RANCANGAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM"

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 469 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 tentang Keikutsertaan Perancang Peraturan Perundangundangan dalam Pembentukan Peraturan Perundangundangan dan Pembinaannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 5. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2012 tentang Organisasi, Tugas, Fungsi, Wewenang, dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum, Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi,

2 Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 181); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalahsarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan perwakilan Daerah,Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggotadewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan siaralangsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalamnegara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota

3 sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat. 6. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan Pemilu. 7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang selanjutnya disingkat KPU Provinsi adalah Penyelenggara Pemilu di provinsi. 8. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota adalah Penyelenggara Pemilu di kabupaten/kota. 9. Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Badan Pengawas Pemilu Provinsi yang selanjutnya disebut Bawaslu Provinsi adalah badan yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. 11. Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Bawaslu Kabupaten/Kota adalah badan untuk mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota. 12. Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai

4 politik gabungan partai politik untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 13. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang selanjutnya disebut Pasangan Calon adalah pasangan calon peserta Pemilihan Umum presiden dan Wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan. 14. Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. 15. Gabungan Partai Politik Peserta pemilu adalah gabungan 2 (dua) Partai Politik atau lebih yang bersama-sarna bersepakat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon. 16. Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu anggota DPD. 17. Mediasi atau Musyawarah yang selanjutnya disebut Mediasi adalah proses mempertemukan para pihak oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota untuk memperoleh kesepakatan. 18. Permohonan adalah permohonan sengketa proses Pemilu. 19. Adjudikasi adalah proses persidangan penyelesaian sengketa proses Pemilu. 20. Pimpinan Sidang adalah anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota yang memimpin persidangan Adjudikasi sengketa proses Pemilu. 21. Pemohon adalah pelapor yang mengajukan permohonan sengketa prosespemilu. 22. Termohon adalah terlapor yang diajukan di dalam permohonan sengketa proses Pemilu. 23. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

5 24. Ahli adalah seorang yang memiliki keahlian khusus yang diperlukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyelesaian sengketa proses pemilu. 25. Daftar Calon Tetap adalah daftar calon tetap anggota DPR, DPD, dan DPRD. 26. Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa yang selanjutnya disingkat SIPS adalah sistem pelayanan penyelesaian sengketa secara online yang memuat aplikasi permohonan dan informasi penyelesaian sengketa proses Pemilu. Pasal 2 (1) Penyelesaian sengketa proses Pemilu berpedoman pada asas: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. profesional; i. akuntabel; j. efisien; k. efektif; dan l. integritas. (2) Penyelesaian sengketa proses Pemilu dilaksanakan dengan caramediasidan/atau Adjudikasi berdasarkan prinsip cepat dan tanpa biaya. Pasal 3 Sengketa proses Pemilu meliputi: a. sengketa yang terjadi antar-peserta Pemilu; dan b. sengketa yang terjadi antara Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu. Pasal 4

6 (1) Objek sengketa proses Pemilu meliputi: a. perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. keadaan dimana terdapat pengakuan yang berbeda dan/atau penolakan penghindaran antarpeserta Pemilu; dan/atau c. keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota. (2) Selain keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, objek sengketa proses Pemilu dapat berupa: a. berita acara; b. surat; c. surat edaran; atau d. kebijakan lain, yang berakibat hukum. Pasal 5 (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa proses Pemilu. (2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan dengan cara: a. menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu; b. memverifikasi secara formal dan materiil permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu; c. melakukan Mediasi antarpihak yang bersengketa; d. melakukan proses Adjudikasi sengketa proses Pemilu; dan e. memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu.

7 Pasal 6 (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa proses Pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya permohonan yang diajukan Pemohon. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diterima sejak permohonan diregister oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota. BAB II PARA PIHAK Pasal 7 (1) Pemohon sengketa proses Pemilu terdiri dari: a. partai politik calon Peserta Pemiluyang telah mendaftarkan diri sebagai peserta Pemilu di KPU; b. Partai Politik Peserta Pemilu; c. calon anggota DPR dan DPRD yang tercantum di dalam daftar calon sementara; d. calon anggota DPR dan DPRD yang tercantum di dalamdaftar calon tetap; e. gabungan Partai Politik Peserta Pemilu; f. bakal calon anggota DPD yang telah mendaftarkan diri kepada KPU; g. calon anggota DPD; h. bakal Pasangan Calon; dan i. Pasangan Calon. (2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, dan huruf h dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sampai pada tahapan penetapanpartai Politik Peserta Pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR dan DPRD, penetapan daftar calon anggota DPD, dan penetapan Pasangan Calon.

8 Pasal 8 Termohon dalam sengketa proses Pemilu terdiri atas: a. KPU, KPUProvinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; b. Partai Politik Peserta Pemilu; c. calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan d. Pasangan Calon. Pasal 9 Partai Politik Peserta Pemilu, calon anggota DPR dan DPRD yang tercantum di dalam daftar calon tetap, gabungan Partai Politik Peserta Pemilu, calon Anggota DPD, dan/atau Pasangan Calon yang berpotensi dirugikan atas penyelesaian sengketa proses Pemilu dapat mengajukan diri sebagai pihak terkait. Pasal 10 (1) Pemohon, Termohon, dan/atau pihak terkait dapat didampingi atau diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dalam pengajuan permohonan dan proses Adjudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu. (2) Pemohon, Termohon, dan/atau pihak terkait dapat didampingioleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dalam proses Mediasi. (3) Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditunjukkan dan diserahkan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota. (4) Kuasa Hukum dalam mendampingi atau mewakili Pemohon, Termohon, dan/atau Pihak Terkait merupakan advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Advokat. Pasal 11 (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota dapat menghadirkan lembaga sebagai pihak pemberi keterangan yang dibutuhkan dalam Adjudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu.

9 (2) Pihak pemberi keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didengar keterangannya berdasarkan: a. permintaan Pemohon atau Termohon kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota; dan b. kebutuhan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota. (3) Pihak pemberi keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didengar keterangannya dalam pemeriksaan untuk menjelaskan fakta, data, dan informasi terkait dengan kewenangannya dalam proses penyelenggaraan Pemilu. BAB III PERMOHONAN SENGKETA Pasal 12 (1) Permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu dapat disampaikan secara: a. langsung; atau b. tidak langsung. (2) Penyampaian Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dengan cara: a. disampaikan secara langsung melalui loket penerimaan permohonan sengketa di sekretariat Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota; atau b. disampaikan secara tidak langsung melalui: 1. surat elektronik atau laman penyelesaian sengketa dalam sistem informasi penyelesaian sengketa di situs resmi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota; atau 2. surat, pos, atau faksimili kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

10 Pasal 13 Permohonan disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penetapan Keputusan KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota. Pasal 14 Dalam hal sengketa Proses Pemilu berasal dari laporan pelanggaran, pemohon dapat mengajukan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak laporan pelanggaran dinyatakan sebagai obyek sengketa. Pasal 15 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 14 diajukan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan memuat: a. identitas Pemohon yang terdiri atas nama pemohon, alamat pemohon, dan nomor telepon atau faksimile dengan dilampiri fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor; b. identitas Termohon yang terdiri dari: nama Termohon, alamat Termohon, dan nomor telepon atau faksimile; c. uraian yang jelas mengenai kewenangan menyelesaikan sengketa; d. kedudukan hukum Pemohon dalam penyelenggaraan Pemilu; e. kedudukan hukum Termohon dalam penyelenggaraan Pemilu; f. uraian yang jelas mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan; g. penyebutan secara lengkap dan jelas obyek sengketa yang memuat kepentingan langsung Pemohon atas penyelesaian sengketa dan masalah/obyek yang disengketakan; h. uraian alasan-alasan permohonan sengketa berupa fakta-fakta yang disengketakan; dan

11 i. hal-hal yang dimohonkan untuk diputus. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau kuasa hukumnya disertai bukti dibuat dalam 9 (sembilan) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap asli yang dibubuhi materai dan 8 (delapan) rangkap salinan serta dalam bentuk dokumen digital (softcopy) dengan format word yang disampaikan dalam 2 (dua) unit penyimpanan data. (3) Dalam hal Permohonan diajukan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota tidak menerima permohonan. (4) Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dan disampaikan secara patut kepada Pemohon dalam hal permohonan tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 16 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan dengan memulai mengisi formulir pendaftaran sengketa proses Pemilu di situs resmi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota. (2) Setelah melakukan pendaftaran, Pemohon memperoleh username dan password yang digunakan untuk mengajukan permohonan dan lampiran dokumen permohonan. (3) Passwordsebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan Pemohon untuk mengajukan permohonan dengan melampirkan dokumen permohonan. (4) Dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), petugas melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan. (5) Apabila dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum lengkap, petugas memberitahukan

12 kepada pemohon untuk melengkapi pada hari yang sama dengan pengajuan permohonan. (6) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, pemohon wajib menyampaikan dokumen permohonan 7 (tujuh) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap asli yang dibubuhi materai dan 6 (enam) rangkap salinan kepada Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama hari terakhir tenggang waktu pengajuan permohonan sengketa. Pasal 17 (1) Petugas Penerima Permohonan memeriksa kelengkapan administrasi permohonan. (2) Petugas Penerima Permohonan mengeluarkan tanda terima berkas setelah memeriksa kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal permohonan belum lengkap, petugas pemeriksa permohonan memberitahukan kepada Pemohon bahwa permohonan belum lengkap pada hari yang sama dengan penerimaan berkas. (4) Dalam hal permohonan belum lengkap, pemohon wajib melengkapi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak pemberitahuan kekuranglengkapan tersebut diterima oleh pemohon. (5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pemohon tidak melengkapi permohonannya, Petugas Penerima Permohonan menyampaikan surat pemberitahuan mengenai permohonan tidak dapat diregister. Pasal 18 (1) Permohonan yang telah dinyatakan lengkap dicatat dan diberikan nomor permohonan dalam buku register permohonan pada hari yang sama oleh Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

13 (2) Permohonan dinyatakan diterima setelah dicatat dalam buku register permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 19 (1) Permohonan yang telah dinyatakan lengkap dicatat dan diberikan nomor permohonan dalam buku register permohonan pada hari yang sama oleh Petugas Penerima Permohonan. (2) Permohonan dinyatakan diterima setelah dicatat dalam buku register permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB IV MEDIASI Pasal 20 Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas dan berwenang menerima, mengkaji temuan atau laporan permohonan, mempertemukan pihak yang bersengketa, memeriksa dan memutus sengketa proses Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana. Pasal 21 (1) Jangka waktu penyelesaian sengketa proses Pemiludilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau BawasluKabupaten/Kota paling lama 12 (dua belas) hari terhitung sejak diterimanya permohonan sengketa. (2) Diterimanya permohonan sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ketika permohonan sengketa telah diregister oleh Petugas Penerima Permohonan sengketa di Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau BawasluKabupaten/Kota. Pasal 22 (1) Pelaksanaan Mediasi diselesaikan dalam waktu 1 (satu) hari dan dilaksanakan secara tertutup.

14 (2) Mediasi penyelesaian sengketa proses Pemilu di: a. Bawaslu dipimpin oleh 1 (satu) anggota Bawaslu dan dapat dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) anggota Bawaslu; b. Bawaslu Provinsi dipimpin oleh 1 (satu) anggota Bawaslu Provinsi dan dapat dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) anggota Bawaslu Provinsi; dan c. Bawaslu Kabupaten/Kota dipimpin oleh 1 (satu) anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dan dapat dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. (3) Dalam hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota kurang dari 3 (tiga) orang, Ketua Bawaslu, Ketua Bawaslu Provinsi, atau Ketua Bawaslu Kabupaten/Kota mengajukan permohonan Pengawas Pemilu satu tingkat diatasnya untuk menunjuk salah satu anggota menjadi pimpinan Mediasi. Pasal 23 (1) Pimpinan Mediasidibantu oleh panitia Mediasi. (2) Panitia Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh 4 (empat) orangaparatur sipil negara di Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota yang terdiri atas: a. 1 (satu) orang sekretaris; b. 1 (satu) orang asisten pimpinan Mediasi; c. 1 (satu) orang notulen; dan d. 1 (satu) orang perisalah. (3) Sekretaris panitia Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakanpegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu,Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota berstatus aparatur sipil negara yang bertugas memberikan dukungan administrasi, operasional, dokumentasi, dan penunjang pelaksanaan Mediasi. (4) Asisten pimpinan Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakanpegawai pada Sekretariat

15 Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kotayang bertugas untuk membantu pimpinan Mediasidalam memimpin jalannya Mediasidan menyusun rancangan putusan. (5) Notulen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakanpegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas untuk mencatat pokok-pokok pembahasan pada saat jalannya Mediasi. (6) Perisalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakanpegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas untuk melakukan: a. pendokumentasian atau pencatatan jalannya seluruh tahapan Mediasiberupa permohonan pemohon, jawaban termohon, jawaban pihak terkait, keterangan saksi, keterangan ahli, dan lembaga pemberi keterangan serta fakta Mediasi; dan b. pendokumentasian atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat menggunakan alat bantu elektronik atau aplikasi penunjang. (7) Panitia Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Bawaslu, Ketua Bawaslu Provinsi, atau Ketua Bawaslu Kabupaten/Kota. Pasal 24 (1) Mediasiwajib dihadiri Pemohon dan Termohon. (2) Dalam hal Pemohon tidak hadir pada Mediasipertama, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/kota melakukan pemanggilan kembali. (3) Dalam hal Pemohon tidak hadir 2 (dua) kali berturutturut pada Mediasipertama setelah dipanggil secara patut dan layak, permohonan Pemohon dinyatakan gugur. (4) Dalam hal Termohon sudah diundang dan tidak hadir 3 (tiga) kali berturut-turut, Mediasidianggap tidak mencapai mufakat.

16 Pasal 25 Pelaksanaan Mediasidilakukan melalui tahapan: a. penyampaian materi permohonan; b. penyampaian keterangan dan/atau tanggapan Termohon dan/atau pihak terkait; c. pemeriksaan bukti; d. penyampaian kesimpulan pihak Pemohon dan Termohon; e. pembuatan kesepakatan; dan f. penetapan penyelesaian sengketa. Pasal 26 (1) Dalam pelaksanaan Mediasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pemohon, Termohon, dan/atau pihak terkait dapat didampingi atau diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dan memiliki izin beracara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang advokat. (2) Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditunjukkan dan diserahkan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota pada saat Mediasi. Pasal 27 (1) Pemohon menyampaikan materi permohonan sengketa pada saat Mediasipertama. (2) Pimpinan Mediasimemeriksa substansi materi permohonan sengketa dengan memberikan catatan dan perbaikan terhadap materi permohonan. (3) Dalam hal materi permohonan yang disampaikan pada saat Mediasipertama terdapat catatan dan perbaikan, Pemohon memperbaiki materi permohonan. (4) Perbaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan pemohon atau kuasa hukumya pada Mediasiberikutnya. (5) Dalam hal pemohon tidak menyampaikan perbaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mediasidilakukan berdasarkan materi permohonan awal.

17 Pasal 28 (1) Jawaban Termohon diajukan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota setelah permohonan Pemohon dibacakan. (2) Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia sebanyak 7 (tujuh) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap asli yang dibubuhi materai dan 6 (enam) rangkap salinan yang ditandatangani oleh Termohon atau kuasa hukumnya dan dalam bentuk dokumen digital (softcopy) dengan format word yang disampaikan dalam 2 (dua) unit penyimpanan data. (3) Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas lengkap Termohon yaitu nama, alamat Termohon dan/atau kuasa hukumnya, nomor telepon (kantor, telepon seluler), nomor faksimile, dan/atau alamat surat elektronik ( ); b. tenggang waktu mengajukan Jawaban Termohon; c. kedudukan Pemohon dalam penyelenggaraan Pemilihan; d. jawaban Termohon atas pokok permohonan Pemohon; dan e. hal yang diminta untuk diputuskan; (4) Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi bukti berupa surat atau tulisan, Termohon atau kuasa hukumnya menyampaikan alat bukti dalam 7 (tujuh) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap asli yang dibubuhi materai dan 6 (enam) rangkap salinan. (5) Dalam hal terdapat perbedaan antara jawaban termohon dan salinan dalam bentuk dokumen digital (softcopy), pimpinan Mediasimenggunakan jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

18 Pasal 29 (1) Setelah Termohon menyampaikan jawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, pimpinan Mediasi melakukan pemeriksaan alat bukti. (2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. surat atau tulisan; b. keterangan pemohon dan termohon; c. keterangan saksi; d. keterangan ahli; e. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya; dan/atau f. petunjuk. Pasal 30 (1) Alat bukti berupa surat atau tulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (2) huruf a,terdiri atas: a. keputusan KPU Provinsi atau keputusan KPU Kabupaten/Kota mengenai penetapan pasangan calon Pemilihan; dan b. dokumen tertulis lainnya. (2) Alat bukti berupa keterangan para pihak Pemohon dan Termohon disampaikan dalam Mediasi. (3) Alat bukti berupa keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (2) huruf c berupa: a. keterangan dari saksi yang di tugaskan secara resmi oleh Pemohon, Termohon dan pihak terkait. b. saksi yang dihadirkan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. berusia diatas 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin; 2. berakal sehat; 3. tidak ada hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dari Pemohon dan Termohon; 4. berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang untuk kesaksian suatu peristiwa;

19 5. menerangkan apa yang dilihat, didengar dan dialami sendiri; 6. diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwa; dan 7. bukan merupakan pendapat atau kesimpulan sendiri. c. keterangan dari saksi yang berasal dari pemantauan Pemilihan yang terakreditasi. (4) Alat bukti berupa keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (2) huruf d sesuai dengan bidang keahliannya yang oleh Pemohon dan Termohon dalam Mediasipenyelesaian sengketa. (5) Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (2) huruf e, yaitu: a. informasi elektronik berupa satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange, surat elektronik, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya; b. dokumen elektronik berupa informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya; dan c. hasil cetaknya berupa hasil cetakan informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.

20 (6) Alat bukti berupa petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf f merupakan hasil analisis pimpinan Mediasiterhadap 2 (dua) atau lebih alat bukti yang memiliki persesuaian atau sama lain atas objek sengketa penyelesaian sengketa. Pasal 31 (1) Pimpinan Mediasidapat menghadirkan ahli, saksi, dan/atau lembaga pemberi keterangan berdasarkan usulan Pemohon, Termohon, dan/atau pihak terkait atau berdasarkan kebutuhan Mediasiuntuk dimintai keterangan. (2) Dalam hal dibutuhkan Mediasi lanjutan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota dapat menjadwalkan dan sekaligus mengundang Pemohon, Termohon, pihak terkait, ahli, saksi, dan/atau lembaga pemberi keterangan. Pasal 32 (1) Lembaga pemberi keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31didengar keterangannya dalam pemeriksaan untuk menjelaskan fakta, data, dan informasi terkait dengan kewenangannya dalam proses penyelenggaraan Pemilihan. (2) Lembaga pemberi keterangan dapat memberikan keterangannya dengan tertulis untuk menerangkan serta menjelaskan fakta, data, dan informasi terkait dengan kewenangannya dalam proses penyelenggaraan Pemilu. (3) Pemberian keterangan yang dilakukan secara tertulis dapat disertai dengan tanda tangan lembaga pemberi keterangan yang dibubuhi materai sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Pemberi keterangan yang mewakili lembaga dalam memberikan keterangan pada penyelesaian sengketa proses Pemilu wajib menunjukkan surat tugas dari pimpinan lembaga.

21 (5) Keterangan tertulis yang disampaikan oleh lembaga pemberi keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang disampaikan pada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota harus ditandatangani oleh pimpinan lembaga pemberi keterangan. Pasal 33 (1) Pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9dapat mengajukan permohonan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama pada Mediasikedua. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan memuat: a. identitas pihak terkait yang terdiri atas nama pihak terkait, alamat pihak terkait, dan nomor telepon atau faksimile dengan dilampiri fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor; b. uraian yang jelas mengenai kewenangan menyelesaikan sengketa; c. kedudukan hukum pihak terkait dalam penyelenggaraan Pemilihan; d. uraian yang jelas mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan; dan e. uraian alasan sebagai pihak terkait berupa fakta yang disengketakan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pihak terkait atau kuasanyadisertai alat bukti yang dibubuhi materai. Pasal 34 Dalam hal permohonan diajukan setelah Mediasikedua, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota tidak dapat diterima permohonan sebagai pihak terkait.

22 Pasal 35 (1) Dalam hal permohonan sebagai pihak terkait telah diregister, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota mengundang pihak terkait melalui undangan Mediasidengan melampirkan: a. permohonan pemohon; dan b. jadwalmediasi. (2) Undangan Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pihak terkait secara patut. Pasal 36 (1) Pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 menyampaikan jawaban pihak terkait kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota pada Mediasiberikutnya setelah menerima undangan Mediasi. (2) Jawabanpihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas pihak terkait meliputi nama, alamat, nomor telepon/handphone, alamat surat elektronik ( ) dan/atau faksimile; b. identitas kuasa hukum, jika didampingi kuasa hukum dengan melampirkan surat kuasa khusus; c. uraian yang jelas mengenai: 1. kedudukan hukum pihak terkait; 2. tenggang waktu mengajukan jawaban pihak terkait; 3. uraian jawaban atas pokok permohonan pemohon; dan 4. hal yang diminta untuk diputuskan. d. potensi kerugian langsung atas objek yang disengketakan. e. dokumen Pendukung. (3) Jawaban pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pihak terkait atau kuasanyadisertai alat bukti dibuat dalam 7 (tujuh) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap asli yang dibubuhi materai dan 6 (enam) rangkap salinan serta

23 dalam bentuk dokumen digital (softcopy) dengan format word dan disampaikan dalam 2 (dua) unit penyimpanan data. Pasal 37 (1) Pihak terkait, ahli, saksi, dan/atau lembaga pemberi keterangan menyampaikan keterangan berkaitan dengan pokok permohonan atau tanggapan sesuai dengan keahlian, kesaksian, dan/atau kewenangan terhadap permohonan pemohon. (2) Sebelum memberikan keterangan, saksi dan ahli mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agama dan kepercayaannya dihadapan pimpinan Mediasi dan wajib menandatangani berita acara sumpah. (3) Pengucapan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipandu oleh pimpinan Mediasi. Pasal 38 (1) Majelis Mediasimemberikan kesempatan kepada pemohon, termohon dan pihak terkait untuk mengajukan pertanyaan dan/atau memberikan tanggapan terhadap keterangan saksi, ahli dan/atau lembaga pemberi keterangan. (2) Pertanyaan dan/atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan hal yang diterangkan oleh saksi, ahli dan/atau lembaga pemberi keterangan. Pasal 39 (1) Mediasiyang telah mencapai kesepakatan dituangkan dalam berita acara kesepakatan Mediasiyang ditandatangani oleh Pemohon, Termohon, dan pimpinan Mediasi. (2) Kesepakatan yang diambil oleh Pemohon atau Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (3) Berita acara kesepakatan Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam putusan Bawaslu,

24 Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu, Ketua Bawaslu Provinsi, atau Ketua Bawaslu Kabupaten/Kotauntuk penyelesaian sengketa proses Pemilu dengan melampirkan berita acara kesepakatan Mediasi. Pasal 40 (1) Dalam hal Mediasisengketa proses Pemilutidak mencapai kesepakatan, pimpinan Mediasimenuangkan hasil Mediasidalam berita acara Mediasi. (2) Sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Mediasimemutuskan sengketa proses Pemilu dengan mempertimbangkan keterangan Pemohon, Termohon, pihak terkait, lembaga pemberi keterangan, serta bukti-bukti yang dikemukakan dalam Mediasi. (3) Putusan pimpinan Mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam: a. putusan Bawaslu yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu dan Anggota Bawaslu untuk penyelesaian sengketa Pemilu; b. putusan Bawaslu Provinsi yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi untuk penyelesaian sengketa Pemilu; atau c. putusanbawaslu Kabupaten/Kota yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota untuk penyelesaian sengketa Pemilu. Pasal 41 (1) Jawaban Termohon wajib diajukan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota setelah Mediasi tidak mencapai mufakat dan disampaikan paling lama 1 (satu) hari setelah pelaksanaan Mediasi. (2) Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia sebanyak 9 (sembilan) rangkap yang terdiri atas 1 (satu) rangkap asli yang dibubuhi materai dan 8 (delapan)

25 rangkap salinan yang ditandatangani oleh Termohon atau kuasa hukumnya dan dalam bentuk softcopy dengan format word yang disampaikan dalam 2 (dua) unit penyimpanan data. (3) Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas lengkap Termohon yaitu nama, alamat Termohon dan/atau kuasa hukumnya, nomor telepon (kantor, telepon seluler), nomor faksimili, dan/atau alamat surat elektronik ( ); b. tenggang waktu mengajukan Jawaban Termohon; c. kedudukan Pemohon dalam penyelenggaraan Pemilu; d. jawaban Termohon atas pokok permohonan Pemohon; dan e. hal yang diminta untuk diputuskan. (4) Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi alat bukti berupa surat atau tulisan. (5) Dalam hal terdapat perbedaan antara jawaban Termohon dan salinan dalam bentuk softcopy, Majelis Sidang menggunakan Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 42 (1) Pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat mengajukan permohonan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota disampaikan paling lama pada Mediasi. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan memuat: a. identitas pihak terkait yang terdiri atas nama pihak terkait, alamat pihak terkait, dan nomor telepon atau faksimile dengan dilampiri fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor; b. uraian yang jelas mengenai kewenangan menyelesaikan sengketa;

26 c. kedudukan hukum pihak terkait dalam penyelenggaraan Pemilu; d. uraian yang jelas mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan; e. uraian alasan-alasan sebagai pihak terkait berupa fakta yang disengketakan yang dilampiri alat bukti; f. uraian jawaban atas pokok permohonan pemohon; g. potensi kerugian langsung atas objek yang disengketakan; dan h. hal yang diminta untuk diputuskan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pihak terkait atau kuasanya disertai Alat bukti yang dibubuhi materai. (4) Dalam hal Permohonan diajukan setelah persidangan kedua, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas permohonan sebagai pihak terkait tidak dapat diterima. Pasal 43 (1) Dalam hal permohonan sebagai pihak terkait telah diregister, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota mengundang pihak terkait melalui undangan sidang Adjudikasi penyelesaian sengketa dengan melampirkan: a. Salinan Permohonan Pemohon; dan b. Jadwal sidang. (2) Undangan persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pihak terkait secara patut dan layak. BAB V ADJUDIKASI Pasal 44 (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota menentukan jadwal pelaksanaan adjudikasi.

27 (2) Melakukan pemanggilan para pihak secara layak dan patut melalui undangan disertai lampiran jadwal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menghadiri Adjudikasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan. (3) Dalam hal Pemohon dan Termohon tidak menghadiri Adjudikasi pada pemanggilan pertama, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota menentukan jadwal dan mengundang kembali secara layak dan patut menggunakan undangan. (4) Dalam hal Pemohon atau Termohon tidak menghadiri adjudikasi pada pemanggilan pertama, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota tetap melanjutkan proses Adjudikasi. (5) Apabila Pemohon tidak menghadiri adjudikasi setelah 2 (dua) kali pemanggilan secara patut dan layak berturutturut, permohonan dinyatakan gugur. (6) Permohonan dinyatakan gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan terlebih dahulu menggunakan Berita Acara dan selanjutnya ditetapkan dengan putusan. (7) Apabila Termohon tidak menghadiri adjudikasi setelah 2 (dua) kali pemanggilan secara patut dan layak berturutturut, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota menuangkan dalam Berita Acara Adjudikasi dan merumuskan putusan penyelesaian sengketa proses Pemilu. Pasal 45 (1) Adjudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu dilaksanakan oleh: a. Bawaslu dipimpin oleh 1 (satu) anggota Bawaslu merangkap sebagai anggota Majelis Sidang dan dibantu oleh 2(dua) anggota Bawaslu sebagai anggota Majelis Sidang; b. Bawaslu Provinsi dipimpin oleh 1 (satu) anggota Bawaslu Provinsi merangkap sebagai anggota Majelis Sidang dan dibantu oleh 2 (dua) anggota Bawaslu Provinsi sebagai anggota Majelis Sidang; dan

28 c. Bawaslu Kabupaten/Kota dipimpin oleh 1 (satu) anggota Bawaslu Kabupaten/Kota merangkap sebagai anggota Majelis Sidang dan dibantu oleh 2 (dua) anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai anggota Majelis Sidang. (2) Dalam hal anggota Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota kurang dari 3 (tiga) orang, Ketua Bawaslu Provinsi atau Ketua Bawaslu Kabupaten/Kota mengajukan permohonan Pengawas Pemilu satu tingkat diatasnya untuk menunjuk salah satu anggota menjadi Majelis Sidang. Pasal 46 (1) Majelis Sidang dibantu oleh Panitia Adjudikasi. (2) Panitia Adjudikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) paling sedikit 4 (empat) orang aparatur sipil negara di Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota yang dapat terdiri atas: a. 1 (satu) orang sekretaris; b. 1 (satu) orang asisten Majelis Sidang; c. 1 (satu) orang notulen, dan d. 1 (satu) orang perisalah; (3) Sekretaris Panitia Adjudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan pegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota berstatus aparatur sipil negara yang bertugas memberikan dukungan administrasi, operasional, dokumentasi, dan penunjang pelaksanaan persidangan. (4) Asisten Majelis Sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan pegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota yang bertugas untuk membantu Pimpinan Majelis Sidang dalam memimpin jalannya adjudikasi dan menyusun rancangan putusan. (5) Notulen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan pegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu,

29 Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas untuk mencatat pokok-pokok pembahasan pada saat jalannya persidangan. (6) Perisalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan pegawai pada Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas untuk melakukan: a. pendokumentasian atau pencatatan jalannya seluruh tahapan persidangan berupa permohonan Pemohon, jawaban Termohon, jawaban pihak terkait, keterangan saksi, keterangan ahli, dan lembaga pemberi keterangan serta fakta-fakta persidangan; dan b. pendokumentasian atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat menggunakan alat bantu elektronik atau aplikasi penunjang. (7) Panitia Adjudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Bawaslu, Ketua Bawaslu Provinsi, atau Ketua Bawaslu Kabupaten/Kota. Pasal 47 (1) Pelaksanaan Sidang Adjudikasi diawali dengan membacakan tata tertib Adjudikasi di hadapan para pihak dalam forum persidangan Adjudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu. (2) Majelis Sidang mengatur dan memimpin berlangsungnya persidangan Adjudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu. (3) Majelis Sidang mengakomodir kekuatan para pihak yang berimbang dan berhenti pada titik tertentu untuk tidak melakukan sengketa berlanjut. (4) Majelis Sidang mengeliminasi permohonan jika terdapat dari para pihak mencabut permohonan penyelesaian sengketa dan berhalangan tetap. (5) Majelis Sidang menyatukan pendapat/pandangan para pihak yang menjadi rangkaian dalam merumuskan putusan penyelesaian sengketa proses Pemilu.

30 (6) Majelis Sidang memutus hasil Adjudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 48 Pelaksanaan persidangan Adjudikasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. pimpinan majelis sidang meminta Pemohon untuk membacakan isi Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu; b. pimpinan majelis sidang memberi kesempatan kepada Termohon untuk mengajukan dan membacakan Jawaban Termohon atas Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu yang diajukan Pemohon; c. setelah Jawaban Termohon sebagaimana dimaksud pada huruf b telah disampaikan, Pemohon dapat mengajukan jawaban atas jawaban Termohon; d. dalam hal terdapat permintaan Pemohon yang disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan Termohon, Pimpinan Majelis Sidang mempertimbangkan dengan seksama untuk memberi kesempatan kepada Pemohon mengubah alasan yang mendasari Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu hanya sampai dengan Replik; e. setelah penyampaian permohonan dan Jawaban Termohon, Pimpinan Majelis Sidang memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan Pembuktian; f. dalam hal terdapat Pihak Terkait, Majelis Sidang memberikan kesempatan kepada Pihak Terkait menyampaikan Jawaban sebagai Pihak Terkait; g. para pihak dapat mengajukan Saksi dan Ahli dalam proses Adjudikasi setelah mendapat persetujuan Majelis Sidang; h. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota dapat menghadirkan Lembaga Pemberi

31 Keterangan terkait dengan obyek yang disengketakan berdasarkan pertimbangan Majelis Sidang; i. dalam hal pembuktian sebagaimana dimaksud pada huruf e telah dilakukan, Pimpinan Majelis Sidang memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masingmasing yang dirumuskan secara tertulis; dan j. setelahpara pihak menyampaikan kesimpulan sebagaimana dimaksud pada huruf i, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota membuat putusan penyelesaian sengketa Pemilu. BAB VI GUGURNYA SENGKETA Pasal 49 (1) Permohonan penyelesaian sengketa Pemilu dinyatakan gugur apabila: a. Pemohon meninggal dunia; b. Pemohon tidak hadir 2 (dua) kali berturut-turut dalam proses mediasi pertama; c. Pemohon tidak hadir 2 (dua) kali berturut-turut dalam proses adjudikasi; (lihat Pasal 31 ayat 5) d. Termohon telah memenuhi tuntutan Pemohon sebelum dilaksanakannya proses penyelesaian sengketa Pemilu; atau e. Pemohon mencabut permohonannya. (2) Terhadap permohonan yang dinyatakan gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon tidak dapat mengajukan permohonan kembali (3) Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota membuat Putusan mengenai gugurnya permohonan sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

32 (4) Sekretariat penyelesaian sengketa memberitahukan kepada para pihak mengenai Putusan gugurnya Permohonan. (5) Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota mengumumkan pada papan pengumuman di Sekretariat Pengawas Pemilu atau media informasi lainnya. BAB VII PUTUSAN Pasal 50 Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas penyelesaian sengketa proses Pemilu bersifat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa proses Pemilu yang berkaitan dengan: a. verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu; b. penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan c. penetapan Pasangan Calon. Pasal 51 (1) Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota mengenai penyelesaiaan sengketa proses Pemilu dibacakan secara terbuka dan dapat dihadiri oleh Pemohon, Termohon dan pihak terkait. (2) Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi: a. identitas Pemohon dan Termohon; b. kewenangan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota; c. kedudukan hukum; d. tenggang waktu pengajuan permohonan; e. pokok permohonan; f. hal-hal yang dimohonkan;

33 g. jawaban termohon; h. jawaban pihak terkait; i. keterangan saksi, ahli, dan/atau lembaga keterangan; j. bukti; k. pertimbangan hukum; l. kesimpulan; dan m. amar putusan. (3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir model PSPP.. Pasal 52 (1) Salinan putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas penyelesaian sengketa proses pemilu disampaikan kepada Pemohon, Termohon, dan pihak terkait paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal putusan dibacakan. (2) Salinan putusan Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas penyelesaian sengketa proses pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bawaslu, pada hari yang sama saat putusan dibacakan dalam bentuk softcopy dan hardcopy. (3) Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota terkait penyelesaian sengketa pemilu diumumkan di Sekretariat Pengawas Pemilu dan melalui SIPS Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota atas putusan penyelesaian sengketa pemilihanatau media informasi lainnya. Pasal 53 KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak dibacakan.

34 BAB VIII PENDAMPINGAN, SUPERVISI, DAN KONSULTASI Pasal 54 (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim kerja untuk membantu penyelesaian sengketa proses pemilu. (2) Tim kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Bawaslu, Surat Keputusan Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi atau Surat Keputusan Kepala Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota. (3) Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa proses Pemilu, Pengawas Pemililu dapat meminta pendampingan kepada Pengawas Pemilu diatasnya. (4) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung oleh Bawaslu atau Bawaslu Provinsi. (5) Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa Pemilu,Pengawas Pemilu dapatmelakukan supervisi kepada Pengawas Pemilihan dibawahnya. (6) Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum pengambilan putusan penyelesaian sengketa proses Pemilu akibat dikeluarkannya keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 55 (1) SIPSdibentuk paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Badan ini diundangkan. (2) Dalam hal SIPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, permohonan penyelesaian sengketa diajukan secara langsung.

35 Pasal 56 Penyebutan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam Peraturan Badan Pengawasan Pemilu Umum ini termasuk juga Komisi Independen Pemilu Provinsi Aceh dan Komisi Independen Pemilu Kabupaten/Kota di Aceh. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 57 Pada saat berlakunya Peraturan Badan ini, penyebutan Panitia Pengawas Pemilihan UmumKabupaten/Kota dimaknai sebagai Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang- Undang Pemilihan Umum. Pasal 58 Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku: 1. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 920); 2. Peraturan Bawaslu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 162), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 59 Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, semua petunjuk teknis dan pelaksanaan dari Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

36 Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir denganperaturan Bawaslu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 162, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Badan ini. Pasal 60 (1) Penyelesaian sengketa proses Pemilu yang diselesaikan oleh Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Bawaslu secara berjenjang sesuai dengan tingkatannya terdiri atas: a. laporan awal; b. laporan proses; c. laporan akhir; d. laporan tahunan; dan e. laporanakhir tahapan Pemilu. (2) Laporan awal disampaikan Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota ketika mendapatkan permohonan penyelesaian sengketa dengan cakupan materi: a. identitas pemohon; b. identitas termohon; c. tanggal pengajuan permohonan; dan d. obyekyang disengketakan. (3) Laporan perkembangan proses penyelesaian sengketa proses pemilu disampaikan setiap tahapan penyelesaian yang menguraikan aktifitas secara kronologis mencakup: a. identitas pemohon; b. identitas termohon; c. tanggal pengajuan permohonan; d. identitas pihak terkait; e. waktu dan tahapan yang diselesaikan; f. obyek yang disengketakan;

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1826, 2017 BAWASLU. Penyelesaian Sengketa Pemilu. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko No.920, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Penyelesaian Sengketa. Pemilihan. Gubernur. Wakil Gubernur. Bupati. Wakil Bupati. Walikota. Wakil Walikota. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent No.1711,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU.Pemilihan.Gubernur.Bupati.Walikota.Pelanggaran Administrasi. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERKAIT LARANGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2017 BAWASLU. Penanganan Pelanggaran Administrasi. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARPESERTA PEMILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRATIF PEMILU DAN YANG TERJADI SECARA TERSTRUKTUR, SISTEMATIS, DAN MASIF PADA PEMILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN TEMUAN DAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BERACARA KODE ETIK PENYELENGGARA PEMIILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N No.1404, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Pedoman Beracara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.907, 2012 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Penyelenggara Pemilu. Pedoman. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1603, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Kode Etik. Beracara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.768, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Pendaftaran. Verifikasi. Penetapan. Parpol. Pemilu. DPR. DPRD. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PENYERAHAN SYARAT DUKUNGAN, PENELITIAN DAN VERIFIKASI PERSEORANGAN CALON PESERTA PEMILIHAN UMUM DAN PENCALONAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN DAN VERIFIKASI PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI, DAN DEWAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN LUAR NEGERI DAN KELOMPOK PENYELENG

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN LUAR NEGERI DAN KELOMPOK PENYELENG - 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN LUAR NEGERI DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA LUAR NEGERI DALAM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RPKPU UNTUK UJI PUBLIK Draft tanggal 17 November 2017 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN LUAR NEGERI DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.385, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Tata Cara. Pelaporan. Penanganan. Pelanggaran. Pemilihan Umum. Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah. PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS UNTUK KOMISI PEMILIHAN UMUM

PEDOMAN TEKNIS UNTUK KOMISI PEMILIHAN UMUM - 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum tentang Pedoman Teknis Penyerahan Syarat Dukungan, Penelitian Administrasi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN BERACARA KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.705, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPU. Panitia Pemilihan Umum. Penyelenggaraan Pemungutan Suara Luar Negeri. Presiden. Pembentukan Tata Kerja. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 26 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN, VERIFIKASI, DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA -1- DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN BERACARA KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENCALONAN PERSEORANGAN PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH.

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENCALONAN PERSEORANGAN PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH. - 2 - Pemilihan Umum Tahun 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 137); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENCALONAN PERSEORANGAN PESERTA PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 08/PMK/2006 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA KEWENANGAN KONSTITUSIONAL LEMBAGA NEGARA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1758, 2015 KY. Laporan Masyarakat. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN :

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN : - 2-4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 5. Undang-Undang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM BAGI ANGGOTA DAN JAJARAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

i. akuntabel; j. efektif; k. efisien; dan l. integritas.

i. akuntabel; j. efektif; k. efisien; dan l. integritas. - 2 - Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai hukum mengikat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta

2017, No Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1296, 2017 KPU. Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta PEMILU Anggota DPR dan DPRD. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/DPR RI/IV/2007-2008 TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENCALONAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Panitia Pemilihan. Pemungutan Suara. Luar Negeri. Pembentukan Tata Kerja. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 FORMULIR MODEL C-1 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN Nomor :..*) Nama Pemohon :...

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

- 3 - Pemilihan Umum Tahun 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 138);

- 3 - Pemilihan Umum Tahun 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 138); - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.897, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Pendaftaran. Verifikasi. Penetapan. Parpol. Pemilu. DPR. DPD. Perubahan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 05/PMK/2004 TENTANG PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004 MAHKAMAH

Lebih terperinci

: Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 23 Januari 2013;

: Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 23 Januari 2013; 2 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 4. Undang-Undang

Lebih terperinci

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba No.1892, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Bawaslu Provinsi. Bawaslu Kab/Kota. Panwaslu Kecamatan. Panwaslu Kelurahan/Desa. Panwaslu LN. Pengawas TPS. Pembentukan, Pemberhentian, dan Penggantian

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1985, 2014 PERATURAN BERSAMA. Pemilihan Umum. Penyelenggaraan. Tata Laksana. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN ATAS PENDAFTARAN, VERIFIKASI PARTAI POLITIK CALON PESERTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 408, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Daftar Pemilih. Luar Negeri. Penyusunan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH DI LUAR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Panitia Pemilihan Umum. Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri. Anggota DPR. Perubahan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 12

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PEMUTAKHIRAN DATA DAN DAFTAR PEMILIH DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembara n Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH DI DALAM NEGERI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH DI DALAM NEGERI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM. - 2-2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAAN UMUM. Daftar Pemilih. Pemilih Umum Anggota DPR. DPD. DPRD. Penyusunan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUNAN

Lebih terperinci