LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA JUDUL PENELITIAN STUDI SIFAT CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN BAHAN UTAMA BONGKARAN ASPAL BETON LAMA DAN AUTOCLAVED AERATED CONCRETE (AAC) SEBAGAI FILLER Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun. TIM PENELITI Ir. I Gusti Raka Purbanto, MT. NIDN: I Nyoman Karnata Mataram, ST, MT. NIDN: JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2015 Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 1994 /UN 14. LI l/pn /2015, tanggal 25 Mei 2015.

2

3 RINGKASAN Jalan adalah pra-sarana transportasi yang berperan vital. Diperlukan material alam berupa agregat dalam jumlah besar untuk membuat dan memelihara perkerasan jalan. Agregat alam tidak dapat diperbaharui. Material bekas dapat digunakan sebagai alternatif dalam perkerasan jalan seperti bongkaran dinding, bongkaran lantai, beton struktur bangunan, dan bongkaran aspal beton lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement). Dalam penelitian ini akan digunakan bongkaran aspal lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) sebagai bahan dasar dengan menggunakan aspal keras penetrasi 60/70 untuk campuran perkerasan AC WC (Asphalt Concrete Wearing Course) Halus dan sisa potongan AAC (Autoclaved aerated Concrete) dari pekerjaan bangunan digunakan sebagai filler. Penelitian ini dilakukan ntuk memperoleh karakteristik Marshall campuran dan tingkat keausan campuran. Terlebih dahulu dicari kadar aspal dari bongkaran aspal lama. Bongkaran perkerasan aspal lama, ditambah agregat kasar, agregat halus dan filler, diproporsikan untuk memenuhi/memodifikasi gradasi agregat campuran sesuai spesifikasi. Campuran ditambahkan aspal dengan 5 variasi penambahan kadar aspal AC 60/70. Campuran dipanaskan dan diaduk rata, kemudian dipadatkan dengan 2x75 tumbukan Marshall. Diperoleh kadar aspal optimum campuran AC WC Halus menggunakan hasil bongkaran aspal beton lama dan abu AAC sebagai filler adalah sebesar 6,275%. Karakteristik campuran AC WC halus yang menggunakan hasil bongkaran aspal lama dengan penambahan aspal Esso penetrasi 60/70 pada kadar aspal optimum (6,275%) adalah sebagai berikut : Nilai stabilitas yang diperoleh adalah 3743,61 kg (spesifikasi 800kg) dengan nilai flow 5,47 mm (spesifikasi 3,0 mm), nilai marshall quotient 703,28 kg/mm (spesifikasi 250 kg/mm), nilai VIM marshall 4,579% (spesifikasi 3,0-5,0 %),nilai VIM PRD <3% terhadap VIM Marshall, nilai VMA 15,670% (spesifikasi 15%) dan nilai VFB 70,779% (spesifikasi 65%). Nilai (CAL) Cantabro abration loss dari campuran AC - WC Halus pada kadar aspal optimum adalah sebesar 3,66%. Nilai Cantabro abration loss (CAL) dari campuran AC - WC Halus pada kadar aspal optimum adalah sebesar 3,66%. (< nilai maks 20%). Nilai kekakuan tarik tak langsung (indirect tensile stiffness modulus) pada suhu 20 ºC sebesar 7325 MPa. Kata kunci: AC-WC, AAC, bongkaran aspal lama ii

4 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-nya, sehingga kami dapat menyelesaiakan Laporan Akhir Penelitian ini. Kami Tim Peneliti, mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Rektor Unud, Bapat Ketua LPPM Unud, Bapak Dekan FT Unud, dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil FT Unud, yang telah memfasilitasi. Demikian Laporan Akhir Penelitian ini kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Bukit Jimbaran, 30 Oktober 2015 Hormat kami Tim Peneliti iii

5 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN... i RINGKASAN... ii PRAKATA...iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Lapis Permukaan (Surface Course) Perkerasan Jalan Jenis Lapis Permukaan Lapisan bersifat non-struktural Lapisan bersifat struktural Asphalt Concrete Wearing Course (AC WC) Syarat Teknis Agregat pada Campuran Laston (Asphalt Concrete) Gradasi Agregat Campuran Laston Persyaratan Sifat-sifat Laston Agregat Bekas Bongkaran Perkerasan Aspal Lama Autoclaved Aerated Concrete (AAC) Aspal Penetrasi Karakteristik Marshall Test Kekakuan (Stiffness) Material Pengganti Agregat Alam Penelitian Yang Menunjang Yang Sudah Dilakukan BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB 4. METODE PENELITIAN Lokasi Bahan dan Alat Kajian Hasil Penelitian Sebelumnya Langkah-Langkah Penelitian Ekstraksi Aspal Lama ( Refluk ) Pengujian Material Penyesuaian Gradasi BongkaranAspal Lama dan Proporsi Material Sesuai Spesifikasi Campuran AC WC Halus iv

6 4.8 Penentuan Variasi Kadar Aspal dan Perhitungan Penambahan Aspal Menentukan Kadar Aspal Optimum Perkiraan Proporsi Material dan Penambahan Aspal Agar Sesuai Variasi Kadar Aspal Campuran Penyiapan Sampel dengan dan Pengujian dengan Metode Marshall Penentuan Kadar Aspal Optimum Uji Cantabro dan Uji Kekakuan (stiffness) Pembandingan Hasil Uji BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Awal Hasil Pengujian Bahan Tambahan Agregat Kasar, Agregat Halus dan Filler Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar Hasil Pemeriksaan Agregat Halus Pemeriksaan Filler AAC Pengujian Aspal Pengujian Berat Jenis Aspal Pengujian Penetrasi Aspal Pengujian Titik Lembek Aspal Pengujian Titik Nyala Aspal Pengujian Kehilangan Berat Aspal Pengujian Daktilitas Aspal Hasil Penyesuaian Gradasi Bongkaran Aspal Lama (RAP) dan Proporsi Materian Sesuai Spesifikasi AC WC Halus Rancangan Campuran Benda Uji Marshall Karakteristik Campuran AC WC Halus Hubungan Karakteristik Dengan Kadar Aspal Stabilitas Flow Marshall Quotient Rongga Udara Dalam Campuran ( VIM ) Campuan Dengan Kepadatan Mutlak ( VIM PRD ) Rongga Antar Butiran Agregat ( VMA ) Rongga Udara Terisi Aspal (VFB) Penentuan Kadar Aspal Optimum Analisis Karakteristik Campuran AC WC Pada Kadar Aspal Optimum 6, Penentuan Nilai Stabilitas Marshall Sisa Untuk Campuran AC WC Pada Kadar Aspal Optimum Karakteristik Campuran AC WC Dengan Pengujian Cantabro Rangkuman Karakteristik Marshall campuran Hasil Uji Modulus Kekakuan Tarik Tak Langsung (ITSM) BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA v

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya Lampiran 2. Naskah publikasi ilmiah untuk Konferensi nasional Teknik Sipil (KoNTekS) ke 9, tanggal 7-8 Oktober 2015 di Grand Clarion Hotel, Makassar Lampiran 3. Catatan Kegiatan Harian (Logbook) / Laporan Penggunaan Anggaran vi

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Bongkaran Perkerasan Aspal Lama / RAP... 8 Gambar 2.2 AAC ( Autoclaved Aerated Concrete )... 9 Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian Gambar 4.2 Grafik Gradasi Yang Telah Disesuaikan dan Dikorelasikan Sesuai Spesifikasi AC WC Halus Gambar 4.3 Contoh Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Gambar 5.1 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan Stabilitas Rata-Rata Gambar 5.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan Flow Rata - Rata Gambar 5.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan MQ Rata-Rata Gambar 5.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VIM Marshall Rata-Rata Gambar 5.5 Grafik Hubungan Antara VIM PRD dengan VIM Marshall Gambar 5.6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VMA Rata-Rata Gambar 5.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VFB Rata-Rata Gambar 5.8 Barchart Karakteristik Campuran AC WC Halus Dengan Variasi Kadar Aspal Gambar 5.9 Hasil uji modulus kekakuan tarik tak langsung (ITSM) vii

9 DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Ketentuan Agregat Kasar... 5 Tabel 2. 2 Persyaratan Pasir (Agregat Halus)... 5 Tabel 2. 3 Persyaratan Gradasi Campuran Laston... 6 Tabel 2. 4 Persyaratan Sifat-Sifat Campuran Laston... 7 Tabel 4.1 Proporsi Material Untuk Modifikasi Gradasi Agregat Tabel 4.2 Proporsi Kadar Aspal Campuran Agar Sesuai Variasi Kadar Aspal Tabel 5.1 Gradasi Bongkaran Aspal Lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar Tambahan Tabel 5.3 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar Bongkaran Aspal Lama Tabel 5.4 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus Tambahan Tabel 5.5 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus Bongkaran Aspal Lama Tabel 5.6 Hasil Pengujian Aspal Esso Penetrasi 60/ Tabel 5.7 Nilai Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Variasi Kadar Aspal Tabel 5.8 Hasil Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Kadar Aspal Optimum 6, Tabel 5.9 Hasil Uji Cantabro Sampel Pada Kadar Aspal Optimum 6,275% viii

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Personalia dan Kualifikasinya Lampiran 2. Naskah publikasi ilmiah untuk Konferensi nasional Teknik Sipil (KoNTekS) ke 9, tanggal 7-8 Oktober 2015 di Grand Clarion Hotel, Makassar Lampiran 3. Catatan Kegiatan Harian (Logbook) / Laporan Penggunaan Anggaran ix

11 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan dapat dibuat dengan memakai beberapa jenis campuran: Lapis Penetrasi, Lapis Tipis Aspal Pasit (Latasir), Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) dan Lapis Aspal Beton (Laston). Salah satu jenis Laston adalah Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) atau Lapis Aspal Beton (Laston) sebagai lapisan aus permukaan. Untuk mendapatkan campuran AC-WC yang memenuhi mutu yang diharapkan, maka diperlukan suatu pengetahuan sifat, pengadaan, dan pengolahan bahan yang diperlukan. Secara umum, campuran AC-WC terdiri atas aspal, agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Sebagai material utama perkerasan jalan, sejauh ini dipergunakan agregat alam yang tidak dapat diperbaharui. Dengan semakin terbatasnya ketersediaan agregat alam, maka perlu diupayakan pemakaian material bekas sebagai alternatif dalam perkerasan jalan. Salah satu bahan kekas yang tersedia adalah bongkaran aspal beton lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement). Secara umum bahan bekas bersifat tidak homogen, dimana jenis material bongkaran aspal lama dapat berasal dari jenis campuran yang berbeda-beda. Sejauh ini penelitian dengan menggunakan agregat bekas dalam campuran perkerasan jalan sudah pernah dilakukan oleh : Widayanti (2009), yang menggunakan agregat bekas dari bongkaran aspal beton lama sebagai agregat kasar dan bongkaran bangunan sebagai agregat halus dalam campuran aspal panas lataston, dengan hasil stabilitas > 800 kg. Wirahadi ( 2011 ) yang menggunakan bekas bongkaran aspal beton sebagai bahan dasar campuran lapisan tipis aspal pasir ( Latasir ). Dalam penelitian ini akan digunakan bongkaran aspal lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) sebagai bahan utama dengan menggunakan aspal keras penetrasi 60/70 untuk campuran perkerasan AC WC (Asphalt Concrete Wearing Course) Halus dan AAC (Autoclaved aerated Concrete) yang digunakan sebagai filler. AAC (Autoclaved aerated Concrete) biasanya dipakai sebagai dinding bangunan, tapi hasil dari sisa pemotongan biasanya dipakai sebagai bahan urugan atau menjadi limbah bahan bangunan. AAC bisa ditemukan di proyek konstruksi seperti hotel khususnya di daerah kawasan Badung selatan. Ketersediaan filler abu batu saat ini masih cukup memadai tetapi untuk pemanfaatan limbah bekas agar bernilai ekonomis dan alternatif penyediaan filler selain 1

12 abu batu, maka dalam penelitiaan ini maka digunakan abu AAC (Autoclaved Aerated Concrete) sebagai filler. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian cantabro pada kadar aspal optimum campuran untuk mengetahui ketahan terhadap pelepasan butir akibat benturan beban roda, dengan menggunakan mesin Los Angles tanpa bola baja dengan kecepatan rpm sebanyak 300 putaran. Spesifikasi pengujian kehilangan berat yang disyaratkan yaitu maksimal 20 % dari berat awal sebelum dilakukan pengujian cantabro dengan menggunakan mesin Los Angeles. Selain itu perlkerasan jalan akan memiliki kekakuan (stiffness) yang berbeda sesuai temperature lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah a) Bagaimana karakteristik campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) yang menggunakan bongkaran aspal lama dengan filler dari Autoclaved aerated Concrete (AAC) pada kadar aspal optimum. b) Bagaimana nilai Cantabro Abration Loss (CAL) AC-WC, c) Bagaimana kekakuan tarik tak langsung (indirect tensile stiffness modulus-itsm) campuran pada kadar aspal optimum, pada temperatur 20º, 30º dan 40º C. 2

13 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Permukaan (Surface Course) Perkerasan Jalan Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan dan berfungsi sebagai: 1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapis mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. 2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. 3. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. 4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang relatif rendah. 2.2 Jenis Lapis Permukaan Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain: Lapisan bersifat non-struktural Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan aus kedap air. Lapisan ini terdiri dari: Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis), Burda (Laburan Aspal Dua Lapis), Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir), Buras (Laburan Aspal), Latasbum (Lapisan Tipis Asbuton Murni), Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton) Lapisan bersifat struktural Lapis ini berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. Lapisan ini terdiri dari: Penetrasi Macadam (lapen), Laston (Lapis Aspal Beton) atau Asphalt Concrete (AC) Asphalt Concrete Wearing Course (AC WC) 3

14 Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) merupakan Laston sebagai lapisan aus permukaan. Tebal nominal minimum lapisan AC-WC adalah 4 cm. lapisan AC-WC terletak pada lapisan terluar pada lapis perkerasan. Fungsi dari lapis AC-WC: 1. Menyelimuti perkerasan dari pengaruh air 2. Menyediakan permukaan yang halus 3. Menyediakan permukaan yang mempunyai karakteristik yang kesat, rata sehingga aman dan nyaman untuk dilalui pengguna. 4. Menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya Bahan campuran AC-WC terdiri dari agreagat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), dan aspal. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifat bahan tersebut. 2.3 Syarat Teknis Agregat pada Campuran Laston (Asphalt Concrete) Persyaratan teknis yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan persyaratan teknis campuran aspal beton yang dikeluarkan oleh Dep. PU (2010) rev.2, Campuran yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan seperti yang tercantum sebagai berikut : 1. Agregat Kasar a. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan No.4 (4,75 mm ) yang di lakukan secara basah dan harus bersih dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.1. b. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan dalam ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan. c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.1. angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih berdasarkan uji menurut Pennsylvania DoT s Test Method No.621 d. Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih. e. Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi pencampuran aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin ( cold bin feeds ) sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan dapat dikendalikan dengan baik. 4

15 2. Agregat halus a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.4 (4,75 mm). b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari agregat kasar. c. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran. 5

16 Tabel 2. 1 Ketentuan Agregat Kasar Pengujian Standar Nilai Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat SNI 3407:2008 Maks. 12% Abrasi dengan mesin Campuran AC bergradasi Maks. 30% Los Angeles Kasar SNI 2417:2008 Semua jenis campuran Maks. 40% aspal bergradasi lainnya Kelekatan agregat terhadap aspal SNI Min. 95% Angularitas (kedalaman dari permukaan <10cm) DoT's Pennsylvania 95/90 2) Angularitas (kedalaman dari permukaan 10 cm) Partikel pipih dan lonjong Test Method, PTM No.621 ASTM D4791 Perbandingan 1:5 80/75 2) Maks. 10% Material lolos ayakan no.200 SNI Maks. 1% Sumber : Dep. PU (2010) rev.2 Tabel 2. 2 Persyaratan Pasir (Agregat Halus) Pengujian Standar Nilai Nilai Setara Pasir SNI Min. 60 % Kadar Lempung SNI 3423:2008 Maks. 1% Angularitas (Kedalaman dari Permukaan <10cm) Angularitas (Kedalaman dari Permukaan 10cm) Sumber: Dep. PU (2010) Rev.2 3. Bahan pengisi (filler) SNI Min. 45 Min. 40 Bahan pengisi memiliki ukuran butir lolos ayakan 0,075mm, bersifat non plastis, dan dengan kadar air maksimal 1 %. 2.4 Gradasi Agregat Campuran Laston Gradasi campuran laston harus memenuhi persyaratan dalam Tabel 2.3 Tabel 2. 3 Persyaratan Gradasi Campuran Laston Ukuran Ayakan (mm) % Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat Dalam Campuran LASTON (AC) Gradasi Halus Gradasi Kasar 6

17 WC BC Base WC BC Base 37, , , , , ,35 2,36 39, , , , , ,8 1,18 31, , , , , ,1 0,600 23, , , , ,7 7-13,6 0,300 15, , , ,5 7-13,7 5-11,4 0, ,5-9 0, Sumber: Dep. PU (2010) Rev.2 Keterangan: AC = Asphalt Concrete 2.5 Persyaratan Sifat-sifat Laston Campuran Laston harus memenuhi sifat-sifat campuran, sesuai dengan persyaratan dalam Tabel Agregat Bekas Bongkaran Perkerasan Aspal Lama Mengingat keterbatasan agregat alami yang tersedia di alam, dimana agregat tersebut jumlahnya semakin lama semakin berkurang karena merupakan bahan baku yang tidak dapat diperbahurui, maka sebagai alternatif dapat digunakan agregat dari bahan Bongkaran Perkerasan Aspal Lama Atau Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) Biasanya RAP digunakan sebagai bahan urugan atau bahkan sering menjadi limbah. Material RAP dapat dimanfaatkan diolah kembali menjadi bahan perkerasan baru. Tabel 2. 4 Persyaratan Sifat-Sifat Campuran Laston Laston Sifat-sifat campuran Lapisan Aus Lapisan Antara Pondasi (AC-WC) AC-BC (Base) Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar Kadar aspal efektif (%) 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5 Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2 Jumlah tumbukan per bidang Rongga dalam campuran (%) (2) Min. 3,0 Maks. 5,0 7

18 Rongga dalam Agregat (VMA)(%) Min Rongga Terisi Aspal (%) Min Stabilitas Marshall (Kg) Min (1) Maks. Pelelehan ( mm) Min. 3 4,5 (1) Marshall Quetient (kg/mm) Min Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 C (3) Min. 90 Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) (4) Min. 2 Sumber: Dep. PU (2010) Rev.2 RAP dapat diperoleh dari proyek perbaikan jalan, penggerukan jalan lama, pembuatan saluran limbah rumah tangga dan galian galian utility lainnya sehingga Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) sering bersifat tidak homogen karena dapat saja diambil dari ruas jalas yang berbeda, dan memiliki jenis campuran berbeda. Gambar 2.1 Bongkaran Perkerasan Aspal Lama / RAP 2.7 Autoclaved Aerated Concrete (AAC) Autoclaved Aerated Concrete (AAC) merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding. AAC (Autoclaved aerated Concrete) terbuat dari pasir silika, semen, kapur dan air di buat dengan tekanan uap tinggi. Proses pembuatan material ini di awali dengan proses pencampuran bahan baku. Setelah itu,adonan bahan baku tersebut dimasukkan ke dalam alat yang bernama autoclaved. Di dalam alat ini, adonan diberi tekanan uap air hingga suhu sekitar 200 derajat celcius. Oleh karena prosesnya 8

19 menggunakan autoclaved maka material ini disebut sebagai autoclaved aerated concrete. Sampai saat ini penggunaan AAC (Autoclaved aerated Concrete) banyak digunakan dalam pembangunan saat ini. Khususnya di Bali, AAC (Autoclaved aerated Concrete) banyak digunakan dalam mendirikan bangunan pertokoan dan perhotelan di Bali. Pembangunan tersebut menghasilkan limbah AAC (Autoclaved aerated Concrete) yang lumayan banyak. Selain itu, terdapat sisa-sisa potongan/pecahan AAC (Autoclaved aerated Concrete) dari proyek bangunan, dan dari pembangunan. Melihat ketersediaan dari limbah AAC (Autoclaved aerated Concrete) di lapangan cukup banyak, dan sebagai alternatif lain yang digunakan sebagai filler, maka dalam penelitian ini dicoba untuk menggunakan hasil dari sisa pembangunan yang sudah tidak terpakai yaitu abu dari AAC (Autoclaved aerated Concrete) tersebut sebagai bahan pengisi (filler) pada lapis perkerasan jalan AC - WC. AAC (Autoclaved aerated Concrete) yang merupakan limbah dari pembangunan tersebut nantinya akan dipecah sampai berupa abu. Gambar 2.2 AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) 2.8 Aspal Penetrasi Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair, dan aspal emulsi. Beriktu dijelaskan perihal aspal keras saja. Aspal Keras (hard asphalt). Aspal keras adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas, dimana aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang. Aspal padat dikenal dengan nama aspal semen (asphalt cement). Di Indonesia aspal semen biasanya 9

20 dibedakan atas penetrasinya. Pada daerah panas atau lalu lintas dengan volume tinggi dipergunakan aspal semen dengan penetrasi rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu lintas rendah dipergunakan penetrasi tinggi. Sesuai dengan kondisi cuaca dan temperatur di Indonesia pada saat ini dipergunakan aspal dengan penetrasi 60/70. Tingkat penetrasi ini menunjukkan tingkat kekentalan aspal, berupa dalamnya jarum penetrasi saat uji penetrasi masuk kedalam aspal selama pembebanan standa 100 gram selama 5 detik, dengan satuan 0,1 mm. 2.9 Karakteristik Marshall Campuran aspal dan agregat, umum dievaluasi berdasarkan Karakteristik Marshall, yang teriri dari Stabilitas (indikasi kekuatan); deformasi plastis /flow (indikasi deformasi); Marshall Quotient; Rongga di antara Mineral Agregat (void in mineral aggregate-vma); Rongga di Dalam Campuran (void in mixture-vim); Rongga terisi aspal (void filled wit bitumen-vfb) 2.10 Test Kekakuan Tarik Tak Langsung (Indirect Tensile Stiffness) Kekakuan (stiffness) data diuji dengan Test Kekakuan Tarik Tak Langsung (Indirect Tensile Stiffness). Sifat ini menunjukkan kemampuan campuran aspal padat untuk menyebarkan beban Material Pengganti Agregat Alam Diantara beberapa alternatif material pengganti agregat alam, salah satunya adalah bongkaran perkerasan aspal lama. Saat ini pembongkaran perkerasan lama belum banyak dilakukan. Perkerasan baru umumnya dihamparkan diatas perkerasan lama, sehingga elevasi permukaan jalan semakin tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan areal disekitar jalan lebih rendah dari permukaan jalan, yang dapat kurang baiknya system drainase Penelitian Yang Menunjang Yang Sudah Dilakukan Penelitian dengan memakai bongkaran perkerasan lama sudah dilakukan antara lain oleh mahasiswa bimbingan kami diantaranya oleh Wirahadi (2011), Suarjana (2013) dan Radika (2013). Diperoleh hasil berupa karakteristik campuran memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Untuk penelitian ini dilakukan uji ekstraksi bongkaran aspal lama dan gradasi agregatnya. 10

21 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis karakteristik campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC- WC) yang menggunakan bongkaran aspal lama dengan filler dari Autoclaved aerated Concrete (AAC) pada kadar aspal optimum. b) Untuk menganalisis nilai Cantabro Abration Loss (CAL) AC-WC pada kadar aspal optimum dan kekakuan (stiffness) campuran pada kadar aspal optimum, pada temperatur 20º, 30º dan 40º C. 3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan hasil yang dapat dijadikan bahan masukan dalam untuk mempergunakan bahan bekas dari bongkaran perkerasan aspal lama. Dengan demikian, untuk mengurangi ketergantungan pada agregat alam. 11

22 BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Lokasi penelitian di Laboratorium Jalan Universitas Udayana, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali. 4.2 Bahan dan Alat a. Bongkaran aspal beton lama atau RAP (Reclaimed Aspal Pavement ) yang diambil dari jalan Desa Petang, Kec. Petang, Kab. Badung, yang sebelumnya sudah di overlay dalam 3 tahun yang diperoleh dari PT. Harapan Jaya. b. Agregat kasar, Agregat halus, dan aspal keras pen 60/70 (Aspal Esso ) yang diperoleh dari PT.Adi Murti. c. Filler ( Abu AAC ) yang diperoleh dari PT.Waringin. Alat yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Alat reflux ectraktor diperoleh dari PT. Adi Murti. 2. Alat-alat Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Bukit Jimbaran. 4.3 Kajian Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa hasil garukan atau bongkaran perkerasan aspal lama, sangat potential untuk dipergunakan lagi sebagai bahan perkerasan (Wirahadi, 2011); (Suarjana, 2013); (Radika, 2013). 4.4 Langkah-Langkah Penelitian Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan seperti bagan alir pada Gambar

23 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Tinjauan Pustaka Pengujian Awal Tes Ekstraksi dan Gradasi Bongkaran Perkerasan Aspal Lama atau RAP Penyiapan Alat dan Material Pemeriksaan Material Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar Hasil Ekstraksi, digunakan pada perhitungan berat jenis bulk agregat Pengujian Bahan Tambahan Campuran Pengujian Aspal Proses Pengujian Agregat Kasar Agregat Halus Filler Abu AAC 1. Penetrasi Aspal 2. Titik Lembek 1. Analisa saringan 2. Berat Jenis 3. Penyerapan Agregat 4. Angularitas 5. Abrasi 6. Soundness 1. Analisa saringan 2. Berat jenis 3. Penyerapan Agregat 4. Kadar Lumpur 5. Sand equivalent 1. Analisis saringan 2. Berat jenis 3. Tes Plastisitas 3. Titik Nyala dan Titik Bakar 4. Daktilitas 5. Berat Jenis 6. Tes Kehilangan Berat Aspal Didapat Kadar Aspal 6,13%, Gradasi dan berat jenis Agregat RAP Spesifikasi Tidak Spesifikasi Tidak Penambahan Agregat Baru & Filler Untuk Mengoreksi Gradasi RAP Agar Sesusai Gradasi AC-WC Halus Estimasi Kadar Aspal Teoritis Pb= 6 % A 13

24 A Variasi Kadar Aspal Dengan Estimasi Kadar Aspal Pb =6% (5%,5,5%,6%,6,5%,7%) Pembuatan Benda Uji Sesuai Dengan Variasi Kadar Aspal, Dengan 2 x 75 Tumbukan Sesuai Standar Marshall Penentuan Nilai VMA, VIM, VFB, Stabilitas, Kelelehan, MQ Buat Benda Uji Pada KA Yang Memberi VIM 6% dan ± 0,5% dari KA Tersebut Masing Masing 3 Buah, Padatkan Dengan Metode PRD 2 x 400 Analisa Data Kadar Aspal Optimum Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Kadar Aspal Optimum Pembuatan Benda Uji Pada Kadar Aspal Optimum Untuk Uji Cantabro, dan kekakuan Hasil Kesimpulan Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian 14

25 4.5 Ekstraksi Aspal Lama ( Refluk ) Aspal lama yang digunakan harus diketahui jenis campuran yang digunakan sebelumnya. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan beberapa cara, yaitu test ekstraksi dan gradasi dengan refluks. Cara uji ekstraksi kadar aspal dari campuran beraspal menggunakan tabung refluk gelas sangat diperlukan untuk mendapatkan kembali komposisi bahan sesuai perencanaan, dan dilanjutkan dengan pengujian sifat fisik aspal untuk mengetahui sifat aspal pada pelaksanaan dan masa pelayanannya. Pengujian campuran beraspal dari perkerasan jalan akan memberikan keterangan yang cukup bagi perencana mengenai kualitas dari campuran beraspal. Cara uji ekstraksi kadar aspal dari campuran beraspal menggunakan tabung refluk gelas (Dep. PU, 2004, RSNI M ). 4.6 Pengujian Material Pengujian utama material agregat yang dilakukan terdiri pengujian utama berupa: Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus dan Filler (Dep. PU, SNI ); Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar dan Halus (Dep. PU, SNI ) ; Pengujian Angularitas Agregat Kasar (Dep. PU, Revisi SNI ); dan Angularitas Agregat Halus (Dep. PU, SNI ); Pengujian Keausan Agregat / Abrasi (Dep.PU, SNI ). Pengujian aspal mencakup: uji penetrasi, daktiltas, titik lebek, titik leleh, titik bakar dan kehilangan berat. 4.7 Penyesuaian Gradasi BongkaranAspal Lama dan Proporsi Material Sesuai Spesifikasi Campuran AC WC Halus Berdasarkan hasil analisa saringan dari sampel ekstraksi aspal lama, diperoleh grafik yang kemudian dikoreksi dengan menambahkan sejumlah agregat halus serta filler. Sehingga diperoleh bahwa gradasi bongkaran aspal lama mendekati spesifikasi gradasi dari campuran AC WC halus. Gambar 3.3 menunjukan gradasi dari aspal lama yang telah disesuaikan dan dikoreksi sesuai dengan spesifikasi campuran AC WC Halus. Tabel 4.1 menunjukan tabel penambahan agregat halus dan filler agar sesuai campuran AC WC halus 15

26 % Berat Agregat yang Lolos batas atas batas bawah Ukuran Saringan 1 (mm) 10 Gambar 4.2 Grafik Gradasi Yang Telah Disesuaikan dan Dikorelasikan Sesuai Spesifikasi AC WC Halus. 4.8 Penentuan Variasi Kadar Aspal dan Perhitungan Penambahan Aspal Untuk membuat variasi kadar aspal terlebih dahulu dihitung kadar aspal awal, kemudian dibuat variasi kadar aspal sebesar ±0,5%, ±1%, ±1,5% dari estimasi kadar aspal awal. Karena bahan campuran AC WC halus menggunakan bongkaran aspal beton lama yang sudah memiliki kadar aspal sebesar 6,13 %, maka diperlukan perhitungan khusus terhadap proporsi kadar aspal total campuran setelah ditambahkan variasi kadar aspal. 4.9 Menentukan Kadar Aspal Optimum Perkiraan Setelah proporsi dan penambahan agregat diketahui, maka dilakukan perhitungan kadar aspal optimum perkiraan yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam menentukan variasi kadar aspal. Kadar aspal optimum perkiraan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Depkimpraswil, 2002) : Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + k 4.1 Dimana: Pb = kadar aspal rencana awal, adalah % terhadap berat campuran CA = agregat kasar, adalah % terhadap agregat tertahan saringan no.4 16

27 FA = agregat halus, adalah % terhadap agregat lolos saringan no.4 dan tertahan saringan no.200 FF = filler, adalah % terhadap agregat lolos saringan no.200 k = konstanta, berkisar antara 0,5-1,0 untuk AC, 2,0-3,0 untuk HRS, 1,0-2,5 untuk latasir. Dimana proporsi agregat : Agregat Kasar :38 ( total tertahan ayakan 4,75 mm) Agregat Halus : 55 ( lolos ayakan 4,75 mm tertahan ayakan 0,075 mm ) Filler : 7( min 75% lolos ayakan 0,075 mm ) Dan k diambil = 1 Adapun perhitungannya sebagai berikut : Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + k Konstanta antara 0,5 1 untuk AC, disini diambil 1 maka : Pb = Pb = 0,035 ( 38 ) + 0,045 ( 55 ) + 0,18 ( 7 ) + 1 = 6% Dari perhitungan estimasi kadar aspal awal diatas, maka variasi aspalnya adalah 5,0%, 5,5 %, 6% 6,5 %, 7,0 % Proporsi Material dan Penambahan Aspal Agar Sesuai Variasi Kadar Aspal Campuran Proporsi material dilakukan untuk memodifikasi agregat sesuai Tabel 4.1. Karena campuran AC - WC Halus menggunakan bongkaran aspal beton lama yang sudah memiliki kadar aspal sebesar 6,13%, maka diperlukan perhitungan khusus terhadap proporsi kadar aspal total campuran agar sesuai variasi kadar aspal yaitu 5,0%, 5,5 %, 6% 6,5 %, 7,0 %. Agar kadar aspal campuran sesuai variasi kadar aspal dilakukan penambahan kadar aspal dengan cara coba-coba, dimulai dari tanpa penambahan kadar aspal, penambahan kadar aspal 0,5 % dan seterusnya dari estimasi kadar aspal awal. Pada Tabel 4.2 disajikan proporsi kadar aspal campuran yang disesuaikan dengan variasi kadar aspal. 17

28 Tabel 4.1 Proporsi Material Untuk Modifikasi Gradasi Agregat Tabel 4.2 Proporsi Kadar Aspal Campuran Agar Sesuai Variasi Kadar Aspal Target Kadar Aspal Berat RAP a Berat Agregat Tambah an b Berat RAP + bahan Tamb ahan c = a+b KA RAP d Berat Aspal RAP e = ( a x d) Penambahan KA coba - coba terhadap c f= KA tamba han dlm % g = KA tamba han dalam gr Berat Campura n Total h = c + g Kadar Aspal Akhir ((e+g)/h)*100 (%) (gr) (gr) (gr) (%) (gr) (%) (gr) (gr) (%) ,13 30,65 2,57 30, ,84 5, ,13 30,65 3,12 37, ,44 5,50 6, ,13 30,65 3,67 44, ,04 6, ,13 30,65 4,22 50, ,64 6,50 7, ,13 30,65 4,78 57, ,36 7,00 Keterangan : K.A= kadar Aspal 18

29 Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penambahan kadar aspal sebesar 2,57 %, 3,12 %, 3,67 %, 4,22 %, dan 4,78 % terhadap berat campuran 1200 gr Penyiapan Sampel dengan dan Pengujian dengan Metode Marshall Setelah material diproporsikan sesuai Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, material agregat dan aspal dipanaskan dan dicampur rata. Kemudian dipadatkan dengan cara Marshall dengan 2x75 tumbukan Penentuan Kadar Aspal Optimum Hasil uji sampel dengan kadar aspal yang divariasi, dianalisis, kemudian dicari rentang kadar aspal yang memenuhi semua sifat campuran yang ditentukan seperti contoh pada Gambar 4.3. Kemudian ditentukan kadar aspal optimum/rencana. Sifat-sifat campuran 4 Rentang kadar aspal yang memenuhi Spesifikasi Kepadatan (gr/cc) Rongga diantara Agrgat (%) (VMA) Rongga terisi aspal (%) (VFB) Rongga dalam campuran (%) (VIM Marshall) Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan mutlak Stabilitas (kg) Kelelehan (mm) Hasil bagi Marshall (kg/mm) Rentang yang memenuhi parameter Campuran Beraspal Kadar aspal Rencana Gambar 4.3 Contoh Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) 4.13 Uji Cantabro dan kekakuan tarik tak langsung (Indirect Tensile Stiffness Modulus-ITSM) Setelah Kadar Aspal Otimum diperoleh, kemudian dibuat sampel pada KAO dan diuji Cantabro dan kekakuan tarik tak langsung (Indirect Tensile Stiffness Modulus- ITSM)sesuai standar yang berlaku (BS EN :2012). 19

30 4.14 Pembandingan Hasil Uji Jenis campuran yg diteliti pada penelitian ini adalah Campuran 3 (Camp. 3) berupa campuran AC-WC dengan aspal penetrasi 60/70, dan RAP. Pada penelitian ini, dilakukan pembandingan hasil uji sampel terhadap campuran lain. Campuran ini dibandingkan dengan Campuran 2 (Camp.2) berupa Latasir dengan perekat aspal emusli dan material dari garukan aspal lama (reclaimed asphalt pavement-rap), (Negara, 2015) dan Campuran 1 (Camp.1) berupa AC-WC, dengan aspal penetrasi 60/70, dan agregat alam (Thanaya dkk, 2015).. 20

31 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengujian Awal Pengujian awal dimaksudkan untuk mencari kadar aspal dan gradasi dari bongkaran aspal lama.hal ini dapat mempermudah tahap pembuatan rancangan campuran, penambahan agregat baik berupa agregat kasar, agregat halus dan filler agar sesuai dengan spesifikasi jenis campuran yang mendekati dari hasil gradasi bongkaran aspal lama tersebut, dimana dalam penelitian ini jenis campuran yang digunakan adalah AC WC halus. Selain itu, hasil pengujian awal ini juga dapat digunakan untuk menentukan kadar aspal yang akan ditambahkan. Pengujian awal terdiri dari tes ekstraksi bongkaran aspal lama, analisa saringan, serta pengujian yang lainnya. Berikut ini adalah hasil pengujian-pengujian awal yang dilakukan: 1. Tes Ekstraksi Tes ekstraksi dilakukan untuk mengetahui kadar aspal dari bongkaran aspal lama. Dari pengujian yang dilakukan didapatkan kadar aspal yaitu 6,13 %. Analisa Saringan Agregat Hasil Ekstraksi. Pengujian analisa saringan agregat hasil ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan gradasi dari bongkaran aspal lama, selanjutnya bongkaran aspal lama ditambahkan dengan sejumlah agregat kasar, agregat halus dan filler agar sesuai dengan spesifikasi campuran AC WC halus. Gradasi bongkaran aspal lama dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Gradasi Bongkaran Aspal Lama Atau RAP ( Reclaimed Asphalt Pavement ) No. Saringan Ukuran Saringan (mm) Komulatif lolos Aspal Lama (%) 1" 25 3/4" ,00 1/2" 12,5 91,31 3/8" 9,5 80,96 #4 4,75 54,39 #8 2,36 40,59 #16 1,18 31,45 #30 0,6 25,11 #50 0,3 19,06 #100 0,15 13,19 #200 0,075 9,35 Pan 0 21

32 Dari hasil pengujian gradasi bongkaran aspal lama didapat hasil komulatif lolos untuk setiap saringan, sehingga perlu ditambahkan beberapa agregat kasar, agregat halus dan filler agar sesuai dengan spesifikasi campuran AC WC halus. Untuk grafik gradasi bongkaran aspal lama dapat dilihat pada Gambar Hasil Pengujian Bahan Tambahan Agregat Kasar, Agregat Halus dan Filler Pemeriksaan agregat kasar dan agregat halus meliputi berat jenis agregat dan penyerapan, sand equivalen, dan kadar lempung/lumpur. Sedangkan pemerikaan filler berupa pemeriksaan analisa saringan, berat jenis dan plastisitas Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar 1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berat jenis agregat kasar dilakukan sebanyak dua kali untuk agregat tambahan dan satu kali untuk agregat RAP ( Reclaimed Asphalt Pavement ). Berdasarkan hasil pemeriksaan berat jenis agregat diperoleh hasil penyerapan agregat sebesar 2,91% untuk agregat kasar tambahan dan 0,85% untuk agregat kasar RAP ( Reclaimed Asphalt Pavement ).Ini menunjukan bahwa agregat kasar yang digunakan memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Nilai spesifikasi untuk penyerapan air maksimum 3%. Pada spesifikasi umum yang dikeluarkan DPU tahun 2010, tidak ada batasan untuk nilai minimum berat jenis semu. Namun pada spesifikasi tahun 2004 ditetapkan nilai minimum berat jenis semu sebesar 2,5. 2. Kadar Lumpur Agregat Kasar Pemeriksaan kadar lumpur dilakukan terhadap agregat kasar, masing-masing sebanyak dua kali. Hasil dari pemeriksaan kadar lumpur agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar lumpur dapat disimpulkan bahwa agregat kasar yang digunakan memiliki nilai sebesar 0,31% sehingga memenuhi persyaratan Bina Marga yaitu 1%. Karena agregat memiliki kadar lumpur yang kecil, maka agregat ini dapat langsung digunakan dalam proses pencampuran aspal. 3. Pemeriksaan Angularitas Agregat Kasar 22

33 Pemeriksaan angularitas agregat kasar dilakukan sebanyak dua kali untuk. Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan hasil pemeriksaan angularitas agregat, dapat disimpulkan bahwa agregat kasar yang digunakan telah memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 yaitu memiliki nilai angularitas agregat kasar sebesar 100%.Nilai spesifikasi angularitas agregat (kedalaman dari permukaan < 10 cm) adalah 95%. 4. Keausan Agregat Ketahanan agregat terhadap pemecahan (degradasi) diperiksa dengan percobaan abrasi mesin Los Angeles. Pemeriksaan keausan agregat dilakukan pada agregat lolos saringan 6,3 mm tertahan 4,75 mm dan lolos saringan 4,75 mm tertahan 2,36 mm sebanyak satu kali pengujian. Hasil rata-rata dari pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan hasil pemeriksaan keausan agregat diperoleh nilai keausan sebesar 33,04%. Dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 yaitu memiliki nilai keausan <40%. Ini menunjukkan agregat cukup kuat dan tahan untuk tidak mengalami keausan atau kehancuran selama proses pencampuran, penghamparan dan pemadatan. 5. Pemeriksaan Kelekatan Agregat Terhadap Aspal Pemeriksaan kelekatan agregat terhadap aspal dilakukan sebanyak dua kali terhadap agregat yang lolos saringan 3/8 tertahan saringan No. 4. Penentuan nilai kelekatan agregat terhadap aspal relatif sulit dan hanya orang yang telah terbiasa melakukan penelitian ini yang dapat menentukan nilai prosentase kelekatan agregat terhadap aspal. Dari hasil pengamatan dapat didapatkan nilai kelekatan agregat terhadap aspal adalah sebesar 97,9% sehinnga memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 batas minimum yang diisyaratkan yaitu sebesar 95%. 6. Soundness Test Pemeriksaan soundness test dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya seperti pada Tabel 5.2. Berdasarkan hasil pemeriksaan Soundness Test diperoleh nilai sebesar 5,124%. Ini menunjukan bahwa agregat yang digunakan memenuhi persyaratan Bina Marga yaitu 12%. 23

34 Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar Tambahan Jenis Hasil Pengujian Spesifikasi Berat Jenis Bulk SSD Apparent 2,76 2,85 3,01 Penyerapan 2,91% Maks 3% Angularitas 100% 95% Kadar Lumpur 0,31% 1% Soundness Test 5,124 12% Keausan Agregat 33,04% Maks 40% Kelekatan Agregat thd. 97,9% Min 95% Aspal Sumber: Hasil Penelitian, (2014) Tabel 5.3 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar Bongkaran Aspal Lama Jenis Hasil Pengujian Spesifikasi Berat Jenis Bulk SSD Apparent 2,54 2,56 2,60 Penyerapan 0,85% Maks 3% Sumber: Hasil Penelitian, (2014) Hasil Pemeriksaan Agregat Halus 1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat halus dilakukan sebanyak dua kali untuk agregat tambahan dan satu kali untuk agregat RAP ( Reclaimed Asphalt Pavement). Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 5.4. Berdasarkan hasil pemeriksaan berat jenis agregat halus, diperoleh hasil penyerapan air oleh agregat sebesar 2,68% untuk agregat halus tambahan dan 0,83 untuk agregat halus RAP( Reclaimed Asphalt Pavement ). Ini menunjukan bahwa agregat halus yang 24

35 digunakan memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Nilai spesifikasi untuk penyerapan air maksimum 3%. 2. Pemeriksaan Angularitas Agregat Halus Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Berdasarkan hasil pemeriksaan angularitas agregat, dapat disimpulkan bahwa agregat halus yang digunakan telah memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 yaitu memiliki nilai angularitas agregat sebesar 51,61%.Nilai spesifikasi angularitas agregat (kedalaman dari permukaan 10 cm) adalah minimum 40%. 3. Kadar Lumpur/Lempung Agregat Halus Pemeriksaan kadar lumpur dilakukan terhadap agregat halus, masing-masing sebanyak dua kali. Hasil dari pemeriksaan kadar lumpur agregat halus dapat dilihat pada Tabel 5.3. Berdasarkan hasil pemeriksaan Kadar Lumpur dapat disimpulkan bahwa agregat halus yang digunakan memiliki nilai sebesar 0,40% sehingga memenuhi persyaratan Departemen Pekerjan Umum (DPU) 2010 rev.2 yaitu 1%. 4. Sand Equivalent Pemeriksaan sand equivalent dilakukan terhadap agregat halus sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya seperti pada Tabel 5.4.Berdasarkan hasil pemeriksaan Sand Equivalent diperoleh nilai sebesar 79,65%, maka agregat halus yang digunakan telah memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 yaitu 60%. Ini menunjukkan bahwa agregat halus cukup bersih karena sedikit mengandung lumpur. Tabel 5.4 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus Tambahan Jenis Pengujian Hasil Spesifikasi Bulk SSD Apparent Berat Jenis 2,56 2,63 2,75 Penyerapan 2,68% Maks. 3% Angularitas 51,61% Min. 40% Kadar Lumpur 0,40% Maks.1% Sand Equivalent 79,65% Min. 60% Sumber: Penelitian (2014) 25

36 Tabel 5.5 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus Bongkaran Aspal Lama Jenis Pengujian Hasil Spesifikasi Bulk SSD Apparent Berat Jenis 2,53 2,55 2,58 Penyerapan 0,83% Maks 3% Sumber: Penelitian (2014) Pemeriksaan Filler AAC Pemeriksaan terhadap berat jenis filler AAC dilakukan sebanyak dua kali. Berdasarkan hasil pemeriksaan, diperoleh nilai berat jenis filler adalah sebesar 1, Pengujian Aspal Pengujian aspal meliputi pengujian berat jenis aspal, pengujian penetrasi aspal, titik lembek aspal, titik nyala aspal, kehilangan berat aspal dan daktilitas aspal. Aspal yang digunakan adalah aspal Esso penetrasi 60/ Pengujian Berat Jenis Aspal Pengujian berat jenis aspal dilakukan sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya pada Tabel 5.6. Berdasarkan pengujian berat jenis aspal, diperoleh hasil rata-rata berat jenis aspal sebesar 1,11, sehingga berat jenis aspal yang digunakan memenuhi memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 dengan spesifikasi yaitu 1, Pengujian Penetrasi Aspal Pengujian penetrasi aspal dilakukan dengan cara membuat dua buah benda uji, yang masing-masing benda uji diperiksa dengan alat penetrometer sebanyak lima kali. Berdasarkan pengujian penetrasi aspal, diperoleh hasil rata-rata penetrasi aspal sebesar 66,45 sehingga hasil pengujian memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 dengan spesifikasi yaitu minimum 60 sedangkan nilai maksimum Pengujian Titik Lembek Aspal Pengujian titik lembek dilakukan sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya pada Tabel

37 Berdasarkan pengujian titik lembek aspal, diperoleh hasil rata-rata titik lembek aspal sebesar 51 C, sehingga hasil pengujian memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum ( DPU) 2010 rev.2 yaitu minimum 48 C Pengujian Titik Nyala Aspal Pengujian titik nyala aspal dilakukan sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya pada Tabel 5.6. Berdasarkan hasil pengujian titik nyala aspal, diperoleh hasil rata-rata titik nyala aspal sebesar 319,5 C, sehingga hasil pengujian memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 dengan spesifikasi yaitu titik nyala 232 C Pengujian Kehilangan Berat Aspal Pengujian kehilangan berat aspal dilakukan sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya pada Tabel 5.6. Berdasarkan pengujian kehilangan berat aspal, diperoleh hasil rata-rata kehilangan berat aspal sebesar 0,445%, sehingga hasil pengujian memenuhi spesifikasi, yaitu maksimum 0,8% Pengujian Daktilitas Aspal Pengujian daktilitas dilakukan sebanyak dua kali. Hasil rata-ratanya pada Tabel 5.6. Berdasarkan pengujian daktilitas aspal, diperoleh nilai rata-rata daktilitas sebesar 250 cm, sehingga hasil pengujian memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 dengan spesifikasi yaitu minimum 100 cm. Tabel 5.6 Hasil Pengujian Aspal Esso Penetrasi 60/70 No Jenis Pengujian Hasil Satuan Spesifikasi 1 Penetrasi 66,45 mm Titik Nyala 319,5 C min 232 C 3 Titik Lembek 51 C min 48 C 4 Berat Jenis 1,11 gr/cm 3 min 1 5 Daktilitas 250 cm min Kehilangan Berat Aspal 0,445 % max 0,8 Sumber : Hasil Penelitian (2014) 27

38 5.4 Hasil Penyesuaian Gradasi Bongkaran Aspal Lama /RAP ( Reclaimed Asphalt Pavement ) dan Proporsi Material Sesuai Spesifikasi AC WC Halus Berdasarkan hasil analisa saringan dari sampel ekstraksi bongkaran aspal lama, diperoleh grafik yang kemudian dikoreksi dengan menambahkan sejumlah agregat halus serta filler. Sehingga diperoleh bahwa gradasi bongkararn aspal lama mendekati spesifikasi gradasi dari campuran AC WC halus dengan penambahan sejumlah agregat kasar, agregat halus dan filleragar sesuai dengan syarat spesifikasi campuran AC WC halus. Hasil Penyesuaian gradasi campuran Bongkaran Aspal Lama dapat dilihat pada Gambar 5.4 yang menunjukan gradasi dari campuran bongkaran aspal lama yang telah disesuaikan dan dikoreksi sesuai dengan spesifikasi campuran AC - WC halus. 5.5 Rancangan Campuran Benda Uji Marshall Untuk masing-masing kadar aspal dibuat tiga buah benda uji. Untuk perhitungan rancangan campuran dengan target variasi kadar aspal yaitu 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7% dapat dilihat pada Tabel Karakteristik Campuran AC WC Halus Dari hasil pengujian marshall, didapatkan data berupa nilai stabilitas dan flow. Nilai VIM, VMA, Marshall Quotient serta karakteristik campuran lainnya didapat dari hasil perhitungan. Ringkasan hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Nilai Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Variasi Kadar Aspal Karakteristik Campuran Kadar Aspal (%) 5 5,5 6 6,5 7 Spec Stabilitas (Kg) 2543, , , , ,03 Min. 800 Flow (mm) 2,78 3,27 3,59 4,08 4,61 Min.3 Marshall quotient VIM Marshall (kg/m m) 920, , ,61 894,94 733,07 Min. 250 (%) 10,772 8,035 5,352 4,557 3,918 3,0-5,0 VMA (%) 18,825 17,281 15,829 16,081 16,472 Min. 15 VFB (%) 43,409 53,917 66,466 71,679 76,243 Min. 65 Sumber : Hasil Penelitian (2014) Dari tabel terlihat secara umum nilai karakteristik campuran AC WC halus cukup memenuhi standar Bina Marga. 28

39 5.7 Hubungan Karakteristik Dengan Kadar Aspal Setelah karakteristik campuran didapat melalui tes Marshall dan perhitungan, maka selanjutnya dibuat grafik hubungan antara kadar aspal dengan karakteristik yang didapat tersebut diantaranya stabilitas, flow, VMA, VIM, VFB, dan Marshall Quotient Stabilitas Stabilitas adalah ketahanan melawan deformasi akibat beban lalu lintas. Stabilitas yang rendah akan memudahkan terjadinya lendutan, sebaliknya stabilitas tinggi maka campuran akan mengalami retak. Stabilitas terjadi karena geseran antar butir, penguncian antar partikel agregat, dan daya ikat dari lapisan aspal. Untuk campuran AC WC halus, nilai stabilitas menurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 minimal 800 kg. Nilai stabilitas campuran AC WC halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut adalah 2543,57 kg, 3332,58 kg, 3753,86 kg, 3637,41 kg, 3313,03 kg. Nilai stabilitas meningkat dari kadar aspal 5%, 5,5% sampai 6% dan kemudian menurun pada kadar aspal 6,5% dan 7% seperti Gambar Stabilitas sampel 1 sampel 2 sampel 3 minimum rata-rata Kadar Aspal Total (%) Gambar 5.1 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan Stabilitas Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Gambar 5.1 menunjukkan bahwa kadar aspal yang rendah menghasilkan pemadatan yang kurang padat karena material bersifat masih kaku saat dipadatkan. Nilai stabilitas campuran menurun pada kadar aspal 6,5% dan 7% ini disebabkan karena 29

40 kandungan aspal yang cukup tinggi sehingga aspal tidak efektif lagi menyelimuti agregat. Semakin tebal selimut aspal, sifat saling kunci antar agregat menjadi semakin berkurang Flow Flow (kelelehan plastis) menunjukkan tingkat kelenturan dari suatu campuran. Dari alat Marshall dapat dilihat hasil pemeriksaan flow dari campuran. Untuk campuran AC WC halus,nilai Flow mempunyai spesifikasi menurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 minimal 3 mm. Nilai Flow untuk campuran AC - WC Halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 7%, 7,5% berturut-turut adalah 2,78 mm, 3,27 mm, 3,59 mm, 4,08 mm, 4,61mm Flow (mm) sampel 1 sampel 2 sampel 3 minimum rata-rata Kadar Aspal Total (%) Gambar 5.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan Flow Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Gambar 5.2 menunjukkan bahwa nilai flow yang diperoleh meningkat sesuai dengan bertambahnya kadar aspal. Hal ini terjadi karena rongga udara dalam campuran yang terisi aspal semakin banyak sehingga ruang udara dalam campuran semakin kecil. Dengan bertambahnya jumlah aspal yang menyelimuti agregat, waktu kelelehannya bertambah panjang sehingga pada saat diberikan beban akan lebih mampu mengikuti perubahan bentuk akibat pembebanan Marshall Quotient Marshall Quotient (MQ) merupakan perbandingan nilai stabilitas campuran dengan flow yang menunjukkan sifat lentur campuran. Untuk campuran AC WC halus 30

41 mempunyai spesifikasi menurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 mimimal 250 kg/mm. Nilai Marshall Quotient (MQ) untuk campuran AC WC halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut adalah 920,99 kg/mm, 1019,55 kg/mm, 1047,61 kg/mm, 894,94 kg/mm, 733,07 kg/mm seperti Gambar Marsshall Quotient (Kg/mm) sampel 1 sampel 2 sampel 3 minimum rata-rata Kadar Aspal Total (%) Gambar 5.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan MQ Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Gambar 5.3 menunjukkan bahwa pada kadar aspal 6,5% dan 7% nilai Marshall Quotient (MQ) menurun, ini disebabkan karena bertambah besarnya nilai pelelehan dan berkurangnya stabilitas. Faktor kekakuan sangat penting untuk mendapatkan campuran yang fleksibel. Bila campuran tidak cukup kaku maka akan mudah mengalami deformasi, sebaliknya bila campuran terlalu kaku maka campuran akan menjadi getas sehingga mudah retak Rongga Udara Dalam Campuran (VIM) VIM merupakan pori yang tersisa setelah campuran dipadatkan. VIM dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-butir agregat akibat pemadatan tambahan yang terjadi oleh repetisi beban lalu lintas, atau tempat jika aspal menjadi lunak akibat meningkatnya temperatur. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan campuran berkurang kekedapan airnya, sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas campuran. Nilai VIM marshall standar untuk campuran AC WC halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut 31

42 adalah 10,772%, 8,035%, 5,352%, 4,557%, 3,918%. Syarat spesifikasi VIM Marshall untuk campuran AC WC halus munurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 memiliki standar miminum 3,0 % dan maksimum 5,0 %, seperti Gambar VIM (%) sampel 1 sampel 2 sampel 3 minimum maksimum rata-rata Kadar Aspal Total (%) Gambar 5.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VIM Marshall Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Gambar 5.4 menunjukkan bahwa bertambahnya kadar aspal, nilai VIM semakin menurun, hal ini disebabkan karena rongga rongga udara dalam campuran terisi oleh aspal secara keseluruhan. Nilai VIM Marshall Standar yang memenuhi spesifikasi dalam Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 adalah nilai VIM dengan kadar aspal 6,5% dan 7% Campuran Dengan Kepadatan Mutlak ( VIM PRD ) Derajat Kepadatan Mutlak (Percentage Refusal Density, PRD) adalah rasio antara kepadatan benda uji lapangan terhadap kepadatan refusal dalam satuan persen. Perencanaan campuran beraspal dengan PRD dilakukan sebagai pendekatan atau simulasi adanya pemadatan lanjutan oleh lalu-lintas. Dalam pembuatan benda uji PRD, kadar aspal yang dipergunakan adalah kadar aspal yang memberikan nilai VIM Marshall 6% dan 0,5% di atas dan di bawah dari kadar aspal tersebut. Untuk masing-masing kadar aspal dibuatkan 3 benda uji. Benda uji ini kemudian dipadatkan dalam cetakan (mold) dengan pemadatan getar atau dengan pengembangan pemadatan Marshall. 32

43 Hasil pengujian VIM-PRD kemudian disatukan ke dalam grafik hubungan antara VIM-Marshall dengan kadar aspal. Perbedaan nilai VIM benda uji yang dipadatkan dengan Marshall standar dengan yang dipadatkan sampai dengan mencapai kepadatan mutlaknya tidak boleh lebh besar dari 3% (lebih direkomendasi sekitar 2%). VIM % Kadar Aspal Total ( % ) Gambar 5.5 Grafik Hubungan Antara VIM PRD Dengan VIM Marshall Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Dari hasil pengujian VIM PRD kemudian disatukan ke dalam grafik hubungan antar VIM Marshall, didapatkan perbedaan nilai VIM benda uji yang dipadatkan dengan Marshall standar dengan yang dipadatkan sampai mencapai kepadatan mutlaknya tidak lebih besar dari 3% sehingga masuk spesifikasi Bina Marga yang dapat dilihat pada Gambar Rongga Antar Butiran Agregat (VMA) VMA merupakan rongga antar butiran agregat yang akan mempengaruhi stabilitas dalam campuran. Pada spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 syarat minimum nilai VMA untuk campuran AC WC halus adalah 15%. Didapat nilai VMA untuk campuran Laston pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut adalah 18,825%, 17,281%, 15,829%, 16,081%, 16,472%. Sehingga nilai VMA memenuhi syarat spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2, seperti Gambar

44 VMA (%) Kadar Aspal Total (%) sampel 1 sampel 2 sampel 3 minimum rata-rata Gambar 5.6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VMA Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Gambar 5.6 menunjukkan bahwa nilai VMA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kadar aspalpada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% Rongga Udara Terisi Aspal (VFB) VFB adalah bagian dari VMA (rongga yang berada diantara agregat) yang terisi oleh kandungan aspal efektif. Nilai VFB berpengaruh terhadap kekedapan (impermeabilitas) dan keawetan (durabilitas) campuran. Syarat spesifikasi VFB untuk campuran AC WC halus menurut Bina Marga adalah minimal 65%. Nilai VFB untuk campuran AC WC Halus pada kadar aspal 5%; 5,5%, 6%, 6,5%, 7%.berturut-turut adalah 43,409%, 53,917%, 66,466%, 71,679%, 76,243 seperti Gambar VFB (%) sampel 1 sampel 2 sampel 3 minimum rata-rata Kadar Aspal 6 Total (%) Gambar 5.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan VFB Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, (2014) 34

45 Gambar 5.7 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar aspal, nilai VFB semakin meningkat. Ini berarti bahwa aspal lebih banyak mengisi rongga campuran sehingga meningkatkan kekedapan dan keawetan campuran. 5.8 Penentuan Kadar Aspal Optimum Kadar aspal optimum dengan cara Bina Marga diperoleh 6,275%, ditentukan dengan menggunakan Metode Bar-chart seperti pada Gambar 5.8. Secara teori nilai kadar aspal optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar aspal maksimum dan minimum yang memenuhi syarat dengan persyaratan nilai Stabilitas, Flow, Marshall Quotient, VMA dan VFB. KAO =6,275% Rentang Kadar Aspal Gambar 5.8 Barchart Karakteristik Campuran AC-WC Halus Dengan Variasi Kadar Aspal Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Berdasarkan hasil dari grafik barchart karakteristik campuran AC WC halus, dapat dilihat bahwa untuk nilai stabilitas, nilai MQ, nilai VMA untuk semua kadar aspal memenuhi standar mutu sehingga pada grafik barchart dihitamkan penuh. Sedangkan pada nilai flow, kadar aspal 5% tidak memenuhi syarat spesifikasi.pada nilai VIM Marshall dari kadar aspal 6,2% sampai 7% memenuhi standar mutu sesuai dengan analisa grafik pada Gambar 5.4. Pada nilai VFB kadar aspal 5% dan 5,5% tidak memenuhi spesifikasi,vfb di hitamkan dari kadar aspal 6% sampai kadar aspal 7% dan untuk VIM PRD dari kadar 35

46 aspal 5,35%-6,35% di hitamkan karena memenuhi spesifikasi dapat dilihat pada Gambar 5.5. Berdasarkan grafik barchart diatas, rentang minimum diambil pada kadar aspal 6,2% dan rentang maksimum 6,35% diperoleh nilai tengah dari variasi kadar aspal tersebut yaitu 6,275%. Kadar aspal ini menjadi kadar aspal optimum pada campuran ini. 5.9 Analisis Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Kadar Aspal Optimum 6,275% Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikaji, dibuat ringkasan pembahasan hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 5.8 Hasil Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Kadar Aspal Optimum 6,275% Karakteristik Campuran AC WC Halus Kadar Aspal Optimum 6,275% Persyaratan Campuran Stabilitas (Kg) 3743,61 Min. 800 Flow (mm) 5,47 Min.3 Marshall quotien (kg/mm) 703,28 Min. 250 VIM (%) 4,579 3,0-5,0 VMA (%) 15,670 Min. 15 VFB (%) 70,779 Min.65 Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Penentuan Nilai Stabilitas Marshall Sisa Untuk Campuran AC - WC Pada Kadar Aspal Optimum 6,275% Hasil penelitian menunjukkan nilai stabilitas Marshall dengan rendaman 24 jam (60 o C) rata-rata adalah sebesar 3560,33kg. Stabilitas marshall sisa adalah persentase perbandingan antara stabilitas rendaman selama 24 jam (60 o C) dengan stabilitas rendaman selama menit (60 o C). Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut: MSI IRS = x MSS 36

47 stabilitas_ 24 jam(60 ) Stabilitas sisa = n x 100 stabilitas_ 30mnt(60 ) 3560,33kg = x 100% 3743,61kg = 95,10% Jadi nilai stabilitas marshall sisa untuk campuran AC WC halus pada kadar aspal optimum 6,275% adalah sebesar 95,10%. Nilai ini telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2, yaitu standar minimum nilai stabilitas marshall sisa sebesar 90% Karakteristik Campuran AC - WC Dengan Pengujian Cantabro Pengujian cantabro dilakukan terhadap sampel pada kadar aspal optimum sebanyak dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.8. Berdasarkan hasil pengujian cantabro diperoleh nilai sebesar 3,66 %, maka campuran yang digunakan telah memenuhi persyaratan yaitu maksimal 20%. Ini menunjukkan bahwa kelekatan aspal cukup bagus sehingga terjadi pelepasan butiran agregat sesuai persyaratan. Tabel 5.9 Hasil Uji Cantabro Sampel Pada Kadar Aspal Optimum 6,275% Berat Berat Kadar sebelum setelah Kehilangan Aspal pengujian pengujian berat Kehilangan berat (M o ) (M i ) % (gram) (gram) (gram) % 6, ,4 1199,0 41,4 3, ,2 1195,6 49,6 3,983 Rata-rata 3,66 Sumber : Hasil Penelitian, (2014) Rangkuman Karakteristik Marshall campuran Karakteristik Marshall campuran yang dijadikan perbandingan disajikan pada Tabel 5.10 (sesuai uraian pada Sub Bab 4.14). Jenis campuran yg diteliti pada penelitian ini adalah Campuran 3 (Camp. 3) berupa campuran AC-WC dengan RAP dan aspal penetrasi 60/70 (Pradnya, 2015). Pada penelitian ini, dilakukan pembandingan hasil uji 37

48 sampel terhadap campuran lain. Campuran ini dibandingkan dengan Campuran 2 (Camp.2) berupa Latasir dengan perekat aspal emulsi dan material dari garukan aspal lama (reclaimed asphalt pavement-rap), (Negara, 2015) dan Campuran 1 (Camp.1) berupa AC-WC, dengan aspal penetrasi 60/70, dan agregat alam (Thanaya dkk, 2015). Table 5.10 Data Karakteristik campuran Karakteristik Marshall Kadar aspal Optimum (%) Karakteristik Marshall AC-WC, 60/70pen, agg alam (Camp. 1) Latasir, RAP, emulsi CRS-1 (Camp. 2) AC-WC, pen 60/70, RAP (Camp. 3) 6 8,4 6,3 AC-WC, 60/70pen, agg alam (Camp. 1) Stabilitas (kg) 1269 (Min. 800) Flow (mm) 3.66 (Spec 2-4) Marshall Quotient (kg/mm) (Min. 250) Karakteristik Marshall VIM (%) VMA (%) VFB (%) Stabilitas sisa pada suhu 60 ⁰ (%) AC-WC, 60/70pen, agg alam (Camp. 1) 4.68 (Spec 3,0-5,0) (Min. 15) (Min.65) 96.3 ( 90%) Latasir, RAP, emulsi CRS-1 (Camp. 2) 1325,35 (Min 200 kg) 2,85 (Spec 2-3) 466,08 (Min. 80) Latasir, RAP, emulsi CRS-1 (Camp. 2) 4,429 (Spec 3,0-6,0) 20,558 (Min. 20) 75,542 (Min.75) 97,45 ( 90%) AC-WC, pen 60/70, RAP (Camp. 3) 3743,61 (Min. 800) 3,47 (Spec 2-4) (Min. 250) AC-WC, pen 60/70, RAP (Camp. 3) 4,579 (Spec 3,0-5,0) 15,670 (Min. 15) 70,779 (Min.65) 95,10 ( 90%) 5.11 Hasil Uji Modulus Kekakuan Tarik Tak Langsung (ITSM) Hasil uji modulus kekakuan tarik tak langsung (ITSM), disajikan pada Gambar

49 Modulus kekakuan tarik tak langsung (ITSM) (MPa) Camp.1: AC-WC, pen60/70, agg alam Camp. 2. Latasir, emulsi, RAP Camp. 3: AC-WC, pen60/70, RAP Temperatur ( C) Gambar 5.9 Hasil uji modulus kekakuan tarik tak langsung (ITSM) Nilai ITSM lebih besar pada temperatur yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan sifat aspal yang menjadi lebih kaku pada temteratur yang lebih rendah. Kekakuan Camp. 1 setara dengan Camp. 2 yang mengunakan RAP dan aspal emulsi dengan bahan dasar aspal penetrasi pen (lunak). Kekakuan Camp.3 (yang diteliti pada penelitian ini) melebihi kekakuan Camp. 1 dan 2, karena Camp.3 menggunakan RAP yg mengalami penuaan dan aspal pen 60/70 yang lebih keras. 39

50 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisi hasil uji sample, dapat disimpulkan sbb: 6.1 Kesimpulan Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka sampai kemajuan penelitian saat ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kadar aspal optimum campuran AC WC ( Asphalt Concrete Wearing Course) Halus dengan menggunakan hasil bongkaran aspal beton lama sebagai bahan dasar dan abu AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) sebagai filler adalah sebesar 6,275%. 2. Karakteristik campuran AC WC ( Asphalt Concrete Wearing Course) Halus pada kadar aspal optimum dengan menggunakan hasil bongkaran aspal beton lama sebagai bahan dasar dan abu AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) sebagai filler adalah sebagai berikut : Nilai stabilitas yang diperoleh adalah 3743,61 kg (spesifikasi 800kg) dengan nilai flow 5,47 mm (spesifikasi 3,0 mm), nilai marshall quotient 703,28 kg/mm (spesifikasi 250 kg/mm), nilai VIM marshall 4,579% (spesifikasi 3,0-5,0 %), nilai VMA 15,670% (spesifikasi 15%) dan nilai VFB 70,779% (spesifikasi 65%) dan nilai stabilitas marshall sisa 95,10% ( spesifikasi min.90%). 3. Nilai (CAL) Cantabro abration loss dari campuran AC WC (Asphalt Concrete- Wearing Course) Halus dengan menggunakan hasil bongkaran aspal beton lama sebagai bahan dasar dan abu AAC (Autoclaved aerated Concrete) sebagai filler adalah sebesar 3,66%. 4. Nilai Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM) lebih besar pada temperatur yang lebih rendah. Pada temperatur standar 20 C, nilai ITSM AC-WC denga aspal pen 60/70 dengan bahan RAP (Camp. 3, yang diteliti) nilai ITSMnya 7325 MPa, lebih kaku dari Camp. Latasir dengan aspal emulsi dan Reclaimed Asphalt Pavement-RAP) yaitu (Camp. 2), sebesar 4356 MPa yang setara dengan nilai ITSM AC-WC dengan agregat alam dgn aspal penetrasi 60/70 (Camp. 1) 4568 MPa. 40

51 6.2 Saran Sesuai dengan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Dalam proporsi agregat sebaiknya dilakukan secara teliti, suhu pada saat pencampuran dan pemadatan juga perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan standar yang ada agar mendapatkan hasil yang baik. 2. Dalam proses ektraksi seperti pencarian kadar aspal pada bongkaran aspal lama, sebaiknya menggunakan alat refluk dalam proses ektraksi karena hasil yang di dapatkan lebih teliti dari pada menggunakan mesin sentrifuge. 41

52 DAFTAR PUSTAKA British Standard, 2012, Bituminous mixtures Test methods for hot mix asphalt, Part 26:Stiffness, BS EN :2012. Departemen Pekerjaan Umum, 1990, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar. SNI Departemen Pekerjaan Umum, 1990, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus. SNI Departemen Pekerjaan Umum, 1990, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia, Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar. SNI Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap Aspal. SNI Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia, Metode Pengujian Keusan Agregat Dengan Mesin Abrasi Los Angles. SNI Dep. PU, RI-Ditjen Bina Marga revisi 2. Dokumen Pelelangan Nasional Penyediaan Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) Untuk Harga Satuan, Spesifikasi Umum, Campuran Beraspal Panas. Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia Cara uji ekstraksi kadar aspal dari campuran beraspal mengunakan tabung refluks gelas. RSNI M Radika, I.G., 2013, Analisis Peningkatan Kekuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) Yang Mempergunakan Agregat Hasil Garukan Aspal Lama Dengan Dan Tanpa Semen. (Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2013). Suarjana I P., 2013, Analisis Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) Yang Mempergunakan Hasil Garukan Perkerasan Aspal Lama Dengan Penundaan Pemadatan. (Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana,2013). Thanaya, I N.A., Suparsa, I G.P., Putra, I M.D.S.A. 2015, Kinerja Stiffness, Fatigue Dan Creep Campuran Aspal Panas Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC), Laporan Penelitian Ketekniksipilan, Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana. Widayanti, A.A.A Studi Sifat-Sifat Campuran Aspal Panas Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) Yang Mempergunakan Agregat Bekas. (Tugas Akhir Sarjana S1 yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2009). Wirahadi, A.A.G., 2011, Analisis Sifat-Sifat Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) Yang Mempergunakan Bekas Bongkaran Aspal Beton Sebagai Bahan Dasar Campuran. (Tugas Akhir Sarjana S1 yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2011). 42

53 Lampiran 1. Personalia dan Kualifikasinya I. Pembimbing Tim Peneliti A. Identitas Diri Pembimbing Tim Peneliti 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Prof. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, PhD. L 2 Jabatan Fungsional Guru Besar 3 Jabatan Struktural Ketua Jurusan Teknik Sipil FT Unud 4 NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Singaraja-Bali, Indonesia, 8 Nopember Alamat Rumah Jalan Badak Sari III No. 2, Renon, Denpasar 80235, Bali Indonesia 8 Nomor Telepon/Faks /HP / Alamat Kantor Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran 10 Nomor Telepon/Faks Alamat aryathanaya@ymail.com 12 Lulusan yang telah dihasilkan S1= 34org; S2= 5 org; S3= - org. 13 Mata Kuliah yg Diampu 1. Perkerasan Jalan 2. Praktikum Bahan Perkerasan Jalan 3. Teknologi Perkerasan dan Pemeliharaan Jalan 4. Metode Penelitian 5. Bahasa Inggris B. Spesialisasi : Material dan Perkerasan Jalan C. Kualifikasi : Program S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Universitas Udayana Auckland Univerity, New Zealand Leeds Univesity, UK Bidang Ilmu Teknik Sipil Civil Engineering Civil Engineering Tahun Masuk Tahun Lulus Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Nama Pembimbing/Promotor Laporan Kerja Praktek Pada Proyek PLTA Sengguruh Proyek Induk Pengembangan Sungai Brantas Jawa Timur Ir. I Nyoman Norken, S.U. Laboratory Evaluation of Material Properties for Pavement Design Dr. L.D. Wesley Improving the Performance of Cold Bituminous Emulsion Mixtures Incorporating Waste Materials Dr. S.E.Zoorob 43

54 II. Biodata Ketua Tim Peneliti A. Identitas Diri Anggota Tim Peneliti Dosen 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Ir. I Gusti Raka Purbanto, MT L 2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli 3 Jabatan Struktural Penata Muda 4 NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Surakarta, 11 Juli Alamat Rumah Jl Gambuh No 10B Denpasar 8 Nomor Telepon/Faks /HP ; Alamat Kantor Kampus Bukit Jimbaran 10 Nomor Telepon/Faks Alamat rakapurbanto@gmail.com 12 Lulusan yang telah dihasilkan S1= 10 org; S2= - org; S3= - org. 13 Mata Kuliah yg Diampu 1. Statika 2. Teknik Bandar Udara 3. Teknik Lalulintas 4. Kalkulus 1 5. Fisika Dasar B. Spesialisasi : Transportasi C. Kualifikasi Program S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Unud Unud - Bidang Ilmu Teknik Sipil Teknik - Transportasi Tahun Masuk Tahun Lulus Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Nama Pembimbing/Promotor Pembangunan Kampus AKUBANK Semarang Ir. I Wayan Pudja, MT Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Tol Beringkit- Purnama Dr. Ir. I Wayan Suweda, MiHt MPhil

55 III. Biodata Anggota Tim Peneliti A. Identitas Diri Anggota Tim Peneliti Dosen 1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Nyoman Karnata Mataram, ST, MT. L 2 Jabatan Fungsional Lektor / IIId 3 Jabatan Struktural - 4 NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Peliatan, Alamat Rumah Jalan Ngurah Rai Gg VI, No 1, Bangli. 8 Nomor Telepon/ HP Alamat Kantor Kampus Bukit Jimbaran 10 Nomor Telepon/Faks Alamat karnatamataram@yahoo.co.id 12 Lulusan yang telah dihasilkan S1= 6 org; S2= org; S3= - org. 13 Mata Kuliah yg Diampu 1. Perkerasan Jalan 2. Praktikum Perkerasan Jalan 3. Menggambar Teknik B. Riwayat Pendidikan Program S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Unud Unud - Bidang Ilmu Teknik Sipil Teknik Transportasi - Tahun Masuk Tahun Lulus Judul Analisis Katrakteristik Estimasi Kebutuhan - 45

56 Skripsi/Thesis/Disertasi Nama Pembimbing /Promotor Tanah Kohesive di Sekitar Ruas Jalan Bypass Tabanan sebagai Subgrade Ir. W. Reti Adnyana Ir. AA.Ngr. Kt. Tjerita, MSc Armada ANggkutan Kotya pada Trayek Ubung-Sanglah di Kota Denpasar Berdasarkan Permintaan Yg ada Ir. Wahyu Heriyantho, MT Ir. Dudung Purwadi, MSc. - IV. DATA ANGGOTA PENELITI MAHASISWA N a m a : Pande Gde Pradnya P.M. NIM : Tempat/tgl lahir : Jakarta, 31 Agustus 1992 No HP : Judul Tugas Akhir : Studi Sifat Campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC- WC) Dengan Bahan Utama Bongkaran Aspal Beton Lama Dan Autoclaved Aerated Concrete (AAC) Sebagai Filler 46

57 Lampiran 2. Naskah publikasi ilmiah untuk Konferensi nasional Teknik Sipil (KoNTekS) ke 9, tanggal 7-8 Oktober 2015 di Grand Clarion Hotel, Makassar. 47

58 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar STUDI SIFAT CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN BAHAN UTAMA BONGKARAN ASPAL BETON LAMA DAN AUTOCLAVED AERATED CONCRETE (AAC) SEBAGAI FILLER I Nyoman Arya Thanaya 1, I Gusti Raka Purbanto 2, Pande Gde Pradnya P.M 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Denpasar aryathanaya@ymail.com 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Denpasar rakapurbanto@gmail.com 3 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Denpasar pandepradnya93@gmail.com ABSTRAK Keberadaan agregat alam semakin terbatas, karena itu perlu diupayakan penggunaan material bekas sebagai alternatif dalam perkerasan jalan seperti bongkaran dinding, bongkaran lantai, beton struktur bangunan, dan bongkaran aspal beton lama atau Reclaimed Asphalt Pavement (RAP). Dalam penelitian ini digunakan bongkaran aspal lama sebagai bahan dasar dengan perekat aspal keras penetrasi Esso 60/70 untuk campuran perkerasan Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) Halus dan Autoclaved aerated Concrete (AAC) yang digunakan sebagai filler. Adapun tujuan penelitian ini adalah menentukan kadar aspal optimum campuran AC-WC Halus, menganalisis karakteristik campuran pada kadar aspal optimum, menganalisis keausan cantabro campuran. Untuk mengetahui kadar aspal RAP, dilakukan uji ekstraksi dengan reflux. Dalam rangka memperoleh gradasi yang ditentukan RAP ditambah agregat alam sejumlah tertentu. Material dicampur secara panas dengan variasi kadar aspal, dan dipadatkan 2x75 tumbukan Marshall. Diperoleh hasil, kadar aspal optimum campuran sebesar 6,275%. Nilai stabilitas yang diperoleh adalah 3743,61 kg (spesifikasi 800kg) dengan nilai flow 5,47 mm (spesifikasi 3,0 mm), nilai marshall quotient 703,28 kg/mm (spesifikasi 250 kg/mm), nilai VIM marshall 4,579% (spesifikasi 3,0-5,0 %),nilai VIM PRD <3% terhadap VIM Marshall, nilai VMA 15,670% (spesifikasi 15%) dan nilai VFB 70,779% (spesifikasi 65%). Nilai Cantabro abration loss (CAL) dari campuran AC - WC Halus pada kadar aspal optimum adalah sebesar 3,66%. (< nilai maks 20%). Nilai kekakuan tarik tak langsung (indirect tensile stiffness modulus) pada suhu 20 ºC sebesar 8245 MPa. Kata kunci: AC - WC Halus, RAP, AAC, cantabro, stiffness. 1. PENDAHULUAN Lapisan permukaan jalan adalah lapisan yang terletak pada bagian atas dan mempunyai sifat kedap air, memiliki stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan permukaan di Indonesia yang umum digunakan dibagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat nonstruktural dan struktural. Ada beberapa jenis lapisan yang bersifat nonstruktural antara lain Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis), Burda (Laburan aspal dua lapis), Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir), Buras (Laburan Aspal), Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni), Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton) dan lapis permukaan yang bersifat struktural antara lain Lapen (Lapis Penetrasi Macadam), Lasbutag (Lapis Aspal Buton Agregat), Laston (Lapis Aspal Beton). Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) merupakan Laston sebagai lapisan aus permukaan.yang berfungsi untuk menyebarkan beban lalu lintas ke lapisan di bawahnya disamping itu menyediakan permukaan yang mempunyai karakteristik yang kesat dan rata sehingga diperlukan suatu komposisi campuran yang memiliki kekuatan yang cukup. Untuk mendapatkan campuran AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course) yang memenuhi mutu yang diharapkan, maka diperlukan suatu pengetahuan sifat, pengadaan, dan pengolahan bahan yang diperlukan. Secara umum, campuran AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course) terdiri atas aspal, agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Agregat alam yang tidak dapat diperbaharui dan banyaknya penggunaan agregat alam yang digunakan sebagai bahan perkerasan jalan akan membuat semakin sedikitnya agregat di alam, dalam hal ini material bekas dapat digunakan sebagai alternatif dalam perkerasan jalan seperti bongkaran dinding, bongkaran lantai, beton struktur bangunan, dan bongkaran aspal beton lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement). Salah satu material bekas 48

59 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar yang berpotensi digunakan adalah bongkaran aspal beton lama atau RAP yang dapat diperoleh dari perbaikan jalan berupa galian bongkaran perkerasan jalan lama. Secara umum bahan bekas lama bersifat tidak homogen karena ketersediaan bahan bekas yang belum terkoordinasi dengan baik, dimana jenis material bongkaran aspal lama dapat berasal dari jenis campuran yang berbeda-beda. Sejauh ini penelitian dengan menggunakan agregat bekas dalam campuran perkerasan jalan sudah pernah dilakukan oleh : Widayanti (2009), yang menggunakan agregat bekas dari bongkaran aspal beton lama sebagai agregat kasar dan bongkaran bangunan sebagai agregat halus dalam campuran aspal panas lataston, dengan hasil stabilitas > 800 kg. Wirahadi ( 2011 ) yang menggunakan bekas bongkaran aspal beton sebagai bahan dasar campuran lapisan tipis aspal pasir (Latasir ), dengan hasil yang memuaskan. Umumnya RAP sudah mengandung kadar aspal bervariasi antara 3-7% tergantung dari jenis campuran sebelumnya. Aspal pada RAP relatif sudah mengeras dimana bagian yang encer sudah ada yang menguap atau mengalami degradasi, karenanya diperlukan penambahan aspal baru yang lebih encer dalam campuran. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, untuk campuran yang bersifat structural, jumlah bongkaran perkerasan lama bisa digunakan terbatas 10-30%, sedangkan untuk perkerasan non structural seperti daerah bahu jalan, jalan dengan lalu lintas ringan, dan untuk pejalan kaki bisa memakai presentase yang lebih dai 30% bahkan sepenuhnya dapat memakai hasil bongkaran aspal lama dengan penambahan peremaja (Federal Highway Administration, 2004 ). Dalam penelitian ini akan digunakan bongkaran aspal lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) sebagai bahan dasar dengan menggunakan aspal keras penetrasi Esso 60/70 untuk campuran perkerasan AC WC (Asphalt Concrete Wearing Course) Halus dan AAC (Autoclaved aerated Concrete) yang digunakan sebagai filler. AAC biasanya dipakai sebagai dinding bangunan. Sisa potongan AAC biasanya dipakai sebagai bahan urugan atau menjadi limbah bahan bangunan. AAC bisa ditemukan di berbagai proyek konstruksi. Ketersediaan filler abu batu saat ini masih cukup memadai tetapi untuk pemanfaatan limbah bekas agar bernilai ekonomis dan sebagai alternatif penyediaan filler selain abu batu, maka dalam penelitiaan ini maka digunakan abu AAC (Autoclaved Aerated Concrete) sebagai filler. Dengan aktifitas jalan yang semakin meningkat,beban kendaraan mulai dari beban ringan hingga beban berat yang melintas di jalan serta cuaca yang berubah ubah tentu jalan akan mengalami abrasi, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian cantabro untuk mengetahui ketahan terhadap pelepasan butir akibat benturan beban roda, dengan menggunakan mesin Los Angles tanpa bola baja dengan kecepatan rpm sebanyak 300 putaran. Spesifikasi pengujian kehilangan berat yang disyaratkan yaitu maksimal 20 % dari berat awal sebelum dilakukan pengujian cantabro dengan menggunakan mesin Los Angeles, Vivi ( 2010 ). Pada penelitian ini yang ditinjau adalah besar kadar aspal optimum yang digunakan pada campuran AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course) Halus dengan menggunakan hasil bongkaran aspal beton lama sebagai bahan dasar dan abu AAC (Autoclaved aerated Concrete) sebagai filler, karakteristik campuran AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course) Halus pada kadar aspal optimum dan nilai (CAL) Cantabro Abration Loss. 2. MATERIAL DAN METODE Material Penelitian ini dilakukan terhadap material perkerasan AC WC (Asphalt Concrete Wearing Course) halus berupa bongkaran aspal beton lama atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) yang diambil dari jalan Desa Petang, Kec. Petang, Kab. Badung, Propinsi Bali, yang sebelumnya sudah di overlay dalam 3 tahun yang diperoleh dari PT. Harapan Jaya. Agregat kasar, agregat halus dan aspal keras pen 60/70 ( Aspal Esso ) diperoleh dari PT. Adi Murti. Filler (abu AAC) yang diperoleh dari PT. Waringin. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat reflux extractor diperoleh dari PT. Adi Murti dan alat alat Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Sifat-sifat agregat yang dipergunakan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Fisik Dari Agregat kasar, Agregat halus, Filler AAC dan Aspal Esso Pen 60/70 49

60 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar Agregat Agregat Lama Pengujian Tambahan Filler Aspal Kasar Halus Kasar Halus Pengujian Hasil Berat jenis 1,8 Berat jenis 1,11 Berat jenis bulk 2,54 2,53 2,76 2,56 Penetrasi 66,45 Berat jenis SSD 2,56 2,55 2,85 2,63 Titik Nyala 319,5 Berat jenis apparent 2,6 2,58 3,01 2,75 Titik Lembek 51 Penyerapan 0,85 0,83 2,91 2,68 Daktilitas 250 Angularitas ,61 Kehilangan berat 0,445 Kadar lumpur 0,31 0,4 Soundness test 5,124 Keausan agregat 33,04 Kelekatan agregat thd aspal 97,9 Sand Equivalent 79,65 Metode Dalam penelitian ini yang perlu dilakukan adalah membuat urutan kerja yang akan dilakukan, prosedur penelitian, alat-alat yang dipergunakan, dan bagaimana cara melaksanakan penelitian tersebut. Prosedur penelitian memberikan urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan oleh penelitian dalam suatu penelitian, sedangkan metode penelitian memandu penelitian tentang urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Hal awal yang dilakukan dalam penelitian adalah persiapan material dan alat, seperti bongkaran aspal lama, agregat halus, filler (abu AAC) dan aspal keras pen 60/70. Setelah itu dilakukan pengujian laboraturium, pertama dilakukan pengujian ekstraksi pada bongkaran aspal lama untuk mengetahui kadar aspalnya. Setelah itu dilakukan pengayakan terhadap agregat hasil ekstraksi untuk mengetahui gradasinya dan dicari berat jenis agregatnya. Setelah itu dilakukan modifikasi agregat untuk mendapatkan proporsi agregat sesuai dengan spesifikasi AC WC halus. Kemudian dilakukan pengujian untuk bahan tambahan agregat halus dan filler (abu AAC). Aspal yang dipergunakan yaitu aspal Esso pen 60/70. Selanjutnya berdasarkan gradasi bongkaran aspal lama, tentukan penambahan proporsi bahan tambahan berupa agregat halus dan filler agar sesuai dengan spesifikasi AC WC halus seperti pada Gambar 1, berdasarkan perhitungan tambahan agregat pada Tabel 2. Berdasarkan nilai kadar aspal dari bongkaran aspal lama dicari persentase kadar aspal tambahan untuk masingmasing variasi kadar aspal dalam campuran seperti pada Tabel 3. Gambar 1. Gradasi RAP Yang Sudah Sesuai Dengan Spesifikasi AC WC Halus Tabel 2. Modifikasi gradasi dengan ponembahan agregat pada RAP 50

61 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar No. Saringan Ukuran Saringan (mm) Tertahan dari 500 gr RAP Tertahan (%) Tambahan agregat Komulatif lolos (modifikasi grad) dengan Aspal Lama (%) coba-coba Jumlah Pada Tiap Ayakan ( gram ) ( % ) Komulatif lolos (%) A B C D E F=B+E G=(F/total F)x100% H 1" 25 3/4" /2" /8" # # # # # # # Pan JUMLAH Persentase terhadap jumlah Tabel 3. Proporsi Kadar Aspal Tambahan Target Kadar Aspal Berat RAP Berat Agregat Tambahan Berat RAP + bahan Tambahan Kadar Aspal (KA) RAP Berat Aspal RAP a b c = a+b d e = ( a x d) Penambahan KA coba - coba terhadap c f= KA tambahan dlm % g = KA tambahan dalam gr Berat Campuran Total h = c + g Kadar Aspal Akhir ((e+g)/h)*1 00 (%) (gr) (gr) (gr) (%) (gr) (%) (gr) (gr) (%) ,13 30,65 2,57 30, ,84 5, ,13 30,65 3,12 37, ,44 5,50 6, ,13 30,65 3,67 44, ,04 6, ,13 30,65 4,22 50, ,64 6,50 7, ,13 30,65 4,78 57, ,36 7,00 Setelah benda uji terbentuk lanjutkan dengan pengujian Marshall. Dari pengujian Marshall didapat data yang kemudian didapat kadar aspal optimum, kemudian didapatkan data yang dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan. Selanjutnya dilakukan Cantabro Test, pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui persentase kehilangan berat dari benda uji setelah dilakukan test abrasi dengan mesin Los Angeles. Selain itu dilakukan juga uji Kekuatan Tarik Tidak Langsung (Indirect Tesnsile Stiffness Modulus), dengan memakai Uinersal Tesing Machine 30 (UTM30), buatan Perusahaan Controls dari Italy, dengan set up parameter: loading pulse 250 millisecond (ms), pulse repetition 3000 ms, conditioning pulse 5, poisson s ratio 0.35, contact force 20 N, dan target horz deformation 5 microstrain. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian awal bongkaran aspal beton lama / RAP ( reclaimed asphalt pavement ) 51

62 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar Tes ekstraksi dilakukan untuk mengetahui kadar aspal dari bongkaran aspal lama. Dari pengujian yang dilakukan didapatkan kadar aspal yaitu 6,13 %. Pengujian analisa saringan agregat hasil ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan gradasi dari bongkaran aspal lama (Gambar 1), selanjutnya bongkaran aspal lama ditambahkan dengan sejumlah agregat kasar, agregat halus dan filler agar sesuai dengan spesifikasi campuran AC WC halus. Pengujian marshall test nilai stabilitas dan flow Nilai stabilitas campuran AC WC halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut adalah 1002,98 kg, 1336,30 kg, 1509,69 kg, 1454,84 kg, 1328,58 kg. Nilai stabilitas meningkat dari kadar aspal 5%, 5,5% sampai 6% dan kemudian menurun pada kadar aspal 6,5% dan 7% seperti Gambar 2, dimana dapat dilihat nilai stabilitas campuran menurun pada kadar aspal 6,5% dan 7% ini disebabkan karena kandungan aspal yang cukup tinggi sehingga aspal tidak efektif lagi menyelimuti agregat. Semakin tebal selimut aspal, sifat saling kunci antar agregat menjadi semakin berkurang. Flow (kelelehan plastis) menunjukkan tingkat kelenturan dari suatu campuran. Dari alat Marshall dapat dilihat hasil pemeriksaan flow dari campuran. Untuk campuran AC WC halus,nilai Flow mempunyai spesifikasi menurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 minimal 3 mm. Nilai Flow untuk campuran AC - WC Halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 7%, 7,5% berturut-turut adalah 2,78 mm, 3,27 mm, 3,59 mm, 4,08 mm, 4,61mm dapat dilihat pada Gambar.3 Pada Gambar 3 dapat dilihat nilai flow yang diperoleh meningkat sesuai dengan bertambahnya kadar aspal. Hal ini terjadi karena rongga udara dalam campuran yang terisi aspal semakin banyak sehingga ruang udara dalam campuran semakin kecil. Dengan bertambahnya jumlah aspal yang menyelimuti agregat, waktu kelelehannya bertambah panjang sehingga pada saat diberikan beban akan lebih mampu mengikuti perubahan bentuk akibat pembebanan. Gambar 2. Hasil Pengujian Stabilitas Gambar 3. Hasil Pengujian Nilai Flow Nilai marshall quotient dan VIM marshall Marshall Quotient (MQ) merupakan perbandingan nilai stabilitas campuran dengan flow yang menunjukkan sifat lentur campuran. Untuk campuran AC WC halus mempunyai spesifikasi menurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 mimimal 250 kg/mm. Nilai Marshall Quotient (MQ) untuk campuran AC WC halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut adalah 363,34 kg/mm, 408,70 kg/mm, 421,31 kg/mm, 357,94 kg/mm, 293,80 kg/mm dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat dilihat pada kadar aspal 6,5% dan 7% nilai Marshall Quotient (MQ) menurun, ini disebabkan karena bertambah besarnya nilai pelelehan dan berkurangnya stabilitas. Faktor kekakuan sangat penting untuk mendapatkan campuran yang fleksibel. Bila campuran tidak cukup kaku maka akan mudah mengalami deformasi, sebaliknya bila campuran terlalu kaku maka campuran akan menjadi getas sehingga mudah retak. Nilai VIM marshall standar untuk campuran AC WC halus pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturutturut adalah 10,772%, 8,035%, 5,352%, 4,557%, 3,918%. Syarat spesifikasi VIM Marshall untuk campuran AC WC halus munurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 memiliki standar miminum 3,0 % dan maksimum 5,0 %. Grafik VIM dapat dilihat pada Gambar 5. 52

63 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar Gambar 4. Hasil Pengujian Marshall Quotient Gambar 5. Hasil Pengujian Nilai VIM Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa bertambahnya kadar aspal, nilai VIM semakin menurun, hal ini disebabkan karena rongga rongga udara dalam campuran terisi oleh aspal secara keseluruhan. Nilai VIM Marshall Standar yang memenuhi spesifikasi dalam Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 adalah nilai VIM dengan kadar aspal 6,5% dan 7%. Nilai VIM PRD dan VMA Hasil pengujian VIM-PRD kemudian disatukan ke dalam grafik hubungan antara VIM-Marshall dengan kadar aspal. Perbedaan nilai VIM benda uji yang dipadatkan dengan Marshall standar dengan yang dipadatkan sampai dengan mencapai kepadatan mutlaknya tidak boleh lebh besar dari 3% dan standar nilai VIM PRD sesuai spesifikasi DPU 2010 rev.2 yaitu min 2%. Dalam pembuatan benda uji PRD, kadar aspal yang dipergunakan adalah kadar aspal yang memberikan nilai VIM Marshall 6% dan 0,5% di atas dan di bawah dari kadar aspal tersebut. Untuk masingmasing kadar aspal dibuatkan 3 benda uji. Hubungan antara VIM marshall dengan VIM PRD dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Hasil Pengujian Nilai VIM PRD Gambar 7. Hasil Pengujian Nilai VMA Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa dari hasil pengujian VIM PRD kemudian disatukan ke dalam grafik hubungan antar VIM Marshall, didapatkan perbedaan nilai VIM benda uji yang dipadatkan dengan Marshall standar dengan yang dipadatkan sampai mencapai kepadatan mutlaknya tidak lebih besar dari 3% sehingga masuk spesifikasi. VMA merupakan rongga antar butiran agregat yang akan mempengaruhi stabilitas dalam campuran. Pada spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 syarat minimum nilai VMA untuk campuran AC WC halus adalah 15%. Didapat nilai VMA untuk campuran Laston pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% berturut-turut adalah 18,825%, 17,281%, 15,829%, 16,081%, 16,472%. Sehingga nilai VMA memenuhi syarat spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.3. Hasil pengujian nilai VMA dapat dilihat pada Gambar 7, dimana nilai VMA semakin menurun seiring dengan bertambahnya kadar aspal. 53

64 Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) Oktober 2015, Grand Clarion Hotel & Convention Makassar Nilai VFB dan penetuan kadar aspal optimum VFB adalah bagian dari VMA (rongga yang berada diantara agregat) yang terisi oleh kandungan aspal efektif. Nilai VFB berpengaruh terhadap kekedapan (impermeabilitas) dan keawetan (durabilitas) campuran. Syarat spesifikasi VFB untuk campuran AC WC halus menurut Departemen Pekerjaan Umum (DPU) 2010 rev.2 adalah minimal 65%. Nilai VFB untuk campuran AC WC Halus pada kadar aspal 5%; 5,5%, 6%, 6,5%, 7%.berturut-turut adalah 43,409%, 53,917%, 66,466%, 71,679%, 76,2. Hasil Pengujian Nilai VFB dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Hasil Pengujian Nilai VFB Gambar 9. Barchat Penentuan Kadar Aspal Optimum Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar aspal, nilai VFB semakin meningkat. Ini berarti bahwa aspal lebih banyak mengisi rongga campuran sehingga meningkatkan kekedapan dan keawetan campuran. Berdasarkan hasil dari grafik barchart karakteristik campuran AC WC halus, dapat dilihat bahwa untuk nilai stabilitas, nilai MQ, nilai VMA untuk semua kadar aspal memenuhi standar mutu sehingga pada grafik barchart dihitamkan penuh. Sedangkan pada nilai flow, kadar aspal 5% tidak memenuhi syarat spesifikasi. Pada nilai VIM Marshall dari kadar aspal 6,2% sampai 7% memenuhi standar mutu sesuai dengan analisa grafik pada Gambar 9. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikaji, dibuat ringkasan pembahasan hasil pengujian pada kadar aspal optimum yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Campuran AC WC Halus Pada Kadar Aspal Optimum 6,275% Karakteristik Campuran AC WC Halus Kadar Aspal Optimum 6,275% Persyaratan Campuran Stabilitas (Kg) 1498,62 Min. 800 Flow (mm) 5,47 Min.3 Marshall quotient (kg/mm) 281,66 Min. 250 VIM (%) 4,579 3,0-5,0 VMA (%) 15,670 Min. 15 VFB (%) 70,779 Min.65 Pada nilai VFB kadar aspal 5% dan 5,5% tidak memenuhi spesifikasi,vfb di hitamkan dari kadar aspal 6% sampai kadar aspal 7% dan untuk VIM PRD dari kadar aspal 5,35%-6,35% di hitamkan karena memenuhi spesifikasi dapat dilihat.berdasarkan grafik barchart diatas, rentang minimum diambil pada kadar aspal 6,2% dan rentang maksimum 6,35% diperoleh nilai tengah dari variasi kadar aspal tersebut yaitu 6,275%. Kadar aspal ini menjadi kadar aspal optimum pada campuran ini. Nilai cantabro dan indirect tesile modulus Nilai Cantabro abration loss (CAL) dari campuran AC - WC Halus pada kadar aspal optimum adalah sebesar 3,66%. (< nilai maks 20%). Nilai kekakuan tarik tak langsung (indirect tensile stiffness modulus-itsm) pada suhu 54

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC) PENGGUNAAN LIMBAH BONGKARAN BANGUNAN (BATAKO) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS DAN FILLER PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON I Made Agus Ariawan 1 Program Studi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON DAN LIMBAH BONGKARAN BANGUNAN (BATAKO) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS DAN FILLER I Made Agus Ariawan 1 Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1. Pengujian Aspal Pada pengujian material aspal digunakan aspal minyak (AC Pen 60/70) atau aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana E-mail : agusariawan17@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) TUGAS AKHIR Oleh : I WAYAN JUNIARTHA NIM : 1104105072 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2 3 ABSTRAK Setiap

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

Bab IV Penyajian Data dan Analisis 6 Bab IV Penyajian Data dan Analisis IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Agregat kasar, agregat halus dan filler abu batu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari mesin pemecah batu,

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS TUGAS AKHIR Oleh : Putu Anggi Wedayanti (0719151037) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Transportasi Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Tahapan persiapan alat dan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Material Dasar 1. Agregat dan Filler Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari batu pecah yang berasal dari Tanjungan, Lampung Selatan. Sedangkan sebagian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR Oleh : Ayu Indah Kencana Dewi (0719151007) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1), Isyak Bayu M 2) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B Sabaruddin Fakultas Teknik Universitas Khairun Kampus Gambesi Kotak Pos 53 - Ternate 97719 Ternate Selatan Telp. (0921)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS Steward Paulus Korompis Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC Oleh : Denny Setiawan 3113 040 501 PROGRAM STUDI DIV TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70. Pengujian aspal di laboratorium Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian BAB III METODOLOGI Dalam bab ini peneliti menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan selama penelitian tentang Studi komparasi antara beton aspal dengan aspal Buton Retona dan aspal minyak Pertamina

Lebih terperinci

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1, Arys Andhikatama 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR NOTASI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji Abstract : Daerah Baturaja merupakan kawasan penghasil batu kapur yang ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. BAHAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini agregat kasar, agregat halus, aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik. a. Agregat kasar: Agregat kasar

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 Windi Nugraening Pradana INTISARI Salah satu bidang industri yang

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS Miristika Amaria Pasiowan Oscar H. Kaseke, Elisabeth Lintong Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Agregat Kasar A. Hasil Pengujian Agregat Agregat kasar yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari desa Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pemeriksaan bahan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) PENGARUH PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) Kiftheo Sanjaya Panungkelan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL ABSTRAK Oleh Lusyana Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS Dwinanta Utama Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unversitas Borobudur Jl. Raya Kali Malang No. 1,

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR INTISARI

NASKAH SEMINAR INTISARI NASKAH SEMINAR PENGARUH VARIASI PEMADATAN PADA UJI MARSHALL TERHADAP ASPHALT TREATED BASE (ATB) MODIFIED MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 (REV-2) 1 Angga Ramdhani K F 2, Anita Rahmawati 3, Anita Widianti

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT Irwanto Sinaga NRP : 0221038 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang Ismanto S, M.Sc, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON Adrian Hartanto, Irawan Sugiharto 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK:

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC DONNY SUGIHARTO NRP : 9321069 NIRM: 41077011930297 Pembimbing: TAN LIE ING, ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X KAJIAN CAMPURAN PANAS AGREGAT ( AC-BC ) DENGAN SEMEN SEBAGAI FILLER BERDASARKAN UJI MARSHALL Oleh: Hendri Nofrianto*), Zulfi Hendra**) *) Dosen, **) Alumni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) Vonne Carla Pangemanan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013 OPTIMALISASI PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT (RAP) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BERASPAL PANAS (ASPHALTIC CONCRETE) TIPE AC-BASE COURSE (AC-BASE) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL MODIFIKASI ASBUTON (BNA) (Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

PERBEDAAN GRADASI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS PENGIKAT (AC-BC)

PERBEDAAN GRADASI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS PENGIKAT (AC-BC) PERBEDAAN GRADASI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS PENGIKAT (AC-BC) Makmun R. Razali 1), Bambang Sugeng Subagio 2) 1) Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNIB, Jl.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai pengaruh variasi suhu pada proses pemadatan dalam campuran beton aspal yang dilakukan di Laboratorium Transportasi Program Studi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON JF Soandrijanie L 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl Babarsari 44 Yogyakarta Email: jose@staff.uajy.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA 4.1 Hasil dan Analisis Sifat Agregat 4.1.1 Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Berikut adalah hasil pengujian untuk berat jenis dan penyerapan agregat kasar. Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik - Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA Charly Laos 1, Gedy Goestiawan 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK : Pertumbuhan jumlah kendaraan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 56 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan 1. Pengujian agregat Hasil Pengujian sifat fisik agregat dan aspal dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 5.1. Hasil Pengujian Agregat Kasar dan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PT. Karya Murni Perkasa, Patumbak dengan menggunakan metode pengujian eksperimen berdasarkan pada pedoman perencanaan campuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data

Lebih terperinci

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT STUDI PENGGUNAAN PASIR PANTAI BAKAU SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS) AKHMAD BESTARI Dosen

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: PENGARUH PERUBAHAN GRADASI DAN RATIO ANTARA PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO. #200 DENGAN BITUMEN EFEKTIF, TERHADAP BESARAN MARSHALL QUOTIENT PADA CAMPURAN ASPAL LATASTON Maria Rainy Lengkong Oscar H. Kaseke,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK Lapis permukaan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang paling besar menerima beban. Oleh sebab itu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN Kajian Karakteristik Campuran Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) Kelas A Dengan Crumb Rubber 40 Mesh Sebagai Substitusi Sebagian Agregat Halus Nama Peneliti:

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelessaikan Pendidikan Strata

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BONGKARAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN ASPAL SEBAGAI CAMPURAN HRS

PEMANFAATAN BONGKARAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN ASPAL SEBAGAI CAMPURAN HRS PEMANFAATAN BONGKARAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN ASPAL SEBAGAI CAMPURAN HRS Ir. Nusa Sebayang, MT. Dosen Teknik Sipil ITN Malang Jl. Danau Ranau I G2 B/15 Malang Tel : o341-721142 Email :nusasebayang@yahoo.com.au

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Penelitian ini dilakukan di laboratorium jalan raya UPT. Pengujian dan Pengendalian Mutu Dinas Bina Marga, Provinsi Sumatera Utara. Jalan Sakti Lubis No. 7 R Medan.

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. ABSTRAK Hot rolled sheet Wearing Course (HRS WC) adalah campuran lapis tipis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan hal yang utama untuk menunjang dalam bertansportasi secara aman, nyaman dan mudah maka dari itu dibutuhkan perkerasan jalan yang memadai dan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar BAB IV HASIL dan ANALISA 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat 4.1.1 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis & Penyerapan Agregat Kasar No Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang,

Lebih terperinci

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL M. Aminsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Abstrak Dalam rangka peningkatan dan pengembangan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL BETON LAPIS AUS (AC-WC) MENGGUNAKAN ASPAL PENETRASI 60/70 DENGAN PENAMBAHAN LATEKS TUGAS AKHIR

STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL BETON LAPIS AUS (AC-WC) MENGGUNAKAN ASPAL PENETRASI 60/70 DENGAN PENAMBAHAN LATEKS TUGAS AKHIR STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL BETON LAPIS AUS (AC-WC) MENGGUNAKAN ASPAL PENETRASI 60/70 DENGAN PENAMBAHAN LATEKS TUGAS AKHIR Oleh : I Nyoman Sapta Nugraha NIM : 1104105106 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi,

Lebih terperinci

S. Harahab 1 *, R. A. A. Soemitro 2, H. Budianto 3

S. Harahab 1 *, R. A. A. Soemitro 2, H. Budianto 3 Optimalisasi Penggunaan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) Sebagai Bahan Campuran Beraspal Panas (Asphaltic Concrete) Tipe AC- Wearing Course (AC-WC) Gradasi Kasar Dengan Aspal Pen 60-70 dan Aspal Modifikasi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Penggunaan Asbuton Ekstraksi sebagai Bahan Campuran Lataston HRS-WC (Hadi Gunawan) PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Hadi Gunawan (1) (1) Staf

Lebih terperinci