EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036"

Transkripsi

1 EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN DIANA SISKAYATI (A ). Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta. (Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN) Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Untuk menyediakan perumahan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Pemerintah DKI Jakarta sampai tahun 2006, telah menyediakan unit rumah susun yang tersebar dalam 30 lokasi di Wilayah Kotamadya DKI Jakarta. Sasaran pembangunan rumah susun tahun , yakni pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni di Indonesia sebanyak menara atau sekitar unit rumah susun, dengan harga sewa/jual yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan berpenduduk lebih dari 1,5 juta jiwa per 100 km 2 (Kebijakan Pemerintah tentang pembangunan rumah susun di perkotaan tahun 2007). Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik bangunannya saja, tetapi keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan rumah susun juga harus diperhitungkan. Kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman, mengevaluasi penggunaan dan kebutuhan RTH/taman, serta menyusun konsep RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan rusuna di Provinsi DKI Jakarta. Studi dilakukan di kawasan permukiman rusuna yang meliputi 5 Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta (10 lokasi sampel, 30% dari rusuna yang ada di DKI Jakarta), yaitu rusuna Pulo Gebang, rusuna Klender, rusuna Bandar Kemayoran, rusuna Tanah Abang, rusuna Sindang Koja, rusuna Penjaringan, rusuna Harum Tebet Barat Raya, rusuna Berlian Tebet Barat Raya, rusuna Flamboyan, dan rusuna Tambora.

3 Studi dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2008, mencakup beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan evaluasi, serta penyusunan konsep. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka. Metode studi yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan kecukupan RTH/taman bagi penghuni rumah susun. Luas rata-rata RTH/taman di lingkungan rusuna di DKI Jakarta adalah 42,1% dari luas lahan atau berkisar antara 2,0-8,0 m 2 /jiwa. Berdasarkan standar dan kebutuhan RTH/taman per jiwa di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006), maka luas RTH/taman di lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa luas RTH 30% dari luas lahan, maka luas RTH/taman pada lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Tetapi terdapat pula luas RTH/taman pada lingkungan rusuna yang dijadikan sampel memiliki luas RTH dibawah 30% luas lahan, hal ini dikarenakan adanya perubahan desain awal berupa penambahan bangunan pada area terbuka atau RTH/taman. Mengingat luas RTH total di wilayah DKI Jakarta saat ini hanya sekitar 9% dari luas wilayahnya, dan target Pemerintah DKI Jakarta menyediakan RTH seluas 13,94%, maka keberadaan dari luas RTH rusuna yang ada saat ini dapat dianggap cukup baik. Namun keberadaan RTH yang ada ini perlu masih diimbangi dengan perencanaan dan perancangan serta pengelolaan yang baik agar penggunaannya lebih efektif dan bermanfaat bagi lingkungan. RTH/taman di lingkungan rusuna tersebut dalam bentuk taman serbaguna, taman bermain, taman koleksi pribadi penghuni, lapangan sepak bola, lapangan olah raga, dan lahan terbengkalai. RTH/taman digunakan oleh penghuni rumah susun untuk bermain dan berekreasi, tempat berkumpul/sosialisasi, berolahraga, serta acara-acara tertentu (17 Agustus-an). Fasilitas yang ada pada RTH/taman antara lain lampu dan bangku taman, taman bermain, tempat sampah, serta hydrant. Pemeliharaan RTH/taman dilakukan oleh pihak pengelola dan penghuni rumah susun. Kondisi RTH/taman tersebut berbeda-beda, dimana ada yang terawat dan tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan dan pemeliharaan dari pengelola yang tidak terlaksana dengan

4 baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rumah susun dalam menjaga dan memelihara lingkungan rumah susunnya. RTH/taman rumah susun perlu mempunyai konsep dasar yang mengakomodasi beberapa fungsi, yaitu : meningkatkan kualitas lingkungan, memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door) bagi penghuni rumah susun, serta menyediakan ruang sosialisasi dan kebersamaan. Konsep dasar RTH/taman rumah susun tersebut di atas, dikembangkan secara teknis mencakup acuan luas minimal, jenis ruang, desain, fasilitas, tata hijau dan jenis tanaman, serta pengelolaannya. Jenis ruang disesuaikan dengan karakter penghuni rumah susun untuk memenuhi kebutuhan rekreasi, sosialisasi dan kualitas lingkungan yang baik. Desain dibuat sederhana tetapi menarik, efisien, mudah dalam pengelolaannya, serta menjamin keamanan dan kenyamanan. Sarana atau fasilitas pada RTH/taman disesuaikan dengan ruang aktivitas, menggunakan bentuk yang sederhana, kuat dan tahan lama untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengelolaannya. Tata hijau yang dikembangkan ditujukan untuk kualitas lingkungan ekologis, keindahan, fungsi fisik (pembatas, screen, alas, atap), mudah dipelihara dan tidak membahayakan. Pengelolaan/pemeliharaan RTH/taman rumah susun yang selama ini dilaksanakan oleh pengelola rumah susun (PPRS, Dinas Perumahan, dan Perumnas) perlu melibatkan partisipasi penghuni rumah susun melalui kegiatan gotong royong yang terjadwal dan berkesinambungan. Metode pemeliharaan seperti ini dapat meningkatkan kebersamaan, intensitas bertemu, dan komunikasi para penghuni rumah susun.

5 EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DIANA SISKAYATI A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta Nama Mahasiswa : Diana Siskayati Nomor Pokok : A Departemen : Arsitektur Lanskap Menyetujui : Dosen Pembimbing Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc. NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Diana Siskayati lahir di Jakarta pada tanggal 10 Juli Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Kasidi dan Ibu Enung Nuryati. Penulis memulai pendidikan formal di SDN 14 Pagi Sumur Batu Jakarta Pusat tahun 1992 dan lulus tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 228 Sumur Batu Jakarta Pusat pada tahun Pada tahun 2004, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 5 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi dan diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis berpartisipasi dalam kepanitiaan kegiatan masa perkenalan mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42 sebagai seksi konsumsi. Selain itu, penulis juga menjadi seksi dana usaha (danus) pada kepanitiaan kegiatan fieldtrip mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, serta mengikuti berbagai kegiatan seminar dan pelatihan, diantaranya Seminar Work Experience, International Workshop IFLA, pelatihan terarium, dan sebagainya. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kotamadya Bogor dengan membuat program Desain Taman Kelurahan dan Penyuluhan Ruang Terbuka Hijau pada tahun ajaran 2007/2008.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan limpahan rahmat hidayah-nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta. Penulis menyadari penyelesaian penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta serta keluarga besar, atas segala kasih sayang, perhatian, doa, pengorbanan dan dukungan yang terbaik. 2. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu, pengalaman, kasih sayang, dan saran yang diberikan. 3. Bapak Sapto, Bapak Joko, Bapak Alex, beserta staf (Dinas Perumahan), Bapak Eno, Ibu Wiwid, beserta staf (Perum Perumnas), Bapak Maman, Ibu Sueke, beserta staf (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) atas data dan informasi yang diberikan, segala bantuan dan dukungan yang begitu besar dalam proses penelitian ini. 4. PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) atas data-data dan informasi mengenai rumah susun yang telah diberikan, sehingga membantu dalam proses penelitian ini. 5. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr., dan Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc., selaku Dosen Penguji atas semua masukan, saran, dan kritik membangun. 6. Teman-teman satu bimbingan Bu Nunung yaitu Fuji, Krishta, dan Karina. 7. Tim Sukses seminar : Fuji Rasyid, Karina Dwi Pradita, dan Fauziah Crew. 8. Mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 41, bersama-sama kita menghadapi keadaan suka dan duka kegiatan perkuliahan serta kenangan indah persaudaraan yang terjalin selama masa studi Penulis di IPB. 9. Seluruh Keluarga Besar Departemen Arsitektur Lanskap, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan. 10. Keluarga besar kost-an Fauziah (Fauziah Crew), atas hangatnya kekeluargaan yang diberikan selama Penulis berdomisili di Darmaga, Bogor.

9 11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun yang tak bisa disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna seperti yang diharapkan. Namun, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya dalam rangka pengembangan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna). Bogor, Juli 2009 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Kegunaan BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Permukiman Rumah Susun Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun Dasar Perencanaan Rumah Susun Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau Permukiman... 9 BAB III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Batasan Studi Metode Studi Teknik Pengambilan Sampel.Rumah Susun BAB IV. KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Geografis dan Administratif Demografi Pola Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Kota Jumlah dan Sebaran Rumah Susun Sistem Manajemen/Pengelolaan Rumah Susun BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Rumah Susun Rumah Susun Pulo Gebang Rumah Susun Klender Rumah Susun Bandar Kemayoran Rumah Susun Tanah Abang Rumah Susun Sindang-Koja v

11 Rumah Susun Penjaringan Rumah Susun Harum Tebet Barat Raya Rumah Susun BerlianTebet Barat Raya Rumah Susun Flamboyan Rumah Susun Tambora RTH/Taman Rumah Susun Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Jumlah Penghuni Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan Evaluasi Kondisi dan Penggunaan RTH/Taman Rusun Keinginan Penghuni Rumah Susun Terhadap RTH/taman 57 BAB VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar RTH/Taman Rumah Susun Peningkatan Kualitas RTH/Taman Rumah Susun BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Luas Minimum Ruang Terbuka Menurut Simonds (2003) Klasifikasi Taman Berdasarkan Jumlah Penduduk Standar dan Kebutuhan akan RTH (Dirjen Penataan Ruang DPU) Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta (2007) Jenis dan Luas Penggunaan Lahan (2004) Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta Kondisi Umum Rusuna Kondisi RTH/Taman Rusuna Bentuk dan Komposisi RTH/Taman Rusuna Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas RTH Per Jiwa Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan Evaluasi Kondisi RTH/Taman Rusuna Karakteristik Responden Pendapat Responden tentang RTH/Taman Rusuna vii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Peta Lokasi Studi Tahapan Studi Peta Administratif DKI Jakarta Peta Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta Struktur Organisasi UPT Pengelola Rumah Susun Prosedur Pembentukan PPRS Kondisi Lingkungan Rusuna Pulo Gebang Kondisi RTH/Taman Rusuna Pulo Gebang Kondisi Lingkungan Rusuna Klender Kondisi RTH/Taman Rusuna Klender Kondisi Lingkungan Rusuna Bandar Kemayoran Kondisi RTH/Taman Rusuna Bandar Kemayoran Kondisi Lingkungan Rusuna Tanah Abang Kondisi RTH/Taman Rusuna Tanah Abang Kondisi Lingkungan Rusuna Sindang-Koja Kondisi RTH/Taman Rusuna Sindang-Koja Kondisi Lingkungan Rusuna Penjaringan Kondisi RTH/Taman Rusuna Penjaringan Kondisi Lingkungan Rusuna Harum Tebet Barat Raya Kondisi RTH/Taman Rusuna Harum Tebet Barat Raya Kondisi Lingkungan Rusuna Berlian Tebet Barat Raya Kondisi RTH/Taman Rusuna Berlian Tebet Barat Raya Kondisi Lingkungan Rusuna Flamboyan Kondisi RTH/Taman Rusuna Flamboyan Kondisi Lingkungan Rusuna Tambora Kondisi RTH/Taman Rusuna Tambora Pengguna RTH/Taman Rusun Kegiatan pada RTH/Taman Rusun Waktu Pemanfaatan RTH/Taman Rusun Pola Pembagian Ruang Bentuk Ruang Aktif RTH/Taman Rusun Bentuk Ruang Pasif RTH/Taman Rusun viii

14 33. Bentuk Ruang Umum/Serbaguna Rusun Fasilitas Pendukung RTH/Taman Rusun ix 0

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta, telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya lahan/tanah di perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah belum mencukupi dan memadai. Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, serta berdampak buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan. Hal ini terlihat adanya permukiman masyarakat pada area yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota, seperti permukiman kumuh di bantaran sungai/kali, di pinggir rel kereta, dan sebagainya. Untuk mewujudkan kota Jakarta yang indah, sehat, dan nyaman, baik sebagai pusat kegiatan ekonomi maupun permukiman, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dihadapkan pada kendala kemampuan manajerial dengan terbatasnya lahan dan dana untuk dapat memberikan pelayanan sarana dan prasarana publik yang memadai dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2002). Dalam hal ini, lahan merupakan masalah utama pembangunan perumahan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Terbatasnya lahan perkotaan menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisien dengan meningkatkan intensitas penggunaannya, yaitu memanfaatkan sumber daya ruang dan tanah secara maksimal, penyediaan sarana dan prasarana sosial dan budaya, serta taman dan ruang terbuka hijau (RTH). Semakin langka dan mahalnya harga tanah/lahan di pusat kota untuk pembangunan perumahan, pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik bangunannya saja, tetapi keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susun juga harus diperhitungkan. Berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luas RTH kota adalah minimal 30% dari luas kota tersebut. Namun, penentuan luas RTH kota umumnya dihitung berdasarkan jumlah penduduk, dimana luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk 1

16 bermain dan berolahraga adalah 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006). Kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. Tetapi pada kenyataannya, keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susun memiliki fungsi dan manfaat yang belum mencukupi kebutuhan penghuni. Penggunaannya juga belum sesuai dengan fungsi penggunaannya, serta masih terbatasnya fasilitas yang terdapat pada RTH/taman tersebut. Dengan mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) serta mengevaluasi efektivitas penggunaannya, maka dapat diketahui secara jelas permasalahan dalam penyediaan RTH/taman di lingkungan rusuna. Dengan demikian dapat direncanakan konsep atau bentuk RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan penghuni rusuna Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini, yaitu: 1. Mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta. 2. Mengevaluasi penggunaan dan kebutuhan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta. 3. Menyusun konsep RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta Kegunaan Kegunaan studi ini adalah : 1. Memberikan masukan kepada Pemerintah DKI Jakarta dalam penyediaan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna). 2. Memberikan masukan kepada masyarakat maupun pengelola rumah susun dalam mengelola RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta. 2

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Menurut Simonds (2003) kota adalah lanskap buatan manusia yang terjadi akibat aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk keperluan hidupnya. Kota merupakan kawasan yang memiliki keaktifan, keanekaragaman, dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya (Branch, 1995). Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Kota merupakan lingkungan binaan yang terus tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan suatu kebijakan terhadap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruangnya. Lanskap kota adalah gambaran dan bentuk alam dari suatu kota dengan segala kehidupan yang ada di dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta makhluk lainnya (Rahman, 1984). Struktur ruang kota adalah susunan pusatpusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional (Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan). Tata ruang dalam lanskap kota yaitu suatu pembagian wilayah ke dalam suatu kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu seperti kawasan permukiman, industri, niaga dan termasuk ruang terbuka hijau (UU RI No. 26 Tahun 2007) Permukiman Rumah Susun Menurut Laurie (1990) rumah menjadi permukiman/perumahan apabila terdiri dari kelipatannya, baik sebagai sekumpulan kesatuan yang terpisah di atas petak-petak lahan ataupun sebagai komplek rumah gedung, kondominium, rumah susun, ataupun apartemen. Sementara itu, Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan perumahan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. 3

18 Sedangkan permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan kebutuhan akan perumahan dan permukiman meningkat, namun lahan yang ada sangat terbatas. Semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman, pembangunan rumah susun merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Undang-undang No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Berdasarkan Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007, pembangunan rumah susun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengahbawah di kawasan perkotaan, sehingga akan berdampak pada : 1) Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota; 2) Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan; 3) Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas (PSU) perkotaan; 4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota; 5) Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah; 6) Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun Pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan, yang menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan. Prinsip dasar pembangunan rumah susun (Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007) meliputi : 4

19 1) Keterpaduan : pembangunan rumah susun dilaksanakan prinsip keterpaduan kawasan, sektor, antar pelaku, dan keterpaduan dengan sistem perkotaan; 2) Efisiensi dan Efektivitas : memanfaatkan sumber daya secara optimal, melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan sumberdaya lainnya; 3) Penegakan Hukum : mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup di tengah masyarakat; 4) Keseimbangan dan Keberkelanjutan : mengindahkan keseimbangan ekosistem dan kelestarian sumberdaya yang ada; 5) Partisipasi : mendorong kerjasama dan kemitraan Pemerintah dengan badan usaha dan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pembangunan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, serta pengelolaan rumah susun; 6) Kesetaraan : menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni rumah susun yang layak bagi peningkatan kesejahteraannya; 7) Transparansi dan Akuntabilitas : menciptakan kepercayaan timbal-balik antara Pemerintah, badan usaha dan masyarakat melalui penyediaan informasi yang memadai, serta dapat mempertanggung-jawabkan kinerja pembangunan kepada seluruh pemangku kepentingan Dasar Perencanaan Rumah Susun Rumah susun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, memerlukan standar perencanaan rumah susun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan rumah susun ini diperlukan agar harga jual/sewa rumah susun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju, tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian rumah susun dengan tata bangunan dan lingkungan kota. Standar perencanaan rumah susun di kawasan perkotaan berdasarkan Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007 adalah sebagai berikut : 5

20 1) Kepadatan Bangunan Dalam mengatur kepadatan (intensitas) bangunan diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil, tidak melebihi dari 0,4; Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5; Koefisien Bagian Bersama (KB) adalah perbandingan Bagian Bersama dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2. 2) Lokasi Rumah susun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya. 3) Tata Letak Tata letak rumah susun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian. 4) Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota. 5) Jenis Fungsi Rumah Susun Jenis fungsi peruntukkan rumah susun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu rumah susun/kawasan rumah susun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha. 6) Luasan Satuan Rumah Susun Luas satuan rumah susun (sarusun) minimum 21 m 2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi kamar mandi dan dapur. 7) Kelengkapan Rumah Susun Rumah susun harus dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas yang menunjang kesejahteraan, kelancaran dan kemudahan penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. 6

21 8) Transportasi Vertikal Rumah susun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal; Rumah susun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal Ruang Terbuka Hijau Permendagri No. 1 Tahun 2007, ruang terbuka dinyatakan sebagai ruangruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur, dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang terbuka yang pemanfaatannya sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (budidaya tanaman), seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (UU RI No. 26 Tahun 2007). RTH merupakan lahan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, daratan kota/lingkungan, pengaman jaringan prasarana, dan budidaya pertanian (Perda No. 6 Tahun 1999). Standar luas ruang terbuka untuk umum (Tabel 1.) menurut Simonds (2003) secara hirarki mempertimbangkan kebutuhan dalam suatu wilayah adalah sebagai berikut : Tabel 1. Luas Minimum Ruang Terbuka menurut Simonds (2003) Unit Sosial Luas Minimum Ruang Terbuka Keluarga (rata-rata 3-6 Untuk setiap keluarga, duplex atau row house jiwa) minimum 27 m 2 ruang bebas, tertutup atau setengah tertutup, tidak termasuk tempat parkir. Untuk bangunan bertingkat 9 m 2. Cluster (3 sampai m 2 per unit rumah tinggal yang dapat keluarga,11-43 jiwa) diperluas, dilengkapi tempat duduk, pohon, patung, air mancur, semak-semak, bunga, rumput ataupun perlengkapan bermain. Ketetanggaan (1.200 Minimum m 2 per 1000 penduduk keluarga, jiwa) disediakan untuk lapangan bermain sekolah, rekreasi atau taman. Daerah ini tidak termasuk 7

22 Komuniti ( keluarga, jiwa) Kota Wilayah daerah untuk parkir kendaraan. Minimum m 2 ruang untuk publik per 1000 penduduk untuk lapangan bermain sekolah, lapangan atletik dan taman. Dalam luas ini termasuk ruang publik ketetanggaan tetapi tidak termasuk jalan dan tempat-tempat parkir. Minimum 10% luas keseluruhan sebagai ruang terbuka, taman atau tempat bermain. Dalam luas ini termasuk ruang publik komuniti tetapi tidak termasuk jalan-jalan dan tempat parkir. Diambil pendekatan m 2 per 1000 penduduk. Minimum m 2 per 1000 penduduk sebagai tempat-tempat terbuka, taman, tempat bermain atau rekreasi seperti berburu, memancing atau perlindungan alam. Luas ini termasuk ruang publik komuniti, kota serta tempat-tempat parkir yang berbentuk pelebaran jalan berdasarkan keadaan topografi dan lanskap dimana jalan tersebut dilewati. Tujuan pengadaan dan penataan RTH di wilayah perkotaan menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, yaitu : (1) menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan, (2) mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan bagi kepentingan masyarakat, (3) meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota (UU RI No. 26 Tahun 2007). Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota. Fungsi RTH di wilayah perkotaan, antara lain : (1) pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan, (2) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara, (3) tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, (4) pengendali tata air, dan (5) sarana estetika kota (Permendagri No. 1 Tahun 2007). Selain mempunyai fungsi, RTH juga mempunyai manfaat yang 8

23 dijabarkan dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007, antara lain : (1) sarana untuk mencerminkan identitas daerah, (2) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (3) sebagai sarana rekreasi dan aktivitas sosial, (4) meningkatkan nilai ekonomi lahan, (5) memperbaiki iklim mikro, dan (6) meningkatkan cadangan oksigen. Menurut Nurisyah (1997), manfaat RTH dapat diberikan melalui fungsionalisasi dan penataan dari massa tanaman yaitu meningkatkan kualitas visual dan estetika alami, perbaikan iklim mikro, memantau dan menjaga kualitas udara, penyaring dan peredam kebisingan, konservasi tanah dan air, habitat kehidupan liar, perlindungan plasma nutfah, bernilai ekonomi dan sosial. Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, lokasi RTH terbagi menjadi enam kawasan peruntukan ruang kota, yaitu : (1) kawasan pusat perdagangan meliputi taman lingkungan sekitar pusat perdagangan, (2) kawasan perdagangan meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau jalan, (3) kawasan pendidikan (sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus, pusat lingkungan dan taman, (4) kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman lingkungan pabrik, (5) kawasan permukiman meliputi halaman rumah, taman lingkungan, fasilitas perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau jalan raya dan jalan lingkungan. (6) kawasan pertanian dan perkebunan meliputi ladang, kebun, sawah, hutan, cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai dan konservasi pesisir pantai. Jenis RTH kawasan perkotaan (Permendagri No. 1 Tahun 2007) yaitu : (1) pertamanan meliputi taman kota, taman wisata, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran, taman hutan raya, (2) hutan kota, hutan lindung, dan cagar alam sebagai tempat rekreasi dan konservasi, (3) kebun raya dan kebun binatang, (4) lapangan olah raga seperti golf, sepak bola dan sebagainya, (5) pemakaman umum, (6) lahan pertanian, (7) jalur hijau meliputi koridor utilitas, blueway meliputi bantaran sungai dan kanal/danau, water front meliputi pantai, (8) daerah penyangga (buffer zone), dan (9) taman atap (roof garden) Ruang Terbuka Hijau Permukiman Pesatnya pertumbuhan penduduk antara lain disebabkan oleh tingginya perpindahan (migrasi) penduduk dari pedesaan ke perkotaan yang akan memberikan pengaruh besar terhadap terjadinya perkembangan permukiman baru serta peningkatan jumlah kepadatan penduduk dan hunian di perkotaan. 9

24 Pertambahan penduduk tersebut cenderung melebihi ambang batas kapasitas daya dukung lingkungannya, yang akan menimbulkan beban terhadap sumber daya alam, sosial, individu maupun lingkungan terbangun yang ada. Hal tersebut mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan permukiman. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tersebut, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menyediakan ruang terbuka bersama bagi masyarakat, yang dapat menciptakan interaksi satu sama lain, juga tersedianya sarana dan prasarana bermain bagi anak-anak serta dapat menampung berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan lainnya. Salah satu upaya secara fisik dalam pengendalian dan peningkatan mutu lingkungan permukiman adalah dengan adanya pengadaan RTH/taman pada lingkungan permukiman. Penentuan luas RTH kota umumnya dihitung berdasarkan jumlah penduduk (Tabel 2.). Standar dan kebutuhan akan RTH kota DKI Jakarta (Tabel 3.) mencakup luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006). Tabel 2. Klasifikasi Taman Berdasarkan Jumlah Penduduk* *Sumber: Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota DKI Jakarta,

25 Tabel 3. Standar dan Kebutuhan akan RTH* *Sumber : Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006 Pembangunan mal/apartemen yang marak tumbuh di Jakarta hendaknya juga memperhatikan ketersediaan RTH/taman. Selain sebagai daerah resapan air yang dapat mengurangi terjadinya banjir, RTH juga akan menjadikan udara sekitar menjadi lebih sehat. Carpenter et.al. (1975) menyatakan bahwa fungsi tanaman sangat menentukan kualitas ruang terbuka yang bervegetasi, karena fungsinya dapat juga sebagai peredam kebisingan kendaraan bermotor dan sebagai pereduksi suhu melalui peningkatan kelembaban udara. Jenis tanaman dalam pengadaan RTH/taman hendaknya dipilih berdasarkan kriteria tertentu (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006), antara lain : tahan terhadap hama dan penyakit, cepat tumbuh, berumur relatif panjang, berbentuk indah, serbuk sarinya tidak bersifat alergis, serta daun dan akarnya tidak bersifat mematikan tanaman lain disekitarnya. Pemeliharaan RTH/taman lingkungan permukiman ini sebenarnya lebih diharapkan dilakukan oleh para penghuni atau masyarakat setempat. Kegiatan pemeliharaan tersebut, meliputi : penyiraman, pemangkasan, pembersihan, maupun pergantian tanaman yang rusak atau mati, penyulaman, dan penanaman kembali. Pada ruang terbatas, perlu perletakan wadah (pot) tanaman secara baik dan artistik, perlunya perbandingan proporsional antara tanaman pelindung dan tanaman perdu, semak dan penutup tanah dari unsur peneduh, hias, dan produktivitasnya. 11

26 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di kawasan permukiman rumah susun sederhana (rusuna) di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Waktu pelaksanaan studi berlangsung dari bulan Maret sampai bulan Agustus Lokasi studi meliputi 5 (lima) Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari 10 lokasi sampel (Gambar 1) yaitu : 1) Wilayah Jakarta Timur ( ) : a. Rumah susun sederhana (rusuna) Pulo Gebang Jl. Raya Cakung Timur, Kel. Pulo Gebang, Kec. Cakung, Jakarta Timur. b. Rumah susun sederhana (rusuna) Klender Jl. I Gusti Ngurah Rai, Kel. Malaka Jaya dan Kel. Malaka Sari, Kec. Klender, Jakarta Timur. 2) Wilayah Jakarta Pusat ( ) : c. Rumah susun sederhana (rusuna) Bandar Kemayoran Kel. Kebon Kosong, Kec. Kemayoran, Jakarta Pusat. d. Rumah susun sederhana (rusuna) Tanah Abang Jl. K.H. Mas Mansyur, Kel. Kebon Kacang, Kec.Tanah Abang, Jakarta Pusat. 3) Wilayah Jakarta Utara ( ) : e. Rumah susun sederhana (rusuna) Sindang-Koja Jl. Sindang Koja, Kel. Koja Selatan, Kec. Koja, Jakarta Utara. f. Rumah susun sederhana (rusuna) Penjaringan Kel. Penjaringan, Kec. Penjaringan, Jakarta Utara. 4) Wilayah Jakarta Selatan ( ): g. Rumah susun sederhana (rusuna) Harum Tebet Barat Raya Jl. Tebet Barat Raya, Kel. Tebet Barat, Kec. Tebet, Jakarta Selatan. h. Rumah susun sederhana (rusuna) Berlian Tebet Barat Raya Jl. Tebet Barat Raya, Kel. Tebet Barat, Kec. Tebet, Jakarta Selatan. 5) Wilayah Jakarta Barat ( ) : i. Rumah susun sederhana (rusuna) Flamboyan Jl. Flamboyan, Kel. Cengkareng Barat, Kec. Cengkareng, Jakarta Barat. j. Rumah susun sederhana (rusuna) Tambora Jl. Angke Jaya, Kel. Angke, Kec. Tambora, Jakarta Barat. 12

27 Gambar 1. Peta Lokasi Studi 3.2. Batasan Studi Studi mengenai evaluasi keberadaan dan penggunaan ruang terbuka hijau (RTH) hanya dilakukan di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) 13

28 kelas menengah-bawah yang terdapat di 5 (lima) Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta dengan mengambil 10 lokasi sampel (30 % rusuna di DKI Jakarta) Metode Studi Studi evaluasi keberadaan dan penggunaan ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna), dilakukan melalui pengumpulan data primer dan sekunder (Tabel 4.). Data primer berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan dinas/instansi terkait dan menyebarkan daftar pertanyaan/kuesioner kepada penghuni rumah susun pada masing-masing lokasi yang dijadikan sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti literatur, data statistik, browsing internet, dan laporan penelitian terdahulu. Tabel 4. Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data Aspek No. Jenis Data Sumber Data Kondisi Geografis, Dinas Perumahan, 1. Administratif, dan Dinas Pertamanan, Demografis Pemda Kondisi Pola Penggunaan Dinas Perumahan, Umum dan 2. Lahan dan Kondisi Dinas Pertamanan, Rusuna RTH Pemda Jakarta Dinas Perumahan, Kebijakan Rusuna 3. Dinas Pertamanan, dan RTH Pemda 4. Jumlah dan Dinas Perumahan, Sebaran Rusuna Pemda, Perumnas Tahun 1. Pembangunan Pengelola Kondisi Rusuna Rusuna Luas Lahan (Ter- (10 Sampel 2. Pengelola buka & Terbangun) Rusun) Jumlah Unit Pengelola, 3. Rusuna Pengamatan Pengambilan Data Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara, Survei Lapang 14

29 4. Jumlah & Karakter Penghuni Rusuna Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 5. Status Kepemilikan Rusuna Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 6. Fasilitas & Utilitas Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 7. Keberadaan RTH/ Taman Rusuna Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 8. Manajemen/Sistem Pengelolaan Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang, Studi Pustaka 1. Luas RTH/Taman Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 2. Konsep/Desain dan Kondisi RTH/ Taman Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 3. Fasilitas & Utilitas Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang Kondisi RTH/Taman 4. Vegetasi Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang Rusuna 5. Pemeliharaan Pengelola, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 6. Aktivitas (Pengguna RTH) Pengelola, Penghuni, Pengamatan Wawancara, Survei Lapang 7. Persepsi & Preferensi tentang RTH/Taman Penghuni Rusuna Wawancara/ Kuesioner Metode studi yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan kecukupan RTH/taman bagi penghuni rumah susun. Studi ini dilakukan dalam beberapa tahapan (Gambar 2), yaitu : tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan evaluasi data, serta penyusunan konsep. 15

30 Gambar 2. Tahapan Studi 1) Tahap Persiapan Kegiatannya meliputi penyusunan usulan penelitian, kolokium, pengurusan izin penelitian, serta penentuan sampel rusuna. 2) Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data dengan menggunakan metode survei/ pengamatan lapang, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka yang berdasarkan dua pendekatan, yaitu : Pendekatan pada tapak ditujukan untuk melihat keberadaan dan kondisi RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna). Pendekatan penghuni rumah susun melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui karakter, persepsi dan aktivitas penghuni rumah susun sebagai pengguna RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna). 16

31 3) Tahap Analisis dan Evaluasi Analisis kecukupan ruang terbuka hijau (RTH)/taman berdasarkan jumlah penghuni rumah susun dan proporsi luas RTH/taman terhadap total luas lahan. Evaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna). 4) Tahap Penyusunan Konsep Penyusunan konsep dilakukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga disusun konsep RTH/taman yang dapat diterapkan di lingkungan rusuna Teknik Pengambilan Sampel Dalam studi ini, penentuan lokasi sampel rusuna dengan cara Purpossive Sampling yang berdasarkan : a. Sampel rusuna adalah 30 % dari jumlah rusuna di DKI Jakarta (10 lokasi sampel). b. Sampel diambil merata pada setiap kotamadya (5 wilayah kotamadya). Sedangkan responden dipilih secara simple random sampling dimana setiap responden mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel, yaitu : a. Responden merupakan penghuni rusuna yang sedang menggunakan RTH/taman. b. Jumlah responden 30 orang pada setiap lokasi rusuna. 17

32 BAB IV KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Geografis dan Administratif Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus Ibukota Negara Indonesia, mempunyai luas 658,28 km 2 (termasuk Kepulauan Seribu) dengan luas daratan ± 650 km 2. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Secara geografis terletak pada '42'' BT sampai dengan '12'' BT dan 5 19'12'' LS sampai dengan 5 23'54'' LS. Jakarta bertopografi landai yang berkisar antara 0-50 m dpl dan dialiri oleh 13 sungai besar dan kecil yang umumnya berhulu di daerah pegunungan Puncak Jawa Barat dan wilayah Jakarta sebagai hilirnya. Kota Jakarta yang merupakan Kota Metropolitan dibagi menjadi 5 (lima) wilayah administrasi dan 1 (satu) kabupaten, yaitu wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat serta Kabupaten Kepulauan Seribu yang dahulunya merupakan kecamatan di Jakarta Utara serta terdiri dari 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Secara administratif Provinsi DKI Jakarta berbatasan dengan : Selatan : Kabupaten Bogor dan Depok Utara : Laut Jawa Barat : Kabupaten Tanggerang Timur : Kabupaten Bekasi Gambar 3. Peta Administratif DKI Jakarta 18

33 4.2. Demografi Kota Jakarta juga dikenal sebagai suatu kota yang memiliki tingkat keragaman sosial ekonomi penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2007 sekitar jiwa, namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Jumlah penduduk wilayah DKI Jakarta cenderung meningkat setiap tahun yaitu terjadi peningkatan jumlah penduduk 2% pertahun. Posisi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian negara, telah mendorong banyak orang dari luar Jakarta berbondong-bondong mencari rezeki di Ibu Kota Indonesia ini. Para pendatang tersebut, banyak yang tidak dibekali dengan keahlian atau keterampilan khusus, sehingga kehadiran mereka menimbulkan beberapa dampak sosial yang sangat sulit tertangani, seperti masalah pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. Tabel 5. Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007 Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Luas (Ha) Persentase (Jiwa/Ha) Jiwa (%) Jakarta Pusat , Jakarta Utara , Jakarta Barat , Jakarta Selatan , Jakarta Timur , Kepulauan Seribu , Total Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya 4.3. Pola Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan eksisting di wilayah DKI Jakarta didominasi oleh penggunaan untuk perumahan yaitu sebesar 62,42% dari luas wilayah. Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa permukiman masih merupakan penggunaan lahan yang tertinggi. Setiap tahun, kebutuhan akan permukiman terus meningkat, sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Peningkatan kebutuhan itu makin terasa di kawasan perkotaan akibat migrasi dan urbanisasi. 19

34 Tabel 6. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Per Wilayah Kotamadya (2004) No. Wilayah Kota Perumahan 1. Jakarta ,43 Selatan (71,6%) 2. Jakarta ,84 Timur (72,1%) 3. Jakarta 2.968,84 Pusat (62,0%) 4. Jakarta 9.023,34 Barat (71,5%) 5. Jakarta 7.495,36 Utara (52,7%) Jenis dan Luas Penggunaan (Ha) Industri Kantor/ Gudang 236, ,50 (1,6%) (12,1%) 1.130, ,45 (6,0%) (9,6%) 92, ,65 (1,9%) (22,3%) 512, ,93 (4,1%) (9,9%) 2.171, ,61 (15,3%) (10,3%) RTH/ Luas Lainnya Taman Tanah 190,91 (1,3%) 217,77 (1,2%) 170,04 (3,6%) 209,41 (1,7%) 126,56 (0,9%) 1.960,07 (13,4%) ,80 (11,1%) ,54 (10,2%) ,15 (12,8%) ,07 (20,8%) Jumlah , , ,14 914, , Sumber : DKI Jakarta Dalam Angka, tahun Ruang Terbuka Hijau Kota RTH merupakan bagian dari kota yang tidak didirikan bangunan atau sedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari unsur alam (antara lain vegetasi dan air) dan unsur binaan (antara lain produksi budi daya, pertanian kota, taman kota, jalur hijau kota, dan berbagai upaya pelestarian lingkungan) yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan. Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan, tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Berdasarkan Undang-undang RI No. 26 tahun 2007, luas RTH kota adalah minimal 30% dari luas kota tersebut. Rencana Induk Djakarta mengalokasikan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 37,2%. Namun, akibat pergantian Gubernur terjadi pula perubahan kebijakan dimana telah memangkas kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta. Mengacu Perda No. 5/1984, 20

35 RUTRK (Rencana Umum Tata Ruang Kota) Jakarta , alokasi RTH menyusut menjadi 25,85%. Sesuai Perda No. 6/1999, Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta mempunyai target RTH seluas 13,94%. Namun sampai saat ini, Jakarta hanya memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sejumlah Ha (9%) dari luas DKI Jakarta sebesar Ha dengan kondisi fungsi relatif cukup baik. Standar dan kebutuhan akan RTH kota DKI Jakarta mencakup luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006). RTH kota terdapat dalam berbagai bentuk, alami maupun non-alami, antara lain cagar alam, hutan lindung, hutan kota, taman kota, jalur hijau, jalur pengaman fasilitas umum, lahan pertanian dan pemakaman, serta RTH pada area rekreasi dan permukiman (real estate). Berbagai bentuk RTH dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta ini memiliki keragaman dalam fungsi dan kepentingan, dan juga dalam ukuran serta kondisi dan kualitas penataannya. Namun, ada kecenderungan terjadinya penurunan luas dan konversi lahan RTH karena digunakan untuk pembangunan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang terus meningkat. Walaupun demikian, terlihat juga kecenderungan perbaikan fungsi RTH pada berbagai bagian kota walau tidak merata Jumlah dan Sebaran Rumah Susun Berdasarkan pelaksana proyek pembangunan, rumah susun dibedakan menjadi dua yaitu rumah susun yang dibangun oleh Dinas Perumahan dan rumah susun yang dibangun oleh Perum Perumnas. Kedua instansi ini bertanggung jawab dalam penyediaan hunian di Jakarta, termasuk rumah susun. Sedangkan berdasarkan hak kepemilikannya, rumah susun dibedakan menjadi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah susun sederhana milik (rusunami). Penyebaran rusuna di DKI Jakarta (Gambar 4.) yang dibangun oleh Perumnas yaitu rusunami (rumah susun Klender, Kebon Kacang Tanah Abang, dan Kemayoran), rusunawa (rumah susun Pulo Gebang, Cengkareng, dan Kemayoran/Dakota), rumah susun hasil kerjasama (rumah susun Koja kerjasama Perumnas dengan Pemda DKI dimana tanah rumah susun merupakan tanah milik Pemda, dan rumah susun Pasar Jum at kerjasama Perumnas dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) dimana tanah rumah susun merupakan tanah milik Dinas PU). Sedangkan penyebaran rumah susun sederhana (rusuna) di DKI Jakarta 21

36 yang dibangun oleh Dinas Perumahan (Tabel 7.) yaitu di wilayah Jakarta Pusat (rumah susun Jati Rawasari, Karet Tengsin, Jati Bunder, Petamburan, Bendungan Hilir II, dan Tanah Tinggi), Jakarta Utara (rumah susun Kapuk Muara, Marunda, Nelayan Muara Angke, Penjaringan, Sindang, Semper, dan Sukapura), Jakarta Barat (rumah susun Flamboyan, Tambora, Pegadungan, Budha Tzu Chi, dan Cengkareng), Jakarta Selatan (rumah susun Tebet Barat I dan II), serta Jakarta Timur (rumah susun Pulo Jahe, Pondok Bambu, Cipinang Muara, Tipar Cakung, Cakung Barat, Pinus Elok, Pulo Gebang, dan Bidara Cina). Gambar 4. Peta Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta 22

37 Tabel 7. Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta No. Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit 1. Jati Rawasari Kapuk Muara Flamboyan Berlian Tebet Barat Pulo Jahe Karet Tengsin Marunda Tambora Harum Tebet Barat Pondok Bambu Jati Bunder 1 40 Nelayan Muara Angke Pegadungan Cipinang Muara Petamburan Penjaringan Budha Tzu Chi Tipar Cakung Bendungan Hilir II Sindang Cengkareng Cakung Barat Tanah Tinggi Semper Pinus Elok Tanah Abang Sukapura Pulo Gebang Kemayoran Bidara Cina Klender Sumber : Dinas Perumahan DKI Jakarta 23

38 4.6. Sistem Manajemen/Pengelolaan Rumah Susun Pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Dinas Perumahan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Rumah Susun, sedangkan pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Perumnas dilaksanakan oleh Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa. Pengelola rumah susun mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Penyusunan program dan rencana kegiatan operasional; 2. Pelaksanaan Inventarisasi dan seleksi para calon penghuni rumah susun; 3. Pelaksanaan tata cara penghunian; 4. Pelaksana penyuluhan tentang penghunian rumah susun kepada penghuni rumah susun; 5. Pemeliharaan satuan rumah susun yang disewakan, fasilitas, utilitas, benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama; 6. Pemeliharaan kebersihan, keindahan, dan keamanan lingkungan rusun; 7. Penjagaan dan pemeliharaan tata-tertib penghunian rumah susun; 8. Pemungutan sewa/retribusi/biaya lain-lain yang berkaitan dengan rumah susun dan menyetorkannya ke Perbendaharaan dan Kas Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku; 9. Penyelenggaraan administrasi pengelolaan rumah susun; 10. Pengawasan dan penertiban terhadap penggunaan satuan rumah susun baik dari segi peruntukan maupun dari segi status haknya; 11. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan. Berikut adalah struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Rumah Susun : Gambar 5. Struktur Organisasi UPT Pengelola Rumah Susun 24

39 Berbeda dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), pengelola rumah susun sederhana milik (rusunami) adalah PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) yang merupakan badan independent yang wajib mengelola rumah susun pemerintah maupun swasta berdasarkan peraturan dan undangundang yang berlaku. PPRS bertugas mengelola keseluruhan lingkungan rumah susun sederhana,milik (rusunami), sedangkan bangunan/ruang yang ditempati penghuni menjadi tanggung jawab penghuni. Prosedur Pembentukan PPRS adalah sebagai berikut : Gambar 6. Prosedur Pembentukan PPRS Proses Pengesahan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) : 1. Pemohon : Mengajukan permohonan 2. Tata Usaha Dinas Perumahan : Menyampaikan permohonan kepada Kepala Dinas 3. Kepala Dinas Perumahan : Memerintahkan Subdin Perizinan untuk diteliti 4. Kasubdin Perizinan : Meneliti dan mengkaji dan menyiapkan surat pengantar dan verbal rancangan kep. Gubernur DKI 25

40 5. Seksi PPRS dan Rumah Kost : Meneliti dan mengkaji materi AD/ART untuk diserahkan kepada Kepala Dinas melalui TU 6. Biro Hukum : Menerima dan meneliti berkas 7. Ass. Pembangunan : Menerima berkas dari Biro Hukum untuk diparaf dan diteruskan kepada Ass. Kemasyarakatan 8. Ass. Kemasyarakatan : Memberi paraf dan meneruskan berkas kepada Sekretaris Daerah 9. Sekretaris Daerah : Berkas diparaf dan disampaikan kepada Gubernur untuk ditandatangani 10. Gubernur : Menandatangani berkas permohonan 11. Biro Hukum : Memberikan penomoran berkas yang telah ditandatangani Gubernur dan menyampaikan ke Kepala Dinas Perumahan cq kasie PPRS 26

41 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Rumah Susun Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, kondisi umum rusuna (10 sampel) terlihat pada Tabel 8. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat keberadaan dan kondisi RTH/taman di lingkungan rusuna, serta melihat penggunaan dan aktivitas penghuni rumah susun sebagai pengguna RTH/taman. Tabel 8. Kondisi Umum Rusuna (10 sampel) Dari Tabel 8. terlihat bahwa seluruh (100%) lokasi rusuna yang dijadikan sampel terdapat RTH/taman di lingkungan rusuna tersebut. Bentuk RTH/taman yang ada pada setiap rusuna hampir sama dengan rusuna lainnya, yaitu berupa taman bermain, lapangan olahraga, lahan terbengkalai, dan kebun koleksi penghuni. Namun kondisi RTH/taman tersebut berbeda-beda, dimana ada yang terawat dan tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan dan pemeliharaan 27

42 dari pengelola yang tidak terlaksana dengan baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rusuna dalam menjaga dan memelihara lingkungan rusunnya Rumah Susun Pulo Gebang Rumah susun sederhana (rusuna) Pulo Gebang dibangun di atas lahan Hak Pengelolaan Perum Perumnas yang berlokasi di Jalan Raya Cakung Timur Kel. Pulo Gebang Kec. Cakung, Jakarta Timur. Status kepemilikan rumah susun ini adalah sewa (rusunawa). Bangunan rusunawa Pulo Gebang adalah tipe F.21 berlantai 5 sebanyak dua menara kembar (twin block) yang meliputi blok Seruni 1, Seruni 2, Seruni 3, Seruni 4 dengan kapasitas 240 unit terdiri dari 192 unit hunian dan 48 unit fasilitas umum/sosial/bisnis. Kapasitas penghuni/tingkat hunian baru mencapai ± 315 penghuni. Gambar 7. Kondisi Lingkungan Rusuna Pulo Gebang Rusunawa Pulo Gebang berdiri pada tahun 2000 dan baru dipasarkan tahun Pengelola rusuna ini adalah Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa Cabang Jakarta II yang merupakan bagian dari Perum Perumnas. 28

43 Pengelolaannya mencakup perbaikan kerusakan bangunan fisik rusunawa beserta fasilitas dan lingkungan (RTH/taman), pengalokasian dan seleksi penghuni rusunawa, serta pembuatan surat perjanjian sewa. Fasilitas yang ada meliputi area parkir, ruang terbuka dan RTH/taman, penerangan listrik dari PLN, sumber air berasal dari PDAM, dan gas untuk kompor PGN. Sebelum dibangun menjadi rusuna, lahan ini dahulunya merupakan sawah. RTH yang terdapat di rusunawa Pulo Gebang antara lain taman depan kantor (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) yang berupa taman pasif (display garden), tanaman balkon (planter balkon), dan lahan hijau yang masih terbengkalai. Di sekitar rusuna Pulo Gebang terdapat RTH berupa lahan pertanian (sayuran) yang dikerjakan oleh petani. Namun pada tahun 2008, dilaksanakan proyek pembangunan rusun di lahan pertanian tersebut dengan berbagai fasilitas penunjang seperti masjid, taman bermain, sekolah, dan lapangan olahraga. Penghijauan di rusunawa Pulo Gebang merupakan hasil kerjasama dengan Dinas Pertanian. Gambar 8. Kondisi RTH/Taman Rusuna Pulo Gebang 29

44 Pada taman pasif, penghuni rusuna hanya dapat menikmati secara visual RTH/taman tersebut. Hal ini disebabkan rumput pada taman kantor terdapat larangan untuk diinjak, sehingga membuat penghuni tidak dapat menggunakan dan memasuki area taman tersebut secara langsung. Sedangkan lahan pertanian (sayuran) yang terdapat di lingkungan rusuna ini dimanfaatkan penghuni rusunawa untuk membeli sayuran yang dipanen oleh petani, dan menikmati pemandangan ladang sayur yang hijau dari teras kamar/selasar rusuna. Penghuni memanfaatkan planter balkon yang ada untuk menanam tanaman yang disukai (hobi), serta memeliharanya. Penghuni lebih sering bersosialisasi di selasar/balkon dibandingkan di lingkungan/rth/taman rusuna Rumah Susun Klender Rumah susun sederhana (rusuna) Klender dibangun di atas lahan milik Perum Perumnas yang berlokasi di Jalan I Gusti Ngurah Rai Kel. Malaka Jaya dan Kel. Malaka Sari Kec. Klender, Jakarta Timur. Luas lahan rusuna Klender yaitu ± 7,9 Ha dengan perbandingan lahan terbangun 4,4 Ha dan lahan terbuka/rth ± 3,5 Ha (hampir 0,5 dari luas keseluruhan). Gambar 9. Kondisi Lingkungan Rusuna Klender 30

45 Rusuna Klender terdiri dari 78 blok dengan jumlah keseluruhan 1280 unit rumah (1 blok = 16 unit rumah, terdiri dari 4 lantai). Status kepemilikan rusun ini adalah milik (rusunami). Rusunami Klender dibangun oleh Perumnas, namun sekarang rumah susun ini diserahkan ke Dinas Perumahan (Pemda). Pengelola rusunami Klender adalah PPRS Klender (PPRSK). Pengelolaannya meliputi bagian administrasi (perpanjangan hak, penyediaan loket untuk pembayaran air dan gas), dari segi fisik antara lain mengelola keseluruhan fasilitas rusunami Klender (gedung serbaguna, lapangan sepak bola), termasuk kerusakankerusakan bangunan maupun fasilitas. Penghuni rumah susun dikenakan retribusi Rp ,- per bulan yang disebut Iuran Perbaikan dan Pengelolaan Lingkungan (IPPL). Rusunami Klender dibangun tahun dan baru dihuni tahun Fasilitas yang ada di rusuna ini antara lain jalur hijau yang dikelola oleh Pemda, ruang terbuka/rth, taman bermain, lapangan olahraga, gedung serbaguna, dan area parkir. Di rusuna ini terdapat RTH dalam bentuk taman serbaguna, jalur hijau, kebun koleksi pribadi penghuni, lapangan sepak bola, dan lahan terbengkalai (digunakan untuk tempat sampah atau membuka warung). Gambar 10. Kondisi RTH/Taman Rusuna Klender 31

46 Taman serbaguna digunakan sebagai tempat bermain, tempat berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta untuk acara-acara tertentu seperti perayaan 17 Agustus-an, bahkan ada juga yang menggunakannya untuk resepsi pernikahan. Taman koleksi penghuni yang ada di lingkungan rusuna ini terlihat menarik dan tertata rapi. Hal ini disebabkan kepedulian penghuni rusuna dalam menjaga lingkungan dan menciptakan lingkungan rusuna yang asri. Setiap penghuni rusuna dapat menikmati secara visual taman ini dan juga dapat ikut serta menjaga dan memelihara tanaman yang ada di dalamnya. Pada jalur hijau yang berbatasan langsung dengan lingkungan rusuna Klender dapat terlihat deretan pedagang yang menjual berbagai macam tanaman hias yang tertata dengan rapi dan menarik. Pada awalnya lahan rusuna ini merupakan tanah milik masyarakat dalam bentuk rawa dan empang, kemudian dibeli oleh Perumnas untuk dibangun rumah susun Rumah Susun Bandar Kemayoran Rumah susun sederhana (rusuna) Bandar Kemayoran dibangun di lahan milik Perum Perumnas yang berlokasi di Kel. Kebon Kosong Kec. Kemayoran, Jakarta Pusat. Rusuna Kemayoran terdiri dari 4 kompleks rusuna dengan luas keseluruhan m 2, yaitu Dakota (15 blok, luas ± m 2, dibangun tahun 1992), Conver (6 blok, luas ± m 2, dibangun tahun 1995), Boeing (5 blok, luas ± m 2 ), Apron (8 blok, luas ± m 2, dibangun tahun 1991). Status kepemilikan rusuna ini terdiri dari milik (rusunami) dan sewa (rusunawa). Rusuna Conver, Boeing, dan Apron seluruhnya merupakan rumah susun sederhana milik (rusunami), sedangkan Dakota terdiri dari rusunami (blok 1, 2, 5, 15) dan rusunawa. Keseluruhan rusuna Kemayoran (rusunami dan rusunawa) dikelola (hak pengelolaan lahan) oleh DP3KK (Direksi Pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran) mencakup bangunan, ruang terbuka, dan RTH/taman. Pada setiap rusunami dibentuk PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) yang berfungsi mengelola rusuna, sedangkan rusunawa masih merupakan tanggung jawab Kantor Regional Khusus Rumah Sewa Perum Perumnas Cabang Jakarta I. Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini antara lain lokasi yang strategis dan harga rusuna terjangkau. Seperti yang terlihat di lapang bahwa di sekitar lingkungan rusuna terdapat apartemen mewah yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial, namun pada kenyataannya tidak pernah terjadi konflik antar 32

47 penghuni. Penghuni rusuna ini dikenakan iuran/retribusi per bulan sebagai iuran keamanan, kebersihan, dan parkir kendaraan yang dikelola oleh RW. Kondisi bangunan fisik rusuna maupun fasilitas umum dan sosial serta utilitas yang ada dalam keadaan rusak, bocor dan perlu adanya perbaikan. Namun sudah lama sistem manajemen/pengelolaan tidak berjalan lancar dan perbaikan/renovasi rusuna tidak pernah dilakukan. Kondisi lingkungan rusuna terlihat kurang tertata dengan adanya K-5 di lingkungan luar maupun di dalam rusuna. Gambar 11. Kondisi Lingkungan Rusuna Bandar Kemayoran Fasilitas yang ada antara lain masjid Akbar Kemayoran, masjid/musholla, area parkir, saluran air dan gas, ruang terbuka, serta RTH/taman. Pada lingkungan rusuna ini terdapat ruang terbuka dan RTH/taman berupa taman serbaguna, taman bermain, kebun penghuni, jalur hijau, lahan terbengkalai, dan ruang terbuka/plaza. Kondisi sarana dan prasarana yang terdapat di taman ini terlihat kotor dan tidak terawat karena belum dilakukan renovasi/perbaikan. Taman secara khusus hanya terdapat di rusuna Dakota dengan konsep awal taman serbaguna, sedangkan di kompleks rusuna lain (Apron, Boeing dan Conver) keberadaan taman secara khusus tidak ada, hanya berupa jalur hijau, 33

48 dan taman koleksi penghuni. Penggunaan taman ini untuk kepentingan umum, acara-acara tertentu yang bersifat ceremonial seperti perayaan 17 Agustus-an, tempat bermain anak, lapangan bola, tempat bersosialisasi, serta kegiatan Pramuka SD. Taman ini berupa plaza dengan pohon-pohon peneduh. Gambar 12. Kondisi RTH/Taman Rusuna Bandar Kemayoran Rumah Susun Tanah Abang Perencanaan dan pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) Tanah Abang/Kebon Kacang dilaksanakan oleh Perumnas. Rusuna Tanah Abang terletak di Jalan K.H. Mas Mansyur Kel. Kebon Kacang Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat. Luas rusuna ± 4 Ha, terdiri dari 60 blok (RW 10 = 32 blok, RW 11 = 28 blok). Jumlah lantai masing-masing blok adalah 4 lantai, dengan luas rumah penghuni 36 m 2. Status kepemilikan pada awalnya adalah sewa (rusunawa), namun setelah 1 tahun berjalan diambil KPR BTN menjadi angsuran (rusunami). Rusunami Tanah Abang dibangun tahun 1976 dan selesai tahun Sejak tahun 1990 Perumnas tidak bertanggung jawab terhadap rusuna ini. Pengelola rusuna ini adalah PPRS/RW yang bertugas mengelola RTH/taman, 34

49 lapangan, dan keseluruhan lingkungan rusuna, sedangkan bangunan (36 m 2 ) menjadi tanggung jawab penghuni. PPRS juga berperan mencegah pembongkaran lingkungan di luar bangunan penghuni oleh pihak ketiga. Dana pengelolaan rusuna berasal dari warga melalui retribusi per bulan yaitu iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan (PPL) sebesar Rp ,- per bulan. Gambar 13. Kondisi Lingkungan Rusuna Tanah Abang Penghuni bersifat individualistis dimana lebih baik mengeluarkan uang daripada kerja bakti bersama (kepedulian terhadap lingkungan masih rendah). Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu letaknya strategis dimana dekat dengan pusat perdagangan/perbelanjaan (Pusat Grosir Tanah Abang). Fasilitas yang ada di rusuna ini antara lain taman bermain, lapangan, gedung serbaguna, masjid, musholla, tempat parkir, transportasi yang mendukung dan mudah dijangkau, serta sumber air berasal dari PAM. Fasilitas di rusuna ini dapat dikatakan masih berfungsi dengan baik, dan struktur bangunan yang kuat. Di lingkungan rusuna ini juga terdapat ruang terbuka dan RTH yang terdiri dari taman serbaguna, jalur hijau, lahan terbengkalai, lapangan voli dan basket. RTH/taman ini digunakan penghuni sebagai tempat bermain dan bersosialisasi. 35

50 Tanaman awal yang ada, sudah diganti oleh warga karena sudah mati atau ditebang karena terlalu besar, sebagian besar merupakan tanaman koleksi pribadi yang ditanam/dibudidaya oleh penghuni. Gambar 14. Kondisi RTH/Taman Rusuna Tanah Abang Rumah Susun Sindang-Koja Rumah susun sederhana (rusuna) Sindang-Koja dibangun di atas lahan bekas kebakaran yang berlokasi di Jalan Sindang Koja Kel. Koja Selatan Kec. Koja, Jakarta Utara. Status kepemilikan rumah susun ini hanya sebatas sewa (rusunawa). Rusunawa Sindang-Koja dibangun di atas lahan seluas m 2, yang terdiri dari tipe 21 (240 hunian dan 48 unit usaha), dan tipe 30 (50 unit hunian dan 10 unit usaha). Rusuna Koja dibangun pada tahun 1999 dan selesai bulan Oktober 2002 oleh Perum Perumnas, kemudian dihuni pada tahun Pembangunan rusunawa Sindang-Koja Jakarta Utara bertujuan untuk meremajakan lingkungan kumuh sepanjang bantaran sungai Kali Sunter Jakarta Utara sesuai dengan Program Kali Bersih dan penghijauan bantaran sungai di wilayah DKI Jakarta. 36

51 Rusunawa Sindang-Koja diperuntukan bagi warga masyarakat yang terprogram yaitu warga masyarakat korban kebakaran. Gambar 15. Kondisi Lingkungan Rusuna Sindang-Koja Pengelola rusunawa Sindang-Koja adalah Perumnas cabang Regional III yang berperan dalam menerima pembayaran sewa dan pembayaran air, pengawasan pembangunan seperti kerusakan fasilitas rusuna (terjadi kebocoran, maupun perbaikan saluran-saluran), sedangkan pengelolaan sampah dilakukan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Sumber air berasal dari PDAM. Sarana dan prasarana yang terdapat di rusunawa Sindang-Koja antara lain Masjid sederhana seluas 120 m 2 (masih dalam perencanaan), instalasi pengolahan air limbah, instalasi pipa saluran air (hydrant) pemadam kebakaran, jaringan listrik, pertamanan dan penghijauan, serta area parkir. Di rusunawa Sindang Koja terdapat RTH/taman dalam bentuk taman bermain, lapangan bola, tanaman pot pada balkon rusun, jalur hijau, dan lahan terbengkalai. Lapangan yang ada di rusuna ini digunakan oleh penghuni rusuna dan warga sekitar rusuna untuk tempat bermain bola, bersosialisasi/berkumpul, maupun untuk acara-acara tertentu seperti sholat Ied, perlombaan 17 Agustus- 37

52 an. Penghuni menggunakan taman bermain (umumnya anak-anak) untuk tempat bermain dan bersosialisasi. Penghuni juga memanfaatkan planter balkon untuk menanam dan memelihara tanaman pot yang disukai sebagai penyaluran hobi. Gambar 16. Kondisi RTH/Taman Rusuna Sindang-Koja Rumah Susun Penjaringan Rumah susun sederhana (rusuna) Penjaringan dibangun dan dikelola oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan, Jakarta Utara. Luas rusuna Penjaringan adalah ± 1 Ha terdiri dari 14 blok (A-N) dengan total unit hunian 332 unit. Status kepemilikan rusuna ini adalah hanya sebatas sewa saja (rusunawa). Rusuna Penjaringan dibangun pada tahun 1996, yang diperuntukkan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pengelola rusunawa adalah Cabang UPT Pengelola Dinas Perumahan yang berperan menerima uang sewa/retribusi dan distribusi dari penghuni rusuna, mengelola kebersihan dan keamanan, menampung keluhan-keluhan mengenai kerusakan-kerusakan yang ada dan kemudian melaporkannya ke pusat. 38

53 Gambar 17. Kondisi Lingkungan Rusuna Penjaringan Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu letaknya strategis dimana dekat dengan pusat perdagangan/perbelanjaan (Mangga Dua) maupun stasiun Kota. Kondisi lingkungan rusuna terlihat tertata dan terawat, karena pengelolaannya berjalan dengan baik. Dana pengelolaan rusuna berasal dari warga melalui retribusi per bulan yaitu iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan (IPPL) yang dimasukkan ke dalam uang sewa rusun. Fasilitas yang terdapat di rusuna ini antara lain masjid, tempat parkir, lapangan olahraga, dan sumber air berasal dari PDAM. Di lingkungan rusuna ini terdapat RTH dalam bentuk taman serbaguna, jalur hijau, dan lahan terbengkalai (digunakan untuk tempat sampah atau membuka warung), sedangkan ruang terbuka terdiri dari lapangan dan plaza. Penggunaan RTH/taman antara lain untuk tempat bermain, tempat berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta acaraacara tertentu (17 Agustus-an). 39

54 Gambar 18. Kondisi RTH/Taman Rusuna Penjaringan Rumah Susun Harum Tebet Barat Raya Rumah susun sederhana (rusuna) Harum Tebet Barat Raya dibangun oleh Dinas Perumahan untuk menyediakan hunian yang layak bagi korban kebakaran yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya Kel. Tebet Barat Kec. Tebet, Jakarta Selatan. Luas rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah ± 2 Ha yang terdiri dari 4 blok (A, B, C, D) dengan total unit hunian 320 unit (1 blok = 80 unit hunian, 1 lantai = 20 unit hunian) berlantai 5 (lima) dimana lantai dasar hanya digunakan untuk unit usaha. Status kepemilikan rusuna ini adalah milik (rusunami). Pada awalnya, lahan ini merupakan lahan kosong Pemda DKI Jakarta dan jalur hijau yang kemudian dibangun oleh Dinas Perumahan menjadi rumah susun. Pada tahun 1994 terjadi kebakaran di lingkungan permukiman warga, kemudian dibangun rumah susun tahun 1995 dan dihuni tahun Penghuni rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah warga terprogram yaitu korban kebakaran yang bermukim pada lahan tersebut. 40

55 Gambar 19. Kondisi Lingkungan Rusuna Harum Tebet Barat Raya Pengelola rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah PPRS yang berperan dalam mengatur distribusi listrik, keamanan, kebersihan, mengelola bangunan gedung, (lantai dan kerusakan fisik), mengelola fasilitas yang ada, serta mengelola lingkungan rusuna ini. Penghuni dikenakan retribusi yang disebut uang sarana digunakan untuk uang kebersihan dan keamanan. Fasilitas yang terdapat di rusuna ini antara lain Musholla, TPA, Posyandu, Karang Taruna, tempat parkir, dan ruang serbaguna yang digunakan untuk resepsi pernikahan, ataupun acara-acara tertentu. Kondisi fasilitas yang terdapat di rumah susun Harum Tebet Barat Raya masih berfungsi dengan baik. Di rumah susun Harum Tebet Barat Raya terdapat RTH/taman dalam bentuk taman bermain, kebun koleksi penghuni, jalur hijau, maupun lahan terbengkalai. Luas RTH pada rusuna ini ± 1/2 dari luas keseluruhan, yang sisanya ± 1/2 adalah ruang terbangun. Penggunaan RTH/taman antara lain untuk tempat bermain, tempat berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta untuk acaraacara tertentu (17 Agustus-an). Kondisi lingkungan rusuna ini terlihat asri dan terawat serta bentuk bangunan rusuna yang menarik. Hal ini dikarenakan pengelolaannya berjalan dengan baik. 41

56 Gambar 20. Kondisi RTH/Taman Rusuna Harum Tebet Barat Raya Rumah Susun Berlian Tebet Barat Raya Rumah susun sederhana (rusuna) Berlian Tebet Barat Raya dibangun pada lahan bekas kebakaran yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya Kel. Tebet Barat Kec. Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi rusuna ini dekat dengan rusuna Harum Tebet Barat Raya. Status kepemilikan rumah susun Berlian Tebet Barat Raya adalah milik (rusunami). Rusuna ini dibangun tahun 2001 oleh Pemda DKI Jakarta (Dinas Perumahan) yang terdiri dari 2 (dua) blok tipe 21 dengan total unit hunian 120 unit. Pada awalnya lahan ini merupakan perumahan warga, namun terjadi kebakaran sehingga Dinas Perumahan membangun rumah susun pada lahan ini. Penghuni rumah susun Berlian Tebet Barat Raya merupakan korban kebakaran yang dialokasikan oleh Pemda untuk tinggal di rumah susun ini. Penghuni yang memiliki unit hunian rusuna ada yang menempatinya sendiri dan ada juga yang disewakan kepada orang lain. Penghuni rusuna ini adalah warga Jakarta, tetapi penghuni rusuna yang menyewa rusunami ini adalah warga pendatang seperti Bogor, Bandung, dan Palembang. Pada siang hari penghuni biasanya jarang berada di rusuna karena bekerja. 42

57 Gambar 21. Kondisi Lingkungan Rusuna Berlian Tebet Barat Raya Pengelola rumah susun Berlian Tebet Barat Raya adalah PPRS yang berperan dalam mengatur dan menjaga keamanan maupun kebersihan rusuna beserta lingkungan dan fasilitas yang merupakan bagian bersama. Bagian bersama terdiri dari tangga, atap, saluran air, tempat pembuangan kotoran berupa pipa/paralon, dimana apabila terjadi kerusakan ditanggung bersama. PPRS juga berperan mencegah pembongkaran lingkungan di luar bangunan penghuni oleh pihak ketiga. Dana pengelolaan rusun berasal dari warga melalui retribusi per bulan yang meliputi iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan. Fasilitas yang ada di rumah susun Berlian Tebet Barat Raya antara lain masjid, taman bermain, area parkir, dan sumber air yang berasal dari PAM. Di rumah susun Berlian Tebet Barat Raya terdapat RTH/taman dalam bentuk taman bermain dan taman pasif (display garden). Penggunaan RTH/taman ini antara lain untuk tempat bermain dan bersosialisasi, namun penghuni jarang menggunakan RTH/taman ini karena kesibukan dalam beraktivitas dan bekerja sehari-hari. Sehingga dapat dikatakan keberadaan dan RTH/taman di rusuna ini dapat dikatakan belum efektif penggunaannya. 43

58 Gambar 22. Kondisi RTH/Taman Rusuna Berlian Tebet Barat Raya Rumah Susun Flamboyan Rumah susun sederhana (rusuna) Flamboyan dibangun dan dikelola oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Jalan Flamboyan Kel. Cengkareng Barat Kec. Cengkareng, Jakarta Barat. Luas rusuna Flamboyan adalah ± 2 Ha dimana perbandingan antara ruang terbangun dan ruang terbuka adalah 1 : 1 (1 Ha untuk ruang terbangun dan 1 Ha untuk ruang terbuka). Rusuna ini terdiri dari 6 blok (A, B, C, D, E, dan F). Blok A, B, C, dan D, berlantai 4, sedangkan blok E, dan F berlantai 5 dengan total unit hunian 560 unit. Status kepemilikan rusuna ini adalah hanya sebatas sewa saja (rusunawa). Rusuna Flamboyan disebut juga rusuna Bulak Wadon dan dibangun pada tahun Pada awalnya, lahan ini merupakan rawa yang dapat dikatakan angker sehingga warga tidak mau menempati rusuna ini. Namun, Pemda (Pemerintah Daerah) mengajak masyarakat secara persuasif untuk memilih tinggal di rusuna ini agar dapat memiliki tempat tinggal yang layak huni. Pengelola rusuna ini adalah Cabang UPT Pengelola Dinas Perumahan yang berperan menerima retribusi dan distribusi dari penghuni rusuna, serta 44

59 menampung keluhan-keluhan mengenai kerusakan-kerusakan yang ada dan kemudian melaporkannya ke pusat. Gambar 23. Kondisi Lingkungan Rusuna Flamboyan Akses menuju rusuna ini kurang baik, karena terjadi genangan air/banjir di depan pintu masuk rusuna apabila hujan turun. Fasilitas yang terdapat di rusuna ini antara lain masjid, tempat parkir, TK/Play Group, lapangan olahraga, serta sumber air berasal dari PDAM dan air tanah. Di lingkungan rusuna ini terdapat RTH/taman, berupa taman serbaguna, lapangan, dan lahan terbengkalai yang digunakan oleh penghuni rusuna untuk tempat penumpukan sampah rumah tangga. Di sekitar rusuna juga terdapat rawa dan kolam-kolam budidaya ikan oleh masyarakat. Kondisi lingkungan dan RTH/taman yang terdapat di rusuna ini terlihat kotor dan tidak terawat atau tidak tertata dengan baik. RTH/taman yang ada, saat ini digunakan untuk tempat pengumpulan sampah di lingkungan rusuna, maupun tempat pedagang berjualan. Walaupun demikian, penghuni tetap menggunakan area ini untuk bersosialisasi antar penghuni. 45

60 Gambar 24. Kondisi RTH/Taman Rusuna Flamboyan Rumah Susun Tambora Rumah susun sederhana (rusuna) Tambora dibangun oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Jalan Angke Jaya Kel. Angke Kec. Tambora, Jakarta Barat. Luas rusuna Tambora adalah ± 2 Ha yang terdiri dari 9 blok, dimana Tambora I = 2 Blok (A dan B), Tambora II = 2 Blok (C dan D), Tambora III = 3 Blok (A, B, dan C), Tambora IV = 2 Blok (A dan B) dengan total unit hunian 900 unit. Lantai dasar rusuna ini tidak digunakan sebagai unit hunian, melainkan hanya digunakan untuk unit usaha. Status kepemilikan rusuna ini terdiri dari sewa (rusunawa) yaitu Tambora I (blok A dan B), Tambora II (blok C dan D), Tambora III (blok C), dan Tambora IV (blok A dan B) dan milik (rusunami) yaitu Tambora III (blok A dan B). Lokasi rusuna ini dekat dengan kali Jembatan Besi, namun lingkungan rusuna ini bukan merupakan daerah rawan banjir. Pada awalnya, lahan ini merupakan permukiman warga yang kemudian lahannya dibebaskan oleh Dinas Perumahan untuk dibangun menjadi rumah susun sederhana (rusuna). Pengelola rusunawa adalah Cabang UPT Pengelola Dinas Perumahan yang berperan menerima uang sewa/retribusi dan distribusi dari penghuni rusuna, mengelola kebersihan dan keamanan, serta menampung 46

61 keluhan-keluhan mengenai kerusakan-kerusakan yang ada dan kemudian melaporkannya ke pusat, sedangkan rusunami dikelola oleh PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun). Gambar 25. Kondisi Lingkungan Rusuna Tambora Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu karena faktor ekonomi (harga sewa terjangkau), lokasi strategis, dan dekat dengan tempat kerja. Fasilitas yang terdapat di rusuna ini antara lain masjid, tempat parkir, lapangan olahraga, instalasi pengolahan air limbah, aula, hydrant, dan sumber air berasal dari PDAM. Di lingkungan rusuna ini terdapat RTH/taman dan ruang terbuka berupa kebun koleksi pribadi penghuni, jalur hijau, lapangan, dan lahan terbengkalai yang digunakan oleh penghuni rusuna untuk tempat penumpukan sampah rumah tangga atau gerobak jualan. Kondisi RTH/taman dan ruang terbuka yang terdapat di rusuna ini terlihat kotor dan tidak terawat atau tertata dengan baik, namun fasilitas yang ada di dalamnya masih berfungsi dengan baik. Walaupun demikian, penghuni tetap menggunakan area ini untuk bermain, berolahraga, dan bersosialisasi. 47

62 Gambar 26. Kondisi RTH/Taman Rusuna Tambora 5.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)/Taman Rumah Susun Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik bangunannya saja, tetapi keberadaan RTH di lingkungan rumah susun juga harus diperhitungkan. Dalam hal ini yang menjadi tujuan dari keberadaan RTH/taman pada lingkungan rumah susun lebih ditekankan pada terbangunnya suatu RTH/taman dalam bentuk taman-taman interaktif berupa taman lingkungan, taman bermain, dan lapangan olahraga, serta ada juga yang membutuhkan taman untuk bersantai dan bersosialisasi. Penggunaan RTH/taman oleh penghuni rumah susun yaitu sebagai tempat untuk bersosialisasi dan berekreasi, serta memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, kondisi RTH/taman rusuna (10 sampel) terlihat pada Tabel 9. Hampir keseluruhan RTH/taman memiliki konsep yang sama. RTH/taman tersebut diarahkan menjadi tempat bermain anak dan tempat bersosialisasi. Sedangkan bentuk dan komposisi RTH/taman disesuaikan dengan kebutuhan penghuni dan penggunaannya, hal ini terlihat pada Tabel

63 Tabel 9. Kondisi RTH/Taman Rusuna (10 sampel) 49

64 50

65 Tabel 10. Bentuk dan Komposisi RTH/Taman Rusuna (10 sampel) 51

66 5.3. Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Jumlah Penghuni Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, terlihat pada setiap rusuna (10 sampel) terdapat RTH/taman. RTH/taman yang ada, digunakan penghuni rusuna sebagai tempat bermain anak dan tempat bersosialisasi. Berikut ini adalah tabel kecukupan RTH/taman berdasarkan kebutuhan per jiwa : Tabel 11. Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas RTH Per Jiwa * Standar kecukupan RTH di lingkungan permukiman berdasarkan luas RTH per jiwa untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006) Dari Tabel 11. dapat terlihat bahwa 100% dari rumah susun yang diamati, luas RTH/taman tersebut mencukupi kebutuhan penghuni rusuna berdasarkan luas RTH per jiwa. Dimana nilai perbandingan antara luas RTH/taman dengan jumlah penghuni rusuna pada 10 lokasi sampel berkisar 2,0-63,5 m 2 /jiwa, ini 52

67 berarti nilai tersebut lebih dari standar kecukupan RTH di lingkungan permukiman berdasarkan luas RTH/jiwa yaitu 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006). Pada rusuna Pulo Gebang terlihat nilai perbandingan antara luas RTH/taman dengan jumlah penghuni rusuna sangat tinggi yaitu 63,5 m 2 /jiwa, hal ini disebabkan belum seluruh unit rusuna yang ada terisi oleh penghuni Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan Pembangunan rumah susun tidak hanya terbatas pada aspek fisik bangunannya saja, tetapi keberadaan ruang-ruang terbuka dan RTH/taman di lingkungan rumah susun juga harus diperhitungkan luasannya. Dimana luas RTH/taman mengacu pada Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 yaitu 30% dari luas lahan (Tabel 12). Tabel 12. Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan * Standar kecukupan RTH berdasarkan UU RI No. 26 tahun 2007 adalah 30% dari luas lahan 53

68 Berdasarkan Tabel 12. terlihat bahwa 70% dari rumah susun yang diamati, keberadaan RTH/taman di lingkungan rusuna tersebut mencukupi dengan luasan RTH/taman lebih dari 30% luas lahan yang ada. Hal ini dikarenakan pada awal pembangunan rusuna, telah direncanakan area terbangun dan area tidak terbangun yang diperuntukkan sebagai ruang terbuka dan RTH/taman, serta tidak adanya penambahan bangunan baru oleh penghuni pada area terbuka atau RTH/taman. Sedangkan 30% dari rumah susun yang diamati, keberadaan RTH/taman tidak mencukupi, dimana luas RTH/taman tersebut di bawah 30% dari luas lahan, karena adanya perubahan desain awal rusuna berupa penambahan bangunan baru pada area terbuka atau RTH/taman Evaluasi Kondisi dan Penggunaan RTH/taman Rumah Susun Bentuk RTH/taman yang ada pada setiap rusuna tidak berbeda dengan rusuna lainnya, yaitu berupa taman bermain, lapangan olahraga, kebun koleksi penghuni rusuna, dan lahan terbengkalai. Fasilitas yang ada pada RTH/taman antara lain lampu dan bangku taman, taman bermain, tempat sampah, serta hydrant. Pemeliharaan RTH/taman dilakukan oleh pihak pengelola dan penghuni rusuna. Kondisi RTH/taman tersebut ada yang terlihat terawat dan tidak. Hal ini dikarenakan pemeliharaan dan pengelolaan kurang berjalan dengan baik, maupun sikap penghuni rusuna yang kurang peduli menjaga lingkungannya. RTH/taman yang ada digunakan untuk bermain dan berekreasi, tempat berkumpul/bersosialisasi, berolahraga, serta acara-acara tertentu (17 Agustusan). Penggunaan RTH/taman yang ada di lingkungan rumah susun belum seluruhnya optimal karena tidak sesuai dengan fungsi penggunaannya. Hal ini dapat terlihat RTH/taman yang ada digunakan untuk tempat berdagang dan berjualan (pedagang kaki lima), sehingga membuat RTH/taman terkesan kotor dan tidak tertata. Selain itu, RTH berupa lahan-lahan terbengkalai dijadikan tempat penumpukan sampah yang menjadikan lingkungan rusuna terlihat kotor dan tidak indah. Walaupun demikian, RTH/taman yang ada tetap digunakan oleh penghuni rusuna sebagai tempat bermain dan bersosialisasi karena terbatasnya ruang terbuka publik yang dapat menggantikan fungsi RTH/taman tersebut. Penggunaan lahan di sekitar kawasan permukiman rumah susun ini adalah lahan perumahan mendatar (landed house). Kondisi ini berimplikasi pada terbatasnya ruang-ruang terbuka dan RTH/taman bagi masyarakat di lingkungan rumah susun. Sehingga kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian 54

69 dari lingkungan rumah susun sangat diperlukan, karena tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. Tabel 13. Evaluasi Kondisi RTH/Taman Rusuna * Evaluasi kondisi RTH/taman rusuna berdasarkan pengamatan Dari Tabel 13. terlihat kondisi RTH/taman ada yang terawat dan tidak. Hal ini berdasarkan kondisi fasilitas dan kebersihan, serta suasana RTH/taman tersebut, dimana dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan pengguna. Kondisi RTH/taman yang kurang terawat, dikarenakan pemeliharaan dan pengelolaan oleh pihak pengelola kurang berjalan dengan baik, maupun sikap kurang peduli penghuni rusuna terhadap lingkungan. Pengelolaan sampah di lingkungan rusuna dilaksanakan oleh pihak pengelola yang bekerjasama dengan Dinas Kebersihan dan peran serta penghuni rusuna. Suasana RTH/taman rusuna terasa teduh karena penggunaan tanaman pohon di dalam RTH/taman rusuna. 55

70 Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan penghuni rusuna, penggunaan RTH/taman rusuna terlihat pada Gambar 27 sampai Gambar 29. % P e n g g u n a Anak anak Remaja Dewasa Gambar 27. Pengguna RTH/Taman Rusun % P e n g g u n a Bermain Bersosialisasi Olahraga Duduk duduk Gambar 28. Kegiatan pada RTH/Taman Rusun % P e n g g u n a Pagi Siang Sore Malam Gambar 29. Waktu Pemanfaatan RTH/Taman Rusun 56

71 Dari Gambar 27. terlihat pengguna RTH/taman sebagian besar adalah anak-anak, dimana mereka membutuhkan ruang untuk bermain dan berekreasi di ruang luar (outoor). Pada Gambar 28. RTH/taman yang ada digunakan oleh penghuni rusuna untuk kegiatan bersosialisasi antar penghuni rusuna. Pada pagi hari, RTH/taman rusuna digunakan oleh orang dewasa untuk berolahraga seperti lari pagi dan senam. Namun, penghuni rusuna lebih sering menggunakan RTH/taman rusuna (Gambar 29.) pada sore hari, karena aktivitas atau pekerjaan mereka sehari-hari telah selesai dilakukan. Kegiatan yang dilakukan pada sore hari antara lain bersosialisasi, bermain, atau hanya duduk-duduk di taman Keinginan Penghuni Rumah Susun Terhadap RTH/taman Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa penghuni rumah susun menginginkan keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susunnya. Penghuni rumah susun menghendaki RTH/taman yang mudah dicapai dan dimasuki, dilengkapi dengan berbagai fasilitas rekreasi terutama tempat bermain untuk anak-anak (taman bermain) dan orang dewasa (lapangan olahraga dan jogging track), serta ditanami pohon peneduh yang lebih banyak. Fasilitas lain yang diinginkan adalah tersedianya lampu penerangan, selain untuk penggunaan malam hari juga untuk aspek keamanan, air bersih, dan tempat sampah, sedangkan utilitas yang diinginkan adalah saluran drainase. Kebutuhan penghuni rumah susun akan RTH/taman pada umumnya adalah dalam bentuk RTH/taman yang dapat berfungsi sosial yaitu tempat untuk berinteraksi dengan penghuni rumah susun lainnya secara santai dan berfungsi fisik yaitu untuk kegiatan olahraga dan untuk kenyamanan. Ruang-ruang yang dibutuhkan dalam hal ini adalah RTH/taman dalam bentuk lapangan olahraga, taman bermain dan ada juga yang membutuhkan taman untuk bersantai dan bersosialisasi. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya ruang-ruang gerak pada bangunan rumah susun yang berbentuk vertikal serta masih terbatasnya keberadaan lahan terbuka yang bersifat publik untuk bersantai dan berinteraksi antar penghuni rumah susun. Sehingga kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun sangat diperlukan, karena tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. 57

72 BAB VI KONSEP 6.1. Konsep Dasar RTH/Taman Rumah Susun Keberadaan RTH/taman memiliki fungsi sosial yang tinggi, dimana digunakan untuk tempat bersantai dan memanfaatkan waktu luang, seperti untuk berjalan-jalan, bermain, olahraga, bersepeda, melihat-lihat, duduk-duduk, dan sebagainya. RTH/taman yang berfungsi dengan baik akan menciptakan suatu hubungan langsung di antara ruang dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. RTH/taman rumah susun perlu mempunyai konsep dasar yang mengakomodasi beberapa fungsi, yaitu : 1) Meningkatkan kualitas lingkungan melalui kenyamanan, kesegaran, dan keindahan yang berasal dari tatanan elemen-elemen ruang pembentuk RTH/taman (soft material dan hard material). 2) Memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door) bagi penghuni rumah susun, melalui ruang-ruang rekreatif, santai, penyaluran hobi, dan edukatif pada taman-taman tersebut. 3) Menyediakan ruang sosialisasi dan kebersamaan, melalui rancangan ruang-ruang interaksi sosial, sehingga dapat menciptakan rasa toleransi, kebersamaan, kerukunan, kepedulian sosial antar penghuni rumah susun, dan rasa memiliki, serta menjamin kelestarian, kebersihan, dan penggunaannya, melalui pemeliharaan dan pengelolaan RTH/taman Peningkatan Kualitas RTH/Taman Rumah Susun Untuk peningkatan kualitas RTH/taman rusuna, konsep dasar RTH/taman rumah susun tersebut dikembangkan secara teknis mencakup acuan luas minimal, jenis ruang, fasilitas, tata hijau dan jenis tanaman, serta pengelolaannya. 1) Luas Minimal Dalam pembangunan rumah susun, harus diperhitungkan luas lahan terbangun dan terbuka (RTH/taman). Luas RTH/taman rumah susun idealnya mengikuti standar kecukupan RTH di lingkungan permukiman berdasarkan luas RTH per jiwa yaitu 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006). Sedangkan, luas 58

73 RTH berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu 30% dari luas area. Dengan acuan ini, diharapkan RTH/taman dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan penghuni rusun. Konsep/desain taman harus menarik, sederhana, serta menjamin keamanan dan kenyamanan. 2) Jenis Ruang Jenis ruang yang disediakan harus disesuaikan dengan karakter penghuni rumah susun. Idealnya tersedia ruang aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan penghuni, baik anak-anak maupun dewasa secara umum. Jenis ruang tersebut (Gambar 30) dapat dibagi menjadi ruang aktif, ruang pasif, dan ruang serbaguna. Bangunan Rusuna Ruang Aktif Ruang Serbaguna Ruang Pasif Masjid Area Parkir Pintu Utama Gambar 30. Pola Pembagian Ruang a. Ruang aktif digunakan penghuni rumah susun sebagai tempat rekreasi ruang luar (out door) yang berupa taman bermain (children play ground) dan lapangan olahraga (Gambar 31). Jenis-jenis kegiatan yang dapat masuk dalam ruang ini yaitu bermain, dan olahraga. Fasilitas yang ada di ruang ini antara lain taman bermain anak-anak, gazebo, lapangan olahraga, bangku taman, lampu taman, dan tempat sampah. 59

74 Gambar 31. Bentuk ruang aktif RTH/taman rusun b. Ruang pasif digunakan penghuni rumah susun sebagai tempat untuk sosialisasi, istirahat dan santai (Gambar 32). Jenis-jenis kegiatan yang dapat masuk dalam ruang ini yaitu bersosialisasi, membaca, istirahat, dan duduk-duduk. Fasilitas yang ada di ruang ini antara lain gazebo, bangku taman, lampu taman, dan tempat sampah. Gambar 32. Bentuk ruang pasif RTH/taman rusun 60

75 c. Ruang umum/serbaguna digunakan penghuni rumah susun untuk kegiatan bersama (Gambar 33). Jenis-jenis kegiatan dalam ruang ini antara lain acara 17 Agustus-an, upacara, maupun resepsi pernikahan. Gambar 33. Bentuk ruang umum/serbaguna rusun 3) Fasilitas Pendukung RTH/Taman Rumah Susun Sarana atau fasilitas pada RTH/taman dibuat untuk mengakomodasikan berbagai aktivitas penghuni rumah susun yang berlangsung pada setiap jenis ruangnya (ruang bermain, ruang olahraga, dan ruang santai) sesuai dengan fungsinya (interaksi sosial aktif, interaksi sosial pasif, kenyamanan lingkungan, dan sebagainya). Utilitas yang tersedia antara lain sumber air dan sarana penyiraman, jaringan listrik, serta drainase. Desain fasilitas menggunakan bentuk yang sederhana tetapi tetap menarik, kuat dan tahan lama untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengelolaannya. Penyediaan fasilitas (Gambar 34.) pada setiap RTH/taman disesuaikan dengan konsep ruang yang direncanakan. 61

76 Gambar 34. Fasilitas pendukung RTH/taman rusun 4) Tata Hijau dan Jenis Tanaman Tata hijau yang dikembangkan adalah untuk memenuhi fungsinya pada ruang-ruang yang ada, yang terdiri dari :. a) Tata hijau untuk peneduh dikembangkan pada ruang aktif (taman bermain/children play ground dan lapangan olahraga), yang ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan. Tanaman yang digunakan adalah pohon yang memiliki karakteristik berupa tajuk lebar dan berbentuk bulat, berfungsi sebagai peneduh. b) Tata hijau pembatas ditujukan untuk pembatas ruang aktif dan ruang pasif, serta menghalangi pandangan yang kurang bagus. Tanaman yang digunakan adalah tanaman semak yang ditanam secara masal dan pohon yang bertajuk kolumnar. c) Tata hijau estetis bertujuan untuk memberikan nilai estetika dan meningkatkan kualitas lingkungan. Tanaman yang digunakan adalah tanaman dengan bunga yang indah, memiliki daun yang khas, dan disajikan secara masal. d) Tata hijau yang berfungsi meningkatkan kualitas ekologis yaitu menurunkan suhu, pengundang satwa (burung), penjerap polutan, 62

77 menahan air, dan mengurangi erosi. Tata hijau ini dapat dikembangkan dengan penanaman pohon dan tanaman yang beragam serta berkesinambungan menghubungkan ruang-ruang terbuka yang ada. Pengembangan roof garden dan tanaman pot (planter box) pada balkon rumah susun, juga dapat berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan estetika, serta dapat menjadi sarana penyaluran hobi penghuni rumah susun dalam membuat taman pada area yang terbatas. e) Tata hijau produktif ditujukan untuk memenuhi kebutuhan penghuni rumah susun, maupun memberikan nilai ekonomi (untuk dijual) yaitu tanaman hias, tanaman buah, tanaman herbal, maupun tanaman sayur. Tanaman yang dikembangkan adalah tanaman dengan bunga yang indah, memiliki daun yang khas, menghasilkan buah, dapat digunakan sebagai herbal alami, serta dapat dikonsumsi. RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyeleksi jenis-jenis yang akan ditanam. Jenis tanaman yang digunakan sebaiknya memiliki fungsi dan kriteria sebagai berikut : a. Dapat meningkatkan kualitas lingkungan ekologis. b. Memiliki nilai estetika (menciptakan estetika). c. Memiliki fungsi fisik sebagai peneduh, pembatas, screen, dan alas (ground cover). d. Memiliki nilai ekonomi (produktif). 5) Pengelolaan RTH/Taman Rumah Susun Dalam merencanakan RTH/taman juga harus memperhatikan sistem manajemen atau pengelolaan terhadap keberadaan dan penggunaan RTH/taman tersebut, dimana RTH/taman yang dibuat tidak akan bertahan lama jika tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan RTH/taman merupakan kegiatan melaksanakan dan memelihara fungsi dan bentuk serta konsep awal yang direncanakan pada RTH/taman 63

78 tersebut. Dalam kegiatan pemeliharaan RTH/taman ini, selain dilaksanakan oleh pengelola rumah susun (PPRS, Dinas Perumahan, dan Perumnas), sebaiknya juga melibatkan partisipasi penghuni melalui kegiatan gotong royong secara terjadwal dan kontinu. Hal ini dapat meningkatkan kebersamaan, intensitas bertemu, dan komunikasi para penghuni rumah susun. 64

79 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari 10 lokasi rusuna di wilayah DKI Jakarta yang diamati, semuanya terdapat RTH/taman. Bentuk dan konsep RTH/taman yang ada pada setiap rusuna hampir sama dengan rusuna lainnya, yaitu berupa taman bermain, lapangan olahraga, kebun koleksi penghuni rusuna, dan lahan terbengkalai. Keberadaan RTH/taman pada masing-masing sampel rusuna memiliki luas, proporsi, dan kecukupan yang sudah mencukupi berdasarkan luas RTH per jiwa, dimana 100% dari rusuna (10 lokasi sampel) yang diamati memiliki luas RTH yang sudah mencukupi kebutuhan per jiwa. Nilai luas RTH per jiwa pada 10 lokasi sampel ini berkisar antara 2,0-63,5 m 2 /jiwa, ini berarti nilai tersebut lebih dari standar kecukupan RTH di lingkungan permukiman berdasarkan luas RTH/jiwa yaitu 1,5 m 2 /jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006). Pada rusuna Pulo Gebang terlihat nilai perbandingan antara luas RTH/taman dengan jumlah penghuni rusuna sangat tinggi yaitu 63,5 m 2 /jiwa, hal ini disebabkan belum seluruh unit rusuna yang ada terisi oleh penghuni. Namun berdasarkan ketentuan UU RI No. 26 Tahun 2007, luas RTH harus 30% dari luas lahan, maka luas RTH pada 7 lokasi sampel (70%) dari rumah susun yang diamati, telah memenuhi/mencukupi. Hal ini dikarenakan pada awal pembangunan rusuna, telah direncanakan area terbangun dan area tidak terbangun yang diperuntukkan sebagai ruang terbuka dan RTH/taman, serta tidak adanya penambahan bangunan baru oleh penghuni rusuna pada area terbuka atau RTH/taman. Sedangkan 3 lokasi sampel (30%) dari rumah susun yang diamati, keberadaan RTH/taman tidak mencukupi, dimana luas RTH/taman tersebut di bawah 30% dari luas lahan, karena adanya perubahan desain awal rusuna berupa penambahan bangunan baru pada area terbuka atau RTH/taman. Kondisi RTH/taman tersebut berbeda-beda, dimana ada yang terawat dan tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan dan pemeliharaan dari pengelola yang tidak terlaksana dengan baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rusuna dalam menjaga dan memelihara lingkungan rusunanya. Pemeliharaan RTH/taman dilakukan oleh pihak pengelola dan penghuni rusuna. Fasilitas yang ada pada RTH/taman antara lain lampu dan bangku taman, taman bermain, tempat sampah, serta hydrant. RTH/taman digunakan oleh penghuni 65

80 rusuna untuk bermain dan berekreasi, tempat berkumpul/bersosialisasi, berolahraga, serta acara-acara tertentu (17 Agustus-an). Penggunaan RTH/taman yang ada di lingkungan rumah susun belum seluruhnya optimal karena tidak sesuai fungsi penggunaannya. Hal ini dapat terlihat RTH/taman yang ada digunakan untuk tempat berdagang dan berjualan (pedagang kaki lima), sehingga membuat RTH/taman terkesan kotor dan tidak tertata. Penggunaan lahan di sekitar kawasan permukiman rumah susun ini adalah lahan perumahan mendatar (landed house). Kondisi ini berimplikasi pada terbatasnya ruang-ruang terbuka dan RTH/taman bagi masyarakat di lingkungan rumah susun. Sehingga kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun sangat diperlukan, karena tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. Penghuni rusuna menginginkan keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susunnya, dimana RTH/taman tersebut mudah dicapai dan dimasuki yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas rekreasi terutama taman bermain anakanak, dan untuk orang dewasa menginginkan adanya lapangan olahraga (jogging track), serta ditanami pohon peneduh lebih banyak. Konsep dasar RTH/taman rumah susun yang diusulkan adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan, memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door), dan menyediakan ruang sosialisasi bagi penghuni. Untuk peningkatan kualitas RTH/taman rusuna, diusulkan luas minimal RTH/taman rusuna adalah 1,5 m 2 /jiwa dan 30% dari luas lahan, jenis ruang memenuhi kebutuhan aktivitas penghuni, fasilitas disesuaikan dengan ruang aktivitas dengan desain sederhana dan mudah dipelihara, tata hijau dan jenis tanaman memenuhi fungsi pada ruang-ruang yang ada dan mudah dipelihara, serta pengelolaan/pemeliharaan melibatkan partisipasi penghuni rumah susun Saran 1. Perlu penegakan peraturan bagi pengembang rumah susun untuk menyediakan fasilitas RTH/taman minimal 30% dari luas area, dengan kualitas yang memadai. 2. Perlu pendekatan pengelola kepada penghuni rumah susun untuk bersama-sama menjaga dan memelihara RTH/taman rumah susun. 66

81 3. Perlu peran Pemerintah (Dinas Pertamanan) untuk memberikan bimbingan perancangan, pembangunan, dan pemeliharaan RTH/taman rumah susun. 4. RTH/taman yang ada di tengah-tengah dan antarrusun dilengkapi pompapompa hydrant untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau atau menghadapi si jago merah. 67

82 DAFTAR PUSTAKA Branch, M. C Perencanaan Kota Komprehensif : Pengantar dan Penjelasan (terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Carpenter, P.L.T.D. Walker dan F.O. Lanphear Plants in The Landscape. W.H. Freemen and Company. San Fransisco. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta. Dinas Pertamanan DKI Jakarta Perencanaan Tata Hijau untuk Penanggulangan Polusi Udara. Pemda DKI Jakarta. Dinas Pertamanan DKI Jakarta Studi Evaluasi Dampak Dan Manfaat Pembangunan Taman Interaktif Di Permukiman Padat. Pemda Jakarta. Dinas Pertamanan DKI Jakarta Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Lingkungan Permukiman Padat DKI Jakarta. Pemda DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Laurie, M Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan (terjemahan). Intermedia. Bandung. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Rencana Strategis Daerah Provinsi DKI Jakarta Bab XII. Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan. Jakarta. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta. Permendagri No Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Rahman, Z Proses Berpikir Lengkap Merencana dan Melaksana dalam Arsitektur Lanskap. Makalah Diskusi. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Simonds, J.O Landscape Architecture. McGraw-Hill Book Co.New York. 68

83 LAMPIRAN 69

84 Lampiran 1. Kuesioner Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Sederhana Provinsi DKI Jakarta Oleh : Diana Siskayati (Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) Dalam rangka penulisan skripsi untuk tugas akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan S1 di IPB, saat ini saya sedang melaksanakan penelitian yang berjudul Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta. Melalui kuesioner ini, saya ingin mengetahui persepsi masyarakat terhadap lingkungan rumah susun sederhana dan keberadaan serta penggunaan ruang terbuka hijau di lingkungan rumah susun sederhana Provinsi DKI Jakarta. Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan informasi yang sangat membantu untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara, saya ucapkan terima kasih. A. Identitas Responden 1. Jenis Kelamin : 2. Umur : 3. Pendidikan terakhir : a. SD c. SMA e. Perguruan Tinggi b. SMP d. Akademi f. Lainnya (sebutkan) 4. Pekerjaan : a. Pelajar e. Polisi/TNI b. Mahasiswa f. Pensiunan c. Swasta g. Ibu rumah tangga d. Wiraswasta h. Lainnya (sebutkan) Tinggal di rusun lantai : 6. Lama tinggal di rusun : 7. Alasan tinggal di rusun : 70

85 B. Persepsi dan keinginan masyarakat terhadap lingkungan rumah susun Kondisi Rumah Susun 1. Apakah Anda merupakan penduduk asli DKI Jakarta? a. Ya b. Tidak (sebutkan) Sudah berapa lama Anda menetap di kota Jakarta? a. < 1 tahun b. 1-5 tahun c. > 5 tahun 3. Mengapa Anda memilih untuk tinggal di rumah susun ini? * a. Faktor ekonomi d. Fasilitas memadai b. Lokasi strategis e. Lainnya (sebutkan).. c. Dekat dengan tempat kerja. 4. Anggapan Anda tentang lingkungan rumah susun ini? a. Baik b. Kurang baik c. Buruk 4.1. Jika kurang baik/buruk, bagaimana harapan Anda?.. 5. Anggapan Anda tentang kualitas visual rumah susun ini? a. Baik b. Kurang baik c. Buruk 5.1. Jika kurang baik/buruk, bagaimana harapan Anda? Anggapan Anda tentang fasilitas umum rumah susun ini? b. Baik b. Kurang baik c. Buruk 6.1. Jika kurang baik/buruk, bagaimana harapan Anda? Apakah di lingkungan rumah susun ini terdapat RTH/taman? a. Ada b. Tidak Ada 7.1. Jika ada, siapa yang menggunakan RTH/taman tersebut? * a. Anak-anak c. Dewasa b. Remaja d. Lainnya (sebutkan)... Aksesibilitas dan Keterhubungan (Access & Linkage) 8. Apakah RTH/taman tersebut mudah dicapai dan dimasuki? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 9. Apakah keberadaan RTH/taman tersebut menciptakan hubungan baik dengan bangunan di sekitarnya? a. Ya (alasannya). 71

86 b. Tidak (alasannya) 10. Apakah RTH/taman tersebut tertutupi/dikelilingi oleh dinding/bangunan? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 11. Apakah penghuni rumah susun memanfaatkan RTH/taman tersebut? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 12. Apakah ada jalur pedestrian/pejalan kaki ke dan dari RTH/taman tersebut menuju kawasan sekitarnya? a. Ya b. Tidak 13. Apakah prasarana (jalan dan jalan setapak) RTH/taman tersebut dalam kondisi baik? a. Ya b. Tidak Penggunaan dan Aktivitas (Uses & Activities) 14. Apakah keberadaan RTH/taman tersebut sudah memadai dan sesuai dengan penggunaannya? a. Sudah (alasannya)... b. Belum (alasannya).. c. Lainnya Apakah RTH/taman tersebut dapat digunakan oleh semua umur? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 16. Aktivitas apa yang biasanya Anda lakukan? * a. Olah raga d. Duduk-duduk bersantai b. Rekreasi e. Lainnya (sebutkan)... c. Membaca buku/novel. 17. Pada bagian mana dalam RTH/taman tersebut, Anda paling sering mengunjungi dan memanfaatkannya (beraktivitas)? a. Area bermain d. Bawah pohon b. Lapangan e. Lainnya (sebutkan)... c. Plaza. 18. Intensitas Anda mengunjungi RTH/taman tersebut? a. 3-5 kali/minggu c. 1 kali/bulan b. 1 kali/minggu d. Lainnya (sebutkan)... 72

87 19. Kapan Anda biasanya mengunjungi RTH/taman tersebut?* a. Pagi c. Sore b. Siang d. Lainnya (sebutkan) Apakah ada pengelola RTH/taman tersebut? a. Ada (sebutkan). b. Tidak (sebutkan).. Kenyamanan dan Citra (Comfort & Image) 21. Bagaimana situasi dan kondisi RTH/taman tersebut? a. Nyaman (alasannya)... b. Kurang nyaman (alasannya)... c. Tidak nyaman (alasannya) d. Lainnya (sebutkan) Bagaimana tanggapan/pandangan Anda terhadap RTH/taman tersebut? a. Baik b. Kurang baik c. Buruk Jika kurang baik/buruk, bagaimana harapan Anda? Fasilitas apa saja yang terdapat di RTH/taman tersebut?* a. Bangku taman d. Lampu taman b. Gazebo/Shelter e. Lainnya (sebutkan)... c. Taman bermain. 24. Bagaimana kondisi fasilitas yang ada di RTH/taman tersebut? a. Baik b. Kurang baik c. Buruk Jika kurang baik/buruk, bagaimana harapan saudara? Apakah RTH/taman tersebut terlihat bersih? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 26. Apakah terdapat tempat sampah pada RTH/taman tersebut? a. Ya b. Tidak 27. Apakah RTH/taman tersebut aman? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 28. Fasilitas yang diinginkan pada RTH/taman tersebut? * a. Bangku taman d. Lampu taman 73

88 b. Gazebo/Shelter e. Lainnya (sebutkan)... c. Taman bermain. Sosiabilitas/Keramahan (Sociability) 29. Apakah pengguna/pengunjung RTH/taman tersebut saling menyapa/menegur/berbicara satu sama lain? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 30. Apakah pengguna/pengunjung RTH/taman tersebut saling mengenal dengan melihat wajah satu sama lain? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 31. Bagaimana perasaan Anda berada di RTH/taman tersebut? a. Senang (alasannya) b. Biasa saja (alasannya) c. Tidak senang (alasannya) Bagaimanakah menjaga kebersihan RTH/taman tersebut? a. Kerja bakti secara berkala b. Dibersihkan oleh Dinas Kebersihan/pengelola c. Lainnya (sebutkan) Apakah sering dilakukan kerja bakti di lingkungan rusun tersebut? a. Ya (alasannya). b. Tidak (alasannya) 34. Harapan Anda terhadap keberadaan dan penggunaan RTH/taman tersebut? Keterangan *) Jawaban boleh lebih dari satu...terima Kasih... 74

89 Lampiran 2. Karakteristik Responden Tabel 14. Karakteristik Responden 75

90 Lampiran 3. Pendapat Responden Tentang RTH/Taman Rusuna Tabel 15. Pendapat Responden Tentang RTH/Taman Rusuna 76

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Untuk menyediakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori RUSUN (rumah susun) merupakan model yang tepat dengan filosofi dasar untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyediaan fasilitas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 33 IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Peta Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Jakarta Timur Kecamatan Ciracas dan Jatinegara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang memiliki perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat diberbagai bidang dan sektor. Melihat pertumbuhan Kota Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP DAN PEMELIHARAAN TAMAN MENTENG JAKARTA PUSAT PADA DINAS PERTAMANAN PROVINSI DKI JAKARTA. Oleh : Mustika Retno Arsyanur A

PENGELOLAAN LANSKAP DAN PEMELIHARAAN TAMAN MENTENG JAKARTA PUSAT PADA DINAS PERTAMANAN PROVINSI DKI JAKARTA. Oleh : Mustika Retno Arsyanur A PENGELOLAAN LANSKAP DAN PEMELIHARAAN TAMAN MENTENG JAKARTA PUSAT PADA DINAS PERTAMANAN PROVINSI DKI JAKARTA Oleh : Mustika Retno Arsyanur A34204025 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta merupakan kota besar dengan magnet penyerapan penduduk tertinggi di Indonesia. Dengan jumlah penduduk 12.000.000 jiwa penduduknya tersebar di 5 kota Administrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN RUSUNAWA dan RUSUNAMI di DKI JAKARTA

PEMBANGUNAN RUSUNAWA dan RUSUNAMI di DKI JAKARTA PEMBANGUNAN RUSUNAWA dan RUSUNAMI di DKI JAKARTA Potret Kota Jakarta Luas Wilayah : 661,52 Km 2 Jumlah Penduduk : 8.725.496 jiwa (th. 2005) Kepadatan rata-rata : 133 jiwa/ha Estimasi laju urbanisasi 250.000

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang bertempat tinggal dan bekerja di dalam kota maupun yang berasal dari daerah pinggiran seperti,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG MATA KULIAH ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN UNTUK UJIAN VERIFIKASI HASIL KONVERSI KURIKULUM DOSEN : Ir. NuzuliarRachmah, MT DISUSUN OLEH : MARIA MAGDALENA SARI A. 052. 09. 045

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,

Lebih terperinci

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang: 1. bahwa untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA Oleh: PUTERA RAMADHON A34204046 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LANSKAP KOTA TAMAN KEBAYORAN BARU SEBAGAI IDENTITAS KOTAMADYA JAKARTA SELATAN

IDENTIFIKASI LANSKAP KOTA TAMAN KEBAYORAN BARU SEBAGAI IDENTITAS KOTAMADYA JAKARTA SELATAN IDENTIFIKASI LANSKAP KOTA TAMAN KEBAYORAN BARU SEBAGAI IDENTITAS KOTAMADYA JAKARTA SELATAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI

BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI 47 BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang pembangunan, sistem pengelolaan serta gambaran sosial-ekonomi penghuni rumah susun yang distudi. 3.1. Rumah Susun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA BEKASI Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari 5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP DI KAWASAN PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR, JAWA BARAT SARI INDAH OKTAVIARNI A

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP DI KAWASAN PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR, JAWA BARAT SARI INDAH OKTAVIARNI A PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP DI KAWASAN PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR, JAWA BARAT SARI INDAH OKTAVIARNI A34204018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TATA RUANG, TATA BANGUNAN, DAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci