ANALISA ALIRAN TAK TUNAK KONVEKSI PAKSA FLUIDA KENTAL MAGNETOHIDRODINAMIK (MHD) MELEWATISILINDER ELIPTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA ALIRAN TAK TUNAK KONVEKSI PAKSA FLUIDA KENTAL MAGNETOHIDRODINAMIK (MHD) MELEWATISILINDER ELIPTIK"

Transkripsi

1 TESIS - SM ANALISA ALIRAN TAK TUNAK KONVEKSI PAKSA FLUIDA KENTAL MAGNETOHIDRODINAMIK (MHD MELEWATISILINDER ELIPTIK DWI ARIYANI KHALIMAH NRP DosenPembimbing: Prof. Dr. BasukiWidodo, M.Sc Dr. ChairulImron, M.I.Komp PROGRAM MAGISTER JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 016 i

2 ii

3 THESIS - SM ANALYSIS OF UNSTEADY MAGNETOHYDRODYNAMICS (MHD FORCED CONVECTIVE VISCOUS FLUIDFLOW PAST AN ELLIPTIC CYLINDER DWI ARIYANI KHALIMAH NRP Supervisor: Prof. Dr. BasukiWidodo, M.Sc Dr. ChairulImron, M.I.Komp MASTER S DEGREE MATHEMATICS DEPARTMENT FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 016 iii

4 iv

5

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR SIMBOL i v vii ix xi xiii xvii xix xxi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kontribusi Hasil Penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 5.1 Penelitian Terdahulu Fluida Viskositas Fluida Newtonian Fluida Non-Newtonian Tipe Aliran Fluida Berdasarkan Kriteria Waktu Perpindahan Panas Konveksi Konveksi Bebas (Free Convection Flow Konveksi Paksa (Forced Convection Flow Konveksi Aliran Campuran (Mixed Convection Flow Aliran Lapisan Batas (Boundary Layer xiii

7 .5.1 Aliran Laminer Aliran Transisi Aliran Turbulen Magnetohidrodinamik (MHD Metode Beda Hingga (Finite Difference Method Skema Keller-Box BAB III METODA PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap Analisa Awal Tahapan Implementasi Tahap Analisis Akhir Tempat Penelitian BAB IV MODEL MATEMATIKA Persamaan Pembangun Model Matematika Persamaan Kontinuitas Persamaan Momentum Persamaan Energi Penurunan Persamaan Pembangun Model Persamaan Momentum Transformasi Variabel Takberdimensi Pendekatan Lapisan Batas Fungsi Arus atau Fungsi Alir (Stream Function Persamaan Similaritas BAB V PENYELESAIAN MODEL MATEMATIKA Penyelesaian Numerik Model Diskritisasi Model Linierisasi Model Teknik Eliminasi Blok Hasil Simulasi Numerik Pengaruh Parameter Magnetik Pengaruh Bilangan Prandtl Pengaruh Variasi Parameter Konveksi Pengaruh Variasi Sumbu Vertikal dan Horisontal Silinder Elliptik xiv

8 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 63 LAMPIRAN 65 BIODATA PENULIS 99 xv

9 xvi

10 DAFTAR TABEL Tabel 6.1 Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Magnetik Tabel 6. Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Magnetik Tabel 6.3 Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Parameter Magnetik Tabel 6.4 Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Bilangan Prandtl Tabel 6.5 Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Bilangan Prandtl Tabel 6.6 Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Bilangan Prandtl Tabel 6.7 Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Konveksi (α Tabel 6.8 Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Konveksi (α Tabel 6.9 Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Parameter Konveksi (α Tabel 6.10 Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Horizontal (b Tabel 6.11 Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Horizontal (b Tabel 6.1 Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Sumbu Horizontal (b Tabel 6.13 Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Vertikal (a Tabel 6.14 Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Vertikal (a Tabel 6.15 Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Sumbu Vertikal (a xix

11 xx

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Lapisan Batas yang Terbentuk Pada saat Fluida Melewati Sebuah Silinder Eliptik Gambar.1 Model fisik dan sistem koordinat dari aliran yang melalui silinder eliptik pengamatan Sulistyaningtyas ( Gambar. Model fisik dan sistem koordinat dari aliran yang melalui silinder eliptik bluff body Gambar.3 Klasifikasi Fluida Gambar.4 Lapisan Batas di Sekitar Airfoil Gambar.5 Stensil Skema Keller-Box Gambar 3.1 Model fisik dan sistem koordinat dari aliran yang melalui silinder eliptik bluff body Gambar 4.1 Bentuk 3-Dimensi (kiri dan Sistem Koordinat Silinder Eliptik -Dimensi (kanan Gambar 4. Volume Atur Gambar 4.3 Aliran Fluida Masuk dan Keluar Volume Atur Gambar 4.4 Gaya-gaya Permukaan dalam Arah x yang Bekerja pada Elemen Fluida Gambar 5.1 Stensil Beda Hingga Gambar 5. Profil Kecepatan dengan Variasi Parameter Magnetik (M. 53 Gambar 5.3 Profil Temperatur dengan Variasi Parameter Magnetik (M. 53 Gambar 5.4 Profil Kecepatan dengan Variasi Bilangan Prandtl (Pr Gambar 5.5 Profil Temperatur dengan Variasi Bilangan Prandtl (Pr Gambar 5.6 Profil Kecepatan dengan Variasi Parameter Konveksi (α.. 56 Gambar 5.7 Profil Temperatur dengan Variasi Parameter Konveksi (α.. 56 Gambar 5.8 Profil Kecepatan dengan Variasi Nilai Sumbu Horizontal (b 57 Gambar 5.9 Profil Temperatur dengan Variasi Nilai Sumbu Horizontal (b Gambar 5.10 Profil Kecepatan dengan Variasi Nilai Sumbu Vertikal (a.. 59 Gambar 5.11 Profil Temperatur dengan Variasi Nilai Sumbu Vertikal (a. 59 xvii

13 Gambar 6.1 (a. Profil Kecepatan dengan Variasi M dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi M Gambar 6. (a. Profil Kecepatan dengan Variasi P r dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi P r Gambar 6.3 (a.profil Kecepatan dengan Variasi α dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi α Gambar 6.4 (a. Profil Kecepatan dengan Variasi b dan (b. Profil Tempertur dengan Variasi b Gambar 6.5 (a. Profil Kecepatan dengan Variasi a dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi a xviii

14 DAFTAR SIMBOL ρ Densitas fluida µ 0 Viskositas dinamik u Komponen kecepatan fluida, dengan u = (u, v, 0 u Komponen kecepatan pada sumbu-x v Komponen kecepatan pada sumbu-y g Gravitasi a Jari-jari silinder n Vektor normal terhadap elemen da τ Tegangan geser F Gaya pada benda F s J B B 0 b E σ P P h P d I M α P r Re Gr T U t ν ψ Gaya permukaan Kerapatan arus Gaya magnet Medan magnet Induksi medan magnet Medan listrik Konduktivitas listrik Tekanan Tekanan hidrostatis Tekanan dinamis Matriks identitas Parameter magnetik Parameter konveksi Bilangan Prandtl Bilangan Reynolds Bilangan Grashof Temperatur Kecepatan aliran bebas Waktu Volume fluida Viskositas kinematik Fungsi aliran xxi

15 xxii

16 KATA PENGANTAR Dengan Rahmat Allah SWT, syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: Analisa Aliran Tak Tunak Konveksi Paksa Fluida Kental Magnetohidrodinamik (MHD Melewati Silinder Eliptik Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Program Studi Strata (S- Program Magister Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya. Terselesaikannya Tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Bapak Samsul Arifin dan Ibu Sri Kayatin, yang telah memberikan motivasi lahir dan batin sampai terselesaikannya Tesis ini.. Bapak Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.Es., Ph.D., selaku Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang mendukung kepada penulis untuk menyelesaikan Tesis ini. 3. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI selaku penyandang dana yang telah memberikan beasiswa Fresh Graduate 4. Bapak Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana ITS. 5. Bapak Dr. Imam Muchlas, S.Si, M.T., selaku Ketua Jurusan Matematika ITS. 6. Bapak Dr. Subiono, M.S., selaku Koordinator Program Studi Pascasarjana Matematika ITS. 7. Bapak Prof. DR. Mohammad Isa Irawan, MT. selaku dosen wali. 8. Bapak Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc., dan Bapak Dr. Chairul Imron, M.I.Komp., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, perhatian, arahan, nasehat, dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. xi

17 9. Bapak Dr. Drs. Hariyanto, M.Si, Bapak Dr. Mahmud Yunus, M.Si., dan Bapak Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan saran yang membantu penulis untuk memperbaiki Tesis ini. 10. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Matematika ITS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis dan juga atas segala bantuan, kemudahan, dan kelancaran selama penulis mengikuti proses perkuliahan. 11. Saudara kandung, Eko Arifianto dan Nurhayati Sholichah, yang telah memberikan dukungan moral selama penulis menempuh pendidikan sampai mendapat gelar Magister. 1. Teman-teman Tim CFD, Indira Anggriani, Firdha Dwishafarina, Annisa Dwi Sulistyaningtyas, Galuh Oktavia Siswono, Mohammad Ghani, Wayan Rumite, Putri Pradika Wanti, dan Mohamad Tafrikan, atas dukungan yang diberikan kepada penulis selama penelitian sampai terselesaikannya Tesis ini. 13. Teman-teman S Matematika ITS angkatan 014 khususnya Ngatini, Irma Fitria, Nurlita Wulansari, dan Cynthia Alvionita yang telah menemani, memotivasi, dan memberikan segala bantuannya selama ini. 14. Teman-teman S1 Matematika ITS angkatan 009 yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan magister. 15. Muhammad Ikbal W., atas segala dukungan, nasihat, dan motivasi selama penulis menyelesaikan Tesis ini. 16. Teman-teman Kantor Primagama Wringinanom khususnya Dwi Nur Allen dan Afifi Mutiarani yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan segala bantuannya selama ini. 17. Semua pihak yang turut serta mendukung dalam penyusunan Tesis ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan bisa lebih baik dan semoga laporan Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan dapat berkonstribusi terhadap kemajuan ITS, bangsa, dan negara. xii

18 ANALISA ALIRAN TAK TUNAK KONVEKSI PAKSA FLUIDA KENTAL MAGNETOHIDRODINAMIK (MHD MELEWATI SILINDER ELIPTIK Nama Mahasiswa : Dwi Ariyani Khalimah NRP : Pembimbing : 1. Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp ABSTRAK Magnetohidrodinamik (MHD merupakan studi mengenai pergerakan aliran fluida yang dapat menghantarkan listrik dan dipengaruhi oleh medan magnet. Aliran MHD penting diteliti terutama yang berkaitan dengan aplikasi bidang teknik dan industri salah satunya yaitu MHD generator. Pada tesis ini dibahas mengenai permasalahan MHD tak tunak pada aliran konveksi paksa yang melewati suatu silinder eliptik pada fluida kental. Aliran fluida kental yang dipengaruhi oleh medan magnet tersebut menimbulkan lapisan batas (boundary layer. Dari lapisan batas tersebut dibentuk persamaan pembangun dimensional. Persamaan pembangun dimensional yang terbentuk adalah persamaan kontinuitas, momentum dan persamaan energi. Kemudian persamaan tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk non-dimensi dan selanjutnya ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan similaritas. Persamaan similaritas yang didapatkan diselesaikan secara numerik dengan metode Keller-Box. Pada tesis ini dipelajari mengenai pengaruh beberapa parameter yaitu parameter magnetik, bilangan Prandtl, parameter konveksi, dan variasi sumbu vertikal dan sumbu horizontal. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa profil kecepatan semakin besar dengan bertambahnya parameter magnetik, parameter konveksi dan bertambah panjangnya sumbu vertikal. Sedangkan kecepatan menurun dengan bertambahnya sumbu horizontal. Pada saat bilangan Prandtl diperbesar kecepatan mengalami penurunan yang tidak signifikan. Profil temperatur semakin menurun dengan bertambahnya parameter magnetik, bilangan Prandtl, parameter konveksi dan sumbu vertikal, sedangkan mengalami kenaikan pada saat pertambahan sumbu horizontal. Kata kunci: konveksi paksa, magnetohidrodinamik, fluida kental, metode Keller- Box vii

19 viii

20 ANALYSIS OF UNSTEADY MAGNETOHYDRODYNAMICS (MHD FORCED CONVECTIVE VISCOUS FLUID FLOW PAST AN ELLIPTIC CYLINDER Name : Dwi Ariyani Khalimah NRP : Supervisors : 1. Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Dr. Chairul Imron, M.I.Komp ABSTRACT Magnetohydrodynamic (MHD is a study about the movement of fluid flow that can conduct electricity and be affected by magnetic fields. MHD flow is an important research area especially in industrial and engineering application, such as MHD generator. These thesis is researched about unsteady MHD problem on forced convection flow through an elliptic cylinder in viscous fluid. Viscous fluid flow that influenced magnetic field evokes boundary layer. From the boundary layer can be formed a dimensional governing equation, they are continuity, momentum and energy equation. After that the equations would be transformed into nondimensional form and then they were transformed into similarity equation. The similarity equations are solved numerically solution by Keller-Box method. On this thesis is studied about influence some parameters which is magnetic parameter, Prandtl s number, convection parameter, and vertical axis and horizontal axis. The result of numerical simulation that the velocity profile be increased along with magnetic parameter, convection parameter and vertical axis be increased. Meanwhile the velocity profile is decreased when horizontal axis of elliptical cylinder be increased. And when Prandtl s number increased, the velocity profile be decreased but the difference isn t significant. The temperature profile are decreased when magnetic parameter, Prandtl s number, convection parameter and vertical axis of elliptical cylinder increased, meanwhile the temperature profile decrease when the horizontal axis is increased. Keywords: forced convection, magnetohydrodynamics, viscous fluid, Box Keller Method ix

21 x

22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnetohidrodinamik (MHD merupakan studi mengenai pergerakan aliran fluida yang dapat menghantarkan listrik yang dipengaruhi oleh medan magnet. Aliran MHD penting untuk diteliti terutama yang berkaitan dengan aplikasi bidang teknik dan industri. MHD power generator, pendingin reaktor nuklir dan kristal merupakan bentuk pengembangan dari bidang MHD. Saat ini mulai banyak digunakan pembangkit listrik berbasis dengan sistem MHD generator yang memiliki efisiensi tinggi dan rendah polusi. Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai aliran MHD ini yang sampai saat ini masih terus dikembangkan, salah satunya yaitu aliran konveksi paksa MHD (Mohammad, 014. Konveksi merupakan perpindahan panas yang biasanya terjadi pada fluida. Secara umum, konveksi dibagi menjadi tiga jenis yaitu konveksi bebas (alamiah, konveksi paksa dan konveksi campuran. Konveksi bebas terjadi ketika aliran fluida dipengaruhi oleh perbedaan temperatur atau yang biasa disebut dengan efek gaya apung, sedangkan konveksi paksa menggambarkan perpindahan panas pada fluida yang dipengaruhi oleh gaya dari luar (Kasim, 014. Penelitian mengenai konveksi paksa saat ini juga sedang dikembangkan untuk beberapa jenis fluida, baik itu fluida Newtonian maupun fluida non-newtonian. Salah satunya yaitu fluida kental yang merupakan fluida Newtonian. Meskipun memiliki tipe dasar yang sederhana, akan tetapi fluida ini banyak diteliti. Saat ini juga telah banyak dilakukan penelitian mengenai pengaruh MHD pada fluida kental. Dengan adanya MHD pada suatu fluida kental akan berpengaruh terhadap tertundanya separasi aliran maupun terjadinya perubahan aliran (Mohammad, 014, Kudenatti, 013. Dalam kaitannya dengan perkembangan MHD dalam bidang industri, banyak peneliti yang menyelidiki pengaruh dari MHD pada aliran fluida dan perpindahan panas baik pada fluida Newtonian maupun non-newtonian. Akan tetapi masih sedikit yang mempelajari tentang pengaruh MHD pada aliran fluida yang tak tunak (Mohammad, 014. Oleh karena itu, pada tesis ini dilakukan penelitian mengenai permasalahan aliran konveksi paksa pada fluida kental (viscous yang melewati suatu silinder elliptik dan dipengaruhi oleh MHD yang tak tunak. 1

23 Gambar 1.1: Lapisan Batas yang Terbentuk Pada saat Fluida Melewati Sebuah Silinder Eliptik Aliran fluida kental yang melewati silinder eliptik, yang berdasarkan ilustrasi model aliran yang melewati silinder eliptik pada Gambar 1.1 tersebut menimbulkan lapisan batas (boundary layer. Persamaan lapisan batas yang diperoleh selanjutnya ditransformasikan dalam bentuk non-dimensi dan selanjutnya ditransformasikan dalam persamaan lapisan batas tak-sama (non-similar, kemudian akan diselesaikan secara numerik menggunakan metode Keller-Box. Hasil numerik yang diperoleh berupa profil kecepatan dan profil temperatur untuk beberapa variasi parameter magnetik dan bilangan Prandtl, selain itu juga didapatkan profil kecepatan dan temperatur dipengaruhi adanya parameter konveksi, sumbu vertikal dan sumbu horizontal silinder eliptik yang digambarkan dalam bentuk grafik. 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana model matematika dari aliran konveksi paksa MHD tak tunak pada fluida kental yang melewati silinder eliptik.. Bagaimana menyelesaikan model matematika aliran konveksi paksa MHD tak tunak pada fluida kental yang melewati silinder eliptik dengan menggunakan skema Metode Beda Hingga (Finite Difference Method Keller-Box.

24 3. Bagaimana pengaruh bilangan Prandtl, parameter magnetik, parameter konveksi, sumbu vertikal dan sumbu horizontal silinder terhadap profil kecepatan dan profil temperatur pada aliran. 1.3 Batasan Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Fluida yang digunakan bersifat tak mampu-mampat (incompressible.. Posisi silinder eliptik yang diamati adalah yang tegak lurus dengan aliran. 3. Aliran fluida dua dimensi yang melewati elips. 4. Silinder eliptik yang diamati terletak pada aliran bebas tanpa ada halangan didekat silinder. 5. Tidak ada induksi medan magnet yang terjadi pada aliran fluida dan silinder eliptik. 6. Tidak ada tegangan listrik pada aliran fluida sehingga pada silinder eliptik medan listriknya sama dengan nol. 7. Penyelesaian numerik menggunakan skema Metode Beda Hingga Keller-Box. 1.4 Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menyusun model matematika dari aliran konveksi paksa MHD tak tunak pada fluida kental yang melewati silinder eliptik.. Mendapatkan solusi numerik dari model aliran konveksi paksa MHD tak tunak pada fluida kental yang melewati silinder eliptik dengan menggunakan skema Metode Beda Hingga Keller-Box. 3. Menganalisis pengaruh bilangan Prandtl, parameter magnetik, parameter konveksi, sumbu vertikal dan sumbu horizontal silinder terhadap profil kecepatan dan profil temperatur. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai suatu bentuk konstribusi dalam pengembangan ilmu Matematika terapan di bidang teknologi dan industri, khususnya aplikasi metode beda hingga Keller-Box pada permasalahan aliran fluida dan pengaruh MHD pada permukaan silinder eliptik. 3

25 1.6 Kontribusi Hasil Penelitian Kontribusi hasil penelitian ini terhadap pengembangan ilmu di bidang teknologi dan industri adalah pada perusahaan pembangkit listrik dengan MHD generator, reaktor pendingin nuklir dan kristal. 4

26 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Bab ini menjelaskan mengenai penelitian terdahulu dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut adalah uraian dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan teori yang berkaitan dengan penyelesaian masalah dalam penelitian ini..1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang dilakukan oleh Mohammad (014, tentang aliran lapisan batas MHD tak tunak, telah dijelaskan beberapa permasalahan yang membahas mengenai aliran konveksi paksa maupun aliran konveksi campuran pada fluida kental yang melewati bola. Pada penelitian tersebut diamati pengaruh adanya medan magnet terhadap profil kecepatan, profil temperatur dan skin friction. Pada penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa nilai parameter magnetik jika ditingkatkan atau diperbesar maka dapat meningkatkan ketebalan dari lapisan batas. Dengan meningkatnya parameter magnetik didapatkan bahwa kecepatan yang dihasilkan semakin meningkat, dan temperatur semakin menurun. Pada penelitian Kudenatti (013 dalam paper MHD Boundary Layer Flow Over A Non-Linear Streching Boundary with Suction and Injection menjelaskan mengenai pengaruh MHD yaitu ketika nilai dari parameter magnet atau bilangan Hartmann ditingkatkan atau diperbesar maka dapat mengakibatkan ketebalan lapisan batas menurun atau menipis. Hal ini menjelaskan tren hubungan timbal balik antara medan magnet dan aliran fluida. Untuk parameter magnet atau bilangan Hartmann yang nilainya kecil dapat meningkatkan nilai parameter aliran fluida, sehingga dapat menyebabkan aliran fluida bergerak cepat. Selain itu, nilainilai koefisien dari gesekan kulit akan meningkat dengan meningkatnya parameter magnetik yang dilibatkan. Selain itu Abel dan Nandeppanavar (009 menjelaskan bahwa nilai koefisien skin friction pada aliran konveksi paksa semakin meningkat akibat dari adanya gaya magnet. Medan magnet yang bertambah dengan cepat dapat mengakibatkan ketebalan lapisan batas menjadi lebih tebal. Penelitian pada aliran fluida yang melewati silinder eliptik pernah dilakukan oleh Cheng (01, Bharti (007, dan Sulistyaningtyas (015. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cheng (01 tentang aliran konveksi bebas pada lapisan 5

27 batas yang melalui silinder eliptik horizontal pada fluida nano atau nanofluid dengan temperatur dinding dan partikel nano yang tetap. Pada penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa bilangan Nusselt meningkat seiring dengan parameter thermophoresis dan parameter Brownian yang semakin rendah. Selain itu juga dijelaskan bahwa bilangan Nusselt pada saat penampang silinder eliptik berbentuk bluff body atau sumbu mayor pada arah vertikal lebih besar dari pada silinder eliptik berbentuk blunt body atau sumbu mayor arah horizontal. Penelitian juga dilakukan oleh Bharti (007 mengenai perpindahan panas konveksi paksa dari silinder eliptik pada power-law fluid. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa bilangan Nusselt dari silinder eliptik bergantung pada bilangan Reynold dan bilangan Prandtl. Selain itu, pada penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa perpindahan panas lebih mudah terjadi pada fluida yang cepat encer akibat geseran (shear thinning fluid, sementara perpindahan panas akan terhambat pada fluida yang mengental akibat geseran (shear thickening fluid. Gambar.1: Model fisik dan sistem koordinat dari aliran yang melalui silinder eliptik pengamatan Sulistyaningtyas (015 Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningtyas (015 sesuai dengan Gambar.1 yaitu tentang pengaruh aliran fluida viskoelastik yang melewati silinder eliptik. Berdasarkan penelitiannya disebutkan bahwa dengan bertambahnya bilangan Prandtl maka dihasilkan distribusi kecepatan dan temperatur yang semakin kecil. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan Sulistyaningtyas (015 juga menyebutkan bahwa semakin besar luas penampang silinder eliptik, maka distribusi temperatur dan kecepatannya semakin kecil. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan, pada penelitian ini akan dilakukan penelitian pengembangan yaitu penelitian pada fluida kental yang bermedan magnet yang alirannya tak tunak dengan penyebaran panas konveksi paksa dan objek geometri yang digunakan adalah silinder eliptik bluff body. Gambar 6

28 Gambar.: Model fisik dan sistem koordinat dari aliran yang melalui silinder eliptik bluff body fisik dan sistem koordinat secara umum dari permasalahan ini dapat dilihat pada Gambar.. Selain itu, pada penelitian ini akan digunakan metode Keller-Box untuk menyelesaikan permasalahan secara numerik.. Fluida Terdapat tiga fase zat yang tersebar di alam, yaitu fase padat, gas, dan cair. Karena fase gas dan cair tidak dapat mempertahankan bentuk yang tetap, maka keduanya mempunyai kemampuan untuk mengalir, dengan demikian keduanya disebut dengan fluida. Fluida merupakan zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser, berapapun tegangan geser tersebut (Widodo, 01. Perbedaan zat cair dan gas ialah zat cair merupakan zat yang tak mampu mampat (incompressible, sedangkan gas merupakan zat yang mampu mampat (compressible. Kemampatan adalah perubahan (pengecilan volume karena adanya perubahan tekanan. Untuk fluida cair, tekanan dapat diabaikan dan viskositasnya akan turun dengan cepat bila temperaturnya dinaikkan. Pada fluida mengenal adanya viskositas atau kekentalan fluida dan berdasarkan karakteristiknya, fluida fase cair dibagi menjadi dua yaitu, fluida Newtonian dan Non-Newtonian...1 Viskositas Viskositas adalah ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, makin sulit fluida mengalir dan makin sulit suatu benda untuk bergerak dalam fluida tersebut. Oleh karena itu, viskositas dari suatu fluida dapat menjelaskan ketahanan internal fluida 7

29 untuk mengalir dan dapat digunakan untuk menganalisa pengukuran dari pergeseran suatu fluida. peningkatan suhu. dengan peningkatan suhu. Viskositas zat cair secara umum berkurang sejalan dengan Sedangkan viskositas gas secara umum bertambah sejalan Hal ini dapat dikatakan bahwa Viskositas zat cair berbanding terbalik dengan suhu zat, sedangkan viskositas gas berbanding lurus dengan suhu suatu zat. Semua fluida (kecuali superfluida memiliki ketahanan dari tekanan sehingga disebut kental, tetapi fluida yang tidak memiliki ketahanan tekanan dan tegangan disebut fluida ideal... Fluida Newtonian Fluida Newtonian adalah suatu fluida yang memiliki kurva tegangan/regangan yang linier. Keunikan dari fluida Newtonian adalah fluida ini akan terus mengalir sekalipun terdapat gaya yang bekerja pada fluida. Hal ini disebabkan karena viskositas dari suatu fluida Newtonian tidak berubah ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida. Viskositas dari suatu fluida Newtonian hanya bergantung pada temperatur dan tekanan. Viskositas sendiri merupakan suatu konstanta yang menghubungkan besar tegangan geser dan gradien kecepatan pada persamaan dengan: τ = tegangan geser pada fluida ( N m µ = viskositas fluida ( N m.s du = gradien kecepatan fluida dy (s 1..3 Fluida Non-Newtonian τ = µ du dy Fluida non-newtonian adalah fluida yang akan mengalami perubahan viskositas ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut. Hal ini yang menyebabkan fluida non-newtonian tidak memiliki viskositas yang konstan (berkebalikan dengan fluida Newtonian. kehidupan sehari-hari, Berikut ini adalah contoh dari fluida non-newtonian dalam yakni fluida plastik padat, fluida eksponensial, fluida viskoelastik (yang memiliki karakteristik viskos dan elastik, fluida thiksotropik atau fluida yang viskositasnya bergantung pada waktu, dan fluida rheopektik atau fluida yang viskositasnya seolah makin lama makin besar. Berdasarkan kedua uraian tentang karakteristik suatu fluida diatas, perbedaan antara fluida yang berkarakteristik Newtonian dan non-newtonian adalah linier dan tidaknya antara tegangan geser dengan gradien kecepatannya. Hal ini diperjelas melalui gambar yang menunjukkan kurva antara tegangan geser dengan gradien 8

30 Gambar.3: Klasifikasi Fluida kecepatan fluida yang berkarakteristik Newtonian dan non-newtonian (Potter, Tipe Aliran Fluida Berdasarkan Kriteria Waktu Tipe aliran fluida yang memiliki pengaruh terhadap perubahan waktu pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:(widodo, Aliran Tunak (Steady Flow Aliran tunak yaitu kecepatan aliran fluida tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu. Pada aliran tunak berlaku: u t = 0. Aliran Tak Tunak (Unsteady Flow Aliran tak tunak yaitu kecepatan aliran fluida yang dipengaruhi oleh perubahan waktu. Pada aliran tak tunak berlaku:.4 Perpindahan Panas Konveksi u t 0 Pada umumnya terdapat tiga tipe dari perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Secara umum, jenis perpindahan panas yang biasa terjadi diantara fluida adalah konveksi. Perpindahan panas konveksi merupakan perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain yang disebabkan oleh perbedaan 9

31 temperatur dan menggunakan fluida sebagai penghantarnya. Secara umum konveksi dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu konveksi bebas (alamiah, konveksi paksa dan konveksi campuran..4.1 Konveksi Bebas (Free Convection Flow Konveksi bebas (alamiah terjadi pada saat pergerakan fluida yang disebabkan oleh gaya apung (buoyancy forces yang dihasilkan dari perbedaan massa jenis sesuai dengan variasi temperatur pada fluida. Contoh konveksi bebas yaitu asap yang berasal dari api, fenomena ini dapat dilihat ketika suatu hutan terbakar, asap akan naik ke atas karena adanya perbedaan massa jenis antara asap dan udara sekitar (Kasim, Konveksi Paksa (Forced Convection Flow Konveksi paksa terjadi pada saat fluida dipaksa untuk mengalir di atas permukaan oleh sumber eksternal ataupun internal, sedangkan gaya apung diabaikan. Sumber internal bekerja pada saat fluida mengalir di antara benda solid seperti mengalir melalui pipa, sedangkan sumber eksternal bekerja pada saat fluida mengalir tanpa batasan dari benda solid atau dapat dikatakan pada saat fluida mengalir di atas permukaan pelat datar. Konveksi paksa menggambarkan perpindahan panas pada fluida yang dipengaruhi oleh gaya dari luar (Kasim, 014. Konveksi paksa, dalam pengaplikasiannya pada perpindahan panas, sering digunakan untuk meningkatkan laju perubahan panas..4.3 Konveksi Aliran Campuran (Mixed Convection Flow Pada perkembangan perpindahan panas konveksi, dikenal konveksi alir campuran (mixed convection flows atau konveksi campuran (mixed convection yang merupakan kombinasi dari aliran konveksi bebas dan aliran konveksi paksa. Konveksi campuran terjadi pada saat efek dari konveksi paksa pada konveksi bebas menjadi signifikan. Contoh dari konveksi campuran dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada saat asap timbul dari api (konveksi bebas dan pada saat bersamaan asap juga ditimbulkan oleh faktor eksternal seperti ledakan dari gas silinder (konveksi paksa..5 Aliran Lapisan Batas (Boundary Layer Boundary layer atau lapisan batas adalah suatu lapisan tipis pada permukaan padat dimana fluida mengalir. Boundary layer suatu fluida dipengaruhi oleh viskositas maupun gaya inersia benda tersebut. Konsep lapisan batas pertama kali dikemukakan pada tahun 1904 oleh Ludwig Prandtl, seorang ahli aerodinamika Jerman. 10

32 Aliran fluida pada lapisan batas menurut perbandingan gaya-gaya inersia dengan viskositasnya secara garis besar terdiri dari tiga jenis aliran, yakni aliran laminer, aliran transisi dan aliran turbulen (Widodo, Aliran Laminer Pada aliran laminer, partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila bilangan Reynolds kurang dari 500 (Re < 500 atau pada saat fluida bergerak dengan kecepatan kecil dan atau fluida memiliki viskositas (kekentalan yang besar..5. Aliran Transisi Aliran transisi adalah adalah aliran yang terjadi antara aliran laminar dan turbulen. Terjadinya masa transisi antara aliran laminar dan turbulen karena adanya perubahan viskositas dan kecepatan yang menyebabkan daya redam terhadap gangguan akan berkurang hingga batas tertentu. Aliran transisi terjadi apabila bilangan Reynolds antara 500 sampai (500 < Re < Aliran Turbulen Aliran turbulen terjadi pada saat partikel-partikel zat cair bergerak secara acak atau tidak teratur (Re > Aliran turbulen terjadi apabila bilangan Reynolds lebih dari Bilangan Reynolds untuk suatu aliran dapat dihitung menggunakan rumus berikut: dengan: Re = bilangan Reynolds U = kecepatan pada aliran bebas ( m s a = panjang karakteristik ν = komponen kecepatan pada arah-y Re = U a ν (.1 Pada saat memformulasikan hukum kekekalan massa, momentum, dan energi, hukum termodinamik dan gas dinamik juga harus diperhatikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bersama dengan aliran boundary layer, ada juga thermal boundary layer dan pengaruh timbal balik dari lapisan-lapisan batas lain yang juga harus diperhitungkan. Teori mengenai lapisan batas digunakan pada berbagai ilmu teknik sains, seperti hidrodinamik, aerodinamik, automobile dan teknik kelautan. Beberapa penelitian dengan menggunakan boundary layer pun sudah sering dilakukan contohnya aliran fluida pada pelat datar (Hussanan, dkk (014, 11

33 aliran fluida pada sirkular silinder (Anwar, dkk(008 dan aliran fluida pada bola (Mohammad (014 Gambar.4: Lapisan Batas di Sekitar Airfoil Secara garis besar, contoh sederhana dari lapisan batas di fluida viskos dapat dijumpai di airfoil karena selama ini penelitian terhadap lapisan batas berkembang diawali dengan adanya minat para peneliti pada airfoil. Gambaran lapisan batas di sekitar airfoil dapat dilihat pada Gambar.4..6 Magnetohidrodinamik (MHD Magnetohidrodinamik (MHD (dinamika fluida magneto atau hydromagnetics adalah studi mengenai pergerakan aliran fluida yang dapat menghantarkan listrik (konduksi listrik yang dipengaruhi oleh medan magnet. Contoh fluida yang dapat dikonduksi adalah plasma, logam cair, dan air garam atau elektrolit. Kata MHD berasal dari kata magneto- yang berarti medan magnet, -hydro- yang berarti cairan dan -dynamics yang berarti perubahan. MHD diperkenalkan dan dikembangkan oleh Hannes Alfven seorang fisikawan yang pernah mendapatkan nobel dalam fisika pada tahun MHD berperan penting dalam fisika solar, astrofisika, fisika plasma, dan eksperimen plasma laboratorium. Himpunan persamaan yang menggambarkan MHD adalah kombinasi dari persamaan Navier-Stokes pada dinamika fluida dan persamaan Maxwell pada elektromagnetik. Bentuk ideal persamaan MHD terdiri dari persamaan fluida, yakni persamaan kontinuitas, persamaan momentum dan persamaan energi, dan persamaan Maxwell. Berikut ini adalah persamaan dasar yang dibutuhkan untuk membuat bentuk ideal persamaan MHD: 1

34 Persamaan momentum: Persamaan konservasi massa: ρ( dv dt = p + J B ρ t +.(ρv = 0 Persamaan konservasi energi: Persamaan Maxwell: d dt ( p ρ γ = 0 E = 1 ε 0 ρ (. B = 0 (.3 E = B t B = µ 0 J + ε 0 µ 0 E t dengan: B = medan magnet E = medan listrik V = kecepatan massal plasma J = kerapatan arus ρ = massa jenis p = tekanan plasma t = waktu µ 0 = permeabilitas ruang hampa (µ 0 = 4π 10 7 N/A Pada permasalahan MHD Persamaan (. pada persamaan Maxwell tidak berlaku sehingga dapat dihilangkan dan Persamaan (. hanya digunakan pada kondisi awal (initial condition. Selain itu, untuk frekuensi/kecepatan rendah, perpindahan arus bisa diabaikan (Arber, 013. Sehingga, persamaan umum MHD 13

35 dapat dirumuskan sebagai berikut: ρ t B t = E (.4 +.(ρv = 0 (.5 ρ( dv dt = p + J B (.6 B = µ 0 J (.7 d dt ( p ρ γ = 0 (.8 dan untuk mencari besar medan listrik, digunakan formulasi berikut: E + v B = ηj (.9 jika η = 0 maka persamaan MHD tersebut dikatakan sebagai persamaan MHD ideal..7 Metode Beda Hingga (Finite Difference Method Dalam matematika, metode beda hingga (FDM adalah metode numerik untuk mendekati solusi dari persamaan diferensial menggunakan persamaan beda hingga untuk mendekati derivatif. Metode beda hingga secara umum memiliki tiga pendekatan yaitu beda maju, beda pusat dan beda mundur. Berikut ini akan disajikan macam-macam metode beda hingga yaitu: a. Beda Maju b. Beda Mundur f (x = f (x = f(x + x f(x x f(x f(x x x c. Beda Pusat f (x = f(x + x f(x x x.7.1 Skema Keller-Box Metode Keller-Box adalah salah satu teknik untuk menyelesaikan persamaan parabolik, terutama persamaan lapisan batas. Skema ini merupakan bentuk implisit dengan keakurasiannya orde kedua baik terhadap ruang maupun waktu yang mana step size untuk waktu dan ruang tidak harus sama. Hal ini membuat penyelesaian persamaan diferensial parsial parabolik lebih efisien dan tepat. Penerapan metode 14

36 Keller-Box ini dimulai dengan terlebih dahulu mengubah bentuk persamaan diferensial orde dua atau orde tinggi menjadi persamaan diferensial orde satu. Berikut adalah contoh mengubah persamaan diferensial orde dua menjadi orde satu: dengan mendefinisikan u t = u α x v = u x sehingga bentuk persamaan orde kedua tersebut dapat dituliskan menjadi dua persamaan orde pertama sebagai berikut u x = v u t = α v x Gambar.5: Stensil Skema Keller-Box Berdasarkan bentuk skema Keller-Box pada Gambar.5 untuk menyelesaikan persamaan diferensial orde satu yaitu sebagai berikut u n i 1 u n i u n i 1 = v n i x 1 i u n 1 i 1 = α(vn i vi 1 n t n x i 15 + α(vn 1 i (.10 v n 1 i 1 (.11 x i

37 Karena menggunakan titik-titik pada step size setengah maka berlaku u n i 1 = un i + u n i 1 i = vn i + v n 1 i v n 1 secara umum dapat dituliskan sebagai berikut ( n 1 i = 1 [(n i + ( n 1 i ] ( n i 1 = 1 [(n i + ( n i 1] Selanjutnya disubstitusikan ke Persamaan (.10 dan (.11 didapatkan u n i u n i 1 = vn i + vi 1 n x i un i + u n i 1 t n = α vn i v n i 1 x i + α vn 1 i v n 1 i 1 x i (.1 + un 1 i + u n 1 i 1 (.13 t n Berdasarkan hasil pada Persamaan (.1 dan (.13, selanjutnya dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks tridiagonal. 16

38 BAB III METODA PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai tahapan dan tempat penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan aliran konveksi paksa MHD tak tunak yang melewati silinder eliptik pada fluida kental. Adapun tahapan dan tempat penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut 3.1 Tahapan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada BAB I, penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan tiga tahap, yaitu tahap analisa awal atau analisa permasalahan, tahap implementasi, dan tahap penyelesaian dan analisa akhir. Gambar 3.1: Model fisik dan sistem koordinat dari aliran yang melalui silinder eliptik bluff body 17

39 3.1.1 Tahap Analisa Awal Pada penelitian ini fluida kental memiliki pengaruh yang cukup dominan karena viskositas memiliki pengaruh besar pada fluida Newtonian. Penelitian ini dilakukan pada daerah lapisan batas dengan membangun model aliran dari tiga hukum, yaitu hukum konservasi massa, hukum II Newton, dan hukum I Termodinamika. Pada penelitian ini model yang dibangun adalah model matematika didaerah lapisan batas dari silinder eliptik bluff body, yakni disekitar titik stagnasi terendah (x 0. Titik stagnasi terendah adalah titik dimana lapisan batas berada paling dekat dengan permukaan benda. Pada Gambar 3.1 dapat diketahui bahwa fluida kental bergerak dari bawah ke atas melewati sebuah silinder eliptik yang memiliki panjang sumbu vertikal atau sumbu yang searah dengan aliran (a, dan panjang sumbu pada arah horizontal (b, dengan kecepatan ambient fluid U dan temperatur seragam T. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilakukan langkah-langkah dalam menjawab rumusan masalah pada Bab I, yaitu: 1. Studi literatur. Penurunan persamaan konservasi massa, hukum Newton II, dan hukum I Termodinamika untuk mendapatkan persamaan pembangun 3. Persamaan pembangun disederhanakan dengan menggunakan pendekatan Boussinesq dan teori lapisan batas sehingga diperoleh persamaan pembangun yang berdimensi dari aliran konveksi paksa MHD tak tunak yang melewati silinder eliptik pada fluida kental 4. Menentukan kondisi batas 3. Tahapan Implementasi Pada tahap ini, dilakukan ilmplementasi metode Keller Box yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Persamaan yang didiskritisasi dengan metode ini adalah persamaan similaritas, yang mana persamaan similaritas dari model ini didapatkan dengan melakukan beberapa tahapan berikut: 1. Persamaan pembangun yang berdimensi disederhanakan dan ditransformasikan ke dalam bentuk non-dimensional dengan menggunakan variabel non-dimensional.. Mengubah non-dimensional ke persamaan similaritas dengan menggunakan fungsi alir (stream function pada silinder elliptik. 18

40 Persamaan similaritas model aliran konveksi paksa MHD tak tunak yang melewati sebuah silinder eliptik pada fluida kental pada titik stagnasi terendah (x 0 adalah sebagai berikut f + η f + t(1 (f + ff + Mt(1 f = t f s + Pr η s + Prtfs = Prt s t t (3.1 (3. Implementasi metode Keller-Box pada Persamaan (3.1 dan (3. dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah kedalam bentuk orde pertama yang kemudian dilakukan diskritisasi dengan menggunakan metode beda pusat Tahap Analisis Akhir Pada tahap ini dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Hasil diskritisasi dari Persamaan (3.1 dan (3. diselesaikan secara numerik dengan menggunakan Matlab.. Dilakukan variasi pada parameter magnetik (M, bilangan Prandtl (P r, parameter konveksi (α dan panjang sumbu (a dan sumbu (b. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap karakteristik dari fluida yaitu profil kecepatan dan profil temperatur. 3. Visualisasi hasil numerik dilakukan dengan menggunakan Matlab untuk mempermudah dan mendukung hasil-hasil pengukuran. 4. Analisa hasil dari simulasi numerik yang dipengaruhi oleh parameterparameter terhadap karakteristik fluida. 3.3 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Pemodelan Matematika dan Simulasi, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 19

41 0

42 BAB IV MODEL MATEMATIKA Pada bab ini dijelaskan mengenai model matematika aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD melewati silinder eliptik dalam bentuk model matematika yang berdimensi kemudian ditransformasikan ke bentuk model matematika yang tak berdimensi dan selanjutnya dibentuk dalam model similar. Model matematika aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD melewati sebuah silinder eliptik didapat dari persamaan pembangun. Persamaan pembangun yang digunakan untuk membangun model didapatkan dari penurunan hukum konservasi massa, hukum II Newton, dan hukum I Termodinamika. Hasil penurunan tersebut membentuk tiga Gambar 4.1: Bentuk 3-Dimensi (kiri dan Sistem Koordinat Silinder Eliptik - Dimensi (kanan persamaan pembangun yaitu persamaan kontinuitas, persamaan momentum, dan persamaan energi. Berikut ini deskripsi dari permasalahan aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD melewati silinder eliptik diilustrasikan pada Gambar 4.1. Pada Gambar 4.1 menunjukkan sistem koordinat dari silinder eliptik. Berdasarkan Gambar 4.1, aliran dari fluida pada permasalahan ini dianggap bergerak dari bawah ke atas melewati permukaan sebuah silinder eliptik dengan suhu fluida disekitar silinder eliptik (T. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa kecepatan aliran fluida sebelum melewati silinder eliptik yaitu U. Aliran pada fluida kental ini dalam keadaan tak tunak (unsteady dan incompressible. Aliran 1

43 konveksi paksa pada fluida kental yang melewati permukaan sebuah silinder eliptik ini membentuk lapisan batas, dan dari lapisan batas tersebut selanjutnya dikontruksi model matematika. 4.1 Persamaan Pembangun Model Matematika Persamaan pembangun adalah persamaan yang diuraikan dari lapisan batas yang terbentuk didekat permukaan silinder eliptik akibat dari aliran fluida yang melewati silinder eliptik. Persamaan pembangun yang digunakan didapatkan dari Hukum Kekekalan Massa, Hukum II Newton dan Hukum I Termodinamika. Berikut adalah uraian untuk persamaan pembangun yang digunakan membangun model Persamaan Kontinuitas Konsep dari hukum konservasi massa yaitu laju perubahan massa terhadap waktu pada suatu sistem sama dengan nol atau jumlah massa dalam suatu sistem adalah konstan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Potter dkk,01: DM sys Dt = 0 (4.1 dengan D( disebut sebagai turunan material dan M Dt sys adalah massa sistem yang sama dengan jumlah dari semua perkalian antara densitas fluida dengan volume fluida pada sistem tersebut yang dinyatakan dengan M sys = sys ρd (4. dengan ρ adalah densitas fluida dan adalah volume fluida. Dengan mensubstitusikan Persamaan (4. pada Persamaan (4.1 didapatkan bentuk: DM sys Dt = D Dt sys ρd = 0 (4.3 Dengan menggunakan teorema pengangkutan Reynolds, laju perubahan massa terhadap waktu pada suatu sistem dapat dituliskan sebagai berikut DM sys Dt = t cv ρd + cs ρu nda (4.4 sehingga dengan mensubstitusikan Persamaan (4.4 ke Persamaan (4.3 didapatkan D ρd = ρd + ρu nda (4.5 Dt sys t cv cs

44 dengan u nda merupakan perkalian dari komponen kecepatan u yang tegak lurus terhadap suatu bagian kecil permukaan atur dan bidang diferensial da. Jadi u nda meruoakan laju dari aliran volume yang melalui da dan ρu nda laju aliran massa melalui da. Sehingga persamaan volume atur untuk kekekalan massa dinyatakan dalam bentuk: ρd + ρu nda = 0 (4.6 t cv cs Gambar 4.: Volume Atur Dimisalkan volume atur yang digunakan berupa sebuah elemen kubus kecil dalam keadaan diam seperti pada Gambar 4.. Pada bagian pusat elemen terdapat densitas ρ dan komponen kecepatan u, v, dan w. Karena elemen diasumsikan kecil, maka laju perubahan terhadap waktu dari massa dari kandungan volume atur yaitu: t cv ρd ρ δxδyδz (4.7 t Gambar 4.3: Aliran Fluida Masuk dan Keluar Volume Atur 3

45 Jumlah aliran massa pada permukaan elemen dapat diperoleh dari aliran sumbu koordinat yang digambarkan secara terpisah. Seperti pada Gambar 4.3, aliran pada sumbu-x digambarkan dengan jumlah massa dari aliran yang masuk dan keluar dari bagian pusat elemen, sehingga pada aliran yang keluar didefinisikan: ρu x+ δx = ρu + (ρu δx x (4.8 sedangkan untuk bagian aliran yang masuk ρu x δx = ρu (ρu δx x (4.9 Sehingga jumlah aliran massa yang keluar pada arah-x dapat didefinisikan sebagai berikut: [ ρu + (ρu x δx ] [ δyδz ρu (ρu x δx ] δyδz = (ρu x δxδyδz (4.10 Dengan langkah yang sama, didapatkan aliran massa yang keluar pada arah-y berikut ini: [ ρv + (ρv y δy ] [ δxδz ρv (ρv y δy ] dan aliran massa yang keluar pada arah-z adalah [ ρw + (ρw z δz ] [ δxδy ρw (ρw z δz ] Sehingga total aliran dapat ditulis sebagai berikut [ (ρu x + (ρv y δxδz = (ρv y δxδy = (ρw z Jadi laju terhadap perubahan waktu dari massa sistem yaitu ρ [ (ρu t δxδyδz + x + (ρv y kedua ruas dibagi dengan δxδyδz didapatkan: ρ t + (ρu x + (ρv + (ρw y z δxδyδz (4.11 δxδyδz (4.1 + (ρw ] δxδyδz (4.13 z + (ρw ] δxδyδz (4.14 z = 0 (4.15 Pada penelitian ini diasumsikan bahwa aliran fluida yang dianalisa adalah aliran 4

46 fluida pada bidang xoy, sehingga persamaannya menjadi ρ t + (ρu x + (ρv y = 0 (4.16 Persamaan (4.16 dapat ditulis dalam bentuk notasi vektor sebagai berikut: ρ t + ρ(.u = 0 (4.17 Karena pada penelitian ini fluida bersifat incompressible yang berarti bahwa densitas fluida tidak bergantung terhadap waktu ( ρ t kontinuitas diberikan sebagai berikut = 0 sehingga persamaan u = 0 (4.18 dengan u = (u, v, Persamaan Momentum Selain persamaan kontinuitas, persamaan momentum berperan dalam pembentukan model aliran fluida. Prinsip dari persamaan momentum adalah hukum II Newton, yaitu jumlah gaya yang bekerja pada sistem sama dengan besar momentum pada sistem yang berubah terhadap waktu. Karena momentum adalah massa dikalikan dengan kecepatan, maka momentum dari sebuah partikel kecil ρd adalah uρd, sehingga momentum dari seluruh sistem adalah ρud. Secara matematis sys Hukum II Newton dapat ditulis sebagai berikut (Potter dkk, 01: D ρud = F (4.19 Dt sys dengan menggunakan Teorema Transport Reynolds, laju perubahan terhadap waktu dari momentum sistem sama dengan jumlahan laju perubahan terhadap waktu dari momentum kandungan volume atur dan laju aliran netto dari momentum melewati permukaan atur, yang dapat dituliskan sebagai D ρud = ρd u + ρu nda u (4.0 Dt sys t cv cs dengan mensubstitusikan Persamaan (4.0 ke Persamaan (4.19 didapatkan ρud + ρu(u nda = F (4.1 t cv cs 5

47 dengan u n merupakan bentuk skalar yang terjadi disetiap luasan da. Bentuk integral permukaan kendali menunjukkan flux momentum net yang melewati permukaan kendali fluida yang masuk maupun keluar volume kendali. Berdasarkan persamaan kontinuitas, Persamaan (4.1 dapat dibentuk dalam notasi vektor yaitu (( u ρ t + (uu δxδyδz = F (4. Berdasarkan sifat difergensi bahwa (uu = (u u+(u( u karena u = 0 maka (uu = u u, sehingga Persamaan (4. menjadi ( u ρ t + u u δxδyδz = F (4.3 Gambar 4.4: Gaya-gaya Permukaan dalam Arah x yang Bekerja pada Elemen Fluida Dengan F menunjukkan komponen gaya-gaya yang bekerja pada permukaan silinder eliptik. Komponen gaya-gaya tersebut adalah gaya permukaan, gaya apung dan gaya magnet. Dengan demikian Persamaan (4.3 dapat ditulis sebagai berikut ( u ρ t + u u δxδyδz = F s + F buo + F mag (4.4 yang mana F s adalah gaya permukaan, F buo adalah gaya apung dan F mag adalah gaya magnet. Pada Persamaan (4.4 kedua ruas dibagi dengan δxδyδz sehingga 6

48 didapatkan ( u ρ t + u u = F s δxδyδz + F buo δxδyδz + F mag δxδyδz (4.5 Gaya permukaan atau F s bekerja pada elemen sebagai hasil interaksinya dengan sekelilingnya. Gaya-gaya permukaan yang bekerja pada sebuah elemen kubus kecil dari sebuah fluida dalam bentuk tegangan-tegangan yang bekerja pada permukaan seperti pada Gambar 4.4. Dapat dinyatakan tegangan-tegangan pada berbagai permukaan dalam bentuk tegangan-tegangan pada berbagai permukaan dalam bentuk tegangan-tegangann yang bersesuaian pada pusat elemen. Dengan menjumlahkan seluruh gaya pada arah-x dapat diuraikan sebagai berikut F sx = ( σxx x + τ yx δxδyδz (4.6 y dan gaya dalam arah y F sy = ( σyy y + τ yx δxδyδz (4.7 x Sehingga dapat dituliskan resultan gaya permukaan yaitu F s δxδyδz F s = F sx î + F sy ĵ = ( σxx x + τ ( yx σyy î + y y + τ yx ĵ (4.8 x Untuk fluida Newtonian tak mampu-mampat, diketahui bahwa tegangan berbanding lurus terhadap laju deformasi dan dapat dinyatakan sebagai berikut a. Tegangan normal b. Tegangan geser σ xx = p + µ u x σ yy = p + µ v y ( u τ xy = τ yx = µ y + v x (4.9 (4.30 (4.31 dengan menyubstitusikan Persamaan (4.9 - (4.31 pada Persamaan (4.8 didapatkan F s δxδyδz = p + µ u (4.3 Selain gaya permukaan yang bekerja, juga terdapat gaya Lorentz dalam 7

49 persamaan momentum karena adanya medan magnet, maka Gaya Lorentz dapat dituliskan sebagai F mag δxδyδz = E + J B (4.33 dengan E adalah medan listrik, J massa jenis arus, dan B adalah total medan magnet. Massa jenis arus dapat dituliskan sebagai J = σ(e + u B (4.34 yang mana σ adalah konduktifitas listrik. Jika disubstitusikan Persamaan (4.34 ke Persamaan (4.33 didapatkan F mag δxδyδz = E + σ(e + u B B (4.35 karena pada penelitian ini aliran tidak mengandung arus listrik maka E = 0, sehingga Persamaan (4.35 menjadi F mag δxδyδz = σ(u B B (4.36 dengan menggunakan indentitas vektor maka Persamaan (4.36 dapat dituliskan sebagai berikut F mag δxδyδz = σ{(u B B (B Bu} = σ{( u B cos θ ub B (B Bu} (4.37 karena B adalah total medan magnet yang merupakan jumlahan dari medan magnet yang teraplikasikan yaitu B 0 dengan medan magnet yang terinduksi yaitu b, atau dapat dituliskan secara matematis yaitu B = B 0 + b Oleh karena bilangan Reynold magnetiknya diasumsikan kecil maka induksi magnet b dapat dihilangkan, sehingga medan magnet B dapat dituliskan sebagai B = B 0 (4.38 dengan θ ub = π/, maka gaya Lorentz pada Persamaan (4.37 dapat dituliskan 8

50 sebagai F mag δxδyδz = σb 0u (4.39 Gaya apung dapat dituliskan sebagai F buo = ρgδxδyδz. Sedangkan untuk tekanan p pada Persamaan (4.3 dapat dituliskan sebagai p = p d + p h dengan p h merupakan tekanan hidrostatis dan p d tekanan dinamik. Bentuk gradien tekanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis dapat dituliskan sebagai berikut p h = ρ g (4.40 yang mana ρ adalah massa jenis fluida diluar area lapisan batas. bentuk p pada Persamaan (4.3 dapat dituliskan sebagai berikut Selanjutnya p d p h = p d ρ g (4.41 selanjutnya p d dituliskan tanpa subskrip d. Dengan menyubstitusikan Persamaan (4.3, (4.41 dan Persamaan (4.39 serta F buo pada Persamaan (4.4 didapatkan persamaan momentum sebagai berikut ( u ρ t + (u u = p + µ u σb0u + (ρ ρ g (4.4 dengan g = (g x, g y, Persamaan Energi Selain persamaan kontinuitas dan persamaan momentum, pada penelitian ini juga digunakan persamaan energi. Menggunakan persamaan energi karena adanya temperatur yang berbeda dari aliran fluida sehingga menimbulkan adanya perpindahan energi yang berasal dari kalor antara media dengan fluida. Fenomena ini menunjukkan berlakunya hukum I Termodinamika mengenai energi total yang tersimpan dari suatu sistem. Hukum pertama Termodinamika untuk sebuah sistem adalah laju pertambahan terhadap waktu dari energi total yang tersimpan dari suatu sistem sama dengan laju netto pertambahan energi dari kalor ke dalam sistem ditambah dengan laju netto pertambahan dari kerja yang dipindahkan ke dalam sistem. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: ( D eρd = Q in ( Q out + Ẇin Ẇ out Dt sys sys sys 9

51 atau dapat ditulis: ( D eρd = Q innetto + Dt Ẇinnetto sys sys (4.43 Energi total yang tersimpan per satuan massa dari setiap partikel di dalam sistem (e, dihubungkan dengan energi dalam per satuan massa (ǔ, energi kinetik per satuan massa ( V, dan energi potensial per satuan massa (gz, diperoleh persamaan e = ǔ + V + gz (4.44 karena volume kendali untuk hukum pertama termodinamika berimpit dengan sebuah sistem, maka diperoleh persamaan menurut Teorema Transport Reynolds yaitu D eρd = eρd + eρ(u nda (4.45 Dt sys t cv cs Dengan menyubstitusikan Persamaan (4.45 dengan (4.43 didapatkan bentuk volume kendali untuk hukum I Termodinamika sebagai berikut: ( eρd + eρ(u nda = Q innetto + t Ẇinnetto cv cs cv (4.46 Karena pada penelitian ini benda dianggap diam maka tidak terjadi usaha pada sistem, maka Ẇ = 0, sehingga Persamaan (4.46 menjadi ( eρd + eρ(u. nda = Q innetto t cv cs cv atau dalam bentuk persamaan volume kendali yaitu eρd + (eρud = (c T d + t cv cs cv cv (4.47 qd (4.48 Dengan (c T adalah konduksi panas yang terjadi pada volume kendali dan q adalah sumber panas (heat generation. Karena pada penelitian ini tidak terdapat sumber panas pada volume kendali maka q = 0, sehingga Persamaan (4.48 dapat ditulis ( e ρ t + (eu = (c T (

52 berdasarkan sifat divergensi diketahui bahwa (Sen, 1996: (eu = u ( e + e( u (4.50 dengan mensubstitusikan persamaan kontinuitas pada Persamaan (4.50 didapatkan eu = u ( e + e( u = u (eu + 0 = u ( e maka Persamaan (4.46 dapat dinyatakan sebagai berikut: ( e ρ t + u ( e = (c T (4.51 Menurut Lienhard(00 pengaruh dari tekanan dan perubahan kerapatan dapat diabaikan karena dalam sistem tekanan konstan (tetap, sehingga perubahan dari energi dapat didekati dengan perubahan entalpi sebagai berikut ( P e = h h (4.5 ρ dengan menyubstitusikan h C p T ke Persamaan (4.51,sehingga didapat: ( T ρc p t + u ( T = (c T (4.53 dengan (T u = u ( T + T ( u sesuai dengan persamaan kontinuitas, maka (T u = u.( T (4.54 kemudian disubstitusikan Persamaan (4.54 ke Persamaan (4.53, diperoleh persamaan sebagai berikut: sehingga ( T ρc p t + u ( T = (c T (

53 dengan ( u ( T = (îu + ĵv î T x + ĵ T y ( = u T x + v T y (c T = c ( T [( = c î x + ĵ ( î T y x + ĵ T ] y ( T = c x + T y Maka Persamaan (4.55 menjadi ( T ρc p t + u T x + v T ( T = c y x + T y ( Penurunan Persamaan Pembangun Model Persamaan pembangun model yang meliputi persamaan kontinuitas, persamaan momentum dan persamaan energi telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Berikut ini persamaan pembangun yang digunakan pada aliran fluida yang bersifat unsteady dan incompressible: a. Persamaan Kontinuitas u = 0 ū x + v ȳ = 0 (4.57 b. Persamaan Momentum ( u ρ t + (u u = p + µ u σb0u + (ρ ρ g (4.58 c. Persamaan Energi ρc p ( T t + ū T x T ( T + v = c ȳ x + T ȳ (4.59 Tanda - menandakan bahwa variabel-variabelnya merupakan variabel yang berdimensi. 3

54 4..1 Persamaan Momentum Aliran fluida kental yang melewati permukaan sebuah silinder eliptik yang diilustrasikan pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa aliran bergerak ke arah sumbux dan ke arah sumbu-y, sehingga dapat dikontruksi persamaan momentum ke arah sumbu-x dan sumbu-y. Pada Persamaan momentum (4.58 terdapat bentuk komponen dalam notasi vektor, jika dijabarkan akan didapatkan sebagai berikut: a. Ruas kiri dari Persamaan (4.58 yang berupa u t adalah u t = t (ūî + vĵ = ū t î + v t ĵ (4.60 b. Ruas kiri dari Persamaan (4.58 yang berupa (u u adalah (u u = ( ( (ūî + vĵ xî + ȳ ĵ (ūî + vĵ = ū x (ūî + vĵ + v ȳ (ūî + vĵ = ū ū ū + v xî ȳ î + ū v v + v xĵ ȳ ĵ (4.61 c. Ruas kanan dari Persamaan (4.58 yang berupa p adalah p = ( xî + ȳ ĵ p = p xî + p ȳ ĵ (4.6 d. Ruas kanan dari Persamaan (4.58 yang berupa µ u adalah ( µ u = µ xî + ( ȳ ĵ xî + ȳ ĵ (ūî + vĵ ( = µ x + xȳ + (ūî + vĵ ȳ ( ū = µ x î + v x ĵ + ū xȳ î + v xȳ ĵ + ū ȳ î + v ( ū = µ ȳ ĵ x + ū ȳ î + µ ( v x + v ȳ ĵ (4.63 e. Ruas kanan dari Persamaan (4.58 yang berupa σb 0u adalah σb 0u = σb 0(ūî + vĵ = σb 0ūî + σb 0 vĵ (

55 Dengan mengelompokkan vektor î untuk sumbu-x dan ĵ untuk sumbu-y, didapatkan persamaan momentum sumbu-x yaitu ( ū ρ t + ū ū x ū + v = p ( ū ȳ x + µ x + ū σb ȳ 0ū + (ρ ρ g x (4.65 dan untuk persamaan momentum di sumbu-y yaitu ( v ρ t + ū v x v + v = p ( v ȳ ȳ + µ x + v σb ȳ 0 v + (ρ ρ gȳ (4.66 Sesuai dengan pendekatan Boussinesq yaitu semua variabel yang berpengaruh dalam Persamaan momentum (4.65 dan (4.66 diabaikan, kecuali kerapatan. Pendekatan Boussinesq ini diterapkan pada Persamaan (4.65 dan (4.66 untuk mendekati perbedaan kerapatan yang menyebabkan adanya aliran sebagai akibat dari interaksi antara gaya gravitasi dan tekanan hidrostatis seperti pengaruh temperatur. Menurut Leal (199, diasumsikan bahwa nilai maksimum ( T T kecil, sehingga berdasarkan definisi pendekatan Deret Taylor yaitu ρ ρ = 1 + β( T T + O( T T (4.67 dengan menghilangkan bagian yang berorder tinggi, maka Persamaan (4.67 menjadi ρ ρ ρ ρ ρ = 1 + β( T T = β( T T (4.68 dengan β adalah koefisien ekspansi panas yang dinyatakan dengan β = 1 ρ ( ρ T p (4.69 dengan mensubstitusikan Persamaan (4.68 pada Persamaan (4.65, maka didapatkan persamaan momentum sumbu-x: ( ū ρ t + ū ū x ū + v = p ( ū ȳ x + µ x + ū σb ȳ 0ū ρβ( T T g x (4.70 dan persamaan momentum sumbu-y yaitu ( v ρ t + ū v x v + v = p ( v ȳ ȳ + µ x + v σb ȳ 0 v ρβ( T T gȳ (

56 Pada penelitian ini menggunakan kondisi batas yaitu t < 0 : ū = v = 0, T = T untuk setiap x, ȳ t 0 : ū = v = 0, T = T w pada saat ȳ = 0 ū = ū e ( x, T = T saat ȳ ( Transformasi Variabel Takberdimensi Variabel takberdimensi digunakan untuk mempermudah proses komputasi. Pada permasalahan ini variabel tak berdimensi yang digunakan sebagai berikut (Ali, 010: x = x a, y = ȳ Re1/ a u = ū, v = Re 1/ U t = U t a p p = ρu v U, T = T T T w T (4.73 dengan Re = U a, dan ν adalah viskositas kinematik yang dapat dituliskan sebagai ν ν = µ. Selanjutnya dilakukan substitusi variabel-variabel tak berdimensi (4.73 ρ pada Persamaan (4.57, (4.70, (4.71 dan (4.59 sehingga didapatkan a. Persamaan Kontinuitas u x + v y = 0 (4.74 b. Persamaan Momentum sumbu-x u t + u u x + v u y = p x + 1 Re c. Persamaan Momentum sumbu-y 1 ( v Re t +u v x d. Persamaan Energi v +v = p y y + 1 v Re T t + u T x + v T y = 1 Pr 35 u x + u Mu + αt sin A (4.75 y x + 1 v Re y M Re v α T cos A Re1/ ( Re T x + 1 T (4.77 Pr y

57 dengan M, α, Gr, dan P r adalah parameter tak berdimensi. Parameter-parameter tersebut didefinisikan sebagai berikut: M = σb 0a ρu α = Gr Re Gr = gβ(t w T a 3 ν Pr = νρc p c (Parameter Magnetik (Parameter Konveksi (Bilangan Grashof (Bilangan Prandtl Berdasarkan variabel tak berdimensi pada (4.73 maka, kondisi batas pada (4.7 menjadi 4..3 Pendekatan Lapisan Batas 1 Re t < 0 : u = v = 0, T = 0 untuk setiap x, y t 0 : u = v = 0, T = 1 pada saat y = 0 u = u e (x, T = 0 saat y (4.78 Dengan menggunakan pendekatan lapisan batas yang mana Re sehingga 0, maka diperoleh a. Persamaan Kontinuitas b. Persamaan Momentum sumbu-x u x + v y = 0 (4.79 u t + u u x + v u y = p x + u Mu + αt sin A (4.80 y c. Persamaan Momentum sumbu-y p y = 0 (4.81 d. Persamaan Energi T t + u T x + v T y = 1 T (4.8 Pr y Pada Persamaan (4.81 dapat dilihat bahwa tekanan fluida, p tidak bergantung terhadap variabel y. Dikarenakan pada penelitian ini menggunakan penampang aliran dimensi, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan aliran hanya bergantung 36

58 pada variabel x. Oleh karena itu, hanya satu persamaan momentum yang digunakan dalam membangun model pada penelitian ini yaitu u t + u u x + v u y = p x + u Mu + αt sin A (4.83 y sehingga persamaan momentum di luar lapisan batas yaitu u e t + u u e e x + v u e y = p x + u e y Mu e + αt sin A (4.84 dengan menggunakan kecepatan aliran bebas u e 1981, sehingga didapatkan bahwa = sin x (Ingham dan Merkin, u e t = 0 ; u e y = 0 ; u e y = 0 (4.85 dengan menyubstitusikan Persamaan (4.85 pada (4.84 didapatkan dan pada saat T = 0 maka u e u e x = p x Mu e + αt sin A (4.86 p x = u u e e x + Mu e (4.87 dengan menyubstitusikan Persamaan (4.87 pada Persamaan (4.83 didapatkan u t + u u x + v u y = u u e e x + u y M(u u e + αt sin A ( Fungsi Arus atau Fungsi Alir (Stream Function Pada penelitian ini menggunakan penampang dua dimensi atau hanya terdapat dua komponen kecepatan yaitu u dan v yang alirannya berada pada bidang x dan y. Untuk menghubungkan dua fungsi kecepatan tersebut maka dikenalkan sebuah fungsi arus atau fungsi alir. Dengan adanya fungsi alir akan menyederhanakan banyaknya persamaan dan membuat komputasi hanya dalam satu variabel. Fungsi alir ini dinyatakan sebagai berikut u = ψ y dan v = ψ x (

59 a. Persamaan Kontinuitas x ( ψ + y y u x + v y ( ψ x ψ x y ψ x y ψ x y = 0 = 0 = 0 = ψ x y (4.90 b. Persamaan Momentum u t ψ t y + u u x + v u y = u u e e x + u y M(u u e + αt sin A + ψ ψ y x y ψ ψ x y = u u e e x + 3 ψ ( ψ y M 3 y u e + αt sin A (4.91 c. Persamaan Energi T t + u T x + v T y = 1 Pr T t + ψ y T x ψ x T y = 1 Pr T y T (4.9 y Kondisi batas pada (5. dapat dituliskan dalam bentuk fungsi alir yaitu 4..5 Persamaan Similaritas t < 0 : ψ = ψ = T = 0 untuk semua y x, y t 0 : ψ = ψ = 0, T = 1 pada saat y = 0 y ψ y = u e(x, T = 0 pada saat y (4.93 Persamaan kontinuitas pada Persamaan (4.90 dapat dihilangkan dari hasil fungsi alir sehingga persamaan pembangun hanya ada yaitu persamaan momentum dan energi. Persamaan untuk variabel similaritas untuk waktu kecil (t t dengan t sebarang nilai yaitu ψ = t 1/ u e (xf(x, η, t T = s(x, η, t η = y t 1/ (

60 Persamaan momentum: 3 f η + η f + t u ( e 1 3 η x Persamaan energi: + tu e ( f η ( f η f x η f x f ( + f + Mt η 1 f η = t f η t f αts sin A (4.95 η u e s η + Prη s η + Prtf u e s ( x η = Prtu e f s η x + f s + Prt s x η t (4.96 Variabel similaritas untuk waktu besar (t t yaitu ψ = u e (xf (x, Y, t T = S(x, Y, t Y = y (4.97 dengan mensubstitusikan variabel similaritas (4.97 pada persamaan momentum (4.91 yaitu 3 F Y + u ( ( e F 1 + F F ( + M 1 F 3 x Y Y Y + u e ( F Y dan persamaan energi untuk waktu besar yaitu F x Y F x = F Y t F αs sin A (4.98 Y u e S Y + PrF u e S ( x Y = Pru e F S Y x + F S + Pr S x Y t (4.99 Pada silinder eliptik terdapat dua macam bentuk yaitu (blunt orientation atau sumbu mayornya horizontal dan (slender orientation yaitu sumbu mayornya vertikal yang mana x dan sin A untuk bentuk slender orientation diberikan sebagai berikut: x = γ 0 (1 e cos z 1/ dz, sin A = sin γ (1 e cos γ 1/ dengan a adalah sumbu vertikal, b adalah sumbu horizontal dan e = 1 (b/a, sehingga untuk bentuk slender orientation dapat dituliskan ω = (a/b (Ahmad, 008.Pada penelitian ini diteliti pada bagian titik stagnasi yaitu (x 0, dengan demikian maka nilai u e (x = 0 dan ue(x x = 1, sin A u e ω sehingga persamaan 39

61 momentum dan energi untuk waktu kecil adalah 3 f η + η f ( 3 η + t 1 ( f f ( + f + Mt η η 1 f η = t f αtsω (4.100 η t dengan kondisi batas s η + Prη s s + Prtf η η = Prt s t (4.101 t < 0 : f = f η t 0 : f = f f η η = s = 0 untuk sebarang η dan x = 0, s = 1 pada saat η = 0 = 1, s = 0 saat η (4.10 dan untuk persamaan momentum dan energi untuk waktu besar yaitu 3 F ( ( F Y + F ( 1 + F + M 1 F = F αsω ( Y Y Y Y t dengan kondisi batas S S + PrF Y Y = Pr S t (4.104 F = F = 0, S = 1 pada saat Y = 0 Y F = 1, S = 0 pada saat Y (4.105 Y Pada penelitian ini konveksi yang digunakan adalah konveksi paksa, sehingga pada parameter konveksi α = 0, sehingga model aliran konveksi paksa yang mengandung medan magnet yang melewati silinder eliptik pada fluida kental adalah a. Pada saat small time (t < t dengan t adalah waktu sebarang yang diinginkan 3 f η + η f ( 3 η + t 1 ( f f ( + f + Mt η η 1 f η = t f η t (4.106 dengan kondisi batas s η + Prη s s + Prtf η η = Prt s t (4.107 t < 0 : f = f η = s = 0 untuk sebarang η dan x 40

62 t 0 : f = f = 0, s = 1 pada saat η = 0 η f = 1, s = 0 saat η (4.108 η b. Pada saat large time (t > t 3 F ( ( F Y + F ( 1 + F + M 1 F = F 3 Y Y Y Y t (4.109 dengan kondisi batas S S + PrF Y Y = Pr S t (4.110 F = F = 0, S = 1 pada saat Y = 0 Y F = 1, S = 0 pada saat Y (4.111 Y Bentuk Persamaan (4.106 dan (4.107 dapat dituliskan sebagai berikut f + η f + t(1 (f + ff + Mt(1 f = t f s + Pr η s + Prtfs = Prt s t t (4.11 (4.113 dimana tanda ( menunjukkan turunan partial terhadap η atau f, sedangkan untuk η bentuk persamaan waktu besar (4.103 dan (4.104 yaitu F + (1 (F + F F + M(1 F = F S + PrfS = Pr S t t (4.114 (4.115 Kondisi awal untuk fungsi f, f, f dan s, s didapatkan dengan menyubstitusikan t = 0 pada Persamaan (4.11 dan (4.113 yang kemudian diselesaikan dengan menggunakan kondisi batas (4.108 diperoleh ( η f = ηerf ( η f = erf f = 1 π e η 4 + π { exp ( } η

63 ( Pr s = erf η + 1 Pr { s = π exp Pr } 4 η (4.116 dan kondisi batas (4.108 dapat dituliskan sebagai f(0, t = f (0, t = 0, s(0, t = 1 f = 1, s = 0 untuk η (

64 BAB V PENYELESAIAN MODEL MATEMATIKA Pada bab ini menjelaskan penyelesaian model matematika aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD melewati silinder eliptik secara numerik dengan menggunakan skema Keller-Box. Penyelesaian ini diawali dengan mengimplementasikan metode Keller-Box dengan cara mendiskritisasikan model aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD melewati silinder eliptik yang telah didapatkan pada bab sebelumnya, kemudian dilakukan linierisasi Metode Newton, yang selanjutnya diselesaikan dengan teknik Eliminasi Matrik Blok Tridiagonal dan disimulasikan dengan program. Program simulasi yang telah dibuat menghasilkan hasil berupa grafik yang selanjutnya dianalisa. 5.1 Penyelesaian Numerik Model Setelah didapatkan model matematika dari aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD melewati silinder eliptik ini, hal yang dilakukan selanjutnya adalah penyelesaian secara numerik. Pada penelitian ini model persamaan yang didapatkan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metode Keller-Box. Metode ini sesuai dan efisien untuk menyelesaikan persamaan lapisan batas yang berbentuk diferensial parsial parabolik. Tahapan-tahapan dalam penyelesaian numerik ini yaitu: 1. Persamaan model sistem (4.106 dan (4.107 dibentuk menjadi persamaan orde pertama. Dilakukan diskritisasi dengan menggunakan beda hingga pusat 3. Dilakukan linierisasi persamaan yang didapat dengan menggunakan metode Newton dan dibentuk dalam matriks vektor 4. Hasil linierisasi diselesaikan dengan teknik eliminasi matriks blok tridiagonal Diskritisasi Model Persamaan (4.11 dan (4.113 merupakan persamaan dengan orde tinggi. Pada penyelesaian numerik menggunakan metode Keller-Box haruslah persamaan dalam bentuk orde pertama, maka dilakukan pemisalan fungsi sebagai berikut 43

65 Gambar 5.1: Stensil Beda Hingga f = u (5.1 u = v (5. s = q (5.3 v + η v + t(1 u + fv + Mt(1 u = t u t q + Pr ηq + Prtfq = Prt s t (5.4 (5.5 Setelah dilakukan pemisalan fungsi selanjutnya dilakukan diskritisasi model dengan menggunakan metode beda hingga sesuai dengan Gambar 5.1, untuk Persamaan (5.1-(5.3 menggunakan titik tengah (η j 1, t n pada ruas P 1 P dengan menggunakan beda hingga pusat, sedangkan untuk bentuk tak linier pada persamaan (5.4 dan (5.5 digunakan titik tengah (η j 1, t n 1 pada segiempat P 1 P P 3 P 4 sehingga didapatkan sebagai berikut (v n j v n j 1 l j (f n j f n j 1 l j = u n j 1 (u n j u n j 1 l j = v n j 1 (s n j s n j 1 + η 1 ( j vn + t n j 1 l j = q n j 1 1 (u n j 1 + (f j 1 v j 1 (5.6 (5.7 (5.8 44

66 + Mt n (1 u n tn 1 j 1 k n un j 1 η ( j 1 vn 1 t n 1 j 1 1 (u n 1 j 1 = (vn 1 j + (f n 1 j 1 Mt n 1 (1 u n 1 + tn 1/ j 1 k n un 1 j 1 v n 1 j 1 l j v n 1 j 1 (5.9 (qj n qj 1 n + Pr l j η j 1 q n + Prt n (fq n Prtn 1 j 1 j 1 = (qn 1 j k n s j 1 n q n 1 j 1 Pr l j η j 1 q n 1 Prt n 1 (fq n 1 j 1 j 1 Prtn 1 s k n j 1 n 1 (5.10 dengan l j adalah step size untuk η, sedangkan k n step size dari waktu, dimana 5.1. Linierisasi Model ( n = 1 [ ] ( n j 1 j + ( n j 1 ( n 1 j = 1 [ ] ( n j + ( n 1 j Setelah didapatkan hasil diskritisasi model, selanjutnya dilakukan linierisasi model pada Persamaan (5.6-(5.10 dengan menggunakan metode Newton. Sebelumnya dikenalkan bentuk iterasi untuk metode Newton sebagai berikut f (i+1 j = f (i j + δf (i j u (i+1 j = u (i j + δu (i j v (i+1 j = v (i j + δv (i j s (i+1 j = s (i j + δs (i j q (i+1 j = q (i j + δq (i j (5.11 Selanjutnya disubstitusikan bentuk iterasi (5.11 pada sistem Persamaan (5.6-(5.10, secara sederhana dengan menghilangkan orde tinggi pada, δu (i, δv(i, δs (i, δq(i didapatkan (δf (i j j j j j (δf j δf j 1 l j (δu j + δu j 1 = (r 1 j (5.1 (δu j δu j 1 l j (δv j + δv j 1 = (r j (

67 (δs j δs j 1 l j (δq j + δq j 1 = (r 3 j (5.14 (a 1 j δf j + (a j δf j 1 + (a 3 j δu j + (a 4 j δu j 1 + (a 5 j δv j + (a 6 j δv j 1 = (r 4 j (5.15 (b 1 j δq j +(b j δq j 1 +(b 3 j δf j +(b 4 j δf j 1 +(b 5 j δs j +(b 6 j δs j 1 = (r 5 j (5.16 dengan (r 1 j = (f n j f n j 1 + l j (un j + u n j 1 (r j = (u n j u n j 1 + l j (vn j + v n j 1 (r 3 j = (s n j s n j 1 + l j (qn j + q n j 1 (r 4 j = (vn j v n j 1 l j η 1 ( j vn t n 1 (u n + (f n v n j 1 j 1 j 1 j 1 Mt n (1 u n + tn 1 j 1 k n un (vn 1 j v n 1 j 1 j 1 l j ( t n 1 1 (u n 1 (r 5 j = (qn j q n j 1 l j (qn 1 j (a 1 j = tn (vn j 1 (a j = (a 1 j j 1 + (f n 1 j 1 v n 1 j 1 Mt n 1 (1 u n 1 j 1 η 1 j vn 1 j 1 Pr η j 1 q n Prt n (f n q n + Prtn 1 j 1 j 1 j 1 q n 1 j 1 Pr l j η j 1 q n 1 j 1 Prt n 1 (f n 1 j 1 tn 1/ k n un 1 j 1 k n s j 1 q n 1 Prtn 1 j 1 n k n s j 1 n 1 (a 3 j = t n u n j 1 (a 4 j = (a 3 j Mtn tn 1 k n (a 5 j = 1 l j + η j tn f n j 1 (a 6 j = 1 l j + η j tn f n j 1 46

68 (b 1 j = 1 l j + Pr η j Prt n 1 f n j 1 (b j = 1 + Pr η j 1 l j 4 + Prt n 1 f n j 1 (b 3 j = Prt n 1 (b 4 j = (b 3 j (b 5 j = Pr tn 1 k n (b 6 j = (b 5 j q n j 1 Berdasarkan kondisi batas pada (4.10 maka dapat dinyatakan bahwa δf 0 = 0, δu 0 = 0, δs 0 = 0, δu N = 0, δs N = Teknik Eliminasi Blok Sistem linier pada Persamaan (5.1-(5.16 dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik eliminasi blok (Na, Struktur tridiagonal blok biasanya terdiri dari elemen-elemen yang berupa variabel atau konstanta, sedangkan pada metode Keller-Box ini elemen-elemen dari blok tridiagonal berupa matriks blok, oleh karena itu terlebih dahulu dibutuhkan penentuan elemen-elemen dari matriks blok tridiagonal dari sistem linier Persamaan (5.1-(5.16 dengan cara dibentuk tiga keadaan yaitu saat j = 1, j = N 1, dan j = N. Keadaan 1 Saat j = 1, maka Persamaan (5.1-(5.16 menjadi (δf 1 δf 0 l 1 (δu 1 + δu 0 = (r 1 1 (δu 1 δu 0 l 1 (δv 1 + δv 0 = (r 1 (δs 1 δs 0 l 1 (δq 1 + δq 0 = (r 3 1 (a 1 1 δf 1 + (a 1 δf 0 + (a 3 1 δu 1 + (a 4 1 δu 0 + (a 5 1 δv 1 + (a 6 1 δv 0 = (r 4 1 (b 1 1 δq 1 + (b 1 δq 0 + (b 3 1 δf 1 + (b 4 1 δf 0 + (b 5 1 δs 1 + (b 6 1 δs 0 = (r 5 1 Berdasarkan kondisi batas δf 0 = 0, δu 0 = 0, δs 0 = 0 maka sistem diatas 47

69 dapat dibentuk dalam matriks sebagai berikut l l l l 1 (a (a 1 1 (a δv 0 δq 0 δf 1 δv (b 1 (b (b 1 1 l δu δs δf = (a δv 0 (b δq δq 1 (r 1 1 (r 1 (r 3 1 (r 4 1 (r 5 1 Dapat dituliskan secara sederhana bahwa untuk j = 1 [A 1 ][δ 1 ] + [C 1 ][δ ] = [r 1 ]. Keadaan Saat nilai j = N 1 maka Persamaan (5.1-(5.16 menjadi (δf N 1 δf N l N 1 (δu N 1 + δu N = (r 1 N 1 (δu N 1 δu N l N 1 (δv N 1 + δv N = (r N 1 (δs N 1 δs N l N 1 (δq N 1 + δq N = (r 3 N 1 (a 1 N 1 δf N 1 + (a N 1 δf N + (a 3 N 1 δu N 1 + (a 4 N 1 δu N + (a 5 N 1 δv N 1 + (a 6 N 1 δv N = (r 4 N 1 (b 1 N 1 δq N 1 + (b N 1 δq N + (b 3 N 1 δf N 1 + (b 4 N 1 δf N + (b 5 N 1 δs N 1 + (b 6 N 1 δs N = (r 5 N 1 dapat dinyatakan dalam bentuk matriks yaitu l N l N (a N 1 (a 6 N 1 0 δv N δq N δf N 1 δv N (b 4 N 1 0 (b N 1 δq N 1 48

70 + l N l N l N 1 (a 4 N 1 0 (a 1 N 1 (a 5 N 1 0 δu N δs N δf N 1 δv N (b 6 N 1 (b 3 N 1 0 (b 1 N 1 l N δu N δs N δf N = (a 3 N δv N 0 (b 5 N δq N δq N 1 (r 1 N 1 (r N 1 (r 3 N 1 (r 4 N 1 (r 5 N 1 Secara sedehana bentuk matriks diatas dapat dinyatakan sebagai [B j ][δ j 1 ] + [A j ][δ j ] + [C j ][δ j+1 ] = [r j ] dimana bentuk ini berlaku untuk setiap j =, 3,..., N 1. Keadaan 3 Saat nilai j = N maka Persamaan (5.1-(5.16 menjadi (δf N δf N 1 l N (δu N + δu N 1 = (r 1 N (δu N δu N 1 l N (δv N + δv N 1 = (r N (δs N δs N 1 l N (δq N + δq N 1 = (r 3 N (a 1 N δf N + (a N δf N 1 + (a 3 N δu N + (a 4 N δu N 1 + (a 5 N δv N + (a 6 N δv N 1 = (r 4 N (b 1 N δq N + (b N δq N 1 + (b 3 N δf N + (b 4 N δf N 1 + (b 5 N δs N + (b 6 N δs N 1 = (r 5 N dapat dinyatakan dalam bentuk matriks yaitu l N l N 0 0 (a N (a 6 N (b 4 N 0 (b N 49 δv N 1 δq N 1 δf N δv N δq N

71 + l N l N l N (a 4 N 0 (a 1 N (a 5 N 0 δu N 1 δs N 1 δf N δv N = (r 1 N (r N (r 3 N (r 4 N 0 (b 6 N (b 3 N 0 (b 1 N δq N (r 5 N secara sederhana dapat dinyatakan sebagai [B j ][δ j 1 ] + [A j ][δ j ] = [r j ] untuk j = N. Dengan demikian secara keseluruhan untuk j = 1,, 3,..., N secara sederhana dapat dituliskan j = 1 : [A 1 ][δ 1 ] + [C 1 ][δ ] = [r 1 ] j = : [B ][δ 1 ] + [A ][δ ] + [C ][δ 3 ] = [r ] j = 3 : [B 3 ][δ ] + [A 3 ][δ 3 ] + [C 3 ][δ 4 ] = [r 3 ].. j = N 1 : [B N 1 ][δ N ] + [A N 1 ][δ N 1 ] + [C N 1 ][δ N ] = [r N 1 ] j = N : [B N ][δ N 1 ] + [A N ][δ N ] = [r N ] atau dapat dinyatakan sebagai Aδ = r (5.17 dengan A = δ = [A 1 ] [C 1 ] [B ] [A ] [C ] [δ 1 ] [δ ]. [δ N 1 ] [δ N ], r = [B N 1 ] [A N 1 ] [C N 1 ] [B N ] [A N ] [r 1 ] [r ]. [r N 1 ] [r N ] Berdasarkan Persamaan (5.17, dapat dilihat bahwa matriks A adalah matriks tridiagonal yang elemen-elemennya bernilai nol kecuali pada tiga diagonal 50

72 utamanya. Persamaan (5.17 dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik eliminasi blok dengan mengasumsikan bahwa matriks A adalah matriks non singular sehingga dapat difaktorkan sebagai A = LU (5.18 dimana L = U = [α 1 ] [B ] [α 1 ] [I] [Γ 1 ] [I] [Γ 1 ] [α N 1 ] [B N ] [α N ] [I] [Γ N 1 ] [I] dan dengan [I] adalah matriks identitas yang berukuran 5 5 dan [α j ], [Γ j ] merupakan matriks ukuran 5 5 dengan elemen-elemennya ditentukan dengan persamaan berikut [α 1 ] = [A 1 ] [A 1 ][Γ 1 ] = [C 1 ] [α j ] = [A j ] [B j ][Γ j 1 ], j =, 3,..., N [α j ][Γ j ] = [C j ], j =, 3,..., N 1 dengan menyubstitusikan Persamaan (5.18 pada Persamaan (5.17 maka didapatkan persamaan LUδ = r (5.19 dengan mendefinisikan bahwa Uδ = W (5.0 51

73 sehingga Persamaan (5.19 dapat dituliskan sebagai LW = r (5.1 dimana W = [W 1 ] [W ]. [W N 1 ] [W N ] dan [W j ] adalah matriks berukuran 5 1 dengan elemen-elemennya didapatkan dari Persamaan (5.1 yaitu [α 1 ][W 1 ] = [r 1 ] [α j ][W j ] = [r j ] [B j ][W j 1 ], j N Setelah didapatkan elemen-elemen dari matriks W, maka selanjutnya dapat ditentukan penyelesaian dari δ pada Persamaan (5.0 dengan menggunakan persamaan berikut [δ j ] = [W j ] [δ j ] = [W j ] [Γ j ][δ j+1 ], 1 j N 1 dengan didapatkannya nilai δ, maka Persamaan (5.1-(5.16 dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian Persamaan (5.11 dengan melakukan iterasi sebanyak sampai memenuhi kriteria konvergen. Menurut Cebeci dan Bradshaw kriteria konvergen menggunakan v(0, t dan iterasi berhenti saat didapatkan δv(0, t < ε, dimana nilai dari ε sangat kecil. Pada penelitian ini digunakan nilai ε = 10 5 (Mohammad, Hasil Simulasi Numerik Setelah dilakukan tahapan penyelesaian numerik, dilakukan simulasi dengan menggunakan Matlab. Pada simulasi ini inputan berupa beberapa parameter dan simulasi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kali percobaan parameter. Akan tetapi pada bab ini hanya beberapa yang ditampilkan yang dapat mewakili dari percobaan simulasi yang telah dilakukan. Simulasi ini menggunakan partisi η sebanyak 60 dengan η = l j = 0.1 dan partisi t sebanyak 33 dengan t = k n = 5

74 0.05. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, didapatkan hubungan antara parameter magnetik (M, bilangan Prandtl (Pr, parameter konveksi (α, sumbu vertikal (a dan sumbu horisontal silinder eliptik (b dengan profil kecepatan (f dan profil temperatur (s. Uraian dari masing-masing pengaruh parameter tersebut adalah sebagai berikut Pengaruh Parameter Magnetik Gambar 5.: Profil Kecepatan dengan Variasi Parameter Magnetik (M Gambar 5.3: Profil Temperatur dengan Variasi Parameter Magnetik (M 53

75 Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter magnetik terhadap kecepatan dan temperatur fluida kental. Pada simulasi ini digunakan variasi parameter magnetik yaitu M = 0, 1, 5, 10 dengan α = 0, Pr = 0.7, a = 4 dan b = dengan t = 1.65, pemilihan variasi M ini dapat juga dilakukan untuk 0 M 100 yang mana maksud dari nilai M = 0 adalah tidak adanya pengaruh medan magnet pada aliran. Pada Gambar 5. didapatkan bahwa kecepatan fluida mengalami kenaikkan seiring dengan bertambahnya parameter magnetik. Nilai kecepatan mengalami peningkatan mulai f = 0 sampai f 1. Berdasarkan hasil grafik pada Gambar 5. didapatkan bahwa semakin besar nilai parameter magnetik maka semakin besar pula kecepatan aliran fluida. Hal ini terjadi karena besar Gaya Lorentz yang bekerja semakin besar seiring dengan bertambahnya besar medan magnet yang mempengaruhi fluida kental, hal ini dapat ditunjukkan secara matematis oleh M = σb 0 a ρu yang berarti bahwa M B 0. Dengan meningkatnya gaya Lorentz mengakibatkan gerakan muatan-muatan listrik yang ada dalam medan magnet menjadi meningkat dan bertambah pula momentum dari fluida ini, sehingga fluida kental pun akan bergerak lebih cepat. Pada Gambar 5.3 yaitu temperatur mengalami penurunan mulai dari s = 1 sampai s 0. Pada grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 5.3 didapatkan bahwa seiring bertambahnya parameter magnetik temperatur yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini dikarenakan gaya Lorentz yang disebabkan oleh adanya medan magnet yang melintang pada aliran membuat fluida ini semakin bertambah energi internalnya. Energi internal digunakan untuk partikel fluida bergerak melaju sesuai dengan stream line, sehingga temperatur fluida ini akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya medan magnet. 5.. Pengaruh Bilangan Prandtl Pada simulasi ini menggunakan beberapa variasi nilai bilangan Prandtl, yaitu 0.7, 7, 0, dan 100, dengan nilai M = 1, a = 4, dan b = dengan t = 1.65, untuk bilangan Prandtl dapat dipilih nilainya yaitu 0.7 P r 100 yang mana P r = 0.7 yang berarti gas dan P r = 7 berarti air. Berdasarkan pada Gambar 5.4 didapatkan bahwa kecepatan fluida mengalami perubahan yang sangat kecil pada saat nilai α 0. Hal ini berarti pada saat parameter konveksi menunjukkan adanya konveksi paksa maka pengaruh bilangan Prandtl terhadap kecepatan fluida sangat kecil. Pada grafik Gambar 5.4 didapatkan kecepatan fluida semakin menurun dengan seiring meningkatnya bilangan Prandtl. Hal ini terjadi dikarenakan Pr = νρcp sehingga c dapat dinyatakan bahwa Pr ρ. Oleh karena itu saat bilangan Prandtl diperbesar maka densitas dari fluida juga akan besar. Hal ini dapat menyebabkan kecepatan 54

76 Gambar 5.4: Profil Kecepatan dengan Variasi Bilangan Prandtl (Pr Gambar 5.5: Profil Temperatur dengan Variasi Bilangan Prandtl (Pr fluida semakin menurun. Pada Gambar 5.5 didapatkan bahwa semakin besar bilangan Prandtl yang digunakan maka semakin menurun temperatur fluida yang dihasilkan. Bilangan Prandtl merupakan rasio dari diffusivitas momentum dengan diffusivitas termal, dengan meningkatnya bilangan Prandtl maka konduktivitas termal akan turun dan 55

77 panas akan didifusikan dari permukaan benda lebih cepat dibanding fluidanya, hal inilah yang menyebabkan temperatur semakin menurun dengan meningkatnya bilangan Prandtl Pengaruh Variasi Parameter Konveksi Gambar 5.6: Profil Kecepatan dengan Variasi Parameter Konveksi (α Gambar 5.7: Profil Temperatur dengan Variasi Parameter Konveksi (α Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter konveksi 56

78 terhadap profil kecepatan dan temperatur fluida dengan variasi nilainya yaitu α = 0, 0.5, 1, 1.5 dengan menggunakan nilai M = 1, Pr = 0.7, a = 4, dan b = adalah tetap, selain nilai α tersebut juga dapat digunakan nilai < α < 10 yang memiliki arti bahwa saat nilai α 0 merupakan terjadinya konveksi campuran dan saat α = 0 merupakan konveksi paksa. Berdasarkan Gambar 5.6 didapatkan bahwa semakin besar nilai parameter konveksi maka semakin besar pula nilai kecepatan fluidanya. Hal ini terjadi karena dengan adanya peningkatan nilai parameter konveksi maka semikin meningkat pula gaya apung yang bekerja pada fluida sehingga kecepatan fluida akan meningkat. Pada Gambar 5.7 didapatkan bahwa temperatur fluida semakin menurun seiring dengan bertambahnya parameter konveksi. Temperatur fluida mengalami penurunan mulai dari s = 1 sampai s = 0. Diketahui bahwa dengan α = Gr Re maka α Gr, sedangkan Gr = gβ(tw T a3 yang mana dapat dikatakan bahwa ν α Gr (T w T. Oleh karena itu, terjadinya penurunan temperatur ini dapat dikarenakan oleh adanya (T w T yang semakin besar. Dengan nilai temperatur dinding yang tetap maka temperatur fluida akan semakin kecil seiring dengan bertambahnya nilai α Pengaruh Variasi Sumbu Vertikal dan Horisontal Silinder Elliptik Gambar 5.8: Profil Kecepatan dengan Variasi Nilai Sumbu Horizontal (b Pada simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan sumbu horizontal dan sumbu vertikal terhadap profil kecepatan dan temperatur fluida. 57

79 Gambar 5.9: Profil Temperatur dengan Variasi Nilai Sumbu Horizontal (b Sesuai dengan gambar silinder eliptik pada Gambar 4.1 yaitu a sebagai sumbu yang vertikal dan b sebagai sumbu yang horizontal. Pada penelitian ini menggunakan bentuk silinder eliptik bluff body dengan a > b. Akan tetapi pada simulasi ini digunakan beberapa variasi nilai sumbu horizotal dengan sumbu vertikal dan parameter lainnya tetap yaitu M = 1, P r = 0.7 dan α = 1. Variasi nilai sumbu horizontal pada simulasi ini yaitu b =, 4, 0, 50 dengan nilai a = 4 atau dapat dituliskan bahwa b = 0.5a, a, 5a, 10a. Pada simulasi pengaruh sumbu vertikal dan sumbu horizontal dapat juga dilakukan untuk a > 0 dan b > 0. Pada Gambar 5.8 didapatkan bahwa semakin panjang sumbu horizontal maka semakin menurun nilai kecepatan fluidanya. Hal ini terjadi karena gaya hambat dari benda pada fluida semakin besar dengan bertambahnya sumbu horizontal atau dapat dikatakan bahwa benda semakin lebar kesamping. Dengan semakin besarnya gaya hambat yang bekerja maka semakin kecil kecepatan fluida yang mengalir didekat dengan permukaan benda. Berbeda dengan kecepatan yang semakin menurun dengan bertambah panjangnya sumbu horizontal, pada temperatur fluida terjadi penurunan sesuai dengan Gambar 5.9, yaitu semakin besar atau panjang sumbu horizontal dari silinder eliptik maka semakin menurun temperatur fluidanya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh konveksi campuran (α = 1 dan pengaruh medan magnet. Adanya medan magnet pada konveksi campuran akan membuat gradien temperatur pada permukaan meningkat sehingga mempercepat adanya perpindahan panas dari permukaan ke fluida yang mengalir. Pada grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 merupakan 58

80 Gambar 5.10: Profil Kecepatan dengan Variasi Nilai Sumbu Vertikal (a Gambar 5.11: Profil Temperatur dengan Variasi Nilai Sumbu Vertikal (a profil kecepatan dan profil temperatur dengan variasi nilai sumbu vertikal. Pada simulasi ini menggunakan nilai a =, 4, 16, 40 dengan nilai b = atau dapat dituliskan a = b, b, 8b, 0b, α = 0.01, M = 1, dan Pr = 0.7. Berdasarkan grafik pada Gambar 5.10 didapatkan bahwa kecepatan fluida semakin meningkat seiring dengan semakin panjangnya sumbu vertikal dari silinder eliptik. Hal ini terjadi 59

81 karena bentuk silinder eliptik yang semakin memanjang secara vertikal atau dapat dikatakan bahwa silinder semakin ramping, dengan bentuk silinder yang semakin ramping ke arah vertikal maka membuat gaya hambat dari permukaan benda semakin kecil dan menyebabkan kecepatan semakin meningkat. Sedangkan pada Gambar 5.11 didapatkan bahwa temperatur cenderung menurun dengan semakin panjang sumbu vertikal. 60

82 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Model matematika aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD yang melewati silinder eliptik dibangun oleh tiga persamaan pembangun yaitu persamaan kontinuitas, persamaan momentum dan persamaan energi yang masing-masing diperoleh dari penerapan Hukum Kekekalan Massa, Hukum II Newton, dan Hukum I Termodinamika. Pendekatan Boussinesq diterapkan pada persamaan pembangun, kemudian diubah kebentuk model persamaan yang tak berdimensi, dan dilakukan transformasi kebentuk persamaan similaritas untuk mendapatkan model akhir dari aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD yang melewati silinder eliptik.. Model matematika aliran tak tunak konveksi paksa fluida kental MHD yang melewati silinder eliptik dapat diselesaikan dengan menggunakan metode numerik yaitu metode Keller-Box. Penyelesaian numerik ini diawali dengan mengubah model matematika kebentuk persamaan orde satu. Kemudian model matematika didiskritisasi dengan beda hingga pusat. Model matematika hasil diskritisasi berupa sistem persamaan yang tak linier, sehingga dilakukan linierisasi model dengan Metode Newton, dan diselesaikan dengan Metode Eliminasi Matriks Blok Tridiagonal. 3. Hasil simulasi numerik dengan menggunakan beberapa variasi parameter yaitu parameter magnetik, bilangan Prandtl, parameter konveksi, panjang sumbu vertikal dan horizontal silinder eliptik didapatkan bahwa: a. Semakin meningkatnya parameter magnetik (M didapatkan bahwa kecepatan fluida yang dihasilkan semakin meningkat, sedangkan temperaturnya semakin menurun. b. Semakin meningkatnya bilangan Prandtl (Pr didapatkan bahwa kecepatan fluida semakin menurun tetapi penurunan yang dihasilkan tidak 61

83 signifikan. Temperatur fluida juga semakin menurun seiring bertambahnya bilangan Prandtl (Pr c. Semakin meningkatnya parameter konveksi (α didapatkan bahwa kecepatan fluida yang dihasilkan semakin meningkat, sedangkan temeperaturnya semakin menurun. d. Semakin panjang sumbu vertikal silinder eliptik (a didapatkan bahwa kecepatan fluida yang dihasilkan semakin meningkat, sedangkan temperaturnya semakin menurun. e. Semakin panjang sumbu horizontal silinder eliptik (b didapatkan bahwa kecepatan fluida yang dihasilkan semakin menurun, sedangkan temperaturnya semakin meningkat. 6. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan pada penelitian yang selanjutnya adalah sebagai berikut: Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan studi tidak pada titik stagnasi atau (x 0, sehingga dapat dilihat profil temperatur dan kecepatan disekeliling permukaan silinder eliptik. Pada penelitian ini penelitian dilakukan pada silinder eliptik yang terletak pada aliran bebas tanpa halangan, diharapkan selanjutnya dapat dilakukan pada silinder eliptik yang terletak diantara dua dinding pembatas untuk mengetahui pengaruh pada lapisan batas yang dihasilkan. Pada penelitian ini penelitian dilakukan pada aliran medan magnet yang tidak mengalami induksi, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian dengan memperhitungkan adanya induksi medan magnet. 6

84 LAMPIRAN Lampiran 1. Penurunan Persamaan Komponen Tegangan Normal dan Tegangan Geser pada Penyelesaian Persamaan Momentum Sumbu x dan y Turunan σ xx terhadap x σ xx x = ( x p + µ u x = p x + u µ x Turunan σ yy terhadap y σ yy y = ( p + µ v y y = p y + v µ y Turunan τ yx terhadap y τ yx y ( ( u µ y + v x = y ( u = µ y + v x y Turunan τ xy terhadap x τ xy x ( ( u µ = x ( u = µ y + v x x y + v x sehingga komponen gaya permukaan yaitu dapat dinyatakan sebagai ( σxx x + τ ( yx σyy î + y y + τ yx ĵ x ( p x + u ( µ x + µ u y + v ( î + p x y y + v ( µ y + µ u x y + v ĵ x 65

85 berdasarkan persamaan kontinuitas yaitu u x + v y = 0 u x = v y oleh karena itu gaya permukaan dapat dinyatakan dengan ( p x + u µ x + u µ y u ( î µ + p x y + v µ y v µ y + v ĵ µ x ( p x + u µ x + u ( î µ + p y y + v µ y + v ĵ µ x ( p xî p ( y ĵ u + µ x + u ( î v + µ y x + v ĵ y p + µ u 66

86 Lampiran. Transformasi Persamaan Pembangun ke Persamaan Non-dimensional Berdasarkan variabel-variabel tak berdimensi (4.73, dengan mensubstitusikan variabel-variabel tersebut pada Persamaan (4.57, (4.70, (4.71 dan (4.59 maka didapatkan Persamaan Kontinu (uu + (vu Re 1 (xa (yare 1 U u a x + U v a y u x + v y = 0 = 0 = 0 sehingga diperoleh persamaan kontinuitas tak berdimensi yaitu u x + v y = 0 Persamaan Momentum Sumbu-x ( ū ρ t + ū ū x a. Ruas Kiri ū + v = p ( ū ȳ x + µ x + ū σb ȳ 0ū ρβ( T T g x ( ū ρ t + ū ū x ( (uu = ρ b. Ruas Kanan ( U = ρ a = ρ U a ū + v ȳ (tau 1 + uu (uu + vu Re 1/ (uu (xa (yare 1/ u t + U a u u x + U a v u y ( u t + u u x + v u y p ( ū x + µ x + ū σb ȳ 0ū ρβ( T T g x ( (uu = (pρu (xa + µ (xa + (uu (yare 1/ 67 σb 0uU

87 + ρβt (T w T g x p x + µ ( U a u x + = ρ U a + ρβt (T w T g x = ρ U a + ρβt (T w T g x U u σb a Re 1 y 0uU p ( x + µu u a x + 1 u σb Re 1 y 0uU Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan, maka didapatkan ρ U ( u a t + u u x + v u y = ρ U p ( a x + µu u a x + 1 u Re 1 y σb 0uU + ρβt (T w T g x dengan membagi kedua ruas dengan (ρ U a didapatkan u t + u u x + v u y u t + u u x + v u y u t + u u x + v u y u t + u u x + v u y = p x + µ ( u ρu a x + 1 u σa B Re 1 y ρu 0u + a βt (T U w T g x ν u = p x + U a x + ν u ( σab U are 1 y 0 u ρu + a β(t U w T T g sin A = p x + 1 u Re x + 1 u Mu + αt sin A ReRe 1 y = p x + 1 u Re x + u Mu + αt sin A y Persamaan Momentum sb-y ( v ρ t + ū v x v + v = p ( v ȳ ȳ + µ x + v σb ȳ 0 v ρβ( T T gȳ a. Ruas Kiri ( v ρ t + ū v x v + v ȳ ( (vu Re 1/ (vu Re 1/ = ρ + uu (tau 1 (xa +vu Re 1/ (vu Re 1/ (yare 1/ ( = ρ Re 1/ U v a t + U Re 1/ a u v x 68

88 +Re 1/ U a v v y = ρre 1/ U a ( v t + u v x + v v y b. Ruas Kanan p ȳ + µ ( v x + v ȳ σb 0 v ρβ( T T gȳ = (pρu ( (yare 1/ + µ (vu Re 1/ + (vu Re 1/ (xa (yare 1/ σb0vu Re 1/ ρβt (T w T g y U p ( = ρ are 1/ y + µ U Re 1/ v a x + U Re 1/ v a Re 1 y U Re 1/ σb0v ρβ(t w T T g cos A U p = ρ are 1/ y + µρ U ( v a Re 1/ x + v Re y U Re 1/ σb0v ρβ(t w T T g cos A Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan, maka didapatkan ρre 1/ U ( v a t + u v x + v v y U U p = ρ are 1/ y + µρ a Re 1/ ( v x + v Re U y Re 1/ σb0v ρβ(t w T T g cos A ( dengan membagi kedua ruas dengan ρu didapatkan are 1/ ( v Re 1 t + u v x + v v y 1 ( v Re t + u v x + v v y 1 ( v Re t + u v x + v v y = p y + µ Re 1 ρau ( v x + Re v y are 1/ β(t U w T T g cos A = p y + ( νρre 1 aρu ( v x + Re v y Re 1 ( σb 0 a ρu v αre 1/ T cos A are 1 σb ρu 0v = p y + Re 1 Re 1 ( v x + Re v y Re 1 Mv αre 1/ T cos A 69

89 1 ( v Re t + u v x + v v y 1 ( v Re t + u v x + v v y 1 ( v Re t + u v x + v v y = p ( νρre 1 ( y + v aρu x + v Re y ( σb Re 1 0 a v αre 1/ T cos A ρu = p ( y + Re 1 Re 1 v x + v Re y Re 1 Mv αre 1/ T cos A = p y + 1 v Re x + 1 v Re y M Re v α T cos A Re1/ Persamaan Energi ρc p ( T t + ū T x T ( T + v = c ȳ x + T ȳ a. Ruas Kiri ρc p ( T t + ū T x T + v ȳ ( (T (Tw T + T = ρc p (tau 1 (T (T w T + T +uu (xa +vu Re 1/ (T (T w T + T (yare 1/ = ρc p (T w T U ( T a t + u T x + v T y U ( T +ρc p + u T a t x + v T y Karena T adalah suatu konstanta maka T = 0, sehingga ruas kiri t menjadi ρc p (T w T U ( T a t + u T x + v T y b. Ruas Kanan ( T c x + T ȳ ( (T (T w T + T = c + (T (T w T + T (xa (yare 1/ ( (Tw T T = c a x + (T w T a = c (T w T ( T a x + T y Re T y 70

90 Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka dapat dituliskan ρc p (T w T U ( T a t + u T x + v T y = c (T w T ( T a x + T Re y dengan membagi kedua ruas dengan ρcp(tw T U a didapatkan T t + u T x + v T y T t + u T x + v T y T t + u T x + v T y T t + u T x + v T y = = = = c ( T au ρc p x + T Re y c T au ρc p x + cre T au ρc p y c T νreρc p x + cre T νreρc p y 1 T PrRe x + 1 T Pr y 71

91 Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Similaritas Berdasarkan persamaan tak berdimensi yaitu pada Persamaan (4.79, (4.88 dan (4.8 dilakukan transformasi kebentuk persamaan similaritas dengan menggunakan fungsi alir sesuai dengan (4.89 yaitu u = ψ y dan v = ψ x dengan variabel similaritas yang telah ditunjukkan pada Persamaan (4.94 yaitu sehingga didapatkan ψ = t 1/ u e (xf(x, η, t T = s(x, η, t η = y t 1/ Persamaan Kontinu x ( ψ + y y u x + v y ( ψ x ψ x y ψ x y ψ x y = 0 = 0 = 0 = ψ x y Persamaan Momentum t ( ψ + y ( ψ y x u t + u u x + v u y ( ψ ( + ψ y x y ( ψ y u e = u e x + u y M(u u e + αt sin A u ( e = u e x + ψ y y ( ψ M y u e + αt sin A ψ t y + ψ ψ y x y ψ ψ u e = u x y e x + 3 ψ y 3 ( ψ M y u e + αt sin A 7

92 dengan η = 1 y t 1/ ψ = ψ η y η y = (t1/ u e (xf(x, η, t 1 η t = u f(x, η, t e(x 1/ η ψ x = t1/ u e (xf(x, η, t = t 1/ f(x, η, t u e(x + t 1/ f(x, η, t u e (x x x x ψ = ( ψ = ( f(x, η, t u y e (x = ( f(x, η, t η u e (x y y y η η η y = ( f(x, η, t 1 u e (x η η t = 1 1/ t u e(x f(x, η, t 1/ η 3 ψ = ( ψ = ( 1 y 3 y y y t u e(x f(x, η, t 1/ η = ( 1 η t u e(x f(x, η, t η 1/ η y = ( 1 η t u e(x f(x, η, t 1 1/ η t 1/ = 1 t u e(x 3 f(x, η, t ψ x y ψ t y = ( ψ x y = u e(x x = ( ψ t y + t ( u e (x + u e (x f(x, η, t t η η 3 = ( f(x, η, t u e (x x η f(x, η, t + u e (x f(x, η, t η x η = ( f(x, η, t u e (x = t η η f(x, η, t = u e (x f(x, η, t η = u e(x η t ( u e (x f(x, η, t η η t η t ( 1 η f(x, η, t + u η e (x f(x, η, t t η untuk selanjutnya dapat dituliskan bahwa u e (x = u e dan f(x, η, t = f sehingga persamaan similaritas untuk persamaan momentum yaitu Ruas Kiri ψ t y + ψ ψ y x y ψ ψ = u e η f x y t η + u f e t η + u e f + u e x η ( t 1/ f u e x + f t1/ u e x ( 1 t u f 1/ e η 73 f η ( ue x f η

93 Ruas Kanan u e u e x + 3 ψ ( ψ y M 3 y u u e e + αt sin A = u e x + 1 t u 3 f e η 3 ( f M u e η u e + αs sin A Karena ruas kiri dan ruas kanan sama sehingga didapatkan u e t u e t η f f + u η e η f t η + u f ( ue f e η x η + u f e x η +t 1/ f ( 1 u e x t u f u e 1/ e = u η e x + u e t ( f M u e η u e + αs sin A f + u η e t η + u e u e f x u e x f η = u e ( t 1/ f u e x 3 f η 3 ( f + u f f e η η x η u ef u e f x η u e x + u e 3 f ( t η + Mu 3 e 1 f + αs sin A η kedua ruas dibagi dengan ue t didapatkan η f + t f ( η t η + t u e f f + tue x η η = t u e x + 3 f ( η + Mt 1 f 3 η 3 f η 3 + η f η + t u e x = t f t η + tu e ( ( f 1 η ( f η f x η tf u e f x η tu f e x + αts sin A u e + f f η + Mt f x η f x f η ( 1 f η f η + αts sin A u e Persamaan Energi T t + u T x + v T y = 1 Pr T t + ψ y T x ψ x 74 T y = 1 Pr T y T y

94 dengan T t T y s(x, η, t ( 1 η s(x, η, t η s(x, η, t = + = η t t = η s(x, η, t s(x, η, t + t η t = T η s(x, η, t η = η y η y = 1 s(x, η, t t 1/ η η s(x, η, t + t t T y = ( T = ( 1 s(x, η, t = ( 1 s(x, η, t η y y y t 1/ η η t 1/ η y = s(x, η, t η 1 t 1/ 1 t 1/ = 1 t s(x, η, t η untuk selanjutnya dapat dituliskan bahwa s(x, η, t = s sehingga persamaan similaritas untuk energi yaitu η s t η + s t + u f e η η s t η + s t + u f e η s ( x t 1/ f u e x + f t1/ u e x s s x f u e x Kedua ruas dikalikan dengan Prt didapatkan ( 1 s t 1/ η f η u e x s η = 1 1 s t Pr η = 1 1 s t Pr η Pr η s η + Prt s t + Prtu f s e η x Prtf u e s x η Prtu f s e x η = s η s η + Prη s η + Prtf u e s ( f s = Prtu e x η x η f s + Prt s η x t 75

95 Lampiran 4. Penurunan Kondisi Awal Bentuk persamaan untuk menentukan kondisi awal yaitu f + η f + t(1 (f + ff + Mt(1 f = t f s + Pr η s + Prtfs = Prt s t dengan menyubstitusikan t = 0 maka didapatkan persamaan t f + η f = 0 s + Pr η s = 0 untuk mendapatkan f digunakan persamaan f + η f = 0 diubah terlebih dulu kedalam bentuk persamaan diferensial tingkat satu, dengan memisalkan f = h sehingga persamaan menjadi h + η h = 0 dengan h = dh/dη maka dapat dituliskan dh + η hdη = 0 kedua ruas dibagi dengan h sehingga didapatkan kedua ruas diintegralkan didapatkan 1 h dh + η dη = 0 ln h + η 4 = c 1 ln h = η 4 + c 1 h = e η 4 +c 1 h = e c 1 e η 4 76

96 karena h = f maka f = e c 1 e η 4 f = e c 1 e η 4 dη f = e c 1 e η 4 dη dengan substitusi kondisi batas pada Persamaan (4.10 didapatkan saat η = 0 e c 1 = 1 π (6.1 sehingga dan f = erf( η (6. f = 1 π e η 4 (6.3 dan dengan mengintegralkan f didapatkan ( η f = ηerf + { ( } exp η 1 π 4 Selanjutnya dilakukan penyelesaian untuk mendapatkan s dengan memisalkan s = k sehingga k + Prη k = 0 dengan k = dk/dη maka dapat dituliskan dk + Prη kdη = 0 kedua ruas dibagi dengan k sehingga didapatkan 1 Prη dk + k dη = 0 77

97 kedua ruas diintegralkan didapatkan karena k = s maka ln k + Prη 4 = c ln k = Prη 4 + c k = e Prη 4 +c k = e c e Prη 4 s = e c e η 4 s = e c 1 e Prη 4 dη s = e c e Prη 4 dη dengan substitusi kondisi batas pada Persamaan (4.10 didapatkan sehingga didapatkan saat η = 0 e c Pr = π Pr { s = π exp dengan mengintegralkan s didapatkan Pr 4 η } ( Pr s = erf η

98 Lampiran 5. Diskritisasi Model Berdasarkan pemisalan fungsi dalam bentuk orde pertama yaitu f = u u = v s = q v + η v + t(1 u + fv + Mt(1 u + αtsω = t u t dapat didiskritisasi menjadi q + Pr ηq + Prtfq = Prt s t 1. 1 l j (f n j f n j 1 = u n j 1 1 l j (f n j f n j 1 = 1 (un j + u n j dengan 1 l j (u n j u n j 1 = v n j 1 1 l j (s n j s n j 1 = q n j 1 1 [ (L 1 n j 1 1 l j (u n j u n j 1 = 1 (vn j + v n j 1 1 l j (s n j s n j 1 = 1 (qn j + q n j 1 ] (u n u n 1 + (L 1 n 1 = t n 1 j 1 j 1 j 1 k n (L 1 n j 1 (L 1 n 1 j 1 = [v + η v + t(1 u + fv + Mt(1 u + αtsω] n j 1 ( v n j v n j 1 = + η j 1/ vj 1/ n + t (1 n (u n l j j 1/ + fj 1/v n j 1/ n = Mt n (1 u n j 1/ + αωt n s n j 1/ = [v + η v + t(1 u + fv + Mt(1 u + αtsω] n 1 j 1 ( v n 1 j = v n 1 j 1 l j = Mt n 1 (1 u n 1 j 1/ + αωtn 1 s n 1 j 1/ + η ( j 1/ v n 1 j 1/ + tn 1 (u n 1 j 1/ + f n 1 j 1/ vn 1 j 1/ 79

99 sehingga didapatkan 1 ( (v n j vj 1 n l j + η j 1 vn j 1 + αωt n s n j 1 ( + t n 1 1 (u n 1 + αωt n s n j 1 (vn j vj 1 n + η 1 j l j vn j 1 ( + t n 1 (u n + (f n v n + Mt n (1 u n j 1 j 1 j 1 j 1 + (vn 1 j j 1 v n 1 j 1 l j + (f n 1 j 1 + η 1 j v n 1 j 1 vn 1 j 1 + tn 1 k n un tn 1/ j 1 k n un 1 j 1 ( + t n 1 (u n + (f n v n j 1 j 1 j 1 + αωt n 1 s n 1 tn 1 j 1 k n un j 1 ( t n 1 1 (u n 1 j 1 + (f n 1 j 1 = (vn 1 j v n 1 j 1 + Mt n 1 (1 u n 1 j 1 v n 1 j 1 l j + Mt n (1 u n j 1 η 1 j vn 1 j 1 Mt n 1 (1 u n 1 j 1 αωt n 1 s n 1 j 1 + tn 1/ k n un 1 j 1 5. dengan (L n j 1 (L n 1 j 1 1 [ (L n j 1 ] (s n s n 1 + (L n 1 = Prt n 1 j 1 j 1 j 1 k n = [q + Pr ηq + Prtfq]n j 1 ( q n j q n j 1 = + Pr ηn j 1/ qj 1/ n + Prt n f n l j j 1/qj 1/ n = [q + Pr ( q n 1 j = ηq + Prtfq]n 1 j 1 q n 1 j 1 l j j 1/ + Pr ηn 1 q n 1 j 1/ + Prtn 1 f n 1 j 1/ qn 1 j 1/ sehingga didapatkan 1 ( (q n j qj 1 n + Pr l j η j 1 q n + Prt n (fq n + (qn 1 j q n 1 j 1 j 1 j 1 l j + Pr η j 1 q n 1 j 1 = Prtn 1 s k n j Prt n 1 (fq n 1 j 1 Prt n 1 n k n s j 1 n 1

100 (qn j qj 1 n + Pr l j η j 1 q n + Prt n (fq n Prtn 1 j 1 j 1 = (qn 1 j Prtn 1 s k n j 1 k n s j 1 n q n 1 j 1 Pr l j η j 1 q n 1 Prt n 1 (fq n 1 j 1 j 1 n 1 Setelah dilakukan diskritisasi selanjutnya dilakukan linierisasi dengan metode Newton sebagai berikut 1. 1 l j (f n j f n j l j (δf j δf j 1 = 1 (un j + u n j (δu j + δu j 1 (δf j δf j 1 l j (δu j + δu j 1 = (f n j f n j 1 + l j (un j + u n j 1. 1 l j (u n j u n j l j (δu j δu j 1 = 1 (vn j + v n j (δv j + δv j 1 (δu j δu j 1 l j (δv j + δv j 1 = (u n j u n j 1 + l j (vn j + v n j l j (s n j s n j l j (δq j δq j 1 = 1 (sn j + s n j (δq j + δq j 1 (δs j δs j 1 l j (δq j + δq j 1 = (s n j s n j 1 + l j (qn j + q n j 1 4. ( v n j vj 1 n l j + ( δvj δv j 1 + η j 1 l j + t (1 n ( v n j 1 ( u n j 1 ( v n + δv j + δv j 1 j 1 + δu j + δu ( j 1 + f n j 1 ( ( + Mt n 1 u n j 1 + δv j + δv j δf j + δf j 1 + δu j + δu j 1

101 ( δvj δv j 1 l j + αωt n ( s n j 1 + δs j + δs j 1 tn 1 (u n k n j 1 + δu j + δu j 1 = R 1 + η ( j 1 δvj + δv ( j 1 t n δuj + δu j 1 ( ( t n u n δuj + δu ( j 1 + t n f n δvj + δv j 1 j 1 j 1 ( + t n v n δfj + δf ( j 1 + t n δvj + δv ( j 1 δfj + δf j 1 j 1 ( Mt n δuj + δu ( j 1 + αωt n δsj + δs j 1 ( tn 1/ δuj + δu ( j 1 (v n j vj 1 n = + η 1 j k n l j vn j 1 ( + t n 1 (u n + (f n v n + Mt n (1 u n j 1 j 1 j 1 j 1 + αωt n s n tn 1 j 1 k n un + R j ( q n j qj 1 n l j ( δqj δq j 1 l j + ( δqj δq j 1 + Pr ( l j η j 1 q n j 1 ( + Prt n f n j 1 Prtn 1 ( k n + δf j + δf j 1 ( q n j 1 + δq j + δq j 1 + δq j + δq j 1 δs j + δs j 1 s j 1 n + = R + Pr ( η δqj + δq ( j 1 j 1 + Prt n f n δqj + δq j 1 j 1 ( + Prt n q n δfj + δf ( j 1 + Prt n δfj + δf ( j 1 δqj + δq j 1 j 1 Prtn 1 ( δsj + δs ( j 1 (q n j qj 1 n = + Pr k n l j η j 1 q n j 1 + Prt n (f n q n Prtn 1 s j 1 j 1 k n j 1 n + R dengan R 1 = (vn 1 j R = (qn 1 j v n 1 j 1 l j η 1 ( j vn 1 t n 1 j 1 Mt n 1 (1 u n 1 αωt n 1 s n 1 + tn 1 j 1 j 1 q n 1 j 1 Pr l j η j 1 q n 1 j (u n 1 j 1 k n un 1 j 1 Prt n 1 (f n 1 j 1 + (f n 1 j 1 v n 1 j 1 q n 1 Prtn 1 j 1 k n s j 1 n 1

102 Lampiran 6. Program Matlab c l e a r a l l c l c c l o s e a l l format long np = 6 0 ; %% banyak p a r t i s i e t a n t = 3 3 ; %% banyak p a r t i s i waktu n t 1 = 1 ; %% banyak p a r t i s i waktu u n t u k s m a l l t i m e Pr = 0. 7 ; %% b i l a n g a n P r a n d t l a l p h a =0; %% Parameter K o n v e k s i may =4; %% sumbu v e r t i k a l min =; %% sumbu h o r i z o n t a l omega =(may / min ˆ ; d e l e t a = 0. 1 ; %% s t e p s i z e d a r i e t a e t a ( 1 = 0. 0 ; e t a c ( 1 = 0. 0 ; d e l t = ; %% s t e p s i z e d a r i waktu Magnet ( 1 =0; Magnet ( =10; Magnet ( 3 =50; Magnet ( 4 =100; %% Penghitungan e t a dan e t a ˆ{ j 1/} f o r j = : np e t a ( j = e t a ( j 1 + d e l e t a ; e t a c ( j = 0. 5 ( e t a ( j + e t a ( j 1 ; end %%Penghitungan waktu t dan t ˆ{ n 1/} f o r n = 1 : n t i f n == 1 t ( 1 = 0. 0 ; t 1 ( 1 = 0. 0 ; e l s e t ( n = t ( n 1 + d e l t ; t 1 ( n = 0. 5 ( t ( n + t ( n 1 ; end end 83

103 f o r i =1:4 %k =1; M=Magnet ( i ; f o r n = 1 : n t k =1; s t o p = 1 ; while s t o p > %% I n i t i a l C o n d i t i o n f o r j = 1 : np i f n == 1 f ( j, 1, n = e t a ( j e r f ( 0. 5 e t a ( j + (\ s q r t ( pi ( exp ( 0.5 (( e t a ( j ˆ 1 ; u ( j, 1, n = e r f ( 0. 5 e t a ( j ; v ( j, 1, n = ( 1 / s q r t ( pi exp ( 0.5 (( e t a ( j ˆ ; s ( j, 1, n = e r f ( 0. 5 ( s q r t ( Pr e t a ( j + 1 ; q ( j, 1, n = s q r t ( Pr / pi exp ( 0.5 Pr ( e t a ( j ˆ ; e l s e f ( j, 1, n = f f ( j, n 1 ; u ( j, 1, n = uu ( j, n 1 ; v ( j, 1, n = vv ( j, n 1 ; s ( j, 1, n = s s ( j, n 1 ; q ( j, 1, n = qq ( j, n 1 ; end end f o r j = : np i f n == 1 c f b ( j, n = 0 ; cub ( j, n = 0 ; cvb ( j, n = 0 ; cdervb ( j, n = 0 ; c f v f v b ( j, n = c f b ( j, n cvb ( j, n ; csb ( j, n = 0 ; cqb ( j, n = 0 ; c derqb ( j, n = 0 ; c f q f q b ( j, n = 0 ; cunb ( j, n =cub ( j, n ˆ ; e l s e c f b ( j, n = f f b ( j, n 1 ; cub ( j, n = u t b ( j, n 1 ; 84

104 cvb ( j, n = vvb ( j, n 1 ; csb ( j, n = s s b ( j, n 1 ; cqb ( j, n = qqb ( j, n 1 ; cunb ( j, n =cub ( j, n ˆ ; c f v f v b ( j, n = c f b ( j, n cvb ( j, n ; c dervb ( j, n = ddervb ( j, n 1 ; c derqb ( j, n = dderqb ( j, n 1 ; c f q f q b ( j, n = c f b ( j, n cqb ( j, n ; end fb ( j, k, n = 0. 5 ( f ( j, k, n + f ( j 1,k, n ; ub ( j, k, n = 0. 5 ( u ( j, k, n +u ( j 1,k, n ; vb ( j, k, n = 0. 5 ( v ( j, k, n +v ( j 1,k, n ; sb ( j, k, n = 0. 5 ( s ( j, k, n +s ( j 1,k, n ; qb ( j, k, n = 0. 5 ( q ( j, k, n +q ( j 1,k, n ; dervb ( j, k, n = ( v ( j, k, n v ( j 1,k, n / d e l e t a ; f v f v b ( j, k, n = fb ( j, k, n vb ( j, k, n ; unb ( j, k, n = ub ( j, k, n ˆ ; derqb ( j, k, n = ( q ( j, k, n q ( j 1,k, n / d e l e t a ; f q f q b ( j, k, n = fb ( j, k, n qb ( j, k, n ; i f n < n t 1 +1 a1 ( j, k = 0. 5 t 1 ( n vb ( j, k, n ; a ( j, k = a1 ( j, k ; a3 ( j, k = t 1 ( n ub ( j, k, n 0. 5 M t 1 ( n t 1 ( n / d e l t ; a4 ( j, k = a3 ( j, k ; a5 ( j, k = 1 / d e l e t a e t a c ( j t 1 ( n fb ( j, k, n ; a6 ( j, k = 1/ d e l e t a e t a c ( j t 1 ( n fb ( j, k, n ; a7 ( j, k = a l p h a omega t 1 ( n 0. 5 ; a8 ( j, k = a7 ( j, k ; b1 ( j, k = 1 / d e l e t a Pr e t a c ( j Pr t 1 ( n fb ( j, k, n ; 85

105 b ( j, k = 1/ d e l e t a Pr e t a c ( j Pr t 1 ( n fb ( j, k, n ; b3 ( j, k = 0. 5 Pr t 1 ( n qb ( j, k, n ; b4 ( j, k = b3 ( j, k ; b5 ( j, k = ( Pr t 1 ( n / d e l t ; b6 ( j, k = b5 ( j, k ; r1 ( j, k = f ( j 1,k, n f ( j, k, n + d e l e t a ub ( j, k, n ; r ( j, k = u ( j 1,k, n u ( j, k, n + d e l e t a vb ( j, k, n ; r3 ( j, k = s ( j 1,k, n s ( j, k, n + d e l e t a qb ( j, k, n ; r4 ( j, k = c dervb ( j, n 0. 5 e t a c ( j cvb ( j, n t 1 ( n (1 cunb ( j, n + c f v f v b ( j, n M t 1 ( n (1 cub ( j, n... t 1 ( n cub ( j, n / d e l t a l p h a omega t 1 ( n csb ( j, n dervb ( j, k, n 0. 5 e t a c ( j vb ( j, k, n t 1 ( n (1 unb ( j, k, n + f v f v b ( j, k, n... M t 1 ( n (1 ub ( j, k, n + t 1 ( n ub ( j, k, n / d e l t a l p h a omega t 1 ( n sb ( j, k, n ; r5 ( j, k = c derqb ( j, n 0. 5 Pr e t a c ( j cqb ( j, n Pr t 1 ( n c f q f q b ( j, n... Pr t 1 ( n csb ( j, n / d e l t derqb ( j, k, n 0. 5 Pr e t a c ( j qb ( j, k, n... Pr t 1 ( n f q f q b ( j, k, n + Pr t 1 ( n sb ( j, k, n / d e l t ; e l s e a1 ( j, k = 0. 5 vb ( j, k, n ; a ( j, k = a1 ( j, k ; a3 ( j, k = ub ( j, k, n 0. 5 M 1 / d e l t ; a4 ( j, k = a3 ( j, k ; a5 ( j, k = 1 / d e l e t a fb ( j, k, n ; a6 ( j, k = 1/ d e l e t a fb ( j, k, n ; a7 ( j, k = a l p h a omega 0. 5 ; a8 ( j, k = a7 ( j, k ; 86

106 b1 ( j, k = 1 / d e l e t a Pr fb ( j, k, n ; b ( j, k = 1/ d e l e t a Pr fb ( j, k, n ; b3 ( j, k = 0. 5 Pr qb ( j, k, n ; b4 ( j, k = b3 ( j, k ; b5 ( j, k = Pr / d e l t ; b6 ( j, k = b5 ( j, k ; r1 ( j, k = f ( j 1,k, n f ( j, k, n + d e l e t a ub ( j, k, n ; r ( j, k = u ( j 1,k, n u ( j, k, n + d e l e t a vb ( j, k, n ; r3 ( j, k = s ( j 1,k, n s ( j, k, n + d e l e t a qb ( j, k, n ; r4 ( j, k = c dervb ( j, n (1 cunb ( j, n + c f v f v b ( j, n M (1 cub ( j, n... cub ( j, n / d e l t a l p h a omega csb ( j, n dervb ( j, k, n (1 unb ( j, k, n + f v f v b ( j, k, n... M (1 ub ( j, k, n + ub ( j, k, n / d e l t a l p h a omega sb ( j, k, n ; r5 ( j, k = c derqb ( j, n Pr c f q f q b ( j, n... Pr csb ( j, n / d e l t derqb ( j, k, n Pr f q f q b ( j, k, n + Pr sb ( j, k, n / d e l t ; end end % M a t r i c e s a {, k} = [ ; 0.5 d e l e t a d e l e t a 0 ; d e l e t a d e l e t a ; a6 (, k 0 a1 (, k a5 (, k 0 ; 0 b (, k b3 (, k 0 b1 (, k ] ; f o r j = 3 : np a { j, k} = [ 0.5 d e l e t a ; d e l e t a 0 ; d e l e t a ; a4 ( j, k a8 ( j, k a1 ( j, k a5 ( j, k 0 ; 0 b6 ( j, k b3 ( j, k 0 b1 ( j, k ] ; b{ j, k} = [ ; d e l e t a 0 ; d e l e t a ; 0 0 a ( j, k a6 ( j, k 0 ; 0 0 b4 ( j, k 0 b ( j, k ] ; end ; f o r j = : np 87

107 c { j, k} = [ 0.5 d e l e t a ; ; ; a3 ( j, k a7 ( j, k ; 0 b5 ( j, k ] ; end ; a l f a {, k} = a {, k } ; gamma{, k} = inv ( a l f a {, k } c {, k } ; f o r j = 3 : np a l f a { j, k} =a { j, k} (b{ j, k} gamma{ j 1,k } ; gamma{ j, k} = inv ( a l f a { j, k } c { j, k } ; end ; f o r j = : np r r { j, k} = [ r1 ( j, k ; r ( j, k ; r3 ( j, k ; r4 ( j, k ; r5 ( j, k ] ; end ; ww{, k} = inv ( a l f a {, k } r r {, k } ; f o r j = 3 : np ww{ j, k} = inv ( a l f a { j, k } ( r r { j, k} (b{ j, k} ww{ j 1,k } ; end ; %% backward sweep d e l u ( 1, k = 0 ; d e l s ( 1, k = 0 ; d e l f ( 1, k = 0 ; d e l u ( np, k = 0 ; d e l s ( np, k = 0 ; d e l l {np, k} = ww{np, k } ; f o r j = np 1: 1: d e l l { j, k} = ww{ j, k} (gamma{ j, k} d e l l { j +1, k } ; end ; d e l v ( 1, k = d e l l {, k } ( 1, 1 ; d e l q ( 1, k = d e l l {, k } (, 1 ; d e l f (, k = d e l l {, k } ( 3, 1 ; d e l v (, k = d e l l {, k } ( 4, 1 ; d e l q (, k = d e l l {, k } ( 5, 1 ; 88

108 f o r j = np : 1:3 d e l u ( j 1,k = d e l l { j, k } ( 1, 1 ; d e l s ( j 1,k = d e l l { j, k } (, 1 ; d e l f ( j, k = d e l l { j, k } ( 3, 1 ; d e l v ( j, k = d e l l { j, k } ( 4, 1 ; d e l q ( j, k = d e l l { j, k } ( 5, 1 ; end ; end %% Newton s Method f o r j = 1 : np f ( j, k +1, n = f ( j, k, n + d e l f ( j, k ; u ( j, k +1, n = u ( j, k, n + d e l u ( j, k ; v ( j, k +1, n = v ( j, k, n + d e l v ( j, k ; s ( j, k +1, n = s ( j, k, n + d e l s ( j, k ; q ( j, k +1, n = q ( j, k, n + d e l q ( j, k ; end ; s t o p = abs ( d e l v ( 1, k ; kmax = k ; k = k + 1 ; f o r j = 1 : np f f ( j, n = f ( j, k, n ; uu ( j, n = u ( j, k, n ; vv ( j, n = v ( j, k, n ; s s ( j, n = s ( j, k, n ; qq ( j, n = q ( j, k, n ; end f o r j =1: np f f b ( j, n = fb ( j, kmax, n ; u t b ( j, n = ub ( j, kmax, n ; vvb ( j, n = vb ( j, kmax, n ; s s b ( j, n = sb ( j, kmax, n ; qqb ( j, n = qb ( j, kmax, n ; ddervb ( j, n = dervb ( j, kmax, n ; dderqb ( j, n = derqb ( j, kmax, n ; end 89

109 end i f ( i ==1 f i g u r e ( 1 p l o t ( e t a, u ( :, kmax, n t, b, l i n e w i d t h, hold on ; f i g u r e ( p l o t ( e t a, s ( :, kmax, n t, b, l i n e w i d t h, hold on ; e l s e i f ( i == f i g u r e ( 1 p l o t ( e t a, u ( :, kmax, n t, :, l i n e w i d t h, hold on ; f i g u r e ( p l o t ( e t a, s ( :, kmax, n t, :, l i n e w i d t h, hold on ; e l s e i f ( i ==3 f i g u r e ( 1 p l o t ( e t a, u ( :, kmax, n t,., l i n e w i d t h, hold on ; f i g u r e ( p l o t ( e t a, s ( :, kmax, n t,., l i n e w i d t h, hold on ; e l s e i f ( i ==4 f i g u r e ( 1 p l o t ( e t a, u ( :, kmax, n t,, l i n e w i d t h, hold on ; t i t l e ( P r o f i l Kecepatan dengan V a r i a s i P a r a m e t e r Magnetik legend ( M=0, M=1, M=5, M=10 x l a b e l ( \ e t a y l a b e l ( \ p a r t i a l f / \ p a r t i a l \ e t a grid on ; f i g u r e ( p l o t ( e t a, s ( :, kmax, n t,, l i n e w i d t h, 90

110 hold on ; t i t l e ( P r o f i l Temperatur dengan V a r i a s i P a r a m e t e r Magnetik legend ( M=0, M=1, M=5, M=10 x l a b e l ( \ e t a y l a b e l ( s grid on ; end end % u ( 0 : 4 0, kmax, n t % s ( 3 0 : 5 0, kmax, n t 91

111 Lampiran 7. Hasil Simulasi Hasil 1. Variasi Parameter Magnetik dengan Beberapa Macam Inputan Gambar 6.1: (a. Profil Kecepatan dengan Variasi M dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi M Tanda panah pada gambar menunjukkan bahwa dengan kecepatan semakin naik dan temperatur menurun dengan bertambahnya nilai M, nilai variasi M yang digunakan yaitu M = 0, 1,, 3,..., 9. Karena pada gambar menunjukkan bahwa kecepatan meningkat dan temperatur semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai parameter M maka dapat diambil beberapa nilai M yang digunakan pada simulasi pada Bab V. Tabel 6.1: Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Magnetik M η = η = 3 η = Tabel 6.: Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Magnetik M η = 3 η = 4 η =

112 Tabel 6.3: Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Parameter Magnetik M f s Hasil. Variasi Bilangan Prandtl dengan Beberapa Macam Inputan Gambar 6.: (a. Profil Kecepatan dengan Variasi P r dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi P r Tanda panah pada gambar menunjukkan bahwa dengan kecepatan dan temperatur semakin menurun dengan bertambahnya nilai Pr, nilai variasi Pr yang digunakan yaitu Pr = 1,, 3,..., 10. Karena pada gambar menunjukkan bahwa kecepatan dan temperatur semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai parameter Pr maka dapat diambil beberapa nilai Pr yang digunakan pada simulasi pada Bab V. 93

113 Tabel 6.4: Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Bilangan Prandtl Pr η = η = 3 η = Tabel 6.5: Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Bilangan Prandtl Pr η = 3 η = 4 η = Hasil 3. Variasi Parameter Konveksi dengan Beberapa Macam Inputan Gambar 6.3: (a.profil Kecepatan dengan Variasi α dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi α Tanda panah pada gambar menunjukkan bahwa dengan kecepatan semakin naik dan temperatur menurun dengan bertambahnya nilai α, nilai variasi α yang digunakan yaitu α = 0, 0.5, 1, 1.5,..., 4.5. Karena pada gambar menunjukkan bahwa kecepatan meningkat dan temperatur semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai parameter α maka dapat diambil beberapa nilai α yang digunakan pada simulasi pada Bab V. 94

114 Tabel 6.6: Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Bilangan Prandtl Pr f s Tabel 6.7: Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Konveksi (α α η = η = 3 η = Hasil 4. Variasi Sumbu Horizontal dengan Beberapa Macam Inputan Gambar 6.4: (a. Profil Kecepatan dengan Variasi b dan (b. Profil Tempertur dengan Variasi b Tanda panah pada gambar menunjukkan bahwa kecepatan semakin menurun dan temperatur meningkat dengan bertambahnya nilai b, nilai variasi b yang digunakan yaitu b =, 6, 10,..., 38. Karena pada gambar menunjukkan 95

115 Tabel 6.8: Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Parameter Konveksi (α α η = 3 η = 4 η = Tabel 6.9: Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Parameter Konveksi (α α f s bahwa kecepatan menurun dan temperatur semakin meningkat seiring dengan bertambahnya nilai parameter b maka dapat diambil beberapa nilai b yang digunakan pada simulasi pada Bab V. Tabel 6.10: Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Horizontal (b b η = η = 3 η =

116 Tabel 6.11: Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Horizontal (b b η = 3 η = 4 η = Tabel 6.1: Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Sumbu Horizontal (b b f s Hasil 5. Variasi Sumbu Vertikal dengan Beberapa Macam Inputan Gambar 6.5: (a. Profil Kecepatan dengan Variasi a dan (b. Profil Temperatur dengan Variasi a Tanda panah pada gambar menunjukkan bahwa dengan kecepatan semakin naik dan temperatur menurun dengan bertambahnya nilai a, nilai variasi a yang digunakan yaitu a =, 6, 10,..., 38. Karena pada gambar menunjukkan 97

117 bahwa kecepatan meningkat dan temperatur semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai parameter a maka dapat diambil beberapa nilai a yang digunakan pada simulasi pada Bab V. Tabel 6.13: Nilai Kecepatan Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Vertikal (a a η = η = 3 η = Tabel 6.14: Nilai Temperatur Fluida terhadap η dengan Variasi Sumbu Vertikal (a a η = 3 η = 4 η = Tabel 6.15: Nilai Kecepatan dan Temperatur Fluida pada saat η = 1 dengan Variasi Sumbu Vertikal (a a f s

118 DAFTAR PUSTAKA Abel, M. S. and Nandeppanavar, M. M. (009, Heat Transfer in MHD Viscoelastic Boundary Layer Flow Over A Stretching Sheet with Non- Uniform Heat Source/Sink, Communications in Nonlinear Science and Numerical Simulation 14(5, Ahmad, S., Arifin, N. M., Nazar, R. Pop, I.(008, Free Convection Boundary Layer Flow Over Cylinders of Elliptic Cross Section with Constant Surface Heat Flux, European Journal of Scientific Research, ISSN X Vol. 3 No.4: Ali, F. M., Nazar, R., Arifin, N. M. (010, Numerical Solutions of Unsteady Boundary Layer Flow Due to an Impulsively Stretching Surface, Journal of Applied Computer Science and Mathematics, no. 8(4 Anwar, I. Amin, N. Prop, I. (008, Mixed Convection Boundary Layer Flow of a Viscoelastic Fluid Over a Horizontal Circular Cylinder, International Journal of Non-Linear Mechanics Arber, T. (013, Fundamentals of Magnetohydrodynamics (MHD, Lecture handout: University of Warwick, UK. Bharti, R. P., Sivakumar, P., Chhabra, R. P. (007, Forced Convection Heat Transfer From An Elliptical Cylinder to Power-law Fluids, International Journal of Heat and Mass Transfer 51, Cheng, C.Y. (01, Free Convection Boundary Layer Flow Over a Horizontal Cylinder of Elliptic Cross Section in Porous Media Saturted by a Nanofluid, International Communications in Heat and Mass Transfer 39, 1-4: Artikel ini diperoleh dari: science/article/pii/s D Alessio, S.J.D. (1997, Steady and Unsteady Forced Convection Past an Inclined Elliptic Cylinder, Acta Mechanica, 13: Hussanan, A. Ismail, Z. Khan, I. Hussein, A. Shafie, S. (014, Unsteady Boundary Layer MHD Free Convection Flow in a Porous Medium with Constant Mass 63

119 Diffusion and Newtonian Heating, The European Physical Journal Plus Imron, C. Suhariningsih. Widodo, B. Yuwono, T. (013, Numerical Simulation of Fluid Flow Around Circular and I-Shape Cylinder in A Tandem Configuration, Applied Mathematical Sciences, Vol : Ingham, D. B., and Merkin, J. H. (1981, Unsteady Mixed Convection from An Isothermal Circular Cylinder, Journal of Acta Mechanica. 38: Kasim, A.R.M. (014, Convective Boundary Layer Flow of Viscouselastic Fluid, Universiti Technology Malaysia, Malaysia. Kudenatti, R. B. Kirsur, S. R. Achala, L. and Bujurke, N. (013, MHD Boundary Layer Flow Over A Non-Linear Stretching Boundary with Suction and Injection, International Journal of Non-Linear Mechanics. 50: Leal, L. (199, Laminar Flow and Convective Transport Processes: Principles and Asymptotic Analysis., Butterworth-Heinemann. Scaling Lienhard, J. H. (199, A Heat Transfer Textbook, Courier Dover Publications. Mohammad, N. F. (014, Unsteady Magnetohydrodynamics Convective Boundary Layer Flow Past A Sphere In Viscous and Micropolar Fluids, Universiti Technology Malaysia, Malaysia. Nazar, R. (004, Mathematical Models for Free and Mixed Convection Boundary Layer Flow of Micropolar Fluids,, Universiti Technology Malaysia, Malaysia. Potter, M.C., Wiggert, D.C., dan Ramadan,B.H. (008, Schaum s Outline Mekanika Fluida, Erlangga, Jakarta. Potter, M.C., Wiggert, D.C., dan Ramadan,B.H. (01, Mechanics of Fluids Fourth Edition, Cengange Learning, USA. Sen, M. (1996, Lecture Notes on Intermediate Fluid Mechanics, University of Notre Dame. Sulistyaningtyas, A. D. (015, Pengaruh Aliran Fluida Viskoelastik yang Melewati Silinder Eliptik, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Widodo, B. (01, Pemodelan Matematika, itsress, Surabaya. 64

120 BIODATA PENULIS Penulis bernama lengkap Dwi Ariyani Khalimah, dilahirkan di Dusun Bagusan, Desa Terusan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur pada 31 Mei 1991 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Samsul Arifin dan Sri Kayatin. Pendidikan formal ditempuh mulai dari TK Al-Khairiyah pada tahun 1996, dilanjutkan SDN Terusan III, lulus pada tahun 003 dilanjutkan ke pendidikan SMP Negeri Kota Mojokerto lulus pada tahun 006, dan melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sooko Kabupaten Mojokerto, lulus pada tahun 009. Setelah lulus SMA penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, lulus pada tahun 013 dan melanjutkan pendidikan S di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya pada tahun 014. Pada jenjang S1 penulis mengambil bidang minat Pemodelan Matematika dan Simulasi dengan judul Tugas Akhir yaitu: Aplikasi Metode State Feedback Linearization pada Sistem Kendali Gerak Kapal, pada jenjang S penulis tetap mengambil bidang minat Pemodelan Matematika dan Simulasi, Komputasi Dinamika Fluida dengan judul Tesis yaitu: Analisa Aliran Tak Tunak Konveksi Paksa Fluida Kental Magnetohidrodinamik (MHD Melewati Silinder Eliptik. Informasi, kritik, dan saran yang berhubungan dengan Tesis ini dapat ditujukan ke alamat ariyanikha@gmail.com. 99

MODEL MATEMATIKA ALIRAN FLUIDA VISKOELASTIS YANG MELEWATI SILINDER SIRKULAR

MODEL MATEMATIKA ALIRAN FLUIDA VISKOELASTIS YANG MELEWATI SILINDER SIRKULAR MODEL MATEMATIKA ALIRAN FLUIDA VISKOELASTIS YANG MELEWATI SILINDER SIRKULAR Annisa Dwi Sulistyaningtyas a, BasukiWidodo b, ChairulImron c a JurusanMatematika FMIPA ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya, annisa09@mhs.matematika.its.ac.id

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) A-83 Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi Ahlan Hamami, Chairul

Lebih terperinci

MODEL ALIRAN KONVEKSI CAMPURAN YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA

MODEL ALIRAN KONVEKSI CAMPURAN YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA MODEL ALIRAN KONVEKSI CAMPURAN YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA Mohammad Ghani a, Basuki Widodo b, Chairul Imron c a Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

KONVEKSI PAKSA DARI ALIRAN FLUIDA MAGNETOHIRODINAMIK TAK TUNAK YANG MELALUI BOLA BERPORI

KONVEKSI PAKSA DARI ALIRAN FLUIDA MAGNETOHIRODINAMIK TAK TUNAK YANG MELALUI BOLA BERPORI TESIS-SM 14501 KONVEKSI PAKSA DARI ALIRAN FLUIDA MAGNETOHIRODINAMIK TAK TUNAK YANG MELALUI BOLA BERPORI Nadya Alvi Rahma 115 01 01 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc Dr. Dieky Adzkiya, S.Si.,

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1)

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1) MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL Leli Deswita ) ) Jurusan Matematika FMIPA Universitas Riau Email: deswital@yahoo.com ABSTRACT In this

Lebih terperinci

Aliran Fluida Magnetohidrodinamik Viskoelatis Tersuspensi yang Melewati Pelat Datar

Aliran Fluida Magnetohidrodinamik Viskoelatis Tersuspensi yang Melewati Pelat Datar A-78 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (206) 2337-3520 (230-928X Print) Aliran Fluida Magnetohidrodinamik Viskoelatis Tersuspensi yang Melewati Pelat Datar Rina Sahaya, Basuki Widodo, Chairul Imron

Lebih terperinci

Kata Kunci :konveksi alir bebas; viskos-elastis; bola berpori 1. PENDAHULUAN

Kata Kunci :konveksi alir bebas; viskos-elastis; bola berpori 1. PENDAHULUAN PEMODELAN PENGARUH PANAS TERHADAP ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS YANG MELALUI BOLA BERPORI Mohamad Tafrikan, Basuki Widodo, Choirul Imron. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Institut Teknologi

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA ALIRAN KONVEKSI BEBAS FLUIDA VISKOELASTIK YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA

MODEL MATEMATIKA ALIRAN KONVEKSI BEBAS FLUIDA VISKOELASTIK YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA MODEL MATEMATIKA ALIRAN KONVEKSI BEBAS FLUIDA VISKOELASTIK YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA Wayan Rumite a, Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. b, Dr. Chairul Imron, MI.Komp. c a Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR

ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR Oleh: 1) Umrowati, 2) Prof. DR. Basuki Widodo, M.Sc, 3) Drs. Kamiran, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK DARI PERSAMAAN NAVIER-STOKES

SOLUSI NUMERIK DARI PERSAMAAN NAVIER-STOKES J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 8, No. 2, November 2011, 9 15 SOLUSI NUMERIK DARI PERSAMAAN NAVIER-STOKES Chairul Imron, Suhariningsih, B. Widodo and T. Yuwono Post Graduate Student of Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES DISUSUN OLEH Astiya Luxfi Rahmawati 26020115120033 Ajeng Rusmaharani 26020115120034 Annisa Rahma Firdaus 26020115120035 Eko W.P.Tampubolon 26020115120036 Eva Widayanti

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Didasarkan pada tinjauan tertentu, aliran fluida dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan. Dalam ulasan ini, fluida yang lebih banyak dibahas

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform 4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar Aliran laminer dan turbulen melintasi pelat datar dapat disimulasikan dengan mengalirkan uniform flow sepanjang pelat (Gambar 4.15). Boundary Layer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji perilaku dari zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat.

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013 Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013 Aliran Pipa vs Aliran Saluran Terbuka Aliran Pipa: Aliran Saluran Terbuka: Pipa terisi penuh dengan zat cair Perbedaan tekanan mengakibatkan

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com DR. M. DJAENI, ST, MEng JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan ST MT Team Teaching: Ir. Chandra Hassan Dip.HE, M.Sc Pengantar Fluida Hidrolika Hidraulika merupakan satu topik

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. II. DASAR TEORI Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. II. DASAR TEORI Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Pengaruh Laju Aliran Sungai Utama Dan Anak Sungai Terhadap Profil Sedimentasi Di Pertemuan Dua Sungai Model Sinusoidal Yuyun Indah Trisnawati dan Basuki Widodo Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA DEFINISI Mekanika fluida gabungan antara hidraulika eksperimen dan hidrodinamika klasik Hidraulika dibagi 2 : Hidrostatika Hidrodinamika PERKEMBANGAN HIDRAULIKA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan

Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, 2013 1-6 1 Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan Annisa Dwi Sulistyaningtyas, Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI 127 1 17 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN MANFAAT LATAR BELAKANG Fluida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi Sosrodarsono, (1978) dalam perencanaan saluran irigasi harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi proses irigasi diantaranya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER ABSTRAK Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite difference

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Mempelajari grafik gerak partikel zat cair tanpa meninjau gaya penyebab gerak tersebut.

Mempelajari grafik gerak partikel zat cair tanpa meninjau gaya penyebab gerak tersebut. KINEMATIKA ZAT CAIR Mempelajari grafik gerak partikel zat cair tanpa meninjau gaya penyebab gerak tersebut. Jenis aliran. Aliran inisid dan iskos Aliran inisid aliran dengan kekentalan zat cair μ 0 (zat

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU ALIRAN SUNGAI UTAMA DAN ANAK SUNGAI TERHADAP PROFIL SEDIMENTASI DI PERTEMUAN DUA SUNGAI MODEL SINUSOIDAL

PENGARUH LAJU ALIRAN SUNGAI UTAMA DAN ANAK SUNGAI TERHADAP PROFIL SEDIMENTASI DI PERTEMUAN DUA SUNGAI MODEL SINUSOIDAL PENGARUH LAJU ALIRAN SUNGAI UTAMA DAN ANAK SUNGAI TERHADAP PROFIL SEDIMENTASI DI PERTEMUAN DUA SUNGAI MODEL SINUSOIDAL Oleh: Yuyun Indah Trisnawati (1210 100 039) Dosen Pembimbing: Prof. DR. Basuki Widodo,

Lebih terperinci

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

JUDUL TUGAS AKHIR  ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI JUDUL TUGAS AKHIR http://www.gunadarma.ac.id/ ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI ABSTRAKSI Alat uji kehilangan tekanan didalam sistem perpipaan dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR

PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR A. Judul Percobaan : PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR B. Prinsip Percobaan Mengalirkan cairan pipa ke dalam pipa kapiler dari Viskometer Oswald dengan mencatat waktunya. C. Tujuan

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI FLUID STTIS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi fluida statis.. Memahami sifat-sifat fluida

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir.

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir. STUDI NUMERIK PENGARUH KELENGKUNGAN SEGMEN KONTUR BAGIAN DEPAN TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI AIRFOIL TIDAK SIMETRIS ( DENGAN ANGLE OF ATTACK = 0, 4, 8, dan 12 ) Dosen Pembimbing Dr. Ir.

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

Model Perahu Trimaran pada Aliran Laminar. Abstrak

Model Perahu Trimaran pada Aliran Laminar. Abstrak Limits J. Math. and Its Appl. E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 14, No. 1, Mei 2017, 45 51 Model Perahu Trimaran pada Aliran Laminar Chairul Imron 1 dan Erna Apriliani 2 1,2 Matematika Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga

Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga Yuant Tiandho1,a), Syarif Hussein Sirait1), Herlin Tarigan1) dan Mairizwan1) 1 Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

KECEPATAN ALIRAN FLUIDA SISKO PADA KEADAAN STEADY DALAM PIPA DENGAN POSISI MIRING SKRIPSI. Oleh Prisko Nur Hidayat NIM

KECEPATAN ALIRAN FLUIDA SISKO PADA KEADAAN STEADY DALAM PIPA DENGAN POSISI MIRING SKRIPSI. Oleh Prisko Nur Hidayat NIM KECEPATAN ALIRAN FLUIDA SISKO PADA KEADAAN STEADY DALAM PIPA DENGAN POSISI MIRING SKRIPSI Oleh Prisko Nur Hidayat NIM 071810101078 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Astu Pudjanarsa Laborotorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

Klasisifikasi Aliran:

Klasisifikasi Aliran: Klasisifikasi Aliran: 1) Aliran Invisid dan Viskos 2) Aliran kompresibel dan tak kompresible 3) Aliran laminer dan turbulen 4) Aliran steady dan unsteady 5) Aliran seragam dan tak seragam 6) Aliran satu,

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

MODUL- 2. HIDRODINAMIKA Kode : IKK.365 Materi Belajar -2

MODUL- 2. HIDRODINAMIKA Kode : IKK.365 Materi Belajar -2 MODUL- 2. HIDRODINAMIKA Kode : IKK.365 Materi Belajar -2 Pendidikan S1 Pemintan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Program Studi Imu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA 0012-34 SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR ZEVO PRIORY SIBERO L2E 006 096 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar BAB 2 Landasan Teori Objek yang diamati pada permasalahan ini adalah lapisan fluida tipis, yaitu akan dilihat perubahan ketebalan dari lapisan fluida tipis tersebut dengan adanya penambahan surfaktan ke

Lebih terperinci

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap.

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Fluida Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Molekul-moleku1di dalam fluida mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu sistem transfer fluida dari suatu tempat ke tempat lain biasanya terdiri dari pipa,valve,sambungan (elbow,tee,shock dll ) dan pompa. Jadi pipa memiliki peranan

Lebih terperinci