KEDUDUKAN HUKUM RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT SETELAH BERLAKUNYA UU NO 20 TAHUN ( Studi Di Selagalas Kecamatan Sandubaya Mataram)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEDUDUKAN HUKUM RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT SETELAH BERLAKUNYA UU NO 20 TAHUN 2011. ( Studi Di Selagalas Kecamatan Sandubaya Mataram)"

Transkripsi

1 1 KEDUDUKAN HUKUM RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT SETELAH BERLAKUNYA UU NO 20 TAHUN 2011 ( Studi Di Selagalas Kecamatan Sandubaya Mataram) Oleh: DANIEL SAKKE D1A Menyetujui, Pembimbing Pertama Salim HS. SH,MS. NIP

2 2 JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT SETELAH BERLAKUNYA UU NO 20 TAHUN 2011 ( Studi Di Selagalas Kecamatan Sandubaya Mataram) Oleh : DANIEL SAKKE D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2013

3 3 KEDUDUKAN HUKUM RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT SETELAH BERLAKUNYA UU NO 20 TAHUN 2011 ( Studi Di Selagalas Kecamatan Sandubaya Mataram) DANIEL SAKKE D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hukum rumah susun dan hambatanhambatannya setelah berlakunya UU NO 20 TAHUN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Normatif Empiris. Hasil penelitian adalah status rumah susun sebagai objek jaminan kredit di bank, diperbolehkannya SKBG (setifikat kepemilikan bangunan gedung) satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Namun, hambatan yang terjadi adalah tidak diperbolehkannya SKBG (setifikat kepemilikan bangunan gedung) sebagai jaminan untuk melakukan pinjaman kredit di bank tanpa adanya surat rekomendasi dari pihak pengelola Rusunawa tersebut. Kesimpulan dan saran penelitian ini perlu adanya penyesuaian kepada pihak pengelola sebagai pelaksana Rusunawa Selagalas, dalam setiap mengambil keputusan dengan selalu mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mengenai Rumah Susun. Kata kunci : Rumah Susun Sebagai Jaminan Kredit LEGAL STANDING FLAT HOME LOAN GUARANTEES AS OBJECT AFTER ENTRY Act No. 20 OF 2011 (Studies In Selagalas Sandubaya Mataram District) This study aims to determine the legal status of flats and constraints upon the enactment of Law No. 20 of This research uses Normative Empirical research. Results of the study is the status of the apartment as collateral object credit in the bank, the permissibility SKBG (the building ownership certificates) apartment units can be used as security for the debt burdened with the fiduciary in accordance with the provisions of the legislation. However, the bottleneck is not the permissibility SKBG (the building ownership certificates) as collateral to bank loans in the absence of a letter of recommendation from the manager of the Rusunawa. Conclusions and suggestions of this study need to be an adjustment to the manager as executor Rusunawa Selagalas, in any decision-making by always referring to Law No. 20 Year 2011 on the Flats. Keywords: Flats For Credit Guarantee

4 4

5 5

6 i I.PENDAHULUAN Konsep pembangunan Rumah Susun ini lahir untuk menjawab keterbatasan tanah yang tersedia, dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas penggunaan tanah, mengingat kurang memungkinkan untuk membangun perumahan secara mendatar/horizontal. Dalam menunjang hal tersebut, pihak lembaga perbankan sangat diperlukan dikarenakan lembaga perbankan yakni sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara. Lembaga ini dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of found) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of found). Oleh karena itu, perbankan akan bergerak dalam kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, dan bank juga melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Jenis rumah susun di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu, rumah susun, apartemen dan condominium. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satu satuanyang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuktempat hunian, dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Apartemen adalah kepemilikan bersama, bangunan yang terdiri dari beberapa unit untuk tempat tinggal. Biasanya dikonsumsi oleh masyarakat konsumen menengah ke atas. Sedangkan condominium adalah milik bersama, daerah yang dikuasai bersama-sama, gedung bertingkat Untuk mencapai kemanfaatan yang maksimal dari kegiatan perbankan maka terbentuk suatu sistem perbankan yang berlaku secara umum dan integral, yaitu sifat serta fungsi

7 ii pokok dari kegiatan yang hampir sama. Dengan kata lain, terhadap keterkaitan kehidupan dan kegiatan bank secara global yang melewati batas-batas Negara, sehingga tidak terbatas dalam suatu lingkup wilayan yang tidak tertentu, tetapi secara luas meliputi kehidupan perekonomian dunia. Indonesia memilliki kekhasan karakteristik corak perbankan yang sedikit berbeda dengan corak perbankan yang lazim di Negara lain, tetapi secara umum corak perbankan Indonesia tetap sama dengan yang berlaku menyeluruh di belahan dunia manapun. Kekhasan ini dipengaruhi oleh ideology pancasila dan tujuan Negara yang tercantum dalam undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun Pembangunan Rumah Susun diarahkan untuk mempertahankan kesatuan komunitas kampung asalnya. Pembangunannya diprioritaskan pada lokasi di atas bekas kampung kumuh dan sasaran utamanya adalah penghuni kampung kumuh itu sendiri yang mayoritas penduduknya berpenghasilan rendah. Mereka diprioritaskan untuk dapat membeli atau menyewa Rumah Susun tersebut secara kredit atau angsuran ringan (Peraturan Pemerintah RI No. 4/1988). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hambatan utama di dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit, ketika terjadi wanprestasi dari pihak debitur. Sedangkan masalah yang di timbulkan di dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit selama ini belum pernah terjadi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah wanprepasi pihak debitur kepada pihak kreditur sebagai berikut :1.Usaha debitur mengalami kegagalan;2.kredit yang disalurkan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya (tidak sesuai dengan tujuan pengajuan kredit) oleh debitur.3.debitur tidak beritikad baik untuk memenuhi kewajibannya;4.keadaan perekonomian secara nasional yang juga membawa pengaruh terhadap kondisi keuangan debitur. 5.Hal-hal lain yang diluar prediksi.

8 iii Masalah yang muncul dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit biasanya muncul ketika menggunakan jaminan fidusia. Dengan jaminan yang di dalam kondisi tersebut upaya eksekusi merupakan upaya yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kredit yang telah disalurkan agar tidak menjadi Non Performance Loans (NPL) bagi pihak bank. Upaya eksekusi merupakan upaya terakhir yang ditempuh setelah upaya restrukturisasi dan upaya pendekatan secara musyawarah mufakat gagal dilakukan. Namun dalam prakteknya terdapat beberapa kendala dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia, yaitu:1.sita eksekusi tidak dapat diletakkan pada Objek jaminan fidusia Meskipun Pasal 23 ayat (2) Undang -Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menentukan bahwa pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan objek jaminan fidusia kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari penerima-fidusia. Namun dalam prakteknya timbul suatu permasalahan, dalam hal pemegang jaminan fidusia mohon sita eksekusi terhadap objek fidusia ternyata objek jaminan fidusia tersebut telah dibeli oleh pihak ketiga secara beritikad baik, pihak ketiga tersebut berdasarkan Pasal 1977 KUHPerdata dapat percaya bahwa barang bergerak orang yang menguasai ( membezit) barang tersebut adalah pemiliknya ( bezit geldt als volkomen title).2.merupakan suatu kendala bagi bank selaku kreditor pemegang fidusia dalam hal akan menjual objek jaminan fidusia melalui mekanisme menjual atas kekuasaan sendiri dengan mohon bantuan Kantor Lelang/Balai Lelang untuk menjual objek jaminan fidusia sesuai dengan bunyi Pasal 15 ayat (3) Undang- Undang Jaminan Fidusia, akan tetapi barang yang menjadi objek jaminan fidusia tidak diketemukan atau dikuasai oleh orang lain, dalam hal ini tentunya Kantor Lelang/Balai Lelang tidak dapat melakukan penjualan lelang objek

9 iv fidusia tersebut.3.objek Jaminan Fidusia Hilang. Apabila kita cermati lebih lanjut ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang mengatakan sebagai berikut : Sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum pasti.4.objek jaminan telah beralih/dijual kepada pihak ketiga lainnya.5.objek jaminan sudah tidak ada/hilang.6.objek jaminan telah berubah bentuk.7.objek jaminan tagihan yang hanya merupakan daftar/surat pernyataan pemberian fidusia yang tidak terinformasikan dasardasar penerbitannya tidak dapat dilakukan eksekusinya. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan pada khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian ilmu hukum dan khususnya yang membicarakan tentang kedudukan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit, 2) Manfaat Praktis : Dari hasil penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan informasi bagi semua pihak baik pada tataran akademis maupun pada masyarakat pada umumnya tentang kedudukan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit setelah berlakunya UU No 20 tahun 2011 dan dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam penulisan karya ilmiah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Normatif dan Empiris, sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam,yaitu : 1) Data Kepustakaan yang terdiri dari data hukum primer, sekunder dan tersier; 2) Data Lapangan. Penelitian ini menggunakan tekhnik pengumpulan data dari Studi Dokumentasi dan Data Lapangan. Analisis Data dalam penelitian ini adalah analisis Dekriptif dengan penafsiran data secara Deduktif menggunakan teori yang terbatas.

10 v I. PEMBAHASAN Kedudukan Hukum Rumah Susun Sebagai Obek Jaminan Kredit Di Bank Rumah susun Selagalas merupakan satuan rumah susun yang dibangun oleh pemerintah Kota Mataram, yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pembangunan rumah susun Selagalas dikategorikan sebagai rumah susun umum. Hal ini Berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun pada pasal 1 ayat 7 : Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 1 Disamping pembangunan rumah susun yang ditujukan kepada masyarakar berpenghasilan rendah (MBR), sekaligus sebagai upaya pemerintah kota Mataram dalam mengantisipi terjadinya kepadatan penduduk di wilayah kota Mataram. Rumah susun Selagalas merupakan salah satu program pemerintah kota Mataram, sebagai bentuk bantuan kepada masyarakat kota Mataram yang memilliki rumah tidak layak huni atau sama sekali tidak memiliki rumah. 2 Meningkatnya tingkat urbanisai di wilayah kota Mataram, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan penduduk kota Mataram, sekaligus meningkatnya tingkat persaingan perekonomian di tengah-tengah masyarakat kota Mataram. Kesadaran tersebut, menjadi salah satu acuan bagi pemerintah kota Mataram untuk pentingnya dibangun rumah susun Selagalas. Bagi penghuni Rumah Susun yang ingin menjadikan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit di bank, dalam hal ini pihak Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rusunawa Selagalas mengacu kepada UU Rumah Susun Nomor 20 tahun Namun, sementara ini 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun 2 Wawancara dengan Ketua UPTD Rusunawa Selagalas pada tanggal 12 Maret 2013

11 vi pihak UPTD Rusunawa Selagalas belum berani mengambil kebijakan, apabila ada penghuni Rumah Susun yang ingin menjadikan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit di bank. Berhubung baru-baru diresmikan yakni pada tahun Karena pada saat ini, kita masih memfokuskan kepada pengelolaan Rumah Susun secara optimal. 3 Mengenai kedudukan hukum Rumah Susun yang dijadikan sebagai objek jaminan kredit di bank. Hal ini telah dijelaskan di dalam undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun pada bab VI Pasal 47 butir 5 berbunyi : SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan.adapun SHM (sertifikat hak milik) sarusun meliputi tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai diatas tanah negara, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan diterbitkan SHM sarusun, sesuai dengan Pasal 47 butir 1. Kebutuhan akan jaminan fidusia, di mana benda yang dijaminkan masih dibutuhkan untuk mengembangkan dan melanjutkan usahanya. Maka untuk itu dibentuk Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 bahwa Fidusia adalah : pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 4 Selanjutnya berdasarkan Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT yang mengatur mengenai obyek Hak Tanggungan yaitu : 1) Hak Milik; adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, dan tidak 3 Wawancara dengan Ketua UPTD Rusunawa Selagalas pada tanggal 12 Maret Undang-undang nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

12 vii mengganggu hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan Undang-Undang, dan dengan pembayaran ganti rugi, 2) Hak Guna Usaha; adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan, 3) Hak Guna Bangunan; adalah hak mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, 4) Hak Pakai, baik hak atas tanah negara. 5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada. Sertifikat hak milik diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota, sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 47 ayat 4. Bagi pemiliki Rumah Susun dengan cara sewa yang dibuktikan dengan SKBG, maka berdasarkan Pasal 48 ayat 1 dan 2 berbunyi; 1) Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan SKBG sarusun, 2) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri a tas: a) Salinan buku bangunan gedung; b) Salinan surat perjanjian sewa atas tanah; c) Gambar denah lantai pada tingkat Rumah Susun yang bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan d) Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan. HMSRS merupakan suatu lembaga baru hak kebendaan yang diperkenalkan melalui UURS. Menurut UURS, HMSRS ini bersifat perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan meliputi juga hak pemilikan bersama atas apa yang disebut.bagian bersama.,.tanah bersama., dan.benda bersama., dimana semuanya merupakan satu

13 viii kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Oleh karena pemilik SRS meliputi atas tanah bersama, SRS hanya dapat dimiliki perorangan/badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama (Pasal 8 UURS). Pemisahan hak dan batas pemilikan atas SRS tersebut telah diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Pasal 38 dan 41 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. HMSRS ini bukan merupakan hak kebendaan atas tanah sebagaimana yang diatur dalam UUPA tersebut di atas. Bagian bersama adalah bagian Rumah Susun yang dimiliki secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi dengan SRS. Misalnya kolom-kolom, tangga, atap, jalan keluar-masuk dari Rumah Susun, ruangan untuk umum, pondasi dan lain-lain. Bagian bersama ini tidak dapat dimanfaatkan sendiri oleh pemilik SRS karena merupakan hak bersama para pemilik SRS. Untuk menjamin kepastian hukum dan keteraturan hukum dalam hal kepemilikan seseorang akan SRS di dalam kerangka hukum benda, pemilikan seseorang atas SRS haruslah mempunyai suatu tanda bukti hak atas benda tanah. Sebagai tanda bukti adanya hak milik atas SRS maka disediakan alat pembuktian yang kuat berupa sertifikat hak milik atas satuan Rumah Susun. Bentuk dan tata cara pembuatan buku tanah serta penerbitan Sertifikat HMSRS diatur lebih rinci dalam Peraturan Ka. BPN No. 4 Tahun Adapun pembukuan HMSRS dan penerbitan sertifikat didasarkan atas keterangan/data yang dimuat dalam akta pemisahan yang telah memperoleh pengesahan Pemerintah Daerah. 5 UURS dan PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun telah menetapkan bahwa sertifikat HMSRS adalah salah satu produk dari suatu rangkaian proses perizinan pada sistem Rumah Susun yang sangat tergantung kepada produk-produk perizinan yang dihasilkan sebelumnya, antara lain izin lokasi dan IMB. Berbagai perizinan yang ditetapkan PP No. 4 Tahun 1988 tersebut dinyatakan harus diatur oleh Pemda, sehingga harus ada Perda sebagai 5 Wawancara dengan Ketua UPTD Rusunawa Selagalas pada tanggal 12 Maret 2013

14 ix landasan pengaturan lebih lanjut. Untuk itu, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Permendagri No. 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Perda Rumah Susun. Permendagri ini diterbitkan agar Pemda mempunyai pedoman dalam menyusun Perda tentang Rumah Susun. Rangkaian perizinan yang akhirnya sampai pada sertifikasi Rumah Susun antara lain: izin lokasi, pembebasan tanah, IMB, pengesahan pertelaan, izin layak huni, pengesahan akta pemisahan Rumah Susun menjadi satuan-satuan Rumah Susun, pendaftaran akta pemisahan, dan penerbitan sertifikat HMSRS. Proses pengesahan pertelaan merupakan suatu penunjukan batas masingmasing SRS, bagian bersama, benda bersama, tanah bersama beserta nilai perbandingan proporsionalnya dalam bentuk gambar dan uraian yang dibuat pengembang adalah sebagai berikut ; 1) Developer mengajukan surat permohonan secara tertulis melalui Kanwil BPN kepada Gubernur Kepala Daerah, 2) Berkas permohonan tersebut di atas dilampiri dengan : a) Pertelaan Rumah Susun yang bersangkutan; b) IMB; Salinan sertifikat tanah bersama; 3) Menerima berkas permohonan tersebut Ka. Kanwil BPN akan mengundang instansi yang terkait (Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Perumahan, Biro Hukum Pemda dan Asisten Bidang Pemerintahan) guna membahas surat permohonan tersebut. 6 Berdasarkan penelitian instansi terkait tersebut, disusunlah Surat Keputusan Pengesahan Pertelaan yang akan ditandatangani Wakil Gubernur bidang pemerintahan. Pertelaan merupakan pernyataan untuk SRS yang terdiri dari gambar, uraian dan NPP. Dalam NPP ini diatur hak dan kewajiban penghuni SRS. Hak penghuni berdasarkan akta pemisahan Rumah Susun yang terbit setelah izin layak huni sebagai dasar pemecahan sertifikat tanah menjadi SHMSRS. Keikutsertaan penghuni membentuk perhimpunan penghuni berdasarkan suatu badan hukum sesuai SK Menpera No. 06/KPTS/BPKP4N/1995. Dengan demikian, hak tanggungan 6 Wawancara dengan Ketua UPTD Rusunawa Selagalas pada tanggal 12 Maret 2013

15 x yang dibebankan meliputi selain SRS yang bersangkutan, juga bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebesar bagian pemilik HMSRS yang dijaminkan. Hambatan-hambatan di Dalam Pelaksanaan Pembebanan Rumah Susun sebagai Objek Jaminan Kredit Penghuni rumah susun Selagalas setiap bulan (perbulan) dikenakan biaya sewa. Penetapan besar biaya sewa perbulan yang harus dbayar, sampai sejauh ini belum ada peraturan secara tertulis oleh pihak Pemkot Mataram, Sehingga dalam penetapan besar biaya sewa yang harus dibebani kepada penghuni rumah susun merupakan kewenangan sementara diberikan kepada UPTD rumah susun Selagalas. Proses pembayaran sewa oleh penghuni rumah susun sering kali terjadi keterlambatan. Hal ini dari hasil data penelitian yang peneliti dapatkan di lapangan, terdapat ada beberapa yang menjadi faktor penyebab terjadinya keterlambatan membayar sewa oleh penghuni rumah susun. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam pembayaran sewa oleh penghuni rumah susun Selagalas sebagai berikut : 1) Belum adanya penetapan secara resmi oleh pihak Pemkot Mataram dalam menetapkan besar biaya sewa yang harus dibebani kepada penghuni rumah susun Selagalas, 2) Tidak adanya sanksi yang tegas oleh pihak UPTD Selagalas yang mengatur masalah keterlambatan dalam membayar sewa oleh penghuni rumah susun Selagalas, 3) Pada intinya, sampai sejauh ini Pemerintah Kota Mataram belum memiliki peraturan tata tertib atau AD/RT yang mengatur rumah susun Selagalas. 7 Data di atas memberikan indikasi bahwa dengan tidak adanya aturan baku yang secara tertulis oleh Pemerintah Kota Mataram mengenai rumah susun Selagalas, sehingga hal ini juga menjadi alasan bagi pihak UPTD untuk tidak berani bertindak tegas, termasuk dalam 7 Wawancara dengan pihak UPTD Selagalas tggl 23 Agustus 2013

16 xi menyikapi penghuni rumah susun yang telat dalam membayar sewa. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pihak penghuni rumah susun untuk secara sewenang-wenangnya dalam melakukan pembayaran sewa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hambatan utama di dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit, ketika terjadi wanprestasi dari pihak debitur. Sedangkan masalah yang di timbulkan di dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit selama ini belum pernah terjadi. 8 Masalah yang muncul dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit biasanya muncul ketika menggunakan jaminan fidusia. Dengan jaminan yang di dalam kondisi tersebut upaya eksekusi merupakan upaya yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kredit yang telah disalurkan agar tidak menjadi Non Performance Loans (NPL) bagi pihak bank. Upaya eksekusi merupakan upaya terakhir yang ditempuh setelah upaya restrukturisasi dan upaya pendekatan secara musyawarah mufakat gagal dilakukan. Namun dalam prakteknya terdapat beberapa kendala dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia, yaitu: 1) Sita eksekusi tidak dapat diletakkan pada Objek jaminan fidusia Meskipun Pasal 23 ayat (2) Undang -Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menentukan bahwa pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan objek jaminan fidusia kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari penerima-fidusia. Namun dalam prakteknya timbul suatu permasalahan, dalam hal pemegang jaminan fidusia mohon sita eksekusi terhadap objek fidusia ternyata objek jaminan fidusia tersebut telah dibeli oleh pihak ketiga secara beritikad baik, pihak ketiga tersebut berdasarkan Pasal 1977 KUHPerdata dapat percaya bahwa barang bergerak orang yang menguasai ( membezit) barang tersebut adalah pemiliknya ( bezit geldt als volkomen title), 2) Merupakan suatu kendala bagi 8 Wawancara dengan Ketua UPTD Rusunawa Selagalas pada tanggal 12 Maret 2013

17 xii bank selaku kreditor pemegang fidusia dalam hal akan menjual objek jaminan fidusia melalui mekanisme menjual atas kekuasaan sendiri dengan mohon bantuan Kantor Lelang/Balai Lelang untuk menjual objek jaminan fidusia sesuai dengan bunyi Pasal 15 ayat (3) U ndang- Undang Jaminan Fidusia, akan tetapi barang yang menjadi objek jaminan fidusia tidak diketemukan atau dikuasai oleh orang lain, dalam hal ini tentunya Kantor Lelang/Balai Lelang tidak dapat melakukan penjualan lelang objek fidusia tersebut, 3) Objek Jaminan Fidusia Hilang. Apabila kita cermati lebih lanjut ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang -Undang Jaminan Fidusia, yang mengatakan Sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum pasti, 4) Objek jaminan telah beralih/dijual kepada pihak ketiga lainnya, 5) Objek jaminan sudah tidak ada/hilang, 6) Objek jaminan telah berubah bentuk, 7) Objek jaminan tagihan yang hanya merupakan daftar/surat pernyataan pemberian fidusia yang tidak terinformasikan dasardasar penerbitannya tidak dapat dilakukan eksekusinya. Kekuatan eksekutorial sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 15 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tersebut adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui Pengadilan Negeri dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Terhadap peiaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus mengacu pada ketentuan Pasal 195 HIR dan selanjutnya, artinya bahwa eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan bersifat serta merta harus dilakukan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Oleh karena Pasal 15 ayat (2) UU No. 42. Tahun 1999 menyebutkan sertifikat jaminan fidusia yang berisikan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mampunyai kekuatan hukum eksekutorial yang sama dengan putusan pengadiian yang telah memperoleh kekuatan hukum

18 xiii tetap, maka eksekusi sertifikat jaminan fidusia yang berjudul Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa juga harus di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Sebagaimana diketahui, proses eksekusi suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau yang bersifat serta merta termasuk proses eksekusi sertifikat jaminan fldusia/hak tanggungan yang berjudul Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai 3 (tiga) tahapan, yaitu : 1) Tahap peneguran, pada tahap ini debitor yang cidera janji diperingatkan untuk memenuhi kewajiban membayar utang dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah diberi peneguran, 2) Tahap sita eksekusi, dalam hat debitor dalam jangka 8 (delapan) hari tersebut di atas, tidak juga memenuhi kewajibannya membayar hutang kepada kreditor, maka kreditor pemohon eksekusi (penggugat pemenang perkara atau kreditor pemegang hak tanggungan/kreditor pemenang jaminan fidusia) mohon kepada Ketua Pengadilan yang berwenang untuk melakukan sita eksekusi. 9 Dalam hal pemohon eksekusi adalah pemegang sertifikat jaminan fidusia atau pemegang hak tanggungan yang dirnohonkan sita eksekusi adalah objek jaminan fidusia, objek hak tanggungan. Atas permohonan sita eksekusi tersebut Ketua Pengadilan yang berwenang akan menerbitkan sita eksekusi dan kemudian jurusita melakukan sita eksekusi, 3) Tahap pelelangan, dalam hal setelah dilakukan sita eksekusi terhadap hak tanggungan atau objek fidusia (barang jaminan) debitor tetap tidak membayar hutangnya, maka atas permohonan pemohon eksekusi (kreditor pemegang sertifikat hak tanggungan atau sertifikat fidusia) Pengadilan yang berwenang akan menerbitkan penetapan pelelangan/penjualan umum, baru kemudian Kantor Lelang Negara akan melakukan pelelangan objek jaminan hak tanggungan atau objek fldusia. Tentunya setelah semua persyaratan yang diperlukan dipenuhi dan hasil penjualan lelang tersebut setelah dipenuhi dan hasil penjualan lelang tersebut setelah dikurangi biaya lelang dan biaya lainlain diserahkan 9 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

19 xiv kepada kreditor pemohon eksekusi. Dalam hal ada sisa hasil penjualan lelang, tersebut harus diserahkan kembali kepada debitor.

20 xv II. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan penelitian ini, yaitu : 1) Kedudukan Hukum Rumah Susun Sebagai Objek jaminan Kredit di Bank, berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun pada bab VI Pasal 47 butir 5 (lima), untuk diperbolehkannya SKBG (sertifikat kepemilikan bangunan gedung) sebagai jaminan fidusia dalam melakukan pinjaman kredit di bank. 2) Hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan pembebanan Rumah Susun sebagai objek jaminan kredit, tidak diperbolehkannya SKBG (Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung) sebagai jaminan untuk melakukan pinjaman kredit di bank tanpa adanya surat rekomendasi dari pihak pengelola Rusunawa Selagalas. Saran-saran Menyikapi masalah kedudukan hukum Rumah Susun yang dijadikan sebagai obyek jaminan kredit di bank, perlu adanya penyesuaian kepada pihak UPTD sebagai pelaksana Rusunawa Selagalas, dalam setiap mengambil kebijakan dengan selalu mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mengenai Rumah Susun.

21 xvi DAFTAR PUSTAKA Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Wawancara dengan Ketua UPTD Rusunawa Selagalas pada tanggal 12 Maret 2013

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

Lebih terperinci

BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN

BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN A. Persyaratan dan Pengertian Rumah Susun Dalam UURS, Pasal 1 menyebutkan bahwa yang diartikan dengan rumah susun adalah bangunan gedung

Lebih terperinci

BATASAN RUMAH SUSUN YANG DIJADIKAN AGUNAN PADA BANK. J. Andy Hartanto Universitas Narotama, Surabaya

BATASAN RUMAH SUSUN YANG DIJADIKAN AGUNAN PADA BANK. J. Andy Hartanto Universitas Narotama, Surabaya BATASAN RUMAH SUSUN YANG DIJADIKAN AGUNAN PADA BANK J. Andy Hartanto Universitas Narotama, Surabaya E-mail: j.andyhartanto@gmail.com Rizal Bahrudin Universitas Narotama, Surabaya E-mail: rizal.renvoi@gmail.com

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA I. Latar Belakang 1 1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tingga dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat kebutuhan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 T E N T A N G RUMAH SUSUN DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1985 AGRARIA. HAK MILIK. Bangunan. Kesejahteraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT

PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT ABSTRACT Oleh Luh Putu Rina Laksmita Putri I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA Oleh : Ni Putu Cintya Virgyanti Ni Nengah Adi Yaryani Bagian Hukum Bisnis

Lebih terperinci

Batasan Rumah Susun yang Dijadikan Agunan pada Bank Abstract: Abstrak: Al-Qānūn, Vol. 20, No. 2, Desember 2017

Batasan Rumah Susun yang Dijadikan Agunan pada Bank Abstract: Abstrak: Al-Qānūn, Vol. 20, No. 2, Desember 2017 Batasan Rumah Susun yang Dijadikan Agunan pada Bank Rizal Bahrudin Universitas Narotama Surabaya rizal.renvoi@gmail.com J. Andy Hartanto Universitas Narotama Surabaya Abstract: This paper aims to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN 1 KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN Oleh : Dr. J. ANDY HARTANTO, S.H., M.H., Ir., M.MT Abstract Residential flat is an efficient alternative for some circles. there are three kinds of flat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN RUMAH SUSUN DIKOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG, SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA BANDUNG NOMOR 543 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

CAMBRIDGE CONDOMINIUM - MEDAN Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Perkara Perdata No.597Pdt.G/2013/PN.MEDAN

CAMBRIDGE CONDOMINIUM - MEDAN Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Perkara Perdata No.597Pdt.G/2013/PN.MEDAN POKOK PERMASALAHAN: CAMBRIDGE CONDOMINIUM - MEDAN Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Perkara Perdata No.597Pdt.G/2013/PN.MEDAN Pemilik dan Penghuni (Penggugat) melawan PT. GMTS / Developer (Tergugat I), Notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13 PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor 8 Tahun 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DI KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG PERTELAAN, SERTIFIKAT LAIK FUNGSI DAN PENERBITAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN KARAWANG,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan permukiman tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Oleh : Julius Lobiua SH.MH HP. 081511237866, 0816824116. I. Pengantar Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN ( PPPSRS ) KOMERSIAL HUNIAN JAKARTA MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN ( PPPSRS ) KOMERSIAL HUNIAN JAKARTA MUKADIMAH ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN ( PPPSRS ) KOMERSIAL HUNIAN JAKARTA MUKADIMAH Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee

ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee Dalam Perjanjian Kerjasama Antara Bank Dengan Perusahaan Pengembang Sehubungan Dengan Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Ilham Nurdiansyah (1087022)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh : I Gede Widnyana I Made Walesa Putra Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Jurnal Repertorium, ISSN: , Volume II No. 2 Juli - Desember 2015

Jurnal Repertorium, ISSN: , Volume II No. 2 Juli - Desember 2015 Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015 EKSISTENSI DAN KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN SEBAGAI JAMINAN HUTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan merupakan keinginan manusia terhadap barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun kebutuhan rohani dalam rangka menyejahterakan hidupnya.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR * PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR * Oleh Swandewi ** I Made Sarjana *** I Nyoman Darmadha **** Bagian

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh: Mitia Intansari I Made Walesa Putra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul Kedudukan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI

TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI ABSTRAK Oleh I Putu Indra Prastika I Made Pasek Diantha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RUMAH SUSUN MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RUMAH SUSUN MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RUMAH SUSUN MENTERI DALAM NEGERI Menimbang : a. bahwa dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program studi Strata I pada Jurusan Hukum Perdata Fakultas hukum Oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa

Lebih terperinci