KAJIAN KEPUSTAKAAN. Burung Puyuh atau yang disebut Coturnix coturnux japonica merupakan

Transkripsi

1 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Burung Puyuh Burung Puyuh atau yang disebut Coturnix coturnux japonica merupakan salah satu ternak yang mudah dibudidayakan dan memiliki keunggulan yaitu produksi telur dan daging yang tinggi dan masa pemeliharaan yang singkat dan mudah (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017). Burung Puyuh merupakan salah satu jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki yang pendek, dapat diadu dan bersifat kanibalisme (Randall dan Bolla, 2008). Menurut Wuryadi (2011) menyatakan burung puyuh dikelompokkan dalam kelas dan taksonomi di bawah ini : Kingdom Filum Class Familia Ordo Genus Spesies : Animalia : Chordata : Aves : Phanasianidae : Galliformes : Coturnix : Coturnix-coturnix japonica Burung puyuh dipelihara menjadi tiga fase yaitu fase starter, grower, dan layer. Fase starter sering disebut dengan DOQ yaitu berumur 0-21 hari, fase grower yaitu dimulai umur 3 minggu (21 hari) sampai dengan 6 minggu (42 hari), dan fase layer puyuh mulai memproduksi berumur 45 hari (6-7 minggu) sampai afkir (60 minggu) (Standar Nasional Indonesia, 2006). Puyuh betina rata-rata mencapai

2 8 dewasa kelamin pada umur 42 hari dan memproduksi sampai dengan butir telur setahun (Nugroho dan Mayun, 1990). Umur hari dengan bobot badan sekitar g/ekor sudah dewasa kelamin dan mampu berproduksi telur pada bulan pertama sekitar butir/ekor dengan berat telur berkisar 9-10 g/butir. Puncak produksi telur pada burung puyuh mencapai 98,5% pada umur 4-5 bulan (Kaselung, dkk., 2014). Perbedaan jenis kelamin burung puyuh dapat diketahui pada umur 3 minggu berdasarkan warna bulu pada bagian dada dan leher. Burung betina ditandai dengan warna bulu penutup di bagian dadanya berwarna merah dengan bercak kecokelatan hingga hitam (Huss, dkk., 2008). Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), puyuh jantan memiliki ciri-ciri terdapat tonjolan kecil di kloaka dengan struktur bulat khas pada pinggir atas anus yang mengeluarkan bahan berwarna putih dan berbuih. 2.2 Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah perubahan sel yang mengalami pertambahan dan pembesaran ukuran sel dan erat hubungannya dengan pertambahan bobot badan. Kecepatan pertumbuhan dapat diketahui dengan menimbang bobot badan setiap hari atau setiap minggu (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Pertumbuhan pada hakekatnya adalah perbanyakan sel yang memanifestasikan dengan pertambahan tubuh kecuali jaringan lemak (Djulardi. dkk., 2006). Puyuh mengalami peningkatan bobot badan tiap kenaikan umurnya dan yang tercepat dicapai antara umur 1 hari sampai 4 minggu (Woodard, dkk., 1973). Menurut Anggorodi (1995), bobot badan setiap jenis ternak umumnya memiliki standar ukuran yang berbeda.

3 9 Oleh karena itu bobot badan ternak termasuk salah satu kriteria yang diperhatikan karena memilik arti ekonomis yang penting. Bobot Badan (gram) Betina Jantan Umur (hari) Ilustrasi 1. Nilai Rata-rata Bobot Mingguan Puyuh Betina dan Jantan. (Kaplan dan Gürcan, 2018) Pertumbuhan aktual puyuh jepang jantan dan betina ditunjukan pada kurva Ilustrasi 1. Kurva tersebut menggambarkan bobot badan jantan dan betina tidak ada perbedaan yang signifikan dari umur 1-21 hari (3 minggu). Perbedaan antara betina dan jantan terjadi pada umur hari. Bobot badan betina lebih tinggi dibandingkan bobot badan jantan yang terlihat pada Ilustrasi 1 (Kaplan dan Gürcan, 2018) Pertumbuhan puyuh Padjadjaran galur hitam dan cokelat ditunjukan pada kurva Ilustrasi 2. Puyuh galur cokelat tumbuh lebih lambat dibanding puyuh galur hitam usia dini tetapi setelah usia empat minggu galur hitam tumbuh lebih lambat dibanding galur cokelat hingga minggu keenam. Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan yang digunakan

4 Bobot Badan (gram) 10 sebagai ukuran kecepatan pertumbuhan (Tilman, dkk., 1998). Pertambahan bobot badan merupakan cerminan kemampuan puyuh dalam kecepatan pertumbuhannya. Pertambahan bobot badan ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum (Kartadisastra, 1997). Keterangan : ---- Hitam - - -:Coklat Umur (Minggu) Ilustrasi 2. Bobot Badan Mingguan. (Anang, dkk., 2017a) Penelitian sebelumnya menunjukan puyuh berwarna hitam memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan puyuh berwarna cokelat. Tabel 1 Ilustrasi 2 menunjukan bahwa setiap minggunya bobot badan puyuh galur hitam maupun cokelat akan mengalami peningkatan. Tabel 2 menunjukan bahwa bobot DOQ puyuh Padjadjaran warna hitam adalah 7,45 g. Bobot puyuh Padjadjaran warna hitam umur enam minggu adalah 131,51 g (Anang, dkk., 2017a).

5 11 Tabel 1. Rataan Bobot Tubuh Puyuh umur 0-6 Minggu Umur (Minggu) Bobot Tubuh (Gram) 0 7, , , , , ,45 Sumber : Anang, dkk., (2017a) 6 131,51 Kurva pertumbuhan merupakan cerminan dari kemampuan individu menampilkan potensi genetik dan perkembangan bagian tubuh sampai dewasa. Kecepatan pertumbuhan ternak sebelum dewasa kelamin akan menurun sampai ternak mencapai bobot tubuh yang stabil (Anggorodi, 1995). Tujuan dari membentuk kurva adalah untuk mendeskripsikan peningkatan bobot badan terhadap umur, menggunakan rumus sederhana dengan beberapa parameter (Ricklets, 1985). Model kurva pertumbuhan terdapat banyak macam diantaranya model Logistic, Morgan Mercer Flodin (MMF), Richard, dan Gompertz (Anang, dkk., 2017a). Ketepatan model kurva dapat diukur dari koefisien determinasi (R 2 ) dan salah baku dugaan (SE) (Anang, dkk., 2017a). Kurva pertumbuhan Morgan Mercer

6 12 Flodin (MMF) memiliki titik belok yang hampir sama dengan model Gompertz yaitu sigmoid namun tidak simetris terhadap titik belok (Seber dan Wild, 2003). Model Morgan Mercer Flodin (MMF) digunakan dalam penelitian Sengul dan Kiraz (2005) untuk menentukan hubungan antara bobot badan dan usia pada kalkun jantan dan betina. 2.3 Konsumsi Ransum Konsumsi ransum burung puyuh lebih dari 6 minggu sebanyak 21 g/ekor/hari (Zahra, dkk., 2012). Ransum mengandung kadar protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhan puyuh akan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap konsumsi ransum (Hermana dan Suci, 2013). Puyuh mengkonsumsi ransum sampai energinya terpenuhi, apabila konsumsi ransum terpenuhi maka puyuh akan menghentikan konsumsi ransum. Sebaliknya, konsumsi ransum akan meningkat bila kebutuhan energi belum terpenuhi (Suprijatna dkk., 2005). Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dalam ransum serta serat kasar yang tinggi tidak dapat dimanfaatkan oleh unggas karena unggas tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna serat kasar (Wahju, 2004). Selain itu, konsumsi ransum dipengaruhi oleh susunan ransum dan manajemen pemeliharaan berupa ketersediaan ransum dan air dalam kandang, sanitasi lingkungan, kepadatan kandang, kontrol penyakit, tetapi yang paling berpengaruh untuk meningkatkan konsumsi ransum adalah pengontrolan sumber stres dan penyakit (Ferket dan Gernet, 2006). Konsumsi ransum berkaitan dengan tingkat pertumbuhan dan tingkat pertumbuhan dibatasi oleh konsumsi ransum.

7 13 Kurva konsumsi ransum menggunakan model Fungsi Rasional, karena model tersebut merupakan metode yang baik dalam memprediksi konsumsi ransum. Pada itik Rambon model tersebut dapat menggambarkan konsumsi ransum dengan baik dan memiliki tingkat korelasi yang tinggi yaitu antara 0,9432 untuk betina dan 0,9566 untuk jantan (Anang, dkk., 2017b). 2.4 Konversi Ransum Konversi ransum adalah suatu perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan dalam satu waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi konversi ransum yaitu genetik, temperatur, ventilasi, sanitasi, kualitas ransum, jenis ransum, penggunaan zat additive, kualitas air, penyakit dan manajemen pemeliharaan (Adil, dkk., 2010). Nilai konversi ransum mencerminkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, semakin kecil nilai konversi ransum, maka semakin efisien penggunaan ransum tersebut oleh ternak (Bakrie, dkk., 2012). Nilai konversi pada puyuh petelur umumnya berkisar antara 2,68-3,40 (Mardiansyah, 2013) dan berkisar antara 3,46-3,71 (Setiyantari, 2003). Imbangan nutrien antara energi dan protein dapat mempengaruhi konversi ransum. Energi bersifat sebagai pembatas konsumsi ransum, maka apabila tidak seimbang seperti energi sangat tinggi sedangkan protein yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan mengalami hambatan dan berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan ransum (Djulardi, dkk., 2006). Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa menggunakan ransum yang mengandung imbang energi protein (3100 kkal/kg :24%) pada puyuh betina fase grower menghasilkan konversi ransum sebesar 5,33 (Garnida, 2002).