PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN"

Transkripsi

1 Volume No. Januari - Maret Tahun 08 REPUBLIK INDONESIA Metrologi PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN

2 Daftar Isi Volume No. Januari - Maret Tahun 08 SALAM REDAKSI 3 PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN Reni Sri Marliani dan Luluk Lailatul Badriyah PENURUNAN RUMUS KETIDAKPASTIAN BUOYANCY CSIRO Rifyan S. Nasution ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN 8 Dian Nilam Sari, S.T. REDAKSI kerjasama.ppsdmk@kemendag.go.id Website : ppsdk.kemendag.go.id PENANGGUNGJAWAB Hari Prawoko, Dipl. Ing REDAKTUR Lafin Hari Prayudhi, S.T., M.T. DESAIN GRAFIS Guntur Apriandy Gunawan, S.E. EDITOR Sri Astuti, S.Si, M.SE. Permadi, S.Sos, M.AP. Yenni Marlin, S.Si., M.T. SEKRETARIAT Siti Maesaroh, A.Md ALAMAT REDAKSI Jl. Daeng M. Ardiwinata Km 3, Cihanjuang Bandung 0559 Insan Metrologi Tel/Fax: /6605

3 KALIBRASI TERMOMETER INFRAMERAH PADA SUHU RENDAH Irwan Setiawan 5 PERHITUNGAN DAN ANALISA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN IZIN TIPE TYPE EVALUATION) COMPACT PROVER METODE VOLUMETRIK 3 Nugroho Budi Widodo, S.Si., MT Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

4 Salam Redaksi Diklat Fungsional Penera tahun 08 Angkatan telah resmi dibuka oleh Bapak Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Bapak Karyanto Suprih, pada hari Selasa tanggal 0 Maret 08. Bapak Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan berharap agar para lulusan diklat dapat membuat perubahan, terobosan, dan inovasi dalam hal kemetrologian. Masyarakat harus mendapatkan yang terbaik dengan adanya pelaksanaan dan pelayanan kemetrologian di kabupaten/kota. Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian, Bapak Hari Prawoko, dalam laporannya menginformasikan bahwa mulai tahun 08, Diklat Fungsional Penera dilaksanakan dengan sistem diklat berbasis kompetensi. Sistem diklat berbasis kompetensi bertujuan untuk mencapai kompetensi tertentu dimana materi, metode, dan fasilitas serta lingkungan diklat terfokus pada pencapaian unjuk kerja. Pembangunan kompetensi SDM kemetrologian diarahkan untuk membentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk tahun 08, Diklat Fungsional Penera akan dilaksanakan dalam 3 angkatan. Materi dan pelaksanaan diklat berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Nomor 0 Tahun 08. Tahapan pembelajarannya terdiri dari; materi pembelajaran berbasis online/pre-learning sebelum tiba di PPSDK/proses pembelajaran di tempat asalnya masing-masing), tatap muka di kelas selama Jam Pelajaran JP) atau dua setengah bulan dilaksanakan di PPSDK), dan Uji kompetensi. Dengan pelaksanaan sistem diklat seperti ini, diharapkan jumlah lulusan SDM Penera banyak tiap tahunnya dan memiliki kompetensi dasar yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga pemenuhan kebutuhan SDM Penera dalam rangka mempercepat pembentukan Unit Metrologi Legal UML) di kabupaten/kota akan terlaksana. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 3

5 PERHITUNGAN POTENTIAL LOSS AKIBAT KETIDAKSESUAIAN PROSES PENIMBANGAN Oleh : Reni Sri Marliani dan Luluk Lailatul Badriyah Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

6 ABSTRAK Penimbangan merupakan kegiatan ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat umum dalam hal perdagangan. Dalam prosesnya banyak dijumpai ketidak sesuaian mulai dari cara penyimpanan yang tidak rata/alas untuk menimbang miring, penggunaan timbangan tidak di nolkan serta pembacaan kesetimbangannya. Ketidaksesuaian dalam penimbangan bisa saja menimbulkan kerugian baik bagi pedagang maupun konsumen, apalagi bagi barang yang mahal harganya contohnya daging sapi. Penelitian dilakukan dengan melakukan penimbangan ulang pada produk daging sapi yang dibeli di pasar tradisional, penimbangan ulang dilakukan di Laboratorium Massa PPSDK. Daging sapi dibeli masing-masing kg dengan harga rata-rata Rp lalu ditimbang ulang. Hasil penimbangan ulang menunjukkan bahwa kebanyakan pedagang yaitu 53 dari 69 atau 76,8% memberikan kuantitas yang lebih dari 000 g, sedangkan sisanya yaitu 6 dari 69 atau 3,% memberikan kuantitas yang kurang dari 000, Selisih plus terbesar adalah 63 g atau sama dengan Rp /kg sama dengan Rp /hari sama dengan Rp /bulan. Sebaliknya pada selisih minus terbesar yaitu 80g atau sama dengan Rp /kg sama dengan Rp /hari sama dengan Rp /bulan. Selisih tersebut masih di bawah toleransi yang disyaratkan dalam Keputusan Dirjen PDN Nomor 3 Tahun 999 tentang Pedoman Pos Ukur Ulang, yaitu toleransi ukur ulang non-bdkt Barang Dalam Keadaan Terbungkus) untuk hasil peternakan dengan berat 0 < X 000 g adalah 8%. Kata kunci : Penimbangan, Potential Loss, Barang Pokok Daging Sapi. PENDAHULUAN Menimbang merupakan suatu kegiatan mengukur berat dengan menggunakan alat timbang maupun membandingkannya dengan standar yang telah diketahui beratnya. Kegiatan ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat umum dalam hal perdagangan. Banyaknya alat timbang di masyarakat belum tentu mewakili pengetahuan masyarakat yang memadai mengenai timbangan serta penggunaannya. Ketidaksesuaian dalam proses menimbang banyak dijumpai di kalangan pedagang, mulai dari cara penyimpanan yang tidak rata/alas untuk menimbang miring, penggunaan timbangan tidak di nolkan serta pembacaan kesetimbangannya. Ketidaksesuaian dalam penimbangan bisa saja menimbulkan kerugian baik bagi pedagang maupun konsumen, apalagi bagi barang yang mahal harganya. Barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok rata-rata dijual dengan menggunakan satuan berat. Kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan pokok yang harus terpenuhi dengan layak. Terdapat beberapa regulasi yang memuat daftar komoditi bahan pangan pokok yang diatur ketersediaan dan harga eceran tertinggi HET) di pasaran, pada tahun 998 Menteri Perdagangan dan Perindustrian mengeluarkan Surat Keputusan Menteri P e d a g a n g a n d a n P e r i n d u s t r i a n n o 5/MPP/KEP//998 tentang Jenis Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat yang meliputi beras, gula pasir, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, minyak tanah dan garam beryodium. Tahun 00 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No Kep-8/M-EKON/05/00 tentang Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok, yang termasuk Bapok adalah beras, gula, minyak goreng, terigu, kedelai, daging sapi,daging ayam dan telur ayam. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 5

7 Tahun 06 pemerintah menetapkan harga acuan pembelian terhadap tujuh komoditas pangan dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan, stabilitas dan kepastian harga pangan, baik di tingkat petani maupun konsumen. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63/M-DAG/PER/09/06 tentang harga acuan penjualan di konsumen yang ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Enggargiasto Lukita pada 9 September 06. Peraturan Menteri ini merupakan tindak lanjut amanat Presiden Joko Widodo di dalam Peraturan Presiden No 7 Tahun 05 tentang penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Tujuh komoditas pangan yang diatur harganya yakni beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, cabai dan daging sapi. Terlihat bahwa dari tiga regulasi tersebut daging sapi merupakan satu dari beberapa bahan pokok yang konsisten dipantau harga dan ketersediaannya, hal ini disebabkan karena daging sapi merupakan salah satu primadona masyarakat terutama saat menghadapi perayaan hari-hari besar keagamaan walaupun harganya relatif mahal yaitu berkisar antara Rp..000 sampai Rp tergantung jenis dagingnya. Pada proses transaksi jual beli daging sapi alat ukur yang digunakan adalah timbangan, sehingga jika timbangan yang digunakan tidak akurat atau penggunaannya tidak tepat maka akan berpengaruh terhadap kuantitas daging sapi yang diterima oleh konsumen. Karena harganya yang cukup mahal maka jika ada ketidaksesuaian maka akan berdampak signitifikan. Hal ini lah yang menjadi latar belakang penelitian mengenai perhitungan potential loss akibat ketidaksesuaian pada proses penimbangan dengan studi kasus daging sapi.. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menghitung potential loss akibat ketidaksesuaian pada proses penimbangan dengan studi kasus barang pokok berupa daging sapi. 3. BATASAN MASALAH Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan yang dialkukan sebelumnya. Lingkup dibatasi pada barang pokok daging sapi jenis daging has dalam atau yang sejenis yang diperjualbelikan di pasar tradisional di Kota Bandung. Penelitian hanya dibatasi dengan lingkup kuantitas hasil penimbangan dengan tidak mengikutsertakan penelitian mengenai kualitas dari daging tersebut.. METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian analisis yang dilakukan secara kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dapat dilakukan melalui dua strategi yaitu penelitian survei dan penelitian eksperimen. Penelitian survei adalah proses untuk memaparkan secara kuantitatif kecenderungan, sikap atau opini dari suatu populasi tertentu dengan meneliti sampel dari popolasi tersebut. Penelitian survei biasanya menggunakan kuesioner, wawancara dan proses sampling terencana dalam pengumpulan data dengan tujuan untuk menggeneralisasi populasi berdasarkan sampel yang telah ditentukan. Kerangka dan tahapan penelitian yang akan dilakukan digambarkan dalam Gambar. Tahapan Penelitian. Identifikasi a. Jumlah dan Lokasi Pasar Tradisional b. Jumlah dan Lokasi Pasar Tertib Ukur c. Jumlah Pedagang Daging Sapi serta Timbangannya Pengambilan Sampel a. Perhitungan Statistik b. Penetapan Jumlah dan Lokasi Sampel Pedagang c. Pengambilan Sampel d. Pendataan Timbangan yang digunakan Pengolahan Data Penimbangan Ulang dan Analisis Data Penyajian Data dan Kesimpulan Gambar. Tahapan Penelitian 6 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

8 Proses identifikasi terhadap jumlah dan lokasi pasar serta jumlah pedagang daging dilakukan melalui koordinasi dengan pihak terkait seperti Direktorat Metrologi, PD Pasar Kota Bandung dan UPTD Metrologi Legal Kota Bandung. Setelah data diperoleh maka dilakukan perhitungan jumlah sampel yang representatif berdasarkan statistik menggunakan rumus populasi kecil kurang dari 000) seperti pada persamaan berikut dengan asumsi jumlah pedagang daging sapi kurang dari 000 pedagang Prijana, 005): n = + Keterangan notasi : n n o [ ] o n N n = o = jumlah sampel t. p.q ) d N = jumlah populasi = 95 d = presisi yang ditetapkan = 0, t = nilai kritis kurva normal =,96 p = parameter proporsi = 0,5 q = parameter proporsi = 0,5 Nilai d merupakan nilai presisi yang ditetapkan yaitu 0%, nilai ini dipilih dari tiga alternatif taraf signifikansi dari penelitian Isaac dan Michael tahun 98 yaitu %, 5% atau 0%. Nilai t yaitu,96 diperoleh dari Tabel nilai kritis distribusi t pada kurva normal dengan nilai α = 0,05/ dan ν = lebih dari 9 atau infinitive. Analisis data yang terkumpul dilakukan d e n g a n p e n i m b a n g a n u l a n g d i P u s a t Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian PPSDK) dan dibandingkan dengan toleransi yang diperbolehkan oleh regulasi. 5. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan sesuai dengan tahapan yang direncanakan. Tahap yang pertama dilakukan adalah identifikasi jumlah dan lokasi pasar tradisional dan pasar tertib ukur di Kota Bandung dan sekitarnya Data lainnya yang diidentifikasi adalah jumlah pedagang daging sapi serta timbangan yang dipergunakan. Pasar tertib ukur tidak terdapat di kota Bandung sehingga data tidak dapat dianalisis. Tabel. Data Jumlah Pasar di Wilayah Bandung Raya Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Kota Cimahi Kota Bandung Total Sumber : Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota Bandung dan sekitarnya Setelah data diperoleh maka dilakukan perhitungan jumlah sampel yang representatif berdasarkan statistik menggunakan rumus populasi kecil kurang dari 000) seperti pada persamaan berikut dengan asumsi jumlah pedagang daging sapi kurang dari 000 pedagang Prijana, 005): Perhitungan : n = + n = o n = o n o [ ] o n N t. p.q ) d,96. 0,5. 0,5 ) 0, ) 96,0 n = 96,0 + [ = 69 Dari hasil perhitungan data sampel yang mencukupi adalah sebanyak 69 pedagang. Jumlah titik sampling dibagi tiap wilayah sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel.. Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Kota Cimahi Kota Bandung Total Jumlah Pasar Jumlah Pasar Tabel. Jumlah Sampel Pedagang Daging Tiap Wilayah [ Jumlah Kios Perkiraan Jumlah Pedagang Daging Jumlah Kios Perkiraan Jumlah Pedagang Daging Jumlah Sampel Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 7

9 Gambar. Grafik Komposisi Jumlah Sampel Pedagang Grafik. menggambarkan jumlah sampel pedagang yang diambil datanya adalah di Kota Bandung yaitu sebanyak 9 pedagang, hal ini lumrah karena jumlah pedagang di Kota Bandung jauh lebih banyak daripada di tempat yang lain di sekitar Bandung. Pedagang ditentukan berdasarkan lokasi pasar yang mewakili pasar Induk, pasar Kelas I, Kelas II dan III. Sebaran pedagang yang berbeda-beda lokasi menyebabkan keragaman dalam harga pembelian daging sapi. Grafik. menggambarkan variasi harga daging sapi dengan jenis yang sama yaitu daging has dalam. Jumlah Komposisi Jumlah Sampel Pedagang 7 8 Gambar. Grafik Komposisi Harga Jual Daging Sapi Dari data dalam Gambar. terlihat bahwa sebanyak 3 dari total 69 pedagang menjual daging dengan harga Rp , harga inilah yang dijadikan acuan untuk perhitungan selanjutnya. 5 Bandung Barat Kota Bandung Kabupaten Bandung Kota Cimahi 9 Komposisi Harga Jual Daging Sapi. Rp Rp Rp Rp Rp Harga Jual Jenis timbangan yang dapat digunakan dalam perdagangan sangat beragam antara lain timbangan pegas, dacin, timbangan meja maupun timbangan elektronik. Namun yang paling banyak di gunakan di daerah Bandung Raya adalah timbangan meja dan timbangan elektronik seperti yang digambarkan dalam Grafik.3 di bawah ini. Grafik.3 Jenis Timbangan yang Digunakan Pedagang Daging Timbangan yang digunakan secara umum dalam keadaan baik dan layak pakai, penggunaan timbangan pun sesuai dengan ketentuan misalnya timbangan ditempatkan di alas yang datar dan tidak miring. Namun saat pengamatan dilakukan, tidak semua timbangan tersebut bertanda tera yang sah. Ada pula yang tidak jelas tanda teranya, dan tidak terlihat oleh pembeli. Grafik. memperlihatkan bahwa dari 69 timbangan, hanya timbangan yang jelas terlihat tanda tera sahnya yaitu sekitar 35%, timbangan lainnya tidak jelas tanda teranya. Tanda Tera Pada Timbangan Timbangan Elaktronik Tidak Jelas Tidak Jenis Timbangan 5 Timbangan Meja Ada Grafik. Tanda Tera pada Timbangan Pedagang Daging Sapi 8 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

10 Jumlah Pedagang Selain variasi dalam hal harga, para pedagang daging sapi ini mempunyai kuantitas penjualan daging yang berbeda-beda setiap harinya. Jumlah daging yang terjual berkisar antar 0 kg/hari sampai 00 kg/hari. Namun sebagian besar pedagang yaitu 60 orang menjual sebanyak kg/hari. Hal ini terlihat dalam Gambar Data Penjualan Daging/hari Jumlah Penjualan/hari Gambar.5 Data Penjualan Daging Sapi/Hari Dengan penjualan yang rata-rata kg/hari maka selisih penimbangan, baik itu yang bersifat minus kuantitas daging yang diserahkan pada pembeli kurang dari kg) maupun yang plus kuantitas daging yang diserahkan pada pembeli lebih dari kg), sangat berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh pedagang. Pengambilan sampel daging dilakukan oleh peneliti beserta tim pada Tanggal 0 Oktober secara serempak, kuantitas daging yang dibeli adalah sebanyak kg kemudian daging tersebut dibawa ke PPSDK untuk dilakukan penimbangan ulang. Hasil penimbangan ulang menunjukkan bahwa kebanyakan pedagang yaitu 53 dari 69 atau 76,8% memberikan kuantitas yang lebih dari 000 g, sedangkan sisanya yaitu 6 dari 69 atau 3,% memberikan kuantitas yang kurang dari 000, hal ini digambarkan dengan grafik pada Gambar.6 yang dominan positif daripada negatif Selisih Penimbangan Dalam gram Gambar.6 Selisih Setelah Penimbangan Ulang Hal ini menunjukkan bahwa pedagang cenderung memberikan kuantitas lebih pada pembeli, walaupun secara matematis itu akan memberi kerugian atau pengurangan keuntungan pada pihak pedagang. Walaupun ada data yang minus namun jumlahnya sangat sedikit, yang kekurangannya mencapai 8% dari kg hanya data yaitu salah satu pedagang di Pasar Sederhana Kota Bandung. Selisih penimbangan plus yang terbesar adalah 63 g atau 6,3% dari kg, sedangkan yang minus adalah 80g atau 8% dari kg. Selisih penimbangan ini jika dibandingkan dengan aturan dalam Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 999 tentang Pedoman Pos Ukur Ulang masih masuk ke dalam batas toleransi yaitu 8% bagi produk peternakan non Barang Dalam Keadaan Terbungkus BDKT) dengan berat antara 0g 000g. Selisih tersebut nampak kecil secara harga jika dilihat secara parsial kuantitas kg, namun jika kita kalikan dengan ratarata penjualan sebanyak kg/hari maka akan didapat nominal yang besar. Selisih plus terbesar adalah 63 g atau sama dengan Rp /kg sama dengan Rp /hari sama dengan Rp /bulan. Setelah dikonversi menjadi per bulan jumlah nominal dari selisih saja menunjukkan angka yang besar per pedagangnya, terlepas apakah kelebihan kuantitas tersebut merupakan salah satu cara seorang pedagang memberi pelayanan prima pada konsumennya. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 9

11 Sebaliknya pada selisih minus terbesar yaitu 80g atau sama dengan Rp /kg sama dengan Rp /hari sama dengan Rp /bulan, jumlah tersebut sangat besar apalagi bagi konsumen yang rutin berbelanja daging sapi dalam jumlah yang banyak tiap harinya. Bagi pemilik rumah makan dimana daging sapi ini akan diolah dan dijual kembali tentunya akan mengalami kerugian yang sangat besar. Uraian diatas adalah gambaran mengenai potensi kerugian yang dialami oleh pembeli maupun penjual jika terjadi ketidaksesuaian kuantitas dalam penimbangan, walaupun dari gambar.6 ternyata menunjukkan bahwa pedagang cenderung memberikan kuantitas lebih saat melayani pembeli namun hal tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu keinginan pribadi dari penjual atau kurangnya pengetahuan penjual dalam menggunakan timbangan. Jika yang terjadi adalah hal yang kedua maka dapat diminimalisir seiring dengan pengetahuan yang meningkat di kalangan penjual dalam menimbang komoditas yang diperdagangkan. Peningkatan pengetahuan di kalangan pedagang dapat ditingkatkan dengan sosialisasi yang lebih gencar pada para pedagang pasar, sosialisasi ini dapat dilakukan melalui kegiatan tersendiri atau dilakukan pararel saat terjadi kegiatan tera dan tera ulang. Hal tersebut juga dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang kedua yaitu penjual memberikan kuantitas yang lebih sedikit daripada yang seharusnya. Sebagai data tambahan, dilakukan juga sampling dengan mengambil daerah yang berbeda yaitu Kota Banjarmasin dan Yogyakarta. Tabel.3 dan. memperlihatkan tren yang positif pula dalam selisih penimbangan, hal ini menunjukkan hal yang hamper sama dengan data yang diambil di daerah Bandung Raya. Tabel.3 Data Selisih Penimbangan Sampel Pedagang Daging di Kota Banjarmasin Nama Pasar No Sampel Harga/kg Penjualan/ hari kg) Jenis Timbanagn TE TM Kapasitas Max kg) Tanda Tera Ada Tidak Jelas Tahun Sah Timbangan Ulang g) Selisih g % Selisih /kg Perhari Rp Perbulan Teluk Dalam ,8 0,9 055, Kertak Hanyar ,63,66 9, Kertak Hanyar , 5,9 6796, Sederhana ,8,05 355, Bauntung ,8,78 398, Bauntung ,,3 59, Tabel.3 Data Selisih Penimbangan Sampel Pedagang Daging di Kota Yogyakarta Nama Pasar No Sampel Harga/kg Penjualan/ hari kg) Jenis Timbanagn TE TM Kapasitas Max kg) Tanda Tera Ada Tidak Jelas Tahun Sah Timbangan Ulang g) Selisih g % Selisih /kg Perhari Rp Perbulan Seragen ,7,7,7 690, ,7 9,7,38 35, Kranggan ,8 3,8, , 39, 3,9 96, Gamping , 9, 003, 3, 0,39 0, Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

12 6. KESIMPULAN Hal-hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah di wilayah Bandung Raya ternyata banyak pedagang yang menggunakan timbangan tanpa tanda tera maupun yang tidak jelas tanda teranya, yaitu 65% dari seluruh pedagang yang diambil sampelnya. Hal ini perlu dikordinasikan dengan unit metrology setempat yang bertanggung jawab atas kegiatan tera dan tera ulang. Hasil penimbangan ulang menunjukkan bahwa kebanyakan pedagang yaitu 53 dari 69 atau 76,8% memberikan kuantitas yang lebih dari 000 g, sedangkan sisanya yaitu 6 dari 69 atau 3,% memberikan kuantitas yang kurang dari 000, Selisih plus terbesar adalah 63 g atau sama dengan Rp /kg sama dengan Rp /hari sama dengan Rp /bulan. Sebaliknya pada selisih minus terbesar yaitu 80g atau sama dengan Rp /kg sama dengan Rp /hari sama dengan Rp /bulan. Jika ditinjau dari segi nominal selisih penimbangan tersebut sangat signifikan meskipun masih dalam batas toleransi pada Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 999 tentang Pedoman Pos Ukur Ulang yaitu 8%. Ketidaksesuaian penimbangan ini dapat diminimalisir dengan meningkatkan kesadaran para pedagang untuk menimbang dengan baik dan tepat, sehingga tidak akan terjadi kerugian baik di sisi penjual maupun pembeli. Peningkatan pengetahuan di kalangan pedagang dapat ditingkatkan dengan sosialisasi yang lebih gencar pada para pedagang pasar, sosialisasi ini dapat dilakukan melalui kegiatan tersendiri atau dilakukan pararel saat terjadi kegiatan tera dan tera ulang. 7. DAFTAR PUSTAKA []. Indonesia, 05): Peraturan Presiden No 7 Tahun 05 tentang penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting []. Indonesia, 998): Surat Keputusan Menteri P e d a g a n g a n d a n P e r i n d u s t r i a n n o 5/MPP/KEP//998 tentang Jenis Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat. [3]. Indonesia, 06): Peraturan Menteri P e r d a g a n g a n N o m o r 6 3 / M - DAG/PER/09/06 tentang harga acuan penjualan di konsumen. []. Indonesia,999); Kep Dirjen PDN Nomor 3 Tahun 999 tentang Pedoman Pos Ukur Ulang, [5]. Prijana. 005) : Metode Sampling Terapan. Bandung: Humaniora Tentang Penulis R e n i S r i M a r l i a n i, l u l u s Magister Teknik Elektro dari Institut Teknologi bandung tahun 07. Mengajar dalam pelatihan kemetrologian sejak 0 dengan mengampu mata diklat Peneraan Ukuran Massa dan Timbangan, Standar Ukuran dan Pengelolaan Laboratorium, Peneraan Meter Kadar Air, Kalibrasi Alat Gelas dll. jabatan widyaiswara muda di PPSDK, lulus diklat penera tahun 00, renisrimarliani@gmail.com, Luluk Lailatul Badriyah, lulus Magister Instrumentasi Kontrol dari Institut Teknologi bandung tahun 03. Mengajar dalam pelatihankemetrologian sejak 0 dengan mengampu mata diklat PeneraanUkuran Massa dan Timbangan, Pengawasan UTTP Volume, Ketidakpastian dll. jabatan Widyaiswara muda di PPSDK, lulus Diklat Penera 009, luluk.lailatulbadriyah@gmail.com Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi

13 PENURUNAN RUMUS KETIDAKPASTIAN BUOYANCY CSIRO Oleh : Rifyan S. Nasution Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

14 ABSTRAK Ketidakpastian pengukuran merupakan hal penting pada tera dan tera ulang anak timbangan. Pada Keputusan DJPDN No. 0 tentang Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus mensyaratkan bahwa ketidakpastian pengujian anak timbangan maksimal sepertiga dari Batas Kesalahan yang Diizinkan BKD) dari anak timbangan uji. Namun pada peraturan yang berlaku tidak menyebutkan secara detail mengenai perhitungan ketidakpastian. Salah satu referensi yang banyak digunakan adalah dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization CSIRO). Pada perhitungan ketidakpastian anak timbangan terdiri dari ketidakpastian anak timbangan standar, instability anak timbangan standar, repeatability mass comparator, buoyancy, dan pembulatan. Untuk ketidakpastian buoyancy terdapat rumus yang disederhanakan. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan asal rumus untuk perhitungan buoyancy anak timbangan. Kata kunci: Anak timbangan, buoyancy, ketidakpastian.. PENDAHULUAN Ketidakpastian anak timbangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk tera dan tera ulang anak timbangan. Pengujian anak timbangan merupakan salah satu dimana ketidakpastian berdampak pada sah atau tidaknya pengujian. Pada peraturan baik nasional maupun internasional, Keputusan DJPDN No. 0 tentang Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus dan OIML R tahun 00 tentang Weights of Classes E, E, F, F, M, M-, M, M - 3, a n d M 3, m e n s y a r a t k a n b a h w a ketidakpastian anak timbangan tidak boleh lebih besar dari sepertiga BKD anak timbangan uji. P a d a p e r a t u r a n n a s i o n a l m a u p u n rekomendasi internasional tidak diatur untuk perhitungan ketidakpastian anak timbangan. Perhitungan ketidakpastian yang terdapat pada referensi internasional dapat digunakan sebagai dasar untuk perhitungan ketidakpastian anak timbangan. Referensi yang diterbitkan di Australia yang ditulis oleh Edwin C. Morris dan Kitty M. K. Fen yang diterbitkan oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization CSIRO).. UKURAN TULISAN/MATERI DAN FORMAT Pada perhitungan ketidakpastian anak timbangan dengan CSIRO, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah ketidakpastian anak timbangan standar, instability anak timbangan standar, repeatability mass comparator, buoyancy, dan pembulatan penulisan ketidakpastian. Berikut table yang digunakan untuk perhitungan ketidakpastian pengujian anak timbangan: Tabel. Tabel Perhitungan Ketidakpastian AT dengan CSIRO Komponen No. i=,,..5) AT Standar Instability 3 Repeatabilty Buoyancy 5. Pembulatan Ketidakpastian Gabungan Derajat Kebebasan veff Faktor Cakupan k) Ui mg) Ketidakpastian Bentangan ki ci ciui vi ciui) ciui) /vi Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 3

15 Ketidakpastian anak timbangan standar terdapat pada sertifikat anak timbangan yang merupakan ketidakpastian yang didapatkan pada saat penentuan massa konvensional anak timbangan standar. Untuk penetapan koefisien adalah sebagai berikut: Ketidakpastian AT Standar u i = usert k = k i Koefisien sensitifitas c = Derajat Kebebasan v = tstudent Ketidakpastian instability adalah ketidakpastian dari anak timbangan standar. Ketidakpastian ini merupakan ketidakpastian yang diperoleh dari jangka waktu dan pemakaian dari kalibrasi anak timbangan standar. Anak timbangan standar dikarenakan faktor lingkungan dapat bertambah massanya. Dan juga dikarenakan pemakaian anak timbangan standar dapat mempengaruhi massanya. Pemakaian anak timbangan standar dapat mengurangi massanya dikarenakan gesekan anak timbangan standar dengan lantai penerima muatan. Dikarenakan halhal tersebut maka ketidakpastian instability anak timbangan standar tidak dapat diabaikan. Berikut ketidakpastian instability anak timbangan standar: Ketidakpastian instability Anak Timbangan Standar Ÿ Ÿ Jumlah sertifikat Anak Timbangan Standar kurang dari 5 lima) sertifikat u = 8% BKD AT standart i k = i Koefisien sensitifitas c = i Derajat Kebebasan v = i Jumlah sertifikat Anak Timbangan Standar sama dengan atau lebih dari 5 lima) sertifikat u = i Ö n - n i = m - m) i, k = i Dimana: m i : massa dari anak timbangan pada sertifikat m : massa rata-rata dari anak timbangan dari sertifikat s.d n) timbangan dari sertifikat s.d n) n : jumlah sertifikat oefisien sensitifitas c i = erajat ebebasan v i = n - etidakpastian yang berasal dari mass comparator merupakan ketidaktetapan yang dihasilkan dari penunjukan mass comparator yang digunakan pada saat menimbang selisih massa konvensional antara anak timbangan standar dengan anak timbangan uji. etidakpastian ass omparator imana: U = i s = m δ : selisih penimbangan ke-i i δ : rata-rata selisih penimbangan n : jumlah selisih penimbangan erajat kebebasan v = n - m etidakpastian esolusi ass omparator erajat kebebasan Ö n - sres= n i = d - d) i k = m d Ö Ö 3 etidakpastian epeatability ass omparator didapatkan dari ketidakpastian mass comparator atau dari ketidakpastian resolusi mass comparator dipilih yang paling besar. n U = i U = i Δm d = daya baca digital mass comparator s m n Δm kres = vres = 000,k =, v = v, jika s > s i m m res s m,k =, v = v, jika s > s i m m res s res,k =, v = v, jika s > s i m m res =, untuk seri ABBA Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

16 Ketidakpastian buoyancy berasal dari penimbangan yang diluar dari persyaratan penimbangan konvensional dimana massa jenis udara adalah, kg/m3 dan anak timbangan memiliki massa jenis yang sama dengan 8000 kg/m3. Ketidak pastian Buoyancy -6 U i =,5 0. Δρ t. R. M,k =, c i =, v i = 000 U i = ketidakpastian bouyancy udara mg) ρ t = rentang maksimum densitas uji R = tabel CSIRO M = massa nominal anak timbangan uji g) Tabel. Tabel nilai R Altitude m) Air density -3 R kg. m ) Within 00m of sea Tabel 3. Rentang Densitas Anak Timbangan OIML R tahun 00 No min E E F F M M M M > g g g g g g Ketidakpastian pembulatan adalah ketidakpastian yang didapatkan dikarenakan ketidakpastian maksimal ditulis dengan dua angka penting. Sehingga apabila perhitungan ketidakpastian memiliki angka lebih dari dua angka penting maka hasil perhitungan ketidakpastian harus dibulatkan menjadi maksimal dua angka penting. Untuk rumus ketidakpastian buoyancy didapatkan dari m std. g - ρ u.v std. g = m uji. g - ρ u. V uji.g m - ρ. V = m - ρ.v std u std uji u uji m - ρ. V = m - ρ.v + 0 std u std uji u uji m - ρ. V = m - ρ.v std u std uji u uji m - ρ. V ) - m - ρ.v ) std u std uji u uji m - ρ. V ) - m - ρ.v ) std u std uji u uji + ρ. V - ρ.v + ρ.v - ρa.v ) a std a std a uji uji = ρ. V - ρ.v + ρ.v - ρa.v a std a std a uji uji = ρ. V -V ) - ρ.v - ρa.v ) u std uji a std uji m std - ρ u. V std ) - m uji - ρ a.v uji ) = ρ u. V std -V uji ) - ρ a.v std -V uji) m m std m uji std - ρ u. V std ) - m uji - ρ a.v uji ) = ρ u - ρ a ). ρ uji ) jika dianggap, m std = muji m - ρ. V ) - m - ρ.v ) std a std uji a uji koreksi bouyancy = ρ u - ρ a ). = ρ u - ρ a ). ). m ρstd ρ uji Ketidakpastian koreksi buoyancy dengan asumsi massa jenis anak timbanga standar dan anak timbangan uji adalah sama maka ketidakpastian menjadi: Ketidakpastian massa jenis udara konvensional ρ ),i = u U = Uρu i k = m std m uji ρstd ρ uji ) c i =. m = 0 ρstd ρ std ). m ρ uji Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 5

17 K e t i d a k p a s t i a n m a s s a j e n i s u d a r a penimbangan P ), I = a U i = Uρu k = c i = ρ uji ). m = 0 ρstd K e t i d a k p a s t i a n m a s s a j e n i s u d a r a penimbangan P ), I = 3 std U i = Uρstd k = c i = ) ρ u ρ a ). m ρ std ρ std 3 K e t i d a k p a s t i a n m a s s a j e n i s u d a r a penimbangan P ), I = uji U i = Uρuji k = c i = ) Ketidakpastian massa anak timbangan m),i = 5 U i = U m Ketidakpastian koreksi buoyancy menjadi u = = k = c i = ρ u ρ a) ρ uji ) = 0 ) ρ u = ρ a ). m ρ uji ρstd ρ uji 3 c u ) +c u ) +c u ) +c u ) +c u ) = 0+0+c 3 u 3) +c u ) +0 = ρ - ρ ). m u a ρ std ρu-ρ a ). m + ρ 3 ρ uji uji 3 uji = ρ - ρ ). m u a ρ uji uji ρ = ρ - ρ ). m uji u a ρ 3.. ) ρ uji 3 Dikarenakan m adalah massa dalam g, namun hasil yang kita ingin kan adalah dalam mg, maka R ρ m Dimana: uji ρ = ρ - ρ ). m uji u a =,5 x 0. ρ uji -9 =,5 x 0. ρ uji ρ u - ρ a ). m. 0-6 =,5 x 0. ρ uji ρ u - ρ a ). m. 0. R. m -9 ρ - ρ ) =,5 x 0. ρ. m uji u a å[ ρ u - ρ a = root mean square m N = rentang densitas anak timbangan uji = massa nominal anak timbangan dalam gram Pada perhitungan ketidakpastian buoyancy didapatkan beberapa asumsi yang dapat menyederhanakan perhitungan. Hal ini dikarenakan mengambil asumsi terhadap beberapa variable lebih efektif dibandingkan menghitung secara akurat. Contoh asumsi adalah densitas anak timbangan standar dan anak timbangan uji dimana asumsi memiliki densitas 8000 kg/m3. Asumsi ini diambil dikarenakan menghitung densitas anak timbangan standard dan uji lebih sulit dibandingkan mencari massa konvensional anak timbangan uji. Asumsi juga dilakukan pada rentang densitas anak timbangan standar dan uji. Dimana asumsi perbedaan dari rentang densitas anak timbangan standar adalah lebih besar dari rentang densitas anak timbangan uji, maka pada saat rentang densitas anak timbangan standar dikuadratkan akan jauh lebih kecil dibandingkan dari rentang densitas anak timbangan uji dikuadratkan sehingga dapat diabaikan pada perhitungan. Asumsi berikutnya adalah massa anak timbangan standar tidak jauh berbeda dengan massa anak timbangan uji sehingga massa nominal sudah mencukupi digunakan untuk perhitungan ketidakpastian buoyancy. 3 3 [ 6 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

18 Untuk nilai R didapatkan sebuah table untuk mempermudah perhitungan ketidakpastian buoyancy. Nilai R ini adalah root mean square dari perbedaan massa jenis udara konvensional dengan massa jenis udara dimana pengujian anak timbangan uji dilakukan untuk menentukan massa konvensional. Tabel R didapatkan dari perhitungan massa jenis udara diberbagai ketinggian dari permukaan laut sehingga dapat menggunakan rumus root mean square. 3. KESIMPULAN Perhitungan ketidakpastian pengukuran anak timbangan dengan menggunakan referansi CSIRO terdiri dari ketidakpastian anak timbangan standar dari sertifikat, instability anak timbangan standar, repeatability, buoyancy dan pembulatan. Untuk ketidakpastian buoyancy menggunakan rumus yang telah disederhanakan dimana ada beberapa yang diasumsikan untuk mempermudah perhitungan. Asumsi yang diambil adalah massa jenis anak timbangan standar dan anak timbangan uji adalah sama yaitu 8000 kg/m3 dan rentang densitas anak timbangan uji dianggap lebih besar dari rentang densitas anak timbangan standar sehingga apabila dikuadratkan maka sangat berbeda jauh sehingga rentang densitas anak timbangan standar yang dikuadratkan diabaikan dalam perhitungan ketidakpastian buoyancy. LAMPIRAN A Penulis bisa memasukkan lampiran dengan judul yang berarti di sini. DAFTAR PUSTAKA [] Edwin C. Morris dan Kitty M. K. Fen. The Calibration of Weights and Balances. Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization CSIRO) National M e a s u r e m e n t L a b o r a t o r y Te c h n i c a l Memorandum. 003 [] Kirkup, Les and Frenkel, Bob, An Introduction to Uncertainty in Measurement. New-York, Cambridge. 006 [3] OIML International Recommendation R- :00 Weights of classes E, E, F, F, M, M-, M,M-3,and M3 Part : Metrological and technical requirements Tentang Penulis R i f y a n S. N a s u t i o n l u l u s M a s t e r o f S c i e n c e j u r u s a n Matematika dari University of Nebraska at Omaha tahun 007. J a b a t a n K e p a l a s u b b i d perencanaan program pengembangan SDM kemetrologian, PPSDK. Lulus Diklat penera ahli 00 rifyan@yahoo.com Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 7

19 ANALISI JABATAN FUNGSIONAL PENERA SUMBER DAYA KEMETROLOGIAN Oleh : Dian Nilam Sari, S.T. 8 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

20 A. ABSTRAK Penyusunan Analisis jabatan dan Evaluasi Jabatan Sumber Daya Kemetrologian merupakan salah satu bentuk pengelolaan SDM Kemetrologian yang digunakan untuk mengukur beban kerja dan tanggung jawab pegawai berbasis outcomes oriented dengan memperhitungkan faktor-fator yang mempengaruhi kinerja pegawai tersebut. Hasil Analisis jabatan dan evaluasi jabatan tersebut akan digunakan sebagai standar/acuan/pedoman dalam menentukan gaji yang adil dan layak sesuai dengan pentingnya suatu pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggungjawab dan tingkat risiko dari pekerjaan tersebut. Selain itu, Analisis jabatan dan Evaluasi Jabatan juga berguna untuk merekrut dan menempatkan pegawai sesuai yang dipersyaratkan dengan menggunakan prinsip manajemen SDM right man to the right place and the right time. Manfaat lain dari hasil penyusunan analisa jabatan dan evaluasi jabatan ini, dapat juga digunakan sebagai pembinaan karir pegawai untuk meningkatkan kinerja pegawai dengan memperhatikan faktor kesejahteraan Pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu dengan memberikan Tunjangan Penghasilan Pegawai atau menetapkan standar biaya khusus bagi SDM Kemetrologian. B. LATAR BELAKANG Diera Perdagangan global saat ini, tuntutan adanya institusi Metrologi Legal yang kompeten semakin meningkat. Keberadaan Unit Metrologi Legal di Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pelayanan publik yang berkaitan dengan tera dan tera ulang UTTP dan Pengawasan Kemetrologian sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 0 tentang Pemerintahan Daerah menjadi sangat penting. Oleh karena itu, dalam melaksanakan Pelayanan Kemetrologian tersebut khususnya di daerah perlu mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang berkompeten dibidangnya. Untuk mendukung hal tersebut, perlu adanya pengelolaan dan pembinaan SDM yang baik. Sebagai salah satu bentuk pengelolaan SDM Kemetrologian adalah dengan melakukan analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatan Sumber Daya Kemetrologian. Analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatan ini dilakukan untuk mengukur beban kerja dan tanggung jawab pegawai berbasis outcomes oriented yang memperhitungkan faktor-fator yang mempengaruhi kinerja pegawai tersebut, sehingga diperoleh standar/acuan/pedoman dalam menentukan gaji yang adil dan layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya. Adapun salah satu mafaat dari hasil analisis jabatan dan evaluasi jabatan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengusulkan TunjanganPenghasilan Pegawai atau menyusun standar biaya khususnya Bidang Metrologi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta berguna untuk merekrut dan menempatkan pegawai sesuai yang dipersyaratkan dengan menggunakan prinsip manajemen SDM right man to the right place and the right time. Pada kali ini penulis mencoba menyusun analisis jabatan SDM Kemetrologian khususnya Jabatan Fungsional Penera Ahli Pertama, yang kiranya dapat berguna bagi rekan-rekan sejawat dan pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk digunakan sebagai pengembangan karir pegawai. Jika ada kesempatan yang diberikan, untuk Evaluasi Jabatan yang menghasilkan nilai jabatan job value) dan menentukan kelas jabatan job class) dalam menentukan besaran gaji yang adil dan layak selaras dengan bebean pekerjaan dan tanggung jawab pekerjaan serta bentuk usulan Tunjangan Penghasilan Pegawai Derah akan disajikan pada edisi berikutnya atau bisa menghubungi penulis melalui ataupun nomor telepon yang tertera dalam biodata penulis. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 9

21 C. ANALISIS JABATAN FUNGSIONAL PENERA Dalam menyusun Analisis Jabatan Fungsional Penera Ahli Pertama berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Tahun 008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi R.I. Nomor 3 Tahun 0 tentang Jabatan Fungsional Penera dan Angka Kreditnya serta Peraturan-Peraturan Bidang Metrologi yang mendukung penyusunan analisis jabatan dan evaluasi jabatan ini. Kedudukan Jabatan fungsional ini, langsung bertanggungjawab kepada Pimpinan Unit Organisasi pegawai bekerja. Dalam menyusun Analisis Jabatan ini, Penera harus merinci semua kegiatan, hasil kerja, waktu penyelesaian, peralatan dan bahan kerja, korelasi jabatan, prestasi kerja serta dampak/risiko yang dapat ditimbulkan dalam melaksanakan aktivitas kerja tersebut. Sebagai contoh bentuk analisis jabatan SDM Kemetrologian, berikut ini disajikan bentuk Analisis Jabatan Fungsional Ahli Pertama pada Bidang Metrologi Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Pemerintah Kota Pangkalpinang. INFORMASI JABATAN ANALISIS JABATAN). Nama jabatan : Penera Ahli Pertama. Kode Jabatan : - 3. Unit Kerja Eselon I : Sekretaris Daerah Eselon II : Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan PerdaganganKota Pangkalpinang Eselon III : Kepala Bidang Metrologi Legal Eselon IV: Kepala Seksi Tera dan Tera Ulang UTTP. Kedudukan Dalam Struktur Organisasi KEPALA DINAS PENERA AHLI PERTAMA 5. Ikhtisar Jabatan : Penera berkedudukan sebagai pelaksana teknis di bidang peneraan pada instansi pusat atau daerah yang memiliki tugas pokok, yaitu: melakukan kegiatan peneraan yang meliputi pengelolaan instalasi uji dan peralatan dan perlengkapan standar tera/tera ulang UTTP, pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP, pengujian UTTP dan pengelolaan Cap Tanda Tera. 6. Uraian Tugas diuraikan sesuai dengan jenjang jabatan Penera Pertama pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi R.I. Nomor 3 Tahun 0 tentang Jabatan Fungsional Penera dan Angka Kreditnya), antara lain sebagai berikut : ) Melakukan pelayanan Tera atau Tera Ulang UTTP Besaran Massa; a. Memeriksa material/bahan UTTP Besaran Massa Tingkat Kesulitan III b. Menguji sifat, ukur, takar dan timbang UTTP Besaran Massa Tingkat Kesulitan III c. Melakukan penjustiran UTTP Besaran Massa Tingkat Kesulitan III d. Melakukan perhitungan hasil pengujian UTTP Besaran Massa Tingkat Kesulitan III e. Membubuhkan atau menandai UTTP Tingkat Kesulitan III dengan Cap Tanda Tera ) dst; 3) dst; ) dst; 5) dst; 6) dst; 7) dst; 8) Melakukan pengujian UTTP dalam rangka penerbitan Izin Tanda Pabrik dana tau Izin Tipe; a. Besaran Massa b. Besaran panjang c. dst; 9) Pengelolaan Cap Tanda Tera; Melakukan perawatan dan pengamanan cap tanda tera 0 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

22 No ) Pengembangan profesi : a. pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang peneraan; b. Pengembangan profesi penerjemahan/ penyaduran buku dan bahan-bahan lain di bidang peneraan; c. Pengembangan profesi pembuatan ketentuan pelaksanaan dan ketentuan teknis di bidang peneraan ) Kegiatan penunjang : a. Sebagai pengajar/pelatih di bidang peneraan; b. Kegiatan penunjang peran serta dalam seminar, lokakarya, bimbingan teknis di bidang peneraan; c. Kegiatan penunjang sebagai keanggotan dalam Tim Penilai. 7. Bahan Kerja : 8. Perangkat/ Alat Kerja : No Perangkat Kerja Digunakan Untuk Tugas Cap Tanda Tera Cerapan Pengujian Peralatan dan Perlengkapan Standar Pengujian UTTP Peralatan Mekanik)/ pendukung Pengujian UTTP Instalasi Uji UTTP Alat Tulis Kantor Komputer / Perangkat Lunak lainnya Kendaraan Operasional Bahan Kerja Instruksi Kerja, SOP dan syarat teknis pengujian Data Rekaman Peralatan Standar Peraturan/ Juknis / Syarat Teknis Kemetrologian yang berlaku Peraturan perundang undangan yang berlaku Perda Retribusi Daerah Jadwal Kegiatan, Surat Permintaaan Peneraan/Pengujian UTTP Dokumen Panduan Mutu, SOP, Prosedur kerja Target Kinerja/Renja, Rincian Keg. Jab. Fungsional Disposisi Pimpinan Bahan Uji Cairan BBM, Air Bersih, dll ) Peralatan Safety Petugas Kamera Penggunaan Dalam Tugas Pelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTP Pelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTP Pelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTP Pelaksanaan Kegiatan Kemetrologian Pemungutan Tarif Retribusi Pelaksananaan Kegiatan Kemetrologian Pelaksanaan Kegiatan Kemetrologian Evaluasi Kinerja dan Laporan Pelaksanaan tugas Kedinasan Pelayanan Tera/Tera Ulang, Pengujian UTTP Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Data Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Pembuatan Laporan/Data Pengujian/SKHP Pembuatan SKHP, Laporan dan lain-lain SDM, Pengangkutan Peralatan Standard dan Peralatan Instalasi Uji Pengujian /Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Dokumentasi dan Pelaporan 9. Hasil Kerja: No Hasil Kerja ) Satuan Hasil ) Data Rekaman Pengelolaan Peralatan dan perlengkapan Standar ; Berita Acara hasil Pengujian/cerapan ; pengujian SKHP/Sertifikat Surat Keterangan Hasil Pengujian); Cap Tanda Tera pada UTTP yang ; dibubuhi Laporan Jumlah UTTP hasil Pelayanan Kemetrologian Konsep Juklak/Juknis/Panduan Mutu Instruksi Kerja/Instruksi Kerja Alat Kelengkapan dan keamanan Cap Tanda Tera Evaluasi dan Laporan kegiatan Pelayanan Kemetrologian karya tulis berupa prasaran, tinjauan gagasan ilmiah bidang peneraan; seminar, lokakarya, bimtek bidang peneraan keanggotaan tim penilai serta pengurus atau anggora organisasi profesi; konsep Surat dan Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain Laporan//SKHP Laporan Sertifikat/SKHP Laporan / unit Laporan /unit Dokumen Dokumen Laporan Dokumen Buku, makalah, naskah, laporan naskah, laporan naskah, laporan Penilaian Angka Kredit Naskah/Laporan 0. Tanggung Jawab :. Memberikan penjelasan, informasi atau keterangan kegiatan tera/tera ulang UTTP kepada Wajib Tera/Tera Ulang WTU);. Melakukan tugas Peneraan UTTP yang diajukan oleh WTU yang memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis; 3. Kelengkapan data rekaman peralatan standar;. Kelengkapan data hasil pengujian dan kalibrasi alat UTTP; 5. Kebenaran data hasil peneraan dan kalibrasi alat UTTP; 6. Kelengkapan, kondisi dan Kemananan Cap Tanda Tera yang digunakan.. Wewenang :. Melakukan tugas Peneraan sesuai dengan jenjang jabatan Penera Keahlian;. Mengesahkan, menjustir atau membatalkan UTTP yang diperiksa dan diuji; 3. Menolak untuk memberi tanda sah terhadap UTTP batal atau tidak memenuhi persyaratan;. Menolak melakukan kegiatan tera/tera ulang UTTP, apabila tidak memenuhi persyaratan administratif dan syarat teknis; 5. Merusak UTTP yang telah diuji pada kegiatan tera/tera ulang berdasarkan hasil pengujian UTTP yang tidak memenuhi syarat teknis serta tidak dapat diperbaiki; Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi

23 6. Menggunakan tanda Pegawai Berhak yang telah ditetapkan.. Korelasi Jabatan : No Kondisi Lingkungan Kerja: No Jabatan Kepala Dinas Sekretaris Eselon 3 dan SDM Kemetrologian Lainnya JFU Aspek Tempat kerja Suhu Udara Keadaan Ruangan Letak Penerangan Suara Keadaan tempat kerja Getaran Unit Kerja/ Instansi Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota Pangkalpinang Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota Pangkalpinang Bidang Metrologi Legal dan Dinas KOPDAG Bidang Metrologi Legal dan Dinas KOPDAG Bidang Metrologi Legal dan Dinas KOPDAG. Resiko Bahaya : Faktor Dalam ruangan dan lapangan Sedang Sedang Cukup teratur Datar Terang Tenang Cukup Bersih Tidak ada Dalam Hal Penerbitan Surat Tugas pelaksanaan kegiatan dan Laporan hasil kegiatan, pengajuan PAK Konsultasi pela ksanaan kegiatan, laporan hasil kegiatan, Pengajuan PAK dan Konsultasi Peraturan Penugasan pelaksanaan kegiatan, Konsultasi, laporan dan Penilaian Kinerja Kerjasama dalam memberikan Pelayanan Kemetrologian, pengelolaan standar dan kegiatan pengembangan profesi Koordinasi Pelaksanaan Tugas dan kelengkapan administrasi No Fisik / Mental Penyebab. Kesehatan mata terganggu Sakit pinggang dan gangguan pencernaan Kelelahan syaraf tangan dan kaki Pusing Kepala/migrain Luka fisik, cacat dan kematian Karena melihat computer terus menerus, fokus dan teliti pada pengujian/peneraan alat UTTP; Karena load pekerjaan yang tinggi dan memiliki time limit yang kecil, dan makan tertunda; Sering menaiki tangga yang tinggi, mengangkat dan menarik benda yang berat yang dilakukan terus menerus ; Terkena cahaya matahari yang terus- menerus. Kecelakaan di tempat Kerja 5. Syarat Jabatan: a. Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda III/a) b. Pendidikan : S Teknik / MIPA c. Kursus/Diklat ) Penjenjangan : - ) Teknis : Diklat Fungsional Penera dan Diklat Teknis Upgrading 3) Pengalaman kerja : tahun dibidang penera d. Pengetahuan kerja : Pengetahuan tentang peraturan kemetrologian e. Keterampilan kerja : M e m a h a m i p e r a t u r a n d a n prosedur kerja serta P e n g o p e r a s i a n UTTP f. Bakat Kerja :. Intelegensi : Kemampuan belajar secara umum dan melakukan perhitungan secara sistematis.. Bakat Verbal : Memahami arti kata-kata dan penggunaannya secara tepat dan efektif dan dapat bersosialisasi dengan baik. 3. Ketelitian : K e m a m p u a n d a l a m memeriksa, menguji dan melakukan hasil perhitungan pengujian UTTP dengan benar. g. Temperamen Kerja :. M : Kemampuan menyesuaikan diri dalam kegiatan pengambilan keputusan, pertimbangan atau pembuatan peraturan.. R : Kemampuan menyesuaikan diri dalam kegiatan-kegiatan berulang, a t a u s e c a r a t e r u s m e n e r u s melakukan kegiatan yang sama, sesuai degan perangkat prosedur, urutan atau kecepatan yang tertentu. h. Minat Kerja :. Konvensional Ke) : Aktifitas yang melibatkan pengambilan keputusan untuk pencapaian tujuan organisasi; Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

24 . Konvensional K) : Aktifitas yang b e r h u b u n g a n d e n g a n p e n y u s u n a n d a t a d a n pelayanan kemetrologian secara terperinci; 3. Sosial S) : Aktifitas yang bersifat sosial yang melibatkan seluruh pegawai untuk bekerjasama d a l a m t i m d a l a m memberikan memberikan pelayanan Kemetrologian. i. Upaya Fisik : ) Duduk ) Berdiri 3) Berjalan ) Membungkuk 5) Merangkak 6) Menggapai 7) Menagangkat benda 8) Ketangkasan j. Kondisi Fisik ) Jenis Kelamin : tidak ada persyaratan khusus ) Umur : tidak ada persyaratan khusus 3) Tinggi badan : tidak ada persyaratan khusus ) Berat badan : tidak ada persyaratan khusus 5) Postur badan : tidak ada persyaratan khusus 6) Penampilan : tidak ada persyaratan khusus k. Fungsi Pekerjaan ) D.3 : Menyusun data ) O.7 : Melayani orang 3) : Menguji Alat UTTP 6. Prestasi kerja yang diharapkan No Satuan Hasil Data Rekaman Peralatan Standar / kalibrasi internal Jumlah UTTP Tk. Kesuliatan III hasil Pelayanan Kemetrologian SKHP/Sertifikat Surat Keterangan Hasil Pengujian) Konsep Juklak/Juknis/Pendoman Kemetrologian Instruksi Kerja/Instruksi Kerja Alat Evaluasi dan Laporan Kegiatan Pengelolaan CTT Pengembangan Profesi Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain Bidang Jumlah Satuan Hasil Dalam Tahun) Laporan / SKHP 00 unit 00 SKHP Dokumen 3 Dokumen laporan Laporan 3 Naskah/Makalah/Buku Bidang Kemetrologian 0 Naskah / laporan Waktu Penyelesaian 70 menit menit 0 menit 0 menit 080 menit 0 menit 360 menit 0 menit 00 menit 7. Butir Informasi Lain : Hal-hal yang tidak tercantum dalam butir s.d. 6 Pangkalpinang, Februari 07 Mengetahui Atasan Langsung, Yang Membuat DIAN NILAM SARI, S.T. NIP D. KESIMPULAN Melalui Analisis Jabatan tersebut dapat m e m b e r i k a n i n f o r m a s i b a h w a S D M Kemetrologian, khususnya Jabatan Fungsional Penera dalam melaksanakan Pelayanan Kemetrologian antara lain;. Pelayanan karena pekerjaan yang melibatkan kekuatan fisik, aktivitas dilakukan terusmenerus sehingga dapat menyebabkan penyakit seperti : sakit kepala, migrain, sakit pinggang, magh, gangguan pencernaan, hernia, kelelahan syaraf, kelelahan mata, penyakit kulit, kecelakaan ditempat kerja;. Memiliki tanggung jawab dalam menjamin kebenaran hasil pengukuran, penakaran dan penimbangan dalam upaya untuk melindungi kepentingan konsumen maupun produsen demi terciptanya tertib ukur sesuai amanat Undang Undang Nomor Tahun 98 tentang Metrologi Legal; Berdasarkan Analisis jabatan tersebut, maka sebagai bentuk pembinaan karir pegawai dapat mengusulkan Tunjangan Penghasilan Pegawai atau menetapkan standar biaya khusus bagi SDM mengingat besarnya beban kerja, tanggung jawab dan resiko yang besar yang tinggi terhadap keamanan, keselamatan dan kesehatan pegawai dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor Tahun 98 tentang Metrologi Legal, serta Mencegah Pegawai Pemerintah dari tindakan pungutan liar, gratifikasi dan sejenisnya sehingga pegawai dapat melaksanakan tugas sesuai dengan aturan dan termotivasi untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat demi t e r c i p t a n y a s i s t e m p e m e r i n t a h a n G o o d Governance. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 3

25 DAFTAR PUSTAKA []. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 99 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 0 Tahun 00 tentang Perubahan Nomor 6 Tahun 99 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipi. []. Peraturan Menteri Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Tahun 008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. [3]. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69/M-DAG/PER/0/0 tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kemetrologian []. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 0 tentang Jabatan Fungsional Penera dan Angka Kreditnya. [5]. Peraturan Bersama Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Kegawaian Negara Nomor /M-DAG/PER//05 Nomor 0 Tahun 05 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 0 tentang Jabatan Fungsional Penera dan Angka Kreditnya Tentang Penulis Dian Nilam Sari, S.T., Sarjana Tenik Industri Universitas Islam Bandung Tahun 005, lulusan Diklat Fungsional Penera Ahli di Pusat Pengembangan Sumberdaya Kemetrologian PPSDK) Tahun 03. Jabatan penera ahli muda, Lulus diklat penera ahli tahun 03, saat ini bertugas di Bidang metrologi Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota Pangkalpinang diannilamsari6@yahoo.com, Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

26 KALIBRASI TERMOMETER INFRAMERAH PADA SUHU RENDAH Oleh : Irwan Setiawan Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 5

27 ABSTRAK Termometer inframerah IR) suhu rendah banyak digunakan pada aplikasi praktis seperti pada bidang makanan, minuman, bangunan atau pada industri yang memerlukan pengukuran suhu rendah. Termometer inframerah suhu rendah biasanya digunakan untuk mengukur suhu pada rentang - C - 0 C yang mendeteksi radiasi di kisaran spektrum 8 μm - μm. Kesalahan terjadi hampir di semua pengukuran pada termometer inframerah, maka perawatan harus dilakukan dengan cara mengkalibrasi termometer inframerah tersebut untuk memastikan bahwa kesalahan yang terjadi tidak semakin besar. Karena terdapat efek sistematis yang terdapat pada termometer inframerah ini dipengaruhi oleh emisivitas target, suhu lingkungan, dan suhu detektor), maka metode kalibrasinya menjadi lebih rumit. Terdapat tiga metode yang digunakan untuk mengkalibrasi termometer inframerah, diantaranya: termometer kontak sebagai referensi standar), termometer inframerah sebagai standar, dan blackbody titik es sebagai standar. Kalibrasi termometer inframerah bukan tugas yang mudah, diperlukan prosedur kalibrasi yang teliti untuk memperhitungkan pengaturan emisivitas instrument, suhu detektor, dan suhu lingkungan, juga properties sumber kalibrasi blackbody dan termometer standar. Kalibrasi dirancang hanya untuk menentukan seberapa baik termometer inframerah sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Kondisi yang diharapkan pada saat kalibrasi adalah bahwa ε instr = εs dan T d = T W, hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya perhitungan kesalahan. Kata kunci : Blackbody, kalibrasi, suhu rendah, termometer inframerah IR).. PENDAHULUAN Munculnya termometer inframerah IR) genggam/portabel dengan harga murah merupakan adanya perkembangan dalam pengukuran suhu non-kontak dimana aplikasinya dalam bidang makanan, bangunan, dan pengolahan suhu rendah di industri. Tetapi, peralatannya tidak mudah untuk digunakan karena terdapat efek sistematis yang selalu ada di hampir semua pengukuran. Termometer inframerah "suhu rendah" biasanya digunakan untuk mengukur suhu pada rentang - C sampai 0 C. Termometer ini biasanya menggunakan detektor thermopile uncooled yang mendeteksi radiasi di kisaran spektrum 8 μm - μm. Gambar. Termometer infrared suhu rendah. 6 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

28 Karena detektor ini tidak menggunakan pendingin, radiasi yang dipancarkan oleh detektor harus diperhatikan dalam proses kalibrasi. Pengaturan emisivitas pada termometer biasanya pada nilai 0.95, dan radiasi apapun yang dipantulkan dari sekitarnya, juga harus diperhitungkan. Sebagai konsekuensi dari efek sistematis ini, metode kalibrasi menjadi lebih rumit dari termometer kontak atau termometer inframerah suhu tinggi. Pada gambar ditunjukkan contoh termometer inframerah genggam atau portable suhu rendah.. SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK Semua benda memancarkan radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi ini didistribusikan melalui spektrum elektromagnetik, gelombang radio, melalui mikro gelombang, radiasi inframerah, cahaya tampak, sinar ultraviolet, dan sinar-x, sampai sinar gamma. Distribusi dan intensitas radiasi yang dipancarkan oleh benda tertentu sangat ditentukan oleh suhu benda. Untuk benda-benda yang mendekati suhu kamar, hampir semua radiasi yang dipancarkan termasuk di dalam spektrum inframerah, pada panjang gelombang di sekitar 0 mikron 0 μm). Untuk benda-benda yang mempunyai suhu mendekati 000 C, mempunyai radiasi dengan panjang gelombang sekitar μm. Dengan mengukur radiasi pada panjang gelombang tetap, atau pada rentang panjang gelombang tetap, termometer inframerah dapat menentukan suhu suatu benda dari intensitas sinyal yang diukur oleh detektor radiasi, jika sinyal semakin tinggi maka suhunya juga semakin tinggi. Banyak termometer inframerah dirancang untuk mengukur radiasi di atas rentang panjang gelombang 8 - μm, yaitu dapat mengukur suhu pada rentang - C sampai 0 C, atau kadangkadang suhunya lebih tinggi. 3. FUNGSI RESPON TERMOMETER IR Sinyal yang terukur biasanya berupa arus atau tegangan pada output detektor termometer inframerah. Output besaran tersebut merupakan sinyal yang bervariasi berupa sinyal non-linear yang merupakan fungsi dari suhu objek target. Hubungan antara sinyal detektor dan suhu diberikan oleh fungsi respon termometer: C ST) = exp C AT+B)- ) Dimana A, B dan C adalah konstanta yang berhubungan dengan properti termometer inframerah, dan C adalah konstanta umum dengan nilai 388 μm.k. Nilai T pada persamaan ) dalam satuan Kelvin. Dengan suhu ruangan 0 C atau suhu pada skala kelvin 93,5 K. Persamaan ) ditentukan oleh produsen termometer inframerah, dan diproses secara elektronik di dalam termometer sehingga menghasilkan pembacaan dalam derajat Celsius pada display. Proses konversi sinyal ke suhu tersebut tidak diketahui oleh pengguna. Namun, untuk mengkalibrasi termometer inframerah, laboratorium kalibrasi membutuhkan data proses konversi ini. Konversi dari sinyal ke suhu dapat direpresentasikan kebalikan dari persamaan ): T = C A ln C S + ) B A ) Secara sederhana nilai C bisa ditetapkan yaitu C =. Sedangkan nilai A dan B berhubungan dengan rentang panjang gelombang termometer inframerah beroperasi yaitu: A = λ 0[ - λ λ0 3) B = C λ 0 λ [ ) Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 7

29 dimana λ adalah panjang gelombang pusat 0 dari suatu rentang dan Δλ adalah lebar rentang panjang gelombang. Jadi, untuk termometer inframerah yang beroperasi dari 8- μm, dapat diperoleh λ0 = μm dan Δλ = 6 μm, dari persamaan 3) dan ) diperoleh A = 9,36 μm dan B = 78 μm.k. Kita dapat mengilustrasikan konversi suhu ke sinyal dengan menggunakan nilai-nilai tersebut dengan C = ). Misalnya untuk suhu C 33,5 K), persamaan ) memberikan S = 0,03. konversi sinyal ke suhu dapat diperiksa dengan menggunakan nilai S pada persamaan ) untuk menghitung ulang nilai T = 33.5 K. Terdapat banyak termometer inframerah suhu rendah yang beroperasi pada rentang panjang gelombang 8- μm, ada juga yang beroperasi pada rentang lainnya, misal 8-3 μm dan 7-8 μm. Penting memeriksa spesifikasinya untuk menentukan rentang panjang gelombang yang sebenarnya digunakan.. PENGARUH TERHADAP PEMBACAAN TERMOMETER INFRAMERAH.. Emisivitas Intensitas radiasi yang dipancarkan oleh benda tergantung tidak hanya pada suhu, tapi juga pada properti yang disebut emisivitas. Emisivitas yaitu suatu nilai dari 0 sampai yang merupakan karakteristik seberapa bagus suatu benda memancarkan radiasi. Benda dengan emisivitas disebut sebagai blackbody/radiasi benda hitam. Sebuah objek dengan emisivitas 0,8 memancarkan 80% radiasi yang dilakukan blackbody, sebuah objek dengan emisivitas 0,5 berarti memancarkan % radiasi blackbody, dan seterusnya... Emisivitas Instrumen Karena pengaruh emisivitas, objek berbeda pada suhu yang sama akan menghasilkan sinyal termometer inframerah yang berbeda, dan menghasilkan pembacaan yang berbeda pula. Untuk mengatasi hal tersebut, termometer inframerah memiliki apa yang disebut penyesuaian "instrumental emisivity" yang harus ditetapkan oleh pengguna untuk nilai emisivitas suatu permukaan objek target. Pada beberapa model termometer, emisivitas instrument tidak bisa diubah, tapi mempunyai nilai tetap 0,95, kadang-kadang juga 0, Radiasi Pantulan Kompleksitas lebih lanjut dalam pengukuran termometri inframerah ini adalah apabila bendanya bukan blackbody tapi suatu reflektor radiasi parsial. Untuk benda tak tembus cahaya, emisivitas dan reflektifitas selalu berjumlah. Dengan demikian, sebuah objek dengan emisivitas 0,8 memiliki reflektifitas 0,. Ini berarti 0% dari semua radiasi yang dipancarkan objek sekitarnya dan jatuh ke objek target adalah dipantulkan. Radiasi pantulan ini dideteksi oleh termometer inframerah dan ditambahkan ke radiasi yang dipancarkan oleh target objek. Dengan demikian, pembacaan pada termometer tidak hanya tergantung pada suhu target, tapi juga pada suhu lingkungannya. Suatu benda disebut pemancar yang baik yang memiliki emisivitas mendekati ) cenderung berwarna hitam, kemudian apabila emisivitas semakin tinggi dan reflektifitas rendah, maka semakin kecil efek lingkungan terhadap pembacaan termometer... Detektor Radiasi Detektor itu sendiri juga memancarkan radiasi. Sinyal pada output detektor berhubungan dengan perbedaan antara radiasi yang datang dari objek termasuk radiasi pantulan) dan radiasi keluar yang dipancarkan oleh detektor. Semua termometer inframerah murah tidak menggunakan pendingin detektor, sehingga detektor mempunyai suhu di atas suhu kamar. Beberapa termometer inframerah menggunakan perangkat termoelektrik, untuk mendinginkan detektor..5. Persamaan Pengukuran Semua pengaruh terhadap pengukuran diantaranya: emisivitas target, radiasi pantul, dan radiasi yang dipancarkan oleh detektor, menghasilkan sinyal pengukuran S meas) dengan persamaan: 8 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

30 S =ɛ ST )+-ɛ )ST )-ST ) meas S S S W d 5) dimana T S adalah suhu target, T W adalah suhu lingkungan, T d adalah suhu detektor, Ɛ s adalah emisivitas permukaan target, dan - Ɛ s adalah reflektifitasnya. 5. PEMROSESAN SINYAL PENGUKURAN Jika sinyal pengukuran S pada persamaan meas 5) disubtitusikan ke dalam persamaan ) konversi sinyal ke suhu, hasilnya tidak akan menjadi suhu target T, karena dipengaruhi oleh emisivitas target, S suhu lingkungan, dan suhu detektor ε, T, dan T ). s W d Untuk menghasilkan pembacaan yang lebih baik yang mewakili suhu target, termometer inframerah melakukan pemrosesan awal sinyal yang terukur sebelum dikonversi ke suhu, juga melakukan koreksi terhadap pengaruh-pengaruh di atas. Untuk melakukan hal tersebut termometer harus mendapatkan nilai untuk tiga variabel ε, T, dan T. s W d Suhu detektor T, dapat secara akurat d ditentukan dengan menggunakan probe suhu internal yang dipasang langsung di detektor. Pengukurannya secara otomatis sebagai bagian dari termometer inframerah. Untuk termometer inframerah dengan instrument emisivitas yang dapat diatur ε ), instr pengguna dapat melakukan penyetingan dengan nilai emisivitas yang benar. Untuk instrumen dengan emisivitas tetap, termometer dirancang untuk melakukan pengukuran hanya pada objek tertentu objek dengan emisivitas yang spesifik). Produk makanan, plastik, bahan terbuat dari senyawa organik seperti kertas, kayu, dan kulit), memiliki emisivitas mendekati 0,95 pada rentang 8- μm, jadi nilai 0,95 sering dipilih untuk digunakan pada instrumen emisitivitas tetap. Sedangkan suhu lingkungan, T, tergantung W pada situasi pengukuran, dan akan bervariasi dari suatu pengukuran ke pengukuran yang lain. Untuk pengaruh suhu lingkungan ini, produsen termometer inframerah membuat suatu asumsi dimana T diperkirakan sama dengan suhu detektor W T d). Dengan kata lain, bahwa semua pengukuran diasumsikan harus dilakukan dalam lingkungan ambien. Asumsi ini juga biasanya dilakukan saat kalibrasi di laboratorium yang terkontrol dengan baik. Berdasarkan informasi tersebut, termometer inframerah memproses sinyal pengukuran sebagai berikut: pertama sinyal pengukuran dibagi oleh instrumen emisivitas; kemudian suatu nilai yang berhubungan dengan sinyal pada suhu detektor ditambahkan misal nilai yang diberikan oleh persamaan ) dimana T = T d dimasukkan); Hasilnya suatu nilai sinyal yang diubah menjadi nilai suhu yang terukur T meas). Persamaan tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: ST ) means = S meas +ST d ) Ɛ instr 6) 6. KESALAHAN PENGUKURAN Terdapat konsekuensi pada saat pemrosesan sinyal, hal tersebut dapat dijelaskan pada persamaan berikut. Pertama kita subtitusikan S meas dari persamaan 5) ke dalam persamaan 6) sebagai berikut: ST ) = means ɛ S ST S )+-ɛ S )ST W )--ɛ instr)st d ) ɛ instr 7) Persamaan di atas dapat ditulis ulang sebagai berikut: -ɛ instr ) ST means ) = ST S ) + + -ɛ ) instr ɛ instr ɛ instr -[ST )-ST )] Ketika T W = T d dan ε instr = ε s maka pembacaan pada termometer inframerah akan sama dengan suhu target sebenarnya. Jika salah satu dari kondisi ini tidak terpenuhi, maka pembacaan termometer akan terjadi kesalahan. Terdapat pengecualian ketika targetnya adalah suatu blackbody ε s = ), atau suatu kondisi blackbody T S = T W), dan emisivitas instrumen juga telah diatur ke, maka pembacaannya tergantung pada T W dan T d. W -[ST S )-ST W )] 8) d Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 9

31 7. KALIBRASI Kesalahan terjadi hampir di semua pengukuran pada termometer inframerah dan perawatan harus dilakukan untuk memastikan bahwa kesalahan yang terjadi tidak semakin besar. Kesalahan juga terjadi selama proses kalibrasi karena nilai T = T dan ε = ε sangat jarang W d instr s keduanya terkondisikan. Jadi bagaimana cara mengkalibrasi termometer inframerah saat kesalahan pembacaan diharapkan? Jawabannya adalah pertama-tama harus dihitung pembacaan dari suatu perangkat ideal pada saat kondisi kalibrasi dan melihat seberapa dekat pembacaanya sesuai yang diharapkan. Atau dengan kata lain, selalu menggunakan blackbody untuk mengkalibrasi termometer inframerah, serta perlu dihitung koreksi blackbody-nya. Blackbody konvensional dibuat dari suatu rongga dengan emisivitas efektif mendekati lihat Gambar ). Rongga blackbody ini termasuk suatu tungku dan dimasukkan ke dalam kalibrator dryblock. Emisivitas efektif rongga ε ) dapat bb diestimasi dari panjang L, jari-jari lubang r, dan emisivitas dari bahannya ε : s ɛ =--ɛ ) bb S [ r L Sebagai contoh, suatu rongga yang terbuat dari bahan yang memiliki emisivitas 0,9 baja tahan karat), dengan panjang mm dan dengan radius lubang aperture) 5 mm, memiliki emisivitas efektif sebagai berikut: 5 ɛ bb=--0.9) = [ Kalibrator plate-flat juga digunakan sebagai sumber blackbody lihat Gambar 3). Namun, emisivitasnya biasanya mendekati 0,95, jadi kalibrator tersebut bukan blackbody. [ [ 9) L Gambar. Suatu rongga blackbody dengan panjang L dan radius lubang r, dinding yang memiliki emisivitas ε s. Emisivitas efektif rongga pada persamaan 9). Penggunaannya rongga dipanaskan dalam tungku furnace) atau kalibrator dry-block. Gambar 3. Kalibrator flat-plate Fluke Corporation, Hart Scientific Division). Prosedur kalibrasi termometer inframerah adalah sebagai berikut:. Tentukan panjang gelombang minimum dan maksimum untuk rentang panjang gelombang pengoperasian termometer inframerah yang akan dikalibrasi. Data tersebut terdapat pada spesifikasi termometer pada "respon spektral".. Dengan menggunakan persamaan 3) dan ), hitunglah koefisien A dan B dari fungsi respon termometer. 3. Tentukan emisivitas blackbody ε, baik bb sebagai nilai efektif dari persamaan 9) untuk rongga, atau secara langsung dari spesifikasi kalibrator flat-plate. r 30 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

32 . Tentukan emisivitas instrument ε instr, sedekat mungkin dengan ε bb atau jika emisivitas instrumen tetap, tentukan nilainya dari spesifikasi termometer. 5. Ukur suhu sekitar T amb. 6. Perkirakan suhu detektor Td. Jika emisivitas instrument diset menjadi, maka nilai T d tidak diperlukan. 7. Untuk setiap titik kalibrasi, baca termometer standar T r e f, dan hitunglah pembacaan termometer inframerah yang diharapkan. pembacaan mometer T exp, dengan menggunakan persamaan 0). Bandingkan pembacaan sebenarnya termometer inframerah dengan nilai T exp. Perbedaan antara yang suhu yang diharapkan dan pembacaan sebenarnya merupakan koreksi yang harus dilaporkan pada sertifikat kalibrasi. Termometer referensi standar), yang mengukur suhu sebenarnya blackbody, bisa berupa suatu termometer kontak, seperti platinum resistance thermometer PRT) atau suatu termometer inframerah referensi. Dalam kasus khusus apabila menggunakan blackbody titik es, tidak memerlukan termometer referensi. Ketiga metode kalibrasi termometer inframerah adalah sebagai berikut: 7.. Termometer Kontak Sebagai Standar Bila termometer kontak digunakan sebagai standar, maka penting standar tersebut untuk diposisikan sedemikian rupa sehingga mengukur suhu sebenarnya dari blackbody. Terutama pada kalibrator flat-plate, dimana terjadi perbedaan suhu pada plate. Pada laboratorium kalibrasi, suhu lingkungan biasanya sama dengan suhu sekitar T amb. Maka persamaan 7) dapat ditulis kembali dengan pembacaan termometer sebagai T exp, sebagai berikut: ST ) = exp ɛ ST )+-ɛ )ST )--ɛ )ST ) bb ref bb amb instr d ɛ instr 0) dimana ε b b adalah emisivitas efektif blackbody dan T ref adalah suhu sebenarnya blackbody, yang ditentukan oleh termometer standar. Kemudian koreksi blackbody ΔT bb merupakan perbedaan antara pembacaan yang diharapkan dengan pembacaan termometer standar sebagai berikut: ΔT bb=texp-t ref ) Sebagai contoh perhitungan diberikan pada Tabel untuk kalibrasi termometer inframerah dengan panjang gelombang 8- μm dengan emisivitas insstrumen tetap pada 0,95, menggunakan rongga blackbody dengan emisivitas efektif 0,997. Suhu ruangan 0 C dan suhu detektor C suhu detektor secara umum tidak ditahui, karena tidak ditampilkan pada alat, jadi nilainya harus didekati atau ditebak untuk menghitung koreksi blackbody). T ref ST ) ref ST ) amb C) Tabel. Perhitungan koreksi blackbody untuk tiga nilai T ref pada termometer inframerah 8- μm A = 9.36 µm, B = 78 µm.k) dengan ε instr = 0.95, ε bb = 0.997, T amb = 0 C, dan T d = C Pada gambar ditunjukkan koreksi blackbody untuk rentang suhu blackbody dari - C sampai 0 C. Juga ditunjukkan pengaruh berbagai variasi suhu detektor. Blackbody correction / C ST d ) ST exp) T exp ΔT bb C) C) [eq)] [eq)] [eq)] [eq0)] [eq)] [eq)] T d = 5 C T d = 0 C T d = 5 C Blackbody temperature / C Gambar. Koreksi terhadap suhu sumber kalibrasi blackbody, dengan emisivitas efektifnya ε bb = 0,997, pada termometer inframerah mempunyai panjang gelombang 8- μm dengan emisivitas tetap ε instr= 0,95. Suhu sekitar diasumsikan T amb = 0 C dan suhu detektor seperti ditunjukkan pada grafik. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 3

33 7.. Termometer Inframerah Sebagai Standar Dalam beberapa kasus termometer inframerah digunakan sebagai perangkat standar untuk mengukur suhu sumber kalibrasi blackbody. Termometer inframerah standar tersebut harus sudah dikalibrasi. Koreksi blackbody untuk metode kalibrasi ini berbeda dengan metode sebelumnya. Pada metode kalibrasi ini, diasumsikan bahwa pembacaan termometer inframerah standar dibuat bersamaan dengan pengukuran perangkat yang sedang dikalibrasi, jadi kondisi ambien selama pengukuran identik sama. Juga diasumsikan bahwa pengaturan emisivitas instrumen pada termometer standar adalah, sehingga pembacaannya tidak tergantung pada suhu detektor. Kemudian diasumsikan juga bahwa panjang gelombang termometer standar sama dengan perangkat yang dikalibrasi nilai A dan B sama untuk kedua alat tersebut). Jika kondisi tersebut tidak dipertahankan, maka perhitungan koreksi blackbody menjadi lebih rumit dan memerlukan informasi tambahan. Dengan menerapkan persamaan 7) pada termometer standar dan termometer yang sedang dikalibrasi, serta menentukan perbedaan dalam sinyal pengukuran, maka: ST exp ) = ST ref ) + -ɛ ) instr ɛ instr [ST ref ) - ST d )] 0) Persamaan ) tidak bergantung pada suhu sebenarnya blackbody, atau pada nilai efektif emissivitas, atau pada suhu sekitar. Bahwa nilainilai tersebut tidak perlu diketahui merupakan suatu keuntungan pada metode kalibrasi ini. Selain itu, pada saat ε =, koreksi blackbody adalah nol instr untuk semua suhu. Hal ini berlawanan dengan persamaan 0) dimana pada kondisi tersebut, koreksi blackbody masih bergantung pada lingkungan sekitar dan emisivitas efektif dari blackbody. Pada gambar 5 ditunjukkan koreksi blackbody untuk metode ini untuk berbagai pengaturan emisivitas instrumen pada perangkat yang sedang dikalibrasi, sebagai fungsi dari pembacaan termometer standar. Suhu detektor perangkat yang sedang dikalibrasi diasumsikan T = d 0 C. Blackbody correction / C ɛ instr = 0.95 ɛ instr = 0.97 ɛ instr = Reference IR thermometer reading / C Gambar 5. Koreksi yang diperlukan untuk pembacaan termometer inframerah standar pada sumber kalibrasi blackbody saat kalibrasi termometer inframerah 8- μm dengan suhu detektor T d = 0 C dan dengan emisivitas instrument seperti yang ditunjukkan pada grafik. Termometer standar juga beroperasi pada 8- μm dan emisivitas instrumennya diset Titik Es Sebagai Standar Titik es merupakan suatu referensi/standar yang akurat dan dapat dipercaya untuk memeriksa akurasi dan penyimpangan termometer inframerah. Karena emisivitas es adalah ε = 0,96 pada spektrum s inframerah, rongga blackbody yang bagus, dengan emisivitas efektif mendekati berdasarkan persamaan 9)). Karena suhu titik es didefinisikan secara tepat 0 C, maka termometer standar tidak diperlukan untuk mengkalibrasi pada suhu ini. Untuk menentukan pembacaan yang diharapkan pada termometer inframerah ketika ditujukan pada blackbody titik es, maka dapat dimasukkan nilai T = 0 C ke dalam persamaan ref 0). Pada gambar 6 ditunjukkan koreksi blackbody sebagai fungsi dari pengaturan emisivitas instrumen pada perangkat yang sedang dikalibrasi untuk tiga suhu detektor yang berbeda, sebagai penjumlahan suhu lingkungan T = 0 C dan amb emisivitas efektif rongga blackbody titik es ε = bb 0,999. Prosedur kalibrasi untuk kalibrasi titik es identik dengan dengan metode termometer kontak 3 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

34 Blackbody correction / C T d = 5 C T d = 0 C T d = 5 C Instrumental emissivity setting Gambar 6. Pembacaan yang diharapkan untuk termometer inframerah 8- μm sebagai fungsi dari pengaturan emisivitas instrument terhadap rongga blackbody titik es dengan emisivitas efektif ε bb = 0,999. Dengan Suhu lingkungan adalah T amb = 0 C. 8. KESIMPULAN Karena termometer inframerah suhu rendah didesain secara otomatis untuk mengatasi masalah radiasi pantulan jika digunakan untuk mengukur suhu, maka kalibrasi perangkat tersebut bukan tugas yang mudah. Prosedur untuk kalibrasi termometer inframerah perlu dirancang dengan teliti untuk memperhitungkan pengaturan emisivitas instrument, suhu detektor, dan suhu lingkungan, juga properties sumber kalibrasi blackbody dan termometer standar. Metode yang dilakukan memungkinkan laboratorium kalibrasi untuk menghitung pembacaan yang diharapkan atau koreksi pembacaan termometer standar koreksi balckbody). Sebagai contoh berdasarkan gambar 6, suatu termometer 8- μm dengan emisivitas instrument 0,95 diharapkan dapat membaca -, C untuk suhu detektor dan lingkungan sama 0 C). Jika pembacaan sebenarnya adalah -0,9 C, maka koreksinya adalah -0.3 C. Hasil tersebut harus dilaporkan dalam sertifikat kalibrasi. Bahwa kalibrasi dirancang hanya untuk menentukan seberapa baik termometer sesuai dengan perilaku yang diharapkan yaitu, seberapa baik T sesuai dengan persamaan 7)). meas Kondisi yang diperlukan adalah ε = ε dan T instr s d = T. Artinya, emisivitas instrument harus diatur ke W emisivitas target dan suhu detektor harus sama dengan suhu lingkungan. Ketika kedua kondisi tersebut tidak dipertahankan, maka kesalahan harus dihitung menggunakan persamaan 8). 9. DAFTAR PUSTAKA [] M S L Te c h n i c a l G u i d e : I n f r a r e d Thermometry Ice Point, [] P Saunders, Reflection errors for lowtemperature radiation thermometers, in Proceedings of TEMPMEKO 00, 8th International Symposium on Temperature and Thermal Measurements in Industry and Science, edited by B Fellmuth, J Seidel, G Scholz, VDE Verlag GmbH, Berlin, 9 5, 00. [3] P Saunders, Calibration and use of low temperature direct-reading radiation thermometers, Measurement Science and Technology, 0, 0, 009. Tentang Penulis Irwan Setiawan lulus Sarjana Fisika bidang instrumentasi dari Universitas Padjadjaran tahun 003. Kemudian lulus dari Magister Instrumentasi dan Kontrol bidang Instrumentasi Medik dari Institut Teknologi Bandung tahun 006. Saat ini bekerja sebagai Widyaiswara Muda di Pusat Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Interes penelitian di bidang pengukuran, kalibrasi alat ukur suhu, peneraan volume dinamis. Jabatan Widyaiswara muda di PPSDK, lulus Diklat penera ahli irones6@gmail.com. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 33

35 PERHITUNGAN DAN ANALISA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN IZIN TIPE TYPE EVALUATION) COMPACT PROVER METODE VOLUMETRIK Oleh : Nugroho Budi Widodo, S.Si., MT 3 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

36 ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui nilai ketidakpastian dari pengujian compact prover. Hal penting dari pengujian compact prover adalah menentukan nilai volume dasarnya Base Prover Volume) dengan syarat repeatability pengujian tidak lebih dari 0,0%. Pada rekomendasi OIML R9 996) disebutkan bahwa tingkat akurasi volume prover ditentukan dari nilai ketidakpastiannya. Untuk pengujian dalam rangka izin tipe type evaluation) ditetapkan nilai ketidakpastian volume prover tidak lebih dari /5 batas kesalahan yang diijinkan dari UTTP yang ditera menggunakan compact prover. Metode yang digunakan untuk pengujian compact prover pada kajian ini adalah volumetrik penakaran keluar waterdraw). Hasil analisa ketidakpastian waterdraw compact prover didapat 6 komponen yang menyebabkan ketidakpastian volume compact prover. Hasil perhitungan ketidakpastian waterdraw compact prover dengan ukuran 30,8 mm adalah 0,0 %. Hasil ini memenuhi syarat pengujian dalam rangka izin tipe yaitu 0,0 %. Komponen penyumbang terbesar ketidakpastian adalah ketidakpastian volume bejana ukur, koefisien muai volume bejana ukur, dan koefisien muai panjang batang invar. Kata kunci : Compact prover, Waterdraw, Base Prover Volume, Type Evaluation, Repeatability, Ketidakpastian. PENDAHULUAN Compact prover merupakan alat ukur volume yang dinyatakan oleh nilai volume sebuah pipa pada jarak antar detektor. Compact prover digunakan untuk melakukan pengujian meter arus bahan bakar minyak BBM) jenis apapun. Compact prover merupakan teknologi terbaru dari pipa prover dimana memiliki keunggulan berupa volumenya yang kecil, tidak membutuhkan tempat yang luas, pengoperasian yang lebih mudah, dan handal. Compact prover tidak digunakan untuk menentukan nilai volume minyak yang diperdagangkan, tetapi digunakan untuk menguji meter arus BBM pada saat transaksi sedang dilakukan. Jadi compact prover tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus terdapat meter arus BBM dalam instalasi tersebut. Perusahaan minyak di Indonesia telah banyak yang menggunakan compact prover dalam instalasi meter arus BBM yang digunakan untuk transaksi perdagangan. Produk compact prover yang digunakan semuanya berasal dari luar negeri. Pemberian surat ijin tipe type approval) terhadap sebuah produk UTTP asal impor harus melalui mekanisme pengujian dalam rangka ijin tipe type evaluation). Pengujian dalam rangka ijin tipe dilakukan untuk mengetahui kemampuan compact prover dalam memenuhi persyaratanpersyaratan yang ditentukan, terutama persyaratan metrologis. Persyaratan metrologis yang umum harus dipenuhi pada hampir semua UTTP adalah batas kesalahan dan batas ketidaktetapan. Tidak seperti UTTP lain, compact prover memiliki keunikan tersendiri, yaitu tidak memiliki nilai kesalahan. Hal yang diuji pada compact prover adalah menentukan nilai volumenya pada temperatur dasar dan tekanan dasar. Penentuan volume ini dibatasi oleh nilai ketidaktetapan. Rekomendasi Internasional OIML R9 996) tentang pipa prover menyebutkan bahwa ukuran keakuratan prover ditentukan oleh nilai ketidakpastian yang tidak lebih besar dari satu per lima dari batas kesalahan yang diijinkan untuk ijin tipe dan satu per tiga dari batas kesalahan yang diijinkan untuk tera atau tera ulang. Batas kesalahan yang dijinkan dalam hal ini adalah milik meter arus BBM yang digunakan bersama-sama dengan prover. Jika compact prover digunakan untuk menguji master meter BBM yang memiliki BKD 0,%, maka nilai ketidakpastian compact prover tidak boleh lebih besar dari 0,0 % untuk ijin tipe dan 0,067 % untuk tera/tera ulang. Jika compact prover digunakan untuk menguji meter kerja BBm yang memiliki BKD 0,5%, maka ketidakpastian yang terjadi dalam penentuan volumenya tidak boleh lebih besar dari 0, % untuk ijin tipe dan 0,7 % untuk tera/tera ulang. Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 35

37 . METODE PENGUJIAN COMPACT PROVER & MODEL MATEMATIS Pengujian compact prover dapat dilakukan dengan dua metode yaitu gravimetrik dan volumetrik. Pengujian gravimetrik biasanya dilakukan di pabrikan pada saat Factory Acceptance Test FAT) dan untuk compact prover dengan kapasitas yang sangat kecil. Metode pengujian yang umum digunakan adalah volumetrik yaitu dengan cara menakar volume air yang terbatasi oleh saklar detektor pada pipa prover ke bejana ukur standar waterdraw). Metode volumetrik sangat cocok untuk kegiatan pengujian di lokasi pemakaian site). Akan tetapi perlu diperhatikan juga sistem pengujiannya terkait ketidakpastian pengujian harus memenuhi persyaratan di OIML R 9 996) klausul. tentang akurasi. Penentuan volume dasar prover Base Prover Volume/BPV) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Wd = z BPV = CPV)+CPV)+CPV3) 3 ) CPV = n n WD = i= i= WD z CPS P CPLP ) BMV CTDW CTS ai i TMi CTS Pi BMV = BMV + SR ai i i ) 3) dimana :.. Koreksi Akibat Pengaruh Temperature Terhadap Densitas Air Correction for Effect of Temperature on Water Density / CTDW) Pada temperature diatas ⁰C diatas titik anomali air) densitas air akan semakin turun nilainya dengan semakin naiknya temperature air. Faktor koreksi sebagai akibat temperature terhadap densitas air sering dikenal dengan CTL. Volume -5 0 Cairan lain a) Air Suhu C) 3 Rapat massa kg/m ) Max -5 0 Cairan lain Suhu C) Dalam hal kalibrasi prover dimana terdapat perbedaan temperature air di Bejana Ukur Test Measure) dengan prover maka digunakan istilah CTDW yang akan menjadi nilai koreksi pengaruh perubahan densitas air sebagai akibat perbedaan temperature antara prover dengan bejana ukur. Berdasarkan API MPMS Chapter..3 diperoleh persamaan berikut : CTDW = RHO TM RHO P 5) Densitas air dapat ditentukan menggunakan persamaan Wagenbreth sebagai berikut : RHO = T T T T T / m ) 6) kg 3 Penggunaan persamaan Wagengreth tersebut menyebabkan ketidakpastian maksimum terhadap nilai CTDW sebesar Koreksi Akibat Pengaruh Temperature Terhadap Bahan Correction for the Effect of Temperature on Steel / CTS) Karakteristik fisika bahan prover maupun bejana ukur yang terbuat dari logam adalah volumenya akan berubah sebagai pengaruh dari perubahan temperature bahan tersebut. Koreksi akibat perubahan temperature terhadap logam disebut CTS. Waterdraw prover dengan menggunakan bejana ukur akan memiliki beberapa nilai CTS yaitu :... Bahan logam bejana ukur Perubahan temperature akan mengubah volume dari bejana ukur. Perubahan volume bejana = V P V TM b) Air 36 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

38 ukur akibat perubahan temperature sangat bergantung pada koefisien muai kubik dari bahan bejana ukur. Koreksi pengaruh perubahan temperature terhadap bahan bejana uku dinyatakan sebagai : CTS = [ + T - T ) ʸ ] TM TM B TM 8)... Bahan logam prover... Logam displacer compact prover Piston) Compact prover memiliki displacer berupa piston yang berupa pelat berbentuk lingkaran dimana luasnya mempengaruhi volume prover. Perubahan temperature akan mengubah luasan piston prover. Derajat perubahan luasan piston sangat bergantung oleh koefisien muai luas bahan piston. koreksi pengaruh perubahan temperature terhadap bahan piston dinyatakan sebagai : CTS = [ + T - T ) β ] P P B P...8)... Logam batang tempat detektor optik invar rod) Volume compact prover sangat ditentukan oleh detektor optik yang dipasang pada suatu batang logam dengan jarak tertentu. Semakin jauh jaraknya maka semakin besar volumenya. Jika terjadi perubahan temperature ketika waterdraw maka terjadi perubahan jarak detektor optik akibat perubahan panjang batang. Derajat perubahan luasan piston sangat bergantung oleh koefisien muai panjang bahan batang. koreksi pengaruh perubahan temperature terhadap bahan batang detektor dinyatakan sebagai : CTS = [ + T - T ) a ] IR IR B IR...9).. Koreksi Akibat Pengaruh Kompresibilitas Terhadap Air Correction for Compressibility on Water / CPL) Kondisi air ketika berada di dalam prover m e n d a p a t t e k a n a n t e r t e n t u y a n g a k a n mempengaruhi densitasnya. Pengaruh tekanan ini akan mempengaruhi volume yang dihitung sehingga membutuhkan suatu faktor koreksi yang disebut CPL. Untuk proses kalibrasi prover menggunakan bejana ukur Waterdraw), CPL hanya digunakan untuk koreksi volume air di prover. Persamaan untuk menghitung CPL adalah sebagai berikut : CPL P = - P F ) 0) Faktor kompresibilitas air untuk waterdraw -7 prover dapat menggunakan nilai.6 x 0 /kpa -5-6 atau.6 x 0 /bar atau 3.0 x 0 /psig... Koreksi Akibat Pengaruh Tekanan Terhadap Bahan Correction for the Effect of Pressure on Steel / CPS) Pada saat waterdraw, bahan compact prover akan mendapatkan tekanan internal, tekanan ini akan menyebabkan dinding prover mengalami regangan secara elastis yang menyebabkan volumenya mengalami perubahan. Besarnya regangan dinding prover sangat bergantung pada nilai modulus elastisitas bahan dinding prover. Koreksi pengaruh tekanan terhadap bahan prover dinyatakan dengan persamaan berikut : Simbol BPV CPV WD WD Z BMV i CPS P = + P ID ) ) E WT Tabel. Notasi yang digunakan Keterangan Volume dasar prover pada temperature dan tekanan dasar Volume kali perjalanan displacer dari detektor ke detektor lainnya Volume dasar di bejana ukur yang telah dikoreksi oleh CTDW dan CTS Jumlahan dari WD Volume dasar bejana ukur pada temperature dan tekanan tertentu sesuai sertifikat Volume dasar bejana ukur pada temperature BMV dan tekanan tertentu sesuai sertifikat yang ai telah dikoreksi oleh pembacaan skala SR) SR I CTDW I CTS TMi CTS Pi CPS P Nilai pembacaan skala di bejana ukur Koreksi akibat pengaruh perbedaan temperature air di bejana ukur terhadap prover Koreksi akibat pengaruh temperature terh adap bahan bejana ukur Koreksi akibat pengaruh temperature terhadap bahan prover Koreksi akibat pengaruh tekanan terhadap bahan Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 37

39 Simbol CPL P V TM V P RHO TM RHO P T CTS IR T TM T P T IR T B a IR β p ʸ TM P F E WT ID Densitas air di bejana ukur Densitas air di prover Temperature air Koreksi akibat perubahan temperatur terhadap bahan batang invar Temperature air yang diukur di bejana ukur Temperature air yang diukur di prover Temperature batang invar Temperature dasar untuk menentukan volume dasar prover Koefisien muai panjang batang invar Koefisien muai luas piston prover Koefisien muai volume bahan bejana ukur Tekanan di prover Keterangan Koreksi akibat pengaruh kompresibilitas terhadap air Volume yang terukur di bejana ukur Volume yang terukur di prover Faktor kompresibilitas air Modulus elastisitas bahan prover Tebal dinding prover Wall Thickness) Diameter dalam prover Inside Diameter) 3. ANALISA KOMPONEN KETIDAKPASTIAN Hal terpenting untuk menganalisa ketidakpastian adalah model matematis sebagaimana persamaan ), ), 3), dan ). Model matematis tersebut menunjukkan bahwa ketidakpastian volume dasar prover yang diperoleh d i t e n t u k a n o l e h k o m p o n e n - k o m p o n e n ketidakpastian yang membangun CPV dan repeatability CPV. Komponen ketidakpastian CPV ditentukan oleh komponen-komponen WDZ dan komponen faktor koreksi CPS P dan CPL P. Untuk menyederhanakan perhitungan ketidakpastian maka analisa ketidakpastian dibagi menjadi 3 bagian yaitu ketidakpastian untuk perhitungan WD Z, CPV dan BPV. 3.. Komponen-komponen ketidakpastian perhitungan WD Z 3... Ketidakpastian akibat penggunaan nilai BMV bejana ukur u BMV) Hal terpenting dari bejana ukur yang digunakan untuk waterdraw compact prover adalah nilai volume dasarnya hasil kalibrasi. Volume dasar bejana ukur hasil kalibrasi juga memiliki rentang ketidakpastian yang selalu diinformasikan dari sertifikat kalibrasi dengan faktor cakupan tertentu. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat bejana ukur yang digunakan adalah : u = BMV u cert k liter ) Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap BMV, sebagai berikut : C = BMV WD) BMV) = CTDW CTS TM CTS CTS Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi dengan tingkat kepercayaan 95% yang berarti ketidakpercayaannya 5% R=5) sehingga diperoleh nilai derajat bebas sebagai berikut : ϑbmv = 00 R = 00 ) = 00 5 ) ) ) 3... Ketidakpastian akibat pembacaan skala bejana ukur u SR) Pembacaan skala bejana ukur sangat dipengaruhi oleh kemampuan baca personel yang melakukan pembacaan. Penggunaan alat bantu seperti kaca pembesar, penggaris, kertas sebagai latar belakang dan penambahan nonius pada skala utama dapat meningkatkan daya baca personel. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat pembacaan skala bejana ukur yang digunakan adalah : db u SR = 3 liter 5) ) P IR 3) 38 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

40 Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap SR, sebagai berikut : C = SR WD) = CTDW CTS TM CTS CTS IR SR) P 6) Nilai derajat bebas ketidakpastian ini diestimasi ϑ SR = Ketidakpastian akibat penggunaan tabel API MPMS Chapter..3 atau penggunaan persamaan Wagenbreth untuk menghitung CTDW u ) CTDW Koreksi akibat perbedaan temperature air di prover terhadap di bejana ukur dapat ditentukan dari tabel API MPMS chapter..3 yang dihitung m e n g g u n a k a n p e r s a m a a n Wa g e n b r e t h. Berdasarkan API MPMS chapter..3, ketidakpastian yang terjadi akibat penggunaan persamaan tersebut terhadap CTDW yang diperoleh adalah Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat penentuan CTDW yang digunakan adalah : u = CTDW ) Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap SR, sebagai berikut : C = CTDW WD ) = CTDW ) BMV + SR ) CTS ) TM CTS P CTS IR ) liter 8) Nilai ketidakpastian ini diperoleh berdasarkan informasi dari dokumen API MPMS chapter..3 dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ CTDW = Ketidakpastian akibat pengukuran temperature air di bejana ukur u ) TM Pembacaan temperature air di bejana ukur menggunakan thermometer digital yang telah dikalibrasi dengan mencantumkan nilai koreksi penunjukkan dan ketidakpastiannya. Nilai ketidakpastian hasil kalibrasi telah mengandung komponen ketidakpastian akibat resolusi alat sehingga tidak perlu dimasukkan lagi dalam ketidakpastian ini. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat pengukuran temperature air di bejana ukur adalah : u ucertt TM = C k 0) Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap CT = TM WD) T ) TM = BMV+SR) CTDW y ) TM liter/ C CTS P CTSIR ) Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan 95% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑt = TM K etidakpastian akibat pengukuran temperature air di prover u TP) Pembacaan temperature air di prover menggunakan thermometer atau temperature transmitter yang telah dikalibrasi dengan mencantumkan nilai koreksi penunjukkan dan ketidakpastiannya. Nilai ketidakpastian hasil kalibrasi telah mengandung komponen ketidakpastian akibat resolusi alat sehingga tidak perlu dimasukkan lagi dalam ketidakpastian ini. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat pengukuran temperature air di bejana ukur adalah : u u = certtt TP C k ) Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap T TP, sebagai berikut : CT = TP WD) = - T TP ) BMV + SR ) CTDW CTS βp TM CTS P ) CTSIR 3) liter/ C Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan 95% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑt = TP 00 Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 39

41 3..6. Ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai kubik bahan bejana ukur u ) γ Untuk menghitung koreksi akibat perubahan temperature terhadap bahan bejana ukur diperlukan nilai koefisien muai volume bahan tersebut. Nilai koefisien muai volume bahan bejana dapat diperoleh berdasarkan informasi dari pabrikan yang dilengkapi dengan sertifikat pengujian bahan tersebut. Nilai koefisien muai beberapa bahan yang direkomendasikan untuk membuat prover, bejana ukur maupun batang invar diberikan dalam API MPMS.. dapat dilihat dalam gambar. Nilai koefisien muai kubik bahan sangat bergantung pada kualitas bahan tersebut yang merupakan karakteristik fisis bahan. Bahan 36 stainless steel dari satu pabrikan dengan pabrikan yang lain belum tentu memiliki nilai koefisien muai kubik yang sama, tetapi mendekati sama. Tabel 5. Koefisien Muai Termal untuk Baja α, β, γ) Koefisien Muai Termal Tipe Baja Per ⁰F) Per ⁰C) A. Koefisien Muai Volume Mild Carbon 0, , Stainless 0, , Stainless 0, , PH Stainless 0, ,00003 B. Koefisien Muai Luas β) Mild Carbon 0,0000 0, Stainless 0, , Stainless 0, , PH Stainless 0, ,00006 C. Koefisien Muai Panjang α) Mild Carbon 0, , Stainless 0, , Stainless 0, , PH Stainless 0, , Tabel 3. Modulus Elastisitas Bahan Berdasarkan Satuan Tekanan Modulus Elastisitas Tipe Baja per psig) per bar) per kpa) Mild Carbon Stainless Stainless PH Stainless Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

42 Kesalahan penentuan koefisien muai kubik bejana ukur dapat terjadi karena kesalahan penentuan jenis stainless yang digunakan sehingga bentangan terjadinya kesalahan adalah /degC. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai kubik bejana ukur adalah : Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap ʸ, sebagai berikut : TM C = ytm uβ = u = ʸTM WD) y TM ) = P / C 3 / C 6) ) BMV+SR) CTDW TTM-T B CTS P CTS IR liter C 5) Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi termometer dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ =. ytm Ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai luas piston prover u ) βp Piston compact prover berfungsi untuk mendorong cairan dari satu sensor optik ke sensor optik selanjutnya. Luasan dari piston prover sangat menentukan volume prover yang diukur. Koefisien muai luas piston prover perlu diketahui untuk menentukan koreksi akibat pemuaian bahan piston. Hal yang mungkin terjadi untuk penggunaan nilai koefisien muai luas piston adalah kesalahan penentuan bahan antara 7- PH Stainless, 30 stainless dan 36 stainless. Sehingga bentangan yang mungkin terjadi adalah setengah dari selisih koefisien maksimum terhadap koefisien minimum contoh selisih koef muai luas piston adalah /deg C). Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai luas piston adalah : Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap βp, sebagai berikut : C = ytm C = TIR WD) β p ) = WD) T TIR ) = BMV+SR) CTDW CT STM xt p - T B) liter C CTS P) CTS IR 7) Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi termometer dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ =. BP Ketidakpastian akibat pengukuran temperature batang invar u ) TIR Batang invar pada compact prover berfungsi sebagai tempat sensor optik diletakan. perubahan temperature pada batang invar maka akan membuat panjang batang invar berubah. Hal ini menyebabkan perubahan waktu start dan stop compact prover yang tentu saja membuat volumenya berubah. Pembacaan temperature di batang invar prover menggunakan thermometer atau temperature transmitter yang telah dikalibrasi dengan mencantumkan nilai koreksi penunjukkan dan ketidakpastiannya. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat pengukuran temperature batang invar adalah : u = TIR u TT C k 8) cert Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap T, sebagai berikut : IR BMV+SR) CTDW CT STM xa IR) liter C CTS P) CTS p 9) Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan 95% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ = TIR Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi

43 ϑ = WD Ketidakpastian akibat penentuan koefisien muai panjang batang invar u ) αp Sama halnya seperti penentuan koefisien muai pada bahan bejana ukur, penentuan koefisien muai panjang batang invar diperoleh berdasarkan informasi dari pabrikan yang biasanya sama seperti yang diinformasikan dalam API MPMS chapter... Dalam menentukan koefisien batang invar terdapat kemungkinan kesalahan dari penentuan bahanya yaitu antara mild carbon dengan 7- PH Stainless steel, sehingga bentangan nilai kesalahan yang mungkin adalah /deg C. Penentuan kontribusi ketidakpastian akibat pengukuran temperature air di bejana ukur adalah : Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap a, sebagai berikut : IR, C = air WD) a IR ) = u = air / C 3 30) BMV+SR) CTDW CTS TM TIR-T B) liter C CTS IR) CTS p 3) Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi thermometer dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑa = IR Ketidakpastian gabungan WD U = WD u BMV. C BMV ) + u SR.C SR ) + u CTDW. C CTDW ) + u TP ). C TP ) + TTM TTM ytm ytm u βp ). C βp ) + u TIR ). C TIR ) + + u air ). C air ) u ). C ) + u ). C ) + liter 3... Derajat bebas efektif WD UWD ) u. C ) BMV BMV ϑ BMV u ). C ) TP ϑ TP TP u. C ) βp ϑ P βp ) u. C ) SR ϑ SR SR u ). C ) TTM TTM ϑ TTM u. C ) TIR ϑ TIR TIR air u. C ) CTDW CTDW ϑ CTDW u. C ) u. C ) ϑ air ytm ytm ϑ ytm air ) 3.. Komponen-komponen ketidakpastian perhitungan CPV Volume prover yang dikalibrasi ditentukan dengan persamaan berikut : WD Z CPV = CPS P CPLP 3) Berdasarkan persmaaan tersebut dapat diuraikan komponen-komponen yang berkontribusi terhadap ketidakpastian penentuan volume prover, yaitu sebagai berikut : 3... Penentuan volume hasil pembacaan Bejana Ukur yang terkoreksi u ) wn Ketidakpastian akibat penentuan nilai volume WD ini diperoleh gabungan beberapa komponen ketidakpastian yang didapat dari persamaan 3). Koefisien sensitivitas komponen ketidakpastian ini terhadap penentuan CPV adalah sebagai berikut : C = air CVP) WD ) = CPS CPL Derajat bebas sesuai perhitungan dengan persamaan 33) Pengukuran tekanan operasi prover U pres Pengukuran tekanan prover menggunakan pressure gauge menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi nilai volume CPV yang dihitung. Ketidakpastian akibat pengukuran tekanan prover adalah : u = Pres Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap T TM sebagai berikut : WD [ - CPV) C = - F pres P ) = CPL P ID) liter / mm CPS p CPS p E WT) 37) Nilai ketidakpastian ini didapat dari sertifikat kalibrasi pressure gauge dengan tingkat kepercayaan 95% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ = 00 Pres P u cert k P p kpa liter C [ 35) 36) Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

44 3..3. Penentuan nilai kompresibilitas air u F ) Kompresibilitas air merupakan karakteristik fisika air ketika memperoleh tekanan dengan nilai tertentu maka volumenya mengalami perubahan. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, -6 nilai kompresibilitas air adalah 3. x 0 /Psig atau -7.6 x 0 /kpa. Kemungkinan kesalahan akibat penggunaan nilai tersebut merupakan sumber ketidakpastian yang nilainya adalah : Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap T, sebagai berikut : TM 39) Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi bahwa kemungkinan kesalahan penentuan kompresibilitas air adalah 0% dari nilainya dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑf = 3.. Penentuan Diameter dalam prover u ) ID P e n e n t u a n d i a m e t e r d a l a m p r o v e r menggunakan vernier caliper dengan resolusi 0,05 mm. Ketidakpastian akibat penentuan diameter dalam prover adalah : Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap T, sebagai berikut : TM C = ID c = F CPV) D ) = -8,6 x 0 u F = /kpa 3 CPV) = WD x P F) CPS P u = ID 38) liter kpa mm 0) WD X P liter /mm CPL P CPS p E t) ) Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi pengukuran diameter dalam prover menggunakan vernier caliper dengan resolusi 0.05 mm dan dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ = ID Penentuan nilai modulus elastisitas bahan prover u ) g Berdasarkan API MPMS chapter.. ditentukan nilai modulus elastisitas bahan yang direkomendasikan untuk prover. Ketidakpastian akibat penentuan modulus elastisitas bahan prover menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi nilai volume CPV yang dihitung. Ketidakpastian akibat penentuan modulus elastisitas bahan prover adalah : Mild Carbon 30 Stainless 36 Stainless 7- Stainless 0%E u E = 3 mm ) Tabel 6 Modulus Of Elasticity Discriminination Levela E) Type of Steel per psi) per bar) Gambar. Nilai modulus elastisitas bahan per kpa) Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan WD terhadap T, sebagai berikut : TM C = E CPV) E ) = WD P ID CPL CPS E t) p Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi kemungkinan kesalahan penentuan modulus elastisitas bahan adalah 0% dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ =. E Penentuan nilai tebal bahan prover u ) WT Penentuan tebal bahan prover baik dalam p e r h i t u n g a n m a u p u n p e n g u k u r a n t e t a p menimbulkan ketidakpastian yang mempengaruhi nilai volume CPV yang dihitung. Ketidakpastian akibat penentuan tebal bahan prover adalah u = WT p mm ) liter 3) Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 3

45 Koefisien sensitivitas ketidakpastian ini diperoleh dari penurunan pertama persamaan CPV terhadap WT, sebagai berikut : Nilai ketidakpastian ini didapat dari estimasi pengukuran tebal bahan prover menggunakan mikrometer dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai derajat bebas diestimasi ϑ =. WT Ketidakpastian gabungan CPV U = CV ϑ = CPV CPV) C WT = WT ) = WD P ID CPL CPS E WT ) Derajat bebas efektif CPV u WD. C WD ) ϑ WD u WT ). C WT ) ϑ WT + CPV )+ CPV ) + CPV 3 ) BPV = 3 + p u WD. C WD ) +u Pres.C Pres ) + u ID. C ID ) +u WT. C WT) + u ID ). C ID ) +u WT. C WT) + u E). C E ) + u F. C F ) + U CPV ) u. C ) Pres ϑ Pres Pres u. C ) E ϑ E E + u. C ) u. C ) F ID ID ϑ ID F ϑ F 3.3. Komponen-komponen ketidakpastian perhitungan BPV Penentuan volume dasar prover dihitung menggunakan persamaan berikut ini: Komponen yang berkontribusi terhadap ketidakpastian nilai volume dasar yang dihitung adalah penentuan CPV dan pengulangan pengujian sebanyak 3 kali Repeatability waterdraw Dalam pengujian meter prover, faktor penting yang harus dicapai adalah repeatabilitas tidak melebihi 0.0%. Ketidakpastian akibat repeatabilitas dihitung menggunakan persamaan berikut : p liter/mm 6) 5) + 7) 8) + u = rep max CPV )- min CPV ) liter Penentuan CPV Ketidakpastian akibat penentuan CPV diperoleh dari persamaan 6) dengan nilai derajat bebas menggunakan persamaan 7) Ketidakpastian gabungan BPV BPV ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari 3 nilai CPV sehingga nilai ketidakpastian gabungannya adalah dengan satuan liter) : Uc = BPV u ) Derajat bebas efektif BPV ϑ = BPV Faktor Cakupan Faktor cakupan dapat dilihat pada tabel t student atau dengan menggunakan formula di excel sebagai berikut : Ketidakpastian yang diperluas U BPV = k Uc BPV Liter 9) u cpv u cpv ucpv3 3 ) 3 ) + 3 ) 53) 3.. Ketidakpastian BPV Relatif Ketidakpastian BPV harus dinyatakan dalam persen dengan persamaan sebagai berikut : ) ) ) rep + + U. C ) rep rep ϑ rep + Uc BPV ) u. C ) cpv cpv ϑ cpv u cpva. C cpva ) ϑ cpva k = TINV0.05;ϑ ) BPV u %) = BVP + ) 5) u cpv. C cpv ) U BPV liter ) 00% BPV liter) 5) ϑ ID 5) Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

46 . PERHITUNGAN KETIDAKAPASTIAN Untuk melakukan perhitungan ketidakpastian harus diketahui informasi semua parameter yang dibutuhkan. Hasil perhitungan ketidakpastian dari waterdraw compact prover ditunjukkan oleh tabel Data meter Prover ID : 300,35 mm WT :,5 mm βp : 0,00006 / c E F : /Psig : 0, /Psig Tabel. Perhitungan ketidakpastian compact prover Data Bejana Ukur BMV : 39,9669 L SV :,0 ml Ꝩ : 0, / C TM Tb : 5,6 C U : 0,0067 L α IR : 0, /Psig k : Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD N0. Komponen Vol. Bejana u 0,00333 c,00099 v 00 Pembacaan sekala 0,00059,00099 Penentuan CTDW 0, ,008 Suhu Air Bejana Suhu Air Prove Suhu Air Invar Koef. muai kubik bejana Koef. muai luas prover Koef. muai panj. invar 0,5 0,5 0,5 0, , , U WD) V WD) B. Ketidakpastian Akibat Penentuan CPV Penentuan WD Tekanan Prover Kompresibilitas Air Modulus Elastisitas Diameter dalam Prover Tabel Bahan Prover 0, ,0887 0, ,75 0, ,00577 U CPV) V CPV) 0, , , , , ,36-8,88 0, , , ,7 E - 0 0, ,0067 0, , L 86,56 00 L Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 5

47 Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD N0. 3 Komponen Vol. Bejana Pembacaan sekala Penentuan CTDW u c v 0, , ,00000,000875, , Suhu Air Bejana 0,5 0, Suhu Air Prove 0,5-0, Suhu Air Invar 0,5-0, Koef. muai kubik bejana 0, , Koef. muai luas prover 0, , 9 Koef. muai panj. invar 0, ,8008 U WD) 0,0038 L V WD) 8,68 B. Ketidakpastian Akibat Penentuan CPV Penentuan WD 0,0038 0, ,56 Tekanan Prover 0,0887 6,885E Kompresibilitas Air 0, ,303 Modulus Elastisitas 66580,75,73937E-0 5 Diameter dalam Prover 0, ,6E-05 6 Tabel Bahan Prover 0, , U CPV) 0,00385 L V CPV) 89,05 6 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

48 A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD N0. Komponen Vol. Bejana u 0,00333 c,00030 v 00 Pembacaan sekala 0,00000, Penentuan CTDW 0, , Suhu Air Bejana Suhu Air Prove Suhu Air Invar Koef. muai kubik bejana Koef. muai luas prover Koef. muai panj. invar 3 U WD) 3 V WD) 0,5 0,5 0,5 0, , , B. Ketidakpastian Akibat Penentuan CPV Penentuan WD Tekanan Prover Kompresibilitas Air Modulus Elastisitas Diameter dalam Prover Tabel Bahan Prover 3 U CPV) 3 V CPV) Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV 3 0, ,0887 0, ,75 0, , , , , , , ,577 0, ,6 0, ,835E-05-0,37,8085E-0 -,686E-05 0, , , L 86,56 00 L Ketidakpastian Akibat Perhitungan CPV 3 A. Ketidakpastian Akibat Penentuan WD u c N0. 3 Komponen Perhitungan CPV Perjitungan CPV Perhitungan CPV 3 Repeatability u BPV ) v BPV ) k U BPV ) U BPV ) Maks. Keberterimaan Ketidakpastian izin Tipe Maks. Keberterimaan Ketidakpastian Tera v L L % % % Volume No. Januari - Maret Tahun 08 Insan Metrologi 7

49 L Gambar 3. Kontribusi komponen ketidakpastian Ketidakpastian compact prover diperoleh sebesar 0,0% yang masih memenuhi kriteria syarat untuk izin tipe sebesar 0,% untuk meter arus kerja. Bahkan nilai ketidakpastian tersebut masih memenuhi batas ketidakpastian untuk master meter sebesar 0,0%. Komponen yang cukup besar menyumbangkan ketidakpastian adalah ketidakpastian volume bejana ukur, koefisien muai volum bejana ukur, dan koefisien muai panjang batang invar. Untuk compact prover dengan ukuran 30,8 mm inch), metode volumetrik masih andal untuk mencapai syarat ketidakpastian tersebut. Perlu dilakukan kajian untuk compact prover dengan ukuran terkecil yaitu 03, mm 8 inch) terkait kehandalan metode volumetrik tersebut. 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari karya tulis ini adalah sebagai berikut : a. Perhitungan ketidakpastian pengujian compact prover membutuhkan banyak informasi terkait nilai parameter-parameter. b. Parameter-parameter tersebut harus diketahui berdasarkan informasi dari pabrikan atau estimasi dengan pengetahuan yang sangat baik. c. Nilai ketidakpastian hasil pengujian compact prover dengan metode volumetrik masih memenuhi batas nilai ketidkapastian yang diijinkan yaitu /5 batas kesalahan yang diijinkan dari sistem meter. d. Hasil perhitungan ketidakpastian dapat digunakan untuk melakukan pengembangan instalasi pengujian yang digunakan. e. Hasil perhitungan ketidakpastian menunjukan bahwa faktor ketidakpastian volume bejana ukur, koefisien muai bejana ukur, dan koefisien muai panjang batang invar menjadi faktor penyumbang ketidakpastian yang besar. DAFTAR PUSTAKA [] OIML R9 "Pipe Prover for testing measuring system liquids other than water", 996 [] JCGM 00 "Evaluation of Measurement Data - Guide to the expression of uncertainty in measurement", 008 [3] MPMS Chapter.. "Calculation of Base Prover Volumes by waterdraw method", 00 Tentang Penulis N u g r o h o B u d i W i d o d o, Pendidikan S Teknik Fisika ITB 009 ~ 0, Diklat Fungsional Diklat Penera Ahli 008, Posisi Unit Kerja Subdit UTTP & Standar Ukuran 08 ~ sekarang. Balai SNSU 009 ~ 08, Balai Pengujian Balai Pengujian ~ 0 0 9, D i r e k t o r a t M e t r o l o g i Kementerian Perdagangan. Jabatan Penera Ahli Madya di Direktorat Metrologi, lulus Diklat Penera Ahli Tahun 008, nugrohobw_nubuwi@yahoo.com nugrohobudiwidodo7@gmail.com 8 Insan Metrologi Volume No. Januari - Maret Tahun 08

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.458, 2015 PERATURAN BERSAMA. Penera. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. Ketentuan Pelaksanaan. PERATURAN BERSAMA MENTERI PERDAGANGAN DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1719, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Unit Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/M-DAG/PER/11/2016 TENTANG UNIT METROLOGI LEGAL DENGAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

SEKRETARIS KASUBAG KEUANGAN

SEKRETARIS KASUBAG KEUANGAN ANALISIS JABATAN 1. Nama Jabatan: Penata Laporan Keuangan 2. Kode Jabatan : - 3. Unit Kerja : Pemerintah Kabupaten Barito Selatan Eselon I : - Eselon II Eselon III Eselon I V : Badan Kepegawaian, Pendidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1797, 2014 KEMENPAN RB. Pranata Laboratorium Kemetrelogian. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. No.390, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009

Lebih terperinci

FORMULIR INFORMASI JABATAN FUNGSIONAL UMUM

FORMULIR INFORMASI JABATAN FUNGSIONAL UMUM FORMULIR INFORMASI JABATAN FUNGSIONAL UMUM Nama Jabatan : Pengadministrasi Keuangan dan Verifikator Kode Jabatan : - 3. Unit Organisasi Eselon I : Eselon II : Eselon III Eselon I V : Bagian Umum dan Perlengkapan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Penyuluh Kesehatan Masyarakat Pertama. 2. Kode Jabatan : 3. Unit Organisasi. Eselon I V.b.

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Penyuluh Kesehatan Masyarakat Pertama. 2. Kode Jabatan : 3. Unit Organisasi. Eselon I V.b. INFORMASI JABATAN Nama Jabatan : Penyuluh Kesehatan Masyarakat Pertama Kode Jabatan : Unit Organisasi Eselon I : Eselon II : Eselon III : Eselon I V.a Eselon I V.b : Kepala UPTD Puskesmas Kandang : Ka.

Lebih terperinci

FORMULIR ANALISA JABATAN

FORMULIR ANALISA JABATAN FORMULIR ANALISA JABATAN 1. Nama Jabatan : Kepala Sub Bagian Administrasi Umum dan Kepegawaian 2. Kode Jabatan : - 3. Unit Organisasi Eselon I : - Eselon II : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkayang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 18 TAHUN 2015

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 18 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 18 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/9/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENYESUAIAN (INPASSING) DALAM JABATAN FUNGSIONAL PENERA,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA

PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 PROPOSAL PENGEMBANGAN SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 06 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH (UPTD) METROLOGI LEGAL PADA DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Pengadministrasi Umum. 2. Kode Jabatan :

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Pengadministrasi Umum. 2. Kode Jabatan : 1 INFORMASI JABATAN Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. 1.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2014 BASARNAS. Analisis Jabatan. Informasi Jabatan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 02 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN ANALISIS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN RINCIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI PADA DINAS PERINDUSTRIAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.459, 2015 PERATURAN BERSAMA. Pengamat Tera. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. PERATURAN BERSAMA MENTERI PERDAGANGAN DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 12/M-DAG/PER/1/2015

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 97 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 97 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lemb

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1257, 2017 KEMENDAG. Inpassing. Jabatan Fungsional. Penera, Pengamat Tera, Pranata Laboratorium Kemetrologian, Pengawas Kemetrologian, dan Penguji Mutu Barang. PERATURAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas (UUML, 1981). Upaya melindungi kepentingan umum dengan adanya jaminan kebenaran pengukuran serta

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 06 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA DAN TERA ULANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN Proses pengontrolan peralatan ukur dan pantau (Control of Monitoring and Measuring Device Elemen ISO7.6 ISO 9001 2008) di PT Torabika Eka Semesta dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

FORMULIR INFORMASI JABATAN (Isilah formulir ini sesuai dengan data yang sebenarnya)

FORMULIR INFORMASI JABATAN (Isilah formulir ini sesuai dengan data yang sebenarnya) FORMULIR INFORMASI JABATAN (Isilah formulir ini sesuai dengan data yang sebenarnya) 1. Nama Jabatan : Kepala Sub Bidang Sertifikasi 2. Kode Jabatan :... 3. Unit Kerja :... Eselon I : Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KEMETROLOG IAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KEMETROLOG IAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KEMETROLOG IAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Gubernur Sulewesi Tengah, Menumbang : a. Bahwa semakin

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb No.1199, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. UTTP. Izin Pembuatan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG IZIN PEMBUATAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35 TAHUN 2012 TENTANG - - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MOR: 35 TAHUN 202 TENTANG ANALISIS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 633/MPP/Kep/10/2002 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN LABORATORIUM METROLOGI LEGAL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 633/MPP/Kep/10/2002 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN LABORATORIUM METROLOGI LEGAL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 633/MPP/Kep/10/2002 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN LABORATORIUM METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Kepala Bidang Perencanaan Pertimbangan Formasi Aparatur Sipil Negara. Kepegawaian Negara

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Kepala Bidang Perencanaan Pertimbangan Formasi Aparatur Sipil Negara. Kepegawaian Negara INFORMASI JABATAN 1. Nama Jabatan : Kepala Bidang Perencanaan Pertimbangan Formasi Aparatur Sipil Negara 2. Kode Jabatan : - 3. Unit Organisasi Eselon I Eselon II : Badan Kepegawaian Negara : Pusat Perencanaan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2016 KEMENDAG. UPT. Bidang Kemetrologian dan Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu. Orta PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/8/2016

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. Sekretaris. Kasubag Perencanaan &Keuangan

INFORMASI JABATAN. Sekretaris. Kasubag Perencanaan &Keuangan INFORMASI JABATAN Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. 1.

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang. Pemerintahan Daerah, terdapat amanat pemindahan kewenangan dari

BAB I INTRODUKSI. Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang. Pemerintahan Daerah, terdapat amanat pemindahan kewenangan dari BAB I INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat amanat pemindahan kewenangan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. Kepala Pusat Perencanaan Kepegawaian dan Formasi. Kepala Bidang Perencanaan Pertimbangan Formasi ASN

INFORMASI JABATAN. Kepala Pusat Perencanaan Kepegawaian dan Formasi. Kepala Bidang Perencanaan Pertimbangan Formasi ASN INFORMASI JABATAN 1. Nama Jabatan : Kepala Sub Bidang Penyusunan Rencana Pertimbangan Formasi Aparatur Sipil Negara Instansi Pusat 2. Kode Jabatan : - 3. Unit Organisasi Eselon I : Badan Kepegawaian Negara

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 11 Tahun 2017 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 11 Tahun 2017 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 11 Tahun 2017 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.

INFORMASI JABATAN. membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. INFORMASI JABATAN Dinas Pekerjaan Umum dan mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. 1. Nama Jabatan :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Penugasan. PERUM BULOG. Ketahanan Pangan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1079, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. Analisis Jabatan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/ TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN ESELON PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

DAFTAR INFORAMASI PUBLIK DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UKM KABUPATEN MUKOMUKO

DAFTAR INFORAMASI PUBLIK DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UKM KABUPATEN MUKOMUKO DAFTAR INFORAMASI PUBLIK DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UKM KABUPATEN MUKOMUKO NO INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN SECARA BERKALA I. Informasi tentang Profil DINAS PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Rescuer dan

2017, No Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Rescuer dan No.882, 2017. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN. Jabatan Fungsional. RESCUER. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Semarang

Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Semarang Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Semarang A. Latar Belakang Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Semarang (BPSMB Semarang) merupakan salah satu UPTD pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 08 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 08 TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG DIGUNAKAN UNTUK TRANSAKSI BARANG DI KABUPATEN SELAYAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN BALAI PENGELOLA LABORATORIUM METROLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.

INFORMASI JABATAN. membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. INFORMASI JABATAN Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. 1.

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/MDAG/PER/5/2017 TENTANG PENETAPAN HARGA ACUAN PEMBELIAN DI PETANI DAN HARGA ACUAN PENJUALAN DI KONSUMEN

Lebih terperinci

Menteri. Sekretariat Jenderal. bawahan bawahan bawahan bawahan

Menteri. Sekretariat Jenderal. bawahan bawahan bawahan bawahan ` INFORMASI JABATAN 1. Nama Jabatan : Sekretaris Jenderal 2. Kode Jabatan : - 3. Unit Organisasi a. Eselon I : b. Eselon II : c. Eselon III : d. Eselon IV : 4. Kedudukan dalam Struktur Organisasi : Menteri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DALAM LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LABORATORIUM STANDAR NASIONAL SATUAN UKURAN MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2015, No.75 2 Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Penguji Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2015, No.75 2 Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Penguji Keselamatan dan Kesehatan Kerja No.75, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Jabatan Fungsional Penguji Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Angka Kredit. Ketentuan Pelaksanaan. PERATURAN BERSAMA MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: KEP/ 61/M.PAN/6/2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: KEP/ 61/M.PAN/6/2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: KEP/ 61/M.PAN/6/2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Pegawai

Lebih terperinci

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Kepala Sub Bagian Protokol. 2. Kode Jabatan : -

INFORMASI JABATAN. 1. Nama Jabatan : Kepala Sub Bagian Protokol. 2. Kode Jabatan : - INFORMASI JABATAN 1. Nama Jabatan : Kepala Sub Bagian Protokol 2. Kode Jabatan : - 3. Unit Organisasi a. Eselon I :.. b. Eselon II : Asisten Administrasi Umum c. Eselon III : Kepala Bagian Humas dan Protokol

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

2016, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsiona

2016, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsiona No.1002, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Jabatan Fungsional. Analis Pasar Hasil Pertanian. Uji Kompetensi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/KP.350/5/2016

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN UJI KOMPETENSI BAGI PEJABAT FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UJI KOMPETENSI BAGI PEJABAT FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 71/Permentan/OT.140/7/2013 TENTANG PEDOMAN UJI KOMPETENSI BAGI PEJABAT FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK PEDOMAN UJI KOMPETENSI BAGI PEJABAT

Lebih terperinci

Paparan Rancangan Undang-Undang Tentang Metrologi. Disampaikan Pada Acara Workshop Metrologi Lingkungan Tangerang, Oktober 2016

Paparan Rancangan Undang-Undang Tentang Metrologi. Disampaikan Pada Acara Workshop Metrologi Lingkungan Tangerang, Oktober 2016 Paparan Rancangan Undang-Undang Tentang Metrologi Disampaikan Pada Acara Workshop Metrologi Lingkungan Tangerang, Oktober 2016 Kondisi Yang Diharapkan Sistem Metrologi Nasional REGULASI NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

j. pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya. (3) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat

j. pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya. (3) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat BAB XLIII BALAI PENGELOLA LABORATORIUM METROLOGI PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BANTEN Pasal 198 Susunan Organisasi Balai Pengelola Laboratorium Metrologi pada Dinas Perindustrian Dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 1 No. 7, 2003 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 1 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 14, 2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMILIHAN ARSIPARIS TELADAN DAN UNIT PENGOLAH TERBAIK DI LINGKUNGAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci