Indonesia 2015 Ringkasan Pelaksanaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Indonesia 2015 Ringkasan Pelaksanaan"

Transkripsi

1 Secure Sustainable Together Indonesia 2015 Ringkasan Pelaksanaan Kebijakan Energi luar Negara IEA

2

3 Secure Sustainable Together Indonesia 2015 Ringkasan Pelaksanaan Kebijakan Energi luar Negara IEA

4 INTERNATIONAL ENERGY AGENCY Badan Energi Internasional (IEA), sebuah badan independen, didirikan pada November Mandat utamanya dari dulu dan sekarang- ada 2 bidang: Mempromosikan keamanan energy diantara Negara-negara anggotanya melalui tanggapan kolektif hingga gangguan fisik dalam pengadaan minyak, dan menyediakan riset yang bersifat autoritatif dan analisa terhadap cara-cara untuk memastikan energy yang bisa diandalkan, terjangkau, dan bersih bagi 29 negara anggotanya dan Negara-negara lainnya. IEA membawa program energi yang menyeluruh bagi sesama Negara anggotanya, yang masing-masing berkewajiban untuk menjaga cadangan minyak yang setara dengan 90 hari dari import bersihnya. Tujuan dari IEA meliputi hal-hal berikut: Menjaga akses bagi negara-negara anggotanya atas pengadaan segala bentuk energy yang bisa diandalkan dan cukup; khususnya dengan cara menjaga kemampuan tanggap darurat yang efektif jika terjadi gangguan pengadaan energy. Mempromosikan kebijakan energy yang berkesinambungan yang memacu pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan dalam konteks global khususnya dalam hal mengurangi emisi rumah kaca yang sangat mempengaruhi perubahan iklim. Mendukung kolaborasi global dalam teknologi energy untuk mengamankan cadangan energy dimasa depan dan memperingan dampak lingkungannya, termasuk dengan cara peningkatan efisiensi energy dan pengembangan dan penggunaan teknologi berkarbon rendah. International Energy Agency 9 rue de la Fédération Paris Cedex 15, France Mencarikan jalan keluar atas tantangan energy global melalui peran serta dan dialog dengan Negara-negara anggotanya, IEA member countries: industry, organisasi internasional dan pemangku kepentingan lainnnya. Australia Austria Belgium Canada Czech Republic Denmark Estonia Finland France Germany Greece Hungary Ireland Please note that this publication is subject to specific restrictions that limit its use and distribution. The terms and conditions are available online at Italy Japan Korea Luxembourg Netherlands New Zealand Norway Poland Portugal Slovak Republic Spain Sweden Switzerland Turkey United Kingdom United States The European Commission also participates in the work of the IEA. Secure Sustainable Together

5 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama RINGKASAN PELAKSANAAN KEMAJUAN SUBSTANSIAL 1. RINGKASAN PELAKSANAAN DAN REKOMENDASI UTAMA Sejak terjadinya krisis ekonomi di Asia, perkembangan ekonomi dan politik Indonesia serta proses transisi menuju demokrasi dapat dikatakan sangat berhasil. Indonesia telah mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi secara konsisten dalam 15 tahun terakhir, bergabung dengan G20, menjaga kestabilan sistem demokrasinya yang masih baru, dan melimpahkan wewenang pelaksanaan otonomi dalam proses pengambilan keputusan dan kuasa anggaran ke pemerintah daerah. Indonesia hingga saat ini masih tetap menjadi pengekspor energi (net energy exporter). Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia dan eksportir terbesar di tingkat regional untuk gas bumi dan bahan bakar nabati. Selain minyak dan produk minyak, Indonesia merupakan negara yang memiliki kemandirian energi. Pengembangan produksi batubara, minyak sawit dan biomassa, serta peningkatan yang sangat substansial dalam eksploitasi potensi energi terbarukan, telah sangat membantu dalam keberhasilan ini. Namun demikian, di tengah berkurangnya cadangan dan produksi minyak dan gas bumi, berkurangnya kegiatan eksplorasi, dan kilang-kilang minyak yang kondisinya semakin tua, Indonesia semakin tergantung pada pasokan minyak impor dan saat ini menjadi importir minyak terbesar kedua di tingkat regional. Indonesia memiliki nilai subsidi BBM yang sangat besar, yang selalu menjadi masalah sejak Indonesia masih menjadi net oil exporter. Keberhasilan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatnya standar kehidupan, pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang demikian cepat berdampak pada meningkatnya konsumsi energi yang semakin cepat pula. Proyeksi IEA memperkirakan kecenderungan ini akan terus berlanjut. Ketahanan energi dan kemampuan untuk memenuhi permintaan energi yang terus berkembang adalah tantangan utama dalam kebijakan energi Indonesia. Kesinambungan keberhasilan ekonomi, politik dan sosial sangat bergantung pada kemampuan Indonesia dalam memastikan penyediaan energi yang berkelanjutan dan cukup bagi kebutuhan konsumen. Memenuhi pertumbuhan kebutuhan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan dari pasokan energi menjadi pilar utama dari kebijakan dan strategi ekonomi serta investasi. Untuk mencapai hal ini maka dibutuhkan perbaikan lebih jauh lagi dalam pembentukan sistem kelembagaan di Indonesia, perlunya penguatan dalam perencanaan kebijakan dan implementasinya, investasi dalam infrastruktur energi yang penting, dan usaha yang berkelanjutan guna menuju pasar energi yang terkelola dengan baik dan untuk menciptakan struktur harga yang berbasis biaya. Indonesia telah memulai proses perubahan dan telah berhasil melaksanakan beberapa perubahan penting. Indonesia telah memiliki kerangka kebijakan energi yang lebih baik 3

6 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama dan sejalan dengan rekomendasi yang diberikan dalam Kajian Kebijakan Energi Indonesia, yang diterbitkan IEA pada tahun Secara khusus, Indonesia telah menetapkan sejumlah kebijakan energi yang penting, seperti UU Energi pada tahun 2007, Undang-Undang Ketenagalistrikan tahun 2009, dan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara tahun Indonesia juga telah meningkatkan kerangka kelembagaan dengan membuat Unit Kebijakan dan Perencanaan dalam Dewan Energi Nasional (DEN) dan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Unit Kebijakan dan Perencanaan ini memungkinkan DEN untuk memperkuat kapasitasnya dalam melakukan pemodelan dan perencanaan kebijakan energi yang bekerjasama dengan instansi terkait. Hal ini sangat membantu dalam penyusunan perencanaan energi nasional yang lebih terarah, termasuk dengan memunculkan target yang cukup ambisius untuk energi terbarukan. Berdasarkan hal ini, Ditjen EBTKE bekerjasama dengan Kementerian Keuangan, menyediakan insentif bagi investor untuk mengembangkan energi terbarukan yang diharapkan dapat menciptakan pasar listrik yang lebih menarik. Pemberian insentif melalui mekanisme feed-in tariff menjadi faktor penting untuk mengoptimalkan potensi energi terbarukan Indonesia. Selain itu, adanya nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan juga diharapkan dapat mendorong akselerasi pengembangan panas bumi yang banyak terdapat di kawasan hutan. Kementerian ESDM juga berhasil meningkatkan kualitas data untuk tender blok migas, serta meningkatkan transparansi dalam proses tender tersebut. Kedua hal ini menjadi sebuah langkah menuju ke arah yang tepat dan akan sangat membantu dalam meningkatkan daya tarik eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Indonesia juga telah meningkatkan komitmennya dalam bidang perubahan iklim, tidak hanya memperkenalkan pemutakhiran inventarisasi karbon, tetapi juga menyerahkan Komunikasi Nasional Kedua untuk PBB pada tahun Dalam bidang efisiensi energi dan konservasi, Indonesia telah menyusun dokumen perencanaan dan kebijakan yang diperlukan serta mulai membangun standar efisiensi energi untuk gedung, peralatan dan industri. Dalam hal subsidi energi, Indonesia terus mereformasi struktur tarif pelanggan listrik dan telah meperkenalkan sistem kenaikan tarif bertahap pada tahun 2013 dan Pemerintah juga telah mengurangi subsidi BBM pada tahun 2008, dan pada tahun 2013 dan 2014 menaikkan harga jual BBM seiring dengan terus membesarnya nilai subsidi. MENINGKATKAN DAN MENYELARASKAN LEMBAGA DAN KEBIJAKAN 4 Terlepas dari kemajuan di beberapa sektor sejak Kajian Kebijakan Energi Indonesia tahun 2008, namun kebijakan nasional dan kerangka kelembagaan mengalami penurunan sinergisitas yang seharusnya dapat diperbaiki dengan cara pembagian tugas dan tanggungjawab yang lebih jelas, peningkatan koordinasi yang lebih baik dan lebih berorientasi pada pasar. Kebijakan energi Indonesia mengalami banyak kesulitan dikarenakan banyaknya keterlibatan berbagai lembaga dan badan dengan peran yang saling tumpang tindih. Secara khusus, adanya kebijakan kementerian yang saling tumpang tindih, dewan-dewan dan satuan tugas, yang masing-masing memiliki kewenangan

7 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama dengan koordinasi kebijakan di sektor yang sama, hanya akan mempersulit ketimbang mempermudah proses dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan. Ditambah lagi dengan tidak adanya tanggung jawab yang jelas dalam bidang perumusan dan implementasi kebijakan. Hal ini kemudian menyebabkan tidak adanya satu peran tanggung jawab yang jelas dalam menyampaikan tujuan-tujuan kebijakan yang telah dibuat dan pada akhirnya tidak ada lembaga yang dapat dimintakan pertanggungjawaban ketika tujuan tersebut tidak tercapai dalam waktu yang telah ditentukan. Seluruh kondisi di atas pada akhirnya mengakibatkan penetapan target kebijakan yang kadang-kadang terlalu ambisius dan lebih mencerminkan prioritas politik daripada target yang mungkin dicapai. yang Walaupun memang kebijakan energi harus memiliki visi yang besar, namun hal ini tetap harus didukung oleh data-data yang akurat, pemodelan ekonomi yang komprehensif, dan didasarkan pada pengalaman dalam mengimplementasikan oleh pihak-pihak terkait. Salah satu contohnya adalah target untuk mencapai 23% energi baru terbarukan dalam bauran energi pada tahun Masing-masing perencanaan dan kebijakan nasional ini turut mendorong pengembangan energi, sebagai contoh, Kebijakan Energi Nasional, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, dan sebagainya. Namun kerapkali kebijakan-kebijakan tersebut tidak dimutakhirkan secara bersamaan, yang menghasilkan beberapa perbedaan dalam penetapan target kebijakan. Ketidakkonsistenan ini tercermin dalam perencanaan kebijakan sektoral yang seringkali tidak menggunakan perkembangan terakhir atau target utama yang harus dicapai, sebagai akibat tidak jelasnya target utama atau target utama lainnya yang lebih tinggi. Hal ini terjadi bukan hanya karena disebabkan oleh banyaknya lembaga pelaksana, jumlah kementerian (yang berjumlah 34), dan begitu banyaknya dewan di berbagai sektor, satuan tugas dan badan-badan koordinasi, namun juga dikarenakan oleh adanya proses desentralisasi kelembagaan yang terjadi secara terus menerus. Kebijakan dan peraturan di tingkat pusat dan daerah harus konsisten: Indonesia perlu memastikan standardisasi nasional dalam hal peraturan daerah dan perundang-undangan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara memperbarui UU Energi tahun 2007 untuk menggambarkan dengan jelas tanggung jawab lembaga di tingkat pusat, dan memastikan bahwa peraturan di tingkat daerah harus menyesuaikan dengan kerangka peraturan dan perundangan-undangan sektor energi di tingkat pusat/nasional. MENINGKATKAN KERANGKA HUKUM DAN PERATURAN Meskipun Indonesia telah banyak membuat kemajuan dalam proses transisi dari sistem ekonomi yang terpusat menjadi sistem ekonomi yang berbasis pasar, dalam bidang kerangka hukum dan peraturan masih banyak hal yang memerlukan perbaikan lebih lanjut jika Indonesia ingin menarik investasi yang diperlukan agar dapat terus mengembangkan dan menjaga kestabilan sektor energi. Peraturan yang diterbitkan banyak yang bertolak belakang dengan kebijakan yang ada dan/atau bertentangan langsung dengan hukum yang berlaku. Adanya peraturan yang menyimpang pada tingkat pusat dan daerah untuk bidang industri ekstraktif merupakan salah satu contoh kasus yang paling mudah dilihat, tetapi tentunya bukan berarti tidak ada kasus-kasus lainnya. Hal ini tentunya menjadi tantangan yang serius bagi investor 5

8 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama swasta, yang pada akhirnya akan memengaruhi keyakinan mereka terhadap interpretasi atas peraturan dan perundangan yang ada. Investasi swasta sangat bergantung pada peraturan yang jelas dan transparan serta sangat membutuhkan tingkat kepercayaan yang baik terhadap apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Indonesia harus membuat kejelasan dalam hal perundangundangan, peraturan dan mekanisme sistem pajak bagi para investor yang berinvestasi di sektor sumber daya alam serta di sektor pembangkit listrik. Hal yang sangat penting untuk dilakukan saat ini adalah perlunya dibentuk sebuah lembaga independen atau setidaknya ada dua unit kunci dalam pemerintahan yang independen atau tidak memiliki tanggung jawab langsung kepada kementerian khususnya dalam bidang regulasi di sektor hulu migas, sektor hilir migas, dan sektor listrik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa berperan sebagai sebuah contoh organisasi dari lembaga yang independen namun tetap menjadi bagian dari institusi negara. Adanya penggabungan dari regulator di tingkat sektoral ke Kementerian ESDM, atau kepada Badan Usaha Milik Negara, telah menjadi sebuah contoh konflik kepentingan yang saling berbenturan secara langsung dalam bidang penegakan hukum dan peraturan yang ada. MENINGKATKAN DAN MEMPERLUAS INFRASTRUKTUR 6 Menyediakan infrastruktur yang tepat merupakan tantangan utama Indonesia untuk mencapai target pencapaian bauran energi yang cukup ambisius, dan meningkatkan produksi energi untuk memastikan bahwa kebutuhan yang terus meningkat dapat terpenuhi. Rencana peningkatan produksi energi terbarukan sangat bergantung kepada adanya investasi yang besar pada jaringan transmisi dan investasi pada pembangunan pembangkit listrik panas bumi, energi surya dan energi angin. Demikian pula dalam hal pembentukan pasar gas domestik juga sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur gas sehingga dapat mengalihkan gas untuk tujuan ekspor ke pasar domestik. Sektor batubara dalam negeri akan dapat mendapatkan benefit bila rencana pembangunan jalur kereta batubara jadi dilaksanakan, dan sektor ketenagalistrikan juga memerlukan penambahan pembangunan jaringan transmisi. Indonesia sebenarnya sudah mengidentifikasi kebutuhan proyek infrastruktur ini dalam kebijakan dan rencananya namun seringkali pembangunannya tertunda dan sumber pendanaannya tidak jelas. Tanpa adanya pembangunan infrastruktur baru, Indonesia menghadapi resiko pemadaman listrik di masa mendatang dan meningkatkan biaya energi sebagai akibat dari meningkatnya ketergantungan terhadap impor. Adapun hal lain yang berkaitan dengan investasi di bidang infrastruktur adalah pembebasan lahan. Proyek investasi, baik yang didanai oleh sektor publik atau swasta, sering tertunda dikarenakan ketidakjelasan kepemilikan lahan serta buruknya prosedur pembebasan lahan untuk proyek-proyek yang merupakan prioritas utama. Indonesia perlu mengembangkan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemilik lahan undang -undang pertanahan yang komprehensif guna menggantikan semua peraturan yang saling tumpang tindih, kontradiktif serta membingungkan baik di dalam undang-undang, peraturan pemerintah maupun pada prosedur yang berlaku. Aturan dan regulasi di setiap sektor selanjutnya harus selaras dengan aturan yang akan

9 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama menjadi payung hukum ini. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga harus memberi dukungan kepada investor dengan memastikan bahwa pembangunan infrastruktur energi yang sangat penting dapat dibangun melalui mekanisme pembebasan lahan yang cepat dengan tanpa mengabaikan hak pemilik lahan dan komunitas lokal. Secara umum, pemerintah Indonesia perlu memperkuat dukungannya untuk melakukan investasi di bidang infrastruktur energi yang penting dan meningkatkan koordinasi antara semua instansi pemerintahan secara signifikan. Badan Penanaman Modal harus diperkuat dan pelayanan terpadu untuk mengkoordinasikan investasi di bidang energi terbarukan, kelistrikan, dan gas bumi harus dibentuk di dalamnya. Hal ini akan sangat membantu investor ketika menjalani proses untuk mendapatkan izin untuk pembangunan infrastruktur energi pada masing-masing kota/kabupaten, daerah provinsi dan tingkat pusat. MENGHAPUSKAN SUBSIDI DAN BERPINDAH KE HARGA PASAR Subsidi energi menghambat proses transisi Indonesia ke sistem energi yang berkelanjutan dalam berbagai bentuk. Pertama, subsidi mengambil banyak sumber dana dari APBN yang sebenarnya dapat digunakan untuk membiayai infrastruktur penting dibidang energi (lihat di atas) dan kesehatan, pendidikan dan program lainnya. Subsidi juga tidak sejalan dengan konservasi energi dan peralihan ke energi alternatif yang lebih bersih, sehingga menghambat pencapaian sasaran Kebijakan Energi Nasional Indonesia dan kemudian akan meningkatkan ketergantungan pada impor energi. Pengenalan harga sesuai pasar untuk semua jenis energi merupakan langkah penting yang harus dilakukan jika Indonesia ingin mencapai tujuannya dalam bidang energi, termasuk mengurangi porsi minyak dalam bauran energi serta meningkatkan produksi energi terbarukan, dan menarik investasi di bidang infrastruktur energi yang penting. Daripada hanya sekedar melakukan respon terhadap anggaran jangka pendek dan tekanan hutang, pemerintah seharusnya lebih berkonsentrasi pada bagaimana memperkenalkan fluktuasi harga dan menerapkan langkah-langkah untuk menghentikan subsidi, dan harus secara ketat mengikuti jadwal yang telah ditetapkan. Tentunya, setiap kebijakan penghentian subsidi akan memiliki dampak negatif dalam jangka pendek seperti adanya kenaikan biaya hidup dan tekanan inflasi. Pemerintah perlu memastikan untuk menyediakan kompensasi sebagai dukungan kepada masyarakat miskin. Mengingat banyaknya penolakan atas rencana reformasi subsidi di masa yang lalu, pemerintah perlu menyusun strategi politis yang jelas mengenai pengurangan subsidi, berkomunikasi secara terbuka mengenai langkah-langkah yang ingin diambil, serta melakukan transparansi atas realokasi anggaran subsidi, dan menyediakan kompensasi terhadap masyarakat miskin atau terhadap masyarakat yang beresiko untuk kembali menjadi masyarakat miskin. MENJAMIN KEBERLANJUTAN SEKTOR ENERGI Pengurangan subsidi energi dipastikan akan meningkatkan keberlanjutan sektor energi, mendorong konservasi energi dan memacu penggunaan transportasi yang lebih efisien. 7

10 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama Selain itu juga akan memunculkan peluang penghematan anggaran yang dapat digunakan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan. Kemudian, usaha untuk meningkatkan keberlanjutan di sektor energi sangatlah penting guna memastikan bahwa Indonesia bisa mencapai target pengurangan gas rumah kaca (GRK) Ini juga memerlukan penggunaan teknologi baru dan yang lebih efisien di sektor transportasi dan pembangkit listrik. Teknologi batubara bersih (Clean Coal Technology/CCT) sangatlah penting dalam hal ini, mengingat peningkatan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) di Indonesia. Perlindungan lingkungan juga perlu ditingkatkan khususnya di tingkat lokal dimana terjadi kerusakan hutan dan keanekaragaman hayati di Indonesia maka harus dihentikan. Penerapan dan penegakan peraturan yang ada juga sangat penting. Kecuali ekstraksi sumber daya alam Indonesia dilakukan secara berkelanjutan, Indonesia dapat berisiko kehilangan modal alam yang besar dengan hanya mendapatkan imbalan keuntungan jangka pendek. MEMBANGUN PASAR GAS DOMESTIK REKOMENDASI UTAMA Keinginan Indonesia untuk membangun pasar gas domestic yang merupakan elemen penting dalam kajian ini saat ini menghadapi semua rintangan yang telah dijelaskan di atas. Ini akan menjadi ujian utama dari kemampuan pemerintah dalam mengatasi tantangan kebijakan dan peraturan yang ada, dan juga sebagai usaha untuk menjadikan gas bumi sebagai bridging fuel menuju sektor energi yang lebih berkelanjutan. Pertama, pemerintah perlu mengatasi perencanaan kebijakan jangka panjang yang kurang terintegrasi; investasi infrastruktur jangka panjang, konstruksi dan penyaluran perdana (commissioning); dan kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan di pasar energi termasuk sektor listrik termasuk kendala fisik dan hambatan lainnya. Kedua, jaringan transmisi juga perlu berevolusi untuk dapat memfasilitasi munculnya pasar gas bumi domestik yang transparan dan terintegrasi. Pengawasan dan koordinasi sektor transportasi gas harus berada dalam badan regulator yang independen. Badan ini juga harus memiliki tugas untuk mengawasi pengembangan jangka panjang di sektor ini, serta melaksanakan transparansi akses transmisi dan penentuan harga. Akhirnya, pemerintah juga perlu melakukan penyesuaian alokasi pasokan gas dan harga gas yang disubsidi. Disinilah, secara bertahap harus diperkenalkan mekanisme harga yang transparan dan dapat diprediksi serta juga dapat membawa harga gas bumi domestik yang terintegrasi lebih dekat menuju ke tingkat ekspor. Pemerintah Indonesia sebaiknya: Dengan tegas menghapuskan subsidi bahan bakar fosil dengan menerapkan jadwal penghentian subsidi yang ada dan memulai dalam skala yang lebih besar serta melakukan kampanye komunikasi jangka panjang atas kebutuhan, waktu dan realokasi belanja negara, termasuk langkah-langkah kompensasi untuk perbaikan hidup bagi masyarakat miskin, dan sosial serta infrastruktur investasi yang menguntungkan bagi seluruh masyarakat. 8

11 1. Ringkasan pelaksanaan dan rekomendasi utama Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan peraturan dan kebijakan energi; memastikan konsistensi antara skenario pemodelan, target, dan implementasi; dan berkonsentrasi pada kualitas proses legislatif dan perundang-undangan dengan memperjelas kompetensinya masing-masing, meningkatkan konsultasi dengan para pemangku kepentingan, memastikan pelaksanaan dan akuntabilitas di tingkat nasional dan daerah. Meningkatkan kerangka investasi energi dengan mempercepat proses pengambilan keputusan dan membuka sektor energi untuk mengarah kepada mekanisme berbasis pasar untuk harga dan pilihan bahan bakar. Membentuk unit khusus dalam Badan Koordinasi Penanaman Modal guna memfasilitasi investasi infrastruktur di bidang energi terbarukan, listrik dan gas bumi, yang akan memberikan saran dan dukungan kepada investor dalam memperoleh perijinan dan lisensi yang diperlukan baik dari lembaga pusat dan daerah. Mengembangkan dan melaksanakan rencana pembangunan jangka panjang infrastruktur gas bumi yang terintegrasi, perubahan struktur harga gas bumi dan mekanisme pengalokasian, dan membentuk satu regulator hilir yang independen untuk gas bumibumi dan listrik, dengan target tujuan jangka panjang guna mencapai pangsa pasar nasional yang terintegrasi serta penggunaan gas yang lebih efisien. 9

12 nline bookshop PDF versions at 20% discount International Energy Agency 9 rue de la Fédération Paris Cedex 15, France Tel: +33 (0) books@iea.org

13 Publikasi ini telah diproduksi dengan bantuan keuangan dari Agence Francaise de Developpement dan Departemen Pembangunan Internasional Inggris, serta Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang. Pandangan yang diekspresikan dalam dokumen ini tidak semestinya pandangan resmi dari negaranegara anggota IEA atau sesuatu penyumbang dana. The IEA is the author of the original English version of this publication. Translation of this publication is under the sole responsibility of the translator; as such, the IEA takes no responsibility for the accuracy or completeness of this translation. Publikasi ini mencerminkan pandangan Sekretariat Badan Energi Internasional (IEA) tetapi tidak mencerminkan pandangan secara individu negara-negara anggota IEA.IEA tidak membuat perwakilan atau jaminan, tersurat maupun tersirat, sehubungan dengan isi publikasi (termasuk kelengkapan atau akurasi) dan tidak bertanggung jawab atas penggunaan atau ketergantungannya, pada publikasi. Dokumen ini dan peta apapun yang ada disini disertakan tanpa mengurangi status atau kedaulatan atas wilayah, dengan garis batas depan internasional dan batas-batas dan nama dari setiap wilayah, kota atau daerah. Publikasi IEA 9, rue de la Fédération, Paris cedex 15 Dicetak di Prancis oleh IEA, februari 2015 Desain Sampul: IEA. Foto Kredit: GraphicObsession.

14 Kebijakan Energi luar Negara IEA Indonesia 2015 Indonesia dapat melakukan banyak pencapaian ekonomi dan politik selama 15 tahun terakhir: Indonesia secara konsisten telah menempatkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mengikuti organisasi G20, menstablikan demokrasinya yang masih dini, dan mengubah pola kekuasaan anggaran dan pengambilan keputusan. Agar dapat menambah daftar jejak rekam kesuksesan ini lebih jauh lagi, tergantung kepada kemampuan Indonesia untuk menjaga pengadaan energi yang cukup dan berkelanjutan kepada market dan khususnya kepada para konsumennya. Walaupun Indonesia masih menjadi eksportir net energy sehubungan dengan pengembangan dari batu bara dan produksi biofuel cair, Indonesia menggunakan lebih banyak energy sebagai dampak dari meningkatnya standard kehidupan, pertumbuhan penduduk, dan urbanisasi yang cepat. Indonesia sudah sangat bergantung kepada impor minyak. Memenuhi pertumbuhan permintaan dan memastikan kesinambungan lingkungan atas pengadaan energy merupakan pilar-pilar kewajiban inti atas kebijakan dan strategi ekonomi dan investasinya. Indonesia telah menerapkan perubahan-perubahan penting sejak IEA menerbitkan ulasan pertamanya atas kebijakan energi nasional ditahun Kunci kesuksesannya antara lain terbitnya Undang-undang 2007 tentang Energi, Kebijakan Energi Nasional tahun 2008, Undangundang Listrik tahun 2009, dan Undang-undang tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, pemerintah perlu melanjutkan proses reformasi secara lebih seksama dan menerapkan peningkatan lebih lanjut atas pembentukan kelembagaan Indonesia, bersamaan dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang lebih kuat, lebih banyak investasi pada infrastruktur energi yang penting, dan pergerakan berkelanjutan atas pasar-pasar energy teratur, dan penentuan harga yang berbasis biaya. Ulasanini menganalisis perubahan-perubahan kebijakan energy yang dihadapi oleh Indonesia dan menyajikan kritik dan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan lebih lanjut. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu negara ini menuju masa depan energy yang aman dan berkesinambungan.

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 Disampaikan oleh: Dwi Hary Soeryadi Anggota Dewan Energi Nasional BANJARMASIN, 8 SEPTEMBER 2015 STRUKTUR ORGANISASI DEWAN ENERGI NASIONAL PIMPINAN Ketua

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050 SEMINAR NASIONAL SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050 Periode 40 tahun ke depan bukan merupakan waktu yang panjang bagi penentuan masa depan sebuah negara dan bangsa. Berbagai keputusan

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI A. Pendahuluan Kedaulatan energi merupakan salah satu agenda prioritas dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2016 ENERGI. Darurat. Krisis. Penanggulangan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

Menimbang ; a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37

Menimbang ; a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 3940 K/08/MEM/2017 TENTANG PROSES BISNIS LEVEL 0 DAN LEVEL 1 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL JAKARTA, 28 JANUARI 2015 MASALAH PENGELOLAAN ENERGI 1. Ketergantungan pada energi fosil yang sebagian besar di impor Harga energi fosil masih disubsidi Terbatasnya kilang dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Aan Zainal M 1), Udisubakti Ciptomulyono 2) dan I K Gunarta 3) 1) Program Studi Magister Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : I Rapat ke : 16 Jenis Rapat : Rapat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK (Laporan Penelitian Individu 2016) Oleh Hariyadi BIDANG EKONOMI DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK)

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK) Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK) 1 1 LANDASAN HUKUM UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 6 Pasal 12

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI LOKAKARYA LPPM-ITB Bandung, 25 Februari 2011 YULI SETYO INDARTONO Dr Eng. Dr. AISYAH KUSUMA AGENDA 1. PENDAHULUAN 2. LANGKAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 3. ARAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM

Materi Paparan Menteri ESDM Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan suatu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Peranan penting energi dalam kehidupan sosial, ekonomi serta lingkungan

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Briefing October 2014 Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Patrick Heller dan Poppy Ismalina Universitas Gadjah Mada Memaksimalkan keuntungan dari sektor

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi

Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi OKTOBER 2010 OLEH: PT. Q ENERGY SOUTH EAST ASIA David Braithwaite PT. CAKRAMUSTIKA SWADAYA Soepraptono

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM Jakarta, 17 Januari 2018 PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 KEGIATAN UTAMA BIDANG PENGELOLAAN DATA 2 I. KEGIATAN UTAMA BIDANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Jakarta, 25 Januari 2017 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI I. UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, Maret 2018

KATA PENGANTAR. Semarang, Maret 2018 KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemanfaatan energi baru dan energi baru terbarukan

Lebih terperinci

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL PRE SI DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

Membangun Kedaulatan Energi Nasional KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Membangun Kedaulatan Energi Nasional Disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama pada Pra-Musrenbangnas 2015 Jakarta, 16 April

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP 179 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP Gunung Salak dan meneliti kebijakan panas bumi di kementrian ESDM, PT PLN dan Pertamina Geothermal

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025 Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025 Disajikan oleh: Roy Bandoro Swandaru A. Pendahuluan Pemerintah telah berkomitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil A. Konteks Sejak diberlakukan pada tahun 2001, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) telah tiga kali dimintakan

Lebih terperinci