GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA"

Transkripsi

1 GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA Oleh: Makmun 1 Abstraksi Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh. Seiring dengan dinamika masyarakat pemerintah harus mengubah paradigma pembangunan melalui pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan. Beberapa hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah: a) pemahaman atau visi-misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin, b) langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat, c) peran pelaku penanggulangan kemiskinan adalah penduduk miskin itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping), d) perlu adanya koordinasi yang baik, e) adanya kelembagaan yang berfungsi sebagai penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan), dan f) perlunya monitoring dan evaluasi. I. Latar Belakang Meski kegiatan pembangunan dilaksanakan melalui berbagai penyempurnaan, namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi. Ketimpangan di atas pada gilirannya menciptakan kelompok-kelompok penduduk yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya-sumberdaya pembangunan. Kelompok tersebut sering disebut kelompok penduduk atau masyarakat miskin. Jumlah kelompok masyarakat miskin ini semakin banyak dengan semakin besarnya gelombang krisis ekonomi. Terpaan krisis ekonomi tidak hanya meluluhlantahkan program-program pembangunan, namun juga merusak tatanan ekonomi masyarakat yang telah terbangun sebagai hasil dari pembangunan yang selama ini dilakukan. Lebih parah lagi, kondisi krisis telah menjadikan sebagian besar masyarakat tidak dapat lagi menikmati fasilitas-fasiltas mendasar, seperti fasilitas pendidikan, sarana dan prasarana transportasi dan lain sebagainya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, banyak sekali perubahan status keluarga dari yang tadinya keluarga sejahtera menjadi keluarga miskin 1 Penulis adalah ajun peneliti madya pada Badan Analisa Fiskal, Depkeu. 1

2 dan sebaliknya. Hal ini merupakan dampak atau pengaruh dari adanya krisis ekonomi, yang menimpa sektor usaha (investasi) yang pada gilirannya akan diikuti dengan pengenaan PHK sehingga dengan sendirinya mengurangi tingkat pendapatan masyarakat. Pada sisi lain, tingkat inflasi terjadi sangat tinggi. Hal ini selain akibat nilai tukar rupiah yang semakin merosot, juga disebabkan oleh semakin sedikitnya barang (produk) yang dihasilkan oleh kegiatan usaha dalam negeri. Gambaran di atas menuntut rasa keprihatinan dan kebijakan semua pihak, sehingga setiap kegiatan produktif diarahkan untuk menanggulangi kondisi kemiskinan di atas. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari program-program peningkatan kesejahteraan keluarga, yang sampai saat ini masih dinaungi oleh program-program pemerintah. Namun demikian lembaga-lembaga masyarakat pun telah banyak mengambil peran, seperti pada sektor kesehatan, pendidikan, kebutuhan pangan dan lain sebagainya. Secara lokal maupun nasional, kemiskinan mempunyai empat dimensi pokok,yaitu : (1) kurangnya kesempatan (lack of opportunity); (2) rendahnya kemampuan (low of capabilities); (3) kurangnya jaminan (low-level of security); dan (4) ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Dalam memahami masalah kemiskinan di Indonesia, penting untuk diperhatikan adalah lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran. Saat ini secara garis besar diidentifikasi terdapat tiga jalur pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, yaitu jalur pembangunan sektoral, regional, dan khusus. Masing-masing jalur mengandung berbagai macam pelaksanaan program yang sesuai dengan kategori program penanggulangan kemiskinan. 2

3 Penanggulangan kemiskinan merupakan bagian agenda pembangunan nasional yang diamanahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara dan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun , ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Penyelenggaraan upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan sinkronisasi dengan upaya-upaya pembangunan yang lain sehingga dapat mencapai sinergi dan hasil yang optimal. Dengan demikan tidak terjadi pelaksanaan program yang tidak sinergi dan tumpang tindih satu sama lain, serta kurang terfokus dalam menetapkan sasaran program (siapa, apa, dimana, dan bagaimana). Upaya penanggulangan kemiskinan, senantiasa menjadi perhatian pemerintah melalui berbagai kebijakan pembangunan yang dijabarkan ke dalam program-program pembangunan, baik melalui pembangunan sektoral nasional maupun pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Program-program pembangunan yang mempunyai sasaran pada penduduk miskin adalah sangat beragam, baik ditinjau dari segi sektor program pembangunan, sektor alokasi anggaran, maupun sektor instansi penyelenggara (governance institution) pelaksana program (implementing agency) penanggung jawab program (executing agency). Sampai saat ini, penanganan dan penanggulangan masalah kemiskinan masih terlalu banyak melibatkan peran pemerintah. Menurut Tap MPR RI Nomor XV/MPR/1998, upaya penanggulangan kemiskinan harus diletakan pada pelibatan tanggung jawab dunia usaha yang lebih besar, terutama pihak-pihak usaha nasional seperti badan usaha milik swasta (BUMS) maupun badan usaha milik negara (BUMN). Dengan kata lain, pembangunan akan semakin bergeser pada pembangunan yang diselenggarakan oleh masyarakat. 3

4 Strategi kedepan yang diterapkan adalah, pemerintah hanya sebagai fasilitator, yaitu pemicu dan pemacu proses pembangunan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Itulah demokrasi pembangunan. II. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Kemiskinan Pengertian kemiskinan ada bermacam-macam, namun dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan terpadu harus ada kesepakatan pemahaman semua pihak penyelenggara agar targeting yang dilaksanakan tepat sasaran baik target penduduk miskin maupun program yang dilaksanakan. Pengertian kemiskinan yang perlu diketahui dan dipahami adalah sebagai berikut: 1. Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari kalori per kapita per hari. 2. Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila: a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya. b. Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari. c. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. d. Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah. e. Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. 3. Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00 per hari. 2.2 Masyarakat Miskin Menurut Gunawan Sumodiningrat, masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal: 1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation). 2. Melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness). 4

5 3. Menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi (inacceribility). 4. Menentukan nasibnya diri sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability); dan 5. Membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor). Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. 2.3 Kemiskinan dan Arah Kebijakan Pembangunan Pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan di wilayah kabupaten Bogor dititikberatkan kepada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus sebagai sumberdaya manusia pembangunan yang harus senantiasa ditingkatkan kualitas dan martabatnya. Pembangunan yang bertumpu pada peran serta masyarakat (people driven) dilaksanakan secara merata di semua lapisan masyarakat. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara pemerintah, masyarakat dan segenap pelaku ekonomi. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidental poverty. Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang 5

6 kritis dan atau terisolasi. Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Sementara itu seasonal pover y, t yaitu kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usahatani tanaman pangan dan nelayan. Pola yang lain adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan potensi daerah yang tertinggal besar kemungkinan menyebabkan penduduknya miskin. Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan dapat pula dilakukan terhadap pengembangan wilayah atau desa yang bersangkutan. Apabila dikaji terhadap faktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan yang tidak merata pula. Kondisi kemiskian dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian, motivasi dan kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan yang menghimpit. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, maka kebijaksanaan dituangkan dalam tiga arah kebijaksanaan. Pertama kebijaksanaan tidak langsung yang diarahkan kepada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan; kedua kebijaksanaan langsung yang ditujukan pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah; dan ketiga, kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan 6

7 masayarakat miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan. Saat ini, mengingat pentingnya program kemiskinan, pemerintah telah menyusun lembaga, dan strategi, kebijakan dan program yang mudah dan implemtatif. Untuk pemerintah kabupaten, lembaga yang berkompeten dengan kemiskinan adalah: BKKBN, Depkes, Depdiknas, BPS, PMK, Bagian Sosial, dan sebagainya. Kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Internal lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya, sedangkan faktor eksternal menunjukan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Oleh karenanya, program akan berjalan efektif apabila memperhatikan unsur kedua-duanya. Kebijakan yang keliru dapat menyebabkan suatu keadaan kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan. Ketidakmampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan, merupakan tantangan bagi seluruh stake holder kabupaten Bogor. 2.4 Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada era reformasi seperti saat ini, Pemerintah Pusat telah mengundang-undangkan UU Otonomi Daerah serta Otonomi Khusus agar Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur maupun mengelola rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, kemampuan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk melaksanakan strategi pemberdayaan masyarakat diperlukan suatu transformasi peranan Pemerintah daerah dari inisiator berubah menjadi fasilitator. Perubahan paradigma baru ini ditetapkan dalam strategi pembangunan yang ditawarkan, antara lain: 7

8 1. Memperkuat, memperbaiki dan menciptakan kapasitas kelembagaan produksi, pendapatan dan pengeluaran; 2. Meningkatkatkan dan melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan; 3. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh Pemda; dan 4. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia (capacity building) yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat melalui strategi pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, antara lain : 1. Menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling); dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut; dan 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan. Dalam rangka ini Pemda Bogor diperlukan untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (oppor unity) t yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna. 3. Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi (kata kuncinya adalah perlindungan kepada masyarakat). Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada masyarakat lemah/ miskin amat mendasar sifatnya, karena melindungi tidak berarti 8

9 mengisolasi/menutup dari interaksi, karena hal itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dengan kata lain, melindungi harus ditinjau sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang/sehat, serta eksploitasi yang kuat atas masyarakat yang tidak berdaya. Dalam konsep pembangunan, pemberdayaan adalah menjadikan masyarakat bukan sebagai obyek dari berbagai proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemda, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunan. III. Potret Kemiskinan Uraian tentang potret kemiskinan dimaksudkan untuk memberikan gambaran kondisi kemiskinan penduduk dan kemungkinan atau hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan yang nantinya diharapkan sebagai starting point untuk menentukan bentuk kebijakan/program yang tepat serta penyusunan rencana aksi (action plan) agar penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan dengan lancar di tingkat operasional. Secara umum penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain: 1) Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat; 2) Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk; dan 3) Kemiskinan alamiah, yaitu kemisikinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian daerah. Selain pengertian kemiskinan secara universal, maka diperlukan juga pengertian kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas 9

10 setempat dan pemerintah daerah terkait. Dengan demikian, kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran. Untuk mengidentifikasi kemiskinan selama ini yang sering digunakan adalah garis kemiskinan (poverty line), yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan ketidakmampuan penduduk melampui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum, misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan (misalnya kebutuhan perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang lain dan jasa). Tabel 1 memberikan gambaran garis kemiskinan (poverty line) yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi penduduk riil perkapita perbulan untuk makanan (food consumption) berdasarkan pada hasil survai pedesaan maupun Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS yang dilakukan secara bertahap mulai tahun Indeks harga (price index) merupakan metode untuk menunjukkan base year (1996 = 100) sehingga pengeluaran untuk konsumsi makanan sudah mencerminkan nilai riil karena faktor inflasi sudah dikeluarkan. Tabel 1 juga memberikan interpretasi bahwa penduduk dengan pengeluaran konsumsi makanan riil Rp perkapita perbulan pada tahun 1996 akan dikelompokkan dalam penduduk miskin. Apalagi dengan munculnya krisis ekonomi Indonesia yang dimulai tahun 1997, yang mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin karena menurunnya garis kemiskinan hingga Rp perkapita perbulan. 10

11 Tabel 1 Perkiraan Besarnya Garis Kemiskinan (Poverty Line) Hasil Survai Pada 100 Desa Di Indonesia (Rp/Kapita/Bulan) Poverty Line No Waktu Survai Makanan Price Index (%) 1 Susenas, Februari , Survai Pedesaan, Mei , Survai Pedesaan, Agustus , Survai Pedesaan, Desember , Mini Susenas, Desember , Survai Pedesaan, Mei , Mini Susenas, Agustus , Sumber : Konferensi Internasional Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, 16 Mei 200, Jakarta Kemudian pada tahun 1998, upaya pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi maupun upaya penurunan tingkat kemiskinan akibat krisis ekonomi mulai dilaksanakan melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Propram Inpres Desa Tertinggal (IDT), maupun program-program lainnya, dan menghasilkan kenaikan garis kemiskinan karena meningkatnya pengeluaran konsumsi makan riil Rp perkapita perbulan. Pada tahun 1999 berdasarkan hasil Mini Susenas, pengeluaran konsumsi makanan riil telah mengalami kenaikan sebesar Rp63,306 perkapita perbulan. Hal ini mencerminkan adanya perbaikan taraf hidup penduduk meskipun kondisi krisis ekonomi masih berlangsung sehingga jumlah penduduk miskin dapat diturunkan dengan meningkatnya garis kemiskinan. 11

12 Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Propinsi No Propinsi Urban + Rural % 1 DKI Jakarta ,64 2 Jawa Barat ,44 3 Jawa Tengah ,25 4 DI Yogyakarta ,83 5 Jawa Timur ,31 Penduduk P. Jawa ,17 Indonesia ,43 Sumber : Agus Sutanto & Puguh B. Irawan, Regional Dimensions Of Poverty :Some Findings On The Nature Of Poverty, Jakarta, diolah. Tabel 2 menggambarkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun Secara nasional penduduk miskin sudah mencapai ± 32 juta jiwa tahun 1996 dengan komposisi 27,3% berada di wilayah perkotaan dan selebihnya 82,7% berada di pedesaan. Dan setelah memasuki krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin secara nasional mencapai ± 47 juta jiwa atau 23,6% dari 205 juta jiwa penduduk Indonesia dengan komposisi penduduk yang berada di pedesaan sebesar 66,9% dan selebihnya berada di perkotaan sebesar 33,1%. Hal tersebut memberikan arti bahwa semenjak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan peningkatan pertumbuhan penduduk miskin sebesar 45,4% tahun Persebaran penduduk miskin menurut wilayah menunjukkan bahwa lebih kurang 58,3% tersebar di P. Jawa, di P. Sumatera tersebar 19,9%, di P. Kalimantan tersebar 5,0%, di P. Bali dan Nusra tersebar 5,8%, di P. Sulawesi tersebar 7,3% dan di Maluku-Irian Jaya tersebar 3,7%. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa erat kaitannya dengan pola persebaran penduduk yang sebagian besar berada di Jawa. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa 12

13 berdampak pada rentannya penduduk terhadap krisis ekonomi sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin. Komposisi penduduk miskin di P. Jawa paling besar berada di Propinsi Jawa Timur sebesar ± 9 juta jiwa atau 19,4% dari jumlah penduduk miskin nasional. Sedangkan urutan kedua ditempati Propinsi Jawa Barat yang lebih banyak penduduk miskin dari pada Propinsi Jawa Tengah, yaitu ± 8 juta jiwa atau 18,3% dari jumlah penduduk miskin nasional. 3.2 Perbandingan Karakteristik Sosio Demografi Penduduk Miskin Berdasarkan hasil Konferensi Internasional tentang kemiskinan di Indonesia tahun 2000 hasil kerjasama antara World Bank dengan Center for Statistical Services (CSS) di Jakarta menunjukkan rata-rata jumlah keluarga dalam penduduk miskin di perkotaan ± 4 orang dan rata-rata di pedesaan ± 5 orang. Banyaknya jumlah anggota keluarga akan memperberat biaya hidup (cost o f living) terutama untuk memenuhi kebutuhan makanan dan nonmakanan, seperi perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya. Persentase kepala keluarga perempuan di perkotaan ± 15%, artinya dalam 100 kepala keluarga terdapat 15 orang kepala keluarga perempuan. Implikasi terhadap kepala keluarga perempuan adalah kemampuan untuk mendapatkan pendapatan (income) dalam keluarga adalah relatif rendah, karena keterbatasan jenis pekerjaan yang sesuai dengan perempuan dan mobilitas untuk mendapat pekerjaan relatif sulit terutama di perkotaan. Sedangkan kepala keluarga perempuan di pedesaan ± 11 orang, artinya kepala keluarga perempuan relatif sedikit di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan. Meskipun kepala keluarga perempuan relatif sedikit, namun kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dan pekerjaan relatif sulit di pedesaan. Akibatnya, jumlah penduduk miskin tetap saja lebih banyak jumlahnya di pedesaan daripada di perkotaan. 13

14 Dalam penduduk miskin rata-rata usia kepala keluarga yang hidup di wilayah perkotaan (urban) adalah antara tahun. Sedangkan usia kepala keluarga di wilayah pedesaan (rural) adalah antara tahun. Melihat dari sisi usianya, rata-rata kepala keluarga tersebut masih tergolong dalam kelompok umur produktif, yaitu antara tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mereka pada umumnya masih kuat untuk bekerja menghidupi keluarga, namun karena adanya faktor-faktor eksternal yang lebih kuat sehingga mereka tidak mampu untuk merubah ataupun menghadapi tekanan eksternal tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikannya, pada umumnya, tingkat pendidikan penduduk miskin rata-rata rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil survai Susenas BPS yang menyatakan tingkat penduduk penduduk miskin di wilayah perkotaan rata-rata tamat SD atau waktu sekolah hanya 7 tahun. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk miskin di pedesaan rata-rata tidak tamat SD atau waktu sekolah hanya 5 tahun. Tabel 3 Karakteristik Sosial Demografis Rumahtangga Miskin Tahun 1999 No Karakteristik Penduduk Penduduk Miskin Rata-rata jumlah keluarga: a. Perkotaan (urban) 4,44 1 b. Pedesaan (rural) 4,80 c. Total (urban & rural) 4,66 % Kepala rumahtangga perempuan : a. Perkotaan (urban) 14,89 2 b. Pedesaan (rural) 11,51 c. Total (urban & rural) 12,79 Rata-rata umur kepala rumahtangga : a. Perkotaan (urban) 43,43 3 b. Pedesaan (rural) 46,03 c. Total (urban & rural) 45,05 Rata-rata lama sekolah : a. Perkotaan (urban) 7,18 4 b. Pedesaan (rural) 5,23 c. Total (urban & rural) 6,03 Sumber: Agus Sutanto & Puguh B. Irawan, Regional Dimensions o f Poverty: Some Findings on the Nature of Poverty, pada Konferensi Internasional tentang Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, Jakarta, Mei

15 3.3 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kedepan Masalah kemiskinan khususnya kemiskinan di pedesaan merupakan masalah yang serius. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam sila kelima dari Pancasila, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kiranya merupakan tugas dan kewajiban bagi pemerintah bersama-sama masyarakat semua untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan yang menghinggapi sebagian dari rakyat indonesia. Berbagai upaya telah dilaksanakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan antara lain melalui program Jaringan Sosial dan program penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional maupun program khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan yaitu P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), P2MPD dan program pembangunan daerah sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun penurunan tersebut masih rentan terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik nasional, konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah dan bencana alam. Hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menunjukkan bahwa berbagai kelemahan program-program pemerintah yang dijalankan selama ini dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan antara lain adalah: 1. Program tidak direncanakan secara matang. Program-program pengentasan kemiskinan pada umumnya dibuat dalam jangka pendek, tanpa memperhitungkan kesinambungannya. Akibatnya proyek tidak mampu menuntaskan masalah secara tuntas. 2. Tidak adanya ketegasan dalam menentukan targe t group. Sebagai contoh target program PDMDKE adalah kelompok masyarakat yang kehilangan 15

16 pekerjaan atau penurunan pendapatan akibat kekeringan dan krisis moneter. Namun dalam pelaksanaannya target sasaran mengalami perluasan. 3. Terdapatnya kebocoran dalam penyampaian dana program kepada kelompok sasaran. 4. Dalam berbagai program pengentasan kemiskinan, kurang adanya pemberdayaan masyarakat. Terdapat kesan bahwa dalam program tersebut masyarakat miskin menjadi obyek dari program yang seharusnya dipandang sebagai subyek dari program. 5. Selama ini berkembang persepsi dari masyarakat bahwa dana yang berasal dari pemerintah sifatnya gratis. Akibatnya banyak program-program yang sifatnya bantuan permodalan seperti KUT dan JPS yang gagal dalam perjalanannya. 6. Tidak berjalannya fungsi pengawasan baik yang dilakukan oleh LSM maupun tokoh informal. Hal ini disebabkan tidak diterapkannya aturan yang tegas tentang kegiatan pengawasan yang harus dilakukan dari sekedar berfungsi untuk mengontrol kelompok sasaran. Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan merosotnya mutu generasi dan menjamin kelangsungan pembangunan di masa yang akan datang. Seiring dengan dinamika masyarakat dewasa ini, pemerintah harus menyadari bahwa salah satu syarat penting untuk mencapai keberhasilan pembangunan bukan semata-mata karena baiknya strategi dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan pembangunan harus didukung oleh peran masyarakat atau partisipasi masyarakat. Pola ini disebut sebagai pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan (Gunawan Sumodiningrat, hal 2). Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu strategi yang disusun secara komprehensif 16

17 dan integral berprinsip partisipatif, demokratis dan disertai dengan penegakan hukum (law and order) serta mekanisme pasar yang ideal untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat dan rasa aman bagi kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan hal di atas, perubahan paradigma penanggulangan kemiskinan harus menjadi suatu gerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat dengan miskin potensial produktif, proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut harus berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu pendampingan kepada kelompok masyarakat miskin dengan berbagai kegiatan yang dilakukannya sangat diperlukan. Bentuk pendampingan tersebut berupa fasilitasi, mediasi dan advokasi yang sebaiknya dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat setempat. Peran pemerintah lebih bersifat sebagai fasilitator guna melakukan penciptaan kondisi yang kondusif bagi proses kegiatan penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan merupakan langkah intervensi pemerintah terhadap kelompok masyarakat miskin produktif potensial untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat miskin beserta kelembagaannya (capacity building and institution building) dalam pengelolaan sumber daya dengan pendekatan community based development menuju masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah: 1. Pemahaman atau visi-misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin. Penduduk miskin di sini diartikan sebagai penduduk miskin produktif potensial. 17

18 2. Langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja yang memberikan pendapatan memadai dan lestari (melembaga, menjadi milik masyarakat). 3. Peran pelaku penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini yang menjadi pelaku utama adalah penduduk miskin itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping). 4. Koordinasi, yaitu pemerintah sebagai penggerak, fasilitator, dinamisator dan motivator. 5. Kelembagaan. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan fungsi kelembagaan adalah penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan). Mekanisme pelaksanaan dilakukan melalui forum lintas pelaku, masyarakat bersama-sama pemerintah daerah. 6. Monitoring dan evaluasi yang bisa dilakukan secara internal yaitu masyarakat sendiri dan eksternal yaitu oleh kelompok independen. Paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan harus berdasarkan prinsip-prinsip adil dan merata, partisipatif, demokratis mekanisme pasar, tertib hukum dan saling percaya yang menciptakan rasa aman. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, pendekatan yang diperlukan dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan. Selanjutnya perlu disusun kebijakan dan langkah-langkah koordinasi lintas pelaku yang mengikutsertakan seluruh komponen baik pemerintah daerah, organisasi nonpemerintah, dunia usaha, lembaga keuangan dan segenap unsur pemerintah, dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan. 3.4 Program Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan penyebabnya, kemiskinan dapat dikatagorikan menjadi 18

19 1. Kemiskinan struktural. Penyebab struktural adalah yang berhubungan dengan kebijakan dan lembaga yang ada di masyarakat yang menghambat produktivitas dan mobilitas masyarakat. 2. Penyebab kultural yang berkaitan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif, tingkat pendidikan yang rendah, dan kondisi kesehatan dan gizi yang buruk. 3. Penyebab alamiah yang ditunjukkan oleh kondisi alam dan geografis, misalnya keteriolasian daerah. Berpijak pada logika penyebab kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat di atas, maka strategi pemberdayaan masyarakat harus dapat menyentuh permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, baik dari sisi internal maupun eksternal. Pemerintah daerah dituntut secara konsisten dan berkesinambungan menciptakan dan membina kebersamaan sehingga dampaknya bukan hanya pada pemberdayaan posisi masyarakat lapisan bawah, namun lebih jauh juga pada penguatan sendi-sendi perekonomian secara keseluruhan. Berkaitan dengan berbagai faktor penyebab kemiskinan di atas, maka strategi penaggulangan kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi empat katagori kebijakan yang diselenggarakan secara terpadu, yaitu: 1. Kebijakan perluasan kesempatan, yaitu berkaitan dengan penciptaan lapangan iklim dan lingkungan yang kondusif dalam rangka penanggulangan kemiskinan. 2. Kebijakan pemberdayaan masyarakat, yaitu berkaitan dengan upaya penguatan masyarakat beserta organisasi dan kelembagaannya untuk mampu terlibat dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan publik. 3. Kebijakan peningkatan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah-langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, 19

20 peningkatan ketrampilan usaha, permodalan, prasarana, teknologi, serta informasi pasar. 4. Kebijakan perlindungan sosial, yaitu berkaitan dengan upaya memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin, utamanya kelompok masyarakat yang paling miskin (fakir miskin, orang jompo, anak terlantar dan cacat) dan kelompok masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi dan konflik sosial yang diarahkan melalui kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagian dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok. Sebagai tindak lanjut arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di atas, maka program-program pembangunan yang relavan untuk: a. Program Pengentasan Kemiskinan Akibat Faktor Ekonomi Adapun targe t group dari program ini ada kelompok masyarakat usia produktif (15-60 tahun) pada lima lapisan masyarakat, yaitu Keluarga Pra Sejahtera atau lapisan masyarakat yang paling miskin, Keluarga Sejahtera I, II, III dan III+. Permasalahan utama yang dihadapi oleh masyarakat paling miskin baik masyarakat dalam kelompok Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, II, III dan III+ pada umumnya tidak hanya kurangnya akses permodalan, namun juga rendahnya akses terhadap sumber daya yang lainnya. Mereka pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah dan kondisi kesehatan di bawah rata-rata. Berdasarkan kriteria ini, maka persyaratan-persyaratan calon target group untuk dapat masuk program harus jelas, sehingga program tidak akan salah sasaran. Mengingat program ini ditujukan kepada penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, maka prinsip-prinsip yang akan diterapkan adalah: 1) Pinjaman diberikan tanpa agunan atau tanpa tindakan hukum apabila tidak dapat membayar kembali pinjamannya. 2) Pinjaman diberikan kepada rumah tangga paling miskin. 20

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara berkembang pasti dihadapkan dengan masalah kemiskinan dan tidak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI I. Latar Belakang Dilihat dari indikator makro ekonomi, selama 6 Pelita, tidak dapat dipungkiri bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Salah satu tujuan pembangunan adalah upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi riil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini:

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: BAB V Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan Perndapatan perkapita Minimnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan sudah menjadi fenomena kehidupan masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN Kelompok Kerja Edukasi Masyarakat Di Bidang Perbankan 2007 1. Pendahuluan Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan yang telah dilakukan bangsa itu sendiri. Pembangunan merupakan proses perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai kemiskinan, konsep, dan asumsi yang dipakai. A. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah

Lebih terperinci

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN INDEKS KEMISKINAN MANUSIA 81 Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5.1. Arah dan Kebijakan Umum Arah dan kebijakan umum penanggulangan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit akut dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dinamis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

Lebih terperinci

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro I Pendahuluan Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus,

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Salah satu tujuan Nasional Republik Indonesia yang ada pada Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Namun dalam upaya mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan suatu proses perubahan secara terus menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN I. PENDAHULUAN Keppres No. 124 tahun 2001 juncto No. 8 tahun 2002 tentang Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 1999 kondisi perekonomian nasional terlihat berangsur membaik setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi dan moneter

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan Suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggapi segala hal masyarakat semakin kritis untuk menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggapi segala hal masyarakat semakin kritis untuk menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Akan tetapi penanganannya selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci