Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 3, nilai rata-rata dan hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 3, nilai rata-rata dan hasil"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 3, nilai rata-rata dan hasil uji kadar air biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Air Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Air Kedelai Hitam (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 2,34 a B (20%) 2,93 a C (25%) 2,30 a Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar air. Hal ini disebabkan karena bahan baku, proses pembuatan, pengkondisian, serta adonan dipanggang dengan waktu dan suhu yang sama untuk semua perlakuan. Sumber air pada pembuatan biskuit sinbiotik ini berasal dari tepung komposit, telur, gula dan air yang ditambahkan. Pada proses pemanggangan biskuit, terjadi penyerapan air oleh pati yang terkandung dalam tepung bonggol pisang batu, tepung ubi jalar dan tepung kedelai hitam sehingga menyebabkan pengembangan granula pati. Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam 42

2 43 granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin (Muchtadi dkk., 1988 dikutip Jasmin, 2010). Granula-granula pati tersebut jika terus dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya akan pecah sehingga molekul-molekul air yang terdapat di sekitar granula-granula pati yang pecah tersebut akan menguap menyebabkan biskuit setelah proses pemanggangan memiliki kadar air yang lebih rendah. Kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran, dan penerimaan konsumen (Winarno, 2008). Nilai kadar air yang terlalu rendah menyebabkan biskuit akan memiliki rasa gosong dan warnanya akan terlalu gelap (Manley, 2000). Selain itu jika kadar air biskuit rendah mengakibatkan produk biskuit akan memiliki umur simpan yang lebih lama dan tahan terhadap kerusakan terutama kerusakan mikrobiologis. Air dalam bentuk bebas dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan bahan makanan, diantaranya proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatik sehingga umur simpan lebih pendek. Kadar air biskuit sinbiotik yang tinggi dapat mengakibatkan produk biskuit sinbiotik rentan terhadap kerusakan mikroorganisme karena mikroorganisme tumbuh cepat pada bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi (Sudarmadji, et al., 1989). Struktur biskuit tidak akan renyah dan perubahan flavour selama penyimpanan akan lebih cepat (Manley, 2000). Kadar air biskuit sinbiotik yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 2,30% - 2,93%. Menurut syarat mutu biskuit berdasarkan BSN , kadar air biskuit maksimal 5%, sehingga biskuit sinbiotik yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi kadar air yang sesuai dengan standar SNI.

3 Kadar Abu Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 4, nilai rata-rata dan hasil uji kadar abu biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Abu Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Abu Kedelai Hitam (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 3.32 a B (20%) 3.15 a C (25%) 3.32 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu, hal ini disebabkan karena bahan baku, proses pembuatan, pengkondisian, serta adonan dipanggang dengan waktu dan suhu yang sama untuk semua perlakuan. Biskuit sinbiotik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar abu yang cukup tinggi yaitu diatas 3%. Tingginya kadar abu dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral pada bahan-bahan untuk membuat biskuit sinbiotik antara lain tepung bonggol pisang batu, ubi jalar, kedelai hitam, telur, susu full cream, garam, tepung gula, bahan pengembang, maupun minyak nabati. Kadar abu yang tinggi dalam biskuit sinbiotik berbasis tepung komposit merupakan suatu nilai tambah karena dapat

4 45 meningkatkan kandungan mineral biskuit sinbiotik. Kadar abu dalam biskuit sinbiotik yang dihasilkan menunjukkan kandungan mineral total yang diperoleh dari campuran tepung komposit dan penambahan bahan lain yang digunakan. Mineral yang terkandung dalam biskuit merupakan mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan, menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh makanan tersebut akan tetapi kadar abu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan daya tahan adonan terhadap pengembangan (Sulaswatty, 2001). Nilai kadar abu biskuit hasil analisis adalah 3,15% - 3,32%. Jumlah kadar abu hasil analisis belum memenuhi standar SNI yang ditetapkan oleh BSN (1992) yaitu maksimum 1,6%. Walaupun begitu kandungan kadar abu biskuit komersial berkisar antara 0,5% - 4,3% (Passos et al., 2013 dikutip Arifin, 2017). 5.3 Kadar Protein Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 5, nilai rata-rata dan hasil uji kadar protein biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Protein Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Kedelai Hitam Protein (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 8,84 b B (20%) 10,81 a C (25%) 11,75 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan

5 46 Berdasarkan Tabel 11, menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan C, sedangkan perlakuan B dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung kedelai hitam dengan interval 5% memberikan perbedaan yang cukup signifikan pada setiap perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi kedelai hitam maka semakin tinggi pula nilai kadar protein, dimana kadar protein yang terdapat pada tepung kedelai hitam sebesar 35,9% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2004). Selain itu, protein yang terdapat pada biskuit ini dapat berasal dari tepung komposit yang memiliki kandungan protein sebesar 13,37% bk, susu full krim, susu skim yang terdapat dalam mikrokapsul bakteri L. acidophilus, kuning telur yang mengandung 16,3% protein (Departemen Pertanian, 2005). Namun pengaruh dari bahan-bahan tersebut tidak memberikan perbedaan antara perlakuannya karena jumlah yang digunakan dalam proporsi yang sama. Nilai kadar protein biskuit sinbiotik dengan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi telah memenuhi standar yang mengacu pada BSN dimana nilai kadar protein biskuit sinbiotik berkisar 8,84% - 11,75%, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar. 5.4 Kadar Lemak Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 6, nilai rata-rata dan hasil uji kadar lemak biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung

6 47 komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Lemak Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Kedelai Hitam Lemak (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 27,02 a B (20%) 27,63 a C (25%) 28,08 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 12, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar lemak, hal ini disebabkan karena tepung bonggol pisang batu tidak mengandung lemak dan tepung ubi jalar hanya mengandung sedikit lemak yaitu sekitar 0,45% (Anwar dkk., 1993 dikutip Jasmin, 2010). Sedangkan tepung kedelai hitam mengandung 20,6% kadar lemak (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2004). Biskuit sinbiotik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar lemak yang cukup tinggi yaitu diatas 27%. Kadar lemak yang cukup tinggi ini berasal dari minyak nabati yang digunakan, penambahan kuning telur, dan susu full krim pada adonan. Kuning telur mengandung kadar lemak sebesar 31,9% yang terdiri dari senyawa trigliserida, fosfolipid dan kolesterol (Departemen Pertanian, 2005). Susu full krim merupakan susu yang memiliki lemak utuh sebesar 30%, lemak yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi tekstur biskuit menjadi lebih lembut dan menutupi rasa tepung bonggol pisang yang sepat.

7 48 Penambahan lemak memengaruhi pengkerutan dan keempukkan terhadap produk yang dipanggang, dan juga sebagai pencegahan pengembangan protein berlebihan selama pembuatan adonan kue kering (Desroiser, 1998). Lemak yang mencair berkumpul di sekeliling dinding sel dari struktur yang terkoagulasi sehingga memberikan tekstur yang lembut dan berminyak (Sultan, 2000). Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein, karena satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram (Winarno, 2002). Kandungan lemak pada biskuit hasil analisis berkisar antara 27,02% - 28,08% sehingga sudah memenuhi standar kadar lemak biskuit yang ditetapkan oleh BSN yaitu minimal 9,5%. 5.5 Kadar Karbohidrat Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 7, nilai rata-rata dan hasil uji kadar karbohidrat biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Karbohidrat Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Kedelai Hitam Karbohidrat (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 58,48 a B (20%) 55,49 a C (25%) 54,55 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan

8 49 Berdasarkan Tabel 13, menunjukkan bawha perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar karbohidrat, hal ini karena cara perhitungan karbohidrat pada penelitian ini tidak dilakukan secara analisis melainkan dengan cara perhitungan kasar atau sering disebut metode carbohydrate by difference, sehingga hasilnya dipengaruhi oleh besarnya kadar air, abu, protein dan lemak pada setiap perlakuan. Sehingga semakin tinggi kadar protein dan kadar lemak dalam biskuit sinbiotik menyebabkan kadar karbohidrat menjadi menurun. Sumber karbohidrat dari biskuit berasal dari tepung komposit, kuning telur dan gula tepung yang ditambahkan. Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya warna, rasa, tekstur dan lainlain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1997). Menurut BSN kadar karbohidrat dalam biskuit minimal 70%. Kadar karbohidrat pada biskuit sinbiotik yang dianalisis berkisar antara 54,55% - 58,48%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit sinbiotik ini belum memenuhi standar SNI. 5.6 Total Bakteri Asam Laktat Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 8, nilai rata-rata dan hasil uji total bakteri L. acidophillus pada biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) dengan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi disajikan pada Tabel 14.

9 50 Tabel 14. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Total Bakteri Probiotik Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam Rata-rata Total Bakteri Asam Laktat (Log Hasil Uji Statistik CFU/g) A (15%) 8,3 a B (20%) 9,0 a C (25%) 9,3 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian total bakteri asam laktat, hal ini disebabkan karena bakteri L. acidophilus yang ditambahkan dalam adonan biskuit sinbiotik berbentuk mikrokapsul (bubuk) yang berarti aktivitas metabolisme sel bakteri dalam keadaan dorman, sehingga belum terjadi pertumbuhan dari bakteri probiotik tersebut (Sumanti, 2017). Total probiotik pada produk biskuit sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi bakteri L. acidophilus, suhu pemasakan, suhu pemanggangan, ketersediaan air (aw) dan nutrisi. Proses pemanggangan menggunakan oven vakum dengan suhu 40 C±2 C selama 4-7 jam dengan tekanan 25 inhg merupakan proses inkubasi bakteri yang merupakan suhu optimum pada bakteri probiotik tersebut. Menurut Fardiaz (1992), suhu mempengaruhi kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme. Semakin tingginya suhu maksimum yang diberikan, maka kecepatan pertumbuhan akan menurun. Pertumbuhan bakteri asam laktat pada setiap perlakuan tidak menghasilkan perbedaan jumlah total bakteri yang jauh satu sama lain yakni berkisar antara 8,3 9,3 log CFU/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada biskuit sinbiotik ini memiliki

10 51 karakteristik mikrobiologis yang baik dan telah sesuai dengan Standar Nasional, dimana suatu produk dapat dikatakan sebagai produk probiotik apabila mengandung bakteri probiotik minimal 10 7 cfu/g produk atau 10 9 sel bakteri per takaran saji dari produk yang dijual dan dapat menghasilkan sel/g feses. 5.7 Karakteristik Organoleptik Biskuit Sinbiotik Kesukaan Terhadap Warna Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap warna biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan warna biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Warna Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Kesukaan Warna Kedelai Hitam Biskuit Sinbiotik Hasil Uji Statistik A (15%) 3,62 a B (20%) 3,85 a C (25%) 2,77 b Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 15, menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata dengan perlakuan C, sedangkan perlakuan A dan B tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kesukaan warna biskuit sinbiotik. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi tepung kedelai

11 52 hitam yang digunakan dalam pembuatan biskuit sinbiotik menghasilkan warna yang semakin cokelat cerah. A B C Gambar 7. Warna Biskuit Sinbiotik Perlakuan A (15%), B (20%) dan C (25%) Penyebab warna coklat lainnya diduga terjadi dari hasil reaksi Maillard akibat kandungan protein dalam tepung kedelai atau susu skim dan gula tepung yang saling bereaksi serta proses pemanggangan, dimana terjadi reaksi Maillard yang dapat menyebabkan pencoklatan. Reaksi Maillard adalah reaksi antara asam amino dari protein dengan gula pereduksi yang menghasilkan senyawa yang berwarna, dimana warna gelap tersebut akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pemanggangan (McWilliams, 2008). Warna biskuit yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses pemanggangan sehingga terjadi perubahan pada kulit dan remah biskuit. Reaksi ini terjadi karena reaksi pencoklatan (browning). Perubahan warna inilah yang sangat berperan dalam menentukan warna akhir produk biskuit. Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap warna biskuit berkisar antara 2,77 3,85 yang menunjukkan bahwa panelis agak suka sampai suka, terutama pada

12 53 perlakuan B dengan warna coklat yang lebih disukai panelis. Berdasarkan penilaian di atas, panelis masih dapat menerima semua warna biskuit untuk setiap perlakuan Kesukaan Terhadap Rasa Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan rasa biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Rasa Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-Rata Kesukaan Kedelai Hitam Rasa Hasil Uji Statistik A (15%) 3,60 a B (20%) 3,63 a C (25%) 3,38 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 16, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kesukaan rasa biskuit sinbiotik. Hal ini disebabkan karena dalam pembuatan biskuit ini formulasi bahan pendukung seperti minyak nabati, susu full krim, gula tepung, kuning telur dan garam ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga efek rasa yang dihasilkan akan relatif sama. Rasa ditentukan oleh komponen-komponen pembuatan biskuit serta perubahan selama proses.

13 54 Biskuit sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar dan tepung kedelai memiliki rasa manis, lezat dan gurih. Rasa yang dihasilkan ini disebabkan oleh rasa dari bahan baku yang digunakan yaitu tepung komposit serta dari bahan pendukung (gula tepung berfungsi sebagai pemberi rasa manis, minyak nabati sebagai shortening yang memberikan rasa lezat dan meningkatkan nilai gizi, garam, kuning telur dan susu bubuk full krim yang menghasilkan rasa yang gurih dengan flavor yang khas). Menurut Winarno (2002), penyebab terjadinya peningkatan rasa enak dari suatu produk pangan ditentukan oleh besarnya protein dan lemak dalam produk tersebut. Hal ini didukung oleh Sudarmadji, dkk. (1997) yang menyatakan bahwa kandungan protein dari suatu bahan makanan akan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa. Rasa merupakan rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan dan yang dirasakan oleh indera pengecap. Rasa merupakan salah satu penentu kualitas suatu produk pangan. Rasa yang baik dapat diterima di masyarakat dan bertahan di pasaran dalam waktu yang cukup lama. Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap rasa biskuit berkisar antara 3,38 3,63 yang menunjukkan bahwa panelis agak suka sampai suka, terutama pada perlakuan B dengan rasa yang lebih disukai panelis. Berdasarkan penilaian di atas, panelis masih dapat menerima semua rasa biskuit untuk setiap perlakuan Kesukaan Terhadap Aroma Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan

14 55 biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap aroma biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan aroma biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Aroma Biskuit Sinbiotik Perlakuan Penambahan Rata-Rata Kesukaan Tepung Kedelai Hitam Aroma Hasil Uji Statistik A (15%) 3,73 a B (20%) 3,48 a C (25%) 3,54 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 17, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kesukaan aroma biskuit sinbiotik. Biskuit yang dihasilkan memiliki aroma harum khas baking. Aroma pada biskuit sinbiotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aroma bahan dasar yaitu tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar dan tepung kedelai hitam serta aroma yang timbul akibat proses pemanggangan. Pada saat pemanggangan, margarin akan meleleh dan menghasilkan aroma yang harum khas baking (Winarno, 2002). Rata-rata tingkat kesukaan aroma biskuit sinbiotik berkisar antara 3,48 3,77 yang menunjukkan bahwa panelis biasa sampai suka. Aroma dari biskuit sinbiotik tidak dapat dibedakan oleh panelis karena penerimaan panelis terhadap aroma biskuit menunjukkan kesamaan sehingga memerikan nilai yang hampir sama untuk setiap perlakuan. Seharusnya semakin besar penambahan tepung kedelai hitam maka aroma dari biskuit akan semakin tajam karena aroma dari tepung

15 56 kedelai yang berbau langu dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Menurut Koswara (2002), aroma langu ini berasal dari adanya aktivitas enzim lipoksigenase yang terkandung dalam kacang kedelai sehingga terbentuk bau dan rasa yang menyimpang yang biasa disebut langu. Suhu makanan yang disimpan kurang dari 20 o C maupun yang lebih dari 30 o C dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera manusia (Simamora, 2012), sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma khas campuran bonggol pisang, kedelai hitam dan susu fullcream. Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil (menguap), sedikit larut dalam air dan lemak (Jasmin, 2010) Kesukaan Terhadap Tekstur Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan tekstur biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Tekstur Biskuit Sinbiotik Perlakuan Penambahan Rata-Rata Kesukaan Tepung Kedelai Hitam Tekstur (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 3,40 a B (20%) 3,31 a C (25%) 3,15 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan.

16 57 Berdasarkan Tabel 18, menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi tepung kedelai hitam yang memiliki kandungan protein memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit sinbiotik yang dihasilkan. Menurut Matz and Matz (1978), kandungan protein yang tinggi cenderung akan menghasilkan biskuit yang lebih keras serta tekstur permukaan yang lebih kasar. Hal ini disebabkan karena semakin banyak kadar protein, maka semakin banyak pula protein yang terdenaturasi yang dapat mengikat air dan komponen gizi lainnya sehingga produk menjadi kompak (Winarno, 2002). Tekstur biskuit sinbiotik yang dihasilkan adalah sedikit renyah. Hal ini dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan yaitu tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar dan tepung kedelai hitam serta bahan tambahan lainnya dan proses pemanggangan. Proses pembentukan struktur pada biskuit sinbiotik terjadi pada saat proses pemanggangan, dimana akan terbentuk gelembung udara dan uap air yang mengembang sehingga menyebabkan besarnya pengurangan densitas adonan. Hal ini menyebabkan adanya struktur berpori terbuka pada biskuit sinbiotik. Pengembangan dari gelembung udara tersebut merupakan hasil dari peningkatan suhu dan tekanan uap air dalam bahan. Perubahan gelembung udara pada awalnya lunak dan fleksibel kemudian terjadi penyempitan gelembung udara dan akhirnya tekstur biskuit menjadi mengeras seiring dengan turunnya suhu pada biskuit (Manley, 1983). Nilai rata-rata kesukaan tekstur berkisar antara 3,23-3,38 yang menunjukkan tekstur yang dihasilkan dari setiap perlakuan dinilai mendekati agak

17 58 suka terhadap tekstur biskuit sinbiotik yang dihasilkan. Pada biskuit, tekstur merupakan atribut produk yang cukup penting karena biskuit biasanya dinilai dari teksturnya. Setiap bentuk makanan mempuyai sifat tekstur tersendiri tergantung pada keadaan fisik, ukuran dan bentuk yang dikandungnya. Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas atau kerenyahan (Windarningsih, 2013). 5.8 Penentuan Perlakuan Terpilih Berdasarkan semua parameter yang diamati pada penelitian ini, didapatkan matriks perlakuan terpilih yang dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan matriks tersebut, biskuit sinbiotik yang dipilih adalah biskuit dengan penambahan tepung kedelai hitam sebesar 20%. Nilai tertinggi dimiliki oleh perlakuan B. Perlakuan B dipilih sebagai perlakuan terpilih karena memiliki karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya serta sifat organoleptik yang masih dapat diterima oleh panelis. Pemilihan perlakuan terpilih berdasarkan uji statistik. Matriks perlakuan terpilih dapat dilihat pada Tabel 19. Standar yang menjadi acuan utama untuk biskuit sinbiotik ini ialah analisis proksimat menurut standar SNI mengenai syarat mutu biskuit sinbiotik pada Tabel 5. dan jumlah total bakteri probiotik menurut SNI No dan SNI No , pada standar tersebut dinyatakan bahwa jumlah bakteri (bakteri asam laktat maupun probiotik) hingga mencapai cfu/ml menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik.

18 59 Tabel 19. Matriks Perlakuan Terpilih Parameter Skoring Bobot Perlakuan skor/74 A B C Protein b a a Poin x Bobot Air a a a Poin x Bobot Warna b a a Poin x Bobot Rasa a a a Poin x Bobot Probiotik a a a Poin x Bobot Abu a a a Poin x bobot Lemak a a a Poin x bobot Aroma a a a Poin x bobot Tekstur a a a point x bobot Karbohidrat a a a point x bobot Hasil Matriks

19 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan (a) Penambahan berbagai konsentrasi tepung kedelai hitam pada pembuatan biskuit sinbiotik tidak berpengaruh nyata terhadap total bakteri probiotik, kadar air, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar lemak serta karakteristik organoleptik (rasa, aroma, tekstur), namun berpengaruh terhadap nilai kadar protein, serta karakteristik organoleptik warna. (b) Biskuit sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung ubi jalar dengan konsentrasi 20% tepung kedelai hitam menghasilkan karakteristik terbaik yaitu menghasilkan jumlah total bakteri asam laktat sebanyak 9,0 Log CFU/g, kandungan proksimat (kadar protein 10,81%, kadar air 2,93%, kadar lemak 27,63%, kadar abu 3,15%, kadar karbohidrar 55,49%) yang sesuai dengan SNI serta memiliki karakteristik organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, serta tekstur biskuit sinbiotik yang disukai panelis. 6.2 Saran Perlu dilakukan uji in vitro pada biskuit sinbiotik untuk melihat ketahanan bakteri L. acidophilus ketika masuk ke dalam saluran pencernaan serta efeknya bagi kesehatan manusia. 60

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan siap santap berupa makanan cair atau berupa bubur instan merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat sekarang. Saat ini produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG vii DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Pangan fungsional mendapat nilai tertinggi kedua berdasarkan hasil penilaian konsumen terhadap pangan berdasarkan kepentingannya (Astawan, 2010),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat adalah es krim. Produk ini banyak digemari masyarakat, mulai dari anak anak hingga dewasa karena rasanya

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian. I PENDAHULUAN Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tertentu. Dengan maksud dan tujuan yang sudah jelas selanjutnya dikembangkan kerangka pemikiran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG 1 Taufik Rahman, 2 Rohmah Luthfiyanti, dan 3 Riyanti Ekafitri 1,2,3 Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sus atau dalam istilahnya disebut choux pastry merupakan adonan pastry yang diproses dengan perebusan adonan. Adonan yang dihasilkan berupa adonan lembut dan mengembang.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Sukrosa Hasil analisis sidik ragam dari perlakuan substilusi tepung terigu dengan tepung sagu dan tepung pisang daiam pembuatan roti manis memberikan pengaruh nyata

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Lampung. Kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGOLAHAN BAHAN BAKU IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG Tujuan dari penepungan pisang ini adalah untuk meningkatkan umur simpan pisang dan memberikan karakteristik banana bars yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR LAMPIRAN. viii

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR LAMPIRAN. viii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN. viii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya. jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya. jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan kuantitas serta kualitasnya untuk memenuhi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa tahap persiapan bahan baku untuk proses pembuatan produk dan juga analisis proksimat bahan baku utama

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: VANDA FIKOERITRINA WIDYA PRIMERIKA

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tepung Bonggol Pisang Tanaman pisang yang telah dipanen, bonggol pisangnya tidak akan bertunas kembali. Tanaman pisang akan ditebang dan bonggol pisangnya akan dibiarkan saja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Ganyong Tahapan pembuatan tepung ganyong meliputi pemilihan bahan, pengupasan bahan, pembersihan dan pencucian ganyong, serta proses pengeringan dengan drum dryer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci