DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI Materi inti 1. PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI PUSKESMAS... 2 Materi inti 2. JEJARING KERJA SAMA DALAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) Materi Inti 3 TUMBUH KEMBANG REMAJA... Error! Bookmark not defined. Materi Inti 4. KESEHATAN REPRODUKSI REMAJAError! Bookmark not defined. Materi Inti 5 PENGENALAN KONSEP GENDER... Error! Bookmark not defined. Materi 6. INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DAN INFEKSI SALURAN REPRODUKSI (ISR)... Error! Bookmark not defined.

2 Materi inti 1. PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI PUSKESMAS Deskripsi Singkat Beberapa model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan dan selera remaja telah diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja atau disingkat PKPR. Pelayanan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sesuai permasalahannya, aspek yang perlu ditangani lebih intensif adalah aspek promotif dan preventif, tetap dengan cara peduli remaja. Berbagai aspek dan komponen penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangannya dibahas dalam modul ini. Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran umum Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menerapkan pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di puskesmas Tujuan pembelajaran Khusus Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu: 1) Menjelaskan Gambaran Umum, Permasalahan serta Situasi Pelayanan Kesehatan Remaja di Indonesia. 2) Mempraktikkan Pedoman PKPR di puskesmas a. Menjelaskan pengertian PKPR b. Menjelaskan tujuan PKPR di puskesmas c. Menjelaskan ciri khas atau karakteristik PKPR. d. Menjelaskan strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di puskesmas. e. Mempraktikkan langkah-langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di puskesmas. f. Mempraktikkan alur dan langkah Pelaksanaan PKPR pada Klien. g. Menjelaskan jenis kegiatan dalam PKPR. h. Melaksanakan monitoring dan evaluasi PKPR i. Membuat pencatatan dan pelaporan POKOK BAHASAN 1) Gambaran umum, permasalahan serta situasi pelayanan kesehatan remaja di Indonesia 2) Pedoman PKPR di puskesmas dengan sub pokok bahasan: a. Pengertian PKPR b. Tujuan PKPR di puskesmas c. Ciri khas atau karakteristik PKPR. d. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di puskesmas e. Langkah-langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas. f. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien. g. Jenis kegiatan dalam PKPR h. monitoring dan evaluasi PKPR i. Pencatatan dan pelaporan PROSES PEMBELAJARAN 1) Penjajagan terhadap pengetahuan peserta mengenai masalah kesehatan remaja dan pemahaman peserta tentang PKPR secara utuh menggunakan pendekatan VIPP (Visualization in Participatory Program). 2) Berdasarkan hasil penjajagan dijelaskan secara sistematis apa yang tercakup dalam pokok bahasan, dengan menggunakan materi presentasi.

3 3) Evaluasi pemahaman peserta tentang materi yang disampaikan. 4) Rangkum hal-hal yang pokok dari materi yang telah disajikan.

4 URAIAN MATERI BAB I. GAMBARAN DAN SITUASI A. Gambaran umum dan permasalahan. Kelompok remaja, yaitu penduduk dalam rentang usia tahun, di Indonesia memiliki proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Ini sesuai dengan proporsi remaja di dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2003). Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuan tersebut. Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam diriya. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam bentuk berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus ditanggung seumur hidupnya. Pada awal dekade yang lalu penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Psikotropik dan Zat adiktif lainnya) pada remaja belum semarak seperti saat ini dan infeksi HIV/AIDS masih amat langka. Perilaku seksual berisiko di kalangan remaja belum terungkap dalam angka yang menghawatirkan. Kesehatan remaja pada masa itu belum menjadi prioritas. Keadaan tersebut berangsur berubah, terjadi kecenderungan peningkatan perilaku tidak sehat pada remaja. Berdasarkan survei yang dilakukan Depkes di Jawa Barat pada tahun 1996 terungkap bahwa sekitar 7,5% remaja perempuan di kota dan 1,3 % di desa telah merokok sementara di Bali berturut-turut 1,5% dan 0,6% (Kristanti &Depkes,1996). Survei lain pada 8084 remaja laki -laki dan perempuan tahun di 20 kabupaten dan empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan bahwa 8% remaja perempuan dan 81,9% remaja lakilaki telah merokok, 1% remaja perempuan dan 2,7% remaja laki-laki pernah minum alkohol, serta sebesar 0,6% remaja perempuan dan 10,7 % remaja laki-laki pernah menggunakan obat terlarang (LDUI & BKKBN, 1999). Data tentang perilaku hubungan seks pranikah pada pelajar terutama di kota besar beberapa tahun terakhir ini cukup signifikan. Survei kecil yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu di Plaza dan Mall Jakarta menemukan bahwa 42% dari 117 remaja tahun pernah berhubungan seks dan lebih dari separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam 1-3 bulan terakhir (Conrad,2000). Sebuah survei terhadap pelajar SMA di Manado mendapatkan persentase 20% pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada pada remaja perempuan (Utomo dkk, 1998). Tingginya infeksi HIV/AIDS di kalangan remaja dapat dilihat pada angka kejadian HIV/AIDS sampai dengan bulan September 2004 dilaporkan sebanyak 5701 kasus dimana persentase tertinggi kasus AIDS 51, 7 % diderita oleh sekelompok umur tahun (laporan triwulan Subdit. AIDS dan PMS Depkes, Oktober 2004). Selain itu beberapa rumah sakit di Jakarta, misalnya RSKO mencatat tentang tingginya komplikasi berupa HIV AIDS selain Hepatitis B dan

5 C akibat penggunaan jarum suntik yang bergantian/tidak steril pada pencandu NAPZA di kalangan remaja. Sementara itu dari hasil beberapa survei dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Salah satu contoh: 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan dengan remaja putri (42,3%) (LDUI & BKKBN,1999) Dari survei yang sama juga terungkap bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular Infeksi Menular Seksual (IMS) bila memiliki pasangan lebih dari satu. 51% mengi ra bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial. Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan dalam data-data diatas merupakan resultante dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang dianut serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang kondusif. Faktor lingkungan yang menyebabkan perilaku berisiko pada remaja adalah kondisi lingkungan yang permisif terhadap perilaku berisiko (ketersediaan fasilitas/sarana yan g mendukung perilaku berisiko, ketiadaan penegakan hukum terkait kesehatan) atau bahkan mendorong perilaku berisiko (melalui informasi yang salah, iklan). Secara rinci, terjadinya faktor lingkungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Informasi yang merugikan mudah diakses. Hal ini terjadi seiring dengan pesatnya arus informasi melalui berbagai media cetak dan elektronik. Meskipun banyak informasi bersifat positif, namun sering kali pula informasi yang diberikan tidak dapat dipertanggungjawabkan misalnya karena tidak tepat, kurang lengkap, tidak benar dan bahkan menjerumuskan. 2. Substansi merugikan mudah didapat. Contoh substansi tersebut adalah NAPZA. Lemahnya penegakan hukum terhadap pengedar NAPZA, pengedar buku dan audio visual porno, mengakibatkan mudahnya remaja terpapar bahan-bahan yang merugikan tersebut. 3. Turunnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Globalisasi, menyebabkan budaya barat yang cenderung bebas, misalnya kebebasan dalam pergaulan laki-perempuan ditiru oleh sebagian remaja, sementara perlindungan terhadap akibat dari pergaulan bebas tersebut, tidak mudah didapatkan. Hal ini diperburuk dengan lemahnya pengawasan orang tua. 4. Kemiskinan. Kemiskinan dalam keluarga menyebabkan remaja tidak dapat melanjutkan sekolah dan terpaksa harus bekerja dalam suasana penuh persaingan hingga mudah terpapar berbagai tindak kekerasan, dan terjun ke dalam perilaku berisiko. Perilaku berisiko yang mereka lakukan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tak diinginkan, terinfeksinya penyakit menular seksual, terpaparnya tindak kekerasan, serta timbulnya komplikasi akibat penyalahgunaan NAPZA. Semua keadaan yang disebutkan di atas menunjukkan besarnya masalah kesehatan pada remaja saat ini, dan mengisyaratkan perlunya penanganan dengan segera secara lebih bersungguh-sungguh. B. Situasi pelayanan kesehatan remaja di Indonesia

6 Program Kesehatan Remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak awal dekade yang lalu. Selama lebih sepuluh tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa ceramah, tanya jawab dengan remaja tentang masalah kesehatan melalui wadah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Karang Taruna, atau organisasi pemuda lainnya dan kader remaja lainnya yang dibentuk oleh Puskesmas. Staf puskesmas berperan sebagai fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan khusus kepada remaja melalui perlakuan khusus yang disesuaikan dengan keinginan, selera dan kebutuhan remaja belum dilaksanakan. Dengan demikian, remaja, bila menjadi salah satu pengunjung puskesmas masih diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya. Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan terdepan pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, seharusnya Puskesmas memberikan pelayanan yang layak kepada remaja sebagai salah satu kelompok masyarakat yang dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di puskesmas amat strategis dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan kesanggupan jangkauan Puskesmas ke segenap penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan remaja sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil perdesaan. BAB II PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) A. Pengertian PKPR Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. B. Tujuan PKPR di Puskesmas Tujuan Umum: Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas. Tujuan Khusus: 1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas. 2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. 3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus pada remaja. 4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan remaja. C. Ciri khas atau karakteristik PKPR Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapat diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:

7 1. Kebijakan yang peduli remaja. Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk: Memenuhi hak remaja sesuai kesepakatan internasional. Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang rapuh dan rawan. Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status. Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan pelayanan. Menjamin privasi dan kerahasiaan. Mempromosikan kemandirian remaja, tidak mensyaratkan persetujuan orang tua, dan memberikan kebebasan berkunjung. Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya pembebasan biaya untuk kunjungan remaja. 2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja. Pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiaannya. Waktu tunggu yang pendek. Dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa perjanjian terlebih dahulu. Bila petugas PKPR masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih baik, mencegah kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa bertemu dengan petugas yang dikehendaki. 3. Petugas khusus yang peduli remaja. Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat, memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan khusus kepada remaja, mempunyai keterampilan komunikasai interpersonal dan konseling. Termotivasi bekerja-sama dengan remaja. Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar tidak menyenangkan. Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan. Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan. Dapat ditemui pada kunjungan ulang. Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya. Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan pilihan tepat untuk mengatasi masalahnya atau memenuhi kebutuhannya. 4. Petugas pendukung yang peduli remaja. Bagi petugas lain yang berhubungan pula dengan remaja, misalnya petugas loket, laboratorium dan unit pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya. Mempunyai kompetensi sesuai bidangnya masing-masing. Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada remaja. 5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja. Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang dan membuat remaja tidak segan berkunjung kembali. Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri, mudah dicapai tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain sehingga

8 menghilangkan kekhawatiran akan bertemu seseorang yang mungkin beranggapan buruk tentang kunjungannya (stigma). Fasilitas yang baik, menjamin privasi dan kerahasiaan. Suasana semarak berselera muda dan bukan muram, dari depan gedung sampai ke lingkungan ruang pelayanan, merupakan daya tarik tersendiri bagi remaja agar berkunjung. Hal lain adalah adanya kebebasan pribadi (privasi) di ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dan ruang tunggu, di pintu masuk dan keluar, serta jaminan kerahasiaan. Pintu dalam keadaan tertutup pada waktu pelayanan dan tidak ada orang lain bebas keluar masuk ruangan. Kerahasiaan dijamin pula melalui penyimpanan kartu status dan catatan konseling di lemari yang terkunci, ruangan yang kedap suara, pintu masuk keluar tersendiri, ruang tunggu tersendiri, petugas tidak berteriak memanggil namanya atau menanyakan identitas dengan suara keras. Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan yang sama dengan jam sekolah menjadi salah satu faktor penghambat terhadap akses pelayanan. Jam pelayanan yang menyesuaikan waktu luang remaja menjadikan konseling dapat dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan stigma misalnya tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap pasti mempunyai masalah seksual atau penyalahgunaan NAPZA. Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di ruang konseling. Perlu disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini selain berguna untuk memberikan pengetahuan melalui bahan bacaan juga merupakan promosi tentang adanya PKPR kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut. 6. Partisipasi/keterlibatan remaja. Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebar luaskan keberadaannya. Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti bahasa mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai contoh ide tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera remaja, ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja, atau cara rujukan praktis yang dikehendaki. 7. Keterlibatan masyarakat. Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat: Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya. Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya. 8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan sebaya. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya adalah KIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih menjadi pendidik sebaya (peer educator). atau konselor sebaya (peer counselor) 9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.

9 Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial. Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya. Harus dijamin kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya keberadaan PKPR di puskesmas pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang kuat dengan pemberi layanan kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik. Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting. 10. Pelayanan yang efektif Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji. Memiliki sarana prasarana cukup untuk melaksanakan pelayanan esensial. Mempunyai sistem jaminan mutu bagi pelayanannya. 11. Pelayanan yang efisien Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya dan mempunyai sistem agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan. D. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas. Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi hambatan untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di puskesmas, sebagai berikut: 1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja. Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi tugas keseharian Puskesmas, namun melihat kompleks dan luasnya masalah kesehatan remaja, kemitraan merupakan suatu hal yang esensial khususnya untuk upaya promotif dan preventif. Penggalangan kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan publik, sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan oleh pihak lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu, kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat/PKHS (life Skills Education/LSE) seperti ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling, dapat dilakukan oleh petugas terlatih di luar sektor kesehatan dan LSM. 2. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap. Strategi penahapan ini penting, memperhatikan urgensi dilaksanakannya PKPR dan keterbatasan kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat segera dilaksanakan, sambil dilakukan penyempurnaan dalam memenuhi kelengkapan sarana dan prasarana. 3. Penyertaan remaja secara aktif. Dalam semua aspek pelayanan mulai perencanaan, pelaksanaan pelayanan dan evaluasi, remaja secara aktif diikut-sertakan. Dalam menyertakan remaja dianjurkan dipilih kelompok remaja laki-laki dan perempuan yang dapat bersuara mewakili Puskesmas untuk informasi penyediaan pelayanan kepada sebayanya dan sebaliknya mewakili sebayanya meneruskan keinginan, kebutuhan, dan harapannya berkaitan dengan penyediaan pelayanan. Selain itu dengan keterlibatan remaja ini, informasi pelayanan dapat cepat meluas, menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan, serta memperkenalkan lebih awal konsep keadilan dan kesetaraan gender. 4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin. Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau mungkin gratis. 5. Dilaksanakannya kegiatan minimal.

10 Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk laboratorium dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling, pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan pelayanan kesehatan remaja seperti sebelum dikenalnya PKPR. 6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran. Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran, sesuai dengan hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja sekolah, anak jalanan, karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan sebagainya. 7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan. Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat serta sesuai dengan kemampuan Puskesmas, misalnya pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus Group Discussion/diskusi kelompok terarah diantara remaja tentang seks pra-nikah didukung dengan penyebarluasan slogan dan keterampilan bagaimana bilang tidak untuk seks- pranikah. 8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal. Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim Jaminan Mutu Puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses dan kualitas PKPR. E. Langkah langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas 1. Identifikasi masalah melalui kajian sederhana: a. Gambaran remaja di wilayah kerja : Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan. Perilaku berisiko: Seks pranikah, rokok, tawuran dan kekerasan lainnya. Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV/AIDS, penyalah-gunaan NAPZA. b. Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata-nilai berhubungan dengan perilaku berisiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang dikehendaki. c. Jenis upaya kesehatan remaja yang ada. d. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk buku-buku pedoman tentang kesehatan remaja. Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber, pemerintah dan swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung (remaja) atau tidak langsung (orang tua, guru, pengurus asrama remaja dan sebagainya). Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan: a. Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan permasalahan yang dihadapi. b. Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di wilayah kerja.jenis pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan remaja di wilayahnya c. Kelompok sasaran prioritas yang akan diintervensi. d. Terobosan dan inovasi kegiatan. e. Strategi advokasi sebelum dilaksanakannya PKPR. f. Strategi menjalin kemitraan. g. Data dasar untuk menilai dampak keberhasilan PKPR di kemudian hari. 2. Advokasi Kebijakan Publik.

11 Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui berbagai bentuk komunikasi persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah pernyataan, kebijakan dari penguasa (praktek yang diberlakukan akibat dorongan/kesan yang ditimbulkan penguasa) dengan tujuan mengarahkan dan mengendalikan institusi, masyarakat, atau individu. Dengan advokasi ini diharapkan akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di wilayah kerja untuk mendapatkan dukungan semua pihak hingga dapat mempercepat keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR. Contoh praktis bentuk dukungan dimaksud misalnya: a. Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pengadaan dana untuk pelaksanaan PKPR (antara lain pengadakan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan, kegiatan di rumah singgah dan lain-lain) b. Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan misalnya untuk: Pengadaan ruangan konseling Biaya rujukan Pembebasan retribusi atau pelayanan gratis untuk remaja di Puskesmas. c. Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan, berupa: rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi NAPZA, atau mempersiapkan remaja pranikah. rujukan medis, untuk kelanjutan bantuan medis bagi remaja yang memerlukannya. rujukan pranata hukum, diperlukan untuk kasus tindak kekerasan. 3. Persiapan pelaksanaan PKPR di Puskesmas. Kegiatan pada persiapan ini bertujuan untuk membentuk Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), berdasarkan urut berikut: a. Sosialisasi internal. Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan semua staf Puskesmas untuk menyelenggarakan PKPR di Puskesmasnya. b. Penunjukan petugas peduli remaja. Syarat utama petugas PKPR harus mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu diikuti dengan minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan materi penunjang lain dalam melaksanakan PKPR. Sedapat mungkin dipilih petugas yang masih akan bekerja di Puskesmas selama 3 tahun mendatang. c. Pembentukan Tim. Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS, petugas penyuluhan, petugas Gizi, dan petugas lain yang dibutuhkan. d. Pelatihan formal petugas PKPR. Agar dapat melaksanakan PKPR dengan baik perlu ditunjuk petugas tambahan yang bekerja dalam tim, atau sebagai petugas pengganti. Petugas ini dapat dilatih tersendiri oleh dokter Puskesmas terlatih, sebelum mendapat kesempatan diikutsertakan dalam pelatihan resmi. e. Penentuan jenis kegiatan dan pelayanan serta sasaran.

12 Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis medis termasuk laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan untuk memperluas jenis kegiatannya baik di dalam atau di luar gedung serta menentukan sasaran berdasarkan kondisi dan situasi wilayah serta kebutuhan remaja setempat. Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan akses di kemudian hari. Beberapa contoh perluasan kegiatan, adalah: Penyediaan pelayanan hot-line di Puskesmas. Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana promosi PKPR. Penyebaran informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut dilakukan melalui media cetak dan elektronik atau juga dilakukan oleh klien yang puas atas layanan hot-line tersebut. Penanganan anak jalanan di wilayah Puskesmas. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang tinggi pada sasaran anak jalanan. Melalui kegiatan ini jejaring kerja terkait masalah remaja akan lebih terbina sehingga mengungkit dukungan dari institusi atau sektor lain seminat dan pada akhirnya mempermudah tercapainya peningkatkan kualitas dan akses PKPR. Vitalisasi/revitalisasi pembinaan dan pelaksanaan UKS di Sekolah Lanjutan. Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta pengenalan PKHS melalui UKS di sekolah yang belum terpapar PKHS. Kegiatan-kegiatan ini menyebabkan jangkauan pelayanan PKPR akan meningkat secara berantai dan berkesinambungan, sesuai sifat kelompok remaja, yaitu senang menyebarkan informasi berantai dan menggulirkan keahlian kepada adik kelasnya. Dengan demikian kegiatan yang dipilih masing-masing Puskesmas dapat amat bervariasi dan dapat menjadi terobosan untuk meningkatkan PKPR di kemudian hari. f. Pemenuhan sarana dan prasarana. Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi serta menjamin kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan. Melihat rata-rata kondisi dan kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini memerlukan upaya khusus. Privasi, kenyamanan, suasana yang menarik dan fasilitas yang baik saling terkait satu sama lain. Menunggu hal tersebut terealisasi, (misalnya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan harus ada ruang konseling tersendiri yang nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar tersendiri), PKPR mulai dilaksanakan dengan fasilitas yang ada namun diusahakan dimanfaatkan semaksimal mungkin mendekati kriteria PKPR. Untuk Puskesmas dimana seringkali tidak lagi mempunyai ruang tersisa, upaya pengadaan ruang khusus ini dapat diusahakan bertahap. Ruang konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau ruang lain seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak ruangan dan menyisihkan ruang untuk konsultasi dengan memilih lokasi yang kirakira diminati remaja: tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta bernuansa remaja. Bila kerjasama forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan baik, diharapkan

13 masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan prasarana PKPR ini. g. Penentuan prosedur pelayanan. Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain, proses pemberian dan penyimpanan kartu, register dan catatan (status) medis/konseling, serta penentuan alur pelayanan. Pertimbangan kerahasiaan dan efisiensi juga merupakan bagian penting. Prosedur pelayanan menjadi bagian kritis dan menjadi salah satu penentu apakah remaja tersebut akan datang atau tertarik untuk kembali, serta mempromosikan PKPR kepada teman-temannya. Remaja yang puas terhadap pelayanan akan menjadi pelanggan yang puas dan dengan sukarela membantu mempromosikan keberadaan PKPR tersebut. 4. Sosialisasi eksternal. Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik dalam forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak ataupun elektronik dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja: karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster, selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan masalah remaja. 5. Pelaksanaan PKPR. Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera dilaksanakan, meskipun pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna. Penyempurnaan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan dengan tidak melupakan pelayanan medis dan konseling

14 F. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selalu melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien digambarkan pada bagan di bawah ini: Klien datang ( kiriman, sendiri) Melalui loket umum / loket khusus / langsung diregister di ruang konseling Anamnesa Identitas Apa yang sudah diketahui: Tentang KRR Perubahan fisik dan psikis Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya Tentang perilaku hidup sehat pada remaja o Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene) o Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, Seks bebas) o Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan Tentang persiapan berkeluarga o Kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS Masalah yang dihadapi antara lain o Fisik, Psikis o Kekerasan, o Pergaulan antara laki-laki dan perempuan, Pemeriksaan Fisik o Tanda-tanda anemi, KEK o Tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan/ktp Pelayanan Konseling Tidak perlu pelayanan klinis medis pulang Konseling Lanjutan bila perlu Perlu pelayanan klinis medis/lab Pemeriksaan Infeksi Saluran Reproduksi Kehamilan, perkosaan Pasca Keguguran, kontrasepsi Konseling lanjutan bila perlu Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku, gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan masingmasing kasus. Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya, menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) yang terdiri dari ko mponen KB, KIA, Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual serta Kesehatan Reproduksi Remaja, tetap terpelihara.

15 Remaja seksual aktif KTD Anamnesa Pemeriks. fisik Konseling untuk mempertahan kan kehamilan Hamil dgn IMS. sembuh cacat mati infertil Konseling Penanganan klinis Tidak hamil tidak IMS. Konseling KIE Seks aman Tak hamil dengan IMS. Konseling Terapi KIE Seks aman Klien melakukan terminasi kehamilan: perdarahan infeksi, infertil, eklamsi Penanganan klinis Bila perlu rujuk (SOP) Konseling KIE Seks aman Kehamilan diteruskan Konseling KIE Seks aman Pre-natal Care Bila perlu rujuk(sop) Kemungkinan terjadi atau akibat lanjutan Penanganan Pertolongan persalinan Bila perlu rujuk (SOP) Ibu: Selamat/meninggal Persalinan macet Eklamsi Perdarahan Bayi: Selamat BBLR Prematur Cacat G. Jenis kegiatan dalam PKPR Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi : 1. Pemberian Informasi dan edukasi. a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok. b. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan) Puskesmas.. c. Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group Discussion), diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, , dan telepon/hotline, SMS).

16 d. Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai. 2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya. Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke Puskesmas adalah: a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut. b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan. c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus menjaga kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi kriteria peduli remaja. d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan kasus per kasus. 3. Konseling Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek dari kehidupannya. Tujuan konseling dalam PKPR adalah: a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut. b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam: Mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain. Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya. Mempunyai motivasi untuk mancari bantuan bila menghadapi masalah. Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR. VCT (Voluntary Counseling and Testing for HIV/AIDS) adalah konseling khusus diikuti oleh pemeriksaan laboratoriun untuk HIV/AIDS atas dasar sukarela. VCT memerlukan keterampilan dan sarana khusus, dan hanya dilakukan oleh petugas terlatih khusus untuk penanggulangan HIV/AIDS. 4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah dalam

17 kehidupan se-hari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial. Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya. Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu: a. Pengambilan keputusan Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang mengakibatkan masa depan menjadi suram. b. Pemecahan masalah Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik. c. Berpikir kreatif Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi dalam keseharian hidup secara fleksibel. d. Berpikir kritis Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan media. e. Komunikasi efektif Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun nonverbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan. f. Hubungan interpersonal. Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif. g. Kesadaran diri Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi

18 yang efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap orang lain. h. Empati Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita. i. Mengendalikan emosi Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar. j. Mengatasi stres Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Disini diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius. PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran ( role play), diskusi dll. Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak ajakan atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut, berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi, sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus. Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya

19 5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya. Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja yang lazim disebut pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen pengubah sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat curhat bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan sebagai konselor remaja. 6. Pelayanan rujukan. Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai. H. Monitoring dan Evaluasi. Monitoring PKPR di puskesmas selain dilakukan oleh pihak lain di luar puskesmas perlu dilakukan oleh puskesmas sendiri. Melalui monitoring, petugas akan dibantu menemukan masalah secara dini hingga koreksi yang akan dilakukan tidak memerlukan biaya dan waktu yang banyak, dan mempercepat tecapainya PKPR yang berkualitas. Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa laporan rutin yang dikirimkan oleh Puskesmas dikombinasikan dengan pengamatan langsung di lapangan. Sistem monitoring adalah proses pengumpulan dan analisa secara teratur dari seperangkat indikator. Sistem akan menyuguhkan data yang dapat digunakan untuk menilai: Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah penyimpangan atau masalah. Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang direncanakan. Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input. Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat, dll) dan faktor internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi pelaksanaan PKPR. Dengan demikian tahapan melakukan monitoring adalah: Memutuskan informasi apa yang akan dikumpulkan. Mengumpulkan data dan menganalisanya. Memberikan umpan balik hasil monitoring. Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan lingkup fokus sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring dilakukan

20 berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut. Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan terhadap standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana, berlanjut dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani baik di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk melihat sejauh mana lingkup kegiatan dilaksanakan. Berikut standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan akses PKPR : Kualitas: Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan standar. Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan kenyamanan klien. Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas. Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan. Akses: Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung. Frekuensi petugas Puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan remaja. Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas. Jumlah rujukan masuk dari masyarakat. Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output), penentuan indikator (termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan supervisi checklist (daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten, beserta dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat masing-masing. Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan akses dan kualitas PKPR. Wawancara pasca pelayanan ( exit interview) pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas dilakukan oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang pelayanan yang didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak saran yang disediakan, karena diberikan secara anonimus. Dalam monitoring PKPR, pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur), proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan). Input: Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan tersedia untuk melakukan PKPR Proses

Program Kesehatan Peduli Remaja PERTEMUAN 11 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Program Kesehatan Peduli Remaja PERTEMUAN 11 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Program Kesehatan Peduli Remaja PERTEMUAN 11 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Program Kesehatan Peduli Remaja Pengertian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN NO TELP. (0361) 722475 EMAIL :puskesmasivdensel@gmail.com KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) UPTD PUSKESMAS WAY JEPARA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

KERANGKA ACUAN Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) UPTD PUSKESMAS WAY JEPARA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR KERANGKA ACUAN Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) UPTD PUSKESMAS WAY JEPARA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Usia anak remaja merupakan masa yang rawan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan kelompok yang unik dengan kebutuhan yang khas, yaitu kebutuhan untuk mengenal identitas/ jati dirinya. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja

Lebih terperinci

PEDOMAM PELAYANAN KESPRO REMAJA oleh. dr. Yuliana Tjawan

PEDOMAM PELAYANAN KESPRO REMAJA oleh. dr. Yuliana Tjawan PEDOMAM PELAYANAN KESPRO REMAJA oleh dr. Yuliana Tjawan 1 LATAR BELAKANG penduduk remaja 10-19 tahun, sekitar 19% populasi yakni sekitar 41,897,400 remaja. UU RI 36/2009 tentang Kesehatan mengatur layanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Remaja atau adolescence (Inggris), berasa dari bahasa latin yang berarti tumbuh tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan reproduksi remaja diintegrasikan dalam program kesehatan remaja di Indonesia, sejak tahun 2003. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah remaja usia 10-19 tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik saat ini mencapai 62 juta jiwa, yang merupakan 28,5%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH Upaya Penyelamatan Perempuan & Anak dari Kematian Sia-Sia Karena HIV & AIDS Bahan masukan RPJMD Propinsi Jawa Tengah TAHUN 2013-2018

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321)392028 MOJOKERTO KERANGKA ACUAN PENYULUHAN HIV/AIDS PADA SISWA SMP PUSKESMAS KEDUNDUNG KOTA MOJOKERTO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendali (control) atas kesehatannya, dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau masa peralihan dari masa anakanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis maupun

Lebih terperinci

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pelayanan Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Pelaksanaan Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

Ind b PEDOMAN

Ind b PEDOMAN 613.043.3 Ind b PEDOMAN Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2014 Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI 613.0433 Indonesia. Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana BAB I PENDAHULUAN!.1. Latar Belakang Masalah BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, yang merupakan Lembaga Pemerintahan Non Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan

Lebih terperinci

PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)

PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) Mahasiswa mampu: Memahami Standar Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Memahami Kriteria & jenis PKPR Memahami dan menerapkan Model Alur PKPR STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Pada tahun 2007 Menteri Kesehatan RI mencanangkan P4K dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas pada remaja adalah rasa ingin

Lebih terperinci

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya adalah remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak-anak menuju ke jenjang masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak-anak menuju ke jenjang masa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak-anak menuju ke jenjang masa dewasa, dengan rentang usia 10-19 tahun (WHO, 2003). Secara demografis kelompok remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

sebagai kegiatan utama dalam hal memberikan informasi dilaksanakan oleh semua PIK Remaja dengan cara dan

sebagai kegiatan utama dalam hal memberikan informasi dilaksanakan oleh semua PIK Remaja dengan cara dan 130 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya sebagai sumber informasi bagi teman sebaya para pendidik sebaya dan konselor sebaya melakukan berbagai langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pelaksanaan pelayanan konseling oleh konselor sebaya 1.1. Konseling oleh konselor sebaya dilakukan bukan di ruangan khusus konseling melainkan di tempat lain

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB II INFORMASI TENTANG GENERASI BERENCANA. remaja masa kini yang kian kompleks, yang bertujuan akhir untuk mengatasi laju

BAB II INFORMASI TENTANG GENERASI BERENCANA. remaja masa kini yang kian kompleks, yang bertujuan akhir untuk mengatasi laju BAB II INFORMASI TENTANG GENERASI BERENCANA Dalam Bab II ini akan dijelaskan mengenai pelaksanaan Program Generasi Berencana (GenRe) di Indonesia dan di Kabupaten Banjarnegara. Mengingat GenRe merupakan

Lebih terperinci

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA O BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah terinfeksi HIV. Penyebaran dan penularan HIV/AIDS dominan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI DI KAB TRENGGALEK

KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI DI KAB TRENGGALEK KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI DI KAB TRENGGALEK Kemitraan Bidan dan Dukun Bayi di Kabupaten Trenggalek merupakan suatu bentuk kerja sama antara bidan dan dukun dengan tujuan meningkatkan akses ibu dan

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi - 55-12. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi Pria, Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kondisi sehat individu tidak bisa hanya dilihat dari kondisi fisik saja melainkan juga kondisi mental dan kondisi sosial. Dalam kasus anak-anak yang mengidap HIV/AIDS memperhatikan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baik fisik, psikologis, intelektual maupun sosial. Baik buruknya perkembangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baik fisik, psikologis, intelektual maupun sosial. Baik buruknya perkembangan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan fase terjadinya pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, psikologis, intelektual maupun sosial. Baik buruknya perkembangan remaja lingkungan ikut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 358 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi 1. Kebijakan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI 2014 I. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran kesehatan reproduksi adalah remaja terkait dengan masa pubertasnya dimana pada fase transisi ini merupakan segmen perkembangan individu yang diawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun tersebut usia produktif penduduk Indonesia paling banyak dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun tersebut usia produktif penduduk Indonesia paling banyak dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada tahun 2045 diperkirakan Indonesia akan mendapatkan bonus demografi. Pada tahun tersebut usia produktif penduduk Indonesia paling banyak dengan usia 30 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 7 Juli 2017

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 7 Juli 2017 Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 54-0849 e-issn : 548-398 Vol., No 7 Juli 07 PENGARUH PROGRAM PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (PIK-KRR) TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) , PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) 322460, Email : kpakabmimika@.yahoo.co.id LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM HIV/AIDS DAN IMS PERIODE JULI S/D SEPTEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia Lecture Series Inisiasi Dini Terapi Antiretroviral untuk Pencegahan dan Pengobatan Oleh Pusat Penelitian HIV & AIDS Atma Jaya Jakarta, 25 Februari 2014 Pembicara: 1) Yudi (Kotex, perwakilan komunitas)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 274 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi 1. Kebijakan dan Pelaksanaan Jaminan dan Pelayanan

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa transisi merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada usia remaja. Masa transisi pada remaja meliputi transisi emosional, transisi sosialisasi,

Lebih terperinci

Napza Suntik, HIV, & Harm Reduction

Napza Suntik, HIV, & Harm Reduction Bab 1 Napza Suntik, HIV, & Harm Reduction Kaitan HIV/AIDS dan napza suntik Pengertian Harm Reduction napza suntik Strategi Harm Reduction napza suntik Program Harm Reduction napza suntik Pro-kontra Harm

Lebih terperinci

REKOMENDASI PERTEMUAN NASIONAL JEJARING KONSELOR HOTEL GRAND CEMPAKA JAKARTA TANGGAL, NOVEMBER 2006

REKOMENDASI PERTEMUAN NASIONAL JEJARING KONSELOR HOTEL GRAND CEMPAKA JAKARTA TANGGAL, NOVEMBER 2006 REKOMENDASI PERTEMUAN NASIONAL JEJARING KONSELOR HOTEL GRAND CEMPAKA JAKARTA TANGGAL, 14 17 NOVEMBER 2006 Pertemuan nasional jejaring konselor HIV/AIDS yang diselenggarakan di Jakarta mulai tanggal 14

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa anakanak untuk menuju masa dewasa. Remaja memiliki keunikan dalam tahap pertumbuhan dan perkembangannya yang pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan populasi terbesar di Indonesia, berdasarkan data sensus penduduk jumlah remaja 10-24 tahun mencapai 64 juta pada tahun 2010 atau 28,64% dari total

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan remaja

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebijakan Kesehatan. dari swasta maupun Negara (Buse et al.,2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebijakan Kesehatan. dari swasta maupun Negara (Buse et al.,2005). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Kesehatan 1. Pengertian Kebijakan Kesehatan Kebijakan diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh pihak yang bertanggungjawab dalam bidang kebijakan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Pada masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya perubahan ini

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 57 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

Voluntary counseling and testing (VCT), konseling dilakukan pada saat sebelum

Voluntary counseling and testing (VCT), konseling dilakukan pada saat sebelum 85 4.5.3 Konseling dan Tes Secara Sukarela Didalam konseling dan tes secara sukarela (KTS) atau yang juga dikenal dengan Voluntary counseling and testing (VCT), konseling dilakukan pada saat sebelum tes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif, yang digunakan untuk menggambarkan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu dan mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi

Lebih terperinci

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Catatan Kebijakan # 3 Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Stigma terhadap penggunaan narkoba di masyarakat selama ini telah membatasi para pengguna narkoba untuk memanfaatkan layananlayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Remaja dalam beberapa literatur biasanya merujuk pada usia 10-19 tahun. Badan Koordinasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

KEPALA DESA KALIBENING KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DESA KALIBENING KECAMATAN DUKUN NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG

KEPALA DESA KALIBENING KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DESA KALIBENING KECAMATAN DUKUN NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG KEPALA DESA KALIBENING KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DESA KALIBENING KECAMATAN DUKUN NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG PEMENUHAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYULUHAN PADA PASIEN

PEDOMAN PENYULUHAN PADA PASIEN PEDOMAN PENYULUHAN PADA PASIEN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TEMBOK DUKUH Jl.Kalibutuh No.26 Surabaya 60173 Telp. (031) 5343410 pkmtembokdukuh@gmail.com KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci