IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Angka Lempeng Total Perlakuan Hasil pengujian ALT dengan metode BAM menghasilkan data yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji Angka Lempeng Total tahu dengan berbagai pengawet. Jumlah mikroba (cfu/g) 1 RSD 2 RSD 3 RSD 4 RSD A 1.3 x x x x x B 1.6 x x x x x x x x 10 7 C 2.9 x x x x x x x x 10 6 D 4.2 x x x x x x x x 10 6 E 2.4 x x x x x x x x 10 6 F 4.0 x x x x x x x x 10 6 Ket: A= tahu yang tidak direndam, B = tahu yang direndam air, C = tahu yang direndam asam asetat 1,5%, D = tahu yang direndam asam asetat 1,5% dan natrium benzoat, E = tahu yang direndam asam asetat 1,5% dan kalium sorbat, F = tahu yang direndam asam asetat 1,5%, natrium benzoat dan kalium sorbat Dari data yang didapat bisa dilihat bahwa terjadi kenaikan dan penurunan jumlah mikroba pada tahu dengan perlakuan direndam air, asam asetat, asam asetat & natrium benzoat, asam asetat & kalium sorbat, dan asam asetat & natrium benzoat & kalium sorbat. Tetapi jumlah mikroba yang paling kecil dihasilkan oleh larutan D, yaitu larutan asam asetat & natrium benzoat dengan jumlah mikroba 5.6 x 10 6 cfu/g. Dapat dilihat bahwa Angka Lempeng Total (ALT) hari ke-4 tahu yang direndam air adalah 7.8 x 10 7 cfu/g, ALT tahu yang direndam larutan asam asetat 1.5% adalah 5.8 x 10 6 cfu/g, ALT tahu yang direndam larutan asam asetat 1.5% dan kalium sorbat adalah 7.5 x 10 6 cfu/g, ALT tahu yang direndam oleh larutan asam asetat 1.5%, natrium benzoat, dan kalium sorbat adalah 6.6 x 10 6 cfu/g. Terdapat penurunan jumlah mikroba pada perlakuan kombinasi asetat dengan pengawet lain (C,D,E,dan F) pada hari ketiga. Hal ini mungkin dapat terjadi karena asam lemah dapat terurai menghasilkan ion H +. Asam yang terurai membuat ion H + yang terbentuk semakin banyak. Pada larutan asam lemah, adanya ion H + dalam jumlah banyak akan membuat kesetimbangan reaksi bergeser ke kiri menuju bentuk yang tidak terurai (R-COOH). Bentuk yang tidak terurai ini dapat larut lemak sehingga memungkinkannya masuk menembus membran sel yang sebagian besar terdiri dari fosfolipid dan lemak. Banyaknya larutan asam asetat semakin banyak bentuk tidak terurai yang masuk ke dalam sel. Di dalam sel yang memiliki kondisi ph netral, R-COOH dapat terurai menjadi RCOO dan H +. Banyaknya ion H+ yang terbentuk membuat ph di dalam sel menjadi turun. Penurunan ph ini dapat menyebabkan sel mati karena aktifitas enzim dan asam nukleatnya terganggu (Garbutt 1997). Pada hari ketiga mikroba tidak lagi mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan ion H + sehingga sel mati dan terjadi penurunan jumlah mikroba. Asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai fungsi yang luas yaitu disamping dapat sebagai zat penggumpal, asam cuka juga dapat berperan sebagai pengawet dimana asam akan menurunkan ph bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein bakteri. Asam cuka juga 14

2 dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur (Winarno dan Rahman 1974). Kerusakan bahan pangan berkadar air tinggi dengan ph mendekati netral biasa disebabkan oleh bakteri. Kerusakan mikrobiologis tahu bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain bakteri tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan termodurik, adanya bakteri kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan tahu, suhu penyimpanan, adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tertentu (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Komposisi suatu bahan pangan sangat menentukan jenis mikroorganisme yang berkembang biak pada bahan pangan tersebut. Bakteri yang biasa terdapat dalam makanan yang banyak mengandung protein, berkadar air tinggi, dan ph mendekati netral seperti tahu adalah bakteri proteolitik, bakteri asam laktat, dan bakteri termodurik (Frazier dan Westhoff 1978). Bakteri proteolitik bisa dibedakan menjadi aerobik/anaerobik fakultatif (Pseudomonas), aerobik/anaerobik fakultatif pembentuk spora (Bacillus), dan anaerobik pembentuk spora (Clostridium). Adapun contoh bakteri pembentuk asam laktat adalah Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Streptococcus, Pediococcus. Bakteri termodurik adalah bakteri yang mampu bertahan pada suhu tinggi. Contoh bakteri termodurik adalah Micrococcus, Bacillus, dan Brevibacteria (Frazier dan Westhoff 1978). Di dalam tahu juga terdapat aktifitas bakteri yang bersifat putrefactive yang menghasilkan bau busuk pada tahu. Contoh bakteri ini adalah Clostridium dan Pseudomonas. Bakteri ini akan menghidrolisis komponen protein dan asam-asam amino secara lanjut yang menghasilkan senyawa-senyawa dan gas-gas yang berbau busuk. Senyawa-senyawa dan gas-gas hasil hidrolisis tersebut antara lain adalah metil sulfida, etil sulfida, dan hidrogen disulfida. Senyawa-senyawa ini yang akan menimbulkan bau busuk yang muncul pada tahu. Selain itu juga adanya aktifitas bakteri pembentuk lendir pada tahu. Lendir adalah polimer (polisakarida) dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau tersekresi sebagai massa berbentuk amorf (tidak jelas bentuknya) dalam media di sekeliling sel. Contoh mikroba yang dapat menghasilkan gum atau lendir adalah Alcaligenes, Pseudomonas, Leuconostoc (Glicksman 1982). Namun berdasarkan uji statistik, pada hari keempat tidak diketemukan perbedaan nyata antar perlakuan asam asetat maupun kombinasi dengan pengawet lain. Keempat kombinasi pengawet berbeda nyata dengan tahu yang direndam air. Hasil uji statistik Angka Lempeng Total dapat dilihat pada Lampiran 3, Lampiran 4,Lampiran 5, dan Lampiran 6. Penelitian Setyadi (2008) menyatakan uji ALT pada tahu kontrol menghasilkan jumlah mikroba 4.8 x 10 5 koloni/ml, pada hari pertama 3.7 x 10 6 koloni/ml, dan pada hari kedua dan ketiga jumlah mikroba sudah lebih dari 2.5 x 10 7 koloni/ml. Untuk tahu yang dicelup larutan asam asetat 2% selama 1 menit, didapatkan jumlah mikroba pada hari pertama, kedua, dan ketiga adalah 4.3 x 10 5 koloni/ml, 2.2 x 10 6 koloni/ml, dan1.6 x 10 7 koloni/ml. Jumlah mikroba pada penelitian Setyadi (2008) lebih sedikit bila dibandingkan dengan ALT pada penelitian ini, hal ini dapat terjadi karena tahu yang digunakan pada penelitian ini sudah memiliki perbedaan ALT dengan penelitian dari Setyadi (2008). Penelitian Saputra (2006) menyatakan uji ALT tahu yang dicelup asam benzoat 800 ppm hari pertama, kedua, dan ketiga adalah 4.3 x 10 4 cfu/g, 1.7 x 10 5 cfu/g, 6.5 x 10 5 cfu/g. ALT tahu yang dicelup kalium sorbat 800 ppm pada hari pertama, kedua, dan ketiga adalah 2.5 x 10 7 cfu/g, 2.2 x 10 8 cfu/g, dan 7 x 10 8 cfu/g. Sementara itu tidak dilakukan perhitungan ALT dengan tahu kontrol pada penelitian Saputra (2006). Pada penelitian ini, digunakan konsentrasi kalium sorbat 600 ppm, dan jumlah mikroba yang dihitung lebih sedikit dibandingkan tahu yang direndam kalium sorbat 800 ppm pada penelitian Saputra (2006). Hal ini dapat disebabkan karena kombinasi kalium 15

3 sorbat dengan asam asetat membuat pengurangan jumlah mikroba lebih optimum. Sementara itu jumlah mikroba pada tahu yang dicelup dengan asam benzoat 800 ppm pada penelitian Saputra (2006) lebih kecil dari natrium benzoat karena asam benzoat lebih efektif sebagai pengawet dibandingkan dengan natrium benzoat (Inchem 2000). Menurut penelitian Tuasamu (2004), tahu yang dibuat dengan bubuk kunyit 0.8% tanpa pengawet memiliki angka TPC pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 7.8 x 10 2 cfu/g, 2.4 x 10 4 cfu/g, 3.0 x 10 6 cfu/g. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8% lalu direndam dengan kalium sorbat 0.1% dan kalsium propionat 0.3% memiliki angka TPC pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 4.8 x 10 2 cfu/g, 7.7 x 10 3 cfu/g, 1.1 x 10 5 cfu/g. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8% lalu direndam dengan natrium benzoat 0.1%, kalium sorbat 0.05% dan kalsium propionat 0.3% memiliki angka TPC pada jam ke-0, 12, dan 24 adalah berturut-turut 6.1 x 10 2 cfu/g, 9.5 x 10 3 cfu/g, 1.3 x 10 5 cfu/g. Bila dibandingkan dengan tahu kontrol pada penelitian ini yang tidak menggunakan bubuk kunyit dan diproduksi oleh pabrik secara massal tanpa memperhatikan higienitas maka jumlah mikroba yang terdapat pada kedua jenis tahu pasti berbeda, jumlah mikroba pada tahu kontrol pada penelitian ini lebih tinggi. Akan tetapi kenaikan jumlah mikroba pada penelitian Tuasamu (2004) lebih cepat dibanding kenaikan jumlah mikroba tahu pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas pengawet yang dicampur dengan asam asetat akan membuat jumlah mikroba pada tahu tidak meningkat drastis dibanding hanya menggunakan pengawet komersial, dalam hal ini natrium benzoat dan kalium sorbat, tanpa menggunakan pengasam. Efektifitas natrium benzoat, kalsium propionat, dan kalium sorbat berada pada ph asam sehingga tidak bisa bekerja maksimal jika tidak ditambah pengasam pada tahu. Karena itu kenaikan jumlah mikroba sangat cepat sekali dalam hitungan 24 jam pada penelitian Tuasamu (2008). B. Pengukuran Tekstur Hasil pengukuran tekstur dengan menggunakan Texture Analyzer dapat dilihat pada Gambar 5. Pengukuran untuk tahu A dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-3, dimana tahu sudah tidak dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen. Sampel yang baru diproduksi memiliki tekstur yang masih baik. Ini ditunjukkan dengan nilai force yang dibutuhkan untuk memecahkan gel tahu sangat tinggi yaitu 0.90 N. Sementara perlakuan perendaman dengan larutan D menunjukkan gel strength yang paling kecil diantara ke semua sampel yang ada dengan force 0.46 N. Tahu A pada hari ke-0 berbeda nyata dengan tahu A hari ke-3, hal ini menunjukkan penurunan kekuatan gel tahu. Kemudian tahu yang diberi perlakuan asam asetat (tahu C, D, E, dan F) berbeda nyata dengan tahu yang tidak diberi asam asetat (tahu A dan B). Tahu yang direndam asam asetat-benzoat serta yang hanya diberi asetat berbeda nyata dengan tahu yang direndam air, benzoat-sorbat, dan sorbat. Hasil uji statistik untuk pengukuran tekstur bisa dilihat pada Lampiran 7. Tekstur dari tahu yang diberi asetat dan asetat-benzoat lebih lunak dibandingkan dengan yang diberi campuran sorbat karena tahu yang diberi perlakuan asetat dan kombinasi asetat-benzoat lebih asam dibandingkan tahu yang diberi asetat-sorbat ataupun kombinasi asetat-sorbat-benzoat. Pelunakan tekstur dapat terjadi karena protein terhidrolisis oleh asam dan membuat tekstur tahu menjadi lunak. Sedangkan untuk tahu yang tidak direndam asam, pelunakan tekstur dapat disebabkan oleh aktivitas mikrobiologi bakteri proteolitik. Pelunakkan tekstur dapat disebabkan oleh bakteri proteolitik yang terdapat pada pangan tinggi protein seperti tahu (Yasuda 2011). Bakteri proteolitik dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah protein dan dapat melunakkan jaringan. Menurut Raharjo (1996), enzim protease dapat melunakkan tekstur daging. Jenis bakteri protelitik adalah Pseudomonas dan Bacillus. Pada penelitian Setyadi 16

4 (2008), tahu yang direndam asam asetat yang semakin meningkat konsentrasinya memiliki tekstur yang semakin lunak. Hal ini juga terjadi pada penelitian ini dimana tahu yang direndam asam asetat dan pengawet lainnya memuat tekstur tahu menjadi lunak. Akan tetapi menurut Winarno dan Rahman (1974), asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana tekstur justru melunak ketika direndam dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga tekstur tahu harus ditentukan terlebih dahulu agar tekstur tahu tidak melunak. Gambar 5. Grafik hasil pengukuran gel strength C. Pengukuran Warna Pengukuran warna secara objektif yang dilakukan dengan Chromameter menghasilkan data yang bisa dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hasil pengujian warna tahu dengan menggunakan Chromameter. Hari Sampel L a b E 3 A ± ± ± B 87.03± ± ± C 86.40± ± ± D 83.34± ± ± E 85.65± ± ± F 86.73± ± ± Sampel tahu yang baru diproduksi memiliki nilai kecerahan Dari data yang didapat, nilai kecerahan yang paling tinggi dari tahu yang diberi perlakuan didapat dari sampel B dengan tingkat kecerahan Sedang untuk kecerahan yang paling rendah terjadi pada sampel A yaitu Hal ini dapat terjadi karena saat hari ke-3 kontrol 17

5 ditumbuhi kapang dan permukaannya berlendir kekuningan sehingga tingkat kecerahannya kurang dibanding sampel lainnya. Nilai a tertinggi didapat dari kontrol, yang menunjukkan derajat warna merah. Sedang untuk nilai b tertinggi didapat dari kontrol yang baru diproduksi, ini menunjukkan derajat warna kuning. Kontrol pada hari ke-3 dan sampel yang direndam asetat-benzoat berbeda nyata dengan sampel tahu lainnya dalam derajat kecerahan (L). Dalam hal ini, tahu yang baru diproduksi memiliki tingkat kecerahan yang paling tinggi. Hasil uji statistik pengukuran derajat kecerahan bisa dilihat pada Lampiran 8. Menurut penelitian Rahmi (2008), penggunaan benzoat membuat nilai kecerahan keju berkurang dibandingkan dengan asam propionat. Pada penelitian Setyadi (2008), tahu yang direndam asam asetat 2% memiliki derajat L dari hari pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut adalah 77.03, 71.31, dan Sementara itu tahu yang tidak diberi perlakuan apapun mempunyai derajat L dari saat baru diproduksi, hari pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut adalah 78.46, 73.24, 67.0, dan Hal ini dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran Chromameter pada penelitian ini, tahu yang direndam asam asetat 1.5% memiliki nilai derajat L pada hari keempat Terdapat perbedaan antara kecerahan tahu yang direndam asam asetat 2% pada penelitian Setyadi (2008) dan tahu yang direndam dengan asam asetat 1.5% pada penelitian ini. Hal ini dapat terjadi karena tahu yang digunakan sudah berbeda dari segi derajat kecerahan, tahu yang digunakan pada penelitian Setyadi (2008) memiliki nilai kecerahan sedangkan tahu yang digunakan pada penelitian ini memiliki derajat kecerahan Bila dilihat dari data derajat kecerahan dapat dilihat terjadi penurunan tingkat kecerahan pada tahu kontrol. Hal yang sama terjadi juga dengan tahu kontrol pada penelitian ini, dimana munculnya kapang dan lendir menurunkan nilai kecerahan dari tahu kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya lendir di permukaan tahu yang dihasilkan bakteri penghasil lendir yang menyebabkan kecerahan tahu berkurang. Sifat menghasilkan gum atau lendir dari mikroba telah dikenal sejenak berabad-abad yang lalu. Lendir adalah polimer (polisakarida) dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau tersekresi sebagai massa berbentuk amorf (tidak jelas bentuknya) dalam media di sekeliling sel. Contoh mikroba yang dapat menghasilkan gum atau lendir adalah Alcaligenes, Pseudomonas, Leuconostoc (Glicksman 1982). Pelendiran pada tahu juga dapat disebabkan oleh bakteri pembentuk lendir lainnya seperti Lactobacillus dan Streptococcus (Fardiaz 1992). Setyadi (2008) menyimpulkan bahwa dalam penelitiannya, pada hari pertama tahu yang direndam asam asetat 2% memiliki tingkat kecerahan paling baik. Pada hari kedua dan ketiga, tahu yang direndam asam asetat 3% memiliki tingkat nilai kecerahan yang paling tinggi. Nilai kecerahan asam asetat pada penelitian ini berdasarkan statistik memiliki tingkat kecerahan yang sama dengan tahu yang baru diproduksi bersama dengan kombinasinya dengan pengawet kalium sorbat, kalium sorbat-natrium benzoat, dan air. Dalam penelitian ini juga dilakukan perhitungan E yang menggambarkan seberapa besar perbedaan warna dari standar yang digunakan. Standar yang digunakan dalam pengukuran E adalah tahu yang baru diproduksi, tahu tersebut diukur warnanya dengan menggunakan Chromameter. Pengukuran E dilakukan dengan menghitung akar dari selisih kuadrat antara derajat L sampel dengan derajat L tahu yang dijadikan standar ditambah selisih kuadrat derajat a sampel dengan derajat a tahu yang dijadikan standar ditambah selisih kuadrat derajat b sampel dengan derajat b tahu yang dijadikan standar. D Dari hasil pengukuran, didapatkan hasil E dari yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut adalah: tahu D, tahu A, tahu E, tahu F, tahu C, dan tahu B. Diketahui dari data tersebut bahwa E tahu yang direndam natrium benzoat dan asam asetat1.5% memiliki nilai paling tinggi yaitu 5.25, ini berarti tahu 18

6 yang direndam natrium benzoat adalah tahu yang mempunyai perubahan warna yang paling besar diantara kesemua sampel. Setelah itu sampel kedua yang memiliki perbedaan warna cukup jelas adalah yang memiliki E 4.78 dimana hal ini dapat terjadi karena pada hari ketiga sampel tahu kontrol sudah ditumbuhi oleh kapang dan sudah muncul lendir akibat adanya bakteri penghasil lendir yang ada di dalam tahu. D. Pengukuran ph Pengukuran ph tahu menggunakan ph meter menghasilkan data yang bisa dilihat pada Gambar 6. Pengukuran ph yang dilakukan pada hari pertama terhadap semua sampel tahu dan mendapatkan nilai ph dari yang paling tinggi sampai yang terendah berturut-turut adalah sampel yang direndam air, kontrol, sampel yang direndam kombinasi asetat-benzoat-sorbat, sampel yang direndam kombinasi asetat-sorbat, sampel yang direndam asetat, dan sampel yang direndam asetat-benzoat. Gambar 6. Grafik hasil pengukuran ph Nilai ph yang rendah disebabkan oleh asam asetat yang memiliki kemampuan menurunkan ph. Pengukuran ph berikutnya dilakukan saat sampel sudah tidak bisa diterima oleh panelis secara organoleptik. Pada hari ke-3, sampel A (kontrol) sudah tidak bisa diterima oleh panelis dan didapat nilai ph Sampel lainnya diukur pada hari ke-4 yaitu berturut-turut dari tertinggi sampai terendah adalah larutan B (5.82), larutan F (4.29), larutan E (4.24), larutan D (4.19), dan larutan C (4.16). Berdasarkan analisis ph yang dilakukan, maka terdapat perbedaan nyata antara sampel-sampel yang ada. Perbedaaan itu terbagi dalam 5 subset, subset pertama terdiri dari tahu yang direndam asetat, asetat-benzoat dan asetatsorbat. Subset kedua adalah tahu yang direndam asetat-sorbat dan asetat-benzoat-sorbat. Subset ketiga adalah tahu yang baru diproduksi, subset keempat adalah kontrol yang sudah busuk, dan subset terakhir adalah tahu yang direndam air. Hasil uji statistik pengukuran ph bisa dilihat pada Lampiran 9. Terdapat kecenderungan naiknya ph pada tahu yang tidak direndam asetat ataupun kombinasi asetat. Menurut Fennema (1985), kenaikan ph ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa-senyawa hasil penguraian protein oleh mikroba yang bersifat basa seperti amoniak atau NH 3. Peningkatan ph ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas tahu putih, dimana semakin tinggi ph maka kesempatan mikroba untuk merusak tahu putih akan semakin besar. Penelitian Saputra (2006) menyatakan bahwa tahu yang direndam asam benzoat 800 ppm memiliki nilai ph pada hari pertama, kedua, dan ketiga sebesar 4.51, 4.36, dan Sedang tahu yang direndam kalium sorbat 800 ppm memiliki nilai ph pada hari pertama, kedua, dan ketiga sebesar 4.58, 4.70, dan Tahu yang direndam asam asetat 2% pada penelitian Setyadi (2008) memiliki ph pada hari 19

7 pertama, kedua, dan ketiga sebesar 4.98, 4.75, dan Berbedanya nilai ph pada penelitian Setyadi (2008) dengan peneliti karena ph tahu kontrol hari ke-0 Setyadi (2008) adalah 6.4, dimana ph tahu kontrol pada penelitian ini adalah Menurut penelitian Tuasamu (2004), tahu kontrol yang dibuat dengan bubuk kunyit 0.8% tanpa pengawet memiliki nilai ph pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 5.27, 6.82, dan Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8% lalu direndam dengan kalium sorbat 0.1% dan kalsium propionat 0.3% memiliki nilai ph pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 5.77, 6.40, dan Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8% lalu direndam dengan natrium benzoat 0.1%, kalium sorbat 0.05% dan kalsium propionat 0.3% memiliki nilai ph pada jam ke-0, 12, dan 24 adalah berturut-turut 5.69, 6.44, dan Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan ph yang sangat besar antara tahu yang digunakan pada penelitian dengan tahu pada penelitian Tuasamu (2004). Hal ini dapat disebabkan, tahu kontrol pada penelitian ini memiliki nilai ph lebih rendah dibanding tahu kontrol pada penelitian Tuasamu (2004). Selain itu pada penelitian ini menggunakan asam asetat untuk menurunkan ph sedangkan pada penelitian Tuasamu (2004) tidak menggunakan pengasam sehingga ph tahu tetap tinggi. Hal ini juga berpengaruh terhadap kinerja dari pengawet pada penelitian Tuasamu (2004), dimana pengawet natrium benzoat, kalsium propionat, dan kalium sorbat tidak dapat bekerja secara optimal karena sudah berada diluar range ph yang sesuai. 5. Uji Organoleptik Sebelum melakukan uji organoleptik, peneliti melakukan pengamatan visual dan sensori tekstur dan aroma terhadap tahu yang akan diuji. Hasil pengamatan visual yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 9. Pada hari pertama semua tahu masih memiliki karakteristik seperti tahu yang baru diproduksi secara visual. Pada hari kedua, tahu kontrol sudah mulai menghasilkan bau tidak sedap yang intensitasnya kecil sekali namun sudah dapat dideteksi. Tetapi penampakannya masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan mutu. Tahu yang lain masih menunjukkan karakteristik visual tahu yang masih. Pada hari ketiga, pada tahu kontrol sudah mulai ditumbuhi kapang dan pada permukaannya muncul lendir kekuningan. Adanya lendir yang muncul pada permukaan tahu dapat disebabkan oleh adanya bakteri pembentuk lendir. Lendir adalah polimer (polisakarida) dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau tersekresi sebagai massa berbentuk amorf (tidak jelas bentuknya) dalam media di sekeliling sel. Contoh mikroba yang dapat menghasilkan gum atau lendir adalah Alcaligenes, Pseudomonas, Leuconostoc (Glicksman 1982). Bau tahu kontrol pun sudah menunjukkan bahwa tahu tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Pada tahu yang direndam air sudah mulai muncul bau tahu tidak dengan intensitas yang kecil tetapi penampakan tahu secara visual masih menunjukkan bahwa tahu masih. Tahu yang lain masih menunjukkan tanda-tanda tahu yang masih secara visual. Pada hari keempat tidak dilakukan pengamatan visual terhadap tahu kontrol karena pada hari ketiga tahu sudah tidak layak secara mutu. Tahu yang direndam air sudah mengeluarkan bau busuk dan teksturnya melunak. Sementara itu tahu lainnya masih menunjukkan tanda-tanda tahu yang masih secara visual. Menurut penelitian Tuasamu (2004), tahu yang dibuat dengan bubuk kunyit 0.8% yang disimpan di lemari es mulai berlendir, menghasikan bau agak busuk dan teksturnya melunak antara hari ke-5 dan ke-6 karena pengamatan dilakukan tiap 2 hari. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8% lalu direndam dengan kalium sorbat 0.1% dan kalsium propionat 0.3% lalu disimpan di lemari es mulai berlendir diantara hari ke-6 dan ke-8. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 20

8 0.8% lalu direndam dengan natrium benzoat 0.1%, kalium sorbat 0.05% dan kalsium propionat 0.3% lalu disimpan di lemari es mulai berlendir diantara hari ke-6 dan ke-8. Hal ini berbeda dengan perlakuan tahu pada penelitian ini. Tahu kontrol mulai menghasilkan lendir pada hari ke-3. Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian Tuasamu (2004), pembuatan tahu dilakukan dengan penambahan bubuk kunyit yang mempunyai daya antimikroba. Selain itu penyimpanan dilakukan pada lemari es sehingga umur simpan tahu pasti bertambah dibandingkan dengan tahu pada penelitian yang disimpan pada suhu ruang. Perlakuan A B C D E F Tabel 9. Hasil Pengamatan Visual dan Sensori Hari kompak, mulai muncul bau tidak kompak, bau tahu sedikit tidak Muncul kapang, tekstur berlendir, bau tahu sudah busuk, warna kekuningan Mucul bau tidak, warna masih putih - Bau sudah busuk, tekstur melunak Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu dapat dilihat pada Gambar 7. Aroma tahu pada hari pertama yang direndam sorbat berbeda nyata dengan tahu yang lain, tetapi masih dalam batas penerimaan panelis. Pada hari ketiga, tahu kontrol (A) dan sampel yang direndam air (B) berbeda nyata secara statistik dengan sampel tahu lainnya dari segi aroma. Aroma tahu A dan B menunjukkan bahwa tahu sudah tidak lagi pada hari ketiga, sedang tahu yang direndam asetat-benzoat, asetat, asetat-sorbat, dan kombinasi ketiga pengawet, masih menunjukkan aroma yang masih. Pada hari keempat, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hasil uji statistik sifat mutu 21

9 bisa dilihat pada Lampiran 10, Lampiran 13, Lampiran 16, dan Lampiran 19. Penelitian Setyadi (2008) melakukan pengujian organoleptik terhadap tahu kontrol dan tahu yang dicelup asam asetat 3%, hasilnya tahu yang dicelup asam asetat 3% tidak berbeda nyata dari segi aroma dan masih dapat diterima oleh panelis. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian ini dimana tahu yang direndam dengan asam asetat 1.5% maupun dengan pengawet lainnya masih dapat diterima oleh konsumen sampai hari keempat. Gambar 7. Grafik hasil uji organoleptik Penelitian yang dilakukan Saputra (2006) menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tahu yang direndam asam benzoat 1000 ppm dari segi aroma dibandingkan tahu yang direndam asam benzoat 800 ppm dan metil parabens 1000 ppm. Sedang pada uji organoleptik penelitian ini, semua pengawet tidak berbeda nyata kecuali dengan tahu kontrol yang sudah tidak pada hari ketiga, dan tahu yang direndam air pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa semua kombinasi pengawet mampu mempertahankan mutu sampai hari keempat. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu tekstur tahu dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik tekstur tahu Pada hari pertama, tekstur kontrol dan sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat ataupun kombinasi asetat. Tekstur tahu yang direndam asetat berbeda nyata dengan sampel tahu yang direndam kombinasi asetat dan pengawet lainnya. Pengujian tekstur tahu pada hari kedua menunjukkan tahu yang direndam air berbeda nyata dengan kontrol, sampel yang direndam asetat, asetat-benzoat, dan asetat-benzoat-sorbat. Tekstur tahu yang direndam asetat-sorbat dan asetat-benzoat-sorbat berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat, asetat-benzoat, dan kontrol. Sampel yang direndam asetat- 22

10 benzoat berbeda nyata dengan semua sampel. Pada hari ketiga, sampel tahu yang direndam air berbeda nyata dengan kelima sampel lainnya. Sampel yang direndam sorbat-benzoatasetat berbeda nyata dengan sampel benzoat-asetat, asetat, dan kontrol. Sampel yang direndam asetat-benzoat berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat, asetat-sorbat, dan kontrol. Pada hari keempat, semua sampel tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa semua tahu sudah mengalami pelunakan, baik itu karena aktivitas mikroorganisme ataupun karena asam. Hasil uji statistik sifat mutu tekstur tahu bisa dilihat pada Lampiran 11, Lampiran 14, Lampiran 17, dan Lampiran 20. Penelitian Saputra (2006) menunjukkan bahwa tahu yang direndam asam benzoat 1000 ppm lebih disukai oleh para panelis dibandingkan dengan tahu yang direndam asam benzoat 800 ppm. Sedangkan pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian efektifitas pengawet berdasarkan konsentrasi sehingga tidak bisa dilakukan pembandingan hasil, hanya saja pada pengujian organoleptik tahu yang direndam asam asetat-natrium benzoat memiliki tekstur yang tidak selunak beberapa pengawet yang lainnya menurut panelis. Hasil uji statistik sifat mutu warna tahu bisa dilihat pada Lampiran 12, Lampiran 15, Lampiran 18, dan Lampiran 21. Tidak diketemukan perbedaan nyata pada pengujian untuk warna tahu antar sampel dari hari pertama dan hari kedua. Pada hari ketiga, kontrol berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena pada hari ketiga, tahu kontrol sudah ditumbuhi kapang dan sudah terbentuk lendir pada permukaannya sehingga keputihan tahu sudah berkurang. Pada hari keempat, semua sampel tidak berbeda nyata dari segi warna. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu warna tahu dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik warna tahu Uji organoleptik yang dilakukan oleh Saputra (2006) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata untuk karakteristik mutu warna antar tahu yang direndam dengan asam benzoat 800 ppm, asam benzoat 1000 ppm, dan metil parabens 1000 ppm. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini juga tidak menyebabkan tahu antar perlakuan berbeda nyata menurut para panelis kecuali pada hari ketiga dimana tahu kontrol sudah ditumbuhi kapang dan timbul lendir kekuningan pada permukaannya. Adanya lendir yang muncul pada permukaan tahu dapat disebabkan oleh adanya bakteri pembentuk lendir. Lendir adalah polimer (polisakarida) dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau tersekresi sebagai massa berbentuk amorf (tidak jelas bentuknya) dalam media di sekeliling sel (Glicksman 1982). Pelendiran pada tahu disebabkan oleh bakteri pembentuk lendir seperti Lactobacillus dan Streptococcus (Fardiaz 1992).Pengujian juga dilakukan terhadap mutu tahu rasa, warna, dan tekstur untuk tahu yang sudah digoreng. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu tekstur tahu goreng dapat dilihat pada Gambar 10. Tekstur tahu goreng pada hari 23

11 pertama dan kedua tidak berbeda nyata. Pada hari ketiga, tekstur kontrol dan sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya. Pada hari keempat, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya yang direndam pengawet asetat ataupun kombinasi asetat dengan pengawet lainnya. Hasil uji statistik sifat mutu tekstur tahu goreng bisa dilihat pada Lampiran 22, Lampiran 25, Lampiran 28, dan Lampiran 31. Perendaman dengan larutan asetat ataupun kombinasi asetat dengan pengawet lain menyebabkan tahu menjadi lunak karena protein yang terhidrolisis dan membuat panelis tidak suka dengan tekstur tahu tersebut. Gambar 10. Grafik hasil uji organoleptik tekstur tahu goreng Akan tetapi menurut Winarno dan Rahman (1974), asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana tekstur justru melunak ketika direndam dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga tekstur tahu harus ditentukan terlebih dahulu agar tekstur tahu tidak melunak. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu warna tahu goreng dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Grafik hasil uji organoleptik warna tahu goreng Pada pengujian mutu warna tahu goreng pada hari pertama, terdapat perbedaan nyata antara tahu kontrol dan tahu yang direndam air terhadap sampel lainnya. Tahu kontrol dan tahu yang direndam air tidak berbeda nyata dengan tahu yang direndam asetat-sorbat. Sedang untuk hari kedua tidak diketemukan perbedaan yang nyata diantara sampel. Pada hari ketiga, kontrol dan tahu yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat dan asetat-sorbat. Pada hari keempat, warna tahu yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hasil uji statistik sifat mutu warna tahu goreng bisa dilihat pada Lampiran 23, 24

12 Lampiran 26, Lampiran 29, dan Lampiran 32. Pengujian organoleptik juga dilakukan untuk sifat mutu rasa tahu goreng. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu rasa tahu goreng dapat dilihat pada Gambar 12. Pengujian karakteristik mutu rasa menunjukkan tahu goreng yang direndam air, asetat, asetat-benzoat-sorbat dan kontrol berbeda nyata dengan sampel lainnya pada hari pertama. Pada hari kedua, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat, asetat-benzoat, asetat-sorbat, dan asetat-benzoat-sorbat. Kontrol berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat dan asetat-sorbat. Pada hari ketiga, kontrol berbeda nyata dengan sampel lainnya. Sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam dengan asetat dan kombinasi asetat dengan pengawet lainnya. Pada hari keempat, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan empat sampel lainnya. Rasa tahu yang direndam dengan asetat ataupun kombinasi asetat dengan pengawet lain, menyebabkan rasa asam yang tidak disukai panelis. Hasil uji statistik sifat mutu rasa tahu goreng bisa dilihat pada Lampiran 24, Lampiran 27, Lampiran 30, dan Lampiran 33. Gambar 12. Grafik hasil uji organoleptik rasa tahu goreng Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian Setyadi (2008), dimana tahu yang dicelup asam asetat 3% dan tahu kontrol tidak berbeda nyata dari segi rasa. hal ini dapat terjadi karena waktu kontak tahu yang digunakan terhadap larutan asam asetat 3% hanya satu menit, sehingga rasa asam belum terlalu meresap ke dalam tahu. Dari hasil uji organoleptik yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa tahu C, D, E, dan F memiliki rasa asam. Tahu C, D, E, dan F juga memiliki tekstur yang lebih lembek dibandingkan dengan tahu biasa. Menurut Winarno dan Rahman (1974), asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana rasa asam justru membuat tahu tidak disukai ketika direndam dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga rasa tahu harus ditentukan terlebih dahulu agar rasa tahu tidak terlalu asam. 25

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini yaitu mengisolasi bakteri Propionibacterium dari keju. Keju sendiri merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cara Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu Meski bentuknya kecil, kedelai bisa diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6. 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DAN DAYA SIMPAN TAHU

PERBEDAAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DAN DAYA SIMPAN TAHU PERBEDAAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DAN DAYA SIMPAN TAHU Chitosan Concentration Differences On The Level Of Favorite And Storability Tofu Januari Manurung Raswen Efendi and Rahmayuni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 523.927 ton, hasil tersebut meningkat dibandingkan produksi daging sapi pada tahun 2014 yang mencapai 497.670

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang TEKNIK PELAKSANAAN PERCOBAAN PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN BLANCHING TERHADAP MUTU ACAR BUNCIS Sri Mulia Astuti 1 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang berpotensi ekonomi tinggi karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Sari Buah 1. Definisi Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang dikenal oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang dikenal oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, yang bermanfaat karena tahan lama serta memiliki kandungan lemak, protein,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian diperoleh hasil kadar ikan kembung yang diawetkan dengan garam dan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak dua kali. Penelitian pendahuluan yang pertama dimaksudkan untuk menentukan jenis bahan tambahan pengental yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN. Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University

TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN. Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University SEJARAH FERMENTASI Berasal dr bahasa latin fervere artinya adalah merebus (to boil) Terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar 2) Staf Pengajar Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar ;

1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar 2) Staf Pengajar Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar  ; PENGARUH PENAMBAHAN GARAM TERHADAP KARAKTERISTIK PETIS BERBAHAN LIMBAH PADAT IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) Hernawati 1, Jawiana Saokani 2 dan Heriansah 2 1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XII MENGELOLA PENGAWETAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Hasil Uji Kimia, Fisik, Mikrobiologi, dan Organoleptik Tahu

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Hasil Uji Kimia, Fisik, Mikrobiologi, dan Organoleptik Tahu LAMPIRA Lampiran 1. Data Hasil Uji Kimia, Fisik, Mikrobiologi, dan Organoleptik Tahu Tabel 11. Hasil Uji Protein pada Tahu Penyimpanan 1 9,98% - - 36,66% Bakteriosin 2 8,86% - - 17,98% 3 8,22% - - 19,81%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Efek garam: saat aktivitas air menurun mikroorganisme terhambat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENCELUPAN TAHU DALAM PENGAWET ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN. Oleh DODY SETYADI F

SKRIPSI PENGARUH PENCELUPAN TAHU DALAM PENGAWET ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN. Oleh DODY SETYADI F SKRIPSI PENGARUH PENCELUPAN TAHU DALAM PENGAWET ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN Oleh DODY SETYADI F24104068 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DODY SETYADI.

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG Oleh : MAULITA NOVELIANTI F24103090 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS 1 PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak dan relatif murah harganya. Daging ayam mengandung 22 persen protein dan 74 persen air dalam 100 gram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci