BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan sawah Kecamatan Medan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan sawah Kecamatan Medan"

Transkripsi

1 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan sawah Kecamatan Medan Tuntungan dengan ketinggian tempat 25 m di atas permukaan laut, dimulai dari bulan Maret 2017 sampai dengan selesai. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi dari varietas Ciherang, lahan sawah di Kecamatan Medan Tuntungan, cup air mineral sebagai wadah media semai, pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, KCl, dolomit, pestisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan sejumlah bahan-bahan di Laboratorium. Alat yang digunakan adalah cangkul digunakan untuk mengolah tanah dan membersihkan lahan penelitian, tali plastik digunakan sebagai pembatas setiap plot percobaan, meteran untuk mengukur luas lahan, timbangan analitik untuk menimbang bahan pendukung penelitian, spidol/pensil sebagai alat tulis, kamera sebagai alat dokumentasi, dan sejumlah alat-alat di Laboratorium. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang diulang sebanyak tiga kali yang diuji seperti berikut : Faktor I B1 B2 B3 : Jumlah Bibit (B) : 1 bibit per rumpun : 2 bibit per rumpun : 3 bibit per rumpun

2 15 Faktor II : Populasi Tanaman Berdasarkan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi (L) (Lampiran 3). L0 L1 L2 L3 L4 : Sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 114 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan sebagai berikut : B 1 L 0 B 1 L 1 B 1 L 2 B 1 L 3 B 1 L 4 B 2 L 0 B 2 L 1 B 2 L 2 B 2 L 3 B 2 L 4 B 3 L 0 B 3 L 1 B 3 L 2 B 3 L 3 B 3 L 4 Jumlah Ulangan : 3 Total Perlakuan : 15 x 3 = 45 perlakuan Model linier Rancangan Acak Lengkap Faktorial : Yijk = µ + αi + βj + (αβ) ij + ijk Yijk : Hasil pengamatan untuk faktor jumlah bibit taraf ke-i, faktor modifikasi sistem tanam legowo taraf ke-j pada ulangan ke-k µ : Rataan umum αi βj (αβ) ij : Pengaruh jumlah bibit pada taraf ke-i : Pengaruh populasi tanaman pada taraf ke-j : Interaksi antara jumlah bibit pada taraf ke-i dan populasi tanaman legowo pada taraf ke-j ijk : Galat percobaan untuk faktor jumlah bibit taraf ke-i dan pengaruh populasi tanaman taraf ke-j pada ulangan ke-k

3 16 Selanjutnya data di analisis dengan Analisis Varian pada setiap parameter yang di ukur dan di uji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan Uji Jarak Duncan (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf 5 % dan 1 %. Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna kemudian dibuat petakan ukuran 2 m x 1,5 m sebanyak 45 petakan. Saluran air masuk dan air keluar diatur sedemikian rupa sehingga sistem pengairan berjalan baik dan lancar dengan sumber pengairan berasal dari irigasi dan hujan. Pemupukan dilakukan sebanyak satu kali dan diberikan sesuai dengan target produksi yang akan dicapai yaitu 10 ton/ha. Pupuk diaplikasikan pada saat pengolahan lahan dengan dosis 10,333 Kg urea/lahan, 4,969 Kg SP-36/lahan, 11,949 Kg KCl/lahan, dan 11,663 Kg dolomit/lahan (Lampiran 4). Kemudian keempat pupuk tersebut diaplikasikan ke tanah, dan tanah diolah kembali sehinga pupuk dapat tercampur merata di dalam tanah. Persemaian Sebelum melakukan persemaian, benih direndam terlebih dahulu. Benih yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam direndam selama 48 jam. Setelah itu, benih ditiriskan selama satu malam hingga berkecambah. Benih padi lalu disemai di dalam cup air mineral yang telah berisi media tanam yang sesuai selama 2 minggu. Setelah 2 minggu benih siap di pindahkan ke lubang tanam menurut perlakuan yang telah ditentukan.

4 17 Penanaman Penanaman di lahan dilakukan ketika umur bibit 2 minggu setelah semai. Jumlah bibit yang ditanam per lubang dilakukan sesuai perlakuan, yaitu 1 bibit per lubang tanam, 2 bibit per lubang tanam, dan 3 bibit per lubang tanam. Pemeliharaan Pengendalian hama penyakit dilakukan terhadap tanaman yang terserang hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dan fungisida sesuai gejala serangan yang ditemukan di lapangan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan membersihkan gulma pada setiap petakan. Pemanenan Pemanenan dilakukan ketika tanaman telah menunjukkan kriteria matang panen dengan ciri-ciri daun bagian atas mengering, gabah matang penuh, keras dan berwarna kuning dan dilakukan dengan cara memotong batang dibawah malai dengan menggunakan sabit. Parameter Penelitian A. Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Pengamatan pertumbuhan tanaman padi sawah dilakukan saat tanaman memasuki masa vegetatif awal hingga masa vegetatif akhir dengan interval waktu satu kali dalam dua minggu. Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Tinggi tanaman per sampel (cm) 2. Jumlah anakan per rumpun per sampel (batang)

5 18 B. Produksi Tanaman Padi Sawah Pengamatan produksi tanaman padi sawah dilakukan pada saat panen. Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Jumlah malai per sampel (malai) 2. Bobot gabah bruto per plot (gram) 3. Bobot gabah netto per plot (gram) 4. Bobot gabah hampa per plot (gram) 5. Bobot gabah 1000 butir per plot (gram) 6. Bobot jerami kering per plot (gram)

6 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Pertumbuhan Hasil analisis sidik ragam yang terdapat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 17 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, namun berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur pengamatan 6 MST. Tinggi Tanaman per Sampel (cm) Hasil uji beda rataan pengaruh interaksi jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman (cm) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Interaksi Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman Terhadap Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST Perlakuan Pengamatan 2 MST 4 MST 6 MST B1L0 43,55 61,79 86,15 bc B1L1 44,69 64,99 86,13 bc B1L2 43,75 65,26 86,47 bc B1L3 43,20 64,17 85,88 bc B1L4 46,24 63,81 84,79 bc B2L0 42,97 64,58 87,83 bc B2L1 44,41 62,57 84,61 bc B2L2 43,65 69,81 87,49 bc B2L3 45,86 77,91 95,90 a B2L4 44,50 58,69 82,55 c B3L0 44,50 67,63 89,69 ab B3L1 43,64 67,59 87,21 bc B3L2 46,33 69,11 88,83 bc B3L3 43,97 62,01 82,44 c B3L4 45,99 61,17 82,94 c Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

7 20 Hasil uji beda rataan pada taraf 5% yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Namun, interaksi antara kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata pada akhir masa pertumbuhan vegetatif tanaman, yaitu 6 MST. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit, populasi tanaman, maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pada 6 MST rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan B2L3 (2 bibit dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak) yaitu sebesar 95,90 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B3L0, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan B3L4 (3 bibit dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 82,33 cm yang hanya berbeda nyata dengan perlakuan B2L3, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan B2L3 merupakan kombinasi terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman karena dapat memanfaatkan unsur hara paling optimal, sehingga menghasilkan pertumbuhan paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah Anakan per Rumpun Sampel (batang) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap jumlah anakan pada umur pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST disajikan pada Tabel 2.

8 21 Tabel 2. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Rata - Rata Jumlah Anakan (batang) per Rumpun Sampel Tanaman Padi Sawah Umur Pengamatan Jumlah Bibit Populasi Tanaman L0 L1 L2 L3 L batang Rataan B , , , , , ,54cC 2 MST B , , , , , ,52bB B , , , , , ,62aA Rataan 2.736,48eE 3.430,40dD 5.387,26cC 6.340,18bB 7.578,47aA 5.094,56 B , , , ,3cC 4 MST B , , , , ,1bB B , , , , aA Rataan 8.698,24dD 9.765,4dD ,8cC ,3bB ,4aA ,44 B , , , , , ,36 6 MST B , , , , , ,90 B , , , , , ,16 Rataan ,40dD ,00dD ,20cC ,13bB ,30aA ,81 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar)

9 22 Dari uji beda rataan pada taraf 5% dan 1% yang tersaji pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit memberikan pengaruh nyata pada umur pengamatan 2-4 MST, namun tidak berpengaruh nyata pada umur pengamatan 6 MST. Pada minggu pengamatan ke 2 dan 4, perlakuan 3 bibit per rumpun menghasilkan rata-rata anakan tertinggi masing-masing sebesar 6.619,62 dan batang yang berbeda nyata dengan perlakuan 1 bibit dan 2 bibit. Sedangkan, rata-rata anakan terendah terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun yaitu masing-masing sebesar 3.576,54 dan ,3 batang pada umur pengamatan 2-4 MST. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan padi per rumpun setelah dianalisis dengan uji F pada taraf 5% dan 1% memperlihatkan bahwa populasi tanaman memberikan pengaruh nyata pada semua umur pengamatan. Pada minggu ke 2, rataan anakan tertinggi dihasilkan pada perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak), yaitu sebanyak 7.578,47 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan L0, L1, L2, dan L4. Sedangkan rataan jumlah anakan terendah dihasilkan pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), yaitu sebanyak 2.736,48 batang yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada minggu ke 4 dan ke 6, rataan jumlah anakan tertinggi dihasilkan pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak), yaitu masing-masing sebesar ,4 dan ,30 batang yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak), namun berbeda nyata dengan perlakuan L0, L1, dan L2.

10 23 Sedangkan, rataan jumlah anakan padi paling sedikit terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), yaitu masing-masing sebesar 8.698,24 dan ,40 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak populasi tanaman maka akan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya, Gambar 2 memperlihatkan grafik hubungan jumlah bibit terhadap jumlah anakan tanaman (batang) pada umur pengamatan 4 MST dan hubungan antara populasi tanaman terhadap jumlah anakan tanaman (batang) pada umur pengamatan 6 MST. (a) (b) Jumlah Anakan (batang) y = x R² = Jumlah Bibit Jumlah Anakan (batang) y = 0,1351x ,649x ,6 R² = 0, Populasi Tanaman Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah Anakan Tanaman (batang) per Rumpun Sampel dengan Jumlah Bibit Pada Umur Pengamatan 4 MST (a) dan Populasi Tanaman Pada Umur Pengamatan 6 MST (b) Gambar 2 (a) menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear positif antara jumlah bibit dan jumlah anakan tanaman, dimana jumlah anakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan. Gambar 2 (b) menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuadratik postif antara populasi tanaman dengan jumlah anakan yang dihasilkan, dimana jumlah anakan akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi yang optimum dan

11 24 akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum terdapat pada populasi tanaman sebesar rumpun per petak dengan jumlah anakan yang dihasilkan sebesar ,1 batang. Parameter Produksi Hasil analisis sidik ragam parameter produksi tanaman padi, dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 29 menunjukkan bahwa jumlah bibit dan populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per sampel (malai), bobot gabah bruto per plot (plot), bobot gabah netto per plot (g), dan bobot jerami kering per plot (g), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir gabah (g). Interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata pada semua parameter. Jumlah Malai per Sampel (malai) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap jumlah malai per sampel (malai) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Jumlah Malai per Sampel (malai) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan (B) L0 L1 L2 L3 L malai B B B Rataan 2.469dD 2.784cC 3.452bB 3.709bB 4109aA Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% Hasil uji rataan pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa jumlah bibit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah malai, sedangkan populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah

12 25 malai, dimana rataan jumlah malai tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar malai yang berbeda nyata terhadap perlakuan L0, L1, L2, dan L3. Sedangkan, hasil terendah terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) sebesar malai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan L1, L2, L3 dan L4. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin banyak populasi tanaman maka akan semakin banyak jumlah malai yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya, Gambar 3. memperlihatkan grafik hubungan terhadap jumlah malai per sampel (malai) dengan populasi tanaman. Jumlah Malai (malai) y = x x R² = Populasi Tanaman Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Malai per Sampel (malai) dengan Populasi Tanaman Gambar 4 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara jumlah malai yang dihasilkan dengan populasi tanaman, dimana jumlah malai akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut adalah 291,50 rumpun per petak dengan jumlah malai yang dihasilkan sebanyak 925,81 malai.

13 26 Bobot Gabah Bruto per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah bruto per plot (g) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Bruto per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan L0 L1 L2 L3 L4 (B) (g) B a B b B c Rataan 2.636aA 2.604aA 2.193bB 1.838cC 1.547dD Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Hasil pengamatan dengan menggunakan uji statistik pada taraf 5% pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah bruto pada keseluruhan perlakuan. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 bibit yaitu sebesar gram dan jika dikonversikan ke hektar mencapai 8,5 ton/ha. Sedangkan bobot gabah bruto terendah diperoleh pada perlakuan 3 bibit yaitu sebesar gram dengan hasil per hektarnya mencapai 6,4 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin rendah bobot bruto yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit, tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto. Hasil pengamatan dengan menggunakan uji statistik pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah bruto pada keseluruhan perlakuan. Rata-rata bobot bruto tertinggi juga terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak)

14 27 yaitu sebesar gram atau setara dengan 8,7 ton/ha. Sedangkan bobot gabah bruto yang terendah terdapat pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) sebesar 1.547gram per plot atau setara dengan 5,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot bruto yang dihasilkan. Grafik hubungan bobot gabah bruto per plot dengan jumlah bibit dan populasi tanaman disajikan pada Gambar 4. (a) (b) Bobot Gsbah Bruto (g) y = -310,2x ,3 R² = 0, Jumlah Bibit Bobot Gabah Bruto (g) y = -0,0096x 2-5,6071x ,8 R² = 0, Populasi Tanaman Gambar 4. Grafik Hubungan Bobot Gabah Bruto per Plot dengan Jumlah Bibit (a) dan Populasi Tanaman (b) Gambar 4 (a) menunjukkan bahwa jumlah bibit dan bobot gabah bruto memiliki hubungan linear positif, dimana bobot gabah bruto akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan. Gambar 4 (b) memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan, dimana bobot bruto akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut sebanyak 292,03 rumpun per petak dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan sebanyak 2.131,06 gram.

15 28 Bobot Gabah Netto per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah netto per plot (g) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Netto per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan (B) L0 L1 L2 L3 L (g) B a B b B c Rataan 2034 aa aa bb cc dd Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Berdasarkan rataan hasil analisis ragam pada taraf 5% yang terdapat pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa faktor jumlah bibit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah netto pada semua perlakuan. Rata-rata gabah netto tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 bibit per rumpun sebesar gram dan jika dikonversikan ke hektar mencapai 6,9 ton/ha. Sementara itu, bobot terendah dihasilkan pada perlakuan 3 bibit per rumpun sebesar gram per plot dengan hasil per hektarnya mencapai 5,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin rendah bobot netto yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah netto. Rerata hasil analisis ragam pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap gabah netto pada semua perlakuan. Hasil tertinggi

16 29 diperoleh pada perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) sebesar 2.131,71 gram per plot atau setara dengan 7,10 ton/ha. Sedangkan rata-rata gabah netto terendah dihasilkan pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun/petak) yaitu sebesar 1.230,25 gram per plot atau setara dengan 4,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot netto yang dihasilkan. Grafik hubungan bobot gabah netto dengan jumlah bibit dan populasi tanaman disajikan pada Gambar 5. (a) (b) Bobot Gabah Netto (g) y = x R² = Bobot Gabah Netto (g) y = -0,0212x 2-1,1336x ,4 R² = 0, Jumlah Bibit Populasi Tanaman Gambar 5. Grafik Hubungan Bobot Gabah Netto per Plot dengan Jumlah Bibit (a) dan Populasi Tanaman (b) Gambar 5 (a) menunjukkan bahwa jumlah bibit dan bobot gabah netto memiliki hubungan linear positif, dimana bobot gabah netto akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan. Gambar 5 (b) memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah netto yang dihasilkan, dimana bobot netto akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi

17 30 tanaman tersebut sebanyak 26,73 rumpun per petak dengan bobot gabah netto yang dihasilkan sebanyak 2.183,77 gram. Bobot Gabah Hampa per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah hampa per plot (g) disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Hampa per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan L0 L1 L2 L3 L4 (B) (g) B1 438,45 544,42 610,91 457,32 300,92 470,40 B2 736,25 516,71 265,91 260,11 334,64 422,72 B3 631,15 357,73 350,16 290,9 315,68 389,12 Rataan 601,95aA 472,95bB 408,99cC 336,11dD 317,08eE 427,42 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Rerata hasil analisis ragam pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa sedangkan faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) yaitu sebesar 601,95 gram yang berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 315,68 gram. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot gabah hampa yang dihasilkan. Grafik hubungan bobot gabah hampa dengan populasi tanaman disajikan pada Gambar 6.

18 31 Bobot Gabah Hampa (g) y = x x R² = Populasi Tanaman Gambar 6. Grafik Hubungan Bobot Gabah Hampa per Plot dengan Populasi Tanaman Gambar 6 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah hampa yang dihasilkan, dimana bobot gabah hampa akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut sebanyak 192,82 rumpun per petak dengan bobot gabah hampa yang dihasilkan sebanyak 320,10 gram. Bobot Gabah 1000 Butir per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah 1000 butir (g) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah 1000 Butir per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan L0 L1 L2 L3 L4 (B) (g) B1 44,71 46,85 42,62 46,08 49,8 46,01 B2 43,86 53,98 48,57 47,76 35,76 45,99 B3 47,16 45,1 42,82 43,64 37,54 43,25 Rataan 45,24 48,64 44,67 45,83 41,03 45,08 Berdasarkan hasil analisis data secara statistik pada taraf 5 % dan 1 % pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot 1000 butir gabah tidak dipengaruhi oleh

19 32 jumlah bibit, populasi tanaman maupun interaksi keduanya. Akan tetapi secara tabulasi tampak penggunaan 3 bibit per rumpun memberikan hasil yang lebih tinggi, yaitu sebesar 46,01 butir lalu diikuti dengan penggunaan 2 bibit sebesar 45,59 gram dan 3 bibit per rumpun 43,25 gram. Bobot 1000 butir gabah tertinggi juga diperoleh pada faktor populasi tanaman perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak) yaitu sebesar 48,64 gram dan yang terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 41,03 gram. Bobot Jerami Kering per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot jerami kering (g) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Jerami Kering per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan (B) L0 L1 L2 L3 L (g) B B ,40 B ,40 Rataan 8.121,33a 7.058,00b 7.195,33b 5.631,33c 4.890d 6.579,20 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% Dari hasil uji beda rataan pada taraf 5 % yang terdapat pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jerami kering sedangkan populasi tanaman menghasilkan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Rataan bobot jerami kering tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 48 rumpun per petak) yaitu sebesar 8.121,33 gram per plot yang berbeda nyata terhadap keseluruhan perlakuan dan rataan bobot jerami terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar

20 33 legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar gram per plot yang juga berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot jerami kering yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jerami kering tanaman. Untuk lebih jelasnya grafik hubungan bobot jerami kering per plot (g) dengan populasi tanaman dapat dilihat pada Gambar 8. Bobot Jerami Kering (g) y = x x R² = Populasi Tanaman Gambar 8. Grafik Hubungan Bobot Jerami Kering per Plot dengan Populasi Tanaman Gambar 8 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan, dimana bobot jerami akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut sebanyak 1,46 rumpun per petak dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan sebanyak 2.183,77 gram.

21 34 Pembahasan Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan Padi Sawah (Oryza sativa L.) Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman hanya terjadi pada masa akhir pertumbuhan vegetatif tanaman, yaitu 6 MST. Hal ini dapat terjadi karena pada masa awal pertumbuhan belum terjadi persaingan antar tanaman karena masih cukupnya ruang untuk pertumbuhan. Sedangkan pada fase pertumbuhan vegetatif 6 MST, sudah mulai timbul adanya persaingan antar tanaman per lubang dan juga antar barisan tanaman. Tajuk dari masing-masing tanaman saling bersentuhan dan saling tumpang tindih sehingga terjadi kompetisi dalam memperebutkan sinar matahari. Kerapatan daun berhubungan erat dengan populasi tanaman atau jarak tanam. Christanto dkk. (2014) menyatakan semakin rapat jarak tanam antar tanaman, semakin tinggi kerapatan diantara daun dan semakin sedikit radiasi cahaya yang sampai ke lapisan daun bagian bawah dan ke tanah. Akan tetapi interaksi tersebut tidak cukup mengakibatkan perbedaan di antara perlakuan karena pertumbuhan masing-masing komponen tersebut sangat sedikit. Bahkan pengaruh perlakuan jumlah bibit per rumpun dan populasi tanaman juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata diantara masing-masing level perlakuan. Hal ini disebabkan karena masih terpenuhinya kebutuhan tanaman akan unsur hara melalui pemberian pupuk yang berimbang, sehingga pertumbuhan tanaman tidak cukup mengakibatkan perbedaan di antara perlakuan. Satria (2016) menyatakan bahwa pemberian pupuk secara berimbang akan menghasilkan pertumbuhan yang seragam dengan perlakuan yang berbeda.

22 35 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan terbaik untuk tinggi tanaman akibat interaksi kedua faktor tersebut terdapat pada perlakuan B2L3 (2 bibit dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak) yaitu sebesar 95,90 cm sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan B3L4 (3 bibit dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 82,33 cm. Hal ini menunjukkan bahwa B2L3 merupakan perlakuan dengan jumlah bibit dan tingkat populasi puncak untuk mencapai tinggi tanaman maksimum, karena dapat memanfaatkan unsur hara secara optimal sehingga menghasilkan pertumbuhan paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, pada perlakuan B3L4 tingkat kerapatan populasi tanaman sudah sangat tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga tingkat persaingan dalam memperebutkan unsur hara dan ruang gerak antar tanaman per lubang dan juga antar barisan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwani dkk. (2013) yang menyatakan bahwa semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak populasi tanaman per satuan luas maka semakin besar persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah. Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah bibit memberikan pengaruh nyata pada jumlah anakan pada minggu pengamatan ke 2 dan 4. Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan 3 bibit per rumpun, sedangkan hasil terendah terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun. Banyaknya batang padi pada suatu hamparan tanam akan mempengaruhi jumlah anakan yang tumbuh. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak jumlah bibit per lubang tanam maka semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan. Susilo dkk. (2015), menyatakan

23 36 bahwa jumlah bibit per lubang tanam akan mempengaruhi populasi yang ada dan nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan anakan produktif serta hasil produksi padi. Pada umur 6 MST jumlah anakan secara statistik sudah tidak menunjukan pengaruh yang nyata lagi. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya, penggunaan 1 bibit per rumpun menghasilkan anakan yang sama banyak, bahkan melampaui jumlah anakan yang dihasilkan 2 atau 3 bibit per rumpun. Hal ini dikarenakan, pada penggunaan 2 atau 3 bibit per rumpun sudah mulai terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per rumpun persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Sauki dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tanaman padi dalam satu per rumpun padi yang tumbuh berasal dari dua bibit atau lebih akan mengalami persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan dimana hasil tertinggi didominasi pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak), sedangkan perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) menghasilkan jumlah anakan yang paling sedikit. Populasi tanaman secara tidak langsung dipengaruhi oleh jarak tanam. Perlakuan L4 memiliki jarak tanam yang lebih rapat, yaitu 10 cm x 10 cm sehingga memiliki jumlah populasi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki jarak tanam yang lebih renggang. Semakin banyak populasi tanaman per satuan luas maka jumlah anakan yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Hal ini dibuktikan dengan

24 37 dihasilkannya jumlah anakan yang lebih banyak pada perlakuan L4 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Azwir (2008) menyimpulkan bahwa peningkatan populasi tanaman melalui penerapan sistem tanam jajar legowo berpengaruh positif terhadap peningkatan komponen pertumbuhan tanaman. Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah malai. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) secara konsisten menghasilkan jumlah malai yang paling banyak diikuti dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun, 114 rumpun, 60 rumpun, dan 48 rumpun per petak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah populasi maka jumlah malai yang terbentuk semakin banyak pula. Namun, peningkatan jumlah malai belum tentu meningkatkan produktivitas (kg/ha), jika tidak disertai dengan pengisian bulir yang optimal. Hal ini sesuai dengan literatur Susilo et. al (2015) yang menyatakan bahwa pengaturan populasi tanaman yang tepat dengan dosis pupuk yang tepat dapat dimanfaatkan oleh tanaman dengan baik dalam membentuk dan menghasilkan malai. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa faktor jumlah bibit per rumpun berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto per plot. Hasil tertinggi cenderung terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun yaitu sebesar gram per plot dan yang terendah dihasilkan pada perlakuan 3 bibit per rumpun. Penggunaan 2 atau 3 bibit per rumpun memang tidak memerlukan penyulaman bila terjadi kematian satu tanaman sehingga jumlah anakan dan malai yang dihasilkannya tinggi. Namun, seiring dengan perkembangannya produktivitas individu akan menjadi

25 38 rendah. Banyaknya jumlah bibit per rumpun akan menimbulkan kompetisi antara tanaman yang sangat kuat dalam memperoleh cahaya, ruang gerak, air, dan unsur hara. Sedangkan, persaingan dalam menyerap hara tidak terjadi kalau satu rumpun berasal dari satu bibit. Penggunaan 1 bibit per rumpun sangat membantu pertumbuhan akar untuk berkembang dan mampu mendapatkan hara dari dalam tanah dan juga air secara optimal. Sauki dkk. (2014) menambahkan bahwa tanaman padi dalam satu per rumpun padi yang tumbuh berasal dari dua bibit atau lebih akan mengalami persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah. Faktor populasi tanaman juga berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto. Bobot tertinggi cenderung dihasilkan pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), sedangkan bobot bruto terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebar akan memberi peluang terhadap tanaman mengekspresikan potensi pertumbuhannya dan perkembangan. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwan dkk. (2013) yang menyatakan bahwa pada sistem pertanaman rapat, termasuk sistem tanam jajar legowo, persaingan perakaran tanaman dalam penyerapan air dan hara berlangsung intensif sehingga produksi yang dihasilkan akan rendah. Faktor jumlah bibit berpengaruh pada bobot gabah netto per plot. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi cenderung dihasilkan pada perlakuan 1 bibit per rumpun lalu diikuti oleh perlakuan 2 bibit dan 3 bibit per rumpun. Tingginya bobot gabah netto pada penggunaan 1 bibit per rumpun disebabkan rendahnya kompetisi antar tanaman padi dalam mendapatkan unsur hara dan cahaya, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih baik dan memberikan keragaan

26 39 komponen hasil yang baik. Sebaliknya kompetisi antar tanaman padi pada perlakuan 2 dan 3 bibit per rumpun sudah lebih tinggi, sehingga berpengaruh pada penurunan produksi. Sauki dkk. (2014) menyimpulkan bahwa persaingan dalam menyerap hara tidak terjadi kalau satu rumpun padi berasal dari satu bibit. Sedangkan, bila satu rumpun tanaman padi berasal dari dua bibit atau lebih maka akan terjadi persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah antar tanaman. Faktor populasi tanaman juga berpengaruh nyata terhadap bobot gabah netto per plot. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak) tidak berbeda nyata dengan perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak). Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan sistem tanam sangat menentukan kuantitas dan kualitas rumpun padi. Sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam yang tepat, akan dapat meningkatkan produksi padi dengan menjadikan lebih banyak atau semua tanaman menjadi tanaman pinggir. Tanaman padi yang berada di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak, sehingga menghasilkan gabah lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan literatur Azwir (2008) yang menyatakan bahwa keunggulan sistem tanam legowo adalah meskipun populasi tanaman per satuan luas banyak tetapi karena adanya ruang kosong antara setiap 2 atau 4 baris tanaman sehingga dapat memberi sirkulasi udara, pemasukan cahaya dan juga aliran air dan penyebaran unsur hara yang lebih merata sehingga tampilan pertumbuhan dan komponen hasil yang

27 40 dihasilkan juga akan semakin lebih baik sesuai dengan urutan kerapatan legowo yang dilakukan. Produksi padi per hektar yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebesar 6,9 7,10 ton/ha. Hasil ini memang belum dapat mencapai target produksi yang telah ditentukan yakni 10 ton/ha, karena adanya penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris oryzae pv. oryzae yang menyerang tanaman padi pada saat tanaman berbunga. Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak kuning hingga putih pada pelepah daun lalu menjalar hingga menginfeksi bagian batang dan akar sehingga mengakibatkan daun tanaman mengering. Hal ini menyebabkan proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna, sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Serangan yang paling parah terjadi pada perlakuan dengan jumlah populasi dan kerapatan tanaman yang paling tinggi, yaitu pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 tanaman per petak), lalu disusul dengan perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 tanaman per petak), dan L2 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 114 tanaman per petak). Tingginya kerapatan tanaman pada perlakuan L4 menyebabkan kelembaban mikro disekitar tanaman meningkat, sehingga perkembangbiakan dan penularan penyakit dari satu tanaman ke tanaman yang lain akan terjadi dengan semakin cepat. Kondisi ini pula yang menjadi salah satu penyebab mengapa pada perlakuan L4 menghasilkan jumlah anakan dan jumlah malai yang paling banyak tetapi sebaliknya, menghasilkan produksi bruto dan netto yang paling sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi dkk. (2011) yang menyatakan bahwa gejala penyakit hawar daun bakteri umum dijumpai pada

28 41 stadium anakan, berbunga, dan pemasakan, yang ditandai dengan terbentuknya garis basah pada helaian daun yang akan berubah menjadi kuning kemudian putih. Jika infeksi terjadi pada stadia berbunga dapat menyebabkan proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna, sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa, sedangkan faktor populasi tanam berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa per plot. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya perlakuan L0 berpotensi untuk mencapai produksi yang tinggi, hanya saja akibat pengisian bulir yang tidak maksimal akibat serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi yang dibudidayakan, produksi yang dihasilkan tidak dapat mencapai target yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi dkk. (2011) yang menyatakan serangan hawar daun bakteri pada saat tanaman berbunga, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan mengurangi hasil sampai 50-70% akibat pengisian gabah terhambat sehingga persentase gabah hampa meningkat. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh faktor jumlah bibit dan populasi tanaman. Hal ini diduga bentuk dan ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang dihasilkan hampir sama. Tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak atau tidaknya bahan kering yang diakumulasikan ke gabah. Bahan kering dalam biji diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya dapat

29 42 digunakan untuk pengisian biji. Hal ini sesuai dengan literatur Lestari (2012) yang menyatakan bahwa bobot 1000 butir gabah lebih mencerminkan ukuran gabah padi yang sangat tergantung kepada ukuran kulitnya (lemma dan pallea). Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Namun faktor populasi tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), sedangkan hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa pada populasi rendah (jarak tanam lebar), akan menghasilkan keragaan rumpun padi yang besar. Hasil ini sejalan dengan produksi netto dan bobot gabah hampa yang dihasilkan, dimana hasil tertinggi juga diperoleh pada perlakuan L0. Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebar akan menghasilkan rumpun tanaman padi dengan keragaan yang besar. Selain itu, tingginya bobot jerami kering yang dihasilkan pada perlakuan L0 disebabkan karena sangat kecilnya serangan penyakit pada perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan lebih renggangnya jarak tanam pada perlakuan L0 dibandingkan dengan jarak tanam pada perlakuan L4. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwani dkk. (2013) yang menyatakan bahwa pada populasi rendah (jarak tanam lebar), keragaan rumpun padi besar, sedangkan pada populasi tanaman yang tinggi (jarak tanam rapat) maka semakin besar persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, semakin optimalnya lingkungan bawah kanopi bagi perkembangbiakan penyakit dan hasil tanaman rendah.

30 43 Meskipun umur berbunga tidak dijadikan sebagai parameter penelitian, namun berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, tanaman memasuki masa generatif lebih cepat dua minggu dari perkiraan. Umumnya tanaman padi akan memasuki masa generatif pada akhir minggu ke 8 atau pada awal minggu ke 9 pengamatan. Namun, pada penelitian ini masa vegetatif tanaman berakhir lebih cepat 2 minggu dari umumnya, dimana pada minggu awal ke 7 tanaman sudah mulai berbunga. Hal ini disebabkan karena penggunaan media persemaian bibit dilakukan di dalam aqua cup yang yang menyebabkan tidak terganggunya perakaran bibit saat pemindahan tanaman ke lapangan sehingga bibit tidak mengalami stagnansi pertumbuhan dan tingkat adaptasi bibit lebih cepat dibandingkan dengan persemaian bibit secara konvensional. Kondisi ini dapat membantu mempercepat umur berbunga dan masa panen tanaman padi. Hal ini sesuai dengan literatur Harahap (2013) yang menyatakan bahwa bibit yang sudah mempunyai perakaran yang kuat, memiliki daya adaptasi yang baik dan tidak mudah stres pada lingkungan barunya.

31 44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan - Penggunaan 1 bibit per rumpun nyata meningkatkan produksi bobot gabah bruto, gabah netto, bobot gabah hampa dan bobot jerami kering tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). - Produksi tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) paling tinggi dihasilkan pada sistem tanam konvensional dengan populasi tanaman 48 rumpun per petak, akibat serangan penyakit hawar daun bakteri pada saat stadia berbunga. - Interaksi antara jumlah bibit per rumpun dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi tidak nyata meningkatkan produksi tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). Saran - Untuk mendapatkan produksi yang optimal, dianjurkan kepada masyarakat tani untuk membudidayakan padi sawah dengan menggunakan 1 bibit per rumpun yang dipadukan dengan sistem tanam konvensional dengan populasi 48 per petak. - Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan jarak tanam yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi sawah.

BAHAN DAN METODE. ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat LU

BAHAN DAN METODE. ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat LU 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawahkecamatan medan baru dengan ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat 3.331810 LU dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru yang dibawahi oleh Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. Penelitian ini dimulai pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR PADI SAWAH (Oryza sativa L) PADA TIGA JUMLAH BARIS CARA TANAM LEGOWO A. Harijanto Soeparman 1) dan Agus Nurdin 2) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pembenihan padi Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. Waktu penelitian dilakukan selama ± 4 bulan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan II. Materi dan Metode 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan Januari-Mei 2013.

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau Jl. H.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai Oktober 2014 Februari 2015. Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung Kec. Andong, Kab. Boyolali,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di Desa Luhu Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Waktu penelitian dari bulan Maret sampai bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Pelaksanaan penelitian lapang meliputi persiapan pupuk, penanaman sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan Laboratorium Ekologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- 22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas III. TATA CARA PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian telah dilaksanakan pada Bulan Juli 2016 November

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Medan Area dan lahan persawahan di Desa Kolam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2016. Tanah pada lahan penelitian tergolong jenis Grumusol (Vertisol), dan berada pada ketinggian kurang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. OT1 = Tanpa Olah Tanah OT2 =Olah Tanah Maksimum Faktor kedua :Mulsa (M)

I. MATERI DAN METODE. OT1 = Tanpa Olah Tanah OT2 =Olah Tanah Maksimum Faktor kedua :Mulsa (M) I. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, dan dilakukan pada bulan Februari-April

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya Pengendalian Wereng Batang Cokelat dan Walang Sangit pada Tanaman Padi dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, I. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau selama 4 bulan di mulai dari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dilahan pertanian yang beralamat di Jl. Sukajadi, Desa Tarai Mangun, Kecamatan Tambang, Kampar. Penelitian ini dilakukan bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan sawah berpengairan teknis, yang terletak di Desa Wijirejo, Kec. Pandak, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci