V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pendugaan Model Berdasarkan hasil respesifikasi model yang telah dilakukan secara berulang, secara umum hasil pendugaan model dalam penelitian ini memberikan hasil yang cukup baik. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa secara umum hasil pendugaan model cukup baik sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ) dari masing-masing persamaan perilakunya yaitu 92 persen dari persamaaan struktural atau sebanyak 23 persamaan dari 25 persamaan struktural mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) antara sampai dengan Dua persamaan (8 persen) mempunyai nilai (R 2 ) lebih kecil dari Hal ini menggambarkan bahwa 92 persen variabel-variabel eksogen mampu menjelaskan dengan baik sekitar persen sampai dengan persen perilaku variabel endogen. Demikian pula bila dilihat dari nilai F tidak ada satupun persamaan yang mempunyai nilai F dibawah nilai tabel. Hal ini juga menunjukan bahwa semua variabel penjelas (exogenous variable) secara bersama dapat menjelaskan dengan baik perilaku variabel endogen (endogenous variable). Nilai Durbin Watson (DW) dari 25 persamaan struktural berkisar antara sampai dengan 2.526, yang menunjukkan tidak ada masalah otokorelasi serius diantara variabel-variabel penjelas. Hal ini karena 23 persamaan mempunyai nilai DW diatas Dua persamaan tidak bisa disimpulkan apakah ada otokorelasi atau tidak, yaitu dengan nilai DW masing-masing dan

2 87 Nilai statistik t, digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Dalam penelitian ini taraf α yang digunakan adalah α = Berdasarkan hasil uji statistik dan ekonometrik dengan kriteria-kriteria diatas, dan mempertimbangkan model dengan periode pengamatan yang relatif cukup panjang, maka hasil pendugaan model dapat mewakili dan menangkap fenomena ekonomi dari industri pengolahan kayu pada pasar domestik maupun pasar ekspor. Secara lebih terperinci model-model masing persamaan berdasarkan pengelompakkan komoditinya yaitu kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis dan pulp (bubur kayu) dapat dijelaskan sebagai berikut: 5.2. Kayu Bulat Fenomena kayu bulat yang akan dilihat meliputi perilaku produksi, perilaku ekspor kayu bulat Indonesia dan permintaan kayu bulat domestik oleh masing-masing industri pengolahan kayu primer. Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka dipilih model yang dapat menggambarkan hubungan permintaan dan penawaran yang menentukan aliran kayu bulat yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor Produksi Kayu Bulat Model produksi kayu bulat Indonesia hasil pendugaan parameter pada produksi kayu bulat dapat dilihat pada Tabel 6.

3 88 Tabel 6. Hasil Pendugaan Produksi Kayu Bulat (QRINA) Es timate t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DPRINAR (Selisih Harga Kayu Bulat Indonesia t dan t-1) INRTS (Suku Bunga) PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) LDNRBS (Lag Dana Reboisasi) UPAH (Upah Buruh) LQRINA (Lag QRINA) R 2 = , F hitung = , D w = Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat bahwa dari enam variabel penjelas ada 3 variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi kayu bulat untuk uji statistik pada taraf nyata 20 %, yaitu variabel suku bunga (INRTS) dengan tanda negatif, variabel upah (Upah) dengan tanda negatif dan variabel produksi kayu bulat satu tahun sebelumnya (LQRINA) dengan tanda positif. Meskipun berpengaruh nyata, respon produksi kayu bulat terhadap ketiga variabel tersebut inelastis dalam jangka pendek. Hal Ini menunjukkan bahwa penurunan produksi kayu bulat tidak dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan provisi sumber daya hutan maupun kenaikan dana reboisasi tahun sebelumnya tetapi dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan suku bunga bank dan kenaikan upah buruh dengan elastisitas jangka pendek masing-masing sebesar (-0.61) dan (-0.14), sedangkan untuk elastisitas jangka panjang masing-masing (-0.90) dan (-0.20). Hal ini berarti kenaikan suku bunga bank satu persen akan menurunkan produksi kayu bulat sebesar 0.61 persen untuk jangka pendek dan 0.90 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus. Demikian pula bila upah buruh naik satu persen maka dalam

4 89 jangka pendek produksi kayu bulat akan turun 0.14 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 0.20 persen, ceteris paribus. Produksi kayu bulat ternyata dipengaruhi secara nyata oleh bunga bank dan upah buruh dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini dapat dijelaskan karena keduanya merupakan variabel yang sangat berkaitan dengan biaya modal, memerlukan biaya modal yang cukup besar, hanya para pengusaha besar yang bisa mendapatkan hak pengusahaan hutan. Agar bergerak dibidang pengusahaan hutan harus mendapatkan dukungan pembiayaan dari bank, sehingga kenaikan suku bunga bank akan menyulitkan para pengusaha kayu dalam melakukan usahanya. Bunga bank di Indonesia adalah tertinggi di dunia sehingga peningkatan bunga sedikit saja berpengaruh pada biaya operasi perusahaan yang tentunya akan berdampak pada output perusahaan Ekspor Kayu Bulat Indonesia Tabel 7 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu bulat Indonesia (XRINA) dengan nilai R2 sebesar 0.94 menggambarkan bahwa sekitar 94 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku model persamaan ekspor kayu bulat Indonesia. Dari hasil pendugaan statistik, lima dari enam variabel penjelasnya tidak berpengaruh secara nyata yaitu harga riil kayu bulat dunia, selisih (delta) antara nilai tukar tahun berjalan dengan satu tahun sebelumnnya, selisih antara produksi tahun berjalan dengan produksi tahun sebelumnya, dummy larangan ekspor, dan pajak ekspor. Respon ekspor kayu bulat terhadap perubahan kelima variabel penjelas tersebut adalah inelastis dalam jangka pendek sedangkan untuk variabel harga riil kayu bulat dunia dan variabel selisih antara produksi tahun berjalan dengan

5 90 produksi tahun sebelumnya dalam jangka panjang, bersifat elastis. Variabel ekspor kayu bulat Indonesia tahun sebelumnya atau lag ekspornya berpengaruh nyata walaupun inelastis dalam jangka pendek tetapi elastis dalam jangka panjang. Jadi dapat diartikan bahwa harga riil kayu bulat dunia, nilai tukar tahun sebelumnya dan selisih produksi tahun berjalan dengan produksi tahun sebelumnya bukan faktor utama yang mempengaruhi terhadap perubahan ekspor kayu bulat, tetapi volume ekspor tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian ekspor karena perubahan faktor-faktor ekonomi memerlukan waktu untuk menyesuaikannya. Tabel 7. Hasil Pendugaan Ekspor Kayu Bulat Indonesia (XRINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) PRW ORR (Hrg Riil Kayu Bulat Dunia) DNTINA (Selisih Nilai Tukar t dengan Nilai Tukar t-1) DQRINA (Selisih Produksi t dengan Produksi t-1) DUMLRX (Dummy Larangan Impor) TAXER (Pajak Expor) LXRINA (Lag XRINA) R 2 = 0.94, F hitung = , D w = Harga Kayu Bulat Domestik (PRINAR) Tabel 8 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu bulat domestik (PRINAR) terlihat bahwa semua variabel mempunyai tanda yang sesuai harapan. Tiga dari empat variabel penjelas yaitu harga riil kayu bulat dunia tahun sebelumnya (LPRWORR), penawaran kayu bulat domestik (SRINA) dan harga kayu domestik tahun sebelumnya (LPRINAR) berpengaruh nyata terhadap

6 91 perilaku persamaan harga kayu domestik. Respon harga kayu bulat domestik terhadap harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya adalah inelastis baik untuk jangka pendek (0.27) dan maupun jangka panjang (0.40). Demikian juga respon terhadap penawaran kayu bulat domestik inelastis (-0.70) untuk pendek dan (- 0.97) untuk jangka panjang. Hal ini berarti kenaikan harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya sebesar satu persen hanya akan mendorong kenaikan harga kayu bulat domestik sebesar 0.27 persen dalam jangka pendek dan 0.40 persen jangka panjang. Respon harga kayu bulat domestik juga dipengaruhi secara nyata oleh penawaran domestik dengan respon inelastis tetapi responsnya lebih elastis dibandingkan dengan harga kayu dunia. Hal ini dapat dipahami karena penawaran kayu domestik akan berdampak langsung terhadap keseimbangan pasar kayu bulat dalam negeri. Pada awalnya Indonesia merupakan pemasok utama kayu bulat dunia, sehingga harga domestik dan harga dunia kayu bulat saling mempengaruhi tetapi pengaruhnya tetap tidak langsung sehingga tidak berdampak langsung. Hal ini terlihat bahwa variabel yang berpengaruh adalah variabel lagnya. Untuk variabel harga kayu bulat tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa terjadinya penyesuaian harga kayu bulat domestik karena perubahan kondisi perekonomian lainnya memerlukan waktu. Tabel 8. Hasil Pendugaan Harga Kayu Bulat Domestik (PRINAR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) SRINA (Penawaran Kayu Bulat Domestik) DRINA (Permintaan Kayu Bulat Domestik) LPRW ORR (Lag PRWORR)

7 92 LPRINAR (Lag PRINAR) R 2 = , F hitung = , D w = Tabel 9 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu bulat dunia (PRWORR) semua variabel mempunyai tanda yang sesuai harapan. Dua dari tiga variabel penjelas yaitu, impor kayu bulat dunia (MRWOR) dan variabel harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya (LPRWORR) berpengaruh nyata, sedangkan variabel selisih ekspor kayu bulat Indonesia tahun berjalan dengan ekspor tahun sebelumnya (DXRINA) tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan harga kayu domestik. Respon harga kayu bulat dunia terhadap perubahan impor kayu bulat dunia adalah inelastis baik untuk jangka pendek (0.45) maupun jangka panjang (0.83). Artinya bahwa kenaikan harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya sebesar satu persen hanya akan mendorong kenaikan impor kayu bulat dunia sebesar 0.45 persen dalam jangka pendek dan 0.83 persen jangka panjang. Impor kayu bulat dunia atau dapat di analogkan dengan permintaan kayu bulat dunia mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan harga kayu bulat dunia, sedangkan ekspor kayu bulat dunia yang diwakili oleh ekspor kayu bulat Indonesia ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan harga kayu bulat dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kayu bulat Indonesia sudah tidak mendominasi pasar kayu bulat dunia seperti yang terjadi pada dekade tahun an. Dari sisi isu lingkungan perubahan ini cukup menggembirakan karena akan menahan laju penebangan kayu di hutan alam. Variabel harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa sangat besar kemungkinan terjadinya penyesuaian harga kayu bulat domestik terhadap perubahan kondisi perekonomian lainnya.

8 93 Tabel 9. Harga Kayu Bulat Dunia (PRWORR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DXRINA (Selisih Ekspor Kayu Bulat Indonesia pada t dengan Lagnya) MRWOR (Impor Kayu Bulat Dunia) LPRW ORR (Lag PRWORR) R 2 = , F hitung = 6.001, D w = Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Gergajian Tabel 10 merupakan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian (DRSINA). Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian dipengaruhi oleh harga kayu bulat domestik (PRINAR), harga kayu gergajian domestik (PSINAR), selisih suku bunga bank tahun berjalan dengan bunga bank tahun sebelumnya (DINRTS) dan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian satu tahun sebelumnnya (LDRSINA), semua variabel mempunyai tanda sesuai harapan. Tabel 10. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (DRSINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) PRINAR (Harga Riil Kayu Bulat) PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik)

9 94 DINRTS (Selisih Bunga Bank pada Tahun t dengan t-1) LDRSINA (Lag DRSINA) R 2 = , F hitung = , D w = Dari keempat variabel tersebut yang mempunyai pengaruh nyata terhadap perubahan perilaku permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian hanya permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian tahun sebelumnya (LDRSINA). Selain pengaruhnya tidak nyata, respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian adalah inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian untuk mencapai keseimbangan memerlukan waktu penyesuaian karena perubahan-perubahan ekonomi Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis Tabel 11 merupakan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kayu bulat domestik oleh industri kayu lapis dipengaruhi oleh variabel-variabel harga kayu bulat domestik (PRINAR), selisih harga kayu lapis tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun sebelumnya (DPLINAR), suku bunga bank (INRTS), dan permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis satu tahun sebelumnya (LDRLINA) semua tanda sesuai dengan harapan. Dari empat variabel penjelas tersebut, dua variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis yaitu variabel suku bunga bank dengan tanda negatif. Respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis walaupun berpengaruh nyata terhadap variabel suku bunga dalam jangka pendek bersifat inelastis (-0.23) tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis (-1.53).

10 95 Hal ini berarti bahwa permintaan kayu bulat dalam jangka pendek akan turun sebesar 0.23 persen bila suku bunga bank naik sebesar 1 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 1.53 persen bila suku bunga bank akan turun sebesar 1 persen, ceteris paribus. Variabel permintaan kayu bulat tahun sebelumnya yang secara nyata berpengaruh terhadap permintaan kayu bulat menunjukkan bahwa diperlukan waktu penyesuaian untuk mencapai keseimbangan permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 11. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis (DRLINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) PRINAR (Harga Riil Ky Bulat) DPLINAR (Selisih Harga Kayu Bulat Domestik tahun t dengan Harga Kayu Bulat Domestik tahun t-1) INRTS (Suku Bunga) LDRLINA (Lag DRLINA) R 2 = , F hitung = , D w = Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Pulp (DRPINA) Tabel 12. menunjukkan persamaan permintaan kayu bulat oleh industri Pulp (DRPINA) dipengaruhi oleh variabel harga kayu bulat domestik (PLINAR) dengan tanda negatif, harga pulp domestik (PPINAR) dengan tanda positif, suku bunga bank (INRTS) dengan tanda negatif dan variabel permintaan kayu bulat oleh indutri pulp tahun sebelumnya (LDRPINA). Dari empat variabel penjelas, dua variabel yaitu harga kayu bulat domestik dan permintaan kayu bulat oleh indutri pulp tahun sebelumnya (LDRPINA) yang berpengaruh secara nyata

11 96 terhadap perilaku permintaan kayu bulat oleh industri pulp. Respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis terhadap perubahan harga kayu bulat domestik dalam jangka pendek adalah bersifat inelastis (-0.46) tetapi dalam jangka panjang bersifat sangat elastis (-8.32). Hal ini berarti bahwa dalam jangka pendek permintaan kayu bulat oleh industri pulp akan berkurang sebesar 0.46 persen bila harga kayu bulat domestik akan naik 1 persen dan dalam jangka panjang permintaan kayu bulat akan berkurang sebesar 8.32 persen. Respon permintaan kayu bulat oleh industri pulp terhadap semua variabel tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis. Hal ini dapat dijelaskan bahwa bahan baku untuk industri pulp di Indonesia saat masih bergantung pada hutan alam karena sumber bahan baku dari hutan tanaman masih belum belum mencukupi, untuk itu biasanya industri akan mempunyai cadangan stok bahan baku untuk jangka pendek 3 bulan ke depan. Dalam jangka panjang sumber bahan baku dari hutan alam makin berkurang dan potensi bahan baku untuk industri belum ada kepastian karena realisasi hutan tanaman masih relatif kecil, sehingga perubahan harga kayu dalam jangka panjang jelas akan mempunyai respon negatif terhadap permintaan kayu oleh industri pulp. Variabel permintaan kayu bulat tahun sebelumnya oleh industri pulp yang secara nyata berpengaruh terhadap permintaan kayu bulat oleh industri pulp tahun sebelumnya menunjukkan bahwa diperlukan waktu penyesuaian untuk mencapai keseimbangan permintaan kayu bulat oleh industri pulp dalam merespon perubahan kondisi perekonomian.

12 97 Tabel 12. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Pulp (DRPINA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) PRINAR (Hrg Riil Ky Bulat Domestik) PPINAR (Hrg Riil Pulp Domestik) INRTS (Suku Bunga) LDRPINA (Lag DRPINA) R 2 = , F hitung = , D w = Kayu Gergajian Fenomena kayu gergajian yang akan dilihat dititikberatkan pada perilaku ekspor, sedangkan perilaku produksinya digambarkan sebagai persamaan identitas yang merupakan persamaan konversi dari kayu bulat, dimana poduksi kayu gergajian dari hasil penelitian dan output rata-rata industri kayu gergajian merupakan konversi 0.5 dari input kayu bulat yang ke industri. Perilaku ekspor untuk ekspor diambil dari persamaan ekspor untuk tiga negara yang diasumsikan merupakan tujuan utama ekspor komoditi kayu kayu gergajian Indonesia yang secara terperinci adalah sebagai berikut: Ekpor Kayu Gergajian ke Cina Tabel 13 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu gergajian Indonesia ke Cina dipengaruhi oleh variabel kesenjangan harga atau selisih antara harga kayu gergajian dunia dengan harga kayu gergajian dunia tahun lalu (DPSWORR) dengan tanda positif, harga kayu gergajian domestik (PSINAR) dengan tanda negatif, produksi kayu gergajian Indonesia (QSINA) dengan tanda positif, nilai tukar rupiah terhadap US $ (NTINA) dengan tanda positif, GDP Cina dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda negatif

13 98 dan variabel ekspor kayu gergajian tahun sebelumnya (LXSCIN). Variabel TW bertanda negatif hal ini menunjukan bahwa ekspor kayu gergajian ke Cina mengalami kecenderungan terus menurun dan fenomena ini berpengaruh secara nyata. Dari tujuh variabel yang mempengaruhi persamaan perilaku ekspor kayu gergajian ke Cina, hanya variabel nilai tukar (NTINA) yang tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah ke dolar Amerika tidak berpengaruh secara nyata terhadap perilaku ekspor kayu gergajian ke Cina. Hal ini juga ditunjukkan oleh respon ekspor kayu gergajian ke Cina karena perubahan nilai tukar dalam jangka pendek (0.18) maupun jangka panjang yang tidak elastis (0.26). Respon ekspor kayu gergajian ke Cina untuk variabel selisih harga dunia, harga domestik kayu gergajian Indonesia, produksi kayu gergajian Indonesia dan GDP Cina semuanya elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Bahkan respon ekspor kayu gergajian terhadap GDP Cina sangat elastis baik untuk jangka pendek (4.67) maupun jangka panjang (6.97). Artinya bahwa bila ada kenaikan GDP Cina sebesar 1 persen maka ekspor kayu gergajian ke Cina akan naik sebesar 4.67 persen dalam jangka pendek dan naik 6.97 persen untuk jangka panjang. Dilihat faktor- faktor yang mempengaruhi laju ekspor kayu gergajian ke Cina, maka dapat dikatakan pasar Cina untuk kayu gergajian Indonesia adalah sangat prospektif karena kenaikan dan penurunan nilai tukar rupiah ternyata juga tidak berpengaruh terhadap perilaku ekspor, ceteris paribus. Hal ini dapat dijelaskan bahwa karena Cina (Yuan) menganut nilai tukar yang fixed exchange rate (nilai tukar tetap) terhadap dollar Amerika, sehingga perubahan nilai tukar rupiah terhadap tidak banyak pengaruhnya terhadap harga barang ekspor yang

14 99 menggunakan dolar Amerika sebagai alat pembayaran sehingga volume ekspor kayu gergajian Cina tidak terpengaruh karena perubahan nilai tukar, tetapi faktorfaktor lain. Tetapi untuk produksi kayu gergajian Indonesia dan selisih harga dunia tahun berjalan dengan harga tahun sebelumnya berpengaruh positif sehingga bila harga dunia naik, maka Indonesia sebagai eksportir tentunya akan diuntungkan, volume ekspor akan naik, ceteris paribus. Demikian pula untuk variabel produksi bepengaruh positif terhadap ekspor, dan responnya elastis dalam jangka pendek (2.35) maupun jangka panjang (3.50), kenaikan produksi kayu gergajian Indonesia 1 persen, ternyata menaikkan ekspor ke Cina sebesar 2.35 persen dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang naik sebesar 3.50 persen. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan dalam negeri Cina terhadap kayu gergajian dari Indonesia sangat besar. Tabel 13. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Gergajian ke Cina (XSCIN) T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DPSW ORR (Selisih Harga Riil Kayu Gergajian Dunia dengan Harga Lagnya) PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) QSINA (Produksi Kayu Gergajian Indonesia) NTINA (Nilai Tukar Rupiah) GDCIN (GDP Cina) TW (Kecenderungan Waktu) LXSCIN (Lag XSCIN) R 2 = 0.744, F hitung = 5.831, D w = Ekpor Kayu Gergajian ke Jepang Tabel 14 menunjukkan bahwa perilaku ekspor kayu gergajian ke Jepang. Hampir sama dengan perilaku ekspor kayu gergajian ke Cina, ekspor kayu

15 100 gergajian Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh variabel harga kayu gergajian dunia (PSWORR) dengan tanda positif, variabel harga kayu gergajian domestik (PSINAR) dengan tanda negatif, produksi kayu gergajian Indonesia (QSINA) dengan tanda positif, nilai tukar (NTINA) dengan tanda positif, variabel pertumbuhan penduduk Jepang (FPOJPN) dengan tanda positif, dan ekspor kayu gergajian ke Jepang tahun sebelumnya (LXSJPN). Dari enam variabel penjelas tersebut secara statistik hanya 3 variabel yang berpengaruh nyata, yaitu harga kayu gergajian dunia, produksi kayu gergajian Indonesia dan ekspor kayu gergajian ke Jepang tahun sebelumnya. Harga kayu gergajian domestik tidak bepengaruh nyata terhadap ekspor kayu gergajian ke Jepang, berbeda dengan ekspor ke Cina yang bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor kayu gergajian ke Jepang masih sangat kuat, karena dengan kenaikan harga maupun kenaikan produksi ekspor masih terus meningkat. Variabel roduksi kayu gergajian Indonesia dan ekspor kayu gergajian ke Jepang tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata mengindikasikan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku keseimbangan ekspor kayu gergajian Indonesia ke Jepang dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Respon ekspor kayu gergajian ke Jepang terhadap perubahan harga kayu gergajian dunia bersifat elastis (2.02) dalam jangka pendek maupun jangka panjang (3.41). Artinya bahwa bila ada kenaikan harga kayu gergajian dunia sebesar 1 persen maka akan berakibat pada kenaikan volume ekspor sebesar 2.02 dalam jangka pendek dan naik 3.41 dalam jangka panjang. Variabel lain hanya respon terhadap produksi kayu gergajian yang elastis dalam jangka panjang (1.20), yaitu bila produksi kayu gergajian naik 1 persen maka ekspor kayu

16 101 gergajian ke Jepang juga akan naik 1.20 persen. Dari kedua variabel yang berpengaruh nyata tersebut dapat dikatakan bahwa pasar kayu gergajian Jepang masih mampu menampung ekspor kayu gergajian Indonesia walaupun harga dunia kayu gergajian naik tetapi ekspor kayu ke Jepang tetap naik. Tabel 14. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Gergajian ke Jepang (XSJPN) T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) PSWORR (Harga Riil Kayu Gergajian Dunia) PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) QSINA (Produksi Kayu Gergajian Indonesia) NTINA (Nilai Tukar Rupiah) FPOJPN (Growth Pop Jepang) LXSJPN (Lag XSJPN) R 2 = , F hitung = 1.198, D w = Ekpor Kayu Gergajian ke Arab Saudi Tabel 15 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi. Perilaku ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi, hampir sama dengan perilaku ekspor kayu gergajian Indonesia ke Jepang yaitu dipengaruhi oleh harga kayu gergajian dunia (PSWORR) dengan tanda positif, variabel harga domestik kayu gergajian (PSINAR), produksi kayu gergajian Indonesia (QSINA), variabel nilai tukar rupiah dengan dolar Amerika (NTINA), kecenderungan waktu dan variabel ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi tahun sebelumnya (LXSCIN). Dari hasil pendugaan parameter pada persamaan ekspor kayu gergajian Indonesia ke Arab Saudi, hanya tiga variabel yang berpengaruh nyata secara statistik yaitu harga kayu gergajian dunia, variabel produksi kayu

17 102 gergajian dan variabel ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi tahun lalu yang berpengaruh secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku ekspor kayu gergajian Indonesia ke Arab Saudi dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 15. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Gergajian Ke Arab (XSARB) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) PSWORR (Harga Riil Kayu Gergajian Dunia) PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian Domestik) QSINA (Produksi Kayu Gergajian Indonesia) NTINA (Nilai Tukar Rupiah) TW (Kecenderungan Waktu) LXSARB (Lag XSARB) R 2 = , F hitung = 1.227, D w = Berdasarkan Tabel 15. dapat dilihat bahwa respon perilaku ekspor kayu gergajian ke Arab Saudi bersifat elastis terhadap variabel harga dunia, baik dalam jangka pendek (2.47) maupun dalam jangka panjang (4.44). Hal ini berarti bahwa bila dalam jangka pendek ada kenaikan harga kayu gergajian dunia sebesar satu persen maka akan berdampak pada kenaikan volume ekspor sebesar 2.47 persen, sedangkan dalam jangka panjang bila ada kenaikan harga kayu gergajian dunia sebesar satu persen akan terjadi kenaikan ekspor kayu gergajian ke Jepang sebesar 4.47 persen Permintaan Kayu Gergajian Domestik (DSINA) Tabel 16 menunjukkan bahwa permintaan kayu gergajian domestik. Permintaan kayu gergajian domestik dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu gergajian domestik tahun berjalan dengan harga tahun sebelumnya (DPSINAR)

18 103 dengan tanda negatif, harga kayu lapis domestik (PLINAR) dengan tanda positif, GDP Indonesia (GDINA) dengan tanda positif, variabel kecenderungan waktu dan variabel permintaan kayu gergajian domestik tahun sebelumnya (LDSINA). Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan kayu gergajian domestik (DSINA) tersebut ada tiga variabel penjelas yaitu variabel GDP Indonesia, variabel kecenderungan waktu dan variabel permintaan kayu gergajian tahun sebelumnya, yang secara statistik berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan permintaan kayu gergajian domestik. Respon permintaan kayu gergajian terhadap ketiga variabel tersebut dalam jangka pendek bersifat inelastis sedangkan dalam jangka panjang hanya respon terhadap GDP Indonesia bersifat elastis (3.85). Hal ini berarti bahwa dalam jangka panjang bila GDP naik satu persen maka permintaan kayu gergajian domestik akan naik sebesar 3.85 persen, ceteris paribus. Variabel permintaan kayu gergajian domestik tahun lalu yang berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan permintaan kayu gergajian domestik, menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku permintaan kayu gergajian domestik dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 16. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Gergajian Domestik (DSINA) t hitung Prob > T E SR E LR DPSINAR (Selisih Harga K G pd t dengan lagnya) PLINAR (Harga Riil Kayu Lapis Domestik) GDINA (GDP Indonesia) TW (Kecenderungan Waktu) LDSINA (Lag DSINA) R 2 = , F hitung = , D w = 2.269

19 Harga Kayu Gergajian Dunia (PSWORR) Tabel 17 menunjukkan bahwa harga kayu gergajian dunia (PSWORR) semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan dan ketiganya secara statistik berpengaruh nyata yaitu variabel total ekspor kayu gergajian dunia (XSWORT) dengan tanda negatif, variabel selisih total impor kayu gergajian (DMSWORT) tahun berjalan dengan total impor kayu gergajian tahun sebelumnya dan variabel harga kayu gergajian dunia tahun sebelumnya (LPSWORR). Walaupun secara statistik berpengaruh nyata, tetapi respons harga kayu gergajian dunia terhadap kedua variabel XSWORT dan DMSWORT bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel LPSWORR berpengaruh nyata secara statistik hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku harga kayu gergajian dunia dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 17. Hasil Pendugaan Harga Dunia Kayu Gergajian (PSWORR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) XSWORT (Ekspor Kayu Gergajian Dunia) DMSWORT (Selisih Impor Kayu Gergajian Dunia pada Tahun t dengan lagnya) LPSWORR (Lag PSWORR) R 2 = , F hitung = , D w = Harga Kayu Gergajian Domestik (PSINAR) Tabel 18 menunjukkan bahwa harga kayu gergajian domestik (PSINAR) semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan, tetapi dari empat variabel penjelas yaitu penawaran kayu gergajian domestik (SSINA) dengan tanda

20 105 negatif, selisih permintaan kayu gergajian (PSWORR) bertanda positf dan harga kayu gergajian domestik tahun sebelumnya (LPSINAR) yang bertanda positif. Dari keempat variabel tersebut secara statistik hanya variabel harga kayu gergajian dunia dan harga kayu gergajian domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata. Tetapi walaupun berpengaruh nyata, respon harga kayu gergajian domestik terhadap perubahan variabel harga kayu gergajian dunia tersebut dalam jangka pendek bersifat inelastis (0.29) sedangkan dalam jangka panjang bersifat elastik (2.97). Bila harga dunia kayu gergajian naik satu persen maka harga kayu gergajian domestik dalam jangka pendek akan naik 0.29 persen dan untuk jangka panjang harga kayu gergajian domestik akan naik sebesar 2.97 persen (ceteris paribus). Harga kayu gergajian domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku harga kayu gergajian domestik dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 18. Hasil Pendugaan Harga Kayu Gergajian Domestik (PSINAR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) SSINA (Penawaran Kayu Gergajian Domestik) DDSINA (Selisih Permintaan Kayu Gergajian pada t dengan lagnya) PSWORR (Harga Riil Kayu Gergajian Dunia) LPSINAR (Lag LPSINAR) R 2 = , F hitung = , D w = Kayu Lapis

21 Produksi Kayu Lapis Persamaan model produksi kayu kayu lapis dalam studi ini merupakan persamaan identitas yaitu merupakan perkalian konstanta dengan permintaan kayu bulat oleh kayu lapis. Konstanta sebesar 0.55 menggambarkan rendemen kayu lapis yang dihasilkan bila bahan baku kayu bulat masuk ke industri kayu lapis Ekspor Kayu Lapis ke Cina Tabel 19 menunjukkan bahwa ekspor kayu lapis Indonesia ke Cina dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu lapis dunia tahun berjalan dengan harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya (DPLWORR) dengan tanda positif, variabel harga kayu lapis domestik (PLINAR) dan produksi kayu lapis Indonesia (QLINA) dengan tanda positif, pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap US $ (FNTINA) dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda positif. Hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa dari empat variabel yang mempengaruhi ekspor kayu lapis ke Cina hanya 2 variabel yang secara statistik, berpengaruh nyata yaitu variabel produksi kayu lapis Indonesia (QLINA) dan variabel trend waktu. Hal ini menyebabkan kenaikan atau penurunan produksi kayu lapis Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap besaran ekspor kayu lapis ke Cina. Hal ini dapat dipahami karena produk kayu lapis Indonesia selama ini masih mendominasi ekspor ke Cina. Respon perilaku ekspor kayu lapis ke Cina terhadap perubahan volume produksi kayu lapis Indonesia bersifat elastis (1.39) dalam jangka pendek dan sangat elastis (7.20) dalam jangka panjang. Variabel trend waktu yang berpengaruh nyata dan bertanda negatif, menunjukkan bahwa secara konsisten volume ekspor kayu lapis ke Cina kecenderungannya rataratanya menurun. Hal Ini dikarenakan produksi kayu lapis Indonesia dalam kurun

22 107 waktu sepuluh tahun ini kecenderungannya juga menurun, terkait dengan makin berkurangnya bahan baku kayu dari hutan alam yang merupakan bahan baku utama untuk kayu lapis. Tabel 19. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Lapis ke Cina XLCIN T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DPLWORR (Harga Riil Kayu Lapis Dunia) PLINAR (Harga Riil Kayu Lapis Domestik) QLINA (Prod Kayu Lapis Indonesia) FNTINA (Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah) TW (Kecenderungan Waktu) LXLCIN (Lag XLCIN) R 2 = , F hitung = , D w = Ekspor Kayu Lapis ke Jepang Pada tabel 20 menunjukkan bahwa ekspor kayu lapis ke Jepang dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu lapis dunia tahun berjalan dengan harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya DPLWORR dengan tanda positif, variabel selisih harga kayu lapis tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun sebelumnya, permintaan kayu lapis Indonesia (QLINA), pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap US $ (FNTINA) positif, dan variabel ekspor kayu lapis ke Jepang tahun sebelumnya (LXLJPN). Hasil pendugaan parameter pada persamaan ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang, ada dua variabel yaitu nilai tukar rupiah terhadap US $ dan ekspor kayu lapis ke Jepang tahun sebelumnya. Apresiasi mata uang rupiah akan menyebabkan harga kayu lapis ke Jepang menjadi mahal karena diperlukan dollar

23 108 lebih banyak untuk mendapatkan jumlah kayu lapis yang sama. Pengaruh secara nyata variabel ekspor kayu lapis ke Jepang tahun sebelumnya terhadap perilaku ekspor kayu lapis menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku ekspor kayu lapis ke Jepang dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 20. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Lapis ke Jepang XLJPN T hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DPLWORR (Selisih Hrg KL pada t dengan lagnya) DPLINAR (Selisih Harga Kayu Lapis pada t dengan harga lagnya) QLINA (Produksi Kayu lapis Indonesia) FNTINA (Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah) TW (Kecenderungan Waktu) LXLJPN (Lag XLJPN) R 2 = , F hitung = , D w = Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan (XLKRA) Tabel 21 menunjukkan bahwaekspor kayu lapis Indonesia ke Korea Selatan dipengaruhi oleh variabel selisih harga kayu lapis dunia tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun lalu (DPLWORR) dengan tanda positif, variabel selisih harga kayu lapis domestik tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun lalu, produksi kayu lapis Indonesia (QLINA) dengan tanda positif, pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap US $ (FNTINA) dengan tanda positif, variabel tren waktu (TW) dengan tanda negatif, variabel GDP Korea Selatan (GDKRA) dengan tanda positif dan variabel ekspor kayu lapis ke Korea Selatan tahun

24 109 sebelumnya (LXLKRA). Hasil pendugaan parameter, dua dari empat variabel tersebut yaitu produksi kayu lapis, ekspor kayu lapis ke Korea Selatan tahun sebelumnya berpengaruh nyata GDP. Ketergantungan Korea Selatan terhadap produk kayu lapis Indonesia sudah berlangsung cukup lama, dari awal dimulainya pembangunan Industri kayu lapis dan ditandai dengan berdirinya pabrik kayu lapis PT. Kodeco di Kalimantan Selatan yang merupakan pabrik PMA dari Korea Selatan yang didirikan sekitar akhir tahun 1980-an dan merupakan salah satu industri kayu lapis Korea yang direlokasikan ke Indonesia karena adanya larangan ekspor kayu bulat pada tahun Hal ini berakibat produksi kayu lapis Indonesia sangat berpengaruh nyata terhadap perilaku ekspor kayu lapis ke Korea. Variabel ekspor kayu lapis ke Korea tahun sebelumnya yang secara nyata berpengaruh terhadap perilaku ekspor kayu lapis Indonesia menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku ekspor kayu lapis ke Korea dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 21. Hasil Pendugaan Ekpor Kayu Lapis ke Korea Selatan (XLKRA) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DPLWORR (Selisih Harga Kayu Lapis Dunia pada t dengan lagnya) DPLINAR (Selisih Harga Kayu Lapis Domestik pada t dengan lagnya) QLINA (Produksi Kayu lapis Indonesia) FNTINA (Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah) TW (Kecenderungan Waktu) LXLKRA (Lag XLKRA) R 2 = , F hitung = , D w = 2.413

25 Permintaan Kayu Lapis Domestik Tabel 22 menunjukkan bahwa permintaan kayu lapis domestik dipengaruhi oleh variabel harga kayu lapis domestik (PLINAR) dengan tanda negatif, harga kayu gergajian domestik (PSINAR) dengan tanda positif, dan variabel GDP Indonesia (GDINA) dengan tanda positif. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan kayu lapis domestik (DLINA), satu dari tiga variabel penjelas yaitu GDP Indonesia yang secara statistik berpengaruh nyata. Variabel GDP Indonesia diasumsikan merupakan variabel yang dapat mewakili kemampuan daya beli masyarakat, sehingga bila GDP Indonesia naik tentunya kebutuhan primer akan perumahan akan naik. Kenaikan permintaan akan rumah diharapkan akan diikuti pula dengan naiknya permintaan bahanbahan bangunan termasuk kebutuhan kayu lapis. Meskipun berpengaruh nyata respon permintaan kayu lapis domestik terhadap perubahan GDP adalah inelastis (0.77). Hal ini berarti bahwa adanya perubahan GDP, kenaikan atau penurunan satu persen GDP akan berdampak pada kenaikan atau penurunan permintaan kayu lapis sebesar 0.77 persen. Kenaikan ataupun penurunan permintaan kayu lapis kecil, hal ini menunjukkan juga bahwa kayu lapis tetap merupakan barang yang sangat diperlukan walaupun ada penurunan GDP, karena permintaan hanya turun 0.77 persen bila GDP turun satu persen. Tabel 22. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Lapis Domestik (DLINA) t hitung Prob > T E SR E LR PLINAR (Harga Riil Kayu Lapis Domestik) PSINAR (Harga Riil Kayu

26 111 Gergajian Domestik) GDINA (GDP Indonesia) R 2 = , F hitung = , D w = Harga Kayu Lapis Dunia Tabel 23 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu lapis dunia (PLWORR) bahwa semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan yaitu variabel selisih total ekspor kayu lapis dunia dengan total ekspor kayu lapis dunia tahun lalu (DXLWORT) dengan tanda negatif, variabel total impor kayu lapis dunia (MLWOR) dan variabel harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya (LPLWORR). Dari ketiga variabel tersebut, dua variabel yaitu total impor kayu lapis dunia dan variabel harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya yang secara statistik berpengaruh nyata. Walaupun secara statistik berpengaruh nyata, tetapi respons harga kayu lapis dunia terhadap perubahan variabel total impor impor kayu dunia MLWOR bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel harga kayu lapis dunia tahun sebelumnya (LPLWORR) berpengaruh nyata secara statistik hal ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk penyesuaian perilaku harga kayu lapis dunia dalam merespon perubahan kondisi perekonomian. Tabel 23. Hasil Pendugaan Harga Kayu Lapis Dunia (PLWORR) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DXLW ORT (Selisih Ekspor Kayu Lapis Dunia pd t dengan lagnya) MLWOR (Impor Kayu Lapis Dunia) LPLWORR (Lag PLWORR) R 2 = , F hitung = , D w = 2.378

27 Harga Kayu Lapis Domestik Tabel 24 menunjukkan bahwa pada persamaan harga kayu lapis domestik (PLINAR) semua variabel penjelas mempunyai tanda yang sesuai harapan, yaitu penawaran kayu lapis (SLINA) dengan tanda negatif, selisih permintaan kayu lapis tahun berjalan dengan permintaan kayu lapis tahun lalu (DDLINA) dengan tanda positif, harga kayu lapis dunia (PLWORR) dengan tanda positif, dan harga kayu lapis domestik tahun sebelumnya (LPLINAR) yang bertanda positif. Dari keempat variabel penjelas, dua variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga kayu lapis dunia dan harga kayu lapis domestik tahun sebelumnya. Bila harga kayu lapis dunia naik akan diikuti oleh kenaikan harga kayu lapis domestik. Hal ini karena produksi kayu lapis Indonesia pada dasarnya berorientasi ekspor, sehingga bila harga kayu lapis dunia naik maka produsen akan memilih untuk menjual ke pasar luar negeri yang menyebabkan kelangkaan penawaran di dalam negeri sehingga akan mendorong kenaikan harga kayu lapis domestik. Respon kenaikan harga kayu lapis domestik, karena kenaikan harga kayu lapis dunia bersifat elastis dalam jangka panjang (1.33), sedangkan dalam pendek bersifat inelastis (0.66). Yaitu akan terjadi kenaikan sebear 1.33 persen bila harga kayu lapis dunia naik sebesar satu persen dalam jangka panjang dan naik 0.66 persen dalam jangka pendek. Sifat elastis harga kayu domestik dalam jangka panjang ini juga ditunjukkan dengan uji statistik variabel harga kayu lapis domestik tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata, yang dapat diartikan bahwa perubahan harga kayu lapis domestik perlu waktu untuk penyesuaian dalam merespon perubahan ekonomi.

28 113 Tabel 24. Hasil Pendugaan Harga Kayu Lapis Domestik (PLINAR) t hitung Prob > T E SR E LR SLINA (Penawaran Kayu Lapis Domestik) DDLINA (Selisih Permintaan Kayu Lapis Domestik pada t dengan lagnya) PLWORR (Harga Riil Kayu Lapis Dunia) LPLINAR (Lag PLINAR) R 2 = , F hitung = , D w = Pulp Produksi Pulp Indonesia Persamaan model produksi pulp dalam studi ini merupakan persamaan identitas yaitu merupakan perkalian konstanta dengan permintaan kayu bulat oleh kayu lapis. Konstanta sebesar 0.22 pulp Ekspor Pulp ke Cina Tabel 25 menunjukkan bahwa ekspor pulp Indonesia ke Cina (XPCIN) dipengaruhi oleh selisih harga pulp dunia tahun berjalan dengan harga pulp dunia tahun lalu (DPPWORR) dengan tanda positif, selisih harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp domestik tahun lalu (DPPINAR) dengan tanda negatif produksi pulp Indonesia (QPINA) dengan tanda positif, selisih nilai tukar rupiah tahun berjalan dengan nilai tukar rupiah tahun sebelumnya (DNTINA) dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda positif dan variabel ekspor pulp ke Cina tahun sebelumnya (LXPCIN). Dari enam variabel penjelas tersebut, empat variabel yaitu selisih antara harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp domestik tahun lalu, produksi pulp Indonesia, selisih antara nilai tukar rupiah

29 114 tahun berjalan dengan nilai tukar rupiah tahun sebelumnya (DNTINA) dan ekspor pulp ke Cina tahun sebelumnya (LXPCIN) berpengaruh secara nyata. Secara statistik respon ekspor pulp ke Cina terhadap perubahan keempat variabel tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek. Respon ekspor pulp ke Cina untuk jangka panjang bersifat elastis terhadap 2 variabel yaitu perubahan selisih harga pulp domestik (-0.13) dan perubahan produksi pulp Indonesia (1.42). Selisih atau perbedaan harga pulp dunia tahun berjalan dengan tahun lalu bersifat positif. Makin besar perbedaan harga ekspor pulp dunia, tentunya volume ekspor juga akan naik, tetapi ternyata variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan ekspor Indonesia. Dapat dikatakan bahwa ekspor pulp Indonesia tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga dunia tetapi justru oleh kenaikan perbedaan harga pulp domestik, ceteris paribus. Bila perbedaan harga domestik makin besar antara tahun ini dan tahun sebelumnya mengindikasikan adanya kenaikan harga pulp domestik, maka volume ekspor turun. Hal ini menunjukkan bahwa produsen akan memilih pasar dalam negeri dibandingkan ekspor, karena harga dalam negeri lebih menarik dan kebutuhan dalam negeri akan pulp meningkat terus. Selain harga pulp domestik, produksi pulp dalam negeri juga berpengaruh nyata terhadap volume ekspor pulp, ceteris paribus. Hal ini menunjukan bahwa produksi pulp Indonesia masih mempunyai pasar yang prospektif. Bila produksi domestik naik maka ekspor ke Cina ikut naik dan berlaku juga sebaliknya bila produksi menurun ekspor menurun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pulp Indonesia lebih berorientasi ekspor dan pasar pulp Indonesia ke Cina cukup mendominasi karena harga pulp Indonesia bisa bersaing ditingkat dunia. Sejak

30 115 tahun 1997, Cina tercatat menduduki peringkat tertinggi dalam impor pulp dari Indonesia. Pertumbuhan Ekonomi Cina yang terus meningkat ditunjukkan oleh GDP Cina yang terus meningkat mendorong permintaan pulp Cina terus meningkat. Selain impor untuk memenuhi pasokan dalam negeri, Cina juga gencar memperluas kapasitas industri pulp dalam negerinya. Sampai saat ini walau impor pulp, kapasitas industri Cina sudah sangat besar dan di tahun-tahun mendatang Cina akan menjadi ancaman banyak negara produsen pulp. Cina sudah dan sedang mempersiapkan hutan tanaman kayu serat sebagai bahan baku seluas 6 juta hektar (Widyantoro, 2005). Apabila dilihat dari variabel tren waktu terlihat adanya tren penurunan ekspor pulp Indonesia ke Cina. Perilaku ekspor pulp ke Cina juga dipengaruhi secara nyata oleh ekspor pulp ke Cina tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian perilaku ekspor pulp ke Cina untuk merespon perubahan kondisi perekonomian memerlukan waktu. Tabel 25. Hasil Pendugaan Ekspor Pulp ke Cina (XPCIN) t hitung Prob > T E SR E LR INTERCEP (Intercept) DPPW ORR (Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1) DPPINAR (Selisih Harga Pulp Domestik pada t dengan Harga Pulp Domestik pada t-1) QPINA (Produksi Pulp Indonesia) DNTINA (Selisih Nilai Tukar pada t dengan Nilai Tukar pada t-1) TW (Kecenderungan Waktu) LXPCIN (Lag XPCIN) R 2 = , F hitung = , D w = 1.824

31 Ekspor Pulp ke Jepang (XPJPN) Tabel 26 menunjukkan bahwa ekspor pulp Indonesia ke Jepang (XPJPN) dipengaruhi oleh variabel selisih harga pulp dunia tahun berjalan dengan harga pulp dunia tahun lalu (DPPWORR) dengan tanda positif, variabel selisih harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp tahun lalu (DPPINAR) dengan tanda negatif, variabel produksi pulp Indonesia (QPINA) dengan tanda positif, variabel selisih nilai tukar rupiah tahun berjalan dengan nilai tukar tahun lalu (DNTINA) dengan tanda positif, trend waktu (TW) dengan tanda positif, dan variabel ekspor ke Jepang tahun sebelumnya (LXJPN). Dari enam variabel penjelas tersebut, empat variabel yaitu variabel selisih harga pulp domestik tahun berjalan dengan harga pulp tahun lalu (DPPINAR), variabel produksi pulp Indonesia (QPINA), variabel selisih nilai tukar rupiah tahun berjalan dengan nilai tukar tahun lalu (DNTINA), dan ekspor pulp ke Jepang tahun sebelumnya (LXPJPN) secara statistik berpengaruh nyata. Perilaku ekspor pulp ke Jepang juga dipengaruhi secara nyata oleh ekspor pulp ke Jepang tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa untuk merespon perubahan kondisi perekonomian, penyesuaian perilaku ekspor pulp Indonesia ke Jepang memerlukan waktu. Respon ekspor pulp ke Jepang terhadap ketiga variabel bersifat inelastis dalam jangka pendek, meskipun ketiga variabel penjelas tersebut berpengaruh secara nyata terhadap perilaku ekspor pulp ke jepang tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis (-1.32) untuk variabel selisih harga pulp domestik dan variabel produksi pulp Indonesia (1.42).

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Landasan Teori Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku sebagai landasan

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor kehutanan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Selama periode tahun 1980-2005 penerimaan dari sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Hutan alam dan hutan tanaman industri adalah penawaran utama bahan baku industri pengolahan kayu primer, yaitu industri kayu lapis, industri kayu gergaji

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1998 rasio ekspor terhadap

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja moneter difokuskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN 5.1. Hasil Estimasi Model Ekonometrika Setelah dilakukan respesifikasi-respesifikasi terhadap model desentralisasi fiskal Provinsi Riau, diperoleh

Lebih terperinci

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia sektor perdagangan internasional mempunyai peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada sektor perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN Model ekonometrika yang telah dibangun kemudian digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan, untuk maksud itu maka model tersebut perlu divalidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO. Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah

VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO. Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah mengalami berkali-kali respesifikasi. Hasil ini telah dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja. 43 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat Indonesia saat ini jumlahnya terus menurun. Pada tahun 2009 produksi kayu bulat dari hutan alam hanya mencapai rata-rata sekitar 5 juta

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997 ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA S JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997 RTNGKASAN ERN1 SUKMADINI ASIKIN. Analisis Impor Serat Kapas di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA 139 BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Model makroekonometrika yang telah dibangun dalam bab sebelumnya diestimasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara seringkali menggunakan perhitungan mengenai keuntungan dan kerugian yang dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Asumsi Pengujian asumsi dilalukan untuk memastikan bahwa model yang dipilih telah memenuhi asumsi yang telah ditentukan. Ada empat tahapan pengujian asumsi yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tinggi rendahnya nilai mata uang ditentukan oleh besar kecilnya jumlah penawaran dan permintaan terhadap mata uang tersebut (Hadiwinata, 2004:163). Kurs

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan Republik

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan adanya permintaan yang timbul karena adanya kepentingan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN seperti tertuang pada beberapa peraturan pemerintah yaitu Keppres No 117 tahun 1999 tentang prosedur permohonan PMDM dan PMA, Permen KP No 50 tahun 2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR PULP DAN KERTAS INDONESIA OLEH AGUSTINA WIDI PALUPI NINGRUM H

ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR PULP DAN KERTAS INDONESIA OLEH AGUSTINA WIDI PALUPI NINGRUM H ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR PULP DAN KERTAS INDONESIA OLEH AGUSTINA WIDI PALUPI NINGRUM H14102020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ANALISIS PERMINTAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. V. EVALUASI MODEL BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. Pembahasan dibedakan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Stasioneritas Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji VECM, maka perlu terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas. Uji stationaritas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat memajukan perekonomian suatu negara, seperti di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkeinginan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci