ASPEK BIOLOGI, PEMROSESAN DAN APLIKASI KLINIS SEL PUNCA MESENKIMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK BIOLOGI, PEMROSESAN DAN APLIKASI KLINIS SEL PUNCA MESENKIMAL"

Transkripsi

1 STEM CELLS AND TISSUE ENGINEERING RESEARCH CENTER Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ASPEK BIOLOGI, PEMROSESAN DAN APLIKASI KLINIS SEL PUNCA MESENKIMAL

2 1

3 2

4 3

5 Aspek Biologi, Pemrosesan dan Aplikasi Klinis Sel Punca Mesenkimal Penyusun: Prof. dr. Jeanne Adiwinata Pawitan, MS, PhD dr. Gita Pratama, SpOG(K), MRepSc dr. Ahmad Aulia Jusuf, AHK, PhD dr. Isabella Kurnia Liem, M.Biomed, PhD, PA Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, SpOT(K) Dr. drg. Decky Joesiana Indrani, MDSc Evah Luviah, SSi, M.Biomed Ria Anggraeni, SSi Wildan Mubarok, SSi, MSi Tera Kispa Fajar Mujadid, SSi, MBiomed Novialdi, S.Farm, Apt Muthia Rizkita, SSi ISBN: Penyunting: Wildan Mubarok, SSi, MSi Ria Anggraeni, SSi Evah Luviah, SSi, M.Biomed Penerbit: Continuing Medical Education-Continuing Professional Development (CME-CPD) Unit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Redaksi: Stem Cell & Tissue Engineering Research Center, Indonesian Medical Education and Research Institute, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Gedung IMERI Tower A (Riset) Lt 8 Jl Salemba Raya No 6, Jakarta Pusat Indonesia scte.imeri@gmail.com Cetakan Pertama: Jakarta, 2018 Jumlah Halaman: 64 hal dicetak dengan kertas ukuran A4 Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seijin tertulis dari penulis dan penerbit. 4

6 Kata Pengantar Sel punca (stem cell) adalah sel induk yang menjadi asal dari segala jenis sel di tubuh manusia. Karena sifat tersebut, sel punca diyakini dapat digunakan untuk mengisi dan memperbaharui jaringan yang rusak akibat berbagai penyakit degeneratif, autoimun dan keganasan, misalnya, memperbaiki sel otot dan jaringan jantung yang mati pada pasien serangan jantung, menumbuhkan sel pada jaringan otak atau saraf dan pembuluh darah baru pada pasien stroke, memperbaharui organ ginjal yang rusak, terapi anti penuaan dan mengganti kulit pada pasien luka bakar. Penemuan sel punca pada tubuh manusia memberikan harapan baru bagi pengobatan penyakit regeneratif dan penyakit yang tidak ada obatnya, seperti kanker, autoimun, kerusakan syaraf tulang belakang, sakit persendian, diabetes, cerebral palsy, alzheimer, penyakit jantung, penyakit kelainan genetik dan lain-lain. Riset dan terapi sel punca berkembang dengan pesat di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia, beberapa pusat riset mulai mengembangkan penelitian tentang sel punca, salah satunya adalah Stem Cell and Tissue Engineering Research Center (SCTE-RC) di Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) bekerja sama dengan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sel punca mesenkimal adalah sel yang bersifat multipoten dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel seperti sel tulang (osteoblasts), sel tulang rawan (chondrocytes), sel otot (myocytes) dan sel lemak (adipocytes) dan lain lain. Buku ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dasar mengenai aspek biologi, cara pemrosesan dan contoh aplikasi klinis dari sel punca mesenkimal. Kami berharap buku ini bermanfaat untuk para peneliti, mahasiswa dan masyarakat ilmiah yang tertarik untuk melakukan penelitian dasar mengenai sel punca mesenkimal. Tim Penulis 1

7 Daftar Isi Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 Bab 1 : Aspek Biologi Sel Punca Mesenkimal... 6 Bab 2 : Potensi Sel Punca Mesenkimal Dalam Aplikasi Klinis Bab 3 : Isolasi dan Propagasi Sel Punca Mesenkimal Bab 4 : Flow Cytometry: Analisis dan Pemilahan Sel Bab 5 : Protokol: Isolasi, Pemrosesan dan Kultur Sel Punca Mesenkimal Penutup

8 3

9 4

10 5

11 BAB 1 ASPEK BIOLOGI SEL PUNCA MESENKIMAL dr. Ahmad Aulia Jusuf, AHK, PhD PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dewasa ini semakin maju dan semakin berkembang pesat seiring dengan upaya manusia untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Salah satu ilmu pengetahuan yang berkembang sangat pesat dalam bidang bioteknologi adalah sel punca/sel induk (stem cell). Ditingkat dunia sel punca dan rekayasa jaringan (tissue engineering) merupakan salah satu fokus penelitan khususnya dalam kaitannya dengan terapi sel dan pengobatan regeneratif. Sebelum adanya pemanfaatan sel punca pengobatan penyakit dilakukan secara konvensional yaitu dengan pemberian obat atau senyawaan kimia lainnya. Pengobatan menggunakan obat atau senyawaan kimia lainnya disatu sisi diharapkan akan menyembuhkan suatu penyakit tetapi disisi lain dapat juga menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Pengobatan menggunakan sel punca merupakan harapan terapi di masa depan dan akan menggeser paradigma pengobatan dari terapi kimia konvensional ke arah terapi menggunakan sel punca. Sel punca adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Sel punca mempunyai 2 ciri khas yaitu (1) kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain (differentiate) dan (2) kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self renew/self regenerate). Kemampuan untuk berdifferensiasi memungkinkan sel punca berkembang menjadi berbagai sel lain misalnya sel saraf, sel otot sel saraf dan lain-lainnya. Proses differensiasi sel punca menjadi sel lain dipengaruhi faktor internal seperti genetik dan faktor eksternalseperti faktor lingkungan sekitar (microenviroment) seperti faktor tumbuh nutrisi, oksigen dan lain--lainnya. Sebaliknya kemampuan untuk meregenerasi atau memperbaharui dirinya sendiri memungkinkan sel punca membuat salinan dirinya sendiri melalui pembelahan sel. Kemampuan memperbanyak diri dapat dilakukan berulang kali bahkan diduga tidak terbatas dan dapat dipertahankan dalam waktu lama. Berdasarkan kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dibedakan menjadi (1) totipotent yaitu sel punca yang mampu berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel baik sel intraembrionik maupun sel ekstraembrionik termasuk plasenta dan tali pusat, (2) pluripotent yaitu sel punca yang mampu berdifferensiasi menjadi berbagai sel intraembrionik tetapi tidak 6

12 mampu berdifferensiasi menjadi sel ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Sel punca ini mampu berdiferensiasi menjadi sel yang membentuk tiga lapisan embrionik (ektoderm, mesoderm, dan endoderm); (3) multipotent yaitu sel punca yang mampu berdiferensiasi menjadi berbagai sel pada satu lapis embrionik, (4) unipotent merupakan sel yang hanya dapat menghasilkan satu jenis sel tertentu. Berbeda dengan non-stem cell, stem cell unipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew). Berdasarkan sumber didapatkannya sel punca dibagi menjadi 4 jenis yaitu sel punca embrio (embryonic stem cell); sel punca dewasa (adult stem cell); sel punca fetus fetal stem cell) dan sel punca pluripotent yang diinduksi (induced pluripotent stem cells / ipsc). Sel punca embrio merupakan sel induk yang diperoleh dari massa sel dalam (inner cell mass) blastosit. Blastosit adalah embrio yang terdiri atas sel yang terbentuk selama masa embrio. Sel punca embrionik ini mempunyai sifat pluripotent yang dapat berkembang menjadi sel yang berasal dari 3 lapis germinal (ektoderm mesoderm dan endoderm). Sel punca dewasa merupakan sel punca yang ditemukan di antara sel-sel lain yang telah berdifferensiasi. Sel punca ini diduga berperan dalam menjaga homeostasis (keseimbangan) jaringan. Sel punca dewasa mempunyai sifat plastis yang berarti selain berdifferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya juga dapat berdifferensiasi menjadi sel jaringan lain. Sel punca dewasa dibedakan menjadi 2 jenis yaitu sel punca hematopoetik (hematopoetic stem cells) dan sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cells). Sel punca hematopoetik adalah sel punca pembentuk darah yang mampu membentuk sel darah merah, sel darah putih dan keping darah yang sehat. Sel punca jenis ini berasal dari sumsum tulang, darah tepi dan darah tali pusat. Sel punca mesenkimal adalah sel punca multipotensi yang dapat berdifferensiasi menjadi sel tulang otot ligamen, tendon dan lemak. Ada dugaan bahwa sel punca mesenkimal bersifat pluripotensi sehingga tidak hanya dapat berubah menjadi jaringan mesodermal tetapi juga ektoderm dan endodermal. Sel punca jenis ini dapat ditemukan pada stroma sumsum tulang, jaringan adiposa dan darah tali pusat. Sel punca fetal adalah sel punca yang ditemukan pada organ-organ fetus (janin). Sel punca ini juga bersifat pluripotent yang dapat berkembang menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm. Induced pluripotent stem cells (ipsc) merupakan sel punca pluripotent yang diperoleh dari sel yang sudah matur yang di program ulang sehingga bersifat seperti sel punca embrionik. Makalah ini akan membahas lebih jauh tentang sel punca mesenkimal khususnya dari aspek biologi dan beberapa aspek lainnya yang berhubungan dengan sel punca mesenkimalnya. 7

13 DEFINISI SEL PUNCA MESENKIMAL Sel punca mesenkimal (Mesenchymal Stem Cells) adalah sel punca berbentuk spindel melekat pada plastik dan bersifat multipotent yang dapat berdifferensiasi menjadi sel tulang, tulang rawan dan lemak. Sel punca multipotent ini ditemukan di seluruh organ tubuh terutama di daerah perivaskular dan terbanyak ditemukan pada stroma sumsum tulang, jaringan adiposa dan darah tali pusat. Sel punca mesenkimal di dapatkan pertama kali tahun 1980 oleh Friedenstein dan Petrakova dari sumsum tulang. Sel punca mesenkimal mempunyai banyak nama lain yang digunakan oleh para peneliti seperti tertera pada tabel 1. Tabel 1. Beberapa nama yang diberikan untuk sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cells) Name Precursor of non-hematopoietic tissue CFU MSCs Marrow Stromal Cells BMSSCs and/or SPCs RS-2 RS-1 mmscs MAPCs Definition Bone marrow adhesion cells: including fibroblast-quasi cells, endothelial cells and monocyte and macrophages cells. Colonies of fibroblast cells in the presence of monocyte and macrophages cells Cells which are identified with the property of their adhesiveness to the solid surfaces. Bone marrow adhesion cells which include fibroblast-quasi cells, endothelial cells and colonies of monocyte/macrophages. Non-hematopoietic cells with mesenchymal origin which is similar to fibroblast cells morphologically. RS 1: thin-shaped spindle cell, RS-2: relatively thin spindle cells mmscs: wider spindle cells Progenitor cells derived from cultured bone marrow CFU : Colony Forming Unit Fibroblast BMSSC : Bone Marrow Stromal Stem Cells SPCs : Stromal Progenitor Cells RS : Recycling Stem Cell MAPC : Multipotent Adult ProgenitorCcells. KARAKTERISTIK SEL PUNCA MESENKIMAL Sel punca mesenkimal mampu berdifferensiasi menjadi sel adipogenik, miogenik kardiomiogenik, kondrogenik dan osteogenik. Karakteristik yang khas dari sel punca jenis ini adalah tidak adanya penanda sel punca hematopoetik (Hematopoetic Stem Cells). Sel punca mesenkimal mempunyai kemampuan untuk melekat pada wadah kultur dan mampu berproliferasi secara invitro pada medium kultur di laboratorium. 8

14 Gambar-1. Kultur sel punca mesenkimal manusia memperlihatkan sel berbentuk spindel seperti fibroblas (gambar atas). Di bawah kondisi yang sesuai sel-sel tersebut akan berdifferensiasi menjadi sel lemak yang ditandai oleh globul lemak, differensiasi kondrogenik yang diperlihatkan dengan pulasan untuk kolagen tipe-2 atau differensiasi osteogenik seperti diperlihatkan dengan kalsium. (M.F. Pittenger, A.M. Mackay, S.C. Beck, et al. Multilineage potential of adult human mesenchymal stem cells Science, 1999, 284, pp. 143) Sel punca mesenkimal manusia adalah sel punca yang memenuhi 3 kriteria menurut International Society for Cellular Therapy (ISCT) yaitu 1. Pada kondisi kultur yang normal, sel punca mesenkimal harus melekat ke dasar wadah kultur plastik. 2. Sel punca mesenkimal harus mengekspresikan marker permukaan (Cluster of Differentiation) CD 73, CD 90 dan CD 105 dan harus tidak mempunyai indikator hematopoetik khususnya CD45, CD34 dan indikator lain seperti CD14 atau CD11beta, CD79 alpha atau CD19 dan HLA-DR. 3. Sel punca mesenkimal harus dapat berdifferensiasi menjadi sel-sel lemak (adipogenik), tulang rawan (Kondrogenik) dan tulang (Osteogenik) secara invitro. Meskipun demikian karakteristik sel punca mesenkimal ini masih banyak dipertanyakan terutama menyangkut protein permukaan yang terdapat pada permukaan sel, misalnya ketidak sesuaian keberadaan CD29, CD44 dan CD 166. Sel punca mesenkimal yang berasal dari jaringan adiposa menunjukkan adanya ekspresi CD 34 dan CD 54 pada permukaannya. 9

15 KEMAMPUAN DIFFERENSIASI SEL PUNCA MESENKIMAL Sel punca mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai sel yang merupakan turunan mesoderm. Sel punca mesenkimal manusia dapat berdifferensiasi menjadi kardiomiosit dengan bantuan hormon dan faktor tumbuh. Proses differensiasi sel punca mesenkimal menjadi sel-sel tulang rawan tulang dan lemak membutuhkan molekul Cbfa-1 and Peroxisome Proliferator-Activated Receptors (PPARy2). Disamping itu proses differensiasi sel punca mesenkimal untuk menjadi sel-sel tulang diperlukan alkalin fosfat, osteopontin, osteocalcin dan kolagen tipe-1; untuk menjadi sel sel tulang rawan diperlukan kolagen tipe2 dan 9 serta untuk menjadi sel-sel lemak (adiposit) diperlukan adipsin4 leptin dan lipoprotein lipase. Pada penelitian di laboratorium sel punca mesenkimal dapat berdifferensiasi menjadi selsel yang merupakan turunan ektoderm dan endoderm. Sel punca mesenkimal yang berasal dari sumsum tulang tikus mampu berdifferensiasi menjadi sel punca saraf. Sel punca mesenkimal yang berasal dari sumsum tulang tikus dan mencit mampu berdifferensiasi menjadi hepatosit. Sel punca mesenkimal manusia yang berasal dari sumsum tulang dan jaringan lemak mampu berdifferensiasi menjadi sel-sel hati pada media kultur yang ditambahkan faktor tumbuh. LINGKUNGAN MIKRO (MICROENVIROMENT) SEL PUNCA MESENKIMAL Lingkungan mikro (microenviroment)/niche dari sel punca mesenkimal adalah faktorfaktor lingkungan yang terdapat di daerah sekitar sel punca tersebut. Faktorfaktor tersebut sangat penting untuk memelihara dan meregulasi keberlangsungan hidup, proliferasi dan differensiasi sel. Pengetahuan tentang lingkungan mikro ini masih belum banyak diteliti. Sel punca mesenkimal membentuk niche yang khas melalui kerjasama dan terinteraksi dengan selsel lainnya. 10

16 DAFTAR PUSTAKA 1. The Stem cells-stem cell information-the official National Institute of Health Resource for Stem cell Research 2. Anatomy 101: Stem Cells-Reeeve Irvine Research Center- /stemcells.php 3. Bongso A & Lee EH. Stem Cells: From Bench to Bedside.Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, Halim D, Murti H, Sandra F, Boediono A, Djuwantono T, Setiawan B. Stem cell-dasar teori & aplikasi klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga Ghoraishizadeh P, Raikar S, Ghorishizadeh A, Boroojerdi MH, Daneshvar N. Biology, properties and clinical application of Mesenchymal stem cells. Russian Open Medical Journal 2014; 3: Friedenstein AJ, Piatetzky-Shapiro II, Petrakova KV. Osteogenesis in transplants of bone marrow cells. J Embryol Exp Morphol 1966; 16(3): Baksh D, Song L, Tuan RS. Adult mesenchymal stem cells: characterization, differentiation, and application in cell and gene therapy. Journal of cellular and molecular medicine 2004; 8(3): Kemp KC, Hows J, Donaldson C. Bone marrow-derived mesenchymal stem cells. Leukemia & lymphoma 2005; 46(11): Alhadlaq A, Elisseeff JH, Hong L, Williams CG, Caplan AI, Sharma B, et al. Adult stem cell driven genesis of human-shaped articular condyle. Annals of Biomedical Engineering 2004; 32(7): Keating A. Mesenchymal stromal cells. Current Opinion in Hematology 2006; 13(6): Stem Cell and Developmental Biology Writing Group's Report Natl Inst Diabetes & Digestive & Kidney Dses, NIH. 2004; Caplan AI. The mesengenic process.clin Plast Surg 1994; 21: Jiang Y, Jahagirder BN, Reindhardt RL, et al Pluripotency of mesenchymal stem cells derived from adult bone marrow. Nature 2002; 418: Kaebisch C, et al, The role of purinergic receptors in stemcell differentiation, Comput Struct Biotechnol J, Kern S, Eichler H, Stoeve J, Kluter H, Bieback K. Comparative analysis of mesenchymal stem cells from bone marrow, umbilical cord blood, or adipose tissue. Stem Cells. 2006; 24: Calvi LM, Adams GB, Weibrecht KW, Weber JM, Olson DP, Knight MC, et al. Osteoblastic cells regulate the haematopoietic stem cell niche. Nature 2003; 425(6960): Li W, Liu SN, Luo DD, Zhao L, Zeng LL, Zhang SL, Li SL. Differentiation of hepatocytoid cell induced from whole-bone-marrow method isolated rat myeloid mesenchymal stem cells. World J Gastroenterol 2006; 12(30): Oh SH, Miyazaki M, Kouchi H, Inoue Y, Sakaguchi M, Tsuji T, et al. Hepatocyte growth factor induces differentiation of adult rat bone marrow cells into a hepatocyte lineage in vitro. Biochemical and Biophysical Research Communications 2000; 279(2): Shim WS, Jiang S, Wong P, Tan J, Chua YL, Tan YS, et al. Ex vivo differentiation of human adult bone marrow stem cells into cardiomyocyte-like cells. Biochemical and Biophysical Research Communications 2004; 324(2): Xaymardan M, Tang L, Zagreda L, Pallante B, Zheng J, Chazen JL, et al. Platelet-derived growth factor-ab promotes the generation of adult bone marrow-derived cardiac myocytes. Circulation Research 2004; 94(5): E39 E Minguell JJ, Conget P, Erices A. Biology and clinical utilization of mesenchymal progenitor cells. Braz J Med Biol Res 2011; 33(8):

17 BAB 2 POTENSI SEL PUNCA MESENKIMAL DALAM APLIKASI KLINIS dr. Gita Pratama, MRepSci Terapi dengan menggunakan sel punca (stem cells) telah menjadi paradigma baru dalam penatalaksanaan berbagai penyakit. Hingga saat ini, telah banyak dilakukan uji klinis dengan menggunakan sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cells/ MSC) di berbagai negara. MSC adalah sel stromal yang bersifat multipoten dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel seperti sel tulang (osteoblasts), sel tulang rawan (chondrocytes), sel otot (myocytes) dan sel lemak (adipocytes) dan lain lain. Banyak penelitian telah menunjukkan keamanan dan efikasi dalam terapi pada manusia. Uji klinis telah dilakukan untuk berbagai kondisi penyakit seperti penyakit kardiovaskular dan dalam pencegahan graft-versus-hostdisease (GVHD). Aplikasi klinis MSC pada dasarnya dikaitkan dengan karakteristik biologisnya yaitu kemampuan migrasi menuju lokasi inflamasi setelah terjadinya cedera jaringan; berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel; mensekresikan molekul-molekul bioaktif yang mampu merangsang pemulihan jaringan yang cedera, menghambat inflamasi serta berperan pada mekanisme imunomodulator. KARAKTERISTIK BIOLOGIS SEL PUNCA MESENKIMAL YANG DIHUBUNGKAN DENGAN EFEK TERAPEUTIK A. Kemampuan untuk migrasi dan berkembang Pada administrasi secara sistemik, MSC memiliki kemampuan untuk bermigrasi ke lokasi inflamasi. Ortiz LA et al menunjukkan bahwa pada hewan model, MSC dapat bermigrasi menuju lokasi kerusakan sel sebagai respons terhadap cedera, mengadopsi fenotip mirip epitel, dan mengurangi fibrosis pada paru-paru tikus yang mengalami kerusakan pasca pemberian bleomisin. 1 Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa MSC yang ditransplantasikan dapat bermigrasi ke jaringan otot yang cedera pada tikus. 2 Migrasi sel bergantung pada sinyal-sinyal yang bervariasi mulai dari faktor pertumbuhan (growth factors) yang disekresikan oleh sel yang cedera dan/atau sel-sel imun. 3 Penelitian telah menunjukkan bahwa migrasi MSC berada di bawah kendali berbagai faktor pertumbuhan golongan reseptor tirosin kinase seperti platelet derived growth factor (PDGF) atau insuline-like growth factor (IGF-1) dan kemokin seperti CCR2, CCR3, CCR4 atau CCL

18 B. Kemampuan untuk berdiferensiasi Selain berdiferensiasi menjadi sel-sel yang berasal dari lini mesenkimal, beberapa penelitian menunjukkan bahwa MSC juga dapat berdiferensiasi menjadi sel- sel yang berasal dari lini endodermal dan ektodermal. Beberapa penelitian yang menggunakan hewan percobaan telah menujukan kemampuan MSC yang dapat berdiferensiasi menjadi sel pneumosit tipe 1, sel epitel tipe 2, dan hampir seluruh tipe sel paru-paru lainnya. 1, 5, 6 Kopen et al melaporkan bahwa MSC dapat berdiferensiasi dan beradaptasi secara morfologik dan fenotipik menjadi sel astrosit dan neuron. 7 Hal ini didukung juga oleh beberapa penelitian lanjutan yang mengkonfirmasi kemampuan MSC untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel sistem saraf, saluran kemih, jantung dan sistem rangka. 2, 8-10 C. Kemampuan untuk mensekresi molekul-molekul bioaktif MSC dapat mensekresi molekul-molekul bioaktif termasuk faktor pertumbuhan, sitokin, dan kemokin yang masing-masing memiliki fungsi pada dinamika seluler. Takashi et al melaporkan bahwa MSC yang berasal dari sumsum tulang dapat memproduksi sejumlah sitokin yang berkontribusi terhadap perbaikan fungsi otot jantung yang telah mengalami infark. Sitokin-sitokin yang diproduksi MSC dapat membantu untuk mempertahankan kapasitas kontraksi miokardium, menghambat proses apoptosis sel kardiomiosit, dan memicu proses 11, 12 angiogenesis. D. Peran MSC sebagai imunomodulator Kemampuan MSC memodulasi sistem imun telah dikenali ketika Liechty et al menemukan bahwa MSC memiliki keunikan karekteristik imunologik yang dapat bertahan pada lingkungan xerogenik. 13 MSC dapat berinteraksi dengan berbagai macam sel imun yaitu diantaranya adalah sel limfosit T, limfosit B, sel natural killer, dan sel dendritik sehingga memiliki potensi untuk menjadi alternatif terapi untuk berbagai kelainan imunologik seperti GVHD. 14 PERAN MSC PADA PENYEMBUHAN CEDERA JARINGAN Proses penyembuhan cedera jaringan merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan aktivitas mitosis, inflamasi, angiogenesis, sintesis dan remodeling dari matriks ekstraselular. 15 Ketika proses penyembuhan luka tidak berjalan sempurna, maka pemberian intervensi tambahan akan dipertimbangkan. MSC dapat memicu respons pro- dan antiinflamatorik serta memicu proses angiogenesis. 16 Banyak penelitian telah dilakukan untuk 13

19 mengetahui efek MSC pada penyembuhan cedera baik pada pemberian langsung di tempat luka atau pemberian sistemik. 17 Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, MSC dapat 18, 19 mencapai lokasi cedera dengan mengikuti sinyal spesifik dari ligan kemokin 7 (CCL7). Dalam perjalanan meunuju lokasi cedera, pemberian MSC secara sistemik dapat melewati organ-organ ekskresi seperti hepar, limpa, paru dan ginjal sehingga mengurangi efek terapeutiknya. Hal ini akan menyebabkan MSC lebih lama mencapai lokasi dan mengurangi jumlah MSC yang sampai ke lokasi cedera. Pemberian MSC langsung ke lokasi cedera menjadi metode yang menjadi favorit para peneliti dan klinisi untuk kondisi-kondisi medis seperti inkontinensi urin, artritis dan sejumlah kelainan saraf. 20 Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sorrell et al telah dilaporkan bahwa MSC dapat memicu proses penyembuhan dengan aktivasi oleh sejumlah sitokin yaitu granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), tumor necrosis factor-alpha (TNF-a) atau interferongamma (IFN-g). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ketika teraktivasi oleh IFNg, MSC mensekresikan faktor-faktor solubel yang membantu kerja sel limfosit T dan sel 17, 21 dendritik. APLIKASI MSC PADA BIDANG ORTOPEDI Pada penelitian yang dilakukan pada hewan model kelinci, Shafiee et al melaporkan bahwa terjadi proses penyembuhan dan regenerasi pada defek tulang rawan berat yang dinilai melalui pemeriksaan mikroskopis. 22 Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya perbaikan klinis yang signifikan walaupun belum dapat ditemukannya pembentukan hyalin. 23 Penelitian yang menggunakan allograft yang mengandung MSC telah dilakukan pada kasus rekonstruksi kaki dan pergelangan kaki dan memiliki efek terapeutik yang cukup baik. 23 Tantangan terbesar pada bidang ortopedi yaitu pada kasus-kasus dengan defek tulang yang luas seperti pada kasus infeksi, tumor, trauma berat serta kondisi dengan vaskularisasi yang kurang baik seperti pada kasus diabetes osteomyelitis. 24 Karena suplai darah yang minimal pada tulang, penggunaan graft tulang autologous menjadi suatu kesulitan. 24 Aplikasi MSC pada kasus-kasus tersebut mejadi salah satu alternatif terapi. 25 Pada penelitian yang dilakukan oleh Granero-Molto pada hewan model tikus, MSC memicu proses penyembuhan pada lokasi fraktur, berdiferensiasi menjadi sel-sel osteosit dan berkontribusi secara aktif untuk meredakan proses inflamasi. 24, 25 Dilogo et al melaporkan penggunaan MSC autologous yang berasal dari sumsum tulang pada kasus dengan kelainan osteofibrous dysplasia. 26 Delapan puluh empat minggu pasca penyambungan defek tulang 14

20 dengan penggunaan hydroxyapatite, bone morphogenic- 2 (BMP-2) dan MSC, terdapat perbaikan fungsi mencapai 90% tanpa adanya tanda-tanda rekurensi maupun efek samping yang berarti. 26 Demikian juga penggunaan MSC yang berasal dari tali pusat (umbilical cordderived MSC) pada non-union fraktur femur menunjukkan proses regenerasi tulang yang lebih cepat dan penyembuhan yang lebih optimal. 27 PERAN MSC PADA PENYAKIT PARU Pada penyakit yang menyebabkan pembentukan fibrosis pada paru, MSC dapat berperan untuk mengurangi penumpukan matriks ekstraselular dan pembentukan kolagen sehingga terjadi perbaikan dan remodeling struktur jaringan paru-paru (Gambar 1) Penurunan penumpukan kolagen dan reaksi inflamasi telah dilaporkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tzouvelekis et al dengan hewan percobaan yang diberi bleomycin untuk menjadi model paru-paru yang memiliki morfologi yang sama seperti pada penyakit paru idiopatik Gambar 1. Pada penggunaan di bidang pulmonologi, MSC memiliki potensi sebagai alternatif terapi untuk membantu regenerasi jaringan paru dan mengurangi proses inflamasi. 28 MSC juga dapat menjadi pilihan terapi pada penyakit paru-paru lainnya yang cukup berat dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi seperti pada acute lung injury (ALI) dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). 30, 33 Pada ALI terdapat cedera pada epitelium alveolar, endotel vaskular dan sekresi eksotoksin yang dapat dihambat dengan pemberian MSC. MSC 15

21 dapat menurunkan kadar sitokin inflamatorik namun juga dapat meningkatkan kadar sitokin anti-inflamatorik. 32, 33 Pada pasien PPOK, kadar C-reactive protein (CRP) berkurang seiring dengan pemberian MSC melalui jalur sistemik. 33 Penyakit paru-paru lainnya yang dapat diobati dengan pemberian MSC yaitu asma dan alergi. Asma kronik merupakan suatu penyakit inflamatorik kronik yang menyebabkan peradangan jalan napas dan hipersekresi bronkus. Pada perjalanan penyakitnya, asma kronik akan menyebabkan kerusakan jaringan paru. 28, 34, 35 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MSC memiliki efek anti-inflamatorik dan memicu pertumbuhan jaringan sehingga MSC menjadi terapi yang sangat menarik bagi para klinisi untuk dapat menyembuhkan asma kronik. Sebuah studi observasi yang dilakukan oleh Laboratorium Weiss dari Massachusetts Institute of Technology pemberian MSC pada hewan model menurunkan hiper-responsivitas jalan napas dan kadar eosinofil. 36 MSC juga mempengaruhi respon sel limfosit T untuk menjauhi sitokin sel T helper (Th2) sehingga menurunkan hiperplasia epitel bronkus inflamasi dan 32, 35, 36 penumpukan matriks ekstraselular. PERAN MSC PADA KELAINAN BAWAAN DAN KELAINAN NEUROLOGI Penelitian menunjukkan bahwa MSC juga dapat berdiferensiasi menjadi neuron dan sel astrosit. 37 MSC dapat menghambat proses kerusakan neurologis dan meningkatkan angka kesintasan pada hewan model tikus dengan penyakit neurodegeneratif. 38 Berdasarkan hasil observasi tersebut, Giordano et al melakukan transplantasi MSC pada pasien dengan amylotriphic lateral sclerosis (AML), suatu kelainan degeneratif neuron motorik yang menyebabkan seseorang kehilangan kekuatan otot-ototnya. 38 Setelah penyuntikan MSC ke korda spinalis dan pemantauan pasien berkala pada bulan ke-3 dan ke-6, didapatkan peningkatan kekuatan otot walaupun belum dapat disimpulkan sampai kapan efek tersebut dapat dipertahankan. 37 Pada bidang neurologi, MSC menunjukkan efek terapeutik positif upada kondisikondisi kelainan sistem saraf pusat seperti pada kasus stroke, trauma, Parkinson's Disease, dan kelainan genetik bawaan seperti pada sindrom Hurler. 39, 40 16

22 DAFTAR PUSTAKA 1. Ortiz LA, Gambelli F, McBride C, Gaupp D, Baddoo M, Kaminski N, et al. Mesenchymal stem cell engraftment in lung is enhanced in response to bleomycin exposure and ameliorates its fibrotic effects. Proc Natl Acad Sci U S A. 2003;100(14): Liu Y, Yan X, Sun Z, Chen B, Han Q, Li J, et al. Flk-1+ adipose-derived mesenchymal stem cells differentiate into skeletal muscle satellite cells and ameliorate muscular dystrophy in mdx mice. Stem Cells Dev. 2007;16(5): Spaeth E KA, Dembinski J, Andreeff M, Marini F. Inflammation and tumor microenvironments: defining the migratory itinerary of mesenchymal stem cells. Gene Therapy. 2008;15: Yagi H, Soto-Gutierrez A, Parekkadan B, Kitagawa Y, Tompkins RG, Kobayashi N, et al. Mesenchymal stem cells: Mechanisms of immunomodulation and homing. Cell Transplant. 2010;19(6): Kotton DN, Ma BY, Cardoso WV, Sanderson EA, Summer RS, Williams MC, et al. Bone marrow-derived cells as progenitors of lung alveolar epithelium. Development. 2001;128(24): Rojas M, Xu J, Woods CR, Mora AL, Spears W, Roman J, et al. Bone marrow-derived mesenchymal stem cells in repair of the injured lung. Am J Respir Cell Mol Biol. 2005;33(2): Kopen GC, Prockop DJ, Phinney DG. Marrow stromal cells migrate throughout forebrain and cerebellum, and they differentiate into astrocytes after injection into neonatal mouse brains. Proc Natl Acad Sci U S A. 1999;96(19): Deng J, Petersen BE, Steindler DA, Jorgensen ML, Laywell ED. Mesenchymal stem cells spontaneously express neural proteins in culture and are neurogenic after transplantation. Stem Cells. 2006;24(4): Wislet-Gendebien S, Hans G, Leprince P, Rigo JM, Moonen G, Rogister B. Plasticity of cultured mesenchymal stem cells: switch from nestin-positive to excitable neuron-like phenotype. Stem Cells. 2005;23(3): Li K, Han Q, Yan X, Liao L, Zhao RC. Not a process of simple vicariousness, the differentiation of human adipose-derived mesenchymal stem cells to renal tubular epithelial cells plays an important role in acute kidney injury repairing. Stem Cells Dev. 2010;19(8): van Poll D, Parekkadan B, Cho CH, Berthiaume F, Nahmias Y, Tilles AW, et al. Mesenchymal stem cell-derived molecules directly modulate hepatocellular death and regeneration in vitro and in vivo. Hepatology. 2008;47(5): Takahashi M, Li TS, Suzuki R, Kobayashi T, Ito H, Ikeda Y, et al. Cytokines produced by bone marrow cells can contribute to functional improvement of the infarcted heart by protecting cardiomyocytes from ischemic injury. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 2006;291(2):H Liechty KW, MacKenzie TC, Shaaban AF, Radu A, Moseley AM, Deans R, et al. Human mesenchymal stem cells engraft and demonstrate site-specific differentiation after in utero transplantation in sheep. Nat Med. 2000;6(11):

23 14. Popp FC, Eggenhofer E, Renner P, Slowik P, Lang SA, Kaspar H, et al. Mesenchymal stem cells can induce long-term acceptance of solid organ allografts in synergy with lowdose mycophenolate. Transpl Immunol. 2008;20(1-2): A.I Caplan DC. The MSC: An Injury Drugstore. Cell Stem Cell. 2011;9(1): Bonfield TL, Lennon D, Ghosh SK, DiMarino AM, Weinberg A, Caplan AI. Cell based therapy aides in infection and inflammation resolution in the murine model of cystic fibrosis lung disease. Stem Cell Discovery. 2013;Vol.03No.02: Sorrell JM, Baber MA, Caplan AI. Influence of adult mesenchymal stem cells on in vitro vascular formation. Tissue Eng Part A. 2009;15(7): Meirelles Lda S, Fontes AM, Covas DT, Caplan AI. Mechanisms involved in the therapeutic properties of mesenchymal stem cells. Cytokine Growth Factor Rev. 2009;20(5-6): Ren G, Zhang L, Zhao X, Xu G, Zhang Y, Roberts AI, et al. Mesenchymal stem cellmediated immunosuppression occurs via concerted action of chemokines and nitric oxide. Cell Stem Cell. 2008;2(2): Murphy MB, Moncivais K, Caplan AI. Mesenchymal stem cells: environmentally responsive therapeutics for regenerative medicine. Exp Mol Med. 2013;45:e Ghannam S, Bouffi C, Djouad F, Jorgensen C, Noel D. Immunosuppression by mesenchymal stem cells: mechanisms and clinical applications. Stem Cell Res Ther. 2010;1(1): Shafiee A, Soleimani M, Chamheidari GA, Seyedjafari E, Dodel M, Atashi A, et al. Electrospun nanofiber-based regeneration of cartilage enhanced by mesenchymal stem cells. J Biomed Mater Res A. 2011;99(3): Hyer RSaCF. Role of cellular allograft containing mesenchymal stem cells in high risks foot and ankle reconstruction. Foot and Ankle Surgery. 2013;52(1): Schmitt A, van Griensven M, Imhoff AB, Buchmann S. Application of stem cells in orthopedics. Stem Cells Int. 2012;2012: Granero-Molto F, Weis JA, Miga MI, Landis B, Myers TJ, O'Rear L, et al. Regenerative effects of transplanted mesenchymal stem cells in fracture healing. Stem Cells. 2009;27(8): Dilogo IH, Kamal AF, Gunawan B, Rawung RV. Autologous mesenchymal stem cell (MSCs) transplantation for critical-sized bone defect following a wide excision of osteofibrous dysplasia. Int J Surg Case Rep. 2015;17: Dilogo IH PM, Pawitan JA, Liem IK. Modified Masquelet technique using allogeneic umbilical cord-derived mesenchymal stem cells for infected non-union femoral shaft fracture with a 12 cm bone defect: A case report. Int J Surg Case Rep. 2017;34: Bonfield TL, Caplan AI. Adult mesenchymal stem cells: an innovative therapeutic for lung diseases. Discov Med. 2010;9(47): Brody AR, Salazar KD, Lankford SM. Mesenchymal stem cells modulate lung injury. Proc Am Thorac Soc. 2010;7(2): Tzouvelekis A, Antoniadis A, Bouros D. Stem cell therapy in pulmonary fibrosis. Curr Opin Pulm Med. 2011;17(5):

24 31. Toonkel RL, Hare JM, Matthay MA, Glassberg MK. Mesenchymal stem cells and idiopathic pulmonary fibrosis. Potential for clinical testing. Am J Respir Crit Care Med. 2013;188(2): Neuringer IP, Randell SH. Lung stem cell update: promise and controversy. Monaldi Arch Chest Dis. 2006;65(1): Krasnodembskaya A, Song Y, Fang X, Gupta N, Serikov V, Lee JW, et al. Antibacterial effect of human mesenchymal stem cells is mediated in part from secretion of the antimicrobial peptide LL-37. Stem Cells. 2010;28(12): Bonfield TL, Nolan Koloze MT, Lennon DP, Caplan AI. Defining human mesenchymal stem cell efficacy in vivo. J Inflamm (Lond). 2010;7: Bonfield TL, Koloze M, Lennon DP, Zuchowski B, Yang SE, Caplan AI. Human mesenchymal stem cells suppress chronic airway inflammation in the murine ovalbumin asthma model. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 2010;299(6):L Weiss DJ, Kolls JK, Ortiz LA, Panoskaltsis-Mortari A, Prockop DJ. Stem cells and cell therapies in lung biology and lung diseases. Proc Am Thorac Soc. 2008;5(5): Pittenger MF, Mackay AM, Beck SC, Jaiswal RK, Douglas R, Mosca JD, et al. Multilineage potential of adult human mesenchymal stem cells. Science. 1999;284(5411): Giordano A, Galderisi U, Marino IR. From the laboratory bench to the patient's bedside: an update on clinical trials with mesenchymal stem cells. J Cell Physiol. 2007;211(1): Chao TI, Xiang S, Chen CS, Chin WC, Nelson AJ, Wang C, et al. Carbon nanotubes promote neuron differentiation from human embryonic stem cells. Biochem Biophys Res Commun. 2009;384(4): Koc ON, Day J, Nieder M, Gerson SL, Lazarus HM, Krivit W. Allogeneic mesenchymal stem cell infusion for treatment of metachromatic leukodystrophy (MLD) and Hurler syndrome (MPS-IH). Bone Marrow Transplant. 2002;30(4):

25 BAB 3 ISOLASI DAN PROPAGASI SEL PUNCA MESENKIM (MESENCHYMAL STEM CELLS) Prof. dr. Jeanne Adiwinata Pawitan, MS, PhD Pendahuluan Sel punca mesenkim (SPM) atau mesenchymal stem cells (MSCs) adalah sel punca dewasa yang di dalam tubuh (in vivo) menjadi cikal bakal semua sel jaringan ikat, misalnya fibroblast, sel lemak, sel tulang rawan (kondrosit), sel tulang (osteosit), dsb. Sel punca mesenkim berbeda dari sel punca embrional dalam kemampuan memperbaharui diri (self renewal) dengan cara bermitosis (proliferasi, membelah) dan kemampuan diferensiasinya. Bila sifat sel punca embrional mampu berproliferasi tidak terbatas, maka SPM hanya mampu berproliferasi dalam jumlah terbatas, dan batas kemampuan ini disebut batas Hayflick (Hayflick limit). Apabila batas Hayflick tercapai, maka SPM tidak lagi mampu membelah karena sudah menua (aging, senescent). Kemampuan proliferasi ini dinilai dengan jumlah pasase (subkultur, tanam ulang). Bila asalnya dari individu lebih muda, maka SPM dapat dipasase lebih banyak kali dibanding yang berasal dari individu usia lanjut. Contohnya SPM asal tali pusat, sampai pasase-17 masih dapat di pasase terus dan belum menua. Bila sel punca embrional dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel di dalam tubuh (bersifat pluripoten), maka kemampuan diferensiasi SPM lebih terbatas, karena hanya dapat berdiferensiasi menjadi semua sel jaringan ikat (bersifat multipoten). Akan tetapi, dibandingkan sel punca embrional, SPM lebih banyak digunakan pada berbagai uji klinik untuk berbagai kelainan atau penyakit degenerative, karena dianggap lebih aman dan tidak menimbulkan masalah etik. Banyaknya penggunaan SPM ini menimbulkan kebutuhan untuk mengisolasi dan memperbanyaknya (propagasi), karena untuk terapi dibutuhkan SPM dalam jumlah besar. Karena itu, makalah ini akan membahas tentang cara isolasi dan propagasi berbagai SPM, utamanya SPM asal tali pusat. 20

26 Isolasi sel punca mesenkim (SPM) Sel punca mesenkim dapat diisolasi dari berbagai jaringan, baik jaringan yang sifatnya cair (darah tepi yang sebelumnya dilakukan mobilisasi sel punca dari sumsum tulang, darah tali pusat, dan sumsum tulang), maupun jaringan yang sifatnya padat. Isolasi SPM dari bahan cair dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: Dicuci dengan medium komplit, disentrifus, dan pelletnya langsung ditanam. Dalam hal ini supernatan disentrifus dan peletnya ikut ditanam, untuk mengetahui kapan SPM melekat dan dapat dilakukan penggantian medium. Diambil sel mononuklirnya baru ditanam. Untuk mengambil sel mononuklir, dapat dilakukan dengan cara gravitasi, sentrifugasi tanpa ficoll, ataupun sentrifugasi dengan ficoll. Pada cara gravitasi, saat sel darah merah baru mengendap, plasma yang mengandung sel mononuklir diambil. Pada sentrifugasi, buffy coat yang terbentuk yang diambil. Isolasi dari jaringan yang sifatnya padat, misalnya tali pusat, jaringan lemak, plasenta, pulpa gigi, dsb. Jaringan lemak dapat berasal dari jaringan utuh hasil insisi, atau jaringan halus hasil sedot lemak (liposuction). Bila berupa jaringan lemak utuh, maka jaringan harus dicacah sampai halus. Jaringan lemak halus, baik yang berasal dari insisi maupun dari sedot lemak, perlu dicuci agar bebas dari sel darah merah, lemak yang keluar dari sel lemak matur, dan obat yang digunakan saat sedot lemak yang toksik terhadap SPM. Isolasi dari plasenta, sebaiknya dipisahkan dulu bagian anak (vilus korialis) dari bagian ibu (desidua) dengan menggunakan mikroskop diseksi. SPM terdapat di bagian tengah vilus korialis. Isolasi dari pulpa gigi umumnya dilakukan pada gigi susu yang tanggal, dan karenanya rawan terkontaminasi. Karena itu perlu dilakukan langkah dekontaminasi, sebelum dilakukan isolasi. Isolasi SPM dari jaringan yang sifatnya padat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara enzimatik dan cara eksplan. Jaringan yang SPMnya akan diisolasi, saat diambil dari kamar bedah atau kamar bersalin, harus dibawa di dalam medium transport, supaya jaringan bertahan dan mengurangi resiko kontaminasi. Medium transport dibuat menggunakan medium basal tanpa serum, dengan penambahan antibiotik dan antimikotik dengan dosis tiga kali lipat dosis biasa. Pada isolasi cara enzimatik, jaringan dicuci, dicacah dan didigesti menggunakan enzim yang sesuai untuk mendigesti matriks antar sel. Dalam hal isolasi dari jaringan tali pusat, karena matriksnya mengandung terutama kolagen dan asam hialuronat, maka pertama-tama didigesti dengan kolagenase, dan dilanjutkan dengan digesti menggunakan hialuronidase. 21

27 Larutan hasil digesti kemudian disaring dengan saringan berpori µ, untuk menghilangkan sisa jaringan. Hasil saringan disentrifugasi, dan pelletnya diresuspensi dalam medium komplit, kemudian ditanam. Isolasi SPM dari tali pusat cara eksplan Bila tali pusat berasal dari kelahiran seksio, maka tali pusat dapat dianggap steril dan dapat langsung diproses, sedangkan bila berasal dari kelahiran normal (partus spontan) maka perlu didekontaminasi terlebih dulu. Dekontaminasi dilakukan dengan mencelupkan jaringan di dalam PBS ph 7,4 yang mengandung povidone iodine 0.5% beberapa kali, dilanjutkan dengan mencelupkan beberapa kali dalam alkohol 70% dan terakhir PBS ph 7,4 untuk menghilangkan povidone iodine dan darah, dan selanjutnya diproses (Gambar-1). Gambar 1. Pencucian tali pusat Tali pusat dibuka diseksi sambil dibasahi medium komplit, arteri dan vena umbilikalis dibuang, kemudian jaringan dicacah sehingga diameternya seukuran 2-5 mm (Gambar-2). Kemudian potongan jaringan diletakkan dalam pelat 24 sumuran, satu potong tiap sumuran, dengan bagian berlendir (Wharton s jelly terletak di bawah. 22

28 Gambar 2. Pemrosesan tali pusat Gambar 3. Sel mulai tumbuh keluar dari eksplan (sprouting) 23

29 Saat meletakkan jaringan jangan sampai terbalik, karena bila terbalik kemungkinan tumbuh lebih kecil. Bila tidak ingin meletakkan terbalik, jaringan dapat disayat sejajar, dan bagian yang dilapisi amnion dibuang. Kemudian, tiap jaringan diberi medium komplit sedikit untuk menjaga jaringan agar tidak kering. Dapat juga, jaringan diinkubasi dulu dalam inkubator selama kurang lebih 30 menit, agar agak melekat, baru ditambahkan medium komplit agak banyak, akan tetapi harus dijaga, jumlah medium jangan terlalu banyak, agar jaringan tidak terapung. Bila jaringan terapung, maka sel tidak dapat tumbuh keluar (sprouting). Kemudian, pelat berisi jaringan tali pusat diletakkan dalam inkubator dengan suhu 37C, dengan CO2 5%. Tiap hari pelat diobservasi untuk melihat apakah ada yang terkontaminasi, kering atau mulai tumbuh. Bila ada yang terkontaminasi, maka jaringan diangkat, medium disedot den dilakukan dekontaminasi sumur yang terkontaminasi dengan memberi alkohol 70%, kemudian disedot sampai kering. Bila ada yang hampir kering, ditambah medium komplit dan bila ada yang mulai tumbuh (Gambar-3) dicatat, sehingga dapat dipantau lebih teliti, dan bila ada bagian yang konfluens 90% dipanen. Panen SPM SPM yang sudah konfluens 90% mediumnya disedot, dicuci dengan PBS ph 7,4, dan diberi TrypLE Select mikroliter, diinkubasi dalam inkubator selama 3-5 menit. Kemudian diamati di bawah mikroskop inversi, bila sel sudah tampak membulat semua, diketuk perrlahan dasar pelatnya, sehingga sel terlepas. Bila ada yang belum terlepas, diinkubasi kembali selama dua menit, diamati lagi, apakah sel sudah membulat dan lepas atau belum. Bila belum, inkubasi dapat diulang sampai sel terlepas semua. Bila ada yang belum terlepas, pelepasan dapat diperrcepat dengan menyedot TrypLE Select, dan menyiramkan kembali ke sumur berisi sel, dan diresuspensi. Saat sel terlepas, suspensi sel dipindah ke dalam tabung ependorf, atau tabung 5 ml, bila banyak sumur yang dipanen. Bila banyak sumur yang dipanen, hasil panen dapat dimasukkan ke dalam satu tabung 5 ml. Sumur yang sudah dipanen, kemudian diberi medium komplit sebanyak volume TrypLE Select, dan dicuci, kemudian medium pencuci tadi dimasukkan ke dalam tabung berisi suspensi sel, untuk menetralkan TrypLE Select. Suspensi sel sebanyak 10 microliter diambil, dicampur dengan Trypan biru dengan volume sama, diletakkan dalam kamar hitung, kemudian dihitung jumlah sel yang hidup dan yang mati. Sumur yang telah dipanen, bila terdapat sisa sel, atau bila eksplan masih melekat, dapat diberi medium komplit dan dikultur kembali, untuk dipanen berulang, sampai SPM tidak 24

30 tumbuh lagi. Hasil panen dapat dikultur kembali (pasase), disimpan beku (kriopreservasi), dianalisis karakternya, atau digunakan untuk penelitian ataupun uji klinik (bila dilakukan pada lab berstandar GMP, dan menggunakan bahan GMP grade)` Pasase dapat dilakukan berulang-ulang. Sel hasil isolasi disebut sebagai P0, bila dipasase, akan menjadi P1, P2, P3 dst. Pasase dapat dilakukan berulang-ulang, tetapi ada batasnya. Sel tidak lagi dapat dipasase bila sudah mengalami penuaan (aging), yang dapat diuji dengan uji senesens menggunakan pewarna beta galaktosidase. Pasase SPM Pasase SPM dilakukan dengan mengkultur kembali dengan taburan sel (seeding) sebanyak 5000 sel/cm2, bila sel adalah sel segar hasil panen. Akan tetapi, taburan harus dilipatgandakan 2-3x jumlah biasa, apabila sel adalah hasil thawing sesudah kriopreservasi. Seeding harus dilakukan dengan merata supaya semua bagian mengalami konfluensi yang kurang lebih sama. Untuk petri atau pelat dengan sumuran, agar seeding merata, dilakukan resuspensi berkali-kali, dan suspensi sel dijatuhkan merata di seluruh lapangan. Kemudian didiamkan sekitar 5 menit di dalam BSC agar sel mengendap, dan perlahan dipindahkan ke dalam inkubator. Perhatikan jangan sampai terjadi turblensi. Untuk flask, agar seeding merata, dilakukan gerakan angka 8, yang dapat dilakukan di dalam inkubator. Sel yang ditanam kemudian diamati untuk melihat apakah ada kontaminasi, apakah sel sudah melekat, dan apakah sel sudah konfluens dan dapat dipanen. Bila sel sudah melekat, sebaiknya medium diganti untuk menghilangkan TrypLE Select. Penggantian medium Untuk penggantian medium, wadah dikeluarkan dari inkubator. Saat membuka inkubator, jangan lupa menggunakan masker, agar kuman dari pernafasan tidak masuk ke inkubator. Wadah disemprot alkohol 70% dan diletakkan dalam BSC. Medium disedot dengan hati2, jangan sampai melukai sel yang sedang tumbuh, dan medium komplit segar dimasukkan. Untuk wadah besar, memasukkan medium komplit ke wadah sebaiknya langsung dari filter, supaya terjamin kesterilannya. Mengganti meddium pada P0, bila kultur tampak kotor, sebelum memasukkan medium komplit, kultur dapat dicuci dengan PBS ph 7,4. 25

31 Analisis (karakterisasi) SPM SPM bersifat melekat pada plastik wadah kultur, berbentuk fibroblastik (Gambar-4), mengekspresikan marka permukaan SPM, yang dapat diidentifikasi dengan flowsitometri, dan dapat berdiferensiasi menjadi osteosit, kondrosit dan adiposit. SPM minimal harus mengekprseikan CD73, CD90 dan CD105 (>95%) menurut ISCT. Ketiga marka permukaan ini juga dimiliki oleh fibroblas. Akan tetapi, SPM asal tali pusat (Wharton s jelly) juga mengekpresikan marka pluripotensi, yaitu Oct4, Sox, dan NANOG. Selain itu, SPM juga positif SSEA3/4 dan GD2. Pada tali pusat, terdapat sel punca yang berada didaerah subamnion, yang bila dikultur dengan medium eptitelial, akan menghasilkan sel punca pensekresi musin, yang disebut sebagai mucin secreting cord lining epithelial cells (MucCLEC), yang mirip dengan sel punca limbal (yang digunakan untuk kelainan kornea) karena mengekspresikan AGCG2 dan p61 yang merupakan marka permukaan sel punca limbal. Gambar 4. Morfologi fibroblastik (A). Sebagai perbandingan, (B) adalah morfologi epiteloid. 26

32 Uji tambahan SPM Selain uji di atas, ada pula uji tambahan yang dapat meramalkan hasil terapi sel punca, seperti: uji pembentukan koloni sesudah thawing, uji senesens, pemeriksaan kariotip, dan berbagai uji kemampuan SPM sesuai dengan hasil kerja yang diharapkan, misalnya: bila diberikan pada graft versus host disease perrlu diuji kemampuan imunomodulasinya, bila diberikan pada infark miokard atau stroke, perlu diuji kemampuan angiogenesisnya, dan bila diharapkan memberi efek parakrin, perlu diperiksa profil sekretomnya. Penutup Untuk jaringan tali pusat, cara isolasi dengan cara eksplan multipanen adalah cara yang mudah dan ekonomis, serta hasilnya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh ISCT. Akan tetapi, agar pemberian SPM memberikan hasil yang baik, diperlukan berbagai uji tambahan. DAFTAR PUSTAKA 1. Pawitan JA et al. Int J PharmTech Res 2014;6(4): Budiyanti E. Tesis Magister Biomedik, Universitas Indonesia, Jakarta, Noviyanti. Tesis Magister Biomedik. Universitas Indonesia, Jakarta, Pawitan JA. Int J PharmTech Res 2016;9(8):

33 BAB 4 FLOW CYTOMETRY: CELL ANALYSIS AND SORTING Evah Luviah, M. Biomed A. How the history begins (historical perspective) Flowsitometri merupakan hasil kombinasi teknologi yang berasal dari berbagai konsep. Flowsitometri didedikasikan untuk para peneliti dibidang biologi maupun medis untuk mempelajari populasi sel atau sel tunggal secara akurat. 1,2 Flow cytometry, meliputi 3 istilah yaitu flow = fluid (aliran), cyto = cell (sel), dan metry = measurement (pengukuran) sehingga flow cytometry dapat diartikan sebagai suatu sistem untuk mengukur dan menganalisis multi karakteristik dari suatu partikel tunggal, biasanya berupa sel yang terdapat pada cairan (atau berupa suspensi) yang dialirkan untuk kemudian dilewatkan pada pancaran sinar tertentu (laser beam) dan dikonversikan dalam bentuk algoritma pada komputer. 1,2 Sejarah ditemukannya flowsitometri tidak terlepas dari penemuan-penemuan berbagai disiplin ilmu. Satu abad setelah ditemukannya mikroskop cahaya oleh Anthony van Leeuwenhoek, ditemukan prinsip formasi droplet oleh Lord Rayleigh pada tahun Beberapa puluh tahun setelahnya Moldavan (1934) mengaplikasikan sistem fluidik untuk menghitung sel secara otomatis melalui tabung kapiler pada mikroskop yang dilengkapi apparatus fotoelektrik yang terkonjugasi dengan lensa okuler. Prinsip yang serupa dengan modifikasi kemudiaan dipatenkan dan dikomersialisasikan oleh Wallace Coulter pada tahun 1949 sebagai alat automatic particle counter. Tahun 1953, Crosland-Taylor menggunakan prinsip laminar flow sebagai chamber untuk menghitung sel secara automatic. Penemuan ini kemudian menjadi prinsip dasar hydrodynamic focusing yang telah banyak digunakan pada mesin flowsitometer saat ini. 3-5 Penemuan Lord Rayleigh tahun 1879 mengenai formasi droplet yang tidak beraturan tanpa adanya gaya dukungan eksternal terhadap aliran fluidik ini kemudian dimanfaatkan oleh Richard Sweet (1965) untuk membuat mesin printer dengan memberikan muatan elektrostatik pada droplet dan mengarahkan droplet sesuai input sinyal menggunakan lempengan bermuatan. Di saat yang sama, saat terjadi perang dingin, Mack Fulwyler sedang memonitori produkproduk makanan yang terkontaminasi bahan nuklir yang tersebar di udara (atmospheric nuclear weapon). Mack Fulwyler ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan populasi sel darah 28

34 merah pada seseorang yang telah memakan makanan terkontaminasi bahan nuklir dengan yang tidak terkontaminasi (normal). Mack Fulwyler kemudian menggabungkan penemuan Lord Rayleigh dan Richard Sweet untuk membuat mesin sel sortir pertama. Mesin flowsitometer dan sel sortir berikutnya kemudian semakin berkembang seiring bertambahnya penemuan fluorokrom saat itu. Orang pertama yang mendesain mesin flowsitometri berbasis fluorescens adalah Wolfgang Göhde (1968) dan telah dijual secara komersial. Sementara itu, Lou Kamentsky and Myron Melamed menggunakan alat (rapid cell spectrophotometer/rcs) untuk membedakan sel normal dan sel kanker menggunakan prinsip kemampuan sel terhadap absorpsi dan penyebaran (scattered) cahaya untuk melihat konten DNA dan ukuran sel Alat RCS tersebut merupakan sebuah prototipe yang digunakan oleh Leonard Arthur Herzenberg sebagai model sistem untuk memisahkan sel yang dilabeli fluorokrom terang (fluorescin) dan redup (rhodamine) menggunakan laser argon. Saat itu, Herzenberg yang seorang imunologis bekerja sama dengan Cesar Milstein menemukan antibodi monoclonal akan sangat membantu untuk membedakan sel satu dengan lainnya. Leonard A. Herzenberg membuat sebuah tim peneliti yang berasal dari berbagai interdisiplin (fisika, imunologi, dan computer science) termasuk Richard Sweet untuk membuat sebuah instrument yang mampu mengidentifikasi serta mensortir sel menggunakan marka permukaan sel yang mampu dideteksi oleh antibodi berfluorokrom secara cepat dan akurat. Tidak lama setelahnya (1970) mesin yang selama ini dikenal fluorescens-activated cell sorting (FACS) ditemukan untuk pertama kalinya dan mesin FACS pertama yang dibuat ini dipajang di Museum Smithsonian dan Leonard Arthur Herzenberg kemudian dikenal sebagai The Father of Flow cytometry. 11,12 Istilah flowsitometri dahulu dikenal sebagai pulse cytophotometry yang kemudian istilah ini berganti menjadi flow cytometry pada tahun Konsep alat flowsitometer awalnya adalah sebuah sel sortir yang terkadang kemampuan alat flowsitometer untuk mensortir sel dihilangkan karena beberapa pekerjaan rutin di laboratorium tidak melakukan sortir sel. Namun demikian, istilah fluorescens-activated cell sorting (FACS) masih digunakan oleh Beckton Dickinson flow cytometers. 11,12 29

35 B. Konsep tiga sistem utama pada flowsitometri 1. Sistem fluidik Sistem fluidik flowsitometer dirancang untuk menghantarkan sel dalam aliran tunggal yang teratur ke area titik interogasi (interrogation point) sehingga hanya satu sel tunggal yang melewatinya dalam satu waktu tertentu. Terdapat sistem laminar flow (streamline flow) yang memungkinkan dua aliran yang memiliki karakteristik berbeda mengalir secara paralel dan stabil yang dimensinya dapat ditentukan oleh rasio velositas dan viskositas kedua aliran tersebut. Teknik untuk mengontrol kedua aliran ini disebut sebagai hydrodynamic focusing. Sel diinjeksikan ke tengah menuju interrogation point yang di sekelilingnya dialirkan cairan yang berperan sebagai sheathed fluid. Kedua aliran ini dialirkan oleh tekanan udara yang terdapat pada mesin. 1,2,13,14 2. Sistem optik Setelah hydrodynamic focusing, tiap partikel akan melewati laser beam. Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan sumber energi foton (cahaya) yang sering digunakan dalam flowsitometer. Laser memproduksi sinar dengan panjang gelombang tunggal dalam satu atau lebih frekuensi yang berbeda (koheren), yang berarti, semua energi foton yang dihasilkan dapat diarahkan dan difokuskan ke spot tertentu. 1,2,13,14 Sinar yang dipancarkan dengan arah sudut > 20 o disebut forward scatter (FSC), sedangkan sinar yang dipancarkan dengan arah sudut mendekati 90 o disebut side scatter (SSC). Sinar FSC dan SSC kemudian ditangkap oleh detector dan disebut FSC dan SSC channel. Forward scatter dapat merepresentasikan ukuran partikel sedangkan side scatter dapat merepresentasikan kompleksisitas relatif sel atau partikel seperti granularity dan struktur internal. 1,2,13,14 Pengukuran sinar fluorescens yang dipancarkan oleh sel atau partikel dikontrol oleh filter optikal yang dapat mem-blok maupun mentransmisikan sinar tersebut. Terdapat tiga tipe filter optic yang digunakan yaitu long pass filter yang dapat dilewati oleh panjang gelombang yang memiliki cutoff lebih tinggi, short pass filter, dapat meneruskan sinar dengan panjang gelombang yang memiliki cutoff lebih rendah, dan band pass filter yaitu filter yang dapat mentransmisikan sinar dengan panjang gelombang spesifik sesuai rentangnya. 1,2,13,14 30

36 3. Sistem elektronik Sinar-sinar yang dihasilkan tersebut kemudian ditangkap oleh detector biasanya berupa fotodioda (Photo Multiplier Tube). Sinyal yang ditangkap dibaca menjadi sebuah tegangan. Saat partikel atau sel memasuki spot laser beam, output PMT yang berupa tegangan (voltage) akan mulai naik (muncul) dan akan mencapai posisi puncak saat partikel berada di tengah-tengah spot laser beam. Tegangan yang dihasilkan dapat dikonversikan sebagai fungsi waktu. Setelah partikel lewat, maka PMT akan kembali ke posisi baseline. Saat tegangan yang dihasilkan dari awal hingga akhir dari satu partikel disebut sebagai event. Tidak semua yang melewati laser beam dapat dianggap sebuah event, karena setiap partikel, debu, debris yang masuk akan terekam oleh detector, oleh karena itu, dibutuhkan suatu parameter tertentu dan level threshold. Sinyal-sinyal dari detector yang berupa tegangan akan dikuantifikasi oleh perangkat lunak tertentu sehingga dapat direpresentasikan dalam bentuk grafik yang dapat dianalisis dan kemudian diinterpretasikan. 1,2,13,14 Gambar 1. Sistem fluidik flowsitometer. 13 C. Aplikasi flowsitometri 1. Analisis komponen sel : DNA, RNA, protein, phenotyping: expression of membrane and/or intracellular antigens. 2. Analisis fungsi sel : ionic flows (calcium, ), modification ph, variation in membrane or mitochondrial potential, programmed cell death (apoptosis), cytokines, enzymatic activities, siklus sel, proliferasi sel. 3. Analisis transfeksi sel : GFP, FITC, dll. 4. Minimal residual disease (MRD), dll. 31

37 D. Tipe spesimen yang dapat diaplikasikan menggunakan flowsitometer 1. Sampel darah 2. Sumsum tulang (bone marrow) aspirates 3. Fine needle aspirates 4. Body fluids 5. Solid tissue biopsy like spleen, thymus yang sebelumnya telah terproses menjadi suspensi sel. E. Komponen komponen alat BD FACS ARIA III Gambar 2. Bagian bagian dasar alat flowsitometer FACS ARIA III. 13 Gambar 3. Bagian sample loading port flowsitometer FACS ARIA III

38 Gambar 4. Fluidic carts flowsitometer FACS ARIA III. Gambar 5. Sort collection chamber

39 Gambar 6. Posisi drawer tertutup (kiri), posisi drawer terbuka (kanan). 13 Gambar 7. Komponen laser dan filter BD FACS ARIA III

40 DAFTAR PUSTAKA 1. Shapiro HM. Practical Flow cytometry. 4 th edition. New Jersey: John Wiley& Sons; Givan AL. Flow cytometry: first principle. 2 nd Edition. Canada: John Wiley & Sons; Taylor PJC. A Device for Counting Small Particles suspended in a Fluid through a Tube. Nature Jan;171: Moldavan A. Photo-electric technique for the counting of microscopical cells. Science Aug 24;80(2069): Marshall D. The Coulter Principle: Foundation of and Industry. JALA. 2003; 8: Fulwyler MJ. Electronic separation of biological cells by volume. Science. 1965;150: OpenStaxCollege BC Campus. Applications of electrostatics [Internet]. Diakses dari: lectrostatics/#import-auto-id Diakses tanggal 17 Agustus Osborne GW. Recent Advances in Flow Cytometric Cell Sorting. Methods in cell biology. 2011; 102: Doi: /B Totowa: M. G. Macey Humana Press Inc. 2007; Doi: / _ Osborne GW. A Method of Quantifying Cell Sorting Yield in Real Time. Cytometry Part A A: Herzenberg LA, Parks D, Sahaf B, Perez O, Roederer M, Herzenberg LA. The history and future of the fluorescens activated cell sorter and flow cytometry: a view from Stanford. Clinical Chemistry. 2002; 48(10): Dangl JL, Lanier LL. Founding father of FACS: Professor Leonard A. Herzenberg ( ). PNAS, 2013;110(2): Doi: /pnas BD FACS ARIA III User s Guide. San Jose: Beckton, Dickinson & Company; Davies D. cell sorting by flow cytometry. Flow Cytometry: Principles and Applications. 35

41 BAB 5 PROTOKOL A. KULTUR SEL PUNCA MESENKIMAL BAHAN Adapun bahan medium kultur untuk sel punca mesenkimal adalah sebagai berikut (tabel 1). Tabel 1. Medium Kultur No. Reagen Medium komplit Medium kriopreservasi 1. Anti bakteri (100U/mL) V V 2. Anti fungi (2500ng/mL) V V 3. Antikoagulan V V 4. Glutamax V - 5. Serum V V 6. Medium basal V V NOTE: Filter medium dengan filter 0.22 µm dan tempatkan pada wadah steril. B. CARA KERJA Prosesing kultur primer Tali Pusat Tali pusat sepanjang 5 cm di cuci dengan 0.5% povidine iodine. Setelah itu dibilas dengan phosphate buffer saline ph 7.4. Jika diperlukan pembuluh darah arteri dan vena dipisahkan dari jaringan tali pusat. Setelah itu jaringan di cacah dengan ukuran 2-5 mm di dalam medium komplit. Masing-masing potongan jaringan ditempatkan dalam well plate (24 well) masingmasing 1 potong. Tambahkan satu tetes medium komplit pada setiap well untuk mencegak kekeringan. Well plate di inkubasi dalam 37 0 C, 5% CO 2. Kultur diobservasi setiap hari menggunakan mikroskop inverted. 1 2 Gambar 1: Prosesing kultur primer. 1. Pencucian tali pusat; 2. Plating eksplan 36

42 Prosesing kultur Prosedur mengganti medium 1. Siapkan medium kultur komplit yang sudah steril (lihat tabel 1). Pembuatan medium komplit harus fresh dan banyaknya disesuaikan dengan kebutuhan kultur untuk hari itu atau hari berikutnya, maksimal 1 minggu. 2. Keluarkan kultur sel dari incubator CO 2 yang akan diganti medium. 3. Sedot dan buang medium dalam wadah kultur sel. 4. Cuci dengan phosphate buffer saline ph 7.4 (jika diperlukan). 5. Masukkan medium komplit steril ke wadah kultur sel. 6. Masukkan kembali wadah kultur sel ke dalam inkubator CO 2. Prosedur panen sel, sub kultur, dan kriopreservasi 1. Siapkan medium kultur komplit yang sudah steril. Pembuatan medium komplit harus fresh dan banyaknya disesuaikan dengan kebutuhan kultur untuk hari itu atau hari berikutnya, maksimal 1 minggu. 2. Keluarkan kultur sel dari inkubator CO 2 yang akan dipanen. 3. Sedot dan buang medium dalam wadah kultur sel. 4. Cuci dengan phosphate buffer saline ph Masukkan enzim disosiasi (dapat menggunakan tripsin/edta konsentrasi 0.025%, 0.05% atau 0.25%) (Ikebe et al., 2014) untuk sel yang dikultur pada well 12, tetes untuk TC Flask 25 atau ml jika menggunakkan TC Flask 75, atau yang terpenting adalah seluruh permukaan sel terendam. Homogenkan 6. Inkubasi selama 5 menit dalam incubator 37 o C/5% CO Jika sel sudah lepas, masukkan medium komplit steril fresh ke wadah kultur sel dengan volume dua kali lipat dari volume enzim disosiasi yang ditambahkan 8. Sentrifugasi suspensi sel. 9. Buang supernatan, 9.1 Sub kultur - Pelet ditambahkan medium komplit steril. Homogenkan. - Hitung sel - Tanam sel ke dalam wadah kultur dengan kepadatan sel/cm Kriopreservasi - Pelet ditambahkan medium krio. Homogenkan - Hitung sel 37

43 - Tambahkan cryoprotectant ke dalam suspensi sel. Resuspensi - Masukkan suspensi sel ke dalam tabung krio - Beri label pada tabung krio dengan keterangan asal sumber, pasase, tanggal krio. - Masukkan tabung krio ke dalam mister frosty dan simpan ke dalam freezer C, sebelum dipindahkan ke dalam cryotank. Prosedur Hitung Sel 1. Sebanyak 10 µl suspensi sel dicampur dengan 10 µl trypan blue. Homogenkan. 2. Sebanyak 10 µl campuran suspensi sel dan trypan blue dimasukkan ke dalam hemositometer melalui tepi kaca penutup 3. Letakkan hemositometer di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x 4. Sel yang berada di kotak yang telah ditentukan (Gambar 2) dihitung. Sel yang tidak berwarna berarti sel hidup sedangkan sel yang berwarna biru berarti sel mati. 4.1 Jumlah sel yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus: a. Sel/mL = (rata-rata jumlah sel tiap kotak/5) x faktor pengencer x 10 4 b. Sel total = (sel/ml) x volume suspensi sel yang diambil 10 µl 4.2 Kepadatan sel dihitung setelah mendapatkan jumlah sel menggunakan rumus: % sel hidup = (sel hidup/(sel hidup + sel mati)) x 100 % 5 Bersihkan hemositometer dan kaca penutup setelah digunakan dengan alkohol 70 % dan air deion. Gambar 2. Hemositometer (Wiley and sons, Inc). Kaca penutup diletakkan diatas hemositometer. Load cell suspension tempat memasukkan suspensi sel. Hitung sel dikotak bertanda 1,2,3,4 dan 5. 38

44 C. KARAKTERISASI SEL PUNCA MESENKIMAL UJI DIFERENSIASI TIGA JALUR: Kondrosit, Osteosit dan Adiposit BAHAN Medium Diferensiasi 3 Jalur Medium diferensiasi berupa Kit StemPro Osteogenesis/Chondrogenesis and Adipocyte Differentiation (ThermoFisher Scientific, USA) yang terdiri atas medium basal dan suplemen, kemudian ditambahkan dengan kombinasi 100 unit/ml penicillin G sodium dan 100 µg/ml streptomycin sulfate (Life Technologies Cat No ), serta 2.5 µg/ml amphotericin (Life Technologies Cat No ). Suplemen diferensiasi dibuat aliquot untuk mencegah dilakukannya siklus freeze-thawing berulang. Medium diferensiasi dibuat sesaat sebelum digunakan, tidak untuk digunakan berulang. Larutan pewarna diferensiasi Pewarna adiposit 1. Stok larutan Oil red O, yaitu Oil red 0.5% dalam isopropanol (O1391, Sigma Aldrich) atau apabila Oil red O tersedia dalam serbuk (O0625), terlebih dahulu dilarutkan dalam isopropanol 100% dengan konsentrasi 0.5% (5 gr/100 ml). Buat larutan siap pakai dengan cara mencampurkan 2 bagian dh 2 O dengan 3 bagian stok Oil Red O, biarkan campuran selama 1 jam, kemudian saring dengan syringe filter 0.22 µm. 2. Simpan stok larutan Oil Red O dalam wadah gelap, suhu ruang. 3. Larutan siap pakai Oil Red O harus dihabiskan saat itu juga, sedangkan larutan stok Oil Red O dapat digunakan hingga 6 bulan Pewarna osteosit 1. Serbuk Alizarin red S dilarutkan dalam dh2o sebanyak 2% (2 gr/100ml), stir, kemudian adjust ph dengan 0.1% ammonium hidroksida (NH 4 OH) atau 1 N NH 4 OH hingga ph mencapai 4.2 (diukur dengan ph meter), larutan kemudian disaring dengan syringe filter 0.22µM. 2. Larutan disimpan dalam wadah tertutup dan suhu ruang. 3. Larutan dapat digunakan selama kurang dari 1 bulan, apabila larutan sudah lebih dari 1 bulan, adjust ph kembali dengan 0.1% NH 4 OH. 39

45 Pewarna kondrosit 1. Serbuk Alcian Blue dilarutkan dalam HCl 0.1 N dengan konsentrasi 1% (1 gram/100 ml). Larutan disaring dengan menggunakan syringe filter 0.22µM. Larutan 0.1 N HCl dapat dibuat dengan melarutkan 100µL HCl pekat (10 M) dalam 9.9 ml dh2o. 2. Simpan larutan dalam wadah tertutup, suhu ruang. Larutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. CARA KERJA Uji Diferensiasi Tiga Jalur: Kondrosit, Osteosit dan Adiposit 1. Sel Punca mesenkimal dikultur hingga 80% konfluen (sekitar 4 hari) dalam kondisi 37 o C, 5% CO 2 2. Setelah 80% konfluen, ganti medium pertumbuhan dengan medium diferensiasi khusus osteosit/kondrosit dan adiposit. 3. Kultur diferensiasi dilakukan selama hari, dalam kondisi 37 o C, 5% CO 2 4. Medium kultur diferensiasi diganti 3 kali dalam seminggu 5. Setelah proses kultur selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses fiksasi dan pewarnaan Pewarnaan Diferensiasi 3 Jalur 1. Sedot media dan buang. 2. Sel dibilas PBS 1X sebanyak 2X. 3. Tambahkan larutan fiksasi (formolsaline 10% atau 4% paraformaldehyde) ke wadah kultur sampai sel terendam, inkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. 4. Untuk diferensiasi osteosit, kultur sel diwarnai dengan 2% alizarin red S ph 4,1 4,3, diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang, kondisi gelap. 5. Untuk diferensiasi kondrosit, kultur sel diwarnai dengan 1% Alcian blue (dalam 0,1 N HCl), diinkubasi selama 1-2 jam atau overnight pada suhu ruang, kondisi gelap. 6. Untuk diferensiasi adiposit, setelah fiksasi, kultur sel kemudian direndam 60% isopropanol sesaat, sedot kembali isopropanol, kemudian kering anginkan. Kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan larutan siap pakai Oil Red O, diinkubasi selama 5-10 menit pada suhu ruang, kondisi gelap. 40

46 7. Sel kemudian dibilas dengan dh 2 O sebanyak 3 4 kali. 8. Sel diamati di bawah mikroskop inverted. Hasil Pewarnaan Uji Diferensiasi Pewarnaan matriks ekstraseluler kondrosit (GAG, asam hyaluronat, kondroitin sulfat) dengan Alcian Blue Pewarnaan deposit kalsium dengan Alizarin red Pewarnaan droplet minyak dengan Oil Red O 41

47 UJI MARKA PERMUKAAN MSC DENGAN FLOW CYTOMETRY Preparasi sel untuk pemeriksaan ekspresi marka permukaan MSC Sel punca yang sudah konfluens dipanen dan dicuci dengan PBS lalu disentrifugasi. Sel kemudian dihitung dan sisanya digunakan untuk sitometri alir. Sel dimasukkan ke dalam tabung 5 ml dan dicuci dengan buffer DPBS 1x dan disentrifugasi 500xg selama 5 menit, pencucian dilakukan sebanyak 2x. Kemudian sel ditambahkan antibodi terhadap molekul permukaan selama 30 menit pada suhu ruang dalam kondisi gelap yang didalamnya sudah mengandung marka positif cocktail CD90, CD73, CD105 dan marka negatif cocktail CD34, CD45, CD11b, CD19, dan HLA-DR. Selesai inkubasi, sel dicuci dengan buffer BD Fasc flow dan disentrifugasi 500xg selama 5 menit sebanyak 2x, kemudian dianalisis menggunakan alat flowsitometer. Tabung 5 ml diberi label : Untuk kompensasi: Tabung A : sel + FITC mouse anti-human CD 90 Tabung B : sel + PE mouse anti-human CD44 Tabung C : sel + PerCP-Cy 5.5 Mouse Anti-Human CD105 Tabung D : sel + APC Mouse anti-human CD73 Pembacaan sampel: Tabung E : sel saja Tabung F : sel + positive and negative Isotype Control cocktail Tabung G : sel + Positive and negative cocktail Adapun urutan pembacaan pada alat yaitu: 1. Tabung yang berisi sel saja (tabung E) à untuk setting alat 2. Tabung F (isotype control cocktail (+/-) 3. Kompensasi : Tabung A (FITC-CD90) Tabung B (PE-CD44) Tabung C (PerCP-Cy 5.5 CD105) Tabung D (APC CD73) 4. Tabung G ( (+/-) cocktail) 42

48 UJI PROLIFERASI MSC DENGAN FLOW CYTOMETRY Protokol di bawah ini adalah protokol dari instruksi manual Invitrogen Click-It Alexa Fluor 488 EdU cell Proliferation assay kit (Click-It Cell Proliferation Assay (Life Technologies, Carlsbad-USA). A. Cek komponen EdU assay Sebelum memulai preparasi, pastikan komponen-komponen yang diperlukan dalam eksperimen ini tersedia. Tabel 1 adalah komponen yang telah tersedia dalam kit. Tabel 1. Komponen yang tersedia dalam kit No. Deskripsi Komponen Jumlah Konsentrasi Storage Keterangan 1 EdU A 10 mg - 4 o C Store at -20 o C for 1 yr after diluting 2 Alexa Fluor 488 picolyl azide B 130 µl DMSO 4 o C (Cat. C10632) solution 3 Dimethylsulfoxide (DMSO) C 4.5 ml - 4 o C 4 Click-iT fixative D 5 ml 4% PFA 4 o C 5 Click-iT saponin-based permeabilization & wash reagent dalam PBS E 50 ml 10X 4 o C Pengenceran harus dibuat fresh sesuai volume yang dibutuhkan 6 Copper protectant F 0.5 ml 100 mm 4 o C 7 Click-iT EdU buffer additive G 400 mg - 4 o C Store at -20 o C for 1 yr after diluting Komponen yang tidak tersedia di dalam kit 1 Serum (BSA, FBS, FCS, dll.) 2 PBS atau DPBS atau TBS 3 Deionized water 4 Flow tube 5 ml B. Preparasi: Sebelum memulai preparasi, pastikan sel telah siap dan sedang dikultur setidaknya 24 jam sebelum dilakukan EdU assay. a. Keluarkan reagen dari refrigerator, biarkan dalam suhu ruang. b. Buat konsentrasi EdU menjadi 10mM dengan menambahkan 4 ml DMSO (komponen C) ke tabung berisi EdU, homogenkan. EdU terlarut dapat disimpan dalam freezer - 20 o C selama 1 tahun. DMSO dapat diganti PBS 1x. c. Siapkan 500 ml (atau secukupnya) 1X Click-iT saponin-based permeabilization & wash reagent (komponen E ) dengan menambahkan 50 ml komponen E ke 450 ml 43

49 PBS dengan 1% BSA. Komponen yang telah diencerkan dapat bertahan selama 6 bulan dan dapat bertahan 1 tahun dalam bentuk konsentrat 10x dalam suhu 2-8 o C. d. Tambahkan 2 ml deionized water ke vial Click-iT EdU buffer additive (komponen G) untuk membuat 10x concentrated komponen G. Komponen G terlarut dapat disimpan di -20 o C selama satu tahun. *Saat dilakukan eksperimen, buat 1x komponen G dengan cara menambahkan akuabides sesuai dengan perbandingan 1:10 (komponen G : Volume total). C. Prosedur kerja: 1. Tambahkan EdU ke medium kultur hingga konsentratsi 10 µm dan homogenkan. Inkubasi selama 1 2 jam dalam incubator CO 2. Makin sedikit EdU yang ditambahkan semakin lama waktu inkubasi dibutuhkan. Inkubasi sel dengan EdU dapat dilakukan 24 jam dengan menambahkan 0.1 µl EdU/mL medium kultur sel. 2. Selesai inkubasi, panen sel, cuci sel 1 kali dengan PBS (+ 1% serum). *Pada tahap ini, jika diinginkan, sel dapat ditambahkan antibodi marka permukaan atau internal membran dan ikuti prosedur sesuai petunjuk manual reagen antibodi yang digunakan. 3. Tambahkan 100 µl click-it fixative (komponen D) ke pellet sel, homogenkan. 4. Cuci sel dengan 3 ml PBS (+ 1% serum), sentrifugasi 500xg, 5 menit. 5. Tambahkan 100 µl Click-iT saponin-based permeabilization & wash reagent (1x) yang telah disiapkan sebelumnya, homogenkan, inkubasi 15 menit. 6. Buat cocktail reaksi Click-iT sesuai petunjuk tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Volume reaksi koktail Click-iT Plus. No. Deskripsi 1 (µl) 2 (µl) 5 (µl) 10 (µl) 1 PBS Copper protectant (komponen F) Fluorescent dye picolyl azide (komponen B) (1x) Reaction buffer additive (komponen G) Total volume *Koktail Click-iT Plus ini harus dibuat fresh dan baiknya segera dicampurkan ke sampel dalam hitungan waktu 15 menit setelah dicampur. 7. Tambahkan 500 µl koktail Click-iT Plus ke tabung berisi sel (prosedur no.5), homogenkan. Total volume reaksi per tabung atau per sampel adalah 600 µl. 44

50 8. Inkubasi selama 30 menit, RT, dalam kondisi gelap. 9. Cuci sel dengan 3 ml Click-iT saponin-based permeabilization & wash reagent (1x) (komponen E). 10. (Optional). Tambahkan Ribonuclease A ke tiap tabung dan homogenkan. 11. (Optional). Tambahkan reagen DNA staining seperti PI atau 7AAD dan ikuti prosedur sesuai petunjuk pada manual reagen DNA staining tersebut. 12. Sampel siap dianalisis menggunakan flowsitometer. 45

51 PEMILAHAN SEL (SORTING) A. Preparasi pemilahan sel (sorting) 1. Sebelum menyalakan mesin, pastikan facsflow, DI water, ethanol, Facsclean, Facsrinse telah terisi penuh dan mencukupi untuk pengoperasian alat di hari itu. 2. Nyalakan mesin dan dan lakukan start up. 3. Pasang Nozzle tip dengan benar dan pastikan untuk memasang nozzle yang sesuai setingan dan sesuai aplikasi yang diinginkan. Ukuran Nozzle yang dipilih setidaknya 3 kali lipat lebih besar dari ukuran sel. Makin besar ukuran nozzle disarankan untuk sorting sel-sel yang rentan terhadap stres. Tabel 1. Setingan penggunaan nozzle tip Nozzle size (µm) Tekanan (Psi) Drop drive freq. (khz) Gap Accudrop beads threshold (events/sec) ; ; Keterangan: Nilai setingan di atas bergantung pada kondisi alat saat itu. 4. Lakukan start up dengan memposisikan cursor pada menu Cytometer à pilih Fluidic start up, ikuti langkah-langkah yang ditampilkan pada layar (window dialog box) B. Stream set up 5. Setelah start up selesai, nyalakan stream dengan meng-klik tombol silang pada break off window, tunggu hingga stream menyala dan stabil sampai ±3 menit. 6. Apabila perlu, buka sort block access door, perhatikan stream secara manual dan pastikan stream berbentuk lurus dan jatuh tepat pada bagian tengah waste drawer. 7. Sesuaikan posisi break off point dengan cara mengatur amplitudo (lihat tabel 1). Lakukan koreksi nilai stream hanya jika diperlukan. 8. Masukkan current value drop 1 dan gap ke kotak target value (kotak sebelah kiri) pada break off window. 9. Aktifkan sweet spot. 10. Tunggu stream menyala 1 20 menit atau sampai stream stabil. 46

52 C. Test the drop deflection 11. Klik tombol voltage pada side stream window. Pastikan stream tidak berubah dan posisi tetap di tengah. 12. Klik test sort. Pastikan posisi stream membelok dan terbagi sesuai posisi stream yang diaktifkan (side stream). Geser voltage sliders ke kanan dan ke kiri untuk memastikan deflection plates bekerja dengan baik. Contoh: geser kedua voltage slider posisi terluar menjadi 90% deflection point dan 45% pada kedua stream bagian tengah. 13. Apabila stream telah stabil, kembalikan semua ke posisi semula, matikan voltage. D. Adjusting the drop charge pattern (drop delay determination) Manual drop delay set up 14. Buka experiment baru, buka new specimen dan new tubes, beri nama tubes accudrop delay setting. 15. Klik Laser tab pada Cytometer window, ubah window extension menjadi

53 16. Buat scatter plot FSC vs SSC pada global worksheet, buat rectangle gate. Seperti contoh di bawah ini: 17. Buka menu sort layout pada experiment. Double click. Kemudian pada kotak device pilih 2 tube, pada kotak precision pilih Initial, pada kotak target events pilih continues, pada kotak save sort report pilih save all. save conflicts dan index sorting dapat diceklis bila diperlukan. Untuk memilih populasi mana yang ingin disorting, klik kanan pada kotak left à add P1. Bagian Right dapat dikosongkan. 18. Siapkan 1 ml larutan facsflow pada tabung falcon 5 ml dan teteskan 1 tetes accudrop reagen pada tabung tersebut, homogenkan, pasang pada sample loading port. Accudrop reagen dalam Facsflow ml yang tersisa masih dapat digunakan hingga 1 minggu ke depan dengan penyimpanan di 4 o C, kondisi gelap. Accudrop merupakan reagen berisi beads yang dilengkapi komponen tertentu untuk dapat terbaca oleh sistem AccuDrop pada alat. Sistem AccuDrop terdiri dari red diode laser, filter block, dan CCD camera. 48

54 19. Posisikan pointer ke tube drop delay setting klik load. 20. Klik Parameter tab pada Cytometer window, sesuaikan posisi beads accudrop terdapat pada area gateing population dengan meng-klik tanda panah ke atas dan ke bawah pada plot FSC vs SSC. 21. Klik sort pada sorting window, jika muncul pesan dialog box untuk membuka waste drawer pilih cancel. 22. Nyalakan voltage, klik optical filter, geser voltage slide ke kanan dan ke kiri intensitas side stream 100% jatuh ke kotak sebelah kiri. Tekan tombol CTRL dan arahkan panah cursor ke nilai drop delay pada side stream window. Saat mencapai 100% tunggu beberapa saat hingga stabil. Automatic drop delay set up Untuk menentukan drop delay secara manual, dapat meng-klik tombol Auto drop delay pada side stream window, maka akan muncul auto delay dialog box seperti di bawah ini, klik Start run dan tunggu hingga muncul pesan berikutnya. Nilai drop delay pada kotak yang tersedia akan otomatis terisi oleh nilai drop delay dengan intensitas side stream tertinggi dan penentuan drop delay otomatis akan terhenti dengan sendirinya dan secara otomatis precision akan berubah ke fine tune. 49

55 23. Pada sort lay out view, ubah precision ke fine tune. 24. Lanjutkan optimasi nilai drop delay dengan nilai increment yang lebih kecil, hingga intensitas side stream mencapai >95%. 25. Setelah mendapatkan nilai drop delay yang tepat dan stabil, lakukan tes sorting. E. Sorting test 26. Pasang tabung flow 5 ml kosong pada collection device. 27. Nyalakan voltage, dan klik test sort pada side stream window. 28. Geser voltage slider hingga mendapatkan 4-way side stream. 29. Pada sort lay out window, klik tombol waste drawer untuk membuka. 30. Buka sort block access door untuk melihat side stream secara manual, dan sesuaikan stream agar masing-masing stream jatuh tepat di tabung. 31. Apabila telah sesuai, tutup waste drawer dan matikan voltage. 50

56 F. Sample sorting 32. Ganti tabung 5 ml yang terpasang dengan tabung 5 ml baru yang berisi 1-2 ml PBS untuk mengkoleksi sampel dan pasang pada collection device 33. Buka spesimen baru dan tube baru serta arahkan cursor ke tube baru tersebut, beri nama sesuai nama sampel. 34. Pada sort lay out, bagian left atau right window tentukan populasi yang diinginkan. 35. Pasang tabung berisi suspensi sel yang sudah diwarna dan telah dianalisis sebelumnya pada sample loading port. 36. Klik load pada acquisition dashboard. 37. Posisikan sample rate ke angka Nyalakan voltage. 39. Buka waste drawer dan klik sort. G. After the sort 40. Stop sorting dengan meng-klik tombol sort dan klik unload tabung sampel. 41. Jika ingin mengecek hasil sorting, dapat ke menu sort à sort report. 42. Eksport file FCS dan simpan di database dengan cara klik kanan folder experiment à save FCS file. 43. Load tabung berisi FACSClean dan biarkan running selama 5 menit dengan sample rate di angka Load tabung berisi FACSRinse dan biarkan running selama 5 menit dengan sample rate di angka Load tabung berisi DI Water dan biarkan running selama 5 menit dengan sample rate di angka Unload tabung, matikan stream. 51

57 H. Prepare for shutting down 47. Klik menu Cytometer à Fluidic Shutdown, ikuti langkah-langkah pada dialog box yang tampil pada layar. 48. Klik menu File à Quit 49. Matikan instrument. 50. Matikan computer. 51. Masukkan Nozzle tip yang digunakan ke dalam tabung 5 ml berisi 1-2 ml DI Water, sonikasi selama 10 menit. Selesai sonikasi, teteskan alkohol ke bagian lubang nozzle tip di atas tisu kering dan bersih, kering-anginkan nozzle tip. Simpan kembali nozzle ke kotak wadah. 52. Buka sort block access door, bersihkan deflection plates dengan alcohol 70% diikuti dengan DI Water. 53. Bersihkan beberapa bagian lain instrument dengan Ethanol 70%, misalnya bagian sample loading port & collection tube area. 54. Buang limbah cair dari tanki waste ke wadah khusus dan beri label wadah limbah simpan di ruang washing & disposal dan kontak tim K3L Lab. I. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum sorting: Pastikan fluidic sistem ok dan fluidic cadangan cukup Pastikan sampel sel tidak clumping à doublet discrimination perlu dilakukan sebelum running sampel untuk sorting. Bila perlu, DNAse dapat ditambahkan ke sampel sel sebelum sorting untuk mencegah cell clumping. Pastikan CST baseline dan performance OK 52

58 DAFTAR PUSTAKA BD FACS ARIA III User s Guide. San Jose: Beckton, Dickinson & Company; Carvalho AM, Yamada ALM, Golim MA, Alvarez LEC, Jorge LL, Conceicao ML, Deffune E, Hussni CA, Alves ALG. Characterization of mesenchymal stem cells derived from equine adipose tissue. Arq.Bras.Med.Vet.Zootec. 2013; 65(4): Cortes Y, Ojeda M, Araya D, Duenas F, Fernandez MS, Peralta OA. Isolation and multilineage differentiation of bone marrow mesencymal stem cells from abattoir-derived bovine fetuses. BMC Veterinary Research. 2013; 9: criteria for defining multipotent mesenchymal stromal cells. The International Society for Cellular Therapy position statement. Cytotherapy. 2006;8(4): Deskins DL, Bastakoty D, Saraswati S, Shinar A, Holt GE, Young PP. Human mesenchymal stromal cells: Identifying assay to predict potency for therapeutic selection. Stem Cell Translational Medicine. 2013;2: Dominici, M., Blanc, K.L., Mueller, I., Cortenbach, I.S., Marini, F.C., Krause, et al. Minimal Human MSC Analysis Kit. Technical data sheet. Canada: Beckton, Dickinson & Company; 2015 Manual instruction data sheet EdU Click-iT Plus 488 Alexa Fluor (Cat. C10632). Life Technologies; Carlsbad, USA: Pawitan JA, Kispa T, Mediana D, Goei N, Fasha I, Liem IK, Wulandari D. Simple production method of umblical cord derived mesenchymal stem cell using xeno-free materials for translational research. J.Chem.Pharm.Res. 2015; 7(8):

59 PENUTUP Demikianlah modul ini kami buat untuk memberikan pemahaman dasar mengenai aspek biologi, cara pemrosesan, dan contoh aplikasi klinis dari sel punca mesenkimal. Kami berharap buku ini bermanfaat untuk para peneliti, mahasiswa, dan masyarakat ilmiah yang tertarik untuk melakukan penelitian dasar mengenai sel punca mesenkimal. 54

60 55

61 56

62 57

63 58

64 59

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartilago artikuler merupakan satu jaringan yang unik dengan fungsi sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang

Lebih terperinci

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot,

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, BASIC STEM CELL Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, Introducing stem cells A life story Stem cell merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell SIFAT-SIFAT STEM SEL Stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat: 1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell mampu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel punca sendiri merupakan sel yang mampu mereplikasi dirinya dengan cara beregenerasi, mempertahankan, dan replacing akhir diferensiasi sel. (Perin, 2006). Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat

BAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat BAB 2 SEL PUNCA Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat dengan penemuan-penemuan baru yang dilaporkan dari seluruh dunia. Selama bertahun-tahun para peneliti telah mencari cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia STEM CELL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latarbelakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan, penelitian dalam bidang stem cell mengalami kemajuan. Hal ini tidak terlepas dari upaya manusia

Lebih terperinci

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penelitian mengenai Stem cell masih memasuki tahap proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi terobosan baru dalam upaya pengobatan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran

Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran Virgi Saputra Business Development Corporate Department, PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia ABSTRAK Minat terhadap

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 06Fakultas Psikologi MENSYUKURI ANUGERAH KEHIDUPAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M KILAS BERITA : Di sebuah rumah sakit di London utara, para ilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing, BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu cedera yang sangat beresiko. Hal ini dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing, yang pada kondisi lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam dekade terakhir. Minat penelitian tersebut dipicu oleh kemampuan sel punca untuk berdiferensiasi,

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell Stem cell atau stem cell, diprediksi memegang kunci untuk pengobatan beberapa penyakit yang pada saat ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konvensional. Berkat kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stem cell merupakan sel yang belum terdiferensiasi dan mempunyai potensi yang tinggi untuk berkembang menjadi jenis sel berbeda di dalam tubuh misalnya sel otot, sel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

ABSTRAK APLIKASI SEL-SEL INDUK (STEM CELLS) DALAM TERAPI

ABSTRAK APLIKASI SEL-SEL INDUK (STEM CELLS) DALAM TERAPI ABSTRAK APLIKASI SEL-SEL INDUK (STEM CELLS) DALAM TERAPI Bramantyo Pamugar Tutor I : Sylvia Soeng, dr., MKes Tutor II: Teresa Liliana W., S.Si Penggunaan sel induk dalam terapi berbasis sel adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal ini terkait dengan upaya manusia untuk mengetahui dan mengobati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya

Lebih terperinci

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di dunia biologi sel. Potensi penggunaan sel punca sangat luas, antara lain untuk memahami awal perkembangan embrio yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA

DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA Dikenal di Dunia Kedokteran sejak th 1950 Ditemukan sel penyusun sum-sum tulang yg mampu membentuk seluruh jenis sel darah di dalam tubuh manusia, selanjutnya disebut Stem cell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni

Lebih terperinci

bemffums.blogspot.com

bemffums.blogspot.com bemffums.blogspot.com SEL PUNCA PROF. DR. M. KUSWANDI TIRTODIHARJO, APT Stem cells are mother cells that have the potential to become any type of cell in the body. One of the main characteristics of

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik adalah salah satu penyebab kematian utama karena merokok (Barnes PJ., 2007). PPOK merupakan masalah kesehatan global yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

Fasilitas RSCM Fasilitas FKUI

Fasilitas RSCM Fasilitas FKUI Pengembangan Sel Punca di FKUI/RSCM Unit Pelayanan Terpadu Sel Punca FKUI-RSCM Outline Terapi sel punca di berbagai pusat penelitian Pengembangan Sel punca di FKUI/ RSCM Penelitian sel punca di FKUI Proses

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Cedera iskemik reperfusi menginduksi Acute Kidney Injury (AKI).

BAB I. PENDAHULUAN. Cedera iskemik reperfusi menginduksi Acute Kidney Injury (AKI). 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera iskemik reperfusi menginduksi Acute Kidney Injury (AKI). Ketidakseimbangan metabolisme organ IRI menghasilkan hipoksia jaringan dan disfungsi mikrovaskuler.

Lebih terperinci

UPAYA PENYEMBUHAN PENYAKIT DEGENERATIF DENGAN KULTUR MESENCHYMAL STEM CELL

UPAYA PENYEMBUHAN PENYAKIT DEGENERATIF DENGAN KULTUR MESENCHYMAL STEM CELL UPAYA PENYEMBUHAN PENYAKIT DEGENERATIF DENGAN KULTUR MESENCHYMAL STEM CELL VITA SINDIYA, SYUBBANUL WATHON Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember Jl. Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan riset dan teknologi bidang kedokteran untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan manusia, ditemukanlah beberapa pembaruan ilmu dan terapan kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyembuhan tulang adalah proses metabolisme fisiologi yang kompleks pada tulang fraktur melibatkan macam variasi zat biokimia, seluler, hormonal dan mekanime patologi.

Lebih terperinci

Stem Cell Therapy. Apa itu Stem Cell?

Stem Cell Therapy. Apa itu Stem Cell? Stem Cell Therapy Stem Cell Therapy adalah suatu terapi yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan di dunia kedokteran Barat maupun Timur. Selain hasilnya yang sangat menakjubkan, persentase keberhasilannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang sangat dinamik, karena melalui fase inflamasi, proliferasi dan remodeling, penutupan luka segera dapat mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada umumnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam

Lebih terperinci

DETEKSI FcγRIIb PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI LIPOASPIRATE

DETEKSI FcγRIIb PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI LIPOASPIRATE ABSTRAK DETEKSI FcγRIIb PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI LIPOASPIRATE Albert, 2009. Pembimbing I : Caroline Tan Sardjono, dr. PhD. Pembimbing II : Laella Kinghua Liana, dr. SpPA. MKes. Aplikasi Mesenchymal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB III KERANGKA BERIKIR, KONSE AN HIOTESIS ENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Fakta menunjukkan bahwa proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penggunaan produk darah autolog sudah banyak digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya berguna pada proses

Lebih terperinci

Referat. Stem sel dari Tumbuhan vs Autologous Stem Sel, Efikasi dan Manfaat

Referat. Stem sel dari Tumbuhan vs Autologous Stem Sel, Efikasi dan Manfaat Referat Stem sel dari Tumbuhan vs Autologous Stem Sel, Efikasi dan Manfaat Disusun oleh: Stevanus Jonathan (07120100070) Pembimbing: dr. Abdul Gayum,Sp.KK Kelompok: 6.2 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit Kelamin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan mortalitas penyakit di Rumah Sakit, cedera menduduki urutan ketiga terbanyak proporsi

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

Sel Punca sebagai Transformasi Alternatif Terapi

Sel Punca sebagai Transformasi Alternatif Terapi Wahyu Widowati dan Rahma Micho Widyanto Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract Stem cells are cells that became the beginning of the growth to others cell that constract the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu dalam bidang olahraga dan terjadinya penekanan lebih besar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET

1. Pendahuluan ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET 1 Indra Kusuma, 2 Siska A. Kusumastuti,

Lebih terperinci

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang:

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Ruang Lingkup Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Fisika medik, Kimia medik, Biologi medik, Fisika Medik Aplikasi konsep, prinsip, hukum-hukum,

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita *

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita * PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa gigi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita *

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita * FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa memiliki

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai dari kelainan kongenital dan dapatan, termasuk juga inflamasi dan gangguan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai 30%-40% dari seluruh keganasan. Insidens leukemia mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun (Permono,

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Tjok Agung Y. Vidyaputra. KEYWORDS: VEGF, Calcium Sulfate, bone defects, osteoblast, type I collagen, bone recycling, liquid nitrogen

ABSTRACT. Tjok Agung Y. Vidyaputra. KEYWORDS: VEGF, Calcium Sulfate, bone defects, osteoblast, type I collagen, bone recycling, liquid nitrogen ABSTRACT VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) IN CALCIUM SULFATE INDUCES MORE OSTEOBLASTS AND TYPE I COLLAGEN IN RATS WITH FEMUR BONE DEFECTS AFTER BONE RECYCLING GRAFT WITH LIQUID NITROGEN Tjok Agung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA

TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA IMUNODEFISIENSI PRIMER TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA 1 IMUNODEFISIENSI PRIMER Imunodefisiensi primer Tetap sehat! Panduan untuk pasien dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Patogenesis Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Cytokine-mediated signaling pertumbuhan dan ketahanan sel

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci