VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP PENGUSAHAAN SUSU SAPI LOKAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP PENGUSAHAAN SUSU SAPI LOKAL"

Transkripsi

1 VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP PENGUSAHAAN SUSU SAPI LOKAL Efisiensi dan Daya Saing Pengusahaan Susu Sapi Lokal Efisiensi dan daya saing susu sapi perah lokal di ketiga lokasi penelitian dianalisis dan diukur melalui keuntungan finansial, keuntungan ekonomi, analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan menggunakan Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix). Matriks PAM ini disusun berdasarkan data penerimaan, biaya produksi, dan biaya tataniaga yang terbagi dalam dua bagian yaitu harga finansial (privat) dan harga ekonomi (bayangan atau sosial). Perhitungan dan uraian finansial dan sosial dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai 11. Masing-masing biaya produksi pada harga privat dan ekonomi dibagi menjadi tradable (asing), non tradable (domestik), dan pajak. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan matriks PAM akan diperoleh informasi mengenai efisiensi dan daya saing kegiatan usahaternak sapi perah untuk menghasilkan susu sapi segar. Melalui informasi hasil tersebut akan diperoleh informasi apakah sebaiknya pemerintah mengimpor atau memproduksi kebutuhan susu dalam negerinya, serta melihat dampak kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan usahaternak sapi perah tersebut. Simulasi terhadap perubahan kebijakan pemerintah juga dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan tersebut pada pengusahaan usahaternak. Simulasi tersebut juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan terhadap upaya peningkatan daya saing peternak sapi perah di Provinsi Jawa Barat dalam menjalankan kegiatan usahaternaknya. Hasil analisis berdasarkan perhitungan PAM dapat dilihat pada Tabel 17.

2 109 Tabel 17. Matriks Analisis Kebijakan Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Cikajang Uraian Penerimaan Output (Rp/liter) Biaya Input (Rp/liter) Input Non Tradable Tradable Keuntungan (Rp/liter) Kec. Lembang, Kabupaten Bandung Barat Nilai Finansial (Privat) Nilai Ekonomi (Sosial) Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar Kec. Pangalengan, Kabupaten Bandung Nilai Finansial (Privat) Nilai Ekonomi (Sosial) Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar Kec. Cikajang, Kabupaten Garut Nilai Finansial (Privat) Nilai Ekonomi (Sosial) Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar Secara keseluruhan, analisis privat dan ekonomi menunjukkan bahwa pengusahaan susu sapi perah lokal di Kecamatan Lembang di Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Pangalengan di Kabupaten Bandung, dan Kecamatan Cikajang di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat menguntungkan. Hal ini dikarenakan memiliki penerimaan privat dan sosial yang positif. Untuk memudahkan pembahasan maka hasil matriks PAM juga akan disajikan dalam tabel-tabel yang lebih sederhana untuk menjelaskan secara rinci pembahasan. Berdasarkan Tabel 17 dapat dilakukan perhitungan-perhitungan untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas susu sapi perah lokal di ketiga lokasi sentra penghasil susu sapi perah di Jawa Barat. Tabel-tabel pembahasan tersebut terdiri dari: indikator daya saing dapat dilihat dari keunggulan kompetitif dan komparatif, sedangkan dampak

3 110 kebijakan pemerintah dibedakan menjadi kebijakan output, kebijakan input, dan kebijakan input-output Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif suatu komoditas ditentukan oleh nilai Keuntungaan Privat (KP) dan nilai Rasio Biaya Privat (PCR). Harga yang digunakan dalam analisis ini adalah harga pasar (harga aktual) yang terjadi pada tingkat peternak dimana harga tersebut telah dipengaruhi oleh intervensi pemerintah. Keuntungan finansial usaha ternak sapi perah merupakan selisih antara penjualan susu dan kotoran sapi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi susu dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Pada Tabel 18 dapat dilihat nilai KP dan PCR susu sapi perah lokal. Keuntungan privat bernilai positif dan ada pada kisaran harga Rp Rp. 609 per liter susu sapi perah yang dijual, besarnya keuntungan privat yang lebih besar dari nol atau positif tersebut. Artinya, peternak yang menjalankan usaha ternak sapi perah di ketiga lokasi tersebut memperoleh profit di atas normal. Tabel 18. Keuntungan Privat dan Rasio Biaya Privat Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Sentra Provinsi Jawa Barat No Indikator Kec. Lembang Kec. Pangalengan Kec. Cikajang 1 Keuntungan Privat /KP (Rp/l) Rasio Biaya Privat/PCR Keuntungan privat yang diperoleh dari pengusahaan susu sapi perah lokal di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat sebesar Rp. 609 per liter susu.

4 111 Artinya, bahwa keuntungan yang diterima peternak sapi perah dengan adanya kebijakan pemerintah pada saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp per liter susu. Penerimaan produsen/peternak berdasarkan nilai privat lebih besar dari pengeluaran biaya input tradable maupun input domestik. Keuntungan privat yang diperoleh peternak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung sebesar Rp per liter susu, sedangkan keuntungan privat yang diterima oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut sebesar Rp per liter susu, lebih kecil bila dibandingkan dengan keuntungan privat peternak Kecamatan Lembang dan lebih besar dari Kecamatan Pangalengan. Perbedaan yang terdapat dari ketiga lokasi tersebut dikarenakan adanya perbedaan harga yang diterima oleh peternak berdasarkan dari nilai susu sapi perah yang diperoleh, disisi lain adanya perbedaan nilai jumlah penerimaan dari produk lain (kotoran sapi) yang menjadi tambahan pendapatan peternak yakni di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Pangalengan. Peternak di Kecamatan Cikajang, petani tidak menjual kotoran sapi (kotoran dibuang) kalaupun dimanfaatkan untuk pupuk kandang bagi peternak yang memiliki lahan pertanian. Perbedaan lain juga terdapat pada perbedaan nilai biaya-biaya yang dikeluarkan biaya tradable dan faktor domestik di ketiga wilayah penelitian. Nilai keuntungan privat yang lebih besar dari nol tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak sapi perah untuk menghasilkan komoditi susu sapi perah lokal menguntungkan secara privat dan dapat bersaing pada tingkat harga privat. Hal ini karena harga yang relatif lebih rendah, menunjukkan adanya kemampuan produk susu sapi perah yang dihasilkan peternak dapat bersaing terhadap produk impor

5 112 susu, dengan kualitas yang sama (harga susu impor yang relatif tidak terlalu beda dengan harga susu lokal). Keunggulan kompetitif secara spesifik ditunjukkan oleh nilai rasio biaya privat (PCR) dari pengusahaan suatu komoditi. PCR merupakan rasio antara biaya input non tradable dengan nilai tambah atau selisih antara penerimaan dan input tradable pada tingkat harga aktual. Nilai PCR menunjukkan bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi finansial dalam memproduksi susu segar lokal. Suatu aktivitas usaha akan efisien secara finansial jika nilai PCR yang diperoleh lebih kecil dari satu (<1). Semakin kecil nilai PCR yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Berdasarkan nilai indikator PCR untuk menunjukkan keunggulan kompetitif yang diperoleh peternak yang ditunjukkan oleh matriks analisis kebijakan sebesar 0.79 di Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan sebesar 0.94, dan Kecamatan Cikajang sebesar 0.89, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari satu. Hal ini mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat di ketiga lokasi penelitian pengusahaan susu sapi perah di Jawa Barat, diperlukan tambahan biaya faktor domestik masingmasing sebesar 0.79, 0.94, dan 0.89 atau kurang dari satu-satuan. Artinya bahwa pengusahaan ternak sapi perah di Kecamatan Lembang, Pangalengan, dan Cikajang efisien secara finansial dan memiliki keunggulan kompetitif. Namun, nilai PCR di Kecamatan Lembang yakni sebesar 0.79 yang lebih kecil dibandingkan dengan dua lokasi lainnya, ini mengindikasikan bahwa pengusahaan sapi perah untuk menghasilkan susu segar lebih efisien dan lebih memiliki keunggulan kompetitif bila dibandingkan Kecamatan Pangalengan dan

6 113 Cikajang. Kecamatan Pangalengan yang memiliki nilai PCR sebesar 0.94 yang menunjukkan bahwa usahaternak dilokasi peternak sapi perah ini memiliki keunggulan kompetitif yang relatif rendah pada pengusahaan usahaternak sapi perah. Nilai PCR yang mendekati satu menunjukkan bahwa usahternak sapi perah di daerah ini relatif tidak efisien bila dibandingkan Kecamatan Lembang, dan Cikajang. Hal ini disebabkan, biaya yang dikeluarkan di Kecamatan Pangalengan untuk usahaternak sapi perah lebih tinggi tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan Lembang, terutama dalam biaya pakan. Keunggulan kompetitif yang dihasilkan oleh peternak usaha sapi perah yang dilakukan oleh peternak dari waktu ke waktu mengalami penurunan. Penurunan tersebut dilihat dari hasil penelusuran literatur hasil penelitian sejenis. Penurunan tingkat efisiensi finansial dan keunggulan kompetitif ini dikarenakan harga yang diterima oleh peternak walaupun secar nominal naik, namun secara ril mengalami penurunan. Kondisi lain yang menyebabkan terjadinya penurunan daya saing adalah rendahnya tingkat penyerapan teknologi, sehingga menyebabkan produksi dan kualitas yang rendah pada susu sapi yang dihasilkan. Hal ini akan berimplikasi pada rendahnya daya tawar yang dimiliki oleh peternak terhadap IPS sebagai pembeli susu. Rendahnya penyerapan teknologi ini juga didasarkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan peternak, 60 persen hanya memperoleh pendidikan tingkat SD. Serta kondisi ini diperparah dengan rendahnya kepemilikan sapi laktasi (1-3 ekor), hal ini dibuktikan bahwa jumlah kepemilikan sapi laktasi sebanyak 1-3 ekor persen.

7 Keunggulan Komparatif Keunggulan komparatif adalah indikator untuk menilai apakah komoditas susu sapi perah yang diusahakan di ketiga lokasi penelitian memiliki daya saing (keunggulan komparatif), mampu beroperasi tanpa bantuan pemerintah, dan memiliki peluang yang besar sebagai produk subtitusi impor. Keunggulan komparatif dapat diukur dengan menggunakan nilai kentungan sosial atau Social Profitability (SP) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik atau Domestic Resource Cost Ratio (DRC). Nilai indikator DRC, juga dapat dilihat apakah sebaiknya pemerintah mengimpor atau memproduksi sendiri kebutuhan protein hewani yang berasal dari susu sapi segar. Tabel 19. Keuntungan Sosial dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Sentra Provinsi Jawa Barat No Indikator Kec. Lembang Kec. Pangalengan Kec. Cikajang 1 Keuntungan Sosial/SP (Rp/l) Biaya Sumberdaya Domestik/DRC Berdasarkan Tabel 19 nilai keuntungan sosial (SP) menggambarkan keuntungan yang diperoleh jika terjadi pasar persaingan sempurna. Nilai SP di Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Cikajang beruturut-turut sebesar Rp , Rp , dan Rp per liter susu. Nilai SP yang bernilai positif untuk ketiga lokasi penelitian yang lebih besar dari nol (positif), dapat dijelaskan bahwa pengusahaan susu sapi perah lokal di lokasi penelitian dapat menghasilkan keuntungan dengan kondisi tanpa adanya campur tangan dari kebijakan pemerintah. Nilai SP yang berbeda jumlahnya di ketiga lokasi penelitian disebabkan karena adanya perbedaaan biaya yang dikeluarkan

8 115 oleh masing-masing peternak, terutama dalam penggunaan komponen pakan (konsentrat dan hijauan), obat-obatan dan penggunaan tenaga kerja (uraian penerimaan dan pengeluaran untuk setiap daerah dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai 11). Nilai SP dan indikator DRC dapat dilihat pada Tabel 19. Nilai SP di Kecamatan Cikajang yang lebih besar bila dibandingkan dengan daerah lain, dikarenakan biaya yang dikeluarkan peternak dilokasi penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah penelitian lain. Rendahnya biaya ini disebabkan peternak di Kecamatan Cikajang, tidak menggunakan sama sekali obat-obatan yang umumnya digunakan di daerah lain, serta komposisi penggunaan tenaga kerja, yang juga tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan peternak di Kecamatan Lembang dan Pangalengan menggunakan obat-obatan (mineral, vaselin, dan obat celup puting), dan penggunaan konsentrat, serta tenaga kerja yang berasal dari tenaga kerja dari dalam keluarga dan luar keluarga. Berdasarkan informasi yang telah disampaikan mengenai nilai keuntungan privat (KP), usaha ternak sapi perah yang menghasilkan susu sapi perah lokal yang nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai keuntungan sosial (SP). Hal ini dapat disebabkan karena harga sosial dari susu segar tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan harga privatnya. Artinya, kebijakan pemerintah yang diterapkan saat ini seperti kebijakan harga impor (tarif impor) belum mampu mengoptimalkan keuntungan pengusahaan susu sapi perah. Namun, praktis sampai saat ini kebijakan pemerintah untuk input tidak ada lagi, baik untuk subsidi pakan dan obat-obatan bagi peternak.

9 116 Selain dari keuntungan ekonomi, keunggulan komparatif usaha ternak sapi perah dalam menghasilkan susu sapi perah juga dapat dilihat dari rasio biaya sumberdaya domsetik (DRC). Nilai DRC juga menggambarkan efisiensi ekonomi suatu pengusahaan komoditas. Berdasarkan Tabel 19 nilai DRC untuk Kecamatan Lembang sebesar 0.63, Kecamatan Pangalengan sebesar 0.75, dan Kecamatan Cikajang sebesar Nilai DRC yang masing-masing kurang dari satu di ketiga wilayah penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan sapi perah efisien secara ekonomi dan mempunyai keunggulan komparatif serta mampu beroperasi tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. Nilai DRC untuk Kecamatan Cikajang sebesar 0.58 yang merupakan nilai DRC yang terkecil bila dibandingkan dengan dua lokasi penelitian lainnya. Nilai sebesar 0.58 menjelaskan bahwa untuk memproduksi atau menghemat satu unit nilai tambah output di Kecamatan Cikajang membutuhkan biaya sumberdaya domestik yang kurang dari satu-satuan, yakni sebesar Kecamatan Lembang memiliki nilai DRC sebesar 0.63, yang nilainya tidak terlalu jauh seperti yang terdapat di Kecamatan Cikajang, walaupun hanya memiliki selisih sebesar Sedangkan, untuk nilai DRC terbesar ada di Kecamatan Pangalengan yakni sebesar Jika dibandingkan dengan lokasi penelitian lain maka kondisi keunggulan komparatif di Kecamatan Pangalengan tidak sebesar di Kecamatan Cikajang dan Kecamatan Lembang. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi atau menghemat satu nilai tambah output di lokasi Kecamatan Pangalengan membutuhkan biaya yang lebih besar (yang dihemat lebih kecil), walaupun nilainya tetap kurang dari satu.

10 117 Indikator DRC yang diperoleh kurang dari satu, mengindikasikan bahwa pemenuhan kebutuhan domestik akan kedua komoditas tersebut lebih baik diproduksi di dalam negeri daripada harus mengimpor susu dari negara lain. Sebab biaya untuk memproduksi susu segar relatih murah bila dibandingkan mengimpor susu bubuk, hal ini tentunya akan mampu menghemat devisa negara. Walaupun berdasarkan analisis PAM, indikator DRC menunjukkan akan lebih efisien untuk memproduksi susu segar di dalam negeri, namun kenyataannya usahaternak nasional hanya mampu memenuhi 30 persen dari total kebutuhan nasional. Sehingga denga demikian diperlukan keseriusan pemerintah dan pihak terkait untuk dapat meningkatkan produksi susu segar nasional agar pemenuhan susu domestik dapat terealisasi. Peningkatan produksi melalui perbaikan dari sistem hulu sampai hilir agribisnis perah menjadi keharusan, sehingga dengan demikian dituntut tanggung jawab berbagai pihak, terutama pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung program ini. Nilai DRC yang lebih kecil dari nilai PCR (DRC<PCR) menunjukkan bahwa tidak terdapat kebijakan pemerintah yang meningkatkan efisiensi produsen/peternak dalam memproduksi susu segar. Hal ini terjadi, karena sejak tahun 2000 pemerintah telah menghapus subsidi atas pakan ternak dan obatobatan. Selain itu, kebijakan pemerintah yang diduga sangat signifikan dalam mengurangi efisiensi usaha ternak adalah dengan adanya penghapusan tarif impor dari lima persen menjadi nol persen yang efektif diterapkan sejak 1 Juni 2009 sampai dengan 1 Juli Setelah 1 Juli 2009, ditetapkan kembali tarif lima persen karena banyak keluhan dan protes dari peternak (perhitungan terdapat di subbab berikutnya). Adanya kebijakan-kebijakan tersebut mengakibatkan

11 118 pengusahaan sapi perah mengalami penurunan efisiensi jika dibandingkan apabila pemerintah tidak menghapus subsidi terhadap pakan ternak maupun obat-obatan dan menghapus tarif impor susu. Besarnya nilai keuntungan sosial bila dibandingkan dengan keuntungan privat yang diperoleh peternak sapi perah serta nilai DRC yang lebih kecil dari PCR mampu menjelaskan bahwa adanya pengaruh intervensi pemerintah atau distorsi pasar yang tidak memberikan insentif yang baik kepada peternak sapi perah sehingga keuntungan privat yang dihasilkan menjadi lebih rendah dibandingkan keuntungan yang diperoleh tanpa adanya intervensi pemerintah terhadap input produksi dan distorsi pada pasar output. Distorsi pada pasar output diindikasikan oleh adanya fenomena IPS yang lebih cenderung menggunakan susu impor walaupun harga susu impor lebih mahal. Akan tetapi kebijakan pemerintah terhadap output berupa peningkatan tarif impor menjadi sangat penting dapat memberikan insentif yang baik kepada peternak, karena peningkatan tarif impor akan menaikkan harga susu lokal. Distorsi pasar yang terjadi dengan dibuktikan nilai DRC<PRC juga mengindikasikan bahwa hal ini akan memberikan penurunan daya saing pada saat ini. Sama halnya pada keunggulan kompetitif, penurunan keunggulan komparatif juga dialami usahaternak sapi perah. Tahun 2001 keunggulan komperatif usahaternak sebesar 0.57 (Ilham dan Swastika, 2001) dan hal ini mengalami penurunan tahun 2009 menjadi sebesar 0.75 untuk peternak di Kecamatan Pangalengan. Hal ini diduga, karena rendahnya jumlah kepemilikan sapi laktasi yakni sebesar persen peternak hanya memiliki 1-4 ekor sapi laktasi, dan harga yang jual susu yang sangat rendah sebesar persen dari harga

12 119 internasionalnya. Penyebab lain adalah rendanya posisi tawar peternak dikarenakan tidak terdapatnya alternatif saluran pemasaran lain, selain menjual ke IPS. Jumlah susu yang dijual ke IPS melalui koperasi mencapai 90 persen lebih dari total susu yang dihasilkan Dampak Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah dalam suatu aktivitas ekonomi dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap pelaku ekonomi dalam sistem tersebut. Dampak kebijakan juga dapat menurunkan atau meningkatkan produksi maupun produktivitas dari suatu aktivitas ekonomi. Dampak kebijakan pemerintah tersebut dapat dihitung dengan menggunakan matriks analisis kebijakan yang akan menghasilkan beberapa indikator dampak kebijakan. Tujuan dari kebijakan pemerintah dalam perdagangan biasanya adalah untuk melindungi produsen dalam negeri. Apabila harga produk impor komoditi serupa lebih rendah dari produksi dalam negeri, maka akan melemahkan daya saing dari produksi domestik karena konsumen akan cenderung membeli produk dengan harga yang lebih murah. Akibatnya, permintaan terhadap produk domestik akan menurun dan berimplikasi terhadap penurunan produksi dalam negeri dan pendapatan produsen lokal. Permasalahan mengenai susu impor berbeda dari permasalahan perdagangan internasional komoditi lainnya. Apabila harga susu impor yang relatif tinggi daripada susu lokal, tetapi IPS cenderung lebih banyak menggunakan susu impor dan berimplikasi menurunkan harga susu di tingkat peternak. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, ketika terdapat produk substitusi

13 120 yang lebih banyak dikonsumsi maka jumlah produk utama, yakni susu lokal menjadi lebih rendah (supply lebih besar dari demand). Kebijakan pemerintah yang seharusnya lebih memihak kepada produsen susu sapi lokal dihapus satu per satu termasuk didalamnya adalah kebijakan penghapusan subsidi atas pakan dan obat-obatan serta yang terakhir penghapusan impor susu menjadi nol persen, walaupun sejak 1 Juli 2009 ditetapkan kembali tarif impor lima persen yang tentunya akan melemahkan daya saing komoditi susu sapi lokal. Dampak kebijakan pemerintah terhadap output, input, dan input-output akan dijelaskan pada subbab berikut ini Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output Tingkat ukuran intervensi (campur tangan) pemerintah pada output dapat dilihat dari nilai Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Bentuk distorsi pemerintah tersebut dapat berupa subsidi atau kebijakan hambatan perdagangan berupa tarif dan pajak ekspor/impor. Nilai dari masingmasing indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai Transfer Output dan Koefisien Proteksi Output Nominal Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Sentra Provinsi Jawa Barat No Indikator Kec. Lembang Kec. Pangalengan Kec. Cikajang 1 Transfer Output /TO (Rp/l) Koefisien Proteksi Output Nominal/NPCO Berdasarkan Tabel 20 Nilai TO yang negatif tersebut menunjukkan adanya divergensi yakni bahwa harga privat output susu segar lebih rendah dibandingkan

14 121 dengan harga sosialnya. Kondisi tersebut dapat menjelaskan bahwa dengan adanya kebijakan atau intervensi pemerintah terhadap output susu segar tersebut lebih menguntungkan konsumen, karena konsumen membeli output susu dengan harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya. Artinya, terdapat pengalihan surplus dari produsen ke konsumen (IPS). Berdasarkan nilai TO tersebut diperoleh bahwa kerugian terbesar dialami oleh peternak yang berada di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut yakni sebesar Rp per liter susu, sedangkan kerugian terendah dialami oleh peternak di Kecamatan Pangalengan yakni sebesar Rp per liter susu yang dihasilkan. Divergensi (dampak kebijakan dan distorsi pasar) untuk penerimaan output ketiga lokasi penelitian ini bernilai negatif yakni sebesar Rp per liter susu di Kecamatan Lembang, Rp per liter susu di Kecamatan Pangalengan, dan Rp per liter susu di Kecamatan Cikajang, hal ini terjadi karena harga sosial susu yang diterima dimasing-masing lokasi lebih tinggi dari harga yang diterima oleh peternak. Kondisi ini terjadi, karena harga sosial susu diperhitungkan berdasarkan harga susu impor yang lebih tinggi daripada harga susu lokal dengan standar dan kualitas yang sama. Disisi lain lebih rendahnya harga susu yang ditawarkan oleh peternak, menjadi keunggulan yang dimiliki oleh peternak dalam menghadapi masuknya susu impor yang diminati oleh IPS. Tingginya nilai distorsi penerimaan output yang bernilai negatif di Kecamatan Cikajang, karena harga susu yang diterima oleh peternak lebih rendah bila dibandingkan dengan dua wilayah lainnya, dimana besarnya perbedaan sebesar Rp. 250-Rp. 300 per liter. Hal ini juga disebabkan jumlah susu yang

15 122 diminta oleh IPS dari daerah ini relatif lebih kecil dan adanya perbedaan kualitas susu yang dihasilkan oleh masing masing peternak. Nilai koefisien proteksi output nominal (NPCO) adalah rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga finansial dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan. NPCO merupakan indikasi dari transfer output (TO), dimana NPCO menunjukkan seberapa besar harga privat berbeda dengan harga sosial (Pearson dan Gotsch, 2004). Nilai NPCO yang lebih kecil dari satu (NPCO<1), menunjukkan bahwa harga domestik lebih rendah dari harga internasional/dunia. Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan nilai NPCO pada ketiga lokasi ini bernilai lebih kecil dari satu, yakni sebesar 0.80 untuk Kecamatan Lembang dan Kecamatan Pangalengan, sedangkan Kecamatan Cikajang memiliki nilai NPCO sebesar 0.75 (lebih kecil dari dua lokasi sebelumnya). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kebijakan pemerintah yang menyebabkan harga privat susu lebih rendah bila dibandingkan dengan harga ekonomi (sosial). Nilai yang diperoleh kurang dari satu, dapat dijelaskan bahwa seluruh peternak di ketiga wilayah penelitian bahwa kebijakan pemerintah untuk peternak sapi perah belum berjalan efektif sehingga terjadi pengurangan penerimaan produsen/peternak Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input Kebijakan pemerintah tidak hanya diterapkan dan berlaku untuk harga output namun berlaku pula untuk harga input dari usaha ternak yang dijalankan oleh peternak. Bentuk kebijakan pemerintah seperti subsidi atau hambatan perdagangan (penetapan tarif ataupun non tarif) diterapkan dengan harapan agar

16 123 produsen dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan dapat melindungi produsen dalam negeri. Namun, untuk kasus peternakan sapi perah, tidak ada kebijakan pemerintah dalam hal ini yang dapat memacu peningkatan produksi peternak. Adapun dampak kebijakan pemerintah terhadap input ditunjukkan oleh nilai Transfer Input (IT), Transfer Faktor (FT), dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI). Indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap input dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Transfer Input, Koefisien Proteksi Input Nominal, dan Transfer Faktor Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Sentra Provinsi Jawa Barat No Indikator Kec. Lembang Kec. Pangalengan Kec. Cikajang 1 Transfer Input/TI (Rp/l) Koefisien Proteksi Input Nominal/NPCI Transfer Faktor/TF (Rp/l) Nilai transfer input merupakan selisih antara biaya privat input tradable dengan biaya bayangannya. Transfer input (IT) yang bernilai positif mengindikasikan adanya kebijakan subsidi negatif atau pajak pada unsur input tradable yang akan mengurangi tingkat keuntungan produsen atau dengan kata lain produsen tidak mendapat insentif. Kerugian produsen tersebut disebabkan adanya divergensi/distorsi pasar. Sebaliknya, transfer input yang bernilai negatif menunjukkan adanya kebijakan subsidi pada input karena subsidi pada harga input akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk input pada tingkat privat lebih rendah daripada tingkat harga sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pada input tradable akan menguntungkan produsen lokal.

17 124 Berdasarkan Tabel 21 diperoleh nilai transfer input yang ditunjukkan dengan nilai divergensi yang positif pada input tradable untuk ketiga wilayah dengan perhitungan per liter susu sebesar Rp , Rp , dan Rp untuk masing-masing Kecamatan Lembang, Pangalengan, dan Cikajang. Nilai divergensi yang positif untuk input tradable karena harga sosial dari input-input tradable yaitu konsentrat dan obat-obatan lebih rendah dari harga yang diterima peternak. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa adanya kebijakan pemerintah atau distorsi pasar yang mengakibatkan harga sosial pakan dan obatobatan lebih tinggi daripada harga finansialnya. Tingginya harga sosial ini disebabkan karena tidak adanya lagi kebijakan subsidi untuk komponen input (konsentrat dan obat-obatan) dan pajak yang dikenakan untuk komponen input tersebut. Dengan demikian, terdapat transfer pendapatan dari peternak kepada produsen input asing sekitar Rp Rp per liter susu. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari kegiatan wawancara dengan pengurus koperasi (KPSBU, KPBS, dan KPGS) adanya praktik monopoli terhadap bahan baku utama yaitu polar yang hanya didistribusikan oleh PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari diduga juga merupakan salah satu penyebab adanya transfer pendapatan dari peternak kepada produsen input asing. Hal ini karena praktik monopoli menyebabkan kegagalan pasar pada pasar input yang menyebabkan mekanisme pasar dalam pembentukan harga tidak bekerja. Koefisien proteksi input nominal (NPCI) merupakan rasio antara biaya input tradable yang dihitung berdasarkan harga privat dengan input tradable yang dihitung berdasarkan harga bayangan dan merupakan indikasi adanya transfer

18 125 input. Nilai NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradable bila dibandingkan bila tanpa ada kebijakan. Nilai NPCI yang lebih besar dari satu (NPCI>1) mengindikasikan adanya kebijakan proteksi terhadap produsen input tradable selain terdapat pajak pada input tersebut, sedangkan sektor yang menggunakan input tersebut dirugikan dengan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan. Sebaliknya, jika nilai NPCI lebih kecil dari satu (NPCI<1) maka mengindikasikan adanya subsidi atas input tersebut. NPCI yang diperoleh dari ketiga lokasi penelitian menunjukkan nilai yang positif atau lebih besar dari satu, yakni 1.70, 1.80, dan 1.20 untuk masing-masing Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Cikajang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kebijakan proteksi terhadap terhadap konsumen input (peternak) berupa bantuan yang menyebabkan harga finansial input lebih rendah dibandingkan harga bayangannya. Usaha ternak sapi perah tidak mendapat subsidi input (pakan dan obat-obatan) dikarenakan adanya upaya dari koperasi untuk memberikan subsidi harga pakan/konsentrat dan obat-obatan dengan harga yang lebih rendah, dengan biaya yang ditanggung bersama oleh peternak melalui koperasi berdasarkan iuran dan kuntungan usaha yang diperoleh koperasi. Nilai NPCI yang lebih kecil untuk Kecamatan Cikajang bila dibandingkan dua lokasi penelitian lain. Hal ini tidak berarti peternak di Kecamatan Cikajang lebih dilindungi atau mendapatkan harga yang lebih rendah dari koperasinya (KPGS). Hal tersebut, dikarenakan penggunaan konsentrat sedikit jumlahnya dan menggantinya dengan pakan hijauan (rumput-rumputan), begitu juga dengan penggunaan obat-obatan. Ada beberapa obat-obatan yang tidak digunakan seperti

19 126 speciorlac, vaseline, dan obat celup puting dengan alasan untuk mengurangi tingkat antibiotik yang terkandung dalam susu segar. Selain menggunakan input tradable, peternak sapi perah dalam menjalankan usaha ternaknya menggunakan input non tradable (faktor domestik) seperti tenaga kerja, air, peralatan, lahan/kandang, biaya modal dan input domestik lainnya. Nilai transfer faktor (TF) mampu menggambarkan intervensi pemerintah terhadap input non tradable. Nilai transfer faktor pada pengusahaan susu sapi perah lokal di Kecamatan Lembang (Rp ), Kecamatan Pangalengan (Rp ), dan Kecamatan Cikajang (Rp ) memiliki nilai yang positif. nilai ini menunjukkan bahwa harga input non tradable yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tingkat harga privat lebih tinggi dibandingkan dengan biaya input non tradable yang dikeluarkan pada harga ekonomi (sosial). Artinya, adanya kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik, misalnya melalui subsidi yang diberikan. Kondisi ini mengakibatkan peternak harus membayar input domestik lebih mahal daripada harga sosialnya. Disamping itu, produsen input domestik mendapatkan tambahan keuntungan sebesar Rp (Kecamatan Lembang), Rp (Kecamatan Pangalengan), dan Rp (Kecamatan Cikajang) untuk setiap susu liter susu yang dihasilkan oleh peternak. Salah satu penyebab adanya transfer faktor tersebut adalah karena penilaian harga sosial. Hal ini diperkuat oleh Suryana (1980) yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang digunakan peternak dalam membantu usahanya adalah tenaga kerja tidak tetap dan umumnya juga tidak terdidik sehingga harga bayangan tenaga kerja tersebut adalah 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di

20 127 ketiga daerah penelitian (dimana rata-rata upah harian kerja pria dibayarkan Rp ). Selain itu komponen pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya pada analsis ekonomi sedangkan pada analisis finansial komponen tersebut dihitung sebagai biaya Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output Dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output dapat dijelaskan melalui indikator-indikator seperti nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefiesien Keuntungan/Profit Coefisien (PC), dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP). Hasil Perhitungan indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output pada pengusahaan susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat yang dilihat dari ketiga lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai Koefisien Proteksi Efketif, Transfer Bersih, dan Koefisien Keuntungan, dan Rasio Subsidi bagi Produsen Pada Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Sentra Provinsi Jawa Barat No Indikator Kec. Lembang Kec. Pangalengan Kec. Cikajang 1 Koefisien Proteksi Efektif/EPC Transfer Bersih/TB (Rp/l) Koefisien Keuntungan/PC Rasio Subsidi bagi Produsen/SRP Nilai EPC merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi suatu komoditas dalam negeri. Nilai ini menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik. Nilai EPC untuk kedua produk susu sapi perah lokal sebesar 0.80 untuk Kecamatan Lembang, dan Kecamatan Pangalengan, serta

21 128 Kecamatan Cikajang memiliki nilai EPC sebesar 0.74 (hampir sama dengan Kecamatan Lembang). Nilai EPC di ketiga lokasi penelitian yang kurang dari satu, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output tidak berjalan dengan efektif atau menghambat produsen/peternak dalam pengusahaan menghasilkan susu sapi segar. Nilai EPC di Kecamatan Cikajang yang lebih kecil bila dibandingkan dari Kecamatan Lembang dan Kecamatan Pangalengan menunjukkan bahwa pengusahaan sapi perah di lokasi ini kurang efektif bila dibandingkan di Lembang dan Pangalengan. Hal ini dimungkinkan, karena di kedua lokasi ini akses peternak untuk mendapatkan inputnya mudah, begitupun pemasaran susu dengan harga yang lebih tinggi. Transfer bersih (TB) menggambarkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan peternak, apakah merugikan atau menguntungkan peternak. Nilai transfer bersih merupakan selisih dari nilai keuntungan privat dengan nilai keuntungan sosial. Nilai transfer bersih untuk pengusahaan susu sapi perah diketiga lokasi bernilai negatif. Nilai transfer bersih sebesar Rp per liter (Kecamatan Lembang), Rp per liter (Kecamatan Pangalengan), dan Rp per liter (Kecamatan Cikajang). Surplus produsen yang hilang untuk peternak di Kecamatan Cikajang lebih besar, bila dibandingkan di Kecamatan Lembang dan Pangalengan. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa belum terlihatnya insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi susu sapi segar lebih transfer bersih yang diperoleh di masing-masing lokasi penelitian, yakni Rp untuk Kecamatan Lembang, Rp untuk Kecamatan Pangalengan, sebesar Rp untuk Kecamatan Cikajang dibandingkan keuntungan apabila tidak ada intervensi pemerintah.

22 129 Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Koefisien keuntungan merupakan indikator yang menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan output, kebijakan input asing, dan input domestik (net policy transfer) Nilai PC yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 0.50 (Kecamatan Lembang), 0.20 (Kecamatan Pangalengan dan Cikajang). Secara keseluruhan memiliki nilai lebih kecil dari satu yang berarti keuntungan produsen dengan intervensi dan distorsi sebesar 50 persen untuk Kecamatan Lembang, 20 persen untuk Kecamatan Pangalengan dan Kecamatan Cikajang. Nilai PC tersebut juga menunjukkan bahwa produsen di masing-masing lokasi penelitian harus mengeluarkan dana kepada konsumen (IPS) sebesar 50 persen dan 80 persen, sehingga secara keseluruhan kebijakan pemerintah tidak memberikan insentif kepada produsen dan membuat keuntungan yang diterima oleh produsen lebih rendah dibandingkan dengan tanpa ada kebijakan. Nilai rasio subsidi bagi produsen merupakan indikator yang menunjukkan tingkat penambahan dan pengurangan penerimaan atas pengusahaan suatu komoditas karena adanya kebijakan pemerintah. Nilai SRP untuk ketiga lokasi penelitian bernilai negatif yakni sebesar 0.20 (Kecamatan Lembang dan Pangalengan), dan 0.30 (Kecamatan Cikajang). Hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini, menyebabkan produsen susu mengeluarkan biaya produksi lebih besar 20 persen (Kecamatan Lembang dan Pangalengan), dan 30 persen untuk Kecamatan Cikajang dari oppurtinity cost untuk produksi. Nilai keseluruhan yang negatif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh negatif terhadap struktur biaya produksi, karena biaya yang diinvestasikan

23 130 peternak lebih besar daripada nilai tambah keuntungan yang diterima peternak sendiri (kebijakan pemerintah merugikan peternak susu di Provinsi Jawa Barat). Berdasarkan dampak divergensi kebijakan pemerintah terhadap inputoutput menunjukkan bahwa pengusahaan usahaternak ini dalam jangka panjang akan memberikan kerugian pada produsen, karena produsen mengeluarkan biaya dari yang seharusnya. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor penyebab mengapa investor tidak tertarik untuk menginvestasikan modalnya pada usahaternak sapi perah. Disamping usahaternak tersebut menghadapi risiko usaha yang cukup tinggi (dilihat dari karakteristik produk), membutuhkan modal yang besar (peternak yang mampu memproduksi susu secara langsung, dan rendahnya teknologi. Sehingga dengan demikian usahaternak menjadi kurang menarik, sehingga yang menjalankan usahaternak adalah peternak rakyat dengan modal terbatas. Kondisi tersebut juga karena keharusan untuk meneruskan usaha yang diwariskan oleh orang tuanya, sehingga tidak terdapat pilihan lain. Hal ini dapat dibuktikan bahwa mayoritas peternak memiliki usia di bawah 50 tahun dan persen peternak memiliki pengalaman rata-rata selama 1-12 tahun untuk mengelola usahaternaknya Perubahan Keuntungan dan Daya Saing Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal Akibat Perubahaan Harga Output dan Input di Provinsi Jawa Barat Nilai keuntungan privat dan PCR (Privat Cost Ratio) pada keunggulan kompetitif, serta nilai keuntungan sosial dan DRC (Domestic Resource Ratio) pada keunggulan komparatif dapat berubah apabila harga output dan komponen biaya untuk pengusahaan susu segar berubah. Sehingga untuk mengamati

24 131 perubahan tersebut digunakan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas perlu dilakukan mengingat matriks analisis kebijakan atau PAM mempunyai keterbatasan yaitu merupakan analisis yang bersifat statis, sehingga memerlukan simulasi kebijakan untuk mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi dalam setiap situasi ekonomi yang dinamis. Kasus pengusahaan susu sapi perah ini memiliki beberapa indikator utama yang secara signifikan akan mempengaruhi struktur biaya dan penerimaan, yakni perubahan harga pakan (konsentrat) dan harga susu sapi segar. Perubahanperubahan pada kenaikan harga pakan ternak, penurunan dan kenaikan harga susu dan analisis gabungan yang secara langsung akan berpengaruh terhadap perubahan keuntungan yang diterima peternak dan daya saing pengusahaan susu sapi perah. Oleh karena itu diperlukan simulasi kebijakan (analisis sensitivitas) guna melihat besarnya perubahan indikator daya saing baik pada keunggulan komperatif maupun keunggulan kompetitif pada suatu sistem komoditi Perubahan Keuntungan Pengusahaan Susu Sapi Perah Akibat Perubahaan Harga Output dan Input di Provinsi Jawa Barat Analisis sensitivitas yang dilakukan berdasarkan 11 skenario kebijakan, memberikan hasil yang menunjukkan adanya perubahan terhadap keuntungan yang diperoleh setiap peternak dalam pengusahaan susu sapi perah di ketiga lokasi penelitian. Nilai keuntungan privat dan sosial dari pengusahaan sapi perah di ketiga lokasi menunjukkan nilai positif, kecuali Kecamatan Pangalengan pada kondisi jika terjadi kenaikan harga pangan sebesar 30 persen (skenario ke-5), kondisi dimana terjadi penurunan tarif impor menjadi nol persen dan pada saat

25 132 bersamaan harga pakan naik sebesar 20 dan 30 persen (skenario ke-6 dan 7) keuntungan privatnya bernilai negatif, namun keuntungan sosialnya positif. Secara umum dapat dikatakan bahwa dari seluruh skenario yang ada mengindikasikan bahwa pengusahaan susu sapi perah masih tetap layak untuk dijalankan oleh peternak terutama di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Cikajang. Nilai keuntungan baik privat dan sosial pengusahaan sapi di ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Nilai Keuntungan Pengusahaan Susu Sapi Perah Berdasarkan Analisis Sensitivitas di Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Cikajang. Indikator Profitabilitas (Rp/liter) No Skenario Perubahan Privat Sosial A B C A B C 1 Tarif impor nol persen Tarif impor 10 persen Tarif impor 15 persen Harga Pakan naik 20 persen Harga Pakan naik 30 persen Tarif impor nol persen dan Harga pakan naik persen. 7 Tarif impor nol persen dan Harga pakan naik persen. 8 Tarif impor 10 persen dan Harga pakan naik persen. 9 Tarif impor 10 persen dan Harga pakan naik persen. 10 Tarif impor 15 persen dan Harga pakan naik persen. 11 Tarif impor 15 persen dan Harga pakan naik 30 persen Keterangan: A : Lokasi penelitian Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. B : Lokasi penelitian Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. C : Lokasi penelitian Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut.

26 133 Kondisi yang menguntungkan peternak, berdasarkan ke-11 skenario kebijakan adalah jika pemerintah menetapkan tarif impor sebesar 15 persen (sesuai dengan usulan GKSI), dengan kondisi tarif sebesar itu baik keuntungan privat dan sosial memiliki nilai keuntungan yang tertinggi untuk seluruh lokasi penelitian. Nilai keuntungan privat terbesar terdapat di Kecamatan Lembang yakni Rp per liter susu sedangkan nilai keuntungan sosial tertinggi terdapat di Kecamatan Cikajang sebesar Rp per liter susu (jika tarif impor 15 persen). Hal ini dapat menjelaskan, bahwa dukungan pemerintah dalam hal peningkatan tarif, sebagai bentuk melindungi produk dalam negeri akan memberikan insentif bagi peternak. Insentif tersebut akan menjadi stimulan bagi peternak melakukan ekspansi terhadap usaha sapi perahnya, yakni dengan menambah jumlah sapi laktasi yang dimilikinya sehingga dengan demikian akan semakin besar jumlah susu yang dihasilkan oleh peternak. Kebijakan yang merugikan peternak berdasarkan analisis sensitivitas tersebut jika pemerintah menetapkan tarif impor susu turun menjadi nol persen dan harga BBM naik (114 persen seperti tahun 2008) yang mengakibatkan keuntungan yang diterima oleh peternak akan turun pula, bahkan merugikan peternak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 23 bahwa dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan tarif impor dan menaikkan BBM keuntungan privat yang diperoleh peternak di Kecamatan Pangalengan bernilai negatif atau dengan kata lain peternak di lokasi penelitian ini mengalami kerugian dalam memperoduksi setiap liter susu yang dihasilkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa peternak di Kecamatan Lembang lebih sensitif atau peka terhadap perubahan

27 134 kebijakan yang terjadi, terutama perubahan tarif impor dan harga pakan (konsentrat). Kerugian yang dialami oleh peternak di Kecamatan Pangalengan, karena disebabkan penggunaan input (pakan ternak) berupa konsentrat sangat tinggi bila dibandingkan di dua lokasi penelitian yang lain. Berdasarkan perhitungan terhadap persentasi biaya yang dikeluarkan peternak untuk menghasilkan satu liter susu. Peternak di Kecamatan Lembang mengeluarkan biaya sebesar 55 persen biaya pembelian konsentrat dari total biaya pakan yang digunakan, dan harga pakan yang diterima oleh peternak di daerah ini sebesar Rp per kilogram. Sedangkan peternak di Kecamatan Lembang hanya mengeluarkan biaya konsentrat sebesar 42 persen dari total biaya pakan (harga konsentrat Rp Rp untuk setiap kilogram), serta peternak di Kecamatan Cikajang mengeluarkan biaya konsentrat sangat rendah yakni sebesar 39 persen dari total biaya pakan dengan biaya harga pakan per kilogram adalah Rp Pada dasarnya perubahan harga pakan yang disebabkan oleh naiknya BBM, terutama konsentrat tidak berdampak kepada tingkat keuntungan peternak jika peternak mampu menghasilkan sendiri pakan konsentrat. Penyuluhan dan pelatihan pembuatan konsentrat sudah sangat sering dilakukan, namun karena keterbatasan pemahaman dan kesadaran peternak, maka sebagian besar peternak menggantungkan kebutuhan usahaternaknya kepada koperasi. Harga yang relatif rendah di Kecamatan Lembang dan Cikajang, lebih disebabkan koperasi di Lembang memberikan bantuan dengan potongan harga pakan sebesar Rp. 200-Rp. 300/kg bagi anggotanya dan di Cikajang-Garut peternak hanya menggunakan pakan konsentrat dengan kualitas rendah. Sedangkan peternak di

28 135 Pangalengan tidak mendapat potongan harga dalam mendapatkan konsentrat dengan alasan tidak memiliki dana yang mencukupi. Disamping usaha lain yang dilakukan oleh peternak di Lembang yang meramu sendiri konsentrat dengan bahan yang ada yakni dari bahan ampas tahu, dedak, ampas singkong, maupun bungkil kedelai. Rendahnya tingkat pendidikan peternak yang ada di Kecamatan Pangalengan yakni sebesar 80 persen tidak lulus atau hanya lulus SD dan jumlah kepemilikan 1-2 ekor sebanyak 50 persen responden yang merupakan skala yang sangat tidak efisien. Hal ini diduga menjadi kendala dalam hal pembuatan pakan konsentrat sendiri. Kondisi peternak responden tersebut mengindikasikan bahwa rendahnya pemahaman untuk tidak tergantung kepada koperasi dapat diatasi dengan memproduksi pakan ternak dan lainnya dengan bantuan dan pendampingan dari dinas dan koperasi. Kebijakan yang juga menurunkan keuntungan peternak sehingga peternak mendapatkan insentif yang kecil jika pemerintah menurunkan tarif impor menjadi nol persen (zerro tariff). Apabila pada kondisi ini harga susu akan turun, dan posisi tawar peternak terhadap IPS juga akan bertambah lemah, karena dengan dihapusnya tarif masuk maka akan menyebabkan IPS memiliki alternatif sumber bahan baku yang lebih murah dan banyak, kondisi ini tentunya sangat merugikan peternak sapi perah. Kebijakan yang berupaya untuk melindungi produk dan produsen dalam negeri hendaknya harus terus diupayakan oleh pemerintah, karena selain menghemat devisa juga akan mampu memberikan multiplier effect ekonomi terutama ditingkat perdesaan dengan membuka kesempatan kerja dan

29 136 menggerakan kegiatan ekonomi lainnya. Kebijakan yang berupaya untuk melindungi produk susu dan peternak dalam negeri merupakan tanggung jawab dari pemerintah agar kesejahteraan peternak dapat ditingkatkan. Negara-negara maju sekalipun masih tetap melindungi peternak dan usahaternak sapi perah mereka dengan menetapkan kebijakan tarif dan non tarif, sebagai contoh Amerika Serikat yang menetapkan tarif bea masuk sebesar persen, dan Austrlia yang menetapkan kebijakan non tarif dalam bentuk sanitary certificate komoditas susu yang ketat. Kondisi yang relatif menguntungkan peternak jika terjadi kenaikan pakan sebesar 20 dan 30 persen harus diikuti dengan kenaikan tarif impor yang sesuai dengan kondisi sekarang (lima persen), sehingga keuntungan privat dan sosial dapat dinikmati peternak Perubahan Daya Saing Pengusahaan Susu Sapi Perah Akibat Perubahaan Harga Output dan Input di Provinsi Jawa Barat Analisis sensitivitas yang sama dilakukan untuk melihat kondisi daya saing pengusahaan susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan analisis sensitivitas tersebut diharapkan ada informasi yang tepat untuk meningkatkan daya saing pengusahaan susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat. Analisis ini juga akan menunjukkan apakah aktivitas ekonomi yang dilakukan masih tetap efisien secara privat atau ekonomi ataupun sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan nilai PCR dan DRC yang dihasilkan di tiga lokasi penelitian adalah kurang dari satu (<1), kecuali Kecamatan Pangalengan bahwa nilai PCR pada kondisi tarif impor nol persen (PCR=1.00), pada kondisi harga pakan naik 20 persen dan 30 persen (PCR sebesar 1.00 dan 1.03), serta skenario ke-6 dan 7 kombinasi jika tarif impor nol

30 137 persen dan harga pakan naik sebesar 20 dan 30 persen maka nilai PCR berturutturut sebesar 1.06 dan 1.09 (PCR>1). Perubahan nilai indikator daya saing akibat analisis sentivitas pada usahaternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Indikator Daya Saing Pengusahaan Susu Sapi Perah Berdasarkan Analisis Sensitivitas di Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Cikajang. Indikator Daya Saing No Skenario Perubahan PCR DRC A B C A B C 1 Tarif impor nol persen Tarif impor 10 persen Tarif impor 15 persen Harga Pakan naik 20 persen Harga Pakan naik 30 persen Tarif impor nol persen dan Harga pakan naik 20 persen Tarif impor nol persen dan Harga pakan naik 30 persen Tarif impor 10 persen dan Harga pakan naik 20 persen Tarif impor 10 persen dan Harga pakan naik 30 persen Tarif impor 15 persen dan Harga pakan naik 20 persen Tarif impor 15 persen dan Harga pakan naik 30 persen Keterangan: A : Lokasi penelitian Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. B : Lokasi penelitian Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. C : Lokasi penelitian Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya penurunan tarif (nol persen) dan terjadi kenaikan pakan menyebabkan usahaternak di Kecamatan Pangalengan-Kabupaten Bandung tidak memiliki keunggulan kompetitif, namun masih memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif, diimiliki oleh peternak di Kecamatan Pangalengan diduga disebabkan bahwa secra iklim mendukung usahaternak, serta secara sosial dan ekonomi dimana cikal bakal pengembangan usahaternak sapi perah Indonesia berasal dari daerah Pangalengan. Nilai yang kurang dari satu baik PCR dan DRC di Kecamatan Lembang, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR Daya Saing Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat Di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR Harmini Adibowo Departemen

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan LAMPIRAN 82 Lampiran 1. Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan No Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai A Penerimaan Penjualan Susu 532 Lt 2.930,00 1.558.760,00 Penjualan Sapi 1 Ekor 2.602.697,65

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya)

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Volume, Nomor 2, Hal. 09-6 ISSN 0852-8349 Juli - Desember 2009 DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Muhammad Farhan dan Anna

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Konsep Daya Saing Daya saing adalah suatu konsep komparatif dari kemampuan dan pencapaian dari suatu perusahaan, subsektor atau negara untuk memproduksi, menjual

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aak Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Aak Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Aak. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta. Atien, P., W. Rindayati dan G. A. J. Rumagit. 2004. Dampak Kebijakan Industri Susu Terhadap Kesejahteraan Masyarakat.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

(The analysis of profitability, comparative advantage, competitive advantage and import policy impact on beef cattle fattening in west java)

(The analysis of profitability, comparative advantage, competitive advantage and import policy impact on beef cattle fattening in west java) Analisis Tingkat Keuntungan, Keunggulan Kompetitif, Keunggulan Komparatif, dan Dampak Kebijakan Impor Pada Usaha Peternakan Sapi Potong di Provinsi Jawa Barat (The analysis of profitability, comparative

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI I Made Tamba Ni Luh Pastini ABSTRACT Rice is high-valued commodities since pre-independence era. The paper aims to analyze impact

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. 4.1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... DAFTAR ISI Halaman Judul... ii Lembar Pengesahan... iii Lembar Pernyataan... iv Kata Pengantar... V Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... X Daftar Lampiran... xi Abstrak... Xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013 DAYA SAINGJAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Competitiveness of Corn in Sekampung Udik District of East Lampung Regency) Cahya Indah Franiawati, Wan Abbas Zakaria, Umi Kalsum Jurusan

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA AGRIBISNIS AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA AGRIBISNIS AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA AGRIBISNIS AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR NOVI ITSNA HIDAYATI Dosen Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRACT:

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci