BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Sejak tahun 1962 di Indonesia sudah mulai ditemukan penyakit yang menyerupai DBD yang terjadi di Filipina (1953), Muangthai (1958). Baru pada tahun 1968 dibuktikan dengan pemeriksaan serologis untuk pertama kalinya. Sejak saat itu, tampak jelas kecenderungan peningkatan jumlah penderita yang tersangka, demikian juga makin meluasnya penyakit tersebut, dimana terlihat bahwa penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian menyebar kehampir semua kota besar di Indonesia bahkan sampai ke pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dalam waktu yang relatif singkat. 1 Di Indonesia, Demam Berdarah Dengue (DBD) pertam kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung disusul Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1994 DBD telah menyebar keseluruh 27 provinsi di Indonesia, berdasarkan jumlah kasus DBD, di Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. 2 Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypty yang banyak ditemukan di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih dengan jarak terbang 100 meter. 1 Dimusim hujan, hampir tidak ada daerah di Indonesia yang terbebas dari serangan penyakit DBD. Penelitian telah menunjukkan bahwa DBD telah 1

2 ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Dua ratus kota melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB). 3 Sampai sekarang tidak ada cara yang lebih efektif mematahkan serangan DBD selain dengan membasmi jentik atau larva, berbagai upaya pemberantasan vektor telah dilakukan dan salah satu cara yang penting adalah dengan memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektor. Sampai sekarang pengendalian masih dititik beratkan pada penggunaan insektisida kimia karena lebih efektif, aplikasinya murah dan hasilnya diketahui dengan cepat. Seiring perkermbangan zaman dan adanya penggunaan insektisida yang berulang-ulang telah menimbulkan resistensi vektor, matinya musuh-musuh alami dan pencemaran lingkungan. 4 Pengendalian vektor demam berdarah dapat dilakukan baik terhadap jentiknya maupun terhadap nyamuk dewasanya. Ada beberapa macam cara untuk mengendalikan jentik atau lebih dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) antara lain adalah : Mechanical control (menutup tempat-tempat penampungan air), Environmetal control (mengubur barangbarang bekas), Biological Control (melepaskan predator pemangsa nyamuk, misalnya ikan-ikan hias) dan Chemical Control (pemberian larvasida pada tempat-tempat penampungan air). 5 Pengendalian dapat dilakukan terhadap jentiknya maupun terhadap nyamuk dewasa. Salah satu pengendalian terhadap jentik vektor demam berdarah dapat dilakukan dengan larvaciding, yaitu upaya untuk mengurangi populasi jentik disuatu breding pleace (tempat perindukan). Larvasida paling banyak digunakan karena ternyata dapat menekan populasi jentik atau larva dalam waktu singkat. 5 Larva nyamuk menjalani 4 tahapan, yaitu instar I, II, III, IV. lama perkembangan tergantung dari suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada sarang. Sifat dari jentik Aedes aegypti adalah berukuran 0,5 1 cm, selalu bergerak aktif di dalam air, gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. Waktu istirahat hampir tegak lurus dengan permukaan air. 6 2

3 Salah satu cara yang banyak diteliti dan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan adalah insektisida hayati yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Walaupun umur residu pendek, tetapi aman bagi manusia, karena setelah digunakan akan cepat terurai menjadi senyawa yang tidak terakumulasi sehingga kemungkinan terjadinya resistensi pada vektor kecil. 7 Di dalam usaha pengembangan bahan-bahan dari alam dapat digunakan sebagai insektisida nabati, dengan memanfaatkan tanaman kumis kucing (orthosiphon spp) yang banyak tumbuh disekitar masyarakat. Selain sebagai insektisida, tanaman kumis kucing juga merupakan tanaman obat. Menurut dr Setiawan Dalimarta pada buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia tanaman kumis kucing berfungsi sebagai obat hipertensi, infeksi ginjal akut maupun kronik, rematik, kencing manis, kencing batu dan infeksi kandung kemih. Pada daun yang telah diteliti mengandung zat aktif minyak atsiri, saponin, tannin, dan zat samak yang berfungsi sebagai larvasida nabati dengan mengekstrak terlebih dahulu. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Lubis H.A.2005, tanaman kumis kucing yang dicampur dengan tanaman putri malu pada konsentrasi 15% dapat membunuh larva 24%. Dari penelitian tersebut dapat diketahui pengaruh ekstrak daun kumis kucing yang dicampur dengan tanaman putri malu terhadap larva. Akan tetapi belum diketahui efektifitas tanaman kumis kucing itu sendiri dalam membunuh larva Ae.aegypti. Telah dilakukan penelitian pendahuluan dengan menggunakan ekstrak daun kumis kucing dengan 7 konsentrasi yaitu 0.5%, 1.5%, 2.5%, 3.5%, 4.5%, 5.5% dan 6.5%, dengan 2 kali pengulangan serta 2 kontrol. Penelitian ini menggunakan larva Ae.aegypti. Hasil yang diperoleh setelah pemaparan 24 jam kematian larva tertinggi terdapat pada konsentrasi 6.5% yaitu 48% dan kematian terendah pada konsentrasi 0.5% yaitu 4%. Untuk melakukan uji lanjutan digunakan 4 konsentrasi yaitu 6.5%, 12.5%, 18.5% dan 24.5%, dengan menggunakan larva Ae.aegypti untuk mengetahui apakah ada perbedaan kematian dari berbagai konsentrasi. 3

4 B. Rumusan Masalah Berapa besar efektifitas ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon spp) pada berbagai konsentrasi efektif terhadap larva Ae. aegypti. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui besar daya bunuh ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon spp) sebagai larvasida terhadap larva Ae. aegypti. 2. Tujuan khusus a. Menghitung jumlah larva Ae.aegypti yang mati berdasarkan tingkat konsentrasi ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon spp). b. Menganalisis perbedaan jumlah larva Ae.aegypti yang mati pada berbagai macam konsentrasi ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon spp). c. Menganalisis efektifitas ekstrak daun kumis kucing (Ortosiphon spp) sebagai larvasida Ae.aegypti. D. Manfaat 1. Bagi Masyarakat Memberikan informasi tentang manfaat daun kumis kucing sebagai larvasida nabati sebagai penggendalian vektor (nyamuk Ae.aegypti). 2. Bagi Instalasi Kesehatan Dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan tentang pengendalian nyamuk Ae.aegypti. E. Bidang Ilmu Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya dalam pengendalian vektor penyakit dan P 2 M (Pemberantasan Penyakit Menular). 4

5 F. Keaslian Penelitian No Judul Peneliti Tahun Desain Variable Hasil 1 Pengaruh Lubis 2005 Explanatory Variable bebas Pada Campuran H. A. research adalah campuran konsentrasi Ekstrak Daun dengan ekstrak daun 15% Kumis metode kumis kucing dan terdapat Kucing Dan experiment daun putri malu kematian Daun Putri sungguhan terhadap larva 24% Malu pembasmian larva nyamuk Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada jenis variabel bebasnya dan jenis larva nyamuk. Adapun variabel bebas pada penelitian ini hanya menggunakan ekstrak daun kumis kucing, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan campuran ekstrak daun kumis kucing dan daun putrimalu, jenis larva nyamuk yang digunakan pada penelitian sebelumnya tidak disebutkan jenis larvanya. Pada penelitian ini menggunakan larva Ae.aegypti instar III. 5