses belajar untuk mengatur persepsi dan keputusannya terhadap penyakit HIV/AIDS yang dideritanya. Seorang pada saat

40 23 didiagnosis AIDS pasti mempunyai gejala fisik yang jelas seperti penurunan CD4 maupun terdapat penyakit infeksi oportunistik yang dideritanya. Pada saat pasien didiagnosis dengan keadaan seperti ini maka pasien tersebut secara otomatis akan melakukan proses adaptasi terhadap penyakit itu, namun apabila dalam proses belajarnya, pasien tersebut tidak bisa menerima keadaan tersebut (non-adiktif) maka akan mengakibatkan tingkat stres meningkat. Pasien juga akan dihadapkan dengan masalah psikologis seperti perasaan tak berdaya/putus asa, penolakan tehadap penyakit tersebut yang berlanjut sampai depresi yang apabila pasien tidak bisa beradaptasi dengan keadaan ini maka akan stres yang ditandai dengan menolak, marah, depresi, dan keinginan untuk mati (Nursalam, 2009). Masalah lain yang juga dihadapi odha yaitu masalah dari tenaga kesehatan serta treatment yang rasakan oleh pasien. Pasien yang merasa tidak nyaman dan tidak bisa beradaptasi dengan perawatan yang diterima baik itu dari obat yang diminum maupun petugas yang memberikan pengobatan terhadap dirinya bisa menimbulkan stress yang tinggi pada pasien tersebut. Odha juga dihadapkan dengan masalah lingkungan sosial dimana odha membutuhkan dukungan dari keluarga maupun dari lingkungan sekitarnya. Keluarga yang tidak mendukung atau tidak bisa menerima keluarganya odha akan berpengaruh pada tingkat stres pasien termasuk lingkungan yang tidak bisa menerima odha dilingkungan tersebut. Pasien yang merasa ditolak akan menjadi stres. Stres memberi dampak secara keseluruhan pada individu yang juga berpengaruh respons imun (Rasmun, 2004). Dalam lingkungan masyarakat, penderita HIV cenderung dihakimi secara negatif, bahkan sering diikuti dengan tindakan diskriminasi terhadapnya (misalnya cenderung menjauhinya, bahkan bisa dipecat dari pekerjaannya). Diskriminasi tentu saja akan mengurangi kesempatan hidup yang lebih baik (life chance). Oleh karena

41 24 itu penderita bisa sangat menderita secara sosial, budaya, dan psikologis yang juga berpengaruh pada kesehatannya. Pasien yang dapat melakukan adaptasi diri terhadap masalah-masalah yang ada, seperti kondisi fisik yang berbeda dengan orang sehat bisa diterima oleh pasien, pasien bisa menerima dirinya terkena penyakit AIDS, pasien yang merasa nyaman selama perawatan seperti lingkungan perawatan yang terapeutik, sikap perawat yang penuh dengan perhatian, serta dapat beradaptasi dengan obat-obatan HIV/AIDS yang harus diminum setiap hari serta adanya dukungan sosial keluarga, akan mempengaruhi sikap adaptif (mengurangi stress) pasien yang tentunya akan mempengaruhi respon imun (Nursalam, 2009). Dapat dikatakan adanya dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu, hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan stress (Nurbani, 2009). Stres dikaitkan dengan respon imun karena jika pasien adaptif (stres berkurang), maka akan dapat memodulasi respon imun. Pada kekebalan seluler, T- cell (CD4) yang masih belum terinfeksi HIV dipicu untuk menghasilkan Il-2 reseptor untuk mengaktivasi NK.cell (Natural Killing Cell); IFNχ yang berfungsi membunuh virus yang masuk (Ader, 1991); sistem kekebalan Humoral, IL.2 yang terbentuk mengaktivasi NK-cells; CTL; Ig-A, menghasilkan sel B membentuk sel plasma (anti virus), sehingga terjadi apoptosis/kerusakan sel yang terinfeksi HIV (Apasou dan Sitkorsy, 1999). Sebaliknya, jika pasien stress (mal-adaptif), maka akan meningkatkan kadar kortisol dalam darah, sehingga akan menghambat respon imun seluler & humoral. Apoptosis tidak terjadi, sehingga virus mengalami proliferasi, terjadi penyebaran yang cepat (Nursalam, 2009).

42 25 Pada konsep psikoneuroimunologi, stres psikologis akan berpengaruh pada hypotalamus, kemudian hypothalamus akan mempengaruhi hypofise sehingga hypofise akan mengekspresikan ACTH (adrenal cortico tropic hormone) yang akhirnya dapat mempengaruhi kelenjar adrenal, di mana kelenjar ini akan menghasilkan kortisol. Apabila stres yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah banyak sehingga dapat menekan sistem imun (Clancy, 1998). Adanya penekanan sistem imun inilah nampaknya akan berakibat pada penghambatan proses penyembuhan. Sehingga memerlukan waktu perawatan yang lebih lama dan bahkan akan mempercepat terjadinya komplikasikomplikasi selama perawatan (Nursalam, 2007) Kepatuhan Minum Obat Pada saat memulai terapi ARV, kepatuhan diakui sebagai faktor penting dalam keberhasilan terapi pada odha, dimana terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat dengan supresi virus HIV, menurunkan resistensi, peningkatan jumlah CD4, meningkatkan harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup (Vujovic dan Anna, 2009). Informasi yang diberikan mengenai penyakit HIV dan aturan khusus dalam menggunakan obat yang diberikan pada pasien yang akan memulai terapi ARV harus dipahami dan dimengerti pasien. Kejelasan tentang pentingnya kepatuhan meminum obat ARV adalah sangat penting. Kepatuhan minum obat berhubungan dengan karakteristik pasien, aturan dan dukungan yang kuat dari keluarga pasien. Sebuah penelitian kohort selama lima tahun mengenai kepatuhan odha dalam terapi ARV yang dilakukan di Amerika Serikat (The Multicentre AIDS Cohort Study and the Women s Interagency HIV Study) pada wanita dan laki-laki Afrika-Amerika

43 26 menemukan faktor yang mempengaruhi peningkatan kepatuhan pada laki-laki adalah peningkatan umur dan bertambahnya jumlah obat yang harus diminum, sedangkan pada wanita faktor yang mempengaruhi penurunan kepatuhan adalah komsumsi alkohol dan penggunaan narkoba (Vujovic dan Anna, 2009). Faktor lain yang mempengaruhi kurangnya kepatuhan yang juga perlu di teliti lebih mendalam adalah menderita penyakit lain, tingkat pendidikan yang rendah, umur (kurang penglihatan, lupa), kondisi psikis (depresi, kurang dukungan sosial baik dari keluarga maupun masyarakat, dimensia, psikosis), kurangnya pemahaman tentang konsekuensi buruk kepatuhan, kesulitan menerima pengobatan (sulit menelan obat, jadwal minum obat harian), aturan pakai yang rumit (frekwensi pemberian obat, persyaratan makanan), efek obat yang tidak diinginkan, dan pengobatan yang melelahkan (WHO, 2008).

44 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori di atas maka kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini yaitu: Respon sistem imun odha yang melakukan terapi ARV dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi medis awal dan faktor eksternal. Kondisi medis awal yang mempengaruhi peningkatan CD4 antara lain keturunan, jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, berat badan, kadar CD4 saat memulai terapi ARV dan infeksi oportunistik. Faktor-faktor ini mempengaruhi sistem tubuh yang lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi respon sistem imun dalam tubuh. Apabila faktor-faktor medis tersebut memberi pengaruh positif seperti adanya genetik yang baik, sistem imun yang telah matang, hormon dalam tubuh yang baik, kadar hemoglobin yang baik, berat badan dan kadar CD4 pada awal terapi ARV yang normal maka mempengaruhi sistem tubuh dengan baik juga dan akhirnya akan meningkatkan sistem imun. Apabila faktor-faktor tersebut memberi pengaruh negatif pada sistem tubuh maka respon sistem imun tidak akan mengalami peningkatan. Faktor eksternal juga mempengaruhi sistem imun dimana faktor eksternal ini yaitu faktor yang berasal dari luar yang juga mempengaruhi individu tersebut. Faktor eksternal yang mempengaruhi kenaikan CD4 pada odha antara lain pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, olaraga, psikologi odha, sikap perawat pada saat melakukan terapi, dan dukungan tenaga kesehatan serta 28

45 29 serta dukungan dari keluarga dengan adanya pengawas minum obat. Faktor-faktor ini mempengaruhi peningkatan CD4 secara tidak langsung, dimana bila faktorfaktor ini berpengaruh positif terhadap odha seperti adanya pendidikan yang baik, pekerjaan yang baik, odha tidak stres terhadap keadaannya, adanya dukungan baik dari tenaga kesehatan maupun keluarga, maka akan berdampak pada respon imun yang baik dalam hal ini yaitu peningkatan CD4. Faktor eksternal odha yang melakukan terapi ARV juga akan mempengaruhi kepatuhan minum obat. Pasien yang mempunyai faktor eksternal yang baik seperti kondisi psikologi yang baik (tidak depresi, adanya dukungan sosial baik dari keluarga maupun masyarakat) akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan yang baik. Odha yang melakukan terapi ARV dengan kepatuhan yang baik akan berdampak pada keberhasilan terapi yaitu penurunan viral load dan penurunan CD4.

46 Konsep Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu : Faktor Medis Keturunan Jenis Kelamin Umur Terapi ARV Kadar Hemoglobin Kepatuhan Berat Badan Kadar CD4 Penurunan Viral Load Infeksi Oportunistik Faktor Eksternal Pekerjaan Peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 ) Pendidikan Faktor risiko terinfeksi HIV Pendidikan Olahraga Psikologi Sikap perawat PMO Keterangan : = Ditel = Diteliti = Tidak Diteliti Gambar 3.2. Konsep Faktor yang Berhubungan dengan Peningkatan CD4

47 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV dari Tahun di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar seperti diuraikan dibawah ini Ada hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara umur saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara kadar hemoglobin saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara berat badan saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara kadar CD4 saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara jenis infeksi oportunistik saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara bekerja saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm Ada hubungan antara adanya pengawas minum obat dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm 3

48 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian logitudinal dengan melakukan analisis data sekunder secara retrospektif pada kohort pasien HIV/AIDS yang mendapat terapi ARV Tahun di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari rekam medis (RM) pasien Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitan Penelitian dilaksanakan di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja, Denpasar, Bali Waktu Penelitan Penelitan dilakukan pada bulan September 2013 Maret Ruang Lingkup Penelitian Bidang Epidemiologi Penyakit Infeksi Menular yang menganalisis penyakit HIV/AIDS 32

49 Penentuan Sumber Data Populasi dan Sampel Penelitian Populasi a) Populasi Target Semua pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV yang berada di Provinsi Bali. b) Populasi Studi Semua pasien HIV/AIDS di Provinsi Bali yang menjalani terapi ARV Tahun di Klinik Yayasan Kerti Praja Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi 1. Pasien HIV/AIDS yang sedang menjalani terapi ARV 2. Mulai pengobatan ARV dari tahun Berumur 15 tahun b. Kriteria Eksklusi 1. Pasien dengan CD4 saat mulai terapi ARV >350 cells/mm 3 2. Pasien yang hanya mempunyai 1 hasil tes CD4

50 Sampel Penelitian Sampel adalah populasi studi yang terpilih untuk menjadi subyek penelitian. Perhitungan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut : ( n p 1 1 / 2 2 p (1 p ( OR) p2 ( OR) p (1 p ) 2 ) ( p 1 1 p p (1 p ) 2 ) p (1 p )) Keterangan: n = besar sampel minimum Z1- /2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu P1 = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +) P2 = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -) Berdasarkan perhitungan rumus tersebut tersebut, dengan menggunakan α=5%, dan β=80%, P2=0,45. P2 berasal hasil survei kecil dengan menggunakan data YKP. Pada survei ini digunakan 20 sampel pasien dengan CD4 <100 cell/mm 3. P2 yaitu proporsi paparan pasien yang tidak didapat mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3. Berdasarkan angka tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperoleh dari OR hasil penelitian terdahulu yaitu :

51 35 Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Penelitian Nama Peneliti dan variabel Outcome OR P1 n1 2x n2 Boris et al. (2012) Umur CD4> CD4> Kadar CD4 CD4> CD4> Muzah al at. (2012) Anemia CD4> Untuk mengukur pengaruh variabel sampel minimal untuk penelitian ini yaitu 240 dengan asumsi 120 untuk kelompok yang mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 dan 120 untuk kelompok yang tidak mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3. Namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan total sampling dimana semua sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 311 akan ikut dianalisis. Semua sampel digunakan karena terdapat beberapa data pasien yang missing dan data missing tersebut bukan pada variabel yang sama pada setiap pasien, sehingga untuk tidak mengurangi kekuatan dari penelitian ini maka semua sampel digunakan Variabel Penelitan Variabel Bebas (Independen variabel) Jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO, pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV.

52 Variabel Terikat (Dependen variabel) Status peningkatan CD4 >350 cells/mm 3

53 Definisi Operasional Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Pengukuran Variabel Independen - Jenis 1= Laki-laki Kelamin 2=Perempuan Jenis kelamin pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data Skala Pengukuran Nominal Pengelompokan dalam Analisis 1= Laki-laki 2= Perempuan Skala Analisis Nominal - Umur Umur pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data Umur dalam tahun Interval Median, IQR 1=<30 tahun 2=30-39 tahun 3= 40 tahun Interval dan Ordinal berdasarkan nilai median - Hemoglobin Kadar hemoglobin pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari Formulir pengumpulan data Kadar hemoglobin Interval Median, IQR 1=<10 gr% 2= 10 gr% 3= Missing Interval dan Ordinal Pada penderita HIV/AIDS kadar hemoglobin

54 38 Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Skala Pengelompokan dalam Skala Analisis Pengukuran Pengukuran Analisis rekam medik 8,5-10,0 gr%=anemia ringan, >10 gr% =normal (WHO, 2004) - Berat Badan Berat badan pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data Berat badan dalam kg Interval Median, IQR 1=<50 kg 2=50-57 kg 3= 58 kg 4=Missing Interval dan Ordinal berdasarkan nilai median -Kadar CD4 Kadar CD4 pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data Jumlah CD4 Interval Median, IQR 1=<100 cells/mm 3 2= cells/mm 3 3= cells/mm 3 4= Missing Interval dan Ordinal Pada orang HIV/AIDS kadar CD4 <100=berpotensi mengancam hidup =parah >200=ringan (WHO,2004)

55 39 Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Pengukuran - Jenis Infeksi Jenis infeksi Formulir Jenis infeksi Oportunistik oportunistik pasien pengumpulan oportunistik saat mulai HIV/AIDS pada saat data pasien terapi ARV mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Skala Pengukuran Ordinal Pengelompokan dalam Analisis 1=Tidak ada 2=Lainnya 3=TB dan lainnya 4= Missing Skala Analisis Ordinal - Pendidikan Pendidikan terakhir pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data 0=Tidak lulus SD 1=SD 2=SMP 3=SMA 4=PT 5= Missing Ordinal 1= Tidak lulus SD dan SD 2=SMP 3=SMA dan PT 4= Missing Ordinal - Pekerjaan Pekerjaan pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data Jenis pekerjaan pasien Ordinal 1= Bekerja 2=Tidak bekerja Nominal - Faktor Risiko Faktor Risiko Formulir 0= IDU Ordinal 1=IDU Ordinal

56 40 Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Pengukuran Skala Pengukuran Terinfeksi HIV terinfeksi HIV pada pengumpulan 1=Heterosekual saat melakukan terapi data 2=Homosekual ARV yang bersumber 3=Biseksual dari rekam medik 4=Missing Pengelompokan dalam Analisis 2=Heteroseksual 3=Homosekual 4= Missing Skala Analisis -Pengawas minum obat Seseorang yang mengawasi dan mengingatkan pasien untuk meminum obar ARV yang bersumber dari rekam medik Formulir pengumpulan data 0= Tidak ada 1=Ada Nominal 1= Ada 2= Tidak Ada Nominal Variabel Dependen Event 1. CD4 ketika pasien mencapai CD4 >350 cells/mm 3 selama periode penelitian 2.CD4 ketika pasien meninggal sebelum mencapai CD4 >350 cells/mm 3 3. CD4 pasien pada Formulir pengumpulan data Jumlah CD4 Interval 0= 350 cell/ mm 3 1= >350 cell/ mm 3 Nominal

57 41 Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Pengukuran Skala Pengukuran kunjungan terakhir (untuk pasien yang tidak mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm 3,lost to follow up, dan pindah selama periode penelitian). * Missing merupakan data pasien yang tidak lengkap dalam catatan rekam medik. Pengelompokan dalam Analisis Skala Analisis

58 Instrumen Penelitan Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu formulir pengumpulan data yang sudah diuji coba untuk mengumpulkan data rekam medik yang dibutuhkan. Formulir tersebut berisi data dasar berupa kondisi medis awal dan faktor eksternal pasien yang diteliti termasuk tanggal mulai terapi dan pada saat jumlah CD4 meningkat Prosedur Penelitan Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien HIV-AIDS yang melakukan terapi ARV di klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Bali Tahun Data yang diambil yaitu data jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO, tingkat pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV termasuk tanggal mulai terapi dan pada saat jumlah CD4 meningkat Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berasal dari data rekam medik pasien yang di ekstrak ke dalam formulir pengumpulan data. Sebelum ekstraksi data, dilakukan permohonan perijinan kepada pihak-pihak yang terkait data-data yang dibutuhkan. Pertama permohonan ijin kepada Direktur Yayasan Kerti Praja untuk melakukan penelitian dan mengambil data di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja. Kemudian mengurus ijin penelitian di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dan mengurus Ethical Clearance di komisi etik Litbang FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

59 Tahap-Tahap Pengolahan Data a. Editing Data pasien dari rekam medik yang telah disalin ke formulir pengumpulan data dipindahkan ke komputer (Microsoft Excel). Pada saat pemindahan data ini akan dilakukan juga pemeriksaan data yaitu apabila data yang ditemukan tidak jelas atau kurang lengkap maka akan dilakukan pengecekan lagi pada rekam medis. Untuk menjaga kerahasiaan data pasien maka formulir pengumpulan data yang telah dipindahkan ke komputer disimpan di Yayasan Kerti Praja. b. Cleaning Data yang telah dimasukkan ke komputer dicek untuk dilakukan pembersihan data dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. c. Coding Data pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan dikategorikan untuk memudahkan analisis. d. Entering Data yang telah dikategorikan dalam Microsoft Excel, kemudian dibuatkan ke dalam format Stata. e. Tabulating Data dianalisis menggunakan Stata SE 12.1 dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi, grafik dan diinterpretasikan.

60 Teknik Analisis Data Analisis data menggunakan pendekatan kuatitatif yang meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat Analisis Univariat Pada analisis ini, data variabel jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO, tingkat pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV dianalisis secara deskriptif sehingga menghasilkan distribusi frekuensi, persentase, median, dan interquartil range. Hasil analisis disajikan dalam tabel serta diinterpretasikan. Survival analysis juga dilakukan pada tahap ini yaitu analisis untuk untuk melihat median time kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 dan incidence rate pasien yang tidak mencapai CD4 >350 cell/mm 3. Analisis Kaplan-Meier juga dilakukan dalam tahap ini untuk melihat jumlah pasien yang mempunyai kesempatan mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 setiap tahun. Hasil analisis ini sajikan berupa grafik Kaplan-Meier serta diinterpretasikan. Data missing akan menjadi sensor dalam analisis Kaplan-Meier ini Analisis Bivariat Pada analisis ini dilakukan analisis cox proportional hazard model untuk melihat kemaknaan variabel independen terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Pada analisis ini, akan diperoleh nilai HR, nilai p spesifik, dan nilai p untuk crude Hazard Ratio (HR) dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai HR digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel independen terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Bila HR >1 menunjukkan bahwa variabel

61 45 yang diteliti meningkatkan risiko peningkatan CD4 >350 cell/mm 3, bila HR <1 menunjukkan bahwa variabel yang diteliti menurunkan risiko peningkatan CD4 >350 cell/mm 3, bila HR=1 menunjukkan bahwa variabel yang diteliti tidak berhubungan terhadap peningkatan CD4 >350 cell/mm 3. Nilai p spesifik digunakan untuk melihat signifikansi setiap kelompok dalam variabel dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Nilai p untuk crude HR diperoleh dengan melakukan tes parm bila variabel independen berskala ordinal dengan 3 atau lebih katagori dan menggunakan test trend bila data berskala interval yang dikatogorikan menjadi dua atau lebih katagori. Nilai p untuk crude HR ini yang akan digunakan untuk melihat kemaknaan variabel independen terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Pada saat analisis untuk memperoleh p crude untuk HR, data pasien yang missing akan dikeluarkan dari model analisis sehingga data missing tidak mempengaruhi hasil analisis. Analisis di katakan signifikan bila p untuk crude HR < Analisis Multivariat Pada analisis ini dilakukan analisis cox proportional hazard model, dimana variabel yang mempunyai nilai p untuk crude HR <0.2 akan dianalisis secara bersama-sama untuk melihat variabel yang paling berhubungan terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Variabel-variabel akan dimasukkan kedalam satu model cox regression dengan menggunakan metode backward dimana satu persatu variabel yang tidak signifikan (p untuk crude HR >0.05) dikeluarkan. Nilai p untuk crude HR dalam analisis ini juga diperoleh dengan menggunakan test parm dan test trend.

62 46 Setelah diperoleh model akhir yaitu variabel yang signifikan berpengaruh terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm 3, variabel yang tidak signifikan dimasukkan lagi satu per satu ke dalam model tersebut untuk menguji kembali tingkat signifikansinya. Variabel yang signifikan adalah variabel yang mempunyai nilai p untuk crude HR <0.05 setelah semua tahap tersebut dengan tingkat kepercayaan 95%. Pada analisis ini akan diperoleh juga HR yang digunakan untuk melihat besarnya pengaruh terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm 3.

63 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Pasien Jumlah pasien yang tercatat menerima terapi ARV di Klinik Amerta YKP dari tahun 2002 sampai 2012 sebanyak 549 pasien. Dari jumlah pasien tersebut, 238 pasien (43,4%) tidak diikutkan dalam analisis karena memulai terapi dengan CD4 >350 cell/mm 3 dan atau hanya mempunyai satu hasil tes CD4. Jumlah pasien yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu 311 pasien, dimana 75,9% pasien masih melakukan terapi ARV, 16,8% pasien telah berhenti terapi ARV dan 7,4% pasien meninggal. Tabel 5.1 Karakteristik Pasien HIV yang Menggunakan ARV di Klinik Amerta YKP Tahun Karakteristik Pasien n (%) Jenis Kelamin Laki-laki 185 (59,5) Perempuan 126 (40,5) Umur <30 tahun 159 (51,1) tahun 111 (35,7) 40 tahun 41 (13,2) Median (IQR) 30 (27-35)* Pendidikan Tidak sekolah & SD 88 (28,3) SMP 64 (20,6) SMA & PT 159 (51,1) Pekerjaan Bekerja 226 (72,7) Tidak bekerja 85 (27.3) 47

64 48 Faktor Risiko Terinfeksi HIV IDU 87 (28,0) Heteroseksual 176 (56,6) Homoseksual 48 (15,4) Infeksi Oportunistik Tidak ada 263 (84,6) IO non TB 38 (12,2) TB & IO lain 10 (3,2) Pengawas Minum Obat Ada 242 (77,8) Tidak Ada 69 (22,2) Kadar CD4 <100 cell/mm3 148 (47,6) cell/mm3 80 (25,7) cell/mm3 83 (26,7) Median (IQR) 108 (32-203)* Berat Badan kg 97 (31,2) kg 100 (32,2) 58 kg 111 (35,7) Missing 3 (1,0) Median (IQR) 54 (48-60)* Kadar Hemoglobin <10 g/dl 26 (8,4) >10 g/dl 280 (90,0) Missing 5 (1,2) Median (IQR) 12,9 (11,7-14,2)* Outcome CD4 tidak meningkat ( 350 cell/mm 3 ) 168 (54,0) CD4 meningkat (>350 cell/mm 3 ) 143 (46,0) Total 311 (100) * median (Interquartil Range) Tabel 5.1 menunjukkan, dari total 311 pasien lebih banyak pasien berjenis kelamin laki-laki (59,5%) dan berusia produktif yaitu <30 tahun (51,1%). Pasien sebagian besar mempunyai pendidikan akhir SMA (51,1%), sebagian besar pasien bekerja (72,7%). Orientasi seks pasien sebagian besar adalah heteroseksual (56,6%). Pada saat memulai terapi ARV, sebagian pasien tidak mempunyai infeksi opurtunistik (84,6%) dan mempunyai pengawas minum obat (77,8%).

65 49 Pengawas minum obat (PMO) adalah seseorang yang mengingatkan pasien untuk meminum obat ARV. PMO bisa berasal dari keluarga maupun petugas dari YKP. Tabel 5.1 juga menunjukkan, sebagian besar pasien memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <100 cell/mm 3 (47,6%), berat badan 58 kg (35,7%) dan dengan kadar hemoglobin >10g/dl (90,0%). Hasil analisis menunjukkan sebanyak 46,0% pasien mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm Kaplan-Meier survival estimates CD4 tidak meningkat (<350 cell/mm 3 ) 0.75 Proportion of Participans CD4 meningkat (>350 cell/mm 3 ) analysis time Gambar 5.1 Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Median Time Kenaikan CD4 count >350 cells/mm 3 Hasil analisis Kaplan-Meier pada gambar 5.1 menunjukkan median time pasien untuk mencapai kadar CD4 >350 cells/mm 3 adalah 1.4 tahun (IQR= ). Incidence rate pasien yang tidak mencapai CD4 >350 cells/mm 3 berdasarkan hasil analis adalah per 1000 person years.

66 Kaplan-Meier failure estimate 0.75 Proportion of Participans Jumlah Pasien yang Berisiko Mengalami kenaikan CD Analysis Time Gambar 5.2 Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Jumlah Pasien yang Berisiko Mengalami Kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 Pada analisis Kaplan-Meier (Gambar 5.2) dapat dilihat jumlah pasien yang mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm 3 terus terjadi sejak tahun memulai terapi ARV yaitu 2002 sampai Namun, dari tahun 2008 sampai tahun 2010 persentase jumlah odha yang mengalami peningkatan CD4 mempunyai persentase sama setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasien yang berisiko mengalami kenaikan CD4 setiap tahunnya. Pada tahun 2004 jumlah pasien yang berisiko mengalami kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 berjumlah 154 pasien dari 311 pasien pada awal pengobatan. Artinya dari tahun pasien yang CD4 meningkat >350 cells/mm 3 berjumlah 157 pasien (50,5%). Pada tahun 2006 tersisa

67 51 65 pasien dari 154 pasien pada tahun 2004 yang belum mengalami peningkatan jumlah CD4 >350 cells/mm 3. Artinya dari tahun pasien yang CD4nya meningkat >350 cells/mm 3 berjumlah 89 pasien (57,85%). Pada tahun 2008 tersisa 14 pasien dari 65 pasien pada tahun 2006 yang belum mengalami peningkatan jumlah CD4 >350 cells/mm 3. Artinya dari tahun pasien yang CD4 meningkat >350 cells/mm 3 berjumlah 51 pasien (78,5%). Sejak tahun 2008 sampai batas periode penelitian, persentase jumlah pasien yang CD4 meningkat adalah sama. Dimana pada tahun 2010 tersisa 3 pasien dari 14 pasien pada tahun 2008 yang belum mengalami peningkatan jumlah CD4 >350 cells/mm 3. Artinya dari tahun pasien yang CD4 meningkat >350 cells/mm 3 berjumlah 11 pasien (78,6%) Hasil Analisis Bivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 Pada analisis bivariat, variabel dikelompokkan menjadi faktor medis dan faktor eksternal. Dari tabel 5.2 dapat dilihat variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 dari faktor medis adalah jenis kelamin, kadar CD4, kadar hemoglobin, dan dari faktor eksternal yaitu faktor risiko terinfeksi HIV.

68 52 Tabel 5.2 Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 Variabel >350 cell/mm 3 n= 143 (46,0 %) Hazard Ratio (95% CI) (n=311) P> z P> z Group Jenis Kelamin Laki-laki (n=185) 67 (36,2%) 1 (Ref) Perempuan (n=126) 76 (60,3%) 1.93 ( ) <0.001 Umur <30 tahun (n=159) 73 (46,0%) 1 (Ref) tahun (n=111) 52 (46,9%) 0.93 ( ) tahun (n=41) 18 (43,9%) 1.29 ( ) Kadar Hemoglobin <10 g/dl (n=26) 8 (30,8%) 1 (Ref) >10 g/dl (n=280) 132 (47,1%) 1.78 ( ) Missing 3 (60,0%) 2.72 ( ) Berat Badan kg (n=97) 47 (48,5%) 1 (Ref) kg (n=100) 45 (45,0%) 1.06 ( ) kg (n=111) 50 (45,0%) 1.30 ( ) Missing 1 (33,3%) 0.54 ( ) Kadar CD4 <100 cell/mm 3 (n=148) 47 (31,8%) 1 (Ref) cell/mm 3 (n=80) 35 (43,8%) 1.66 ( ) cell/mm 3 (n=83) 61 (73,5%) 4.38 ( ) <0.001 <0.001 Infeksi Oportunistik Tidak ada (n=263) 123 (46,8%) 1 (Ref) IO non TB (n=38) 16 (42,1%) 0.87 ( ) TB & IO lain (n=10) 4 (40,0%) 0.61 ( ) Tingkat Pendidikan Tidak bersekolah & SD (n=88) 39 (44,3%) 1 (Ref) SMP (n=64) 33 (51,6%) 0.94 ( ) SMA (n=159) 71 (44,7%) 0.87 ( ) Pekerjaan Bekerja (n=226) 102 (45,1%) 1 (Ref) Tidak bekerja (n=85) 41 (48,2%) 1.05 ( ) Faktor Risiko Terinfeksi HIV IDU (n=87) 31 (35,6%) 1 (Ref) Heteroseksual (n=176) 89 (50,5%) 2.25 ( ) <0.001 Homoseksual (n=48) 23 (47,9%) 2.80 ( ) < Pengawas Minum Obat Ada (n=242) 115 (47,5%) 1 (Ref) Tidak Ada (n=69) 28 (40,6%) 1.25 ( )

69 53 Hasil analisis diperoleh pasien wanita lebih mungkin mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan dengan laki-laki (HR=1.93;95%CI= ;p=<0.001). Pasien yang memulai terapi dengan kadar CD cell/mm 3 dan cell/mm 3 lebih mungkin CD4 meningkat >350 cell/mm 3 dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <100 cell/mm 3 dengan HR=1.66;95%CI= ;p=0.023 dan HR=4.38;95%CI= ;p=<0.01 untuk masing-masing katagori. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pasien heteroseksual dan homoseksual lebih mungkin mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan pasien IDU dengan HR=2.25;95%CI= ;p=<0.001 dan HR=2.80;95%CI= ;p=<0.001 untuk masing-masing katagori Hasil Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 Variabel yang dianalisis dalam analisis multivariat adalah variabel dengan nilai p<0.2 pada analisis univariat. Variabel umur juga ikut dimasukkan dalam analisis ini karena dianggap sebagai variabel penting yang mempengaruhi peningkatan CD4. Oleh karena itu, variabel yang dianalisis yaitu jenis kelamin, umur, kadar CD4, kadar hemoglobin, dan faktor risiko terinfeksi HIV.

70 54 Tabel 5.3 Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 Cell/mm 3 Variabel Hazard Ratio (95% CI) * P> z P> z Group Kadar CD4 <100 cell/mm 3 1 (Ref) cell/mm ( ) cell/mm ( ) <0.001 <0.001 Faktor Risiko Terinfeksi HIV IDU 1 (Ref) Heterosexual 1.85 ( ) Homosexual 1.94 ( ) *Multivariat analisis dilakukan dengan metode backward. Variabel yang dikeluarkan secara bertahap yaitu 1: hemoglobin, step 2 : jenis kelamin, and step 3: umur Pada analisis multivariat diperoleh kadar CD4 dan risiko terinfeksi HIV mempunyai hubungan yang signifikan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Analisis ini menunjukkan pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 >200 cell/mm 3 mempunyai hubungan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan pasien yang memulai terapi dengan CD4 <100 cell/mm 3 (HR=3.83;95%CI= ;p=<0.001) dan pasien yang memulai terapi ARV dengan faktor risiko heteroseksual dan homoseksual mempunyai hubungan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan pasien yang memulai terapi dengan status IDU (HR=1.85;95%CI= ;p=<0.001 dan HR=1.94;95%CI= ;p=<0.01).

71 BAB VI PEMBAHASAN Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan 46% pasien mengalami kenaikan CD4 >350 cells/mm 3. Hasil ini relatif rendah bila dibandingkan dengan hasil pengobatan di Swiss dimana keberhasilan kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 sekitar 83% (Kaufmann et al., 2005) dan 69% di Barcelona, Spanyol (Garcia et al., 2004). Incidence rate pasien yang gagal meningkatkan CD4 >350 cells/mm 3 pada penelitian ini diperoleh per 1000 person years. Hasil ini relatif tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian di Denmark yang menunjukkan incidence rate kegagalan pencapaian kenaikan CD4 adalah 4,2 per 1000 person years (Helleberg et al., 2013). Perbedaan ini bisa disebabkan adanya perbedaan karakteristik pasien di Indonesia dengan negara serta adanya perbedaan tingkat kepatuhan pasien minum obat di Indonesia dengan negara lain yang dapat menyebabkan masih rendahnya persentase pasien yang mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 namun, dalam penelitian ini tingkat kepatuhan pasien tidak diteliti karena keterbatasan data. Selain itu perbedaan pedoman penatalaksanaan pemberian terapi ARV dapat mempengaruhi perbedaan ini. Perbedaan ini dapat dilihat pedoman ART yang diterbitkan Kementrian Kesehatan pada tahun 2007 menyatakan pasien dengan CD4 >350 jangan memulai pengobatan sedangkan di negara-negara memulai terapi ARV dengan CD4 < 350/mm 3. Pada tahun 2011 pemberian terapi ARV dapat dimulai ketika odha mempunyai CD4 55

72 56 >350 cell/mm 3 dan pada tahun 2013, ARV dapat diberikan tanpa melihat CD4 kepada kelompok berisiko tinggi yang positif. Penelitian ini menunjukkan efektifitas terapi ARV di Indonesia masih harus ditingkatkan. Hasil penelitian ini juga menemukan median time kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 adalah 1.4 tahun (IQR= ). Hasil ini sama dengan penelitian yang membandingkan peningkatan CD4 pada pasien empat kelompok pasien berdasarkan kadar CD4 awal saat memulai terapi yaitu <200 cells/mm 3, cells/mm 3, cells/mm 3, and 500 cells/mm 3. Hasil penelitian tersebut menunjukkan semua kelompok mengalami peningkatan CD4 yang cepat pada tahun pertama melakukan terapi ARV (Garcia et al., 2004). Jangka waktu pemulihan CD4 dapat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien yang mempengaruhi penurunan jumlah viral load pasien. Pengaruh kepatuhan terhadap viral load pasien yang mendapat terapi ARV selama 6 bulan pernah dilakukan oleh Nieuwkerk et al. (2001) di Netherlands yang menunjukkan pasien yang tidak patuh selama masa dalam terapi ARV kurang bisa mencapai viral load undetectable dibandingkan pasien yang patuh (OR=4.0;95%CI= ). Pasien mempunyai kepatuhan yang baik pada tahun pertama melakukan terapi. Hal ini sesuai dengan penelitian cross sectional di Semarang yang menunjukkan pengobatan terapi ARV yang harus dilakukan seumur hidup menyebabkan rasa jenuh yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat (Fithria dkk. 2011).

73 Variabel yang Tidak Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 Dalam penelitian ini variabel kondisi medis awal yang tidak berhubungan signifikan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 adalah jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, berat badan, dan infeksi oportunistik. Variabel eksternal yang tidak berhubungan signifikan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 adalah pekerjaan, pendidikan dan PMO saat mulai terapi ARV. Beberapa penelitian menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan peningkatan CD4 dimana perempuan lebih mungkin mengalami peningkatan CD4 yang tinggi dibandingkan laki-laki (Gandhi et al., 2006; Wolbers et al., 2007). Dalam penelitian ini, analisis bivariat menunjukkan pasien wanita lebih mungkin mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan dengan laki-laki tetapi, variabel ini menjadi tidak signifikan pada analisis multivariat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan bahwa jenis kelamin baik lakilaki maupun perempuan tidak mempunyai hubungan dengan peningkatan CD4 (Smith et al., 2004; Kaufmann et al., 2005; Diego et al., 2008). Berdasarkan hasil analisis, umur tidak berhubungan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan memulai terapi pada umur yang tua berhubungan dengan kenaikan CD4 yang rendah (Kaufmann et al., 2005; Boris et al., 2012; Muzah et al., 2012). Namun, hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan tidak adanya hubungan antara umur (Smith et al., 2004; Diego et al., 2008;) terhadap kenaikan CD4.

74 58 Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan kadar hemoglobin dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Hasil penelitian ini bertentangan dengan sebuah penelitian longitudinal di Johannesburg (Muzah et al., 2012) serta penelitian oleh Balperio dan Rhew (2004) yang menyatakan pasien yang memulai terapi dengan anemia berhubungan dengan rendahnya peningkatan CD4. Dalam beberapa hasil penelitian menyatakan ada hubungan berat badan dengan kenaikan CD4, dimana berat badan yang rendah pada awal terapi berhubungan dengan penurunan jumlah CD4 (Ghate, 2000; Diego et al., 2008;). Dalam penelitian ini, hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara berat badan pasien dengan kenaikan CD4. TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak yang terjadi pada odha. Adanya koinfeksi HIV/TB merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terapi ARV pada odha seperti penelitian yang dilakukan oleh Kassa et al. (2012) dan Fredy dkk. (2012) menyatakan pasien HIV/TB mempunyai korelasi yang kuat dengan jumlah CD4. Pada penelitian ini sekitar 3,2% pasien memulai terapi dengan IO TB. Sedikitnya pasien yang memulai terapi dengan TB disebabkan di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja sebelum memulai terapi ARV, pasien dengan IO TB akan diobati terlebih dahulu TBnya. Pasien akan diberi ARV setelah IO TB sembuh. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan IO dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm 3. Hal ini berbeda dengan penelitian yang menyatakan memulai terapi dengan mempunyai infeksi opurtunistik (Ghate, 2000; Bonnet et al., 2002) mempunyai hubungan dengan rendahnya kenaikan CD4.

75 59 Variabel pekerjaan dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Sebuah penelitian oleh Ubra (2012) menyatakan seseorang yang tidak bekerja mempunyai risiko tidak patuh minum obat ARV dibandingkan yang bekerja. Dalam hal ini pekerjaan merupakan variabel tidak langsung terhadap kenaikan CD4 dimana pekerjaan mempengaruhi kepatuhan minum obat. Kepatuhan odha minum obat ARV akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan terapi ARV (Vujovic dan Anna, 2009; Kemenkes RI, 2011). Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan pendidikan pasien dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Alvarez (2012) yang mengatakan pendidikan yaitu pendidikan yang rendah mempunyai hubungan dengan hasil akhir (peningkatan CD4) pada pasien yang melakukan terapi. PMO pada odha diharapkan dapat membantu odha menjalani terapi ARV dengan patuh. Di Klinik Amerta PMO odha berasal dari keluarga dan sebagian besar adalah petugas lapangan Yayasan Kerti Praja. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara PMO dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3. Hasil analisis lebih detail antara faktor risiko terinfeksi HIV, ada tidaknya PMO terhadap peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 menunjukan adanya PMO pada kelompok IDU, heteroseksual PS maupun heteroseksual non PS, dan homoseksual tidak memberikan dampak pada peningkatan CD4 yang lebih baik. Walaupun secara deskiptif, pasien IDU yang mempunyai PMO menunjukkan peningkatan CD4 yang lebih baik dibandingkan yang tidak mempunyai PMO

76 60 namun, hasil ini tidak signifikan secara statistik (RR=1,88; 95%CI= ; p=0.273). Tidak adanya hubungan PMO dengan peningkatan CD4 dapat disebabkan karena dukungan keluarga atau PMO tidak mempengaruh peningkatan kepatuhan pasien. Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian secara crossectional di Klinik VCT RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar Bali yang menyatakan pada pasien baik yang patuh maupun yang tidak patuh sebagian besar memiliki dukungan yang baik dari keluarga atau PMO-nya (Susila, 2013). Hal ini bisa juga terjadi di pada penelitian ini karena mampunyai kesamaan karakteristik populasi dimana keluarga atau PMO memberi dukungan yang sama bersar pada pasien baik yang patuh maupun yang tidak patuh. Tetapi ditempat lain ditemukan adanya PMO berpengaruh terhadap terapi odha tersebut (Nursalam, 2009). Penelitian lain juga menunjukkan pasien yang memiliki PMO yang perannya kurang maksimal berisiko 3.6 kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan dengan pasien yang memiliki PMO dengan peran yang baik (Pare dkk, 2012; Sumarman dan Krisnawati, 2012). Adanya perbedaan ini dapat disebabkan efektifitas PMO dalam melaksanakan perannya dalam mengawasi, mengingatkan dan memberi dorongan terhadap pasien yang melakukan terapi ARV masih kurang. Berdasarkan hal tersebut maka pelaksanaan peran keluarga atau PMO perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan terapi pasien menjadi lebih baik. Penelitian lebih mendalam tentang efektifitas PMO dalam melaksanakan perannya dan tentang tingkat kepatuhan pasien perlu dilakukan. Penelitian dapat menggunakan metode fokus group discussion (FGD) atau survei pada pasien sehingga dapat mengetahui secara rinci pelaksanaan peran PMO. Penelitian secara prospectif juga diperlukan untuk

77 61 mengurangi pencatatan data dalam rekam medik yang kurang baik dalam melihat tingkat kepatuhan pasien dalam melaksanakan terapi ARV Variabel yang Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm 3 Pada penelitian ini ditemukan pasien yang memulai terapi dengan kadar CD cell/mm 3 mempunyai peluang 3.83 kali mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <100 cell/mm 3. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang menunjukkan pasien yang memulai terapi dengan kadar CD4 yang rendah mempunyai peningkatan CD4 yang rendah (Viard et al., 2001; Garcia et al., 2004; Kaufmann et al., 2005; Wolbers et al., 2007; Boris et al,. 2012; Diego et al., 2008; Muzah et al., 2012). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain yang menyatakan memulai terapi dengan kadar CD4 tinggi (>200 cell/mm 3 ) berhubungan dengan rendahnya kenaikan CD4 selama masa terapi 3 bulan dan seterusnya. Tetapi penelitian ini menjelaskan pengaruh faktor ini mempunyai magnitude yang kecil sehingga implikasi klinis dari temuan ini mungkin akan terbatas (Smith et al., 2004). Meskipun hasil penelitian ini masih terdapat perbedaan dengan penelitian lain, namun data ini menunjukkan pentingnya mengidentifikasi dan mengobati pasien HIV pada saat CD4 masih tinggi. Temuan ini dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan terapi ARV di Indonesia seperti dapat digunakan menjadi bukti untuk mendukung atau memperluas rekomendasi national dalam melakukan inisiasi awal terapi ARV.

78 62 Variabel lain yang mempunyai hubungan signifikan yaitu faktor risiko terinfeksi HIV, dimana pasien IDU mempunyai kemungkianan kenaikan CD4 >350 cell/mm 3 lebih rendah dibandingkan pasien heteroseksual dan homoseksual. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV (heteroseksual, homoseksual dan IDU) dengan peningkatan CD4 (Smith et al., 2004; Kaufmann et al., 2005). Ada beberapa kemungkinan penyebab pasien IDU mempunyai kenaikan CD4 yang lebih rendah dibandingkan heteroseksual dan homoseksual yaitu kadar CD4 awal saat mulai terapi yang rendah pada pasien IDU, adanya penyakit penyerta Hepatits C, pasien IDU lebih cenderung loss to follow up, berhenti menggunakan ARV, pindah dan meninggal dan adanya terapi ARV yang dilakukan bersamaan dengan rumatan metadon pada pasien IDU. Kemungkinan pertama dibuktikan dengan hasil analisis yang lebih rinci, menunjukkan bahwa diantara pasien yang memulai terapi ARV dengan CD4 <100 cell/mm 3 terdapat sebanyak 59% adalah pasien IDU. Rendahnya kadar CD4 saat memulai terapi mempunyai hubungan dengan rendahnya peningkatan CD4. Kemungkinan kedua yaitu adanya penyakit penyerta pada IDU seperti Hepatis C yang dapat dilihat dari nilai SGOT dan SGPT yang merupakan salah satu tes laboratorium untuk mendiagnosis kerusakan liver dan untuk memantau orang dengan Hepatitis C (Spiritia, 2005). Kadar SGOT normal yaitu 5-40 unit/ml dan SGPT yaitu 5-35 unit/ml (Depkes RI, 2007b). Pasien IDU mempunyai mean kadar SGOT dan SGPT (SGOT=42,62 dan SGPT=39,68) yang lebih tinggi dibandingkan kelompok heteroseksual (SGOT=32,89 dan SGPT=32,71) dan

79 63 homoseksual (SGOT=27,30 dan SGPT=31,26). Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat pasien IDU mempunyai kadar SGOT dan SGPT diatas normal yang menunjukkan adanya kerusakan hati pada kelompok IDU dibandingkan kelompok lain. Selain itu pada pasien IDU kadar SGOT lebih tinggi dibandingkan kadar SGPT yang menunjukkan bahwa terjadinya sirosis yang menunjukkan kerusakan hati bertambah buruk. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan IDU yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain secara bergantian berisiko tinggi terkena infeksi Hepatitis C dan 50-90% pasien HIV-IDU terinfeksi Hepatits C (Spiritia, 2005). Adanya penyakit Hepatitis C pada IDU dapat berpengaruh pada proses terapi ARV yang dijalani. Asumsi ini didukung oleh penelitian yang melaporkan Hepatitis C dan riwayat penasun secara bermakna mempengaruhi perbaikan CD4 pada 3 bulan setelah terapi ARV (Hutton et al., 2006). Penelitian oleh Braitstein et al. (2006) juga menunjukkan terdapat perbedaan perubahan kadar CD4 setelah terapi ARV antara pasien koinfeksi Hepatitis C dan tanpa koinfeksi Hepatitis C, dimana pada pasien koinfeksi Hepatitis C terjadi peningkatan kadar CD4 rerata 5,3 cell/mm 3 per hari sedangkan pada tanpa koinfeksi HCV terjadi peningkatan rerata CD4 33,5 cell/mm 3 per hari (p< 0,001). Demikian juga penelitian oleh Greub et al. (2000) melaporkan pasien dengan koinfeksi Hepatitis C menyebabkan rendahnya peningkatan kadar CD4 dibandingkan pasien dengan tidak Hepatitis C. Kemungkinan ketiga yaitu berdasarkan analisis lebih detail juga menunjukkan pasien IDU lebih cenderung loss to follow up, berhenti menggunakan ARV, pindah dan meninggal dibandingkan dengan pasien

80 64 heteroseksual dan homoseksual, yaitu 34,4% pada pasien IDU, 21,1% pada pasien heteroseksual dan 16,8% pada pasien homoseksual. Tingginya persentase tersebut dapat disebabkan karena adanya risiko kambuh, overdosis yang menyebabkan kematian pasien IDU maupun risiko ditangkap pihak kepolisian. Risiko kambuh pada pasien IDU memang tinggi, terutama pasien yang telah mengalami ketergantungan. Perhentian penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (napza) dapat menyebabkan gejala putus obat yang jika tidak bisa diatasi maka pasien akan kambuh menggunakan narkoba suntik lagi (Handayani, 2008). Risiko pasien IDU ditangkap kepolisian juga dapat berpengaruh terapi ARV. Di Bali, dari Agustus 2008 sampai Juli 2009 polisi mencatat terdapat 151 penangkapan obat dimana sebanyak 56 (37,1%) diidentifikasi sebagai IDU (Sawitri, 2010). Penangkapan oleh polisi dapat berpengaruh terhadap tingginya loss to follow up dan berhenti menggunakan ARV pada pasien IDU. Faktor berikutnya yaitu adanya kemungkinan overdosis yang menyebabkan kematian pada pasien IDU. Dalam penelian Mathers et al. (2012) menyatakan overdosis merupakan penyebab utama kematian pada pasien IDU selain penyakit HIV/AIDS. Hal ini didukung oleh penelitian kualitatif dengan partisipan berjumlah 6 oleh Handayani (2008) yang menyatakan overdosis sering terjadi pada IDU yang menyebabkan kematian. Dalam penelitian Handayani, dijelaskan lebih dari setengah IDU melaporkan bahwa mereka pernah mengalami overdosis sedikitnya sekali selama sebagai IDU. Kemungkinan keempat pasien IDU mempunyai kenaikan CD4 yang lebih rendah dibandingkan heteroseksual dan homoseksual yaitu adanya terapi ARV

81 65 yang dilakukan bersamaan dengan rumatan metadon pada pasien IDU dapat berpengaruh pada kepatuhan dan keteraturan minum obat ARV. Dalam penelitian Handayani (2008) melaporkan adanya pengurangan dosis metadon sampai 50% pada saat terapi ARV (Depkes RI, 2007a) menyebabkan timbulnya beberapa gejala-gejala yang menyebakan kesakitan pada pasien. Salah satu gejala yaitu mual pada pagi hari yang menyebabkan pasien sulit makan pagi seperti orang normal. Mual merupakan efek samping dari terapi ARV dan juga merupakan gejala putus obat selain sakit kepala, tulang merasa sakit, lemah letih lesu (WHO, 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan pemberian metadon besamaan dengan evafirenz, nevirapine, atau ritonavir pada pasien IDU dapat menurunkan kadar metadon dalam plasma darah yang menyebabkan munculnya gejala putus obat (Elinore, 2007). Adanya gejala kesakitan dan mual pada pagi hari yang menyebabkan pasien IDU sulit untuk makan pagi berdampak pada pasien menjadi sulit untuk minum obat ARV dan juga berpengaruh kepada kebutuhan gizi pasien karena keapatuhan terapi ARV tidak hanya ketepatan jadwal minum obat tetapi juga terpenuhinya gizi yang baik. Selain itu gejala putus obat juga berpengaruh kepada psikologi pasien dimana pasien IDU akan mengalami stres karena setiap minum obat ARV akan merasa mual yang membuat ketidaknyamanan fisik yang akan berpengaruh juga pada tingkat kepatuhan minum obat ARV. Selain keempat kemungkinan tersebut, peneliti juga berasumsi bahwa adanya perbedaan tingkat kepatuhan antara kelompok heteroseksual, homoseksual dan IDU namun tingkat kepatuhan pasien tidak diteliti karena keterbatasan data.

82 66 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih mendalam dan penanganan pasien saat melakukan terapi ARV sangat diperlukan terutama pada pasien IDU saat memulai terapi ARV Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari catatan medik secara retrospektif sehingga kemungkinan terdapat pencatatan data yang kurang baik. Selain itu terdapat beberapa variabel penting yang tidak dapat diteliti karena tidak tersedianya data variabel-variabel dalam rekam medik seperti variabel viral load (Kaufmann et al., 2005; Badri et al., 2008; Van et al., 2012), hepatitis B (Idoko et al., 2009), dan kepatuhan (Evan et al., 2004).

83 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Setelah dilakukan penelitian pada faktor medis yang terdiri dari variabel jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, kadar CD4, infeksi oportunistik dan faktor ekternal yang terdiri dari pekerjaan, pendidikan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat dapat disimpulkan varaibel yang berhubungan dengan kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 adalah kadar CD4 awal dan faktor risiko terinfeksi HIV dimana kenaikan CD4 lebih tinggi pada pasien yang memulai terapi ARV dengan CD4 > 200 cells/mm 3 dibandingkan memulai terapi dengan CD4 <100 cell/mm 3 dan kenaikan CD4 >350 cells/mm 3 lebih rendah pada pasien IDU dibandingkan pasien heteroseksual dan homoseksual. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pasien IDU lebih banyak mulai terapi dengan CD4<100 cell/mm 3, adanya penyakit penyerta (hepatitis C), pasien IDU lebih banyak loss to follow up, berhenti menggunakan ARV, pindah dan meninggal serta adanya terapi bersama antara ARV dan rumatan metadon. Variabel jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, berat badan, infeksi oportunistik, pekerjaan, pendidikan dan pengawas minum obat tidak terbukti secara statistik berhubungan dengan kenaikan CD4 >350 cells/mm 3. 67

84 Saran 1. Untuk Tatalaksana Pengobatan Pasien, disarankan dalam melakukan terapi ARV, pasien dapat disarankan oleh petugas kesehatan agar memulai terapi ARV dengan kadar CD4 yang masih tinggi. 2. Untuk Pemegang Kebijakan, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bukti tambahan untuk memperluas atau meningkatkan inisiasi dini terapi ARV di Indonesia serta meningkatkan perhatian yang lebih mendalam pada pasien IDU saat melakukan terapi ARV. 3. Untuk Penelitian lebih lanjut jika hendak dilakukan studi lebih lanjut, maka sebaiknya melakukan penelitian dengan desain prospektif atau dengan metode fokus group discussion (FGD) maupun survei pada pasien sehingga masalah ketersediaan data dapat diatasi.

85 69 DAFTAR PUSTAKA Abuzaitoun OR, Hanson IC. (2000). Organ-specific manifestations of HIV disease in children. Pediatr Clin North Am, 47: Ader, R. (1991). The Influence Of Conditioning On Immune Response. 2th edition. Academic Press Inc. San Diego. Alvarez, UG. (2012). Factors associated with late presentation of HIV and estimation of antiretroviral treatment need according to CD4 lymphocyte count in a resource-limited setting: data from an HIV cohort study in india. Interdiscip Perspect Infect Dis. Apasou, S. dan Sitkorsy MV. (1999). T-cell-mediated immunity inprinciples of immuno pharmacology. Medical-Surgical Nursing. A Psychophysiologic Approach. 4th edition. Philadelphia: W.B. Saunders Co. Aruben, R. (2012). Proses stigmatisasi penderita HIV/AIDS: studi eksploratif berbasis narasi partisipan di Semarang tahun Universitas Diponegoro. Semarang. Badri M, Lawn SD, Wood R. (2008). Utility of CD4 cell counts for early prediction of virological failure during antiretroviral therapy in a resourcelimited setting. BMC infectious diseases [Internet]. Jan [cited 2014 Mar 14];8(1):89. Available from: Balperio, PS dan Rhew DC. (2004). Prevalence and outcome of anemia in individuals with human immunodeficiency virus: a systematic review of literature. Am J Med 116: 27S-43S. Bonnet, F, Thiebaut R, Chene G, Neau D, Pellegrin JL, dan Mercie P. (2005). Determinants of clinical progression in antiretroviral-naive HIV-infected patients starting highly active antiretroviral therapy. Aquitaine Cohort, France HIV Med. 6(3): Boris, J, Danielle P, Musie G, Carmen C, Marcus A, Henry S, Richard AM, and Bruce DW. (2012). Factors predicting discordant virological and immunological responses to antiretroviral therapy in HIV-1 clade C infected Zulu/Xhosa in South Africa. PLOS ONE 7: Braitstein P, Asselin JJ, Montessori V, Wood E, Yip B, Chan K, et al., (2006). The impact of the hepatitis c virus on CD4 response post initiation of highly active antiretroviral therapy among a population based hiv cohort. Arch Intern Med 221:

86 70 Clancy, J. (1998). Basic Concept In Immunology: Student s Survival Guide. New York: The McGraw-Hill Companies. Departemen Kesehatan RI. (2007a). Data HIV/AIDS Indonesia. Dirjen P2PL. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2007b). Pharmaceutical care untuk penyakit hati. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Jakarta. Diego, LC, Kristien V, Larissa O, David I, Juan E, Lynen L, Eduardo G, dan Carlos S. (2008). Predictors of CD4+ cell count response and of adverse outcome among HIV-infected patients receiving highly active antiretroviral therapy in a public hospital in Peru. International Journal of Infectious Diseases 12: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2013). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Bali Tahun Denpasar. Elinore, F. (2007). Interaction between buprenoprine and atazanavir or atazanavir/ritonavir. Drug alcohol depend. Available from : Evan W, Robert SH, Benita Y, Richard H,Michael VOS. (2004). The impact of adherence on CD4 cell count responses among HIV-infected patients. Journal of acquired immune deficiency syndromes [Internet]. [cited 2014 Mar 16];35: Available from: ence_on_cd4_cell_count.6.aspx. Fithria, Risha Fillah, Ahmad Purnomo, Zullies Ikawati. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan ARV (antiretroviral) pada odha (orang dengan HIV/AIDS) Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo dan Rumah Sakit Umum Panti Wilasa Citarum Semarang. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 1(2): Fredy, Felix C, Frans Liwang, Rudy Kurniawan, Anna Uyainah ZN. (2012). The corelation between CD4+ t-lymphocyte count and tuberculosis form in TB-HIV coinfected patients in Indonesia. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 44: Gayle, HD and GL Hill. (2001). Global Impact Of Human Immunodeficiency Virus And AIDS. Clinical Epidemiology Reviews. 14 (2): Gandhi, RT, John S, Ellen C, David MA, Benigno R, Thomas C.M, Martin SH, Robert WS, Gregory KR, Richard BP, and the ACTG 384 Team. (2006).

87 71 Effect of baseline and treatment-related factors on immunologic recovery after initiation of antiretroviral therapy in HIV-positive subjects: results from ACTG 384. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 42: Garcia, F, Elisa D Lazzari, Montserrat P, Pedro C, Gabriel M, Meritxell N, Emilio F, Esteban M, Josep M, Jose L Blanco, Jose M Miro, Tomas P, Teresa G, dan Jose M Gatell. (2004). Long-term CD4+ t-cell response to highly active antiretroviral therapy according to baseline CD4+ t-cell count. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 36(2) : Ghate, MV. (2000). Relationship between clinical conditions and cd4 counts in hiv-infected persons in Pune, Maharashtra, India. Natl Med J India. Jul- Aug;13(4): Greub G, Ledergerber B, battegay M. (2000). Clinical progression, survival, and immune recovery during antiretroviral therapy in patients with HIV-1 and HCV co infection. Lancet 356: Handayani, Fitria. (2008). Studi fenomenologi tentang pengalaman ILWHA (Injecting Drug Users Living with HIV/AIDS) dalam menjalani terapi antiretroviral saat terapi rumatan metadon di RS Ketergantungan Obat Jakarta. Universitas Indonesia. Available from: Helleberg M, Kronborg G, Larsen CS, Pedersen G, Pedersen C, Obel N, et al. (2013). CD4 decline is associated with increased risk of cardiovascular disease, cancer, and death in virally suppressed patients with HIV. Clinical Infectious Diseases : an official publication of the Infectious Diseases Society of America [Internet].[cited 2014 Apr 4];57(2): Available from: Hoy, Jenifer, Sharon Lewin, Jeffrey JP, Alan Street. (2009). Managing The Patient On Antiretroviral Therapy. In: Vujovic, O. and Anna P HIV Management in Australia a Guide For Clinical Care. ed. Australia: Australasian Society for HIV Medicine Inc, pp Hutton B, Mills E, Angel J, Cooper C. Angel J. (2006). CD4 T lymphocyte recovery with antiretroviral therapy in HIV-HCV coinfection. JAC 62: Idoko J, Meloni S, Muazu M, Nimzing L, Badung B, Hawkins C, et al. (2009). Impact of hepatitis B virus infection on human immunodeficiency virus response to antiretroviral therapy in Nigeria. Clinical Infectious Diseases : an official publication of the Infectious Diseases Society of America

88 72 [Internet]. [cited 2014 Mar 16];49(8): Available from: Kassa, Desta, Leonie Ran, Wudneh Weldemeskel, Mekashaw Tebeje, Amelewerk Alemu, Yodit Alemayehu, et al. (2012). Clinical, hemato-immunological characteristics of mycobacterium tuberculosis patients with and without HIV-1 infection: responses to six month tuberculosis treatment. Biomedicine International 3: Kaufmann, GR, Hansjakob F, Bruno L, Luc P, Milos O, Pietro V, et al. (2005). Characteristics, determinants, and clinical relevance of CD4 t cell recovery to >500 cells/ml in HIV type 1-infected individuals receiving potent antiretroviral therapy. Clinical Infectious Diseases (CID) 41: Kementrian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis dan Infeksi HIV dan Terapi Antiretoviral Pada Orang Dewasa. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-infeksi TB-HIV. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Desember2013. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Laksana Agung Saprasetya Dwi dan Diyah Woro Dwi Lestari. (2010). Faktorfaktor risiko penularan HIV/AIDS pada laki-laki dengan orientasi seks heteroseksual dan homoseksual di Purwokerto. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2: Liu, H, H. Yang, X Li, N Wang, H Liu, B.Wang, et al. (2005). Men who have sex with men and human immunodeficiency virus/sexually transmitted disease control in China. Cell Res 15 (11-12): Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta kedokteran. Edisi 3 Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Mariam, S. (2010). Perbandingan respon imunologi empat kombinasi antiretroviral berdasarkan kenaikan jumlah CD4 di Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor periode maret 2006-maret Universitas Indonesia. Jakarta. Mathers, Bradley M, Louisa D, Chiara B, James L, Lucas W, Mathew. (2012). Mortality among people who inject drugs: a systematic review and metaanalysis. Bull World Health Organ 91:

89 73 Muzah, BP, S Takuva, M Maskew, and S Delany-Moretlwe. (2012). Risk factors for discordant immune response among HIV-infected patients initiating antiretroviral therapy: a retrospective cohort study. Southern African Journal of HIV Medicine 13(4). Nieuwkerkk PT, Sprangers MA, Burger DM, Hoetelmans RM, Hugen PW, Dannerr SA, et al. (2001). Limited patient adherence to highly active antiretrovirall therapy for HIV-1 infection in an observational cohort study. Archh Intern Med. 161: Nurbani, F. (2009). Dukungan sosial pada odha. Universitas Gunadarma. Jakarta. Nursalam. (2007). Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. Nursalam. (2009). Model holistik berdasar teori adaptasi (roy dan pni) sebagai upaya modulasi respons imun (aplikasi pada pasien HIV & AIDS). Universitas Airlangga. Pare, Amelda Lisu, Ridwan Amiruddin, Ida Leida. (2012). Hubungan antara pekerjaan, pmo, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien tb paru. Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin. Makasar Price, SA dan Wilson LM. (1992). Phathophysiology. Clinical Concepts of Disease processes. 4th edition. Mrsby Year Book. Inc. Radji, M. (2010). Imunologi dan virologi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta. Rasmun. (2004). Stres, koping, dan adaptasi. Jakarta: Agung Seto. Sawitri, A. A. S., Blogg, J., & Angela, R. (2010). Estimating the number of the people who inject drugs in Bali. Drug and alcohol review, 31(6), Sielma, F.(2012). Faktor yang memepengaruhi Sistem Imun. Jakarta. Smith CJ, Caroline A Sabin, Mike S Youle, Sabine K, Fiona C Lampe, S Madge, et al. (2004). Factors influencing increases in CD4 cell counts of HIVpositive persons receiving long-term highly active antiretroviral therapy. The Journal of Infectious Diseases 190: Spiritia. (2005). Serial buku kecil hepatitis virus dan hiv. Yayasan Spiritia. Sumarman dan Krisnawati Bantas. (2012). Peran pengawas minum obat dan kepatuhan periksa ulang dahak fase akhir pengobatan tuberkulosis di kabupaten bangkalan. Epidemiologi FKM Universitas Indonesia. Jakarta.

90 74 Surat Edaran Nomor 129 Tahun 2013 Pelaksanaan Pengendalian HIV/AIDS Dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Susila, I Gusti Ngurah Putu. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum ARV pada pasien odha di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun Program studi ilmu kesehatan masyarakat. Universitas udayana. Denpasar. Available from : Tortora, J Gerard, Gerdell R Funke, Christine L Case. (2010). Microbiology An Introduction. 10th edition. United States. Pearson, pp. 487 and 542. Ubra, RR. (2012). Faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan minum ARV pada pasien HIV di Kabupaten Mimika Provinsi Papua tahun Universitas Indonesia. Jakarta. UNAIDS. (2013). Case Report United Nations Programme on HIV/AIDS. Available from: 12 Februari (19:00). Van Lelyveld SFL, Gras L, Kesselring A, Zhang S, De Wolf F, Wensing AMJ, et al. (2012). Long-term complications in patients with poor immunological recovery despite virological successful HAART in Dutch Athena cohort. AIDS London, England [Internet]. [cited 2013 Oct 2];26(4): Available from: Viard, JP, Amanda M, Antonio C, Ole K, Birgit R, George P, Norbert V. (2001). Influence of age on CD4 cell recovery in human immunodeficiency virus infected patients receiving highly active antiretroviral therapy: evidence from the EuroSIDA study. The Journal of Infectious Diseases 183:1290 4: Wolbers, M, Munuel B, Bernard H, Hansjakob F, Matthias C, Barbara H et al. (2007). CD4 + t-cell increase in HIV-1 infected patient with suppressed viral load within 1 year after start of antiretroviral therapy. International Media Press (12): Yayasan Kerti Praja (YKP). (2014). Profil Yayasan Kerti Praja. Available from: 28 April 2014 (13.30). WHO. (2004). Division of aids table for grading the severity of adult and pediatric adverse events 2004; clarification august 2009.Version 1.0. Available from : Grading_Severity_of_Adult_Pediatric_Adverse_Events.pdf.

91 75 WHO. (2008). Guideline Antiretroviral Therapy For Hiv Infection In Adults And Adolescents. WHO. WHO. (2010). Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents Recommendations for a public health approach 2010 revision. Available from: 13 Mei 2014 (17:00).

92 76 FORMULIR PENGUMPULAN DATA PASIEN HIV/AIDS YANG MELAKUKAN TERAPI ARV TAHUN DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR DATA DEMOGRAFI PASIEN NO VARIABEL DATA 1 Nama Pasien 2 No RM 3 Tanggal Lahir / Umur (saat kunjungan pertama) 4 Nama Konselor 5 Jenis Kelamin 6 Risiko atau Paparan (saat kunjungan pertama) 1. Risiko seksual (Jabarkan apa risikonya: misalnya apakah gantiganti pasangan, bagaimana pemakaian kondom, mencari pekerja seks, mencari waria, cewek café) 2. Risiko IDU (Jabarkan apa risikonya: misalnya apakah menggunakan jarum suntik, menyuntik bersama) 3. Risiko lainnya (jelaskan: misal tatto, piercing, transfuse darah) 7 Pekerjaan 8 Pendidikan 9 Kadar CD4 Tanggal Test CD4 Pertama Kali: Hasil: CD4 (absolute dan persen):

93 77 Kadar CD4+ Tanggal Kunjungan Kunjungan Ke- Tanggal Test Tanggal Hasil Hasil Test Alasan Kunjungan Jumlah CD4 %CD4

94 78 Infeksi Opportunistik Pemeriksaan Fisik Darah Jenis IO Tanggal Diagnosis Berat Badan Tanggal Test Tanggal Hasil Hemoglobin

95 79 Terapi ARV Tanggal Mulai ART Supervisor ART atau Pengawas Minum Obat (PMO) ada/tidak Hubungan

96 80 Output STATA Analisis Univariat. stset even_date, origin( start_date) fail (outcome) id (id) scale(365.25) id: id failure event: outcome!= 0 & outcome <. obs. time interval: (even_date[_n-1], even_date] exit on or before: failure t for analysis: (time-origin)/ origin: time start_date. tab sex2 311 total obs. 0 exclusions 311 obs. remaining, representing 311 subjects 143 failures in single failure-per-subject data total analysis time at risk, at risk from t = 0 earliest observed entry t = 0 last observed exit t = sex2 Freq. Percent Cum. male female Total tab Age2 Age2 Freq. Percent Cum. <30 years old years old >=40 years old Total centile Age, centile( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] Age

97 81. tab education2. tab occupation3. tab risk_group3. tab oi2 none other tb and other Total tab supervisior2 education2 Freq. Percent Cum. no education & elemantary junior high school senior high school Total occupation3 Freq. Percent Cum. work no work Total risk_group3 Freq. Percent Cum. idu heteroseksual homoseksual Total oi2 Freq. Percent Cum. supervisior 2 Freq. Percent Cum. yes none Total

98 82. tab CD4_Baseline_recode CD4_Baseline_rec ode Freq. Percent Cum. <100 cell/mm cell/mm cell/mm tab weight_recode Total centile CD4_Baseline, centile( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] CD4_Baseline weight_reco de Freq. Percent Cum kg kg >=58 kg Total centile weight, centile( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] weight tab haemoglobin_recode haemoglobin _recode Freq. Percent Cum. <10 g/dl >10 g/dl Total centile haemoglobin, centile( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] haemoglobin

99 83. tab outcome outcome Freq. Percent Cum. <350 cell/mm >350 cell/mm Total stsum, by (outcome) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id incidence no. of Survival time outcome time at risk rate subjects 25% 50% 75% <350 cel >350 cel total Grafik Kaplan-Meier. sts graph, by (outcome). sts graph, failure risktable ytitle (proportion of participans) Analisis Bivariat. tab sex2 outcome, row Key frequency row percentage outcome sex2 <350 cell >350 cell Total male female Total

100 84. xi:stcox i.sex i.sex2 _Isex2_1-2 (naturally coded; _Isex2_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(1) = Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Isex2_ tab Age2 outcome, row Key frequency row percentage outcome Age2 <350 cell >350 cell Total <30 years old years old >=40 years old Total

101 85. xi: stcox i.age2 i.age2 _IAge2_1-3 (naturally coded; _IAge2_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(2) = 1.33 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _IAge2_ _IAge2_ xi: stcox Age2 failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(1) = 0.25 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] Age

102 86. tab oi2 outcome, row Key frequency row percentage outcome oi2 <350 cell >350 cell Total none other tb and other Total xi: stcox i.oi2 i.oi2 _Ioi2_1-3 (naturally coded; _Ioi2_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(2) = 1.34 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Ioi2_ _Ioi2_

103 87. testparm _Ioi* ( 1) _Ioi2_2 = 0 ( 2) _Ioi2_3 = 0 chi2( 2) = 1.19 Prob > chi2 = tab CD4_Baseline_recode outcome, row Key frequency row percentage CD4_Baseline_rec outcome ode <350 cell >350 cell Total <100 cell/mm cell/mm cell/mm Total xi: stcox i.cd4_baseline_recode i.cd4_baseli~de _ICD4_Basel_1-3 (naturally coded; _ICD4_Basel_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Iteration 4: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(2) = Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _ICD4_Basel_ _ICD4_Basel_

104 88. xi: stcox CD4_Baseline_recode failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(1) = Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] CD4_Baseline_recode tab weight_recode outcome, row Key frequency row percentage weight_rec outcome ode <350 cell >350 cell Total kg kg >=58 kg Total

105 89. xi: stcox i.weight_recode i.weight_recode _Iweight_re_1-9 (naturally coded; _Iweight_re_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Iteration 4: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(3) = 2.42 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Iweight_re_ _Iweight_re_ _Iweight_re_ stcox weight_recode if weight_recode ~=9 failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 308 Number of obs = 308 No. of failures = 142 Time at risk = LR chi2(1) = 1.58 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] weight_recode

106 90. tab haemoglobin_recode outcome, row Key frequency row percentage haemoglobi outcome n_recode <350 cell >350 cell Total <10 g/dl >10 g/dl Total xi:stcox i.haemoglobin_recode i.haemoglobin~e _Ihaemoglob_1-9 (naturally coded; _Ihaemoglob_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(2) = 3.51 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Ihaemoglob_ _Ihaemoglob_

107 91. xi:stcox haemoglobin_recode if haemoglobin_recode ~=9 failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 306 Number of obs = 306 No. of failures = 140 Time at risk = LR chi2(1) = 3.04 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] haemoglobin_recode tab education2 outcome, row Key frequency row percentage outcome education2 <350 cell >350 cell Total no education & eleman junior high school senior high school Total

108 92. xi:stcox i.education2 i.education2 _Ieducation_1-3 (naturally coded; _Ieducation_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(2) = 0.47 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Ieducation_ _Ieducation_ testparm _Ie* ( 1) _Ieducation_2 = 0 ( 2) _Ieducation_3 = 0 chi2( 2) = 0.47 Prob > chi2 =

109 93. tab occupation3 outcome, row Key frequency row percentage occupation outcome 3 <350 cell >350 cell Total work no work Total xi:stcox i.occupation3 i.occupation3 _Ioccupatio_1-2 (naturally coded; _Ioccupatio_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(1) = 0.06 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Ioccupatio_

110 94. tab risk_group3 outcome, row Key frequency row percentage outcome risk_group3 <350 cell >350 cell Total idu heteroseksual homoseksual Total xi:stcox i.risk_group3 i.risk_group3 _Irisk_grou_1-3 (naturally coded; _Irisk_grou_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(2) = Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Irisk_grou_ _Irisk_grou_

111 95. testparm _Ir* ( 1) _Irisk_fact_2 = 0 ( 2) _Irisk_fact_3 = 0 chi2( 2) = Prob > chi2 = tab supervisior2 outcome, row Key frequency row percentage supervisio outcome r2 <350 cell >350 cell Total yes none Total xi:stcox i.supervisior2 i.supervisior2 _Isupervisi_1-2 (naturally coded; _Isupervisi_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(1) = 1.09 Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Isupervisi_

112 96 Analisis Multivariat. xi:stcox i.risk_group3 i.cd4_baseline_recode i.risk_group3 _Irisk_grou_1-3 (naturally coded; _Irisk_grou_1 omitted) i.cd4_baseli~de _ICD4_Basel_1-3 (naturally coded; _ICD4_Basel_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Iteration 4: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(4) = Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Irisk_grou_ _Irisk_grou_ _ICD4_Basel_ _ICD4_Basel_

113 97. xi:stcox i.risk_group3 CD4_Baseline_recode i.risk_group3 _Irisk_grou_1-3 (naturally coded; _Irisk_grou_1 omitted) failure _d: outcome analysis time _t: (even_date-origin)/ origin: time start_date id: id Iteration 0: log likelihood = Iteration 1: log likelihood = Iteration 2: log likelihood = Iteration 3: log likelihood = Refining estimates: Iteration 0: log likelihood = Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = 311 Number of obs = 311 No. of failures = 143 Time at risk = LR chi2(3) = Log likelihood = Prob > chi2 = _t Haz. Ratio Std. Err. z P> z [95% Conf. Interval] _Irisk_grou_ _Irisk_grou_ CD4_Baseline_recode testparm _Iri* ( 1) _Irisk_fact_2 = 0 ( 2) _Irisk_fact_3 = 0 chi2( 2) = 8.99 Prob > chi2 =

114 98 Analisis Tambahan Crosstab faktor risiko, PMO dan CD4 akhir supervisior2 * outcome * faktor_risikopsnonps3 Crosstabulation faktor_risikopsnonps3 outcome <350 cell/mm3 >350 cell/mm3 Total IDU supervisior2 yes Count % within supervisior2 62,3% 37,7% 100,0% none Count % within supervisior2 80,0% 20,0% 100,0% Total Count % within supervisior2 64,4% 35,6% 100,0% Heteroseksual PS supervisior2 yes Count % within supervisior2 41,4% 58,6% 100,0% none Count % within supervisior2 35,7% 64,3% 100,0% Total Count % within supervisior2 40,3% 59,7% 100,0% Heteroseksual non PS supervisior2 yes Count % within supervisior2 50,6% 49,4% 100,0% none Count % within supervisior2 70,4% 29,6% 100,0%

115 99 Total Count % within supervisior2 55,8% 44,2% 100,0% Homoseksual supervisior2 yes Count % within supervisior2 53,3% 46,7% 100,0% none Count % within supervisior2 50,0% 50,0% 100,0% Total Count % within supervisior2 52,1% 47,9% 100,0% Chi-Square Tests faktor_risikopsnonps3 Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Value df sided) sided) sided) IDU Pearson Chi-Square 1,204 a 1,273 Continuity Correction b,557 1,456 Likelihood Ratio 1,306 1,253 Fisher's Exact Test,484,233 Linear-by-Linear Association 1,190 1,275 N of Valid Cases 87 Heteroseksual PS Pearson Chi-Square,150 c 1,698 Continuity Correction b,007 1,933 Likelihood Ratio,152 1,697 Fisher's Exact Test,769,471

116 100 Linear-by-Linear Association,148 1,700 N of Valid Cases 72 Heteroseksual non PS Pearson Chi-Square 3,152 d 1,076 Continuity Correction b 2,403 1,121 Likelihood Ratio 3,240 1,072 Fisher's Exact Test,114,059 Linear-by-Linear Association 3,122 1,077 N of Valid Cases 104 Homoseksual Pearson Chi-Square,050 e 1,823 Continuity Correction b, ,000 Likelihood Ratio,050 1,823 Fisher's Exact Test 1,000,529 Linear-by-Linear Association,049 1,825 N of Valid Cases 48 a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,56. b. Computed only for a 2x2 table c. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,64. d. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,94. e. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,63.

117 101 Risk Estimate faktor_risikopsnonps3 95% Confidence Interval Value Lower Upper IDU Odds Ratio for supervisior2 (yes / none) For cohort outcome = <350 cell/mm3 For cohort outcome = >350 cell/mm3,414,082 2,084,779,546 1,112 1,883,528 6,722 N of Valid Cases 87 Heteroseksual PS Heteroseksual non PS Odds Ratio for supervisior2 1,271,378 4,268 (yes / none) For cohort outcome = <350 1,159,538 2,494 cell/mm3 For cohort outcome = >350,912,584 1,425 cell/mm3 N of Valid Cases 72 Odds Ratio for supervisior2,432,169 1,105 (yes / none) For cohort outcome = <350,720,518 1,001 cell/mm3 For cohort outcome = >350 1,666,893 3,108 cell/mm3

118 102 Homoseksual N of Valid Cases 104 Odds Ratio for supervisior2 1,143,355 3,681 (yes / none) For cohort outcome = <350 cell/mm3 For cohort outcome = >350 cell/mm3 1,067,603 1,887,933,512 1,700 N of Valid Cases 48

119 103 Analisis Kadar CD4 pada Kelompok Faktor Risiko Terinfeksi HIV. tab risk_group3 CD4_Baseline_recode, row Key frequency row percentage CD4_Baseline_recode risk_group3 <100 cell c c Total idu heteroseksual homoseksual Total

120 104 SGOT dan SGPT Heteroseksual. sum sgot, detail Percentiles Smallest 1% % % Obs % Sum of Wgt % 25 Mean Largest Std. Dev % % Variance % Skewness % Kurtosis centile sgot, centile ( ).. sgot Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] sgot sum sgpt, detail sgpt Percentiles Smallest 1% 5 4 5% % 11 7 Obs % 16 7 Sum of Wgt % 24 Mean Largest Std. Dev % % Variance % Skewness % Kurtosis centile sgpt, centile ( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] sgpt

121 105 Homoseksual. sum sgot, detail Percentiles Smallest 1% % % Obs 47 25% Sum of Wgt % 22 Mean Largest Std. Dev % % Variance % Skewness % Kurtosis centile sgot, centile ( ).. sgot Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] sgot sum sgpt, detail sgpt Percentiles Smallest 1% 9 9 5% % Obs 47 25% Sum of Wgt % 24 Mean Largest Std. Dev % % Variance % Skewness % Kurtosis centile sgpt, centile ( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] sgpt

122 106 IDU. sum sgot, detail Percentiles Smallest 1% % % Obs 84 25% Sum of Wgt % 32.5 Mean Largest Std. Dev % % Variance % Skewness % Kurtosis centile sgot, centile ( ).. sgot Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] sgot sum sgpt, detail sgpt Percentiles Smallest 1% 7 7 5% % 14 8 Obs 84 25% Sum of Wgt % 28.5 Mean Largest Std. Dev % % Variance % Skewness % Kurtosis centile sgpt, centile ( ) Binom. Interp. Variable Obs Percentile Centile [95% Conf. Interval] sgpt

123 107 Analisis Status Pasien Berdasarkan Faktor Risiko Terinfeksi HIV. tab Risk_group Status_Pasien, row Key frequency row percentage Status_Pasien Risk_group still usi lost to f stop usin Total Heteroseksual Homoseksual IDU Total Status_Pasien Risk_group move away death Total Heteroseksual Homoseksual IDU Total

124 108

125 109

126 110

DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP

DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP TESIS DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP PASIEN ODHA YANG MENERIMA TERAPI ANTIRETROVIRAL DI LAYANAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING SEKAR JEPUN RSUD BADUNG TAHUN 2006-2014 PUTU DIAN PRIMA KUSUMA DEWI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab dari timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), masih menjadi masalah kesehatan utama secara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epidemi HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 34 juta, jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN

PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN TESIS PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN 2006-2014 NI WAYAN SUKMA ADNYANI NIM 1392161007 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada pasien HIV. Adanya hubungan yang kompleks antara HIV dan TB dapat meningkatkan mortalitas maupun morbiditas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan data estimasi United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), hingga akhir tahun 2013 jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN 2002 2012 DESAK NYOMAN WIDYANTHINI PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum FAKTOR DETERMINAN PENINGKATAN BERAT BADAN DAN JUMLAH CD4 ANAK HIV/AIDS SETELAH ENAM BULAN TERAPI ANTIRETROVIRAL Penelitian Cohort retrospective terhadap Usia, Jenis kelamin, Stadium klinis, Lama terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV (human immunodeficiancy virus) yang berkembang paling cepat menurut data UNAIDS (United Nations

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HARAPAN HIDUP 5 TAHUN PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) / ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI Setelah ditemukannya obat antiretroviral (ARV) telah terjadi peningk atan status gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN 2002-202 D.N.Widyanthini, A.A.S.Sawitri,2, D.N.Wirawan,2,3. Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS

ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS Meta Adhitama, 2011 Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg.,skm Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengancam jiwa sehingga sampai saat ini menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan suatu jenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan kekebalan tubuh manusia menurun. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi Kepatuhan yang kurang, tingkat obat yang tidak cukup, resistansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat penulisan ini, metode, waktu dan sistematika penulisan studi kasus ini. A. Latar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pasien ART Rendahnya imunitas dan beratnya keadaan klinis pasien saat memulai ART mempengaruhi lamanya proses perbaikan imunologis maupun klinis pasien. Tabel 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIV/AIDS DI YAYASAN SPIRIT PARAMACITTA DENPASAR

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIV/AIDS DI YAYASAN SPIRIT PARAMACITTA DENPASAR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIV/AIDS DI YAYASAN SPIRIT PARAMACITTA DENPASAR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan OLEH:

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN ANGKATAN 2010 TENTANG PERANAN KONDOM TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS Oleh: VINCENT 100100246 FAKULTAS KEDOKTERAN MEDAN 2013 ii TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan gobal. Menurut data dari United Nations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV/AIDS (Human Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah yang mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 positif, makrofag, dan komponen komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan gambaran atau ekspresi dimana terdapat keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi seseorang dapat diukur dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan karena menurunnya sistem imunitas atau kekebalan tubuh yang disebabkan

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR TESIS HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dibangun pada Millenium Development Goals (MDGs), memiliki 5 pondasi yaitu manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan

Lebih terperinci

INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN DESEMBER TAHUN 2012

INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN DESEMBER TAHUN 2012 INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN 2010- DESEMBER TAHUN 2012 KARYA TULIS ILMIAH Oleh: THILAKAM KANTHASAMY 100 100 415 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi yang diakibatkan oleh virus HIV ini dapat menyebabkan defisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit yang masih menjadi perhatian di dunia dan Indonesia. Penyakit ini memiliki

Lebih terperinci

PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN

PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN TESIS PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN 2006-2014 SRI UTAMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar Esse Puji 1, Sri Syatriani 2, Bachtiar 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, Makassar, Indonesia Introduction

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS). iv ABSTRAK HIV positif merupakan kondisi ketika terdapat infeksi Human Immunodeficiency Virus di dalam darah seseorang. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS TAMBAR KEMBAREN Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU 1 PENGENALAN HIV(Human Immunodeficiency Virus) ad alah virus yang menyerang SISTEM KEKEBALAN tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Viruse (HIV) merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Lebih terperinci

MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV

MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV POKOK BAHASAN 1 INFORMASI TB BEBAN PERMASALAHAN TB DI INDONESIA 2016* 5 Indikator Tingkat Jumlah Rate /100.000 Insidensi (pertahun) Global

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab sekumpulan gejala akibat hilangnya kekebalan tubuh yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

Lebih terperinci

DETERMINAN PERILAKU SEKS PASANGAN KONKUREN DARI PELANGGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN, DENPASAR, BALI, 2014

DETERMINAN PERILAKU SEKS PASANGAN KONKUREN DARI PELANGGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN, DENPASAR, BALI, 2014 DISERTASI DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERTUTUP DETERMINAN PERILAKU SEKS PASANGAN KONKUREN DARI PELANGGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN, DENPASAR, BALI, 2014 PARTHA MULIAWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci