PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PRAKTIK KLINIK KECANTIKAN ILEGAL DI KARAWANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PRAKTIK KLINIK KECANTIKAN ILEGAL DI KARAWANG"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PRAKTIK KLINIK KECANTIKAN ILEGAL DI KARAWANG Rani Apriani Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang Jl. H.S. Ronggowaluyo Telukjambe Karawang Telepon , Fax: ABSTRACT The beauty industry such as beauty clinics is growing rapidly in Indonesia. At present many illegal beauty clinics have sprung up in Karawang Regency, this clinic uses and / or circulates pharmaceutical preparations in the form of cosmetics and medical devices without marketing authorization from authorized institutions. What is the legal protection of consumers from illegal beauty clinic practices in Karawang? The method used in this study is the legal sociology approach (Socio- Legal Approach). Legal protection for consumers who experience losses from illegal beauty clinic practices that provide and / or circulate pharmaceutical preparations in the form of cosmetics and medical devices without marketing licenses is realized through the granting of rights to claim compensation to business actors and the right to proper legal settlement through BPSK or through public justice if the business actor is not willing to provide compensation as stipulated in the Health Law and PK Law. Keywords: Beauty Clinic, Illegal, Consumer Protection, Circular Permit ABSTRAK Industri kecantikan seperti klinik kecantikan bertumbuh pesat di Indonesia. Saat ini banyak klinik kecantikan illegal yang bermunculan di Kabupaten Karawang, klinik ini menggunakan dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar dari lembaga yang berwenang. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dari praktik klinik kecantikan illegal di Karawang? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi hukum (Socio-Legal Approach). Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian dari praktik klinik kecantikan illegal yang menyediakan dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar diwujudkan dengan adanya pemberian hak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha dan hak atas penyelesaian hukum yang patut baik melalui BPSK maupun melalui peradilan umum apabila pelaku usaha tidak bersedia untuk memberikan ganti rugi sebagaimana telah diatur dalam UU Kesehatan dan UU PK. Kata Kunci: Klinik Kecantikan, Ilegal, Perlindungan Konsumen, Izin Edar 75

2 76 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman PENDAHULUAN Konsep kecantikan seseorang di daerah tertentu boleh jadi berbeda dari konsep kecantikan seseorang di daerah lain. 1 Kecantikan adalah anugerah terindah bagi wanita. Kecantikan memiliki kemampuan magnetik luar biasa yang mampu meruntuhkan dunia laki-laki. Kecantikan secara fisik dapat membuat seorang wanita merasa percaya diri sepenuhnya dalam bergaul di lingkungannya, untuk itu wanita tidak hanya mengandalkan kecantikan fisik yang dibawa sejak lahir, namun perlu ditunjang dengan melakukan perawatan yang terbaik untuk dirinya melalui pusat perawatan kecantikan yang ada agar selalu berpenampilan cantik dan menarik. Pandangan mengenai pentingnya merawat tubuh dalam memenuhi konsep kecantikan terus-menerus digencarkan lewat beberapa media massa dengan citraan-citraan dan realitas-realitas yang semu namun tampak nyata. Keterpa-duan antara tubuh dan kosmetik yang dilekatkan kepada perempuan mengha-silkan sebuah tanda baru yaitu kecantikan. Fenomena yang berkembang seka-rang memandang bahwa masalah kecantikan adalah salah satu kebutuhan pokok yang pada saat tertentu harus dipenuhi baik oleh kaum wanita maupun pria. Keadaan tersebut diperkuat dengan adanya sifat manusia yang mudah meniru kelompok referensi yaitu kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk kepribadian dan perilakunya. 2 Perilaku konsumen seperti ini menyebabkan kebutuhan akan kecantikan yang meluas dikalangan masyarakat, baik dikota-kota besar maupun di kota-kota kecil seperti Karawang. Melihat kenyataan tersebut, maka konsekuensi yang kemudian muncul adalah banyak bermunculan klinik jasa kecantikan yang menawarkan berbagai macam perawatan wajah dan badan secara keseluruhan. Perkembangan klinikklinik jasa kecantikan ini diiringi dengan meningkatnya kebutuhan ma-syarakat akan kecantikan yang semakin beragam. Saat ini, usaha kecantikan di Indonesia sudah mencapai ratusan ribu. Begitu pula di Karawang, saat ini banyak sekali dijumpai klinik kecantikan. Jenis usaha klinik ini beragam, bukan hanya klinik kecantikan dan pasar produk perawatan kulit, tetapi juga spa. Industri spa di Karawang sudah berkembang cukup luas dari tahun ke tahun dan menunjukkan pertumbuhan yang me-ningkat. Peningkatan tersebut membuat persaingan industri kecantikan menjadi salah satu peluang yang dapat meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, banyak pelaku usaha yang berusaha memenuhi 1 Olivia, Definisi Kecantikan, 23 Oktober 2018, pukul WIB. 2 Basu Swastha dan Hani Handoko, Manajemen Perusahaan Analisa Perilaku Konsumen, Yogyakarta: Liberty Edisi Pertama. Hlm 68

3 Rani Apriani, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik kebutuhan akan kecantikan dengan berbagai macam inovasi. Konsumen yang keberadaannya sa-ngat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan pelaku uasaha melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi antara lain menyangkut kualitas, atau mutu barang dan jasa, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah pelaku usaha di Kabupaten Karawang yang mendirikan klinik kecantikan tanpa izin dari Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan. Selain itu, klinik kecantikan tersebut juga menyediakan dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika dan alat kesehatan yang di impor dari luar negeri tanpa ada izin edar dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Adapun Konsumen yang menggunakan produk dan jasa dari klinik kecantikan tersebut mengaku mengalami kerugian fisik berupa pembengkakan pada bagian wajahnya akibat penggunaan kosmetika dan alat kesehatan suntik dan laser dari klinik kecantikan tersebut. Permasalahan ini sebenarnya telah diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (untuk selanjutnya disebut UU Kesehatan), Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (untuk selanjutnya disebut UU PK), Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (untuk selanjutnya disebut PP PSFAK), dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik (untuk selanjutnya disebut Per-menkes Klinik). Menurut Pasal 25 ayat (1) Permenkes Klinik, untuk mendirikan sebuah klinik, pelaku usaha harus memiliki izin mendirikan dan izin operasional. UU Kesehatan mengatur ketentuan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan kepada masyarakat dimana dalam Pasal 98 ayat (1) UU Kesehatan dikatakan bahwa: Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Rumusan dalam pasal tersebut diperkuat dalam pasal 106 ayat (1) yang mengatakan bahwa: Sediaan Farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan sete-lah mendapat izin edar. Selain UU Kesehatan, UU PK juga mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen seperti yang termuat dalam pasal 4 huruf a, di-antaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

4 78 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman Selain itu dalam pasal 4 huruf c juga diatur bahwa, konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sebaliknya Pasal 7 huruf b UU PK menyebutkan bahwa Pelaku Usaha berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta pasal 7 huruf d yang menyebutkan bahwa pelaku usaha wajib untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan sesuai dengan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Tanggung jawab pembayaran ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk didasarkan pada beberapa ketentuan yaitu berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. 3 Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian sedangkan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukumsebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: Setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut. Hal tersebut berarti, untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut, adanya perbuatan melanggar hukum, adanya kerugian, adanya hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian, adanya kesalahan. 4 Sehubungan dengan kerugian yang dialami oleh seorang konsumen jasa pelayanan kesehatan, Pasal 58 ayat (1) UU Kesehatan telah mengatur bahwa: Tenaga kesehatan, dan/atau penye-lenggara kesehatan wajib bertanggung jawab apabila ada pasien atau konsumen yang menderita kerugian akibat kesalahan dan kelalaiannya. Selain itu, Pasal 19 ayat (1) UU PK juga telah mengatur bahwa: Pelaku usaha wajib bertanggung jawab mem-berikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang 3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, (2011), Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm Ibid.

5 Rani Apriani, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul mengenai: PERLINDUNGAN HUKUM TER- HADAP KONSUMEN DARI PRAKTIK KLINIK KECAN-TIKAN ILEGAL DI KARAWANG, dengan rumusana masalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsu-men dari praktik klinik kecantikan illegal di Karawang?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi hukum (socio-legal approach) karena permasalahan yang diteliti ini didekati dari masyarakat selaku pelaku usaha dan konsumen, hukum, perlindungan konsumen, serta klinik kecantikan ilegal sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan berupa penelitian deskriptif yang artinya prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan objek dan subjek hukum pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada. Untuk memperoleh informasi atau data yang akurat, yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan dan penyelesaian penelitian ini, maka dipilih lokasi penelitian yaitu Karawang dengan pihak pelaku usaha yaitu klinik kecantikan yang ada di Karawang. Selain pihak pelaku usaha di atas, penulis juga melakukan penelitian pada pihak konsumen yaitu beberapa pasien klinik kecantikan tersebut. Dengan melakukan penelitian di lokasi tersebut, akan sangat memudahkan untuk meng-akses data demi keakuratan penyusunan penelitian ini. Data yang akan dikumpulkan adalah data primer, yang diperoleh langsung dari lapangan dengan cara melakukan wawancara kepada pelaku usaha yaitu klinik kecantikan yang ada di Karawang. Selain pihak pelaku usaha di atas, penulis juga melakukan penelitian pada pihak konsumen yaitu beberapa pasien klinik kecantikan tersebut. Data sekunder, UUD RI 1945, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/ VII/2010 tentang Izin Produksi kosmetika, Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2014 Tentang Klinik, Keputusan Kepala BPOM No. HK tentang Kosmetik, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) No. HK tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik, dan data tersier, yaitu literatur, dokumen berupa kartu pasien dan rekam medis dari pasien yang melakukan perawatan di klinik kecantikan. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna melengkapi penelitian yang dilakukan, maka penulis mempergunakan teknik pengumpulan data yang terbagi atas, wawancara yang dipahami sebagai suatu teknik

6 80 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada responden, yang terdiri dari pihak pelaku usaha yaitu klinik kecantikan yang ada di Karawang, serta konsumen yaitu beberapa pasien klinik kecantikan tersebut, dan studi pustaka, dalam teknik pengumpulan data ini merupakan jenis data sekunder yang digunakan unutuk membantu proses penelitian, yaitu dengan mengkaji dan menganalisis literature peraturan perundangundangan, serta datum lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Populasi dan sampel populasi dalam penelitian ini meliputi klinik kecantikan sebagai pelaku usaha, serta pasien klinik kecantikan sebagai konsumen yang ada di Karawang, sedangkan sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan teknik sampling random yaitu dengan cara menetapkan jumlah kriteria sampel yang ditetapkan oleh peneliti dengan jumlah yang terbatas. Adapun sampel peneliti terdiri dari pelaku usaha, yaitu klinik kecantikan dan 10 pasien klinik kecantikan yang ada di Karawang. Metode analisis data yang digu-nakan adalah metode kualitatif, yaitu analisis yang memadukan data berupa hasil pengamatan, wawancara, bahan tertulis berupa buku-buku terkait dengan penelitian ini, perlindungan konsumen, kesehatan kecantikan, pengaman sediaan farmasi dan alat kesehatan, izin produksi kosmetika peraturan klinik, yang kemudian dianalisis secara deskriptif yang akan memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai permasalahan yang diteliti, mencari pemecahan, dan menarik kesimpulan, maka dapat diperoleh suatu hasil yang menggambarkan perlindungan hukum terhadap konsumen dari praktik klinik kecantikan ilegal di Karawang. PEMBAHASAN Saat ini telah terjadi perubahan pola perilaku interaksi antara penyedia jasa dan penerima jasa kesehatan. Orang yang datang ke dokter dan ke klinik bukan lagi semata-mata karena menderita suatu penyakit melainkan hanya untuk mempercantik diri melalui perawatan tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terjadi pergeseran orientasi, dari pelayanan kesehatan beralih ke industri kesehatan. Industri kesehatan ini pun semakin berkembang pesat akibat kemajuan teknologi kedokteranyang canggih seperti alat suntik, laser, alat mesotherapy, dan galvanic yang mana hal tersebut juga merupakan salah satu daya tarik bagi konsumen yang ingin melakukan perawatan kesehatan kulit atau kecantikan di klinik kecantikan. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan (perawat dan atau bidan) dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (dokter,

7 Rani Apriani, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis). 5 Klinik merupakan organisasi kese-hatan yang bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya terhadap satu macam gangguan kesehatan. 6 Klinik kecantikan dapat dipersamakan dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain yang merupakan tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan kulit atau dermatologi. Klinik kecantikan terdiri dari klinik utama dan klinik pratama. Perbedaan mendasar dari klinik utama dan pratama terletak pada penanggung jawab dan pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan dalam masing-masing klinik. Salah satu jasa yang ditawarkan dalam klinik kecantikan adalah jasa perawatan tubuh atau kulit yang menggunakan kosmetika dan peralatan kesehatan yang ditunjang dengan menggunakan teknologi laser yang canggih. Pelaku usaha dan konsumen memiliki hubungan saling membutuhkan dalam kegiatan bisnis. Pelaku usaha memiliki kepentingan untuk memperoleh laba (profit), sedangkan konsumen memiliki kepentingan untuk memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk/jasa tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terjadi ketidakseimbangan antara keduanya. Posisi konsumen sebagai pihak yang paling lemah menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat. Dengan perkataan lain, konsumen adalah pihak yang rentan mengalami kerugian akibat produk atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara pelaku usaha/produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen. 7 Adapun Kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam menjalankan usahanya sebenarnya telah diatur oleh UU PK. Pasal 7 huruf a UU PK menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Namun, pada kenyataannya masih banyak pelaku usaha yang tidak beritikad baik dalam menjalankan usahanya. Perlindungan hukum sangat penting bagi tenaga kesehatan dan konsumen dalam hubungan pemberian layanan kesehatan. Hal tersebut disebabkan karena adanya benturan kepentingan sebagai akibat tindakan tenaga 5 Dinas Kesehatan Lamongan, Pengertian dan Jenis Klinik, 23 Oktober 2018, WIB. 6 Kamus Bahasa Indonesia Edisi Empat, Jakarta: Gramedia, hlm Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta: RajawaliPers, 2011, hlm. 1.

8 82 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman kesehatan terhadap pemakai jasa layanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan konsumen. Adapun yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Janus Sidabalok mengemukakan 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu: 1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD 1945; 2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi; 3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional; 4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen. 8 Perlindungan hukum bagi konsumen berarti bicara mengenai hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen sudah secara jelas dan terinci diatur dalam UU PK, hanya saja dalam prakteknya hak-hak tersebut kerapkali diabaikan karena itikad yang tidak baik dari pelaku usaha dalam menjalankan usaha nya. Penggunaan kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar oleh klinik kecantikan diduga menjadi penyebab dari kerugian yang dialami oleh konsumen.perlindungan hukum terhadap konsumen dari peredaran sediaan farmasi berupa kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar oleh klinik kecantikan illegal sebenarnya telah diatur dalam UU Kesehatan dan UU PK. Pasal 4 UU Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Penjelasan dari Pasal ini menjelaskan bahwa hak atas kesehatan yang dimaksud adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk klinik kecantikan) agar dapat mewu-judkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Adapun Pasal 5 ayat (2) UU Kesehatan juga menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sehubungan dengan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan, Pasal 106 UU Kesehatan dan Pasal 9 ayat (1) PP Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan mengatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memiliki Izin edar. Selain itu, Pasal 22 PP 8 Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 6.

9 Rani Apriani, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan juga mengatur bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dikeluarkan atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dengan tujuan untuk diedarkan maka terlebih dahulu harus disertai Izin edar dari lembaga yang berwenang. Perlindungan hukum terhadap konsumen telah diatur dalam Pasal 4 UU PK yang mengatakan bahwa konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Selain itu, Pasal 8 ayat (1) huruf a UU PK juga menerangkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini, dokter pada klinik kecantikan illegal yang sekaligus adalah pemilik dari Klinik illegal tersebut telah melanggar kewajibannya untuk menjamin hak atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dengan menggunakan dan/atau memperdagangkan kosmetika dan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dokter tersebut, sebagai pelaku usaha telah memperdagangkan dan juga menggunakan kosmetika dan alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dari BPOM dan Kementerian Kesehatan. Kosmetika tanpa izin edar adalah kosmetika yang tidak didaftarkan oleh pelaku usaha ke BPOM untuk mendapatkan izin edar yang berupa notifikasi BPOM. Notifikasi sendiri merupakan bentuk peraturan baru dari BPOM yang harus ditaati pelaku usaha. Adapun alat kesehatan tanpa izin edar adalah alat kesehatan yang tidak didaftarkan oleh pelaku usaha ke Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Keseha-tan Republik Indonesia. Izin edar diperlukan karena dengan adanya izin edar pada kosmetika dan alat kesehatan menandakan bahwa kosmetika dan alat kesehatan tersebut telah dinyatakan lulus dari beberapa tahapan yang ditentukan dari pihak BPOM dan Kementerian Kesehatan sehingga aman untuk dikonsumsi oleh konsumen. Adapun tahapan tersebut dapat berupa uji laboratorium terkait dengan proses produksi, pengemasan, serta kandungan dari bahan yang digunakan untuk kosmetika tersebut dan untuk alat kesehatan, diperlukan penandaan terkait dengan kegunaan dan cara pemakaian dari alat kesehatan tersebut. 9 Apabila hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kandungan dari bahan kosmetika dan kegunaan dari alat kesehatan tersebut aman untuk dikonsumsi masyarakat, maka BPOM akan mengeluarkan izin edar berupa 9 Diakses pada 12 November 2018, Pukul WIB.

10 84 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman notifikasi untuk kosmetika dan penandaan atau izin edar untuk alat kesehatan. Kosmetika dan alat kesehatan yang telah memenuhi izin edar dipastikan sudah aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Adapun yang berhak mendaftarkan kosmetika di wilayah Indonesia adalah produsen kosmetik yang mendapat izin usaha Industri, perusahaanyang bertanggung jawab atas pemasaran dan badan hukum yang ditunjuk atau diberi kuasa oleh perusahaan dari negara asal. Pada kenyataannya, masih saja terdapat pelaku usaha yang tidak mendaf-tarkan kosmetika dan alat kesehatan yang digunakan dan/atau diedarkan kepada konsumen seperti yang dilakukan oleh dokter klinik kecantikan illegal yang ada di Karawang. Pelaku usaha cenderung melakukan perbuatan yang melanggar undang-undang dikarenakan persaingan usaha khususnya dalam industri kecantikan yang bertumbuh sangat pesat. Pelaku usaha cenderung mencari berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Salah satu caranya adalah dengan menjual kosmetika dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan pelaku usaha lain. Adapun cara untuk menjual kosmetika dengan harga yang lebih murah tersebut dilakukan dengan memasukkan kosmetika dan alat kesehatan dari luar negeri melalui pelabuhan-pelabuhan yang tidak diawasi oleh petugas kepolisian sehingga pelaku usaha tersebut tidak perlu membayar bea masuk. 10 Tidak adanya bea masuk yang dikenakan terhadap produk tersebutlah yang membuat pelaku usaha dapat menjual produknya lebih murah dibandingkan dengan pelaku usaha yang memasukkan produknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini, tidak didaftar-kannya kosmetika dan alat kesehatan kulit berupa Korean Laser maka kosmetika dan Korean Laser tersebut tidak memiliki izin edar dan berarti juga bahwa standar mutu, keamanan, kemanfaatan dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk dan jasa tersebut tidak ada jaminannya. Pelaku usaha sering menyalahkan birokrasi yang lama dan biaya yang mahal padahalkenyataannya birokrasi sudah dipermudah dengan berbagai macam upaya salah satunya adalah dengan melakukan permohonan penga-juan notifikasi kosmetika secara online. Hal ini dilakukan agar pelaku usaha tidak perlu berulang kali datang ke kantor BPOM. Pelaku usaha hanya perlu melengkapi dokumen-dokumen yang memang diperlukan dan mengisi template yang telah disediakan dalam laman resmi BPOM secara online. Pelaku usaha yang mengimpor kosmetika dari luar negeri pun telah dipermudah dengan adanya peraturan kepala BPOM yang mengatur bahwa kosmetika yang dimasukkan dari 10 Wawancara terhadap salah satu pihak pelaku usaha yaitu klinik kecantikan yang ada di Karawang, 12 November 2018.

11 Rani Apriani, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik luar negeri tidak dilakukan uji laboratorium lagi selama pelaku usaha tersebut dapat menunjukkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti izin edar kosmetika tersebut dari negara yang bersangkutan. Adanya izin edar dari negara yang bersangkutan dianggap sudah menjamin kandungan dari produk yang di import tersebut. Pelaku usaha hanya perlu mendaftarkan kosmetika tersebut untuk mendapatkan notifikasi agar BPOM dapat melakukan pengawasan dan apabila di kemudian hari terdapat konsumen yang melaporkan produk tersebut, maka BPOM dapat mengetahui siapa pelaku usaha dari produk yang dilaporkan tersebut. BPOM mengalami berbagai macam kendala dalam melakukan pengawasan terhadap kosmetika yang beredar dalam masyarakat. Hal tersebut dikarenakan jumlah dari kosmetika yang sampai ribuan item jenisnya, sehingga tidak memungkinkan bagi BPOM untuk mengawasi satu per satu dari kosmetika tersebut. Kekurangan sumber daya juga menjadi faktor lain yang membuat fungsi pengawasan terhadap peredaran kosmetika oleh BPOM tidak berjalan efektif. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dari tenaga kesehatan yang menggunakan dan/atau mengedarkan kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar sebenarnya telah diatur dalam UU Kesehatan dan UU PK. Perlindungan hukum tersebut berupa adanya hak untuk menuntut ganti rugi terhadap tenaga kesehatan yang menimbulkan kerugian dalam pelayanan kesehatan kulit yang diterimanya. Selain itu, perlindungan hukum mengenai ganti rugi juga telah diatur di dalam Pasal 4 huruf h UU PK yang mengatakan bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Adapun penuntutan ganti rugi tersebut dapat didasarkan pada Pasal 1239 dan Pasal 1365 KUHPerdata mengenai wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Pasal 9 Permenkes tentang Klinik mengatakan bahwa penanggung jawab klinik harus seorang tenaga medis yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP) serta dapat merangkap sebagai pemberi pelayanan. Selain itu, Pasal 12 Permenkes tersebut mengatur bahwa tenaga medis pada klinik pratama yang memberikan pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi sebagai pemberi pelayanan sedangkan tenaga medis pada klinik utama yang memberikanpelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dan 1 (satu) orang dokter sebagai pemberi pelayanan. Klinik kecantikan ilegal ini diketahui memiliki 4 orang tenaga kesehatan yang terdiri dari seorang Dokter sebagai penanggung jawab sekaligus pemilik klinik nya dan 3 orang lagi adalah Perawat yang juga memiliki izin praktik keperawatan. Adapun

12 86 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman Dokter tersebut diketahui hanya memiliki surat izin praktik kesehatan medis dasar. Hal ini berarti dokter hanya diperbolehkan melakukan praktik medis dasar dan tidak diperbolehkan melakukan operasi khusus karena tidak sesuai dengan izin yang dimilki. Klinik kecantikan ini telah terbukti melanggar ketentuan dalam Pasal 25 Permenkes tentang Klinik yang menyebutkan bahwa setiap penyelenggaraan klinik wajib memiliki izin praktik dan izin operasional. Adapun klinik kecantikan ini diketahui tidak memiliki izin operasional dan izin praktik sebagaimana yang telah diatur dalam Permenkes tersebut. Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang sedangkankerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan. 11 Walaupun kerugian dapat berupa kerugian atas diri (fisik) seseorang atau kerugian yang menimpa harta benda, namun jika dikaitkan dengan ganti kerugian, maka keduanya dapat dinilai dengan uang (harta kekayaan). Demikian pula karena kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan, maka pengertian kerugian seharusnya adalah berkurangnya/tidak diperolehnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain. Klinik kecantikan wajib melakukan penanganan apabila ada konsumen yang mengeluh akibat menggunakan jasa maupun produk kosmetika dan alat kesehatan dari klinik yang bersangkutan. Penanganan tersebut dapat berupa pengamatan produk yang di edarkan. Jika ada masyarakat yang melaporkan suatu produk terkait dengan mutu dan keamanannya, maka keluhan dan laporan masyarakat tersebut hendaknya dicatat, diperiksa, dievaluasi, dan ditindaklanjuti. Kosmetik yang terbukti menimbulkan efek samping yang merugikan harus ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Pasal 4 huruf e UU PK menyebutkan bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. Upaya penyelesaian hukum yang patut ini dilakukan apabila pelaku usaha menolak atau tidak memenuhi kewajiban hukum nya untuk membayar ganti rugi yang dituntut oleh konsumen. Selain itu UU PK juga mengatur mengenai jalur penyelesaian sengketa yaitu dalam Pasal 45 ayat (1), dimana menurut Pasal tersebut penyelesaian sengketa dapat melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang dikenal dengan nama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 11 Ahmadi Miru Yodo Sutarman, Op. Cit. hlm. 133.

13 Rani Apriani, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dari Praktik Klinik (BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. BPSK sebenarnya menjadi alternatif bagi kejenuhan dan keprihatinan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia yang dianggap menyita waktu yang lama dan juga biaya yang mahal. Salah satu tugas dari BPSK menurut Pasal 52 UU PK adalah melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Apabila di kemudian hari dokter tersebut terbukti bersalah dan tidak bersedia membayar ganti rugi sesuai dengan tuntutan komsun, maka konsumen memiliki hak untuk memilih menyelesaikan sengketa nya apakah melalui BPSK atau peradilan umum. Pasal 13 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi, pemeriksaan dokter yang diadukan oleh pasien atau konsumen dilakukan dalam bentuk sidang Majelis Pemeriksa Disiplin. Jika dokter yang diadukan tebukti bersalah maka dokter tersebut akan diberi sanksi disiplin berupa pemberian peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin praktik serta kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran. Adapun keputusan Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin merupakan keputusan MKDKI yang mengikat Konsil Kedokteran Indonesia, dokter yang diadukan, pengadu, Departemen Kesehatan kabupaten/kota serta institusi terkait. MKDKI hanya berwenang memeriksa dokter yang dianggap telah melakukan kesalahan. KESIMPULAN Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian dari praktik klinik kecantikan illegal yang menyediakan dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar diwujudkan dengan adanya pemberian hak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha dan hak atas penyelesaian hukum yang patut baik melalui BPSK maupun melalui peradilan umum apabila pelaku usaha tidak bersedia untuk memberikan ganti rugi sebagaimana telah diatur dalam UU Kesehatan dan UU PK meskipun pada praktiknya masih terdapat kendala berupa pengawasan dari BPOM dan Dinkes yang tidak optimal akibat kurangnya sumber daya manusia di lembaga tersebut. DAFTAR PUSTAKA Buku Ahmadi Miru Yodo Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan ke 6, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

14 88 Yurispruden Volume 2, Nomor 1, Januari 2019, Halaman Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta : RajawaliPers, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Basu Swastha dan Hani Handoko, Manajemen Perusahaan Analisa Perilaku Konsumen, Yogyakarta: Liberty Edisi Pertama. Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke 4 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/ VII/2010 tentang Izin Produksi kosmetika Peraturan Menteri Kesehatan No.9 Tahun 2014 Tentang Klinik Keputusan Kepala BPOM Nomor HK tentang Kosmetik Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) Nomor HK Tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik B%20II.pdf, 23 Oktober 2018, pukul WIB. Dinas Kesehatan Lamongan, Pengertian dan Jenis Klinik, gertian-dan-jenis-klinik/, 23 Oktober 2018, WIB. Internet Olivia, Definisi Kecantikan,

vii DAFTAR WAWANCARA

vii DAFTAR WAWANCARA vii DAFTAR WAWANCARA 1. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan pasien apabila hak-haknya dilanggar? Pasien dapat mengajukan gugatan kepada rumah sakit dan/atau pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya menjadi kebutuhan untuk masyarakat umum saja akan tetapi juga menjadi prospek bisnis yang prospektif,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keinginan manusia untuk tampil cantik dan sempurna khususnya wanita merupakan suatu hal yang wajar. Untuk mencapai tujuannya, banyak wanita yang menghabiskan uangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan baik. Kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.915, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Data. Informasi Kesehatan. Rahasia Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB III TINJAUAN TEORITIS BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Sosial 1. Hukum Kesehatan Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 oleh I Dewa Gede Eka Dharma Yuda Dewa Gde Rudy Suartra Putrawan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE Oleh Made Indah Puspita Adiwati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper, entitled 'Rights and Obligations

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK Kesehatan merupakan hal yang harus dijaga oleh setiap manusia, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA Oleh Gek Ega Prabandini I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study, entitled "Effects Against

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA KLINIK KECANTIKAN TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK COCOK DENGAN PRODUK KECANTIKAN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA KLINIK KECANTIKAN TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK COCOK DENGAN PRODUK KECANTIKAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA KLINIK KECANTIKAN TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK COCOK DENGAN PRODUK KECANTIKAN Oleh Putu Ratna Dewi Damayanti I Gst Ayu Puspawati Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rohani. Kebutuhan manusia tidak terbatas, faktor yang menyebabkan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. rohani. Kebutuhan manusia tidak terbatas, faktor yang menyebabkan kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan. Kebutuhan adalah keinginan manusia terhadap benda atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun rohani. Kebutuhan manusia

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR Oleh : I Gst. Ayu Asri Handayani I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS VAKSIN PALSU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG Oleh: Ophi Khopiatuziadah * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Kejahatan yang dilakukan para tersangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik tidak terdaftar/ illegal dan mengandung bahan terlarang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK KOSMETIK YANG MENYEBABKAN KETERGANTUNGAN DI BPOM PROVINSI BALI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK KOSMETIK YANG MENYEBABKAN KETERGANTUNGAN DI BPOM PROVINSI BALI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK KOSMETIK YANG MENYEBABKAN KETERGANTUNGAN DI BPOM PROVINSI BALI Oleh : Ni Made Dyah Nanda Widyaswari Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesehatan adalah merupakan hak dan investasi bagi semua warga negara Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum dalam

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR Oleh: Luh Putu Budiarti I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SEBAGAI PEMESAN DAN PEMBUAT IKLAN TERHADAP IKLAN YANG MERUGIKAN KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SEBAGAI PEMESAN DAN PEMBUAT IKLAN TERHADAP IKLAN YANG MERUGIKAN KONSUMEN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SEBAGAI PEMESAN DAN PEMBUAT IKLAN TERHADAP IKLAN YANG MERUGIKAN KONSUMEN Oleh : Gede Geya Aditya Rachman I Gusti Ayu Puspawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP DAFTAR MENU MAKANAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN HARGA

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP DAFTAR MENU MAKANAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN HARGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP DAFTAR MENU MAKANAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN HARGA Oleh : I Gede Arya Pratama Made Nurmawati Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract : The paper

Lebih terperinci

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL Oleh: A.A Sagung Istri Ristanti I Gede Putra Ariana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA oleh: I Gede Eggy Bintang Pratama I Ketut Sudjana Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki kewajiban untuk beritikad baik di dalam melakukan atau menjalankan usahanya sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

TENTANG IZIN KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR,

TENTANG IZIN KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR, TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 NOMOR 21 SERI E PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DAN SERTIFIKASI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.617, 2015 KKI. Pelanggaran Disiplin. Dokter dan Dokter Gigi. Dugaan. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN Oleh Komang Rina Ayu Laksmiyanti I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN PERIKLANAN SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN PERIKLANAN SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN PERIKLANAN SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : I Dewa Gede Arie Kusumaningrat I Wayan Parsa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi: Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Kebutuhan akan barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tujuan lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.352, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Tata Cara. Penanganan. Kasus. Pelanggaran Disiplin. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG DIDAFTARHITAMKAN AKIBAT KESALAHAN SISTEM PERBANKAN MENURUT UU No. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN 1 Oleh : Anggraini Said 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN GANTI RUGI TERHADAP KONSUMEN ATAS KERUGIAN AKIBAT MENGGUNAKAN PRODUK DARI NATASHA SKIN CARE

PELAKSANAAN GANTI RUGI TERHADAP KONSUMEN ATAS KERUGIAN AKIBAT MENGGUNAKAN PRODUK DARI NATASHA SKIN CARE PELAKSANAAN GANTI RUGI TERHADAP KONSUMEN ATAS KERUGIAN AKIBAT MENGGUNAKAN PRODUK DARI NATASHA SKIN CARE Oleh I Gusti Agung Putri Maha Dewi I Wayan Wiryawan Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK Oleh : I Made Wirjanta Ida Bagus Putra Atmaja Anak Agung Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT A cooperation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

LEMBAGA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM)

LEMBAGA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM) LEMBAGA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM) Oleh Ida Bagus Eddy Prabawa Gede Putra Ariana Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE Oleh Ni Kadek Ariati I Wayan Suarbha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Online transactions are transactions

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 5 2007 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA DINAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar, salah satunya adalah bahan galian tambang. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER MANDIRI Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka. Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran

Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka. Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Indonesia KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA MELINDUNGI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan aktivitas perdagangan memperluas cara berkomunikasi dan berinteraksi antara pelaku usaha dengan konsumen. Globalisasi dan perdagangan bebas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan atas kepentingan konsumen tersebut diperlukan, mengingat bahwa dalam kenyataannya pada umumnya konsumen selalu berada dipihak yang dirugikan. Begitu banyak

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK MENGETAHUI TELAH MEMBELI BAJU BEKAS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK MENGETAHUI TELAH MEMBELI BAJU BEKAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK MENGETAHUI TELAH MEMBELI BAJU BEKAS Oleh : I Gusti Agung Puspa Dewi I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN oleh Gusti Ayu Sri Agung Arimas I Nengah Suharta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pasal 1 (3) dari Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI Oleh Luh Gede Wendy Wahyundari I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan wanita. Oleh karena itu maka setiap kosmetik yang ada di pasaran pasti akan diminati sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

Oleh Ni Nyoman Ismayani I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Ni Nyoman Ismayani I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA PARKIR DALAM HAL TERJADINYA KEHILANGAN TERHADAP KENDARAANNYA (STUDI KASUS: PERUSAHAAN DAERAH PARKIR KOTA DENPASAR) Oleh Ni Nyoman Ismayani I Ketut Westra Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran I. PEMOHON 1. Dr. Agung Sapta Adi, SP. An., sebagai Pemohon I; 2. Dr. Yadi Permana, Sp. B (K) Onk., sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan tujuan pembentukan Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam

Lebih terperinci

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN Andrie Fitriansyah D I S A M PA I K A N PA D A : P E RT E M U A N P E N I N G K ATA N MUTU P E L AYA N A N K E FA R M A S I A N G O R O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar di pasaran dengan berbagai kegunaan dari berbagai merk. Produk-produk kosmetik yang merupakan

Lebih terperinci