BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bersifat reversible (Rizema, 2011). Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bersifat reversible (Rizema, 2011). Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur Definisi tidur Tidur berasal dari kata latin Somnus yang berarti periode pemulihan, serta suatu keadaan fisiologis untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan eksternal dan bersifat reversible (Rizema, 2011). Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur harus dibedakan dengan koma, yang merupakan keadaan bawah sadar dimana orang tersebut tidak dapat dibangunkan (Guyton dan Hall, 2007) Fisiologi tidur Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari luar. Tidur dibagi menjadi dua tahap, yaitu fase Rapid Eye Movement (REM) disebut juga active sleep dan fase Non Rapid Eye Movement (NREM) disebut juga quiet sleep. Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan 5

2 6 tidur, delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergik dalam nukleus retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus. Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi (Rizema, 2011). Ciri EEG tambahan dari tidur fase REM adalah gelombang gigi gergaji. Selama fase REM yang berperan adalah sistem kolinergik yang dapat ditingkatkan dengan reseptor agonis dan dihambat dengan antikolinergik. Fase REM (tahap R) ditandai oleh atonia otot, aktivasi kortikal, desinkronisasi bertegangan rendah dari EEG dan gerakan cepat dari mata. Fase REM memiliki komponen saraf parasimpatomimetik dan saraf simpatik yang ditandai oleh otot rangka berkedut, peningkatan denyut jantung, variabilitas pelebaran pupil, dan peningkatan laju pernapasan. Atonia otot terdapat pada seluruh fase REM sebagai hasil dari inhibisi neuron motor alfa oleh kelompok-kelompok seruleus peri-lokus neuron yang secara kolektif disebut sebagai korteks retikuler sel kecil (Rizema, 2011). Fungsi tidur NREM masih merupakan dugaan beberapa teori telah diajukan salah satu teorinya menyatakan bahwa penurunan metabolisme akan memfasilitasi peningkatan penyimpanan glikogen. Teori lain memanfaatkan plastisitas neuron yang menyatakan bahwa depolarisasi dan hiperpolarisasi dari osilasi akan berkonsolidasi dengan proses memori dan menghilangkan sinaps yang berlebihan. Selama fase NREM permintaan metabolik otak berkurang. Hal

3 7 ini ditunjukkan oleh penelitian menggunakan oksigen positron emission tomography (PET) yaitu selama fase NREM aliran darah ke seluruh otak semakin menurun. Selama fase REM aliran darah meningkat di talamus dan visual utama, kortek motorik dan sensorik relatif menurun di prefrontal dan daerah parietal asosiasional. Peningkatan aliran darah ke daerah visual utama dari korteks dapat menjelaskan sifat alamiah bermimpi saat REM, penurunan aliran darah ke korteks prefrontal dapat menjelaskan penerimaan isi mimpi (Riadi et al, 2009). Saat ini banyak dilakukan penelitian tidur menggunakan alat polysomnography. Elektroda yang dipakai untuk pemeriksaan tidur dengan cara ini minimal berjumlah empat buah yaitu satu untuk melihat gambaran gelombang dari elektroencephalograpy (EEG) dua saluran untuk elektrokulogram (EOG) dan satu untuk elektromiogram (EMG). Elektroda EEG biasanya diletakkan pada C3 atau C4. Elektrokulogram biasanya direkam dari kedua mata dengan elektroda diletakkan 1 cm di sebelah kantus kanan dan kiri. Untuk EEG dan EOG reference electroda diletakkan ipsilateral atau kontralateral dari cuping telinga atau pada mastoid sedangkan EMG direkam secara bilateral dari otot atau submental di dagu. Rekaman polysomnograpy dilakukan pada saat pasien tidur dan hasil standard akan menunjukkan kadar oksigen darah, pernapasan, dan REM sesuai dengan waktu tidur. Gelombang tidur yang terlihat pada gambaran polisomnogram akan berbeda sesuai dengan fase tidur (gambar 2.1). Pada keadaan perpindahan dari fase terjaga akan terlihat gambaran gelombang alfa. Fase pertama NREM akan memperlihatkan gambaran gelombang teta. Fase kedua NREM akan memperlihatkan gambaran spindle waves. Fase ketiga NREM akan

4 8 memperlihatkan gambaran spindle waves ditambah dengan slow waves. Fase empat NREM akan memperlihatkan gelombang yang sama seperti fase ketiga namun ditambah gambaran gelombang delta yang merupakan ciri fase 4 NREM. Fase REM bukan merupakan fase tidur karena pada keadaan tidur didapatkan sleep spindle (S) atau kompleks K maupun delta yang tidak terdapat pada keadaan REM. Fase REM juga bukan keadaan terjaga karena pada EEG tidak didapatkan gelombang alfa yang lebih dari 25% maupun EMG yang tinggi. Syarat terjadinya REM adalah didapatkannya gelombang campuran (alfa, beta dan teta) tak teratur dan tidak ada kompleks K (Riadi et al, 2009, Rizema, 2011). (Mark Ehrman, Sara C, 2009) Gambar 2.1 Gambaran Polisomnogram Sesuai Fase Tidur Gelombang tidur yang terlihat pada polisomnogram akan memperlihatkan frekuensi dan amplitudo yang berbeda. Pada keadaan perpindahan dari keadaan terjaga menuju tidur, gelombang alfa yang akan muncul dengan frekuensi 8-12 Hz dengan amplitudo <50 mikrovolt. Gelombang teta memiliki frekuensi 4-8 Hz dan amplitudo mikrovolt. Spindle waves, slow waves dan delta waves memiliki amplitudo mikrovolt dengan frekuensi 0,5-4 Hz.

5 9 Pada manusia, tidur dibagi menjadi lima fase yaitu : 1. Tahapan terjaga Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan tenang mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8 12,5 Hz) mendominasi seluruh rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini biasanya berlangsung antara lima sampai sepuluh menit (Mark Ehrman, Sara C, 2009). 2. Fase 1 Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low voltage mix frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase 1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara lima sampai sepuluh menit kemudian memasuki fase berikutnya (Mark Ehrman, Sara C, 2009). 3. Fase 2 Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat REM atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1. Fase 2 ini berjalan relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan bervariasi pada tiap individu (Mark Ehrman, Sara C, 2009). 4. Fase 3 Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua,

6 10 tetapi lebih singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 10 menit fase 3 akan diikuti fase 4 (Mark Ehrman, Sara C, 2009). 5. Fase 4 Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%) sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup lama yaitu hampir 30 menit (Mark Ehrman, Sara C, 2009) 6. Fase REM. Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase 1, sedangkan pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang biasanya berlangsung menit (Mark Ehrman, Sara C, 2009). Gambaran fase tidur ini dapat dilihat pada gambar 2.2 (National Heart and Lung Institute, 2009) Gambar 2.2 Gelombang EEG Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu menit kemudian akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya menit. Setelah itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari

7 11 eye movement (EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang kembali setiap menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat, fase 2 menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 5 kali setiap malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur 7 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus menit (Mark Ehrman, Sara C, 2009). Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4, sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih banyak fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relatif dipengaruhi oleh usia, sebagai contoh pola tidur pada laki laki muda (20 29 tahun ), pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 90 tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang berbeda (Potter dan Perry, 2006). Pengamatan dari siklus tidur-bangun manusia memperlihatkan keterkaitannya dengan usia. Bayi yang baru lahir tidur dari 16 hingga 20 jam per hari, dan anak-anak jam. Total waktu tidur menurun menjadi 9-10 jam pada usia 10 tahun dan menjadi 7-7,5 jam menjelang dewasa. Penurunan bertahap sekitar 6 jam berkembang pada akhir kehidupan dewasa. Namun, adanya perbedaan individual dalam panjang dan kedalaman tidur disebabkan oleh faktor genetik, kondisi hidup, jumlah aktivitas fisik, dan status psikologis (Ropper dan Brown, 2005). Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda

8 12 15% waktu tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua, demikian juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari pascapubertas menjadi 18% pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia (Riadi et al, 2009). Secara farmakologik dapat dinyatakan bahwa REM dan NREM mempunyai kaitan-kaitan dengan metabolisme amine, terutama 5- hydroxytryptamine (serotonin) dan norepinepherine. Monoamine oxidase inhibitor mengurangi REM. Terbukti pula bahwa NREM dibina oleh mekanisme setononergik dan REM dipelihara oleh mekanisme adrenergik (Mardjono & Sidharta, 2000). Tidur NREM dan REM diatur dalam formasi retikuler dan dipengaruhi oleh acetylcoline dan dua amine biogenik yaitu 5- hydroxytryptamine (serotonin) dan norepinephrine. Neuron serotonergik terletak di dalam dekat regio raphe pada pons. Neuron norepinephrine kaya konsentrasinya di locus cereleus. (Ropper & Brown, 2005) Kualitas tidur Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap menghadapi hidup baru setelah bangun tidur. Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, kedalaman tidur dan ketenangan (Septiyadi, 2007). Remaja usia tahun memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari. Waktu tidur masih berperan penting bagi kesehatan seperti pada masa kanak-kanak mereka. Walaupun ditemukan bahwa banyak remaja memerlukan waktu tidur

9 13 yang mungkin lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tuntutan sosial membuat mereka sulit mendapatkan waktu dan kualitas tidur yang sesuai. Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung memerlukan waktu 6-7 jam per hari dengan tidur yang lebih sering pada siang hari (Robotham, 2011). Sebuah pandangan yang mengatakan semakin lama orang tidur, maka akan semakin mendapatkan kesehatan yang optimal, ternyata merupakan pandangan yang salah. Sebuah penelitian tentang korelasi waktu tidur dan tingkat kematian yang dilakukan oleh Institusi Amaerica Cancer Society yang bekerja sama dengan UCSD mengatakan bahwa orang dengan kebiasaan tidur lebih dari 8 jam sehari cenderung memiliki resiko tinggi untuk meninggal dengan cepat. Orang yang tidur 8 jam sehari dalam penelitian tersebut dikatakan memiliki resiko 12% meninggal lebih cepat, dan resiko meningkat menjadi 17% pada orang-orang yang tidur 9 jam sehari. Resiko lebih besar, yaitu 34% terjadi pada orang-orang yang tidur 10 jam sehari (Arief, 2009). Kualitas tidur yang baik akan membuat remaja sehat. Sebaliknya kualitas tidur yang buruk justru akan memengaruhi kesehatannya, baik fisik maupun mental. Dr. Susan Redline dari Case Western Reserve, mengatakan bahwa kualitas dan kuantitas tidur dapat memengaruhi proses homeostatis. Jika proses ini terganggu maka bisa menjadi salah satu faktor meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular (Rizema, 2011). Kualitas dan kuantitas tidur yang kurang pada anak dapat mengakibatkan terjadinya rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan penurunan tingkat atensi di siang hari. Gangguan pola tidur dapat menimbulkan efek negatif pada performa di sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga dapat menimbulkan konsekuensi

10 14 serius lainnya seperti peningkatan angka kejadian kecelakaan mobil dan motor (Millman, 2005). Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Penelitian yang dilakukan di Amerika oleh National Sleep Foundation mendapatkan berbagai fakta yaitu, lebih dari 36% remaja berusia tahun dilaporkan mengalami kesulitan bangun pagi (dibandingkan dengan 20% pada usia tahun dan 9% diatas usia 65 tahun). Fakta lain yaitu hampir 22% remaja sering sekali terlambat masuk kelas atau bekerja karena sulit bangun pagi (dibandingkan 11% pada pekerja berusia tahun dan 5% di atas usia 65 tahun). Selain itu sebanyak 4% remaja mengeluhkan kantuk saat bekerja, setidaknya 2 hari dalam seminggu atau lebih (Arief, 2009) Penilaian kualitas tidur Kualitas tidur memengaruhi kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan (Yi dkk, 2006). Kualitas tidur diukur menggunakan pengukuran kualitas tidur dapat berupa kuisioner maupun sleep diary, noctural polysomnography, dan multiple sleep latency test (Hermawati dkk, 2010). Pengukuran kualitas tidur telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Yi, Si, dan Shin (2006) melakukan pengukuran kualitas tidur yang disebut dengan Sleep Quality Scale (SQS). Busye, dkk (1989) dalam Rush (2000), melakukan penelitian tentang pengukuran kualitas tidur menggunakan instrumen pengukuran kualitas tidur yang disebut Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI adalah instrumen efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur pada orang dewasa. PSQI dikembangkan untuk mengukur dan membedakan individu dengan kualitas tidur baik dan kualitas tidur buruk.

11 15 Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa dimensi yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Dimensi tersebut antara lain; 1. Kualitas tidur subjektif Evaluasi kualitas tidur secara subjektif merupakan evaluasi singkat terhadap tidur seseorang tentang apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk (Buysse et al., 1989). 2. Latensi tidur Latensi tidur adalah durasi mulai dari berangkat tidur hingga tertidur. Seseorang dengan kualitas tidur baik menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap. Sebaliknya, lebih dari 20 menit menandakan level insomnia yaitu seseorang yang mengalami kesulitan dalam memasuki tahap tidur selanjutnya (Buysse et al., 1989). 3. Durasi tidur Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada tengah malam. Orang dewasa yang dapat tidur selama lebih dari 7 jam setiap malam dapat dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik (Buysse et al., 1989). 4. Efisiensi kebiasaan tidur Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara jumlah total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas tidur yang baik apabila efisiensi kebiasaan tidurnya lebih dari 85% (Buysse et al., 1989).

12 16 5. Gangguan tidur Gangguan tidur merupakan kondisi terputusnya tidur yang mana pola tidurbangun seseorang berubah dari pola kebiasaannya, hal ini menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas tidur seseorang (Buysse et al., 1989). 6. Penggunaan obat Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedatif mengindikasikan adanya masalah tidur. Obat-obatan mempunyai efek terhadap terganggunya tidur pada tahap REM. Oleh karena itu, setelah mengkonsumsi obat yang mengandung sedatif, seseorang akan dihadapkan pada kesulitan untuk tidur yang disertai dengan frekuensi terbangun di tengah malam dan kesulitan untuk kembali tertidur, semuanya akan berdampak langsung terhadap kualitas tidurnya (Buysse et al.,1989). 7. Disfungsi di siang hari Seseorang dengan kualitas tidur yang buruk menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di siang hari, kurang antusias atau perhatian, tidur sepanjang siang, kelelahan, depresi, mudah mengalami distres, dan penurunan kemampuan beraktivitas (Buysse et al., 1989). Semua dimensi tersebut dinilai dalam bentuk pertanyaan dan memiliki bobot penilaian masing-masing sesuai dengan standar baku (Smyth, 2012). Kuisioner PSQI terdiri dari 9 pertanyaan dengan masing-masing pertanyaan memiliki skor 0-3. Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor komponen 1-7 dengan rentang Skor diatas 5 mengindikasikan pola tidur yang buruk. Kuisioner ini telah diuji validitas dan reabilitas (Cronbach s alpha) yaitu 0,83 (Smyth, 2012).

13 Faktor-faktor yang memengaruhi tidur 1. Usia Menurut penelitian terdapat hubungan antara siklus bangun tidur manusia dengan usia. Total kebutuhan tidur neonatus biasanya jam dalam satu hari dan pada anak-anak biasanya jam per hari. Total Sleep Time (TST) mulai menurun menjadi 9-10 jam pada umur 10 tahun dan 7-7,5 jam pada remaja. Paa dewasa terjadi penurunan yang sangat signifikan menjadi 6,5 jam per hari. Pada dewasa juga terjadi penurunan tidur REM dan menurut Maryland University, melatonin juga mengalami penurunan seiring dengan usia. National Sleep Foundation juga mengatakan bahwa usia berkaitan dengan penyakit-penyakit kronis seperti hipertensi yang dapat menyebabkan obstructive sleep apneu (OSA) yang merupakan salah satu kondisi yang mengganggu kualitas tidur dari seseorang (Michael V, 2009, Maryland, 2013). 2. Stres Stres bisa berpengaruh di banyak hal, salah satunya adalah tidur. Pada keadaan stres, otak akan beradaptasi melalui dua mekanisme yaitu melalui jalur Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dan Locus Ceruleus Noreponephire (LC-NE). Stres dapat menyebabkan peningkatan hormon kortisol dan NE melalui dua mekanisme yaitu melalui jalur CRH dan LC-NE. Dalam keadaan stres kedua hormon ini dapat menyebabkan sulit untuk tidur pada malam hari terutama hormon kortisol. Normalnya pada kortisol meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur dan menurun pada saat tidur. Pada keadaan stres di malam hari, kortisol mengalami peningkatan. Sehingga hormon kortisol meningkatkan produksi hormon adrenergik yang menyebabkan orang dalam keadaan siap siaga.

14 18 Hal ini menyebabkan orang menjadi sulit tidur. (Chrousus dan Gold 1992, Purba et al 1995, Hudson et al, 2010). 3. Olahraga Menurut beberapa studi, olahraga dapat mengurangi waktu untuk memulai tidur (Sleep Onset) dan meningkatkan durasi tidur. Adapun beberapa studi yang mengatakan bahwa olahraga aerobik terus menerus seperti berlari dan angkat bebdan tidak berpengaruh terhadap tidur. Namun ada juga penelitian pada orang insomnia dewasa yang berolahraga selama 4-24 minggu mengalami perubahan pola tidur yang signifikan. Durasi tidurnya menjadi lebih panjang, onset tidurnya menjadi lebih cepat dan kualitas tidur semakin membaik. (Guilleminault et al, 1995, Reid et al, 2010, Passos et al, 2012). Walaupun mekanisme masih belum jelas, namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Menurut Horne & Staff, apabila olahraga dilakukan sore hari maka akan terjadi reduksi dari gejala gangguan tidur. Olahraga menstimuli tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh dan post-exercise menurunkan suhu tubuh sehingga dapat menyebabkan orang lebih mudah untuk jatuh dalam keadaan tidur. Olahraga juga dapat mengurangi gejala depresi dan ansietas yang merupakan salah satu penyebab gangguan tidur. (Horne & Staff, 1983). Olahraga juga dapat menyebabkan insomnia apabila dilakukan pada malam hari. Menurut penelitian Dwi Heri et al, olahraga di malam hari dapat menginduksi terjadinya insomnia yang ringan. Penelitian ini juga didukung oleh teori Youngstedt, olahraga pada malam hari dapat menyebabkan tubuh melepaskan adrenalin dan nor-adrenalin, dua stimulan tubuh yang meningkatkan

15 19 denyut jantung dan suhu tubuh sehingga orang menjadi dalam keadaan waspada dan terjada dan tidak bisa tidur. (Youngstedt, 2008, Dwi Heri et al, 2012). 4. Kehamilan Gangguan tidur lazim terjadi pada perempuan yang sedang hamil. Terdapat beberapa faktor hormonal yang turut berperan dalam gangguan ini, termasuk perubahan kadar estrogen, progesteron, kortisol dan melatonin dari kadar dasarnya. Di samping itu, perubahan fisiologi pernapasan maternal, perawakan tubuh, dan pada trimester ketiga, gerakan janin semuanya dapat berperan mengurangi kuantitas dan kualitas tidur. (Sadock, 2004). 5. Gangguan jiwa lain Insomnia dan hipersomnia dapat disebabkan oleh gangguan jiwa seperti depresi berat, gangguan ansietas, gangguan bipolar dan sebagainya. Polisomnografi menunjukkan bahwa pada insomnia akibat depresif berat atau gangguan mood lainnya didapatkan gambaran berkurangnya tidur tahap 3 dan 4, sering disertai latensi REM singkat dan periode REM pertama yang lama. (Kupfer et al, 2000, Sadock, 2004). 6. Stimulan dan alkohol Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk. (Potter, 2005, Koch 2005).

16 20 7. Merokok Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari. (Potter, 2005, Koch 2005). 8. Obat-obatan dan zat kimia lain Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamin, kafein, nikotine), anti hipertensi, anti depresan, anti histamin, anti kholinergik. (Japardi, 2002) Pada pasien insomnia yang menggunakan obat hipnotik sedatif dalam jangka waktu yang lama biasanya toleransi terhadap obat tersebut meningkat. Sehingga obat kehilangan efek yang dapat mencetuskan tidur dan butuh dosis yang lebih besar untuk mendapatkan efek tidur. Apabila pasien menghentikan obat secara tiba-tiba, pasien akan mengalami insomnia yang lebih berat. Salah satu efek yang dikeluhkan pasien adalah sering bangun singkat di malam hari. (Sadock, 2014) 9. Faktor-faktor lain yang memengaruhi tidur Faktor-faktor lain seperti kerja gilian (shiftwork), jet lag, juga dapat mengganggu jadwal tidur seseorang. Pasien biasanya sering mengeluhkan insomnia dan somnolen. Lingkungan termasuk kebisingan dan cahaya juga dapat berpengaruh terhadap pada kualitas tidur dan kuantitas tidur. (Buschermi et al, 2005, Harvard, 2007).

17 Olahraga Definisi olahraga Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstuktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Aktivitas fisik ini akan menyebabkan peningkatan pengeluaran tenaga dan energi sehingga dapat menimbulkan pembakaran kalori bagi tubuh dalam jumlah yang signifikan. Individu yang berolahraga adalah individu yang melakukan aktivitas olahraga minimal 2-3 kali dalam seminggu menit. Individu dengan kategori rutin berolahraga melakukan minimal 3-5 kali dalam seminggu dalam rentang waktu menit (Brannon et al, 2007) Jenis-jenis olahraga Olahraga secara umum digolongkan menjadi dua jenis tergantung dari efek keseluruhan terhadap tubuh manusia Olahraga aerobik Olahraga aerobik adalah olahraga yang meningkatkan konsumsi oksigen secara dramatis dalam jangka waktu yang panjang. Karakteristik penting untuk olahraga aerobik adalah intensitas dan durasinya. Dari segi intensitas, olahraga aerobik harus meningkatkan denyutan nadi sampai ke tingkat tertentu. Intensitas untuk olahraga bervariasi sebanyak 50-80% dari denyut jantung maksimal. Olahraga aerobik fokus pada peningkatan daya tahan kardiovaskuler. Contohnya seperti; bersepeda, berjalan, berlari, mendaki, bermain tenis, aktivitas untuk meningkatkan ketahanan kardiovaskuler, renang, jogging, dan lain sebagainya (Brannon et al, 2007).

18 Olahraga anaerobik Olahraga anaerobik membutuhkan ledakan energi yang intensif dalam durasi yang pendek. Akan tetapi ia tidak memerlukan konsumsi oksigen yang tinggi. Olahraga anaerobik dapat memperbaiki kecepatan dan daya tahan otot, tetapi harus berhati-hati karena ia boleh menjadi bahaya pada orang yang menderita penyakit jantung koroner. Seperti aktivitas yang meningkatkan kekuatan otot dalam jangka pendek, latihan berat badan (Brannon et al, 2007) Intensitas olahraga Intensitas latihan ditetapkan secara spesifik pada setiap individu sesuai dengan kapasitas fisik yang dalam pelaksanaannya memerlukan pengawasan secara terus menerus agar intensitas latihan benar-benar mencapai intensitas yang diprogramkan. Intensitas latihan dapat diekspresikan dalam satuan absolut (contoh: watt) maupun diekspresikan dalam bentuk relatif (misalkan terhadap frekuensi denyut jantung maksimal, METs, VO 2 maks maupun RPE/Rating of Perceived Exertion). Menurut Andersen (1999) pada umumnya, intensitas latihan dimulai 40 sampai dengan 85% kapasitas fungsional. Pada orang dengan dengan permasalahan jantung, intensitas latihan dapat ditetapkan antara 40 sampai dengan 60% kapasitas fungsional (Jette,1999). Pada dasarnya tujuan akhir menentukan besaran intensitas latihan adalah untuk memberikan petunjuk bagi seseorang tentang intensitas latihan yang akan dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk dirinya sekaligus meminimalisir resiko terjadinya cedera (Slentz, 2004).

19 Penetapan intensitas dengan berdasarkan frekuensi denyut jantung Pada umumnya, apabila tidak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang ekstrim, keadaan psikologis maupun penyakit, terdapat hubungan yang relatif bersifat linear antara denyut jantung pada saat latihan dengan intensitas latihan. (Feigenbaum, 1999). Menurut Cooper (1994), intensitas olahraga kesehatan yang cukup yaitu apabila denyut nadi latihan mencapai 65-80% DNM sesuai umur (Denyut Nadi Maximal sesuai umur = 220-umur dalam tahun. Masalah intensitas yang adekuat ini harus menjadi perhatian terutama pada olahraga kesehatan (Giriwijoyo, 2008) Penetapan intensitas dengan RPE (Rating of Perceived Exertion) Penetapan intensitas juga dapat didasarkan persepsi seseorang terhadap kelelahan (perceived exertion). Konfirmasi intensitas latihan dengan mempergunakan RPE penting untuk dilakukan karena frekuensi denyut jantung maksimal dapat bervariasi pada setiap orang. Konfirmasi ini penting untuk mengevaluasi agar suatu latihan betul-betul dilakukan pada intensitas yang optimal. Lebih lanjut, pada keadaan dimana terjadi hambatan respon kardiovaskular, penetapan intensitas latihan dengan mempergunakan skala RPE lebih tepat dibandingkan berdasarkan frekuensi denyut jantung. (Feigenbaum et al., 1999). Salah satu pedoman RPE dikembangkan oleh Bjorg pada tahun 1982 dengan mempergunakan skala dari 6 sampai dengan 20. Skala Bjorg sampai dengan sekarang masih cukup sering dipergunakan akan tetapi dewasa ini terdapat alternatif skala penggunaan Bjorg dengan mempergunakan skala antara 0 sampai dengan diatas 10. Dengan adanya dua skala yang sekarang ini sering

20 24 dipergunakan, penetapan intensitas dengan mempergunakan RPE harus jelas mencantumkan standard RPE yang dipergunakan (Feigenbaum et al., 1999). Tabel 2.1 Skala Rating of Perceived Exertion Skala Kategori RPE Bjorg Skala Kategori-Ratio RPE sangat sangat ringan 0.5 sangat sangat ringaan 8 1 sangat ringan 9 sangat ringan 2 ringan 10 3 sedang 11 cukup ringan 4 agak berat 12 5 berat 13 agak berat sangat berat 15 berat sangat berat 10 sangat sangat berat 18 maksimal 19 sangat, sangat berat 20 (Feigenbaum et al., 1999) Penggunaan skala kategori Bjorg didasarkan pada temuan bahwa kategori RPE Bjorg meningkat secara linear dengan peningkatan respon fisiologis seperti frekuensi denyut jantung, ventilasi dan konsumsi oksigen. Walaupun demikian dewasa ini skala Bjorg dikembangkan karena terdapat temuan bahwa pada latihan intensitas rendah dan tinggi subjek lebih mudah untuk mengaitkan persepsinya terhadap kelelahan dengan skala kategori-ratio (Jette, 1994) Penetapan intensitas latihan dengan METs Jette (1994) menyatakan bahwa METS adalah satuan dari kapasitas fungsional tubuh (VO 2 maks). 1 METs merupakan kapasitas latihan yang membutuhkan 3,5 g O 2 /kgmenit. Biasanya rentang latihan yang disarankan adalah 40 sampai dengan 85% kapasitas fungsional maksimal. Setelah menetapkan rentang intensitas yang diinginkan, dapat dipilih kegiatan fisik yang pengeluaran energinya sesuai dengan intensitas latihan yang diinginkan. Hal yang juga

21 25 mempengaruhi kisaran METs aktivitas-aktivitas tersebut adalah keadaan lingkungan. Perbedaan suhu, kelembaban, kecepatan angin dan sebagainya berpengaruh pada keluaran METs. Mengingat terdapat keterbatasan ini, pada lingkungan yang ekstrim intensitas latihan dengan mempergunakan frekuensi denyut jantung dan RPE lebih cocok untuk dilakukan (Jette et al., 1994). Apapun pedoman intensitas latihan yang ditetapkan, sebaiknya intensitas latihan ditetapkan dalam nilai kisaran. Setelah kisaran intensitas latihan ditetapkan, misalnya 5 sampai dengan 9 METs, sebaiknya latihan dimulai dengan intensitas yang rendah kemudian dilanjutkan pada intensitas yang lebih tinggi secara bergantian. Hasil akhir pengeluaran energi pada kisaran ini akan sama dengan latihan intermiten 6 sampai dengan 8 METs atau latihan kontinyu dengan intensitas 7 METs (Jette et al., 1999). Tabel 2.2 Contoh Nilai METs Beberapa Jenis Aktivitas Jenis latihan Rata-rata Bulutangkis 5.8 Basket 8.3 Berlari 12 menit menempuh 1,6 km 11 menit menempuh 1,6 km 10 menit menempuh 1,6 km 9 menit menempuh 1,6 km 8 menit menempuh 1.6 km 6 menit menempuh 1.6 km 8,7 9,4 10,2 11,2 12,5 14,1 Squash 9.9 Tenis meja 4.1 (Jette,1994)

22 Hubungan Kualitas Tidur dengan Olahraga Menurut American Sleep Disorder Association (ASDA), olahraga merupakan salah satu intervensi non farmakologi yang digunakan untuk memperbaiki kualitas tidur. Beberapa mekanisme dari olahraga yang memengaruhi kualitas tidur sebagai berikut ; 1. Efek pada kesehatan mental Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, efek dari olahraga terhadap kesehatan mental erat hubungannya dengan depresi dan ansietas. Terjadinya depresi akan ansietas berhubungan dengan kadar dopamin dan serotonin dalam otak. Menurut Daniel M. Landers, manfaat olahraga terhadap depresi dan ansietas sama dengan yang pengobatan lainnya (Veqar, 2012). Tabel 2.3 Efek Olahraga terhadap Kesehatan Mental Menurunkan Kegelisahan Menurunkan Depresi Olahraga aerobik memberikan hasil terbaik Pasien dengan level kegelisahan yang tinggi merespon lebih awal Olahraga reguler memberikan hasil terbaik jika dilakukan dalam waktu yang lama (Veqar, 2012) 2. Efek pada mekanisme termoregulator Olahraga reguler memberikan hasil lebih baik jika dilakukan secara teratur Olahraga yang dilakukan beberapa kali dalam seminggu memberikan hasil yang lebih baik Olahraga yang bertenaga memberikan hasil yang lebih baik Regulasi suhu merupakan aspek penting dalam homeostatis. Hal ini merupakan pemeliharaan dari suhu tubuh inti dalam kisaran sempit yang dilakukan dengan mengontol pembuangan dan penyerapan panas dari dan dalam tubuh. Modulasi dalam suhu tubuh inti memengaruhi parameter tidur. Perubahan

23 27 dalam suhu tubuh inti dapat dilakukan secara aktif (dengan olahraga dll), atau secara pasif (dengan mandi air hangat, thermo suit, selimut listrik, dll). Metodemetode menaikkan suhu ini dapat dilakukan beberapa kali (sebelum tidur atau selama tidur). Waktu pengaplikasian ini tampaknya juga memainkan peran penting dalam beberapa penelitian. Dalam sebuah artikel, Liao dkk melaporkan bahwa slow wave sleep (SWS) gelombang tidur lambat dapat ditingkatkan dan fragmentasi tidur dapat diturunkan dengan menghangatkan tubuh secara pasif yang merubah suhu inti. Hal serupa juga dilaporkan oleh berbagai peneliti yang menggunakan metode berbeda untuk menurunkan suhu tubuh sebelum tidur. Fletcher dkk menggunakan selimut elektronik untuk meningkatkan suhu tubuh inti selama tidur dan melaporkan menurunnya efisiensi. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa ada hubungan antara suhu tubuh inti dengan tidur (Veqar, 2012). Studi neuroanatomi juga menyimpulkan bahwa daerah preoptic atau hipotalamus anterior memainkan peran penting dalam pengaturan termoregulator. Inisiasi tidur didapatkan dengan meningkatnya rerata neuron di daerah preoptic yang dapat dicetus dengan memanaskannya. Neuron-neuron ini dapat dihangatkan dengan perubahan suhu tubuh inti. Oleh karena itu, hipotesis bahwa tidur mungkin berfungsi sebagai down regulation dapat didukung. Horne dkk telah melakukan kajian tentang hubungan olahraga dan tidur. Mereka melaporkan bahwa terdapat hubungan posistif antara SWS dan olahraga (Veqar, 2012). 3. Efek pada irama sirkadian Irama sirkadian adalah interval waktu 24 jam yang merespon faktor endogen seperti suhu tubuh inti dan lainnnya, serta faktor eksogen seperti cahaya

24 28 dan sebagainya. Gangguan terhadap salah satu faktor dalam irama sirkadian dapat mempengaruhi tidur. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa faktor terpenting disini adalah cahaya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melibatkan olahraga dan tidur, didapatkan dampak waktu olahraga dan tidur serta korelasi antara efek olahraga dalam irama sirkadian. Olahraga aerobik yang dilakukan larut malam dihubungkan dengan kualitas tidur yang buruk dibandingkan dengan olahraga yang dilakukan sore hari (Veqar, 2012). Dirumuskan oleh Driver dan Taylor bahwa olahraga yang dilakukan di area yang terang dapat meningkatkan kualitas tidur untuk individu dengan diubahnya irama sirkadian. Mereka juga menyarakan penelitian selanjutnya untuk menemukan hubungan cahaya, olahraga dan tidur. 4. Efek pada sistem serotonergik Olahraga mempunyai efek pada aktivitas serotonergik pada otak dan alirah darah perifer. Kadar serotonin di diensefalon meningkat selama berolahraga. Serotonin yang dikeluarkan ke diensefalon dan cerebrum dipercayai berperan dalam menyebabkan tidur yang normal. Serotonin membantu menyebabkan tidur melalui hambatan aktif dari sistem non serotonergik supraspinal (Melancon et al, 2014). Sintesis serotonin di otak tergantung pada kadar tersedianya tryptophan (TRP) dalam plasma. Sintesis serotonin saat berolahraga utamanya disebabkan oleh meningkatnya stimulus adrenergik dalam lipolisis yang akan meningkatkan free fatty acid (FFA) plasma. Peningkatan kadar FFA secara langsung meningkatkan TRP bebas ke dalam darah sehingga akan meningkatkan kadar

25 29 sintesis serotonin. Efek mengguntungkan dari olahraga mungkin berkaitan dengan meningkatnya sistem serotonergik yang lebih tinggi (Melancon et al, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Media Sosial a. Pengertian Media Sosial Media sosial adalah sebuah sarana yang dibuat untuk memudahkan interaksi sosial dan komunikasi dua arah. Dengan semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur multidisipliner yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Keperawatan merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember 2015. Dari 150 mahasiswa ini kemudian dinilai lama penggunaan telepon

Lebih terperinci

Tidur dan Ritme Sirkadian

Tidur dan Ritme Sirkadian Modul ke: Tidur dan Ritme Sirkadian Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Pengertian Tidur : Tidur berasal dari bahasa latin somnus yang berarti alami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (Wahit dan Nurul, 2007). Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY). Hasil penelitian

Lebih terperinci

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ Gangguan tidur P E N Y A J I LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA P E M B I M B I N G DR. SUZY YUSNA D, SPKJ pendahuluan Tidur adalah suatu aktivitas khusus dari otak, yang di kelola oleh

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks, tidak stress, menganggur,.. Namun tidak berarti

Lebih terperinci

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan ISTIRAHAT & TIDUR By: Ns. Febi Ratnasari, S.Kep Pengertian Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan gelisah Tidur adalah status perubahan kesadaran

Lebih terperinci

Fisiologi Tidur dan Pernapasan

Fisiologi Tidur dan Pernapasan Fisiologi Tidur dan Pernapasan Arief Riadi Arifin, Ratnawati dan Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI SMF Paru RSUP Persahabatan, Jakarta PENDAHULUAN Tidur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pola Tidur Tidur diartikan sebagai suatu keadaan berubahnya kesadaran, dimana dengan adanya berbagai derajad stimulus dapat menimbulkan suatu keadaan yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang untuk mengembalikan stamina tubuh dalam kondisi yang optimal. Tidur dapat diartikan sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya Definisi : Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya Koma = keadaan bawah sadar dimana orang tsb tidak dapat dibangunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Gagal Jantung adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa Jantung ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migren Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. 11 Nyeri kepala merupakan penyebab tersering anak-anak dirujuk ke ahli neurologi anak.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perkumpulan lansia Kartasura pada bulan November 2016 didapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori belajar dan prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian tidur dan fisiologi tidur serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hari yang dicirikan dengan penurunan voluntary body movement dan penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. hari yang dicirikan dengan penurunan voluntary body movement dan penurunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur adalah suatu insting untuk memulihkan diri dari aktivitas pada siang hari yang dicirikan dengan penurunan voluntary body movement dan penurunan kewaspadaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tidur a. Pengertian Tidur Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. minggu mengalami perbaikan pada kualitas tidur dalam studi ini. Perbaikan

BAB V PEMBAHASAN. minggu mengalami perbaikan pada kualitas tidur dalam studi ini. Perbaikan BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Siswi yang mengikuti latihan menari Gambyong Pareanom selama 8 minggu mengalami perbaikan pada kualitas tidur dalam studi ini. Perbaikan kualitas tidur ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengapa seseorang butuh tidur akan lebih jelas bila dilihat dari akibat bila

BAB 1 PENDAHULUAN. mengapa seseorang butuh tidur akan lebih jelas bila dilihat dari akibat bila BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi tidur adalah untuk memelihara kondisi otak dalam keadaan optimal agar dapat membantu kerusakan yang terjadi saat terjaga sepanjang hari. Alasan mengapa seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar atau pasif yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar atau pasif yang ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar atau pasif yang ditandai dengan berkurangnya responsivitas terhadap rangsang eksternal. Secara fisiologis tidur dibagi menjadi

Lebih terperinci

commit to user BAB V PEMBAHASAN

commit to user BAB V PEMBAHASAN 48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai perbedaan kualitas tidur antara pasien asma dengan pasien PPOK dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein merupakan zat psikoaktif yang terdapat pada banyak sumber seperti kopi, teh, soda dan cokelat. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah periode kritis antara masa anak anak dan masa dewasa (WHO). Masa remaja selalu disertai dengan perubahan aspek biologis, kognitif, emosional, dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Hurlock, 1999). Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang membutuhkan tidur, makan, air dan oksigen untuk bertahan hidup. Untuk manusia sendiri, tidur adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir seluruh hidup manusia dikaruniai nikmatnya tidur dan berbagai cara terus dilakukan untuk menciptakan kualitas tidur yang baik dimalam hari. Bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Fisiologi Tidur Tidur merupakan salah satu kegiatan yang memiliki peran penting dalam hidup manusia. Selain itu tidur juga merupakan salah satu kegiatan signifikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu kesehatan saat ini, usaha-usaha di bidang kesehatan telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi juga usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal.istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waktu tidur yang dibutuhkan manusia di setiap tahapan umur berbedabeda. Pada mulanya, bayi yang baru lahir akan menghabiskan waktunya untuk tidur dan hanya akan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang semakin berkembang dan peningkatan berbagai macam teknologi yang memudahkan semua kegiatan, seperti diciptakannya remote control, komputer,

Lebih terperinci

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang BABf PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidur merupakan fungsi fisiologis yang menarik, karena kebanyakan orang menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya untuk tidur. Namun demikian ditulis bahwa Rata-rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam daur kehidupan yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa, terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tidur 1. Pengertian Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan ketidaksadaran yang bersifat sementara dan dapat dibangunkan dengan memberikan rangsangan sensori atau rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina.

BAB I PENDAHULUAN. Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidur sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik, mental, dan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidur sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik, mental, dan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik, mental, dan kesehatan emosional (Colten & Altevogt, 2006). Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cendrung untuk sedenter atau tidak banyak melakukan kegiatan. Sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. cendrung untuk sedenter atau tidak banyak melakukan kegiatan. Sekarang ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang serba modern dan praktis, masyarakat sekarang yang cendrung untuk sedenter atau tidak banyak melakukan kegiatan. Sekarang ini yang hampir semua aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan perhatian khusus dalam bidang kesehatan. Pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. emosional dan sosial. Menurut Santrock (2003) perubahan. remaja terbagi menjadi 3, yaitu: hormonal pada pubertas.

BAB II KAJIAN TEORI. emosional dan sosial. Menurut Santrock (2003) perubahan. remaja terbagi menjadi 3, yaitu: hormonal pada pubertas. BAB II KAJIAN TEORI A. Remaja 1. Definisi Menurut Santrock (2003), remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan pelayanan

Lebih terperinci

MASYARAKAT KINI. Penuh dengan individu yg merasa letih Senantiasa berjuang utk perlombaan hidup

MASYARAKAT KINI. Penuh dengan individu yg merasa letih Senantiasa berjuang utk perlombaan hidup (Istirahat) MASYARAKAT KINI Penuh dengan individu yg merasa letih Senantiasa berjuang utk perlombaan hidup DI AMERIKA SERIKAT Perasaan letih termasuk 10 alasan utama mengapa penderita mengunjungi dokter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istirahat atau tidur yang cukup merupakan kebutuhan setiap orang agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Maslow mengatakan kebutuhan fisiologis dasar manusia terdiri

Lebih terperinci

Fisiologi Tidur. Beny Atmadja W. Bag;lSMF. Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Unpad/RS. Hasan Sadikin Bandung

Fisiologi Tidur. Beny Atmadja W. Bag;lSMF. Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Unpad/RS. Hasan Sadikin Bandung Fisiologi Tidur Beny Atmadja W. Bag;lSMF. Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Unpad/RS. Hasan Sadikin Bandung Pendahuluan Kebanyakan orang menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya untuk tidur. Tapi mengapa?

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan yang bersifat reversibel dan berlangsung cepat. 6 Literatur lain mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco & Barros (2012), mendefinisikan tidur sebagai suatu kondisi dimana proses pemulihan harian terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waktu Reaksi 2.1.1 Definisi Waktu Reaksi Waktu reaksi merupakan jarak waktu antara diberikannya stimulus dengan kontraksi otot pertama setelah stimulus diberikan. 4,5 Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas tidur yang baik berperan penting terhadap fungsi kognitif. Manusia menghabiskan sekitar sepertiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA Konsep Dasar Latihan Suatu proses yang sistematis dari program aktivitas gerak jasmani yang dilakukan dalam waktu relatif lama dan berulang-ulang, ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia semakin mengalami perkembangan ke era globalisasi. Dengan adanya perkembangan zaman ini, masyarakat dituntut untuk mengikuti perkembangan modern. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam masyarakat, dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. optimal bagi manusia. Maslow dalam teori kebutuhan dasar manusia, membagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. optimal bagi manusia. Maslow dalam teori kebutuhan dasar manusia, membagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai macam kebutuhan dasar manusia seperti makanan, air, rasa aman, dan cinta sangat penting untuk keberlangsungan hidup dan terwujudnya kesehatan optimal

Lebih terperinci

direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari

direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lari interval merupakan lari berdasarkan pada perubahan yang direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari yang diselingi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur adalah kondisi istirahat alami yang dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Tidur merupakan aktifitas fisiologis yang penting bagi kesehatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Tidur tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Olahraga Olahraga merupakan rangsangan fisiologis yang melibatkan seluruh sistem didalam tubuh seperti sistem otot, saraf, metabolisme,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup. 17. hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup. 17. hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar 2.1.1 Definisi Belajar Belajar merupakan sebuah proses yang tidak asing dalam kehidupan kita sehari hari. Menurut pendapat Notoatmodjo belajar merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. melakukan pekerjaan tanpa memperdulikan kesehatan. Pekerjaan. hari dan berulang ulang akan mengakibatkan insomnia yang

BAB I. Pendahuluan. melakukan pekerjaan tanpa memperdulikan kesehatan. Pekerjaan. hari dan berulang ulang akan mengakibatkan insomnia yang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada era globalisasi, manusia lebih memforsir tubuh untuk melakukan pekerjaan tanpa memperdulikan kesehatan. Pekerjaan menuntut seseorang sering lebih bergadang yang

Lebih terperinci

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET Pendahuluan Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan aktivitas, setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan aktivitas, setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istirahat dan tidur suatu faktor bagi pemulihan kondisi tubuh setelah sehari penuh melakukan aktivitas, setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik merupakan salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah telah mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum antara lain dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan manusia yang esensial, karena tidur dapat mengendalikan irama kehidupan manusia sehari-hari. Proses tidur mengikuti irama sirkadian atau biologic

Lebih terperinci