HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pada Percobaan 1, umbi yang diberi perlakuan pengasapan, sampai minggu ke 10 masih terlihat segar dan belum menunjukkan kering/keriput. Perlakuan pengasapan menunjukkan keserempakan bertunas yang meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan, tetapi perlakuan kering-angin tidak menunjukkan peningkatan. Pada akhir pengamatan, umbi yang dikering-anginkan masih terlihat segar. Pada minggu ke enam, umbi yang diberi pengasapan mulai terlihat adanya serangan hama kutu putih. Hama ini terdapat diantara lapisan kulit umbi (Gambar 2). Pengendalian hama kutu putih ini dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan mematikan dan membuang kutu-kutu yang menempel pada umbi. Menurut Asgar et al. (1994) penyimpanan subang gladiol pada gudang terang menghasilkan persentase serangan hama lebih rendah dibandingkan yang disimpan di ruang pengasapan. Subang gladiol yang disimpan di atas tungku perapian dengan tumpukkan setebal cm secara visual menunjukkan adanya kutu putih. Hama kutu putih ini dapat mengganggu kegiatan perbanyakan tanaman. Hama ini diperkirakan berasal dari lapang dan terbawa ke gudang penyimpanan. Menurut Sihombing et al. (2007) populasi kutu putih yang rendah belum menyebabkan kerusakan yang berarti, tetapi jika populasi tinggi menyebabkan daun menggulung dan gugur. Hama ini menyukai tanaman sedap malam karena berbatang lunak dan menyerang daun, pangkal tanaman, juga pada umbi. Selain itu, perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap perkembangan kutu putih ini. Semakin tinggi suhu maka perkembangbiakan kutu putih semakin cepat dan meningkat. Pada Percobaan 2, umbi yang diberi perlakuan perendaman dengan air (0 ppm/kontrol), BAP, GA 3 dan pengasapan tidak menunjukkan tanda-tanda munculnya akar, tetapi lebih memacu munculnya tunas samping. Suhu ruang simpan pada pagi hari berkisar C, siang hari berkisar C dan sore hari berkisar C. Serangan kutu putih terjadi pada perlakuan pengasapan.

2 20 Penyebaran kutu putih dari satu umbi ke umbi yang lain, terjadi karena adanya semut merah. Gambar 2. Umbi yang terserang kutu putih pada 6 MSP Percobaan 1 Pengaruh Ukuran Umbi dan Teknik Induksi terhadap Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi Sedap Malam Hasil rekapitulasi analisis ragam pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara ukuran umbi dengan teknik induksi terhadap jumlah tunas samping tidak nyata, sedangkan terhadap panjang tunas samping interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada 5-10 MSP (Tabel 1, Lampiran 2-5). Pengaruh interaksi kedua perlakuan terhadap persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama tidak konsisten, karena hanya nyata pada beberapa minggu tertentu saja. Pengaruh ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping lebih kuat dan konsisten (2-10 MSP) dari pada teknik induksi (9 dan 10 MSP), demikian juga pengaruh ukuran umbi terhadap persentase umbi bertunas. Sebaliknya, peubah panjang tunas utama lebih dipengaruhi oleh teknik induksi (6-10 MSP) daripada ukuran umbi, walaupun interaksi kedua perlakuan memberi pengaruh yang nyata pada beberapa minggu tertentu saja dan tidak konsisten. Jumlah Tunas Samping Jumlah tunas samping sangat dipengaruhi oleh ukuran umbi, selama 2-10 MSP (Tabel 1). Semakin besar ukuran umbi maka jumlah tunas samping yang dihasilkan semakin banyak. Perbedaan yang nyata antar ke tiga ukuran umbi terlihat pada 4 10 MSP (Tabel 2).

3 21 Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama Minggu Teknik Ukuran Interaksi pengamatan induksi (T) umbi (P) (T*P) KK (%) Jumlah tunas samping 0 MSP MSP tn tn tn MSP tn * tn MSP tn * tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP tn ** tn MSP * ** tn MSP * ** tn 16.5 Panjang tunas samping 0 MSP MSP tn tn tn MSP tn tn tn MSP tn * tn MSP tn tn tn MSP tn tn ** 7.4 6MSP tn * * MSP tn * * MSP tn * * MSP tn * * MSP tn ** * 8.2 Persentase umbi bertunas samping 0 MSP MSP tn ** tn MSP tn ** * MSP tn ** * MSP tn ** tn MSP tn ** * 4.2 6MSP tn ** * MSP tn ** tn MSP tn ** * MSP * ** tn MSP * ** tn 3.8

4 22 Tabel 1 Lanjutan. Minggu Teknik Ukuran Interaksi pengamatan induksi (T) umbi (P) (T*P) KK (%) Panjang tunas utama 0 MSP MSP tn tn tn MSP tn tn tn MSP tn tn tn MSP tn tn ** MSP tn tn * MSP * tn * MSP * tn tn MSP * tn tn MSP * tn tn MSP ** tn * 6.2 Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata pada α= 0.05 *= Berpengaruh nyata pada α=0.05 **= berpengaruh sangat nyata pada α= 0.01 MSP= Minggu setelah perlakuan Umbi besar menghasilkan 5.0 tunas samping/umbi, lebih banyak dari jumlah tunas samping yang dihasilkan oleh umbi sedang maupun umbi kecil, masingmasing 3.3 dan 2.3 umbi/tunas pada 10 MSP. Umbi yang diberi perlakuan pengasapan menghasilkan jumlah tunas samping lebih banyak dibandingkan dengan umbi yang dikering- anginkan dengan jumlah tunas samping masingmasing 3.8 dan 3.0 tunas/umbi pada 9 MSP serta 4.0 dan 3.0 tunas/umbi pada 10 MSP (Tabel 2). Semakin banyaknya jumlah tunas samping yang dihasilkan oleh umbi yang lebih besar diduga karena semakin besar persediaan karbohidrat yang disimpan, sehingga mencukupi untuk perkembangan tunas dan semakin Tabel 2 Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi) pada 0 10 MSP Ukuran umbi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kecil ab 1.6 b 1.9 b 2.0 b 2.0 c 2.0 c 2.1 c 2.2 c 2.3 c Sedang b 1.9 b 2.2 b 2.7 a 2.9 b 3.0 b 3.0 b 3.2 b 3.3 b Besar a 2.7 a 3.2 a 3.6 a 3.9 a 4.3 a 4.5 a 4.9 a 5.0 a Teknik induksi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kering-angin b 3.0 b Pengasapan a 4.0 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

5 23 banyak.tunas samping yang dihasilkan. Karbohidrat merupakan hasil fotosisntesis yang dirombak dan dirakit kembali menjadi berbagai jenis bahan organik (asam amino, protein enzim) serta sebagai bahan baku dalam proses respirasi yang menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH yang semuanya diperlukan untuk petumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al. 1991). Penelitian Sumiati & Sumarni (2006) juga menunjukkan adanya pengaruh ukuran umbi bawang bombay terhadap jumlah umbi anakan yang dihasilkan. Umbi bawang bombay ukuran besar (> 40 gr) menghasilkan jumlah umbi anak 3.16 lebih banyak dibandingkan yang dihasilkan oleh umbi sedang (25-40 g) dan umbi kecil (< 25 g) masing-masing 2.33 umbi dan 1.73 umbi anak. Panjang Tunas Samping Interaksi antara teknik induksi dan ukuran umbi terhadap panjang tunas samping nyata pada minggu ke 5-10 MSP (Tabel 1). Perlakuan pengasapan pada umbi ukuran besar menghasilkan tunas samping (23.3 mm) lebih panjang dibandingkan dengan tunas samping dari umbi ukuran sedang maupun ukuran kecil masing - masing 11.0 dan 6.0 mm pada 10 MSP (Tabel 3). Data ini menunjukkan bahwa pada umbi besar perlakuan pengasapan menghasilkan tunas samping lebih panjang (23.3 mm) daripada dengan kering-angin (12.6 mm) pada 10 MSP. Pada umbi ukuran sedang, dengan perlakuan pengasapan dan keringangin menghasilkan panjang tunas samping yang tidak berbeda. Pada umbi kecil, perlakuan kering-angin lebih baik daripada pengasapan, masing-masing Tabel 3 Pengaruh interaksi teknik induksi dan ukuran umbi sedap malam terhadap panjang tunas samping (mm) pada 0-10 MSP Ukuran umbi Kecil Sedang Teknik induksi Minggu setelah perlakuan Kering-angin ab 6.8 ab 6.8 ab 7.3 b 7.9 bc 8.5 b Pengasapan c 3.0 c 3.5 c 4.6 c 6.5 c 6.0 c Kering-angin b 5.2 b 5.9 b 6.5 b 7.8 bc 8.4 b Pengasapan ab 5.6 ab 5.9 b 6.6 b 9.2 b 11.,0 b Kering-angin ab 6.7 ab 7.7 ab 9.3 b 10.2 b 12.6 b Besar Pengasapan a 7.8 a 10.2 a 14.4 a 18.3 a 23.3 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

6 24 menghasilkan tunas samping sepanjang 8.5 dan 6.0 mm pada 10 MSP (Tabel 3). Penelitian Asgar et al. (1994) menunjukkan bahwa subang gladiol yang diasap menghasilkan tunas lebih panjang dibandingkan dengan subang gladiol yang tidak diberi perlakukan pengasapan. Menurut Wattimena (1988) perlakuan pengasapan akan meningkatkan suhu, suhu yang tinggi berperan dalam meningkatkan etylen, yang memacu pertumbuhan tunas-tunas lateral. Kecepatan umbi bertunas menunjukkan bahwa umbi tersebut siap untuk ditanam, yang ditentukan berdasarkan panjang dari tunas samping. Kecepatan bertunas pada umbi besar dengan perlakuan kering-angin lebih cepat (3.7 mm pada 1 MSP), dibandingkan dengan perlakuan pengasapan yaitu 4.1 mm pada 2 MSP. Pada umbi sedang, kecepatan umbi untuk siap ditanam pada perlakuan pengasapan dan kering- angin diperoleh pada waktu yang sama yaitu pada 2 MSP, karena panjang tunas dari masing-masing umbi sudah mencapai 4.5 dan 4 mm. Umbi kecil dengan perlakuan kering-angin menghasilkan panjang tunas 4.3 mm pada 2 MSP, sedangkan dengan perlakuan pengasapan, kecepatan umbi bertunas diperoleh pada 7 MSP (3.5 mm) (Tabel 3). Peningkatan panjang tunas samping pada umbi ukuran besar dan sedang yang diberi perlakuan pengasapan disebabkan karena pada umbi ukuran tersebut memiliki lapisan-lapisan meristem yang cukup tebal dan mengandung banyak air, sebaliknya pengasapan berakibat mengeringkan lapisan-lapisan pada umbi kecil. Sebagai akibatnya jaringan meristem yang membentuk tunas tidak mengandung cukup banyak air untuk pemanjangan tunas. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiati & Sumarni (2006) bahwa umbi bibit bawang bombay yang berukuran besar, menghasilkan jumlah daun lebih banyak (24.13) daripada jumlah daun yang dihasilkan umbi ukuran sedang (15.50) maupun umbi ukuran kecil (13.13). Berdasarkan panjang tunasnya, sebagian besar umbi sudah menghasilkan tunas samping 4 mm pada 2 MSP, kecuali pada umbi kecil yang diasap. Hal ini memberi indikasi bahwa umbi tersebut sudah siap ditanam untuk produksi bunga pada 2 MSP.

7 25 Persentase Umbi Bertunas Samping Pengaruh ukuran umbi terhadap persentase umbi bertunas samping, terjadi pada 1-10 MSP (Tabel 1 dan 4), yang menunjukkan bahwa umbi ukuran besar menghasilkan persentase umbi bertunas samping lebih tinggi dan lebih baik dibanding umbi sedang maupun kecil masing - masing 85.6, 63.8 dan 46.9% pada 10 MSP. Perlakuan pengasapan menghasilkan persentase umbi bertunas samping lebih tinggi (70.8 dan 74.6%) dibandingkan dengan kering-angin (54.6 dan 56.3%) pada 9 dan 10 MSP. Dengan pengasapan keserempakan umbi bertunas 50% diperoleh pada 4 MSP (51.3%) lebih cepat dibandingkan dengan keringangin yang diperoleh pada 5 MSP (50.4%). Persentase bertunas menggambarkan banyaknya bahan pertanaman yang dapat digunakan untuk produksi bunga. Keserempakan bertunas 50% pada umbi sedap malam berukuran besar dan sedang tidak berjauhan, karena terjadi pada 3-5 MSP, sedangkan umbi kecil pada 10 MSP masih belum mencapai 50%. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar umbi sudah dapat ditanam pada 2 MSP, maka pada periode yang sama data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa umbi besar yang siap tanam hanya 42%, umbi sedang 29.4% dan umbi kecil hanya 17.5%. Tabel 4 Pengaruh teknik induksi dan ukuran umbi sedap malam terhadap persentase umbi bertunas samping (%) pada 0-10 MSP. Ukuran umbi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kecil b 17.5 b 28.1 b 35.0 b 36.9 b 36.9 b 38.1 b 39.4 b 43.8 c 46.9 c Sedang a 29.4 a 43.1 a 48.8 a 57.5 a 57.5 a 58.8 a 60.0 a 61.9 b 63.8 b Besar a 41.9 a 50.0 a 63.8 a 68.8 a 71.9 a 73.1 a 77.5 a 82.5 a 85.6 a Teknik induksi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kering-angin b 56.3 b Pengasapan a 74.6 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05) Penelitian Tejasarwana (2004) menunjukkan bahwa tanaman sedap malam yang berasal dari umbi besar lebih cepat menghasilkan bunga, dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari umbi ukuran sedang maupun ukuran kecil. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (1995) yang menunjukkan bahwa ukuran subang gladiol mempengaruhi pertumbuhan

8 26 tunas, semakin besar ukuran subang maka persentase subang gladiol yang bertunas semakin besar. Interaksi antara perlakuan teknik induksi dan ukuran umbi terhadap persentase umbi bertunas samping, terjadi pada 2, 3, 5, 6 dan 8 MSP (Tabel 5). Perlakuan pengasapan pada umbi sedang menghasilkan persentase umbi bertunas samping lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kering-angin, sedangkan pada umbi besar dan umbi kecil dengan perlakuan kering-angin dan pengasapan menghasilkan persentase umbi bertunas samping yang tidak berbeda pada 2, 3, 5, 6 dan 8 MSP. Pada 2 MSP perlakuan pengasapan pada umbi sedang diperoleh 56.3% lebih tinggi dibandingkan dengan kering angin (30%) begitu juga pada pada 8 MSP, dengan perlakuan pengasapan menghasilkan persentase (76.3%) lebih tinggi dari perlakuan kering-angin (43.7%). Umbi besar yang diasap dan dikering-anginkan pada 2 MSP masing-masing menghasilkan persentase 45 dan 55%, sedangkan pada 8 MSP diperoleh 82.5 dan 72.5%. Pada 2 MSP umbi ukuran kecil yang diasap, menghasilkan umbi bertunas 32.5% sedangkan perlakuan kering-angin (23.7%), sampai pada 8 MSP persentase umbi bertunas dengan kering angin dan pengasapan memperoleh 42.5 dan 36.3%. Tabel 5 Pengaruh interaksi teknik induksi dan ukuran umbi terhadap persentase (%) umbi bertunas samping pada 2, 3, 5, 6, 8 MSP. Ukuran umbi Teknik induksi Minggu setelah perlakuan (MSP) Kecil Kering-angin 23.7 b 32.5 b 40.0 b 40.0 b 42.5 b Pengasapan 32.5 b 32.5 b 33.7 b 33.8 b 36.3 b Sedang Kering-angin 30.0 b 32.5 b 41.3 b 41.3 b 43.7 b Pengasapan 56.3 a 56.3 a 73.7 a 73.8 a 76.3 a Besar Kering-angin 55.0 a 61.3 a 70.0 a 71.3 a 72.5 a Pengasapan 45.0 a 48.7 a 67.5 a 72.5 a 82.5 a Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05) Data Tabel 5 juga menunjukkan bahwa umbi besar dan umbi sedang yang diasap menghasilkan persentase umbi bertunas samping yang tidak berbeda nyata (45 dan 56.3%), tetapi lebih tinggi dari persentase yang diperoleh pada umbi kecil (32.5%) pada 2 MSP. Begitu juga pada 8 MSP, data yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan pengasapan umbi besar dan umbi sedang menghasilkan persentase umbi bertunas yang tidak berbeda nyata (82.5 dan 76.3%) tetapi lebih tinggi dari

9 27 umbi kecil (36.3%). Perlakuan kering-angin pada umbi besar menghasilkan persentase umbi bertunas lebih tinggi (55%) dibandingkan persentase yang diperoleh umbi sedang (30%) dan umbi kecil (23.7%) pada 2 MSP, begitu juga pada 8 MSP yang menunjukkan bahwa dengan perlakuan kering-angin pada umbi besar menghasilkan persentase umbi bertunas lebih tinggi (72.5%) dari umbi sedang (43.7%) maupun umbi kecil (42.5%). Panjang Tunas Utama Interaksi teknik induksi dan ukuran umbi terhadap panjang tunas utama terjadi pada 4, 5, 6, 10 MSP (Tabel 1 dan 6). Umbi ukuran sedang yang dikeringanginkan menghasilkan tunas utama lebih panjang dibandingkan yang diasap, masing-masing 31.0 dan 17.0 mm pada 10 MSP. Sebaliknya pada umbi ukuran besar dan ukuran kecil, pengasapan maupun kering-angin menghasilkan panjang tunas utama yang tidak berbeda nyata. Umbi ukuran sedang yang dikeringanginkan menghasilkan tunas utama (31.0 mm) lebih panjang dibandingkan Tabel 6 Pengaruh interaksi ukuran umbi dan teknik induksi terhadap panjang tunas utama (mm) pada 0-10 MSP Ukuran umbi Teknik induksi Minggu setelah perlakuan Kecil Sedang Kering-angin cd 15 b 16 b b Pengasapan bc 16 ab 16 b b Kering-angin a 19 a 20 a a Pengasapan d 12 b 12 c c Besar Kering angin bc 15 b 18 ab b Pengasapan ab 16 ab 16 b bc Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05) dengan umbi besar maupun umbi kecil masing-masing sebesar 23 dan 25 mm. Pengasapan pada umbi ukuran kecil menghasilkan tunas utama sepanjang 21 mm lebih panjang dibandingkan tunas utama pada umbi ukuran sedang (17 mm) tetapi tidak berbeda dengan panjang tunas utama yang diperoleh umbi besar (20 mm) pada 10 MSP (Tabel 6). Terjadinya penurunan panjang tunas utama pada pengamatan tertentu disebabkan oleh terjadinya pergantian ujung tunas utama. Ujung tunas utama

10 28 akan mengering dan muncul tunas utama yang baru, pergantian tunas utama ini terjadi pada setiap minggu sampai pada ahir pengamatan. Menurut Setyati & Yahya (1988) kemampuan untuk terus tumbuh, terpusat pada titik tumbuh yang berada di daerah merismatik yaitu pada tunas pucuk, tunas samping, maupun pada bagian persikel akar, dimana pada bagian - bagian pucuk tersebut biasanya lebih responsif. Hasil penelitian Tejasarwana (2000) menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman sedap malam dari umbi yang disimpan di gudang maupun yang diberi perlakuan pengasapan tidak berbeda nyata. Beberapa parameter tersebut diatas secara umum menunjukkan bahwa semakin besar ukuran umbi, maka jumlah tunas samping yang dihasilkan semakin banyak. Kondisi ini diikuti oleh peningkatan panjang tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah tunas samping yang dihasilkan, maka potensi untuk memperoleh tangkai bunga juga semakin banyak. Semakin besar ukuran umbi, maka tunas samping yang dihasilkan semakin panjang. Pada 2 MSP, panjang tunas samping pada umbi besar rata-rata telah mencapai 4 mm, yang menunjukkan umbi sudah memenuhi syarat untuk ditanam. Begitu juga dengan persentase umbi bertunas samping, semakin besar ukuran umbi, maka umbi bertunas semakin cepat dan semakin serempak. Hal ini kemungkinan disebabkan semakin besar ukuran umbi, maka semakin banyak karbohidrat yang disimpan pada umbi tanaman sedap malam, maka jumlah tunas samping, panjang tunas samping dan peresentase umbi bertunas samping yang dihasilkan juga semakin meningkat. Akan tetapi ukuran umbi tidak berpengaruh terhadap panjang tunas utama. Tunas utama tersebut tetap tumbuh, seiring dengan pertumbuhan tunas samping. Pengaruh pengasapan terhadap peningkatan panjang tunas samping pada umbi besar mulai terlihat pada 8 MSP, sedangkan perlakuan kering angin sampai menjelang akhir pengamatan panjang tunas samping tetap stabil dan tidak menunjukkan peningkatan. Untuk meningkatkan persentase keserempakan umbi bertunas samping, pada umbi ukuran besar maupun umbi ukuran kecil dapat dilakuan dengan pengasapan maupun kering angin. Pada umbi ukuran sedang, pengasapan lebih meningkatkan persentase umbi bertunas samping dari pada kering angin.

11 29 Percobaan 2 Pengaruh Teknik Induksi dan Taraf Perlakuan terhadap Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi Sedap Malam Hasil uji F menunjukkan bahwa konsentrasi BAP maupun GA 3 memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap beberapa peubah yang diamati (Tabel 7 dan Lampiran 6-17). Konsentrasi BAP memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas samping dan persentase umbi bertunas samping. Perlakuan konsentrasi GA 3 memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping dan panjang tunas utama, sedangkan lama pengasapan tidak memberikan pengaruh pada semua peubah yang diamati. Tabel 7 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP, GA 3 dan lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama Peubah Perlakuan [BAP] [GA 3 ] Pengasapan Jumlah tunas samping ** * tn Panjang tunas samping tn * tn Persentase umbi bertunas samping ** tn tn Panjang tunas utama tn * tn Keterangan: tn= berpengaruh tidak nyata pada α=0.05 *= berpengaruh nyata pada α=0.05 **=berpengaruh sangat nyata pada α=0.01 Pengaruh konsentrasi BAP (Benzylaminopurine) terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Perlakuan konsentrasi BAP menghasilkan jumlah tunas samping dan persentase umbi bertunas samping yang berbeda sangat nyata, tetapi menghasilkan panjang tunas samping dan panjang tunas utama yang tidak berbeda nyata (Tabel 7). Aplikasi beberapa konsentrasi BAP pada umbi sedap malam, menghasilkan jumlah tunas samping berbeda nyata sejak 1 MSP ( Tabel 8 dan Gambar 3). Pada 10 MSP, jumlah tunas samping yang dihasilkan BAP pada konsentrasi 0, 100, 200 dan 300 ppm berturut-turut adalah 2.4, 5.2, 6.6 dan 8.8 tunas/umbi. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diaplikasikan semakin banyak tunas samping yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan fungsi BAP yang berperan dalam proses pembelahan dan pembesaran sel, memacu pembentukan tunas-tunas baru dan memperbanyak sel jaringan penyimpanan (George & Sherrington 1984).

12 30 Tunas samping berpotensi untuk menghasilkan bunga, oleh karena itu semakin banyak tunas samping, diharapkan semakin banyak pula jumlah tangkai bunga yang dihasilkan. Pemberian BAP dengan konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm berpotensi meningkatkan produksi bunga, masing-masing sebesar 116.7, 175 dan 266.7% dari kontrol. BAP dengan konsentrasi 300 ppm menghasilkan jumlah tunas samping paling banyak dibandingkan dengan konsentrasi 200, 100 dan 0 ppm. Panjang tunas samping tidak dipengaruhi oleh aplikasi BAP (Tabel 7). Pada 1 MSP, BAP konsentrasi 200 dan 300 ppm menghasilkan tunas samping sepanjang 3.3 dan 3.5 mm. Pada 2 dan 3 MSP, BAP konsentrasi 300 ppm, menghasilkan tunas samping (3.8 dan 4 mm) lebih panjang dibanding kontrol (2.1 dan 2.4 mm) tetapi tidak berbeda nyata dengan BAP konsentrasi 100 (2.8 dan 3.5 mm) dan 200 ppm (3.3 dan 3.2 mm) (Tabel 8). Petani menanam umbi sedap malam apabila tunas samping sudah muncul dan terlihat berwarna putih, dengan panjang kira-kira 3-4 mm. BAP konsentrasi 100 ppm, pada 3 MSP menghasilkan tunas samping sepanjang 3.5 mm, sedangkan tanpa BAP (kontrol) panjang tunas samping yang setara diperoleh pada 5 MSP. Walaupun aplikasi beberapa konsentrasi BAP menghasilkan panjang tunas samping yang tidak berbeda nyata, tetapi BAP mempercepat perkembangan tunas samping seperti ditunjukkan panjang tunas samping yang mencapai > 3 mm pada 1 MSP bila diberi perlakuan 200 dan 300 ppm. Data ini memberi indikasi bahwa dengan perlakuan BAP umbi dapat ditanam lebih cepat. Perlakuan BAP konsentrasi 100 ppm menghasilkan panjang tunas samping lebih panjang dibandingkan dengan pemberian konsentrasi 300 ppm masingmasing 11.7 dan 7.2 mm pada 10 MSP. Hal ini kemungkinan disebabkan karbohidrat pada umbi tanaman sedap malam digunakan untuk memacu peningkatan jumlah tunas samping dan meningkatkan panjang tunas samping. Dengan pemberian 300 ppm, cadangan makanan lebih banyak dipacu untuk menghasilkan jumlah tunas samping, sehingga semakin banyak tunas samping yang dihasilkan. Sebagai akibatnya cadangan makanan untuk pemanjangan tunas samping menjadi berkurang, sehingga tunas samping yang dihasilkan menjadi lebih pendek dibandingkan pada pemberian konsentrasi 100 ppm.

13 31 Persentase umbi bertunas samping meningkat dan serempak dengan semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan (Tabel 8). Hal ini ditunjukkan oleh persentase umbi bertunas samping yang dihasilkan oleh BAP 300 ppm yang mencapai 100 % pada 1 MSP, semua umbi telah menghasilkan tunas samping yang tidak berbeda nyata dengan BAP konsentrasi 200 ppm, sedangkan BAP 100 ppm mencapai persentase umbi bertunas yang setara pada 5 MSP. Tanpa BAP (kontrol/0 ppm) persentase umbi bertunas samping sampai 10 MSP tidak dapat mencapai 100 %. a b c d Gambar 3. Umbi sedap malam ukuran sedang dengan BAP konsentrasi 0 ppm (a), 100 ppm (b), 200 ppm (c) dan 300 ppm (d) pada 2 MSP Pada perlakuan kontrol, keserempakan bertunas 50% diperoleh pada 3 MSP, dan pada 10 MSP diperoleh 61.6%. Sementara penggunaan BAP konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm menghasilkan persentase umbi bertunas > 50% pada 1 MSP. Data ini menunjukkan bahwa BAP dapat mempercepat dan menyerempakkan pertunasan pada umbi sedap malam. Panjang tunas utama, tidak dipengaruhi oleh pemberian BAP (Tabel 8). Perendaman air (kontrol, BAP 0 ppm) sudah meningkatkan panjang tunas utama. Pertumbuhan panjang tunas utama bersamaan dengan pertumbuhan tunas samping. Secara umum penggunaan BAP sangat efektif meningkatkan jumlah tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping. Tabel 8 menunjukkan bahwa BAP 300 ppm, menghasilkan jumlah tunas samping 6.8 tunas/umbi pada 1 MSP, lebih banyak dibanding dengan konsentrasi BAP yang lain. Konsentrasi BAP yang digunakan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah tunas samping maupun peresentase umbi bertunas samping. BAP 300 ppm, menghasilkan

14 Tabel 8 Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama (mm) pada 1-10 MSP Konsentrasi BAP Minggu setelah perlakuan (MSP) (ppm) Jumlah tunas samping (tunas/umbi) d 1.6 d 1.7 d 1.8 d 2.1 d 2.1 d 2.2 d 2.2 d 2.3 d 2.4 d c 3.3 c 3.7 c 4.1 c 4.6 c 4.9 c 5.0 c 5.0 c 5.1 c 5.2 c b 5.2 b 5.3 b 5.8 b 5.9 b 6.3 b 6.4 b 6.4 b 6.5 b 6.6 b a 7.2 a 7.3 a 7.7 a 8.2 a 8.4 a 8.5 a 8.6 a 8.8 a 8.8 a Panjang tunas samping (mm) b 2.4 b ab 3.5 ab ab 3.2 ab a 4.0 a Persentase umbi bertunas samping (%) c 45.0 c 50.0 c 53.3 c 58.0 b 58.0 b 58.0 b 58.0 b 58.0 b 61.6 b b 80.0 b 80.0 b 86.6 b 91.6 a 91.6 a 91.6 a 91.6 a 93.3 a 93.3 a a 93.3 a 93.3 a 93.3 a 94.6 a 94.6 a 96.6 a 96.6 a 96.6 a 96.6 a a a a a a a a a a a Panjang tunas utama (mm) Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

15 33 panjang tunas samping 3.5 mm pada 1 MSP dan sudah memenuhi syarat untuk ditanam. Demikian juga dengan keserempakan bertunas pada 1 MSP telah diperoleh 100 %. Pengaruh konsentrasi GA 3 (Asam Giberelat) terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Konsentrasi GA 3 berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping dan panjang tunas utama, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase umbi bertunas samping (Tabel 7). Jumlah tunas samping dipengaruhi oleh konsentrasi GA 3 yang diaplikasikan. GA 3 konsentrasi 100 ppm, pada 1 MSP menghasilkan jumlah tunas samping (2.6 tunas/umbi) lebih banyak dibanding kontrol (0 ppm) (1.2 umbi/tunas), 50 ppm (1.7 umbi/tunas) dan 150 ppm (1.3 tunas/umbi), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian 200 ppm (1.8 tunas/umbi). Pada 10 MSP, tunas samping yang dihasilkan GA 3 pada konsentrasi 100 ppm sebanyak 3.9 tunas/umbi lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0 dan 200 ppm, masing-masing 2.5 dan 2.7 tunas/umbi, tetapi tidak berbeda nyata pada konsentrasi 50 dan 150 ppm berturut-turut 3.1 dan 3.0 tunas/umbi. Sampai dengan konsentrasi 100 ppm, GA 3 dapat meningkatkan jumlah tunas samping. Semakin tinggi konsentrasi GA 3 yang diaplikasikan, jumlah tunas samping yang dihasilkan makin menurun (Tabel 9). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil pengamatan Santi et al. (2004) yang menunjukkan bahwa tanaman sedap malam yang berasal dari umbi yang direndam air maupun dengan GA ppm memberikan jumlah anakan (tunas samping) yang tidak berbeda nyata. Panjang tunas samping dipengaruhi oleh konsentrasi GA 3 yang diaplikasikan. GA 3 pada konsentrasi 50 ppm menghasilkan tunas samping lebih panjang (15.5 mm) daripada tunas samping yang dihasilkan oleh GA 3 pada konsentrasi 0, 150 dan 200 ppm, masing-masing 4.7, 7.5 dan 7.1 mm, tetapi tidak berbeda nyata dengan panjang tunas samping yang dihasilkan GA 3 pada konsentrasi 100 ppm (11.4 mm) pada 10 MSP. GA 3 konsentrasi 50 ppm menghasilkan panjang tunas samping 3.8 mm pada 3 MSP, sedangkan konsentrasi 100 ppm sudah menghasilkan tunas samping sepanjang 4.2 mm pada 1 MSP.

16 Tabel 9 Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap jumlah tunas samping (tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi bertunas (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 1-10 MSP Konsentrasi GA3 Minggu setelah perlakuan (MSP) (ppm) Jumlah tunas samping (tunas/umbi) b 1.5 b 1.6 b 1.7 b 1.8 b 2.2 b 2.2 b 2.2 b 2.3 b 2.5 b b 1.8 ab 2.1 b 2.2 b 2.6 ab 2.7 ab 3.0 ab 3.0 ab 3.0 ab 3.1 ab a 2.7 a 3.0 a 3.1 a 3.6 a 3.7 a 3.7 a 3.7 a 3.8 a 3.9 a b 1.7 ab 1.7 b 2.2 b 2.4 b 2.5 ab 2.7 ab 2.8 ab 2.9 ab 3.0 ab ab 1.9 ab 1.9 b 2.0 b 2.4 a 2.6 ab 2.6 ab 2.6 ab 2.7 ab 2.7 b Panjang tunas samping (mm) b 2.8 b 2.8 b 2.8 b 2.6 b 2.8 a 3.0 c 3.4 c 4.1 b 4.7 b ab 2.9 b 3.8 ab 4.5 a 5.1 a 6.8 a 8.6 a 10.5 a 12.3 a 15.5 a a 4.9 a 5.4 a 5.7 a 5.5 a 7.1 a 8.1 ab 8.9 ab 9.4 ab 11.4 ab ab 3.9 ab 4.5 ab 4.3 ab 4.4 ab 4.1 b 4.8 bc 4.8 bc 6.0 b 7.5 b ab 4.4 ab 4.7 ab 4.2 ab 4.0 ab 5.0 ab 5.7 abc 5.9 bc 6.7 b 7.1 b Persentase umbi bertunas samping (%) b 23.3 b ab 33.3 ab a 41.6 a ab 26.6 b a 45.0 a Panjang tunas utama (mm) ab 15 b 16 b 18 a 19 a 21 a 22 a 26 a a 14 b 14 b 14 ab 15 ab 16 b 19 ab 21 b b 10 b 11 b 11 b 13 ab 16 b 18 b 20 b ab 12 b 13 b 13 b 15 ab 17 b 19 ab 21 b ab 18 a 18 a 15 ab 16 ab 17 b 18 b 21 b Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

17 35 Pemberian GA 3 konsentrasi 100 ppm, menghasilkan umbi siap ditanam lebih awal. Persentase umbi bertunas samping tidak dipengaruhi oleh konsentrasi GA 3 yang diaplikasikan. Keserempakan umbi bertunas 50% dengan GA 3 konsentrasi 200 ppm, diperoleh pada 2-3 MSP, sedangkan dengan konsentrasi 100 ppm, diperoleh pada 3-4 MSP. Sampai 10 MSP rata-rata persentase umbi bertunas samping hanya mencapai 69.28%. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (1995) penggunaan GA 3 ternyata kurang efektif untuk mempercepat tumbuhnya tunas pada subang gladiol. Penelitian Santi et al. (2004) menunjukkan perendaman umbi sedap malam dengan GA 3 maupun dengan air, meningkatkan persentase tumbuh umbi sedap malam, dibandingkan dengan umbi yang tidak direndam air. Perlakuan beberapa konsentrasi GA 3 menghasilkan panjang tunas utama yang tidak berbeda nyata. Perlakuan kontrol, ternyata memberikan panjang tunas utama lebih tinggi (26.0 mm) pada 10 MSP, dibandingkan dengan pemberian GA 3 pada semua konsentrasi 50, 100, 150 dan 200 ppm, yaitu antara mm (Tabel 9). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pemberian GA 3 justru menghambat pemanjangan panjang tunas utama. Perendaman air dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, sehingga dapat mendorong peningkatan panjang tunas utama dan menghambat peningkatan panjang tunas samping. Sejalan dengan penelitian Santi et al. (2004) pertumbuhan tinggi tanaman sedap malam yang berasal dari umbi yang telah direndam dengan air dan 100 ppm GA 3 selama 24 jam menghasilkan tanaman dengan tinggi yang tidak berbeda nyata. Beberapa parameter yang diamati secara umum menunjukkan bahwa GA 3 dengan konsentrasi 100 ppm menghasilkan jumlah tunas samping lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Selain itu GA 3 dengan konsentrasi 100 ppm menghasilkan tunas samping sepanjang 4.2 mm yang sudah mencapai ukuran yang siap untuk ditanam pada 1 MSP. Pada konsentrasi yang sama keserempakan bertunas 50% diperoleh antara 3 4 MSP lebih cepat dibanding GA 3 dengan konsentrasi 150, 50 ppm maupun kontrol. Walaupun GA 3 dengan konsentrasi 200 ppm, mencapai keserempakan bertunas 50% lebih awal (2-3 MSP), panjang tunas samping telah memenuhi syarat untuk ditanam pada 1 MSP, tetapi jumlah

18 36 tunas yang dihasilkan jauh lebih sedikit dibandingkan yang dihasilkan GA 3 dengan konsentrasi 100 ppm. GA 3 pada konsentrasi 100 ppm, merupakan konsentrasi yang optimal untuk memacu pertunasan. Pengaruh lama pengasapan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam Pengasapan sebagai salah satu alternatif perlakuan induksi pertunasan pada umbi sedap malam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter yang diamati (Tabel 7). Jumlah tunas samping tidak dipengaruhi oleh lama pengasapan. Hasil penelitian Tejasarwana (2000) menunjukkan bahwa perlakuan lama pengasapan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan/rumpun pada umbi yang ditanam di lapang. Walaupun demikian hasil penelitian ini menunjukkan semakin lama dilakukan pengasapan cenderung meningkatkan panjang tunas samping (Tabel 10). Pengasapan 6 hari, menghasilkan tunas samping sepanjang 3.5 mm pada 1 MSP, sedangkan tanpa pengasapan (0 hari), untuk mencapai panjang tunas samping 3.8 mm diperoleh pada 6 MSP. Tunas samping yang diperoleh dari umbi yang diberi perlakuan pengasapan 0, 2, 4 dan 6 hari berturut turut sepanjang 6.9, 6.9, 12.1 dan 12.6 mm pada 10 MSP. Persentase umbi bertunas samping secara nyata tidak dipengaruhi oleh lama pengasapan, walaupun terdapat kecenderungan bahwa semakin lama pengasapan, persentase umbi bertunas samping yang dihasilkan semakin meningkat dan semakin cepat umbi siap ditanam. Lama pengasapan 6, 4, 2 dan 0 hari, kecepatan umbi yang siap ditanam masing masing diperoleh pada 1, 3-4, 5-6 dan 6-7 MSP (Tabel 10). Perlakuan lama pengasapan 0, 2 dan 4 hari menghasilkan umbi bertunas 50% pada 7-8 MSP, sedangkan perlakuan pengasapan 6 hari persentase 50% umbi bertunas diperoleh pada 5 MSP. Walaupun tidak berbeda nyata, diduga efek pengasapan masih berlanjut setelah 10 MSP sebagaimana terlihat dari peningkatan persentase umbi bertunas pada 9-10 MSP, pada lama pengasapan 4 dan 6 hari diperoleh 68.0 sampai 73.3%. Lama pengasapan menghasilkan panjang tunas utama yang berbeda nyata pada 2, 3, 4, 9 dan 10 MSP, perlakuan kontrol (tanpa pengasapan) menunjukkan

19 Tabel 10 Pengaruh lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama pada 1-10 MSP Lama pengasapan Minggu setelah perlakuan (MSP) (hari) Jumlah tunas samping (tunas/umbi) Panjang tunas samping (mm) ab b ab a Persentase umbi bertunas samping (%) b 36.6 b ab 43.3 b 61, ab 48.3 ab a 66.6 a Panjang tunas utama (mm) a 16 a 16 a a 23 ab ab 14 ab 15 a a 24 a b 12 a 14 ab a 24 a a 13 b 13 b b 18 b Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05)

20 38 kecenderungan meningkatkan panjang tunas utama, sebaliknya dengan 6 hari pengasapan, panjang tunas utama yang diperoleh lebih pendek, masing-masing 17 dan 18 mm pada 9 dan 10 MSP. Peningkatan panjang tunas utama cenderung berfluktuasi pada setiap minggu pengamatan, karena pada masing - masing umbi mengalami pergantian tunas utama, ujung tunas akan mengering dan tunas utama yang baru akan muncul dan tumbuh sejalan dengan meningkatnya waktu pengamatan. Tanpa pengasapan pertumbuhan tunas utama cenderung lebih cepat dibandingkan dengan umbi yang diasap (Tabel 10). Panjang tunas utama yang diperoleh dari umbi dengan lama pengasapan 0, 2, 4 dan 6 hari berturut-turut 23, 24, 24 dan 18 cm pada 10 MSP. Diduga lama pengasapan 6 hari terlalu lama sehingga meningkatkan suhu yang berakibat menghambat pemanjangan tunas utama. Perlakuan pengasapan meningkatkan suhu dan kelembaban udara, yang berakibat menghambat pemanjangan tunas utama, karena dengan suhu yang tinggi ternyata lebih memacu terhadap peningkatan panjang tunas samping dan persentase umbi bertunas samping. Secara umum menunjukkan bahwa perlakuan lama pengasapan memberikan respon yang tidak berbeda nyata terhadap pertunasan umbi sedap malam. Semakin lama dilakukan pengasapan nampaknya semakin meningkatkan persentase umbi bertunas samping, selain itu keserempakan bertunas 50% diperoleh lebih cepat, jika dibanding dengan lama pengasapan 4 dan 2 hari maupun kontrol. Perlakuan lama pengasapan 6 hari menunjukkan kecenderungan meningkatkan panjang tunas samping maupun keserempakan umbi bertunas.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomi tinggi, serta mempunyai prospek pasar yang baik.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor interaksi antara konsentrasi kolkhisin 0%, 0,05%, 0,10%, 0,15% dan lama perendaman kolkhisin 0 jam, 24 jam,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata pada jumlah akar primer bibit tanaman nanas, tetapi tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Hikmah Farm Produksi Kentang Bibit

PEMBAHASAN Hikmah Farm Produksi Kentang Bibit 45 PEMBAHASAN Hikmah Farm Hikmah Farm merupakan perusahaan yang dikelola oleh keluarga dimana jabatan-jabatan penting di perusahaan dipegang oleh anggota keluarga. Anggota keluarga tersebut memegang jabatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Endah Wahyurini, SP MSi Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm. PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dengan cara manual. Setelah dibersihkan, lahan diukur dengan ukuran panjang x lebar : 12 m x 4 m. Persiapan Bibit

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe 23 hasil rimpang ini selain karena keterbatasan suplai air dari media, juga karena tanaman mulai memasuki akhir fase pertumbuhan vegetatif. Ketersediaan air dalam media mempengaruhi perkembangan luas daun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1. Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum)

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum) Agrium, Oktober 2012 Volume 17 No 3 EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum) Saijo Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Lebih terperinci

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

3. METODE DAN PELAKSANAAN

3. METODE DAN PELAKSANAAN 3. METODE DAN PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UKSW Salaran, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Persiapan hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Fosfor Terhadap Pertumbuhan Pseudbulb. tanaman anggrek Dendrobium antennatum selama 10 minggu setelah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Fosfor Terhadap Pertumbuhan Pseudbulb. tanaman anggrek Dendrobium antennatum selama 10 minggu setelah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Fosfor Terhadap Pertumbuhan Pseudbulb Berdasarkan hasil penelitian pengaruh variasi konsentrasi fosfor (P) dalam medium kultur in vitro terhadap, pertumbuhan pseudobulb

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu ruangan selama pelaksanaan penelitian ini berkisar 18-20 0 C. Kondisi suhu ini baik untuk vase life bunga potong, karena kisaran suhu tersebut dapat memperlambat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA Roganda Panagaman Opusunggu 1), Nerty Soverda 2), dan Elly Indra Swari 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi 1) Alumni Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI

INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI INDUKSI PERTUNASAN PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH EMI SUGIARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 01 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV, 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV, Gedung Meneng Bandar Lampung dari bulan Desember 2011 sampai bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga mendatangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman di Dalam Polyethylene Glycol (PEG) 6000

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman di Dalam Polyethylene Glycol (PEG) 6000 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman di Dalam Polyethylene Glycol (PEG) 6 Terhadap Viabilitas Benih Tembakau (Nicotiana tabacum) Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67% III. Metode Penelitian A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2013 bertempat di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik dan cukup popular. Bunga gladiol memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan menduduki

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa)

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa) UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa) Libria Widiastuti dan Muhammad Hanif Khairudin Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Saat Muncul Tunas (hari) Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh nyata (Lampiran 5). Data hasil uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol (Gladiolus hybridus L.) merupakan salah satu bunga potong yang sudah

I. PENDAHULUAN. Gladiol (Gladiolus hybridus L.) merupakan salah satu bunga potong yang sudah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol (Gladiolus hybridus L.) merupakan salah satu bunga potong yang sudah lama dikenal di Indonesia dan banyak disukai oleh masyarakat. Bunga gladiol

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci