GEOLOGI DAERAH PABUARAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR,PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GEOLOGI DAERAH PABUARAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR,PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 GEOLOGI DAERAH PABUARAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR,PROVINSI JAWA BARAT Deri Firmansyah 1 ), Bambang Sunarwan 2 ), Helmi Setia Ritma Pamungkas 3 ) Abstrak Penelitian pemetaan geologi dilakukan di daerah Pabuaran, Bogor-Jawa barat dengan tujuan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi geologi yang meliputi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi. Secara geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 genetika pembentukan bentangalam, yaitu satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan yang berstadia dewasa, satuan geomorfologi perbukitan karst yang berstadia dewasa, satuan geomorfologi bukit gunungapi, dan satuan geomorfologi dataran alluvial dengan stadia muda. Pola aliran daerah penelitian berpola trellis dan stadia sungai muda dan dewasa. Secara litostratigrafi, satuan batuan dari tua ke muda adalah satuan batulempung sisipan batupasir yang diendapkan pada kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (N13- N16) yang menjemari dengan satuan batugamping, satuan breksi vulkanik yang diendapkan di darat yaitu di medial vulcanoclastik dan satuan alluvial sungai merupakan satuan termuda di daerah penelitian yang merupakan hasil rombakan batuan-batuan yang lebih tua. Struktur geologi di daerah penelitian terjadi dalam satu periode tektonik yaitu pada kala intra miosen dan Pliosen - Plistosen dengan arah gaya utama utara selatan yang mengakibatkan satuan batulempung sisipan batupasir, dan satuan batugamping mengalami perlipatan membentuk perbukitan memanjang berarah barat timur dan sesar berupa sesar mendatar.batuan-batuan yang lebih tua. Kata-kata Kunci : Geologi, Formasi, Pabuaran. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Pabuaran dan Sekitarnya Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat merupakan perbukitan yang terletak pada Zona Bogor (van Bemmelen 1949). Zona ini merupakan sebuah antiklinorium dengan lapisan Neogen yang terlipat kuat dan disertai intrusiintrusi dari jenjang gunungapi hipabisal, stocks, boses dan lain-lain. Menurut Effendi dkk (1998) daerah penelitian terdiri atas Formasi Cibulakan, Parigi, dan Vulkanik kuarter Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah mengetahui kondisi geologi daerah Pabuaran dan sekitarnya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang mencakup geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi. II. METODELOGI 2.1. Metodologi Penelitian Metodologi yang dipakai dalam penelitian adalah kajian pustaka, pemetaan geologi lapangan, pekerjaan laboratorium dan studio serta pembuatan laporan. Kajian pustaka dilakukan untuk mempelajari hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan daerah penelitian sedangkan pemetaan geologi lapangan dilaksanakan dengan melakukan pengamatan, pengukuran, dan pengambilan contoh batuan. Adapun pekerjaan laboratorium berupa analisis petrografi, analisis mikropaleontologi, analisis sedimentologi. Pekerjaan studio berupa pembuatan peta-peta dan analisa struktur geologi. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 1

2 2.2 Letak, Luas, Kesampaian dan Waktu Pelaksanaan Secara administratif, daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Secara geografis batas-batas daerah penelitian adalah sebagai berikut : BT dan LS LS dengan luas wilayah 7 km x 7 km atau sekitar 49 km 2. Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih 10 (sepuluh) bulan di mulai sejak akhir bulan September 2016 hingga Juni 2017, dimulai dari kajian literatur, pemetaan geologi lapangan, pekerjaan laboratorium dan studio serta penyusunan laporan. Daerah penelitian dapat dicapai menggunakan kendaraan roda empat dari Kota Bogor menuju Pabuaran ditempuh selama ± 2jam. Gambar 2. Fisiografi regional, van Bemmelen (1949) Stratigrafi Regional Menurut Effendi dkk, (1998) stratigrafi daerah penelitian berdasarkan peta geologi lembar Bogor skala 1: , dari yang tertua hingga termuda sebagai berikut: Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi Regional Gambar 1. Peta Daerah Penelitian. III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Fisiografi Regional Berdasarkan van Bemmelen (1949) dalam buku Geologi Of Indonesia, Jawa barat terbagi atas enam zona fisiografi yaitu : 1). Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia) 2).Zona Bogor (Bogor Zone) 3). Zona Bandung (Bandung Zone) 4). Zona Perbukitan Selatan Jawa Barat Southern Mountain of west Java) 5). Zona Pegunungan Kubah Bayah 6). Zona Gunungapi Kuarter Struktur Geologi Regional Pola struktur Jawa Barat menurut Asikin (1986), dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok sesar, yaitu: 1. Sesar dengan arah baratlaut-tenggara, secara umum sesar ini membatasi daerah Bogor, Purwakarta, Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, Banjar, dan menerus ke sebagian Jawa Tengah. Sebagian besar Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 2

3 daerah ini termasuk ke dalam Zona Fisiografi Bogor. 2. Sesar dengan arah barat timur, memotong sepanjang jalur Pegunungan Selatan, merupakan sesar normal dengan bagian utara yang relatif turun terhadap bagian selatannya. 3. Sesar dengan arah timurlaut-baratdaya, seperti yang terlihat di lembah Cimandiri dekat Pelabuhan Ratu. Genesa satuan geomorfologi ini dibentuk oleh batuan sedimen yang terlipat dan terpatahkan yang dicirikan oleh bentuk perbukitan yang memanjang berarah barat-timur. Satuan ini menempati ± 85 % luas daerah penelitian. Bentuk morfometri dari satuan ini memperlihatkan perbukitan dengan ketingian mdpl dan stadia geomorfik dalam stadia dewasa. barat timur Hogback 45 Erosi Lembah IV. Gambar 12. Pola Struktur Jawa Barat (Asikin, 1986). HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum morfologi daerah penelitian terdiri dari dataran, perbukitan dan lembah, disusun oleh batuan sedimen yang berumur tersier. Perbukitan dan lembah tersebut umumnya memanjang ke arah barat timur. Perbukitan yang paling tinggi di daerah penelitian yaitu G. Limo dengan ketinggian 700 mdpl yang terdapat pada bagian tenggara daerah penelitian. Berdasarkan pada konsep yang dikemukakan W.M Davis (1954) dalam Thornbury W.D, (1969) yang meliputi aspek struktur, proses dan tahapan, maka geomorfologi daerah penelitian dikelompokkan menjadi 4 (empat) Satuan Geomorfologi yaitu : 1) Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan Gambar 3..Memperlihatkan Morfologi Perbukitan Lipat Patahan berupa Hogback dan perbukitan memanjang, Foto diambil dari daerah Ciherang ke arah selatan. 2) Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst Genesa satuan geomorfologi ini dibentuk oleh batugamping dan dicirikan oleh adanya gua-gua, lembah berbentuk huruf U atau uvala dan lembah berbentuk huruf V atau dolina sebagai hasil pelarutan batuan oleh air± 86,4 % luas daerah penelitian. Bentuk morfometri dari satuan ini memperlihatkan bukit-bukit dengan ketingian mdpl dan stadia geomorfik dalam stadia dewasa. barat timur Gambar 4. Memperlihatkan Morfologi Perbukitan Karst memperlihatkan bukit bukit batugamping diambil dari Desa Pabuaran ke arah selatan. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 3

4 3) Satuan Geomorfologi Bukit Gunungapi Genesa satuan ini dikontrol oleh proses pengendapan material piroklastik hasil erupsi gunungapi,dengan penyebaran sekitar 3,0% dari luas daerah penelitian. Satuan ini tersebar di Desa Sukamakmur, yang terletak pada bagian tenggara daerah penelitian. Endapan material piroklastik yang terdapat di daerah penelitian berasal dari aktivitas erupsi Gunung Kencana yang terletak di bagian tenggara daerah penelitian dan satuan ini masih merupakan bagian dari endapan vulkanik dari Gunung Kencana, memiliki bukit dengan ketinggian 650 mdpl di bagian tenggara dan 500 mdpl dibagian utara, serta dilalui oleh Sungai Seusepan. Satuan geomorfologi ini ditempati oleh Satuan Batuan Breksi Vulkanik, dan stadia geomorfik dalam stadia muda. timurlaut baratdaya baratlaut Dataran Banjir Gosong Pasir Gambar 6. Memperlihatkan Morfologi Dataran Alluvial diambil dari Sungai Mancing Stratigrafi Tanggul Alam Point Bar Stratigrafi Daerah Penelitian tenggara Stratigrafi Daerah Penelitian terdiri atas 4 (empat) satuan batuan, di mulai dari tua ke muda yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2 Kolom statigrafi daerah penelitian Gambar 5. Memperlihatkan Morfologi Bukit Gunungapi, diambil dari Ciherang ke arah tenggara. 4) Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial Faktor pengontrol yang berperan pada satuan ini adalah litologi. Terdiri dari material lepas yang berukuran lempung sampai bongkah, yang merupakan hasil dari proses pelapukan dan erosi batuan asal di hulu sungai yang kemudian tertransportasikan dengan media air sungai dan terendapkan di daerah sekitar sungai. Menempati 2,78 % luas daerah penelitian, terdapat di sekitar hulu sungai Ranji, dan hilir sungai Mancing yang terdapat di bagian tengah daerah penelitian, berada pada ketinggian 12,5 50 mdpl. Satuan ini memiliki relief landai dengan kemiringan 0 o - 2 o. 1) Satuan Batulempung Sisipan Batupasir Formasi Cibulakan Satuan Batulempung Sisipan Batupasir tersingkap di bagian tengah sampai ke selatan daerah penelitian terutama di Sungai Cileungsi dan Sungai Jere dan meliputi ± 85 % dari luas daerah penelitian. Pada umumnya satuan batuan ini memiliki kondisi singkapan lapuk dan memperlihatkan perlapisan kurang baik. Pengukuran jurus dan kemiringan lapisan dilakukan pada sisipan batupasir, disamping pada fisik batuan yang dijumpai. Satuan batuan ini disusun oleh batulempung tebal berwarna abu abu gelap. Di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 4

5 beberapa tempat dijumpai sisipan batupasir, pasir halus- pasir sedang, berwarna putih kecoklatan. Secara megaskopis batulempung mempunyai ciri warna abu abu gelap, getas. Sedangkan batupasir mempunyai ciri warna putih kecoklatan, ukuran butir pasir halus pasir sedang, bentuk butir menyudut tanggung membulat tanggung, pemilahan baik, kemas tertutup, kompak. Berdasarkan analisis petrografi maka nama batuannya yaitu Subefeldspatik Arenit (Gilbert, 1982). Arah jurus lapisan batuannya umumnya Barat Timur atau sekitar N 267 E dengan kemiringan (dip) 25. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan dari satuan ini diperkirakan adalah 932,5 meter. Umur satuan batuan ini diperkirakan pada kala Miosen Tengah-Miosen Akhir atau pada N13 N16. Pada kisaran lingkungan pengendapan pada Neritik Tengah. putih, sementasi karbonat kompak. Berdasarkan analisis petrografi nama batuannya adalah : Weckstone ( Dunham, 1962). Secara megaskopis, batugamping masif memiliki ciri litologi berwarna putih kecoklatan, jenis terumbu, konstituen utama klastik, ukuran pasir kasar (1/2 1 mm), bentuk butir membundar - menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, dan kompak. Berdasarkan analisis petrografi nama batuannya adalah : Packstone (Dunham, 1962). Umur satuan batuan ini diperkirakan pada kala Miosen tengah - Miosen Akhir yaitu pada N14 N16. Adapun kisaran lingkungan pengendapan yaitu pada Neritik Tengah kedalaman meter. A B A B C Gambar 8. Singkapan batugamping berlapis gambar diambil di Sungai Cibedug. Gambar 7. Singkapan batulempung sisipan batupasir, gambar diambil di Sungai Ciherang. 2) Satuan Batugamping Formasi Parigi A B Satuan batuan ini tersingkap di bagian utara dan meliputi ± 9% dari daerah penelitian. Secara umum, kondisi singkapan segar. Satuan ini tersusun oleh batugamping berlapis dengan ketebalan antara 60 cm. Dan pada bagian atas satuan ini dijumpai batugamping masif. Secara megaskopis, batugamping berlapis memiliki ciri litologi berwarna putih kecoklatan, konstituen utama klastik, ukuran pasir halus - kasar (1/4 mm 1/2 mm), bentuk butir membundar - menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, dan kompak. Batulempung, coklat Gambar 9. Singkapan batugamping masif gambar diambil dari Desa Bojong. 3) Satuan Breksi Vulkanik Satuan batuan ini tersingkap di bagian tenggara dan meliputi ± 3,22% dari daerah penelitian. Secara umum, kondisi singkapan segar sampai lapuk. Satuan ini terdiri dari breksi. Di bagian tenggara didominasi fragmen yang saling bersinggungan, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 5

6 fragmen terlihat mengambang. Dengan ketebalan singkapan 1-10 m. Secara megaskopis, Breksi memiliki ciri litologi berwarna coklat, ukuran fragmen kerikil hingga bongkah (0,2-48cm), jenis fragmen monomik (andesit), dengan masa dasar pasir tufan, ukuran butir pasir halus(1/8 mm 1/4 mm) - pasir sedang(1/4 mm 1/2 mm), bentuk butir menyudut tanggung - menyudut, terpilah buruk, kemas terbuka, dan kompak. ini di daerah penelitian merupakan material lepas berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal, berangkal sampai bongkah, dengan bentuk membulat tanggung sampai membulat, dan komposisinya terdiri dari batuan beku dan batupasir. Endapan alluvial sungai ini menutupi satuan batuan yang ada dibawahnya berupa bidang erosi. Berdasarkan analisis petrografi pada massa dasar breksi dan jenis fragmennya, masa dasar batuannya adalah : Tuf Kristal (Pettijhon, 1975) dan fragmen batuannya adalah Andesit (Williams, 1952). Ketebalan yang diperoleh berdasarkan pengukuran penampang geologi yaitu 200 meter. Umur satuan batuan ini berdasarkan hukum Steno Superposisi lebih muda dari Satuan Batulempung Sisipan Batupasir dan Satuan Batugamping yang berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (N13-N16). Adapun kisaran lingkungan pengendapan dengan fasies gunungapi menurut Vassel dan Davies, 1981 diendapkan pada Fasies Medial Volkanoclastic. A Gambar 10. Singkapan breksi gambar diambil dari Sungai Seusepan. 4) Satuan Endapan Alluvial Penyebaran satuan ini kurang lebih ± 2,78 % dari seluruh luas daerah penelitian, menyebar sekitar hilir Sungai Ranji dan hilir Sungai Mancing dibagian Utara daerah penelitian. Satuan alluvial ini menempati Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial. Ketebalan dari satuan ini dari 1 meter hingga 4 meter di daerah penelitian, merupakan hasil dari rombakan batuan sebelumnya. Endapan B Gambar 11. Singkapan alluvial sungai di lokasi pengamatan Sungai Ranji Struktur Geologi Struktur Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian dijumpai struktur geologi berupa perlipatan dan sesar. 1. Struktur Perlipatan Yang dijumpai berupa antiklin, ditandai oleh kemiringan lapisan sebagai bidang sayap dengan arah berlawanan dan Sinklin yang ditandai oleh kemiringan lapisan sebagai bidang sayap dengan arah yang searah. A. Antiklin Antiklin Tajur Antiklin ini berkembang pada sebelah utara daerah penelitian dengan arah barat-timur. Besar kemiringan pada sayap bagian utara berkisar , dengan jurus N240 E N245 E. Sedangkan sayap bagian selatan mempunyai kemiringan berkisar dengan jurus N 109 E N 47 E. Pada rekontruksi penampang Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 6

7 peta geologi antiklin ini terlihat simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka antiklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin simetri. Antiklin Rasamala Satu Antiklin ini berkembang pada sebelah tengah daerah penelitian dengan arah barat-timur. Besar kemiringan pada sayap bagian utara berkisar , dengan jurus N246 E N267 E. Sedangkan sayap bagian selatan mempunyai kemiringan berkisar dengan jurus N 88 E N 94 E. Pada rekontruksi penampang peta geologi antiklin ini terlihat tidak simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka antiklin ini diklasifikasikan sebagai antiklin asimetri. Antiklin Leuwicatang Antiklin ini berkembang pada sebelah selatan daerah penelitian dengan arah barat-timur. Besar kemiringan pada sayap bagian utara berkisar , dengan jurus N240 E N260 E. Sedangkan sayap bagian selatan mempunyai kemiringan berkisar dengan jurus N 102 E N 130 E. Pada rekontruksi penampang peta geologi antiklin ini terlihat simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka antiklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin simetri. 246 E N 267 E. Pada rekontruksi penampang peta geologi sinklin ini terlihat tidak simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin asimetri. B. Sinklin Sinklin Jariyan Antiklin ini berkembang pada bagian barat daerah penelitian dengan arah barat -timur. Besar kemiringan pada sayap bagian utara berkisar , dengan jurus N47 E N109 E. Sedangkan sayap bagian selatan mempunyai kemiringan berkisar dengan jurus N 246 E N 267 E. Pada penampang peta geologi sinklin ini terlihat tidak simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin asimetri. Sinklin Pabuaran Sinklin ini berkembang pada bagian selatan daerah penelitian dengan arah barat -timur. Besar kemiringan pada sayap bagian utara berkisar , dengan jurus N97 E N100 E. Sedangkan sayap bagian selatan mempunyai kemiringan berkisar dengan jurus N 250 E N 267 E. Pada penampang peta geologi sinklin ini terlihat simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin simetri. 2. Patahan atau Sesar Patahan atau sesar merupakan struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Sifat pergeserannya dari mendatar. Adapun jenis sesar sesar yang berkembang di daerah penelitian antara lain : 1) Sesar Mendatar Leuwicatang 2) Sesar Mendatar Cibadak 3) Sesar Mendatar Pabuaran A. Sesar Mendatar Leuwicatang Sesar mendatar Leuwicatang ini berkembang dibagian tengah sampai baratlaut di daerah penelitian diperkirakan memanjang sejauh 5,5 km. Arah sesar ini memanjang dengan arah timurlaut baratdaya.. Adapun beberapa indikasi atau struktur penyerta, antara lain : Adanya pergeseran (offset) pada perselingan batulempung dan batupasir di lokasi pengamatan LP20 dengan arah bidang N E di sungai Ciherang. Adanya kedudukan acak pada lokasi pengamatan LP36 dan LP37 di Sungai Ciherang serta LP72 dan LP73 di Sungai Ranji. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 7

8 Sesar mendatar Cibadak ini berkembang dibagian tengah daerah penelitian. Arah sesar ini memanjang dengan arah Baratlaut Tenggara. Adapun struktur penyerta, antara lain : Adanya pergeseran lapisan (offset) pada perselingan batulempung dan batupasir di lokasi pengamatan LP90, di Sungai Mancing dengan arah bidang N E. Gambar 13. Pergeseran lapisan batuan (offset) pada perselingan batulempung dan batupasir di LP20, di Sungai Ciherang dengan arah bidang N E.. Gambar 14. Keduduka batuan tidak teratur di Sungai Ciherang pada Lp36 dan Lp 37. L p 3 7. Gambar 15. Keduduka batuan tidak teratur di Sungai Ranji pada Lp72 dan Lp73. Dari indikasi indikasi tersebut dan pola pola struktur yang mendukung serta analisa peta geologi dan topografi maka dapat disimpulkan bahwa sesar mendatar Leuwicatang dengan arah Timurlaut baratdaya ini dinamakan sesar mendatar mengiri. Gambar 16. Pergeseran lapisan batuan (offset) pada perselingan batulempung dan batupasir di LP90, di Sungai Mancing dengan arah bidang N E. Dari indikasi indikasi tersebut dan pola pola struktur yang mendukung serta analisa peta geologi dan topografi maka dapat disimpulkan bahwa sesar mendatar Pabuaran dengan arah Baratlaut Tenggara ini dinamakan sesar mendatar menganan. C. Sesar Mendatar Pabuaran Sesar mendatar Pabuaran ini berkembang dibagian tengah di daerah penelitian diperkirakan memanjang sejauh 1,7 km. Arah sesar ini memanjang dengan arah baratlaut tenggara.. Adapun struktur penyerta, antara lain : Adanya pergeseran lapisan (offset) pada perselingan batulempung dan batupasir di lokasi pengamatan LP76, di Sungai Mancing dengan arah bidang N E. B. Sesar Mendatar Cibadak Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 8

9 Leuwicatang. Gaya masih terus berlangsung hingga melewati batasa elastisitas batuan yang akhirnya membentuk Sesar Mendatar Leuwicatang, Sesar Mendatar Cibadak dan Sesar Mendatar Pabuaran Sejarah Geologi Daerah Penelitian Gambar 17. Pergeseran lapisan batuan (offset) pada perselingan batulempung dan batupasir di LP76, di Sungai Mancing dengan arah bidang N E. Dari indikasi indikasi tersebut dan pola polas struktur yang mendukung serta analisa peta geologi dan topografi maka dapat disimpulkan bahwa sesar mendatar Pabuaran dengan arah Timurlaut Baratdaya ini dinamakan sesar mendatar menganan. 3. Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian Dari hasil analisis data-data sesar dan arah lipatan yang di peroleh di lapangan, maka gaya utama yang bekerja di daerah penelitian adalah Utara- Selatan (N350 0 E). Umur dari struktur-struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terjadi dalam satu fase tektonik saja, yaitu pada kala miosen tengah dan kala Pliosen- di mana gaya/aktifitas tektonik yang terjadi pada kala Pliosen sehingga pada kala Plistosen memicu terjadinya aktifitas erupsi gunungapi di bagian tenggara daerah penelitian yaitu Gunung Api Kencana Limo yang endapannya menghasilkan satuan endapan gunungapi berupa Satuan Breksi pada daerah penelitian. Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian di mulai pada N13 dan N16 seperti yang telah di sebutkan di atas dengan arah gaya utamanya adalah N E yang membentuk polapola kekar, yang kemudian membentuk perlipatan berupa Antiklin Tajur, Sinklin Jariyan, Antiklin Rasamala Satu, Sinklin Pabuaran dan Antiklin Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan diendapkannya Satuan Batulempung Sisipan Batupasir yang berumur N13-N16 pada kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dimana satuan ini menjemari dengan Satuan Batugamping ditandai dengan adanya perubahan fasies. Setelah umur N16, tepatnya pada kala Pliosen dimana terjadi aktifitas tektonik dan menyebabkan deformasi pada batuan yang telah diendapkan sebelumnya dan terbentuknya perlipatan dan persesaran. Pembentukan struktur ini menyebabkan terjadinya pengangkatan pada daerah penelitian dan memicu aktifitas vulkanisme, dimana terjadinya erupsi pada gunung api, erupsi ini sampai ke daerah penelitian dengan mekanisme aliran piroklastik, yaitu dengan dijumpainya Satuan Breksi Vulkanik. Pada saat ini daerah penelitian telah mejadi daratan, dimana telah banyak terjadi proses pelapukan dan erosi. Proses proses inilah yang menyebabkan terbentuknya endapan alluvial yang berumur resen. V. KESIMPULAN Geomorfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh aspek struktur, proses, dan tahapan. Satuan Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 4 satuan yaitu Satuan Perbukitan Lipat Patahan, Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst, Satuan Geomorfologi Bukit Gunungapi dan Satuan Dataran Alluvial. Pada daerah penelitian hanya terdapat satu pola aliran sungai yaitu pola aliran trellis. Stadia erosi sungai daerah penelitian yaitu stadia erosi muda dan dewasa dengan gentera geomorfiknya masuk ke dalam jentera geomorfik muda dan dewasa. Sebaran batuan yang ada pada daerah penelitian terdiri dari 4 satuan batuan diantaranya Satuan Batulempung Sisipan Batupasir berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir(N13-N16) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 9

10 diendapkan Pada Lingkungan laut dangkal, menjemari dengan Satuan Batugamping sehingga diperkirakan memiliki umur dan lingkungan pengendapan yang sama. Satuan Breksi yang berumur Plistosen diendakan pada fasies medial Volkanoklastik, dan Satuan Endapan Alluvial yang berumur resen dengan lingkungan pengendapan Fluvial. Struktur geologi pada daerah penelitian diantaranya berupa Lipatan Antiklin Tajur, Sinklin Jariyan, Antiklin Rasamala Satu, Sinklin Pabuaran dan Antiklin Leuwicatang. Patahan, Sesar Mendatar Leuwicatang, Sesar Mendatar Cibadak, Sesar Mendatar Pabuaran dengan arah gaya utama N 350 E. DAFTAR PUSTAKA 4) Thornbury, D., Principles of Geomorphology, Second Edition, John Willey and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto, 594. PENULIS [1] Deri Firmansyah, ST., Alumni (2017) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan. [2] Dr. Ir. Bambang Sunarwan, MT., Pembimbing I/Staf Pengajar di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan. [3] Helmi Setia Ritma Pamungkas, ST. MSi., Pembimbing II/Staf Pengajar di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan. 1) Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, The Hague Martinus Nijhoff, Vol.1A, Netherlands. 2) Blow, W. H. and Postuma J. A Range Chart, Late Miosen to Recent Planktonic Foraminifera Biostratigra phy, Proceeding of The First. 3) Effendi Dkk, 1998, Peta Geolgi Lembar Bogor, Jawabarat, Skala 1: , Direktorat Geologi, Bandung. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Universias Pakuan 10

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Setiawan 1 ), Bambang Sunarwan 2 ), Denny Sukamto Kadarisman 3 )

Setiawan 1 ), Bambang Sunarwan 2 ), Denny Sukamto Kadarisman 3 ) GEOLOGI DAERAH CIPATAT DAN SEKITARNYA KECAMATAN CIPATAT KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT DAN TINJAUAN GEOTEKNIK TEROWONGAN CIGUHA-2PUTARA DENGAN SISTEM ROCK MASS RATING UNTUK REKOMENDASI PENYANGGA DI PT. ANTAM

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT

KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT Kholqi Dianardi #1, Bombom R. Suganda #2, #Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR

GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR Oleh : Rizwan Arief Hasan 1), Singgih Irianto 2), dan Mohammad Syaiful 3) Abstrak Lokasi pemetaan berada di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GERAKAN TANAH DAERAH LARANGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LARANGAN DAN KETANGGUNGAN, KABUPATEN BREBES, PROPINSI JAWA TENGAH

GEOLOGI DAN GERAKAN TANAH DAERAH LARANGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LARANGAN DAN KETANGGUNGAN, KABUPATEN BREBES, PROPINSI JAWA TENGAH GEOLOGI DAN GERAKAN TANAH DAERAH LARANGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LARANGAN DAN KETANGGUNGAN, KABUPATEN BREBES, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh Puspa Erita dan Bambang Sunarwan Abstrak Secara administratif daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Bogor merupakan cekungan yang terisi oleh endapan gravitasi yang memanjang di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat. Cekungan ini juga merupakan salah satu kunci

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PAPRINGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR

GEOLOGI DAERAH PAPRINGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR GEOLOGI DAERAH PAPRINGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR Oleh : Rizal Arief Hasyim 1), Singgih Irianto 2), dan Mohammad Syaiful 3) Abstrak Dalam penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan tugas akhir yang berjudul Geologi dan Analisis Struktur Geologi Daerah Cileungsi dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, citra DEM,

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : Muhammad Abdurachman Ibrahim

GEOLOGI DAERAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : Muhammad Abdurachman Ibrahim GEOLOGI DAERAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci