VI. PERUBAHAN STRUKTUR OUTPUT DAN TENAGA KERJA, DAN KERAGAAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. PERUBAHAN STRUKTUR OUTPUT DAN TENAGA KERJA, DAN KERAGAAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 VI. PERUBAHAN STRUKTUR OUTPUT DAN TENAGA KERJA, DAN KERAGAAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT 6.1. Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Perubahan struktur output di Provinsi Jawa Barat ditandai dengan perubahan kontribusi output dan transformasi tenaga kerja ditandai dengan perubahan kontribusi tenaga kerja. Perubahan kontribusi output menunjukkan perubahan peranan sektor dalam perekonomian. Sementara perubahan kontribusi tenaga kerja menunjukkan perubahan kesempatan kerja pada masing-masing sektor. Sektor dengan pertumbuhan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan sektor yang lain akan memberikan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Perubahan kontribusi ini sejalan dengan pendapat Bayhaqi (2006) pada kasus Indonesia, dimana selama proses pembangunan di Indonesia terjadi transformasi baik ekonomi (output) maupun tenaga kerja. Pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Barat melaju dengan sangat cepat sejak PELITA 1 seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Kemajuan pembangunan ekonomi tersebut diikuti dengan pergeseran struktur perekonomian makro dari suatu struktur yang didominasi oleh sektor pertanian menjadi struktur yang didominasi oleh sektor industri. Perubahan struktur ini tidak lepas dari arah kebijakan nasional yang lebih mendorong pertumbuhan sektor industri daripada sektor pertanian, dengan anggapan bahwa pertumbuhan sektor industri akan lebih cepat mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Budiharsono (1996), yang mengemukakan bahwa dalam proses pembangunan terjadi perubahan struktur ekonomi yang ditandai dengan semakin menurunnya peranan sektor primer dan meningkatnya peranan sektor sekunder.

2 172 DISTRIBUSI OUTPUT % Tahun PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SEKTOR LAIN Gambar 12. Perubahan Kontribusi Output pada Perekonomian di Provinsi Jawa Barat Tahun

3 173 Jika dilihat dari besarnya sumbangan pada masing-masing sektor terhadap total output Provinsi Jawa Barat, maka sumbangan sektor pertanian yang terdiri dari sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan mengalami penurunan. Sektor pertanian mengalami penurunan dari % pada tahun1980 menjadi % pada tahun Sementara, sektor lain juga mengalami penurunan yakni dari % pada tahun 1980 menjadi % pada tahun Sebaliknya, sektor industri pengolahan terus mengalami peningkatan dari 9.66 % pada tahun 1980 menjadi % pada tahun Hal ini sejalan dengan pendapat Chenery dan Syrquin (1988) yang menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan yang ditandai dengan peningkatan GNP per kapita diikuti dengan penurunan pangsa sektor pertanian dan peningkatan pangsa sektor manufaktur dan jasa. Perubahan kontribusi output pada sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor lainnya merupakan hasil dari dinamika pembangunan. Peningkatan output sektor industri sangat didukung oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan sebagian tenaga kerja sektor pertanian diserap di sektor industri, dan sebagian lahan pertanian berubah fungsi menjadi lokasi perumahan dan industri. Perpindahan sebagian tenaga kerja dan alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan kontribusi output sektor pertanian menurun. Hal ini sejalan dengan pemikiran Kuznet (1966) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya pendapatan per kapita maka terjadi penurunan permintaan terhadap komoditi sektor pertanian. Pada saat krisis terjadi tahun 1998, kondisi ini menjadi terbalik. Sektor pertanian yang terdiri dari sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan,

4 174 perikanan, dan kehutanan serta sektor lain justru mengalami peningkatan sedangkan sektor lainnya menjadi turun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi krisis tetapi sektor pertanian masih tetap bertahan. Hal ini disebabkan sektor pertanian tidak banyak memiliki ketergantungan terhadap bahan baku impor. Selain itu kenaikan harga juga ikut mendorong meningkatnya output sektor pertanian dan sektor lain. Kondisi ini tidak berlangsung lama, karena pada tahun berikutnya setelah tertimpa krisis, kegiatan ekonomi sudah mulai pulih kembali. Pada saat diberlakukan kebijakan desentralisasi fiskal, dimana Pemerintah Daerah lebih menekankan pertumbuhan di sektor non pertanian, maka kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan kembali. Sementara kontribusi output sektor industri terus mengalami peningkatan. Sedangkan kontribusi output sektor lain berubah tetapi relatif kecil. Pada tahun 2005 pemerintah membuat program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. Namun demikian, program pemerintah tersebut tidak berdampak pada peningkatan kontribusi sektor pertanian. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan output di sektor industri dan sektor jasa lebih tinggi dari peningkatan output di sektor pertanian. Hasil regresi antara kontribusi output sektor pertanian terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil regresi menunjukkan bahwa kontribusi output sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat rata-rata berkurang 0.72 persen per tahun. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan di sektor non pertanian lebih tinggi dari pertumbuhan sektor pertanian.

5 175 Tabel 3. Hasil Regresi Kontribusi Output Sektor Pertanian terhadap Waktu di Propinsi Jawa Barat Tahun Parameter Nilai Dugaan Pr > t Intersep <.0001 Tahun <.0001 Pr > F: <.0001 R-Square: Adj R-Sq: Hasil regresi antara kontribusi output sektor industri pengolahan terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil regresi menunjukkan bahwa kontribusi output sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat rata-rata meningkat 1.21 persen per tahun. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan di sektor industri pengolahan lebih tinggi dari pertumbuhan baik di sektor pertanian maupun di sektor jasa. Di samping itu, output dari sektor industri sebagian bersifat komoditi yang bisa diperdagangkan terutama untuk ekspor. Tabel 4. Hasil Regresi Kontribusi Output Sektor Industri Pengolahan terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat Tahun Parameter Nilai Dugaan Pr > t Intersep <.0001 Tahun <.0001 Pr > F: <.0001 R-Square: Adj R-Sq: Hasil regresi antara kontribusi output sektor lainnya terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil regresi menunjukkan bahwa kontribusi output sektor lainnya terhadap perekonomian rata-rata berkurang 0.44 persen per tahun. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan di sektor ini lebih rendah dari pertumbuhan di sektor industri pengolahan. Pertumbuhan yang rendah dapat terjadi antara lain disebabkan oleh: (1) output dari sektor ini sebagian besar dipasarkan di pasar domestik, dan (2) sebagian output berasal dari sektor informal.

6 176 Tabel 5. Hasil Regresi Kontribusi Output Sektor Lainnya terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat Tahun Parameter Nilai Dugaan Pr > t Intersep <.0001 Tahun <.0001 Pr > F: <.0001 R-Square: Adj R-Sq: Perubahan kontribusi tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat tahun dapat dilihat pada Gambar 13. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian menurun, sementara kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan dan sektor lainnya selalu tumbuh positif. Kontribusi penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan relatif stabil pada periode Pada periode tersebut tenaga kerja yang pindah dari sektor pertanian relatif sulit untuk masuk ke sektor industri pengolahan. Konsekuensinya tenaga kerja yang pindah dari sektor pertanian diserap di sektor lain, seperti di sektor jasa dan informal. Kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan mulai meningkat pada tahun 1990 dan sedikit mengalami penurunan ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun Pada Gambar 13 dapat dilihat juga bahwa hanya sektor pertanian yang mengalami sedikit peningkatan kontribusi penyerapan tenaga kerja pada masa krisis ekonomi tahun Penurunan kontribusi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian ini dapat terjadi antara lain karena ada perubahan perekonomian di wilayah pedesaan. Hal

7 177 KONTRIBUSI TENAGA KERJA Persen Tahun PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SEKTOR LAIN Gambar 13. Perubahan Kontribusi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Tahun

8 178 ini sejalan dengan hasil penelitian Rachmat (1992) yang menyatakan bahwa perkembangan ekonomi pedesaan telah merubah struktur ketenagakerjaan di pedesaan, berkembangnya kegiatan non pertanian telah mengakibatkan peralihan tenaga kerja pertanian ke non pertanian. Pada masa krisis ekonomi tahun 1998, kondisi ini agak sedikit berbeda, yaitu sektor pertanian justru mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja, sedangkan pada masa recovery perekonomian, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian kembali mengalami pertumbuhan yang negatif. Penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, sebagian diserap di sektor industri dan sebagian lagi diserap di sektor lainnya. Hasil regresi antara kontribusi tenaga kerja sektor pertanian terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil regresi menunjukkan bahwa kontribusi tenaga kerja sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat ratarata berkurang 1.10 persen per tahun. Penurunan kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian lebih besar dari penurunan kontribusi output di sektor pertanian. Penurunan kontribusi ini dapat terjadi antara lain karena penerapan mekanisasi di sektor pertanian dan terjadi alih fungsi lahan. Tabel 6. Hasil Regresi Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Pertanian terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat Tahun Parameter Nilai Dugaan Pr > t Intersep <.0001 Tahun <.0001 Pr > F: <.0001 R-Square: Adj R-Sq:

9 179 Hasil regresi antara kontribusi tenaga kerja sektor industri pengolahan terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil regresi menunjukkan bahwa kontribusi tenaga kerja sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat rata-rata meningkat 0.38 persen per tahun. Peningkatan kontribusi tenaga kerja di sektor industri pengolahan lebih kecil dari penurunan kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian tidak seluruhnya diserap di sektor industri. Kesiapan tenaga kerja dan syarat pendidikan dan keahlian tertentu menjadi kendala bagi tenaga kerja dari sektor pertanian untuk bekerja di sektor industri pengolahan. Tabel 7. Hasil Regresi Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat Tahun Parameter Nilai Dugaan Pr > t Intersep <.0001 Tahun <.0001 Pr > F: <.0001 R-Square: Adj R-Sq: Hasil regresi antara kontribusi tenaga kerja sektor lainnya terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil regresi menunjukkan bahwa kontribusi tenaga kerja sektor lainnya terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat rata-rata meningkat 0.74 persen per tahun. Peningkatan kontribusi tenaga kerja di sektor ini lebih tinggi dari sektor industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan tenaga kerja di sektor lainnya lebih tinggi dari sektor industri. Kapasitas penyerapan tenaga kerja yang besar pada sektor lainnya dimungkinkan karena pada sektor ini terdapat sektor informal, dimana tenaga kerja yang baru masuk pada pasar kerja, tenaga kerja yang ke luar dari sektor

10 180 pertanian, maupun tenaga kerja dari pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat masuk pada sektor informal ini. Tabel 8. Hasil Regresi Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Lainnya terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat Tahun Parameter Nilai Dugaan Pr > t Intersep <.0001 Tahun <.0001 Pr > F: <.0001 R-Square: Adj R-Sq: Setelah diberlakukan kebijakan desentralisasi fiskal, kontribusi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian terus mengalami penurunan. Sementara kontribusi tenaga kerja sektor industri pengolahan dan sektor lain terus mengalami peningkatan. Kebijakan pemerintah pada tahun 2005 adalah membuat program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. Tetapi, program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan tersebut tidak berdampak pada peningkatan kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan sektor jasa lebih tinggi dari peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Pemerintah Daerah cenderung untuk memacu sektor industri dan jasa dalam upaya untuk menghasilkan pajak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lewis (2005), yang menyatakan bahwa setelah desentralisasi fiskal Pemerintah Daerah lebih agresif untuk mengbangkitkan penghasilan dari sumber sendiri, dalam hal ini pengumpulan pajak. Dengan meningkatnya sektor industri dan jasa diharapkan tejadi peningkatan penerimaan dari pajak. Perubahan kontribusi output dan tenaga kerja sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 14. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa

11 181 pada sektor pertanian, penurunan kontribusi tenaga kerja diikuti dengan penurunan kontribusi output. Hal ini menunjukkan bahwa output pada sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Haryono (2008) pada kasus nasional yang membuktikan bahwa penyerapan tenaga kerja berbanding lurus dengan jumlah output yang dihasilkan. Penurunan kontribusi tenaga kerja sektor pertanian menurut Rachmat (1992) dapat terjadi antara lain karena perubahan sikap mental tenaga kerja terhadap modernisasi, sehingga aktivitas usahatani menjadi kurang menarik. Penurunan kontribusi output pertanian, selain disebabkan oleh penurunan kontribusi tenaga kerja juga disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian untuk sektor non pertanian. Hal ini sependapat dengan hasil pemikiran Sigit (1989) yang mengemukakan bahwa terjadinya pengurangan kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian antara lain disebabkan oleh (1) adanya peluang untuk bekerja atau berusaha di luar sektor pertanian, (2) sempitnya pemilikan lahan dan meluasnya penggunaan teknologi pertanian, dan (3) upah riil pertanian yang relatif rendah. Faktor lain yang mendorong perpindahan tangga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian adalah pendidikan petani. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Dirgantoro (2001) yang mengungkapkan bahwa semakin lama petani menjalani pendidikan maka semakin sedikit alokasi waktu untuk bekerja di usahatani dan semakin banyak alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan di luar usahatani.

12 182 Perubahan Share Output dan TK Pertanian % Tahun Output Pertanian TK Pertanian Gambar 14. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Barat Tahun

13 183 Perubahan kontribusi output dan tenaga kerja sektor industri pengolahan dapat dilihat pada Gambar 15. Pada sektor industri pengolahan, peningkatan kontribusi tenaga kerja diikuti dengan peningkatan kontribusi output. Tetapi peningkatan kontribusi output tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kontribusi tenaga kerja. Peningkatan kontribusi output yang lebih tinggi ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan produksi yang pesat di sektor industri pengolahan. Peningkatan produksi tersebut dapat disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin canggih dan modern di sektor industri, sehingga proses produksi menjadi lebih efisien. Hal ini sejalan dengan penjelasan Kuznet (1966) yang mengemukakan bahwa dalam proses pembangunan terjadi perluasan pasar akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan, dan menimbulkan perubahan skala industri, sehingga tenaga kerja digantikan dengan mesin-mesin canggih. Di samping penggunaan kapital intensif, peningkatan produksi juga dapat disebabkan oleh efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja, dan manajemen yang lebih baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Haryono (2008) yang menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan produktivitas pada industri, maka pihak industri akan mengoptimalkan tenaga kerja yang ada sehingga menghasilkan output yang lebih besar. Peningkatan kontribusi tenaga kerja di sektor industri pengolahan antara lain disebabkan oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan. Peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan dapat disebabkan oleh peningkatan permintaan tenaga kerja. Sementara peningkatan permintaan tenaga kerja tersebut dapat disebabkan oleh adanya industri-industri yang baru dibangun maupun perluasan industri yang sudah ada.

14 184 Perubahan Share Output dan TK Industri Pengolahan % Tahun Output Industri Pengolahan TK Industri Pengolahan Gambar 15. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat Tahun

15 185 Perubahan kontribusi output dan tenaga kerja sektor lainnya dapat dilihat pada Gambar 16. Pada sektor lainnya ini, kontribusi output relatif menurun, tetapi kontribusi tenaga kerja meningkat. Pada tahap awal, kontribusi output lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi awal sektor ini didominasi oleh sektor yang lebih intensif kapital seperti sektor pertambangan dan galian dibandingkan dengan sektor yang intensif tenaga kerja seperti sektor perdagangan dan jasa. Pada tahap lanjutan, ketika mulai terjadi krisis ekonomi tahun 1998 hingga implementasi kebijakan desentralisasi fiskal, kontribusi tenaga kerja sektor lain lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi output. Peningkatan kontribusi tenaga kerja antara lain disebabkan oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor lain, seperti di sektor perdagangan, angkutan, bangunan, dan jasa. Peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor ini, dapat terjadi karena adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian, perpindahan tenaga kerja dari industri pengolahan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), tenaga kerja pendatang (migran) maupun dari penduduk angkatan kerja yang baru mulai memasuki pasar kerja. Banyaknya tenaga kerja baru yang masuk pada sektor ini, karena sektor ini selain terdapat sektor yang formal yang relatif sulit dimasuki oleh tenaga kerja, juga terdapat sektor informal yang relatif mudah dimasuki oleh tenaga kerja. Sektor informal mengalami beban yang berat karena meningkatnya jumlah tenaga kerja di sektor ini. Akibat dari peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor informal adalah terjadinya penurunan produktivitas.

16 186 Perubahan Share Output dan TK Sektor Lainnya % Tahun Output Sektor Lainnya TK Sektor Lainnya Gambar 16. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Lainnya di Provinsi Jawa Barat Tahun

17 187 Perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya dapat terjadi karena adanya perbedaan produktivitas tenaga kerja, dimana produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dari produktivitas di sektor lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan Clark (1940) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perubahan struktur produksi dengan struktur kesempatan kerja yang dapat dilihat dari bergesernya tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas lebih rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi Keragaan Pertumbuhan Perekonomian di Provinsi Jawa Barat Pertumbuhan PDRB dapat dilihat pada Tabel 9. Pertumbuhan sektor non pertanian lebih besar dari sektor pertanian. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat bahwa pertumbuhan PDRB di Provinsi Jawa Barat lebih disebabkan oleh pertumbuhan PDRB di sektor non pertanian. Tabel 9. Pertumbuhan PDRB di Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Pertanian Non Pertanian PDRB Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan PDRB sektor non pertanian cenderung positif. Demikian juga pertumbuhan PDRB sektor pertanian kecuali pada tahun 2001 dan Tetapi pertumbuhan sektor non pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Pertumbuhan output sektor non pertanian yang lebih tinggi tersebut dapat disebabkan antara lain oleh peningkatan kapital dan teknologi, dan output sektor non pertanian lebih bersifat tradable di pasar internasional.

18 188 Perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian berfluktuasi seperti ditunjukkan pada Tabel 10. Ketika pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian positif, pertumbuhan tenaga kerja sektor non pertanian menurun. Sebaliknya ketika pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian negatif, pertumbuhan tenaga kerja sektor non pertanian positif. Dari data Tabel 10 dapat ditunjukkan bahwa pada interval waktu tersebut tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat dapat berpindah dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, maupun sebaliknya dari sektor non pertanian ke sektor pertanian. Pergeseran tanaga kerja ini bergantung dari pergeseran permintaan tenaga kerja sektoral. Tabel 10. Pertumbuhan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Pertanian Non Pertanian Total Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian cenderung positif, terutama setelah tahun 2005 seperti ditunjukkan pada Tabel 11. Peningkatan output dan penurunan penggunaan tenaga kerja di sektor pertanian menyebabkan terjadinya peningkatan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Di lain pihak, peningkatan output di sektor non pertanian mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas tenaga kerja di sektor non pertanian. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian dapat terjadi antara lain oleh peningkatan nilai output maupun oleh penurunan tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan nilai output tersebut disebabkan oleh kenaikan harga komoditi pertanian di pasar internasional.

19 189 Tabel 11. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Pertanian Non Pertanian Total Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan PDRB sektor di Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 12. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan di sektor pertanian cenderung positif kecuali perikanan. Pertumbuhan output tanaman pangan relatif stabil. Pertumbuhan output di sektor pertanian relatif lebih rendah dari pertumbuhan output sektor perkebunan dan peternakan. Pertumbuhan di sektor perkebunan dan peternakan tersebut menggambarkan adanya peningkatan permintaan hasil komoditi sektor perkebunan dan peternakan oleh masyarakat. Pertumbuhan di sektor non pertanian cenderung positif kecuali pertambangan. Peningkatan di sektor non pertanian terutama terjadi pada sektor industri, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, serta angkutan dan telekomunikasi. Dari Tabel 12 tersebut dapat dijelaskan keterkaitan yang menggambarkan bahwa pertumbuhan yang terjadi di sektor pertanian dapat menggerakkan pertumbuhan di sektor non pertanian. Pertumbuhan tenaga kerja sektor di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 13. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian cenderung negatif. Pertumbuhan tenaga kerja sektor non pertanian bervariasi namun cenderung positif kecuali sektor pertambangan dan galian serta keuangan dan jasa perusahaan.

20 190 Tabel 12. Pertumbuhan PDRB Sektor di Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: BPS berbagai tahun Tabel 13. Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor di Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sektor di Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 14. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa

21 191 pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian cenderung positif setelah tahun Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sektor non pertanian cenderung berfluktuasi. Fenomena yang tampak pada tabel tersebut adalah ketika satu sektor mengalami pertumbuhan produktivitas yang negatif namun menjadi positif pada tahun berikutnya. Hal ini dapat terjadi karena ketika satu sektor mengalami pertumbuhan produktivitas tenaga kerja negatif maka para tenaga kerja bermigrasi mencari sektor yang produktivitasnya positif, sehingga pada tahun berikutnya jumlah tenaga kerja di sektor tersebut menjadi berkurang, sehingga produktivitas tenaga kerja menjadi meningkat. Tabel 14. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan penerimaan asli daerah (PAD) di Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 15. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2002 semua jenis penerimaan asli daerah meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal terjadi keberhasilan dalam hal peningkatan komponen penerimaan daerah. Pada tahun 2003

22 192 penerimaan dari pajak daerah dan PAD lain berkurang. Dengan berkurangnya pajak daerah dan PAD lain mengakibatkan PAD menjadi berkurang. Tetapi penurunan penerimaan dari pajak daerah biasanya bersifat sementara, karena ada wajib pajak yang menunda pembayaran pajak. Tabel 15. Pertumbuhan Penerimaan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Badan Usaha Daerah PAD Lain PAD Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan penerimaan daerah di Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 16. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa penerimaan daerah tumbuh secara positif. Namun demikian, pertumbuhan penerimaan daerah cenderung semakin kecil. Pada tahun 2001, ketika dimulainya desentralisasi fiskal, penerimaan daerah tumbuh persen, tetapi pada tahun 2003 pertumbuhan penerimaan daerah hanya sebesar 1.97 persen. Penurunan pada tahun 2003 disebabkan oleh penurunan PAD, hal ini biasanya tidak berlangsung lama. Pertumbuhan penerimaan daerah Provinsi Jawa Barat tahun ditunjukkan pada Tabel 17. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan PAD positif, yang berarti Pemerintah Daerah berhasil meningkatkan kemampuan mengumpulkan dana untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Namun demikian, total penerimaan daerah yang meningkat tersebut karena DAU yang

23 193 terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan daerah terhadap pusat masih tetap tinggi. Tabel 16. Pertumbuhan Penerimaan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun No Perincian Tahun Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Sbrdaya & Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Penerimaan Lain Pinjaman Daerah Sisa Anggaran Tahun Lalu Total Sumber: BPS berbagai tahun (%) Tabel 17. Pertumbuhan Penerimaan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun No Perincian Pajak Daerah Retribusi Daerah Badan Usaha Daerah Pendalatan Asli Daerah Lain Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Sbrdaya & Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Kkusus Bagi Hasil Perpajakan Dana Perimbangan Penerimaan Lain Penerimaan Daerah Total Penerimaan Daerah Sumber: BPS berbagai tahun (%) Perkembangan pengeluaran daerah di Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 18. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan cenderung

24 194 positif, kecuali untuk pengeluaran rutin pada tahun Total pengeluaran daerah tahun 2006 sampai tahun 2007 mengalami peningkatan seperti ditunjukkan pada Tabel 19. Peningkatan pengeluaran daerah ini perlu dilakukan dengan tujuan selain untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat juga untuk mendorong perekonomian masyarakat. Tabel 18. Pertumbuhan Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun No Perincian Tahun Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan Total Pengeluaran Daerah Sumber: BPS berbagai tahun (%) Tabel 19. Pertumbuhan Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Perincian Total Pengeluaran Daerah Sumber: BPS berbagai tahun Perkembangan pengeluaran rutin daerah di Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 20. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan pengeluaran rutin cenderung positif, kecuali untuk pengeluaran rutin pada tahun Walaupun pengeluaran untuk belanja barang meningkat persen dan belanja pemeliharaan meningkat persen, tetapi belanja pegawai turun persen sehingga berdampak pada penurunan pengeluaran rutin sebesar 4.71 persen. Dari data tersebut dapat ditunjukkan bahwa komponen belanja pegawai mempunyai peranan besar pada pengeluaran rutin daerah. Perkembangan pengeluaran pembangunan daerah Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 21. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan (%)

25 195 pengeluaran pembangunan cenderung positif. Namun demikian, pertumbuhan pengeluaran pembangunan cenderung semakin kecil. Pada tahun 2001 pada saat dimulainya desentralisasi fiskal pengeluaran pembangunan tumbuh persen, tetapi pada tahun 2003 pertumbuhan penerimaan daerah hanya sebesar persen. Penurunan pengeluaran pembangunan ini sebagai dampak dari penurunan penerimaan daerah. Dari data tersebut dapat ditunjukkan bahwa walaupun pengeluaran pembangunan memiliki peranan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah tetapi masih tetap memperhitungkan penerimaan daerah. Tabel 20. Pertumbuhan Pengeluaran Rutin Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Belanja Pegawai Belanja Barang Bel Pemeliharaan Perjalanan Dinas Angsuran Bantuan Keuangan Pengeluaran lain Pengel. Rutin Sumber: BPS berbagai tahun Tabel 21. Pertumbuhan Pengeluaran Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun No Perincian Tahun Industri Infrastruktur Pelayanan Umum Pertanian dan Irigasi Kesejahteraan Rakyat Sumberdaya Manusia Sektor Lain Pengeluaran Pembangunan Sumber: BPS berbagai tahun (%)

26 196 Pengeluaran daerah Provinsi Jawa Barat untuk tahun dapat dilihat pada Tabel 22. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa total pengeluaran daerah turun. Walaupun sebagian besar komponen pengeluaran mengalami penurunan, tetapi komponen pengeluaran belanja modal meningkat. Pengeluaran untuk belanja modal ini diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat. Tabel 22. Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun No Perincian Δ% 1 Belanja Pegawai Belanja Baranga dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Biaya Pemeliharaan Belanja Lain-lain Belanja Modal Belanja Aparatur Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan Belanja Lain-lain Belanja Modal Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Pengeluaran Tidak Terduga Belanja Pelayanan Publik Pembiayaan Daerah Total Pengeluaran Daerah Sumber: BPS berbagai tahun Pengeluaran daerah Provinsi Jawa Barat tahun dapat dilihat pada Tabel 23. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa total pengeluaran daerah meningkat. Komponen-komponen pengeluaran daerah baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung mengalami peningkatan, kecuali komponen pengeluaran daerah bawahan yang menurun. Pengeluaran daerah ini diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.

27 197 Tabel 23. Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun No Perincian Δ% 1 Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Pengeluaran Tidak Terduga Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Langsung Pembiayaan Daerah Total Pegeluaran Daerah Sumber: BPS berbagai tahun Pertumbuhan defisit fiskal daerah Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 24 dan tahun pada Tabel 25. Pada tabel-tabel tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan defisit fiskal cenderung positif, kecuali pada tahun 2002 dan Tabel 24. Pertumbuhan Defisit Fiskal Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun (%) No Perincian Tahun Kapasitas Fiskal Pengeluaran Daerah Defisit Fiskal Sumber: BPS berbagai tahun Pada tahun 2002 kapasitas fiskal meningkat persen, sementara pengeluaran daerah meningkat hanya 4.18 persen. Hal ini berdampak pada pengurangan defisit fiskal, yang berarti ketergantungan daerah terhadap pusat menjadi berkurang. Dari tabel-tabel tersebut juga dapat ditunjukkan bahwa

28 198 pertumbuhan kapasitas fiskal yang lebih rendah dari pertumbuhan pengeluaran daerah mengakibatkan defisit fiskal meningkat. Pada Tabel 25 juga dapat dilihat bahwa defisit fiskal meningkat. Hal ini terjadi karena kapasitas fiskal menurun yang disebabkan oleh penurunan dari bagi hasil. Tabel 25. Pertumbuhan Defisit Fiskal Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun No Perincian Tahun Kapasitas Fiskal Pengeluaran Daerah Defisit Fiskal Sumber: BPS berbagai tahun (%) 6.3. Keragaan Perekonomian di Provinsi Jawa Barat Keragaan perekonomian Provinsi Jawa Barat tahun dapat dikaji baik secara keseluruhan maupun diperinci secara sektoral. Perekonomian secara keseluruhan dibagi menjadi dua sektor, yakni sektor pertanian dan sektor non pertanian. Kajian secara sektoral dirinci menjadi sektor-sektor: tanaman pangan; perkebunan; peternakan; perikanan; kehutanan; pertambangan dan galian; industri pengolahan; listrik, gas dan air; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuangan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Kontibusi PDRB dan tenaga kerja rata-rata per tahun Provinsi Jawa Barat tahun dapat dilihat pada Tabel 26 dan tahun 2007 pada Tabel 27. Pada tahun maupun tahun 2007 perekonomian Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor non pertanian. Berdasarkan komposisi perekonomian maka perekonomian di Provinsi Jawa Barat sudah termasuk perekonomian

29 199 modern. Kondisi tersebut merupakan dampak dari proses pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Tabel 26. Kontribusi PDRB dan Tenaga Kerja Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun No Perincian PDRB Tenaga Kerja Rp juta % Orang % 1 Pertanian Non Pertanian Total Sumber: BPS 2004 Tabel 27. Kontribusi PDRB dan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 No Perincian PDRB Tenaga Kerja Rp juta % Orang % 1 Pertanian Non Pertanian Total Sumber: BPS 2009 Pada tahun maupun tahun 2007 tenaga kerja Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor non pertanian. Dari Tabel 26 dan 27 dapat dilihat bahwa terjadi ketidakselarasan antara kontribusi PDRB dan tenaga kerja sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Ketidakselarasan ini menurut Soekartawi (1991) dapat terjadi karena tenaga kerja sektor pertanian tidak dapat diserap oleh sektor industri atau sektor lainnya dalam waktu yang relatif singkat. Perbedaan kontribusi pada PDRB dengan tenaga kerja juga akan berdampak pada produktivitas tenaga kerja yang dihitung dari PDRB sektor dengan tenaga kerja sektor. Produktivitas tenaga kerja rata-rata per tahun Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 28 dan untuk tahun 2007 pada Tabel 29. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas tenaga kerja sektor non

30 200 pertanian lebih besar dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas di sektor pertanian sangat rendah, yang disebabkan antara lain oleh nilai produk pertanian yang rendah dan jumlah tenaga kerja yang relatif banyak. Produktivitas di sektor pertanian dapat ditingkatkan dengan membuka kesempatan kerja di sektor non pertanian. Pemecahan yang sama juga dikemukakan oleh hasil penelitian Sawit (1986) yang mengemukakan bahwa kenaikan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian dapat dipercepat dengan cara memberi kesempatan kerja yang lebih besar di sektor non pertanian, baik yang ada di desa maupun di kota dan sektor yang dikembangkan tersebut harus dikembangkan ke arah yang saling menunjang antar sektor. Tabel 28. Produktivitas Tenaga Kerja Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun (Rp juta/pekerja) No Perincian Produktivitas 1 Pertanian Non Pertanian Rata-rata Sumber: BPS 2004 Tabel 29. Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 (Rp juta/pekerja) No Perincian Produktivitas 1 Pertanian Non Pertanian Rata-rata Sumber: BPS 2008 Secara keseluruhan rata-rata produktivitas tenaga kerja sektor non pertanian di Provinsi Jawa Barat lebih besar dari rata-rata produktivitas tenaga kerja sektor pertanian. Produktivitas tenaga kerja sektor non pertanian yang sedemikian besar tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) nilai output yang

31 201 dihasilkan sektor non pertanian jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai output sektor pertanian, dan (2) sektor non pertanian pada umumnya lebih banyak menggunakan teknologi padat modal dan mesin produksi untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja, sehingga sektor ini menghasilkan output yang lebih banyak dan menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit. Jika terdapat perbedaan produktivitas tenaga kerja maka menurut Clark (1940) akan terjadi pergeseran penyerapan tenaga kerja dari sektor yang produktivitasnya rendah ke sektor yang produktivitasnya tinggi. Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor rata-rata per tahun Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 30. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa PDRB sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor tanaman pangan sebesar persen, selanjutnya diikuti sektor peternakan, perkebunan, perikanan, dan sektor pertanian yang kontribusi PDRB paling sedikit adalah sektor kehutanan yakni sebesar 0.16 persen. Tabel 30. Kontribusi PDRB Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun No Sektor Rp juta % 1 Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: BPS 2004

32 202 Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor non pertanian didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar persen, selanjutnya diikuti oleh: sektor perdagangan, hotel dan retoran; pertambangan dan galian; angkutan dan komunikasi; jasa; keuangan dan jasa perusahaan; bangunan; dan sektor non pertanian yang kontribusi PDRB paling sedikit adalah sektor listrik, gas dan air yaitu sebesar 1.76 persen. Dari tabel tersebut dapat ditunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat sebagai penyedia bahan pangan dan juga sebagai daerah industri. Kontribusi PDRB sektor rata-rata per tahun di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 disajikan pada Tabel 31. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kontribusi PDRB sektor industri pengolahan diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mendominasi perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Hal ini menggambarkan bahwa Provinsi Jawa Barat sebagai tempat untuk investasi bagi investor. Tabel 31. Kontribusi PDRB Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 No Sektor Rp juta % 1 Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: BPS 2008

33 203 Sektor industri memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB Provinsi Jawa Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri dapat berkembang di Provinsi Jawa Barat. Perkembangan sektor industri tersebut didukung oleh faktor-faktor yang mendorong masuknya investasi di sektor industri, seperti ketersedian tenaga kerja dan sarana infrastruktur. Tenaga kerja sektor rata-rata per tahun Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 32 dan tahun 2007 pada Tabel 33. Dari tabel-tabel Tabel 32. Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun No Sektor Orang % 1 Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Lainnya Total Sumber: BPS 2004 Tabel 33. Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 No Sektor Orang % 1 Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: BPS 2008

34 204 tersebut dapat dilihat bahwa kontribusi tenaga kerja sektor non pertanian di Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar persen tahun dan persen pada tahun 2007, selanjutnya diikuti oleh: sektor industri, jasa, angkutan dan komunikasi, bangunan, keuangan dan jasa perusahaan, sektor pertambangan dan galian, sektor listrik, gas dan air, dan sektor lainnya. Berdasarkan Tabel 32 dan 33 dapat dilihat bahwa terdapat tiga sektor non pertanian yang relatif lebih banyak menyerap tenaga kerja yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor jasa. Ketiga sektor ini (sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa) dapat menampung tenaga kerja, baik tenaga kerja yang ke luar dari sektor pertanian dan tenaga kerja yang datang dari luar Provinsi Jawa Barat, maupun tenaga kerja terdidik yang baru memasuki pasar tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja sektor rata-rata per tahun Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 34 dan tahun 2007 pada Tabel 35. Pada Tabel 34 dapat dilihat bahwa produktivitas tenaga kerja paling tinggi terdapat pada sektor pertambangan dan galian sebesar Rp juta per pekerja, selanjutnya diikuti oleh: sektor listrik, gas dan air; industri pengolahan; keuangan dan jasa perusahaan; perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bangunan; dan sektor jasa, sedangkan produktivitas tenaga kerja paling rendah terdapat pada sektor pertanian yakni sebesar Rp 6.05 juta per pekerja. Nilai produktivitas ini sangat berhubungan dengan besarnya nilai PDRB sektor dan jumlah penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan Tabel 34 dan 35 dapat dilihat bahwa sektor yang relatif sedikit menyerap tenaga kerja seperti sektor

35 205 pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih mempunyai produktivitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor yang relatif lebih banyak menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja yang relatif sedikit di sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air menunjukkan bahwa tidak mudah bagi tenaga kerja untuk masuk ke sektor tersebut karena tenaga kerja yang bersangkutan harus memiliki keterampilan dan keahlian. Tabel 34. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun No Perincian Produktivitas (Rp juta/pekerja) 1 Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa 3.28 Sumber: BPS 2004 Pada Tabel 35 dapat dilihat bahwa produktivitas tenaga kerja sektor pertanian relatif paling kecil dibandingkan sektor-sektor lainnya. Untuk tahap selanjutnya ada kemungkinan tenaga kerja yang semula bekerja di sektor pertanian akan pindah ke sektor-sektor lain yang memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Keragaman produktivitas tenaga kerja sektor ini menurut Mangkuprawira (2000) antara lain dipengaruhi oleh konsumsi kalori. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan tingkat gizi (kalori) sangat menentukan produktivitas di semua sektor. Selain itu, tingkat pendidikan juga memiliki peranan cukup penting terhadap

36 206 Tabel 35. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 No Perincian Produktivitas (Rp juta/pekerja) 1 Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa 9.20 Sumber: BPS 2008 produktivitas pekerja. Hal ini mengindikasikan bahwa para pekerja perlu diberikan dan dikembangkan pendidikan supaya mereka mampu meningkatkan kinerjanya. Penerimaan dan pengeluaran daerah rata-rata per tahun Provinsi Jawa Barat tahun disajikan pada Tabel 36 dan tahun 2007 pada Tabel 37. Pada Tabel 36 dapat dilihat bahwa penerimaan Pemerintah Daerah sebesar Rp juta. Penerimaan pemerintah daerah tersebut antara lain diperoleh dari pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Pengeluaran Pemerintah Daerah terdiri dari pengeluaran rutin sebesar Rp juta dan pengeluaran pembangunan sebesar Rp juta. Pengeluaran Pemerintah Daerah lebih banyak digunakan untuk pengeluaran rutin dibandingkan untuk pengeluaran pembangunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerimaan Pemerintah Daerah yang sebagian diperoleh dari masyarakat lebih banyak dipergunakan untuk belanja rutin, seperti pengeluaran untuk gaji pegawai. Hasil ini sejalan dengan penelitian Pakasi (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar pengeluaran Pemerintah Daerah adalah untuk pengeluaran rutin. Sementara, pengeluaran untuk

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat diperlukan oleh suatu negara dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara khususnya di Indonesia, banyak kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah untuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 21/05/14/Th.XII, 5 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan I Tahun mencapai 7,51 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun, yang diukur dari kenaikan Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: TRANSFORMASI STRULTURAL Matsani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id TRANSFORMASI STRUKTURAL. Transformasi struktural berarti

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat tercermin melalui jumlah penduduk dan pendapatan perkapita di suatu negara. Penduduk merupakan salah satu faktor keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haruslah ditekankan pada pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu

BAB I PENDAHULUAN. haruslah ditekankan pada pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses berkesinambungan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu strategi pembangunan haruslah ditekankan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu

V. METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu V. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini lokasi yang dipilih adalah Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun B A B PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH 6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Beberapa penjelasan mengenai pengertian PDRB yaitu PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN JASMAN SARIPUDDIN HASIBUAN Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara email : jasmansyaripuddin@yahoo.co.id ABSTRAK Sektor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci