Media Komunikasi dan Interaksi. Penetapan Batas Maritim. Indonesia Siap Berunding Kapan Saja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Media Komunikasi dan Interaksi. Penetapan Batas Maritim. Indonesia Siap Berunding Kapan Saja"

Transkripsi

1 No. 35 Tahun III, 21, Tgl. Tahun 15 September II, Tgl Juli 14 Oktober - 14 Agustus TABLOID Media Komunikasi dan Interaksi Menlu RI : Penetapan Batas Maritim ISSN ISSN diplomasi_ri@yahoo.com diplomasi_ri@yahoo.com diplomasi_ri@yahoo.com Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem dengan Malaysia Sudah Dilakukan Sejak Tahun 1969 Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia Da i Bachtiar : Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname Nia Zulkarnaen : KING Film Bertema Menlu RI : Bulutangkis Pertama di Dunia Indonesia Siap Berunding Kapan Saja Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Departemen Luar Negeri Republik Indonesia SUPLEMEN VISI ASEAN EDISI IV

2 TABLOID Media Komunikasi dan Interaksi Daftar Isi 4 Fokus Indonesia Siap Berunding Kapan Saja 18 Lensa Batas Laut ZEE Di Perairan Selat Malaka 5 6 Fokus Diplomasi Perbatasan Salah Satu Prioritas Utama Diplomasi Indonesia Fokus Upaya Diplomasi Menyelesaikan Sengketa Perbatasan Kilas Pengukuhan Duta Belia 2010 Sorot Konvensi International Mengenai Keselamatan di Laut Fokus Indonesia dan Malaysia Masih Bertahan pada Klaim Masing-Masing Fokus Indonesia Menolak Peta Wilayah yang Diklaim Malaysia Lensa Wilayah Perbatasan Yang Belum Memiliki Ketetapan 8 FOKUS Sengketa Perbatasan Dengan Malaysia Perlu Mewaspadai Jurus Mematikan dari Negeri Jiran 12 Lensa Isu-Isu Strategis Pengelolaan Kawasan Perbatasan Lensa Penegakan Kedaulatan Wilayah Melalui Pendekatan Ekonomi dan Pendekatan Hankam Lensa Penetapan Batas Maritim dengan Malaysia Sudah Dilakukan Sejak Tahun 1969 Lensa Sejarah Rezim Hukum Laut Lensa Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS) 21 sorot Presidential Friends of Indonesia (PFoI) 2010

3 Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma mun Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan adalah berkah dan anugerah yang sangat sakral, karena kemerdekaan itu didapatkan melalui proses perjuangan. Bangsa Indonesia merebutnya dari tangan penjajah dan kemudian menyatakannya kepada dunia, karena bangsa Indonesia percaya bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Proklamasi kemerdekaan yang disampaikan Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengubah nasib bangsa Indonesia. Dengan pernyataan kemerdekaannya, bangsa Indonesia menanggalkan masa lalu yang suram, dan membuka lembaran sejarah baru yang penuh harapan sebagai negara yang berdaulat dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Sebagai negara kepulauan yang besar dan terletak diantara dua benua dan dua samudera, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis dalam pergaulan antar bangsa karena bertetangga dengan 10 (sepuluh) negara, dan sekaligus juga memberikan tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam hal mengelola perbatasan yang cukup besar jumlahnya. Perbatasan merupakan batas teritorial sebuah negara dan berpengaruh besar terhadap masalah pertahanan dan keamanan atau kedaulatan suatu negara. Dari segi politis, wilayah perbatasan tergolong rawan terjadinya konflik dengan negara tetangga, karena adanya persinggungan batas territorial dan yurisdiksi, terutama pada wilayah-wilayah perbatasan yang segmen perbatasannya belum disepakati. Sementara itu kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam, baik di darat maupun di laut, semakin lama semakin berkembang, sehingga diperlukan upaya pembatasan-pembatasan agar tidak membahayakan kepentingan negara lain. Oleh karena itu Diplomasi perbatasan merupakan Diplomasi TABLOID Media Komunikasi dan Interaksi Teras Diplomasi salah satu prioritas utama diplomasi Indonesia, karena Indonesia memiliki perbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. dalam konteks hukum laut, dan tiga (tiga) negara dalam konteks hukum perbatasan darat. Dalam masalah perbatasan seringkali banyak faktor yang harus dibahas (faktor hukum, hydrografi, oceanografi, pelayaran, keamanan, geologi, geodesi dll) secara komprehensif, sehingga dengan demikian untuk menetapkan bahwa suatu wilayah masuk kedalam wilayah suatu negara menjadi tidak mudah, dan memungkinkan terjadinya banyak klaim dan perselisihan perbatasan. Oleh karenanya diperlukan adanya perjanjian perbatasan antar negara yang bertetangga untuk memberikan kepastian hukum dan juga kepastian bagi kapal-kapal untuk beroperasi. Dalam hal negosiasi perundingan perbatasan, perundingan batas laut merupakan perundingan yang cukup rumit karena didalamnya terdapat banyak faktor yang sangat kompleks. Terkait dengan terjadinya konflik yang diakibatkan oleh masalah perbatasan dengan negara tetangga, Indonesia menginginkan persoalan perbatasan ini diselesaikan secara progesif, dimana setelah disepakati dan diratifikasi, kedua negara harus mematuhinya. Bagi Indonesia penyelesaian isu perbatasan merupakan fokus utama kebijakan luar negeri yang dilakukan melalui Diplomasi Perbatasan atau Border Diplomacy. Kesemuanya itu harus diselesaikan melalui proses perundingan, bukan saling klaim secara unilateral. Masalah perbatasan merupakan isu bersama (common issues) yang harus dikelola bersama dan bukan menjadi sumber ketidakbersahabatan.[] Redaktur Pelaksana Cahyono Staf Redaksi Saiful Amin Arif Hidayat Taufik Resamaili Dian harja Irana Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor M. Dihar Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan Telp , Fax : , Surat Menyurat : Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12 Kementerian Luar Negeri RI Jl. Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat Tabloid Diplomasi dapat didownload di diplomasi_ri@yahoo.com Cover: sumber : ardava.com Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri R.I bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim diplomasi_ri@yahoo.com Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.

4 4 F O K U S Menlu RI : Indonesia Siap Berunding Kapan Saja Terdapat dua perkembangan utama terkait dengan insiden di perairan utara pulau Bintan antara Indonesia dengan Malaysia. Pertama, Kemlu telah memastikan bahwa seluruh kejadian insiden tersebut terjadi di wilayah Indonesia berdasarkan bukti dan data pendukung yang telah diklarifikasi kebenarannya secara hati-hati dan cermat selama beberapa hari terakhir. Kedua, Kemlu telah menyampaikan Nota Diplomatik kepada Pemerintah Malaysia sebagai bentuk protes dan rasa prihatin terhadap pelanggaran nyata terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia dengan melampirkan data dan bukti-bukti tersebut. Segera setelah mendapatkan kepastian bukti-bukti tersebut dari instansi-instansi terkait, tanpa menunggu satu menitpun, kami segera menyampaikan nota diplomatik tersebut kepada Pemerintah Malaysia. Selain sebagai bentuk protes Indonesia terhadap pelanggaran tersebut, Nota Diplomatik dimaksudkan juga sebagai pernyataan sikap Indonesia yang mengecam penahanan tiga orang pejabat Indonesia oleh Polisi Air Malaysia. Kita menyatakan sangat prihatin terhadap tindakan ini karena jelas bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku. Sebelum mengirimkan Nota Diplomatik ini, Pemerintah Indonesia melalui berbagai jalur dan kesempatan juga telah menyampaikan protes dan rasa keprihatinan kepada Malaysia. Kami sendiri bahkan telah berbicara langsung dengan Menlu Malaysia, Datuk Anifah Aman untuk menyampaikan sikap Indonesia atas insiden ini. Sehubungan dengan adanya sejumlah anggapan di masyarakat, kami menggarisbawahi bahwa Nota Diplomatik ini merupakan instrumen yang sangat penting dalam praktek diplomasi, khususnya ketika menyangkut masalah perbatasan dimana belum adanya persetujuan mengenai batas suatu wilayah. Nota Diplomatik adalah wujud nyata bentuk ketegasan terhadap posisi Indonesia dan akan menjadi precedent adanya klaim Indonesia kepada Malaysia terkait insiden ini. Precedent ini akan menjadi sangat berguna pada saat perundingan, yaitu sebagai bukti nyata bahwa Indonesia secara konstiten menyatakan protesnya setiap kali ada pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia. Jadi tidak bisa lagi terdapat anggapan bahwa selama ini Indonesia tidak peduli, sehingga menjadikan ini bukan merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Mengingat arti pentingnya, Pemerintah Indonesia sangat berhati-hati dalam mengeluarkan nota diplomatik tersebut. Setiap Nota Diplomatik yang berisikan protes Indonesia, itu didukung dengan bukti dan data yang kuat, akurat, terperinci, detail, dan jelas. Hal ini yang membuat setiap nota diplomatik menjadi instrumen yang berbobot pada saat perundingan. Dan pada tahun 2010 ini, Indonesia telah mengirim delapan kali nota protes terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia. Sehubungan dengan masalah perbatasan dengan Malaysia, masih terdapat sejumlah batas maritim yang belum diselesaikan dengan Malaysia diantaranya untuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di selat Malaka, ZEE di laut China Selatan; ZEE, Laut Wilayah dan Landas Kontinen di laut Sulawesi, dan yang saat ini sedang menjadi perhatian, di perairan utara pulau Bintan dan pulau Batam. Terkait dengan isu terakhir, Indonesia siap berunding kapan saja dengan Malaysia untuk membahas masalah perbatasan ini. Indonesia senantiasa siap jika diminta berunding dengan Malaysia. Setelah ini pun, saya siap berunding, baik kemarin, hari ini, ataupun besok, saya selalu siap. Namun pihak Malaysia yang belum siap untuk melakukan perundingan, karena mereka harus menyelesaikan masalah pending dengan Singapura terkait dengan kepemilikan typical features, yaitu Pedra Branca, Middle Rocks atau South Ledge di perairan tersebut. Dasar posisi Indonesia dalam hal ini adalah berdasarkan peta No.349 tahun 2009 yang dengan jelas menggambarkan klaim Indonesia dan menjadi patokan dalam melakukan perundingan, diplomasi, patroli dan sebagainya. Tidak ada wilayah abu-abu bagi posisi Indonesia, semuanya sudah pasti dan tidak dapat lebih diperjelas lagi. Saya harap ke depan perlu ada Standard Operation Procedure (SOP) antara Indonesia dengan Malaysia, sehingga insiden serupa tidak terulang. SOP ini akan menjadi mekanisme dari kedua pihak agar dapat menyikapi kejadian-kejadian di lapangan secara prosedural sehingga tidak berkembang menjadi hal yang lebih serius. Masalah perbatasan dengan Malaysia ini merupakan bagian dari penyelesaian isu perbatasan yang menjadi fokus utama kebijakan luar negeri RI melalui Diplomasi Perbatasan atau Border Diplomacy. Penyelesaian masalah perbatasan dilakukan secara serentak, tidak hanya dilakukan dengan Malaysia saja. Indonesia mempunyai batas darat dengan tiga negara yaitu Malaysia, Timor Leste dan Papua New Guinea(PNG). Sedangkan untuk batas laut, Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Timor Leste dan Australia. Sebagai garis depan diplomasi Indonesia, Kemlu selama ini terus melakukan diplomasi perbatasan, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Untuk batas laut, sejauh ini Kemlu telah menyelesaikan 16 perjanjian batas laut wilayah dengan 10 negara diatas, baik bilateral maupun trilateral. Kesemuanya ini adalah hasil dari proses perundingan, bukan saling klaim secara unilateral, karena ini lah sifat hubungan negara yang saling berdaulat, yaitu menyelesaikan permasalahan melalui perundingan. Masalah perbatasan laut yang telah diselesaikan adalah batas Laut Wilayah di Selat Malaka dengan Malaysia ; batas Laut Wilayah untuk segmen barat dan tengah di Selat Singapura dengan Singapura; batas Laut Wilayah, Landas Kontinen dan ZEE dengan PNG; batas Landas Kontinen di laut Arafura, sebelah selatan Kepulauan Tanimbar dan sebelah selatan Pulau Rote dan Pulau Timor dengan Australia; batas ZEE di Samudera Hindia, batas Landas Kontinen di kawasan antara Pulau Sumatera dan Pulau Nicobar pada laut Andaman dan samudera Hindia dengan India; batas Landas Kontinen di sebelah utara Selat Malaka di laut Andaman dengan Thailand; dan Landas Kontinen di sebelah utara pulau Natuna, laut China Selatan dengan Vietnam. Sementara dalam kerangka Trilateral, adalah batas Landas Kontinen di sebelah utara Selat Malaka antara Indonesia-Malaysia- Thailand. Kemlu juga terus mengadakan serangkaian perundingan untuk membahas lebih lanjut kesepakatan batas-batas yang masih pending dengan negara-negara tetangga. Masalah yang kerap muncul dalam hubungan Indonesia dan Malaysia, hal tersebut dikarenakan kedua negara adalah tetangga. Masalah yang terjadi diantara negara tetangga merupakan isu bersama (common issues) yang harus dikelola. Isu bersama ini bukan menjadi sumber ketidakbersahabatan, justru dengan rasa persahabatan kita dapat mengatasi isu bersama ini dengan baik. Hubungan bersahabat akan menjadi modal dasar dan pendorong penyelesaian masalah-masalah yang menjadi perhatian kedua negara.[] No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

5 6 F O K U S Dok. wordpress.com Upaya Diplomasi Menyelesaikan Sengketa Perbatasan Upaya diplomasi Indonesia dalam mempertahankan dan menjaga keutuhan wilayah NKRI adalah sesuatu yang tidak dapat dikompromikan. Perundingan mengenai masalah perbatasan merupakan suatu keharusan yang diamanatkan oleh hukum nasional maupun hukum internasional. Untuk itu, pemerintah Indonesia akan terus mengupayakan percepatan perundingan untuk penyelesaian delimitasi dan pengelolaan perbatasan dengan negar-negara tetangga yang memiliki perbatasan dengan Indonesia. Terkait insiden penangkapan petugas KKP, hal ini terjadi karena masih adanya overlapping claim di perairan sekitar pulau Bintan. Klaim indonesia terhadap garis batas diwilayah perairan tersebut sudah jelas. Namun, perundingan untuk menyelesaikan overlapping claim tersebut masih terkendala oleh belum tuntasnya status kepemilikan gugus karang South Ledge antara pihak Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut masih harus menindaklanjuti salah satu hasil keputusan dan rekomendasi International Courth of Justice (ICJ) pada pada tanggal 23 mei 2008 mengenai sengketa kepemilikan dan kedaualatan atas gugus karang yang dikenal sebagai Pedra Branch/Batu Puteh, Middle Rock dan South Ledge. Mahkamah internasional telah memutuskan bahwa kepemilikan Pedra Branca jatuh kepada Singapura, Kepemilikan Middle Rocks jatuh pada Malaysia sedangkan South Ledge, akan dimiliki oleh negara yang laut teritorialnya mencakup daerah bantuan South Ledge. Berdasarkan keputusan Mahkamah internasional tersebut, maka Malaysaia dan Singapura harus merundingkan masalah kepemilikan South Ledge. Penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di kawasan utara perairan pulau Bintan sangat ditentukan oleh kepastian status kepemilikan South Ledge (yang berhadapan dengan Indonesia) yang saat ini masih dalam proses perundingan antara Malaysia dan Singapura. Secara keseluruhan upaya penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia dilakukan 4 segmen yaitu ; Segmen Selat Malaka, Segmen Selat Malaka Selatan (merupakan Segmen dimana terjadi insiden), Segmen laut China Selatan dan Segmen Laut Sulawesi. Segmen Selat Malaka Pada Segmen Selat Malaka, perundingan yang telah dituntaskan adalah ; persetujuan garis batas landas kontinen tahun 1969 yang ditandantangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres No. 89/1969. Perjanjian garis batas laut wilayah tahun 1970 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan UU No. 2/1971. Persetujuan batas kontinen (trilateral dengan Malaysia dan Thailand) yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres No. 2/1972. Perundingan yang masih berlangsung adalah mengenai batas ZEE Indonesia Malaysia. Permasalahannya adalah dengan disepakatinya garis batas landas kontinen tahun 1969 (butir 7.a ditas), pihak Malaysia berpandangan bahwa landas kontinen sama dengan batas ZEE. Indoensia berpandangan bahwa landas kontinen dan ZEE merupakan dua rezim hukum yang berbeda dan oleh karena itu masih perlu dilakukan perundingan untuk menetapkan ZEE. Dalam kaitan, ini dalam berbagai kesempatan Indonesia mendesak untuk dilakukannya perundingan. Segmen Selat Malaka Selatan Pada segmen Selat Malaka Selatan perundingan masih berlangsung untuk menyeleseaikan garis batas laut wilayah ke dua negara di kawasan utara perairan Pulau Bintan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di kawasan tersebut sangat ditentukan oleh kepastian status kepemilikan South Ledge. Segmen Laut China Selatan Pada segmen Laut China Selatan perundingan yang telah dituntaskan adalah Persetujuan garis batas Landas Kontinen tahun 1969 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres No.89/1969. Perundingan yang masih berlangsung adalah mengenai batas ZEE Indonesia-Malaysia. Pihak Malaysia sampai saat ini belum siap untuk membahasnya karena berkeinginan untuk dapat fokus pada segmen lainnya. Dalam kaitan ini, dalam berbagai kesempatan Indonesia terus mendesak untuk dilakukannya perundingan, tanpa harus menunggu selesainya perundingan pada segmen lain. Segmen Laut Sulawesi Pada segmen Laut Sulawesi perundingan masih berlangsung untuk menyelesaikan garis batas laut wilayah, landas kontinen dan ZEE kedua negara di Laut Sulawesi. Perundingan berjalan lambat karena perbedaan posisi mendasar terhadap status keberadaan konsesi minyak yang telah beroperasi di Laut Sulawesi. Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia dilakukan sejak 2005 dimana rangkaian pertemuan tersebut merupakan implementasi dari kesepakatan antara dua Kepala Pemerintahan. Sampai dengan 2010 telah dilaksanakan sebanyak 15 (lima belas) kali perundingan pada tingkat teknis. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Menlu RI dengan No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

6 F O K U S 7 Menlu Malaysia bulan Juni 2010 yang lalu, pertemuan bilateral Joint Ministerial Commision akan diselenggarakan pada bulan September Forum ini selain membahas hubungan bilateral secara komprehensif akan juga mengevaluasi kemajuan perundingan bilateral atas isu-isu perbatasan. Insiden yang terjadi juga menggarisbawahi perlu ditetapkannya Standard Operating Procedure (SOP) dengan pihak Malaysia, khususnya bagi petugas di lapangan guna menghindari terulangnya kasus serupa di masa depan. Selain itu, secara internal, Pemri kiranya perlu mengkaji modalitas yang paling efektif dalam menjaga dan mengamankan kekayaan alam laut Indonesia dari pencurian ikan. Sesuai dengan mandat UU No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Kementerian Luar negeri secara berkesinambungan dan asertif telah mengimplementasikan border diplomacy-nya dan melanjutkan rangkaian-rangkaian perundingan penetapan batas maritim dengan negara-negara tetangga. Insiden yang terjadi diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut penyelesaian penetapan batas maritim yang saat ini masih dirundingkan sehingga akan terjaminnya kepastian hukum wilayah Indonesia.[] Sumber : Dirjen HPI Perjanjian Batas Laut Yang Telah Disepakati Ada sebanyak 16 (enam belas) perjanjian batas maritim yang telah diselesaikan dengan negara tetangga, yaitu : 1. Persetujuan Garis Batas Landas Kontinen RI-Malaysia tahun 1969; 2. Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah RI-Malaysia tahun 1970; 3. Persetujuan Garis Batas Dasar Laut Tertentu (Landas Kontinen) RI-Australia tahun 1971; 4. Persetujuan Batas Landas Kontinen RI-Thailand tahun 1971; 5. Persetujuan Batas Landas Kontinen, trilateral RI-Malaysia-Thailand tahun 1971; 6. Persetujuan Batas-batas Laut Tertentu (Landas Kontinen) Tambahan Persetujuan 1971 RI-Australia tahun 1972; 7. Perjanjian Garis batas Laut Wilayah RI-Singapura tahun 1973; 8. Perjanjian Garis-garis Batas Tertentu antara RI-PNG (Australia sebagai Protektor PNG) tahun 1973; 9. Persetujuan Garis Batas Landas Kontinen RI-India tahun 1974; 10. Persetujuan Garis Batas Dasar Laut RI-Thailand tahun 1975; 11. Persetujuan Perpanjangan Batas Landas Kontinen tahun 1974 RI-India tahun 1977; 12. Persetujuan Penetapan Titik pertemuan Tiga Garis Batas & Penetapan Garis Batas Landas Kontinen, trilateral RI-Thailand-India tahun 1978; 13. Persetujuan Batas-batas Maritim dan Kerjasama tentang Masalah-masalah yang bersangkutan RI-PNG tahun 1980; 14. Persetujuan Garis Batas ZEE dan Dasar Laut Tertentu RI-Australia tahun 1997; 15. Persetujuan Garis Batas Landas Kontinen RI-Vietnam tahun 2003; dan 16. Persetujuan Garis Batas Laut Teritorial (Segmen Barat Selat Singapura) RI-Singapura tahun [] Dok. satunews.com Djoko Suyanto Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI Indonesia dan Malaysia Masih Bertahan pada Klaim Masing-Masing Masih terdapat perbedaan pengakuan mengenai batas wilayah antara Indonesia dengan Malaysia. Belum jelasnya perundingan soal batas wilayah kedua negara juga menyebabkan seringnya terjadi gesekan antara Indonesia dan Malaysia. Perjanjian perbatasan Indonesia- Malaysia di Selat Malaka, Selat Pulau Bintan, Pulau Johor, Natuna Selatan, dan Selat Sulawesi belum selesai. Indonesia dan Malaysia masih bertahan pada klaim masingmasing, sehingga penyelesaian di wilayah tersebut sampai sekarang masih dalam proses perundingan. Dan agar insiden seperti penangkapan petugas Dinas Kelautan dan Perikanan oleh polisi Malaysia tidak terulang kembali, pemerintah akan melakukan koordinasi dalam hal pengawasan dan keamanan di laut. Koordinasi tersebut akan dilakukan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, Polisi Air Udara, Satuan Pengamanan Laut dan Pantai dari Kementerian Perhubungan, serta Bea Cukai. Perjanjian perbatasan laut antara Indonesia dan Malaysia sebenarnya sudah berlangsung sejak 1979, namun belum selesai sampai sekarang, dan bukan berarti tidak ada upaya perundingan. Yang terakhir adalah perundingan mengenai perbatasan wilayah laut yang dilakukan pada Oktober Khusus di wilayah tempat terjadinya insiden penangkapan di utara Tanjung Berakit dan di sekitar Tanjung Obor, di daerah itu terdapat mercusuar. Di daerah itu memang ada dua klaim, yaitu Indonesia dan Malaysia yang memiliki perbedaan cukup besar. Perundingan tentang perbatasan di daerah tersebut masih belum selesai, karena kedua belah pihak masih bertahan pada klaimnya masing-masing, sehingga penyelesaian perbatasan di wilayah tersebut sampai sekarang masih dalam proses perundingan.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

7 8 F O K U S Sengketa Perbatasan Dengan Malaysia Perlu Mewaspadai Jurus Mematikan dari Negeri Jiran Dok. ardava.com Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ditandatangani oleh 119 negara peserta pada tahun 1982 di Teluk Montego dan resmi menjadi Konvensi PBB yang disebut United Nation Convention on Law of the Sea atau disingkat UNCLOS Konvensi ini telah mewadahi Azas Negara Kepulauan yang pernah dilemparkan delegasi Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut I tahun 1958 di Jenewa. Gagasan asas /Negara Kepulauan ini sebelumnya telah diumumkan oleh Indonesia pada 13 Desember 1957, dikenal dengan Deklarasi Juanda. Tatkala itu Indonesia mengumumkan ketentuan tentang perairan Indonesia. UNCLOS 1982 berlaku efektif sejak tanggal 16 Nopember 1994 ketika lebih dari 60 negara meratifikasinya. Sudijono, SIP. MSi. Mantan Direktur AMNI, Semarang. Dalam UNCLOS 1982, penentuan laut wilayah ditetapkan tidak melebihi 12 mil dari garis dasar (baseline). Bagi negara kepulauan dapat menarik garis dasar berdasarkan straight baseline yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang-karang kering terluar dan perairan kepulauan berupa laut dan selat yang terletak di sebelah dalam garis pangkal merupakan wilayah negara kepulauan. Sedang negara yang bukan negara kepulauan seperti Malaysia, Australia, Thailand, Vietnam adalah negara kontinental, berarti lebar laut teritorialnya tidak lebih 12 mil dari normal baseline yaitu garis pantai saat air terendah. Negara yang berbatasan dengan laut dapat menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) selebar 200 mil dari garis dasar dan menentukan landas kontinen (continental shelf) yang merupakan kelanjutan daratan. Wilayahnya sampai jarak 200 mil dari garis pangkal bahkan dalam hal tertentu dapat sampai 350 mil tergantung kelanjutan daratannya, sampai jarak tepian kontinennya (continental margin). Berdasarkan UNCLOS 1982, negara pantai yang berdekatan dengan Indonesia seperti India, Australia, Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Republik Palau juga mengukur lebar laut teritorial, ZEE dan landas kontinen dari garis pangkal masing-masing dan pasti mengklaim laut dan dasar laut di bawah penguasaan dan kontrol masing-masing negara. Tentu saja terjadi overlapping yang harus diselesaikan melalui perjanjian- perjanjian antarnegara baik secara bilateral maupun multilateral. Perjanjian antara RI-Malaysia tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di Selat Malaka sudah ditandatangani di Kualalumpur 17 Maret Indonesia telah meratifikasi dengan UU No 2 Th Demikian juga perjanjian antara RI-Australia tentang batas tertentu antara wilayah Indonesia dengan PNG telah ditandatangani di Jakarta 12 Februari Indonesia telah meratifikasi dengan UU No 6 Th 1973, dan yang terakhir adalah batas laut di Selat Singapura dengan perjanjian Indonesia dan Singapura ditandatangani di Jakarta pada 25 Mei Indonesia meratifikasi dengan UU No 7 Th Persetujuan perbatasan landas kontinen (LK) dengan berbagai negara tetangga ditandatangani dan diratifikasi dengan Keppres. Persetujuan tersebut meliputi (satu), Persetujuan dengan Malaysia tentang penetapan garis batas LK di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan Dua, persetujuan dengan Australia tentang penetapan batas laut tertentu di Laut Arfuru Tiga, persetujuan dengan Malaysia dan Thailand tentang batas LK bagian utara Selat Malaka Empat, Persetujuan dengan Thailand tentang garis batas LK di bagian utara Selat Malaka dan Laut Andaman Lima, persetujuan dengan Australia tentang penetapan garis batas dasar laut tertentu di Laut Timor dan Laut Arafuru Enam, persetujuan dengan India tentang batas LK di antara P. Sumatra dan Kepulauan Nikobar Tujuh, persetujuan dengan Thailand tentang penetapan garis batas LK di Laut Andaman Delapan, persetujuan dengan India tentang perpanjangan LK di Andaman Sembilan, persetujuan dengan Thailand dan India tentang pertemuan tiga garis batas dan penentuan batas ketiga negara di Laut Andaman-1978 Sengketa perbatasan yang belum diselesaikan adalah dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, Republik Palau dan Australia. Dari sengketa perbatasan ini yang terberat adalah dengan Malaysia. Negara jiran itu No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

8 F O K U S 9 merupakan negara yang licin dalam berdiplomasi, kelihatannya tenang seperti yang terjadi pada sengketa Ambalat pascakemenangan atas Sipadan dan Ligitan, tetapi di balik itu kita patut waspada terhadap jurus-jurus yang mematikan. Sengketa dengan Malaysia bermula dari peta yang diterbitkan Malaysia tanggal 21 Desember Dalam peta tersebut tergambar wilayah Malaysia dan yurisdiksi nasionalnya yang terjadi tumpang tindih dengan negara lain termasuk Indonesia. Tumpang tindih di Selat Malaka disebabkan dalam menetapkan garis pangkal yang menghubungkan Pulau Perak dan Pulau Jarak ( jarak 123 mil, melebihi jarak yang ditentukan UNCLOS 1982, 100 mil), ZEE Indonesia ditumpangi laut teritorial Malaysia. Menurut UNCLOS 1982 Pasal 7, seharusnya dirundingkan terlebih dahulu, menumpangi perairan negara lain tidak diperkenankan. Pada kasus Pulau Karang Horsburg di utara P. Bintan, di sana ada tiga pulau karang dengan nama Horsburg (sebelah utara), Middle Rock (sebelah tengah) dan South Rock (sebelah selatan). Dahulu pemerintah koloni Inggris menempatkan mercusuar di Horsburg (untuk menjamin pelayaran internasional). Horsburg, sesuai namanya milik Hindia Belanda. Pemerintah koloni Inggris menyerahkan pemeliharaan mercu suar ini kepada Singapura. Posisi Horsburg jaraknya 40 mil dari Singapura, 14 mil dari Johor dan 14 mil dari pantai utara P. Bintan. Malaysia dengan peta tahun 1979 menamakannya Batu Putih sebagai wilayahnya dengan alasan geographically closed to the coast of Johor dan perbatasan dengan wilayah Indonesia di bawah Karang Selatan. Sedang Singapura menyebutnya Pedra Branca, berdasarkan bukti kepemilikan (occupation) sejak tahun 1840 mengklaim mejadi miliknya. Indonesia yang berjarak 14 mil dari P. Bintan menyebutnya Horsburg, menyatakan di selatan P. Horsburg tidak bisa dilayari (sangat erat keberadaannya dengan daratan P. Bintan), menjadi miliknya. P. Sipadan dan P. Ligitan pada tanggal 18 Desember 2002 diputus oleh Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia. Malaysia langsung mengklaim laut teritorial dan ZEE yang menumpangi laut teritorial, ZEE dan landas kontinen Indonesia termasuk karang Unarang dan blok Ambalat. Malaysia tidak memperhatikan Konvensi London 1891 dan Protokol London 1915 serta UNCLOS 1982, secara pasti Mahkamah Internasional tidak memutuskan mencabut konvensi dan protokol London tersebut dan tidak mengatur batas wilayah Indonesia dan Malaysia. Batas wilayah yang kita pegang adalah lintang 410U ke timur dari perbatasan P. Sebatik. Batas LK Indonesia-Malaysia di utara P. Natuna dan bagian timur Semenanjung Malaysia sudah ada, yang belum ada adalah batas LK di utara (P. Separatly dan P. Amboina Cay) yang masih dalam sengketa antara Malaysia, RRC, Filipina dan Brunei Darussalam. Apabila sengketa itu dimenangkan oleh Malaysia akan terjadi sengketa baru perbatasan LK dengan Indonesia. Sengketa perbatasan LK antara Indonesia dengan Vietnam di antara P. Sekatung (utara Natuna- Indonesia) dan P. Kondor (Vietnam). Indonesia mengklaim LK adalah median line antara garis pangkal Indonesia dan Vietnam, sedang Vietnam menuntut sistem deep channel (thalweg) atau sistem aliran palung yang akhirnya letak perbatasan sampai jarak 15 mil dari P. Sekatung. buntu. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut (Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil. Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage di Den Haag tahun Sengketa perbatasan dengan Republik Palau (Republik baru yang lahir tahun 1981) di utara Papua antara P. Fani (Indonesia) dan P. Tobi di kepulauan Helena (Palau), jaraknya hanya 117 mil. Apabila kedua negara menarik ZEE 200 mil, akan terjadi tumpang tindih dan perlu diselesaikan. Persengketaan perbatasan dengan Australia tentang dasar laut P. Roti (Indonesia) dan P. Ashmore (Australia) belum dirundingkan secara serius oleh kedua belah pihak. Demikian juga kawasan laut antara P. Christmast (Australia) dan pantai Jawa Barat yang jaraknya hanya 118 mil. Setelah Timor Timur merdeka, pihak Indonesia dan Timor Leste belum merundingkan perbatasan laut teritorial, ZEE pada perairan bagian utara dan timur Timor Leste. Ini juga merupakan sumber sengketa apabila tidak diselesaikan dalam perundingan dengan baik. Kebijakan luar negeri suatu negara tergantung kebijakan nasionalnya, sedang kebijakan nasional tergantung kepentingan nasionalnya. Kepentingan nasional masing-masing negara beragam, ada yang ingin mempertahankan keamanannya, meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, ada yang ingin mengembangkan ideologi dan terakhir adalah ekspansi teritorial. Bagi bangsa Indonesia, yang mendiami negara kepulauan, kepentingan nasional di dan lewat laut adalah satu, terjaminnya stabilitas keamanan di perairan yurisdiksi nasional. Dua, terjaminnya keamanan garis perhubungan laut antar pulau, antarwilayah, antarnegara dan alur laut kepulauan Indonesia, Tiga, terjaminnya keamanan sumber hayati dan nonhayati serta SDA lainnya di laut untuk kesejahteraan bangsa, Empat, terpelihara dan terjaganya lingkungan laut dari tindakan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem kelautan. Lima, stabilitas kawasan area kepentingan strategis yang berbatasan dengan negaranegara tetangga. Enam, terjaminnya keamanan kawasan ZEE Indonesia. Tujuh, meningkatnya kemampuan industri jasa maritim untuk mendukung upaya pertahanan negara di laut. Masing-masing negara di dunia pasti akan melindungi kepentingan nasionalnya, untuk itu diperlukan instrumen politik LN. Instrumen yang dapat digunakan adalah diplomasi. Pengertian diplomasi adalah manajemen bagaimana negara berhubungan satu sama lain dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasionalnya. Disamping itu kita kenal propaganda dan bantuan ekonomi dalam rangka mempengaruhi negara lain untuk mendukung kepentingan nasionalnya. Setiap bantuan ekonomi pasti ada sasaran yang dikehendaki sesuai kepentingan nasional negara donor. Apabila diplomasi gagal, melalui cara damai tidak berhasil, maka perang merupakan jalan terakhir. Menurut Clausewitz, pakar strategi perang Jerman, perang adalah alat kebijakan luar negeri, manakala cara damai dalam melindungi kepentingan nasionalnya gagal. Dengan demikian perang dilancarkan setelah diplomasi gagal. Tepatlah dikatakan oleh para pakar strategi, diplomasi merupakan alat untuk mencegah perang. Bangsabangsa di dunia tidak menghendaki perang terjadi, karena perang menimbulkan kesengsaraan bagi umat manusia serta dapat merusak peradaban. Ada konsep lain dalam hubungan internasional yang layak disikapi secara positif yaitu hidup berdampingan secara damai. Mungkin konsep ini dapat digunakan sebagai instrumen politik luar negeri untuk menghindari perang dalam menyelesaikan sengketa perbatasan. Sengketa perbatasan laut memerlukan perhatian yang serius bagi pemerintah. Kekalahan dalam sengketa perbatasan laut mempunyai dampak yang luas antara lain (satu) prestise negara menurun, (dua) kerugian di bidang ekonomi, (tiga) timbul masalah keamanan perbatasan dan (empat) rakyat sangat mungkin tidak terkendali, dapat menjadi krisis pemerintahan. Instrumen politik luar negeri telah memberikan peluang yang paling baik bagi bangsa Indonesia yaitu : diplomasi dan hidup berdampingan secara damai. Bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Diplomasi merupakan pilihan terbaik, tetapi diplomasi tanpa didukung kekuatan nasional yang tangguh di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer kemungkinan banyak gagalnya. Pengalaman masa lalu, berhasilnya Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi karena keberhasilan diplomasi pemerintahan Sukarno yang didukung seluruh potensi dan kekuatan nasional yang tangguh.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

9 10 F O K U S Indonesia Menolak Peta Wilayah yang Diklaim Malaysia Suhana Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Dok. presidensby.info Presiden SBY di atas KAL Tedung, di perairan Selat Malaka, Selasa (27/6) pagi. (foto: anung/presidensby.info) Pemerintah perlu mewaspadai insiden penangkapan petugas Pengawas Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di perairan Bintan, Kepulauan Riau, agar tidak berakhir seperti kasus Sipadan dan Ligitan. Ini perlu kita cermati secara mendalam, agar jangan sampai insiden tersebut dijadikan strategi untuk mengklaim perairan Bintan sebagai wilayah kedaulatan Malaysia. Seperti diketahui, perundingan perbatasan Indonesia dengan Malaysia di perairan Bintan, tempat terjadinya insiden tersebut, hingga saat ini masih mengalami kebuntuan. Dalam hal ini ketegasan sikap sangat diperlukan. Pemerintah Malaysia sebelumnya juga pernah mengklaim wilayah perairan tersebut sebagai wilayah kedaulatannya dengan mengeluarkan peta secara sepihak, namun Pemerintah Indonesia sudah melayangkan penolakan atas peta tersebut. Namun demikian upaya Malaysia untuk mengklaim perairan tersebut ternyata tidak berhenti sampai disitu, mereka terus melakukan berbagai upaya untuk menunjukkan bahwa perairan tersebut masuk kedalam kedaulatan mereka. Karena itu jangan sampai kelengahan Pengawas Perikanan Indonesia dimanfaatkan oleh mereka. Sebagaimana kita ketahui, bahwa jumlah hari operasi Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan pada 2010 ini mengalami penurunan dari 180 hari menjadi 100 hari, sebagai dampak dari kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang merealokasi anggaran KKP di 2010 ini. Akibatnya pengawasan terhadap pencurian ikan di perairan Indonesia menjadi lengah. Sehingga tidak heran kalau aktivitas pencurian ikan di perairan Indonesia saat ini cenderung meningkat. Data KKP menunjukkan, bahwa sampai akhir Juni 2010 tercatat dari 116 kapal ikan ilegal yang tertangkap oleh kapal Pengawas Perikanan, 112 diantaranya merupakan kapal ikan asing, termasuk kapal Malaysia. Pencurian ikan yang dilakukan oleh lima kapal nelayan Malaysia di wilayah perairan Bintan diduga ada unsur kesengajaan. Karena bila tidak ada tindakan protes dari aparat Indonesia, mereka dapat mengklaim perairan tersebut sebagai wilayah kedaulatannya. Jika melihat kembali dokumen beralihnya Pulau Sipadan dan Ligitan, di mana perundingan Indonesia dan Malaysia saat itu mengalami kebuntuan dan akhirnya disepakati status quo. Namun dalam kondisi status quo tersebut pemerintah Malaysia memanfaatkan kelengahan Pemerintah Indonesia atas pengawasan terhadap kedua pulau tersebut dengan cara memberikan izin untuk membuat berbagai sarana wisata dan upaya tersebut tidak mendapat protes dari Pemerintah Indonesia. Sidang Mahkamah Internasional tahun 2002, sempat memutuskan bahwa berdasarkan traktat, tidak satu pun dari Pemerintah Indonesia dan Malaysia yang berhak atas Pulau Ligitan dan Sipadan. Namun pertimbangan Mahkamah selanjutnya berpihak pada yang memiliki hak kepemilikan (tittle) atas pulau-pulau yang disengketakan tersebut berdasarkan penguasaan efektif (effectivites) yang diajukan. Dalam kaitan ini, Mahkamah menentukan apakah klaim kedaulatan para pihak didasarkan atas kegiatan-kegiatan yang membuktikan adanya suatu tindakan nyata pelaksanaan kewenangan secara terus menerus terhadap kedua pulau tersebut, antara lain misalnya adanya itikad dan keinginan untuk bertindak sebagai perwujudan kedaulatan. Berdasarkan effectivites tersebut, maka pada 17 Desember 2002, Mahkamah Internasional mengakui penguasaan efektif yang telah dilakukan oleh Pemerintah Malaysia atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan. Ketegasan Pemerintah terkait perundingan perbatasan perlu ditingkatkan disamping memperkuat pengawasan di perbatasan, dan mendesak negara lain untuk segera menyelesaikan perundingan perbatasan.[] No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

10 L E N S A 11 Wilayah Perbatasan Yang Belum Memiliki Ketetapan Indonesia-Singapura Yang perlu dirundingkan adalah segmen timur 1, yaitu di wilayah Batam- Changi, dan timur 2, yaitu wilayah sekitar Bintan-South Ledge/Midlle Rock/ Pedra Branca yang masih menunggu hasil negosiasi lebih lanjut Singapura- Malaysia pasca keputusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ). Indonesia-Filipina Pada dasarnya proses perundingan batas maritim RI-Filipina yang dilakukan sampai dengan tahun 2007 sudah mencapai kemajuan signifikan dengan dihasilkannya garis batas yang hampir selesai disepakati diantara kedua Tim Perunding. Indonesia-Vietnam Saat ini, kedua negara telah mulai melakukan pertemuan untuk membahas mengenai batas ZEE. Perundingan pertama ke dua negara telah diselenggarakan pada Mei 2010 di Ha Noi. Kedua belah pihak rencananya akan kembali melakukan pertemuan pada bulan Oktober Indonesia-Thailand Indonesia dan Thailand telah menyelesaikan batas Landas Kontinen dan tengah dalam proses untuk merundingkan batas ZEE. Pertemuan pertama di Jakarta telah dilangsungkan pada bulan Agustus 2003 dan akan dilanjutkan di Thailand pada waktu yang masih perlu disepakati bersama. Pemri telah menyampaikan usulan perundingan dengan Thailand pada akhir bulan Agustus Indonesia-India Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan India yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis batas ZEE. Waktu penyelenggaraan perundingan masih perlu disepakati bersama. Pemri telah menyampaikan usulan perundingan dengan India pada bulan Oktober Indonesia-Palau Kedua negara telah memulai pertemuan untuk membahas perbatasan maritim. Perundingan pertama dengan Palau telah dilaksanakan pada April Kedua negara menyampaikan kesepahaman bahwa isu penetapan perbatasan merupakan isu yang menjadi salah satu prioritas untuk diselesaikan kedua negara setelah pembukaan hubungan diplomatik kedua negara. Kedua negara direncanakan akan bertemu kembali pada bulan November Indonesia-Timor Leste Menteri Luar negeri RI dan Timor-Leste telah sepakat bahwa perundingan penetapan batas maritim kedua negara akan dilakukan setelah perbatasan darat kedua negara dirampungkan, mengingat penetapan garis batas maritim akan sangat tergantung pada kepastian salah satu basepoint di perbatasan darat yang perlu disepakati bersama terlebih dahulu. Prioritas Penyelesaian Perbatasan Pada tahun ini Pemri akan memprioritaskan penyelesaian batas laut antara Indonesia dengan Malaysia, Singapura (batas laut wilayah segmen timur), Timor Leste. Kemudian penyelesaian batas landas kontinen dengan Filipina dan Timor Leste. Selanjutnya penyelesaian batas ZEE dengan Filipina, India, Thailand, Viet Nam dan Timor Leste. Beberapa dasar pertimbangan dan alasan kepentingan nasional Indonesia untuk menyelesaikan perbatasan maritim dengan negara tetangga adalah karena: Penyelesaian masalah perbatasan merupakan amanat dan kewajiban institusional yang harus dilaksanakan oleh Pemri; Penyelesaian masalah perbatasan akan menciptakan kepastian hukum tentang wilayah dan pada gilirannya akan memberikan ketegasan dan kepastian batas wilayah NKRI; Penyelesaian masalah perbatasan akan menjaimin pelaksanaan pengawasan, pengamanan dan penegakan hukum dan kedaulatan negara serta perlindungan wilayah NKRI oleh aparat pertahanan negara dan aparat penegak hukum nasional; Namun, penyelesaian batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga membutuhkan waktu yang tidak sedikit karena pengaruh berbagai faktor, antara lain: kepentingan nasional masingmasing negara; dinamika politik dalam negeri masing-masing negara; aspek-aspek teknis dalam menetapkan klaim batas wilayah maritim; perundingan yang memakan waktu panjang karena menyangkut hal prinsip kepastian batas wilayah negara; dinamika tim perunding yang melibatkan berbagai instansi terkait; dan proses ratifikasi internal masing-masing negara.[] Sumber : Dirjen HPI Dok. hostoi.com 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

11 12 L E N S A Isu-Isu Strategis Pengelolaan Kawasan Perbatasan Dr. Suprayoga Hadi MSP Direktur Kawasan Khusus dan DaerahTertinggal Bappenas Dok. majalah defender.com Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki lebih dari pulau dengan panjang garis pantai lebih dari km, dan berbatasan dengan 10 negara tetangga. Di wilayah darat Indonesia berbatasan dengan 3 negara, yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste, sementara di wilayah laut berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Kawasan perbatasan ini memiliki nilai strategis, dimana dari aspek pertahanan dan keamanan, kawasan perbatasan merupakan batas territorial NKRI yang sangat berpengaruh terhadap pertahanan dan keamanan nasional. Sementara dari aspek politik, kawasan perbatasan tergolong rawan konflik politis dengan negara tetangga karena adanya persinggungan batas territorial dan yurisdiksi, terutama pada segmen perbatasan yang belum disepakati. Karakteristik dari masing-masing kawasan perbatasan tersebut berbeda-beda, ditinjau dari sisi potensi kesenjangan dengan negara tetangga, sebagai pusat pertumbuhan dan pintu gerbang negara, maupun potensi adanya kegiatan eksploitasi sumberdaya secara illegal. Dengan demikian maka masing-masing kawasan memerlukan penanganan yang berbeda sesuai dengan tantangan khas dan isu strategis yang dihadapinya. Isu-isu strategis yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan perbatasan, diantaranya adalah mengenai kekayaan sumberdaya alam yang ternyata belum mampu dimanfaatkan secara adil, optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama mereka yang menetap di kawasan perbatasan. Bahkan di beberapa lokasi kawasan perbatasan, potensi sumberdaya alam tersebut dieksploitasi secara illegal oleh pihak asing. Dari aspek infrastruktur, sebagian besar wilayah perbatasan ternyata belum memiliki sarana dan prasarana wilayah yang memadai, sehingga mengakibatkan keterisolasian wilayah dan tidak berkembangnya kegiatan ekonomi, serta potensi terjadinya disintegrasi. Dari aspek kebijakan, selama ini arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang ada cenderung berorientasi inward looking, sehingga Patroli TNI AL di pulau Miangas seolah-olah kawasan perbatasan tersebut hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan nasional. Akibatnya kawasan perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Kedepan, kebijakan pengembangan kawasan perbatasan ini tidak dapat lagi hanya menggunakan pendekatan pertahanan dan keamanan semata, melainkan harus pula memperhatikan kondisi khas masyarakat dan potensi wilayah setempat. UU No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menetapkan bahwa pendekatan pembangunan kawasan perbatasan dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan keamanan dan kesejahteraan. Hal ini kemudian ditegaskan kembali dalam kebijakan tata-ruang yang menetapkan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis dari sudut pandang pertahanan dan keamanan, sehingga dengan demikian pengembangan kawasan perbatasan berorientasi kepada kesejahteraan, hankam dan lingkungan. Pemerintah telah menerbitkan Perpres 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar guna menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan melalui pemanfaatan sumberdaya alam. Disamping itu Pemerintah juga telah menerbitkan UU No.43 tentang Wilayah Negara, yang diantaranya mengatur pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Daerah dalam pengelolaan batas wilayah dan kawasan negara, dimana dalam hal ini Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam hal pembangunan sosial dan ekonomi. UU No.43 juga mengamanatkan pembentukan Badan Pengelola di tingkat pusat dan daerah yang bertugas untuk mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan dalam hal penetapan kebijakan dan program, penetapan rencana kebutuhan anggaran, pengkoordinasian pelaksanaan, evaluasi, pengawasan, serta perumusan keikut-sertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan wilayah negara, termasuk kawasan perbatasan.[] No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

12 L E N S A 13 Penegakan Kedaulatan Wilayah Melalui Pendekatan Ekonomi dan Pendekatan Hankam Sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dunia serta semakin meningkatnya intensitas pembangunan (industrialisasi), maka perebutan wilayah perbatasan dengan motif utama penguasaan sumber daya alam baik yang terbarukan (renewable resources) maupun tak terbarukan (nonrenewable resources), seperti kasus Sipadan-Ligitan dan Ambalat, bakal semakin menggejala di masa-masa mendatang. Terlebih-lebih perairan laut dan pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan Indonesia pada umumnya kaya akan sumber daya alam. Oleh sebab itu, mulai sekarang dan kedepan seluruh komponen bangsa, rakyat dan pemerintah, mesti bersatu dan bekerja keras, cerdas, serta ikhlas untuk mengamankan kedaulatan wilayah, kewenangan dan kepentingan nasional, terutama di wilayah perbatasan. Kita mesti sadar bahwa tiga unsur yang menyusun sebuah negara-bangsa adalah adanya wilayah, penduduk, dan pemerintah. Dengan demikian, jika wilayah kedaulatan dan yurisdiksi kita selalu diganggu atau digerogoti oleh negaranegara tetangga, maka eksistensi dan kehormatan (dignity) kita sebagai bangsa mengalami ancaman serius. Pengamanan dan penegakan kedaulatan wilayah negara yang paling jitu adalah melalui kombinasi pendekatan ekonomi dan pendekatan hankam (pertahanan keamanan). Untuk itu, ada tiga agenda besar yang harus kita kerjakan sesegera mungkin. Pertama adalah penyelesaian batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga. Kedua adalah penguatan dan pengembangan kemampuan hankam nasional di laut, khususnya di wilayah laut perbatasan. Ketiga adalah memakmurkan seluruh wilayah perbatasan Indonesia dengan berbagai kegiatan pembangunan (ekonomi) secara efisien, berkelanjutan (sustainable), dan berkeadilan atas dasar potensi sumber daya dan budaya lokal serta aspek pemasaran. Sebagai negara maritim dan kepulauan (the archipelagic state) terbesar di dunia, dengan lebih pulau dan km garis pantai (terpanjang kedua setelah Kanada) serta 75 persen (5,8 juta km2) wilayahnya berupa laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Indonesia memiliki batasbatas wilayah berupa perairan laut dengan 10 negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Papua Niugini, Australia, Timor Timur, dan Palau. Sementara wilayah darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga hanya dua, yakni Malaysia di Kalimantan dan Papua Niugini di Papua. Penetapan dan penegakan batas wilayah merupakan hal yang sangat krusial karena menyangkut kedaulatan wilayah Indonesia di laut, aspek perekonomian (pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan), dan aspek hankam serta stabilitas kawasan. Pengaturan mengenai penetapan batas wilayah laut suatu negara dan berbagai kegiatan di laut sebenarnya telah termuat dalam suatu perjanjian internasional yang komprehensif yang dikenal dengan UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 atau Hukum Laut PBB 1982). Dalam UNCLOS 1982 dikenal delapan zona pengaturan (regime) yang berlaku di laut, yaitu (1) perairan pedalaman (internal waters), (2) perairan kepulauan (archipelagic waters), (3) laut teritorial (teritorial waters), (4) zona tambahan (contiguous zone), (5) Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), (6) landas kontinen (continental shelf), (7) laut lepas (high seas), dan (8) kawasan dasar laut internasional (international seabed area). Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No 17/1985 dan memberlakukan UU No 6/1966 tentang Perairan Indonesia menggantikan UU No 4/Perp.1960 yang disesuaikan dengan jiwa atau ketentuan-ketentuan UNCLOS Lebih lanjut, untuk keperluan penetapan batas-batas wilayah perairan Indonesia telah diundangkan PP No 38 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi: (1) batas laut teritorial, (2) batas zona tambahan, (3) batas perairan ZEE, dan (4) batas landas kontinen. Yang dimaksud laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen. Sayangnya, hingga saat ini penetapan batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga masih banyak yang belum tuntas. Dari 10 negara yang wilayah lautnya berbatasan dengan Indonesia, baru antara Indonesia dan Australia yang batas-batas wilayah lautnya telah diselesaikan secara lengkap. Sementara dengan negaranegara tetangga lainnya baru dilaksanakan penetapan batasbatas landas kontinen dan sebagian batas-batas laut teritorial serta ZEE. Kondisi semacam inilah yang sering menimbulkan konflik wilayah laut antara Indonesia dan negaranegara tetangga. Konflik yang terjadi akan menimbulkan ketidakstabilan Dok. tokohindonesia.com Rokhmin Dahuri Menteri Kelautan pereode dan mengganggu pembangunan perekonomian pada wilayah tersebut. Dengan belum adanya kepastian batas-batas wilayah perairan, maka kegiatan perekonomian kelautan, seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri bioteknologi, pariwisata bahari, transportasi laut, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam lainnya, serta konservasi akan terhambat. Oleh karena itu, penyelesaian batas-batas wilayah laut dengan kesepuluh negara di atas, kecuali Australia, tidak boleh ditundatunda lagi. Kerja keras, cerdas, ikhlas, dan sinergis antarinstansi terkait mesti segara diwujudkan guna menyelesaikan segenap permasalahan batas wilayah laut. Di masa Pemerintahan Kabinet Persatuan Indonesia dan Kabinet Gotong Royong, program ini sesungguhnya telah dikerjakan di bawah koordinasi Dewan Maritim Indonesia (DMI). Selain PP No 38/2002, Peta Wilayah NKRI juga telah disusun melalui kerja sama antara Bakosurtanal, Dishidros-TNI AL, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Peta ini perlu penyempurnaan dan kemudian oleh Pemerintah RI segera didepositkan (dikirim) ke PBB untuk mendapatkan pengakuan internasional. Perlu adanya kajian ilmiah dan survei untuk dapat mengklaim wilayah perairan laut sebagai wilayah Indonesia. Akhirnya, Kemlu sebagai leading agency harus didukung secara penuh dan produktif oleh instansi terkait, utamanya KKP, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, TNI AL, Kantor Menneg Ristek dan BPPT, Bakosurtanal, LIPI, dan Perguruan Tinggi Kelautan.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

13 14 L E N S A Penetapan Batas Maritim dengan Malaysia Sudah Dilakukan Sejak Tahun 1969 Konvensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, tahun ini telah mencapai usia 28 tahun. Banyak orang yang menyebutnya dengan Constitution of the Oceans karena dipandang sebagai bentuk kodifikasi hukum laut yang paling komprehensif sepanjang sejarah peradaban manusia. Konferensi untuk mewujukan konvensi tersebut membutuhkan waktu tidak kurang dari sembilan tahun sebelum akhirnya disetujui dan diratifikasi oleh sebagian besar negara pantai (coastal states) di dunia. Sekarang ini sudah 155 negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, termasuk Indonesia melalui UU No.17/1985. Salah satu hal penting yang diatur dalam UNCLOS 1982 dan terkait erat dengan Indonesia adalah yurisdiksi dan Batas Maritim Internasional. UNCLOS mengatur kewenangan sebuah negara pantai terhadap Wilayah Laut (Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekskluif, dan Landas Kontinen). Selain itu UNCLO juga mengatur tatacara penarikan garis batas maritim jika terjadi tumpang tindih klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang bersebelahan (adjacent) maupun berseberangan (opposite). Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua memiliki sepuluh tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Penetapan batas maritim dengan Malaysia sudah dilakukan sejak tahun 1969, yaitu ketika UNCLOS 1982 belum ada. Hingga sekarang ini, sudah ada 18 perjanjian batas maritim yang disepakati, sehingga tidak berlebihan jika ada pendapat yang mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang sangat produktif dalam menyelesaikan batas maritim dengan negara tetangga. Namun demikian, PR Indonesia mengenai perjanjian batas maritim ini masih tersisa. Harus diakui bahwa perjalanan Bangsa Indonesia masih diwarnai dengan riak-riak terkait permasalahan sengketa batas maritim. Kasus Ambalat yang mencuat di awal tahun 2005, isu pulau terluar, dan perbatasan dengan Singapura yang masih belum tuntas adalah sebagain catatan yang meramaikan media massa bahkan hingga saat ini. Kasus Sipadan dan Ligitan bahkan menjadi legenda yang siap dikisahkan kembali kapan saja. Kini setelah UNCLOS berusia 28 tahun, ada baiknya kita semua mengingat kembali kejadian tersebut dan mengambil pelajaran darinya untuk membangun masa depan yang lebih baik. Meluruskan kisah mitos Sipadan dan Ligitan adalah hal penting, karena sebagian masyarakat masih memahami bahwa dua pulau Indonesia ini direbut oleh Malaysia. Sesungguhnya Sipadan dan Ligitan itu adalah dua pulau tak bertuan atau dengan kata lain bukan milik siapa-siapa, termasuk Indonesia maupun Malaysia. Dua pulau ini kemudian sama-sama diklaim oleh Indonesia dan Malaysia tetapi kemudian dimenangkan oleh Malaysia karena alasan penguasaan efektif. Kemenangan Malaysia ini sesungguhnya bukan murni karena upaya Malaysia, tetapi juga karena upaya Inggris sebagai pendahulunya. Inggrislah yang telah melakukan upaya yang menguatkan penguasaan atas kedua pulau itu, baik dalam bentuk pemberlakuan hukum maupun pendirian dan pemeliharaan mercusuar. Perlu diingat bahwa penguasaan efektif yang dimaksud adalah terkait dengan pembangunan resort oleh Malaysia, dan apapun yang terjadi setelah 1969, itu tidak ada kaitannya dengan kedaulatan atas kedua pulau tersebut. Harus diakui bahwa tidak semua berita di media massa itu yang menyampaikan duduk perkara kasus Sipadan dan Ligitan secara benar. Lebih jauh lagi, ada kalanya pejabat negara tetangga juga berkomentar emosional tanpa pemahaman yang memadai sehingga memperburuk suasana. Ke depan, setidaknya ada tiga hal yang harus kita lakukan bersama untuk menuntaskan PR batas maritim, yang pada akhirnya berujung pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih damai. Pertama, adalah memusatkan perhatian pada penyelesaian batas maritim yang masih tertunda. Hal ini pastinya sudah menjadi agenda pemerintah bersama institusi terkait, apalagi Preiden juga sudah menginstruksikan untuk mempercepat penyelesaian ermasalahan perbatasan, khususnya dengan Malaysia. Negosiasi dengan Malaysia dan Filipina sedang berlangsung, demikian pula penjajagan dengan Palau sudah dilakukan. Delimitasi Landas Kontinen melebihi 200 mil laut pun sudah dilakukan dan diserahkan kepada PBB. Semua upaya ini memerlukan konsentrasi dan dukungan seluruh pihak, terutama media massa. Kedua, melakukan pemeliharaan dan sosialisasi batas maritim yang sudah ada. Penetapan batas maritim bukanlah akhir dari segalanya, karena menjaga dan memelihara perbatasan itu juga menjadi tantangan yang sangat sulit. Pewujudan batas dalam peta dengan spesifikasi yang memadai termasuk mensosialisasikannya kepada seluruh pihak yang berkepentingan (nelayan, masyarakat pesisir, dll) adalah suatu keharusan. Tanpa sosialisasi dan pemahaman yang benar tentang posisi dan status batas maritim, insiden penangkapan nelayan karena melewati garis batas tetap akan terjadi. Inilah saatnya kita belajar dan peduli dengan wilayah dan perbatasan kita. Ketiga, meningkatkan kepakaran batas maritim dari aspek legal, politis maupun teknis, karena batas maritim merupakan pesoalan hukum dan politis. Yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum dalam hal ini adalah pentingnya keahlian teknis. Memang tidak banyak berita di media massa yang membahas misalnya tentang pentingnya penentuan koordinat titik batas dengan datum geodesi yang jelas, sehingga sebagian masyarakat hanya melihatnya dari sudut pandang politis dan hukum. Indonesia memang telah banyak memiliki pakar hukum, tetapi Indonesia juga masih memerlukan orang-orang yang menekuni aspek teknis. Perlu lebih banyak ilmuwan tentang kebumian (geodesi, geofisika, hydrografi, geologi) yang menekuni aspek teknis hukum laut untuk mendukung Tim Batas Maritim Indonesia di masa depan. Tentu saja bukan berarti pakar yang ada sekarang tidak mumpuni, namun kuantitas perlu ditingkatkan dan regenerasi adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Di saat UNCLOS berumur 28 tahun, sudah semestinya kita belajar lebih banyak lagi. Perjuangan Ir. Djuanda Kartawidjaja dengan deklarasinya di tahun 1958 yang melahirkan konsep Wawasan Nusantara semestinya tetap menjadi inspirasi bagi Indonesia yang merupakan negara bahari. Perselisihan diperkirakan akan masih berjalan dalam beberapa dekade berikutnya, perkembangan sengketa belum membawa pada penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak, terlebih lagi untuk Indonesia yang wilayah teritorialnya terenggut masuk ke wilayah Malaysia. Menjadi pekerjaan rumah untuk melakukan koreksi terhadap upaya-upaya diplomatik yang masih buntu untuk solusi konkret terhadap sengketa yang masih berjalan, mengingat Kedaulatan Wilayah adalah menyangkut harga diri sebuah Bangsa. (Dari berbagai sumber) No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

14 L e n s a 15 Pada abad ke 16 dan ke 17, negaranegara kuat maritim diberbagai kawasan Eropa saling merebutkan dan memperdebatkan melalui berbagai cara untuk menguasai lautan di dunia ini. Negara- negara tersebut adalah negara-negara yang terkenal kuat dan tangguh di lautan yaitu Spanyol dan Portugis. Namun demikian Spanyol dan Portugis yang menguasai lautan berdasarkan perjanjian Tordesillas tahun 1494, ternyata memperoleh tantangan dari Inggris (di bawah Elizabeth 1) dan Belanda. Konferensi Internasional utama yang membahas masalah laut teritorial ialah codification conference (13 Maret 12 April 1930) di Den Haag, di bawah naungan Liga Bangsa Bangsa, dan dihadiri delegasi dari 47 negara. Konferensi ini tidak mencapai kata sepakat tentang batas luar dari laut teritorial dan hak menangkap ikan dari negara-negara pantai pada zona tambahan. Ada yang menginginkan lebar laut teritorial 3 mil (20 negara), 6 mil (12 negara), dan 4 mil. Setelah perdebatan panjang dan tidak menemukan kata sepakat diantara negara-negara yang bersengketa tentang wilayah maritim, maka PBB yang Sejarah Rezim Hukum Laut sebelumnya bernama Liga Bangsa- Bangsa mengadakan konferensi hukum laut pertama pada tahun 1958 dan konferensi hukum laut yang kedua pada tahun 1960 yaitu yang lebih dikenal dengan istilah UNCLOS 1 dan UNCLOS 2. Konferensi hukum laut pertama ini melahirkan 4 buah konvensi, dan isi dari konvensi UNCLOS pertama ini adalah, : 1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan (convention on the territorial sea and contiguous zone) belum ada kesepakatan dan diusulkan dilanjutkan di UNCLOS II 2. Konvensi tentang laut lepas (convention on the high seas), yaitu : Kebebasan pelayaran, Kebebasan menangkap ikan, Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa, dan Kebebasan terbang di atas laut lepas 3. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut lepas (convention on fishing and conservation of the living resources of the high sea) 4. Konvensi tentang landas kontinen (convention on continental shelf). Pada tanggal 17 Maret 26 April 1960 kembali dilaksanakn konferensi hukum laut yang kedua atau UNCLOS II, membicarakan tentang lebar laut teritorial dan zona tambahan perikanan, namun masih mengalami kegagalan untuk mencapai kesepakatan, sehingga perlu diadakan konferensi lagi. Pada pertemuan konferensi hukum laut kedua, telah disapakati untuk mengadakan kembali pertemuan untuk mencari kesepakatan dalam pengaturan kelautan maka diadakan kembali Konferensi Hukum Laut PBB III atau UNCLOS III yang dihadiri 119 negara. Dalam pertemuan ini, disapakati 2 konvensi yaitu: Konvensi hukum laut 1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaica (10 Desember1982), ditandatangani oleh 119 negara. Ada 15 negara yang memiliki ZEE besar: Amerika Serikat, Australia, Indonesia, New Zealand, Kanada, Uni Soviet, Jepang, Brazil, Mexico, Chili, Norwegia, India, Filipina, Portugal, dan Republik Malagasi. Dalam dekade abad ke-20 telah 4 kali diadakan usaha untuk memperoleh suatu himpunan tentang hukum laut, diantaranya: 1. Konferensi kodifikasi Den Haag (1930) di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa 2. Konferensi PBB tentang hukum laut I (1958) UNCLOS I 3. Konferensi PBB tentang hukum laut II (1960) UNCLOS II 4. Konferensi PBB tentang hukum laut III (1982) UNCLOS III Kepentingan dunia atas hukum laut telah mencapai puncaknya pada abad ke-20. Faktor-faktor yang mempengaruhi negaranegara di dunia membutuhkan pengaturan tatanan hukum laut yang lebih sempurna, yaitu: Modernisasi dalam segala bidang kehidupan; Tersedianya kapalkapal yang lebih cepat; Bertambah pesatnya perdagangan dunia; Bertambah canggihnya komunikasi internasional; dan Pertambahan penduduk dunia yang membawa konsekuensi bertambahnya perhatian pada usaha penangkapan ikan. Dari penjelasan-penjelasan sejarah konferensi hukum laut diatas, terdapat 4 pengaturan hukum laut internasional yang telah disepakati oleh beberapa negara dalam konvensi-konvensi yang selanjut nya dikatakan sebagai rezim-rezim hukum laut.[] (Dari berbagai sumber) 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

15 16 L e n s a Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS) Pada tahun 1957, Indonesia mendeklarasikan penguasaannya atas laut diantara pulau-pulau di Indonesia melalui Deklarasi Djuanda. Hal ini merupakan respon atas Ordonansi 1939 yang dianggap tidak menguntungkan bagi Indonesia yang berbentuk kepulauan. Dengan hanya memiliki 3 mil laut dari masing-masing pulau, ada banyak laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Selanjutnya hal ini diperjuangkan dalam dunia internasional. Melihat fenomena klaim kawasan laut yang bersifat sporadis ini, pada 1958 PBB merasa perlu adanya pengaturan penguasaan atas laut. Dilakukanlah Konferensi PBB pertama tentang Hukum Laut (United Nations Conference on the Law of the Sea) yang menghasilkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Memperkuat TNI AL dan Polair Untuk Mengamankan Perbatasan Fadel Muhammad Menteri Kelautan dan Perikanan RI Insiden pelanggaran batas wilayah oleh nelayan Malaysia dan China, sejak dari awal tahun 2010 hingga saat ini telah terjadi sebanyak 10 kali. Sedangkan di tahun 2009 lalu, pelanggaran batas wilayah yang dilakukan oleh kapal pencari ikan Malaysia adalah sebanyak 14 kali. Solusi jangka panjang yang akan diambil pemerintah terhadap negara-negara yang sering melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia, adalah melalui kerjasama ekonomi. Kerjasama ekonomi ini merupakan solusi ke depan supaya mereka tidak lagi mencuri ikan kita. Apakah itu dalam bentuk bagi hasil atau apapun, yang penting ada kerjasama. Untuk mengurangi insiden pelanggaran batas yang sama, (UNCLOS) Dalam perkembangannya, terjadi penyempurnaan hingga disepakati konvensi terbaru yaitu UNCLOS 1982 yang kini sudah diakui (diratifikasi) oleh 159 negara dan satu Uni Eropa. Indonesia, Malaysia dan Singapura juga telah meratifikasi UNCLOS 1982 ini yang artinya mereka tunduk pada aturan yang ditetapkan di dalamnya. UNCLOS mengatur kewenangan suatu negara akan laut. Disebutkan bahwa sebuah negara pantai (coastal state) berhak atas laut teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut, dan landas kontinen (dasar laut) sejauh 350 mil laut atau lebih. Selain itu diatur juga apa yang dimaksud laut bebas dan Kawasan (the Area). Lebar masing-masing Dok. matanews.com pemerintah berencana akan memperkuat TNI AL dan Polair untuk mengamankan perbatasan. Kami di Kementerian Kelautan dan Perikanan tentunya memiliki keterbatasan dalam hal personel dan peralatan. Sehingga dalam hal ini kerjasama dengan TNI AL dan Polair sangat diperlukan.[] zona ini diukur dari garis pangkal (baselines) yang dalam keadaan biasa merupakan garis pantai saat air surut terendah. Indonesia sebagai negara kepulauan berhak menarik garis pangkal berupa sabuk yang melingkupi keseluruhan kepulauan. Garis pangkal ini disebut garis pangkal kepulauan, berupa garis yang menghubungkan titik tepi pulau-pulau terluar Indonesia. Indonesia telah menetapkan garis pangkal ini dan penyelesaiannya dilakukan Maret 2009 dengan menyerahkan daftar koordinat titik-titik pangkal kepada PBB. Jika suatu negara tidak pernah mendeklarasikan garis pangkal semacam ini maka yang berlaku sebagai garis pangkal adalah garis pantainya ketika air surut terendah. Selanjutnya, zona-zona maritim seperti yang dijelaskan sebelumnya diukur dari garis pangkal ini. Bisa dibayangkan, laut teritorial Indonesia yang berukuran 12 mil laut, misalnya, diukur dari garis pangkal kepulauan bukan dari garis pantai masing-masing pulau. Demikian pulau zona lainnya yang totalnya bisa berjarak 350 mil laut, atau lebih, dari garis pangkal. Batas terluar zona-zona maritim ini bisa ditentukan sendiri (unilateral) jika ruang yang tersedia memungkinkan. Misalnya, di sebelah barat daya Sumatra, Indonesia bisa menentukan batas terluar ZEE sejauh 200 mil laut karena tidak ada negara lain di sekitar itu pada jarak 400 mil laut dari garis pangkal Indonesia. Meski demikian, pada kenyataannya, tidaklah mungkin satu negara bisa mengklaim semua zona maritim hingga 350 mil laut dari garis pangkalnya di semua sisi tanpa berurusan dengan negara lain. Jarak antarnegara yang cukup dekat membuat adanya tumpang tindih klaim antarnegara karena masing-masing memiliki hak yang sama sesuai hukum laut internasional. Sebagai contoh, di sebelah utara Pulau Bintan dan Batam, misalnya, Indonesia tidak mungkin mengklaim laut teritorial selebar 12 mil laut dari garis pangkal karena jarak antara Bintan/ Batam dengan Malaysia/Singapura kurang dari 24 mil laut. Karena kedua negara tersebut juga memiliki hak atas laut seperti diamanatkan UNCLOS, maka harus terjadi pembagian laut sesuai aturan yang ditetapkan. Tentu bisa dipahami, baik Indonesia maupun Malaysia atau Singapura tidak mungkin akan mendapatkan laut teritorial selebar 12 mil laut seperti yang diatur UNCLOS. Proses pembagian laut ini disebut dengan proses delimitasi batas maritim. Mengingat zona maritim yang bisa dikuasai oleh suatu negara beragam jenis dan lebarnya, maka kemungkinan tumpang tindih juga beragam. Jika dua negara berjarak kurang dari 24 mil laut misalnya maka yang tumpang tindih adalah laut teritorialnya. Jika jarak keduanya lebih dari 24 mil laut tetapi kurang dari 400 mil laut maka yang tumpang tindih adalah zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen. Maka dari itu, delimitasi atau pembagian laut juga berbedabeda. Ada delimitasi laut teritorial, delimitasi zona ekonomi eksklusif maupun landas kontinen. Dalam situasi tertentu, delimitasi bisa dilakukan untuk multi zona. UNCLOS mengatur masing-masing delimitasi ini dengan ketentuan berbeda. Dengan memahami proses delimitasi ini, bisa dimengerti bahwa suatu negara seperti Indonesia memang bisa menentukan sendiri garis pangkal yang melingkupi wilayahnya tetapi tidak bisa menentukan sendiri batas-batas kekuasaannya atas laut. Diperlukan proses bilateral/ multilateral. Karena posisinya, Indonesia memiliki 10 tetangga yang dengannya wajib menetapkan batas maritim. Proses ini bisa dengan negosiasi, mediasi, arbitrasi, atau menyerahkan kepada pengadilan internasional seperti International Court of Justice atau International Tribunal on the Law of the Sea. Batas maritim adalah urusan bilateral atau bahkan multilateral. Indonesia bisa saja cukup semangat menyelesaikannya tetapi tidak akan berhasil jika tetangga tidak/belum mau berproses bersama.[] No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

16 l e n s a 17 Politik luar negeri adalah cerminan kepentingan nasional, dan kepentingan nasional Indonesia adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi RI, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan kecerdasan bangsa disamping ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan social. Dari segi tersebut itu adalah tantangan sekaligus perjuangan bagi diplomasi Indonesia untuk dilaksanakan secara konsisten. Dalam perkembangan sejarahnya, setiap babakan perjuangan diplomasi Indonesia memang memiliki dinamikanya sendirisendiri. Tantangan pada masa awal kemerdekaan yang pasti tidak mudah, tetapi tantangan pada masa-masa berikutnya juga tidak serta-merta menjadi lebih mudah, dan kita dapat menarik pelajaran dari pengalaman generasi-generasi yang sebelumnya. Oleh karena itu pemahaman terhadap sejarah bangsa, termasuk babakanbabakan sejarah diplomasi Indonesia menjadi sangat penting. Pada periode , diplomasi Indonesia menghadapi tantangan berupa tatanan hokum internasional yang tidak selaras dengan kepentingan nasional, yaitu tidak membenarkan adanya kemerdekaan bagi bangsa-bangsa terjajah. Oleh karena itu diplomasi Indonesia pada saat itu tidak mempergunakan argumentasi hokum apalagi hokum internasional. Tetapi dalam babakan lain sejarah Indonesia, kita justru mengajukan argumentasi hukum didalam memperjuangkan konsep wawasan Nusantara dalam upaya melengkapi wilayah nasional secara utuh. Sebelumnya wilayah jajahan Hindia Belanda yang kita warisi itu seperti keju perancis yang banyak bolongnya. Misalnya diantara laut jawa dan laut Kalimantan itu ada laut internasionalnya, karena pada saat itu wilayah laut diukur 12 mil dari tepi pantai, sehingga selebihnya merupakan wilayah laut internasional. Konsep wawasan Nusantara adalah upaya kita untuk melengkapi wilayah Indonesia secara utuh, dimana wilayah laut kita diukur dari garis pangkal yang ditarik dari titik terluar dari pulau terluar sejauh 12 mil. Hal ini sangat luar biasa dan merupakan upaya yang tidak mudah karena membutuhkan perjuangan selama 25 tahun, yaitu dari 1958 hingga 1982, Konsep Wawasan Nusantara Upaya Melengkapi Wilayah Indonesia Secara Utuh saat diterimanya konsep tersebut menjadi konsep internasional. Perjuangan diplomasi dimasa globalisasi sekarang ini juga tidak kalah pentingnya, dimana Indonesia merupakan bagian dari komunitas global dunia. Namun dalam realitasnya dan juga ironisnya, ditengah globalisasi yang mengesankan kita dalam artian subjek Negara menjadi penduduk global, ternyata juga terjadi proses integrasi regional, seperti terbentuknya Uni Eropa dan Uni Afrika. Oleh karena itu kemudian Indonesia membentuk ASEAN dan reintegrasi Asia Timur. Ini merupakan sebuah tantangan tersendiri dan menjadi perjuangan diplomasi kita sekarang ini, karena bagaimanapun di era globalisasi ini kita tidak dapat melakukan kompetisi secara individu. Tahap demi tahap ASEAN kita bangun, dan setelah memasuki usia ke 40 tahun kita melihat adanya kebutuhan untuk meningkatkan ASEAN dari sebuah asosiasi menjadi ASEAN Community. Dengan tiga pilarnya, yaitu Ekonomi, Sosial Budaya serta Politik dan Keamanan, daya lekat kohesi ASEAN itu menjadi besar, sehingga secara kolektif kita memiliki pengaruh daya saing yang lebih besar. Disamping itu karena sekarang ini juga diperlukan suatu upaya untuk mendekatkan sisi domestic dengan sisi internasional (intermestik). Inilah yang menjadi tantangan diplomasi Indonesia sekarang, dalam artian bahwa diplomasi Indonesia tidak hanya memproyeksikan kepentingannya keluar, tetapi juga keperluan untuk mengkomunikasikan perkembangan dunia luar ke dalam agar ada pemahaman yang lebih baik. Diplomasi Indonesia juga perlu membangun konstituen diplomasi di masyarakat dari berbagai sektor, yaitu masyarakat yang memahami arah dan sasaran diplomasi politik luar negeri, sehingga dengan demikian diharapkan mereka bisa mengerti dan mendukung kebijakan-kebijakan politik luar negeri yang diambil oleh pemerintah.[] Sumber : Dr. N. Hassan Wirajuda Menlu RI pereode Sengketa Perbatasan Darat dan Laut Perlu Diselesaikan Secara Progresif Purnomo Yusgiantoro Menteri Pertahanan Indonesia siap menghadapi Malaysia di meja perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan yang belum selesai, baik perbatasan darat maupun laut. Kami sudah siapkan data, fakta, dan ketentuan hukum yang mendasari batas wilayah RI yang berbatasan dengan Malaysia baik darat maupun laut. Kita sudah siapkan semua, dikoordinasikan dengan Kementerian Luar Negeri untuk dibawa ke meja perundingan. Indonesia ingin persoalan perbatasan baik di darat dan laut diselesaikan secara progesif, dimana setelah disepakati dan diratifikasi, kedua negara harus mematuhinya. Tetapi ini adalah masalah negosiasi, masing-masing pihak memiliki argumen, apalagi ini meyangkut penentuan batas dua negara, menyangkut ZEE dan landas kontinen, jadi dalam hal ini ada tarik ulur. Namun demikian, Indonesia siap menghadapi Malaysia di meja perundingan. Sejak 1969 hingga sekarang ini, Indonesia memang baru menyelesaikan 15 status batas maritimnya dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, PNG, Vietnam, dan India. Dok. liranews.com Khusus dengan Malaysia, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antara kedua negara pada Selanjutnya pada 1970 kedua negara juga kembali meratifikasi Garis Batas Laut Wilayah RI dan Malaysia. Sementara ini masih ada 10 permasalahan perbatasan darat RI-Malaysia yang belum selesai dan diperlukan pengukuran ulang, yaitu di perbatasan Tanjung Datu, karena hasil pengukuran bersama tidak sesuai. Selanjutnya adalah perbatasan di Gunung Raya, dimana hasil joint survey yang dilakukan terhadap garis batas Gunung Raya I dan II, tidak dapat disepakati oleh kedua belah pihak. Perbatasan di Gunung Jagoi atau Sungai Buan yang menunjukkan bahwa kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan Konvensi Permasalahan perbatasan di Batu Aum, dimana kedua belah pihak tidak sepakat mengenai penerapan arah dan jarak pengukuran. Hasil survei bersama RI-Malaysia tahun 1987/1988 terhadap Titik D 400, tidak ditemukan watershed. Perbatasan di Pulau Sebatik, kedua tim survei menemukan tugu di sebelah barat P.Sebatik berada pada bagian Selatan posisi yang seharusnya 4 derajat, 20, sehingga merugikan pihak RI. Perbatasan di Sungai Sinapad, yakni muara Sungai Sinapad berada di Utara dari Lintang 4 derajat 20 Lintang Utara, tidak sesuai dengan Konvensi 1891 dan Permasalahan perbatasan di Sungai Semantipal, pihak Malaysia menyampaikan keluhan letak muara Sungai Simantipal dan meminta pengukuran ulang. Garis batas di Titik C C 600, pihak Malaysia mengeluhkan watershed yang terpotong oleh sungai. Serta permasalahan di Titik B 2700-B 3100, dari hasil pengukuran bersama menunjukkan penyimpangan sehingga Malaysia dirugikan.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

17 18 EKONOMI Batas Laut ZEE di Perairan Selat Malaka Drs. Haris D. Nugroho, M.Si. Ditjen Strahan Kemhan Kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam di laut semakin lama semakin berkembang, sehingga diperlukan pembatasan-pembatasan agar tidak membahayakan kepentingan negara lain. Oleh karena itu Majelis Umum PBB menyelenggarakan konferensi PBB I tentang hukum laut di Jenewa tanggal 24 Februari s/d 29 April Konferensi ini menghasilkan 4 (empat) kovensi, namun hasil konferensi belum memuat ketentuan lebar laut wilayah dan batas zona ekonomi. Selanjutnya PBB mengadakan konferensi hukum laut ke III, sidang berlangsung hingga sebelas kali dan pada 30 April 1982 berhasil menyepakati konvensi tentang hukum laut (United Nations convention on the Law of the Sea / UNCLOS 82) dan konvensi mulai berlaku (enter into force) tanggal 16 November Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 82 dengan UU. No: 17 tahun 1985, hal-hal fundamental yang diatur dalam konvensi ini adalah diterimanya konsepsi negara kepulauan (Archipelagic State), ditetapkannya lebar laut wilayah (teritorial) 12 NM, batas zone ekonomi eksklusif (ZEE) 200 NM dan batas landas kontinen. Dengan berlakunya ketentuan UNCLOS 82, maka status Indonesia sebagai negara kepulauan secara formal telah diakui oleh masyarakat internasional, termasuk mengenai hak-hak dan kewajiban yang melekat pada wilayah-wilayah negara kepulauan. Untuk itu sebagai negara kepulauan Indonesia dapat menerapkan ketentuan yang ada dalam konvensi khususnya yang berkaitan dengan aspek penetapan batas laut Indonesia dengan Negaranegara tetangga. Batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka telah ditetapkan oleh kedua negara dengan melakukan perjanjian batas landas kontinen yang ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1969, perjanjian ini masih berdasarkan ketentuanketentuan hasil konferensi Hukum Laut PBB I tahun 1958, dimana hasil konferensi ini masih belum memuat ketentuan tentang batas zona ekonomi. Sebagai implementasi lahirnya UNCLOS 82, Indonesia berupaya untuk menetapkan batas maritim dengan Malaysia terutama batas laut ZEE di perairan Selat Malaka. Batas ZEE dengan Malaysia di Selat Malaka sampai saat ini belum pernah dirundingkan dan diperjanjikan sehingga Indonesia menganggap masih bermasalah dan mendesak Malaysia untuk segera diselesaikan. Selama ini Malaysia menganggap perjanjian batas landas kontinen dengan Indonesia tahun 1969 sekaligus juga batas ZEE (single maritime boundaries). Pendapat Malaysia ini, telah melanggar prinsip dan ketentuan dalam konvensi UNCLOS 82 karena rejim hukum dan ketentuan dalam ZEE pada pasal 55, 56 dan 57 berbeda dengan rejim hukum dan ketentuan landas kontinen pada pasal 76, sehingga dengan adanya pendapat Malaysia di atas bangsa Indonesia akan dirugikan baik dari segi politik, ekonomi dan hankam. Dengan penetapan batas ZEE yang baru tentunya Indonesia akan diuntungkan, karena garis batas ZEE Indonesia dengan Malaysia akan berada di sebelah kanan garis batas landas kontinen atau mengarah ke pantai Malaysia. Keuntungan lain yang diperoleh Indonesia dengan adanya garis batas ZEE baru adalah wilayah perairan Indonesia akan bertambah luas dan dengan sendirinya akan diperoleh keuntungan secara ekonomi karena sumberdaya perikanan di daerah tersebut sangat melimpah. Sedangkan keuntungan politis yang diperoleh pemerintah Indonesia adalah, hasil exercise penetapan garis batas ZEE di Selat Malaka dapat digunakan sebagai dokumen teknis dalam perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan apabila hasil penetapan dipakai sebagai klaim unilateral garis batas ZEE Indonesia di Selat Malaka maka dapat dipakai sebagai batas operasional kapal-kapal TNI AL dalam penegakkan hak berdaulat NKRI di Selat Malaka. Indonesia dengan Malaysia telah menyepakati penetapan garis batas landas kontinen terletak di perairan Selat Malaka pada tanggal 27 Oktober 1969, perjanjian ini menyetujui penetapan 25 titik yang terdiri dari 10 titik koordinat di Selat Malaka dan 15 titik koordinat di perairan Laut China Selatan (pantai Timur Malaka). Penetapan titik-titik koordinat secara teknis menggunakan ketentuan-ketentuan pada konferensi PBB I tahun 1958 termasuk dan oleh Malaysia secara sepihak perjanjian batas landas kontinen dianggap sekaligus garis batas ZEE (single line), sedangkan Indonesia menganggap batas ZEE kedua negara belum pernah dirundingkan sehingga belum ada batasnya dan menurut ketentuan UNCLOS 82 batas landas kontinen tidak harus sama dengan batas ZEE. Perjanjian batas landas kontinen Indonesia dengan Malaysia di perairan Selat Malaka tahun 1969, secara teknis dan yuridis sangat merugikan Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan, dalam penetapan batas tersebut menggunakan titik-titik dasar dan garis dasar pada air rendah (kontur nol) di pantai Timur Sumatera seperti tercantum dalam UU. No : 4 / Prp. Tahun 1960, sedangkan Malaysia menarik garis dasar dari Pulau Jarak ke Pulau Perak sejauh 123 NM, ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam UNCLOS 82 dimana pada Pasal 47 ayat (2) hanya membolehkan maksimal 100 NM. Disamping itu sebagai negara pantai (coastal state) Malaysia seharusnya menarik garis dasar dari main island bukan dari Pulau Jarak ke Pulau Perak yang sangat jauh dari pantai, hal ini menyebabkan penetapan batas landas kontinen hasil perundingan tahun 1969 sangat merugikan Indonesia karena garis batasnya cenderung masuk ke arah pantai Indonesia. Berdasarkan kondisi di atas maka, Indonesia tentunya harus melakukan revisi atau mengkaji ulang hasil perjanjian landas kontinen tahun Kondisi geografis pantai Indonesia dan pantai Malaysia di perairan Selat Malaka yang saling berhadapan maka, berdasarkan ketentuan Pasal 74 UNCLOS 82 dan Point 6. Bilateral Boundaries TALOS Sp. No penetapan garis batas ZEE dapat direkonstruksi menggunakan metode garis tengah (median line) untuk mencapai pemecahan yang adil. Penarikan garis batas ZEE Indonesia dengan Malaysia di perairan Selat Malaka ditetapkan berdasarkan metode garis tengah (median line) yang diukur dari titik dasar (TD) di kedua pantainya metode ini bereferensi pada Pasal 74 Ayat (1) UNCLOS 1982 dan teknis penggambarannya berdasarkan referensi ketentuan Point 6 Bilateral Boundaries Between Opposite States, TALOS Sp. No. 51 tahun Rekonstruksi penetapan garis batas ZEE pada wilayah yang berhadapan di Selat Malaka antara Indonesia dengan Malaysia, dilakukan dengan menggunakan software Map Info dari sources peta laut digital no. 353 dan peta laut lain di wilayah tersebut untuk menjaga akurasinya dilakukan juga pengecekan secara kartografis di peta-peta laut tersebut. Hasil penetapan batas ZEE Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka yaitu garis batas ZEE yang menghubungkan koordinat titik batas (TB) yang berada paling Utara hingga titik batas (TB) yang berada di sebelah Selatan. Garis batas ZEE yang dihasilkan dari penetapan di atas mempunyai cakupan perairan yang lebih luas dibandingkan cakupan perairan hasil perjanjian batas landas kontinen tahun Apabila konsep penetapan batas ZEE di Selat Malaka dihitung luasnya mulai dari garis dasar (baseline) sampai ke garis batas ZEE, maka Indonesia memperoleh cakupan perairan sebesar km 2. Sedangkan perhitungan luas batas landas kontinen berdasarkan perjanjian tahun 1969 Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, mulai dari garis dasar (baseline) sampai garis batas landas kontinen diperoleh cakupan perairan sebesar km 2. Apabila dilakukan perhitungan untuk memperoleh selisih antara, luas perairan batas landas kontinen perjanjian tahun 1969 dengan luas perairan penetapan batas ZEE hasil rekonstruksi, maka diperoleh hasil sebagai berikut : ( ) km 2 = km 2 ~ NM 2. Asumsi perundingan Indonesia dengan Malaysia menyetujui konsep penetapan batas ZEE di Selat Malaka di atas maka, bangsa Indonesia akan mendapat keuntungan tambahan perairan yang mempunyai hak berdaulat sebesar km 2 atau NM 2. [] No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

18 k i l a s 19 Pengukuhan Duta Belia 2010 Dok. Infomed Dalam rangka menciptakan konstituen diplomasi dan juga sebagai wujud kepedulian kepada generasi muda Indonesia, Kementerian Luar Negeri RI menyelenggarakan program Duta Belia. Program ini merupakan wadah bagi generasi muda untuk memahami pelaksanaan diplomasi dan politik luar negeri Indonesia, karena melalui program Duta Belia ini para generasi muda diperkenalkan pada kebijakan luar negeri, berbagai persoalan luar negeri serta tata dan cara kerja diplomat Indonesia. Program ini telah diselenggarakan sejak 2003 dengan total peserta lebih dari 450 orang dan telah mengunjungi 11 negara. Sementara Duta Belia 2010 sekarang ini merupakan angkatan VIII dan terdiri dari 70 peserta, yaitu 66 anggota Paskibraka dan 4 siswa berprestasi. Mereka dibagi dalam tiga kelompok untuk mengunjungi Kuala Lumpur, Johor Bahru dan Singapura pada Agustus Pengukuhan Duta Belia 2010 telah dilakukan oleh Menlu RI, Dr.RM.Marty M.Natalegawa di Gedung Pancasila pada 23 Agustus Dalam sambutan pengukuhannya, Menlu menekankan bahwa generasi muda Indonesia di era globalisasi saat ini harus dapat menjadi generasi yang unggul, karena hal itu bukan suatu pilihan tetapi merupakan keharusan jika sekiranya Indonesia ingin menjadi negara yang bermartabat dan disegani di masyarakat internasional. Menlu mengharapkan kepada segenap komponen bangsa, khususnya para generasi muda untuk memiliki kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi. Hal ini sangat penting untuk menanamkan rasa kesetiakawanan sosial yang merupakan bagian dari jati diri dan karakter bangsa Indonesia, dan sikap tersebut akan senantiasa Dok. Infomed menjadi pondasi yang kokoh bagi terciptanya rasa kebersamaan, gotong royong dan saling bahu membahu dalam membangun bangsa ini kedepan. Menjadi sangat penting, menanamkan dan memupuk kepekaan dan kepedulian sosial sejak dini. Untuk itulah, kami kira tema Young Envoys Experience to Care and Support menjadi sangat relevan menjadi tema Duta Belia Tahun 2010 ini kata Menlu. Selanjutnya Menlu juga mengharapkan agar sejak dini para Duta Belia dapat memiliki kepedulian yang tinggi terhadap nasib para Tenaga Kerja Indonesia, khususnya yang sedang bekerja dan memperjuangkan nasib di luar negeri. Para Duta Belia diharpkan juga dapat melihat sisi lain tugas diplomat Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap para Warga Negara Indonesia di luar negeri. Bagi kami di Kementerian Luar Negeri, bagi kita semua bangsa dan negara ini, tidak ada pilihan kecuali harus memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada seluruh WNI di luar negeri. Ini merupakan amanat dan kewajiban konstitusi bagi setiap dari kita, anak bangsa, untuk melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia jelas Menlu. Selanjutnya Menlu mengatakan bahwa masa depan Indonesia terletak di bahu generasi muda, dan merupakan suatu kebanggaan tersendiri bahwa pada usia yang masih dini, telah memiliki atribut sebagai Duta, yang merupakan kepercayaan untuk mempresentasikan Indonesia kepada masyarakat internasional. Menlu mengharapkan agar para Duta Belia memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat perubahan besar, baik bagi diri sendiri, lingkungan, maupun Indonesia. Membuat suatu perubahan yang positif, menjadi putra-putri bangsa yang tak kenal menyerah dan memiliki tekad luar biasa untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

19 20 s o r o t Konvensi International Mengenai Keselamatan di Laut Rejim legal internasional menggunakan UCLOS Art 98 dalam upaya Search and Rescue (SAR), yang mengatur bahwa setiap negara membutuhkan nakhoda yang dapat melakukan tindakan SAR sejauh ia dapat melakukannya tanpa membahayakan kapal, awak kapal, atau penumpang dalam hal; (a) untuk memberikan bantuan kepada orang yang ditemukan tersesat di laut; (b) untuk secepatnya melakukan tindakan penyelamatan terhadap orang yang mengalami kesusahan, jika ada informasi mengenai kebutuhan dan permintaan bantuan terhadapnya, sejauh tindakan tersebut dapat dilakukan secara wajar; (c) untuk memberikan bantuan kepada kapal lain, awak dan penumpangnya, setelah terjadinya tabrakan kapal. Setiap negara pantai harus mendorong terwujudnya pemeliharaan operasi pencarian yang efektif dan layanan penyelamatan yang memadai dalam hal keselamatan di laut melalui pengaturan kerjasama regional dengan negara-negara tetangganya. Konvensi international mengenai keselamatan di laut adalah Safety of Life at Sea (SOLAS), 1974, dimana secara umum, SOLAS dianggap sebagai perjanjian yang paling penting di IMO dalam hal pengaturan keamanan kapal dagang. Konvensi ini diadopsi pada 1 November 1974 dan diberlakukan pada 5 Mei 1980, serta terus-menerus diperbarui melalui amandemen. Pada 30 Juni 2010, sebanyak 159 negara pihak telah mengadopsi SOLAS, termasuk semua negara-negara ASEAN, kecuali Laos PDR. Regulasi V/33.1 menyebutkan bahwa Nakhoda kapal yang tengah berada di laut dan berada dalam posisi yang memungkinkan untuk memberikan bantuan, ketika menerima informasi bahwa ada orang yang tengah mengalami kesulitan di laut, mereka pasti akan berupaya memberikan bantuan secepatnya dan memberitahukan bahwa kapal mereka segera melakukan upaya pencarian dan penyelamatan terhadap orangorang yang mengalami musibah di laut tersebut. Bab V Pasal 7 dari SOLAS menyatakan bahwa tugas pencarian dan penyelamatan itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Hal ini untuk memastikan bahwa pengaturan yang diperlukan dibuat untuk mengkomunikasikan musibah yang terjadi dan melakukan Robert C.Beckman Director of Centre for International Law (CIL), National University of Singapore Dok.scil.nus.edu.sg koordinasi dengan pemerintah mengenai tanggung jawab untuk menyelamatkan orang-orang yang tengah berada dalam kesulitan di sekitar pantai atau di laut. Pengaturan ini mencakup pembentukan, operasi dan pemeliharaan fasilitas SAR yang dianggap praktis dan diperlukan. Konvensi internasional mengenai SAR di adopsi pada 1979 dan mulai diberlakukan pada 22 Juni Konvensi ini kemudian dirubah melalui resolusi Maritime Safety Committee IMO pada 1998 dan diberlakukan pada 1 Januari Kemudian dirubah kembali pada 2004, dan diberlakukan pada 1 Juli Pertanggal 30 Juni 2010, sudah sebanyak 95 negara yang menjadi para pihak di konvensi ini, termasuk Singapura dan Viet Nam. Konvensi SAR 1979 ini dimaksudkan untuk membangun sistem internasional dengan standar dan prosedur yang umum. Tujuannya adalah untuk mengembangkan International SAR Plan sehingga operasi penyelamatan terhadap orang-orang yang tengah berada dalam musibah di laut akan dikoordinasikan oleh organisasi SAR, dan bila perlu dengan melakukan kerjasama organisasi SAR antar negara. Ada beberapa negara yang tidak meratifikasi Konvensi SAR 1979 ini, karena mereka beranggapan bahwa tanggungjawab negara sebagai para pihak dalam konvensi ini terlalu besar. Pada perubahan 1998 yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2000 dijelaskan, bahwa tanggung jawab pemerintah dalam hal ini lebih ditekankan pada pendekatan regional dan koordinasi antara operasi SAR maritim dan aeronautika. Kerjasama SAR 1979 adalah upaya mendorong para pihak untuk masuk ke dalam perjanjian SAR dengan melibatkan negara tetangga dalam pembentukan SAR regional, pengumpulan fasilitas, pembentukan prosedur umum, serta kerjasama pelatihan dan kunjungan penghubung. Kerjasama SAR 1979 memuat rincian langkah-langkah persiapan yang harus diambil, termasuk pendirian RCCs (Rescue Co-ordination Centres) dan sub-sub RCCs,serta penjabaran prosedur operasi yang harus diikuti dalam hal keadaan darurat atau siaga selama operasi SAR. Kerjasama SAR 1979 membutuhkan para pihak untuk mengkoordinasikan organisasi SAR, dan bila perlu melakukan operasi SAR bersama-sama dengan negara tetangga. Kecuali jika ada persetujuan antara negara yang bersangkutan, bahwa para pihak memiliki otoritas sesuai dengan hukum nasional dan peraturan yang berlaku, untuk langsung masuk ke dalam wilayah teritorial laut pihak lain, semata-mata hanya untuk melakukan operasi SAR. Perubahan SAR 1979 hingga 2004, dimaksudkan untuk memastikan bahwa dalam setiap kasus disediakan tempat yang aman bagi orang yang diselamatkan dalam waktu yang wajar. Para pihak akan berkoordinasi dan bekerjasama untuk memastikan bahwa nakhoda kapal yang memberikan bantuan dengan menaikkan orangorang yang mengalami musibah di laut dibebaskan dari kewajiban penyimpangan pelayaran lebih lanjut dari kapal dimaksud, asalkan pembebasan kewajiban nakhoda kapal tersebut tidak membahayakan keselamatan hidup di laut. Pihak yang bertanggung jawab atas wilayah SAR di mana orang-orang yang diselamatkan itu ditemukan memiliki tanggung jawab untuk menyediakan tempat yang aman, atau memastikan disediakannya tempat yang aman. Setelah mengadopsi Konvensi SAR 1979, Komite Keselamatan Maritim IMO membagi lautan dunia menjadi 13 wilayah SAR, dimana masing-masing negara memiliki batas wilayah SAR yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagian besar negara-negara ASEAN telah menetapkan Search and Rescue Region (SRR) mereka, namun beberapa SRR yang ada tersebut ternyata tumpang tindih. SRR tersebut dinyatakan tanpa mengurangi sengketa maritim dan klaim batas maritim, dan bila tidak ada perjanjian mengenai SRR ini, maka negara-negara yang bertetangga didorong untuk membuat perjanjian kerjasama. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) adalah jaringan komunikasi darurat otomatis kapalkapal di seluruh dunia. GMDSS ini diperkenalkan melalui amandemen Konvensi SOLAS yang telah diadopsi pada 1988 dan mulai diberlakukan pada 1 Februari 1992, namun demikian GMDSS baru mulai beroperasi secara penuh pada 1 Februari GMDSS memiliki dua tujuan, yaitu untuk memetakan wilayah-wilayah yang telah memiliki jaringan GMDSS dan untuk menentukan apakah kapal harus membawa peralatan radio GMDSS sebagai persyaratan tambahan. Sebelum ada GMDSS, jumlah radio dan jenis peralatan keselamatan yang harus dibawa oleh kapal tergantung dari tonase kapal. Dengan GMDSS, jumlah dan jenis peralatan keselamatan kapal serta radio yang harus dibawa oleh kapal tergantung pada kawasan GMDSS di mana mereka melakukan perjalanan. Pertanggal 1 Februari 1999, semua kapal laut penumpang dan kapal barang yang beroperasi pada pelayaran internasional mulai dari 300 tonase gross ke atas, harus membawa peralatan yang dirancang untuk meningkatkan peluang penyelamatan terhadap terjadinya suatu kecelakaan, termasuk radio satelit Emergency Position Indicating Radio Beacons (EPIRBs), dan Search and Rescue Transponders (SARTs). Jika terjadi insiden musibah, GMDSS memungkinkan dilakukannya pencarian dan penyelamatan melalui otoritas darat, serta melakukan pengiriman informasi langsung ke sekitar wilayah dimana kapal mengalami musibah, dan memberikatan peringatan melalui satelit dan komunikasi terestrial. Dalam hal terjadinya suatu musibah, seluruh operasi dikoordinasikan oleh RCC yang ditunjuk dan diinformasikan untuk siaga, baik melalui system Inmarsat, COSPAS- SARSAT atau dari stasiun radio pantai yang berpartisipasi dalam GMDSS. Pencarian itu sendiri dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Konvensi SAR dan diperkuat dengan IAMSAR secara manual. GMDSS menyediakan sarana komunikasi untuk mengetahui di mana kapal yang mendapat musibah itu berada, jadi GMDSS dan SAR 1979 itu saling melengkapi. Konvensi SAR No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

20 s o r o t memang dirancang untuk menyediakan sebuah sistem global yang dapat merespon keadaan darurat. Sementara GMDSS dibentuk untuk mendukung SAR 1979 dengan komunikasi yang efisien. Jadi efektivitas SAR 1979 dan GMDSS ini tergantung pada ratifikasi dan seberapa baik implementasinya. Pendekatan umum untuk pengembangan operasi SAR maritim dan penerbangan didasarkan pada tiga konvensi, yaitu: Konvensi SOLAS (V/33), Konvensi SAR 1979, dan Lampiran-12 Konvensi Chicago tentang Penerbangan Sipil Internasional. International Maritime Organization (IMO) dan International Civil Aviation Organization (ICAO) telah membentuk Working Group bersama guna harmonisasi operasi SAR maritim dan aeronautika melalui penyiapan pembentukan International Aeronautical and Maritime Search and Rescue (IAMSAR) secara manual. Kerjasama SAR ASEAN dilakukan berdasarkan ASEAN Agreement 1975 yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada 15 Mei Perjanjian ini memfasilitasi operasi pencarian kapal yang mengalami musibah dan penyelamatan para korban kecelakaan kapal, dan diratifikasi oleh Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Thailand dan Viet Nam. Deklarasi tersebut adalah demi kepentingan para Pihak dalam melakukan langkah-langkah pemberian bantuan kepada kapal yang mengalami musibah di wilayah mereka dan juga tindakan yang tepat dan memungkinkan untuk dapat dilakukan oleh para pemilik kapal atau pihak berwenang di mana kapal tersebut terdaftar untuk mempersiapkan langkah-langkah bantuan yang harus dilakukan dalam keadaan seperti itu. Perjanjian Kerjasama tahun 1975 mengatur bahwa suatu Pihak harus tunduk pada kendali otoritas mereka sendiri, seperti izin masuk pesawat dan kapal, peralatan dan personil yang diperlukan untuk mencari kapal yang mengalami musibah, penyelamatan korban kecelakaan kapal ke seluruh wilayah, juga wilayah lainnya yang dilarang yang diyakini bahwa kapal atau korban berada. Para Pihak wajib membuat perjanjian untuk memastikan mereka dapat masuk ke suatu wilayah tanpa penundaan, sementara teknisi ahli yang diperlukan untuk pencarian dan penyelamatan melakukan koneksi dengan kapal yang mengalami musibah. Cetak biru Politik-Keamanan 2009 merupakan dasar bagi dibentuknya ASEAN Maritime Forum yang menyerukan untuk dilakukannya langkah-langkah peningkatan kerjasama Keselamatan Maritim dan SAR melalui kegiatan seperti berbagi informasi, kerjasama teknologi dan pertukaran kunjungan pihak yang berwenang. Negara-negara ASEAN juga telah membentuk Search and Rescue Regions (SRRs) dan Maritime Rescue Coordination Centres (MRCCs) yang menyarankan adanya kerjasama diantara negara-negara ASEAN di tingkat operasional SAR yang baik secara umum. Beberapa negara ASEAN bahkan telah memiliki protokol bilateral yang menetapkan mengenai prosedur masuknya unit penyelamatan ke wilayah otoritas masing-masing. Langkah-langkah peningkatan kerjasama yang dilakukan adalah dalam hal kerjasama penggunaan fasilitas SRR setiap kali terlibat misi SAR. Meningkatkan arus dan pertukaran informasi yang ada selama operasi SAR. Meningkatkan kerjasama pengelolaan anggota keluarga dari orang yang diselamatkan atau hilang di laut, dan sering melakukan latihan regional SAR untuk menjamin efisiensi dan efektivitas komunikasi ang dan pengaturan operasi SAR. Menetapkan pengaturan kerjasama praktis SAR di wilayah laut teritorial di mana terdapat batas maritime, di wilayah dimana terjadi tumpang tindih SRRs. Pengaturan praktis tersebut tidak harus mengurangi batas klaim maritim dan delimitasi batas maritim. Peningkatan kerjasama akan lebih mudah dilakukan apabila ada kerangka hukum yang umum. Sebagian besar negara-negara ASEAN merupakan para pihak pada UNCLOS dan SOLAS, tapi hanya 2 negara ASEAN yang menjadi pihak pada SAR. Sebaiknya semua negara ASEAN yang tidak menjadi pihak pada Konvensi SAR 1979 harus benar-benar didorong untuk menjadi para pihak. ASEAN harus mempertimbangkan penyusunan Perjanjian baru SAR ASEAN. Sementara itu, ASEAN juga harus mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kerjasama mereka, termasuk dalam hal: Penggunaan berbagai fasilitas dalam misi penyelamatan; Prosedur standar operasi untuk masuk ke perairan teritorial dan melakukan pertukaran informasi; Pengaturan di daerah perbatasan; Meningkatkan program pelatihan SAR; dan meningkatkan latihan SAR.[] Presidential Friends of Indonesia (PFoI) 2010 Menlu RI, Dr. R. M. Marty M. Natalegawa telah menerima 23 Indonesianis yang merupakan peserta program Presidential Friends of Indonesia (PFoI) 2010 di Gedung Pancasila, 16 Agustus Pertemuan tersebut ditujukan untuk saling bertukar pikiran mengenai kebijakan luar negeri RI. PFoI 2010 tersebut diikuti oleh para Indonesianis negara-negara sahabat yang berasal dari kalangan akademisi, pengusaha, tokoh media dan peneliti. Progam PFoI untuk tahun 2010 mengambil tema Progress in Indonesia: Democracy, Plural Society and Economic Development. Pada pertemuan ini, Menlu memaparkan mengenai transformasi Indonesia yang berhasil bangkit menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Indonesia juga telah menjadi negara yang berperan aktif dalam pembentukan kerangka kerjasama regional dalam ASEAN serta mengatasi permasalahan global seperti lingkungan hidup dan terorisme. Sebagai cerminan dari kehidupan demokrasi di Indonesia, Menlu menyatakan bahwa kebijakan politik luar negeri Indonesia saat ini lebih terbuka dan lebih transparan bagi para konstituennya. Kita perlu meningkatkan peran rekan kita dari civil society, media massa, akademisi dan konstituen lainnya dalam merumuskan isu-isu kebijakan luar negeri, sehingga setiap pihak memiliki peran dalam pengambilan kebijakan, papar Menlu. Sebagaimana dilansir pada Siaran Pers Kementerian Luar Negeri, PFoI Dok. Infomed ini merupakan program tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia (Kementerian Luar Negeri dan Kantor Presiden Urusan Hubungan Internasional) sejak 2008 untuk memberikan informasi terbaru perkembangan Indonesia kepada kalangan Indonesianis dari berbagai negara. Dengan demikian mereka diharapkan menjadi sahabat-sahabat Indonesia di luar negeri yang dapat membantu menyebarkan informasi terbaru tentang Indonesia. Program ini juga ditujukan untuk meningkatkan people-to-people contact antara Indonesia dengan negara masing-masing peserta. Selama di Indonesia para sahabat Indonesia akan mengikuti upacara bendera dan resepsi kenegaraan dalam rangka HUT ke-65 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Negara. Selain itu, mereka juga akan berdiskusi dengan beberapa kalangan akademisi di Universitas Indonesia mengenai keanekaragaman budaya dan agama di Indonesia serta mengunjungi beberapa tempat bersejarah dan industri rakyat di Jakarta dan Yogyakarta. Sejak dicanangkannya, PFoI telah diikuti oleh 67 peserta dari berbagai negara. Program ini diharapkan dalam jangka panjang akan makin banyak membentuk sahabat-sahabat Indonesia di luar negeri untuk membantu penyebaran informasi mengenai perkembangan Indonesia terkini di negara-negara masing-masing diantaranya melalui tulisan tentang Indonesia di berbagai media di negara mereka.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

21 APA KATA MEREKA 22 Indonesia tidak begitu terkenal di Kenya, dan kecenderungan pada umumnya masyarakat Kenya mengasosiasikannya dengan India yang jauh lebih dikenal. Apalagi juga tidak mudah bagi Kenya untuk membayangkan sebuah negara yang terdiri dari pulau-pulau yang sangat banyak seperti Indonesia. Namun Indonesia tidak dikenal sebagai negara push-over, Indonesia dikenal sebagai negara anggota G20, anggota OPEC, dan sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan ini menjadi perhatian yang sangat penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia. Dan dikenal sebagai negara demokratis terkemuka yang secara independen melakukan reformasi politik dan ekonomi. Hal ini menarik untuk dijadikan agenda standar yang menantang bagi negara-negara di seluruh dunia. Indonesia menunjukkan bahwa Islam dan demokrasi dapat hidup berdampingan di suatu negara yang bebas. Indonesia merupakan mercusuar bagi dunia dalam hal mencari peta jalan mengenai toleransi agama. Republik Indonesia sangat siap untuk memainkan peran yang sangat berpengaruh dalam masalah global terutama dengan pesatnya pertumbuhan pengaruh Islam. Program PFoI mengingatkan saya pada Program Pengunjung Internasional Amerika Serikat yang cukup lama digunakan oleh Amerika Serikat untuk mempromosikan dan memproyeksikan dirinya di luar negeri tetapi tidak terbatas pada negara-negara yang terkait hubungan diplomatis. Saya kira program PFoI akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperkenalkan dan mempopulerkan Indonesia ke dunia. Saya sadar bahwa Republik Indonesia tidak tergantung pada IMF. Ada pelajaran penting yang harus dipelajari oleh orang-orang Amerika mengenai hal ini yang kadang-kadang merasa kewalahan oleh sepak-terjang IMF dan Bank Dunia! Namun itu tidak berarti bahwa IMF tidak berguna sama sekali. Pelajaran lain yang dapat saya ambil dari program ini adalah (a) toleransi agama dan pelajaran tingkat tinggi yang telah diinvestasikan oleh masyarakat Indonesia dalam hal ini; (b) komitmen untuk kemerdekaan dan kebanggaan nasional serta peran yang dimainkan oleh masyarakat sipil dalam mempromosikan dan Indonesia Mampu Membuktikan Islam dan Demokrasi Dapat Bersinergi melindungi kemerdekaan dan demokrasi di Indonesia, dan (c) perjuangan melawan korupsi yang mengikis dan melemahkan kekuatan suatu negara untuk dapat hidup makmur dan mempertahankan kemerdekaan, Republik Indonesia adalah bahan pelajaran besar bagi negara-negara berkembang. Saya berharap dapat mendorong dialog antar-iman di Kenya setelah saya kembali. Saya berharap bahwa kita akan dapat mendatangkan lembaga-lembaga penting di Indonesia ke Kenya untuk membantu kami dalam hal itu. Program ini sangat terorganisasi dengan baik dan saya berterima kasih kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kenya atas pencalonan saya, kemudian juga kepada Kantor Dok. Diplik James B.Hoesterey Dosen Antropolog Islamic Studies, Lake Forest College, AS. Peserta PFoI Saya sangat terkesan dengan penyelengaraan Presidential Friends of Indonesia, karena dari program inilah saya mendapatkan banyak informasi berharga mengenai kondisi riil yang terjadi di Indonesia. Saya sangat salut dengan upaya pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, dalam memperkenalkan Indonesia melalui Presiden dan Departemen Luar Negeri Indonesia yang telah memberikan saya kesempatan untuk menjadi salah satu dari hanya 2 wakil dari Afrika dalam kelompok peserta program PFoI yang berjumlah 23 orang. Saya berharap bahwa kita bisa memiliki lebih banyak waktu untuk bertukar wawasan dan mengembangkan wacana intelektual dengan para akademisi di Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada. Insya Allah peserta lain dari Kenya juga akan dicalonkan kembali untuk program selanjutnya dan ada penambahan jumlah peserta untuk wakil dari Afrika. Saya juga berharap adanya interaksi lebih lanjut diantara para peserta dan alumni PFoI, antara masa lalu, sekarang dan masa depan.[] Stephen Musalia Mwenesi (Advocat) Peserta PFoI dari Kenya PFoI Dapat Menciptakan Image Baru Tentang Indonesia program ini, dimana banyak hal baru yang kami pelajari tentang Indonesia. Presidential Friends of Indonesia ini merupakan sebuah jembatan diplomatik didalam hubungan kerjasama antara masyarakat Indonesia dengan warga AS. Pasalnya, masih banyak orang Amerika Serikat yang tidak faham mengenai kondisi Indonesia yang sebenarnya. Masih banyak warga AS yang masih memiliki stigma buruk mengenai Indonesia, dan program PFoI ini sangat membantu dalam menciptakan image baru yang baik tentang Indonesia. Sejak kehadrian Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat, banyak warga AS yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai Indonesia. Dan dengan adanya program PFoI ini, warga AS bisa mengetahui secara jelas dan jernih mengenai Indonesia. Dalam berbagai kesempatan kami diberikan kesempatan untuk bertanya sebebasbebasnya mengenai Indonesia, tidak ada batasan sama sekali. Awalnya saya sempat ragu untuk mengikuti program ini, karena saya kira program ini hampir sama dengan program-program propaganda wisata Peserta PFoI Dok. Diplomasi untuk mempromosikan Indonesia dan menutupi kenyataan yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Tetapi ternyata tidak demikian, dan saya sangat salut dengan program ini, karena dalam beberapa kali diskusi dan pertemuan yang kami lakukan, baik dengan Menteri Luar Negeri RI, akademisi dari UI, dan bahkan Kadin, kami dibebaskan untuk mengorek informasi yang sebenar-benarnya tentang Indonesia. Melalui program ini pula, para peserta PFoI dapat melihat gambaran Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragam Islam tetapi tetap memiliki prinsipprinsip demokrasi dan moderen. Gambaran inilah yang perlu diinformasikan kepada warga AS untuk menghapus stigma bahwa Indonesia adalah negara yang kacaubalau dan tidak kondusif. Setelah ini kami akan semakin giat untuk memperkenalkan Indonesia kepada warga AS, terutama untuk meluruskan citra Islam di mata dunia. Kami akan melakukan beberapa program, seperti seminar mengenai pluralisme di Indonesia dan menyampaikan tentang ajaran Islam yang sesungguhnya, terutama mengenai silaturahmi.[] No. 35 Tahun III 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010

22 23 APA KATA MEREKA Peserta PFoI Kemlu Perlu Memetakan Keahlian Peserta PFoI Dok. Diplik Prof Timo Kivimaki Finlandia Peserta PFoI Saya pikir program ini sangat bermanfaat dan menawarkan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik bagi Indonesia selaku tuan rumah maupun bagi para peserta PFoI. Ini sangat bagus karena para peserta yang diundang dalam program ini nantinya dapat memberikan informasi mengenai Indonesia di negara mereka masing-masing, khususnya di lingkungan kerja atau keahlian mereka. Jadi manfaat program ini bagi Indonesia, saya kira sangat tergantung pada bagaimana tindak lanjutnya. Fasilitas dan pelayanan penginapannya sangat bagus, demikian juga dengan Liaison Officers-nya, mereka sangat baik. Saya kira yang perlu menjadi perhatian dalam program ini adalah masalah manajemen waktu, mungkin isu mengenai Indonesia sebagai negara Jam Karet ini sedikit dipertanyakan karena akan berdampak negatif terhadap pelaksanaan program. Saya kira bobot program PFoI ini juga akan semakin bertambah jika Kementerian Luar Negeri RI memetakan dengan seksama hubungan dan bidang keahlian dari para peserta program, sehingga kemudian akan memungkinkan untuk memanfaatkan para alumni PFoI di masa depan. Sangat baik bagi Indonesia untuk memastikan bahwa para peserta PFoI yang diundang dan diperkenalkan kepada para pejabat senior, para ahli dan pengusaha Indonesia yang relevan ini bermanfaat bagi Indonesia ke depan. Saya fikir akan lebih bagus lagi jika Kementerian Luar Negeri Indonesia dapat mempertahankan hububungan dengan para peserta PFoI dan memanfaatkannya, seperti skema yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam Friends of Myanmar.[] O P I N I Indonesia-Malaysia Dalam Ketegangan Erlinda Matondang Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Slamet Riyadi Surakarta Jawa Tengah Dok. Diplomasi Insiden antara Indonesia dan Malaysia kembali terjadi. Kali ini protes keras dari anggota DPR muncul ke permukaan sebagai reaksi atas sikap yang diambil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pidato tanggapan atas protes keras itu pun telah disampaikan oleh SBY pada 1 September Sebenarnya sikap yang diambil oleh SBY kali ini dapat dilihat memiliki banyak alasan yang diambil dari berbagai tataran pemikiran. Mulai dari tenaga kerja luar negeri Indonesia (TKLNI) yang berada di Malaysia, batas wilayah, cost-benefit, hingga mengenai citra diri atau reputasi Indonesia. Melihat ke semua sisi ini, merupakan suatu langkah yang tepat jika jalan diplomasi dan menjaga kerjasama menjadi pilihan penyelesaian masalah yang terjadi di antara kedua belah pihak. Jika melihat dari sisi TKLNI yang berada di Malaysia, kuantitas yang sangat besar untuk tetap dijaga keadaannya. Hal ini terkait dengan kesejahteraan, ketenagakerjaan dan demografi yang ada di Indonesia. Pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia berarti membuat jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat karena lebih dari dua juta penduduk Indonesia yang menjadi TKLNI harus kehilangan pekerjaan. Hal ini berdampak pula pada kesejahteraan keluarga TKLNI yang berada di Indonesia. Dapat dibayangkan bagaimana kondisi Indonesia jika itu terjadi. Berapa jauh kemerosotan Indonesia kala itu. Belum lagi penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa masih harus menampung TKLNI yang pulang dari Malaysia. Ini akan menimbulkan permasalahan sosial baru bagi Indonesia. Menempatkan Malaysia sebagai musuh dengan memutuskan hubungan diplomatik, berarti meletakkan bahaya di depan pintu wilayah. Seperti diketahui bahwa Indonesia tidak memiliki batas alam yang jelas dengan Malaysia di Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah laut, batas-batasnya masih dalam perundingan yang rumit dan tak kunjung usai. Dengan pengambilan sikap yang memusuhi Malaysia berarti kita sudah membiarkan ada musuh yang menghadang tepat di depan gerbang teritorial kedaulatan RI. Berbicara masalah cost-benefit, kita harus melihat pada kenyataan bahwa TKLNI di Malaysia memberi sumbangan yang cukup besar terhadap pendapatan negara. Apalagi sejumlah wisatawan dan mahasiswa Indonesia adalah warga negara Malaysia. Jika DPR menghendaki adanya perang dengan Malysia, maka biaya yang dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat akan terbuang percuma untuk sekedar meluapkan emosi yang tidak terarah. Ini menjadi pertimbangan yang cukup krusial terkait dengan keuangan negara. Berulang kali statement yang memprotes sikap SBY menyatakan bahwa ini menyangkut harga diri Indonesia. Inilah alasan yang paling sering disampaikan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Padahal, jika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia justru dapat membuat reputasi Indonesia semakin buruk. Sebenarnya konsep harga diri seperti apa yang menjadi landasan berpikir gelombang protes ini? Kedudukan Indonesia sebagai pencetus Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN serta anggota Dewan Keamanan PBB, mengharuskan kita untuk tetap menjaga keamanan dan perdamaian di kawasan. Mengibarkan permusuhan dengan Malaysia berarti Indonesia tidak konsisten dengan nilai yang diusung dalam Pembukaan UUD 1945 dan politik luar negeri Indonesia. Sudah saatnya kita bertindak secara tegas terhadap Malaysia, tapi masih dalam kerangka menjaga komitmen Indonesia selama ini.[] 15 SEPTEMBER - 14 OKTOBER 2010 No. 35 Tahun III

23 No. 21, Tahun 35 Tahun III, Tgl. 15 September - 14 Oktober TABLOID Peringatan HUT RI dan HUT Kemlu Ke-65 Kunci Sukses Kemlu Continuity and Change Dok. Infomed Walaupun HUT RI dan HUT Kemlu RI ke-65 tahun 2010 ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, namun hal itu tidak menyurutkan semangat jajaran Kementerian Luar Negeri RI untuk tetap merayakan hari yang bersejarah bagi bangsa Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui: Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke: diplomasi_ri@yahoo.com Media Komunikasi dan Interaksi dan negara Indonesia ini dengan menyelenggarakan berbagai aktifitas perlombaan olah raga, diantaranya futsal, senam pagi dan gerak jalan. Menlu RI, Dr. RM. Marty M. Natalegawa juga tidak ketinggalan, bersama-sama dengan keluarganya Menlu RI : sama marilah kita beradaptasi Mengenang dengan Seratus kondisi dan suasana Tahun yang Moham senantiasa berubah, ungkap Menlu Kontribusi Isla dalam sambutan yang disampaikan pada acara syukuran HUT RI dan HUT Kemlu di Gedung Caraka Loka, Dan Demokras Kompleks Pusdiklat Kemlu, Jakarta (19/8/2010). Untuk menghadapi tantangan Dalam Memban ke depan Kemlu memerlukan Menurut Indonesia suasana dan budaya kerja yang nyaman dan penuh persaudaraan, tanpa meninggalkan aspek dan nilai profesionalisme serta integritas. beliau turut serta mengikuti perlombaan gerak jalan yang diselenggarakan dengan penuh semangat. Menlu HUT RI dan HUT Kemlu yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan Da i Bachtiar dalam melaksanakan misi : politik luar negeri melalui kerjasama dan Menyelesaikan Pers kerja keras agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi bagi bangsa dan negara. TKI di Dalam Malaysia kesempatan tersebut Den Menlu menyerahkan secara simbolik Kepala rumah bagi Dingin 20 orang karyawan yang ini, menjadi dua momentum yang dapat disyukuri bersama untuk merefleksikan kembali dharma bakti Kemlu bagi bangsa dan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa di usianya yang ke- 65 ini Kemlu telah banyak memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan bangsa dan negara ini. Dengan berlandaskan amanat UUD 1945 dan kepentingan nasional, Kemlu tidak saja mampu mengatasi berbagai tantangan melainkan juga memanfaatkannya untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Kuncinya adalah continuity and change yaitu melanjutkan apa-apa yang dinilai baik yang telah kita lakukan tetapi pada saat yang Peringatan HUT RI dan HUT Kemlu ke-65 merupakan momentum bagi jajaran Kemlu untuk menanamkan rasa kebersamaan dan kepedulian telah berbakti untuk Kemlu sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Rangkaian kegiatan lainnya yang dilakukan dalam rangka memperingati HUT RI dan Kebudayaan, HUT Deplu, diantaranya Fondasi donor darah, lomba kebersihan, lomba karya tulis, seminar dan pameran foto sejarah Memperkuat diplomasi Indonesia. Hubunga Hari bahagia bagi keluarga besar RI - Suriname Kemlu ini juga dilengkapi dengan penarikan doorprize berupa peralatan elektronik rumah tangga hingga sepeda motor.[] Nia Zulkarna Pimpinan dan segenap jajaran Kementerian Luar Negeri RI mengucapkan Selamat Idul Fitri n1431 H Mohon Maaf Lahir dan Batin KIN Film Bertema Bulutang Direktorat Diplomasi Publik Pertama di Du Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta Telepon : Faksimili :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2 Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2 Di awal tahun 2005, bangsa ini gempar oleh satu kata Ambalat. Media massa memberitakan kekisruhan yang terjadi di Laut Sulawesi perihal sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PEMAPARAN

SISTEMATIKA PEMAPARAN PENYELESAIAN BATAS MARITIM DENGAN NEGARA-NEGARA TETANGGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMINIMALISIR KEGIATAN IUU FISHING I Surabaya 22 September 2014 Seminar Hukum Laut Nasional 2014 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009 Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 24 Juni 2009 Pada tanggal 23 Juni 2009 di Markas Besar Legiun Veteran RI diselenggarakan ceramah tentang masalah Ambalat. Yang bertindak sebagai pembicara adalah Laksma

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

MASALAH PERBATASAN NKRI

MASALAH PERBATASAN NKRI MASALAH PERBATASAN NKRI Disusun oleh: Nama : Muhammad Hasbi NIM : 11.02.7997 Kelompok Jurusan Dosen : A : D3 MI : Kalis Purwanto STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara, Condong Catur Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN TINJAUAN BUKU MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN Vivian Louis Forbes. 2014. Indonesia s Delimited Maritime Boundaries. Heidelberg: Springer. xvii + 266 hlm. Sandy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ambalat adalah blok laut seluas 15.235 Km2 yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setelah Mahkamah Hukum Internasional menjatuhkan putusan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002, Indonesia memasuki suatu

Lebih terperinci

Masalah Penetapan Batas Landas Kontinen dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Oleh : Danar Widiyanta 1

Masalah Penetapan Batas Landas Kontinen dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Oleh : Danar Widiyanta 1 32 Masalah Penetapan Batas Landas Kontinen dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia Oleh : Danar Widiyanta 1 Abstrak Zone Ekonomi Eksklusif merupakan hal yang penting bagi Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI Dr. Sri Handoyo dan Ir. Tri Patmasari, M.Si Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL Disampaikan pada Dialog Publik

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D. Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan I Made Andi Arsana, Ph.D. Jutaan orang menyaksikan debat capres ketiga tanggal 22 Juni lalu. Temanya, setidaknya menurut saya, sangat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10 I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10 A.TUJUAN AJAR Dapat menjelaskan Sengketa Batas Maritim dan penyelesaiannya B. POKOK BAHASAN: Penyebab sengketa batas maritim Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura Seperti yang telah kita ketahui, permasalahan batas maritim untuk Indonesia dengan Singapura sudah pernah disinggung dan disepakati

Lebih terperinci

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004] ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara

Lebih terperinci

KONFLIK PERBATASAN INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Kasus: Sengketa Blok Ambalat) Moch Taufik

KONFLIK PERBATASAN INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Kasus: Sengketa Blok Ambalat) Moch Taufik KONFLIK PERBATASAN INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Kasus: Sengketa Blok Ambalat) Moch Taufik Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KONFLIK INDONESIA MALAYSIA TENTANG KEPEMILIKAN HAK BERDAULAT ATAS BLOK AMBALAT DAN AMBALAT TIMUR

TINJAUAN YURIDIS KONFLIK INDONESIA MALAYSIA TENTANG KEPEMILIKAN HAK BERDAULAT ATAS BLOK AMBALAT DAN AMBALAT TIMUR TINJAUAN YURIDIS KONFLIK INDONESIA MALAYSIA TENTANG KEPEMILIKAN HAK BERDAULAT ATAS BLOK AMBALAT DAN AMBALAT TIMUR Rosmi Hasibuan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Abstract: Overlap claming

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 355 TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Tommy Hendra Purwaka * Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta Jalan Jenderal

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada 45 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sejauh ini upaya hukum yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani pulau pulau terluar di Indonesia adalah sejak tahun 2005 pemerintah telah melakukan

Lebih terperinci

Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas

Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas Tajuk Rencana Kompas 2016/3/24 Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas Sudah layak dan sepantasnya kalau Indonesia bersikap tegas terhadap Tiongkok berkait dengan tindakan kapal patroli negeri itu di Laut Natuna.

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia Modul 1 Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia Dr. Budi Sulistiyo M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi penjelasan tentang perkembangan hukum laut dan wilayah perairan Indonesia, wilayah laut

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA Lampiran Surat Nomor: Tanggal: PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN LUAR NEGERI RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 NO. A. BATAS MARITIM, RUANG LAUT, DAN DIPLOMASI MARITIM A.1 PERUNDINGAN DAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TERAKHIR BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA

PERKEMBANGAN TERAKHIR BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA PERKEMBANGAN TERAKHIR BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA Tri Patmasari, Eko Artanto dan Astrit Rimayanti Pusat Pemetaan Batas Wilayah - Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta Bogor KM

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Konsep Negara kepulauan Evolusi

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan

BAB I PENDAHULUAN. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ketidakjelasan batas-batas negara dan status wilayah sering menjadi sumber persengketaan di antara negara-negara yang berbatasan atau berdekatan. Persengketaan

Lebih terperinci

xii hlm / 14 x 21 cm

xii hlm / 14 x 21 cm ka JUDUL BUKU HUKUM KEWILAYAHAN INDONESIA (Dasar Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dan Konsep Pengelolaan Pulau-pulau Terluar NKRI) PENULIS Mahendra Putra Kurnia, SH.MH PENERBIT Bayumedia Publishing Malang

Lebih terperinci

UNCLOS I dan II : gagal menentukan lebar laut territorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia

UNCLOS I dan II : gagal menentukan lebar laut territorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia Konferensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 (United Nations Conference on the Law of the Sea - UNCLOS I) yang menghasilkan 4(empat) Konvensi yaitu : Konvensi tentang laut territorial dan jalur tambahan,

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING Andri Hadi Plt. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Laut Teritorial: KEWENANGAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 23 Agustus 2010 Senin, 23 Agustus 2010

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 23 Agustus 2010 Senin, 23 Agustus 2010 Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 23 Agustus 2010 Senin, 23 Agustus 2010 PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG KABINET PARIPURNA DI KANTOR PRESIDEN JAKARTA TANGGAL 23 AGUSTUS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas sekitar pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu terbentang dari timur

BAB I PENDAHULUAN. atas sekitar pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu terbentang dari timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas sekitar 18.000 pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu terbentang dari timur ke barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Laut sepanjang sejarah merupakan salah satu akses perdagangan dunia dimana lalu lintas kapal dari berbagai Negara. Sejak Zaman kerajaan Kerajaan Jawa hingga

Lebih terperinci

Mahendra Putra Kurnia

Mahendra Putra Kurnia MEMPERKUAT KEDAULATAN NEGARA MELALUI OPTIMALISASI PARIWISATA KAWASAN PERBATASAN NKRI Sosialisasi Potensi Pariwisata Kawasan Perbatasan dan Pulau Terluar Indonesia Diselenggarakan Oleh KKN Non-Reguler FH

Lebih terperinci

KUNCI SOAL ULANGAN HARIAN II TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017

KUNCI SOAL ULANGAN HARIAN II TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017 No. Dokumen : F/751/WKS1/P/14 No. Revisi : 0 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA SMA NEGERI 1 GODEAN Jalan Sidokarto 5, Godean, Sleman, Yogyakarta,

Lebih terperinci

UPAYA TIMOR LESTE DALAMMENYELESAIKAN BATAS WILAYAH LAUT DENGAN AUSTRALIA RESUME SKRIPSI

UPAYA TIMOR LESTE DALAMMENYELESAIKAN BATAS WILAYAH LAUT DENGAN AUSTRALIA RESUME SKRIPSI UPAYA TIMOR LESTE DALAMMENYELESAIKAN BATAS WILAYAH LAUT DENGAN AUSTRALIA RESUME SKRIPSI Disusunoleh: Raimundo de FátimaAlvesCorreia 151 070 253 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Disusun oleh: Adrianus Terry Febriken 11010111140685 Styo Kurniadi 11010111150006 Riyanto 11010111150007 Wahyu Ardiansyah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT Suparman A. Diraputra,, SH., LL.M. Fakultas Hukum. Universitas Padjadjaran Bandung 1 PERMASALAHAN Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS BATAS-BATAS MARITIM ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN MALAYSIA

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS BATAS-BATAS MARITIM ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN MALAYSIA 102 TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS BATAS-BATAS MARITIM ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN MALAYSIA Oleh Sariman BS & Dasril Adnin Dosen Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Masih banyak pulau

Lebih terperinci