BAB II PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM"

Transkripsi

1 BAB II PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Pengaturan Pengadaan Tanah Hak dasar dari setiap orang adalah adalah kepemilikan atas tanah. Jaminan mengenai tanah ini, dipertegas dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Sosial and Cultural Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) 14. Tanah pada dasarnya memiliki 2 arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Tanah sebagai social asset adalah sebagai sarana pengikat kesatuan di kalangan lingkungan sosial untuk kehidupan dan hidup, sedangkan tanah sebagai capital asset adalah sebagai modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi. 15 Tanah merupakan sumber daya alam yang stratrgis bagi bangsa, negara dan rakyat, maka didalam konsitusi kita, yaitu dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjelaskan bahwa segala kekayaan alam dikuasai oleh negara. Kewenangan negara ini diatur kembali dalam Pasal 2 UUPA yang mencangkup, antara lain: 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,air dan ruang angkasa. 14 Maria S.W.Sumarjono, Tanah Dalam Prefektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Bukum Kompas, Jakarta, 2008, hal. vii 15 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia, Malang, 2007, Hal. 1

2 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum anatara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa. Saat ini, kebutuhan tanah sebagai capital asset semakin meningkat, sebab banyaknya pembangunan dibidang fisik baik dikota maupun didesa. Dan pembangunan seperti itu membutuhkan banyak tanah.kebutuhan akan tersedianya tanah untuk keperluan pembangunan tersebut memberi peluang terjadinya pengambilalihan tanah bagi proyek, baik untuk kepentingan negara/ kepentingan umum maupun untuk kepentingan bisnis. Keterbatasan tanah dan banyaknya pembangunan menyebabkan pergesekan. Manakala disatu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat permukiman dan tempat mata pencariannya. 16 Untuk itu pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan agar pembangunan tetap terpelihara, khususnya pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum. Dan untuk memperoleh tanah-tanah tersebut terlaksana melalui pengadaan tanah Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm 9 17 Bernhard Limbong, Op.Cit, hal.127

3 Landasan utama pengaturan pengadaan tanah ini ada dalam Pasal 18 UUPA Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan mmberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur Undang- Undang. Walaupun didalam Pasal 21, 29, 42, dan 45 UUPA mengandung prinsip penguasaan dan penggunaan tanah secara individu, namun hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi tersebut mengandung unsur kebersamaan. Sifat pribadi hakhak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan di pertegas dalam Pasal 6 UUPA yang mana semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan lebih lanjut, mengenai pengadaan tanah di atur dalam Peraturan Pemerintah. Pengertian pengadaaan tanah menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanh Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi keapada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaita dengan tanah atau dengan pencabutran Hak atas Tanah. Selain itu, didalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang menurut ketentuan dalam Pasal 1 pengertian Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Jika dilakukan perbandingan dari kedua peraturan presiden tersebut, terdapat perbedaan. Perbedaan itu tampak, dimana didalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan tentang pencabutan Hak Atas Tanah, sedangkan dalam

4 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tidak ada menyinggung mengenai Hak Atas Tanah, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah untuk kepentingan umum adalah suatu kegiatan yang diperbuat untuk mendapatkan tanah melalui pelepasan atau penyerahan Hak Atas Tanah, bangunan, tanaman, aitau benda-benda yang berkaotan dengan tanah dengan cara memberikan ganti rugi yang layak. Namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dalam Pasal 1 butir 2 menjelaskan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi melakukan pelakasanaa pembangunan, namun dalam melaksanakannya dibutuhkan tanah, sehingga proses dalam penyediaan tanah dalam rangka pembangunan ini yang disebut proses pengadaan tanah. Dalam menjalani proses pengadaan tanah, terdapat peraturanperaturan yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tantang Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA). Didalam undang-undang ini, pasal yang terkait dengan pengadaan tanah ada didalam; a. Pasal 14 ayat (1) dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pemerintah membuat rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 1. Untuk keperluan negara;

5 2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; 3. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebuadayaan dan lain-lain kesejahteraan; 4. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, perternakan, dan perikanan serta sejalan dengan itu; 5. Untuk keperluan memperkembangakan industri, transmigrasi dan peertambangan. b. Pasal 18 menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari selurh rakyat. Hak-Hak Atas Tanah dapat dicabut dengan memberikan ganti rugi kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan udang-undang, 2. Selain terkandung didalam Undang-Undang, peraturan mengenai pengadaan tanah juga didatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, antara lain: a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Olehh Pihak Swasta.

6 c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Cara pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Di wilayah Kecamatan. Namun, ketiga perakturan mentri diatas, dinyatakan tidak berlaku, lagi dengan dikeluarkanya. 3. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pelaksanan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkanya: 4. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang telah disempurnakan oleh: 5. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor 36 Tahun 2006 hanya mengatur mekanisme pengadaaan tanah dan tidak digunakan untuk melakakukan Hak Atas Tanah yang pada hakikatnya merupakan subtansi undang-undang. 6. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BBPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomr 1 Tahun 1994 ini masih digunakan sebagai pediman pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan umum karena hingga saat ini belum

7 ada peraturan pelaksana dari Peraturan Presdien Nomor 65 Tahun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Ynag Ada Di Atasnya. Jika keadaan mengharuskan dilakukannya pencabutan Hak Atas Tanah maka Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor 65 Tahun 2006 tida lagi dapat diterapkan dengan langkah berikutnya adalah dengan menggunakan instrumen Undang-Unddang Nomor 20 Tahun 1961 dan peraturan Pelaksanaannya. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. 9. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya. 10. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 12. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

8 Maka dari sejumlah peraturan yang tersangkut didalam pengadaan tanah, dapat disimpulkan bahwa cara memperoleh tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah, yakni dengan memberi ganti rugi (cara yang paling utama), melepaskan hak atas tanah, dan dengan mencabut hak atas tanah. Secara Normatif, semua hak tanah mempunyai fungsi sosial, itu artinya hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang, penggunaannya tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi, terlebih lagi apabila hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya sehingga bermanfaat, baik bagi kesejahteraan pemiliknya mapun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Hal ini berarti bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu manifestasi dari fungsi sosial hak atas tanah. Pengadaan tanah untuk pembangunan hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah itu sendiri. Dalam melakukan kegiatan pengadaan tanah, maka untuk memperoleh tanah yang dibutuhka maka harus ada ganti kerugian kepada pihak yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Maka sehubungan dengan itu, pengadaan tanah selalu menyangkut dua sisi demensi yang harus ditempatkan secara seimbang, yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah Dengan demikian, masalah pokok yang menjadi sorotan atau perhatian dalam pelaksanaan pengadaan hak atas tanah adalah menyangkut hak-hak atas

9 tanah yang status dari hak atas tanah itu akan dicabut atau dibebaskan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa unsur yang paling pokok dalam pengadaan hak atas tanah adalah ganti rugi yang diberikan sebagai atas hak yang telah dicabut atau dibebaskam 18. Eksesistensi pemegang hak atas tanah boleh jadi ditelantarkan demi pembangunan untuk kepentingan umum. Maka perlu adanya perlindungan hukum secara proposional kepada mereka. Implemetasi pengadaan tanah perlu memerhatikan beberapa prinsip (asas) sebagaimana tersirat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan terkait yang mengaturnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapa pun dan untuk keperluan apa pun harus ada landasan haknya. 2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa. 3. Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorang/badan hukum harus melalui kata sepakat antarpihak yang bersangkutan dan 4. Dalam keadaan yang memaksa, artinya jalan lain yang ditempuh agar maka presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak, tanpa persetujuan subyek hak menurut UU Nomor 20 Tahun Abdurrahman, Op.Cit.,hal. 23

10 Penerapan prinsip-prinsip dalam pengadaan tanah, diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012, Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 yaitu: 1. Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembangunan Untuk kepentingan umum membuat rencana Pengadaan Tanah yang didasarkan pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah;dan b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam 1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah; 2) Rencana Strategis;dan 3) Rencana Kerja Pemerintaj Instansi yang bersangkutan. 2. Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a, didasarkan atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan/atau c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Disamping itu, dalam Hukum Tanah Nasional dikemukakan mengenai asas-asas yang berlaku dalam penguasaan tanah dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yaitu: Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan siapapun dan utntuk keperluaan apapun, harus dilandasain hak pihak penguasa sekalipun, jika gangguan atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah Nasional. 2. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak dibenarkan dan diancam dengan sanksi pidana. 3. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota 19 Arie.S.Hutagalung, Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: LPHI,2005), hlm.377

11 masyaraky maupun oleh pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya. 4. Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada, yaitu: a) Gangguan oleh sesama anggota masyarakat: gugatan perdata melalui pengadilan Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya menurut UU No.51 Prp Tahun b) Gugatan oleh Penguasa: Gugatan melalui pengadilan Tata Usaha Negara. 5. Bahwa dalam keadaaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun (juga untuk proyek kepentingan umum) perolehan tanah yang dihaki seseorang, harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk menerimanya. 6. Bahwa hubungan dengan apa yang tersebut diatas, dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanahyang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerakan tanah kepunyaanya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujui, termasuk juga penggunaan lembaga penawaran pembayaran diikuti dengan konsinyasi pada

12 Pengadilan Negeri seperti yang diatur dalam Pasal 1404 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 7. Bahwa dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum dan tidak mungkin digunakan tanah lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara pencabutan hak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan dan tanaman pemegang hak, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang diderita sebagai penyerahan tanah yang bersangkutan. 9. Bahwa bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya. B. Aspek Kepentingan Umum Pengadaan tanah pada dasarnya merupakan suatu usaha menyediakan tanah dalam rangka pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan.

13 Beberapa pengaturan yang berhubungan dengan aspek kepentingan umum dalam pengadaan tanah yaitu: 1. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1990, dalam Pasal 14 ayat 1 dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2), dan (3), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pemerintah membuat rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang tekandung di dalamnya: a. Untuk keperluan negara; b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; d. Untuk keperluan memeperkembangkan produksi pertanian, perternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; e. Untuk keperluan memperkembangkan industry, transmigrasi dan pertambangan. Pasal 18 menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari seluruh rakyat, Hak-Hak Atas Tanah dapat dicabut dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undangundang. 2. Selain UUPA, peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai aspek kepentingan umum yaitu Peraturan Presiden Nomor 65

14 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat, dengan memperlihatkan segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamna atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara. 20 Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Jo Nomor 65 Tahun 2006 menjelaskan mengenai prinsip-prinsip Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, yaitu: 1. Terjaminnya hak-hak masyarakat atas tanah. 2. Terhindarnya masyarakat dari proses spekulasi tanah. 3. Terjaminnya perolehan tanah untuk kepentingan umum. Kriteria kepentingan umum menurut Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: 1. Dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 2. Dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah daerah. Aspek kepentingan umum tentunya harus memenuhi peruntukannya dan harus dirasakan kemanfaatanya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakay secara keseluruhan dan atau secara langsung. Manfaat yang akan diterima masyarakat secara langsung tentunya menyangkut mengenai fasilitas publik. Pasal hal: John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1988),

15 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 menentukan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah daerah meliputi: 1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, dir yang atas tanah ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; 2. Waduk, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; 3. Rumah Sakit Umum dan Pusat-Pusat Kesehatan Masyarakat; 4. Pelabuhan, Bandar udara, Stasiun Kereta Api dan Terminal; 5. Peribadatan; 6. Pendidikan atau Sekolah; 7. Pasar Umum; 8. Fasilitas Pemakaman Umum; 9. Fasilitas Keselamatan Umum; 10. Pos dan Telekomunikasi; 11. Sarana Olaraga; 12. Stasiun Penyiaran Radio, Televisi dan Sarana Pendukungnya; 13. Kantor Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, Perwakilan Negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan atau Lembaga-lembaga Internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; 14. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; 15. Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan

16 16. Rumah Sususn sederhana; 17. Tempat Pembuangan Sampah; 18. Cagar Alam dan Cagar Budaya; 19. Pertamanan; 20. Panti Sosial; 21. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. Ketentuan Pasal 5 diatas diubah dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 sehingga jenis-jenis Kepentingan Umum meliputi: 1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, dir yang atas tanah ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; 2. Waduk, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; 3. Pelabuhan, Bandar udara, Stasiun Kereta Api dan Terminal; 4. Fasilitas Pembuangan Sampah; 5. Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar,dan lain-lain bencana; 6. Cagar alam dan cagar budaya; 7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. Berdasarkan kedua ketentuan hukum di atas terlihat bahwa dalam Peraturan Nomor 65 Tahun 2006 bidang-bidang yang termasuk kriteria kepetingan umum lebih sedikit dan menyempit dibandingkan dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun Banyaknya kriteria

17 yang dihapuskan dari peraturan dulu keperaturan saat ini, terjadi akibat orientasi atau tujuan dari dibangun atau diadakanya bidang-bidang tersebut tidak lagi serta merta untuk kepentingan umum atau kesejahteraan rakyat saja melainkan ada unsur mencari keuntungan di dalamnya. Berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 12 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, didalam Pasal 10 menjelaskan mengenai tanah untuk kepentingan umum, digunakan dalam jenis-jenis pembangunan. Namun didalam Pepres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, tidak memuat mengenai jenis-jenis kepentingan umum yang memerlukan pengadaan tanah. C. Pembebasan Tanah dan Pelepasan Hak Atas Tanah Dalam melakukan pembebasan tanah dan pelepasan hak atas tanah demi pembangunan yang dilakukan pemeritah yang berlandaskan atas fungsi sosial tentuya dilakukan dengan beberapa cara. Dalam Hukum Tanah Nasional menyediakan cara memperoleh tanah dengan melihat keadaan sebagai berikut: Status tanah yang tersedia, tanahnya merupakan tanah negara atau tanah hak; 2. Apabila tanah hak, apakah pemegang haknya bersedia atau tidak menyerahkan hak atas tanahnya tersebut; 21 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya), (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 310

18 3. Apabila pemegang hak bersedia menyerahkan atau memindahkan haknya, apakah yang memerlukan tanh memenuhi syarat sebaai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau tidak memenuhi syarat. Pelepasan hak tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegangan hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Cara memperoleh tanah dengan pelepasan hak atas tanah ini ditempuh apabila yang membutuhkan tanah tidak memenihi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Berdasarkan Pepres Nomor 65 Tahun 2006 Pasal 1 angka 3, yaitu Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Jadi pengadaaan tanah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahaan hak atas tanah dengan pemberian ganti rugi kepada pemegang haknya atau yang melepaskanya. Dalam UU No.2 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka 9 menjelaskan bahwa Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan. Kemudian didalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka 9, yaitu Pelepasan hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui BPN

19 Pelepasan hak atas anah dan pencabutan hak atas tanah merupakan 2 (dua) cara untuk memperoleh tanah hak, dimana yang membutuhkan tanah tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah adalah melepaskan hubugan hukum anatra pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan memebrikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula diantara pemegang hak/menguasai tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Kedua perbuatan hukum tersebut mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya pembebasan hak atas tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya dilakukan untuk areal tanah yang luas sedangkan pelepasan hak atas tanah dilihat dari yang memiliki tanah, dimana Ia melepaskan haknya kepada Negara untuk kepentingan pihak lain. Semua hak atas tanah dapat diserahkan secara sukarela kepada Negara. Penyer ahan sukarela ini yang disebut dengan melepaskan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 UUPA, yang menyatakan bahwa: Hak milik hapus bila: a. Tanahnya jatuh kepada Negara: 1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya 3. Karena ditelantarkan 4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2 b. Tanahnya musnah Namun dalam Surat Edaram Dikretorat Jendral Agaria Nomor 12/108/1975 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembebasan tanah ialah setiao perbuatan yang dimaksud langsung maupun tidak langsung mendapatkan

20 hubungan hukum yang ada maupun tidak langsung mendapakan hubungan hukum yang ada diantara pemegang hak/penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak/pemegang hak atas tanah Menurut Salindeho, pembebasan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk melepaskan hubungan antara pemilik atau pemegang hak atas tanah, dengan pembayaran harga atau dengan ganti rugi. 22 Maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelepasan hak seseorang atas tanah demi kepentingan lain (kepentingan pembagunan untuk umum) dan pemberian ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hak tersebut. Mengingan kedua hal tersebut begitu fundamental, maka pembebasan tanah harus dilakukan dengan cara seimbang. Pelepasan hak tanah yang dilakukan oleh pihak yang tanahnya diambil demi pembangunan harus diimbangi dengan pemberian ganti kerugian atau kompensasi yang layak. Hal ini berkaitan dengan bagaimana peran tanah yanh dilepas bagi kehidupan pemegang hak dan prinsip penghormatan terhadap hakhak yang sah atas tanah. Kemudian setelah pemberian kompensasi yang layak, maka ketika melakukan musyawarah antara pemegang hak atas tanah dengan pemerintah maka kedua belah pihak harus berada dalam posisi yang setara dan seimbang. Dalam pembebasan hak atas tanah dan pelepasanya dibentuk panitia pembebasan tanahm yang dimana dalam Pasal 1 angka (2) Permendagri Nomor ,hal.27 Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Citra Aditya Bakti, Bandung,

21 15 Tahun 1975 menyebutkan bahwa Panitia Pembebasan Tanah adalah suatu panitia yang bertugas melakukan pemeriksaan/penelitian dan penetapan ganti rugi dalam rangka pembebasan suatu hak atas tanah dengan atau tanpa bangunan/ tanaman tumbuh diatasnyam yang pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah untuk masing-masing Kabupaten/Kotamadya dalam suatu wilayah Propinsi yang bersangkuta. Dalam membantu pelaksanaan pembebasan tanah, tugas Panitia Pembebasan tanah melipti: Mengadakan inventarisasi serta penelitian setempat terhadap keadaan tanahnya, tanam tumbuh dan bangunan-bangunan. 2. Mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman, 3. Menaksir besarnya ganti kerugian yang akan dibayarkan kepada yang berhak. 4. Membuat berita acara pembebasan tanah disertai fatwa/pertimbangannya. 5. Menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah Bagunan /tanaman tersebut. Namun, mengenai prosedur dalam pembebasan Tanah ada dalam Pasal 5- Pasal 10 dari Permadagri 15 Tahun Mengacu pada prosedur pembebasan tanah tersebut dapay melihat bahwa yang membebaskan tanah adalah pihak pemerintah sendiri. Proyek-proyek yang dikerjakan adalah proyek pemerintah, direncanakan, dilaksanakan, dan dibiayao oleh pemerinyah. Artinya, pembebasan 23 Permendagri Nomor 15 Tahun 1975 Pasal 3

22 tanah tidak boleh dilakukan untuk proyek yang mengakomodasikan kepentingan swasta atau proyek pemerintah tidak boleh dilaksanakan oleh pihak swasta. 24 Berakhirnya hak atas tanah salah satunya melalui pembebasan dan pelepasan hak atas tanah. Perihal pelepasan hak ini, adalah penting untuk melihat dahulu pelepasan hak sebagaiman yang diatur dalam hukum keperdataan. Hal ini dimaksud untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah. Sebab pada prinsipnya, pihak yang berhak melakukan perbuatan hukum atas barang yang dimilikinya tergantung pada jenis atau sifat barang-barang tersebut. Menurut Permadagri 15 Tahun 1975 pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat pada pemegang hak (penguasa tanah) dengan cara memberi ganti rugi. Pembebasan tanah harus memperhatikan kepentingan hak seseorang dalam pelepasan tanah demi kepentingan lain dan pemeberian ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hak tersebut. Pembayaran ganti kerugian harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak. Selain itu dilakukan dimuka beberapa saksi untuk mencegah terhadi penyimpangan. Pembebasan hak atas tanah dilakukan melalui mekanisme pencabutan, maka pemberian ganti kerugian terhadao bekas pemilik atau pemegang hak atas tanah tersebut harus layak baik dari segi sosial maupun ekoniominya. Penggantian kerugian dalam pelepasan hak diatur didalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu: 24 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahman Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan dan Pengadaan Tanah, Mandar Maju. Bandung, hlm.48

23 1. Undang-Undnag Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada diatasnya 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Keppres Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Wewenang Kebijakan Pertanahan. 5. Perpres Nomor 36Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 6. Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun Peraturan Mentri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perpres Nomor 36Tahun 2005 Sebagaiman telah diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun Peraturan Pemerintah RI Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 12 mengatur masalah ganti rugi diberikan untuk: Hak atas tanah, bagunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Pasal 13 ayat (1) menerangkan tentang pemberian bentuk ganti rugi tersebut dapat berupa uang, tanah penggantim pemukiman kembali. Sedangkan dalam ayat (2) mengenai penggantian kerugian apabila sebagaiman

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh; Wahyu Candra Alam B4B008284

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh; Wahyu Candra Alam B4B008284 PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KURANG DARI SATU HEKTAR DAN PENETAPAN GANTI KERUGIANNYA (Studi Kasus Pelebaran Jalan Gatot Subroto Di Kota Tangerang) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/68; TLN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 24/1992, PENATAAN RUANG *8375 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 24 TAHUN 1992 (24/1992) Tanggal: 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA) Sumber: LN 1992/115;

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. dengan Hak Milik adalah: Hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

BAB II. A. Tinjauan tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. dengan Hak Milik adalah: Hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat BAB II AKIBAT HUKUM KEDUDUKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PROSES PENDAFTARAN GANTI NAMA TERHADAP PERUBAHAN DARI PERUSAHAAN DAERAH MENJADI PERSEROAN TERBATAS PADA BANK SUMUT A. Tinjauan tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa air beserta sumber-sumbernya,

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH 186 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PENDAFTARAN HAK PAKAI ATAS TANAH PENDAFTARAN HAK PAKAI ATAS TANAH Fakultas Hukum Universitas Kutai Kartanegara angka_andi@yahoo.co.id Abstract Land for the community is the property that has a high value because of its function as a source

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DISELENGGARAKAN MELALUI 4 TAHAPAN, YAITU: I. TAHAP PERENCANAAN PENGADAAN Instansi yang memerlukan tanah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu diadakan peraturan

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

PEMBATALAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN MENURUT PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011

PEMBATALAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN MENURUT PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 i PEMBATALAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN MENURUT PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG P E N G A I R A N DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG P E N G A I R A N DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG P E N G A I R A N DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Mengingat : 1. Bahwa air beserta sumber-sumbernya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci