WARISAN BUDAYA DAYAK BAGI KELESTARIAN ALAM DAN PEMBANGUNAN KARAKTER MANUSIA. Oleh: A.Teras Narang, SH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WARISAN BUDAYA DAYAK BAGI KELESTARIAN ALAM DAN PEMBANGUNAN KARAKTER MANUSIA. Oleh: A.Teras Narang, SH"

Transkripsi

1 WARISAN BUDAYA DAYAK BAGI KELESTARIAN ALAM DAN PEMBANGUNAN KARAKTER MANUSIA Oleh: A.Teras Narang, SH Disampaikan pada Seminar Internasional Local Wisdom to Save the Earth, Yogyakarta, 10 Oktober 2012

2 WARISAN BUDAYA DAYAK BAGI KELESTARIAN ALAM DAN PEMBANGUNAN KARAKTER MANUSIA 1 Oleh A. Pendahuluan 1. Sejarah Suku Bangsa Dayak A.Teras Narang, SH 2 Ketika berbicara tentang kata Dayak maka secara tidak langsung rujukan yang muncul adalah suku bangsa yang mendiami Pulau Kalimantan. Maka, kita akan berbicara tentang apa, siapa, dan bagai mana suku bangsa Dayak itu. Beberapa literatur asing, terutama penulis atau peneliti yang pernah tinggal di Pulau Kalimantan kemudian memberikan sebuah terminologi yang umum tentang Dayak. Namun, dari semua pemaknaan tentang kata Dayak tidak ditemukan makna yang tepat, kecuali bahwa suku bangsa ini yang mula-mula mendiami Pulau Kalimantan berasal dari migrasi suku bangsa Proto Melayu dari Cina Selatan. Dari beberapa penelitian, kurang lebih 200 tahun Sebelum Masehi, terjadi perpindahan bangsa Melayu yang pertama ke Indonesia. Kedatangan secara bergelombang dari daerah Yunan. Mula-mula mereka mendiami daerah pantai, kemudian karena kedatangan bangsa Melayu Muda, maka bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu, mereka terdesak masuk ke pedalaman. Hal ini kemungkinan karena kalah perang atau juga disebabkan karena kebudayaan Melayu Tua lebih rendah dibandingkan kebudayaaan Melayu Muda (Riwut, 2003:59). Terlepas dari berbagai pendapat, Dayak adalah nama generik yang digunakan untuk menyebut suku-suku yang mendiami Pulau Kalimantan. Beberapa subsuku bangsa Dayak yang mendiami sepanjang alur sungai besar di Kalimantan Tengah lebih suka mnegidentifikasi diri dengan sebutan uluh (orang), misalnya Uluh Ngaju, Uluh Katingan, Uluh Barito,dan lain-lain (Mahin, 2005:5--6). Akulturasi dan interaksi dengan berbagai suku bangsa lainnya hingga membentuk sebuah kebudayaan baru yang masuk di Pulau Kalimantan yang kita kenal dengan kebudayaan Dayak sekarang ini. Warisan budaya tersebut ternyata menjadi hal yang sangat penting dalam membangun kehidupan berbangsa di tengah konsep kekinian dan upaya untuk tetap bertahan dari perubahan zaman. 1 Disampaikan pada Seminar Internasional Local Wisdom to Save the Earth, yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Yogyakarta, 10 Oktober Gubernur Kalimantan Tengah dan Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN). 2

3 2. Perspektif Etnoreligi Masyarakat Dayak: Harmonisasi dan Keseimbangan Kosmis Etnoreligi Kaharingan memandang bahwa hidup dan tatanan kehidupan manusia tidak terlepas dari campur tangan Tuhan. Menurut Schärer (1963), hubungan antara manusia dengan Tuhan di dalam Kaharingan merupakan hubungan yang tidak boleh tercederai. Kalaupun terjadi, maka manusia harus memberlakukan upaya-upaya restorasi dan rehabilitasi. Upaya-upaya pemeliharaan harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhan berdampak kepada keseimbangan kosmis yang akan memberikan kemaslahatan (beneficiary) bagi umat manusia di muka bumi. Oleh karena itu, masyarakat Dayak sangat menghargai dan menghormati hadat (law, custom, right behavior) sebagai tuntunan hidup (belum bahadat) dan berperilaku di dalam masyarakat. Mereka percaya dengan taat kepada hadat dalam kehidupan mereka akan melapangkan jalan menuju surga (setelah ditiwahkan) yang disebut dengan Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan Hakarangan Lamiang. Singkatnya, hadat merangkumi perbuatan dan keyakinan, peradaban dan kebudayaan, hukum dan agama, etik dan dogma (Ugang, 1983:50). Sebagai manusia yang menjalani dan menaati hadat, masyarakat Dayak sangat menjaga harmonisasi hubungan ketiga dunia tersebut. Apabila terjadi pelanggaran terhadap hadat yang mengatur hubungan triarkis antara manusia dengan Tuhan dan alam, maka kewajiban manusia adalah melakukan restorasi dari sistem kosmis yang dirusak dan melakukan pemulihan (recovery) sehingga keseimbangan kosmis dapat terpelihara dan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia di muka bumi. Masyarakat Dayak Kaharingan percaya bahwa bumi yang ditempati sebagai pinjaman atau dunia yang ditopang oleh kekuasaan dualitas Dunia Bawah (Jatha Balawang Bulau) bersama-sama dan satu dengan Dunia Atas (Ranying Mahatala Langit). Oleh karenanya, masyarakat Dayak diwajibkan menjaga keselarasan dunia manusia (alam) dan benda-benda ciptaan-nya. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh kemaslahatan dari apa yang diperlakukannya kepada sesama dan alam dalam rangka menuju keselarasan hubungan dengan Tuhan. Di dalam mencapai misi menuju kematian sempurna setelah dilakukan upacara tiwah (good dead, Scharer 1963), mereka terlebih dulu menaati hadat melalui perbuatan baik (kepada sesama, Tuhan, dan alam). Masyarakat Dayak Ngaju merangkumi semua tatanan etik dan perilaku ke dalam sebuah pandangan hidup (way of life). Seperti dipaparkan sebelumnya, Kaharingan sebagai etnoreligi menjadi poin fokus (focal point) dalam menjelajahi struktur dalam atau deep structure dari kebudayaan Dayak Ngaju itu sendiri. Kaharingan di satu pihak sebagai etnoreligi memegang peran penting bagi terbentuknya hadat sebagai tatanan perilaku sosial. Schärer (1963) mendefinisikan bahwa hadat rules a whole of life and thought, and relation between man and the cosmos.it is the guide through 3

4 life, and only if a man constantly orients himself by it does he step surely and go through life as true man who submits himself obediently to the godhead and carries out its will, and thus receive well-being for himself and the entire of cosmos. Dengan kata lain, hadat merupakan tuntunan bagi segenap kehidupan manusia (Dayak Ngaju), dan manusia harus diarahkan olehnya (dan dapat mengarahkan dirinya) supaya ia tidak tersesat dari jalan yang benar (Ugang, 1983). Hadat tidak semata-mata mengatur hubungan perilaku antarsesama manusia di bumi, akan tetapi merupakan upaya mempertahankan harmonisasi dan keseimbangan alam semesta (kosmis). Hadat memiliki peran sentral sebagai aturan hukum tak tertulis dan pandangan hidup yang merangkumi semua perikehidupan masyarakat Dayak Ngaju--dari prosesi ritual kelahiran, perkawinan, bermasyarakat hingga kematian. Oleh karena itu, ritus-ritus sebagai bagian dari pemenuhan hadat dan pemenuhan etnoreligi dalam konteks harmonisasi kosmos, mutlak untuk dilakukan. Hadat tidak saja memuat tentang konsep etik, tetapi juga menyangkut amal baik sebagai bagian dari ibadat. Konsepsi ini mempersyaratkan bahwa apabila terjadi kelalaian pemenuhan hadat diyakini akan terjadi disharmoni kosmis. Hal ini dapat dilihat pada terminologi seperti manantarang hadat melanggar adat, malawan hadat menentang adat, dan mangarak hadat menghancurkan adat. Jika kondisi ini terjadi, upaya pemulihan harmonisasi kosmos harus dilakukan perbaikan tatanan restoration of order. Apabila diabaikan maka diyakini akan munculnya bencana, wabah, dan kutukan sebagai hukuman (punishment) dari Sang Pencipta. Dengan kata lain, seluruh manusia Dayak Ngaju yang tahu hadat akan berperilaku sesuai apa yang dipersyaratkan oleh hadat agar terjadi keseimbangan hubungan sesama manusia (horizontal) dan kepada Sang Pencipta (vertikal). Hadat juga secara kongkret berperan sebagai regulator dan katalisator sosial bagi masyarakat Dayak Ngaju. Dengan demikian, semua tatanan sosial tersebut diharapkan berjalan sesuai hadat, sehingga manusia Dayak dapat menjadi manusia yang menurut Schärer sebagai sacred people who lived in the sacred land and get a sacred death, which belongs to a sacred place (lewu tatau/sorga). Dalam hubungan hadat terhadap alam, alam diyakini merupakan titipan atau pinjaman dari Tuhan (Lewu Injam Tingang) yang hanya bersifat sementara. Oleh karenanya, manusia hanya mengusahai alam dengan arif dan bijaksana. Mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap alam, sebab alam telah diciptakan dan diatur tatanannya oleh Tuhan (Ranying Mahatala Langit). Karena alam berupa titipan atau pinjaman, maka manusia hanya memanfaatkan alam seperlunya saja untuk kepentingan mempertahankan hidup. Hal ini tercermin dalam perilaku masyarakat Dayak di dalam menjaga agar komponen di dalam alam dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan. Hutan, misalnya, merupakan 4

5 komponen penting bagi kelangsungan hidup mereka. Di dalam memanfaatkannya tidak dilakukan dengan sembarangan dan membabi buta. Jauh sebelum adanya pemikiran tentang konservasi dan hutan lindung, masyarakat Dayak sudah mencadangkan kawasan hutan. Mereka memiliki hutan cadangan yang disebut pukung pahewan (hutan adat; hutan cadangan). Hal ini dimaksudkan sebagai penyangga keanekaragaman hayati dan cadangan bagi generasi mendatang. Kearifan lain adalah apabila salah satu warga meninggal dunia akibat tertimpa kayu, maka tetua adat akan melakukan serangkaian upacara ritual mangayau kayu dengan maksud agar setelahnya hubungan manusia dengan alam kembali dipulihkan. Kayu dianggap secara filosofis memiliki 'roh', karena daripadanya masyarakat Dayak memperoleh manfaat bagi kehidupan. Penyucian hubungan tersebut dimaknai sebagai bagian dari upaya menjaga harmonisasi hubungan manusia dengan alam yang berimplikasi kepada keseimbangan kosmis secara menyeluruh. Di pihak lain, berbagai kearifan dan pengetahuan lokal masyarakat Dayak dalam mengusahakan alam dan benda-benda alam dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup dapat dilihat pada berbagai bidang. Pada bidang pertanian dan perkebunan misalnya, berladang terlebih dulu dilakukan ritus-ritus, di mana ritus-ritus tersebut bertujuan untuk meminta izin kepada Sang Pencipta agar diberikan tempat yang mampu memberikan hasil yang maksimal. Budidaya padi dan palawija serta sayur-mayur hutan, buah-buahan hutan, dan lain-lain, termasuk tanaman hutan bagi pengobatan dan kesehatan. Pada bidang perikanan, misalnya terdapat berbagai teknologi lokal yang ramah lingkungan, seperti alat tangkapan ikan tradisional, kegiatan manuwe (menuba) ikan dari getah pohon alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Beberapa alat tangkapan tradisional lainnya, seperti jerat, dondang (sejenis tombak pelontar), rangkep (perangkap), dan lain-lain, tidak bertujuan untuk mengakibatkan terjadinya kepunahan. Semua aktivitas pengusahaan alam dan hutan didasarkan pada pemahaman pemikiran yang telah dibuktikan berabad lamanya demi kepentingan generasi setelahnya, serta dalam rangka upaya pemenuhan amanat sebagai bakti bumi manusia Dayak terhadap Sang Pencipta. Sumber-sumber yang dianggap relevan untuk memahami religi masyarakat Dayak terhadap keseimbangan kosmis adalah melalui mitemite (Ukur dalam Florus,dkk., 1994). Termasuk di dalamnya mitos-mitos tentang hutan adat dan satwa tertentu. Perlakuan masyarakat Dayak terhadap aneka satwa, misalnya menyiratkan kearifan mereka di dalam pemenuhan kebutuhan hidup (need for life fulfillment). Mereka percaya bahwa tidak semua satwa dapat dibunuh dan dijadikan makanan. Ada beberapa jenis satwa yang dilindungi, di antaranya burung tingang atau enggang dan elang, misalnya. Burung enggang merupakan simbol 5

6 penguasa Alam Atas, sedangkan burung elang dianggap sebagai burung pemberi tanda atau petunjuk (dahiang). Harmonisasi hubungan manusia dengan alam merupakan manifestasi dari bakti manusia Dayak kepada Tuhan melalui benda-benda ciptaan-nya. Masyarakat Dayak percaya bahwa apa yang ditabur, itulah yang dituai. Oleh karenanya, mereka menganggap pelestarian alam adalah tanggung jawab yang harus diemban manusia. 3. Tradisi Lisan Dayak (Ngaju) a. Tetek Tatum (Mitos Hikayat Asal-usul Manusia Dayak) Manusia Dayak tidak hidup dalam tradisi tulis sama seperti kebanyakan suku bangsa lain di dunia. Namun, masyarakat Dayak bukan berarti tidak mengenal akan sejarahnya. Satu-satunya upaya untuk memahami perjalanan kehidupan suku di masa lalu adalah berbagai bentuk kearifan lokal dan kegiatan bersastranya. Di dalam tradisi lisan, kegiatan bersastra tersebut sangat menonjol yang ditandai dengan berbagai bentuk tuturan. Tuturan tersebut dapat berupa puisi-puisi etnik (lihat Danandjaya 1992; Mage 2008), aneka bentuk pengharapanpengharapan tradisional, ungkapan-ungkapan dan dongeng-dongeng tradisional (bdk. Riwut 1993; dan Riwut 2004). Tetek Tatum merupakan mite yang diceritakan secara turun temurun yang menceritakan tentang asal-usul manusia Dayak. Kegiatan bersastra ini disebut dengan manatum, yakni kegiatan para tua menuturkan kepada generasi di bawahnya dan mengingatkan kembali tentang sejarah leluhur. Tetek Tatum yang terbangun secara antara nyata dan tiada sebuah bangunan imajiner sebagai struktur antara kenyataan yang dimitoskan atau mitos yang berusaha dan seolah-olah dinyatakan. Ia menjadi satu-satunya rujukan mitis yang menceritakan sejarah asal-usul manusia Dayak, sehingga manusia Dayak tidak melupakan amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta. b. Karungut, Sansana, Tanding Tampengan, dan Kesah (cerita rakyat) Karungut adalah semacam pantun yang dilagukan. Ia merupakan ekspresi dari pikiran dan perasaan yang berisikan tentang berbagai nasihat, teladan dan prinsip-prinsip dalam persatuan dan kebersamaan dalam setiap aspek kehidupan (Riwut, 2003:369). Karungut merupakan kearifan linguistik yang menggunakan bahasa Dayak Ngaju sebagai medium sehingga menimbulkan rima yang harmonis diiringi alat musik yang disebut kacapi (kecapi). Contoh karungut yang mengandung nasihat dan semangat untuk membangun kebersamaan, misalnya seperti karya M. Darman (ibid:389) berikut. Peteh Ije Biti Anak Kalteng Pesan dari Seorang Putra Kalteng 6

7 O, itah Kalimantan Tengah O, kita penduduk Kalimantan Tengah Toh kamiar je haru dumah Ini perjalanan yang baru datang Itah manyambut je bua-buah Kita sambut dengan baik-baik Pendeng punduk harus tandipah Berdiri dan duduk harus berhadapan Ela kilau je helo-helo Jangan seperti yang sudah-sudah Are karabut je hasanselo Banyak berebutan dan saling mendahului Keleh manumon uluh bakas helo Lebih baik meneladani orang tua dahulu Tau hapakat papire lewo Bisa bersatu beberapa kampung Amon itah tau hapakat Kalau kita bisa bersatu Taloh je babehat ulih iangkat Hal yang berat bisa terangkat Sansana merupakan sejenis epos tentang kepahlawanan atau kisah perjalanan hidup seseorang. Tanding Tampengan dapat dikategorikan sebagai pepatah-petitih, yang memuat tentang bimbingan moral (moral guidance) dan character building yang juga memuat tentang ajaranajaran bagi manusia Dayak dalam berkehidupan. Sebagai contoh tanding tampengan sebagai nasihat bagi pemimpin, misalnya: ela manumbal binjai intu lunuk, yang artinya menemukan solusi berdasarkan jenis masalah, kenali dulu masalah, baru temukan solusi yang tepat, dan tapuruk pai tau injawut, tapuruk pander dia tau inangkaluli, artinya sekali kaki terperosok (ke dalam lubang) bisa ditarik, namun sekali omongan terucap maka tidak bisa ditarik lagi. Hal ini mengingatkan seseorang untuk lebih dulu berpikir secara matang dan dewasa sebelum bertindak. Kesah merupakan cerita rakyat dituturkan secara turun temurun yang bertemakan pendidikan karakter dan bimbingan moral lainnya. Kesah sering disimbolisasi melalui fabel (dongeng binatang). c. Seni Tari, Seni Ukir dan Lainnya Beberapa seni lainnya yang berkaitan dengan kearifan tradisional adalah seni tari. Seni tari memuat pesan-pesan filosofis tentang alam, lingkungan, dan keagungan Pencipta. Berbagai pesan moral lainnya dapat dilihat pada arsitektur dan ukir-ukiran yang sarat dengan kehidupan sosial dan hubungan dengan Tuhan. Seni tato, misalnya, mengandung makna simbolik si pemilik, apakah keturunan rendah atau tinggi, seorang perkasa atau orang kebanyakan. Beberapa benda yang berkaitan dengan alam yang menghiasi rajah tubuh tersebut meliputi gambar bulan, matahari, 7

8 flora dan fauna yang dianggap sakral dan memiliki hubungan yang baik dengan manusia. B. Budaya Dayak dalam Dinamika Berbangsa dan Konteks Keindonesiaan 1. Budaya Betang Budaya Betang merupakan simbolisasi terhadap etika sosial dalam masyarakat yang heterogen. Toleransi yang tinggi sesama penghuni betang atau rumah panjang menjadikan landasan dalam berkehidupan bagi masyarakat Dayak. Meski hidup dalam perbedaan agama, latar belakang etnis, dan status sosial, masyarakat Dayak menjunjung tinggi dan menghormatinya, sehingga mampu melebur dalam konteks kebhineka-an. Budaya Betang menjunjung tinggi etika sosial yang egaliter, sehingga semua orang diharapkan menjadi teladan untuk belom bahadat, atau hidup bermartabat, hidup beradat. Dengan demikian, akan tercipta harmonisasi kehidupan, baik dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan alam, maupun hubungan antarsesama manusia di muka bumi. Konteks belum bahadat merupakan intisari dari aktualisasi dan implementasi dari hukum adat, yang mana kehidupan manusia Dayak sebagai pengemban amanah Tuhan untuk menjaga harmonisasi ecological equilibrium (eco-librium) itu sendiri. 2. Belum Penyang Hinje Simpei (Hidup Bersama dalam Semangat Persatuan dan Kesatuan) Persatuan, kesatuan dan kebersamaan semua komponen yang ada di Kalimantan Tengah menjadi modal dasar bagi strategi pembangunan. Tanpa itu semua, niscaya tidak akan berhasil. Dalam periode kedua pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah, setiddaknya telah diterbitkan beberapa dasar hukum bagi pelesatrian adat dan hukum adat sebagai aturan yang hidup dan mengakar pada masyarakat Dayak, di antaranya Peraturan Daerah Nomor 16/2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah, Peraturan Gubernur Nomor 13/2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Tengah, dan Peraturan Gubernur Nomor 17/2011 tentang Pengajaran Muatan Lokal di Provinsi Kalimantan Tengah. Terbitnya beberapa regulasi tersebut menyiratkan keseriusan Pemerintah Daerah dalam upaya untuk tetap memelihara tatanan warisan budaya agar kepentingannya dapat terus adaptif dengan tuntutan zaman dan eskalasi pembangunan. Dalam konteks tanah adat, misalnya, upaya konservasi dan pengetahuan lokal tentang hutan adat dapat terlembagakan. Kita menyadari, kearifan lokal masyarakat Dayak dalam menjaga hutan adatnya, seperti pukung pahewan, merupakan warisan yang sangat bernilai bagi kelangsungan hidup generasi mendatang, juga bagi kelestarian keanekaragaman hayati. 8

9 C. Penutup Masyarakat Dayak dewasa ini adalah masyarakat yang telah terbukti untuk tetap bertahan di tengah heterogenitas bangsa. Dengan warisan beraneka kearifan tradisional dan pengetahuan tradisionalnya, mereka mampu untuk terus eksis dan berkembang untuk selalu melakukan adaptasi dan aktualisasi menuju tatanan berkehidupan yang harmonis. Warisan budaya tersebut menjadi modal dasar bagi pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya, dan pembangunan nasional, secara umum. Prinsip-prinsip falsafah Budaya Betang, misalnya adalah miniatur dan implementasi yang realistis dari bangunan ke-bhinneka-an Pancasila. Di samping itu, hal yang tidak kalah penting adalah, dalam upaya penyelamatan Bumi, masyarakat Dayak telah melakukannya berabad-abad lamanya. Falsafah tentang harmonisasi dengan alam, dengan Tuhan Sang Pencipta, dan sesama manusia, telah pula terbangun pada implementasi kearifan ekologi seperti konservasi pukung pahewan, menjalankan hadat sebagai bakti bumi, dan menjaga keseimbangan ekologis yang ada. Di dalam konteks lain tentang pembangunan karakter bangsa, berbagai tradisi lisan pada masyarakat Dayak menjadi sangat relevan, di tengah karut-marut persoalan moralitas bangsa. Seni sastra seperti karungut, tanding tampengan, dan berbagai karya seni leluhur lainnya, seolah mutiara yang tidak akan pernah pudar warnanya. Ia membimbing kita menuju sebuah gerbang harmonisasi eco-librium tersebut. Di mana semua terbingkai dalam persatuan dan kesatuan, saling hormatmenghormati dan menghargai, sehingga tujuan pembangunan manusia dapat terwujud demi kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-bhinneka tunggal ika yang kita cita-citakan bersama. Referensi Danandjaja, James Folk;or Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers Mage, Arnusianto Upaya Pendokumentasian Puisi Etnik dan Teks Ritual (Canon) Budaya Dayak dalam Usaha Memperkaya Khasanah Kebudayaan Nasional. Makalah tidak diterbitkan. Mahin, Marko Tamanggong Nikodemus Ambo Djajanegara. Menyusuri Sejarah Sunyi Seorang Temenggung Dayak. Banjarmasin: Lembaga Studi Dayak-21 Riwut, Tjilik Kalimantan Membangun: Alam dan Kebudayaan. Disunting oleh Nila Riwut dan Agus Fahri Husein. Yogyakarta: Tiara Wacana Riwut, Tjilik Maneser Panatau Tatu Hiang (Menelusuri Kekayaan Leluhur). Pusakalima: Palangka Raya. 9

10 Schärer, Hans Ngaju Religion: The Conception of God Among A South Borneo People. Translated by Rodney Needham. The Hague: Martinus Nijhoff. Ugang, Hermogenes Menelusuri Jalur-Jalur Keluhuran. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ukur, Fridolin Tantang Djawab Suku Dajak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ukur, Fridolin Makna Religi dari Alam Sekitar dalam Kebudayaan Dayak dalam Florus (Ed.). Kebudayaan Dayak: Aktualiasi dan Transformasi. Prosiding Seminar dan Ekspo Kebudayaan Dayak. Jakarta: Grasindo-LP3S-Institut Dayakologi. 10

MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL. Oleh: A.

MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL. Oleh: A. MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL Oleh: A. Teras Narang, SH Disampaikan pada Seminar Pengetahuan dan Kearifan Lokal Masyarakat Dayak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri dimanapun kita berada dan hidup di suatu tempat tertentu kita selalu dipengaruhi oleh lingkungan tempat kita tinggal tersebut. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. 1 Etnobotani juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. 1 Etnobotani juga memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH TARI MANDAU TALAWANG Di susun oleh : DAYA SAKTI SANGGAR BETANG TATU HIYANG KALIMANTAN TENGAH Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Aula KNPI Kota Palangka Raya Contact : 085249164999 085651304442 085252479944 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran

E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran Seperti pada kebanyakan suku bangsa lain di dunia, suku Dayak di Kalimantan juga memiliki siklus hidup yang kesemuanya terangkai dalam ritual-ritual adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 104) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH Oleh: Neni Puji Nur Rahmawati Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat Karungut adalah sebuah kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi lisan merupakan warisan budaya nenek moyang yang merefleksikan karakter masyarakat pendukung tradisi tersebut. Signifikansi tradisi lisan dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan sebuah elemen penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat. Folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Namun, Perbedaan tersebut tidak menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Dayak Ngaju merupakan suku Dayak yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya, suku Dayak Ngaju tinggal di sepanjang sungaisungai besar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di Indonesia. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa BAB IV ANALISIS A. Mitos Sanja Kuning dalam Sejarah Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa lampau. Kisah-kisah tersebut biasanya dianggap sebagai warisan orang-orang zaman dahulu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan aset, anak adalah titisan darah orang tua, anak adalah warisan, dan anak adalah makhluk kecil ciptaan Tuhan yang kelak menggantikan peran orang tua sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang sangat heterogen dengan kurang lebih 300 suku bangsa (etnik). 1 Heteroginitas masyarakat yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa. Di pundaknya teremban amanat guna melangsungkan cita-cita luhur bangsa. Oleh karena itu, penyiapan kader bangsa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman

Lebih terperinci

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN KEKAYAAN INTELEKTUAL PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENELUSURAN GENIUS LOCI PADA PERMUKIMAN SUKU DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH

PENELUSURAN GENIUS LOCI PADA PERMUKIMAN SUKU DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH PENELUSURAN GENIUS LOCI PADA PERMUKIMAN SUKU DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH Ave Harysakti Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Lalu Mulyadi Program Studi Arsitektur FTSP Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya merupakan amanat yang dipercayakan Allah SWT kepada umat manusia. Allah SWT memerintahkan manusia untuk

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1 Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian sebuah komunitas atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Suku Dayak Ngaju Suku Dayak Ngaju adalah salah satu etnik Dayak terbesar yang mendiami Provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini diperkirakan jumlah mereka mencapai sekitar 50 persen

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan sesama manusia atau kelompok. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan pesan kepada seseorang

Lebih terperinci

FUNGSI DAN BENTUK PENYAJIAN INSTRUMEN MUSIK KARUNGUT DI KALIMANTAN TENGAH

FUNGSI DAN BENTUK PENYAJIAN INSTRUMEN MUSIK KARUNGUT DI KALIMANTAN TENGAH 1 FUNGSI DAN BENTUK PENYAJIAN INSTRUMEN MUSIK KARUNGUT DI KALIMANTAN TENGAH THE FUNCTION AND PERFORMANCE OF KARUNGUT MUSICAL INSTRUMENT IN CENTRAL KALIMANTAN Oleh: jenny andany taruna, universitas negeri

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Masyarakat Bugis Makassar seperti juga masyarakat etnik yang lain memiliki kekayaan nilai budaya yang terdapat pada kearifan lokal yang tertuang dalam naskah lontaraq.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat pada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kondisi lingkungan dan pengalaman belajar yang spesifik membuat masyarakat

Lebih terperinci

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 Abstrak: Kearifan lokal berkaitan erat dengan manajemen sumber daya manusia. Dewasa ini, kearifan lokal mengalami tantangan-tantangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berhubungan dengan proses komunikasi dan informasi menyebabkan terjadinya pergeseran dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia menyimpan limpahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tradisi sedekah bumi dengan berbagai macam istilah memang banyak diadakan di berbagai tempat di pulau Jawa. Namun, tradisi ini sudah tidak banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lia Yosephin Sinaga, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lia Yosephin Sinaga, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan fungsi lingkungan merupakan masalah nyata yang dihadapi manusia dan disebabkan perilaku manusia yang tidak selaras dengan lingkungan. Masalah perubahan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

MATERI STUDI RELIGI JAWA

MATERI STUDI RELIGI JAWA MATERI STUDI RELIGI JAWA Bahasa dan sastra; karya sastra Jawa Kuna yang tergolong tua; karya sastra Jawa Kuna yang bertembang; karya sastra Jawa Kuna yang tegolong muda; karya sastra yang berbahasa Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang kaya dengan keanekaragaman etnik, banyak

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang kaya dengan keanekaragaman etnik, banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang kaya dengan keanekaragaman etnik, banyak melahirkan cita rasa seni yang berwujud pada berbagai jenis budaya hasil karya manusia. Budaya

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BEBERAPA KEARIFAN LOKAL SUKU DAYAK DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM. Oleh : ABDUL MUKTI NIM

BEBERAPA KEARIFAN LOKAL SUKU DAYAK DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM. Oleh : ABDUL MUKTI NIM BEBERAPA KEARIFAN LOKAL SUKU DAYAK DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM Oleh : ABDUL MUKTI NIM 107040100111018 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci