VII PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP"

Transkripsi

1 VII PENGARUH PENYALURAN DANA 7.1. Pengaruh Pembiayaan terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi Pembiayaan yang disalurkan oleh LKMA-S bertujuan untuk membantu petani anggota Gapoktan dalam memenuhi kebutuhan modal usahatani yang dilakukan seperti, benih, pupuk, tenaga kerja, dan obat-obatan. Pada kenyataannya, dana yang diperoleh oleh petani tidak hanya ditujukan untuk menambah modal usahatani saja. Terdapat beberapa petani yang menggunakan dana untuk menambah modal usaha sampingan, seperti budidaya ikan, mengusahakan tanaman lain, dan usaha dagang serta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Pemanfaatan dana oleh petani penerima pada musim tanam kemarau 2009 ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22. Pemanfaatan Dana oleh Petani Responden Penerima di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 Pemanfaatan Dana Jumlah (Orang) Persentase (%) Menambah modal usahatani 17 61,54 Menambah modal usahatani dan usaha 5 19,23 sampingan Menambah modal usahatani dan konsumsi 5 19,23 Total Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan 61,54 persen responden memanfaatkan dana untuk menambah modal usahataninya, 19,23 persen responden memanfaatkan dana untuk menambah modal usahatani dan usaha sampingannya, serta sisanya sebesar 19,23 persen dari jumlah responden memanfaatkan dana untuk menambah modal usahataninya dan konsumsi. Pembiayaan dana bagi petani memberikan kemudahan untuk membeli sarana produksi, dan umumnya tidak mengubah proporsi penggunaan sarana produksi. Modal usahatani yang dimaksud adalah benih, pupuk, biaya tenaga kerja, dan obat-obatan. Kegiatan usaha LKMA-S dalam penyediaan modal dapat mempengaruhi kemampuan petani dalam pembelian faktor produksi usahatani (lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen) baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga akan berpengaruh terhadap fungsi produksi petani. Dalam melihat faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi padi, maka dari itu dilakukan analisis 91

2 fungsi produksi pada kedua kelompok responden yaitu petani reponden penerima dan petani responden non penerima dimana usahatani yang dijalankan adalah sama dengan lokasi yang relatif sama. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pihak LKMA-S mengenai pembiayaan dalam bentuk apa yang akan lebih berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi pada usahatani padi Desa Sukaresmi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sebagai salah satu tujuan yang diharapkan dapat terwujud Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh terhadap penggunaan faktor produksi yang digunakan. Hasil analisis fungsi produksi sering dipakai untuk melihat dan mengevaluasi pengaruh bantuan pemerintah dalam menaikan produksi pertanian (Soekartawi et al, 1984). Pada penelitian ini model fungsi yang digunakan adalah model fungsi produktivitas yang merupakan fungsi regresi linear berganda. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah benih per lahan, tenaga kerja per lahan, pupuk N per lahan, pupuk P per lahan, pupuk K per lahan, obat-obatan dalam bentuk cair per lahan, dan obat-obatan dalam bentuk padat per lahan. Ketepatan model diuji dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji t-hitung, uji F-hitung, dan koefisien determinasi. Model fungsi produktivitas padi petani responden merupakan model yang diduga dapat menggambarkan hubungan antara hasil produksi per lahan dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap fungsi produktivitas padi petani responden diperoleh persamaan: Y/L = ,9 benih/l + 10,1 TK/L + 5,78 N/L - 0,7 P/L + 26,7 K/L Cair/L - 2,2 Padat/L Kepesertaan Fungsi produktivitas padi petani responden yang dihasilkan setelah memenuhi asumsi normalitas. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian Anderson darling (Lampiran 2) yaitu P-value menunjukkan angka 0,374 lebih besar dari alpha lima persen artinya data sisaan menyebar normal. Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi masalah ini dapat 92

3 dilihat melalui gambar plot residual (Lampiran 3). Grafik plot tersebut dapat menunjukkan bahwa data juga tidak menggambarkan pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat dilihat pada Lampiran 3, dimana hasil uji Bartlett didapatkan P-value yang lebih besar dari α sebesar lima persen yaitu sebesar 0,520. Berdasarkan hasil pengujian tersebut asumsi heteroskedastisitas sudah terpenuhi. Asumsi multikolinieritas juga terpenuhi, hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF (Variance Inflation Faktor) yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibangun tidak lebih dari 10. Uji kebebasan sisaan menggunakan runs-test dan hasilnya menunjukkan bahwa sisaan dari data adalah saling bebas atau tidak terdapat autokolerasi. Hasil pendugaan model fungsi produktivitas padi petani responden di Gapoktan Subur Rejeki ditunjukkan pada Tabel 23. Hasil regresi dari fungsi produktivitas menunjukkan variabel factor produksi per lahan yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi petani responden adalah tenaga kerja per satuan lahan dan pupuk K per lahan. Adapun kepesertaan petani sebagai peserta tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas padi. Tabel 23. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produktivitas Padi Petani Responden di Gapoktan Subur Rejeki pada Musim Tanam Kemarau 2009 Prediktor Koef T P VIF Elastisitas Konstanta 3360,800 3,680 0,001 Benih/L (kg) -14,870-1,140 0,262 1,780-0,128 Tenaga Kerja/L (HKP) 10,052 1,930 0,060 1,855 0,288 Pupuk N/L (kg) 5,781 1,040 0,304 1,574 0,107 Pupuk P/L (kg) -0,740-0,050 0,957 1,425-0,004 Pupuk K/L (kg) 26,650 2,010 0,050 1,417 0,133 Obat Cair/L (liter) 369,000 1,370 0,177 1,047 0,026 Obat Padat/L (kg) -2,210-0,050 0,958 1,615-0,001 Dummy Kepesertaan 511,200 0,950 0,345 1,100 R-Sq =24,1% R-Sq(adj) = 11,2% F-hitung = 1,87 P-value = 0,088 Runs test = 0,992 93

4 Tabel 23 merangkum hasil regresi model fungsi produktivitas padi petani responden. Hasil regresi yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien determinasi (R-Sq) adalah sebesar 24,1 persen dan nilai koefisien determinan terkoreksi (R-Sq (adj)) adalah sebesar 11,2 persen. Nilai R-Sq ini menunjukkan bahwa variabelvariabel faktor produksi dapat menjelaskan sekitar 24,1 persen dari variasi nilai produksi (Y) pada petani responden penerima dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil dari uji F diketahui bahwa nilai F hitung pada fungsi produktivitas petani responden menunjukkan nilai 1,87 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai F-tabel untuk α= 0,1 yaitu 1,43. Nilai tersebut menunjukkan bahwa model fungsi produktivitas petani responden nyata pada selang kepercayaan 90 persen. Penggunaan alpha sepuluh persen ditujukan untuk merangkum kemungkinan bias yang terjadi di lapangan. Interpretasi dari model hasil pendugaan fungsi produktivitas petani responden adalah sebagai berikut: 1) Variabel Boneka (Variabel Dummy) Kepesertaan Penyaluran dana kepada petani diharapkan dapat membantu petani dalam pemenuhan kebutuhan modal produksi yang diharapkan dapat mendukung terhadap peningkatan pendapatan melalui usaha yang dijalankan dimana dalam hal ini adalah usahatani yang dijalankan oleh petani penerima. Kepesertaan dari petani anggota Gapoktan sebagai penerima dijadikan variabel boneka (variabel dummy). Hal ini diduga bahwa petani anggota Gapoktan yang menerima memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan faktor produksi dibandingkan dengan petani yang tidak menerima sehingga diharapkan hasil produksi petani penerima juga lebih baik dibandingkan dengan petani non penerima. Dari hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk variabel dummy sebesar 0,345 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dummy kepesertaan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi petani responden. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel dummy kepesertaan bernilai positif. Nilai koefisien dari variabel dummy sebesar 511. Hal ini menunjukkan apabila petani dalam kepesertaan sebagai penerima, maka produktivitas padi penerima per hektar lebih banyak

5 kg dibandingkan dengan petani non penerima, ceteris paribus. Berdasarkan rata-rata produktivitas padi, petani penerima memiliki kecenderungan produktivitas padi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata produkivitas padi petani non penerima, akan tetapi perbedaannya tidak signifikan (Tabel 24). Tabel 24. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Padi Petani Penerima dan Petani Non Penerima di Desa Sukaresmi Musim Tanam Kemarau 2009 Uraian Produktivitas Padi (kg) Penerima 6.159,19 Non Penerima 5.523,41 Pada dasarnya keragaan usahatani yang dijalankan oleh petani responden penerima maupun petani responden non penerima adalah sama. Dengan kondisi lahan yang relatif sama, teknik budidaya yang relatif sama, dan penggunaan faktor produksi yang sama menyebabkan adanya perbedaan kepesertaan sebagai penerima dan non penerima tidak mempengaruhi terhadap produktivitas padi. Hal ini ditunjukkan dengan ratarata penggunaan dari setiap faktor produksi per lahan yang digunakan oleh petani responden penerima dan petani responden non penerima (Tabel 25). Tabel 25. Jumlah Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi per Lahan Petani Responden Musim Kemarau 2009 Faktor Produksi Penerima Non Penerima Benih/L (kg) 57,222 50,356 TK/L (HKP) 193, ,831 N/L (kg) 118, ,184 P/L (kg) 36,561 36,987 K/L (kg) 29,134 32,308 Obat Cair/L (liter) 0,283 0,562 Obat Padat/L (kg) 3,935 2,054 Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani responden penerima menyatakan bahwa setelah menerima, jumlah faktor produksi 95

6 yang digunakan adalah relatif sama dengan yang digunakan sebelum menerima. Para petani responden penerima lebih memegang terhadap keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki selama menjalankan usahatani padi. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa kepesertaan dalam tidak menyebabkan jumlah faktor produksi yang digunakan petani penerima berbeda dengan petani non penerima. 2) Benih Benih dalam usahatani termasuk ke dalam salah satu unsur pokok usahatani yaitu modal. Benih sebagai modal usahatani digolongkan sebagai bahanbahan pertanian (Hernanto, 1989). Oleh karena itu benih dijadikan sebagai salah satu variabel dependent dari fungsi produktivitas padi petani responden. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk benih per hektar sebesar 0,262 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa penggunaan benih per hektar tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien benih per lahan bernilai negatif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah benih per hektar yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Elastisitas jumlah benih per hektar terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,128. Artinya jika jumlah benih per hektar yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan menurun sebesar 0,128 persen, ceteris paribus. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa penggunaan benih per hektar pada usahatani padi petani responden telah melewati titik dimana kenaikan faktor produksi yang digunakan juga akan meningkatkan hasil produksi. Rata-rata penggunaan benih petani responden penerima dan petani responden non penerima adalah 47,76 kg per hektar dan 44,36 kg per hektar, sedangkan anjuran yang diberikan penyuluh pertanian adalah 25 kg per hektar. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan benih per hektar ditunjukkan pada Tabel 26. Tabel 26 menunjukkan sebaran petani responden berada pada rentang yang jauh lebih besar dari jumlah penggunaan benih per hektar yaitu 25 kilogram. 96

7 Hal ini menyebabkan variabel benih per hektar menjadi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Hal ini dikarenakan jumlah rumpun bibit padi yang digunakan per satu titik tanam terlalu banyak, menyebabkan daya serap dari bibit yang telah ditanam tidak optimal atau yang disebut kompetisi interspesies. Hal ini dapat menyebabkan produksi padi menjadi menurun. Pada dasarnya penyuluhan mengenai teknik budidaya usahatani padi tepat guna telah diselenggarakan di Desa Sukaresmi. Akan tetapi, banyak dari petani responden yang tidak mengikuti penyuluhan tersebut. Adapun sebagian besar dari petani responden yang mengikuti penyuluhan tidak menerapkan hasil dari penyuluhan. Petani di Desa Sukaresmi masih banyak yang beranggapan bahwa apabila penggunaan bibit per rumpunnya sedikit dikhawatirkan akan habis dimakan keong. Benih yang digunakan oleh petani sebaiknya menggunakan benih dari toko yang memiliki kualitas lebih baik dengan jumlah penggunaan yang dianjurkan. Tabel 26. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Benih per lahan Musim Kemarau 2009 No. Benih/L (kg) Penerima Proporsi (%) Non Penerima Proporsi (%) , , , , ,33 4 > , ,33 Jumlah Total ) Tenaga Kerja Dalam fungsi produktivitas yang dihasilkan tidak dilakukan pemisahan mengenai asal tenaga kerja yang digunakan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebagai penyusun fungsi produktivitas padi petani responden penerima merupakan jumlah gabungan antara tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang digunakan per satuan lahan. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk tenaga kerja per lahan sebesar 0,060 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value < α, hal ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja signifikan mempengaruhi produktivitas padi. 97

8 Koefisien tenaga kerja bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah tenaga kerja per lahan terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,288. Artinya jika jumlah tenaga kerja per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas padi sebesar 0,288 persen, ceteris paribus. Penambahan tenaga kerja terutama diperlukan untuk aktivitas pemeliharaan seperti penyiangan, pengendalian hama tanaman (tikus) dengan pembersihan pematang. Penyiangan jarang dilakukan petani responden dikarenakan tidak ada rumput pengganggu di lahan. Akan tetapi, penyiangan ini penting dilakukan untuk menggemburkan tanah di sekitar tanaman sehingga ruang gerak dari akar tanaman untuk penyerapan unsur hara lebih baik. Selain itu, pembersihan pematang setelah pemupukan yang kedua penting dilakukan agar tidak ada ruang untuk hama tikus bersembunyi. 4) Pupuk N Pupuk N memiliki peranan yang penting dalam usahatani padi yaitu untuk awal pertumbuhan vegetatif. Hasil dari pertumbuhan vegetatif selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan generatif. Oleh karena itu, pupuk N dijadikan sebagai salah satu variabel dependent dari fungsi produktivitas padi petani responden. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk pupuk N per lahan sebesar 0,304 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk N per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Hal ini menjadi tidak sama dengan dugaan awal mengenai pupuk N yang diduga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Nilai koefisien pupuk N bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah pupuk N yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah pupuk N per hektar terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,107. Artinya jika jumlah pupuk N per hektar yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0,107 98

9 persen, ceteris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk N oleh petani responden penerima dan petani responden non penerima secara berturutturut adalah 98,28 kg per hektar dan 111,89 kg per hektar, sedangkan anjuran penggunaan pupuk N adalah 46 kg per hektar. Adapun sebaran petani responden berdasarkan jumlah pupuk N yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk N per Lahan Musim Kemarau 2009 No. Pupuk N/L (kg) Penerima Proporsi (%) Non Penerima Proporsi (%) 1 < ,85 1 3,33 2 > , ,67 Jumlah Total Tabel 27 menunjukkan bahwa jumlah penggunaan pupuk N per lahan tidak mempengaruhi produktivitas padi, karena jumlah penggunaan pupuk N per lahan yang paling mendominasi baik petani penerima maupun non penerima adalah di atas 46 kilogram per satuan lahan. Jumlah petani responden penerima petani responden non penerima yang menggunakan jumlah pupuk N per lahan di atas 46 kilogram secara berturutturut adalah sebanyak 25 orang atau 96,15 persen dari jumlah keseluruhan petani responden penerima dan 29 orang atau 96,67 persen dari jumlah keseluruhan petani responden non penerima. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani responden menggunakan pupuk N terlalu banyak. Jumlah penggunaan benih yang terlalu banyak disebabkan masih banyak petani yang menggunakan benih lokal (benih ngepruk) dimana kualitasnya tidak terlalu baik sehingga tidak terlalu mendukung terhadap peningkatan produktivitas padi. Hal ini menyebabkan jumlah pupuk N per lahan menjadi tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan produktivitas padi. 5) Pupuk P Pupuk P berperan penting pada tumbuhan yaitu untuk metabolisme di dalam fisiologis tumbuhan, apabila metabolismenya bagus maka energi yang 99

10 dihasilkan juga bagus yang nantinya akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan nilai P-value untuk pupuk P sebesar 0,957 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk P per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Hal ini menjadi tidak sesuai dengan dugaan awal yaitu pupuk P berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Koefisien pupuk P per lahan bernilai negatif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah pupuk P per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Elastisitas jumlah pupuk P per lahan terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,004. Artinya jika jumlah pupuk P per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas akan menurun sebesar 0,004 persen, ceteris paribus. Jumlah rata-rata pupuk P oleh petani penerima dan petani non penerima secara berturut-turut adalah 33,26 kg per hektar dan 36,05 kg per hektar. Jumlah rata-rata dari penggunaan pupuk P oleh petani responden mendekati jumlah anjuran penggunaan P untuk tanaman padi yaitu 36 kg per hektar. Oleh karena itu, perlu dilihat mengenai sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan pupuk P per lahan (Tabel 28). Tabel 28. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk P per Lahan Musim Kemarau 2009 No. Pupuk P/L (kg) Penerima Proporsi (%) Non Penerima Proporsi (%) 1 < , ,67 2 > , ,33 Jumlah Total Tabel 28 menunjukkan sebaran petani yang menggunakan jumlah pupuk di bawah dan di atas 36 kilogram relatif sama. Hal ini yang menyebabkan jumlah pupuk P per lahan yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. 100

11 6) Pupuk K Unsur K dalam tanaman padi berperan penting dalam pertumbuhan generatif yaitu pada pembungaan, apabila pembungaan pada padi bagus maka perbulirannya akan bagus. Hal ini yang menjadi alasan bahwa unsur K berpengaruh terhadap produksi padi yang dihasilkan. Kebutuhan unsur K pada tanaman dapat diperoleh dari penggunaan pupuk anorganik yang mengandung unsur K yaitu KCl, phonska. Hal ini sejalan dengan hasil regresi yang menunjukkan nilai P-value untuk pupuk K per lahan sebesar 0,05 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1) maka P-value < α, hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk K per lahan signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien pupuk K per lahan bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah pupuk K per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah pupuk K per lahan terhadap hasil produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,133. Artinya jika jumlah pupuk K per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0,133 persen, ceteris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk K oleh petani responden penerima dan petani responden non penerima secara berturut-turut adalah adalah 30,30 kg per hektar dan 31,72 kg per hektar, sedangkan anjuran penggunaan pupuk K adalah 60 kg per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk K oleh petani responden belum memenuhi kebutuhan pupuk K pada tanaman padi. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan pupuk K selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Pupuk K per Lahan Musim Kemarau 2009 No. Pupuk K (kg) Penerima Proporsi (%) Non Penerima Proporsi (%) 1 < , ,33 2 > ,54 2 6,67 Jumlah Total

12 Tabel 29 menunjukkan jumlah responden baik penerima maupun non penerima didominasi dengan petani responden yang penggunaan pupuk K di bawah anjuran penggunaan. Hal ini menyebabkan dengan penambahan pupuk K per lahan yang digunakan dapat mempengaruhi dalam peningkatan produktivitas padi petani responden. Selama ini, dalam memenuhi kebutuhan unsur K untuk tanaman padi, petani menggunakan pupuk majemuk yaitu phonska dimana kandungan dari unsur K pada pupuk phonska adalah 15 persen. Petani sebaiknya menggunakan pupuk yang mengandung unsur K dalam jumlah tinggi yaitu KCl. Dengan peningkatan penggunaan pupuk K (di bawah batas penggunaan maksimum), maka pembungaan dan perbuliran padi akan lebih baik sehingga produksi yang dihasilkan akan meningkat. 7) Obat Cair Obat cair digunakan dalam usahatani ditujukan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dapat mengganggu pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Oleh karena itu, dengan penggunaan obat cair diharapkan dapat menjaga produksi tanaman padi. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai P-value untuk obat cair per lahan sebesar 0,177 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1) maka P-value > α, hal ini menunjukkan bahwa variabel obat cair per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien obat cair per lahan bernilai positif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah obat cair yang digunakan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas padi. Elastisitas jumlah obat cair per hektar terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,026. Artinya jika jumlah obat cair yang digunakan per hektar bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0,026 persen, ceteris paribus. Perbedaan jumlah obat cair per lahan yang digunakan oleh petani responden baik petani responden penerima maupun non penerima menunjukkan produktivitas yang relatif tidak jauh berbeda. Adapun sebaran petani responden berdasarkan jumlah obat cair yang digunakan oleh petani responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

13 Tabel 30. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat Cair per Lahan Musim Kemarau 2009 No. Obat Cair/L (liter) Penerima Proporsi (%) Non Penerima Proporsi (%) , ,67 2 0, , ,00 3 > , ,33 Jumlah Total Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah penggunaan obat cair per lahan tidak mempengaruhi produktivitas padi, karena jumlah penggunaan obat cair yang paling mendominasi baik petani penerima maupun non penerima adalah nol liter atau petani yang tidak menggunakan obat cair. Jumlah petani responden penerima yang tidak menggunakan obat cair sebanyak 18 orang atau sebesar 69,23 persen dari jumlah keseluruhan petani responden penerima sedangkan jumlah petani responden non penerima yang tidak menggunakan obat cair sebanyak 20 orang atau 66,67 persen dari jumlah keseluruhan petani responden non penerima. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan jumlah penggunaan obat cair tidak memiliki pengaruh nyata dalam peningkatan produktivitas padi. Penggunaan obat dalam usahatani padi tidak dijalankan oleh semua petani. Penggunaan obat oleh sebagian besar petani di Desa Sukaresmi dilakukan kondisional yaitu apabila ada serangan hama yang tidak dapat ditangani melalui penanganan oleh manusia misalnya penyiangan, maka penyemprotan dengan penggunaan obat cair dijadikan sebagai solusi. Banyaknya petani yang tidak menggunakan dikarenakan adanya keterbatasan modal. Banyak petani yang menuturkan bahwa dengan melakukan penyemprotan atau tidak, hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh berbeda. 8) Obat Padat Penggunaan obat padat berbeda halnya dengan penggunaan obat cair. Obat cair biasanya digunakan pada pertengahan musim, sedangkan penggunaan obat padat biasanya digunakan bersamaan dengan pemupukan yang pertama kali. Obat padat yaitu furadan memiliki peranan sebagai insektisida. 103

14 Berdasarkan hasil regresi menunjukkan nilai P-value untuk obat padat sebesar 0,958 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1) maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa variabel obat padat per lahan tidak signifikan mempengaruhi produktivitas padi. Koefisien obat padat per lahan bernilai negatif menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah obat padat per lahan yang digunakan akan berpengaruh pada penurunan produktivitas padi. Elastisitas jumlah obat padat per lahan terhadap produktivitas padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,001. Artinya jika jumlah obat padat per lahan yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka produktivitas padi akan menurun sebesar 0,001 persen, ceteris paribus. Obat padat per lahan menjadi tidak signifikan terhadap produktivitas padi dikarenakan jumlah penggunaan obat padat per lahan yang mendominasi adalah nol kilogram atau tidak menggunakan obat padat. Hal ini yang menyebabkan jumlah penggunaan obat padat per lahan menjadi tidak signifikan terhadap produktivitas padi petani responden. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penggunaan obat padat per lahan dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat Padat per Lahan Musim Kemarau 2009 No. Obat Padat (kg) Penerima Proporsi (%) Non Penerima Proporsi (%) , ,67 2 < 0, , ,33 Jumlah Total Koefisien dari obat padat bernilai negatif menunjukkan bahwa penambahan jumlah obat padat per lahan menyebabkan produktivitas padi menurun. Hal ini dikarenakan penggunaan obat padat seharusnya tidak terlalu banyak dan ketika penggunaan obat padat dalam jumlah banyak akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penggunaan obat padat dalam jumlah sesuai kebutuhan tanaman 104

15 Dari hasil regresi menunjukkan banyak faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena penggunaan faktor produksi yang digunakan kurang tepat baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas. Contohnya, jumlah penggunaan benih, pupuk N, pupuk K, obat padat yang telah melebihi anjuran dari penyuluhan yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Selain itu, berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa penambahan dalam penggunaan factor produksi tidak memiliki pengaruh nyata terhadap produktivitas. Hal ini menunjukkan penyaluran dana pada Gapoktan Subur Rejeki sebagai upaya peningkatan produktivitas dari usahatani yang dijalankan tidak dapat secara langsung mempengaruhi peningkatan pendapatan petani. Penyaluran dana dapat dialokasikan untuk pengembangan usaha lainnya yang dijalankan oleh petani. Hal ini didasarkan kepada salah satu indikator keberhasilan yaitu peningkatan pendapatan, sehingga pengembangan pada usaha lainnya memungkinkan untuk dijalankan. Peranan Gapoktan diperlukan untuk mengarahkan petani agar usaha yang dijalankan oleh petani masih dalam ruang lingkup agribisnis. Gapoktan Subur Rejeki perlu lebih giat lagi untuk meningkatkan parisipasi aktif dari petani yang pada awalnya perlu dilakukan penguatan dalam Gapoktan Subur Rejeki sendiri. Hal ini dikarenakan memiliki titik fokus selain dari bantuan pembiayaan terhadap petani juga memiliki fokus terhadap pengembangan agribisnis di perdesaan salah satunya dengan meningkatkan peranan kelembagaan Gapoktan sebagai lembaga ekonomi pertanian yang dimiliki dan dikelola oleh petani anggota Pengaruh Pembiayaan terhadap Pendapatan Usahatani Padi Peningkatan pendapatan sebagai salah satu indikator keberhasilan dari terselenggaranya mendasari dilakukannya analisis pendapatan usahatani petani responden penerima dan petani responden non penerima. Terdapat perbedaan yang mendasar dari komponen yang terdapat dalam kedua analisis pendapatan petani responden penerima dan petani responden non penerima yaitu adanya marjin keuntungan yang harus dibayarkan oleh petani responden penerima kepada pihak LKMA-S. Oleh karena itu, akan 105

16 dilihat dari hasil analisis pendapatan yang ada, usahatani pihak mana yang lebih layak untuk dijalankan. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani padi baik responden penerima maupun non penerima. Analisis ini juga memperhitungkan analisis nilai yang bersifat tunai dan diperhitungkan yang membandingkan antara petani responden penerima dan petani responden non penerima Analisis Penggunaan Sarana Produksi Analisis penggunaan sarana produksi merupakan analisis input-input produksi yang digunakan petani seperti benih, pupuk, dan tenaga kerja. Analisis ini dilakukan pada usahatani padi petani responden penerima dan petani responden non penerima pada musim kemarau Tabel 25 menunjukkan bahwa jumlah benih yang digunakan usahatani padi petani responden penerima menggunakan lebih banyak daripada benih yang digunakan usahatani padi responden non penerima. Hal ini dikarenakan banyak dari petani responden penerima yang menggunakan benih yang diperoleh dari hasil panen sebelumnya, istilah daerah setempat dikenal dengan benih hasil ngepruk. Selain itu benih yang dibeli petani responden penerima banyak yang dibeli dari benih hasil ngepruk. Kualitas benih local (ngepruk) yang kurang baik biasanya bibit yang dihasilkan dari penyemaian benih lokal banyak yang tidak tumbuh. digunakan lebih banyak. Oleh karena itu jumlah benih yang Tabel 32. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Benih Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) Uraian Benih (Kg/Ha) Harga Satuan (Rp/kg) Penerima 47, ,98 Non Penerima 43, ,67 Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan benih oleh petani responden penerima sebesar 47,76 kg/hektar, sedangkan rata-rata penggunaan benih oleh petani responden non penerima sebesar 43,23 kg/hektar. Harga rataan dari benih yang digunakan oleh petani penerima 106

17 lebih rendah dikarenakan benih yang dibeli banyak yang berasal dari benih local (ngepruk) dimana harga perolehannya lebih murah yaitu berkisar Rp 2.000,00 sampai dengan Rp 3.000,00 per kilogram dibanding harga benih toko yang berkisar Rp 5.000,00 sampai dengan Rp 7.000,00 per kilogram. Pupuk yang umumnya digunakan oleh petani Desa Sukaresmi adalah urea, TSP, KCl, Za, Phonska, dan NPK Kujang. Perbandingan jumlah pupuk yang digunakan antara petani penerima dengan petani non penerima ditunjukkan pada Tabel 33. Tabel 33. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Pupuk Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) Uraian Penerima Non Penerima Jumlah (kg) Harga/kg Jumlah (kg) Harga/kg (Rp/kg) (Rp/kg) Urea 157, ,72 197, ,71 TSP 41, ,54 46, ,14 KCL 19, ,44 20, ,35 ZA 19, ,62 1, ,00 Phonska 117, ,53 128, ,07 NPK Kujang 13, ,00 3, ,00 Penggunaan jumlah pupuk urea petani non penerima lebih banyak dibandingkan dengan petani penerima. Dalam urea terkandung unsur N yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif yang nantinya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif. Apabila penggunaan pupuk N terlalu banyak akan menyebabkan pertumbuhan padi terfokus pada pertumbuhan vegetatif saja yaitu daun, sedangkan pada saat pertumbuhan generatifnya tidak terlalu baik dimana hasilnya dapat menyebabkan bulir padi kosong. Selain itu, penggunaan pupuk kujang yang memiliki kandungan N yang cukup tinggi menjadikan penyerapan N terlalu banyak. Hal ini mungkin alasan mengapa hasil produksi petani non penerima lebih rendah. Harga rataan untuk pupuk urea, TSP, dan phonska bagi petani non penerima lebih murah dibandingkan dengan petani penerima. Hal ini dikarenakan pupuk dibeli dalam satuan karung (sak) sehingga harga per kilogramnya lebih rendah dibandingkan dengan pembelian secara eceran. Dosis Obat-obatan yang digunakan petani setempat dalam upaya penanganan serangan hama adalah terdiri dari obat cair dan obat padat. Adapun 107

18 merek obat cair yang umum digunakan adalah hopcin, rusban, spontan, coracron, reagon, hamador,dan abuki. Sedangkat obat padat yang digunakan adalah furadan. Pada Jumlah rata-rata penggunaan obat-obatan yang digunakan petani responden ditunjukkan pada Tabel 34. Penggunaan obat baik dalam bentuk cair maupun padat lebih banyak digunakan oleh petani responden penerima. Tabel 34. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Obat-Obatan Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) Uraian Obat Cair Obat Padat Jumlah Harga (Rp) Jumlah Harga (Rp) (liter) (kg) Penerima 0, ,20 3, ,41 Non Penerima 0, ,76 1, ,71 Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan anggota keluarga sendiri seperti suami, istri, dan anak. Sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja upahan yang berasal dari penduduk sekitar. Satuan tenaga kerja yang digunakan adalah hari kerja pria (HKP) dimana 1 HKP sama dengan 5 jam. Upah 1 HKP dihitung berdasarkan penjumlahan upah dalam bentuk tunai dan natura yaitu sebesar Rp Tabel 35. Perbandingan Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi di Desa Sukaresmi pada Musim Tanam Kemarau 2009 (per Hektar) No Penggunaan Tenaga Kerja (HKP) Kegiatan Penerima Non Penerima Usahatani LK DK LK DK 1. Pembibitan 1,24 15,31 0,81 10,37 2. Pengolahan tanah 30,15 24,15 36,02 18,69 3. Penanaman 16,20 1,02 14,58 0,51 4. Pemupukan 0,67 3,77 0,78 1,98 5. Pemeliharaan 5,95 7,76 5,82 6,25 6. Pengendalian HPT 3,82 9,65 3,02 6,56 7. Pemanenan 38,52 0,51 34,77 0,67 Total 93,56 62,16 95,80 45,03 Total LK dan DK 155,72 140,83 Tabel 35 menunjukkan bahwa petani responden non penerima menggunakan jumlah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) lebih banyak 108

19 dibandingkan dengan petani responden penerima. Alasan penggunaan TKLK lebih banyak oleh petani responden non penerima dikarenakan lahan garapan lebih luas sehingga membutuhkan bantuan TKLK lebih banyak, sehingga jumlah rataan tenaga kerja per hektar dari petani non penerima lebih banyak Biaya Usahatani Padi Biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai yakni biaya yang langsung dikeluarkan seperi biaya input, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), dan sewa lahan. Sedangkan biaya diperhitungkan yakni biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan produksi yang harus diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk usahatani padi yang meliputi biaya benih hasil buatan sendiri, opportunity cost lahan, penyusutan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Nilai biaya terbesar pada komponen biaya tunai baik petani responden penerima maupun petani responden non penerima yaitu biaya sewa lahan. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani responden penerima sebesar Rp atau 42,28 persen dari biaya total, sedangkan biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani responden non penerima sebesar Rp atau 41,48 persen dari biaya total. Biaya terbesar kedua yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dikarenakan aktivitas seperti pengolahan tanah, penanaman biasanya menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Adapun bagi petani yang sibuk atau memiliki lahan garapan yang luas, aktivitas seperti persemaian, pemupukan, pemeliharaan, serta pengendalian hama dan panyakit tanaman juga dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Biaya tenaga kerja luar keluarga bagi petani responden penerima dan petani responden non penerima secara berturut-turut sebesar Rp atau 10,61 persen dari biaya total dan Rp atau 13,44 persen dari biaya total. Biaya terbesar selanjutnya adalah biaya panen. Tenaga kerja yang melakukan pemanenan dilakukan oleh banyak orang sehingga biaya penen yang dikeluarkan tidak tergantung dari jumlah orang melainkan dari hasil panen. Biaya panen yang berlaku di Desa Sukaresmi adalah sepuluh persen dari hasil panen. Biaya panen bagi petani responden penerima dan petani responden non penerima 109

20 secara berturut-turut sebesar Rp dan Rp Proporsi terkecil dari biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani adalah pupuk Za. Pupuk Za jarang digunakan oleh petani dikarenakan petani lebih memilih menggunakan pupuk phonska yang merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur N, P, dan K. Biaya sewa traktor rata-rata yang dikeluarkan oleh petani responden per hektar untuk setiap musimnya adalah Rp ,00-Rp ,00. Biaya untuk pembelian benih juga besar bagi petani responden penerima dan petani responden non penerima yaitu sebesar Rp atau 1,3 persen dari biaya total dan Rp atau 1,57 persen dari biaya total. Terdapat perbedaan harga yang signifikan antara benih yang dibeli dari toko dengan benih yang dibeli dari wilayah setempat (benih lokal). Harga dari benih yang dibeli di toko berkisar Rp 4500,00-Rp 6000,00, sedangkan benih local berkisar Rp 2000,00-Rp 3000,00. Akan tetapi penggunaan benih lokal diperlukan dalam jumlah yang banyak karena dari benih yang direndam banyak yang tidak berhasil untuk digunakan di tempat persemaian. Komponen biaya yang dikeluarkan pada saat pemupukan terdiri dari biaya pupuk urea, TSP, KCl, Za, Phonska, dan NPK Kujang. Biaya pemupukan terbesar adalah biaya untuk pupuk urea. Urea yang memiliki kandungan unsur N yang tinggi memiliki peranan yang penting dalam usahatani padi yaitu untuk pertumbuhan vegetatif dari tanaman padi. Pertumbuhan vegetatif akan menentukan pertumbuhan generatif selanjutnya yaitu untuk penguatan batang, pembungaan, dan perbuliran. Biaya pemupukan lainnya secara berturut-turut dari presentase biaya yang besar bagi petani responden penerima adalah Phonska (1,91 %), TSP (0,73 %), KCl (0,28 %), NPK Kujang (0,28 %) dan Za (0,20 %). Sedangkan biaya pemupukan lainnya secara berturut-turut dari presentase biaya yang besar bagi petani responden non penerima adalah Phonska (2,42 %), TSP (0,90 %), KCl (0,37 %), NPK Kujang (0,10 %) dan Za (0,02 %). Komponen biaya tunai lainnya adalah iuran pengairan. Biaya iuran pengairan dibayarkan oleh petani kepada pihak yang mengatur irigasi (ulu-ulu). Iuran pengairan yang dikeluarkan oleh petani untuk tiap musimnya berkisar Rp ,00-Rp ,

21 Biaya untuk obat-obatan cair bagi petani responden penerima dan petani responden non penerima secara berturut-turut sebesar Rp ,22 dan Rp Biaya tunai untuk obat-obatan cair bagi petani responden penerima lebih kecil dibandingkan petani responden penerima dikarenakan anggapan dari banyak petani responden non penerima bahwa penggunaan obat-obatan cair tidak akan terlalu mempengaruhi untuk meningkatkan hasil produksi sedangkan biaya yang dikeluarkan bertambah. Komponen biaya yang membedakan antara biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden penerima dengan petani responden non penerima adalah adanya marjin keuntungan yang harus dibayarkan kepada pihak LKMA-S sebagai timbal balik atas pembiayaan yang diterima oleh petani penerima. Adapun biaya usahatani padi petani responden per hektar untuk musim kemarau 2009 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 36. Besar biaya tunai yang dikeluarkan petani responden penerima per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp ; biaya diperhitungkan per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp sehingga biaya total yang dikeluarkan petani responden penerima per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp Sedangkan besar biaya tunai yang dikeluarkan petani responden non penerima per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp ; biaya diperhitungkan per hektar pada musim kemarau 2009 sebesar Rp sehingga biaya total yang dikeluarkan petani non penerima per hektar pada tahun 2009 sebesar Rp Total biaya usahatani padi per hektar pada musim kemarau 2009 antara petani responden penerima dengan petani responden non penerima adalah berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah input yang digunakan oleh petani responden penerima dan petani responden non penerima. 111

22 Tabel 36. Biaya Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Tanam Kemarau 2009 Biaya Tunai Keterangan Penerima Nilai (Rp) % atas biaya Non Penerima Nilai (Rp) % atas biaya a. Benih ,30 1, ,00 1,57 b. Pupuk Urea ,03 1, ,11 2,52 TSP ,89 0, ,07 0,90 KCl ,28 0, ,82 0,37 ZA ,41 0, ,00 0,02 Phonska ,51 1, ,49 2,42 NPK kujang ,00 0, ,00 0,10 c. Obat cair ,22 0, ,35 0,28 d. Obat Padat ,13 0, ,53 0,21 e. Tenaga Kerja Luar Keluarga ,84 10, ,13 13,44 f. Traktor ,25 3, ,29 2,54 g. Sewa Lahan ,34 42, ,93 41,48 h. Biaya Panen ,66 10, ,89 10,90 i. Pengeluaran umum Iuran Pengairan ,80 0, ,97 0,78 Zakat (Kg) ,03 0, ,85 2,19 j. Marjin Keuntungan ,88 2,86 0,00 Total Biaya Tunai ,55 77, ,43 79,73 Biaya Diperhitungkan a. Benih yang diperoleh sendiri/hibah ,76 0, ,68 0,36 b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga ,15 16, ,03 14,01 c. Opportunity Cost lahan ,32 5, ,05 5,62 d. Penyusutan Alat ,62 0, ,94 0,27 Total Biaya Diperhitungkan ,86 22, ,70 20,27 Jumlah Total Biaya ,41 100, , Penerimaaan Usahatani Padi Penerimaan usahatani padi terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan padinya, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan penerimaan yang diperoleh petanni tidak 112

23 dalam bentuk tunai seperti konsumsi. Gabungan dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan akan menghasilkan penerimaan total. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah padi dengan harga rata-rata yang diterima oleh petani. Jumlah produksi padi rata-rata usahatani petani responden penerima lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah produksi padi rata-rata usahatani petani responden non penerima secara berturut-turut sebesar 6.159,19 kg dan 5.523,41 kg. Tidak terdapat perbedaan harga yang signifikan antara petani responden penerima dengan petani responden non penerima. Hal ini dikarenakan tengkulak yang membeli hasil panen dari keduanya adalah relatif sama. Tabel 37. Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden per Hektar Musim Kemarau 2009 Keterangan Penerimaan Tunai Penerimaan Non Tunai Penerimaan Total Penerima Non Penerima Jumlah (kg) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp) Jumlah (kg) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp) 5.352, , , , , ,10 807, , ,48 873, , , , , , , , ,89 Tabel 37 menunjukkan penerimaan tunai usahatani padi petani responden penerima sebesar Rp , sedangkan penerimaan tunai usahatani petani responden non penerima sebesar Rp Jumlah padi yang dijual oleh petani responden penerima yaitu 86,89 persen dari hasil produksi padi lebih banyak dibandingkan petani responden non penerima yaitu 84,19 persen dari hasil produksi. Adapun penerimaan non tunai petani responden penerima sebesar Rp , sedangkan penerimaan non tunai petani responden non penerima sebesar Rp Dengan demikian, penerimaan total usahatani padi petani responden penerima dan penerimaan total usahatani padi petani responden non penerima secara berturut sebesar Rp dan Rp Pendapatan Usahatani Padi Analisis pendapatan usahatani mengacu kepada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan sehingga 113

24 pendapatan usahatani padi terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. Pendapatan usahatani atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu kegiatan usahatani dikatakan menguntungkan apabila selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Pendapatan usahatani padi petani responden penerima dapat dilihat pada Tabel 38. Hasil analisis pendapatan atas biaya tunai per hektar pada musim kemarau 2009 untuk petani responden penerima dan petani responden non penerima bernilai positif, secara berturut-turut bernilai sebesar Rp dan Rp Adanya tambahan biaya marjin yang harus dibayarkan kepada LKMA-S masih tetap menjadikan usahatani padi bagi petani responden penerima menguntungkan yang ditunjukkan dengan pendapatan atas biaya tunai bernilai positif. Adapun pendapatan atas biaya total per hektar pada musim kemarau 2009 untuk petani responden penerima dan petani responden non penerima bernilai positif, secara berturut-turut bernilai sebesar Rp dan Rp Hasil dari pendapatan atas biaya tunai menunjukkan nilai pendapatan dari petani responden penerima lebih besar dibandingkan dengan petani responden non penerima sedangkan hasil pendapatan atas biaya total dari petani responden penerima lebih kecil dibandingkan dengan petani responden non penerima. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) petani responden penerima lebih banyak, sehingga pada saat penggunaan tenaga kerja diperhitungkan menyebabkan biaya total menjadi besar. Dari analisis pendapatan dapat diduga bahwa pendapatan tunai dari petani responden penerima akan berkurang apabila pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga yang mengerjakan tahapan usahatani yang biasanya menggunakan TKDK. 114

25 Tabel 38. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Penerima per Hektar Musim Kemarau 2009 No. Keterangan Jumlah Satuan A B C Penerimaan Harga (Rp) Nilai Penerimaan Tunai 5.352,02 kg 2.025, ,84 Penerimaan Non-Tunai(konsumsi) 807,17 kg 2.025, ,48 Total Penerimaan 6.159,19 kg 2.025, ,32 Biaya Tunai a. Benih 32,53 kg 4.896, ,30 b. Pupuk Urea 157,77 kg 1.377, ,03 TSP 41,12 kg 2.154, ,89 KCL 19,28 kg 1.767, ,28 ZA 19,13 kg 1.265, ,41 Phonska 117,64 kg 1.986, ,51 NPK kujang 13,60 kg 2.500, ,00 c. Obat cair 0,50 liter , ,22 d. Obat Padat 3,62 kg , ,13 e. Tenaga Kerja Luar Keluarga 40,48 HKP , ,84 f. Traktor , ,25 g. Sewa Lahan 0,88 ha , ,34 66 h. Biaya Panen 608,58 kg 2.025, ,66 i. Iuran Pengairan 1,00 musim , ,80 j. Zakat 23,92 kg 2.025, ,03 k. Marjin Keuntungan , ,88 Total Biaya Tunai ,55 Biaya Diperhitungkan a.benih yang diperoleh sendiri/hibah 15,25 kg 3.186, ,76 b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 62,16 HKP , ,15 c. Opportunity Cost lahan 0,12 ha , ,32 66 d. Penyusutan Alat 1 musim , ,62 Total Biaya Diperhitungkan ,86 D Jumlah Total Biaya ,41 Pendapatan atas Biaya Tunai (A -B) ,77 Pendapatan atas Biaya Total (A-D) ,91 R/C rasio atas Biaya Tunai (A/B) 1,32 R/C rasio atas Biaya Total (A/D) 1,02 Pendapatan usahatani padi petani responden non penerima selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39. Hal yang membedakan dengan 115

26 pendapatan usahatani penerima adalah biaya marjin tidak termasuk ke dalam biaya tunai bagi petani non penerima. Tabel 39. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden Non Penerima per Hektar Musim Kemarau 2009 No Keterangan Jumlah satuan Harga Nilai A Penerimaan B C Penerimaan Tunai 4.650,40 kg 2.034, ,10 Penerimaan Non-Tunai(konsumsi) 873,02 kg 2.034, ,79 Total Penerimaan 5.523,41 kg 2.034, ,89 Biaya Tunai a. Benih 29,44 kg 5.501, ,00 b. Pupuk Urea 197,9 kg 1.310, ,11 TSP 46,03 kg 2.024, ,07 KCL 20,24 kg 1.882, ,82 ZA 1,98 kg 1.300, ,00 Phonska 128,37 kg 1.948, ,49 NPK kujang 3,97 kg 2.500, ,00 c. Obat Cair 0,39 liter , ,35 d. Obat Padat 1,71 kg , ,53 e. Tenaga Kerja Luar Keluarga 43,32 HKP , ,13 f. Traktor , ,29 g. Sewa Lahan 0,88 ha , ,93 h. Biaya Panen 552,34 kg 2.034, ,89 i. Iuran Pengairan 1 musim , ,97 j. Zakat 111,11 kg 2.034, ,85 Total Biaya Tunai ,43 Biaya Diperhitungkan a.benih yang diperoleh sendiri 14,92 kg 2.515, ,68 b. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 45,14 HKP ,03 c. Opportunity Cost lahan 0,12 ha , ,05 d. Penyusutan Alat 1 musim 28348, ,94 Total Biaya Diperhitungkan ,70 D Jumlah Total Biaya ,13 Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) ,46 Pendapatan atas Biaya Total (A-D) ,76 R/C rasio atas Biaya Tunai (A/B) 1,37 R/C rasio atas Biaya Total (A/D) 1,09 116

27 Analisis R/C Rasio Analisis R/C rasio terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari rasio antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. R/C rasio atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan. Hasil perhitungan R/C rasio atas biaya tunai untuk usahatani petani responden penerima dan responden non penerima masing-masing adalah 1,32 dan 1,37. Nilai 1,32 pada petani responden penerima memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 maka petani responden penerima menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,32. Nilai 1,37 pada petani responden non penerima memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 maka petani penyewa lahan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,37. Hasil perhitungan rasio atas biaya total untuk usahatani pada petani responden penerima dan pada petani responden non penerima masing-masing adalah 1,02 dan 1,09. Nilai 1,02 pada petani responden penerima memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 maka petani pada petani responden penerima menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,02. Nilai 1,09 pada petani responden non penerima memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 maka petani responden non penerima menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,09. Berdasarkan R/C rasio atas biaya total, usahatani penerima dan usahatani non penerima dapat dikatakan layak. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani padi yang dijalankan oleh petani responden penerima dan petani responden non penerima pada musim kemarau 2009 mampu memberikan keuntungan bagi petani penerima dan petani non penerima. Penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani usahatani padi petani responden pada musim kemarau 2009 dapat dilihat pada Tabel

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Responden Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, penggunaan luas lahan, dan jumlah tanggungan

Lebih terperinci

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU 7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya ubi kayu tidak terlalu sulit. Ubi kayu tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Delanggu Dukuh Sribit Lor merupakan salah satu dukuh di Desa Sribit Kecamatan Delanggu yang usahataninya cukup luas. Pola tanam yang

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel Strata I dan II pada Usahatani Jeruk di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Strata I II No. Sampel Luas Lahan (ha) Umur Petani (tahun) Pengalaman Bertani

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya di Desa Lebak Muncang sebagian besar penduduknya adalah petani. Sebanyak

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Saung Mirwan. Pemilihan PT Saung Mirwan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Merode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang merumuskan diri pada pemecahan masalah yang ada

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Umur petani merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan usahatani. Umur berpengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya.

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukasari Kaler yang berada di wilayah Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No Pertanyaan Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Total Skor 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 29 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 28 3

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan 37 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan Semadam dan Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Aceh Dimana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH Jones T. Simatupang Dosen Kopertis Wilayah I dpk Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi 1. Deskripsi Umum Wilayah. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara Geografis Wilayah Kecamatan Dungaliyo, merupakan salah satu Wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo, yang

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013 ANALISIS EFISIENSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI DESA SUKOMAKMUR KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Rini Utami Sari, Istiko Agus Wicaksono dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Jurnal Ilmiah AgrIBA No2 Edisi September Tahun 2014 ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Oleh : Siska Alfiati Dosen PNSD dpk STIPER Sriwigama Palembang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN

STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN Singgih Kusuma Wardani / 20110220024 Francy Risvansuna

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR No. Responden : Nama Responden : Alamat : Desa/Kelurahan : Kecamatan : Kabupaten : Bogor Provinsi : Jawa Barat Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah menganalisis aspek

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Teori yang digunakan untuk mengurai perumusan masalah pendapatan petani jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai berikut

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September 2013 EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI JAGUNG (Zea mays L.) DI LAHAN PASIR DESA KERTOJAYAN KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO Diah Setyorini, Uswatun Hasanah dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci