BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SETELAH TERBITNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SETELAH TERBITNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014"

Transkripsi

1 67 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SETELAH TERBITNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris 1. Asas-Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris Asas-asas hukum yang menjustifikasi kedalam norma-norma hukum di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum. 98 Pengaturan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentangundang-undang Jabatan Notaris mengandung asas-asas atau prinsip-prinsip didalamnya sekaligus sebagai jiwa daripadaundang- Undang Jabatan Notaris itu sendiri, artinya jika asas-asas atau prinsi-prinsip itu tidak dijalankan oleh Notaris sebagai pihak yang berwenang melaksanakan tugas dan kewajiban dalam pembuatan AktaOtentik, maka Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut tidak berfungsi sama sekali. Asas-asas yang terkandung di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris antara lain adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas kepercayaan, asas kehatihatian, dan asas profesionalitas. Sebagai Notaris yang baik, asas-asas ini tidak dikesampingkan atau dilepaskan dari pelaksanaan tugas dan kewajiban Notaris.Notaris yang baik dimaksud adalah Notaris yang menjalankan tugas dan 98 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Di Indonesia, (Bandung: Citra Adtya Bakti, 2006), hal

2 68 kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris. 1. Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum terdapat pada bagian konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: NegaraRepublik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. 99 Selanjutnya, Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. 100 Selanjutnya asas ini disebutkan bahwa Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. 101 Dalam pengaturan Undang-Undang Jabatan Notaris juga ditentukan asas ini dan berulang-ulang pada bagian penjelasan umum Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan: Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapanyang diharuskan oleh peraturan Perundang- Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, 99 Konsideran huruf aundang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). 100 Ibid, Konsideran huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris. 101 Ibid, Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.

3 69 menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta-Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para pihak. 102 Pelaksanaan jabatan Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang membuat Akta Otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan memberikan kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada Notaris. Akta Otentik yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, maka Akta Otentik dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pihak. 103 Legalitas kewenangan Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat Akta Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik. Jasa Notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di Pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena Akta Otentik yang dibuat Notaris adalah bukti sempurna di sidang Pengadilan. 102 A. Kohar, Op. Cit., hal Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, (Jakarta: Sofmedia, 2011), hal. 23.

4 70 Tujuan pelaksanaan tanggung jawab Notaris adalah untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, mengatakan Keadilan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari hukum sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan (kepastian). 104 Pandangan ini mendasarkan keadilan sebagai tujuan yang hendak dicapai dari kepastian hukum, dengan perkataan lain kepastian hukum akan berimplikasi pada keadilan. Implementasi asas kepastian hukum menuntut terpenuhinya hal-hal sebagai berikut: 105 a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, berarti tindakan pemerintah dan Pejabatnya bertumpu pada Perundang-Undangan dalam kerangka konstitusi. b. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara pemerintah dan para Pejabatnya melakukan tindakan. c. Syarat Perundang-Undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut (non retroaktif). d. Pradilan bebas, terjaminnya objektifitas, imparsialitas, adil, dan manusiawi. Dalam diktum konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Legalitas kewenangan kepada Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat 104 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hal Putri A.R., Op. cit., hal. 22.

5 71 Akta Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik. Notaris merupakan Pejabat Publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang oleh Undang-Undang Jabatan Notaris diletakkan dasar hukum perlindungan bagi Notaris dan masyarakat yang membutuhkan Akta Otentik dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi kehidupan, di luar peranan Negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi maupun yudikasi. Setiap orang tidak diperkenankan bertindak semena-mena. Sehubungan dengan hal tersebut, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam Akta otektik yang dibuatnya Asas Persamaan Asas persamaan mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap semua pihak yang terlibat di dalam pembuatan Akta Otentik khususnya kepada para pihak, Notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya. Asas persamaan di hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap pelayanan hukum yang diberikan oleh Pejabat umum tidak dibenarkan membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan. 106 Ibid., hal, 23.

6 72 Larangan tidak berpihak terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sumpah pada aliena ke-2, Pasal 16 ayat (1) huruf aundang- Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan larangan tidak berpihak terdapat di dalam Kode Etik Notaris yaitu pada Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris. Sikap tidak berpihak ini mengandung aspek asas persamaan wajib dilaksanakan oleh setiap Notaris. Oleh karena itu, mengingat profesi Notaris merupakan jabatan Publik, maka asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam norma dasar yaitu dalam Undang- UndangDasar , asas persamaan diakui dalam konstitusi. Pengakuan asas persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan Negara hukum (rechstaat). Negara Indonesia sebagai Negara hukum menjamin segala hak warga Negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasarkan pada hukum atau peraturan Perundang-Undangan. 108 Pada situasi yang sama setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, dan pada situasi yang berbeda diperlukan pula 107 Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan: Segala Warga Negara Bersamaan Kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (amandemen kedua). 108 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 29.

7 73 perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya perlakuan itu merupakan ketidak-adilan yang serius. 109 Sumpah jabatan Notaris pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan, bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya para penghadap, harus menerapkan Undang-Undang Jabatan Notaris secara sama pada situasi yang sama saat pelaksanaan pembuatan AktaOtentik, tanpa membeda-bedakan mana si kaya dan si miskin, golongan minoritas maupun mayoritas, warna kulit, laki-laki maupun perempuan. Asas persamaan di hadapan hukum disebutkan secara tegas dalam Pasal 3 ayat (16) Kode Etik Profesi Notaris, ditentukan, Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang dikecualikan, Notaris boleh menolak memberikan pelayanan jasa dalam membuat AktaOtentik, antara lain: 110 a. Jika Notaris sakit sehingga, dipastikan tidak dapat memberikan jasanya. b. Jika Notaris cuti karena sebab yang sah. c. Jika Notaris karena kesibukannya sehingga tidak dapat meyalani yang lain. d. Jika surat-surat yang diperlukan untuk membuat Akta tidak diserahkan kepada Notaris. e. Jika penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya. 109 Putri A.R., Op. cit., hal Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: refika Aditama, 2008), hal. 87.

8 74 f. Jika yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan. g. Jika karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum. h. Jika pihak-pihak menghendaki Notaris membuat Akta dalam bahasa yang tidak disukainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh penghadap. Berdasarkan hal-hal yang mendasar dasar penolakan di atas, pengecualian asas persamaan dapat dipahami karena hal tersebut dibenarkan oleh hukum. Filosofinya adalah tidak semua hak akandibenarkan oleh hukum tetapi hukum di dalam Negara hukum harus pula membatasi hak-hak manusia dengan tujuan menciptakan suatu ketertiban dan keteraturan. Konsekuensinya adalah jika Notarisakan menolak memberikan jasanya kepada yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus merupakan penolakan hukum atau dibenarkan oleh hukum, harus ada alasan atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya. 111 Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membedakan satu sama lain berdasarkan ekonomi, status sosial, dan lain-lain. Bahkan Notaris diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang ke Notariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu dan Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dapat dikenai sanksi berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat. Menurut Habib 111 Ibid, hal. 87.

9 75 Adji, hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa Notaris tidak dapat memberikan jasa hukum kepada para penghadap Asas Kepercayaan Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan kewajiban menjalankan tugas jabatan Notaris dan posisi Notaris itu sendiri sebagai orang yang dapat dipercaya.pentingnya profesionalisme Notaris karena posisi Notaris dalam hal ini sebagai pemegang amanah (trustee), maka harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Posisi trustee mempunyai kewajiban melaksanakan amanah berdasarkan suatu standar kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dinyatakan oleh hukum. Seseorang pemegang kepercayaan (trustee) harus didasarkan pada kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan terus terang (candor). Hubungan dalam fiduciary seperti pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian), termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya. 113 Seseorang yang memiliki tugas kepercayaan manakala seseorang itu memiliki kapasitas. Tugas yang dijalankannya bukan untuk dirinya tetapi untuk kepentingan 112 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal Ibid, hal. 5.

10 76 orang lain. 114 Hubungan antara orang yang dipercaya dengan orang yang mempercayai dalam urusan sesuatu terjalin dalam suatu hubungan kepercayaan. 115 Kepercayaan menghendaki kepedulian (care), loyal (loyality), itikad baik (good faith), kejujuran (honesty), keterampilan (skill) dalam derajat atau standar yang tinggi. 116 Penekanan asas kepercayaan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepribadian Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menyimpan rahasia mengenai Akta Otentik yang dibuatnya, merahasiakan keterangan atau pernyataan-pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan AktaOtentik tersebut, kecuali Undang- Undang memerintahkannya untuk membuka rahasia tersebut dan memberikannya keterangan atau penjelasan kepada pihak berwajib yang memintanya. 117 Asas kepercayaan terkandung dalam sumpah jabatan Notaris, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan Bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan merahasiakan isi Akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Kepercayaan berarti menghendaki saling percaya dengan konsekwensi tidak saling membuka rahasia yang dalam hal ini sebagai pemegang rahasia klien adalah Notaris, maka Notaris yang wajib merahasiakan muatan dalam AktaOtentik yang dibuatnya. 114 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 31 dan hal Ibid, hal Ibid, hal Habib Adjie, Hukum NotarisIndonesia..Op. Cit., hal. 89.

11 77 Bahkan kerahasiaan diwajibkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. 4. Asas Kehati-hatian Asas kehati-hatian merupakan asas terpenting yang wajib diterapkan dalam kegiatan usahanya berdasarkan kepercayaan, lazimnya diterapkan pada dunia usaha perbankan yang disebut sebagai prudential banking, tujuannya untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, maka asas kehatihatian ini sebagai cara memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. 118 Penerapan asas kehati-hatian sebagai upaya pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan. 119 Asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab asas kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya kepada orang lain. Sehingga asas kehati-hatian ini menghendaki seseorang dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh hukum berdasarkan ketelitian dan mewajibkan bertindak seksama. 118 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal Ibid, hal. 146.

12 78 Ternyata dalam Pasal 16 ayat (1) huruf aundang-undang Jabatan Notaris, ditemukan asas ini sebagai penafsiran dari bertindak seksama. Selengkapnya ditentukan dalam Pasal tersebut, adalah: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Bertindak seksama menjadi tumpuan asas kehati-hatian yang dimaksudkan di sini bersinonim dengan kecermatan. Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan ini merupakan asas yang wajib dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Asas Kecermatan bagi Notaris dalam pembuatan Akta, diwajibkan: 120 a. Mengenali para penghadap berdasarkan identitas yang diperlihatkan kepada Notaris. b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para penghadap. c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para penghadap. d. Memberikan saran dan membuat kerangka Akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para penghadap. e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan AktaNotaris, seperti: pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta. f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Dalam pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan, Notaris wajib mempertimbangkan, melihat, memeriksa, semua dokumen yang diperlihatkan para penghadap kepadanya sebelum membuat Akta Otentik yang diperlukan para penghadap. Termasuk meneliti semua bukti yang ada, mendengarkan keterangan, dan 120 Habib Adjie, Sanksi Perdat, Op. Cit, hal. 86.

13 79 pernyataan para penghadap. Keputusan yang diberikan Notaris harus didasarkan pada argumentasi yuridis ketika menjelaskan prosedural kepada para penghadap, termasuk menjelaskan masalah-masalah hukum yang timbul di kemudian hari. 121 Pelaksanaan asas kehati-hatian selain kewajiban Notaris merupakan satu di antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh Notaris kepada para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi Notaris itu sendiri, baik risiko kerugian materil maupun risiko immateril dan risiko hukum. 5. Asas Profesionalitas Pengertian profesi adalah bidang pekerjaan dengan keahlian khusus dan dilandasai pendidikan keahlian, keterampilan, dan kejujuran. 122 Notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat khususnya dalam pembuatan Akta Otentik. 123 Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, maka Notaris merupakan satu di antara profesi hukum yang lain. 124 Seseorang dikatakan telah profesional, dipersyaratkan: 125 a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. b. Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang memadai dan memiliki kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka dalam membaca siituasi, cepat dan cermat dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. 121 Habib Adjie, Hukum NotarisIndonesia..Op. Cit., hal Supriadi, Op. Cit., hal Diktum Dalam Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris. 124 Supriadi, Op. Cit., hal Putri A.R., Op. Cit., hal. 30.

14 80 c. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang ada dihadapannya. d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, cermat dalam memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya. Profesionalisme menghendaki bagi Notaris harus peka, tanggap, mempunyai ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat terhadap setiap peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan begitu akan menumbuhkan sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang tepat. 126 Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan perbuatan hukum yang benar sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di samping itu Notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan Akta yang bertentangan dengan hukum, Moral, etika, dan kepentingan umum. 127 Asas profesionalitas dalam profesi Notaris mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang diintegrasikan dalam pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki seorang Notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindakan yang bukan merupakan tugas dan wewenangnya. 2. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014 a. Kewenangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun Wawan Setiawan, Op. Cit., hal Ibid, hal. 26.

15 81 Kewenangan Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama Notaris adalah membuat Akta Otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan: 1. Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 2. Notaris berwenang pula: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat Akta risalah lelang. 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan Perundang-Undangan. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan

16 82 mengatur jabatan yang bersangkutan. 128 Oleh karena wewenang yang ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka Notaris memperoleh wewenangnya secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh wewenang baru dalam Undang-Undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris. Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, maka kewenangan Notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: kewenangan umum Notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang ditentukan kemudian. Kewenangan umum Notaris adalah membuat Akta Otentik. 129 Wewenang utama Notaris adalah membuat Akta Otentik, tetapi tidak semua pembuatan Akta Otentik menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh Pejabat lain bukan menjadi wewenang Notaris, seperti Akta Kelahiran, pernikahan, dan perceraian dibuat oleh Pejabat selain Notaris. Akta Otentik yang berwenang dibuat oleh Notaris antara lain: membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Otentik. Sedangkan kewenangan khusus Notaris dalam Pasal 15 ayat (2) Undang- Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, antara lain: 128 Habib Adjie, Hukum NotarisOp. Cit, hal Wewenang dapat diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat.wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan Perundang-Undangan yang berlaku.wewenang delegasi adalah pemindahan atau pengalihan wewenang berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.Wewenang mandat adalah menggantikan wewenang karena seseorang yang berkompeten berhalangan. 129 Ibid

17 83 1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; 6. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat Akta risalah lelang. Terdapat pula kewenangan khusus Notaris lainnya yaitu membuat Akta dalam bentuk in Originali, yaitu Akta-Akta: Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun. 2. Penawaran pembayaran tunai. 3. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga. 4. Akta kuasa. 5. Keterangan kepemilikan. 6. Akta lainnya berdasarkan peraturan Perundang-Undangan. Kewenangan membuat Aktain Originali tersebut di atas tidak dimasukkan dalam wewenang khusus dalam Pasal 15 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, tetapi wewenang ini dimasukkan menjadi kewajiban Notaris sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris. Menurut Habib Adjie, dilihat secara substansi Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris harus dimasukkan menjadi kewenangan khusus Notaris ke dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, sebab tindakan hukum yang dilakukan oleh Notaris dipastikan membuat Akta tertentu dalam bentuk in Originali. 130 Ibid, hal. 82.

18 84 Selain wewenang khusus tersebut, Notaris juga memiliki kewenangan khusus lainnya seperti yang ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, yaitunotaris berwenang membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani dengan cara membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan, serta membuat salinan Akta berita acara pembetulan tersebut wajib disampaikan kepada para pihak. Pelanggaran terhadap ketentuan diatas mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada Pasal 15 ayat (3)Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, mengandung prinsip ditentukan kemudian (ius constituendum) berdasarkan ketentuan Perundang- Undangan. Wewenang jenis ini akan muncul di tentukan di kemudian hari. Tentunya kewenangan itu bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Legislatif maupun Eksekutif atau Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di tingkat pusat dan daerah mengikat secara umum. 131 Sebagaimana diatas bahwa wewenang utama Notaris adalah membuat Akta dan Akta yang dibuatnya merupakan Akta Otentik. Selain wewenang Notaris yang 131 Ibid, hal. 83.

19 85 ditentukan dalam Pasal 15Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, ada lagi wewenang lainnya yaitu Notaris berwenang membuat: 1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW). 2. Akta berita acara tentang kelalaian Pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW). 3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan 1406 BW). 4. Akta protes Wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 WvK). 5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah). b. Kewajiban Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 tahun 2014 Kewajiban adalah segala bentuk beban yang diperintahkan oleh hukum kepada orang atau badan hukum. 132 Kewajiban Notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh Notaris yang diperintahkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan Perundang-Undangan lainnya. Konsekuensi dari kewajiban adalah, jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum terhadap Notaris. 133 Kewajiban Notaris selain sebagai kewajiban hukum, juga sebagai kewajiban Moral. Sebab Pasal 4 ayat (1)Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Konsekuensi dari pengucapan sumpah/janji untuk melaksanakan kewajiban sesungguhnya seseorang yang disumpah terikat hubungan Moralitas dengan tuhannya. Itu berarti mengandung selain sanksi hukum juga mengandung sanksi Moral. 132 M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal Habib Adjie, Hukum Notari, Op. Cit., hal. 86.

20 86 Sumpah/janji Notaris sebagaimana ditentukan Pasal 4 ayat (2)Undang- Undang Jabatan Notaris, Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode Etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Jika Notaris ternyata tidak menjalankan sumpah/janjinya, maka Notaris telah nyata-nyata melanggar sumpah, dan setiap orang yang bersumpah akan berimplikasi pada dosa bukan sanksi hukum saja. Sesuai dengan apa yang disumpahkan/dijanjikan Notaris pada saat pengambilan sumpah/janjinya, maka kewajiban Notaris yang akan dijalankannya itu ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai berikut: (1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris; c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta. d. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan minuta Akta; e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain; g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;

21 87 j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ke Notariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang NegaraRepublikindonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; n. Menerima magang calon Notaris. (2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta dalam bentuk Akta in Originali. (3) Akta in Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Akta: a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b. Akta penawaran pembayaran tunai; c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa; e. AktaKeterangan kepemilikan; atau f. Akta lainnya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-Undangan. (4) Aktain Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA. (5) Akta in Originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap. (6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. (8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas serta penutup Akta. (9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat 7 tidak terpenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan.

22 88 (10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta Wasiat. (11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa : a. Peringatan tertulis. b. Pemberhentian sementara. c. Pemberhentian dengan hormat. d. Pemberhentian dengan tidak hormat. (12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. (13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis. Kewajiban Notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan peraturan Perundang-Undangan,Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab. 134 Secara khusus kewajiban Notaris diatur dalamundang-undang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris sesuai dengan sifat munculnya kewenangan Notaris dilahirkan karena Undang-Undang (kewenangan atribusi). Notaris wajib: Pada Pasal 3 Kode Etik maka Notaris dan orang lain yang memangku jabatan 1. Memiliki Moral, akhlak, sera kepribadian yang baik 2. Menghormati dan menjunjung harkat dan martabat Jabatan Notaris 3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan 4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang undangan dan isi sumpah Jabatan Notaris. 5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan hukum Kenotariatan. 134 Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. Cit., hal

23 89 6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara 7. Memberikan jasa pembuatan Akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tuigas jabatan sehari-hari 9. Memasang satu buah papan nama didepan/di lingkungan kantornya dengan pilih ukuran yaitu 100cm x 40cm, 150cm x 60cm atau 200cm x 80cm yang memuat : Nama lengkap dan gelar yang sah, tanggal dan nomor surat pengangkatan, tempat kedudukan, alamat kantor dan nomor telpon dan fax 10. Hadir berpartisipasi dan ikut dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, memeatuhi, dan me;laksanakan setiap keputusan perkumpulan 11. Membayar uang iuran perkumpulan secara lengkap 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris Notaris 13. Mematuhi dan melaksanakaan semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan 14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan Akta yang dilakukan di kantornya kecuali karena alasan yang sah 15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari 16. Memperlakukan klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi atau status sosial 17. Melakukan prbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam: a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang Jabatan Notaris b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris c. Isi Sumpah Jabatan Notaris d. Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Notaris Indonesia. c. Larangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014 Larangan bagi Notaris merupakan ketentuan-ketentuan yang melarang Notaris untuk melakukan sesuatu hal. Pasal 17Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan larangan bagi Notaris, bahwa Notaris dilarang: a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

24 90 b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap jabatan sebagai PejabatNegara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat; f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris. h. Menjadi Notaris Pengganti; atau i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Dalam Kode Etik juga mengatur larangan terhadap Notaris, yang diatur dalam Pasal 4 yaitu Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dilarang: 1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan. 2. Memasang Papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi Notaris/Kantor Notaris diluar lingkungan kantor. 3. Melakukan Publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersamasama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk : a. Iklan b. Ucapan Selamat c. Ucapan Belasungkawa d. Ucapan Terima kasih e. Kegiatan Pemasaran f. Kegiatan sponsor baik dalam kegiatan sosial, keagamaan maupun 4. Bekerjasama dengan Biro jasa /orang/ Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien. 5. Menandatangani Akta yang proses pembuatan minutanyatelah dipersiapkan oleh pihak lain. 6. Mengirimkan Minuta kepada Klien untuk ditandatangani 7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agara seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

25 91 8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokmen yang telah diserahkan dan/atau melalui tekanan psikologis dengan maksud agar klien tertsebut tetap membuat akat kepadanya 9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. 10. Menetapkan honorarium yang harus dibayatr oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. 11. Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan 12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau Akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seseorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu Akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut ajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terthadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut. 13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi. 14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan 15. Melakukan perbuatan-prbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terthadap Kode Etik Notaris antara lain namun tidak terbatas pada pelanaggaran-pelanggaran terhadap : a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris c. Isi sumpah jabatan Notaris d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota Jika larangan itu tetap dilakukan oleh Notaris, maka Notaris akan dikenakan sanksi berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Jenis sanksi demikian ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Jabatan Notaris.

26 92 Berbeda dengan larangan sanksi bagi Notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah. Dalam Notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah, Notaris tidak dapat dikenakan sanksi Pasal 85 UUJN 135, sebab jika dikaitkan dengan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan, Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya. Berarti dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1)Undang-Undang Jabatan Notaris ini Notaris tidak berwenang menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya. Lebih jelas disebutkan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) Undang- Undang Jabatan Notaris, dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti Notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya. Larangan bagi Notaris sebagaimana dalam Pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, dimaksud bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang memerlukan jasa Notaris, serta sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar Notaris dalam menjalankan jabatannya. 136 Selain itu larangan dalam Pasal 52 Undang-Undang Jabatan Notaris bertujuan untuk mencegah keberpihakan Notaris. Pasal 52 Undang-Undang JabatanNotaris melarang Notaris membuat Akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam 135 Habib Adjie, Hukum Notaris, Op. cit., hal Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. cit., hal. 88.

27 93 garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa, kecuali jika Notaris sendiri menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum. Pelanggaran ketentuan ini berakibat Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan. Larangan bagi Notaris juga berlaku ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa AktaNotaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi: Notaris, istri atau suami Notaris, saksi, atau orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga. B. Karakter Akta Notaris 1. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta Otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan. 137 Akta Otentik mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari pihak lain, 138 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah 137 Pasal 1867 KUHPerdata 138 M.Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Sewa Justitia, 2004), hal 145

28 94 tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta Otentik, 139 jika salah satu pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim. 140 Baik alat bukti Otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata), sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda) Pada Akta Otentik berlaku ketentuan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandatangan mereka. Namun terdapat kekecualian atau pengingkaran atas kekuatan pembuktian formal ini. Pertama, pihak penyangkal dapat langsung tidak mengakui bahwa tanda tangan yang dibubuhkan dalam Akta tersebut adalah tandatangannya. Pihak penyangkal dapat mengatakan bahwa tandatangan yang dilihatnya sebagai yang dibubuhkan olehnya ternyata dibubuhkan oleh oranglain dan karenanya dalam hal ini terjadi apa yang dikenal sebagai pemalsuan tandatangan. Kedua, pihak menyangkal dapat menyatakan bahwa Notaris dalam membuat Akta melakukan suatu kesalahan atau kehilafan (tenonrechte) namun tidak menyangkal tandatangan yang ada didalam Akta tersebut. Artinya pihak menyangkal tidak mempersoalkan formalitas Akta namun mempersoalkan substansi Akta. Dengan demikian yang dipersoalkan adalah keterangan dari Notaris yang tidak benar. Pihak penyangkal tidak menuduh terdapat pemalsuan namun menuduhkan suatu kehilafan yang mungkin tidak disengaja 139 Pasal 1875 KUHPerdata 140 M. Ali Budiarto, Opcit, hal 136

29 95 sehingga tuduhan tersebut bukan pada kekuatan pembuktian formal melainkan kekuatan pembuktian material dari keterangan Notaris tersebut. Dalam membuktikan hal ini menurut hokum dapat digunakan sebagai hal yang berada dalam koridor hokum formil pembuktian. 141 Akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang dipakai untuk menerapkan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan. Hal ini berkaitan dengan (diantaranya) kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta Akta dan menyimpan minuta Akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notaris wet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk pembuatan Akta yang dipergunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpanan arsip. 2. Ketahanan terhadap pemalsuan. Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diatas kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau dengan menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hokum diantara mereka telah dilakukan dengan Akta yang menggunakan jenis kertas tertentu. 3. Originalitas. 141 Wawancara dengan Yusrizal, Ketua Pengurus Daerah Kota Medan, Pada Tanggal 16 September Herlien Budiono, Akte Notaris Melalui Media Elektronik, (Bandung: Ugrading-Refresing Course Ikatan Notaris, 2003), hal 5-6

30 96 Untuk minuta Akta hanya ada satu Akta aslinya, kecuali untuk Akta yang dibuatin Originali dibuat dalam beberapa rangkap yang semunya asli. 4. Publisitas. Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat Akta asli atau minta salinan daripadanya. Pengambilan atau permohonan permintaan tersebut berdasarkan ketentuan yang ada. 5. Dapat segera atau mudah dilihat (waarneembaarheid). Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya. 2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik Akta Otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguhsungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan Perundang-Undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya. 143 Otentik tidaknya suatu Akta (otensitas) tidaklah cukup jika Akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat (Notaris) saja, namun cara membuat Akta Otentik 143 Paragraf V Penjelasan UUJN.

BAB II PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS BAB II PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS A. Asas-Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris Asas-asas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015 PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 29-30 MEI 2015 1. Beberapa ketentuan dalam Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS

BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS 28 BAB II USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN NOTARIS DALAM MENCEGAH TERJADINYA PENGINGKARAN OLEH PARA PIHAK DALAM AKTA NOTARIS A. Karakter Akta Notaris 1. Pengertian Akta Notaris Menurut S. J. Fachema Andreae,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otentik guna tercapainya kepastian hukum. Peran Notaris dalam sektor. Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. otentik guna tercapainya kepastian hukum. Peran Notaris dalam sektor. Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai salah satu bentuk profesi yang berkaitan dengan hukum mempunyai peran untuk mendukung penegakan hukum di Indonesia melalui pembuatan akta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ATURAN KEWENANGAN, KEWAJIBAN, LARANGAN, PENGECUALIAN DAN SANKSI

PERBANDINGAN ATURAN KEWENANGAN, KEWAJIBAN, LARANGAN, PENGECUALIAN DAN SANKSI TUGAS MATA KULIAH PERBANDINGAN ATURAN KEWENANGAN, KEWAJIBAN, LARANGAN, PENGECUALIAN DAN SANKSI DI DALAM PERATURAN JABATAN (STAATBLAD NO. 3 1860), UNDANG-UNDANG JABATAN No. 30/2014, UNDANG-UNDANG No. tentang

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2 PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2 ABSTRAK Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui tentang bagaimanakah penyelesaian hukum

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017 PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TUGAS KEWAJIBAN NOTARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS 1 Oleh: Sri Susanti Mokodongan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.) BAB I KETENTUAN UMUM

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.) BAB I KETENTUAN UMUM KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Kode Etik ini yang dimaksud dengan : 1. Ikatan Notaris Indonesia disingkat I.N.I. adalah Perkumpulan/organisasi bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I) KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I) KODE ETIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Kode Etik ini yang dimaksud dengan : 1. Ikatan Notaris Indonesia disingkat I.N.I adalah Perkumpulan/organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENCANTUMKAN LAMBANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA KARTU NAMA NOTARIS RESUME TESIS

TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENCANTUMKAN LAMBANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA KARTU NAMA NOTARIS RESUME TESIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENCANTUMKAN LAMBANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA KARTU NAMA NOTARIS RESUME TESIS OLEH : DENY JUSTITIAWAN WIRATMOKO, S.H. NIM 12211038 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SYAFRIDA YANTI ABSTRACT

SYAFRIDA YANTI ABSTRACT Syafrida Yanti -1 AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBUATAN AKTA OTENTIK YANG TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN NOTARIS SEBAGAIMANA MESTINYA DIAMANATKAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS (ANALISIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS 31 BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS A. Fungsi, Kewenangan Notaris dan Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS A. Kedudukan Notaris Selaku Pejabat Publik Terhadap Akta yang Dibuat Sesuai dengan Syarat Formil

Lebih terperinci

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Lampiran Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 112/KEP-4.1/IV/2017 Tanggal : 27 April 2017 KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BAB I KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P

B A B V P E N U T U P 99 B A B V P E N U T U P 1. KESIMPULAN Setelah membuat uraian panjang tersebut diatas, maka penulis mencoba menarik kesimpulan sebagai berikut : 1.1. Profesi Notaris adalah profesi yang luhur dan bermartabat,

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 27 BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Di dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Menentukan : (1)

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL - 1 - KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5491 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

makalah etika profesi hukum

makalah etika profesi hukum makalah etika profesi hukum A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat manusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum,

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN A. Kewajiban Notaris Dalam Pembuatan Akta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Riyanto selaku notaris

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Pengawasan Majelis Pengawas Daerah Ikatan Notaris Indonesia kota Yogyakarta Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan Negara yang berdasar atas hukum ( rechtsstaat ) dan tidak berdasarkan kekuasaan ( machtsstaat ). Pasal 1 ayat (3) Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan salah satu profesi yang mulia, oleh karena itu, untuk tetap memuliakan profesi ini, maka diperlukan suatu aturan untuk mengatur tingkah laku

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2011.

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2011. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Adjie, Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2011. Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2009. Sanksi Perdata dan Administratif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Kode Etik. Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 merupakan Negara hukum. Prinsip dari Negara hukum adalah menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS Tanggung Jawab Notaris terhadap Penyimpanan Minuta Akta Kanun Jurnal Ilmu Hukum Cut Era Fitriyeni No. 58, Th. XIV (Desember, 2012), pp. 391-404. TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan instrumen penting dalam membangun negara yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan tetapi perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI MUKADIMAH 1. Bahwa untuk meningkatkan profesionalisme industri perbukuan di Indonesia sesuai Undang-Undang yang berlaku dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci